119
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH KABUPATEN BOGOR Oleh KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA H 24102071 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH

KABUPATEN BOGOR

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 2: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 3: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL TAPIOKA DI DESA KARANG TENGAH

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KEMAS BUYUNG FIKRY WARDHANA

H 24102071

Menyetujui, Juni 2006

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen

Tanggal Ujian : 6 Juni 2006 Tanggal Lulus :

Page 4: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

ABSTRAK

Kemas Buyung Fikry Wardhana H24102071. Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Desa Karang Tengah, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bogor, salah satunya sebagai sentra produsen ubikayu. Desa di Bogor yang merupakan sentra ubikayu ialah Desa Karang Tengah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi industri kecil (IK) tapioka dalam persaingan industri, mengidentifikasi kondisi IK tapioka saat ini, mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK tapioka dan merumuskan strategi yang tepat bagi IK tapioka.

Proses pengumpulan data menggunakan metodologi Penelitian Aksi Partisipatif atau Participatory Action Research (PAR). Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan 3 (tiga) metode yaitu wawancara, Focus Group Discussion (FGD) dan Resource Mapping. Data sekunder diambil dari instansi pemerintah dan pengambil kebijakan, serta sumber lainnya yang bersifat dokumenter.

Dalam input stage metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis lingkungan ekternal dan internal perusahaan melalui Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE) dan matriks Competitive Profile (CP). Dalam matching stage, untuk mengetahui posisi perusahaan dalam menghadapi persaingan dianalisis menggunakan matriks IE dan SWOT. Dan pengambilan keputusan alternatif strategi menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Nilai pada matriks IFE 2,173, dengan kekuatan paling besar ditunjukkan oleh faktor iklim kerja yang baik (nilai 0,264), serta kelemahan terbesar diperoleh dari faktor mutu produk dan harga yang kurang bersaing (nilai 0,096). Nilai pada matriks EFE 2,321, peluang utama ialah faktor kurangnya ancaman dari produk pengganti (nilai 0,325) dan ancaman terbesar ialah faktor cuaca dan kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi (nilai 0,116).

Pada matriks CP diketahui bahwa nilai Desa Karang Tengah didasarkan pada faktor penentu keberhasilan 2,239. Desa Cibuluh mendapatkan nilai 2,830, desa Ciluar mendapatkan nilai 3,112 dan Desa Kadumangu mendapatkan nilai 3,383. Pada matriks IE, posisi perusahaan terletak pada sel 5 yang berarti sebaiknya menggunakan strategi hold dan maintain, yang dalam pelaksanaannya terdapat strategi diversifikasi konsentrik, diversifikasi konglomerasi dan strategi pengembangan produk. Berdasarkan matriks QSP, nilai Total Atractive Score (TAS) tertinggi terletak pada strategi penggunaan teknologi yang efisien (nilai 5,515).

Page 5: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota pahlawan, Surabaya pada tanggal 30 Oktober

1984 dari pasangan Kemas Abdul Rochim dan Niken Lila Widyawati sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara.

Dalam pendidikan formal, dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai SMU,

penulis menghabiskan di sebuah kota kecil di Jawa Timur, yaitu Mojokerto.

Mengawali pada Taman Kanak-kanak Shandy Putera pada tahun 1989-1990,

setelah itu penulis melanjutkan pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kranggan III

dan lulus pada tahun 1996. Selepas dari Sekolah Dasar, penulis melanjutkan ke

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 hingga tahun 1999. Lalu

selepas itu penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Puri dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Manajemen Institut

Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa pendidikan, penulis aktif mengikut kegiatan dan organisasi

baik intra maupun ekstra kampus. Pada waktu kuliah, penulis pernah aktif di

Dewan Perwakilan Mahasiswa/Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga

Mahasiswa IPB (DPM/MPM KM IPB) sebagai anggota komisi keuangan. Pada

waktu di Fakultas pernah menjabat sebagai Sekjen Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB periode 2003/2004, anggota komisi

Internal DPM FEM IPB periode 2004/2005. Pada tataran ekstra kampus, pernah

menjabat sebagai Staf Departemen Komunikasi Umat HMI Cabang Bogor periode

2004/2005 (ressufle), Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Bogor

Komisariat FEM periode 2004/2005 dan Ketua Umum HMI Cabang Bogor

Komisariat FEM IPB 2005/2006 dan Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan

Mahasiswa Surabaya dan Sekitarnya (Himasurya). Selain di kelembagaan kampus

juga menjadi pegiat pada LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup yaitu

Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILI-NGO Movement) melalui

program Sahabat PILI.

Page 6: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya

melainkan atas izin-Nya. Ungkapan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

berjudul ”Analisis Strategi Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Desa Karang

Tengah Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sepenuhnya sadar akan

banyaknya dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung, oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis

ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H Musa Hubeis, MS. Dipl. Ing, DEA dan Farida Ratna Dewi SE,

MM sebagai dosen pembimbing yang telah memotivasi, mengarahkan dan

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Hardiana Widiyastuti, S.Hut, MM yang telah bersedia menjadi penguji

pada sidang skripsi, sehingga ujian sidang dapat terlaksana.

3. Seluruh staf pengajar Departemen Manajemen yang telah memberikan ilmu

dan pengetahuan kepada penulis.

4. Kedua orang tuaku Kemas Abdul Rochim, MM dan Niken Lila Widyawati,

S.Pd serta adik-adikku Oby dan Ica, yang telah mendoakan dan terus

memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis. Semoga penulis

dapat memberikan yang terbaik untuk membalas semuanya.

5. Dhesy Purwandhany, yang tak pernah lelah untuk memberikan inspirasi dan

perhatiannya selama proses skripsi.

6. Pusat Informasi Lingkungan Indonesia selaku LSM yang telah memberikan

data dan informasi mengenai Desa Karang Tengah.

7. Mas Thomas dan Mas Bogel yang telah membantu dalam pelaksanaan teknis

penelitian ini.

8. Seluruh kawan-kawan di kelas Manajemen Angkatan 39 untuk warna-warni

persahabatan, dan kerjasamanya selama 4 tahun kuliah di IPB.

Page 7: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

9. Rini, Mimi, Novianti, Nani, Griselda, Ade Holis dan rekan-rekan di HMI

khususnya HMI Komisariat FEM yang telah membantu dalam meringankan

beban skripsi. Terima kasih banyak untuk semuanya.

10. Teman-teman Perumdos, Arya, Ihsan, Aghi, Gempar, Andri, Hendra, Nanto

Denden, Mpu atas semua bantuannya.

11. Berbagai pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga

penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan masukan yang konstruktif, agar

skripsi ini berguna bagi orang banyak, khususnya para pengusaha kecil yang

bergerak di sektor pertanian. Semoga.

Bogor, Juni 2006

Penulis

Page 8: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... . 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6

2.1. Definisi Industri kecil .............................................................................. 6 2.2. Karakteristik dan Manfaat Tapioka ......................................................... 7 2.3. Definisi dan Konsep Perumusan Strategi ................................................ 7 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................................... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 10

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................................. 10 3.2. Pengambilan Contoh .............................................................................. 12 3.3. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 14 3.4. Definisi Operasional .............................................................................. 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 18

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ...................................................... 18 4.1.1. Desa Karang Tengah ..................................................................... 18 4.1.2. Karakteristik Tanaman Singkong dan Hubungannya Dengan

Ekosistem Desa Karang Tengah .................................................... 23 4.1.3. Sejarah Industri Kecil Tapioka ..................................................... 24 4.1.4. Profil Responden .......................................................................... 26 4.1.5. Lokasi Industri Kecil Tapioka di Desa Karang Tengah ............... 26 4.1.6. Aspek Teknis dan Teknologi ........................................................ 27 4.1.7. Proses Pembuatan Tapioka ........................................................... 30 4.1.8. Aspek Manajemen ........................................................................ 33

4.2. Proses Perumusan Strategi...................................................................... 37 4.2.1. Peumusan Strategi Industri Kecil Tapioka ................................... 37 4.2.2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri........................ 49 4.2.3. Tahap Masukan.............................................................................. 55

4.2.4. Tahap Pencocokan ......................................................................... 59 4.2.4.1. Matriks IE ......................................................................... 59 4.2.4.2. Matriks SWOT ................................................................. 61

Page 9: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

4.2.5. Tahap Keputusan .......................................................................... 67

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 68

1. Kesimpulan ..................................................................................................... 68

2. Saran ................................................................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70

LAMPIRAN........................................................................................................ 72

Page 10: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Perkembangan penyerapan tenaga kerja menurut kelompok usaha pada tahun 2000 dan 2003 ....................................................................................... 2

2. Daftar pembeli tapioka yang diproduksi oleh pengusaha tapioka di Bogor . 36

3. Standar mutu tapioka SNI 01-3451-1994 ..................................................... 41

4. Hasil analisis matriks IFE ............................................................................. 56

5. Hasil analisis matriks EFE ............................................................................ 58

6. Matriks CP .................................................................................................... 59

7. Matriks SWOT .............................................................................................. 66

Page 11: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Model manajemen strategik ........................................................................... 8

2. Kerangka pemikiran penelitian ..................................................................... 12

3. Matriks IE ..................................................................................................... 16

4. Pola distribusi poduk ekonomi dari Desa Karang Tengah ke luar daerah ataupun sebaliknya......................................................................................... 22

5. Diagram alir pembuatan tapioka ................................................................... 33

6. Hasil Matriks IE ............................................................................................ 61

Page 12: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuesioner penelitian ..................................................................................... 73

2. Profil responden ............................................................................................ 77

3. Penentuan bobot ............................................................................................ 78

4. Penentuan bobot faktor strategik internal IK tapioka di Desa Karang Tengah.................................................................................. 79

5. Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor internal industri ................... 80

6. Penentuan bobot faktor strategik eksternal IK tapioka di Desa Karang Tengah ................................................................................. 82

7. Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor eksternal industri ................. 83

8. Penentuan rating ........................................................................................... 85

9. Penentuan rating strategik internal IK tapioka di Desa Karang Tengah ....... 87

10. Hasil pengisian kuesioner penilaian rating faktor internal industri .............. 88

11. Penentuan rating faktor strategik eksternal IK tapioka di Desa Karang Tengah ................................................................................. 90

12. Hasil pengisian kuesioner penelitian rating faktor eksternal industri ........... 91

13. Kuesioner penelitian penentuan strategi terpilih dengan QSPM .................. 93

14. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi diversivikasi konsentrik ................................................................................ 94

15. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi diversivikasi konglomerasi ........................................................................... 96

16. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi pengembangan produk................................................................................... 98

17. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi penggunaan teknologi yang efisien dalam proses produksi ........................ 100

18. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi ................................. 102

19. Hasil matriks QSP ....................................................................................... 104

Page 13: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia yang terlalu menitikberatkan pada usaha

ekonomi skala besar telah meletakkan ekonomi Indonesia pada krisis

ekonomi yang berkepanjangan hingga saat ini. Sebagian besar bahan baku

industri berskala besar di Indonesia masih bergantung kepada impor. Oleh

karena itu ketika krisis ekonomi melanda, maka biaya bahan baku ikut

melambung tinggi akibat nilai rupiah pada waktu itu terlalu berfluktuatif.

Dengan ikut terpuruknya sektor perbankan dan meningkatnya bunga

pinjaman, telah memperparah sektor usaha dari segi permodalan, khususnya

industri berskala besar. Industri kecil memang turut terpengaruh dampak

dari krisis tersebut, tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena sektor

tersebut relatif sedikit menggunakan bahan baku impor.

Anggaran belanja pemerintah setiap tahunnya dianggarkan 93%

untuk usaha berskala besar dan sisanya (7%) untuk usaha kecil menengah

(Dinsi, 2004). Padahal pada tahun 2000-2003 peranan industri kecil

menengah (IKM) dalam meningkatkan nilai tambah telah meningkat dari

54,51% pada tahun 2000 menjadi 56,72% pada tahun 2003, di sisi lain

usaha berskala besar mengalami penurunan dari 45,49% pada tahun 2000

menjadi 43,28% pada tahun 2003. Selain itu pada tahun 2003, pertumbuhan

ekonomi usaha mikro dan kecil (UMK) sebesar 4,1%, usaha menengah

tumbuh 5,1%, sedang usaha besar hanya tumbuh 3,5%. Pertumbuhan usaha

mikro, kecil dan menengah telah meningkatkan kontribusi usaha mikro,

kecil dan menengah untuk pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2,37%

dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,1% (Departemen

KUKM, 2004).

Dari segi penyerapan tenaga kerja, usaha mikro kecil dan menengah

(UMKM) merupakan kelompok usaha yang lebih banyak menyerap tenaga

kerja apabila dibandingkan dengan kelompok industri berskala besar. Hal

tersebut menandakan bahwa kelompok usaha kecil dan menengah (UKM)

merupakan sebuah jawaban bagi perekonomian Indonesia, sekaligus perlu

Page 14: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

dikembangkan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah untuk

membangun struktur perekonomian yang lebih berkeadilan bagi rakyat

Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan penyerapan tenaga kerja menurut kelompok usaha pada tahun 2000 dan 2003

No Skala Usaha 2000 2003 Pertumbuhan

1 Usaha Mikro dan Kecil (UMK : unit)

62.856.765 (88,79%)

70.282.178 (88,43%)

7.425.413 (11,81%)

2 Usaha Menengah (UM : unit)

7.550.674 (10,67%)

8.754.615 (11,02%)

1.203.941 (15,94%)

3 Usaha Besar (UB : unit)

382.438 (0.54%)

438.198 (0,55%)

55.760 (14,58%)

Jumlah Tenaga Kerja 70.789.877 (100%)

79.474.991 (100%)

8.685.114 (12,27%)

Sumber: Departemen KUKM, 2004.

UMK umumnya memiliki keunggulan dalam bidang yang

memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan padat karya, seperti pertanian

tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, dan

restoran. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan

kelompok usaha yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap struktur

PDB (16,89%) dan sektor tersebut didominasi oleh kelompok usaha kecil,

maka sektor ini harus dikembangkan.

Dalam era otonomi daerah (otoda), masing-masing daerah berusaha

untuk mengembangkan potensi daerahnya. Salah satu daerah yang

mengembangkan potensinya adalah Kabupaten Bogor. Pengembangan

UMKM dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya

yang dimiliki Kabupaten Bogor, salah satunya sebagai sentra produsen

ubikayu (Hafsah, 2003).

Produsen ubikayu tersebar di tiap desa dari 10 kecamatan di wilayah

Bogor, yaitu Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu,

Klapanunggal, Gunung Putri, Citereup, Cibinong, Bojonggede dan Kemang

(Firdaus, 2002). Ubikayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan

Page 15: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

yang prospektif untuk dikembangkan, baik sebagai bahan pangan, bahan

baku industri maupun komoditi ekspor.

Dalam perspektif ekonomi, ubikayu (Manihot utilissima) juga

mempunyai keunggulan. Ekspor ubikayu Indonesia dalam bentuk gaplek

(keratan ubikayu yang dikeringkan), tepung gaplek, ataupun tepung tapioka

cukup meyakinkan dan dapat bersaing, seperti gaplek Indonesia sangat

terkenal di mancanegara, terutama di Masyarakat Eropa (ME), sehingga

harganya mampu bersaing dengan produk sejenis dari beberapa negara di

Afrika, juga dari India dan Thailand, yaitu rataan dengan harga 65-75 dollar

AS/ton, dan meningkat sampai 130 dollar AS/ ton, padahal produk yang

sama dari India, Thailand, dan negara-negara di Afrika, hanya mencapai 60

dollar AS/ ton dan tidak lebih dari 80 dollar AS/ton (Suriawiria, 2002).

Produksi ubikayu di kabupaten Bogor berada di atas rataan produksi

nasional. Rataan produksi nasional berada pada 9,4 ton per hektar

(Suriawiria, 2002), sedangkan di Kabupaten Bogor mencapai 18,9 ton per

hektar (Hafsah, 2003). Hal tersebut menandakan bahwa, Kabupaten Bogor

merupakan sentra ubikayu yang perlu dikembangkan.

Ditinjau dari perspektif ketahanan pangan, kondisi pangan di

Indonesia masih dihadapkan pada ketergantungan kepada beras. Impor beras

di tahun 1998, sebesar 5,8 juta ton dan 4 juta ton pada tahun 1999, serta

rataan 2 juta ton/tahun, telah menjadikan Indonesia sebagai importir beras

terbesar di dunia (Husodo, 2002). Dalam kondisi seperti ini, tepat kiranya

apabila Indonesia menerapkan diversifikasi pangan dengan sumber daya

lokal. Dalam diversifikasi pangan, ubikayu sangat potensial peranannya.

Kandungan ubikayu atau ketela pohon atau ubikayu, mempunyai kandungan

karbohidrat cukup tinggi (32.4) dan kalori 567,0 dalam 100 g ubikayu.

Maka ubikayu dapat dipakai sebagai pengganti beras (LIPI, 2006), atau

dengan kata lain, ketergantungan pada beras harus sedikit demi sedikit

dikurangi.

Salah satu produk olahan dari ubikayu adalah tepung tapioka yang

dapat digunakan sebagai bahan makanan atau pakan ternak. Pembuatan

tepung tapioka ini relatif sederhana, tidak memerlukan modal kerja dan

Page 16: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

sumber daya manusia (SDM) yang terlalu banyak. Oleh karena itu, pada

kegiatan produksi sampai pemasaran dapat digolongkan sebagai industri

kecil (IK). IK tersebut diharapkan dapat mengangkat keadaan ekonomi

melalui penyerapan tenaga kerja.

Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang merupakan

salah satu lokasi produksi ubikayu dan IK tapioka (Veriasa, 2005), tetapi

pengelolaannya masih belum optimal. Misalnya, jarang sekali UK tapioka

yang menggunakan mesin dalam mengubah ubikayu menjadi tapioka,

sehingga menyebabkan kuantitas produksinya kalah dengan UK tapioka di

daerah lain yang menggunakan mesin dalam proses produksinya. Selain itu,

produk olahan ubikayu berupa tapioka hanya dijual berupa tepung tapioka

mentah dan ampas, padahal tapioka tersebut akan bernilai ekonomi lebih

besar jika diolah lebih lanjut. Dari sisi SDM, desa Karang Tengah dapat

dikatakan desa yang relatif tertinggal apabila dibandingkan dengan desa

lain. Hal ini menyebabkan keterbatasan pengetahuan tentang pengolahan

tapioka yang baik dan efisien secara ekonomi. Jika ditinjau secara lokasi,

desa Karang Tengah tidaklah jauh dari kota Bogor maupun Jakarta sebagai

pusat dari sumber daya teknologi yang dapat membantu mengangkat potensi

IK tersebut, yang menjadi masalah ialah infrastruktur yang jelek telah

mengakibatkan transportasi tidak lancar dan apabila menggunakan jasa

transportasi, maka diperlukan biaya relatif besar (Veriasa, 2005).

Untuk memajukan IK tapioka di desa Karang Tengah diperlukan

suatu strategi yang tepat dan benar agar dapat bertahan dan bersaing,

sehingga nantinya akan menciptakan suatu nilai tambah produk,

menciptakan sumber pendapatan bagi penduduk dan dapat berkontribusi

terhadap negara melalui perannya sebagai UKM.

1.2. Perumusan Masalah

IK merupakan jawaban bagi kondisi perekonomian Indonesia yang

terlalu menitikberatkan pada industri berskala besar, karena IK telah

berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi Indonesia, baik melalui indikator

pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto (PDB) maupun penyerapan

tenaga kerja. Sebagai ilustrasi, sektor pertanian sebagian besar didominasi

Page 17: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

oleh kelompok usaha kecil (UK), maka sektor ini perlu diperhatikan dan

dikembangkan. Kabupaten Bogor yang merupakan sentra ubikayu dan

produk olahannya, yaitu tepung tapioka sudah semestinya untuk

mengembangkan hasil pertanian tersebut yang sebagian besar berasal dari

UK.

Dari hal yang telah dikemukakan, maka dapat disusun perumusan

masalah yang diteliti, yaitu :

1. Bagaimana kondisi dan posisi IK tapioka di desa Karang Tengah,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor ?

2. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK tapioka di desa

Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor?

3. Rumusan strategi apakah yang tepat bagi IK tapioka di desa Karang

Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kondisi dan posisi IK tapioka di desa Karang Tengah,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor dalam persaingan

industri.

2. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi IK

tapioka di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang,

Kabupaten Bogor.

3. Merumuskan strategi yang tepat bagi IK tapioka di desa Karang Tengah,

Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

Page 18: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Industri Kecil

Pembahasan UKM mengenai pengelompokan jenis usaha meliputi

usaha industri dan usaha perdagangan. Definisi usaha kecil mencakup paling

tidak dua aspek, yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek

pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap

dalam gugusan atau kelompok perusahaan tersebut (Partomo dan

Soejoedono, 2004).

Departemen KUMKM (2004) mendefinisikan UK sebagai kegiatan

ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus

juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah).

c. Milik Warga Negara Indonesia.

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung

maupun tidak langsung dengan UM atau UB.

e. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum (termasuk koperasi).

Selain itu, Industri ini memiliki total aset maksimal Rp 600 juta, termasuk

rumah dan tanah yang ditempati dengan tenaga kerja dibawah 250 orang

dikategorikan sebagai industri kecil (KADIN dalam Suhendar, 2002).

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang UK,

kriterianya dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimiliki, yaitu :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha)

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar/tahun.

Page 19: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

2.2. Karakteristik dan Manfaat Tapioka

Ubikayu (Manihot utilissima) disebut juga ubikayu atau ketela

pohon, mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi, yaitu 32,4 dan

kalori 567,0 dalam 100 g ubikayu. Dengan demikian ubikayu dapat dipakai

sebagai pengganti beras. Aneka olahan dan bahan baku ubikayu cukup

beragam, mulai dari makanan tradisional seperti makanan getuk, timus,

keripik, gemblong, putu, dll. Produk olahan ubikayu dalam industri dapat

digolongkan menjadi tiga, yaitu hasil fermentasi ubikayu (tape/peuyem),

ubikayu yang dikeringkan (gaplek) dan tepung ubikayu atau tepung tapioka.

Tepung tapioka digunakan dalam industri makanan atau pakan ternak,

dekstrin dan glukosa (gula). Dekstrin digunakan dalam industri tekstil,

industri farmasi, atau industri lain. Sedangkan glukosa digunakan dalam

industri makanan, dan industri kimia seperti etanol, dan senyawa organik

lainnya (LIPI, 2006). Selain kegunaan tersebut, tapioka digunakan sebagai

bahan baku kerupuk (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman

Pangan, 2003).

2.3. Definisi dan Konsep Perumusan Strategi

Manajemen strategik sangat dibutuhkan perusahaan untuk mengetahui

posisinya pada suatu industri, dan selanjutnya merumuskan kebijakan yang

tepat untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya guna mencapai

tujuan perusahaan. Stephanie K. Marrus dalam Umar (2003) menyebutkan

bahwa strategi ialah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang

berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu

cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai. Dirgantoro

(2004) mengartikan bahwa manajemen strategi sebagai suatu proses

berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan sesuai

dengan lingkungannya. David (2003) mendefinisikan manajemen strategis

sebagai ilmu tentang perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan-

keputusan lintas fungsi (pemasaran, keuangan, SDM, produksi/operasi,

penelitian dan pengembangan, sistem informasi) yang memungkinkan

organisasi mencapai tujuannya. Pearce dan Robinson (1997) mendefinisikan

manajemen strategik sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang

Page 20: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi)

rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran

perusahaan.

Perumusan strategi merupakan tahap yang harus dilalui dalam

manajemen strategis sebelum tahap penerapan dan evaluasi strategi.

Indentifikasi visi, misi dan tujuan merupakan awal yang harus dilalui dalam

perumusan strategi, lalu mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal

organisasi dalam menetapkan tujuan jangka panjangnya melalui perumusan

strategi yang tepat. Proses manajemen strategi melingkupi proses

perumusan, pelaksanaan dan evaluasi strategi (Gambar 1).

Feedback

Gambar 1. Model manajemen strategik (David, 2004)

Membuat pernyataan

visi dan misi

Melakukan audit

eksternal

Membuat, mengevalu

asi dan memilih strategi

Melaksanakan

strategi isu-isu

manajemen

Melaksanakan

strategi Isu-isu

pemasaran, keuangan, akuntansi,

litbang, dan SIM

Melakukan audit

internal

Menetapkan tujuan jangka

panjang Mengukur

dan mengevalua

si kinerja

Perumusan strategi Pelaksanan strategi Evaluasi strategi

Page 21: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

Kesenja (2005) menyatakan bahwa faktor yang menentukan permintaan

tapioka kasar ialah faktor pendapatan usaha tapioka dan penawaran tapioka

kasar. Penawaran tepung tapioka kasar adalah tersedianya tapioka kasar

yang diproduksi oleh pengusaha tapioka kasar. Apabila faktor cuaca, harga

dan permodalan tidak mendukung, maka produksi tapioka kasar akan

berkurang untuk sementara waktu.

Firdaus (2002) melakukan penelitian tentang strategi pemasaran

koperasi tapioka sebagai perusahaan yang membeli tapioka kasar dari

industri kecil tapioka kasar dan mengubahnya menjadi tapioka halus,

menyatakan bahwa faktor yang menjadi peluang terbesar industri tapioka

ialah potensi pasar yang besar dan tingginya permintaan tapioka. Industri

pengolahan tapioka halus sebaiknya menerapkan strategi integrasi ke

belakang dengan pengadaan unit bisnis tapioka basah, mempertahankan dan

meningkatkan kualitas dan diferensiasi produk, mengoptimalkan kegiatan

penelitian dan pengembangan pasar untuk mendukung proses produksi dan

produk-produk bermutu, mempertahankan dan meningkatkan volume

penjualan dengan melakukan penetrasi pasar.

Purba (2002) menyatakan bahwa pendapatan IK tapioka dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu skala usaha yang meliputi banyaknya tenaga

kerja, besarnya modal dan jumlah produksi. Selain itu juga dipengaruhi oleh

harga dan biaya usaha.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, penelitian tentang strategi IK

tapioka kasar perlu untuk dilaksanakan, agar industri tapioka khususnya di

Desa Karang Tengah memiliki daya saing.

Page 22: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

IK tapioka perlu dikembangkan, karena berbasis sumber daya lokal,

yaitu ubikayu, sedikit banyak akan menyerap tenaga kerja di sekitarnya dan

berkontribusi positif terhadap perekonomian negara. Upaya untuk

mengembangkan IK tersebut memerlukan strategi yang tepat. Langkah

pertama mengetahui secara rinci tentang gambaran industri tapioka di desa

Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Dengan

mengetahui gambaran industri, dapat digambarkan misi dan tujuan

organisasi. Misi merupakan pernyataan yang menyebutkan mengapa

perusahaan harus ada, sedangkan tujuan merupakan hasil akhir yang ingin

dicapai oleh perusahaan. Misi dan tujuan memiliki kedudukan penting,

karena keduanya dapat menuntun agar strategi yang dikembangkan dapat

sesuai dengan misi dan tujuan akhir perusahaan.

Langkah berikutnya menganalisis lingkungan internal dan eksternal

dari industri tapioka. Lingkungan internal dapat digambarkan dengan

kekuatan dan kelemahan industri, sedangkan analisis eksternal direfleksikan

oleh peluang, ancaman industri, ketersediaan lahan di desa tersebut dan

dampak pengembangan IK tapioka terhadap lingkungan perdesaan (batasan-

batasan pengembangan, misalnya intensifikasi atau ekstensifikasi).

Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan utama pesaing

dalam hubungannya dengan posisi strategis industri. Pengidentifikasian

tersebut dijabarkan dalam matriks Competitive Profile (matriks CP).

Perbandingan tersebut dapat memberikan informasi relevan tentang strategi

internal yang penting. Tahap selanjutnya memadukan antara analisis

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman industri dalam bentuk analisis

Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT). Dengan analisis

SWOT dapat dikembangkan 4 tipe strategi, yaitu strategi kekuatan dan

peluang (SO), kelemahan dan peluang (WO), kekuatan dan ancaman (ST),

serta kelemahan dan ancaman (WT). Selanjutnya memposisikan suatu

Page 23: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

perusahaan ke dalam matriks yang terdiri dari 9 sel yang disebut matriks

Internal Eksternal (IE).

Keluaran dari alternatif strategi tersebut akhirnya dipilih strategi

yang terbaik melalui matriks Quantitative Strategic Planning Matrix

(QSPM). Output matriks QSPM berbentuk skor. Skor tertinggi merupakan

prioritas utama untuk diterapkan, sehingga dihasilkan umpan balik yang

akan dipertimbangkan dalam penentuan visi dan misi berikutnya. Dengan

dipilihnya strategi terbaik dan manfaat dari IK tapioka sebagai penyedia

lapangan kerja bagi masyarakat, maka diharapkan IK tapioka di desa Karang

Tengah dapat bersaing dengan IK berbahan baku ubikayu lain maupun yang

sejenis di daerah lain, sehingga pada gilirannya dapat mensejahterakan

masyarakat disekitarnya.

Page 24: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

3.2. Pengambilan Contoh

Penelitian ini diadakan di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan

Madang, Kabupaten Bogor yang merupakan sentra produksi tapioka di

wilayah Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

sampai Mei 2006.

Menurut Sugiyono (1999), jumlah responden pada penelitian

deskriptif paling tidak sebnyak 10% dari jumlah populasi atau 20% untuk

jumlah populasi yang sedikit. Jumlah pengusaha tapioka kasar di Desa

Karang Tengah sebanyak 40 UK. Oleh karena itu, contoh yang diambil

sebanyak tujuh. Yang akan dijadikan responden pada penelitian ini ialah

IK yang dikembangkan : - berbasis bahan baku lokal - banyak menyerap tenaga kerja

berpengaruh positif terhadap negara (pendapatan dari pajak)

IK tapioka

Misi, visi dan tujuan organisasi

Analisis lingkungan internal

Analisis lingkungan eksternal

Analisis SWOT Matriks IE

Penentuan strategi alternatif terbaik melalui matriks QSPM

Identifikasi kekuatan dan kelemahan pesaing (matriks CP)

Page 25: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

para pengusaha tapioka (7 orang), pengambil kebijakan (2 orang) dan

pengusaha pengolahan tapioka halus (2 orang).

Proses pengumpulan data menggunakan metodologi Penelitian Aksi

Partisipatif (PAP) atau Participatory Action Research (PAR), yaitu sebuah

metode yang melibatkan dan sekaligus mendorong masyarakat mengenali

potensi dan permasalahan (usaha kecil ubikayu) yang ada di desa sehingga

masyarakat berinisiatif untuk melakukan tindakan penyelesaian masalahnya

sendiri.

Penelitian Aksi Partisipatif (PAP) ini akan melalui beberapa tahapan

yaitu tahap pra kondisi, tahap pengumpulan data dan tahap validasi data.

Tahap pra kondisi dimulai dengan merancang proses dimana masyarakat

terlibat dalam penelitian ini. Berikutnya, sosialisasi akan dilakukan untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tujuan penelitian serta

manfaatnya bagi masyarakat.

Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua yaitu pengumpulan

data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan 3

(tiga) metode, yaitu :

1. Wawancara langsung dengan obyek penelitian alat bantu kuesioner

(Lampiran 1) kepada para pengusaha tapioka dan pihak yang terkait

dalam penelitian ini.

2. Focus Group Discussion (FGD), yaitu diskusi kelompok terfokus yang

melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri tapioka.

3. Resource Mapping adalah kajian lapang bersama masyarakat untuk

memetakan potensi dan permasalahan sumber daya (ubikayu).

Sedangkan data sekunder diambil dari instansi pemerintah dan

pengambil kebijakan, yang berkaitan dengan penelitian seperti

Depperindag, BPS, Pemkab Bogor, Pemerintah Desa maupun Pusat

Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) sebagai LSM yang selama ini

menjadikan desa Karang Tengah sebagai desa binaan.

Tahap validasi data adalah sebuah proses untuk melakukan cross

check dan verifikasi kebenaran data yang telah dikumpulkan. Proses ini

mengunakan metode Focus Group Discussion (FGD), yaitu diskusi

Page 26: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

kelompok terfokus yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam industri tapioka. Secara umum, data pada penelitian ini ialah data

kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk

tabel, diagram dan grafik sedangkan data kualitatif akan dijelaskan secara

deskriptif.

3.3. Pengolahan dan Analisis Data

Proses penentuan strategi dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu

tahap pengumpulan data atau input stage, tahap pencocokan atau matching

stage dan terakhir adalah tahap pengambilan keputusan atau decision stage.

Rincian dari proses penentuan strategi adalah :

a. Pengumpulan Data

Pada tahap ini, data yang diambil berkaitan dengan visi, misi,

tujuan organisasi, faktor internal industri, yaitu kelemahan dan kekuatan

industri, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan

ancaman industri. Data aspek internal organisasi digali dari beberapa

fungsional dan dapat dikontrol oleh perusahaan seperti aspek

manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi dan

produksi/operasi. Sedangkan data dari aspek eksternal dikumpulkan

untuk menganalisis peubah yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan

seperti aspek ekonomi, sosial budaya, hukum, stabilitas politik,

teknologi dan data eksternal lainnya. Hal ini penting, karena faktor

eksternal akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung

terhadap perusahaan.

Data tentang faktor internal akan dirumuskan dalam sebuah

matriks yang dinamakan matriks IFE dan data tentang faktor eksternal

akan dirumuskan dalam matriks EFE. Selain itu juga akan dipergunakan

matriks CP yang berguna untuk mengetahui posisi industri kecil tapioka

di Desa Karang Tengah dengan industri lain yang sejenis di desa lain

berdasarkan faktor penentu keberhasilan tertentu.

b. Pencocokan Data

Tahap pencocokan data merupakan tahap dimana terdapat usaha

untuk mengkombinasikan antara sumber daya internal dengan peluang

Page 27: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

dan risiko yang terdapat pada faktor-faktor eksternal. Pada tahap ini

digunakan perangkat berikut :

a. Analisis SWOT

Analisis ini merupakan model untuk merumuskan alternatif strategi

yang dikombinasikan dari data internal dan eksternal organisasi.

Alternatif strategi tersebut ialah strategi kekuatan-peluang (strategi

SO) strategi kelemahan-peluang (strategi WO), strategi kelemahan-

ancaman (strategi WT) dan strategi kekuatan-ancaman (strategi ST).

Penjabaran dari alternatif strategi adalah :

i. Strategi SO : strategi untuk mengerahkan segala kekuatan

organisasi dalam merebut peluang yang terjadi di eksternal

organisasi (strategi ofensif).

ii. Strategi WO : strategi untuk meminimalkan kelemahan dalam

merebut peluang yang ada (strategi defensif atau konsolidasi).

iii. Strategi WT : strategi meminimalkan kelemahan agar terhindar

dari ancaman eksternal (strategi diversifikasi).

iv. Strategi ST : strategi ini diterapkan dengan mengerahkan seluruh

kekuatan yang ada untuk mengatasi ancaman yang ada (strategi

diferensiasi).

b. Matriks IE

Matriks IE menempatkan suatu organiasi ke dalam 9 sel, yang

didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi

bobot pada sumbu X dan total EFE yang diberi bobot pada sumbu

Y. Pada sumbu X matriks IE, total nilai IFE yang dibobot dari 1,0 -

1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai 2,0 - 2,99

dianggap sedang, sedangkan nilai 3,0-4,0 dianggap kuat. Demikian

pula dengan sumbu Y, total nilai EFE diberi bobot dari 1,0-1,99

dianggap rendah, nilai 2,0-2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0-4,0

dianggap tinggi.

Page 28: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

4,0 Kuat (3,0-4,0) 3,0 Rataan (2,0-2,99) 2,0 lemah (1,0-1,99) 1,0

Tinggi 3,0 - 4,0

3,0 Sedang

2,0 - 2,99

2,0

Rendah 1,0 - 1,99

1,0

Gambar 3. Matriks IE (David, 2003)

c. Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini, strategi alternatif terbaik akan diputuskan melalui

metode QSPM. Metode tersebut secara obyektif menunjukkan strategi

alternatif yang paling baik karena metode QSPM menggunakan

masukan dari analisis tahap pertama yaitu tahap masukan dan hasil

analisis tahap pencocokan (David, 2004). Beberapa langkah untuk

mengembangkan QSPM adalah :

1) Membuat daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan

kekuatan/kelemahan internal kunci dari perusahaan di kolom kiri

QSPM

2) Memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal

3) Memeriksa matriks-matriks pada tahap pencocokan dan mengenali

strategi alternatif yang harus dipertimbangkan organisasi untuk

diterapkan.

4) Menentukan Nilai Daya Tarik atau Atractiveness Score (AS) yang

didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif

masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternatif tertentu.

5) Menghitung Total Nilai Daya Tarik atau Total Atractiveness Score

(TAS)

I (Strategi Intensif)

II (Strategi Intensif)

III (Hold dan Maintain)

IV (Strategi Intensif)

V (Hold dan Maintain)

VI (Harvest dan Divestiture)

VII (Hold dan Maintain)

VIII (Harvest dan Divestiture)

IX (Harvest dan Divestiture)

Page 29: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

6) Menghitung jumlah Total Nilai Daya Tarik (TAS). Jumlah TAS

mengungkapkan strategi yang paling menarik dari masing-masing

rangkaian alternatif.

3.4. Definisi Operasional

Pada penelitian ini digunakan beberapa istilah yang akan dijelaskan

sebagai berikut :

a. Diversifikasi Konglomerasi adalah strategi untuk menambah produk

baru dan tidak terkait dengan produk atau jasa lama.

b. Diversifikasi Konsentrik adalah strategi untuk menambah produk atau

jasa baru, namun masih terkait dengan produk atau jasa lama.

c. Focus Group Discussion (FGD) adalah diskusi kelompok terfokus yang

melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Matriks Competitive Profile (CP) adalah matriks yang digunakan untuk

mengidentifikasi pada pesaing utama perusahaan mengenai kekuatan

dan kelemahan utama mereka dalam hubungannya dengan posisi

strategis perusahaan.

e. Matriks External Factor Evaluation (IFE) adalah matriks yang

digunakan untuk mengevaluasi faktor eksternal industri.

f. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) adalah matriks yang

digunakan untuk mengevaluasi faktor internal industri.

g. Matriks Internal External adalah matriks yang bertujuan untuk

memposisikan perusahaan kedalam matriks yang terdiri dari sembilan

sel.

h. Matriks SWOT adalah matriks yang menghasilkan beberapa alternatif

strategi seperti strategi SO (ofensif), WO (defensif/konsolidasi), ST

(diferensiasi), dan WT (diversifikasi).

i. Matriks Quantitative Strategic Planing adalah matriks yang digunakan

untuk menentukan kemenarikan relatif dari pelaksanaan strategi

alternatif.

j. Participatory Action Research (PAR) adalah metode yang melibatkan

sekaligus mendorong masyarakat mengenali potensi dan

Page 30: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

permasalahannya, sehingga memiliki inisiatif untuk melakukan tindakan

penyelesaian masalahnya sendiri.

k. Resource Mapping adalah kajian lapang bersama masyarakat untuk

memetakan potensi dan permasalahan sumber daya (ubikayu).

Page 31: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1. Desa Karang Tengah

Desa Karang Tengah terletak didalam wilayah administratif

kecamatan Babakan Madang kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

dan merupakan desa yang paling luas se-kecamatan Babakan

Madang dari sembilan desa yang ada, yaitu 28.590 m2. Kondisi

wilayah desa Karang Tengah sangat beragam mulai dari daerah

dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian mencapai

1.529 m dari permukaan laut. Batas-batas desa Karang Tengah

adalah sebagai berikut, sebelah utara berbatasan dengan desa

Hambalang, sebelah selatan berbatasan dengan desa Bojong

Koneng, sebelah barat berbatasan dengan desa Sumur Batu dan

sebelah timur berbatasan dengan desa Cibadak. Secara administratif

wilayah, desa Karang Tengah terbagi atas 3 Dusun dan 11 RW.

Wilayah ini dibagi lagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat,

yakni 45 RT, yang menyebar di 13 kampung.

Desa Karang Tengah didalamnya terdapat sebagian kawasan

Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) yang termasuk

hutan dataran rendah dan merupakan wilayah kerja Balai Konservasi

Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat I. Taman Wisata Alam

Gunung Pancar ini mempunyai luas 447,5 Ha dan berbatasan

langsung dengan:

Sebelah Utara : Kampung Ciburial, Sukamantri dan Leuwigoong

Sebelah Timur : Kampung Cimandala

Sebelah Selatan : Cibimbing, Bojong Koneng

Sebelah Barat : Kampung Karang Tengah dan Tegal Luhur.

Kekayaan keanekaragaman hayati dan hutan yang dimiliki

kawasan TWAGP menjadi sangat penting sebagai pendukung

fungsi-fungsi hidrologis di daerah tangkapan air dan daerah

penyangga kawasan. Manfaat sebagai penyediaan air, baik untuk

Page 32: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

kebutuhan air minum maupun untuk pengairan bagi pertanian

masyarakat, menjadi sangat vital jika keutuhan lanskap hutan

terganggu. Sedikitnya ada beberapa anak sungai yang mengalir dari

beberapa mata air yang ada di kawasan TWAGP. Anak-anak sungai

itu ada yang mengalir ke Sungai Cimandala dan menyatu dengan

Sungai Ciherang, selanjutnya bermuara ke Sungai Citeureup. Ada

lagi mata air dari atas Kampung Leuwigoong yang menjadi anak

sungai, lalu sebagian menyatu dengan Sungai Ciherang dan sebagian

lagi ke Sungai Cipanas dan menyatu ke Sungai Cikeruh terus

bermuara di Sungai Citeureup. Sebagian lagi mata air yang berasal

dari atas Kampung Karang Tengah, membentuk anak Sungai

Cibarengkok dan bersama anak-anak sungai kecil lain menyatu

menjadi sungai kecil Cimalaya, yang kemudian menyatu dengan

Sungai Ciparigi mengalir ke Sungai Cikeruh dan bermuara ke

Sungai Citeureup.

Sementara di daerah Kampung Wangun dan daerah sekitar

Kampung Karang Tengah bagian Timur, tepatnya di kawasan

pegunungan di banyak terdapat mata air yang kemudian menjadi

anak sungai kecil dan menyatu ke Sungai Cibadak, seterusnya

bertemu dengan Sungai Cijanggel yang berasal dari wilayah

Kecamatan Jonggol (sebelah Timur Kec. Babakan Madang), dan

bermuara di Sungai Cileungsi. Dua sungai besar yang berasal dari

kawasan Gunung pancar ini yang kemudian menyatu menjadi sungai

Ciliwung, dan terus ke Jakarta dan bermuara di Laut Jawa.

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat ialah sebagai

petani, yang menggunakan lahan kawasan Perhutani RPH Babakan

Madang, karena kebanyakan lahan masyarakat telah dijual ke pihak

asing, baik itu untuk perumahan ataupun yang masih berupa lahan

tidur. Selain itu masyarakat desa Karang Tengah juga berprofesi

sebagai pedagang kecil, tukang ojek, buruh kasar, pegawai negeri

dan swasta (sangat sedikit). Para pengrajin seperti pengrajin bambu

dan kayu sangat sedikit.

Page 33: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Jumlah penduduk saat ini adalah 12.830 jiwa, (laki-laki

6.385 jiwa dan perempuan 6.545 jiwa), dengan jumlah Kepala

Keluarga 7.561 KK (BPS Bogor, 2005). Mutu sumber daya manusia

di desa Karang termasuk rendah, hal itu dikarenakan kurangnya

keinginan masyarakat untuk mengenyam pendidikan, sulitnya sarana

transportasi ke kota sebagai pusat pendidikan, dan orang tua yang

mengharuskan anak-anaknya pada usia sekolah untuk membantu

mengangkat ekonomi keluarga dengan bekerja.

Desa Karang Tengah kaya akan potensi ekonomi, baik itu

berupa benda fisik yang akan habis bila ditambang terus menerus

seperti pasir dan batu. Selain itu, kaya akan sayur-mayur, palawija,

dan buah-buahan yang semuanya itu tumbuh dengan subur. Barang–

barang yang dihasilkan dijual ke Citeureup dan sebagian ke Jakarta.

Masyarakat menjualnya melalui tengkulak, sehingga harganya

sangat murah. Padahal kebutuhan yang didatangkan dari luar lebih

banyak dan mahal. Hal ini cenderung menyebabkan masyarakat

melakukan pembukaan lahan di kawasan Perum Perhutani dan pihak

Wana Wisata Indah selaku pengelola taman wisata di Gunung

Pancar, dan hal itu tidak dapat dibendung oleh instansi terkait.

Page 34: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Jakarta

Desa Karang Tengah

Pasar Citeureup/Bogor

Tengkulak

Barang yang dijual dari desa Karang Tengah : Pasir Rebung Pisang Batu Pecah Pandan Wangi Sirih Nangka Kunyit Lengkuas Bakung Tapioka Bawang Kacang Pete Talas Daun Salam Pepaya Jagung Durian Daun Ubikayu Kelapa Ubi Kambing

Barang yang dijual ke desa Karang Tengah : Shampo Sabun mandi Pakaian BBM Minyak sayur Barang elektronik Sikat ijuk Motor Mobil Mie Ikan asin Daging Sandal Sepatu sepeda Perhiasan Obat-obatan Tepung Bahan bangunan

Gambar 4. Pola distribusi poduk ekonomi dari Desa Karang Tengah ke luar daerah ataupun sebaliknya.

Terdapat permasalahan desa yang secara tidak langsung

merupakan suatu hubungan sebab-akibat sekaligus berpengaruh

terhadap perkembangan industri kecil tapioka. Permasalahan

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Rusaknya Sarana dan Prasarana Yang Ada

Hampir semua sarana yang ada di desa Karang Tengah

rusak, sehingga menyulitkan masyarakat dalam melakukan

kegiatan sehari-hari. Contoh yang paling nyata adalah rusaknya

jalan desa yang memanjang dari pangkal desa sampai ke ujung.

Bahkan di bagian ujung desa belum ada jalan yang dapat di

lewati kendaraan roda empat. Pada saat musim hujan tiba

kondisi jalan semakin parah, kerusakan terutama di sebabkan

oleh pengangkutan batu dari lereng gunung Pancar, yang setiap

harinya bisa mencapai puluhan truk pengangkut batu. Beratnya

muatan tidak sebanding dengan kondisi jalan yang ada,

Page 35: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

sehingga menyebabkan kondisi jalan semakin parah dan

memprihatinkan. Kondisi tersebut menyebabkan terhambatnya

akses pengusaha tapioka terhadap pasar, sumber permodalan dan

sebagainya.

2. Lemahnya SDM

Mutu SDM di Karang Tengah umumnya masih rendah,

karena sebagian besar berpendidikan rendah. Hal tersebut

disebabkan karena mereka kesulitan dalam masalah biaya untuk

menyekolahkan anak-anaknya, karena hasil yang ada dari

bertani hanya cukup untuk makan saja dan kesadaran pentingnya

pendidikan masih rendah. Lemahnya SDM di desa Karang

Tengah menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang cara

pengolahan SDA yang mereka miliki secara optimal. Ubikayu

sebagai hasil alam dari desa Karang Tengah misalnya, dalam

meningkatkan nilai tambah hanya dijadikan tapioka dan onggok

(ampas) secara tradisional. Padahal hasil olahan dari ubikayu

sangat beragam.

3. Rusaknya lingkungan

Kerusakan lingkungan ini banyak terjadi di Gunung

Pancar yang masih termasuk dalam wilayah administratif desa

Karang Tengah. Banyak hutan yang gundul akibat ditebang oleh

masyarakat. Masyarakat yang hidup dalam ketidakcukupan,

terpaksa menebang hutan dan mengambil kayunya untuk dijual.

Selain itu, dalam mengembangkan usaha tapioka, masyarakat

terkadang tidak mengindahkan aspek-aspek lingkungan.

4.1.2. Karakteristik Tanaman Ubikayu dan Hubungannya Dengan Keadaan Ekosistem Desa Karang Tengah.

Desa Karang Tengah merupakan desa yang sebagian

wilayahnya terdiri dari hutan dataran tinggi dan perbukitan yang

sudah dalam keadaan kritis dan sudah harus dikonservasi. Adanya

lahan kritis tersebut dikarenakan banyaknya aktivitas penggundulan

hutan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang belum

Page 36: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

mengerti akan fungsi hutan dalam ekosistem dan pihak-pihak yang

tidak bertanggung jawab lainnya. Pembukaan lahan oleh masyarakat

sekitar hutan bertujuan untuk membuka ladang sebagai tempat

bercocok tanam. Tanaman yang ditanam berupa ubikayu, pepaya,

durian, pisang dan sebagainya. Erosi merupakan persoalan yang

serius pada areal Gunung Pancar sebagai bagian wilayah

administratif Desa Karang Tengah. Pada sebagian kecil tetapi

penting dari lahan yang berada di areal Gunung Pancar merupakan

lereng-lereng yang curam, tanah yang mudah longsor dan

penggunaan tanah yang tidak tepat dapat mengakibatkan erosi.

Karena ubikayu bersifat khas dalam kemampuan tumbuhnya pada

kondisi tanah yang tidak menguntungkan, maka ubikayu cenderung

merupakan tanaman utama pada tanah-tanah semacam itu.

Menurut Falcon, et al (1986), ubikayu merupakan tanaman

yang mempunyai karakteristik tertentu yang menyebabkan tanaman

ini mempercepat erosi, terutama pada daerah cukup curam dengan

curah hujan cukup tinggi. Pertama, terbatasnya daun-daun yang

menutupi selama pertumbuhan awal menyebabkan tingginya daya

tumbuk air hujan langsung mencapai tanah. Kedua, menyangkut

tanah yang bergerak saat dipanen. Selain itu ubikayu juga menyerap

unsur hara yang banyak yang juga dapat mengurangi mutu tanah dan

dapat menyebabkan erosi atau bahkan longsor. Oleh karena itu,

penanaman ubikayu oleh pengusaha tapioka yang merangkap

sebagai petani ubikayu di daerah yang curam seperti di sebagian

wilayah Gunung Pancar perlu dihindari. Untuk mengganti pasokan

bahan baku dari daerah tersebut maka bahan baku dapat dipasok dari

wilayah lain.

4.1.3. Sejarah IK Trapioka

IK tapioka sudah dijalani oleh penduduk desa Karang Tengah

sejak dekade 60-an dan usaha tersebut berada dalam skala rumah

tangga. Sebagian rumah tangga menjadikan UK ini sebagai mata

pencaharian pokok dan sebagian lagi sebagai sampingan. Apabila

Page 37: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

sedang tidak bekerja sebagai pengusaha tapioka karena faktor cuaca

atau faktor yang lain, maka sebagian pengusaha tersebut bekerja

sebagai petani ladang. Tanaman yang ditanam antara lain ubikayu,

jagung, pisang dan sebagainya.

Para pengusaha tapioka ini memiliki sebuah pabrik tempat

mengolah ubikayu menjadi tapioka yang disebut penggilingan.

Penggilingan ini tersebar di seluruh desa, dan rata-rata setiap RW

mempunyai kurang lebih 5 penggilingan, namun tidak seluruh RW

terdapat penggilingan tapioka. Alasan yang menyebabkan

pengusaha menekuni usaha ini diantaranya karena tersedianya bahan

baku, satu-satunya usaha yang bisa dilakukan dan dapat memberikan

tambahan penghasilan bagi keluarganya.

IK tapioka masih menggunakan alat-alat tradisonal dalam

merubah input (ubikayu) menjadi output (tapioka), seperti saringan

saripati perasan ubikayu masih berasal dari kain bekas, penggiling

ubikayu yang berasal dari kayu, tempat penjemuran tapioka basah

yang masih terbuat dari bambu dan sebagainya. Implikasi dari itu

semua, dalam merubah input menjadi output usaha kecil tapioka

tersebut sangat mengandalkan tenaga manusia.

Dilihat dari kepemilikan usahanya, kegiatan usaha merupakan

usaha milik sendiri dan tidak memiliki badan hukum. Pengelolaan

usaha ini dilakukan secara berkelompok. Biasanya satu penggilingan

dikelola oleh tiga sampai lima orang pengusaha, tergantung besar

kecilnya skala produksi. Usaha kecil ini belum pernah melakukan

kemitraan dengan pihak lain yang nantinya dapat berfungsi untuk

meningkatkan produksinya, mengontrol harga, memperluas daerah

pemasaran, membantu permnodalan dan sebagainya. Namun pada

saat ini baru saja didirikan Koperasi Desa Karang Tengah yang

nantinya dapat membantu pengusaha tapioka dalam memajukan

usahanya, hanya saja koperasi tersebut belum bekerja sebagaimana

mestinya.

Page 38: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Selain menjual produk olahan ubikayu berupa tapioka,

pengusaha tapioka juga menjual ampas dari ubikayu setelah diperas

yang disebut onggok. Produk sampingan tersebut biasanya

digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku saos dan sebagainya.

Harga jual produk sampingan tersebut sekitar Rp 800-Rp 1.000/kg

atau kurang lebih 30 % dari harga jual tapioka.

4.1.4. Profil Responden

UK tapioka di desa Karang Tengah saat ini berjumlah kurang

lebih 40 unit, dengan rataan 5 unit dari setiap RW. Dalam hal ini

diambil satu contoh dari setiap RW yang terdapat usaha tapioka

dengan alasan sampel tersebut dapat mewakili populasi pengusaha

tapioka yang terdapat di desa Karang Tengah serta melibatkan pihak

pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor dan

Pemerintah Desa (termasuk di dalamnya Tim Desa) sebagai

responden untuk mengetahui kebijakan pemerintah yang berkaitan

dengan usaha kecil tapioka di desa Karang Tengah. Selain itu

dimasukkan pihak pabrik pengolahan tapioka yang berperan sebagai

pembeli dari pengusaha tapioka untuk mengetahui keadaan industri

tapioka di desa lain.

Usaha tapioka sebagian besar dikelola oleh pria dewasa dan

remaja. Umur pengusaha tapioka berkisar 25-55 tahun. Rataan

pengusaha tapioka tidak tamat sekolah, pendidikan paling tinggi

ialah tamatan SD. Dalam operasinya, industri tapioka ini

menggunakan tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga. Oleh

karena itu, usaha ini merupakan usaha yang turun-temurun.

Tenaga kerja industri tapioka merupakan tenaga kerja

borongan. Yaitu tenaga kerja yang diupah berdasarkan satu kali

pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Pendapatan pekerja berkisar

antara Rp 5.000-Rp 10.000 per kuintal tapioka.

4.1.5. Lokasi Industri Tapioka di Desa Karang Tengah

Industri tapioka tersebar di seluruh RW di Desa Karang

Tengah, rata-rata di setiap RW terdapat kurang lebih lima usaha

Page 39: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

tapioka. Lokasi industri tapioka ini sebagian terletak di lahan sendiri

dan sebagian lain menumpang di lahan milik PT. Sentul dan Perum

Perhutani. Para pengusaha tapioka tidak memiliki tanah untuk

menjadi lokasi produksi, karena pada dekade lalu sebagian telah

dijual dalam rangka pembebasan tanah yang disebabkan perluasan

komplek perumahan Bukit Sentul. Hal tersebut diijinkan oleh PT.

Sentul, tetapi apabila nantinya akan diadakan perluasan bangunan

perumahan, maka pengusaha tapioka harus memindahkan

penggilingan ke tempat yang lain.

Dalam memilih tempat produksi, pengusaha tapioka memilih

tempat yang relatif dekat dengan sungai, agar suplai air dapat

berjalan dengan lancar. Selain itu, faktor jarak dengan pasar

merupakan hal yang dipertimbangkan, karena berpengaruh terhadap

ongkos angkut dari penggilingan ke tempat tapioka dipasarkan.

Ongkos angkut tapioka berkisar Rp 10.000-Rp 15.000/kw,

tergantung dari jarang tempuh yang diperlukan. Sekali angkut ke

pasar biasanya berkisar antara 3-5 kw.

4.1.6. Aspek Teknis dan Teknologi

Pada aspek teknis dan teknologi dibahas bahan baku dan

bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan tapioka. Selain

itu dibahas mengenai teknologi yang digunakan dalam proses

pembuatan tapioka, meliputi peralatan-peralatan yang digunakan.

a. Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Ketersediaan bahan baku dan bahan penunjang

mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan

proses produksi, karena apabila bahan baku dan bahan penolong

tidak tersedia, maka proses produksi tapioka tidak dapat

berlangsung. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan

tapioka adalah ubikayu sedangkan bahan penolong yang

diperlukan ialah air bersih, pemutih (Sulfur Dioksida) dan

minyak solar.

Page 40: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

1) Ubikayu

Bahan baku pembuatan tapioka adalah ubikayu.

Ubikayu yang bermutu baik mempunyai ciri keras, masa

panen 11-12 bulan dan apabila dipatahkan akan terasa

apakah ubikayu tersebut banyak mengandung butiran aci.

Penggunaan ubikayu yang bermutu baik berpengaruh nyata

terhadap mutu tapioka. Apabila ubikayu yang digunakan

baik maka hasilnya akan lebih banyak tapioka yang

dihasilkan. Ubikayu yang ditanam di daerah Karang Tengah

rawan serangan hama yang menyerang bagian umbi tanaman

yang oleh masyarakat disebut ku’uk atau Pseudo Cocidae.

Ubikayu dipasok para petani yang menanam ubikayu di

daerah Sukabumi, Kedung Halang, Karang Tengah dan

sebagainya. Ubikayu yang didapatkan oleh para pengusaha

tapioka sudah berupa ubikayu kupasan. Harga dari ubikayu

berkisar 550-650/kg tergantung dari mutunya dan banyaknya

suplai. Menurut Ouwueme dalam Falcon et al. (1986), tanpa

memperhatikan sistem penanamannya, ubikayu akan tumbuh

dengan baik bila ditanam pada waktu curah hujan yang lebat,

karena tanaman dapat bertoleransi dengan kekeringan

kecuali pada periode dini pertumbuhannya. Musim

penghujan pada tahun lalu (2005) berlangsung pada bulan

September- Mei dan para petani ubikayu menanam ubikayu

pada bulan Februari-April. Oleh karena itu, dengan

memperhatikan bahwa umur ubikayu berkisar antara 11-12

bulan, maka panen akan terjadi pada bulan Januari-April dan

hal tersebut berimbas pada harga tapioka.

Para pengusaha tapioka mendapatkan ubikayu dari

para petani serta ada juga yang melalui tengkulak dengan

cara berhutang dan baru akan dibayar setelah ubikayu yang

menjadi tapioka telah terjual. Tetapi ada juga yang dibayar

Page 41: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

pada saat penyerahan barang, hal tersebut tergantung pada

kecukupan modal.

2) Air

Air merupakan bahan penolong yang digunakan dalam

pembuatan tapioka. Pada industri tapioka ini sebagian

mengambil air sungai yang telah diendapkan dan sebagian

mengambil dari mata air. Kebersihan air merupakan hal

yang penting dalam pembuatan tapioka. Semakin bersih dan

jernih air yang digunakan maka tapioka yang dihasilkan

akan semakin putih dan bersih. Hal tersebut merupakan

peubah yang menentukan mutu tapioka. Dinding bak untuk

menampung air ada yang langsung dari semen, tapi ada juga

yang dilapisi plastik. Untuk yang dilapisi plastik akan lebih

tahan lama sekitar 4-5 hari dan untuk yang hanya dilapisi

semen, air hanya bertahan 2 hari.

3) Pemutih

Pemutih atau Sulfur Dioksida kerap dibutuhkan untuk

merubah tapioka agar dapat menjadi lebih putih dan tidak

berbau apek akibat tapioka telah disimpan agak lama

(beberapa hari). Peran pemutih disini bukanlah sesuatu yang

dilarang, tatapi terkadang dianjurkan oleh pabrik sebagai

pembeli. Harga dari pemutih tersebut 35.000/kg. Satu

kwintal tapioka membutuhkan sekitar 2 sendok makan

pemutih (kurang lebih 20 g).

4) Solar

Solar digunakan sebagai bahan bakar dari mesin

yang digunakan untuk menyaring tapioka dari tapioka kasar

menjadi tapioka halus. Harga solar di pasaran saat ini Rp

4.300 per liter di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(SPBU) resmi. Tidak semua usaha tapioka di Desa Karang

Tengah ini menggunakan mesin, sebagian besar masih

menggunakan tenaga manusia dalam proses produksinya.

Page 42: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

b. Peralatan Dalam Industri

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tapioka

dikelompokkan menjadi peralatan pembangkit tenaga, peralatan

pendukung, peralatan pengolah.

1) Peralatan pembangkit tenaga

Peralatan pembangkit tenaga dipergunakan dalam

menghasilkan tenaga dalam pengoperasian peralatan

mekanik lainnya. Peralatan tersebut ialah motor solar yang

digunakan untuk menggerakkan alat

penyaringan/pengayakan tapioka yang oleh pengusaha

tapioka disebut gobegan.

2) Peralatan pendukung

Peralatan pendukung yang digunakan dalam industri

tapioka ialah ember plastik untuk menampung tapioka yang

telah diparut, pipa air untuk menyalurkan air dari sungai atau

mata air ke bak tempat penampungan air atau dari bak

penampungan air ke tempat penyaringan. Plastik untuk

melapisi bak tempat menampung air. Kegunaan lapisan

plastik ialah agar lebih tahan lama dalam penyimpanan air.

Alat pendukung berikutnya ialah tampah yang digunakan

untuk menjemur tapioka yang masih basah, dan yang

terakhir ialah rak bambu untuk menjemur onggok.

3) Peralatan pengolah

Peralatan pengolah yang digunakan ialah parutan,

yang berfungsi memarut ubikayu menjadi halus. Kain

pemeras digunakan untuk menyaring ubikayu yang sudah

diparut dengan bantuan air.

4.1.7. Proses Pembuatan Tapioka

Untuk memperoleh tepung tapioka yang bermutu tinggi,

dipilih ubikayu dari jenis yang baik dan tidak mempunyai rasa pahit.

Di samping itu, ubikayu yang akan proses ialah ubikayu yang

dicabut pada hari itu juga atau masih dalam keadaan segar. Ubikayu

Page 43: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

yang disimpan selama 2 hari atau terlalu lama, akan menyebabkan

terjadi perubahan warna menjadi hitam akibat kerja enzim

polifenolase yang terdapat dalam lendir daging ketela, yang

mengakibatkan sarinya akan berkurang (Direktorat Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, 2003). Pembuatannya mengikuti

prinsip berikut :

1. Pengupasan

Daging ubikayu dipisahkan dari kulit dengan cara pengupasan.

Selama pengupasan dilakukan sortasi bahan baku dengan

pemilihan ubikayu yang bagus. Ubikayu yang jelek dipisahkan

dan tidak diikutkan pada proses berikutnya.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara meremas-remas ubikayu di

dalam bak berisi air, untuk memisahkan kotoran yang menempel

pada ubikayu.

3. Pemarutan

Umbi-umbi yang sudah dikupas dan dicuci selanjutnya ialah

diparut, ini menghasilkan bubut atau parutan yang berisi zat

tepung atau serat . Parut yang digunakan ada dua, yaitu :

a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan

memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya. Ubikayu segar

kupasan digiling diantara drum berputar (dipasangi pisau

parut).

b. Parut semi mekanis, yang digerakkan dengan generator.

4. Pemerasan/Ekstraksi

Dengan bantuan air, residu berserabut itu disaring dan

meninggalkan cairan semacam susu yang mengandung aci dan

air pencuci. Ada dua cara untuk melakukan pemerasan yaitu:

a. Pemerasan bubur ubikayu dengan menggunakan kain saring.

lalu diremas-rernas dengan penambahan air Cairan yang

diperoleh berupa pati yang ditampung di dalam ember atau

bak kayu atau semen. Beberapa kilogram bubuk parutan itu

Page 44: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

ditempatkan di dalam kain, air dituangkan dan campuran itu

diremas-remas dengan tangan. Penyaringan dilakukan

menggunakan air yang cukup sampai air saringan jernih

untuk memisahkan butir tepung pati dari ampas.

b. Pemerasan bubur ubikayu dengan saringan goyang (sintrik).

Bubur ubikayu diletakkan di atas saringan yang digerakkan

dengan mesin. sementara saringan tersebut bergoyang,

ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang

dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.

5. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama

5-6 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang,

sedangkan endapan diambil dan siap dikeringkan.

6. Pengeringan

Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dengan cara

menjemur tapioka dalam nampan atau widig yang diletakkan di

atas rak-rak bambu. Biasanya penjemuran dilakukan pada pukul

07.00-14.00 atau tergantung cuaca. Bila cuaca kurang baik,

misalnya hujan, maka penjemuran dilakukan berkali-kali dan

lebih dari satu hari. Tapioka yang bermutu baik ialah tapioka

yang melalui proses penjemuran selama satu hari. Apabila lebih

dari satu hari, akan timbul warna hitam akibat aktivitas mikroba

yang dapat menyebabkan turunnya mutu tapioka.

7. Penepungan

Tapioka kering yang masih kasar selanjutnya dihaluskan lagi

melalui saringan. Setelah proses penepungan, produknya disebut

tapioka halus.

Dalam pembuatan tapioka tersebut terdapat produk sampingan

yang disebut ampas atau onggok. Untuk produk sampingan, ampas

yang dihasilkan dikumpulkan pada tempat tertentu, lalu dibentuk

menjadi bulat-bulat. Selanjutnya dijemur pada tempat penjemuran

tertentu yang biasanya sudah diatur. Penjemuran tersebut memakan

Page 45: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

waktu 1-4 minggu tergantung pada cuaca. Setiap 7 kw ubikayu

dihasilkan kurang lebih 50 kg onggok.

Ubikayu Segar

Pengupasan Kulit dan Pencucian

Pemarutan dan Penyaringan Penambahan air Pengambilan pati dan pemerasan

Pengendapan dan pencucian

Pembuangan dan penghilangan air

Pengeringan

Penepungan

Tapioka

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tapioka

4.1.8. Aspek Manajemen

Aspek manajemen memegang peranan yang penting dalam

kelangsungan suatu usaha. Penerapan manajemen yang profesional

Page 46: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

diharapkan dapat membantu IK untuk dapat bersaing dan

selanjutnya tumbuh menjadi usaha menengah atau usaha skala besar.

Kegiatan usaha perlu mengkombinasikan fungsi-fungsi

manajemen seperti produksi/operasi, keuangan, SDM, pemasaran

agar sumber daya perusahaan seperti manusia, modal, peralatan

dapat difungsikan secara maksimal dan selanjutnya diharapkan IK

tersebut dapat meningkatkan nilai tambah yang dimilikinya.

a. Permodalan

Modal yang diperlukan untuk mendirikan sebuah

penggilingan kurang lebih Rp 30-80 juta. Modal tersebut

digunakan untuk membeli alat-alat produksi, tanah, bahan

bangunan dan sebagainya. Modal tersebut diperoleh dari dana

swadaya dan pengusaha tapioka belum pernah memperoleh

bantuan modal dari pemerintah ataupun dari lembaga keuangan.

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha kecil tapioka

meliputi kegiatan pencarian bahan baku, penyortiran, pencucian,

penggilingan, penjemuran, pengepakan, pengangkutan dan

pemasaran. Kegiatan mulai dari pencarian bahan baku sampai

dengan pemasaran diperlukan sekitar 4-10 tenaga kerja. Pekerja

satu dengan pekerja lain tidak mempunyai tugas khusus dalam

kegiatan produksi, tetapi dalam pencarian bahan baku dan

pemasaran diperlukan tenaga kerja yang khusus karena tenaga

kerja tersebut biasanya sudah mempunyai nama di tataran para

pemasok ubikayu dan di pasar. Tenaga kerja yang dipakai yaitu

laki-laki dewasa, anak-anak dan perempuan. Tenaga kerja

perempuan biasanya bertugas untuk menjemur tapioka basah.

Upah untuk tenaga kerja hingga menjadi tapioka basah sebesar

Rp 5.000- Rp 6.000/kw, sedangkan untuk menjemur tapioka

basah upahnya sebesar Rp 3.500 – Rp 4000/kw. Tenaga kerja

yang dipakai dalam industri tapioka ini pada umumnya masih

merupakan kerabat atau tetangga dekat dengan pemilik

Page 47: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

penggilingan. Pemilik penggilingan yang merangkap sebagai

pengusaha tapioka lebih suka memakai tenaga kerja yang masih

tergolong kerabat atau tetangga karena lebih fleksibel dalam

penggajian tenaga kerja, waktu kerja dan lebih akrab dalam

hubungan kerja.

Dalam industri tapioka ini memakai sistem borongan

dalam pemakaian tenaga kerja, yaitu sampai menjadi tapioka

kering atau sampai menjadi tapioka basah yang siap dijemur.

Dalam sistem pembayaran upah menggunakan dua sistem, yaitu

tenaga kerja akan dibayar jika tapioka telah terjual atau langsung

dibayar sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem penggajian

sistem bagi hasil digunakan proporsi yang sama rata baik dengan

pemilik maupun dengan pekerja yang lain. Waktu kerja dalam

industri ini sangat fleksibel, yaitu 13 jam sehari dan 7 hari

seminggu.

c. Struktur Organisasi

Struktur kerja dalam IK pada umumnya masih sangat

sederhana, begitu juga dalaam industri tapioka ini. Pemilik

modal biasanya juga merangkap sebagai pengelola dan

karyawan. Keputusan strategis dilakukan oleh pemilik modal

yang merangkap sebagai pengelola.

d. Pemasaran

Kotler (1999) mendefinisikan pemasaran sebagai proses

sosial dimana manusia baik individu maupun kelompok

mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan

menciptakan dan mempertukarkan nilai dengan individu

kelompok lainnya. Pemasaran tapioka dilakukan oleh seseorang

yang telah dipercaya oleh pemilik UK tapioka dan biasanya

dilakukan juga oleh pemilik sendiri. Tapioka dari Desa Karang

Tengah ini dipasarkan pada beberapa pembeli, seperti Koperasi

Tapioka Ciluar (KOPTAR) dan beberapa pabrik yang berlokasi

di Ciluar yang untuk selanjutnya dikemas lebih rapi, diberi

Page 48: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

merek dan dijual ke pabrik tekstil, kerupuk di kota lain di daerah

Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nama pabrik tersebut

tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar pembeli tapioka yang diproduksi oleh pengusaha tapioka di Bogor

Nama Pabrik Produk Merek PT Kujang Semua Jenis Tapioka Kujang

PT Setia Semua Jenis Tapioka Kupu-Kupu

PT Benteng Tapioka Super dan nomor Satu Dua Lombok

Liaow Cui Kang Tapioka Super Orang T ani

Liaow Liong Yap Tapioka Super Pak Tani

PT Dua Udang Tapioka Nomor Satu Dua Udang

Nagamas Semua Jenis Tapioka Nagamas

KOPTAR Semua Jenis Tapioka Anak Satu

Tepung Tapioka

KOPTAR Arifin Makmur Semua Jenis Tapioka -

CV Bambu

Kuning

Tapioka nomor Satu dan nomor Dua Bambu Kuning

Sumber: Firdaus, 2002

Pengusaha tapioka dalam memasarkan produknya

cenderung memilih pabrik yang memberikan harga jual produk

paling tinggi diantara pabrik lainnya. Pengusaha tapioka terlebih

dahulu berkeliling dari pabrik ke pabrik untuk menemukan

pabrik yang memberikan harga jual paling tinggi. Dalam

penentuan harga jual dilakukan tawar-menawar antara pihak

pengusaha tapioka dan pabrik, tetapi harga awal ditentukan oleh

pabrik. Apabila terdapat kecocokan harga, dilakukan transaksi,

tetapi jika terdapat ketidakcocokan harga maka pengusaha

tapioka membawa kembali tapiokanya dengan harapan besok

dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Page 49: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Dalam menentukan mutu tapioka yang dijual, penentuan

mutu dilakukan oleh pihak pabrik dengan cara konvensional,

yaitu dengan rabaan tangan dan beberapa pabrik melakukannya

dengan bantuan kaca untuk menentukan kadar air dalam tapioka

tersebut.

e. Keuangan

Pencatatan keuangan yang dilakukan industri tapioka di

Desa Karang Tengah masih sangat sederhana. Tidak ada laporan

keuangan yang menggambarkan pendapatan ataupun biaya

produksi yang diperlukan, yang ada hanya catatan penjualan

yang menggambarkan data-data historis penjualan. Jadi

perusahaan tidak dapat menganalisis secara pasti berapa biaya

yang dikeluarkan untuk memproduksi tapioka dalam sekali

giling.

4.2. Proses Perumusan Strategi.

4.2.1. Perumusan Strategi IK Tapioka

a. Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengetahui

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh industri kecil

tapioka. Kelemahan maupun kekuatan dari industri ini nantinya

dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan strategi

yang baik. Faktor yang akan dianalisis ialah struktur organisasi,

fasilitas dan kegiatan produksi, produk, harga, lokasi, pemasaran

dan sumber daya.

1. Struktur Organisasi IK Tapioka

Pada umumnya, struktur organisasi pada IK tapioka ini

sangat sederhana, yaitu terdiri dari pemilik modal yang

merangkap menjadi pengelola atau karyawan yang langsung

menangani aktivitas produksi, keuangan hingga pemasaran

produk. Struktur organisasi ini memberikan kemudahan

tersendiri dalam mengontrol jalannya kegiatan operasional

perusahaan. Efektivitas dan efisiensi aliran tanggungjawab

Page 50: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

dapat lebih memungkinkan untuk dikontrol dan hal tersebut

dapat meminimalkan terjadinya kesalahan.

2. Budaya dalam Industri Tapioka

Pengusaha tapioka pada umumnya memiliki etos

kerja yang tinggi, memiliki disiplin dalam bekerja dan

bersifat kekeluargaan. Berdasarkan pengamatan lapangan,

etos kerja dan disiplin yang tinggi tersebut tercermin dari

waktu kerja yang tidak mengenal lelah, yaitu kurang lebih 13

jam sehari dalam seminggu. Waktu kerja yang relatif lama

dan disiplin yang tinggi tersebut disebabkan tingginya

permintaan akan tapioka dan masa simpan tapioka yang

relatif pendek, sehingga tidak dapat menyimpan persediaan

seperti barang tahan lama lainnya.

Faktor kekeluargaan menimbulkan semangat saling

membantu, gotong-royong dan menimbulkan iklim yang

baik dalam bekerja. Faktor kekeluargaan dalam masyarakat

tersebut menyebabkan tidak adanya kesulitan bagi

pengusaha tapioka dalam merekrut pekerja.

Di sisi lain, waktu kerja yang terlalu lama tersebut

menyebabkan fisik pekerja menjadi mudah lelah dan apabila

dipaksakan dalam jangka waktu lama secara terus-menerus

akan mempengaruhi hasil akhir produksi, yaitu mutu

tapioka.

3. Sumber Daya Manusia

Pengusaha tapioka memiliki mutu SDM yang minim.

Hal tersebut digambarkan dalam contoh pengusaha tapioka

yang dijadikan responden, yaitu 100% responden merupakan

lulusan Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan yang masih

rendah tersebut mengakibatkan rendahnya tingkat

pengetahuan tentang pengelolaan, pemasaran,

pendistribusian, menetapkan daya tawar, penerapan inovasi

dan sanitasi.

Page 51: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Arsyad dalam Hafsah (2003) menyatakan bahwa

pembangunan sistem usaha agribisnis akan lebih cepat

terwujud, apabila sebagian besar masyarakat terutama

masyarakat pedesaan berpendidikan, menguasai ketrampilan

agribisnis (hulu, tengah, hilir). Jika sumber daya yang

dimiliki rendah, maka hal tersebut akan berdampak negatif

terhadap tingkat akseptabilitas dalam mengadopsi teknologi

yang disebarkan kepada masyarakat tani.

4. Keuangan

Permodalan yang dimiliki oleh para pengusaha

tapioka seluruhnya berasal dari dana swadaya. Masyarakat

masih cenderung takut untuk mengusahakan tambahan

modal dari lembaga keuangan seperti bank. Selain itu, masih

sedikit usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk

merangsang kemajuan IK khususnya IK tapioka di Bogor

dari sisi permodalan. Sejauh ini ada beberapa program

pemerintah yang ditujukan untuk membantu industri kecil

secara umum, yaitu Program Pembinaan Kecamatan (PPK)

dan Pembinaan Usaha Kredit Kecil (PUKK) yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan, Program Dana

Bergulir dan Kerjasama Antara Dinas Perindustrian

Kabupaten Bogor dan Bank Jabar Unit Syariah dilaksanakan

oleh Pemerintah Daerah Tingkat II. PPK dilakukan oleh

pemerintah desa dan pemerintah kecamatan, sasarannya

ialah usaha mikro seperti warung kecil-kecilan, usaha skala

rumah tangga dan obyeknya biasanya kaum ibu rumah

tangga dengan sistem kelompok. Besarnya pinjaman PPK

berkisar antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 dengan bunga

yang relatif tinggi (20% per tahun). Sedangkan PUKK

dilaksanakan oleh Perhutani melalui Kelompok Tani Hutan

(KTH) dengan sasaran masyarakat sekitar hutan, sehingga

tidak semua IK mendapatkan bantuan tersebut. Besarnya

Page 52: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

kredit PUKK antara Rp 1.000.000- Rp 3.000.000. Program

Dana Bergulir ditujukan untuk IK pada umumnya di

Kabupaten Bogor, besarnya bantuan sekitar 25 juta rupiah

per usaha dan sudah berjalan 7 tahun, sedangkan permodalan

yang diselengarakan oleh Dinas Perindustrian dan Bank

Jabar Unit Syariah besarnya mencapai Rp 75.000.000 per

usaha.

Belum maksimalnya koperasi yang ada di Karang

Tengah telah menyebabkan kurang berkembangnya IK

tapioka dari sisi modal. Tidak maksimalnya fungsi koperasi

dikarenakan belum pahamnya pengurus maupun masyarakat

akan arti koperasi. Apabila koperasi telah berjalan maksimal,

dalam artian banyak pengusaha tapioka yang menjadi

anggota dan pemahaman akan manfaat sudah kuat ditataran

masyarakat diharapkan sisi permodalan dapat diatasi. Di sisi

lain ada hal yang menyebabkan sulitnya industri kecil di

Desa Karang Tengah mendapatkan bantuan modal, yaitu

kesadaran masyarakat untuk mengembalikan dana bantuan

relatif rendah dan apabila mendapatkan bantuan modal,

bantuan tersebut terkadang dialokasikan untuk hal-hal yang

bersifat konsumtif.

Selain itu, sistem pencatatan keuangan yang

dilaksanakan oleh industri tapioka di Desa Karang Tengah

masih sangat sederhana. Pencatatan yang dilakukan hanya

mencakup data-data historis penjualan. Atau dengan kata

lain, perusahaan tidak dapat menganalisis secara pasti

tentang biaya produksi yang diperlukan untuk satu kali

giling, karena perusahaan tidak membuat laporan keuangan.

5. Produk dan Harga

IK tapioka menghasilkan tapioka kasar dengan tingkatan

mutu nomor 1-3, selain itu menghasilkan onggok atau

ampas. Produk tapioka dari Desa Karang Tengah rataan

Page 53: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

mutunya di bawah produk sejenis dari desa sekitar, seperti

Desa Kadumangu, Cibuluh, Pasir Laja dan Ciluar. Salah

satunya karena mekanisasi peralatan di Desa Karang Tengah

belum secanggih di Desa Kadumangu, Cibuluh, Pasir Laja

ataupun Ciluar. Hal tersebut mempengaruhi mutu tapioka

pada akhirnya. Mutu tapioka menurut SNI dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Standar mutu tapioka (SNI 01-3451-1994)

Mutu no Persyaratan Mutu

I II III 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

- Kadar air (% maks.) - Kadar abu (% maks.) - Serat & kotoran (% maks.) - Derajat keasaman ( IN NaOH / 100 g ) - Kadar HCN (% maks.) - Derajat putih (BAS0 4 = 100) - Kekentalan (oEngler)

15 0,60 0,60 < 3 ml negatif 94,5 3 - 4

15 0,60 0,60 < 3 ml negatif 92,0 2,5 - 3

15 0,60 0,69 < 3 ml negatif 92,0 < 2,5

Sumber : Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, 2003

Mutu berbanding lurus dengan harga, yaitu apabila

mutunya baik maka harga akan semakin tinggi dan berlaku

sebaliknya. Dari segi harga, rata-rata produk tapioka Desa

Karang Tengah masih kalah dengan Desa Kadumangu

Cibuluh, Pasir Laja maupun Ciluar. Jika pengusaha tapioka

dan pihak pabrik telah bertemu untuk menentukan harga,

maka kesepakatan harga melibatkan kedua belah pihak,

tetapi untuk harga pembukaan dalam tawar-menawar hanya

pihak pabrik yang dapat menentukan. Dalam hal ini posisi

tawar para pengusaha tapioka sangat lemah terhadap pabrik,

hal tersebut disebabkan tidak adanya himpunan pengusaha

tapioka.

Daya simpan tapioka yang relatif singkat juga

menyebabkan pengusaha tapioka tidak mempunyai pilihan

Page 54: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

lain selain menjual tapioka pada tingkat harga berapapun.

Harga tapioka sangat berfluktuatif, yaitu tergantung pada

kualitas tapioka kasar yang dipasok oleh pengusaha tapioka

dan jumlah pangusaha yang memasok tapioka. Apabila

banyak penawaran dari pengusaha tapioka, maka harga

tapioka kasar yang dipasok cenderung rendah, dan

sebaliknya. Harga tapioka kasar tertinggi di tingkat

pengusaha tapioka sampai saat ini berkisar Rp 400.000- Rp

420.000 /ku. Untuk saat ini harganya berkisar Rp 2.300-Rp

3.500 /kg. Sedangkan harga onggok berkisar antara Rp 800-

Rp 1.000 per kilogram atau sekitar 30% dari harga tapioka

kasar. Penetapan harga yang dilakukan oleh pabrik

pengolahan tapioka kepada produsen pangan

mempertimbangkan kondisi dan situasi pemasaran yang

terjadi. Kondisi pasar dengan permintaan yang rendah dan

penawaran tinggi, maka pabrik pengolahan akan

memberikan harga pokok penjualan pada produknya dengan

harga tambahan terendah Rp 50,- /kg. Bila permintaan tinggi

sedang penawaran rendah, sehingga harga tambahan yang

diberikan Rp 200,- /kg.

6. Lokasi Industri

Umumnya industri tapioka berlokasi di sekitar

pemukiman penduduk, sebagian di tanah milik PT. Sentul

atau Perum Perhutani dan sekitar aliran sungai. Perekrutan

tenaga kerja akan lebih mudah sehubungan dengan dekatnya

lokasi industri dengan pemukiman penduduk. Selain itu,

pasokan air dan pembuangan limbah akan lebih lancar,

karena lokasi industri yang berdekatan dengan sungai.

Lokasi industri di daerah yang bukan milik pribadi

merupakan suatu kelemahan, karena lahan yang digunakan

merupakan milik PT. Sentul dan Perum Perhutani.

Page 55: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lokasi yang relatif dekat dengan pasar merupakan

keunggulan tersendiri bagi industri tapioka di Desa Karang

Tengah. Biaya transportasi lebih murah dibandingkan

dengan industri sejenis yang terletak di luar Bogor, seperti di

Tasikmalaya, Lampung, Cianjur, Purwakarta, Sukabumi dan

sebagainya.

7. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi tapioka di Desa Karang Tengah

sebagian besar masih menggunakan tenaga manusia dan

secara teknologi relatif tertinggal, hal tersebut menyebabkan

kurang bersaingnya industri tapioka di Desa Karang Tengah

dengan industri sejenis di desa-desa lain. Untuk penyaringan

misalnya, beberapa masih menggunakan tenaga manusia.

Padahal di daerah lain seperti Desa Kadumangu, Desa

Ciampea sudah menggunakan penyaringan dengan

menggunakan mesin yang disebut sintrik, akibatnya

kapasitas produksi masih kalah dibandingkan desa tersebut.

Pada beberapa kasus, dalam memperoleh air para pengusaha

tapioka menggali sumur, akibatnya mutu air dalam hal

kejernihan atau kebersihan tidak tergantung pada cuaca.

Mekanisasi sudah tentu memerlukan investasi modal

yang besar. Apabila mekanisasi tersebut benar-benar

dilaksanakan, maka untuk mempertahankan operasi yang

terus-menerus diperlukan input (ubikayu) dan modal yang

besar pula. Dan hal itu bagi industri kecil skala rumah

tangga seperti industri tapioka di Desa Karang Tengah

merupakan masalah tersendiri.

8. Pemasaran

Pemasaran produk dilakukan oleh pengusaha tapioka

ada yang melalui tengkulak ada yang tidak. Target pasarnya

ialah pabrik pengolahan yang ada di Ciluar. Tapioka dibagi

menjadi tiga kelas, yaitu kelas satu, dua dan tiga. Yang

Page 56: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

membedakan mutu dari ketiga kelas tapioka tersebut secara

kasat mata ialah warna, aroma dan kandungan air. Penentuan

mutu tapioka biasanya didasarkan berdasarkan contoh yang

diambil dari karung dan selanjutnya diperiksa dengan

memegang contoh tersebut. Penentuan mutu tapioka

dilakukan oleh pihak dari pabrik karena sudah

berpengalaman.

Untuk penjualan onggok, ada pengusaha tapioka

yang menjual melalui tengkulak. Rata-rata pengusaha

menjual sendiri onggok ke pabrik. Sedangkan yang menjual

melalui tengkulak biasanya berpandangan bahwa perbedaan

terjadi pada ongkos transportasi, sehingga tidak merasa

dirugikan bila menjual melalui tengkulak.

Semakin banyaknya pabrik pengolahan tapioka,

membuat pengusaha tapioka kasar memiliki alternatif dalam

menjual produknya. Pengusaha tapioka tersebut terlebih

dahulu melakukan survai harga ke beberapa pabrik

pengolahan dan selanjutnya menjualnya ke pabrik yang

memberikan harga tertinggi.

b. Analisis Lingkungan Eksternal

1. Analisis Lingkungan Makro

a. Kebijakan Pemerintah

Pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat

seharusnya menjadi prioritas utama pembangunan

ekonomi nasional, karena tujuan pembangunan ekonomi

rakyat sesuai dengan amanat konstitusi yaitu

meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.

Departemen Koperasi dan Usaha Mikro Kecil

Menengah (Departemen KUMKM) dalam Rencana

Strategis 2005-2009 berusaha mengembangkan UMKM

dengan meningkatkan SDM yang dimiliki UMKM,

Page 57: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

meningkatkan aksesabilitas KUKM terhadap sumber-

sumber pembiayaan, memperluas sumber pembiayaan bagi

KUKM, baik bank maupun nonbank. Selain itu, Dinas

Perindustrian Kabupaten Bogor mempunyai program yang

bertujuan untuk mengembangkan industri kecil secara

umum di Kabupaten Bogor. Programnya termasuk

pelatihan yang meliputi pelatihan manajemen administrasi,

peningkatan mutu, diversifikasi produk dan bantuan

permodalan. Bantuan permodalan ini disebut Bantuan

Dana Bergulir dan dikucurkan pemerintah sebesar Rp

25.000.000 dan sudah berlangsung tujuh tahun. Tapi

sejauh ini usaha-usaha pemerintah tersebut belum dapat

dirasakan oleh para pengusaha tapioka secara maksimal

baik bantuan permodalan, upaya pencerahan teknologi,

pembentukan kelembagaan, bantuan pemasaran dan lain-

lain.

b. Kondisi Ekonomi

Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat

yang dapat diktahui dari naiknya Upah Minimum Wilayah

juga merupakan pengaruh positif bagi pengusaha tapioka.

Peningkatan pengeluaran rataan per kapita sebulan untuk

makanan merupakan indikasi bagi peningkatan permintaan

bahan makanan seperti tepung tapioka.

Rendahnya inflasi juga mendukung daya beli

masyarakat. Inflasi yang menggambarkan kenaikan harga-

harga secara umum, masih pada level satu digit. Inflasi

pada tahun 2006 bulan Januari sebesar 1,36%, Februari

0,58% dan Maret sebesar 0,03% (BPS, 2006a).

c. Sosial Budaya

Meningkatnya kesadaran dan pengetahuan

masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan dan

kandungan pada ubikayu menimbulkan efek positif bagi

Page 58: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

tapioka. Tapioka sebagai hasil olahan dari ubikayu yang

mengandung banyak karbohidrat dapat menggantikan

kebutuhan akan beras.

Selain itu, pada saat ini semakin banyak gerakan

kampanye atau promosi yang diarahkan kepada seluruh

lapisan masyarakat, mulai lapisan bawah, sampai lapisan

atas. Bahkan Departemen Pertanian RI mulai gencar

mempromosikan hasil olahan makanan non beras yang

mengandung karbohidrat tinggi. Peran dari ahli tata boga

dan peneliti juga cukup besar dalam menciptakan variasi

yang menarik dari makanan hasil olahan ubikayu atau

tapioka.

Lokasi ibukota negara yang berdekatan dengan

Bogor juga berpengaruh terhadap tumbuhkembangnya

industri tapioka di Desa Karang Tengah. Disisi lian, para

pemuda dari desa banyak yang mencari kerja keluar desa

sehingga jarang yang berprofesi sebagai pengusaha

tapioka.

d. Demografi

Semakin meningkatnya jumlah penduduk

Indonesia tentu akan meningkatkan kebutuhan pangan.

Meningkatnya jumlah penduduk harus diiringi oleh

diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan

terhadap beras. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun

2000 sebanyak 206,264,595 jiwa dengan laju pertumbuhan

1,35 persen pertahun (BPS, 2006 b).

e. Lingkungan

Faktor lingkungan harus juga dipertimbangkan

dalam pengembangan industri tapioka. Industri tapioka di

Desa Karang Tengah banyak mengambil pasokan ubikayu

dari daerah sekitar, terutama Gunung Pancar. Padahal

ubikayu sendiri memiliki karakteristik banyak menyerap

Page 59: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

unsur hara, sehingga apabila dibiarkan dalam waktu yang

lama akan merusak struktur kimia tanah dan selain itu

dapat menyebabkan erosi, hal tersebut berkaitan dengan

terbatasnya daun-daun yang menutupi selama

pertumbuhan awal yang menyebabkan tingginya daya

tumbuk air hujan langsung mencapai tanah. Kedua,

menyangkut tanah yang bergerak saat dipanen (Falcon et

al., 1986). Gunung Pancar merupakan kawasan dataran

tinggi yang mempunyai ketinggian 1.529 m diatas

permukaan laut, dan dalam keadaan yang memprihatinkan

dikarenakan banyaknya hutan yang gundul pada kawasan

tersebut.

Selain itu, lahan yang digunakan petani untuk

bersawah dan berladang banyak yang dirubah menjadi

areal pemukiman penduduk. Oleh karena itu pasokan

ubikayu dari Desa Karang Tengah sendiri terancam akan

berkurang, sehingga pengusaha tapioka akan mencari

pemasok dari daerah lain dengan konsekuensi menambah

biaya produksi yang disebabkan oleh biaya transportasi

atau biaya angkut.

2. Analisis Lingkungan Industri

a. Persaingan Industri

Persaingan industri merupkan hal yang wajar dan

tidak dapat dihindari, begitu juga dengan industri tapioka.

Rendahnya hambatan masuk merupakan ancaman

tersendiri bagi industri tapioka yang sudah terlebih dahulu

ada dan sudah mapan. Hambatan masuk tersebut bisa

berupa mutu produk yang telah ada, sistem produksi yang

relatif sedarhana dan mudah untuk ditiru. Industri tapioka

ini telah ada selama berpuluh-puluh tahun lamanya.

Industri yang bertahan ialah industri yang menghasilkan

Page 60: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

tapioka kasar bermutu tinggi dan didukung dengan modal

yang cukup.

b. Produk Substitusi

Tapioka memiliki fungsi dan kandungan yang berbeda

dengan jenis tepung yang lain seperti tepung maizena,

tepung beras, tepung terigu, tepung kedelai dan tepung

gaplek. Pada kasus tertentu seperti pada pembuatan bakso,

tepung kedelai dapat menjadi barang substitusi bagi

tapioka, tetapi hal tersebut tidak dianjurkan, sebab akan

berpengaruh pada aspek rasa, warna dan bau (Purnomo,

2003)

c. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli

Pembeli dalam hal ini pabrik memiliki daya

tawar yang cukup tinggi. Dalam penentuan harga tapioka

ataupun onggok, pembeli memegang kendali. Karena

pasokan tapioka tidak hanya datang dari pengusaha

tapioka dari Desa Karang Tengah, tetapi juga dari desa-

desa lain di Bogor. Harga tapioka tergantung pada

banyaknya permintaan akan tapioka dan pasokan tapioka.

d. Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok

Penyediaan bahan baku tapioka yaitu ubikayu

dilakukan oleh tengkulak dan petani ubikayu. Tengkulak

tersebut membeli ubikayu dari para petani kemudian dijual

kepada pengusaha tapioka, tetapi ada juga pengusaha

tapioka yang membeli langsung dari petani ubikayu.

Penetapan harga beli dan kuantitas ubikayu ini tergantung

mutu barang dan kesepakatan dari kedua belah pihak, baik

pengusaha tapioka dengan petani ataupun tengkulak tetapi

harga awal dibuka oleh pengusaha ubikayu. Dalam

mencari bahan baku, sering pemilik ubikayu mendatangi

pengusaha tapioka dan jarang sebaliknya. Dalam hal ini,

penjual ubikayu akan mencari pembeli dengan harga

Page 61: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

tertinggi, sedangkan pengusaha ubikayu akan mencari

penjual dengan harga terendah. Beberapa pengusaha

tapioka memiliki langganan tertentu karena dirasa sudah

cocok, tetapi sebagian besar pengusaha tapioka memiliki

banyak alternatif penyedia bahan baku. Pembayaran

sebagian besar dilakukan setelah tapioka laku di pasar.

4.2.2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri Tapioka

1. Faktor Internal Industri

a. Kekuatan Industri

1) Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan.

Struktur organisasi perusahaan yang sederhana, yaitu

pemilik modal merangkap sebagai pengelola dan

karyawan, memudahkan pemilik modal untuk mengontrol

kegiatan operasional perusahaan. Selain itu, eketivitas dan

efisiensi aliran tanggungjawab dapat lebih dikontrol dan

mengurangi adanya kesalahan.

2) Etos kerja dan disiplin yang tinggi.

Etos kerja dan disiplin tinggi diantara karyawan

menyebabkan kapasitas produksi berada dalam keadaan

maksimal. Tidak pernah terjadi inefisiensi produksi yang

disebabkan kinerja karyawan yang buruk.

3) Iklim kerja yang baik.

Hubungan yang terjadi antar karyawan dan pemilik

modal berjalan harmonis dan kekeluargaan. Jarang terjadi

keluhan-keluhan yang menyebabkan renggangnya

hubungan antar karyawan atau dengan pemilik modal. Hal

ini disebabkan karyawan yang direkrut masih merupakan

kerabat atau tetangga dekat.

4) Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja.

Tenaga kerja yang dipekerjakan masih terhitung

kerabat atau tetangga dekat. Oleh karena itu, pengusaha

tapioka tidak pernah kesulitan dalam merekrut tenaga

Page 62: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

kerja. Selain itu pengangguran yang tinggi juga merupakan

faktor pendukung mudahnya perekrutan tenaga kerja.

5) Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar.

Letak perusahaan relatif dekat dengan pasar, yaitu

masih terbilang di daerah Bogor merupakan kekuatan

tersendiri dibandingkan perusahaan sejenis yang berlokasi

di luar kota. Jarak perusahaan dengan pasar mempengaruhi

ongkos transportasi yang dibutuhkan dan akhirnya

berpengaruh terhadap biaya produksi.

b. Kelemahan Industri

1) SDM yang rendah.

Sumber daya manusia yang rendah berpengaruh

terhadap kemampuan perusahaan untuk berinovasi,

mengaplikasikan pembuatan tapioka yang efisien,

mengurangi kemampulabaan perusahaan serta berdampak

negatif terhadap tingkat akseptabilitas dalam mengadopsi

teknologi yang diberikan kepada masyarakat tani.

2) Terbatasnya modal.

Terbatasnya modal usaha membuat industri tapioka

mengalami stagnasi. Terbatasnya pengetahuan masyarakat

akan tatacara pengajuan pinjaman modal kepada bank

merupakan hambatan tersendiri.

3) Mutu produk dan harga yang kurang bersaing.

Mutu produk tapioka Desa Karang Tengah masih

kurang bersaing dibandingkan dengan tapioka dari desa

lain, seperti Desa Kadumangu atau Ciluar. Hal ini

disebabkan oleh kandungan air yang berbeda pada daerah

tersebut. Masalah teknologi dan sanitasi juga menjadi

hambatan bagi industri tapioka Desa Karang Tengah.

Rataan industri tapioka Desa Karang Tengah

mengandalkan tenaga manusia yang terkadang tidak

konsisten dan hal tersebut mempengaruhi mutu produk.

Page 63: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Begitupun dengan sanitasi, industri tapioka di Desa

Karang Tengah kurang mempehatikan sanitasi produksi,

sehingga berpengaruh juga terhadap mutu produk. Mutu

akan berbanding lurus dengan harga. Apabila mutu produk

baik, maka harga akan tinggi, dan sebaliknya.

4) Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak

lain.

Sebagian industri tapioka Desa Karang Tengah

berlokasi di lahan milik pihak lain, seperti PT. Sentul dan

Perum Perhutani. Hal tersebut dalam jangka panjang akan

mengancam keberadaan industri ini, karena jika sewaktu-

waktu pihak yang memiliki lahan berniat mengambil

haknya, maka hal tersebut akan mengancam keberadaan

perusahaan.

5) Penggunaan teknologi yang masih terbatas.

Keterlibatan teknologi pada proses produksi tapioka

di Desa Karang Tengah dibilang masih kurang. Hal

tersebut mempengaruhi mutu dan kuantitas produk,

sehingga menjadi kurang bersaing dengan produk dari

desa atau daerah lain.

6) Pencatatan keuangan yang masih sederhana.

Pencatatan yang dilakukan oleh industri tapioka

hanya mencakup data historis penjualan. Dan rataan

perusahaan tidak dapat menganalisis biaya produksi yang

dibutuhkan dalam pembuatan tapioka, karena tidak

memiliki laporan keuangan. Perusahaan juga tidak dapat

menentukan apakah sebenarnya mendapat laba atau

mendapatkan kerugian.

7) Kesadaran dalam pengembalian pinjaman pada sebagian pengusaha dan masyarakat yang relatif rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pabrik

pengolahan tapioka, rataan pengusaha tapioka dari Desa

Page 64: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Karang Tengah relatif sulit untuk diberi masukan

konstruktif dalam rangka meningkatkan mutu produk

tapioka kasar yang dihasilkan. Bagi rataan pengusaha

tapioka, yang penting ialah menghasilkan laba. Selain itu,

ditataran masyarakat, kesadaran untuk mengembalikan

hutang masih rendah. Kebiasaan tersebut secara tidak

langsung berpengaruh terhadap pengusaha tapioka.

8) Rusaknya Infrastruktur

Infrastruktur seperti jalan raya, jembatan berada

dalam kondisi yang memprihatinkan sehingga sangat

menyulitkan masyarakat dalam melakukan kegiatan

sehari-hari. Kondisi tersebut menyebabkan sedikit

terhambatnya akses pengusaha tapioka terhadap sumber

permodalan, akses informasi di tingkat pengambil

kebijakan dan sebagainya.

2. Faktor Eksternal Industri

a. Peluang Industri

1) Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

Tingkat kesadaran masyarakat akan kebutuhan

nutrisi telah mengubah persepsi bahwa bahan makanan

yang merupakan sumber karbohidrat tidak hanya beras,

tetapi juga didapatkan dari sumber-sumber yang lain.

Selain itu, pada saat ini banyak pihak-pihak seperti

pemerintah melalui Departemen Pertanian, restoran, hotel,

pendidikan boga yang mempromosikan makanan

berkarbohidrat pengganti beras.

2) Kondisi ekonomi yang stabil

Kondisi ekonomi yang stabil digambarkan oleh

inflasi yang berada pada level satu digit, naiknya

pendapatan masyarakat yang digambarkan oleh naiknya

Page 65: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Upah Minimum Wilayah. Hal tersebut memberikan

peluang daya beli masyarakat akan bertambah.

3) Semakin bertambahnya jumlah penduduk.

Semakin bertambahnya penduduk Indonesa dari

tahun-ketahun secara otomatis akan meningkatkan

permintaan akan bahan makanan terutama yang

mengandung nutrisi yang sama dengan makanan pokok.

4) Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

Tapioka memiliki produk pengganti, khususnya dari

produk umbi-umbian seperti kimpul, ubi jalar bahkan

tepung kedelai. Tetapi dalam substitusi produk, produk

pengganti tersebut tidak dapat mengganti sebesar 100%

karena hal tersebut tergantung dari uji organoleptik yang

paling diterima. Pada kasus pembuatan bakso sapi,

penggunaan produk substitusi yaitu tepung kedelai terbukti

kurang disukai karena berpengaruh terhadap rasa, bau dan

warna (Purnomo, 2003).

a. Ancaman Industri

1) Kurangnya peranserta dari pemerintah.

Baik pemerintah daerah, kecamatan maupun desa

sejauh ini belum membuat program yang bertujuan untuk

mengembangkan industri tapioka di Desa Karang Tengah.

Bantuan seperti permodalan, penelitian, alih teknologi dan

fasilitasi kelembagaan belum dirasakan oleh kalangan

pengusaha tapioka.

2) Hambatan masuk industri relatif rendah.

Hambatan masuk dalam industri ini relatif rendah.

Ada beberapa peubah yang menyebabkan hal tersebut,

yaitu modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar, SDM

yang tidak menuntut syarat yang terlalu banyak dan rumit,

dan sistem produksi mudah untuk ditiru.

Page 66: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

3) Kurangnya regenerasi kepemilikan

Lokasi ibukota negara yang relatif dekat dengan

segala daya tariknya membuat generasi muda lebih

menyukai untuk bekerja disana. Hal ini menyebabkan

kurang adanya regenerasi usaha tapioka yang diwarisi dari

orang tua ke anak-anaknya.

4) Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

Banyaknya pengrajin tapioka yang menjual tapioka

kasar ke pabrik pengolahan tapioka menyebabkan harga

tapioka sangat berfluktuasi. Pembeli memiliki kekuatan

untuk menentukan harga tapioka pada tingkat harga

tertentu dan pengusaha tapioka tidak memiliki pilihan lain

selain menjualnya.

5) Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

Tidak adanya lembaga atau himpunan yang

melindungi pengusaha tapioka merupakan ancaman

tersendiri. Lembaga tersebut nantinya dapat berguna untuk

memperkuat posisi tawar petani dalam negosiasi harga,

permodalan dan lain-lain.

6) Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

Kurangnya sarana telekomunikasi seperti telepon

dan informasi seperti televisi dan surat kabar

menyebabkan masyarakat relatif terlambat dalam

mengakses informasi dari luar desa. Hal tersebut

berpengaruh pada tingkat kesadaran industri tapioka pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk

meningkatkan kapasistas internal dalam menghadapi

persaingan dunia usaha yang semakin mengglobal.

7) Faktor Cuaca

Cuaca sangat mempengaruhi berlangsungnya

kegiatan pada industri pembuatan tapioka. Apabila cuaca

cerah, maka tapioka akan bermutu baik dan apabila cuaca

Page 67: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

mendung atau hujan maka tapioka akan bermutu jelek

bahkan jika cuaca buruk tersebut berlangsung lama maka

hal itu akan mengancam keberlangsungan industri tapioka.

4.2.3. Tahap Masukan (Input Stage)

a. Matriks IFE

Berdasarkan faktor-faktor internal yang telah dianalisis,

maka dilakukan pembobotan dan pemberian rating oleh

pengusaha tapioka dan para pembuat kebijakan untuk

membentuk matriks IFE (tabel 4). Pada matriks IFE dapat dilihat

nilai sebesar 2,173 yang menandakan bahwa dalam rata-rata

industri secara internal perusahaan lemah atau dengan kata lain

perusahaan belum memiliki strategi yang baik dalam

mengantisipasi ancaman internal yang ada.

Kekuatan utama yang dimiliki oleh industri kecil tapioka

ialah iklim kerja yang baik, karena masih tingginya budaya

gotong-royong dalam masyarakat desa. Sedangkan kekuatan

yang lain ialah etos kerja dan disiplin yang tinggi, kontrol yang

relatif mudah terhadap perusahaan, tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja dan kedekatan lokasi perusahaan dengan

pasar. Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki ialah tentang

mutu produk dan harga yang kurang bersaing, karena faktor

proses pembuatan yang kurang baik.

Page 68: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Tabel 4. Hasil analisis matriks IFE

Faktor Strategis Internal

No A. Kekuatan

Bobot* (a)

Rating (b)

Nilai

(c = a x b)

1.

2. 3. 4.

5.

Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan Etos kerja dan disiplin yang tinggi Iklim kerja yang baik Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

0,066

0,081 0,081 0,061

0,051

3

2,75 3,25 2,5

2

0,198

0,223 0,264 0,152

0,101

Jumlah A

0,340

0,939

Kelemahan

1.

2. 3. 4.

5.

6.

7.

8.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah. Terbatasnya modal. Mutu produk dan harga kurang bersaing. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain Penggunaan teknologi yang masih terbatas Pencatatan keuangan yang masih sederhana. Kesadaran pengembalian pinjaman pada sebagian pengusaha dan masyarakat yang relatif rendah. Rusaknya infrastruktur

0,086

0,096 0,096 0,081

0,081

0,051

0,086

0,081

2 2 1

2,25

1,5 3 2

1,75

0,173

0,193 0,096 0,183

0,122

0,152

0,172

0,142

Jumlah B

0,660

1,233

Total IFE (A+B)

1,000

2,173

* Penentuan bobot internal dilakukan oleh para ahli yang mengetahui keadaan industri tapioka Desa Karang Tengah, yaitu Kepala Desa Karang Tengah (Ahmad Sugih), Ketua Tim Desa (Suheri) dan pengusaha tapioka (Rosyidin dan Neneng).

b. Matriks EFE

Berdasarkan analisis faktor-faktor eksternal perusahaan,

dilakukan pembobotan, pemberian rating dan penetapan nilai

(Tabel 5). Pada tabel matriks EFE menunjukkan skor terbobot

sebesar 2,321. Hal tersebut menandakan bahwa kemampuan

Page 69: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang dalam

mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi masih kurang, atau

dengan kata lain industri kecil tapioka di Desa Karang Tengah

belum memiliki strategi yang baik dalam mengatasi ancaman

eksternal yang ada.

Faktor yang menjadi peluang utama dalam industri ini

ialah kurangnya ancaman dari produk pengganti, dikarenakan

tapioka memiliki karakteristik yang khas, sehingga tidak dapat

diganti dengan tepung yang menggunakan bahan baku selain

ubikayu. Sedangkan faktor lain yang menjadi peluang

diantaranya semakin bertambahnya jumlah penduduk, perubahan

persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras dan

kondisi ekonomi yang stabil.

Faktor yang menjadi ancaman utama ialah faktor cuaca

dan kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi.

Sedangkan ancaman lainnya dari faktor yang paling

mengancam, berturut-turut ialah rusaknya infrastruktur,

kurangnya peran serta dari pemerintah, tidak adanya

kelembagaan yang mendukung industri tapioka, hambatan

masuk industri relatif rendah, kurangnya sarana telekomunikasi

dan informasi dan kurangnya regenerasi kepemilikan.

Page 70: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Tabel 5. Hasil analisis matriks EFE

Faktor Strategis Eksternal

No A. Peluang

Bobot* (a)

Rating (b)

Nilai (c = a x b)

1.

2.

3. 4.

Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras. Semakin bertambahnya jumlah penduduk. Kondisi ekonomi yang stabil Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

0,081

0,075

0,064 0,087

2,25

3,25

2,5 3,75

0,182

0,244

0,159 0,325

B. Total skor Peluang

0,306

0,910

Ancaman

1. 2. 3. 4.

5.

6.

7.

Kurangnya peran serta dari pemerintah. Hambatan masuk industri relatif rendah. Kurangnya regenerasi kepemilikan Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi Faktor cuaca

0,116 0,069 0,081 0,116

0,110

0,087

0,116

1,5 3

3,25 1

1,75 3 1

0,376 0,173 0,243 0,116

0,192

0,195

0,116

Jumlah B

0,694

1,410

Total EFE (A+B)

1,000

2,321

* Penentuan bobot eksternal dilakukan oleh para ahli yang mengetahui keadaan industri tapioka Desa Karang Tengah, yaitu Kepala Desa Karang Tengah (Ahmad Sugih), Ketua Tim Desa (Suheri) dan pengusaha tapioka (Rosyidin dan Neneng).

c. CPM

Dalam penelitian ini digunakan CPM yang menganalisis

mengenai kekuatan dan kelemahan pesaing utama industtri kecil

tapioka di Desa Karang Tengah berkaitan dengan posisi strategis

perusahaan. Pada matriks ini yang digunakan sebagai faktor

penentu keberhasilan ialah mutu, harga, teknologi, modal, lokasi

industri dan kesadaran pengembalian pinjaman. Sedangkan desa

yang dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai pesaing utama

Page 71: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

ialah Desa Cibuluh, Kadumangu dan Ciluar. Hal ini dikarenakan

desa tersebut merupakan desa yang relatif banyak memasok

tapioka di pasaran Ciluar. Faktor penentu keberhasilan, bobot

dan peringkat pada matriks CP diperoleh dari penilaian

responden, diantarany pengusaha tapioka (Neneng, Rosyidin),

kepala desa (Ahmad Sugih), dan ketua Tim Desa (Suheri).

Pada matriks CP, Desa Karang Tengah mendapatkan nilai

2,239, Desa Cibuluh mendapatkan nilai 2,830, Desa Kadumangu

mendapatkan nilai 3,383 dan Desa Ciluar mendapatkan nilai

3,112. Nilai tersebut menunjukkan bahwa respon Desa Karang

Tengah dalam menanggapi faktor penentu keberhasilan masih

kurang, apabila dibandingkan dengan desa-desa lain yang

memasok tapioka kasar.

Tabel 6. Matriks CP Desa

Karang Tengah Desa Cibuluh Desa

Kadumangu Desa Ciluar Faktor

Penentu Keberhasilan

Bobot

Peringkat Nilai Peringkat Nilai Peringkat Nilai Peringkat Nilai Mutu produk 0,191 2,25 0,430 3 0,573 4 0,764 3,25 0,621

Harga 0,213 1,75 0,373 3 0,639 3,75 0,799 3,5 0,746 Teknologi 0,128 2 0,256 3 0,384 3,25 0,416 3 0,384

Modal awal 0,170 3,25 0,553 2 0,340 3 0,510 2,75 0,468 Lokasi industri

0,128 2,25 0,288 3 0,384 3 0,384 3 0,384

Kesadaran pengembalian

pinjaman

0,170 2 0,340 3 0,510 3 0,510 3 0,510

Total 1,000 2,239 2,830 3,383 3,112

4.2.4. Tahap Pencocokan (Matching Stage)

4.2.4.1. Matriks Internal-Eksternal (IE)

Matriks IE bertujuan untuk memposisikan industri

ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari 9 sel.

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai IFE 2,173 dan

EFE 2,321, sehingga industri berada pada sel V matriks IE.

Strategi pada posisi tersebut ialah strategi hold dan

maintain, yang dapat berupa diversifikasi konsentris,

diversifikasi konglomerasi atau strategi pengembangan

Page 72: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

produk. Hal-hal yang mendukung industri untuk

melaksanakan strategi tersebut diantaranya bahwa IK

tapioka di Desa karang Tengah telah berjalan dengan baik

walaupun belum dapat merespon ancaman internal dan

eksternal dengan baik. Hal ini terlihat dari penjualan yang

bersifat massal dan bekesinambungan.

Strategi diversifikasi konsentris artinya menambah

produk atau jasa baru, namun terkait dengan produk lama.

Ketergantungan tapioka terhadap faktor cuaca dapat diatasi

dengan diproduksinya produk olahan dari ubikayu selain

tapioka yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi,

misalnya keripik ubikayu. Dengan begitu diharapkan

kegiatan perusahaan dapat terus berjalan dan selain itu,

diharapkan produk baru memiliki fluktuasi penjualan

musiman yang menyeimbangkan fluktuasi penjualan

perusahaan saat ini. Strategi diversifikasi konglomerasi

ialah menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait

dengan produk atau jasa yang lama. Desa Karang Tengah

juga merupakan wilayah sentra produksi pisang dan kopi,

maka dalam rangka penerapan strategi konglomerasi,

industri tapioka harus memanfaatkan potensi tersebut.

Hasil olahan dari pisang atau kopi merupakan bahan

makanan yang bernilai ekonomi tinggi dan berinvestasi

pada keduanya merupakan hal menarik. Strategi

pengembangan produk adalah strategi yang berupaya

meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau

memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Penerapan

dari strategi ini ialah IK tapioka di Desa Karang Tengah

harus mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi mutu

produk agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan

industri sejenis dari desa lain.

Page 73: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Kuat Rataan Lemah

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX

Gambar 6. Hasil Matriks IE

4.2.4.2. Matriks SWOT

Pada matriks ini didapatkan strategi berdasarkan

gabungan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan)

dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Empat

strategi utama yang disarankan yaitu strategi SO, ST, WO

dan WT. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan analisis SWOT pada industri tapioka di Desa

Karang Tengah dapat dirumuskan 14 alternatif strategi,

yaitu :

1. Strategi SO

a. Meningkatkan produksi perusahaan dengan memanfaatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan.

Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan,

etos kerja dan disiplin yang tinggi, iklim kerja

yang baik, rekrutmen tenaga kerja yang mudah

dan lokasi perusahaan yang dekat dengan pasar

dapat dijadikan faktor pendukung agar perusahaan

dapat meningkatkan produksinya untuk memenuhi

kebutuhan pangan khusunya tapioka.

4,0 3,0 2,0 1,0

3,0

2,0

1,0

Tinggi

Sedang

Lemah

Total nilai faktor internal = 2,173

Total nilai faktor ekster-nal = 2,321 2,0

Page 74: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

b. Meningkatkan mutu produk dengan mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu.

Faktor mutu merupakan hal yang paling mendasar

dalam industri tapioka agar permintaan yang ada

dapat terpenuhi, karena mutu akan mempengaruhi

harga jual produk. Dengan dekatnya lokasi industri

terhadap pasar, didukung etos kerja dan disiplin

yang tinggi dari para pengusaha tapioka, maka

pengusaha tapioka dapat mempelajari faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap mutu tapioka dari

sesama pengusaha tapioka dari desa lain. Selain

itu, dengan dan selanjutnya memfokuskan

perbaikan pada faktor-faktor tersebut.

2. Strategi ST

a. Mempertahankan budaya dan etos kerja karyawan perusahaan.

Iklim kerja yang baik dan etos kerja yang tinggi

diantara karyawan perusahaan dapat dipertahankan

dan ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi dan

produkstivitas industri tapioka di Desa Karang

Tengah, sehingga dapat meningkatkan daya saing

dan hambatan masuk industri .

b. Memperhatikan anggota keluarga yang lebih muda dalam merekrut karyawan.

Dalam melakukan rekrutmen karyawan dengan

segala kemudahannya, pengusaha tapioka harus

mempertimbangkan anggota keluarga yang lebih

muda dari segi usia, agar dalam perjalanan

organisasi terdapat regenerasi dalam industri

tapioka.

c. Mengembangkan produk tapioka halus.

Untuk mengatasi ancaman berupa hambatan masuk

industri yang relatif rendah dan daya tawar

Page 75: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

pembeli yang terlalu tinggi, maka dapat diatasi

dengan mendirikan pabrik pengolahan tapioka

halus. Dengan kekuatan industri, diantaranya

kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan,

etos kerja dan disiplin yang tinggi, iklim kerja

yang baik, tidak adanya kesulitan dalam merekrut

tenaga kerja diharapkan industri tapioka di Desa

Karang Tengah dapat memperluas skala usaha

dengan menguasai industri pengolahan tapioka

halus, sehingga pasar tidak terlalu terkonsentrasi di

wilayah Ciluar dan pengusaha tapioka dari Desa

Karang Tengah tidak terlalu tergantung pada

pabrik pengolahan di wilayah Ciluar.

d. Menciptakan diversifikasi produk olahan dari

ubikayu.

Keadaan yang tidak mendukung seperti kekuatan

tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi, tidak

adanya kelembagaan dan ketergantungan pada

faktor cuaca dapat diatasi industri tapioka dengan

diversifikasi produk, hal tersebut didukung dengan

dekatnya lokasi perusahaan dengan pasar, baik di

Bogor maupun Jakarta. Hal tersebut dapat

memudahkan perusahaan memasarkan produk

olahan yang dimilikinya.

3. Strategi WO

a. Meningkatkan penggunaan sekaligus efisiensi teknologi dalam kegiatan produksi tapioka.

Salah satu penyebab kalahnya mutu produk tapioka

dari Desa Karang Tengah ialah kurang

dimanfaatkannya teknologi dalam proses produksi.

Ketika industri tapioka dari desa lain menggunakan

teknologi, maka produksi akan meningkat tetapi

hal tersebut akan mengurangi fungsi IK sebagai

Page 76: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

penyerap tenaga kerja. Tetapi disisi lain, industri

tapioka dapat bersaing dengan industri sejenis di

desa lain dan permintaan tapioka dapat terpenuhi.

b. Merelokasi sejak dini lokasi perusahaan yang menumpang pada lahan pihak lain.

Lokasi perusahaan yang menggunakan lahan pihak

lain seminimal mungkin harus dihindari. Oleh

karena itu relokasi perusahaan harus dilakukan,

karena apabila terjadi relokasi secara paksa oleh

pemilik lahan maka hal itu akan merugikan

pengusaha tapioka itu sendiri, dan akan

menimbulkan biaya untuk membangun lokasi

perusahaan yang baru. Sehingga perusahaan tidak

akan bersaing dengan perusahaan yang sejenis dan

permintaan akan tapioka tidak dapat terpenuhi.

c. Mengajukan permohonan modal tambahan untuk peningkatan usaha baik kepada bank atau lembaga keuangan non bank.

Modal merupakan permasalahan klasik pada IK.

Modal untuk peningkatan usaha dapat diperoleh

melalui bank atau pihak non bank seperti koperasi.

Dengan mendapatkan modal tambahan, maka

industri dapat berkembang dengan baik dan semua

peluang yang menandakan akan meningkatnya

permintaan tapioka dapat termanfaatkan.

4. Strategi WT

a. Meningkatkan mutu SDM dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pemerintah maupun institusi pendidikan.

Lemahnya SDM merupakan faktor penyebab

kurang bisa bersaingnya industri tapioka pada

khususnya dan pertanian pada umumnya.

Lemahnya SDM merupakan penyebab kurangnya

penyerapan teknologi atau solusi yang dilakukan

Page 77: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

pemerintah terhadap industri tapioka pada

khususnya dan agribisnis pada umumnya.

b. Bekerjasama dengan pemerintah dan atau pihak institusi pendidikan untuk mengembang alat pengering tapioka basah dan pelatihan pembuatan tapioka yang bermutu baik dan efisien.

Faktor cuaca merupakan hal yang sangat

menentukan keberlangsungan industri tapioka

kasar. Sudah berpuluh tahun industri tapioka kasar

hanya bergantung pada panas sinar matahari.

Apabila cuaca panas, maka industri tapioka akan

tetap berlangsung, tapi jika cuaca kurang baik atau

hujan maka industri ini terancam tutup untuk

sementara, padahal permintaan akan tapioka selalu

ada. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah

maupun institusi pendidikan bekerjasama untuk

membuat alat pengering tapioka, sehingga industri

tapioka tidak akan bergantung pada cuaca dan

dapat memasok permintaan tapioka kasar setiap

dibutuhkan.

c. Pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi

Kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu

tinggi dan rendahnya SDM merupakan keadaan

yang kurang menguntungkan bagi industri tapioka

Desa Karang Tengah. Pembentukan kelembagaan

atau usaha memperkuat fungsi koperasi dapat

mengangkat daya tawar industri tapioka, selain itu

juga berfungsi melindungi pengrajin dari harga

yang terlalu rendah. Kelembagaan tersebut dapat

berupa himpunan pengusaha tapioka atau

sejenisnya.

Page 78: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Tabel 7. Matriks SWOT

Analisis Internal Analisis Eksternal

Kekuatan (S) 1. Kontrol yang relatif mudah

terhadap perusahaan. 2. Etos kerja dan disiplin yang

tinggi. 3. Iklim kerja yang baik. 4. Tidak adanya kesulitan

dalam merekrut tenaga kerja.

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar.

Kelemahan (W) 1. Mutu SDM yang rendah. 2. Terbatasnya modal. 3. Mutu produk dan harga

yang kurang bersaing. 4. Sebagian lokasi industri

menggunakan lahan pihak lain.

5. Penggunaan teknologi masih minim.

6. Pencatatan keuangan masih sederhana.

7. Kesadaran pengembalian pinjaman pada sebagian pengusaha dan masyarakat relatif rendah.

Peluang (O) 1. Perubahan persepsi

terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

2. Semakin bertambahnya jumlah penduduk.

3. Kondisi ekonomi yang stabil

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

Strategi S-O 1. Meningkatkan produksi

perusahaan dengan memanfaatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan (S1-S5,O2-O4)

2. Meningkatkan mutu produk dengan mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu.(S2&S5,O1-4)

Strategi W-O 1. Meningkatkan

penggunaan teknologi yang efisien dalam kegiatan produksi tapioka (W1&W5,O1-4)

2. Merelokasi sejak dini lokasi perusahaan yang menumpang pada lahan pihak lain (W4,O1- 4)

3. Mengajukan permohonan modal tambahan untuk peningkatan usaha baik kepada bank atau lembaga keuangan non bank (W2,O3)

Ancaman (T) 1. Kurangnya peranserta

dari pemerintah. 2. Hambatan masuk

industri relatif rendah. 3. Kurangnya regenerasi

kepemilikan 4. Kekuatan tawar-

menawar pembeli yang tinggi

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

7. Rusaknya Infrastruktur

Strategi S-T 1. Mempertahankan budaya

dan etos kerja karyawan perusahaan (S2,T2)

2. Memperhatikan anggota keluarga yang lebih muda dalam merekrut karyawan (S4,W3)

3. Mengembangkan produk tapioka halus (S2-S4,T2&T4)

4. Menciptakan diversifikasi produk olahan dari ubikayu (S5,W4,W5,W8)

Strategi W-T 1. Meningkatkan mutu

SDM dengan mengikuti pelatihan yang diadakan institusi pendidikan (W1,T1)

2. Bekerjasama dengan pemerintah dan atau pihak institusi pendidikan untuk mengembang alat pengering tapioka basah dan pelatihan pembuatan tapioka yang bermutu baik dan efisien (W5&W8,T1)

3. Pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi

Page 79: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

8. Faktor cuaca para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi (W1,T5)

Page 80: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

4.2.5. Tahap Keputusan (Decision Stage)

Analisis QSPM digunakan untuk mengevaluasi kemenarikan

relatif (relative attractiveness) dari analisis yang dihasilkan oleh

matriks IE, dan matriks SWOT. Proses pemilihan prioritas strategi

berdasarakan kesepakatan antara Kepala Desa Karang Tengah,

Ketua Tim Desa dan Pengusaha Tapioka yang memiliki kemampuan

dalam memilih strategi. Beberapa alternatif strategi yang dipilih

adalah :

1. Strategi diversifikasi konsentris

2. Strategi diversifikasi konglomerasi

3. Strategi pengembangan produk

4. Strategi penggunaan teknologi yang efisien

5. Strategi membangun kelembagaan

Alternatif strategi lain yang tidak termasuk dalam daftar

alternatif strategi di atas sudah termasuk ke dalam kesatuan strategi

pilihan. Berdasarkan matriks QSP, maka nilai TAS tertinggi pada

strategi strategi penggunaan teknologi yang efisien 5,515, berturut-

turut ialah strategi membangun kelembagaan 5,139, strategi

pengembangan produk 5,029, strategi diversifikasi konsentris 4,917,

sedangkan nilai TAS terendah ialah strategi diversifikasi

konglomerasi 4,451. Dalam melaksanakan strategi, industri tapioka

menyesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki. Selain itu, harus

dilakukan eveluasi secara terus-menerus agar IK tapioka di Desa

Karang Tengah memiliki daya saing dan dapat bersaing dengan

industri sejenis pada daerah lain.

Page 81: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Desa Karang Tengah merupakan salah satu lokasi produksi ubikayu dan

industri tapioka, tetapi pengelolaannya masih belum optimal, maka perlu

dikembangkan. Proses pengembangan IK tapioka tersebut memerlukan

sebuah strategi yang disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki oleh

Desa Karang Tengah. Nilai pada matriks IFE 2,173, dengan kekuatan

paling besar ditunjukkan oleh faktor iklim kerja yang baik (nilai 0,264),

serta kelemahan terbesar diperoleh dari faktor mutu produk dan harga

yang kurang bersaing (nilai 0,096). Nilai pada matriks EFE 2,321, peluang

utama ialah faktor kurangnya ancaman dari produk pengganti (nilai 0,325)

dan ancaman terbesar ialah faktor cuaca dan kekuatan tawar-menawar

pembeli yang tinggi (nilai 0,116).

b. Pada matriks CP diketahui bahwa nilai Desa Karang Tengah didasarkan

pada faktor penentu keberhasilan 2,239. Desa Cibuluh mendapatkan nilai

2,830, desa Ciluar mendapatkan nilai 3,112 dan Desa Kadumangu

mendapatkan nilai 3,383. Pada matriks IE, posisi perusahaan terletak pada

sel 5, berarti sebaiknya menggunakan strategi hold dan maintain, dengan

pelaksanaan melalui strategi diversifikasi konsentrik, diversifikasi

konglomerasi dan strategi pengembangan produk.

c. Pada matriks QSP diperoleh beberapa alternatif strategi dari matriks IE

dan SWOT, yaitu strategi diversifikasi konsentrik, diversifikasi

konglomerasi, strategi pengembangan produk, strategi penggunaan

teknologi yang efisien dan strategi membangun kelembagaan.

Berdasarkan matriks QSP maka nilai TAS tertinggi pada strategi

penggunaan teknologi yang efisien (5,515).

2. Saran

a. Untuk menanggulangi kekuatan tawar-menawar pembeli yang sangat

tinggi, perlu dibentuk kelembagaan yang beranggotakan para pengusaha

tapioka khususnya di Desa Karang Tengah dan umumnya seluruh desa

pemasok tapioka.

Page 82: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

b. Faktor-faktor yang menentukan mutu sebaiknya dipelajari seperti

teknologi, sanitasi dan selain itu kerjasama antara pemerintah dan intitusi

pendidikan dengan IK tapioka untuk memberikan pelatihan tentang

pembuatan tapioka yang baik sangat diperlukan.

c. Industri tapioka di Desa Karang Tengah sebaiknya juga memperhatikan

potensi lain yang dimilikinya seperti kopi, pisang maupun olahan ubikayu

yang lain juga sangat layak untuk dikembangkan. Karena selain

berpeluang untuk menjadi produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi,

pengolahan potensi tersebut relaif tidak terlalu tergantung pada faktor-

faktor yang menjadi kelemahan dan ancaman dari pengolahan tapioka

seperti faktor cuaca dan daya tawar pembeli yang pada saat ini dirasa

terlalu tinggi.

Page 83: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2006a

. Inflasi tahun 2006. http://www.bps.go.id. [24 April 2006]

2006b. Populasi tahun 2000.

http://www.bps.go.id/sector/population/table1.shtml. [24 April 2006] David, F. R. 2004. Manajemen Strategis : Konsep-konsep (Terjemahan). PT

Indeks, Jakarta

Departemen KUMKM. 2004. Rencana Strategis Pembangunan KUMKM. Departemen KUMKM RI, Jakarta.

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Departemen Pertanian. 2003 Pedoman Pengolahan Ubikayu. Jakarta.

Dinsi, V. 2004. Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian. LET’S GO Indonesia, Jakarta.

Dirgantoro, C. 2004. Manajemen Stratejik. Grasindo, Jakarta.

Falcon, W.P., et al. 1986. Ekonomi Ubikayu di Jawa. Standford University Press bekerjasama dengan Penerbit Sinar Harapan. Jakarta

Firdaus, H. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Tapioka (Studi Kasus: Koperasi Pengrajin Tapioka Ciluar, Desa Pasir Laja Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hafsah, M.J. 2003. Bisnis Ubikayu Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Husodo, S.Y. 2002. Membangun Kemandirian di Bidang Pangan : Suatu Kebutuhan Bagi Indonesia. Makalah pada Seminar Kemandirian Ekonomi Nasional. Pada tanggal 22 November 2002. Jakarta.

LIPI. 2006. Tepung Tapioka. http://www.pdii.lipi.go.id , [20 Januari 2006].

Kesenja, Y.Y. 2005. Analisis Industri Kecil Tepung Tapioka di Bogor (Kasus: Industri Kecil Tepung Tapioka di Kelurahan Ciluar & Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Skripsi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kotler, P. 1999. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). Ghalia Indonesia. Jakarta

Page 84: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Partomo dan Soejoedono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi.

Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pearce, J.A dan Robinson, R. 1997. Manajemen Strategik : Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. (Terjemahan). Binarupa Aksara. Jakarta.

Purba, R.P. 2002. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Pada Industri Kecil Tapioka (Kasus Industri Kecil Tapioka di Desa Ciparigi, Bogor Utara, Bogor). Skripsi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Purnomo, H. 2003. Pengaruh Subtitusi Tepung Tapioka dan Tepung Kedelai Terhadap Kualitas Bakso. Agrivita vol.20 no.3. Jakarta.

Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Jakarta

Suhendar, H. 2002. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Sumedang (Studi Kasus di Bogor, Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suriawiria, H. U. 25 September 2002. Potensi Ubikayu. Kompas Cyber Media. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/25/iptek/pote30.htm [20 Januari 2006].

Umar, H. 2003. Strategic Management in Action. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Veriasa, T. O. 2005. Kajian Lapang di TWA. Gunung Pancar, Kabupaten Bogor. Di dalam : Hasil Belajar. Meminang Lawan Menjadi Kawan (Prosiding Shared Learning II); Taman Wisata Alam Gunung Pancar, 18-27 Agustus 2005. Bogor : CIFOR dan PILI-NGO Movement.

Page 85: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

LAMPIRAN

Page 86: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 1. Kuesioner penelitian

I. Pengrajin tapioka (IK tapioka) A. Identitas pengrajin dan Keluarga

1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Formal/Non Formal : 5. Alamat : 6. Jumlah Anggota Keluarga :

No. Nama Umur L/P Pendidikan Pekerjaan

B. Informasi Umum Usaha

1. Bagaimana sejarah tapioka di desa ini ? siapa yang memulai ? mengapa memilih lokasi desa Karang Tengah ?

2. Sejak kapan Bapak/Ibu mengusahakan tapioka? 3. Bagaimana struktur organisasinya ? 4. Alasan memilih usaha tapioka ? 5. Sebelum mengusahakan tapioka, pernahkan mengusahakan tanaman

produksi yang lain ? (Sebutkan....) 6. Usaha tapioka merupakan pekerjaan sambilan atau utama ? 7. Jelaskan kemudahan dan atau kesulitan dalam mengusahakan tapioka ! 8. Bagaimana prospek usaha tapioka ? 9. Bagaimana pemanfaatan pendapatan usahatani tapioka ? (kebutuhan

primer atau sekunder) dan apakah mencukupi/tidak? 10. Apakah ada intervensi pemerintah dalam memajukan IK tapioka di desa

Karang Tengah ? 11. Adakah pesaing dari desa lain ? jika ada, sejak kapan ? 12. Bagaimana kondisi pesaing tersebut ? (keunggulan dan kelemahan) 13. Apakah ada jalinan kerjasama yang berbentuk organisasi antar pengrajin

tapioka di desa Karang Tengah ? mengapa ? 14. Mengapa anda memilih tempat disini ? 15. Apa kelebihan tapioka dari desa Karang Tengah ?

C. Permodalan

1. Bagaimana memperoleh modal usaha ? 2. Berapa modal awal yang dibutuhkan dalam usaha ini ? 3. Berapa lama usaha ini mencapai Break Event Point ?

D. Ketenagakerjaan

1. Darimana pengetahuan anda tentang pengolahan tapioka ?

Page 87: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 1.

2. Berapa jumlah tenaga kerja dalam pabrik (rinci menurut jenis pekerjaan, jenis kelamin, umur dan pendidikan) ?

3. Bagaimana siklus kerja di pabrik ? 4. Berapa rataan jam kerja per hari ? (bedakan antara pria dewasa, wanita

dewasa dan anak-anak) 5. Besarnya upah/gaji untuk pria dewasa, wanita dewasa dan anak-anak?

(Sebutkan alasannya) ? 6. Cara pembayaran upah gaji ? Sebutkan jika lebih dari satu cara dan

Adakah bonus/premi ? 7. Bagaimana cara merekrut tenaga kerja (jelaskan syarat yang diperlukan) ? 8. Dari mana saja asal pekerja itu ? 9. Dari desa setempat........orang (L/P atau anak-anak) 10. Dari luar desa..........orang (L/P atau anak-anak) 11. Adakah pendidikan/kursus tertentu yang diberikan kepada pekerja ? atau

adakah keterampilan khusus yang harus dimiliki pekerja ? 12. Apakah ada pekerja yang memiliki pekerjaan lain? 13. Adakah perlindungan tenaga kerja ? dan bagaimana bentuknya ? 14. Apa masalah ketenagakerjaan yang dihadapi ?

E. Perolehan input

1. Petani pemasok singkong: a. Siapa/darimana pemasok singkong ? b. Jumlah pemasok singkong ? c. Sudah langganan atau tidak ?

2. Apakah bapak/ibu mendatangi petani untuk memperoleh singkong ? bila tidak, bagaimana caranya ?

3. Bagaimana cara mengetahui tempat yang ada singkong ? 4. Berapa jumlah singkong yang ditampung/dibeli :

a. Rataan perhari.... b. Jumlah terendah (kapan) ? c. Jumlah tertinggi (kapan) ?

5. Pertimbangan apa dalam menentukan jumlah yang ditampung/dibeli ? (demand pabrik, supply dari petani )

6. Bagaimana fluktuasi jumlah yang ditampung (kenapa ) ? 7. Pernahkan mengalami over supply singkong dari petani (kenapa dan

kapan) ? dan bagaimana mengatasinya ? 8. Jenis singkong yang ditampung/dibeli ? 9. Berapa harga singkong yang didapatkan dari petani (Rp/kg)

a. Harga rataan ? b. Harga terendah ? (kapan dan kenapa) ? c. Harga ter tinggi ? (kapan dan kenapa) ?

10. Apakah singkong yang dibeli dalam bentuk kupasan ? 11. Apakah ada perbedaan harga beli untuk setiap jenis singkong yang dibeli ?

bila ya, mengapa itu terjadi ? 12. Apakah ada perbedaan harga beli antara pemasok singkong ? bila ya

mengapa itu terjadi ?

Page 88: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 1.

13. Bagaimana fluktuasi harga beli singkong ? 14. Bagaimana penentuan harga beli dan siapa yang menentukan ? 15. Darimana memperoleh informasi harga ? 16. Bagaimana pembayaran ke petani/pemasok singkong ? 17. Bagaimana sarana transportasi yang ada ? 18. Bagaimana ciri/karakteristik bahan baku yang bermutu ? apa efeknya

terhadap tapioka yang diproduksi ? 19. Apakah ada ’kelas’ bahan baku ?

F. Produksi

1. Bahan baku utama dan penunjang ? 2. Jumlah produksi pada awal beroperasi ? 3. Perkembangan jumlah produksi ? 4. Rataan kapasitas produksi sekarang ? 5. Produksi tertinggi dan terendah ? 6. Produksi secara kontinu atau pesanan ? 7. Jenis produk yang dihasilkan (utama dan sampingan) ? 8. Berapa jam kerja pabrik sehari, hari kerja pabrik dalam satu bulan dan

berapa bulan dalam satu tahun ? 9. Sebutkan tahap-tahap proses produksi dan jumlah tenaga kerja yang

terlibat dalam setiap tahap menurut jenis kelamin dan lama setiap tahap produksi ?

10. Gambarkan bagan organisasi produksi ! 11. Masalah/hambatan yang dirasakan dalam proses produksi (bahan baku,

tenaga kerja, modal dan peralatan) ? 12. Pernahkah kesukaran dalam mendapatkan bahan baku ? kalau ada, sejak

kapan dan kalau tidak ada, kenapa ? 13. Pernahkah mengalami kelebihan bahan baku (kapan dan mengapa) ? 14. Peralatan apa saja yang digunakan dalam industri ?

G. Pemasaran output

1. Adakah proses promosi dalam pemasaran output ? 2. Jumlah output yang dijual...........kg 3. Harga jual (Rp/kg) 4. Output dijual kemana ? sebutkan alasannya? 5. Apakah penjualan output hanya kepada orang tertentu/langganan atau

berubah-ubah menurut harga ? 6. Dimanakah penyerahan barang dilakukan ? 7. Adakah biaya angkut dan bongkar muat ? 8. Bagaimana fluktuasi harga output ?

a. Berapa harga tertinggi dan kapan hal tersebut terjadi ? b. Berapa harga terendah dan kapan hal tersebut terjadi ? c. Berapa harga rataan ?

9. Siapa dan bagaimana yang menentukan harga output ? 10. Bagaimana cara pembayaran oleh pembeli ? 12. Jika disimpan :

Page 89: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 1.

a. Dimana disimpannya ? b. Berapa lama disimpan ? c. Berapa biaya penyimpanan ? d. Berapa susut berat/mutu ? e. Berapa susut harga ?

13. Adakah permasalahan/kesulitan dalam pemasaran output, jelaskan ! 14. Apakah terdapat hubungan tertentu antara pengrajin dengan pabrik atau

pedagang perantara (misalnya, ikatan hutang dan kontrak) ? dan bagaimana aturan mainnya ?

15. Adakah intervensi pemerintah dalam pemasaran output ? II. Pihak pengambil kebijakan A. Identitas

1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Formal/Non Formal : 5. Alamat : 6. Jabatan : 7. Jumlah Anggota Keluarga :

No. Nama Umur L/P Pendidikan Pekerjaan

B. Kebijakan

1. Berapakah jumlah UK tapioka di desa Karang Tengah ? 2. Apakah pihak Desa/Kecamatan/Pemkab Bogor pernah memfasilitasi UK

tapioka untuk melakukan pertemuan khusus ? 3. Apakah ada insentif/subsidi khusus kepada IK tapioka di desa Karang

Tengah ? 4. Bagaimana menurut Anda tentang prospek IK tapioka di desa Karang

Tengah ? 5. Apakah ada sebuah program pembinaan untuk IK tapioka ? jika ada,

seperti apakah program tersebut ? 6. Pernahkan IK tapioka meminta bantuan permodalan kepada pihak

pengambil kebijakan ? 7. Bagaimanakan hubungan antara pihak pengambil kebijakan dengan IK

tapioka di desa Karang Tengah ?

Page 90: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 2. Profil responden

No Nama Umur (tahun)

Alamat Pendidikan Jenis Kelamin

Rataan Kapasitas Produksi

(kuintal/hari)

Jumlah Tenaga Kerja

(orang)

Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

H. Mukti

Mulyana

H. Juhri

Ukar

H. Uki

H. Rosyidin

Neneng

Achmad Sugih

Ardi

H. Idris

Erwin Syarif

51

32

60

45

50

55

50

40

45

46

45

RW 8

RW 1

RW 6

RW 9

RW 8

RW 5

RW 4

RW 1

Ds. Ciluar kec.

Sukaraja

Ds. Pasir Laja kec.

Sukaraja -

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

Sarjana

Sarjana

SLTA

Sarjana

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

3

5

3

5

5

4

6 -

200

200 -

3

4

5

4

4

4

6 -

20

20 -

Pemilik

penggilingan

Karyawan penggilingan

Pemilik

penggilingan

Pemilik penggilingan

Pemilik

penggilingan

Pemilik penggilingan

Pemilik

penggilingan

Kepala Desa

Bagian pemasaran

UD. Nagamas

Pemilik

UD. Anak Tani

Staf Seksi Industri Agro

dan Hasil Hutan Dinas Perindustrian Kab. Bogor

Page 91: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 3. Penentuan bobot

PENENTUAN BOBOT

Tujuan :

Mendapatkan penilaian para responden mengenai faktor-faktor strategik internal

maupun eksternal industri, yaitu dengan cara memberikan bobot terhadap

seberapa besar faktor tersebut dapat mempengaruhi atau membentuk keberhasilan

pada IK tapioka di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang,

Kabupaten Bogor.

Pentunjuk Umum :

1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden.

2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden.

3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukan secara

langsung (tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.

4. Responden berhak untuk menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah

tercantum dalam kuesioner ini, dengan responden lainnya atau dengan peneliti.

Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat.

Petunjuk Khusus :

1. Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategik internal dan

eksternal yang tersedia untuk kuesioner ini adalah :

1 = tidak penting

2 = kurang penting

3 = biasa

4 = penting

5 = sangat penting

Pemberian bobot masing-masing faktor strategik dilakukan dengan

memberikan tanda X pada tingkat kepentingan (1-5) yang paling sesuai

menurut responden.

2. Penentuan bobot merupakan pandang masing-masing responden terhadap

faktor-faktor strategik internal dan eksternal yang telah ditinjau

Page 92: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 4. Penentuan bobot faktor strategik internal IK tapioka di

Desa Karang Tengah

Bobot

No

Faktor Internal 1 2 3 4 5

Kekuatan

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi

3. Iklim kerja yang baik

4. Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga

kerja

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

Kelemahan

1. SDM yang rendah.

2. Terbatasnya modal.

3. Mutu produk dan harga kurang bersaing.

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak

lain.

5. Penggunaan teknologi yang masih minim.

6. Pencatatan keuangan yang masih sederhana.

7. Kesadaran pengembalian pinjaman sebagian

pengusaha dan masyarakt yang relatif rendah.

8. Rusaknya Infrastruktur

Page 93: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 5. Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor internal industri*

Bobot No Faktor Internal

Kekuatan

R1 R2 R3 R4 Rataan

(R1-R4/4)Nilai Bobot**

1.

2. 3.

4.

5.

Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan Etos kerja dan disiplin yang tinggi Iklim kerja yang baik Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

3 5 5 4 1

3 4 4 2 3

4 3 3 3 4

3 4 4 3 2

3,25

4 4 3

2,5

0,066

0,081

0,081

0,061

0,051

Total

0,340

Kelemahan

1.

2.

3.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah. Terbatasnya modal. Mutu produk dan harga yang kurang bersaing.

5 5 5

4 5 4

4 4 5

4 5 5

4,25

4,75

4,75

0,086

0,096

0,096

Page 94: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 5.

Faktor Internal

Bobot No.

Kelemahan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4)

Nilai Bobot **

4.

5.

6.

7.

8.

Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain. Penggunaan teknologi yang masih minim Pencatatan keuangan yang masih sederhana. Kesadaran pengembalian modal pada sebagian pengusaha dan masyarakat yang relatif rendah. Rusaknya infrastriktur

4 3 3 5 5

4 4 3 4 4

4 5 2 4 3

4 4 2 4 4

4 4

2,5

4,25 4

0,081

0,081

0,051

0,086

0,081

Total 0,660

Total 49,25 1

*) Hasil rataan dari responden 1-4 **) Penentuan bobot internal dilakukan oleh para ahli yang mengetahui keadaan

industri tapioka Desa Karang Tengah, yaitu Kepala Desa Karang Tengah (Ahmad Sugih), Ketua Tim Desa (Suheri) dan pengusaha tapioka (Rosyidin dan Neneng).

Page 95: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 6. Penentuan bobot faktor strategik eksternal IK tapioka di Desa

Karang Tengah

Bobot

No

Faktor Eksternal 1 2 3 4 5

Peluang 1. Perubahan persepsi terhadap

makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

2. Kondisi ekonomi yang stabil 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk.

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

Ancaman 1. Kurangnya peranserta dari

pemerintah.

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 4. Kekuatan tawar-menawar pembeli

yang tinggi

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

7. Faktor cuaca

Page 96: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 7. Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor eksternal industri.*

Bobot No Faktor Eksternal

Peluang

R1 R2 R3 R4 Rataan

(R1-R4/4)

Nilai

Bobot**

1.

2. 3.

4.

Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras. Semakin bertambahnya jumlah penduduk. Kondisi ekonomi yang stabil Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

5 4 1 2

3 3 3 5

4 3 4 4

2 3 3 4

3,5

3,25

2,75

3,75

0,081

0,075

0,064

0,087

Ancaman

1.

2.

3.

4.

5.

Kurangnya peranserta dari pemerintah. Hambatan masuk industri relatif rendah. Kurangnya regenerasi kepemilikan Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

5 3 5 5 4

5 3 3 5 5

5 3 3 5 5

5 3 3 5 5

5 3

3,5 5

4,75

0,116

0,069

0,081

0,116

0,110

Page 97: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 7.

Faktor Eksternal Bobot No.

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan

(R1-R4/4)

Nilai Bobot

6. 7.

Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi Faktor cuaca

5

5

3

5

3

5

4

5

3,75

5

0,087

0,116

Total 43,25 1, 000

*) Hasil rataan dari responden 1-4 **) Penentuan bobot eksternal dilakukan oleh para ahli yang mengetahui keadaan

industri tapioka Desa Karang Tengah, yaitu Kepala Desa Karang Tengah (Ahmad Sugih), Ketua Tim Desa (Suheri), dan pengusaha tapioka (Rosyidin dan Neneng).

Page 98: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 8. Penentuan rating

PENENTUAN RATING

Tujuan :

Untuk mendapatkan penilaian para responden mengenai faktor-faktor strategik

internal maupun eksternal industri yaitu melalui pemberian rating terhadap

seberapa besar faktor tersebut dapat mempengaruhi atau membentuk keberhasilan

IK tapioka di Desa Karang Tengah.

Petunjuk Umum :

1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden.

2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden.

3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan melakukan secara langsung

(tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.

4. Responden berhak untuk menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah

tercantum dalam kuesioner ini, dengan alasan yang jelas dan kuat.

5. Responden dapat memiliki pandangan berbeda mengenai suatu faktor dalam

kuesioner ini, dengan responden lainnya atau dengan peneliti. Hal ini

dibenarkan, jika disertai dengan alasan yang kuat.

Petunjuk Khusus :

1. Alternatif pemberian rating terhadap faktor-faktor strategik internal (kekuatan)

dan eksternal (peluang) yang bersifat positif adalah sebagai berikut :

1 = sangat lemah

2 = lemah

3 = kuat

4 = sangat kuat

Sedangkan untuk faktor-faktor strategik internal (kelemahan) dan faktor

strategik eksternal (ancaman) yang bersifat negatif adalah sebagai berikut :

1 = sangat sulit diatasi

2 = sulit diatasi

3 = mudah diatasi

4 = sangat mudah diatasi

Page 99: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Pemberian rating masing-masing faktor strategik dilakukan dengan

memberikan √ pada tingkat kepentingan (1-4) yang paling sesuai menurut

responden.

2. Penentuan rating merupakan pandangan masing-masing responden terhadap

kemampuan kegiatan industri tapioka di Desa Karang Tengah dalam

menghadapi faktor-faktor stategik internal dan eksternal.

Page 100: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 9. Penentuan rating faktor strategik internal IK tapioka di Desa Karang

Tengah

Rating

No

Faktor Internal 1 2 3 4

Kekuatan

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi

3. Iklim kerja yang baik

4. Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

Kelemahan

1 Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah.

2. Terbatasnya modal.

3. Mutu produk dan harga yang kurang bersaing.

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak

lain.

5. Penggunaan teknologi yang masih minim.

6. Pencatatan keuangan yang masih sederhana.

7. Kesadaran pengembalian pada sebagian pengusaha

dan masyarakat yang relatif rendah.

8. Rusaknya infrastruktur

Page 101: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 10. Hasil pengisian kuesioner penilaian rating faktor internal industri.

Rating No Faktor Internal

R1 R2 R3 R4

Kekuatan

Rataan

Rating

(R1-R4/4)

1. 2.

3.

4.

5.

Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan Etos kerja dan disiplin yang tinggi Iklim kerja yang baik Tidak adanya kesulitan dalam merekrut tenaga kerja Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

4 3 4 1 2

3 3 3 3 2

2 3 3 3 2

3 2 3 3 2

3

2,75

3,25

2,5 2

Kelemahan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Manusia (SDM) yang rendah. Terbatasnya modal. Mutu produk dan harga kurang bersaing. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain Penggunaan teknologi masih minim Pencatatan keuangan masih sederhana.

2 1 1 2 1 3

2 2 1 2 2 3

2 3 1 3 1 3

2 2 1 2 2 3

2 2 1

2,25

1,5 3

Page 102: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 10.

No Faktor Internal Rating Kelemahan R1 R2 R3 R4

Rataan

Rating

(R1-R4/4) 7.

8.

Kesadaran pengembalian pinjaman pada sebagian pengusaha dan masyarakat relatif rendah. Rusaknya infrastruktur

1 1

3 2

2 2

2 2

2

1,75

Page 103: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 11. Penentuan rating faktor strategik eksternal IK tapioka di Desa

Karang Tengah.

Rating

No

Faktor Eksternal 1 2 3 4

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif

pengganti nutrisi beras.

2. Kondisi ekonomi yang stabil

3. Semakin bertambahnya jumlah penduduk.

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

Ancaman

1. Kurangnya peranserta dari pemerintah.

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan

4. Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung

industri tapioka.

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

7. Faktor cuaca

Page 104: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 12. Hasil pengisian kuesioner penilaian rating faktor eksternal industri

Rating No Faktor Eksternal

R1 R2 R3 R4

Peluang

Rataan

Rating

(R1-R4/4)

1. 2.

3.

4.

Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras. Semakin bertambahnya jumlah penduduk. Kondisi ekonomi yang stabil Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

1 4 3 4

3 3 3 4

3 3 2 3

2 3 2 4

2,25

3,25

2,5

3,75

Ancaman

1. 2.

3.

4.

5.

6.

Kurangnya peran serta dari pemerintah. Hambatan masuk industri relatif rendah. Kurangnya regenerasi kepemilikan Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

2 1 3 1 1 3

4 3 3 1 2 2

4 3 3 1 2 2

3 3 3 1 2 2

3,25

2,5 3 1

1,75

2,25

Page 105: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 12.

No Faktor Eksternal

Rating

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan Rating

(R1-R4/4)

7. Faktor cuaca

1 1 1 1 1

Page 106: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 13. Kuesioner penelitian penentuan strategi terpilih dengan QSPM

KUESIONER PENELITIAN

PENENTUAN STRATEGI TERPILIH

DENGAN QSPM

Tujuan :

Untuk menentapkan kemenarikan relatif dari alternatif-alternatif strategi yang

telah diperoleh melalui analisi matriks SWOT dan matriks IE, untuk menetapkan

strategi yang terbaik untuk direkomendasikan kepada industri. Alternatif strategi

pemasaran yang dihasilkan adalah :

6. Strategi diversifikasi konsentris, artinya ialah menambah produk atau jasa

baru, namun terkait dengan produk lama.

7. Strategi diversifikasi konglomerasi, ialah menambah produk atau jasa baru

yang tidak terkait dengan produk atau jasa yang lama.

8. Strategi pengembangan produk, adalah strategi yang berupaya meningkatkan

penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang

sudah ada.

9. Strategi penggunaan teknologi yang efisien.

10. Strategi membangun kelembagaan, yaitu membangun kelembagaan yang

dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang

terlalu tinggi.

Petunjuk Pengisian :

Tentukan Attractive Score (AS) atau daya tarik dari masing-masing faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) untuk

masing-masing alternatif strategi sebagaimana disebut di atas dengan cara

memberikan tanda ( √ ) pada pilihan bapak/Ibu.

Pilihan AS pada isian berikut terdiri dari :

1 = tidak menarik 2 = agak menarik

3 = secara logis menarik 4 = sangat menarik

Page 107: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 14. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada

strategi diversifikasi konsentrik

Faktor Internal Attractive Score No

Kekuatan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4)

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

4 4 3 4 3,75

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 3 3 3 3 3 3. Iklim kerja yang baik 3 3 4 3 3,25 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja 3 3 3 3 3

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

2 1 2 2 1,75

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 2 2 1 2 1,75 2. Terbatasnya modal. 1 1 1 1 1 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing. 3 3 3 3 3

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain.

2 2 1 2 1,75

5. Penggunaan teknologi masih minim. 2 2 2 2 2 6. Pencatatan keuangan masih sederhana. 2 2 2 2 2 7. Kesadaran pengembalian pinajaman

pada sebagian pengusaha dan masyarakt relatif rendah.

1 2 2 1 1,5

8. Rusaknya infrastruktur 2 2 2 2 2 Faktor Eksternal No

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

3 2 3 2 2,5

2. Kondisi ekonomi yang stabil 3 3 3 4 3,25 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk. 3 3 3 3 3

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

2 2 2 2 2

Ancaman

1. Kurangnya peranserta dari pemerintah.

2 2 2 2 2

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

3 3 3 4 3,25

Page 108: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 14.

Faktor Internal Attractive Score No.

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan

(R1-R4/4)

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 2 2 2 2

4. Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

3 4 3 3 3,25

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

3 3 3 3 3

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

2 2 2 2 2

7. Faktor cuaca 3 3 3 3 3

Page 109: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 15. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada

strategi diversifikasi konglomerasi.

Faktor Internal Attractive Score No

Kekuatan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4)

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

3 3 4 4 3,5

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 4 4 4 4 4 3. Iklim kerja yang baik 4 4 4 4 4 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja 4 3 4 3 3,5

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

3 3 3 3 3

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 2 2 2 2 2 2. Terbatasnya modal. 2 1 1 1 1,25 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing. 2 2 2 2 2

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain..

2 2 2 2 2

5. Penggunaan teknologi masih minim. 1 2 1 2 1,5 6. Pencatatan keuangan masih sederhana. 2 2 2 2 2 7. Kesadaran pengembalian pinjaman

pada sebagian pengusaha dan masyarakat relatif rendah.

1 2 2 2 1,75

8. Rusaknya Infrastruktur 2 2 2 2 2

Faktor Eksternal No

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

2 2 2 2 2

2. Kondisi ekonomi yang stabil 4 4 4 3 3,75 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk. 4 4 4 4 4

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

3 2 2 2 2,25

Ancaman

1. Kurangnya peran serta dari pemerintah.

1 1 2 1 1,25

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

2 2 2 2 2

Page 110: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 15.

Faktor Internal Attractive Score No.

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan

(R1-R4/4)

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 2 2 2 2

4. Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

1 2 1 2 1,5

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

2 2 2 2 2

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

2 2 2 2 2

7. Faktor Cuaca 1 1 1 1 1

Page 111: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 16. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada

strategi pengembangan produk.

Faktor Internal Attractive Score No

Kekuatan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4)

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

3 3 3 3 3

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 3 4 4 3 3,5 3. Iklim kerja yang baik 4 4 4 4 4 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja 3 4 3 3 3,25

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

3 3 3 3 3

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 2 1 1 1 1,25 2. Terbatasnya modal. 1 1 1 2 1,25 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing. 3 3 3 3 3

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain.

2 2 1 2 1,75

5. Penggunaan teknologi masih minim. 2 2 2 2 2 6. Pencatatan keuangan masih sederhana. 2 2 1 2 1,75 7. Kesaradan pengembalian pinjaman

pada sebagian pengusaha dan masyarakat relatif rendah.

2 2 2 1 1,75

7. Rusaknya infrastruktur 2 1 1 1 1,25

Faktor Eksternal No

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

2 2 2 2 2

2. Kondisi ekonomi yang stabil 3 3 3 3 3 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk. 3 3 3 4 3,25

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

2 2 2 2 2

Ancaman

1. Kurangnya peranserta dari pemerintah.

2 2 2 2 2

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

3 3 3 3 3

Page 112: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 16.

Faktor Internal Attractive Score No.

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan

(R1-R4/4)

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 2 2 2 2

4. Kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi

3 4 4 4 3,75

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

3 3 4 4 3,5

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

2 2 2 2 2

7. Faktor cuaca 3 3 3 3 3

Page 113: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 17. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada

Strategi Penggunaan teknologi yang efisien dalam proses produksi.

Faktor Internal Attractive Score No

Kekuatan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4)

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

3 3 3 3 3

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 3 4 3 3 3,25 3. Iklim kerja yang baik 3 3 3 3 3 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja 3 2 3 3 2,75

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

3 2 3 3 2,75

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 2 2 2 2 2

2. Terbatasnya modal. 1 1 2 1 1,25 3. Mutu produk dan harga yang kurang

bersaing. 4 4 4 4 4

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain..

2 2 3 3 2,5

5. Penggunaan teknologi yang masih minim.

3 3 3 3 3

6. Pencatatan keuangan yang masih sederhana.

2 3 2 3 2,5

7. Kesadaran pengembalian pinjaman sebagian pengusaha dan masyarakat yang relatif rendah.

3 2 3 3 2,75

8. Rusaknya Infrastruktur 3 3 3 3 3

Faktor Eksternal No

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

3 3 3 3 3

2. Kondisi ekonomi yang stabil 3 4 3 3 3,25 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk. 2 3 3 2 2,5

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

3 3 3 3 3

Page 114: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 17.

Faktor Internal Attractive Score No.

Ancaman

Rataan

(R1-R4/4)

1. Kurangnya peranserta dari pemerintah.

3 3 3 3 3

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

2 2 2 2 2

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 1 1 2 1,5

4. Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

4 4 4 4 4

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

4 4 4 4 4

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

2 2 4 3 2,75

7. Faktor Cuaca 1 1 1 1 1

Page 115: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 18. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada

strategi pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi.

Faktor Internal Attractive Score No

Kekuatan R1 R2 R3 R4

Rataan (R1-R4/4)

1. Kontrol yang relatif mudah terhadap perusahaan

4 4 4 4 4

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 3 3 3 3 3 3. Iklim kerja yang baik 4 3 4 3 3,5 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja 3 4 4 3 3,5

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

3 3 3 3 3

Kelemahan

1. SDM yang rendah. 3 2 3 2 2,5

2. Terbatasnya modal. 2 2 2 2 2 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing. 3 3 4 4 3,5

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain.

2 2 2 2 2

5. Penggunaan teknologi masih minim. 4 4 4 4 4 6. Pencatatan keuangan masih sederhana. 2 2 2 2 2 7.

Kesadaran pengembalian pinjaman pada sebagian pengusaha dan masyarakt yang relatif rendah.

1 2 2 2 1,75

8. Rusaknya infrastruktur 2 2 2 2 2

Faktor Eksternal No

Peluang

1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

4 4 4 4 4

2. Kondisi ekonomi yang stabil 3 3 3 3 3 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk. 3 3 3 3 3

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

4 4 4 4 4

Ancaman

1. Kurangnya peranserta dari pemerintah.

2 2 2 2 2

Page 116: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan lampiran 18. Hasil pengisian kuesioner QSPM untuk menentukan AS pada strategi pembuatan kelembagaan yang dapat melindungi para pengrajin dari kekuatan tawar-menawar pembeli yang terlalu tinggi.

Faktor Internal Attractive Score No

Ancaman R1 R2 R3 R4

Rataan

(R1-R4/4)

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

2 3 3 2 2,5

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 2 2 2 2 2

4. Kekuatan tawar-menawar pembeli yang tinggi

1 1 1 1 1

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

2 2 3 2 2,25

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

2 2 2 2 2

7. Faktor cuaca 1 1 2 1 1,25

Page 117: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lampiran 19. Hasil matriks QSP

Critical Success Factor Strategi Diversifikasi Konsentris

Strategi Diversifikasi Konglomerat

Strategi Pengembangan

Produk

Strategi Penggunaan

teknologi yang efisien

Strategi Membangun kelembagaan

No.

Kekuatan

Bobot

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS 1. Kontrol yang relatif mudah

terhadap perusahaan

0,066

3,75 0,248

3,5 0,231 3 0,198

3 0,198

4 0,264

2. Etos kerja dan disiplin yang tinggi 0,081 3 0,243 4 0,324 3,5 0,284 3,25 0,263 3 0,243 3. Iklim kerja yang baik 0,081 3,25 0,263 4 0,324 4 0,324 3 0,243 3,5 0,284 4. Tidak adanya kesulitan dalam

merekrut tenaga kerja

0,061 3 0,183

3,5 0,214

3,25 0,198

2,75 0,168

3,5 0,213

5. Kedekatan lokasi perusahaan dengan pasar

0,051

1,75 0,089

3 0,153

3 0,153

2,75 0,140

3 0,153

Kelemahan 1. SDM yang rendah. 0,086 1,75 0,151 2 0,172 1,25 0,108 2 0,172 2,5 0,215 2. Terbatasnya modal. 0,096 1 0,096 1,25 0,12 1,25 0,12 1,25 0,12 2 0,192 3. Mutu produk dan harga kurang

bersaing.

0,096 3 0,288

2 0,192

3 0,288

4 0,384

3,5 0,336

4. Sebagian lokasi industri menggunakan lahan pihak lain.

0,081

1,75 0,142

2 0,162

1,75 0,142

2,5 0,202

2 0,162

5. Penggunaan teknologi masih minim.

0,081

2 0,162

1,5 0,1215

2 0,162

3 0,243

4 0,324

6. Pencatatan keuangan masih sederhana.

0,051

2 0,102

2 0,102

1,75 0,089

2,5 0,128

2 0,102

7. Kesadaran pengembalian pinjaman sebagian pengusaha dan masyarakt

yang relatif rendah.

0,086

1,5 0,129

1,75 0,151

1,75 0,151

2,75 0,237

1,75 0,151

Page 118: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

Lanjutan Lampiran 19.

8. Rusaknya infrastruktur 0,081 2 0,162 2 0,162 1,25 0,101 3 0,243 2 0,162 Peluang 1. Perubahan persepsi terhadap

makanan alternatif pengganti nutrisi beras.

0,081

2,5 0,203

2 0,162

2 0,162

3 0,243

4 0,324

2. Kondisi ekonomi yang stabil 0,075 3,25 0,244 3,75 0,281 3 0,225 3,25 0,244 3 0,225 3. Semakin bertambahnya jumlah

penduduk.

0,064 3 0,192

4 0,256

3,25 0,208

2,5 0,16

3 0,192

4. Kurangnya ancaman dari produk pengganti.

0,087

2 0,174

2,25 0,196

2 0,174

3 0,261

4 0,348

Ancaman 1. Kurangnya peranserta dari

pemerintah.

0,116 2 0,232

1,25 0,145

2 0,232

3 0,348

2 0,232

2. Hambatan masuk industri relatif rendah.

0,069

3,25 0,224

2 0,138

3 0,207

2 0,138

2,5 0,173

3. Kurangnya regenerasi kepemilikan 0,081 2 0,162 2 0,162 2 0,162 1,5 0,121 2 0,162 4. Kekuatan tawar-menawar pembeli

tinggi

0,116

3,25 0,377

1,5 0,174

3,75 0,435 4 0,464

1 0,116

5. Tidak adanya kelembagaan yang mendukung industri tapioka.

0,11

3 0,33

2 0,22

3,5 0,385

4 0,44

2,25 0,248

6. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi

0,087

2 0,174

2 0,174

2 0,174

2,75 0,239

2 0,174

7. Faktor cuaca 0,116 3 0,348 1 0,116 3 0,348 1 0,116 1,25 0,145 Total 4,917 4,451 5,029 5,515 5,139

Page 119: STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI.pdf

106