Upload
lykhanh
View
231
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGANSUMBER DAYA PESANTREN
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
Disusun oleh:
S U Y A T I1105057
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsiku ini untuk:
v Almamaterku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
v Ayaha dan Ibu tercinta H. Syamsuri dan Almarhumah Hj. Srigati yang
senatiasa tulus mencurahkan kasih sayang, doa dan dukungan bagi
penulis.
v Kakak dan adik tercinta ( kak Yatno, kak Yanto, dek Tian) yang selalu
memberikan semangat bagi penulis.
v Teman-teman seperjuangan angkatan 2005 jurusan Manajemen Dakwah
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari penerbit maupun yang belum atau tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 21 Juni 2010
Tanda Tangan
SUYATI NIM:1105057
vi
MOTTO
í÷Š$#4’n<Î)È@‹ Î6 y™y7În/ u‘Ïp yJ õ3 Ïtø:$$Î/Ïp sà Ïã öq yJ ø9$#urÏpuZ|¡ ptø:$#(O ßgø9ω» y_urÓÉL©9$$Î/}‘Ïdß |¡ ômr&4¨b Î)
y7/ u‘uq èdÞO n=ôã r&yJ Î/¨@|Êtã¾Ï& Î#‹ Î6 y™(uq èd urÞOn=ôã r&tûï ωtG ôgßJ ø9$$Î/ÇÊËÎÈ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaranyang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. SesungguhnyaTuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatpetunjuk. (QS. An-Nahl: 125)
vii
ABSTRAKSI
Suyati (1105057): “STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGANSUMBERDAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren RoudlatutTholibin Rembang)” Fakultas Dakwah Jurusan MD IAIN Walisongo Semarang2010.
Sebagai lembaga dakwah, pesantren juga memiliki tanggung jawab untukmengembangkan sumber daya yang ada, baik fisik maupun non fisik. Sumberdaya pesantren seperti ustadz, santri, sistem pendidikan, organisasi pondokpesantren, sarana prasarana dan lain sebagai, harus dapat berfungsi secara optimaldalam mendukung pelaksanaan dakwah. Diharapkan dari sumber daya pesantrenyang ada, terjadi hubungan simbiosis mutualisme, dimana setiap komponen salingmenguntungkan satu sama lain. Dalam artian melalui strategi dakwah yang baik,akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya pesantren.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatifmerupakan penelitian yang lebih menekankan analisisnya dalam prosespenyimpulan deduktif dan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubunganantar fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah. Metodepengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara dandokumentasio. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisisdata kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah 1) Strategi dakwah yang dilakukanpesantren Raudlatut Tholibin Rembang sebagai upaya untuk pengembangansumber daya yang dimilikinya adalah dengan dakwah bil lisan, bil hal dan dakwahkonstruktif yaitu dengan beberapa cara: a) Mendirikan lembaga pendidikanRaudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Diniyah (Madin), b) Mengadakan pengajianuntuk masyarakat, c) Menyediakan KBIH Al-Ibriz bagi masyarakat, d)Menyediakan koperasi Al-Ibriz bagi santri dan masyarakat sekitar, e)Bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta. 2) Implementasi strategidakwah tersebut dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut TholibinRembang dilakukan mulai dari tahap pendirian sampai pada partisipasinya dalammembantu masyarakat. Strategi dakwah yang dilakukan pondok pesantrenRaudlatut Tholibin Rembang lebih menitip beratkan pada aksi riil melaluikegiatan sosial kemasyarakatan. 3) Faktor pendukung penerapan strategi dakwahdalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang diantaranya adalah dukungan pengasuh yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat,SDM yang dimiliki cukup memadai, sistem pendidikan yang diterapkan sangatmenunjang untuk mencetak kader-kader dakwah, minat santri dan dukunganmasyarakat yang cukup besar dan Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai.Sedangkan faktor penghambat penerapan strategi dakwah di pondok pesantrenRaudlatut Tholibin Rembang di antaranya: pengelolaan atau manajemennyakurang diperhatikan secara serius dan masih bersifat konvensional, belum adanyalembaga pendidikan formal (ilmu umum), kurang berkembangnya budayademokrasi dan disiplin dan belum maksimalnya pendidikan keterampilan. Faktor-faktor tersebut sedikit banyak menghambat proses dakwah dalam rangkapengembangan pondok pesantren.
viii
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang maha pengasih,
penyayang, dan pemurah karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “STRATEGI DAKWAH
DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PESANTREN (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang)”
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan juga melimpah kepada umat Islam
seluruhnya.
Sadar sepenuhnya kemampuan dan keterbatasan penulis, untuk memenuhi
amanah studi dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan
banyak pihak baik moril maupun materiil sehingga selesainya penulisan skripsi
ini. Oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M. A., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Drs. H. Anasom, M. Hum Selaku pembimbing I Dan Bapak H. Adib Fathoni,
S.Ag. M.Si Selaku pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu,
tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
5. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang yang
telah memberikan izin dan membantu dalam penelitian.
Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang pasti akan
membalas amal baik kita di dunia maupun di akhirat.
ix
Penulis menyadari masih memiliki kekurangan, oleh karena itu, kritik
serta saran apapun, tentu akan kami nantikan. Semoga karya ini bias bermanfaat
dan berguna bagi kita serta bagi ilmu pengetahuan.
Semarang, Juni 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... v
HALAMAN MOTTO................................................................................... vi
ABSTRAKSI................................................................................................ vii
HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI............................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian................................................. 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................. 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ........................................................... 7
1.4 Telaah Pustaka.......................................................................... 7
1.5 Metode Penelitian ..................................................................... 9
1.5.1. Jenis Penelitian ................................................................. 9
1.5.2. Sumber Data dan Jenis Data.............................................. 10
1.5.3. Metode Pengumpulan Data ............................................... 11
1.5.4. Metode Analisis Data........................................................ 12
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 15
BAB II STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA........................................................ 17
2.1.Strategi Dakwah ....................................................................... 17
2.1.1 Pengertian Strategi Dakwah ............................................. 17
2.1.2. Langkah-langkah Perencanaan Strategi Dakwah........... 18
xi
2.2 Pengembangan Sumber Daya Pesantren.................................... 29
2.2.1 Pengertian Pengembangan Sumber Daya Pesantren......... 29
2.2.2 Konsep Pengembangan Lembaga (Organisasi) ................ 32
2.2.3 Macam-macam Sumber Daya Pesantren.......................... 34
2.2.4 Teknik-teknik Pengembangan Lembaga........................... 38
2.2.5 Proses Pengembangan Organisasi (Pondok Pesantren) .... 39
BAB III STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN DI
PONDOK PESANTREN ROUDLATUT THOLIBIN
REMBANG ................................................................................... 42
3.1 Sejarah Pondok Pesantre Roudlatut Tholibin Rembang............ 42
3.1.1 Fase Awal .................................................................... 42
3.1.2 Fase Kedua .................................................................. 45
3.1.3 Kondisi Kontemporer................................................... 47
3.2 Strategi Dakwah Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin
Rembang .................................................................................. 49
3.2.1 Mendirikan Lembaga pendidikan Raudlatul Atfal dan
Madrasah Diniyah (Madin) ........................................... 49
3.2.2 Mengadakan Pengajian Untuk Masyarakat .................... 51
3.2.3 Mendirikan KBIH Al-Ibriz ............................................ 53
3.2.4 Mendirikan Koperasi Al-Ibriz ....................................... 54
3.2.5 Bekerjasama Dengan Instansi Pemerintah Maupun
Swasta........................................................................... 57
3.3 Pengembangan Sumber Daya Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang .................................................................... 60
3.3.1 Perkembangan Sumber Daya Manusia ......................... 61
3.3.2 Perkembangan Sumber Daya Material (Sarana
Prasarana) .................................................................... 63
3.3.3 Perkembangan Sumber Daya Teknologi Informasi ........ 64
3.3.4 Perkembangan Sumber Daya Kelembagaan .................. 65
3.3.5 Perkembangan Jaringan dengan Pihak Luar .................. 68
xii
BAB IV ANALISIS TENTANG STRATEGI DAKWAH DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
PESANTREN DI PONDOK PESANTREN RODLATUT
THOLIBIN REMBANG ................................................................ 69
4.1 Analisis Strategi Dakwah dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang .................................................................... 69
4.2 Analisis Implementasi Strategi Dakwah dalam
Pengembangan Sumber Daya Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang ................................................................................. 71
4.2.1 Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan
Sumber Daya Pesantren Melalui Strategi Dakwah Bil
Lisan, Bil Hal dan Dakwah Konstruktif ........................... 71
4.2.2 Indikasi Keberhasilan Lembaga Pondok pesantren
Raudlatut Tholibin ........................................................... 83
4.3.Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dakwah dalam
Pengembangan Sumber Daya Pesantren.................................... 89
4.3.1 FaktorPendukung ............................................................ 89
4.3.2 Faktor Penghambat .......................................................... 90
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 92
5.2 Saran-saran............................................................................... 93
5.3 Penutup .................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik dan
diberi sebutan berbagai macam. Hasbullah, (1999:138) menyebut pesantren
sebagai "Bapak" Pendidikan Islam di Indonesia yang didirikan karena adanya
tuntutan dan kebutuhan zaman dan apabila dilacak kembali sesungguhnya
pesantren dilahirkan atas kesadaran adanya kewajiban da’wah Islamiyah,
sekaligus mencetak kader-leader ulama’ dan da’i.
Dalam kenyataan, hampir seluruh daerah atau pelosok di Indonesia
terdapat ulama’ ataupun da’i yang dihasilkan oleh pesantren. Mereka
mempunyai peranan penting dalam membina masyarakat khususnya dalam
pelaksanaan ajaran agama. Pesantren juga mengandung makna ”Indigenous”
artinya lembaga pendidikan asli Indonesia (Madjid, 1997: 3), yang apabila
dipelajari lebih jauh di masa lampau ternyata pondok pesantren merupakan
bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia sebab lembaga pendidikan dengan
pola kyai, murid dan asrama telah dikenal dalam kisah dan cerita rakyat
Indonesia khususnya di Pulau Jawa.
Pondok pesantren merupakan lembaga dakwah yang mempunyai
fungsi mengemban tugas agama dan risalah nubuwwah. Dalam
mengembangkan amanat ini, pondok pesantren mempunyai pola tersendiri,
xiv
sebab ia harus berhadapan dengan berbagai tantangan zaman yang berubah
sebagai tanda kehidupan yang dinamis.
Dinamika pondok pesantren tidak sama dengan lembaga-lembaga lain.
Ia bukanlah lembaga pendidikan yang bertugas mencerdaskan kehidupan
bangsa saja, melainkan juga sebagai suatu lembaga tempat penggodokan
calon-calon pemimpin umat. Hal ini yang tidak dimiliki oleh lembaga-
lembaga lain selain pondok pesantren.
Pesantren dalam proses perkembangannya disebut sebagai lembaga
keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama
Islam. Dengan segala dinamikanya pesantren di pandang sebagai lembaga
yang merupakan pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan
dakwah Islam (Mas’ud, 2002: 39).
Sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, keberadaan pondok
pesantren telah membudaya dikalangan sebagian besar bangsa Indonesia,
khususnya umat Islam. Sebagaimana diketahui bahwa hampir setiap daerah
yang mayoritas penduduknya pemeluk Islam didapati pondok pesantren.
Lembaga pendidikan ini menyelenggarakan pengajian atau pembinaan agama
kepada masyarakat disekelilingnya. Bahkan banyak santri yang datang dari
luar daerah karena karisma kyai atau karena keahlian kyai terhadap satu
cabang ilmu agama Islam, atau lebih. Selain itu, banyak juga santri yang
datang karena tertarik oleh kelebihan spiritual yang, dimiliki kyai. Hal-hal
diatas menjadi penyebab pondok pesantren dikunjungi ratusan bahkan ribuan
santri, dan mereka ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
xv
Meskipun dengan kondisi fisik yang sederhana, namun ternyata
pesantren mampu menciptakan tata kehidupan tersendiri yang unik, terpisah
dan berbeda dari kebiasaan umum. Bahkan lingkungan dan tata kehidupan
masyarakat sekitar pesantren memiliki tata nilai kehidupan yang positif
(Wahyutomo, 1999:65).
Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang komplit, praktis
dan sederhana. Hal ini disebabkan karena lembaga ini digunakan sebagai
tempat untuk penampungan para santri dengan segala kelengkapannya.
Disamping itu di lingkungan pesantren ini terdapat suatu langgar atau masjid
yang digunakan sebagai tempat pendidikan dan pembinaan pelajar/santri
ataupun praktek-praktek ibadah serta kemasyarakatan pada umumnya, bahkan
di lembaga ini dibentuk organisasi untuk mengurus segala macam kebutuhan
masyarakat pesantren.
Sebagai lembaga dakwah, pesantren juga memiliki tanggung jawab
untuk mengembangkan sumber daya yang ada, baik fisik maupun non fisik.
K.H. Sahal Mahfudz mengemukakan bahwa kalau pesantren ingin berhasil
dalam melakukan pengembangan masyarakat yang salah satu dimensinya
adalah pengembangan semua sumber daya, maka pesantren harus melengkapi
dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumber daya yang ada di
lingkungannya, disamping syarat lain yang diperlukan untuk berhasilnya
pengembangan masyarakat (Masyhud dan Khusnurdilo, 2004:19).
Sumber daya pesantren seperti ustadz, santri, sistem pendidikan,
organisasi pondok pesantren, sarana prasarana dan lain sebagai, harus dapat
xvi
berfungsi secara optimal dalam mendukung pelaksanaan dakwah. Diharapkan
dari sumber daya pesantren yang ada, terjadi hubungan simbiosis mutualisme,
dimana setiap komponen saling menguntungkan satu sama lain. Dalam artian
melalui strategi dakwah yang baik, akan dapat meningkatkan kualitas sumber
daya pesantren.
Menurut Dhofier (1982: 44) pondok pesantren memiliki 5 elemen
utama yang sekaligus menjadi sumber daya pesantren itu sendiri yaitu: 1)
Kyai, merupakan elemen yang paling esensial dalam pesantren, bahkan
seringkali ia merupakan pendiri pesantren itu, karenanya sudah sewajarnyalah
pertumbuhan, maju atau mundurnya pesantren tergantung daripadanya. 2)
Santri, adalah orang-orang yang belajar mendalami ilmu-ilmu agama Islam di
pesantren. Santri merupakan salah satu komponen yang berperan dalam
mengembangan pondok pesantren. Kualitas santri dapat menjadi tolok ukur
kemajuan pesantren. 3) Pondok dan sarana pendukung, sebagai tempat tinggal
santri, pondok dan kelengkapan sarana prasarana memiliki peran penting
dalam mendukung perkembangan pondok pesantren. Pondok pesantren yang
berkembang biasanya memiliki sarana dan prasarana lengkap yang dapat
mendukung proses belajar mengajar di pondok pesantren. 3) Masjid,
kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren
merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan Islam. Oleh karena
itu, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai
tempat pembelajaran, diskusi dan kegiatan sosial lainnya. Sehingga
keberadaan masjid ini juga berpengaruh terhadap perkembangan pondok
xvii
pesantren. 5) Sistem pembelajaran pondok pesantren, salah satu ciri utama
pondok pesantren adalah pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Namun saat ini
pondok pesantren juga mulai mengadopsi sistem pembelajaran umum. Sistem
pembelajaran ini sangat menentukan kualitas santri. Oleh karena itu, sistem
pembelajaran pondok pesantren yang bagus akan berimbas pada peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang ada di pondok pesantren seperti kyai,
ustadz, dan santri.
Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan di pondok pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang diketahui bahwa pondok pesantren tersebut
memiliki program pengembangan sumber daya pesantren, baik itu fisik
maupun non fisik. Pengembangan fisik lebih pada perbaikan sarana dan
prasarana, sedangkan pengembangan non fisik terfokus pada pemberdayaan
sumber daya manusia. Strategi dakwah yang dilakukan dalam pengembangan
sumber daya pesantren yang berbentuk fisik di antaranya dengan membentuk
pendidikan sekolah seperti Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Tsanawiyah.
Dengan lembaga pendidikan tersebut, guru sekaligus sebagai dai telah
melakukan dakwah Islam. Sedangkan dalam mengembangkan sumber daya
manusia, strategi dakwah yang dilakukan adalah dengan melakukan kerja
sama dengan institusi pemerintah seperti Depag, misalnya dalam kegiatan
Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAK). Melalui kegiatan ini
esensinya pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan
syiar Islam.
xviii
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul: “STRATEGI DAKWAH DALAM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang
akan dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang?
2. Bagaimana implementasi strategi dakwah dalam pengembangan sumber
daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat penerapan strategi dakwah dalam
pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
xix
a. Untuk mengetahui strategi dakwah dalam pengembangan sumber
daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang.
b. Untuk mengetahui implementasi strategi dakwah dalam
pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang.
c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan
strategi dakwah dalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis, yaitu untuk menambah khasanah kepustakaan
fakultas dakwah khususnya jurusan manajemen dakwah, dengan
harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi banding oleh peneliti
lainnya.
b. Secara praktis yaitu agar dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat, khususnya ketika peneliti berdakwah di tengah-tengah
masyarakat dalam hubungannya dengan aspek strategi dakwah.
1.4. Telaah Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan informasi dasar atau rujukan yang penulis
gunakan dalam penelitian ini. Pencantuman tinjauan pustaka bertujuan untuk
menghindari terjadinya plagiat, kesamaan dan pengulangan penelitian.
Adapun beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini
di antaranya adalah sebagai berikut:
xx
Pertama, skripsi yang disusun oleh Tuningsih tahun 2007 yang
berjudul Manajemen Dakwah Al-Irsyad dan Peranannya dalam
Pengembangan Dakwah di Kota Tegal Tahun 2004-2006. Dalam skripsinya
peneliti mendeskripsikan bahwa manajemen dakwah Al-Irsyad telah ikut
berperan mengembangkan aktifitas dakwah di kota Tegal. Di antara
indikasinya adalah dengan maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan di kota
Tegal.
Kedua, skripsi yang disusun oleh Roisul Huda tahun 2008 yang
berjudul Manajemen Dakwah Pesantren Analisis terhadap Pengembangan
Kualitas Kader Dakwah Islam di Ponpes Sirojul Tholibin Desa Brabo Kec.
Tanggungharji Kab. Grobogan. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa
manajemen dakwah yang baik dapat berimplikasi terhadap peningkatan
kualitas kader dakwah Islam. Esensinya seorang dai harus mampu melakukan
manajemen dakwah yang baik, supaya proses pelaksanaan dakwah dapat
berjalan dengan baik pula. Oleh karena itu manajemen dakwah yang dilakukan
di Ponpes Sirojul Tholibin Desa Brabo Kec. Tanggungharji Kab. Grobogan
berimplikasi terhadap kualitas dai.
Ketiga, skripsi Sumartini tahun 2008 yang berjudul Strategi
Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Santri di Pondok Pesantren al-
Hikmah 2 Sirampog Brebes pada Tahun 2005-2007. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan strategi pengembangan sumber daya manusia
pada santri di Pondok Pesantren al-Hikmah 2 Sirampog Brebes meliputi
beberapa aspek yaitu pengkajian agama atau pengkajian kitab, pendidikan
xxi
formal, pendidikan kejuruan atau ketrampilan dan kegiatan sosial. Strategi
tersebut sangatlah penting untuk meningkatkan pemahaman santri di pondok
pesantren dan mengembangkan kemampuan berpikir yang pada akhirnya
meningkatkan aktifitas dan kreativitas santri.
Relevansi antara penelitian di atas dengan penelitian yang penulis
angkat adalah berkaitan dengan usaha yang dilakukan pondok pesantren dalam
rangka pengembangan sumber daya manusia. Adapun titik bedanya terletak
pada : pertama, usaha dan gerakan yang diaplikasikan dalam strategi dakwah
pada pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Kedua, fokus penelitian
lebih luas yaitu tentang pengembangan sumber daya pesantren, yang meliputi
sumber daya fisik dan non fisik.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Jenis Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang lebih menekankan analisisnya dalam proses penyimpulan deduktif
dan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubungan antar
fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 1997:
5). Dalam konteks penelitian ini, peneliti dalam memperoleh data tidak
diwujudkan dalam bentuk angka, namun data itu diperoleh dalam
bentuk penjelasan dan berbagai uraian yang berbentuk lisan maupun
tulisan.
xxii
1.5.2. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek mana data dapat
diperoleh (Arikunto, 1993: 114). Berdasarkan sumbernya, sumber data
dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer atau data tangan pertama adalah data
yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung
pada obyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 1997: 5).
Adapun sumber data primer dalam penelitan ini adalah informasi
langsung dari K.H. Musthofa Bisri sebagai pengasuh Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Di samping itu, untuk
mendapatkan pengetahuan secara komprehensip tentang strategi
dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren penulis juga
akan mewawancarai beberapa pihak, di antaranya adalah pengurus
pondok, santri, alumni dan lain sebagainya.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder atau data tangan kedua adalah data
yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh
peneliti dari obyek penelitiannya (Azwar, 1997: 5). Dalam
penelitian ini, sumber data sekundernya adalah data-data tambahan
yang diambil dari buku-buku, hasil-hasil pemikiran para ahli yang
xxiii
mengkaji tentang strategi dakwah Islam, pengembangan sumber
daya pondok pesantren, lembaga dakwah, dan lain-lain yang ada
relevansinya dengan penelitian yang penulis kaji.
1.5.3. Metode Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ini penulis akan menggunakan metode
yang sesuai dengan jenis data yang akan dihimpun. Metode yang akan
digunakan meliputi :
a. Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Marzuki,
2003: 58). Metode ini digunakan dengan cara mencatat dan
mengamati secara langsung gejala-gejala yang ada kaitannya dengan
pokok masalah yang ditemukan di lapangan. Metode observasi ini
digunakan untuk mengambil data dan informasi tentang strategi
dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren pondok
pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Adapun obyek
observasinya adalah strategi dakwah pondok pesantren dan upaya
pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
yang dilakukan oleh pengasuh, pengurus, dan santri.
b. Metode Wawancara
Metode wawancara yaitu suatu metode pengumpulan data
dengan jalan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada
seseorang yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993:
xxiv
104). Dengan kata lain wawancara merupakan suatu cara untuk
mengumpulkan data atau memperoleh informasi dengan
menanyakan secara langsung atau dialog kepada objek.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara
bebas terpimpin, artinya pewawancara berjalan dengan bebas tetapi
masih terpenuhi komparabilitas dan reliabilitas persoalan-persoalan
yang ada dalam penelitian ini. Metode ini digunakan untuk
mewawancarai pengasuh, pengurus dan santri guna memperoleh
data tentang strategi dakwah yang dilakukan di Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang serta upaya pengembangan Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang melalui strategi dakwah
tersebut.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip, buku-buku, teori, dalil atau
hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian (Margono, 2000: 181). Metode ini digunakan untuk
memperoleh data-data yang ada pada Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang.
1.5.4. Metode Analisis Data
Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
menyusun data-data tersebut kemudian melakukan analisis. Metode
analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu
xxv
pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek
yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu
dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya
(Sudarto, 1997: 59).
Mattew B. Miles dan Michel Huberman menyatakan bahwa
analisis data kualitatif dilakukan dengan tiga tahap yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian,
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian yaitu Pondok
pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Reduksi data dilakukan
sebelum pengumpulan data, selama pengumpulan data dan sesudah
pengumpulan data. Reduksi data sebelum pengumpulan data
dilakukan ketika peneliti telah memutuskan kerangka konseptual
wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan
pengumpulan data yang akan diperolehnya. Reduksi data selama
pengumpulan data adalah dengan cara membuat ringkasan,
mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi dan membuat memo. Reduksi data dilanjutkan terus sesudah
penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
xxvi
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah penyampaian informasi berdasarkan
data yang diperoleh peneliti dari informan, catatan pengamatan pada
waktu mengamati aplikasi dari strategi dakwah dalam
pengembangan sumber daya di Pondok pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang. Penyampaian informasi ini disusun secara
sistematis, runtut, mudah dibaca dan dipahami. Penyajian data
disampaikan dalam bentuk narasi, matrik, grafik atau bagan.
3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Sedangkan menarik simpulan/verifikasi adalah peninjauan
ulang catatan-catatan lapangan dengan tukar pikiran untuk
mengembangkan kesepakatan inter subyektif atau upaya yang luas
untuk menempatkan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.
Atau secara singkat yaitu memunculkan makna-makna dari data
yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya
yang merupakan validitasnya dalam penelitian ini (Sugiyono, 2009:
91-99).
Dua model analisis data tersebut di atas dipakai dalam penelitian
ini, disesuaikan dengan jenis dan karakteristik data yang diperoleh di
lapangan.
xxvii
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka
penulis menggunakan sistematika penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini
meliputi lima bab, yang sebelumnya didahului dengan bagian halaman judul
skripsi, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, kata
pengantar, dan daftar isi. Kemudian dilanjutkan dengan :
Bab Pertama : pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua, yang berisi landasan teori yang memuat tentang strategi
dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren. sub pertama mengenai
strategi dakwah meliputi pengertian strategi dakwah, langkah-langkah
perencanaan strategi dakwah,. sub kedua mengenai pengembangan
sumber daya pesantren meliputi pengertian pengembangan sumber daya
pesantren, konsep pengembangan lembaga (organisasi), macam-macam
sumber daya pesantren, teknik-teknik pengembangan lembaga, dan
proses pengembangan organisasi (pondok pesantren).
Bab Ketiga, yang memuat penyajian data yang meliputi strategi
dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren di pondok pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang. Sub pertama mengenai sejarah Pondok
Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Sub bab kedua membahas tentang
strategi dakwah Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Dan
xxviii
sub bab ketiga tentang pengembangan sumber daya Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang.
Bab Keempat, merupakan bab analisis data yang meiputi analisis
tentang strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren di
pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub bab pertama berisi
tentang analisis strategi dakwah dalam rangka pengembangan sumber
daya pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub
bab kedua membahas tentang analisis implementasi strategi dakwah dalam
pengembangan sumber daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang. Dan sub bab ketiga tentang faktor pendukung dan penghambat
penerapan strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren.
Bab Kelima, penutup. Dalam bab ini akan penulis paparkan
kesimpulan dari pembahasan skripsi ini yang dilengkapi rekomendasi dan
saran-saran, serta kata penutup.
xxix
BAB II
STRATEGI DAKWAH Dalam
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN
2.1.Strategi Dakwah
2.1.1. Pengertian Strategi Dakwah
Hasibuan (2001: 102) berpendapat bahwa strategi merupakan
jenis rencana untuk menentukan tindakan-tindakan di masa yang akan
datang dengan memperhitungkan kelebihan dan kelemahan, dari dalam
maupun dari luar, selain itu juga memperhatikan faktor-faktor lain
semisal, ekonomi, sosial, psikologis, sosio-kultural, hukum ekologis,
giografis dan menganalisis dengan cermat rencana pihak-pihak lain
sebagai bahan merencanakan strategi dan mewujudkannya dalam
tindakan. Sedangkan istilah dakwah dapat dipahami sebagai seruan,
ajakan atau panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami
berdasarkan ajaran Islam yang hakiki (Pimay, 2006: 7).
Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa strategi
dakwah adalah berbagai metode, siasat, atau taktik yang dipergunakan
dalam aktifitas dakwah (Syukir, 1983: 32).
Seorang dai atau mubaligh dalam menentukan strategi dakwah
sangat memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi.
Tanpa metode yang pas, maka materi dakwah tidak akan dapat diterima
oleh publik secara baik. Metode-metode dakwah yang biasa digunakan
adalah metode ceramah, tanya jawab, debat (mujadalah), percakapan
xxx
antar pribadi, demonstrasi, metode dakwah Rasulullah SAW,
pendidikan agama dan metode silaturrahmi (kunjungan rumah).
Disamping metodologi, aspek penting lainnya dalam kegiatan
dakwah adalah media. Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah
ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (material), orang,
tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Syukir, 1983: 163). Beberapa
media dakwah yang biasa digukanan adalah lembaga-lembaga
pendidikan formal, lingkungan keluarga, organisasi-organisasi Islam,
hari-hari besar Islam, media massa, dan seni budaya.
2.1.2. Langkah-langkah Perencanaan Strategi Dakwah
Pembahasan terhadap proses perencanaan strategi dakwah
meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perkiraan dan perhitungan masa depan.2. Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian
tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya.3. Penetapan tindakan-tindakan dakwah dan prioritas
pelaksanaannya.4. Penetapan metode.5. Penetapan dan penjadwalan waktu.6. Penempatan lokasi (tempat).7. Penetapan biaya, fasilitas dan faktor-faktor yang diperlukan
(Shaleh, 1986: 54-55).
Dengan memperhatikan dan memperhitungkan semua faktor di
atas, rencana strategis sangatlah perlu karena melihat fenomena dakwah
Islam sangatlah kompleks. Agar misi dakwah dapat berhasil dan
berjalan dengan rencana yang diinginkan maka rencana strategis harus
xxxi
disusun berdasarkan sekala urutan prioritas tindakan dengan penyelesian
secara bertahap. Tahapan-tahapan pelaksanaan yang ditetapkan dalam
urutan prioritas, harus saling berkaitan, saling menunjang, dan tidak
dipisah satu sama lainnya (Hasibuan, 2001: 103).
Untuk mencapai strategi yang tepat harus memperhatikan
delapan langkah proses perencanaan strategi yaitu:
1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaanstrategis
2. Memperjelas mandat organisasi3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi4. Menilai lingkungan eksternal5. Menilai lingkungan internal6. Mengidentifikasi Isu strategis yang dihadapi organisasi7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan
(Bryson, 2001: 55–70)
Untuk lebih jelasnya, tiap langkah perencanaan strategis tersebut
dapat penulis paparkan sebagai berikut:
1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis.
Tujuan langkah pertama adalah menegosiasikan kesepakatan
dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers)
atau pembentukan opini (opini leaders) internal (dan mungkin
eksternal) tentang seluruh upaya perencanaan strategi dan langkah
perencanaan yang terpenting. Dukungan dan komitmen mereka
merupakan hal yang sangat penting jika perencanaan strategi ingin
berhasil. Juga, melibatkan orang-orang penting pembuat keputusan
di luar organisasi biasanya merupakan implementasinya akan
melibatkan banyak kelompok dan organisasi (Bryson, 2001: 55).
xxxii
Jelasnya, beberapa orang atau kelompok harus memulai
suatu proses. Salah satu tugas pemrakarsa adalah menetapkan secara
tepat siapa saja yang tergolong orang-orang penting pembuat
keputusan. Tugas berikutnya adalah menetapkan orang, kelompok,
unit atau organisasi manakah yang harus dilibatkan dalam upaya
perencanaan. Kesepakatan awal akan dinegosiasikan dengan
setidak-tidaknya beberapa dari pembuat keputusan, kelompok, unit
atau organisasi.
2. Memperjelas mandat organisasi.
Mandat formal dan informal yang ditempatkan pada
organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi.
Sesungguhnya, mengherankan bagaimana organisasi tertentu
mengetahui dengan tepat apa yang harus dikerjakan dan tidak
dikerjakan sebagai tugas mereka. Beberapa anggota organisasi
misalnya, pernah membaca legislasi yang relevan, peraturan,
piagam, pasal-pasal dan perjanjian yang menguraikan mandat
formal organisasi. Maka, mungkin tidaklah mengherankan bila
banyak organisasi melakukan satu atau sekaligus dua kekeliruan
yang mendasar. Mereka percaya bahwa mereka dibatasi secara lebih
ketat dalam tindakan mereka daripada diri mereka; atau
menganggap bahwa jika mereka tidak dikatakan dengan eksplisit
untuk mengerjakan sesuatu, mereka tidak diizinkan mengerjakan hal
itu (Bryson, 2001: 56).
xxxiii
3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.
Misi organisasi, yang berkaitan erat dengan mandatnya,
menyediakan raison de’etre-nya, pembenaran sosial bagi
keberadaannya. Bagi perusahaan, lembaga pemerintahan atau
organisasi, hal ini berarti organisasi harus berusaha memenuhi
kebutuhan sosial dan politik yang dapat diidentifikasi. Melihat
dengan sudut pandang ini, organisasi harus dianggap sebagai alat
menuju akhir, bukan akhir di dalam dan dari organisasi itu sendiri.
Komunitas juga tidak seharusnya dipandang sebagai akhir dalam
komunitas itu sendiri, tetapi mesti mempertegas keberadaannya
yang didasarkan pada bagaimana sebaiknya mereka memenuhi
kebutuhan sosial dan politik stakeholder-nya yang beragam,
termasuk kebutuhan stakeholder itu terhadap “perasaan komunitas”.
Namun, menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas
keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat mengurangi
banyak sekali konflik yang tidak perlu dalam suatu organisasi dan
dapat membantu menyalurkan diskusi dan aktivitas secara produktif.
Kesepakatan tentang maksud-maksud berarti menetapkan
gelanggang di mana organisasi akan berkompetisi dan, setidak-
tidaknya dalam uraian yang lebih luas, merencanakan jalan masa
depan. Lagi pula, misi yang penting dan dapat dibenarkan secara
sosial merupakan sumber ilham bagi stakeholder kunci, terutama
para pegawai. Bahkan, diragukan bahwa organisasi pernah mencapai
xxxiv
kebesaran atau kesempurnaan tanpa konsensus dasar di antara
stakeholder kunci tentang misi yang mengilhaminya (Bryson, 2001:
57).
4. Menilai lingkungan eksternal.
Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan di luar
organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang
dihadapi organisasi. Sebenarnya, faktor “di dalam” merupakan
faktor yang dikontrol oleh organisasi dan faktor “di luar” adalah
faktor yang tidak dikontrol oleh organisasi. Peluang dan ancaman
dapat diketahui dengan memantau pelbagai kekuatan dan
kecenderungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi (PESTs).
PESTs merupakan akronim yang tepat bagi kekuatan dan
kecenderungan ini, karena organisasi biasanya harus berubah
sebagai jawaban terhadap kekuatan maupun kecenderungan itu dan
perubahan boleh jadi sangat menyakitkan. Sayangnya, semua
organisasi juga seringkali hanya memfokus kepada aspek yang
negatif dan mengancam dari perubahan itu, dan tidak memfokus
kepada peluang yang dimunculkan oleh perubahan tersebut.
Anggota badan pengurus dalam suatu organisasi, terutama
jika mereka dipilih, seringkali lebih baik dalam mengidentifikasi
dan menilai ancaman dan peluang eksternal ketimbang para pegawai
organisasi hal ini sebagian saja karena dewan pengurus (governing
board) bertanggung jawab untuk mengaitkan suatu organisasi
xxxv
dengan lingkungan eksternalnya dan juga sebaliknya. Sayangnya,
dewan pengurus ataupun pegawai biasanya tidak melakukan
pekerjaan yang sistematik atau efektif dalam mengamati lingkungan
eksternal. Akibatnya sebagian besar organisasi bagaikan kapal yang
berusaha melayari perairan berbahaya tanpa memanfaatkan indera
pengawas manusia atau radar dan peralatan sonar.
Karena hal ini, baik pegawai maupun anggota dewan
pengurus harus mengandalkan proses penilaian eksternal yang relatif
formal. Teknologi penilaian eksternal agak sederhana, mendorong
organisasi ––secara murah, pragmatis dan efektif–– untuk
mengawasi apa yang terjadi dalam dunia yang lebih besar yang
mungkin mempunyai pengaruh atas organisasi dan pencapaian
misinya (Bryson, 2001: 58–59).
5. Menilai lingkungan internal.
Untuk mengenali kekuasaan dan kelemahan internal,
organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi sekarang
(process) dan kinerja (outputs). Karena sebagian besar organisasi
biasanya mempunyai banyak informasi tentang inputs organisasi,
seperti gaji, pasokan, bangunan fisik dan personalia yang sama
dengan personalia purna waktu (full-time equivalent). Mereka
cenderung memiliki gagasan yang kurang jelas mengenai strategi
mereka sekarang, seluruhnya atau menurut fungsinya. Biasanya
xxxvi
mereka dapat sedikit mengatakan, jika segala hal, tentang outputs,
apalagi pengaruh outputs tersebut kepada para masyarakat.
Ketiadaan relatif mengenai informasi kinerja menimbulkan
masalah baik kepada organisasi maupun kepada stakeholder-nya.
Stakeholder akan menilai manfaat suatu organisasi sesuai dengan
kriteria yang hendak digunakan stakeholder––bukan yang
diperlukan organisasi. Terutama bagi stakeholder eksternal, kriteria
ini biasanya berkaitan dengan kinerja. Jika organisasi tidak dapat
menunjukkan keefektifannya terhadap kriteria stakeholder, maka
tanpa memperhatikan setiap manfaat inheren dari organisasi,
stakeholder mungkin menarik dukungan mereka (Bryson, 2001:
64).
6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi.
Lima unsur pertama dari proses secara bersama-sama
melahirkan unsur keenam, identifikasi isu strategis–– persoalan
kebijakan penting yang mempengaruhi mandat, misi dan nilai-nilai,
tingkat dan campuran produk atau pelayanan, klien atau manajemen
organisasi. Perencanaan strategis memfokus kepada tercapainya
“percampuran” yang terbaik antara organisasi dan lingkungannya.
Oleh karena itu, perhatian kepada mandat dan lingkungan
eksternalnya dapat dipikirkan sebagai perencanaan dari luar ke
dalam (the outside in). Perhatian kepada misi dan nilai-nilai maupun
lingkungan internal dapat dianggap sebagai perencanaan dari dalam
xxxvii
ke luar (the inside out). Secara khas, perencanaan itu merupakan
masalah yang sangat penting bahwa isu-isu strategis dihadapi
dengan cara terbaik dan efektif jika organisasi ingin
mempertahankan kelangsungan hidup dan berhasil baik. Organisasi
yang tidak menanggapi isu strategis dapat menghadapi akibat yang
tidak diingini dari ancaman, peluang yang lenyap atau keduanya.
Dalam pernyataan isu strategis harus mengandung tiga
unsur, Pertama, isu harus disajikan dengan ringkas, lebih baik
dalam satu paragraf. Isu tersebut harus dibingkai sebagai
pertanyaan bahwa organisasi dapat mengerjakan sesuatu. Jika
organisasi tidak dapat melakukan sesuatu pun tentang hal itu, maka
hal tersebut bukan suatu isu ––setidaknya bagi organisasi.
Kedua, faktor yang menyebabkan sesuatu isu menjadi
persoalan kebijakan yang penting harus didaftar. Khususnya, faktor
mandat, misi, nilai-nilai atau kekuatan kelemahan internal, serta
peluang dan ancaman eksternal apakah yang menjadikan hal ini
suatu isu strategis? Mendaftar faktor ini akan bermanfaat dalam
langkah selanjutnya, pengembangan strategi. Setiap strategi yang
efektif akan dibangun di atas kekuatan dan mengambil keuntungan
dari peluang sambil meminimalkan atau mengatasi kelemahan dan
ancaman. Dengan demikian pembingkaian isu strategi menjadi
sangat penting karena pembingkaian itu akan memuat dasar bagi
pemecahan isu-isu.
xxxviii
Ketiga, tim perencanaan harus menegaskan konsekuensi
kegagalan menghadapi isu. Tinjauan terhadap konsekuensi akan
menguak pertimbangan mengenai bagaimana isu-isu yang beragam
itu bersifat strategis, atau penting. Oleh karenanya langkah
identifikasi isu strategis benar-benar penting untuk kelangsungan,
keberhasilan dan keefektifan organisasi (Bryson, 2001: 56–67).
7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu.
Strategi diidentifikasikan sebagai pola tujuan, kebijakan,
program, tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang
menegaskan bagaimana organisasi harus mengerjakan hal itu.
Strategi dapat berbeda-beda karena tingkat, fungsi dan kerangka
waktu.
Selanjutnya, tim perencanaan harus merinci hambatan
mencapai alternatif, impian atau visi tersebut, dan tidak
memfokuskan secara langsung kepada prestasinya. Dalam hal ini,
suatu fokus tentang hambatan bukanlah ciri khas kebanyakan proses
strategis. Tetapi melakukan hal demikian merupakan satu cara untuk
menjamin bahwa strategi apapun yang dikembangkan akan
menghadapi kesulitan implementasi secara langsung dan tidak
serampangan.
Strategi yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria.
Strategi yang efektif secara teknis harus dapat bekerja, secara politik
dapat diterima oleh para stakeholder kunci, dan harus sesuai dengan
xxxix
filosofi dan nilai organisasi. Strategi yang efektif harus menjadi
etika, moral dan hukum organisasi. Juga, strategi yang efektif harus
menghadapi isu strategis yang mesti diselesaikan (Bryson, 2001:
68).
8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan.
Langkah terakhir dalam proses perencanaan, organisasi
mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya
organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya
dan mencapai seluruh potensinya. Deskripsi ini merupakan “visi
keberhasilan” organisasi. Visi keberhasilan harus singkat –tidak
lebih dari beberapa halaman– dan memberi ilham. Orang-orang
diilhami oleh visi yang jelas dan kuat yang disampaikan dengan
penuh keyakinan. Visi yang jelas dan kuat yang disampaikan dengan
penuh keyakinan. Visi yang memberikan ilham, seperti pidato “Saya
Mempunyai Impian”-nya. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Visi itu memfokus kepada masa depan yang lebih baik,
mendorong harapan dan impian, menarik nilai-nilai umum,
menyatakan hasil yang positif, menekankan kekuatan kelompok
yang bersatu, menggunakan bahasa gambar, rekaan dan metafora,
dan mengkomunikasikan entusiasme dan kegembiraan. Lebih lanjut,
bagi kebanyakan organisasi, pengembangan visi keberhasilan bukan
diperlukan untuk menghasilkan kemajuan yang dapat dilihat dalam
kinerja. Akan tetapi harus menunjukkan kemajuan yang substansial
xl
dalam keefektifan jika mereka benar-benar mengenali dan
memecahkan beberapa isu strategis dengan memuaskan (Bryson,
2001: 69–70).
Mengiringi delapan langkah di atas adalah tindakan, hasil dan
evaluasi ––ketiganya ini juga harus muncul dalam tiap-tiap langkah
dalam proses itu. Selanjutnya, sementara proses disajikan dengan cara
berurutan dan linear, sebetulnya proses itu berjalan secara berulang
karena pelbagai unsur dalam proses di atas jalan mereka untuk
merumuskan strategi yang efektif.
Perencanaan strategi adalah inovasi manajemen yang dapat
bertahan lama karena, tidak seperti banyak inovasi mutakhir lainnya,
perencanaan strategi menerima dan dibangun di atas sifat pembuatan
keputusan. Memunculkan dan memecahkan isu-isu penting adalah inti
pembuatan keputusan, sebagaimana hal itu merupakan inti perencanaan
strategis.
Perencanaan strategi berupaya memperbaiki bentuk pembuatan
keputusan yang paling buruk, namun, menjamin bahwa isu-isu
dimunculkan dan dipecahkan dalam cara-cara yang menguntungkan
organisasi dan stakeholder sebagai kuncinya.
Berpijak dari delapan langkah perencanaan strategis tersebut,
maka sebuah organisasi dalam hal ini pondok pesantren hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
xli
1. Strength (kekuatan)Yaitu harus memperhitungkan kekuatan yang dimiliki baikinternal maupun eksternal. Dan secara bersinggungan denganmanusia, dananya, beberapa kegiatan yang dimiliki.
2. Weakness (kelemahan)Yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yangdimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimanadimiliki sebagai kekuatan misalnya kualitas manusianya,dananya, dan sebagainya
3. Opportunity (peluang)Yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia diluar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapatditerobos
4. Threats (ancaman)Yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dariluar (Rafi’udin dan Djaliel, 1997: 76-77).
Melalui analisis SWOT tersebut suatu pondok pesantren akan
mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu menyusun
strategi dakwah dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu mencapai
hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pondok pesantren.
2.2.Pengembangan Sumber Daya Pesantren
2.2.1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Pesantren
Suatu organisasi, badan hukum, atau perusahaan yang tujuannya
ekonomis, keagamaan, politis, pendidikan, rekreatif, disebut lembaga.
Sedangkan istilah pengembangan lembaga juga bisa diartikan
sebagaimana konsep pengembangan organisasi.
Istilah pengembangan organisasi (lembaga) telah dipergunakan
pada banyak teknik perilaku dan teknik yang digunakan untuk
mendekati konflik dan perubahan dalam organisasi. Pengembangan
organisasi adalah upaya yang berencana, mencakup keseluruhan orang
xlii
dan dikelola dari atas untuk meningkatkan efektivitas dan kesehatan
organisasi melewati intervensi terencana atas proses yang terjadi dalam
organisasi dengan memanfaatkan pengetahuan yang berasal dari ilmu
perilaku (Gibson, 1997: 353).
Warner Bruke (Clark University) mendefinisikan
Pengembangan Organisasi sebagai suatu proses perubahan dalam
budaya organisasi melalui penggunaan teknologi, riset dan teori ilmiah
keperilakuan. Berbeda dengan Warner, Edgar Schein mengartikan PO
sebagai seluruh kegiatan yang disusun oleh para manajer, karyawan dan
lain-lain yang diarahkan menuju pembuatan dan penjagaan “kesehatan
organisasi sebagai suatu sistem total” (Handoko, 1995:337).
Sedangkan sumber daya itu sendiri terdiri dari sumber daya
material khususnya berupa sarana prasarana, sumber daya finansial
dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program atau proyek, sumber
daya manusia, sumber daya teknologi dan sumber daya informasi.
Jadi, pengembangan sumber daya pesantren adalah proses yang
berencana, dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur,
sistem, dan perilaku organisasi pondok pesantren, guna meningkatkan
efektivitas dan kesehatan lembaga pesantren tersebut dalam
memecahkan masalah dan pencapaian sasaran (tujuan) berkaitan dengan
sumber daya yang dimilikinya.
Dilihat dari historis fenomenologis, pondok pesantren telah
berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat
xliii
dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia
(Dewan Redaksi, 1993: 99). Seperti komunitas lainnya, pondok
pesantren terbangun karena adanya ikatan–ikatan sosial keagamaan di
antara anggotanya. Dalam proses perkembangannya pesantren masih
tetap disebut suatu lembaga keagamaan yang mengajarkan,
mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama Islam. Dengan segala
dinamikanya pesantren dipandang sebagai lembaga yang merupakan
pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan dakwah
Islam.
Menurut Hasbullah tujuan terbentuknya pesantren dapat
dibedakan menjadi dua macam: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum adalah membimbing manusia menuju kepribadian muslim,
mengarahkan masyarakat melalui ilmu dan amal. Sedangkan tujuan
khusus, untuk mempersiapkan santri menjadi alim ilmu agama,
bermanfaat bagi diri dan lingkungannya (Hasbullah, 1985: 24-25). Pada
intinya keberadaan pondok pesantren memiliki tujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Untuk dapat mengembangkan
sumber daya pesantren yang bermanfaat bagi masyarakat, maka pondok
pesantren perlu memiliki modal sosial.
Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerjasama
demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan
organisasi. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di
dalam sebuah masyarakat atau di bagian–bagian paling kecil dalam
xliv
masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam
kelompok yang paling kecil ataupun dalam kelompok masyarakat yang
besar seperti pondok pesantren.
2.2.2. Konsep Pengembangan Lembaga (Organisasi)
Sebagai konsep formal Pengembangan Organisasi adalah baru,
dan “istilah Pengembangan Organisasi sendiri masih didefinisikan
secara tidak konsisten, terutama sebagai label berbagai kegiatan”.
Pengembangan organisasi berhubungan dengan suatu strategi, sistem,
proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris sesuai dengan
rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi yang
berubah yang dihadapi oleh organisasi modern, dan yang berupaya
untuk menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan mereka
(Winardi, 1994: 210).
Pengembangan Organisasi adalah suatu usaha jangka panjang
untuk memperbaiki proses-proses pemecahan masalah dan
pembaharuan organisasi, terutama melalui manajemen budaya
organisasi yang lebih efektif dan kolaboratif – dengan tekanan khusus
pada budaya tim-tim kerja formal – dengan bantuan pengantar
perubahan, katalisator, dan penggunaan teori dan teknologi ilmiah
keperilakuan terapan, mencakup riset kegiatan (Winardi, 1994: 210).
Jadi, pengembangan lembaga pesantren bertujuan untuk
mengubah semua elemen dari kultur lembaga yang ada, yang mencakup
misalnya keyakinan, sikap, nilai-nilai, struktur-struktur dan sebagainya
xlv
guna memungkinkan lembaga tersebut menghadapi perubahan-
perubahan teknologikal dan perubahan-perubahan lainnya yang
berlangsung dengan cepat, yang terjadi di dalam lingkungannya. Hal ini
dilakukan dengan tanpa menghilangkan ciri khasnya dan tidak
menghilangkan hal-hal yang baik di dalamnya.
Sasaran dan tujuan pengembangan organisasi tergantung pada
diagnosis kebutuhan-kebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya
pengembangan organisasi berkaitan dengan metode-metode merangsang
perubahan yang terpusat pada klien. Menurut Gibson (1997: 353), ada
tiga sub sasaran pengembangan organisasi:
1. Perubahan Sikap
2. Modifikasi Perilaku
3. Menginduksi Perubahan Dalam Struktur dan Kebijakan
Tujuan PO pada hakekatnya adalah untuk mengubah seluruh
iklim organisatoris di mana para manajer bertugas. Sedangkan tujuan
normatif PO adalah:
1. Perbaikan dalam kompetensi antar pribadi2. Perubahan dalam sistem-sistem nilai demikian rupa, hingga
faktor-faktor manusia dan perasaan-perasaan dapat dianggapsah;
3. Pengembangan pemahaman antar kelompok dan intrakelompok guna mengurangi ketegangan-ketegangan(misalnya kapasitas dari kelompok-kelompok fungsionaluntuk bekerja efektif);
4. Pengembangan metode-metode lebih baik dalam halpenyelesaian konflik dibandingkan dengan metode-metodebirokratik yang biasanya dilaksanakan;
5. Pengembangan sebuah sistem organik dan bukan sebuahsistem mekanikal. (Gibson, 1997: 353)
xlvi
2.2.3. Macam-macam Sumber Daya Pesantren
Institusi pesantren memiliki beberapa potensi atau sumber daya
yang bisa digali. Jika dimanfaatkan dengan baik, maka lembaga ini
bisa menjadi rahmat bagi masyarakat sekitarnya. Ada beberapa potensi
positif yang dimiliki pesantren pada umumnya, yaitu:
1. Potensi Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan kyaisebagai pemimpin yang kharismatik dan para santrinya yangberakhlak baik, mereka berpotensi sebagai agen penggerakpemberdayaan masyarakat desa. Namun, kharisma seorangkyai bila sangat diandalkan bagi perkembangan sebuahlembaga, maka pada suatu saat akan berbalik menjadi potensiyang sangat negatif.
2. Potensi Sumber Daya Alam (SDA), yaitu lahan luas yangdimiliki oleh pesantren, dapat dimanfaatkan oleh parapengelola pesantren untuk mengembangan pertanian. SDAini juga penting sebagai lahan percontohan bagi masyarakatsekitar yang ingin belajar di pesantren.
3. Potensi Teknologi yang dimiliki pesantren sebagai tempatuntuk berkembangnya dan mengaplikasikan teknologi sertameyebarluaskannya ke masyarakat sekitar.
4. Potensi Kelembagaan. Keberadaan pesantren yang menyebar dihampir setiap desa di Indonesia, sangat berpotensi untukmengembangkan perekonomian masyarakat pedesaan.
5. Potensi Jaringan Antar Pondok Pesantren, denganmengembangkan silaturrahmi dan ukhuwah islamiyyah.Potensi ini bisa dijadikan sebagai dasar membangun suatujaringan informasi dan jaringan pemasaran di antara lembaga-lembaga itu sendiri (Depag RI, 2003: 14).
Pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat yang sangat
diharapkan bisa mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan antara
lain dalam bidang sumber daya manusia, ekonomi dan teknologi, baik
untuk peningkatan kualitas pondok pesantren itu sendiri maupun untuk
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Pengembangan-
pengembangan pondok pesantren juga diharapkan bisa menjadikan
xlvii
santri memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Abdullah, 2008: 79).
Parameter pengembangan sumber daya pesantren tersebut
dilakukan melalui tiga hal, yaitu:
1. Kepercayaan
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah
masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan
kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Dalam
masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan
sosial cenderung bersifat positif serta hubungan-hubungan juga
bersifat kerjasama.
Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah dipercaya
masyarakat karena telah berjuang demi kemaslahatan umat. Salah
satu misi pondok pesantren adalah menyebarkan ajaran yang
humanis religius. Humanisme adalah paham filsafat yang
menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta
menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu. Dengan kata lain,
humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan
kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek (Tjaya, http://www.
kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/824931.htm). Dengan
misi mengajarkan ajaran agama yang humanis, pondok pesantren
akan lebih mudah menanamkan kepercayaan kepada masyarakat.
xlviii
2. Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-
nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan
dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma yang dianut oleh
pondok pesantren adalah norma agama. Ajaran agama ini menjadi
modal utama bagi pondok pesantren dalam menjalin hubungan
dengan pihak luar.
Ajaran Islam merupakan kesempurnaan sikap cinta kepada
manusia, binatang, tanaman atau tumbuhan, benda-benda mati,
bumi dan surga, sebagai abdi Allah dan ketaatan pada hukum-
hukum alam. Al-Qur’an mengingatkan setiap orang yang beriman
untuk bertingkah laku yang baik dalam setiap rakaat shalat. Bahwa
segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan semesta alam, Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari sini dapat diketahui bahwa
Tuhan menyayangi makhluk-Nya, manusia yang diberi
kesempurnaan di dalam hidupnya seperti akal, supaya digunakan
untuk membantu dan menyayangi sesama.
Dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 dijelaskan:
$ yJÎ6 sù7p yJôm u‘z ÏiB«!$#|MZ Ï9öNßgs9(öq s9ur|MY ä.$ ˆà sùxá‹Î=xîÉ= ù=s)ø9$#(#q ‘Ò xÿR]wô` ÏB
y7 Ï9öq ym(ß# ôã$$ sùöN åk÷]tãö•ÏÿøótGó™$#uröNçl m;öNèdö‘ Ír$ x©ur’ ÎûÍ• öDF{ $#(#sŒÎ*sù|M øBz•tãö@©.uq tGsù
’ n? tã«!$#4¨bÎ)©!$#•= Ïtä†tû,Î#Ïj.uq tGßJø9$#ÇÊÎÒÈ
xlix
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlakulemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikapkeras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diridari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlahdengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamuTelah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yangbertawakkal kepada-Nya.
Dengan landasan agama, segala sesuatu yang dilakukan
pondok pesantren bukan didasarkan pada tendensi materi melainkan
untuk beribadah dan mencapai ridha Allah. Dasar agama yang kuat
ini juga merupakan modal dalam membina hubungan baik internal
maupun eksternal yang membutuhkan kejujuran dan keterbukaan.
3. Jaringan
Kemampuan pondok pesantren dalam membangun jaringan
dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan
pondok pesantren itu sendiri. Perkembangan pondok pesantren dapat
dilihat dari sejauhmana institusi supra struktur pondok pesantren
seperti Pemda, Kandepag, Kanwil, Departemen Agama Pusat dalam
memperhatikan pondok pesantren. Perhatian bukan hanya sekedar
kunjungan tetapi juga bantuan baik materiil maupun immaterial
(Nurhadi, 2007: 61). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan
dan memperkuat kerjasama. Pondok pesantren perlu membangun
jaringan-jaringan yang kokoh supaya dapat meningkatkan sumber
l
daya yang ada, dengan cara membangun relasi kedalam maupun
keluar pesantren yang kuat, baik bersifat formal maupun informal.
Kemampuan pondok pesantren untuk bekerjasama dan
menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggota–anggotanya maupun
dengan pihak luar merupakan kekuatan yang besar. Jika pondok
pesantren dan masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang
didasarkan kepada nilai–nilai universal yang ada, maka tidak akan ada
sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya
sehingga ketimpangan–ketimpangan antara kelompok yang miskin
dengan yang kaya akan bisa diminimalkan. Di pihak lain komunitas
pesantren yang kuat dan mempunyai modal yang layak dipercaya akan
memudahkan jaringan kerjasama dengan pihak luar. Perluasan jaringan
ini dapat berpengaruh pada pengembangan pondok pesantren baik fisik
(misalnya kelengkapan sarana dan prasarana) maupun non fisik (seperti
peningkatan kualitas sumber daya manusia; kyai, ustadz dan santri).
2.2.4. Teknik-teknik Pengembangan Lembaga
Pada dasarnya, teknik-teknik pengembangan organisasi
mencakup tindakan-tindakan mempersatukan kelompok-kelompok atau
pasangan-pasangan kelompok guna mempelajari interaksi mereka
sendiri, aktivitas-aktivitas mereka dan sentimen-sentimen serta
hubungan-hubungan mereka dengan efektivitas organisatoris (Winardi,
1994: 216). Para manajer mempunyai banyak teknik dan pendekatan
intervensi yang tersedia, di mana teknik-teknik ini diklasifikasikan
li
menurut kelompok sasaran. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk
mengembangkan oraganisasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Organisasi (PO) untuk perseorangan. LatihanSensitifitas adalah teknik “PO” pertama dan cukup meluaspenggunaannya. Dalam kelompok “latihan”, kira-kira sepuluhpeserta diarahkan oleh seorang pemimpin yang terlatih untukmeningkatkan sensitifitas dan ketrampilan penangananhubungan-hubungan antar pribadi.
2. Pengembangan Organisasi untuk dua atau tiga orang. Analisatransaksional memusatkan perhatiannya pada gaya dan isikomunikasi (transaksi atau berita) antara orang-orang. Inimengajarkan orang-orang untuk mengirim berita yang jelas danbertanggung jawab serta memberikan tanggapan yang wajar danberalasan.
3. Pengembangan Organisasi untuk tim atau kelompok. Dalamkonsultasi proses, seorang konsultan bekerja dengan paraanggota organisasi untuk membantu mereka memahamidinamika hubungan-hubungan pekerjaan dalam berbagai situasikelompok merubah cara-cara mereka bekerja sama danmengembangkan berbagai ketrampilan diagnostik danpemecahan masalah yang dibutuhkan untuk memecahkanmasalah yang lebih efektif.
4. Pengembangan Organisasi untuk hubungan-hubungan antarkelompok. Untuk memungkinkan organisasi menilaikesehatannya sendiri dan untuk menetapkan rencana-rencanakegiatan bagi perbaikan, pertemuan (rapat) konfrontasi dapatdigunakan. Ini merupakan pertemuan satu-hari yang diikutisemua manajer organisasi dimana mereka membahas berbagaimasalah, menganalisa sebab-sebab yang mendasarinya, danmerencanakan kegiatan-kegiatan perbaikan.
5. Pengembangan Organisasi untuk organisasi keseluruhan.Teknik survai umpan balik dapat digunakan untuk memperbaikioprasi-oprasi organisasi keseluruhan. Ini meliputi pengarahansikap dan survey-survey lainnya serta pelaporan hasil-hasilsecara sistematik kepada para anggota organisasi. Para anggotakemudian menentukan kegiatan-kegiatan apa perlu diambiluntuk memecahkan masalah dan memanfaatkan kesempatanyang tidak terliput dalam survai (Winardi, 1994: 216).
2.2.5. Proses Pengembangan Organisasi (Pondok Pesantren)
Pengembangan organisasi merupakan sebuah pendekatan
situasional atau kontingensi, guna memperbaiki efektivitas sesuatu
lii
organisasi, termasuk dalam pondok pesantren. Pengembangan lembaga
pendidikan pesantren menjadi suatu proses yang berkelanjutan –
direncanakan, dan yang bersifat sistematik, kemudian dipusatkan pada
persoalan perubahan – yang bertujuan agar lembaga tersebut menjadi
lebih efektif, dan tentunya pengembangan itu dengan tanpa
menghilangkan ciri khasnya.
Termasuk di dalam pengembangan organisasi adalah berbagai
jenis perilaku manajerial seperti coaching, pelatihan, mentoring, dan
konsultasi tentang karir yang dirancang untuk meningkatkan
ketrampilan seseorang dan memudahkan penyesuaian terhadap
pekerjaannya serta pengembangan karirnya.
French dan Bell seperti dikutip Yuki (1994: 125) telah
mengidentifikasikan sekumpulan kondisi yang diperlukan bagi sukses
program pengembangan organisasi (lembaga), yang secara ringkas
dapat diperinci sebagai berikut:
1. Pengenalan oleh manajer atau lainnya, bahwa organisasimempunyai berbagai masalah
2. Penggunaan tenaga ahli dari luar organisasi sebagaikonsultan
3. Dukungan dan keterlibatan para manajer tingkat atas4. Keterlibatan para pemimpin kelompok kerja5. Pencapaian sukses awal dengan usaha PO6. Pendidikan bagi para anggota organisasi tentang PO7. Pengahargaan terhadap kekuatan-kekuatan para manajer8. Keterlibatan para manajer departemen personalia9. Pengembangan sumber daya PO internal10. Manajemen efektif program PO11. Pengukuran hasil-hasil pengembangan organisasi.
liii
Lappit dan Schmidt seperti dikutip Wahjosumidjo (2001: 71)
mengemukakan bahwa proses pengembangan organisasi dapat
digambarkan melalui enam tahap, yaitu:
1) Terciptanya organisasi baru (creating a new organization);
2) Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a
viable system);
3) Memperoleh stabilitas (gaining stability);
4) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining
reputation and developing puide);
5) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving
uniqueness and adaptability);
6) Membantu masyarakat (contributing to society).
Enam tahap proses pengembangan organisasi tersebut dapat
diimplementasikan pada pondok pesantren. Melalui enam tahap
perkembangan tersebut, pondok pesantren dapat berkembang secara
optimal.
liv
BAB III
STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA PESANTREN DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT
THOLIBIN REMBANG
3.1.Sejarah Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin Rembang
3.1.1 Fase Awal
Berdiri pada tahun 1945, pasca masa pendudukan Jepang,
pesantren ini semula lebih dikenal dengan nama Pesantren Rembang. Pada
awal masa berdirinya menempati lokasi Jl. Mulyo no. 3 Rembang saja
namun seiring dengan perkembangan waktu dan berkembangnya jumlah
santri, pesantren ini mengalami perluasan sampai keadaan seperti
sekarang. Tanah yang semula menjadi lokasi pesantren ini adalah tanah
milik H. Zaenal Mustofa, ayah dari KH. Bisri Mustofa pendiri Pesantren
Rembang. Kegiatan belajar mengajar sempat terhenti beberapa waktu
akibat ketidakstabilan kondisi waktu itu yang mengharuskan KH. Bisri
Mustofa harus mengungsi dan berpindah-pindah tempat sampai tahun
1949.
Pesantren ini oleh banyak orang disebut-sebut sebagai kelanjutan
dari Pesantren Kasingan yang bubar akibat pendudukan Jepang pada tahun
1943. Pesantren Kasingan pada masa hidup KH. Cholil Kasingan adalah
pesantren yang memiliki jumlah santri ratusan orang dan terkenal sebagai
pesantren tahassus ‘ilmu ’alat. Santri-santri dari berbagai daerah belajar di
lv
sini untuk menuntut ilmu-ilmu alat sebagai ilmu yang dijadikan keahlian
khusus macam nahwu (sintaksis Arab), shorof (morfologi Arab), balaghoh
(stilistika).
Atas usul beberapa santri senior dan mengingat kondisi pada
waktu itu pada tahun 1955, Pesantren Rembang diberi nama Raudlatuth
Tholibin dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan nama Taman
Pelajar Islam. Motto pesantren ini adalah ta’allama al-‘ilm wa ‘allamahu
al-naas (kurang lebih berarti: mempelajari ilmu dan mengajarkannya pada
masyarakat).
Metode pengajaran yang dikembangkan oleh pesantren ini pada
awal berdirinya adalah murni salaf (ortodoks). Pengajaran dilakukan
dengan cara bandongan (kuliah umum) dan sorogan (privat). Keduanya
diampu langsung oleh KH. Bisri Mustofa sendiri. Ketika jumlah santri
meningkat dan kesibukan KH. Bisri Mustofa bertambah maka beberapa
santri senior yang telah dirasa siap, baik secara keilmuan maupun mental,
membantu menyimak sorogan. Pengajian bandongan terjadwal dalam
sehari semalam pada masa KH. Bisri Mustofa meliputi pengajian kitab
Alfiyyah dan Fath al-Mu’in sehabis maghrib, Tafsir Jalalain setelah
jama’ah shubuh, Jam’ul Jawami’ dan …. Pada waktu Dhuha, selain itu
KH. Bisri Mustofa melanjutkan tradisi KH. Cholil Kasingan mengadakan
pengajian umum untuk masyarakat kampung sekitar pesantren tiap hari
Selasa dan Jum’at pagi.
lvi
1967, tiga tahun setelah putra sulung KH. Bisri Mustofa, yakni
KH. M. Cholil Bisri pulang dari menuntut ilmu, KH. Cholil Bisri
mengusulkan kepada ayahnya untuk mengembangkan sistem pengajaran
model madrasi dengan kurikulum yang mengacu kepada kurikulum
madrasah Mu’allimin Mu’allimat Makkah di samping pengajian
bandongan dan sorogan. Usul ini disepakati oleh K.Bisri sehingga
didirikanlah Madrasah Raudlatuth Tholibin yang terdiri dari dua jenjang
yakni I’dad (kelas persiapan) waktu tempuh 3 tahun dan dilanjutkan
dengan Tsanawi (kelas lanjutan) waktu tempuh 2 tahun. Pengajarnya
adalah kyai-kyai di sekitar Rembang dan santri-santri senior.
1970, putra kedua beliau yakni KH. A.Mustofa Bisri, sepulang
dari menuntut ilmu didesak oleh santri-santri senior untuk membuka
kursus percakapan bahasa Arab. Desakan ini dikarenakan KH. Bisri
Mustofa dalam banyak kesempatan hanya berkenan ngobrol dengan santri
senior dengan menggunakan bahasa Arab. Dengan ijin KH. Bisri Mustofa
kursus ini didirikan dengan standar kelulusan ‘kemampuan pidato dalam
bahasa Arab’. Pada tahun ini pula didirikan Perguruan Tinggi Raudlatuth
Tholibin Fakultas Da’wah, namun karena tidak mendapatkan ijin dari
pemerintah maka Perguruan Tinggi ini terpaksa ditutup setelah berjalan
selama 2 tahun.
1983, putra ketiga beliau yakni KH. M. Adib Bisri
mengembangkan pelatihan menulis dalam bahasa Indonesia dan
menterjemahkan kitab dalam bahasa Indonesia bagi para santri. Ini
lvii
terinspirasi oleh produktifitas kepenulisan KH. Bisri Mustofa dan KH.
Misbah Mustofa baik dalam bahasa Indonesia, Jawa maupun dalam bahasa
Arab. Pada saat yang sama kemampuan kepenulisan rata-rata santri dalam
bahasa Indonesia sangatlah minim. Selain itu pada tahun itu juga didirikan
Perpustakaan Pesantren sebagai sarana pendokumentasian dan sumber
rujukan literer bagi para santri.
3.1.2 Fase Kedua
Sepeninggal KH. Bisri Mustofa, 1977, pengajaran di pesantren
diampu oleh ketiga putra beliau. Madrasah tetap berjalan. Pengajian
bandongan Alfiyah dan satu judul kitab fiqh yang berganti-ganti sehabis
Maghrib diampu oleh KH. Cholil Bisri untuk santri-santri senior serta KH.
M. Adib Bisri untuk santri-santri yunior, Tafsir Jalalain setelah Shubuh
diampu oleh KH. Mustofa Bisri untuk semua santri, waktu Dhuha KH.
Cholil Bisri mengajar Syarah Fath al-Muin dan Jam’ul Jawami’ untuk
santri senior. Pengajian hari Selasa diampu oleh KH. Cholil Bisri dengan
membacakan Ihya’ Ulumuddin. Pengajian Jum’at diampu oleh KH.
Mustofa Bisri dengan membacakan Tafsir Al-Ibriz. Pada saat inilah mulai
diterima santri putri.
Sekitar akhir tahun 1989, KH. M. Adib Bisri mendirikan
Madrasah Lil-Banat. Madrasah ini khusus untuk santri putri.
Kurikulumnya disusun oleh ketiga bersaudara putra KH. Bisri Mustofa.
Madrasah Lil Banat ini memulai kegiatan belajar mengajarnya sejak pukul
14.30 dan selesai jam 16.30. Madrasah khusus putri ini terbagi menjadi
lviii
I’dad (kelas persiapan) 2 tingkatan dan Tsanawiy (lanjutan) 4 tingkatan.
Pengajarnya adalah santri-santri senior.
Pada perkembangannya kemudian, mengingat jumlah santri yang
semakin banyak, beberapa santri senior yang dianggap sudah cukup
mumpuni diminta untuk membantu mengajar bandongan bagi para santri
pemula. Pengajian setelah Shubuh diampu oleh KH. Cholil Bisri karena
kesibukan KH. Mustofa Bisri. KH. Mustofa Bisri kemudian diminta
mengajar khusus santri-santri yang sudah mengajar di Madrasah
Raudlatuth Tholibin setiap selesai pengajian Ba’da Maghrib. Sepeninggal
KH. M. Adib Bisri, 1994, pengajian ba’da Maghrib untuk santri yunior
dilanjutkan oleh putra KH. Cholil Bisri yaitu KH. Yahya C. Staquf.
Madrasah tetap seperti semasa KH. Bisri Mustofa yaitu dimulai
sejak pukul 10.00 sampai dengan pukul 13.00. Kurikulumnya mengacu
pada Madrasah Mu’allimin Mu’allimat pada masa KH. Cholil bersekolah
di sana, dengan beberapa tambahan yang disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat secara tambal sulam misalnya pernah
ditambahkan materi sosiologi untuk Tsanawiyah, materi bahasa Indonesia
untuk i’dad, materi bahasa Inggris untuk Tsanawiyah dan lain sebagainya.
Pada tahun 2003, atas prakarsa Bisri Adib Hattani putra KH. M. Adib
Bisri, dengan seijin KH. Cholil Bisri dan KH. Mustofa Bisri, diadakanlah
madrasah yang masuk sore hari untuk santri-santri putra yang menempuh
‘sekolah umum’ pada pagi hari. Madrasah sore ini terdiri dari 5 tingkatan
yaitu 2 tingkat I’dad dan 3 tingkat Tsanawiy. Kurikulumnya merupakan
lix
perpaduan dari Madrasah Diniyah Nawawiyah (terkenal dengan nama
Madrasah Tasikagung) dan Madrasah Raudlatuth Tholibin Pagi. Kelas 3
Tsanawiyah sore beban pelajarannya setara dengan kelas 1 Madrasah
Tsanawiyah pagi.
3.1.3 Kondisi Kontemporer
Pada tahun 2004, KH. Cholil Bisri meninggal dunia. Beberapa
pengajian yang semula diampu oleh beliau sekarang diampu oleh santri-
santri tua. KH. Makin Shoimuri melanjutkan pengajian bandongan ba’da
Maghrib dan waktu Dluha. KH. Syarofuddin melanjutkan pengajian
bandongan ba’da Shubuh selain membantu mengajar santri yunior selepas
Maghrib. Pengajian bandongan santri yunior ba’da Maghrib diampu oleh
beberapa orang santri senior yang dianggap sudah mumpuni. Santri senior
yang sudah mengajar di madrasah dibimbing oleh KH. Mustofa Bisri
dengan pengajian setiap malam selepas Isya’. Kecuali ‘santri pengajar
madrasah’ semua santri mulai jam 21.00-23.00 diwajibkan berkumpul di
aula-aula untuk nderes (istilah untuk mengulang pelajaran yang sudah
diterima) bersama-sama.
Hari Selasa dan Jum’at semua pengajian bandongan diliburkan.
Malam Selasa seluruh santri diwajibkan untuk mengikuti munfarijahan
dan latihan pidato selepas maghrib. Malam Jum’at selepas maghrib semua
santri diwajibkan mengikuti keplok, yaitu membaca hapalan seribu bait
Alfiyyah bersama-sama diiringi tepuk tangan. Setelah acara tersebut,
lx
sekitar pukul 22.00-23.00 diadakan musyawarah kitab yang diikuti oleh
seluruh santri.
Pengajian untuk umum setiap hari Selasa yang semula diampu
oleh KH. Cholil Bisri sekarang dilanjutkan oleh putra beliau yaitu KH.
Yahya C. Staquf yang khusus diminta pulang dari Jakarta untuk membantu
mengurusi pesantren. Pengajian hari Jum’at diampu oleh KH. Mustofa
Bisri. Apabila keduanya berhalangan mengajar pada hari-hari tersebut
maka KH. Syarofuddin diminta untuk menggantikan mengajar.
Santri yang berjumlah sekitar 700 orang membuat manajemen
pengelolaan pun semakin kompleks. Untuk persoalan harian santri
dibentuk satu kepengurusan yang terdiri atas santri-santri senior yang
sudah magang mengajar. Kepengurusan ini dikoordinatori oleh seorang
ketua yang dipilih oleh semua santri setiap dua tahun sekali. Santri-santri
pengajar pengajian bandongan menjadi pengawas bagi berlangsungnya
proses kepengurusan selama dua tahun sebagai dewan penasehat.
Kesemuanya di bawah bimbingan langsung KH. Mustofa Bisri dan KH.
Yahya C. Staquf yang menggantikan kedudukan ayahnya. Para santri yang
mengikuti Pengajian Selasa dan Jum’at pagi biasa disebut dengan nama
Jama’ah Seloso-Jemuah pun memiliki kepengurusan tersendiri yang
mengurusi bantuan-bantuan kepada anggota jama’ah, ziarah-ziarah,
peringatan hari-hari besar Islam dan lain sebagainya yang terkait langsung
dengan masyarakat.
lxi
3.2. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
Strategi dakwah yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang tidak hanya dakwah bi lisan, tetapi juga difokuskan pada
pengembangan masyarakat sekaligus sebagai dakwah bi al-hal. Pada
hakekatnya untuk mencegah masyarakat melakukan kemungkaran harus dulu
memahami berbagai persoalan yang mereka hadapi dengan memberikan
solusi. Disinilah sebenarnya nilai dibalik ajakan amar ma ruf, yaitu semangat
“solusi” dengan memberikan alternatif pemecahan dari persoalan yang
dihadapi baru mencegah yang buruk, bukan langsung melakukan pencegahan
dengan membabi buta melalui berbagai pelarangan dengan dalil agama namun
sebaliknya masyarakat mesti diajak untuk bangkit dengan menawarkan solusi
dari berbagai masalah yang mereka hadapi, karena anjuran yang paling efektif
adalah berbentuk “tauladan” dan langkah nyata melalui berbagai program riil
yang menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung.
Strategi dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang di antaranya adalah:
3.2.1. Mendirikan Lembaga Pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah
Diniyah (Madin)
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
mengembangkan model–model alternatif layanan pendidikan yang
efisien dan relevan bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
baik karena persoalan ketidakmampuan biaya, persoalan konflik sosial
politik, maupun minimnya kesempatan untuk mengenyam pendidikan
lxii
agama. Sebagai bentuk kepedulian pondok pesantren Raudlatut Tholibin
terhadap pendidikan agama yang dimulai sejak dini bagi masyarakat,
maka didirikanlah Raudlatul Atfal dan Madrasah Diniyah. Dua lembaga
ini didirikan untuk kalangan santri maupun masyarakat sekitar.
Pendirian RA dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa
pendidikan agama harus diberikan kepada anak sejak dini. Dengan
memberikan bekal agama sejak dini, maka anak akan mempunyai dasar
agama yang kuat dan nantinya dapat menjadi pegangan hidup saat
dewasa kelak. Sedangkan Madrasah Diniyah didirikan untuk
mengakomodir keinginan masyarakat yang ingin menyekolahkan
anaknya di lembaga pendidikan Islam. Madrasah Diniyah in dibuka
pada sore hari. Oleh karena itu, biasanya anak-anak yang masuk ke
Madrasah Diniyah Raudlatul Atfal adalah mereka yang sudah
mendapatkan pendidikan setingkat sekolah dasar.
Madrasah Diniyah pada tahun ajaran 2009/2010 memiliki 161
siswa, dengan rincian kelas I = 33 siswa, kelas II = 30 siswa, kelas III =
24 siswa, kelas IV = 24 siswa, kelas V = 27 siswa dan kelas VI = 23
siswa. Sedangkan jumlah siswa RA sebanyak 70 orang. RA dan Madin
ini juga didukung oleh tenaga pendidik yang kompeten dalam bidang
agama yang terdiri dari 15 orang guru Madin dan 7 orang guru RA.
Melalui lembaga pendidikan tersebut, Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang juga memberikan beasiswa kepada
keluarga miskin dan kepada siswa yang berprestasi dan bagi siswa yang
lxiii
secara sosial ekonomis tidak beruntung dengan memperhatikan prinsip
pemberdayaan, kesempatan, pemerataan dan keadilan.
Didirikannya RA, Madin dan pemberian beasiswa bagi siswa
tersebut juga merupakan bentuk dakwah bil hal. Dengan kurikulum
yang seratus persen agama, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang telah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar melalui lembaga
pendidikan tersebut.
3.2.2. Mengadakan Pengajian untuk Masyarakat
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang secara rutin
mengadakan pengajian bagi masyarakat umum. Pengajian tersebut
dilaksanakan setiap hari Selasa dan Jumat. Pada hari Selasa diadakan
pengajian kitab Irsyadul Ibad sedangkan pada hari Jum’at pengajian
tafsir al-Qur’an (al-Ibriz) dan tasawuf. Pengajian ini diikuti sekitar 100
orang jamaah yang terdiri dari masyarakat sekitar pondok.
Sebagai pondok pesantren yang tetap memegang teguh ciri
pondok salaf, maka pengajian kitab klasik menjadi bagian yang tak
terpisahkan. Kajian utama dalam pondok pesantren ini adalah nahwu
sharaf. Dijadikannya materi nahwu dan sharaf sebagai kajian utama
dimaksudkan untuk memberi pengetahuan secara mendalam kepada
santri tentang metode mengkaji kitab.
Namun esensinya, penekanan pada pengkajian kitab-kitab
klasik ini dimaksudkan supaya santri mampu menyerap ilmu
pengetahuan di dalamnya. Jadi tidak sekedar mampu membaca, tapi
lxiv
juga mengkaji dan mengamalkan isinya. Orientasinya adalah
terbentuknya santri-santri yang memiliki ilmu agama yang mendalam
dan nantinya mampu mengamalkan ilmunya pada masyarakat luas.
Dengan memegang teguh ciri pondok salaf, pondok pesantren
Raudlatut Tholibin mampu menarik simpati dan partisipasi masyarakat
khususnya dalam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh pihak
pondok. Setiap hari Selasa dan Jum’at pagi, pondok ini mengadakan
pengajian yang dibuka bagi masyarakat. Materi yang disampaikan
dalam pengajian tersebut adalah kajian kitab kuning dan tafsir al-Ibriz.
Strategi dakwah melalui pendidikan pondok salaf ini mampu
memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pondok pesantren,
khususnya dalam menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa
pondok pesantren Raudlatut Tholibin konsisten memegang teguh tradisi
pondok klasik dan melakukan amar ma ruf nahi munkar.
3.2.3. Mendirikan KBIH Al-Ibriz
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang menyediakan
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang diberi nama KBIH Al-
Ibriz. KBIH Al-Ibriz ini memberikan pelayanan dan bimbingan praktek
ibadah haji bagi masyarakat. Didirikannya KBIH al-Ibriz ini bukan
semata-mata dilandasi faktor ekonomi, namun lebih pada komitmen
pondok pesantren untuk mengabdikan ilmu kepada masyarakat.
Pada awal berdirinya KBIH Al-Ibriz, jumlah jamaah haji yang
mengikuti bimbingan haji hanya sekitar 30 jamaah. Akan tetapi dari
lxv
tahun ke tahun jumlah jamaah haji bimbingan KBIH Al-Ibriz semakin
bertambah. Bahkan pada tahun 2009 KBIH Al-Ibriz memberangkatkan
sebanyak 107 orang, dengan rincian; 103 jamaah bimbingan KBIH Al-
Ibriz, 2 pembina dan 2 pendamping.
Keberadaan KBIH al-Ibriz ini juga sebagai sarana untuk
menjalin silaturrahmi dengan masyarakat luas sekaligus sebagai media
dakwah. KBIH ini diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin
menunaikan ibadah haji. Dan tidak dipungkiri masih banyak masyarakat
yang belum memahami tata cara ibadah haji. Melalui KBIH al-Ibriz
orang-orang yang menunaikan ibadah haji dibimbing mulai dari awal
hingga prosesi ibadah haji selesai. Disini ada nuansa dakwah yang
kental, KBIH al-Ibriz bisa menjadi media yang jitu untuk berdakwa,
khususnya yang berkaitan dengan ibadah haji dan ibadah lainnya.
Melaksanakan haji adalah salah satu rukun Islam. Agar dapat
melaksanakannya dengan baik dan benar, tentu saja harus mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai haji tersebut. Setiap orang yang
ingin menunaikan ibadah haji harus mengetahui dasar-dasar hukum
Islam yang telah disyariatkan. Dengan mengajarkan syariat Islam,
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan
dakwah kepada masyarkat luas.
3.2.4. Mendirikan Koperasi Al-Ibriz
Untuk menunjang perkembangan kegiatan pondok pesantren
dan masyarakat luas yang sudah solid dan mapan, Pondok Pesantren
lxvi
Raudlatut Tholibin Rembang mendirikan koperasi Al-Ibriz. Koperasi ini
ini merupakan wujud peran serta pesantren dalam pemberdayaan
ekonomi masyarakat kecil pedesaan yang berbasis kerakyatan. Misalnya
masyarakat bisa menitipkan hasil pertanian atau produk pangan lainnya
di koperasi ini dan mendapatkan keuntungan dari penjualan tersebut.
Dengan cara tersebut akan memungkinkan masyarakat dapat
memobilisasikan sumber-sumber yang ada secara produktif bagi
kepentingan peningkatan penghasilan mereka. Koperasi Al-Ibriz dipilih
sebagai alternatif kegiatan karena memiliki aspek ekonomi dan sosial,
seperti membina kebersamaan dan gotong-royong, serta aspek
keorganisasian sebagai entry point pengembangan kegiatan berikutnya.
Modal nyata yang utama digali dari dana investasi Koperasi
Al-Ibriz dalam kurun waktu 3 tahun terakhir diketahui kurang lebih
sebesar 30 juta rupiah. Untuk penambahan modal tersebut dengan cara
pemberian semacam saham dari pihak Ndalem sebesar 50 % dari total
modal yang masuk.
Sebagai wujud nyata dari implementasi ide dan gagasan besar
pesantren yang dicurahkan dalam kehidupan sosial ekonomi melalui
berbagai kegiatan kemasyarakatan, keberadaan Koperasi Al-Ibriz
memiliki arti penting dan strategis bagi segenap santri, karena dengan
keberadaannya santri bisa secara langsung dan konkret ikut serta belajar
dan berkarya dalam memanifestasikan segenap nilai dan ajaran yang
telah difahami dan diyakininya dengan ikut serta dalam kegiatan sosial
lxvii
ekonomi. Dalam konteks ini koperasi Al-Ibriz diandaikan sebagai
laboratorium sosial ekonomi bagi santri sehingga mereka diharapkan
nantinya tidak gagap dan mampu secara akseleratif menyesuaikan diri
ketika telah terjun langsung dalam proses pergulatan sosial ekonomi
yang sangat ketat dan menuntut berbagai kemampuan baik membaca
dan memahami situasi lalu memprakarsai berbagai kegiatan dalam
rangka pemberdayaan dan pengembangan masyarakat di berbagai
bidang ekonomi.
Koperasi Al-Ibriz sebagai laborat sosial ekonomi bagi para
santri mempunyai peran yang signifikan didalam mengasah nalar
komunal dan interprenership para santri, melalui berbagai program dan
aktifitas yang dilakukan Koperasi Al-Ibriz, santri baik secara langsung
ataupun tidak telah mendapat pendidikan dan referensi yang cukup
untuk bekal kehidupannya yang akan datang melalui keterlibatan
mereka dalam proses kegiatan ekonomi koperasi. Santri sudah sejak dini
dihadapkan pada pengetahuan bahwa sebagai mahluk sosial manusia
wajib melakukan berbagai aktifitas yang dimaksudkan untuk
memberdayakan potensi diri dan membantu orang lain. Dalam tradisi
santri ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diajarkan dan digunakan
untuk kemaslahatan orang banyak, karena ilmu yang tidak diamalkan
bagaikan pohon yang tidak berbuah. Ajaran dan keyakinan ini dengan
melalui berbagai kegiatan dan pendidikan yang diberlakukan di
pesantren secara pelan namun pasti telah menjadi nalar para santri,
lxviii
sehingga mereka akan menyadari sepenuhnya selain sebagai hamba
ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban untuk beribadah mereka juga
memilki status sebagai khalifatullah yang bertanggung jawab atas
kelestarian dan kemakmuran kehidupan di bumi ini yaitu dengan
melakukan kerja-kerja sosial ekonomi.
3.2.5. Bekerjasama dengan Instansi Pemerintah Maupun Swasta
Sebagai bentuk perluasan jaringan dan ruang lingkup dakwah,
maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang perlu melakukan
kerjasama dengan pihak luar. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud,
maka dalam aplikasinya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
telah melakukan berbagai usaha untuk menjalin kerjasama dengan
organisasi atau instansi lain baik itu pemerintah maupun swasta.
Berbagai kegiatan yang telah dilakukan antara lain:
1. Kerjasama dengan Kementerian Agama
Kerjasama antara Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang dengan Kementerian Agama diimplementasikan dalam
bentuk kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah
(PMTAK) dan pengembangan perpustakaan pondok yang juga
diperuntukkan bagi umum. Kegiatan PMTAK tersebut
diperuntukkan bagi anak-anak sekolah dasar yang ada di kabupaten
Rembang, sedangkan pengembangan perpustakaan pondok
pesantren tidak hanya diperuntukkan bagi santri tetapi juga bagi
masyarakat luas. Kegiatan tersebut disamping sebagai wujud
lxix
keperdulian sosial juga mengandung unsur dakwah. Kegiatan
membantu sesama dan membangun infrastruktur untuk umum
merupakan bentuk-bentuk dakwah kontruktif. Kegiatan ini bermuara
pada niat untuk membangun solidaritas sosial (ukhuwah islamiyah)
yang menjadi tonggak berdirinya bangunan peradaban sebuah
bangsa dan komunitas umat.
2. Kerjasama dengan Kementerian IPTEK
Untuk mewujudkan lembaga pendidikan pondok pesantren
yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang mengadakan kerjasama
dengan Kementerian IPTEK. Kerjasama ini dalam bentuk sosialisasi
ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna bagi santri dan
masyarakat umum. Meskipun Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang merupakan pondok salaf, namun selalu open minded
terhadap perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pondok ini juga
memberikan pelatihan komputer, bahasa inggris, dan menjahit.
Disamping itu Kementerian IPTEK juga memberikan bantuan
berupa disalinasi air (penjernihan air) yang diperuntukan bagi santri
dan masyarakat luas. Melalui kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan masyarakat, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang telah melakukan dakwah bil hal. Hal ini sesuai dengan
perintah agama, yaitu tolong menolong dalam kebaikan.
3. Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional
lxx
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang melakukan
kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional dalam bentuk
pengadaan Warung Informasi Teknologi (Warintek). Kerjasama ini
juga melibatkan masyarakat luas. Kemendiknas dan pihak pondok
melakukan pelatihan teknologi tepat guna. Pondok pesantren
sebagai pihak tuan rumah menjadi mediator kegiatan tersebut.
Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat menengah ke bawah yang
belum mampu menggunakan teknologi tersebut. Warintek ini juga
bisa digunakan sebagai ajang untuk menjalin jaringan antar
pesantren dan menjadi media dakwah. Melalui Warintek tersebut,
masyarakat luas dapat mengakses informasi keagamaan dengan
lebih mudah.
4. Kerjasama dengan Sampoerna Foundation
Kerjamasama Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang dengan Sampoerna Foundation dalam bentuk pemberian
bantuan komputer dan pelatihan komputer bagi santri dan
masyarakat sekitar pondok pesantren. Melalui pelatihan komputer
ini, masyarakat yang awam teknologi menjadi melek teknologi.
Paling tidak mereka telah menguasai dasar-dasar pengoperasian
komputer. Disamping pelatihan komputer pihak Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang beserta Sampoerna Foundation juga
memberikan bantuan berupa sumbangan sembako bagi warga yang
kurang mampu yang berada di sekitar pondok pesantren.
lxxi
3.3.Pengembangan Sumber Daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang
Pada prinsipnya, perubahan atau pengembangan pondok pesantren
berusaha untuk mencapai prestasi baru yang lebih baik namun sama sekali
tidak meninggalkan dan merusak nilai-nilai atau keyakinan inti yang telah
dianut. Hal ini bertujuan agar pondok pesantren tidak kehilangan ciri khas dan
nilai-nilai yang telah dipegang selama ini dan juga untuk menghindarkan
terjadinya pergeseran arah.
Upaya pengembangan pondok pesantren dapat dikatakan sebagai
upaya transformasi pondok pesantren agar tetap survive dan semakin
berkembang ke arah yang lebih baik. Upaya transformasi ini dilakukan dengan
landasan kaidah yang menunjukkan bahwa pondok pesantren memang
berupaya terus untuk meningkatkan eksistensinya dengan melakukan berbagai
pengembangan dan perubahan ke arah yang lebih baik.
Upaya pengembangan tersebut diarahkan kepada penambahan dan
perubahan beberapa komponen, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Beberapa komponen yang dikembangkan dalam pondok pesantren adalah:
3.3.1. Perkembangan Sumber Daya Manusia
Mekanisme kerja Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang diatur oleh yayasan. Pondok ini memiliki pengasuh pesantren.
Di bawah pengasuh terdapat kepala-kepala madrasah, dewan guru
(ustad/ustadzah) dan pegawai. Pengasuh pesantren berperan sebagai
lxxii
penanggung jawab umum, yang membawahi kepala-kepala sekolah,
dewan guru (ustad/ustadzah), pegawai dan seluruh santri. Pengurus
pondok pesantren setiap bulan melakukan pertemuan sekali untuk
mengevaluasi hasil kerja, melakukan perbaikan, memecahkan kasus dan
berbagai persoalan.
Dari hasil wawancara dengan Bisri Adib Chattani yang biasa
disebut dengan Gus Adib, selaku pengasuh yang mengurusi masalah
jejaring sosial dengan pihak luar, diketahui bahwa secara kuantitatif
sumber daya manusia di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
dapat dipetakan sebagai berikut:
a. Pengasuh 5 orang
b. Kepala RA 1 orang
c. Kepala Madin 1 orang
d. Dewan guru (ustad/ustadzah) 42 orang
e. Pegawai 15 orang
f. Santri 700 orang
g. Siswa RA 70 orang
h. Siswa Madin 161 orang
Keunggulan SDM yang ingin dicapai pondok pesantren adalah
terwujudnya generasi muda yang berkualitas tidak hanya pada aspek
kognitif, tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik. Melihat
tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa dan upaya dalam penguasaan
sains-teknologi untuk turut memelihara momentum pembangunan,
lxxiii
muncul pemikiran dan gagasan untuk mengembangkan pondok
pesantren sebagai wahana untuk menanamkan apresiasi, dan bahkan
bibit-bibit keahlian dalam bidang sains-teknologi. Selain itu,
pengembangan pesantren kearah ini tidak hanya akan menciptakan
interaksi dan integrasi keilmuan yang lebih intens dan lebih padu antara
ilmu-ilmu agama dengan sains-teknologi. Dalam kerangka ini, SDM
yang dihasilkan pondok pesantren tidak hanya mempunyai perspektif
keilmuan yang lebih integratif dan komprehensif antara bidang ilmu-
ilmu agama dan ilmu-ilmu keduniaan tetapi juga memiliki kemampuan
teoritis dan praktis tertentu yang diperlukan dalam masa modern seperti
sekarang ini.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang memberikan bekal, baik ilmu agama,
ketrampilan maupun teknologi. Untuk bekal ilmu agama setiap santri
diajarkan untuk menguasai ilmu agama secara komprehensif, dilatih
untuk menjadi guru dan diberi bekal ketrampilan pidato. Disamping
ilmu agama, para santri juga dibekali ketrampilan seperti komputer dan
menjahit. Kemudian untuk mengantisipasi perkembangan global dan
penguasaan bahasa asing, maka para santri juga dibekali dengan
ketrampilan bahasa Inggris dan bahasa Arab.
3.3.2. Perkembangan Sumber Daya Material (Sarana Prasarana)
lxxiv
Perkembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga
dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. Pesantren ini
memiliki sarana gedung yang cukup representatif baik untuk ruang
belajar, tidur, kamar mandi, perpustakaan, aula pertemuan dan olah
raga, masjid, dapur dan sebagainya. Masjid yang berada di komplek
pondok juga dilengkapi fasilitas pendukung seperti komputer dan mesin
jahit. Dan yang menarik adalah kebersihan pondok pesantren kelihatan
sangat terjamin. Hal ini berbeda dengan citra pondok pesantren
tradisional selama ini yang diidentikkan dengan penyakit kulit karena
kejorokannya. Hal yang juga menarik adalah bahwa ribuan alumni
lulusan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin ini terserap oleh
kebutuhan masyarakat modern yang haus secara spiritual. Mereka
menjadi mubaligh di berbagai penjuru di Indonesia dan beberapa negara
di luar negeri.
Menurut Bisri Adib Chattani perkembangan sumber daya
material Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dapat di
jabarkan sebagai berikut:
1. Sarana Bangunan
a. Masjid 1 buah
b. Perpustakaan 2 buah
c. Gedung pertemuan 1 buah
d. Rumah Kyai 4 buah
lxxv
e. Asrama santri 2 buah, yang terdiri dari enam kamar putra dan
empat kamar putri.
f. Ruang tamu 2 buah
g. Ruang Pertemuan 1 buah
h. Aula 2 buah
i. Kantor sekretariat pondok pesantren 2 buah
j. Ruang ustadz 2 buah
k. Bangunan kelas 12 buah
l. Kantin dan dapur 2 buah
m. Mushola 1 buah
2. Sarana Pendukung
a. Komputer
b. Mesin jahit
c. Tenis Meja
d. Meja belajar
e. Alat-alat perkantoran
f. Alat keterampilan, kesenian, olah raga dan sebagainya.
3.3.3. Perkembangan Sumber Daya Teknologi Informasi
Dalam menghadapi era globalisasi dan informasi pondok
pesantren perlu meningkatkan peranannya. Dua aspek penting dalam
pengembangan pesantren yang berhubungan dengan teknologi informasi
adalah infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Selain kedua
aspek tersebut, tentunya masih banyak aspek lain diantaranya finansial.
lxxvi
Namun, lemahnya infrastruktur dan kelangkaan SDM merupakan
penyebab utama lambannya pengembangan teknologi informasi di
sebuah lembaga.
Adapun infrastruktur dalam teknologi informasi dan
komunikasi yang berkembang di Pondok pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang sampai saat ini antara lain: jaringan listrik, jaringan telpon,
gedung sekolah, sarana untuk belajar dan kegiatan lainnya, dan masih
ada gedung kosong yang memungkinkan sekali dijadikan ruang
komputer dan dipasangi internet.
Dengan kondisi perekonomian yang baik dan fasilitas publik
yang relatif lengkap, maka soal akses teknologi komunikasi bukan yang
sulit bagi Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang.
3.3.4. Perkembangan Sumber Daya Kelembagaan
Salah satu sumber daya kelembagaan adalah sumber daya
finansial. Salah satu faktor yang menentukan keberlangsungan
pesantren adalah masalah pendanaan. Begitu juga dengan Pondok
pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, pendanaan termasuk faktor
utama yang mendukung perkembangan pondok pesantren. Menurut
Bisri Adib Chattani sumber pendapatan pondok pesantren ini di
antaranya adalah:
1. Jariyah santri
Setiap santri pondok pesantren Raudlatut Tholibin diberi
beban biaya pendidikan (jariyah) yang besarnya tidak ditentukan.
lxxvii
Setiap santri diperbolehkan menyerahkan jariyah sesuai dengan
kemampuannya.
2. Sumbangan dari masyarakat
Salah satu bentuk kepercayaan masyarakat kepada pondok
pesantren Raudlatut Tholibin adalah partisipasi masyarakat dalam
bidang pendanaan. Pondok pesantren Raudlatut Tholibin sering
mendapatkan bantuan finansial baik yang berasal dari orang tua
santri maupun dari masyarakat yang merasa terbantu oleh pondok.
3. Keluarga pondok pesantren.
Pondok pesantren Raudlatut Tholibin secara historisnya
merupakan lembaga pendidikan yang dikelola oleh keluarga besar
KH. Bisri Mustofa. Sebagai wujud tanggung jawab terhadap
perkembangan pesantren, keluarga pondok menyisihkan sebagian
pendaptannya untuk pembangunan pondok.
4. Koperasi
Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan
vocational dalam usaha koperasi. Bahkan pondok pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang memiliki beberapa unit usaha sebagai
wahana pembelajaran ketrampilan seperti komputer dan menjahit.
Melalui kegiatan ketrampilan ini minat kewirausahaan para santri
dibangkitkan, untuk kemudian diarahkan menuju pengembangan
lxxviii
pengelolaan usaha-usaha ekonomi bila sang santri kembali ke
masyarakat.
5. KBIH Al-Ibriz
KBIH Al-Ibriz juga memberikan kontribusi finansial bagi
pondok pesantren Raudlatut Tholibin. Keuntungan finansial yang
didapat dari jasa bimbingan haji dimasukkan ke dalam kas pondok
pesantren dan digunakan untuk pengembangan pondok pesantren.
6. Bantuan dari pemerintah
Pondok pesantren Raudlatut Tholibin sering mendapat
bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain dari pemerintah
dan/atau pemerintah daerah. Dalam i
Disamping sumber daya finansial, yang termasuk dalam
sumber daya kelembagaan (pondok pesantren) adalah lembaga
pendidikan yang bernaung di bawah Pondok pesantren Raudlatut
Tholibin seperti RA dan Madin. Kedua lembaga pendidikan ini
merupakan potensi pesantren yang dapat digunakan sebagai salah satu
strategi dakwah melalui pendidikan agama.
3.3.5. Perkembangan Jaringan dengan Pihak Luar
Salah satu potensi yang dipunyai pondok pesantren Raudlatut
Tholibin adalah adanya relasi yang cukup kuat dengan pihak luar, baik
lxxix
hubungan antar pesantren, hubungan dengan instansi pemerintah,
maupun hubungan dengan pihak swasta.
Melalui hubungan ini pondok pesantren memiliki jaringan yang
cukup luas, sehingga memiliki efek positif bagi pengembangan pondok
pesantren, baik fisik maupun non fisik. Misalnya hubungan yang
dilakukan pondok pesantren dengan Sampoerna Foundation, sehingga
pihak perusahaan memberikan bantuan komputer. Melalui bantuan ini,
secara fisik pondok pesantren dapat melengkapi sarana dan prasarana
pondok. Sedangkan secara non fisik, bantuan ini dapat meningkatkan
ketrampilan santri dalam mengoperasikan komputer.
lxxx
BAB IV
ANALISIS TENTANG STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN DI PONDOK
PESANTREN RAUDLATUT THOLIBIN REMBANG
4.1.Analisis Strategi Dakwah dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya
Pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang.
Pengembangan organisasi (lembaga) berhubungan dengan suatu
strategi, sistem, proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris
sesuai dengan rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi
yang berubah yang dihadapi oleh organisasi salaf, dan yang berupaya untuk
menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan mereka (Winardi, 1994:
210). Oleh karenannya definisi pengembangan lembaga pendidikan pesantren
hampir sama dengan konsep tersebut, yaitu proses yang berencana,
dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur, sistem, dan
perilaku organisasi, guna meningkatkan efektivitas dan kesehatan lembaga
pesantren tersebut dalam memecahkan masalah dan pencapaian sasaran
(tujuan) secara menyeluruh agar tercipta suatu kesempurnaan ataupun
kematangan.
Namun demikian aplikasi pengembangan lembaga di pesantren
Raudlatut Tholibin tidak jauh berbeda dengan konsep tersebut di atas, hanya
saja kesan yang sering muncul bahwa pengembangan lembaga identik dengan
pengembangan yang bersifat fisik saja (mengarah pada sasaran fisik dan
lxxxi
kongkrit). Padahal sasaran pengembangan lembaga seharusnya tidak hanya
mengarah kepada bentuk fisiknya saja akan tetapi lebih dari itu; meliputi
pengembangan fisik maupun nonfisik.
Sasaran dan tujuan demikian tergantung pada diagnosis kebutuhan-
kebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya pengembangan lembaga berkaitan
dengan metode-metode merangsang perubahan yang terpusat pada klien.
Begitu halnya dengan pengembangan suatu lembaga pesantren akan berbeda
dengan pengembangan lembaga-lembaga (organisasi) lain, seperti halnya
perusahaan.
Menurut hemat penulis, pengembangan pesantren pada hakekatnya
sama dengan konsep pengembangan lembaga-lembaga yang lain, namun yang
membedakan adalah kesiapan dari pesantren itu sendiri. Sebagai lembaga
dakwah, pesantren bisa menggunakan potensi yang ada untuk
mengembangkan pesantren. Secara bertahap, aktifitas dakwah di pesantren
memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pondok pesantren.
Aktifitas dakwah tidak hanya dipahami sebagai mauidhoh khasanah
semata, tapi esensinya lebih luas dari itu. Segala sesuatu yang diupayakan
pondok pesantren untuk mengaplikasikan dan menyiarkan ajaran Islam pada
umat, maka itu bisa dinilai sebagai aktifitas dakwah.
Dakwah konstruksi atau infrastruktur merupakan bagian dari dakwah
bil hal. Dakwah ini biasanya digunakan untuk meningkatkan dan paling tidak
mempertahankan keimanan seseorang yang menjadi objek dakwah terhadap
aqidah yang benar. Dakwah Konstruksi adalah usaha dakwah yang
lxxxii
dimanifestasikan dengan pembangunan prasarana vital, perumahan, jembatan,
masjid, madrasah, taman bacaan, perpustakaan, gedung pertemuan, menara
azan dan lain sebagainya. Dakwah konstruktif juga bisa dilakukan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang memiliki tendensi ibadah.
Melalui strategi dakwah seperti ini, maka pondok pesantren akan mudah
mendapat kepercayaan dan simpati masyarakat, sehingga kedepannya bisa
bermanfaat bagi pengembangan pondok pesantren.
4.2.Analisis Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumber
Daya Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
4.2.1 Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumberdaya
Pesantren Melalui Strategi Dakwah Bil Lisan, Bil Hal dan Dakwah
Konstruktif
Pada bab III telah dijelaskan beberapa strategi dakwah yang
digunakan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dalam
rangka pengembangan pesantren. Strategi dakwah ini memiliki potensi
untuk mengembangkan sumber daya yang dipunyai oleh pondok
pesantren baik sumber daya yang berbentuk fisik maupun non fisik.
Implementasi strategi dakwah dalam rangka pengembangan sumber
daya pondok pesantren Raudlatut Tholibin adalah sebagai berikut:
a. Strategi dakwah melalui lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA)
dan Madrasah Diniyah (Madin)
Melalui strategi dakwah ini, sumber daya pesantren yang
berkembang di antaranya adalah sumber daya kelembagaan. Strategi
lxxxiii
ini memberikan kontribusi bagi pengembangan lembaga pendidikan
yang bernaung di bawah Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang. Pada awal pendirian, RA dan Madin ini belum ada, tetapi
setelah melihat kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama,
maka didirikanlah lembaga pendidikan dasar yang mengkhususkan
pada materi-materi agama. Langkah ini merupakan salah satu
strategi dakwah melalui pendidikan. Interaksi antara peserta didik
dan ustadz bisa dinilai sebagai aktifitas dakwah, karena di dalam
proses pembelajaran ada upaya menanamkan nilai-nilai agama
kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu
mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
b. Strategi dakwah melalui pengajian untuk masyarakat
Pengajian yang dilakukan Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang untuk masyarakat umum memberikan
sumbangan penting bagi pengembangan pondok pesantren,
khususnya dalam memperluas jaringan sosial. Forum ini juga bisa
dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antara pihak pesantren dengan
masyarakat umum. Hubungan ini juga mampu menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin Rembang, sebagai lembaga dakwah yang konsisten
melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Disamping itu, strategi ini juga dapat mengembangan potensi
sumber daya manusia (SDM), khususnya Kyai, Ustadz dan santri.
lxxxiv
Sebagai lembaga dakwah, pondok pesantren harus menyiapkan
sumber daya manusia yang handal di bidang agama. Dengan adanya
pengajian untuk masyarakat umum, baik Kyai, Ustadz maupun
santri dapat meningkatkan pengetahuannya di bidang agama.
c. Strategi dakwah melalui KBIH Al-Ibriz
Dirikannya KBIH Al-Ibriz juga memberikan kontribusi
positif bagi pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang, khususnya di bidang kelembagaan. Ada beberapa
keuntungan yang didapat Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang dengan adanya KBIH Al-Ibriz ini, di antaranya:
1) Keuntungan finansial
KBIH Al-Ibriz berpotensi untuk mengembangkan
perekonomian masyarakat, karena dengan adanya KBIH Al-Ibrzi
ini banyak masyarakat sekitar yang mendirikan usaha seperti
warung makan, toko oleh-oleh, suvenir dan lain sebagainya.
Disamping itu keuntungan finansial dari bimbingan ibadah haji
ini dimasukkan ke kas pondok pesantren dan digunakan untuk
kebutuhan pondok pesantren.
2) Membangun kepercayaan masyarakat
KBIH Al-Ibriz sebagai lembaga swadaya yang bergerak
dalam bidang bimbingan haji memberikan kemudahan bagi
masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Calon jamaah
haji dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya tentang tata cara
lxxxv
ibadah haji. Sehingga terbangun kepercayaan di kalangan
masyarakat terhadap kompetensi pondok pesantren dalam
membimbing pelaksanaan ibadah haji.
d. Strategi dakwah melalui koperasi Al-Ibriz
Didirikannya koperasi Al-Ibriz juga memiliki motif dakwah,
khususnya di bidang muamalah. Melalui kegaitan ekonomi, santri
diperkenalkan dengan kegiatan ekonomi berbasis syari’ah, sehingga
nantinya santri diharapkan mampu berwirausaha dengan dasar nilai-
nilai Islam.
Koperasi Al-Ibriz merupakan usaha Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin pada bidang perekonomian. Koperasi ini
memberikan keuntungan finansial bagi pondok pesantren dan para
santri. Setiap tahunnya santri menerima Sisa Hasil Usaha (SHU)
dari setiap bidang usaha yang dipunyai oleh pondok pesantren
seperti toko kelontong, warung makan, rental komputer, dan
menjahit. Kelebihan dari SHU tersebut dimasukkan ke kas pondok
pesantren dan digunakan untuk pengembangan pondok pesantren.
e. Strategi dakwah melalui kerjasama dengan instansi pemerintah
maupun swasta
Salah satu strategi dakwah di Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin adalah dengan membangun relasi yang luas. Hubungan
yang harmonis dengan pihak luar baik instansi pemerintah maupun
swasta dapat memberikan kontribusi yang positif, baik fisik maupun
lxxxvi
non fisik. Pengembangan fisik diperoleh dari bantuan-bantuan
sarana dan prasarana seperti pengembangan perpustakaan pondok
pesantren, bantuan komputer, disalinasi air (penjernihan air) dan
pengadaan Warung Informasi Teknologi (Warintek). Sedangkan
pengembangan non fisik atau pengembangan sumber daya manusia
di antaranya adalah memberikan ketrampilan komputer,
pengetahuan tentang teknologi tepat guna bagi santri dan
menumbuhkan kemampuan komunikasi bagi para santri.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengembangan
lembaga pesantren, maka kita harus tahu juga bagaimana tahap
perkembangannya dan apa saja indikatornya. Berikut penjelasan mengenai
tahap-tahap perkembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin melalui
strategi dakwahnya dan indikator keberhasilan dalam pengembangan
lembaga:
a. Tahap-tahap Perkembangan Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin
Ada enam (6) tahap perkembangan lembaga pendidikan,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Lappit dan Schmidt seperti dikutip
Wahjosumidjo (2001: 71) bahwa siklus kehidupan organisasi
digambarkan melalui enam tahap perkembangan, yaitu:
7) Terciptanya organisasi baru (creating a new organization);
8) Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a
viable system);
lxxxvii
9) Memperoleh stabilitas (gaining stability);
10) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining
reputation and developing puide);
11) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving
uniqueness and adaptability);
12) Membantu masyarakat (contributing to society).
Berdasarkan keenam tahap perkembangan tersebut di atas,
maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin termasuk pesantren yang
telah memiliki indikasi perkembangan dalam rangka mencapai
keberhasilan pondok. Tahap pengembangan Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin yang didasarkan pada strategi dakwahnya adalah
sebagai berikut:
1) Tahap pendirian dengan membentuk sistem pesantren salaf
Dalam tahap pendirian ini, pesantren berusaha merancang
AD/ART, membentuk Yayasan atau menyusun struktur
kepengurusan. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin berusaha agar memperbaharui sistem pendidikan
pesantren namun tetap memegang teguh ciri salafnya, yang
merupakan sistem pendidikan yang konsisten mengutamakan ilmu-
ilmu agama.
Pesantren Raudlatut Tholibin memiliki banyak sekali
bentuk organisasi yang ada di dalamnya, seperti organisasi yang
menangani KBIH, koperasi, madrasah, OSIS, dan perkumpulan
lxxxviii
alumni., yang kesemuanya itu selalu didasarkan pada
pengembangan pesantren dengan penanaman nilai-nilai dakwah di
dalamnya.
Melaui organisasi-organisasi tersebut, Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin melakukan dakwah. Niat awal pendirian
pondok pesantren ini adalah amar ma’ruf nahi munkar. Oleh
karena itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin tetap konsisten
memegang sistem pondok salaf dan mengajarkan ilmu-ilmu agama.
Melalui sistem pondok salaf ini juga, Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas.
Indikasinya dapat dilihat dari banyak santri yang masuk ke Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin.
2) Menerima dan memasukkan hal-hal baru
Evektifitas dan efisiensi pesantren menuntut kita untuk
menerapkan pelbagai rekayasa dan rekadaya yang didasari oleh
ilmu pengetahuan teoritik dan praktis sesuai dengan sasaran yang
digarap. Oleh karena itu diperlukan sitem dan metode yang
menarik. Orientasi pondok pesantren dalam zaman teknologi masa
kini dan masa depan perlu diubah pula.
Sudah seharusnya pesantren Raudlatut Tholibin hidup
sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a
viable system), dimana berbagai konsep baru, pruduk baru, dan
segala hal yang dianggap baru selalu diterima dengan tanpa
lxxxix
menghilangkan karakteristiknya sebagai pondok pesantren salaf,
misalnya dengan memasukkan kursus bahasa asing, kursus
komputer dan menjahit. Hal ini sesuai dengan konsep yang sering
ditawarkan: ”Mempertahankan hal-hal lama yang baik dan
menerima hal-hal baru yang lebih baik”.
Oleh karena pondok pesantren Raudlatut Tholibin selalu
terbuka untuk menerima masukan-masukan yang bersifat inovatif,
maka sudah barang tentu mereka berusaha mencari hal-hal baru
dan memahami apa yang dibutuhkan masyarakat pada masa yang
akan datang. Dengan demikian corak pesantren Raudlatut Tholibin
bersifat inovatif, bukan melestarikan apa yang ada/jelek
(maintenance), konservatif, pasif serta dogmatis.
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin selalu berkembang,
baik secara fisik (gedung yang selalu bertambah, fasilitas yang
lengkap, pendanaan yang cukup dengan berbagai unit usahanya,
siswa /santri yang selalu bertambah, dan lain sebagainya) maupun
perkembangan yang berbentuk nonfisik (seperti kualitas santri,
guru, dan karyawan meningkat, motifasi kerja tinggi, solidaritas
dan kerja sama terjalin dengan baik, adanya peningkatan kualitas
manajemen dan lain sebagainya). Semua itu diantaranya
merupakan hasil dari strategi dakwah yang diterapkan di Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin yang mengedepankan aspek sosial
kemasyarakatan dalam berdakwah.
xc
3) Memperoleh stabilitas (gainning stability)
Indikasi stabilitas Pondok Pesantren adalah kemapanannya
dalam hal pengelolaan santri, karyawan, dan SDM lain,
penyusunan kurikulum, serta kemapanannya dalam mengelola dana
dengan membuat unit usaha secara mandiri. Oleh karena itu
pengelolaan pesantren secara menyeluruh harus dilakukan secara
profesional.
Contoh yang dapat dilihat yaitu dalam pengelolaan santri
misalnya, stabilitas input santri Pondok Pesantren Raudlatut
Tholibin sejak tahun 2003/2004 hingga tahun 2009/2010 ini secara
kuantitas dan kualitas teratur dan tidak menghawatirkan. Contoh
lain juga dapat dilihat dari kemapanan manajemen yang selama ini
diterapkan, dimana mereka sudah mengenal planning, organizing,
actuating, dan controling / evaluating.
Aktifitas dakwah yang dilakukan secara konsisten juga
terlihat stabil, dalam artian terjadi peningkatan secara signifikan.
Strategi dakwah yang dikembangkan di Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin menggunakan beberapa media yaitu: melalui
lembaga pendidikan formal seperti RA dan Madin, kegiatan
keagamaan, kegiatan kemasyarakatan dan menjalin relasi dengan
pihak luar yang juga memiliki misi dakwah.
4) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gainning
reputation and developing puide)
xci
Dengan umur yang relatif tidak muda lagi, Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin sudah mendapatkan legitimasi dari
masyarakat bahwa ia adalah pesantren yang maju dan berkualitas
(favorit / elit) yang mampu meraih prestasi dan mampu menyaingi
berbagai pesantren maupun madrasah yang ada di daerah
Kabupaten Rembang. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya
prestasi yang pernah diraih, baik prestasi nilai ujian nasional
madrasah, prestasi dari berbagai macam perlombaan, pelatihan,
dan lain-lain. Dalam bidang akademik misalnya, untuk MTs
Raudlatut Tholibin meraih peringkat 10 besar sekabupaten
Rembang.
Dari tahun ke tahun alumni pondok pesantren Raudlatut
Tholibin selalu lulus dengan prestasi yang memuaskan, sehingga
pimpinan pesantren merespon prestasi yang telah diperoleh
tersebut dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat mendukung
dan memotivasi santri, contohnya seperti:
a) Memberikan Piagam Penghargaan bagi Rangking I, II dan III
serta mengumumkannya pada setiap akhir periode (pembagian
Raport).
b) Memberikan beasiswa bagi santri kelas III MTs. (rangking I / II
/ III).
xcii
c) Mengangkat santri berprestasi dan solid terhadap almamater
untuk ikut mengajar (pengabdian) di pesantren Raudlatut
Tholibin.
Dalam bidang dakwah, pondok pesantren Raudlatut
Tholibin sudah memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat.
Salah satu faktor penting yang mendongkrak popularitas pondok
pesantren adalah figur KH. Mustofa Bisri yang selain sebagai
pengasuh pondok pesantren juga seorang penulis, seniman, dan dai
yang handal. Dan hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi
pondok pesantren. Disamping itu, sistem dakwah konstruktif
dengan pendekatan sosial kemasyarakat mendapat respon positif
dari masyarakat.
5) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving
uniqueness and adaptability)
Keunikan pesantren Raudlatut Tholibin dapat dilihat dari
berbagai segi, baik model pesantrennya, perkembangan fisiknya,
prestasi santrinya, prestasi guru dan kyainya, serta
perkembangannya secara komprehensip mampu membuat banyak
orang kagum, terpesona dan tertarik untuk mengetahui apa rahasia
yang ada di balik itu semua.
Kemampuan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin untuk
beradaptasi dengan masyarakat sekitar melalui strategi dakwah
konstruktif merupakan salah satu faktor keberhasilan yang selama
xciii
ini ia peroleh. Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin selama ini
mampu menampung berbagai aspirasi masyarakat. Misalnya
kebutuhan masyarakat Rembang akan ilmu pesantren (agama) yang
diberikan sejak dini diakomodir dengan mendirikan RA dan
Madin. Di sisi lain Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga
menampung dan mengembangkan bakat minat santrinya, baik
bidang seni, ketrampilan maupun keorganisasian.
Dengan demikian, keunikan Pesantren Raudlatut Tholibin
merupakan model salaf dengan pendekatan teknologi yang selama
ini diterapkan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sangat
prospektif untuk dikembangkan di Kabupaten Rembang.
6) Membantu masyarakat (contributing to society)
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin hingga saat ini sudah
mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
mencerdaskan kehidupan masyarakat, yang merupakan agent of
change (agen perubahan) kultur maupun peradaban masyarakat
Muslim melalui strategi dakwahnya konstruktif. Tujuan dakwah itu
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekeliling
khususnya dan masyarakat Muslim Indonesia umumnya, baik
kesejahteraan lahiriah maupun bathiniah.
Out came Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sudah
dianggap baik, hal ini terbukti dengan banyak alumni yang
xciv
mengajar di berbagai madrasah maupun sekolah-sekolah, bahkan
banyak juga yang menjadi tokoh masyarakat, dan lain-lain.
Adapun bantuan pesantren terhadap masyarakat sekitar
yang selama ini diberikan sangatlah banyak, baik materiil maupun
spirituil. Hal ini bisa dilihat dengan adanya jadwal ceramah agama
(pengajian), pengajian akhirussanah, kesempatan kerja bagi
masyarakat sekitar, kesempatan menjual barang/jajan di kopontren,
bantuan madrasah, dan lain-lain.
4.2.2 Indikasi Keberhasilan Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Ukuran keberhasilan pengembangan suatu lembaga sangatlah
relatif dan tergantung dari sejauh mana tujuan dan sasaran pengembangan
yang direncanakan itu telah mereka capai. Untuk mendapatkan suatu
keberhasilan dalam pengembangan pesantren melalui strategi dakwah
konstruktif, maka harus difahami mengenai dasar pengembangan
manajemen berdasarkan Islam yang meliputi tujuh sasaran akhir yang
hendak dicapai, yaitu sebagai berikut:
a. Sikap mandiri yang berdasarkan keyakinan akan kemampuan diri
(self-confedence) yang mendalam dan istiqomah yang tumbuh karena
penalaran dan penghayatan intelektual dari pengenalan akan Allah
(bertauhid). Keyakinan akan menimbulkan rasa tanggung jawab,
amanah, dan keikhlasan dalam mengembangkan tugas dakwah yang
dipikulkan kepadanya.
xcv
b. Kebebasan berkomunikasi secara merata dan terbuka antara da’i dan
mad’u tanpa dibatasi oleh pangkat dan kedudukan.
c. Pengendalian pada kebijaksanaan musyawarah dalam menyelesaikan
setiap permasalahan yang timbul antara warga pesantren.
d. Pembinaan pengaruh hendaklah didasarkan pada keandalan
(kompetensi) ilmu pengetahuan teknis, bukan sekali-kali pada
kekuasaan dan kedudukan (egoisme) seseorang.
e. Terciptanya suasana yang memberikan peluang, bahkan
menggalakkan ekspresi pribadi; juga untuk berkembangnya tingkah
laku yang berorientasi pada tugas. Dengan kata lain, perlu
ditumbuhkan suasana pribadi yang egaliter, bertakwah kepada Allah
dan berdakwah dengan keikhlasan hati.
f. Kesediaan dan kemampuan untuk menyelesaikan setiap konflik yang
senantiasa ada di antara warga pesantren, secara rasional dan dewasa.
g. Kemampuan untuk menyalurkan setiap konflik menjadi suatu
persaingan yang sehat dan positif, berdasarkan asas musabaqah lil
khairat (Machendrawaty dan Syafei, 2001: 143).
Dari tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas, maka
sangat relevan sekali jika dasar ini dijadikan sebagai pijakan dalam
pengembangan pesantren melalui strategi dakwah yang jitu. Oleh
karenanya, jika kita mampu menerapkan tujuh dasar tersebut maka sudah
barang tentu keberhasilan pengembangan pesantren akan didapatkan.
xcvi
Raudlatut Tholibin sebagai salah satu lembaga yang memegang
teguh sistem salafi namun tidak menutup diri dengan perkembangan
zaman. Pondok pesantren Raudlatut Tholibin konsisten untuk
mengembangkan diri dan sudah terlihat adanya indikasi dalam
menerapkan tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas. Hal
ini dilakukan secara periodik dan bertahap, sebab segala sesuatu tidak
mungkin berubah secara mendadak (spontanitas). Namun demikian masih
banyak kekurangan-kekurangan yang di alami oleh pesantren Raudlatut
Tholibin, kebebasan berkomunikasi misalnya, seharusnya dilakukan secara
terbuka dan merata tanpa dibatasi pangkat dan kedudukan, akan tetapi
yang sering terjadi di pesantren adalah sebaliknya. Di Raudlatut Tholibin
sedikit demi sedikit sudah menerapkan hal tersebut, namun ada kalanya
terdapat hambatan-hambatan seperti rasa takut dengan kyai, sanksi, terasa
kurang etis, dan lain-lain.
Ada beberapa indikasi pokok yang dapat dipakai sebagai kriteria
keberhasilan pesantren Raudlatut Tholibin, yaitu:
1. Tercapainya tujuan Pesantren.
Tujuan pesantren Raudlatut Tholibin secara garis besar
sebagaimana tercantum dalam misi pesantren yaitu meningkatkan
lembaga pendidikan pondok pesantren yang berwawasan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi. Namun untuk mengetahui
apakah suatu tujuan lembaga pesantren sudah tercapai secara maksimal
atau belum, maka jawabannya adalah relatif, namun secara umum
xcvii
besar-kecilnya keberhasilan itu dapat dilihat dari indikator-indikator
yang ada.
Keberhasilan pesantren Raudlatut Tholibin dalam mencapai
tujuan dapat diketahui diantaranya dengan mengetahui keadaan santri
baik yang masih berada di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
maupun mereka yang sudah alumni (yang sudah terjun ke masyarakat)
dan yang meneruskan ke jenjang pendidikan berikutnya. Santri pondok
pesantren Raudlatut Tholibin diberi bekal ilmu agama yang
diintegrasikan dengan ketrampilan teknologi informasi. Secara
kualitatif, baik santri maupun alumni bisa dikatakan memiliki
kompetensi sesuai harapan dan tujuan pondok pesantren Raudlatut
Tholibin yaitu memiliki wawasan ilmu dan teknologi informasi.
2. Pesantren mampu memenuhi dan memanfaatkan segala sumber yang
ada secara maksimal.(SDM, SDA, Unit Usaha, dll.)
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Raudlatut Tholibin
meliputi Kyai, Guru, karyawan dan Santri, telah dapat dipenuhi dengan
baik dan dikelola secara profesional. Hal ini terlihat dengan
peningkatan gaji guru, pelatihan, pendidikan, pengembangan
kurikulum, pendanaan, sarana pendidikan dan lain-lain.
Sedangkan Sumber Daya Alam (SDA) yang selama ini
pesantren miliki cukup memuaskan dan dapat dikelola dengan baik,
seperti pengadaan sumber air bersih, tambak, dan lain lain.
xcviii
Unit Usaha dari berbagai macam bentuk telah dikembangkan
oleh pesantren baik warung serba ada, kantin, dapur umum, warung
telkom, klinik kesehatan, tailor, warung informasi dan lain-lain.
Adapun hasil dari unit usaha itu semua dapat digunakan untuk
pembangunan gedung dan pemenuhan sarana-prasarana pesantren
yang ada.
3. Mitra kerja (masyarakat) merasa puas.
Dengan berbagai kebijakan pimpinan pesantren dan hasil
kinerja seluruh komponen lembaga pesantren Raudlatut Tholibin
hingga mencapai keberhasilan yang memuaskan ini, tentunya seluruh
masyarakat dan unsur yang ada di dalam maupun di luar pesantren
Raudlatut Tholibin dapat menikmati hasilnya dengan antusias dan
bangga. Menyusul adanya usaha-usaha lembaga untuk merubah dan
mengembangkan segala kekurangan yang ada di dalam pesantren, baik
manajemen dan administrasinya maupun usaha menciptakan rasa
harmonis dan bekerjasama di lingkungan pesantren dengan berbagai
pendekatan. Pendekaan tersebut melalui strategi dakwah konstruktif
dengan mengedepankan aspek sosial kemasyarakatan.
4. Terdapat kesepakatan antara warga pesantren dari berbagai tingkatan
terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan.
Dengan berbagai teknik dan pendekatan dalam memberikan
informasi, penjelasan dan petunjuk pelaksanaan, pimpinan pesantren
beserta stafnya mampu membuat seluruh anggota (unsur SDM)
xcix
pesantren mau mendukung dan sepakat atas segala kebijakan yang
sedang maupun yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat dilakukan
dengan lancar karena kapandaian pemimpin dalam menjalankan
tugasnya, seperti halnya jika ada seorang atau beberapa orang yang
kurang sepakat atas suatu kebijakan, maka ia dipanggil untuk
mengungkapkan isi hatinya di hadapan pimpinan secara pribadi
sehingga ia bisa memahami maksud dan tujuan yang telah disepakati
bersama dan harus segera dilaksanakan.
5. Pesantren memberikan pelayanan yang paling baik terhadap
kepentingan masyarakat.
Dengan berbagai masukan dan saran dari seluruh masyarakat
pesantren Raudlatut Tholibin mampu memberikan pelayanan yang
sangat memuaskan, hal ini diakui oleh beberapa wali santri yang telah
dikonfirmasi oleh penulis. Selama ini orang tua santri merasakan
bahwa pesantren Raudlatut Tholibin ini selalu memberikan yang
terbaik buat santri.
Selain biaya yang murah, ternyata fasilitasnya pun lumayan
lengkap dibanding dengan sekolah-sekolah lain yang ada di Rembang.
Baik berupa gedung madrasah, ruang pertemuan, masjid, fasilitas
telepon, air bersih yang melimpah, lapangan sepak bola, dan lain-lain.
dan itu semua mampu memberikan manfaat bagi semua masyarakat
sekitar dan bahkan masyarakat luar daerah.
c
4.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dakwah dalam
Pengembangan Sumber Daya Pesantren
4.3.1 Faktor Pendukung
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah :
1. Mempunyai pemimpin yang cukup potensial dan kharismatis
sehingga memudahkan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang untuk berkembang dan membangun jaringan. Di
samping itu, peran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
dan lembaga dakwah dapat lebih mudah untuk direalisasikan,
karena didukung oleh sumberdaya yang memadai.
2. SDM yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang cukup memadai. Hal ini disebabkan karena SDM yang
dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin tidak hanya
didukung oleh SDM yang berasal dari keluarga pengasuh yang ahli
dalam bidang agama, namun juga di dukung oleh SDM luar, baik
dari unsur masyarakat sekitar maupun masyarakat umum yang
cukup mumpuni.
3. Sistem pendidikan yang diterapkan sangat menunjang untuk
mencetak kader-kader dakwah yang mengutamakan akhlakul
karimah dan kepedulian terhadap realitas dan kondisi masyarakat.
Di samping itu, pembekalan keterampilan yang diberikan kepada
para santri dapat ikut menunjang aktivitas dakwah yang akan
ci
dilaksanakan di masa yang akan datang, sehingga para santri siap
untuk mengemban misi dakwah sekaligus mampu bersikap
mandiri.
4. Minat santri dan dukungan masyarakat yang cukup besar. Kondisi
ini tentu saja sangat mendukung upaya pengembangan dan
pemberdayaan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang,
khususnya sebagai lembaga pendidikan dan sebagai lembaga
dakwah. Di samping itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga
diharapkan mampu berperan sebagai media solusi yang dihadapi
oleh umat mausia, terutama para santri dan masyarakat.
5. Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai, sehingga mampu
menunjang proses pendidikan dan upaya pengembangan Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin dalam konteksnya sebagai lembaga
dakwah.
4.3.2 Faktor Penghambat
1. Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang seringkali
dipahami sebagai lembaga tradisional sehingga pengelolaan atau
manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan bersifat
konvensional. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap
pola manajerial yang diterapkan, sehingga perlu dibenahi dan
dikembangkan kearah manajemen secara profesional.
2. Belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum) di Pondok
Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang sehingga para santri dan
cii
alumninya sangat kurang menguasai disiplin ilmu umum. Padahal
untuk melaksanakan aktivitas dakwah pada masa sekarang dan
utamanya di masa yang akan datang dibutuhkan keterampilan dan
keahlian, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang umum.
Oleh karena itu, ke depan harus ada inisiatif dan usaha untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang ada di Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin, baik yang berkaitan dengan ilmu agama
maupun disiplin ilmu pengetahuan umum.
3. Kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin sehingga
para santri dan alumni Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
Rembang kurang dapat mengimbangi perkembangan dunia luar.
Jika dibiarkan, kondisi ini akan menghambat aktivitas dakwah
yang dilaksanakan, terutama aktivitas dakwah di masa yang akan
datang.
4. Belum maksimalnya pendidikan keterampilan yang diberikan
karena masih terbatas hanya pada beberapa bidang, sehingga untuk
bidang-bidang yang lain belum tergarap. Oleh karena itu, ke depan
harus dipikirkan usaha untuk menciptakan keterampilan santri
dalam berbagai bidang agar dapat lebih fleksibel dalam
melaksanakan dakwah dan mampu mengikuti perkembangan
zaman.
ciii
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan mengenai "STRATEGI DAKWAH DALAM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)", dapat penulis ambil
kesimpulan sebagaimana berikut:
1. Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
sebagai upaya untuk pengembangan sumber daya yang dimilikinya adalah
dengan dakwah bil lisan, dakwah bil hal dan dakwah konstruktif yaitu
dengan beberapa cara:
a. Mendirikan lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah
Diniyah (Madin)
b. Mengadakan pengajian untuk masyarakat
c. Menyediakan KBIH Al-Ibriz bagi masyarakat
d. Menyediakan koperasi Al-Ibriz bagi santri dan masyarakat sekitar
e. Bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta
2. Implementasi strategi dakwah tersebut dalam pengembangan sumber daya
pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dilakukan mulai dari tahap
pendirian sampai pada partisipasinya dalam membantu masyarakat.
Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang
tersebut merupakan dakwah bil hal. Dakwah ini lebih menitip beratkan
pada aksi riil melalui kegiatan sosial kemasyarakatan.
civ
3. Faktor pendukung penerapan strategi dakwah dalam pengembangan
pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah
dukungan pengasuh yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat, SDM
yang dimiliki cukup memadai, sistem pendidikan yang diterapkan sangat
menunjang untuk mencetak kader-kader dakwah, minat santri dan
dukungan masyarakat yang cukup besar dan Sarana dan prasarana yang
ada cukup memadai.
Sedangkan faktor penghambat penerapan strategi dakwah di
pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya: pengelolaan
atau manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan masih bersifat
konvensional, belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum),
kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin dan belum
maksimalnya pendidikan keterampilan. Faktor-faktor tersebut sedikit
banyak menghambat proses dakwah dalam rangka pengembangan pondok
pesantren.
5.2 Saran-Saran
Suatu keyakinan dan keimanan yang paling fundamental dari fungsi
agama adalah pembebasan diri, baik pembebasan diri dari kebodohan,
kekufuran maupun kefakiran. Ini karena agama terkait dengan hubungan yang
sangat transenden dan pribadi antara manusia sebagai individu yang otonom
dengan Tuhan secara langsung. Kalau kemudian dari fungsi pembebasan diri
ini muncul kesadaran tentang pembebasan sosial, maka inilah yang
cv
seharusnya. Tetapi pada prinsipnya, agama jelas merupakan hak dan otonomi
individu dimana ia hanya diyakini dan dihayati oleh pribadi yang
bersangkutan yang orang lain tidak tahu dan tidak boleh melakukan intervensi.
Artinya Islam adalah agama penyelamat dan agama pembebas bagi
umat manusia dari ketertindasan. Oleh karena itu, pondok pesantren sebagai
lembaga dakwah harus mampu menjadi agent of change bagi masyarakat
dalam menghindarkan kekufuran, mengentaskan masyarakat dari kebodohan
dan kemiskinan. Dalam artinya dakwah yang dilakukan di pondok pesantren
tidak hanya bil lisan tapi juga bil hal melalui strategi dakwah konstruktif
dengan mengedepankan aspek pengembangan sosial kemasyarakatan.
5.3 Penutup
Mengakhiri skripsi ini, penulis memanjadkan puji syukur
Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak terutama kepada
pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan kesadaran telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kemampuan yang ada pada
penulis, maka saran dan kritik sangat diharapkan dari berbagai pihak demi
perbaikan dan kesempurna. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya. Terimakasih.
cvi
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2008. Agama, Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab SosialPesantren. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, Saefudin. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Bryson, John M.. 2001. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Cet. IV.Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).
Dewan Redaksi. 1993. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dhofier, Zamakhsari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Kyai.Jakarta: LP3ES.
Mas’ud, Abdurrahman, dkk. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah.Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan PustakaPelajar.
Gibson, James L. (et.al). 1997. Organisasi; Perilaku Struktur dan Proses. AlihBahasa: Nunuk Adiarni. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hasbullah. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
______. 1999. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah,Jakarta: PT Bumi Aksara.
Machendrawaty, Nanih dan Agus Ahmad Syafei, 2001, PengembanganMasyarakat Islam; Dari Tradisi, Strategi, Sampai Tradisi, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Madjid, Nurcholis. 1997. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan.Jakarta: Paramadina.
Margono. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta : Prasetya Widi Pratama.
cvii
Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo. 2004. Manajemen PondokPesantren. Jakarta: Diva Pustaka.
Nurhadi, Agus. 2007. Mengelola Modal Sosial untuk Pengembangan Madrasah.Semarang; Abshor.
Pimay, Awaludin. 2006. Metodologi Dakwah. Semarang: RaSAIL.
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.Bandung:Pustaka Setia.
Shaleh, Abd. Rosyad. 1986. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Surahmat, Winarno. 1970. Dasar dan Tehnik Research : Pengantar MetodeIlmiah. Bandung : Tasiro.
Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ikhlas.
Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI. 2003. PolaPemberdayaan Masyarakat melalui Pondok Pesantren. Jakarta:Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Depag RI.
Tjaya, Thomas Hidya. “Mencari Orientasi Pendidikan (Sebuah PerspektifHistoris)”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/824931.htm
Wahjosumidjo, 2001, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik danPermasalahannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wahyutomo. 1999. Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif MasaDepan. Jakarta: Guna Insani Press.
Winardi, 1994, Manajemen Konflik; Konflik Perubahan dan Pengembangan,Bandung: Mandar Maju.
Yuki, Gary. A.. 1994. Kepemimpinan dalam Organisasi. Penterjemah: JusufUdaya, Jakarta: Prenhallindo.
cviii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Suyati
Tempat/Tgl. Lahir : Rembang, 18 Oktober 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Ronggolawe RT. 2 RW. 3 Pasar Banggi Rembang
Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Negeri 01 Pasar Banggi lulus tahun 1999
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri Lasem lulus tahun 2001
3. Madrasah Aliyah Al-Muayyad Solo lulus tahun 2004
4. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2010
Demikian daftar riwayat hidup ini kami buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 21 Juni 2010
Penulis
S U Y A T I1105057