Upload
hakhuong
View
247
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
i
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BIJI KAKAO FERMENTASI
Studi Kasus pada Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera
Desa Andomesinggu
SKRIPSI
Oleh:
LA ODE ABDUL ASIS HASIDU
D1A1 12 050
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
i
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BIJI KAKAO FERMENTASI
Studi Kasus pada Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera
Desa Andomesinggu
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian
untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Jurusan/Program Studi Agribisnis
Oleh:
LA ODE ABDUL ASIS HASIDU
D1A1 12 050
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
ii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN. APABILA KEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU
DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA
BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
Kendari, Maret 2016
LA ODE ABDUL ASIS HASIDU
NIM. D1A1 12 050
iii
iv
v
ABSTRAK
LA ODE ABDUL ASIS HASIDU (D1A1 12 050). Strategi Pengembangan
Usaha Biji Kakao Fermentasi Studi Kasus pada Lembaga Ekonomi Masyarakat
(LEM) Sejahtera Desa Andomesinggu. (Dibimbing oleh Bapak La Rianda
sebagai Pembimbing I dan Ibu Rosmawaty sebagai Pembimbing II).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang
menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada usaha biji kakao
fermentasi yang dilakukan oleh LEM Sejahtera Andomesinggu. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk merancang strategi pengembangan usaha biji
kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni hingga Desember 2015. Metode yang digunakan pada penelitian
ini yaitu menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities,
Threats). Perancangan strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi
menggunakan tiga matriks yaitu matrik SWOT, Matriks Internal-Eksternal, dan
matrik Grand Strategy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, untuk
mengembangkan usaha biji kakao fermentasi, LEM Sejahtera Andomesinggu
perlu menerapkan strategi integrasi vertikal untuk memutuskan rantai pasok dan
rantai pemasaran yang terlalu panjang, membangun jejaring antar LEM Sejahtera,
dan melakukan perekrutan anggota LEM Sejahtera sebanyak mungkin untuk
menanamkan budaya fermentasi pada petani.
Kata kunci: Biji kakao fermentasi, LEM Sejahtera Andomesinggu, SWOT,
Strategi Pengembangan usaha biji kakao fermentasi.
vi
ABSTRACT
LA ODE ABDUL ASIS HASIDU (D1A1 12 050). Business Development
Strategy of Fermented Cocoa Beans Case Study in Lembaga Ekonomi Masyarakat
(LEM) Sejahtera Andomesinggu. (Under the guidance by Mr. La Rianda as
Supervisor I and Mrs. Rosmawaty as Supervisor II.
This reseach aims to identify and analyze the factors of strengths, weaknesses,
opportunities and threats to the cocoa bean fermentation business undertaken by
LEM Sejahtera Andomesinggu. In addition, this reseacrh also aims to devise
business development strategies of cocoa bean fermentation by LEM Sejahtera
Andomesinggu. The research was conducted from June to December 2015. The
method of this research was using SWOT analysis (Strengths, Weakness,
Opportunities, and Threats). Design of business development strategies of cocoa
bean fermentation using three matrixs that ware SWOT matrix, Internal-External
Matrix, and Grand Strategy matrix. The results of this research showed that, for
developing businesses of cocoa bean fermentation, LEM Sejahtera Andomesinggu
needs to implement a vertical integration strategy to break the chain of supply
and marketing chain that too long, build networks between other LEM, and
recruiting members of LEM Sejahtera as much as possible to embed a culture
fermentation on farmers.
Keywords: Fermented cocoa beans, LEM Sejahtera Andomesinggu, SWOT,
Business Development Strategy of cocoa bean fermentation.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan Karunia-Nya jualah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Jurusan/Program
Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini memiliki banyak
hambatan dan tantangan yang dihadapi sebagai bentuk dari wujud pembelajaran
sosial secara akademis. Terima kasih penulis tujukan kepada Ayahanda
La Ode Hasidu dan Ibunda Wa Ode Nurvia atas perhatian dan do’anya kepada
penulis. Berkat bimbingan dari beberapa pihak terutama dosen pembimbing maka
penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Bapak Prof. Dr. Ir. La Rianda, MS
sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Rosmawaty, S.P., M.Si sebagai pembimbing II
yang banyak memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan
terima kasih juga penulis tujukan kepada:
1. Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan/Program Studi
Agribisnis Universitas Halu Oleo yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Universitas Halu Oleo
(kampus harapan, kepercayaan dan kebanggaan bangsa).
2. Dosen di lingkungan Jurusan/Program Studi Agribisnis khususnya dan
Fakultas Pertanian umumnya yang telah membimbing penulis selama
mengikuti pendidikan.
viii
3. Pegawai administrasi Jurusan/Program Studi Agribisnis dan Fakultas
Pertanian, atas urusan administrasi yang mendukung penulis dalam masa
pendidikan.
4. Ketua dan seluruh anggota LEM Sejahtera Andomesinggu Kecamatan
Besulutu Kabupaten Konawe atas segala informasi dan bimbingannya.
5. Ketua Pendamping LEM Sejahtera Sulawesi Tenggara
Bapak La Ode Amin S.P atas bimbingan, informasi dan data mengenai LEM
Sejahtera.
6. Kepada nenekku Wa Ode Kodhandi dan saudara-suadaraku
Wa Ode Santi Aji S.Pdi, Wa Ode Hasrida S.Pd, La Ode Hasrudin S.Hut,
Wa Ode Amrina S.P, Serka. La Ode Muhammad Ibrahim Hasidu,
La Ode Muhammad Ramaddan S.Hut, dan La Ode Abdul Fajar Hasidu S.Si
yang telah merawat, menjaga dan memberikan motivasinya selama ini.
7. Kepada seluruh keluarga besar La Ode Eka terutama Drs. La Ode Ali Basa,
Drs La Kodu, Mama Ono, Bapak Ono, Almarhum La Ode Rompu, La Ode
Ngkululi, La Ode Hadisi, Om Dhai, Almarhum Wa Ode Bhala dan yang
lainnya.
8. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Agribisnis angkatan 2012 yang terdiri atas
Yusriadin, Intan, Arjuna, Trisna, Dian, Nurlin, Dermawan, Farah, Ayu, Kiki,
Wana, Tika, La Bai, Yakup, Munir, Dawid, Amrin, Osi, Riska, Tani, yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak memberikan
bantuan berupa motivasi dan partisipasinya selama penyusunan skripsi ini.
ix
9. Kepada seluruh masiswa bidikmisi Asrama Alfatih yang terdiri atas
Muakhirun, Ahmad Saltin, Anto, Samsuri, Robi, Yogi, Zain, Imbron, Cidu,
Abdullah, dan Adan.
10. Kepada pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan acuan yang
bermanfaat baik bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
Kendari, Maret 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
PERNYATAAN ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ..................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
UCAPAN TERIMAKASIH......................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori ................................................................................... 8
A.1 Budidaya Kakao ......................................................................... 8
A.2 Fermentasi Kakao ....................................................................... 11
A.3 Konsep Produksi ........................................................................ 19
A.4 Peran dan Fungsi LEM Sejahtera ............................................... 23
A.5 Konsep Strategi SWOT .............................................................. 25
A.5.1 Konsep Strategi .............................................................. 25
A.5.2 Proses Perancangan Strategi .......................................... 27
A.5.3 Analisis SWOT ............................................................. 28
B. Kajian Terdahulu ................................................................................ 33
C. Kerangka Pikir ................................................................................... 38
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 41
B. Objek Penelitian ................................................................................. 41
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 42
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 42
E. Variabel Penelitian ............................................................................. 43
F. Analisis Data ...................................................................................... 43
a. Tahap Input (Input Stage) ........................................................... 44
Halaman
xi
b. Tahapan Pencocokkan (Matching Stage) .................................... 49
1) Matriks Internal-Eksternal (IE) ............................................ 50
2) Matriks TOWS atau SWOT ................................................... 54
3) Matrik Grand Strategy ........................................................... 57
G. Konsep Operasional ........................................................................... 58
IV. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah ................................................................ 61
B. Profil LEM Sejahtera Andomesinggu ............................................... 61
C. Strategi Pengembangan Usaha Biji Kakao Fermentasi ...................... 64
C.1 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Pengembangan Usaha Biji Kakao Fermentasi .......................... 65
C.1.1 Matriks IFAS ................................................................... 65
C.1.2 Matriks EFAS .................................................................. 70
C.2 Strategi Pengembangan Usaha Biji Kakao
Fermentasi .................................................................................. 74
C.2.1 Matriks Internal-Eksternal (IE) ...................................... 75
C.2.2 Matriks SWOT ................................................................ 77
C.2.3 Matrik Grand Stategy ...................................................... 83
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 87
B. Saran ................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 90
LAMPIRAN .................................................................................................. 95
xii
DAFTAR TABEL
1. Proses Fermentasi Biji Kakao ............................................................ 13
2. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) ......................................... 45
3. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) ..................................... 45
4. Penilaian bobot faktor strategis Internal ............................................ 46
5. Penilaian bobot faktor strategis Eksternal .......................................... 46
6. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) ........................................ 49
7. Matriks EFE (External Factor Evaluation) ...................................... 49
8. Diagram Matriks IE ........................................................................... 51
9. Matriks SWOT ................................................................................... 56
10. Matriks IFAS ..................................................................................... 69
11. Mastriks EFAS ................................................................................... 78
12. Matriks SWOT ................................................................................... 77
Halaman Tabel
xiii
DAFTAR GAMBAR
1. Jenis Kegiatan Fermentasi Biji Kakao ............................................... 14
2. Skema Kerangka Pikir Pendekatan Strategi Pengembangan Usaha
Biji Kakao Fermentasi pada LEM Sejahtera Desa Andomesinggu
Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe .......................................... 40
3. Diagram Matrik Grand Strategy ........................................................ 57
4. Struktur Organisasi Pembina LEM Sejahtera Andomesinggu ........... 63
5. Struktur Organisasi Pembina LEM Sejahtera .................................... 64
6. Pola Jejaring antar LEM Sejahtera..................................................... 81
7. Diagram Keputusan Matrik Grand Strategy ................................... 84
8. Proses Pemetikan Buah Kakao .......................................................... 101
9. Kegiatan Fermentasi Buah Kakao...................................................... 101
10. Penjemuran Biji Kakao Fermentasi ................................................... 102
11. Sortasi dan Pengemasan Biji Kakao .................................................. 102
12. Wawancara dan Diskusi Bersama Pembina LEM Sejahtera bersama
Anggota LEM Sejahtera .................................................................... 103
13. Gudang LEM Sejahtera Andomesinggu ............................................ 103
14. Hasil Olahan Biji Buah Kakao oleh KKI ........................................... 103
Halaman Gambar
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Riwayat Hidup ................................................................................... 96
2. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 97
3. Rating IFAS dan EFAS ...................................................................... 98
4. Bobot IFAS dan EFAS ....................................................................... 99
5. Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 101
Halaman Lampiran
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad modern seperti saat ini hampir semua orang mengenal cokelat yang
merupakan bahan makanan favorit bagi semua kalangan, terutama bagi anak-anak
dan remaja. Selain karena keunikan cokelat yang dapat meleleh pada permukaan
lidah, makanan ini juga memiliki kandungan gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi
kesehatan tubuh, seperti vitamin, lemak, antioksidan dan flavonoid yang berguna
untuk mencegah masuknya radikal bebas, serta mampu meminimalisir tingkat
stress (Penny et al, 2002). Perlu diketahui bahwa, produk cokelat dihasilkan
melalui tahapan dan proses yang relatif panjang, dan menggunakan biji kakao
kering sebagai bahan baku utamanya.
Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman hasil perkebunan yang
memiliki peran penting dalam ekonomi nasional, terutama sebagai penyedia
lapangan kerja dan pendapatan serta valuta asing. Selain itu kakao juga
berperanan penting dalam pembangunan daerah, khususnya pembangunan
agroindustri. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia yaitu
sebesar 13,6% setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%). Pencapaian ini
diperoleh dengan adanya gerakan nasional pengembangan komuditi kakao oleh
pemerintah pada tahun 2009. Saat itu luas area perkebunan kakao di Indonesia
mencapai 1.745.789 Ha dengan total produksi mencapai 828.255 ton, yang
tersebar pada beberapa provinsi di Indonesia seperti Jawa Timur, Sumatra Utara,
Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara (Dirjenbun dalam Sukotjo et al, 2014).
2
Sayangnya, tingginya produksi kakao dan ekspor kakao di Indonesia
tidak disertai dengan tingginya harga kakao Indonesia di pasar internasional. Hal
ini diakibatkan mutu biji kakao Indonesia yang relatif rendah. Bahkan diskon
harga kakao Indonesia sebesar USD 300/ton atau 10%-15% dari harga pasar.
Kakao Indonesia yang mampu bersaing pada pasar WFCB (dikategorikan sebagai
Well Fermented Cocoa Beans atau WFCB) hanya sekitar 2% dari total ekspor.
Penyebab utamanya adalah karena sekitar 80% dari total produksi Indonesia
masih belum mendapatkan penanganan pascapanen dengan baik, terutama belum
dilaksanakannya proses fermentasi biji kakao (Mochtar dan Darma, 2011).
Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Konawe merupakan
salah satu daerah produsen kakao terbesar setelah Kabupaten Kolaka Timur,
Kolaka, dan Kabupaten Kolaka Utara. Tercatat luas areal lahan perkebunan kakao
di Kabupaten Konawe seluas 16.088 Ha. Produksi kakao di Kabupaten Konawe
pada tahun 2011 mencapai 9.632 ton, pada tahun 2012 mengalami peningkatan
dengan produksi 11.999,2 ton, dan pada tahun 2013 kembali meningkat dengan
produksi tercatat sebesar 12.561,4 ton. Penurunan produksi kakao justru terjadi
pada tahun 2014 sebesar 2.390,1 ton atau mencapai 10.171,3 ton (BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara, 2014). Penurunan produksi kakao pada tahun 2014
disebabkan karena tanaman kakao yang berusia jauh berada di atas masa
produktif, serta masalah hama tanaman seperti hama Penggerek Buah Kakao
(PBK) dan penyakit busuk buah.
Kecamatan Besulutu khususnya Desa Andomesinggu merupakan salah
satu daerah di Kabupaten Konawe yang merupakan pusat produksi kakao terbesar.
2
3
Tercatat luas lahan perkebunan kakao di Kecamatan Besulutu seluas 2.730 Ha,
dengan produksi 2.830 Ku (BPS Sulawesi Tenggara, 2013). Desa Andomesingu
adalah salah satu desa yang merupakan pusat produksi kakao di Kecamatan
Besulutu. Jumlah produksi kakao dan total luas lahan di Desa Andomesinggu,
memang tidak lebih besar dibandingkan dengan desa yang ada di kabupaten
lainnya, namun desa ini masih melakukan proses fermentasi dengan jumlah yang
relatif cukup besar, walaupun tidak dilakukan secara menyeluruh. Sebagian biji
kakao dijual tanpa tindakan fermentasi. Lembaga masyarakat Desa
Andomesinggu juga lebih aktif dibandingkan dengan lembaga masyarakat desa
lainnya, sehingga kegiatan fermentasi pada lembaga masyarakatnyapun mulai
dilakukan secara berkelanjutan. Sesungguhnya alasan utama rendahnya harga
kakao Indonesia karena lemahnya kekuatan lembaga masyarakat untuk
meningkatkan kualitas kakao Indonesia.
Keadaan lembaga yang dimiliki oleh Indonesia saat ini biasanya sangat
parsial, berskala kecil, memiliki modal yang terbatas, dan kemitraan sosial yang
lemah sehingga tidak memiliki daya saing dan kekuatan untuk melawan berbagai
masalah dihadapi. Kuatnya lembaga masyarakat akan mampu mengatasi kendala
yang dihadapi oleh para petani kakao, terutama dalam menghadapi tekanan dari
pihak mavia kakao yang selalu memaksa petani untuk menjual hasil kakaonya
dalam bentuk unfermented. Oleh karena itu, dibentuklah Lembaga Ekonomi
Masyarakat (LEM) Sejahtera pada tahun 2009 untuk menanamkan budaya
fermentasi pada masyarakat, agar ke depannya Indonesia tidak lagi menjual
kuantitas tetapi menjual kualitas kakao.
3
4
LEM Sejahtera inilah satu-satunya lembaga desa yang melakukan
kegiatan fermentasi. Lembaga ini didirikan di Desa Andomesinggu sejak tahun
2010 yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat desa dengan menghimpun
dan mendayagunakan seluruh potensi sumberdaya yang tersedia untuk
mensejahterakan seluruh anggotanya. Selain itu LEM Sejahtera juga menjadi
wadah untuk mensukseskan Program BAHTERAMAS di tingkat desa dengan
membangun sistem perekonomian yang tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan.
Saat ini LEM Sejahtera yang paling aktif dalam mengembangkan biji kakao
fermentasi yaitu LEM Sejahtera Andomesinggu. Tercatat LEM Sejahtera
Andomesinggu memiliki kas usaha sebesar Rp 137,640,546.35,- yang diperoleh
dari pendapatan operasional usahatani kakao dan usaha simpan pinjam.
Sedangkan total penerimaan LEM Sejahtera yaitu sebesar Rp 99,255,035.15.
LEM Sejahtera Andomesinggu dalam usaha pengembangan biji kakao
fermentasi mengalami berbagai macam kendala baik internal maupun kendala
eksternal, mulai dari ketidakjelasan harga biji kakao, ketidakjelasan perusahaan
penerima biji kakao fermentasi, tingginya serangan hama dan penyakit yang
mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan penurunan hasil, sampai pada
kendala kualitas sumberdaya tenaga kerja. Kendala terbesar yang dihadapi oleh
LEM Sejahtera Andomesinggu saat ini yaitu, ketidak jelasan harga biji kakao
yang disebabkan oleh mutu dari kakao Indonesia itu sendiri. Sehingga usaha
fermentasi kakao dianggap merugikan petani.
Masalah mutu atau kualitas kakao merupakan masalah utama yang harus
diatasi oleh seluruh stakeholder terutama LEM Sejahtera dan pemerintah. Alasan
4
5
utama petani tidak melakukan fermentasi biji kakao yaitu, tidak adanya perbedaan
harga yang relatif jauh antara kakao yang difermentasi dengan yang tidak
difermentasi. Sementara, untuk melakukan fermentasi petani harus menyimpan
dalam peti selama 4 sampai 6 hari, dan setiap hari petani harus memperhatikan
kandungan airnya. Menurut petani pekerjaan ini cukup melelahkan. Selain itu,
harga biji kakao yang difermentasi lebih tinggi Rp 3.000,- sampai dengan
Rp 5.000,- per kilogramnya dibandingkan biji kakao yang tidak difermentasi.
Desakan kebutuhan ekonomi serta proses fermentasi yang terlalu lama dan
membutuhkan teknik, alat, waktu, serta biaya tambahan lainnya, membuat para
petani memutuskan untuk tidak melakukan fermentasi biji kakao. Kendala
lainnya yang dihadapi oleh LEM Sejahtera yaitu panjangnya ranpai pasok dan
pemasaran. Rantai pasok yang terlalu panjang cenderung merugikan para petani.
Pembagian pendapatan (income share) lebih banyak didapatkan oleh para
pedagang pengumpul yang mendapatkan subsidi melalui RDKK (Rencana
Devenitif Kebutuhan Kelompok). Pedagang pengumpul juga dapat menjadi
penghambat bagi pedagang baru atau yang disebut dengan istilah barrier to entry
(Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2009).
Melihat masalah tersebut maka perlu adanya kajian mengenai strategi
pengembangan usaha biji kakao fermentasi yang dilakukan oleh pihak LEM
Sejahtera Andomesinggu untuk meningkatkan kualitas biji kakao. Selain itu, perlu
adanya kajian mengenai strategi pengembangan teknologi biji kakao fermentasi.
5
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
pada usaha biji kakao fermentasi yang dilakukan oleh LEM Sejahtera Desa
Andomesinggu?
2. Bagaimanakah strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi yang
dilakukan oleh LEM Sejahtera Desa Andomesinggu?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis:
1. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada
usaha biji kakao fermentasi yang dilakukan oleh LEM Sejahtera Desa
Andomesinggu.
2. Rancangan strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi yang dilakukan
oleh LEM Sejahtera Desa Andomesinggu.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta
masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Bagi anggota LEM Sejahtera Desa Andomesinggu, hasil penelitian ini sebagai
bahan pertimbangan dalam menjalankan usaha biji kakao fermentasi maupun
dalam membuat rencana dan keputusan pengembangan usaha selanjutnya.
2. Bagi petani lainnya, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi atau
pembanding dalam melaksanakan usaha biji kakao fermentasi.
6
7
3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan
dalam pengambilan kebijakan terhadap kemajuan pengembangan usaha
perkebunan khususnya pada komoditi kakao.
7
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
Deskripsi teori berisikan tentang teori yang mendukung penelitian
mengenai strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera
Andomesinggu. Adapun deskripsi teori dalam penelitian ini terdiri atas:
A.1 Budidaya Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di
Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali
mengolah kakao menjadi minimun dan makanan yaitu suku Indian, suku Maya
dan suku Astek (Aztec). Sebelum periode 1919 atau sekitar 1920 produksi kakao
dunia masih didominasi oleh Amerika Selatan dengan produsen utamanya
Ekuador dan Brazil, namun pada periode 1990-2002 Indonesia mulai berperan
sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Tercatat pada tahun 2000, jumlah perkebunan rakyat yaitu 86% dari total area
perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara
7% (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).
Kakao yang diusahakan oleh masyarakat terdiri atas berbagai jenis dan
karakteristik. Setiap jenis kakao memiliki kelebihan dan kelemhan
masing-masing, baik dalam bentuk ukuran buah, kandungan lemak, tekstur,
maupun cita rasa dan aromanya.
9
Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma,
suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Klasifikasi tanaman ini
secara lengkap yaitu sebagai berikut:
Devisi : Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Sub Class : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam
empat populasi, yaitu cundeamor, criollo, angoleta dan amelonado. Kakao
merupakan bahan utama pembuatan berbagai macam produk cokelat. Produk
cokelat yang umumnya dikenal oleh masyarakat adalah permen cokelat (cacao
candy), es krim, kue cokelat, dan berbagai jenis olahan cokelat lainnya. Cokelat
memiliki kandungan gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh seperti
vitamin, lemak, antioksidan, dan flavonoid yang berguna untuk mencegah
masuknya radikal bebas ke dalam tubuh serta mampu meminimalisir tingkat stres
(Penny M et al, 2002).
Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan (2011)
menyatakan bahwa, tanaman kakao sangat cocok tumbuh pada daerah garis
lintang 100 LS sampai 100 LU, pada ketinggian 0-600 m di atas permukaan laut.
9
10
Walaupun demikian, penyebaran tanaman kakao secara umum berada pada
daerah‐daerah antara 700 LU sampai dengan 1800 LS. Hal ini erat kaitannya
dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun
dengan curah hujan 1.500 mm/tahun sampai dengan 2.500 mm/tahun. Bulan
kering (curah hujan < 60 mm/bulan) kurang dari 3 bulan. Suhu maksimum untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao yaitu 30-320C, dan suhu
minimum yaitu 18-210C.
Perbanyakan tanaman kakao secara umum dikenal dua cara, yaitu
perbanyakan secara generatif (biji) dan perbanyakan secara vegetatif (cangkok,
stek, sambungan, okulasi, dan SE atau Somatic Embriogenesis). Sebaiknya untuk
tanaman pokok diperoleh dari beberapa produsen benih nasional yang ditunjuk
oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian
(SK Mentan), sedangkan untuk batang bawah, benih dapat diambil dari tanaman
yang pertumbuhannya kuat (Agussalim et al, 2009).
Setelah empat sampai lima hari di persemaian, benih-benih kakao sudah
mulai berkecambah. Benih-benih ini harus segera dipindahkan ke polibag yang
sudah disiapkan. Seleksi terhadap kecambah perlu dilakukan untuk mendapatkan
bibit yang berkualitas. Kecambah-kecambah yang akarnya bengkok,
pertumbuhannya lambat, dan kecambah yang sudah tumbuh lebih dari 14 hari
harus dipisahkan.
Pemindahan kecambah dilakukan dengan hati-hati agar akar tunggang
tidak putus. Pengambilan kecambah dilakukan menggunakan bantuan solet
bambu. Kecambah yang telah diambil kemudian ditanam dalam media tanam di
10
11
polibag yang sudah dilubangi sedalam jari telunjuk. Akar tunggang kecambah
sebisa mungkin diusahakan agar dapat berdiri lurus dalam lubang tersebut.
Selanjutnya lubang ditutup dengan media untuk kemudian dibiarkan hingga dapat
beradaptasi dengan lingkungannya yang baru (Teguh, 2015).
A.2 Fermentasi Kakao
Titik berat dalam pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi,
dimana pada proses ini terjadi pembentukan cita rasa cokelat, pengurangan rasa
pahit dan sepat, serta perbaikan penampakan fisik biji kakao. Kegiatan fermentasi
biji kakao memang dapat meningkatkan kualitas produk biji kakao, namun tidak
ada perbedaan pendapatan antara petani kakao yang melakukan fermentasi dan
petani yang tidak melakukan fermentasi. Hal ini diakibatkan oleh harga, rantai
tataniaga yang relatif panjang dan pola kelembagaan yang lemah. Selama proses
fermentasi biji kakao terjadi pembentukan senyawa cita rasa biji kakao. Cita rasa
cokelat muncul bila biji disangrai. Biji kakao yang tidak difermentasi tidak
mengandung senyawa calon cita rasa cokelat, sehingga ketika disangrai tidak
dapat memberikan cita rasa cokelat yang diinginkan. Pembentukan senyawa ini
seiring dengan terjadinya perubahan warna pada keping biji. Kakao yang tidak
difermentasi disebut biji slaty berwarna seperti sabak dan bertekstur pejar seperti
keju (Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).
Menurut Rosane et al (2010) menyatakan bahwa, tambahan mikrobiologi
akan membantu proses fermentasi dan meningkatkan kualitas biji kakao. Terdapat
dua tahap penting dalam fermentasi biji kakao, yakni fermentasi dan penyangraian
yang mempengaruhi warna serta aroma. Selama 2 sampai 8 hari fermentasi, biji
11
12
kakao mengalami degradasi protein oleh aktivitas enzim endogenous
carboxypeptidase yang secara spontan akan muncul dan melepaskan asam amino
yang memiliki gugus -COOH bebas pada ujung molekul protein. Hal ini
mengakibatkan perubahan warna biji kakao menjadi merah kecoklatan seragam,
munculnya aroma asam dan terbentuknya senyawa prekusor aroma cokelat.
Waktu fermentasi yang kurang menyebabkan biji menjadi slaty, sedangkan waktu
fermentasi berlebih menyebabkan biji berwarna coklat gelap, tidak mengkilap dan
beraroma hangus. Tahap penting berikutnya adalah penyangraian dengan suhu
1160C sampai 1210C. Selama penyangraian, senyawa calon pembentuk aroma
yang terbentuk selama fermentasi akan bereaksi satu sama lain melalui reaksi
Maillard menghasilkan komponen mudah menguap dan beraroma cokelat, yakni
sepeti roti bakar. Proses perubahan warna juga terjadi melalui reaksi Maillard,
menghasilkan biji berwarna coklat gelap. Waktu penyangraian yang terlalu lama
akan menyebabkan biji berwarna coklat kehitaman dan beraroma hangus.
Pengolahan lebih lanjut dapat dilakukan pada biji kakao untuk mendapatkan
bubuk cokelat yang dapat langsung digunakan dalam proses pembuatan produk
pangan. Bubuk cokelat merupakan salah satu produk setengah jadi hasil olahan
biji kakao yang didapat dengan mengolah biji kakao menjadi pasta cokelat, lalu
diproses hingga menghasilkan lemak cokelat dan bungkil cokelat yang kemudian
digiling dan diayak.
Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan (2011),
menyatakan bahwa, proses fermentasi biji kakao dilakukan selama lima hari, hal
ini terlihat pada Tabel 1.
12
13
Tabel 1. Proses Fermentasi Biji Kakao
Hari I : Penimbangan awal, selanjutnya memasukkan biji kakao ke dalam
kotak fermentasi.
Hari II : Pembalikkan 48 jam dari waktu memasukkan biji.
Hari III : Pengontrolan suhu.
Hari IV : Pengontrolan dan pengecekan proses.
Hari V : Pengecekan, penimbangan akhir, serta persiapan pengeringan.
Sumber: Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan (2011)
Hari pertama kegiatan fermentasi yaitu penuangan biji kakao ke dalam
peti fermentasi. Kegiatan ini dilakukan setelah adanya penyortiran biji kakao. Hari
selanjutnya yaitu pembalikan biji buah kakao agar biji buah kakao terfermentasi
secara rata. Kegiatan pembalikan perlu dilakukan setiap hari untuk menjaga
kualitas setiap biji kakao. Selain itu perlu adanya pengontrolan suhu dengan cara
pembalikan atau pengadukkan biji kakao. Setelah kegiatan fermentasi maka akan
dilanjutkan dengan perendaman dan pencucian buah biji kakao. Tujuan
perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi dan
memperbaiki kenampakan biji. Perendaman berpengaruh terhadap proses
pengeringan dan rendemen.
Selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut
sehingga kulitnya lebih tipis dan rendemennya berkurang. Sehingga proses
pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah perendaman, dilakukan pencucian
untuk mengurangi sisa-sisa lendir yang masih menempel pada biji dan
mengurangi rasa asam pada biji, karena jika biji masih terdapat lendir maka
13
14
biji akan mudah menyerap air dari udara sehingga mudah terserang jamur dan
akan memperlambat proses pengeringan. Setelah pencucian maka biji kakao harus
dijemur agar tidak terserang oleh cendawan. Pengeringan bertujuan untuk
menurunkan kadar air dalam biji dari 50-55% sampai 7% agar biji tidak
ditumbuhi cendawan dan aman disimpan. Pengeringan dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu dengan cara menjemur, dengan menggunakan mesin pengering,
dan kombinasi keduanya. Tiga jenis cara fermentasi dapat terlihat pada Gambar 1.
1. Fermentasi dengan
kotak/peti fermentasi
2. Fermentasi
menggunakan
keranjang bambu
3. Fermentasi dengan
mempergunakan alas
daun pisang
Gambar 1. Jenis Kegiatan Fermentasi Biji Kakao
14
15
Pada Gambar 1 tampak kegiatan fermentasi biji kakao yang dilakukan
terdiri atas tiga cara yaitu dengan menggunakan peti fermentasi, menggunakan
keranjang bambu, dan fermentasi dengan menggunakan alas daun pisang.
Kegiatan fermentasi dengan menggunakan peti kayu merupakan kegiatan
fermentasi yang terbilang cukup modern, kegiatan fermentasi dengan cara ini
lebih mudah serta memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan cara
lainnya. Cara lainnya yaitu dengan menggunakan peti kayu, kegiatan fermentasi
biji kakao juga menggunakan keranjang bambu. Kelebihan dari cara ini yaitu
bentuk dan massa keranjang yang ringan sehingga memudahkan petani untuk
mengangkat dan mengaduk biji kakao. Namun kapasitas dari keranjang bambu
tidaklah besar serta kualitas biji kakao hasil fermentasinya tidak terlalu baik.
Selain itu, kegiatan fermentasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan alas
daun pisang. Daun pisang berguna untuk membantu proses fermentasi lebih cepat
namun menyulitkan petani dalam membolak-balikkan atau mengaduk biji kakao
agar proses fermentasi terjadi secara merata pada setiap biji kakao.
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan
kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Permintaan
dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga
tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi
kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton (Suryani, 2007).
15
16
Lebih lanjut Suryani (2007), menyatakan bahwa kualitas biji kakao yang
diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji
kakao produksi nasional tidak difermentasi), sehingga kualitas kakao Indonesia
menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao
Indonesia di pasar internasional dikenai diskon USD 200/ton atau 10% - 15% dari
harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi
tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus
menyusut. Selain itu, para pedagang (terutama trader asing) lebih senang
mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan).
Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar
ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih
belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat
diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan
pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao. Proses fermentasi akan
menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari
Ghana. Selain itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah meleleh
sehingga cocok untuk blending. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan
penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak
glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan
mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi (Andres et al, 2011).
16
17
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah
dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah.
Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying platforms
(Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu. Kontainer
(kotak) disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp juices
yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Umumnya, dasar
kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi
secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun
pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari
pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak
dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain (Hariyanti, 2006).
Hariyanti juga menambahkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan antara
petani kakao yang melakukan fermentasi dan petani yang tidak melakukan
fermentasi. Hal ini disebabkan oleh harga biji kakao fermentasi dan non
fermentasi yang relatif tidak jauh berbeda. Berdasarkan masalah berikut tentu
akan memicu turunnya minat petani dalam melakukan fermentasi biji kakao. Perlu
adanya tindak lanjut dari pemerintah.
Berbeda dengan Hariyanti, David (2013) menyatakan bahwa, cara
pengolahan kakao cukup berpengaruh terhadap kualitas dan harga jual produk
pada UUP Tunjung Sari. Hal ini dapat dilihat dari segi kualitas biji kakao
(bean account) fermentasi berjumlah 120 biji per seratus gram sedangkan untuk
non fermentasi berjumlah 118 biji per seratus gram, warna untuk kakao fermentasi
cenderung berwarna coklat kehitam-hitaman sedangkan non fermentasi berwarna
17
18
coklat terang, aroma kakao fermentasi seperti aroma khas cokelat sedangkan non
fermentasi tidak ada aroma yang khas seperti coklat, slaty untuk kakao fermentasi
maksimal 3-5 % sedangkan kakao non fermentasi tidak ada slaty (biji ungu),
bentuk dalam kakao fermentasi apabila dibelah mempunyai tekstur yang
berongga, sedangkan non fermentasi mempunyai tekstur padat, kadar air untuk
kakao fermentasi 7% sedangkan non fermentasi 7,5 %, dan harga jual untuk kakao
fermentasi Rp 19.500/kg sedangkan non fermentasi Rp 17.000/ kg. Menurut
David, dkk (2013) menyatakan bahwa, proses fermentasi biji kakao mampu
meningkatkan mutu dan harga kakao namun dengan syarat adanya keberlanjutan
usaha fermentasi dan kebijakan harga dari pemerintah nasional serta seluruh
stakeholder.
Sejalan dengan David, Komisi Persaingan Usaha (2009) juga
menyatakan bahwa, perlu adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas kakao Indonesia serta penetapan harga kakao fermentasi relatif tinggi
sehingga petani termotivasi untuk melakukan fermentasi biji kakao. Selain itu
perlu pengawasan proses pemasaran biji kakao agar tidak melewati rantai pasok
yang terlalu panjang sehingga cenderung merugikan para petani. Sejalan dengan
hal tersebut Vita (2013) menyatakan bahwa, nilai tambah kakao fermentasi yang
dilakukan oleh LEM Sejahtera pada cukup memberikan hasil yang baik dimana
Besarnya keuntungan usaha pemasaran biji kakao fermentasi yang dilakukan oleh
LEM Sejahtera Teteinea Jaya adalah sebesar Rp 34.049.110,-.
18
19
A.3 Konsep Produksi
Produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material dan
kekuatan-kekuatan (input, faktor sumberdaya, atau jasa-jasa produksi) dalam
pembuatan barang atau jasa (produk). Kegiatan produksi dan operasi merupakan
kegiatan mentransformasi masukan (input) manjadi keluaran (output) yang berupa
barang atau jasa. Dalam industri manufaktur, masukan adalah berupa bahan baku,
tenaga listrik atau bahan bakar, sumberdaya manusia dan dana atau modal, yang
proses transformasinya menjadi keluaran (output) berupa barang hasil jadi.
Sedangkan dalam industri jasa, jenis-jenis masukan seperti yang disebutkan diatas
diproses transformasikan menjadi jasa-jasa yang dihasilkan (Assauri, 1999).
Menurut Soemitro (2000) pengertian produksi sebagai proses
penggunaan unsur-unsur produksi dengan maksud menciptakan faedah guna
memenuhi kebutuhan manusia. Selanjutnya Winardi (2002) mengatakan bahwa,
produksi merupakan suatu usaha yang mengkombinasikan berbagai input dalam
tingkat teknologi tertentu seefisien mungkin dengan maksud menciptakan faedah
dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Sektor produksi terlibat dalam produksi makanan mentah, bahan
mentah, dan produk pertanian lainnya (Drumoon and Goodwin, 2004). Biaya
produksi mempunyai peranan yang penting dalam pengambilan keputusan
usahatani. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu
menentukan besarnya harga pokok dari produk yang akan dihasilkan. Biaya
produksi adalah keseluruhan biaya yang diperlukan dalam menghasilkan produk
tertentu dalam waktu dan satuan tertentu (Tuwo, 2011).
19
20
Proses produksi pertanian menumbuhkan macam-macam faktor
produksi seperti modal, tenaga kerja, tanah, dan manajemen pertanian yang
berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain sehingga
benar-benar mengeluarkan hasil produksi (output). Sumbangan tanah adalah
berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat dirasakan
dengan mana hasil pertanian dapat diperoleh. Tetapi untuk memungkinkan
diperolehnya produksi diperlukan tangan manusia yaitu tenaga kerja petani
(labor). Faktor produksi modal adalah sumber-sumber ekonomi diluar tenaga
kerja yang dibuat oleh manusia. Modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti
keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi non-manusiawi (Mubyarto, 1989).
Dalam usaha pertanian faktor produksi mencakup beberapa hal yaitu:
1. Lahan/Tanah
Lahan pertanian merupakan penentuan dari pengaruh faktor produksi
komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/
ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut
(Rahim dan Hastuti, 2007).
Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lain seperti air,
udara, temperatur, sinar matahari dan lainnya. Tanah merupakan faktor kunci
dalam usaha pertanian. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak yang harus
diperhatikan seperti luas, topografi, kesuburan, keadaan fisik, lingkungan lereng
dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha
pertanian dapat dilakukan dengan baik sehingga proses produksi akan berjalan
lancar dan menguntungkan dengan kata lain faktor lain dapat ditanggulangi.
20
21
2. Modal
Modal merupakan produksi selain tanah dan tenaga kerja, dimana modal
dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa
uang maupun barang-barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi. Dalam pengertian
ekonomi modal merupakan barang atau jasa yang bersama-sama faktor produksi
tanah dan tenaga kerja yang menghasilkan barang baru yaitu hasil pertanian
(Prayitno dalam Asmiati, 2012). Selanjutnya, Kartasapoetra dalam Asmiati
(2012) mengatakan bahwa, modal yang digunakan dapat dikatakan produktif
apabila penggunaannya dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari jumlah
yang diperlukan untuk menutupi biaya bagi semua faktor produksi. Dengan
demikian diperlukan adanya kemampuan pengolahan modal yang tersedia guna
kelancaran proses produksi dari usahatani tersebut, dalam hal ini kemampuan
wanita tani dalam mengelola modal dapat mempengaruhi besarnya penggunaan
biaya dalam proses produksi.
Moehar (2004), membagi modal menjadi dua yaitu:
a) Modal tetap adalah barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang
dapat digunakan beberapa kali, meskipun akhirnya barang-barang modal ini
habis juga, tetapi tidak sama sekali terisap dalam hasil. Contoh: mesin, pabrik,
gedung dan lain-lain.
b) Modal bergerak adalah barang-barang yang digunakan dalam proses produksi
yang hanya bisa digunakan untuk sekali pakai atau dengan kata lain, yaitu
21
22
barang-barang yang habis digunakan dalam proses produksi misalnya bahan
mentah, pupuk, bahan bakar dan lain-lain.
Modal sebagai faktor produksi mutlak diperlukan dalam usaha pertanian
karena tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal
dibutuhkan untuk pengadaan bibit atau upah tenaga kerja. Keberadaan modal
sangat menentukan tingkat atau macam teknologi yang diterapkan sedangkan
kekurangan modal menyebabkan kurangnya masukan yang diberikan sehingga
menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima.
3. Tenaga Kerja
Produktifitas tenaga kerja merupakan faktor produksi penting dalam
melakukan proses produksi yang ada pada dasarnya terdiri dari dua unsur pokok
yaitu jumlah dan kualitas. Jumlah yang diperlukan dalam proses produksi
usahatani dapat dipenuhi dari tenaga kerja keluarga yang tersedia maupun dari
luar kelurga. Sedangkan kualitas yang dicirikan produktifitas tenaga kerja
tergantung dari keterampilan, kondisi fisik, pengalaman dan latihan.
4. Manajemen
Faktor manajemen berfungsi mengelola faktor produksi lainya, yaitu
tanah, modal, dan tenaga kerja. Manajemen akan berpengaruh langsung pada
produksi. Ini terjadi karena kalau faktor produksi tidak dikelola secara baik dan
benar maka produksi yang akan dicapai akan rendah, begitu juga halnya dengan
efisiensi usahatani. Secara fisik fungsi pengelolaan/manajemen adalah
memaksimalkan produk dengan mengkombinasikan faktor tanah, modal, dan
tenaga kerja dengan menerapkan teknologi yang tepat atau meminimalkan faktor
22
23
tanah, modal dan tenaga kerja dengan jumlah produk tertentu. Fungsi produksi
sebagai suatu proses dan penciptaan guna, maka banyak jenis aktivitas dalam
suatu produksi yang akan dilakukan. Aktivitas mana menyangkut perubahan
waktu, perubahan tempat dan perubahan bentuk, dimana masing-masing dari
perubahan yang terjadi tersebut adalah menyangkut perubahan input guna
menghasilkan output yang diharapkan.
Kartasapoetra (2003) mengatakan bahwa, fungsi produksi menguraikan
cara-cara bagaimana masukan (input) dapat digabung untuk menghasilkan jumlah
produksi yang direncanakan.
A.4 Peran dan Fungsi LEM Sejahtera
Lembaga Ekonomi Masyarakat atau LEM Sejahtera adalah Lembaga
ekonomi desa yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat desa dengan
menghimpun dan mendayagunakan seluruh potensi sumber daya yang tersedia,
untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh anggotanya. LEM Sejahtera juga
bermakna sebagai perekat seluruh masyarakat desa untuk meningkatkan
kesejahteraan. Lembaga yang didirikan sejak tahun 2009 melalui rapat anggota
yang difasilitasi oleh TIM Fasilitator ini, bermaksud sebagai wadah untuk
mensukseskan program BAHTERAMAS ditingkat desa dengan membangun
sistem perekonomian yang tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan. Tujuan dari
pendirian LEM Sejahtera yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil
dan makmur dengan meningkatkan SDM petani, Meningkatkan akuntabilitas
lembaga, meningkatkan mutu atau kualitas produk pedesaan serta menjalin sistem
kerja sosial yang baik antara masyarakat dengan pemerintah. Pada akhirnya
23
24
melalui lembaga ini petani dapat menjadi cerdas, mandiri, optimis, kuat, santun
dan kaya (Bambang, 2010).
LEM Sejahtera memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
yang ditetapkan dan disahkan melalui rapat anggota serta memiliki badan hukum
sebagai dasar hukum lembaga. Permodalan LEM Sejahtera dihimpun dari
simpanan anggota secara swadaya dan dukungan/bantuan dari pemerintah atau
swasta yang sifatnya tidak mengikat (dana abadi). Peranan LEM Sejahtera sebagai
hilirisasi kakao yaitu sebagai pemberdayaan petani, membangun komitmen,
wadah kerjasama, lembaga pembiayaan, agen penyedia saprodi, menjamin
pasokan bahan baku, lembaga pemasaran, industry pemasaran, dan meningkatkan
konsumsi coklat dalam negeri (LEM Sejahtera Provinsi Sulawesi Tenggara,
2013). Adapun struktur organisasi LEM Sejahtera yaitu :
a. Struktur Organisasi LEM Sejahtera dipimpin oleh seorang ketua, dibantu
sekretaris dan bendahara serta dua orang staf.
b. Ditingkat dusun dibentuk kepengurusan yang diketuai oleh Kepala Dusun dan
dibantu oleh sekretaris dan bendahara untuk membantu tugas-tugas pendataan
perencanaan dan kegiatan sosial kemasyarakatan didusun masing-masing.
c. Untuk pengelola Unit-unit usaha ditunjuk seorang atau lebih pengelola yang
diangkat dan bertanggung jawab kepada Ketua LEM Sejahtera.
Syarat utama pendirian LEM Sejahtera yaitu, masyarakat wajib
melaporkan atau mengusulkan pendirian LEM Sejahtera ke Dinas Perkebunan
Provinsi yang disertai dengan surat dukungan pemerintah daerah dan seluruh
masyarakat desa. Setiap desa wajib memiliki satu LEM Sejahtera saja, bagi
24
25
penduduk desa lain tidak dapat ikut atau bergabung dengan LEM Sejahtera desa
yang berbeda. Hal ini dikarenakan LEM Sejahtera tidak hanya mengelola dana
pribadi tetapi juga mengelola dana bantuan desa (Bambang, 2010).
Syarat utama untuk menjadi anggota LEM Sejahtera yaitu:
1. Merupakan penduduk desa tempat LEM Sejahtera berada.
2. Tidak tergabung dalam partai politik, PNS, maupun aparat desa.
3. Berdomisili di desa tempat LEM Sejahtera minimal dua tahun.
A.5 Konsep Stategi SWOT
A.5.1 Konsep Strategi
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan dalam
perkembangannya, konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat
ditujukkan oleh adanya perbedaan konsep mengenai strategi selama 30 tahun
terakhir. Menurut Porter strategi adalah suatu alat yang sangat penting untuk
mencapai keunggulan bersaing (Rangkuti, 2006). Senada dengan itu, Hamel dan
Pharalad juga mengatakan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat
incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus dilakukan berdasarkan
sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan
(Rangkuti, 2006). Perencanaan strategis hampir selalu dimulai dari apa yang dapat
terjadi, bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar
baru dan perubahan pola konsumen memerlukan inti (core competencies).
Perusahaan perlu mencari kompetisi inti dalam bisnis yang dilakukan.
Pemahaman yang baik mengenai konsep strategis dan konsep-konsep lain yang
25
26
berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun. Konsep-konsep
tersebut yaitu:
1) Distinctive Competence: tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat
melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.
2) Competitive Advantage: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan
agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya.
Menurut pendapat Rangkuti (2006) menyatakan bahwa, strategi dapat
dikelompokkan berdasarkan tiga tipe strategi, yaitu:
1) Strategi Manajemen
Strategi manajemen meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh
manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro misalnya,
strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi
pengembangan produk, strategi akuisi, strategi pengembangan pasar, strategi
mengenai keuangan dan sebagainya.
2) Strategi Investasi
Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi,
misalnya, apakah perusahaan ini melakukanstrategi pertumbuhan yang agresif
atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi
pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi diiventasi, dan
sebagainya.
26
27
3) Strategi Bisnis
Strategi bisnis ini juga disebut strategi bisnissecara fungsional karena
bisnis ini berorientasi kepada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya
strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi,
strategi organisasi, dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan.
s
A.5.2 Proses Perencanaan Strategis
Perencanaan merupakan sekelompok usaha yang dinilai efektif. Dimana
orang harus mengetahui tentang pencapaian sesuatu sesuai dengan yang
diharapkan. Perencanaan strategis merupakan pekerjaan merencanakan strategi
untuk menuntun seluruh tindakan perusahaan, proses manajerial untuk
membangun dan menjaga kesesuaian antara sumber daya organisasi dan
peluang-peluang pasarnya. Kotler (1999) menyatakan bahwa, perencanaan
strategis yang berorientasi adalah “Proses Manajerial untuk mengembangkan dan
menjaga agar tujuan, keahlian, dan sumber daya organisasi sesuai dengan peluang
pasar yang terus berubah”. Tujuan perencanaan strategis adalah untuk membentuk
dan menyempurnakan usaha dan produk perusahaan sehingga memenuhi target
laba dan pertumbuhan.
Perencanaan strategis memberikan kerangka kerja bagi kegiatan
perusahaan yang dapat meningkatkan ketanggapan dan berfungsinya perusahaan.
Perencanaan strategis membantu manajer mengembangkan konsep yang jelas
mengenai perusahaan. Selain itu, perencanaan strategis memungkinkan
perusahaan mempersiapkan diri menghadapi lingkungan kegiatan yang cepat
berubah. Keunggulan penting lainnya dari perencanaan strategis adalah membantu
27
28
para manajer melihat adanya peluang yang mengandung resiko dan peluang yang
aman dan memilih antara salah satu peluang-peluang yang ada. Perencanaan
strategis juga mengurangi kemungkinan kesalahan dan kejutan yang tidak
menyenangkan, karena penelitian yang seksama telah dilakukan terhadap sasaran,
tujuan, dan strategis.
A.5.3 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Oppurtunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesess) dan ancaman
(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian
perencanaan strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman)
dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut analisis situasi yaitu model yang
paling popular untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam
analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan
Weaknesses serta lingkungan External Opportunities dan Threats yang dihadapi
dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan
ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan.
28
29
Perumusan strategi pemasaran didasarkan pada analisis yang menyeluruh
terhadap pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal perusahaan.
Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat sehingga
melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang datang dari pesaing utama
maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi perubahan faktor
eksternal juga mengakibatkan perubahan faktor internal perusahaan tersebut.
Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai
faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan
kebutuhan dan keinginan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk
yang dimiliki nilai komoditas (Rangkuti, 2006).
Rangkuti (2006) menyatakan lebih lengkap lagi bahwa unsur-unsur
utama pemasaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga unsur utama, yaitu:
1) Unsur Strategi Persaingan
Strategi Persaingan dapat dikelompokkan lagi menjadi menjadi beberapa
bagian, yaitu:
a) Segmentasi Pasar. Segmentasi pasar adalah tindakan mengidentifikasikan
dan membentuk kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah. Masing-
masing segmen konsumen ini memiliki karakteristik, kebutuhan produk, dan
bauran pemasaran tersendiri.
b) Targeting. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen
pasar yang akan dimasuki.
29
30
c) Positioning. Positioning adalah penetapan posisi pasar. Dimana tujuan
positioning ini adalah untuk membangun dan mengkomunikasikan
keunggulan bersaing produk yangada di pasar ke dalam benak konsumen.
2) Unsur Taktik Pemasaran
Terdapat dua macam unsur taktik pemasaran, antara lain:
a) Diferensiasi, yang berkaitan dengan cara membangun strategi pemasaran
dalam berbagai aspek di perusahaan. Kegiatan membangun
strategipemasaran inilah yang membedakan diferensiasi yang dilakukan
suatu perusahaan dengan yang dilakukan oleh perusahaan lain.
b) Bauran pemasaran, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan mengenai
produk, harga, promosi, dan tempat.
3) Unsur Nilai Pemasaran.
Nilai pemasaran dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, antara
lain, yaitu:
a) Merek atau Brand, yaitu nilai yang berkaitan dengan nama atau nilai yang
dimiliki dan melekat pada suatu perusahaan.
b) Pelayanan atau Service, yaitu nilai yang berkaitan dengan pemberian jasa
pelayanan kepada konsumen. Kualitas pelayanan kepada konsumen ini perlu
ditingkatkan secara terus menerus.
c) Proses, yaitu nilai yang berkaitan dengan prinsip perubahan untuk membuat
setiap karyawan terlibat dan memiliki rasa tanggung jawab dalam proses
memuaskan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
30
31
Manajer pemasaran harus menyusun suatu startegi pemasaran dalam
bentuk bauran pemasaran (marketing mix) yang memungkinkan perusahaan untuk
memuaskan kebutuhan dari pasar sasarannya dan mencapai sasaran
pemasarannya. Menurut Kotler (1999) menyatakan bahwa, pengertian Marketing
Mix secara umum adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan kombinasi empat
besar pembentuk inti sistem pemasaran sebuah organisasi. Keempat unsur tersebut
adalah penawaran produk/jasa, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem
distribusi.
Senada dengan itu Kotler (1999) mengatakan bahwa, Marketing Mix
adalah campuran dari variabel pemasaran yang dapat dikendalikan (controllable
variabels) yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat
penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Berdasarkan definisi dan
karakteristik jasa, marketing mixproduk/barang mencakup 4P (product, price,
place, dan promotion) masih dirasa kurang mencakupi untuk diterapkan pada
produk jasa. Para ahli pemasaran menambahkan tiga unsur lagi, yaitu: orang,
proses, dan pelayanan pelanggan (customer service). Beberapa
penulismemasukkan bukti-bukti fisik (physical evidence) sebagai tambahan 4P
(Tjiptono, 2005). Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat
digunakan pemasaran untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan
kepada pelanggan (Tjiptono, 2005). Peralatan pemasaran itu yaitu:
1. Produk (Product), merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang
ditunjukkan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemasaran kebutuhan
dan keinginan pelanggan.
31
32
2. Harga (Price), keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis
dan taktis.
3. Promosi (Promotion), bauran harga promosi tradisional meliputi berbagai
metode untuk mengkomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan pontensial
dan aktual.
4. Tempat (Place), keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap
jasa bagi para pelanggan potensial.
5. Orang (People), bagi sebagian jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran
pemasaran.
6. Bukti-bukti fisik (Physical Evidence).
7. Proses (Process), proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi
perusahaan.
8. Pelayanan pelanggan (Customer Service), adalah kualitas total jasa yang
dipersepsikan oleh pelanggan.
Bauran pemasaran pada produk barang berbeda dengan bauran
pemasaran pada produk jasa. Hal ini karena jasa mempunyai beberapa
karakteristik yang membedakannya dengan barang. Lima karakteristik yang
paling sering dijumpai dalam jasa (Tjiptono, 2005) adalah :
1. Tidak berwujud (intangibility), jasa berbeda dengan barang. Bila barang
merupakan suatu objek, alat atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan,
tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab
itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli
dan dikonsumsi.
32
33
2. Heterogenitas (heterogenitas/variability), jasa bersifat sangat variabel karena
merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas
dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan dan dimana saja tersebut diproduksi.
3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability), jasa umumnya dijual terlebih dahulu,
baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
4. Tidak tahan lama (perishability), jasa tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan.
5. Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang.
Konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk
yang akan dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, Menyimpan atau menjualnya.
Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memilik akses
personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas. Tjiptono (2005)
menyatakan bahwa, menyatakan jasa sebagai “setiap tindakan atau perbuatan
yang dapat ditawari oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya
bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan sesuatu”.
Walaupun demikian produk jasa bisa dikaitkan dengan produk fisik maupun tidak.
B. Kajian Terdahulu
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan sebagai
bahan tinjauan dalam melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan dan
strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi. Untuk merancang strategi
pengembangan usaha biji kakao fermentasi sebaiknya perlu diketahui kelayakan
usaha dari usahatani kakao yang merupakan syarat utama pendirian usaha dan
penyusunan strategi usaha.
33
34
Penelitian yang dilakukan Febryano (2007), yang bertujuan untuk
membandingkan kelayakan finansial agroforestri kakao yang diusahakan oleh
masyarakat pada sistem penguasaan lahan yang berbeda, yaitu antara yang
berlokasi di lahan hutan negara dan lahan milik yang dilaksanakan di Desa
Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lampung. Febryano (2007) menyatakan bahwa, jenis tanaman utama yang dipilih
oleh petani adalah kakao; dengan kombinasi utama pola tanam kakao + pisang di
lahan hutan negara, dan kakao + petai serta kakao + durian di lahan milik. Ketiga
pola tanam tersebut layak untuk diusahakan berdasarkan hasil analisis finansial.
Nilai NPV, BCR, dan IRR berturut-turut sebesar Rp 17.452.336,56; 1,32; dan
23% (pola tanam kakao + pisang), Rp 41.860.069,85; 1,77; dan 27%
(pola tanam kakao + petai), dan Rp 42.864.090,38; 1,79; dan 28%
(pola tanam kakao + durian).
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Hasizah (2011), namun yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian Febryano (2007), yaitu penelitian
ini ingin melihat kelayakan finansial industri olahan biji kakao yang telah
difermentasi di daerah Kota Makasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa;
ditinjau dari ketersediaan bahan baku, pengembangan pabrik pengolahan biji
kakao di Makasar sangat potensil dilakukan; Kualitas bahan baku yang rendah
akibat tidak dilakukannya proses fermentasi. Hal ini menimbulkan tekanan
finansil yang berat bagi industri pengolahan karena apabila butter ratio jatuh di
bawah 3,4 maka operasi pengolahan menjadi tidak menguntungkan. Selain itu,
kelayakan usaha industri pengolahan kakao di Makassar sangat tergantung pada
34
35
butter ratio dan powder ratio. Apabila rasio kumulatif (butter ratio + powder
ratio) berada dibawah 3,3 maka aktifitas pengolahan tidak menguntungkan. Pada
nilai rasio kumulatif 3,4, pabrik pengolahan harus beroperasi mendekati kapasitas
penuhnya untuk bisa menguntungkan.
Hal yang berbeda dilakukan oleh Setiawati (2007). Ia melakukan
penelitian mengenai penentuan produk unggulan berbasis kakao sebagai alternatif
untuk meningkatkan pendapatan industri kecil menengah. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji produk unggulan berbasis kakao sebagai alternatif usaha IKM,
ditinjau dari sisi prioritas dan kelayakan tekno-ekonomi. Penelitian ini dia lakukan
dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dan B/C Rasio.
Metode ini merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas
alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik tersebut digunakan sebagai
pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang
bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses.
Berdasarkan informasi dari pohon industri dalam analisis implementasi MPE yang
dilakukan dengan menggunakan pertimbangan dari Deperindag, Deptan dan
Peneliti, diperoleh hasil mutlak bahwa produk unggulan Kakao adalah Kakao
pasta. b. Perhitungan B/C Ratio 1,39 (DF = 10%) menunjukkan industri Kakao
pasta layak dan menguntungkan sebagai suatu usaha produksi. Menurut
Nurmianto dan Nasution (2004), menyarankan bahwa salah satu metode yang
dapat digunakan dalam menentukan strategi pengembangan teknologi agroindustri
yaitu dengan menggunakan metode AHP dan SWOT.
35
36
Nainggolan dkk (2011) telah melakukan penelitian mengenai kelayakan
dan strategi pengembangan usaha silo jagung di Gapoktan Rido Manah
Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil penelitiannya ia
menyimpulkan bahwa faktor-faktor strategik internal dan eksternal dalam
pengembangan unit usaha silo jagung adalah (1) Kekuatan terdiri dari Mutu
Jagung lebih baik, Jaringan Pemasaran Sederhana, Manajer Silo Profesional,
Lokasi Silo Strategik, Gapoktan Mandiri dan Ketersediaan lahan; (2) Kelemahan
terdiri dari Biaya Produksi Lebih Besar, Akses Permodalan Lemah, Kapasitas
Alsin tidak seimbang, Kemampuan SDM Gapoktan terbatas, Bahan Baku
Musiman dan Tingkat Pengembalian Modal Lambat; (3) Peluang terdiri dari
Pangsa Pasar yang Potensial, Hubungan yang Baik dengan Pembeli, Permintaan
Jagung Meningkat, Kebijakan Pemerintah (Pengadaan), Kesempatan bermitra
dengan industri pakan ternak dan Dukungan pemerintah daerah; (4) Ancaman
terdiri dari Perubahan Cuaca dan Iklim, Fluktuasi Harga Jagung, Tingkat
persaingan usaha, Tingkat Suku Bunga Kredit, Tingginya Impor Jagung dan
Perubahan Kultur Masyarakat.
Berdasarkan hasil tersebut Nainggolan dkk (2011) juga menyimpulkan
bahwa strategik paling efektif dilakukan oleh unit usaha Silo Jagung adalah
(1) menjalin kemitraan dengan industri pakan ternak, dengan tetap menjaga mutu
produk; (2) Meningkatkan peran manager dalam pengembangan unit usaha Silo
Jagung; (3) Pengembangan produk olahan Jagung dalam menghadapi fluktuasi
harga; (4) aktif menjalin kerjasama dengan stakeholder terkait dalam menghadapi
permasalahan Jagung; (5) meningkatkan kapasitas Alsin untuk peningkatan
36
37
produksi dan pengembangan produk olahan jagung, serta (6) Meningkatkan
produksi dan produktivitas Jagung petani anggota dalam menghadapi permintaan
Jagung yang semakin meningkat. Alternatif strategi tersebut diimplementasikan
pada aspek (1) Produksi: Meningkatkan kapasitas mesin untuk peningkatan
produksi dan pengembangan produk olahan jagung, serta peningkatan produksi
dan produktivitas jagung petani sebagai bahan baku Silo Jagung; (2) SDM: Peran
manajer dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan dan
mengontrol semua kegiatan usaha Silo Jagung. Aktif menjalin kerjasama dengan
stakeholder terkait dalam menghadapai permasalahan jagung; (3) Pemasaran:
perlu dibangun kemitraan usaha pemasaran yang merupakan kerjasama usaha
antara Gapoktan dengan pengusaha industri hilir seperti industri pakan ternak
yang diserta pemberian bimbingan teknis dan manajemen; (4) Pengembangan:
pengembangan produk olahan jagung dalam menghadapi fluktuasi harga, dengan
membangun suatu kawasan terpadu yang terdiri dari unit usaha Silo Jagung,
pakan ternak dan industri ternak.
Menurut Sukotjo et al (2014) dalam penelitiannya “The Engineering of
Organization to Increase Added the Value Cocoa Beans in South Konawe
Regency”, menyatakan bahwa teknik strategi efektif untuk meningkatkan
pendapatan atau melakukan pengembangan masyarakat yaitu dengan mendirikan
lembaga masyarakat seperti LEM Sejahtera.
37
38
C. Kerangka Pikir
Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman hasil perkebunan yang
memiliki peran penting dalam ekonomi nasional, terutama sebagai penyedia
lapangan kerja dan pendapatan serta valuta asing. Provinsi Sulawesi Tenggara
khususnya Desa Andomesinggu Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe
merupakan salah satu daerah produsen kakao terbesar. Tercatat luas areal lahan
perkebunan kakao di Kabupaten Konawe seluas 16.088 Ha. Produksi kakao di
Kabupaten Konawe pada tahun 2011 mencapai 9.632 ton, pada tahun 2012
mengalami peningkatan dengan produksi 11.999,2 ton, dan pada tahun 2013
kembali meningkat dengan produksi tercatat sebesar 12.561,4 ton. Penurunan
produksi kakao justru terjadi pada tahun 2014 sebesar 2.390,1 ton atau mencapai
10.171,3 ton (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2014).
Kenyataannya persediaan bahan baku biji kakao yang tinggi tidak
menjamin peningkatan pendapatan para petani. Rendahnya harga kakao Indonesia
akibat tidak dilakukan fermentasi biji serta dampak dari rantai pasok yang terlalu
panjang mengakibatkan rendahnya harga kakao pada kalangan petani kakao.
Faktor utama mengapa harga kakao Indonesia selalu berada pada tingkat yang
rendah karena lemahnya kelembagaan petani kakao. Kelembagaan yang kuat akan
mampu mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi petani termasuk mavia
kakao, pemutusan rantai pasok dan rantai pemasaran, serta ketersediaan modal.
Oleh karena itu, didirikanlah LEM Sejahtera sebagai lembaga yang besar untuk
mengayomi seluruh petani khususnya LEM Sejahtera Andomesinggu untuk
38
39
membudayakan kegiatan fermentasi kakao, sehingga ke depannya Indonesia tidak
lagi menjual kuantitas tetapi menjual kualitas kakao.
Berdasarkan hal tersebut, mendorong perlu adanya penelitian mengenai
strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi studi kasus LEM Sejahtera
Andomesinggu. Berdasarkan hirarkhi penelitian maka rancangan strategi
menggunakan metode analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, dan
Treaths). Perancangan strategi menggunkan metode SWOT diadopsi pada teori
Rangkuti (2009). Analisis ini digunakan untuk mendesain strategi pengembangan
usaha biji kakao fermentasi di LEM Sejahtera Andomesinggu dengan berdasarkan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari industri tersebut. Kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman tersebut dilihat pada dua faktor, yaitu
faktor eksternal dan internal, yang selanjutnya akan diolah dan dianalisis untuk
mendapatkan strategi yang dibutuhkan menggunakan beberapa matriks yaitu
analisis strategi TOWS atau SWOT, Matrik Internal Eksternal (Matrik IE), dan
Matrik Grand Strategy.
39
40
Gambar 2. Skema Kerangka Pikir Pendekatan Strategi Pengembangan Usaha Biji
Kakao Fermentasi pada LEM Sejahtera Desa Andomesinggu
Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe
Strategi Pengembangan Usaha
Biji Kakao Fermentasi oleh
LEM Sejahtera
Andomesinggu
Strengths Weakness Opportunities Treaths
SWOT
Faktor Eksternal
LEM Sejahtera
Faktor Internal
LEM Sejahtera
Matrik TOWS
atau SWOT
Matrik Internal
Eksternal
Matrik Grand
Strategy
LEM Sejahtera
Andomesinggu
Usaha Fermentasi
Biji Kakao
Penentuan
Keputusan
40
41
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 hingga Desember
2015, dan tempat penelitian pada LEM (Lembaga Ekonomi Masyarakat) Sejahtera
Desa Andomesinggu Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe. Penentuan lokasi
penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1. Desa Andomesinggu Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe, merupakan
salah satu daerah pusat produksi kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. LEM Sejahtera Desa Andomesinggu Kecamatan Besulutu
Kabupaten Konawe, merupakan lembaga masyarakat petani yang paling aktif
dibandingkan dengan lembaga masyarakat dan LEM Sejahtera di desa
lainnya.
3. LEM Sejahtera mengambil peranan penting dalam pengembangan ekonomi
petani kakao di Kabupaten Konawe khususnya dalam pengembangan biji
kakao fermentasi secara aktif dan kontinyu.
B. Objek Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi kasus (case study) pada LEM
Sejahtera Andomesinggu. Responden yang digunakan untuk mendapatkan data
penelitian adalah Ketua LEM Sejahtera dan Pembina LEM Sejahtera Sulawesi
Tenggara. Penentuan responden juga dipilih secara purposive dengan alasan
bahwa pihak tersebut merupakan pihak yang sangat mengetahui perkembangan
42
LEM Sejahtera Andomesinggu. Selain itu, pihak ini berwenang dalam pemutusan
kebijakan (decision maker) LEM Sejahtera.
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada ketua LEM Sejahtera
dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner), dengan melibatkan beberapa
petani kakao yang terdaftar sebagai anggota LEM. Data sekunder adalah data
yang diperoleh langsung dari kantor/instansi yang terkait dengan penelitian ini.
Data sekunder yang digunakan berupa data produksi, Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumahtangga (AD dan ART) LEM Sejahtera Andomesinggu serta data
aset LEM Sejahtera Andomesinggu.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
teknik wawancara dan kepustakaan. Teknik wawancara yaitu melakukan tanya
jawab dengan responden yang berkaitan dengan penelitian ini dengan
menggunakan kuesioner, sedangkan kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan
menggunkan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
42
43
E. Variabel Penelitian
Variabel yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel keadaan internal (IFAS) dan variabel eksternal (EFAS)
LEM Sejahtera Andomesinggu dalam mengembangkan usaha biji kakao
fermentasi. Variabel internal terdiri atas kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness) LEM Sejahtera Andomesinggu dalam mengembangkan usaha biji
kakao fermentasi. Variabel eksternal meliputi peluang-peluang (opportunities)
dan ancaman (threat) yang ada pada LEM Sejahtera Andomesinggu dalam
mengembangkan usaha biji kakao fermentasi.
2. Keadaan LEM Sejahtera Kakao yang meliputi; kedaaan finansial, sosial dan
geografis lingkungan.
F. Analisis Data
Penelitian ini lebih terfokus pada usaha biji kakao fermentasi yang
dilakukan oleh LEM Sejahtera Desa Andomesinggu, mulai dari budidaya kakao
dan fermentasi biji kakao sampai pada pemasarannya. Setelah data dikumpulkan
melalui survei, wawancara serta didukung dengan kajian literatur, selanjutnya data
akan ditabulasi dan dianalisis untuk melihat strategi pengembangan usaha biji
kakao fermentasi yang baik untuk diterapkan oleh LEM Sejahtera Andomesinggu.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis SWOT. Menurut Rangkuti
(2006) menyatakan bahwa, data yang didapatkan diolah dan dianalisis
berdasarkan konsep-konsep manajemen strategis yang ada. Analisis data akan
dilakukan melalui analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
43
44
Analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
visi, misi dan mengambarkan lingkungan perusahaan terkait dengan peluang,
ancaman, kekuatan, kelemahan yang dimiliki oleh LEM Sejahtera Andomesinggu
serta perumusan strategi dengan menggunakan matriks TOWS atau SWOT, IE,
dan matrik grand strategy. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan matris
EFE (Eksternal Faktor Evaluation) dan IFE (Internal Faktor Evaluation).
Menurut Rangkuti (2006), penyusunan suatu strategi dilakukan melalui
tiga tahapan kerja yaitu tahap input dan tahapan pencocokkan. Berikut penjelasan
mengenai tahap tersebut:
a. Tahap Input (Input Stage)
Tahap input adalah tahapan pengumpulan informasi untuk merumuskan
strategi. Tahapan ini dilakukan dengan identifikasi terhadap faktor-faktor internal
maupun eksternal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam usaha biji kakao
fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu. Dalam penelitian ini, tahap input
menggunakan matriks IFE dan EFE. Adapun tahapan dalam penyusunan matriks
IFE dan EFE adalah sebagai berikut:
a. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Tahap analisis faktor-faktor internal dan eksternal dilakukan dengan mendata
seluruh kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh pihak LEM Sejahtera
Andomesinggu. Selanjutnya melakukan pendataan peluang dan ancaman oleh
pihak LEM Sejahtera Andomesinggu. Faktor yang bersifat positif (kekuatan
dan peluang) ditulis sebelum faktor yang bersifat negatif (kelemahan dan
ancaman).
44
45
Matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) merupakan alat formulasi strategi
untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area
fungsional LEM Sejahtera Andomesinggu. Selain itu, memberikan dasar untuk
mengindetifikasi serta mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut.
Melalui Matriks IFE dapat diketahui kemampuan LEM Sejahtera
Andomesinggu dalam menghadapi lingkungan internalnya dan mengetahui
faktor-faktor yang penting. Bentuk matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 2:
Tabel 2. Matriks IFE (Internal Faktor Evaluation)
Faktor-faktor Bobot Rating Bobot X Rating
strategi Internal (Weight score)
KEKUATAN
KELEMAHAN
TOTAL 1,00 Total Weighted score
Sumber: Rangkuti (2006)
Matriks EFE (Eksternal Faktor Evaluation) memungkinkan para penyusun
strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi,
kependudukan (demografi), teknologi, politik, dan sosial. Matriks EFE
digunakan untuk mengetahui kemapuan LEM Sejahtera Andomesinggu
dalam menghadapi lingkungan luar LEM Sejahtera Andomesinggu. Bentuk
tabel matriks EFE dapat terlihat pada Tabel 3:
Tabel 3. Matriks EFE (Eksternal Faktor Evaluation)
Sumber: Rangkuti (2006)
Faktor-faktor strategi Bobot Rating Bobot X Rating Eksternal (Weight score)
PELUANG
ANCAMAN
TOTAL 1,00 Total Weighted score
45
46
b. Pemberian Bobot Setiap Faktor
Penentuan bobot pada analisis internal dan eksternal dilakukan dengan
mengajukan kuesioner pada pihak Ketua LEM Sejahtera Andomesinggu dan
Pembina LEM Sejahtera Sulawesi Tenggara. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan metode pairwise comparison atau metode pencocokan dan
perbandingan kebijakan (Kinnear and Taylor dalam Ariessiana, 2009). Bobot
menunjukan tingkat kepentingan relatif suatu faktor terhadap keberhasilan
suatu LEM Sejahtera Andomesinggu.
Adapun penentuan bobot setiap faktor menggunakan skala yang akan
digunakan untuk pengisian kolom pada matriks.
Skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal
3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indicator vertikal
Tabel 4. Penilaian bobot faktor strategis internal
Faktor strategis internal A B C D … Total Bobot A
B
C
D
…
Total
Sumber : Kinnear and Taylor dalam Fauziansyah (2013)
Tabel 5. Penilaian bobot faktor strategis Eksternal
Faktor strategis Eksternal A B C D … Total Bobot A
B
C
D
…
Total
Sumber : Kinnear and Taylor dalam Fauziansyah (2013)
46
47
Bobot setiap variabel diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap
variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan
rumus:
αi = Xi
Σn i=1Xi
Keterangan :
α I = bobot variabel ke-i
Xi = nilai variabel ke-i
i = jumlah variabel
n = jumlah total variabel
Adapun bobot tiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai tiap faktor
terhadap total nilai faktor. Bobot yang diberikan pada tiap faktor berada pada
kisaran 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Faktor-faktor yang
memiliki pengaruh besar pada perusahaan diberikan bobot yang tinggi, tanpa
memperdulikan apakah faktor tersebut kelemahan ataupun kekuatan serta peluang
atau ancaman. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada tiap faktor sama dengan
1,0.
c. Pemberian Peringkat (Rating)
Peringkat (rating) menggambarkan seberapa besar efektif strategi
LEM Sejahtera Andomesinggu saat ini, dalam merespon faktor strategis yang
ada (company-based).
47
48
Penilaian peringkat lingkungan eksternal diberikan dalam skala dengan nilai
sebagai berikut:
1= respon perusahaan jelek
2= respon perusahaan rata-rata
3= respon perusahaan di atas rata-rata
4= respon perusahaan superior
Sedangkan, untuk lingkungan diberikan nilai dalam skala sebagai berikut:
1= sangat lemah (kelemahan utama)
2= lemah (kelemahan minor)
3= kuat (kekuatan minor)
4= sangat kuat (kekuatan utama)
Sedangkan pemberian nilai ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika
nilai ancaman sangat besar, nilai rating adalah 1. Sebaliknya, jika nilai
ancamannya sedikit ratingnya 4.
d. Perkalian Bobot dan Peringkat
Nilai tertimbang setiap faktor yang diperoleh dari perkalian bobot dengan
peringkat (ratting) setiap faktor. Nilai tertimbang setiap faktor kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh total nilai tertimbang bagi LEM Sejahtera
Andomesinggu (Rangkuti, 2006).
48
49
Tabel 6. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Faktor-faktor Kunci Internal Bobot Rating Nilai tertimbang (a) (b) (c) = (a) x (b) Kekuatan
1…. ….. ….. ….. 2…. …… ….. ….. 3…. ….. …. …. Kelemahan
1….. ….. …. …. 2…… ….. …. …. 3…… ….. …. …. Jumlah 1,0 …. ….. Sumber: Rangkuti (2006)
Tabel 7. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)
Faktor-faktor Kunci Eksternal Bobot Rating Nilai tertimbang (a) (b) (c) = (a) x (b)
Kekuatan
1…. ….. ….. ….. 2…. …… ….. ….. 3…. ….. …. …. Kelemahan
2…… ….. …. ….
3…… ….. …. ….
Jumlah 1,0 …. …..
Sumber: Rangkuti (2006)
Total penilaian tertimbang pada matriks IFE dan EFE akan berada pada
kisaran nilai 1,0 (terendah) hingga 4,0 (tertinggi). Semakin tinggi total nilai
tertimbang perusahaan pada matriks IFE dan EFE, mengindikasikan bahwa
perusahaan merespon faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, ataupun
merespon faktor eksternal berupa peluang atau ancaman dengan sangat baik,
begitu pula sebaliknya.
b. Tahapan Pencocokkan (Matching Stage)
Tahap pencocokan adalah tahapan untuk mengkombinasikan kekuatan
dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal. Tahap
pencocokan bertujuan untuk mengetahui posisi LEM Sejahtera Andomesinggu
49
50
agar dapat menghasilkan alternatif strategi yang layak bukan untuk memilih
strategi yang terbaik. Pada tahapan pencocokan alat analisis menggunakan matriks
IE matriks SWOT dan matriks grand strategy.
1) Matriks Internal-Eksternal (IE)
Matriks IE berguna untuk menampilkan posisi organisasi dalam diagram
skematis atau disebut juga sebagai matriks portofolio. Matriks portofolio
terdiri dari dua dimensi yaitu total nilai tertimbang IFAS, total nilai
tertimbang EFAS, dan terdiri dari sembilan sel. Total nilai tertimbang IFAS
ditempatkan pada sumbu x dan total nilai tertimbang EFAS pada sumbu y.
Titik koordinat diperoleh dari pengurangan kekuatan dan kelemahan, serta
pengurangan peluang dan ancaman. Berikut ini rumus cara perhitungan titik
koordinat IFAS dan EFAS:
Setelah penentuan titik koordinat barulah dapat diketahui penentuan matriks
IE. Matriks IE dapat terlihat pada Tabel 8.
Titik Koordinat = IFAS : EFAS
Sumbu X = subtotal strength – subtotal weakness
Sumbu Y = subtotal opportunities – subtotal threat
50
51
Tabel 8. Diagram Matriks IE
Kuat
4 Sedang
3 Lemah
2
1
Kuat
3
1
Pertumbuhan
Konsentrasi
melalui
integrasi vertical
2
Pertumbuhan
Konsentrasi melalui
integrasi horizontall
3
Penciutan
Turn Around
Sedang
2
4
Stabilitas
Hati-hati
5
Pertumbuhan
Konsentrasi melalui
Integrasi Horizontal
Stabilitas. Hati-hati
6
Penciutan
Divestasi
Lemah
1
7
Pertumbuhan
Diversifikasi
Konsentrik
8
Pertumbuhan
Diversifikasi
Konglomerat
9
Likuidasi
Bangkrut atau
likuidasi
Sumber: Rangkuti (2006)
Tabel 8 memperlihatkan identifikasi sembilan sel strategi LEM Sejahtera,
yang pada prinsipnya dapat dikelompokan menjadi tiga strategi utama, yaitu:
a. Strategi pertumbuhan (Growth Strategy)
Strategi ini adalah usaha untuk mendesain pertumbuhan, baik dalam
penjualan, aset, keuntungan atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini dapat
dicapai dengan cara menurunkan harga biji kakao fermentasi,
mengembangkan produk baru, menambah kualitas produk dan jasa atau
meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan cara meminimalkan biaya sehingga dapat meningkatkan
keuntungan. Cara ini merupakan strategi terpenting apabila kondisi
Fak
tor
Ex
tern
al
(EF
E)
Faktor Internal (IFE)
51
52
perusahaan berada dalam pertumbuhan cepat dan terdapat kecenderungan
pesaing untuk melakukan perang harga.
b. Strategi pertumbuhan melalui konsentrasi dan diversifikasi
Ada dua strategi dasar pertumbuhan pada tingkat korporat yaitu konsentrasi
pada satu industri atau diversifikasi ke industri lain. Jika LEM Sejahtera
Andomesinggu tersebut memilih strategi konsentrasi, LEM Sejahtera
Andomesinggu dapat tumbuh melalui integrasi vertikal maupun horizontal,
baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal
dengan menggunakan sumber daya dari luar. Jika LEM Sejahtera
Andomesinggu tersebut memilih strategi diversifikasi, LEM Sejahtera dapat
tumbuh melalui konsentrasi atau diversifikasi konglomerat, baik secara
internal melalui pengembangan produk baru atau eksternal melalui akuisisi.
c. Konsentrasi melalui integrasi vertikal (Sel 1)
Pertumbuhan melalui konsentrasi dapat dicapai baik melalui integrasi vertikal
dengan cara backward integration (mengambil alih fungsi supplier) atau
dengan cara forward integration (mengambil alih fungsi distributor). Hal ini
merupakan strategi utama untuk perusahaan yang memiliki posisi kompetitif
pasar yang kuat (high market share) dalam industri yang berdaya tarik tinggi.
Agar dapat meningkatkan kekuatan bisnisnya atau posisi kompetitifnya,
perusahaan harus melakukan upaya meminimalkan biaya dan operasi yang
tidak efisien untuk mengontrol kualitas serta distribusi produk.
52
53
d. Konsentrasi melalui integrasi horizontal (Sel 2 dan 4)
Strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk
memperluas LEM Sejahtera Andomesinggu dengan cara membangun di
lokasi lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Jika perusahaan tersebut
berada dalam industri yang sangat menarik (Sel 2), tujuannya adalah untuk
meningkatkan penjualan dan keuntungan, dengan cara memanfaatkan
economic of scale baik di produksi maupun pemasaran. Sementara jika
perusahaan ini berada dalam moderate attractive industry, strategi yang
diterapkan adalah konsolidasi (Sel 4). Tujuannya adalah lebih defensif, yaitu
menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan keuntungan.
e. Turnaround (Sel 3 dan Sel 5)
Apabila berada pada sel ini maka kondisi LEM Sejahtera Andomesinggu
berada pada posisi yang tidak menguntungkan dimana LEM Sejahtera harus
mengubah haluannya.
f. Diversifikasi Konsentris (Sel 7)
Strategi pertumbuhan melalui diversifikasi umumnya dilaksanakan oleh
perusahaan yang memiliki kondisi competitive position sangat kuat, tetapi
nilai daya tarik industrinya sangat rendah. Perusahaan tersebut berusaha
memanfaatkan kekuatannya untuk membuat produk baru secara efisien
karena perusahaan ini sudah memiliki kemampuan manufaktur dan
pemasaran yang baik, prinsipnya adalah untuk menciptakan sinergi (2+2=5)
dengan harapan bahwa dua bisnis secara bersama-sama dapat menciptakan
lebih banyak profit dari pada jika melakukannya sendiri-sendiri.
53
54
g. Diversifikasi konglomerat (Sel 8)
Strategi pertumbuhan melalui kegiatan binnis yang tidak saling berhubungan,
dapat dilakukan jika perusahaan menghadapi competitive position yang tidak
begitu kuat (average), dan nilai daya tarik industrinya sangat rendah. Kedua
faktor tersebut tersebut memaksa perusahaan itu melakukan usahanya ke
dalam perusahaan lain. Tetapi, pada saat perusahaan tersebut mencapai tahap
matang, perusahaan yang hanya memiliki competitive position rata-rata
cenderung akan menurun kinerjanya. Untuk itu strategi diversifikasi
konglomerat sangat diperlukan. Tekanan strategi ini lebih pada sinergi
finansial dari pada product market sinergy (seperti yang terdapat pada sinergi
diversivikasi konsentris).
2) Analisis Matriks SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threat)
Matriks SWOT digunakan untuk merumuskan alternatif strategi bagi pihak
LEM Sejahtera Andomesinggu. Matriks SWOT merupakan alat untuk
pencocokan yang bertujuan membantu dalam mengembangkan strategi. Hal
yang sulit dalam mengembangkan matriks SWOT adalah mencocokan faktor
internal dan eksternal. Tahapan pencocokan faktor internal dan eksternal
dalam matriks SWOT membutuhkan penilian yang baik.
54
55
Berikut ini empat tipe strategi yaitu:
1. Strategi SO (Strengths-Opportunities) adalah strategi dengan menggunakan
kekuatan internal LEM Sejahtera Andomesinggu untuk memanfaatkan
peluang eksternal.
2. Strategi WO (Weaknesess-Opportunities) adalah bertujuan untuk
memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strengths-Threats) adalah strategi dengan menggunakan
kekuatan LEM Sejahtera Andomesinggu untuk menghindari atau
mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal.
4. Strategi WT (Weaknesess-Threats) adalah taktik difensif yang diarahkan
pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eskternal.
Untuk membuat matriks SWOT terdapat delapan langkah yang harus
dilakukan antara lain:
a. Menuliskan peluang eksternal kunci perusahaan
b. Menuliskan ancaman ekternal kunci perusahaan
c. Menuliskan kekuatan internal kunci perusahaan
d. Menuliskan kelemahan internal kunci perusahaan
5. Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat strategi
SO dalam sel yang ditentukan.
6. Mencocokan kelemahan internal dengan peluang ekternal dan catat
strategi WO dalam sel yang ditentukan.
7. Mencocokan kekuatan internal dengan ancaman ekternal dan mencatat
strategi ST dalam sel yang ditentukan.
55
56
8. Mencocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat
strategi WT dalam set yang ditentukan
Berikut ini penyajian sistematis dari matriks SWOT yang terdapat
Tabel 9.
Tabel 9. Diagram Matriks SWOT
Internal factor
Eksternal factor
Strengths (S)
Weakness (W)
Opportunities (O)
Strategi SO
Strategi yang disusun
untuk memanfaatkan
kekuatan yang ada dalam
upaya meraih peluang
Strategi WO
Strategi yang disusun
untuk menutupi atau
mengurangi kelemahan
yang ada dalam upaya
meraih peluang
Threats (T)
Strategi ST
Strategi yang disusun
untuk memanfaatkan
kekuatan yang ada dalam
upaya menghadapi
ancaman
Strategi WT
Strategi yang disusun
untuk menutupi atau
mengurangi kelemahan
yang ada dalam upaya
menghadapi ancaman
Sumber: Rangkuti (2006)
56
57
3) Matrik Grand Strategy
Sumber: Rangkuti (2006)
Gambar 3. Diagram Matrik Grand Strategy
Berdasarkan diagram Matrik Grand Strategy pada Gambar 3 maka deskripsi
makna strategi untuk setiap kuadran yaitu sebagai berikut:
Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya LEM Sejahtera
Andomesinggu dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan
untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih
kemajuan secara maksimal.
Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi
tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi
strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah
tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan
57
58
untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.
Oleh karenya, LEM Sejahtera Andomesinggu disarankan untuk segera
memperbanyak ragam strategi taktisnya.
Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang.
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya
LEM Sejahtera Andomesinggu disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya.
Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang
yang ada sekaligus memperbaiki kinerja LEM Sejahtera Andomesinggu.
Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan
besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya
kondisi internal LEM Sejahtera Andomesinggu berada pada pilihan dilematis.
Oleh karenanya, LEM Sejahtera Andomesinggu disarankan untuk meenggunakan
strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok.
Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
G. Konsep Operasional
Berdasarkan metode yang telah dipaparkan sebelumnya maka konsep
operasional dibutuhkan untuk menggambarkan atau menafsirkan secara singkat
mengenai variabel yang akan diamati secara lebih operasional pada penelitian ini,
dengan demikian konsep operasional penelitian ini adalah:
1. Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera Andomesinggu merupakan
lembaga masyarakat yang ada di Desa Andomesinggu Kecamatan Besulutu
58
59
yang dibentuk dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat desa
dengan menghimpun dan mendayagunakan seluruh potensi sumberdaya yang
ada di Desa Andomesinggu, termasuk komoditi kakao untuk meningkatkan
kemapuan sumberdaya manusia dan mensejahterakan semua anggota
masyarakat Desa Andomesinggu.
2. Responden yang dimaksud adalah ketua LEM Sejahtera Andomesinggu
dan pembina LEM Sejahtera Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Pelaku (stakeholders) agroindustri kakao yaitu pelaku langsung (petani kakao
dan industri pengolahan kakao) dan pelaku tidak langsung (pemerintah
daerah/Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara serta LEM Sejahtera
Andomesinggu.
4. Strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi yang dimaksud adalah
cara yang dapat dilakukan oleh LEM Sejahtera Andomesinggu untuk
melakukan pengembangan usaha biji kakao yang telah difementasi.
5. Strengths atau kekuatan adalah kelebihan atau keuntungan dari LEM
Sejahtera Andomesinggu dalam mengembangkan usaha biji kakao fermentasi
serta kelebihan produk biji kakao fermentasi itu sendiri.
6. Weakness atau kelemahan adalah kekurangan yang dimiliki oleh LEM
Sejahtera Andomesinggu dalam mengembangkan usaha biji kakao fermentasi
serta kelebihan produk biji kakao fermentasi.
7. Opportunies atau kesempatan adalah peluang yang dimiliki oleh LEM
Andomesinggu dalam mengembangkan teknologi fermentasi biji kakao serta
59
60
kelebihan produk biji kakao fermentasi apabila dipandang dari sudut harga,
kualitas, dan aspek lainnya.
8. Treaths atau ancaman adalah besarnya peluang kerugian atau ketidak
suksesan LEM Sejahtera Andomesinggu dalam mengembangkan usaha biji
kakao fermentasi.
9. Produksi adalah jumlah fisik dari hasil yang diperoleh dari kegiatan
fermentasi biji kakao (kg) pada LEM Sejahtera Andomesinggu.
10. Kelembagaan adalah kelompok sosial yang bersatu dalam kegiatan
fermentasi kakao.
11. Sarana dan prasarana adalah perlengkapan/fasilitas yang digunakan dalam
kegiatan fermentasi kakao. Sarana dan prasarana tersebut yaitu peti
fermentasi, para-para atau alat jemur, mesin pengering berbahan bakar
tungku, oven pengering, mesin sortasi, timbangan, gerobak pengangkut,
dan gudang penyimpanan.
12. Teknologi adalah alat maupun metode yang digunakan petani untuk
melakukan kegiatan fermentasi.
13. Mavia kakao adalah perkumpulan organisasi rahasia baik besar maupun
kecil yang bergerak dibidang perdagangan kakao, yang bertujuan
mendapatkan keuntungan sebesar mungkin melalui perdagangan kakao
nonfermentasi termasuk perusahaan maupun pedagang pengumpul.
14. Modal adalah jumlah biaya yang dikeluarkan petani dalam satu kali musim
panen untuk keperluan operasional dalam mengelola LEM Sejahtera
Andomesinggu, yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
60
61
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah
LEM Sejahtera Andomesinggu terletak di Desa Andomesinggu
Kecamatan Besulutu. Secara astronomis desa ini terletak pada 03052’30”-
04002’30” Lintang Selatan dan antara 122016’15”-122022’30” Bujur Timur.
Luas wilayah Kecamatan Besulutu yaitu 1.783 Ha dengan ketinggian tempat
93 m di atas permukaan laut. Jumlah penduduk yang ada di Desa
Andomesinggu yaitu sebesar 440 jiwa, yang terdiri atas 237 jiwa perempuan
dan 203 jiwa laki-laki. Sedangkan jumlah rumahtangga yang ada di
Desa Andomesinggu relatif sedikit dibandingkan dengan desa lainnya, yai tu
hanya 137 rumahtangga. Sebagian besar masyarakat yang ada di desa ini
bermata pencaharian sebagai petani kakao. Desa dengan persentase jumlah
penduduk terkecil di Kecamatan Besulutu ini hanya berjarak 2 km dari
Kecamatan Besulutu, 33 km dari Kabupaten Konawe, dan 32 km dari Kota
Kendari.
B. Profil LEM Sejahtera Andomesinggu
LEM Sejahtera Andomesinggu didirikan sejak tanggal 12 April 2009,
tepat 2 hari sebelum dikirimnya surat dari Dinas Perkebunan. Pembentukan
dilakukan selama dua hari satu malam. Tujuan dari pendirian LEM Sejahtera
Andomesinggu yaitu untuk membangun sistem perekonomian yang tangguh,
berdaya saing dan berkelanjutan, serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera
adil dan makmur. LEM Sejahtera Andomesinggu diketuai oleh Bapak Sumandar
62
dar sekaligus sebagai petani kakao yang ada di desa tersebut. Lembaga ini
memiliki kegiatan sebagai berikut:
1) Penguatan kapasitas dan kualitas sumberdaya.
2) Peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya.
3) Pengembangan kemandirian masyarakat.
4) Menjalin kerjasama dan/atau pihak lain yang saling menguntungkan sesuai
dengan peraturan undang-undang berlaku.
5) Membentuk unit-unit usaha yang berjiwa koperasi berbasis sumberdaya
lokal.
6) Mengintegrasikan program pembangunan tingkat desa, dan
7) Berpartisipasi dan kegiatan sosial masyarakat.
Awalnya, bagi masyarakat yang ingin masuk ke dalam anggota LEM
Sejahtera Andomesinggu harus membayar uang simpanan pokok sebesar
Rp 1 juta. Sedangkan setiap bulannya anggota LEM Sejahtera harus menyetor
simpanan bulanan sebesar Rp 10.000,- yang dimasukkan ke dalam simpanan
wajib. Selain itu masyarakat juga dapat memberikan simpanan sukarela maksimal
Rp 5 juta. Pembagian SHU (Sisa Hasil Usaha) yaitu 40% untuk penguatan modal
lembaga, 40% dibagi kepada anggota, 15% untuk instansi pengurus, 3% untuk
dana pembangunan, 1% untuk dana pendidikan dan 1% untuk dana sosial.
Pembagian porsi SHU kepada anggota disesuaikan dengan jumlah tabungan, dan
lamanya bergabung dalam LEM Sejahtera Andomesinggu. Anggota dikategorikan
tidak aktif apabila tidak membayar simpanan wajib selama tiga bulan dan tidak
menghadiri rapat LEM Sejahtera tanpa kabar. Pihak-pihak yang terlibat dalam
62
63
kepengurusan LEM Sejahtera diantaranya, Ketua, Sekretaris, Bendahara, Staf
unit usaha/dusun, Pembina dan pengawas LEM Sejahtera. Adapun struktur
organisasi LEM Sejahtera Andomesinggu dan struktur organisasi pembina dapat
terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Sumber: Data Sekunder LEM Sjahtera Andomesinggu
Gambar 4. Struktur organisasi LEM Sejahtera Andomesinggu
SEKRETARIS
Iskandar
KETUA
Sumandar
PENGURUS DUSUN
PEMBINA
Kades Suma Nicopo
BENDAHARA
Hasniati
BADAN PENGAWAS
Karasa (Ketua)
Muh Taher (Anggota)
Anto (Anggota)
STAF
Anwar
Safarudin
DUSUN I
Hasbullah
Mustaman
Muh. Amin
DUSUN II
Yupe
Sofyan
Muslimin
DUSUN III
Agus Sere
Daeng Malinta
63
64
Sumber: Data Sekunder Dinas Perkebunan SULTRA
Gambar 5. Struktur Organisasi Pembina LEM Sejahtera
Berdasarkan bagan diatas, setiap LEM Sejahtera akan memiliki Pembina
dan Penasehat. Ketua LEM Sejahtera akan menjalankan tugasnya didampingi oleh
sekretaris dan bendahara untuk setiap LEM Sejahtera. Kegiatan LEM Sejahtera
juga akan dibagi menjadi beberap bidang, seperti Bidang Program, Monev,
Pengendalian, Bidang Riset, Bidang Produksi dan lain-lain.
C. Strategi Pengembangan Usaha Biji Kakao Fermentasi
Penyusunan strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi
dirancang melalui analisis atau identifikasi faktor-faktor yang menunjang
pengembangan usaha biji kakao fermentasi dengan menggunakan analisis
SWOT, yang diuraikan dalam bentuk matriks IFAS (Internal Strategic Factors
Analysis Summery) dan EFAS (External Strategic Factors Analysis Summery).
Hal ini berfungsi menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk
64
65
merumuskan strategi pengembangn usaha biji kakao fermentasi oleh LEM
Sejahtera Andomesinggu berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan
juga dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) pada
pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera
Andomesinggu.
C.1 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Pengembangan
Usaha Biji Kakao Fermentasi
Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dilakukan
berdasarkan kegiatan diskusi dan wawancara bersama reponden kunci yaitu
pembina LEM Sejahtera Andomesinggu dan Ketua LEM Sejahtera
Andomesinggu sebagai responden pendukung. Analisis dibedakan menjadi dua
yaitu dilihat berdasarkan keadaan internal dan eksternal LEM Sejahtera
Andomesinggu.
C.1.1 Matriks IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summery)
Untuk mengetahui tingkat kekuatan dalam kelemahan pengembangan
usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Andomesinggu, dilakukan pembobotan
dan rating terhadap unsur-unsur faktor kukuatan dan kelemahan sebagai
penilaian terhadap tingkat pengaruh bagi pengembangan usaha biji kakao
fermentasi.
65
66
Faktor-faktor yang meliputi kekuatan dan kelemahan pengembangan
usaha kakao fermentasi adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan (Strenght)
Kekuatan yaitu mencakup kekuatan internal yang mendorong
pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera
Andomesinggu. Berdasarkan kegiatan wawancara dan diskusi bersama
responden penelitian yaitu ketua LEM Andomesinggu dan Ketua Pembina
LEM SULTRA, dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang dimiliki oleh LEM
Sejahtera Andomesinggu yaitu; a) Ketersediaan lahan, b) Ketersediaan bibit,
c) Ketersediaan pupuk, d) Ketersediaan tenaga kerja, e) Ketersediaan peralatan
usaha, f) Usia petani yang produktif, g) LEM Sejahtera memiliki hubungan yang
baik dengan pelanggan pemasok, h) Kualitas kakao fermentasi yang tinggi, i)
LEM Sejahtera memberikan pelayanan yang baik, j) Keterampilan petani yang
baik, dan k) Tingginya dukungan pemerintah.
Luas lahan kakao yang dimiliki oleh LEM Sejahtera Andomesinggu saat
ini mencapai 400 Ha. Hal ini merupakan akumulasi dari lahan petani kakao yang
masuk dalam anggota LEM Sejahtera Andomesinggu. Selain itu, LEM Sejahtera
Andomesinggu juga memperoleh bibit kakao dari usaha pembibitan mereka
sendiri. Untuk pasokan input seperti pupuk dan pestisida diperoleh melalui subsidi
langsung dari pemerintah. Melalui subsidi langsung ini, dapat memutuskan rantai
pasok yang terlalu panjang.
Biasanya sebelum adanya LEM Sejahtera, subsidi pupuk dan pestisida
diperoleh melalui tengkulak yang membuat RDKK (Rencana Defenitif Kebutuhan
66
67
Kelompok), yang selanjutnya disalurkan ke distributor dan pedangang pengencer.
Panjangnya rantai pasok ini justru akan menguntungkan pedagang bukanlah
petani kakao. Untuk sarana produksi kakao fermentasi, LEM Sejahtera telah
mendapatkan peralatan dari beberapa pihak seperti perusahaan swasta maupun
pemerintah yang terdiri dari peti fermentasi, alat jemur atau para-para dan mesin
pengering kakao. Peti fermentasi kakao diperolah dari pihak perusahaan asing
yang berasal dari Jerman. Pihak Eropa bertujuan untuk melakukan kerjasama
dengan pihak Indonesia untuk mendapatkan kakao fermentasi dengan jumlah dan
kualitas yang baik, namun hal ini selalu terkendala pada adanya mavia kakao yang
selalu berusaha untuk meningkatkan harga kakao non fermentasi, sehingga petani
lebih memilih untuk tidak melakukan fermentasi. Pihak utama yang
membutuhkan kakao unfermented yaitu pihak perusahaan Amerika yang hanya
membutuhkan lemak kakao saja. Kini pemerintah sedang berusaha keras untuk
membangun kelembagaan yang kuat yang berkerjasama dengan beberapa pihak
lainnya seperti Bank Indonesia, BRI, BT Kakao Indonesia, PPKKI, kementrian
pertanian dan perkebunan serta pihak BUMN maupun perusahaan swasta lainnya.
2) Kelemahan (Weakness)
Kelemahan yaitu hambatan internal yang dapat menjadi kendala dalam
pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu.
Kelemahan-kelemahan yang dimaksud yaitu: a) Keterbatasan modal, b) Kualitas
bahan baku rendah, c) Tingkat pendidikan petani rendah, d) Pemasaran tidak
teroganisir, e) Intensitas penyuluhan yang masih minim, f) Sistem kurang
terintegrasi, g) Waktu produksi terlalu lama, dan g) Sulitnya proses fermentasi.
67
68
Keterbatasan modal usaha juga merupakan alasan terhambatnya kegiatan
fermentasi, untuk mengatasi masalah tersebut kini masyarakat menggunakan
strategi peran LEM Sejahtera menjadi tempat usaha simpan pinjam dari seluruh
anggota LEM Sejahtera. Petani yang tidak masuk sebagai anggota LEM Sejahtera
tidak dapat melakukan pinjaman maupun simpanan. Syarat utama untuk menjadi
anggota LEM Sejahtera yaitu; merupakan penduduk desa tempat LEM Sejahtera
berada, tidak tergabung dalam partai politik, PNS, maupun aparat desa, dan
berdomisili di desa lokasi LEM Sejahtera minimal dua tahun.
Kendala LEM Sejahtera Andomesinggu juga terdapat pada kualitas
pendidikan anggotanya. Mereka kesulitan mencari seorang sekretaris yang
memiliki kompetensi di bidangnya, sehingga biasanya ketualah yang mengerjakan
kegiatan sekretaris. Sulitnya kegiatan fermentasi juga menjadi alasan mengapa
petani tidak melakukan fermentasi kakao. Apabila terdapat satu sampai delapan
biji kakao yang tidak terfermentasi atau kategori unfermented dalam 100 gram
maka kakao tersebut tidak termasuk kakao fermentasi. Standar ini dirasa sangat
berat bagi para petani. Selain itu, proses fermentasi juga harus mendapatkan
kontrol yang baik, apabila kakao terfermentasi lebih beberapa jam dari waktu
fermentasi, maka biji kakao tersebut dikategorikan sebagai unfermented. Perlu
adanya strategi yang baik untuk mengembangkan usaha biji kakao fermentasi
kakao oleh LEM Sejahtera Andomesinggu.
Penentuan tingkat kelemahan dan kekuatan dilakukan dengan
pembobotan dan rating terhadap unsur-unsur faktor kekuatan dan kelemahan
sebagai penilaian terhadap tingkat pengaruh bagi pengembangan usaha biji kakao
68
69
fermentasi dalam mengambil keputusan terkait usaha tersebut. Nilai bobot dan
rating dari faktor internal dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Matrik IFAS
No. IFAS Rating Bobot Bobot x
Rating
1 Kekuatan
A Ketersediaan lahan 4 0.056 0.224
B Ketersediaan bibit 3 0.031 0.093
C Ketersediaan pupuk 3 0.032 0.097
D Ketersediaan tenaga kerja 3 0.040 0.119
E Ketersediaan peralatan usaha 4 0.054 0.218
F Usia petani yang produktif 4 0.051 0.206
G LEM Sejahtera memiliki hubungan yang baik
dengan pelanggan pemasok 4 0.049 0.194
H Kualitas kakao fermentasi 4 0.706 2.824
I LEM Sejahtera memiliki reputasi yang baik 4 0.051 0.206
J LEM Sejahtera memberikan pelayanan yang
baik 3 0.047 0.141
K Keterampilan petani yang baik 4 0.063 0.253
L Tingginya dukungan pemerintah 4 0.065 0.259
Skor Kekuatan 44 1.246 4.832
2 Kelemahan
M Keterbatasan modal 1 0.059 0.059
N Kualitas bahan baku rendah 1 0.068 0.068
O Tingkat pendidikan petani rendah 1 0.057 0.057
P Pemasaran tidak teroganisir 2 0.062 0.124
Q Intensitas penyuluhan yang masih minim 1 0.051 0.051
R Sistem kurang terintegrasi 1 0.056 0.056
S Waktu produksi terlalu lama 2 0.037 0.074
T Sulitnya proses fermentasi 1 0.056 0.056
Skor Kelemahan 10 0.445 0.544
Total 54 1 5.376
Sumber: Data Primer Diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa faktor kelemahan lebih besar
dibandingkan dengan faktor kekuatan (kekuatan 4,832 > kelemahan 0,544),
69
70
dengan demikian maka total faktor IFAS (peluang dan ancaman) pengembangan
usaha fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu adalah sebesar 5,376.
Tetapi, tentu faktor ini perlu lebih ditekankan lagi untuk menutupi atau
menghilangkan kelemahan dari usaha ini untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal. Berdasarkan nilai Tabel 8 juga dapat disimpulkan bahwa, kekuatan
(strength) dari LEM Sejahtera Andomesinggu harus lebih dimaksimalkan dan
meminimalkan kelemahan (weakness) terutama dukungan dari pemerintah.
C.1.2 Matriks EFAS (External Strategic Factors Analysis Summery)
Matriks EFAS merupakan alat analisis untuk mengetahui besarnya
peluang dan ancaman, dalam pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh
LEM Sejahtera Andomesinggu dengan pembobotan dan rating terhadap
unsur-unsur faktor peluang dan ancaman sebagai penilaian terhadap tingkat
pengaruh bagi para petani kakao dalam pengembangan usaha biji kakao
fermentasi. Matriks eksternal terdiri atas faktor peluang (opportunity) dan
ancaman (threat). Berikut gambaran peluang dan ancaman dari usaha kakao
fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu:
1) Peluang (Opportunuities)
Peluang adalah kesempatan-kesempatan yang bersifat eksternal yang
dapat menunjang dalam pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM
Sejahtera. Peluang tersebut meliputi: a) Permintaan konsumen yang cenderung
meningkat, b) Kerjasama dengan kelompok tani dalam
pengembangan LEM (pengumpulan hasil panen/dan kegiatan fermentasi),
70
71
c) Ketersediaan infrastrktur, d) Ketersedian jasa pendukung, e) Kebijakan
pemerintah daerah yang mendukung usaha biji kakao fermentasi, f) Jangkauan
pasar (lokal dan ekspor), dan g) Menambah relasi/kerjasama.
Permintaan konsumen akan kakao fermentasi sesungguhnya sangat besar,
baik permintaan ekpor maupun lokal. Kakao fermentasi sangat dibutuhkan oleh
pihak Eropa yang memang sangat membutuhkan kakao yang memiliki kualitas
yang baik. Akan tetapi, permintaan tersebut harus dipenuhi minimal 15 ton untuk
satu kali pengiriman. Sedangkan untuk perusahaan lokal seperti PT Kalla Kakao
Industri (PT. KKI), hanya memberikan pesyaratan sebesar 7 ton per satu kali
pengiriman. Hal ini dilakukan karena keterbatan kapasitas kerja dan fungsi mesin.
Mesin pengolahan kakao harus senantiasa berkerja secara efektif dan efisien.
Selain itu, LEM Sejahtera Andomesinggu juga dapat berkerjasama dengan LEM
Sejahtera lainnya seperti LEM Sejahtera Titinea, LEM Sejahtera Pinanggosi,
LEM Sejahtera Tinete, LEM Sejahtera Puremasubur, LEM Sejahtera Iwoi
Menggura dan LEM Sejahtera lainya untuk bersama-sama melakukan fermentasi
kakao dalam memenuhi kebutuhan dari konsumen.
2) Ancaman (Threat)
Ancaman (threat) adalah penghalang atau kendala yang mungkin akan
terjadi pada LEM Sejahtera Andomesinggu dalam pengembangan usaha biji
kakao fermentasi. Ancaman tersebut meliputi: a) Biaya produksi semakin tinggi,
b) Alih fungsi lahan (termasuk, munculnya tanaman baru), c) Serangan hama dan
penyakit, d) Perubahan cuaca, e) Bencana alam, f) Tingginya tingkat tawar
menawar dari pembeli, g) Munculnya pesaing baru yang bisa memberikan mutu
71
72
kakao yang lebih baik (lokal maupun luar negeri), h) Panjangnya rantai pasar, dan
i) Mavia kakao. Sesungguhnya untuk ancaman bencana alam, dan perubahan
cuaca tidak terlalu berpengaruh pada perkembangan usaha biji kakao fermentasi.
Justru ancaman yang besar yaitu panjangnya rantai pasar dan mavia kakao yang
sesungguhnya sudah mengakar dalam masyarakat. Mavia kakao senantiasa
berusaha menekan petani untuk tidak melakukan fermentasi. Bahkan jaringan
mavia kakao sampai pada wilayah terpencil untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, khususnya biji kakao unfermented. Dapat dibayangkan betapa besarnya
tekanan yang diperoleh petani kakao. Mulai dari tekanan harga output sampai
pada harga input yang sengaja diatur oleh mavia kakao. Apabila tidak ada
kelembagaan petani yang kuat maka Indonesia akan tetap menjadi produsen kakao
dengan kuantitas terbesar namun dengan kualitas yang terburuk. Mavia kakao
juga senantiasa berusaha untuk mendoktrin pola pikir petani untuk tidak
melakukan fermentasi melalui gurita tata niaga yang menyebarkan isu bahwa
kegiatan fermentasi kakao sangat sulit untuk dilakukan dan membutuhkan waktu
yang lama. Sementara, kegiatan fermentasi hanya membutuhkan waktu satu
minggu dan tidak membutuhkan tenaga yang besar. Hal ini dikarenakan proses
fermentasi hanya butuh didiamkan dan diaduk setiap dua hari, sehingga aktivitas
petani yang lainya tidak terganggu.
Peluang dan ancaman dapat diketahui dengan pembobotan dan
peretingan terhadap unsur-unsur faktor peluang dan ancaman sebagai penilaian
terhadap tingkat pengaruh bagi usaha biji kakao fermentasi. Nilai bobot dan rating
dari faktor eksternal dapat terlihat pada Tabel 11.
72
73
Tabel 11. Matrik EFAS
No. EFAS Rating Bobot Bobot x
Rating
1 Peluang
A Permintaan konsumen yang cenderung
meningkat 3 0.077 0.231
B
Kerjasama dengan kelompok tani dalam
pengembangan LEM Sejahtera
(pengumpulan hasil
panen/dan kegiatan fermentasi)
4 0.079 0.317
C Ketersediaan infrastrktur 4 0.067 0.267
D Ketersedian jasa pendukung 4 0.044 0.175
E Kebijakan pemerintah daerah yang
mendukung usaha biji kakao fermentasi 4 0.085 0.342
F Jangkauan pasar (Lokal dan Ekspor) 3 0.081 0.244
G Menambah relasi/kerjasama 4 0.079 0.317
Skor Peluang 26 0.513 1.892
2 Ancaman
H Biaya produksi semakin tinggi 1 0.058 0.058
I Alih fungsi lahan (termasuk, munculnya
tanaman baru) 3 0.054 0.163
J Serangan hama dan penyakit 3 0.065 0.194
K Perubahan cuaca 2 0.048 0.096
L Bencana alam 4 0.033 0.133
M Tingginya tingkat tawar menawar dari
pembeli. 2 0.052 0.104
N
Munculnya pesaing baru yang bisa
memberikan mutu
kakao yang lebih baik (lokal maupun luar
negeri)
4 0.035 0.142
O Panjangnya rantai pasar 2 0.063 0.125
P Mavia kakao 1 0.079 0.079
Skor Ancaman 22 0.488 1.094
Total 48 1 2.985
Sumber: Data Primer Diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa faktor peluang sedikit lebih
besar dari pada faktor tantangan (peluang 1,892 > ancaman 1,47). Dengan
73
74
demikian maka nilai total faktor eksternal usaha biji kakao fermentasi oleh LEM
Sejahtera Andomesinggu adalah 2,985.
Faktor peluang tersebut harus dimanfaatkan oleh petani untuk
meningkatkan perekonomian dan taraf hidup petani. Peluang utama yang perlu
dimanfaatkan yaitu peluang relasi atau kerjasama dengan pihak lainnya temasuk
LEM Sejahtera lainnya, KKI dan pihak permerintah yang multifungsi, baik
sebagai sumber modal termasuk penyedia sarana dan prasarana usaha biji kakao
fermentasi, penentu kebijakan, dan sumber pembinaan keterampilan petani.
Sedangkan, ancaman yang perlu dihindari yaitu adanya mavia kakao melalui
penjualan kakao tanpa fermentasi kepada pedangang pengumpul, serta ancaman
lainnya termasuk hama dan penyakit tanaman kakao yang mungkin menyerang
tanaman kakao bahkan pada tingkat merugikan.
C.2 Matriks Strategi Pengembangan Usaha Biji Kakao Fermentasi
Berdasarkan pembobotan dan rating pada Tabel 8 dan Tabel 9
menunjukkan bahwa nilai faktor internal yang diperoleh lebih besar dari nilai
eksternal (IFAS 5,376 > EFAS 2,985). Hal ini menggambarkan bahwa faktor
internal yang terdiri atas peluang dan ancama LEM Sejahtera Andomesinggu
memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan usaha biji kakao
fermentasi. Penyusunan strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi
dirancang dengan menggunakan menggunakan tiga alat penyusunan strategi yaitu
alat analisis menggunakan matriks IE matriks SWOT dan matrik grand strategy.
Adapaun strategi yang cocok untuk diterapkan untuk pengembangan usaha biji
74
75
kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu berdasarkan ketiga matriks
tersebut yaitu:
C.2.1 Matriks Internal-Eksternal (IE)
Penentuan strategi menggunakan alat analisis IE dapat dilakukan dengan
menentukan titik dimensi dari faktor internal dan faktor ekstenal. Berdasarkan
pembobotan dan peretingan dari faktor eksternal dan internal LEM Sejahtera
Andomesinggu maka, faktor internal (5,376) lebih besar dibandingkan dengan
faktor ekternal (2,985). Selanjutnya kedua faktor tersebut menghasilkan diagram
kartesian yaitu 4,289 : 0,798 yang diperoleh dari:
Berdasarkan titik koordinat tersebut maka strategi yang tepat terdapat
pada dimensi Sel 7 (lihat Gambar 3). Dimensi Sel 7 (diversifikasi konsetris)
menggambarkan bahwa LEM Sejahtera Andomesinggu memiliki posisi
kompetitif sangat kuat tetapi nilai daya tarik pasar rendah. Hal ini dikarenakan
beberapa kendala yang yang harus dihadapi terutama masalah sulitnya proses
fermentasi, kriteria jumlah penjualan kakao fermentasi yang diberi standar
Titik Koordinat = IFAS : EFAS
Sumbu X = subtotal strength – subtotal weakness
= 4,832 – 0,544
= 4,289
Sumbu Y = subtotal opportunities – subtotal threat
= 1,892 – 1,094
= 0,798
75
76
minimal 15 ton per satu kali penjualan untuk perusahaan lain, sedangkan KKI
yaitu hanya sebesar 7 ton serta adanya mavia kakao. Langkah yang dapat
ditempuh yaitu dengan menerapkan prinsip penciptaan sinergi (2+2=5) dengan
harapan bahwa dua bisnis secara bersama-sama dapat menciptakan lebih banyak
keuntungan dari pada jika melakukannya sendiri-sendiri. Hal ini berarti bahwa
LEM Sejahtera andomesinggu harus membuat kerjasama dengan pihak LEM
Sejahtera lainnya untuk memenuhi persyaratan pasar. Sesungguhnya untuk
memenuhi kebutuhan pasar tersebut sangat mudah karena produksi kakao yang
besar. Bahkan untuk satu petani mampu menghasilkan 1 ton kakao per satu kali
masa panen per hektar, namun karena terkendala pada sedikitnya petani yang
memiliki keyakinan akan kejelasan harga kakao, maka jumlah petani yang
melakukan fermentasi sangatlah sedikit. Oleh karena itu, butuh kerjasama antar
LEM Sejahtera untuk mengatasi masalah tersebut. Kerjasama akan berjalan
dengan baik apabila petani kakao berkomitmen untuk menghasilkan kakao
fermentasi dengan kualitas yang seragam dan jumlah yang besar, sehingga
pemerintah hanya menerapkan atau mengeluarkan SOP. Apabila petani telah
menghasilkan kakao fermentasi dengan kualitas yang seragam dan jumlah yang
besar maka masalah ketidakjelasan pasar akan teratasi. Pasar akan tertarik untuk
menginvestasikan dan membeli kakao tersebut bahkan hanya melalui pemasaran
online.
76
77
C.2.2 Matriks SWOT (Strength-Weaknees-Opportunity-Threat)
Formulasi upaya pengembangan usaha biji kakao fermentasi juga dapat
dirancang dengan menggunakan matrik TOWS atau SWOT. Matrik ini
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
dihadapi perusahaan dengan menyesuaikan faktor IFAS dan EFAS oleh LEM
Sejahtera Andomesinggu. Dalam hal ini bagaimana meningkatkan dan memanfaat
faktor kekuatan dan peluang serta meminimalisir faktor kelemahan dan ancaman.
Formulasi strategi pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera
Andomesinggu dapat dibentuk menjadi empat jenis strategi yaitu bersifat SO, ST,
WO, dan bersifat WT. Mekanisme keempat strategi tersebut dituangkan dalam
bentuk matriks SWOT pada Tabel 10.
77
78
Tabel 10. Matrik SWOT
KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
FAKTOR KUNCI
INTERNAL
FAKTOR KUNCI EKSTERNAL
a) Ketersediaan lahan, b) Ketersediaan bibit, c) Ketersediaan pupuk, d) Ketersediaan tenaga kerja, e) Ketersediaan peralatan
usaha, f) usia petani yang produktif, g) LEM Sejahtera memiliki
hubungan yang baik dengan pelanggan pemasok,
h) Kualitas kakao fermentasi, i) LEM memberikan pelayanan
yang baik, j) Keterampilan petani yang
baik, dan k) Tingginya dukungan
pemerintah.
a) Keterbatasan modal, b) Kualitas bahan baku yang
rendah, c) Tingkat pendidikan petani
rendah, d) Pemasaran tidak
teroganisir, e) Intensitas penyuluhan yang
masih minim, f) Sistem kurang terintegrasi, g) Waktu produksi terlalu
lama, dan h) Sulitnya proses
fermentasi.
PELUANG (O)
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
a) Permintaan konsumen yang
cenderung meningkat, b) Kerjasama dengan kelompok
tani dalam pengembangan LEM (pengumpulan hasil panen/dan kegiatan fermentasi),
c) Ketersediaan infrastrktur, d) Ketersedian jasa pendukung, e) Kebijakan pemerintah
daerah yang mendukung usaha biji kakao fermentasi,
f) Jangkauan pasar (lokal dan ekspor), dan
g) Menambah relasi/kerjasama.
a) Melakukan ekspansi produksi biji kakao fermentasi dengan berbagai sumber input dan peralatan yang tersedia,
b) Memperluas kerjasama dengan beberapa pihak lainnya termasuk LEM lain
c) Meningkatkan kualitas petani melalui pembinaan dari pihak pemerintah
a) Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi lahan
b) Melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao
c) Membuat usaha simpan pinjam dengan anggota LEM Sejahtera untuk menambah modal usaha dan kolektivitas produk lokal
ANCAMAN (T)
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
a) Biaya produksi semakin
tinggi, b) Alih fungsi lahan (termasuk,
unculnya tanaman baru), c) Serangan hama dan
penyakit, d) Perubahan cuaca, e) Bencana alam, f) Tingginya tingkat tawar
menawar dari pembeli, g) Munculnya pesaing baru
yang bisa memberikan mutu kakao yang lebih baik (lokal maupun luar negeri),
h) Panjangnya rantai pasar, dan i) Mavia kakao.
a) Membuat jejaring LEM Sejahtera lainnya untuk memutuskan rantai pasok dan rantai pemasaran yang terlalu panjang akibat adanya mavia kakao,
b) Membuat usaha lainnya untuk menutupi biaya produksi yang besar
c) Menerapkan program resi gudang
a) Perekrutan anggota LEM Sejahtera sebanyak mungkin untuk penguatan kelembagaan
b) Melakukan pendampingan secara berkelanjutan melalui evaluasi pemerintah (pembina LEM Sejahtera)
Sumber: Data Primer Diolah, 2015
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 10 menjelaskan bahwa
alternatif strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan usaha biji kakao
fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu yaitu sebagai berikut:
78
79
1. Strategi Strength - Weakness (S - O)
Ekspansi produk biji kakao fermentasi merupakan salah satu strategi
untuk meningkatkan pendapatan LEM Sejahtera Andomesinggu. Kegiatan
ekspansi yang dimaksud yaitu menambah jumlah produksi kakao fermentasi, serta
usaha peningkatan kualitas dan jenis produk kakao. Strategi ini didukung dengan
ketersediaan peralatan serta faktor produksi lainnya seperti lahan perkebunan, biji
kakao, ketersediaan pupuk dan ketersediaan faktor produksi lainnya. Strategi
ekspansi juga bermaksud menyebarkan budaya fermentasi pada petani kakao
lainnya, baik di Desa Andomesinggu maupun di desa lainnya.
Pembentukan lembaga LEM Sejahtera di beberapa desa juga dapat
dijadikan sebagai peluang yang besar untuk membangun jejaring antar LEM
Sejahtera untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen akan biji kakao
fermentasi. Terlebih dengan aturan bahwa penjualan dan pengiriman kakao ke
KKI yaitu sebesar 7 ton, sedangkan perusahaan lainnya yaitu sebesar 15 ton. Oleh
karena itu setiap LEM Sejahtera harus membangun kerjasama yang kuat untuk
memenuhi standar, bahkan melebihi standar tersebut. Hal ini akan menarik petani
lainnya untuk bergabung dalam LEM Sejahtera, serta turut berperan dalam upaya
pengembangan usaha biji kakao fermentasi di Indonesia. Dibutuhkan peran
pemerintah khususnya dari berbagai pihak untuk turut memberikan pendampingan
kepada para petani. Hal ini terbukti dengan munculnya beberapa perusahaan dan
instansi terkait lainnya yang juga berkerjasama dengan LEM Sejahtera. Hal ini
dikarenakan LEM Sejahtera tidak dijadikan sebagai lembaga uni-importance
tetapi multi-importance. Maknanya, semua instansi memiliki tanggungjawab
79
80
yang sama terhadap LEM Sejahtera, bukan hanya tanggungjawab Dinas
Perkebunan semata.
2. Strategi Weakness - Opportunity (W - O)
Pendirian LEM Sejahtera Andomesinggu juga mampu melakukan
destrukturisasi lembaga kecil atau persial menjadi lembaga yang kuat, sehat,
optimis, mandiri dan kaya. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh LEM
Sejahtera Andomesinggu yaitu dengan melakukan tindakan ekstensifikasi dan
intensifikasi termasuk pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao, guna
menjamin ketersediaan input biji kakao fermentasi dengan kualitas yang baik.
Pembuatan usaha lainnya juga dapat dilakukan oleh LEM Sejahtera guna
menambah modal usaha, seperti usaha simpan pinjam, pengembangan industri
pembibitan tanaman kakao, usahatani lainnya dan sebagai agen saprodi. Usaha ini
secara langsung menambah kolektivitas dan konektivitas produk pedesaan
sekaligus menggali potensi yang ada di desa Andomesinggu.
3. Strategi Strength - Threat (S - T)
Melalui faktor kekuatan dan ancaman, hal yang dapat dilakukan oleh
LEM Sejahtera Andomesinggu yaitu dengan melakukan jejaring antar LEM guna
meningkatkan sistem kebersamaan pembangunan ekonomi dengan perencanaan
yang partisipatif. Melalui jejaring antar LEM Sejahtera beberapa produk unggulan
maupun sampingan di Desa Andomesinggu dapat terserap dengan baik, untuk
menambah pendapatan para petani dengan menjualnya kepada LEM Sejahtera
jenis lainnya seperti LEM Sejahtera Kelapa, LEM Sejahtera Bawang, LEM
80
81
Sejahtera Tanaman Pangan dan jenis LEM Sejahtera lainnya. Gambar pola
jejaring antar LEM terlihat pada Gambar 6:
Sumber: Data Sekunder Dinas Perkebunan SULTRA
Gambar 6. Pola Jejaring Antar LEM Sejahtera
Gambar 6 menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan sumberdaya yang
ada di desa, perlu adanya jejaring antar LEM Sejahtera yang berbeda jenis produk
unggulannya. Setiap desa pasti memiliki berbagai sumberdaya termasuk
sumberdaya unggulan (sumberdaya yang banyak diproduksi) maupun
nonunggulan. Berangkat dari hal itulah, maka sumberdaya nonunggulan akan
dijual pada desa atau LEM Sejahtera yang mengungulkan produk tersebut di LEM
Sejahtera lainnya. Contoh LEM Sejahtera Kakao memiliki produk unggulan
kakao, di sisi lain ada produk lainnya yang jumlahnya sedikit dan dianggap
kurang bernilai di desa tempat LEM Sejahtera Kakao, seperti kelapa, mete, cabe,
dan bawang. Untuk meningkatkan nilai dari produk nonunggulan dan
81
82
memanfaatkan kolektivitas sumberdaya desa, maka LEM Sejahtera menjual
produk nonunggulan tersebut ke LEM Sejahtera yang mengunggulkan produk
tersebut, termasuk di LEM Sejahtera bawang, LEM Sejahtera Mete, dan LEM
Sejahtera Cabe. Hal ini juga akan menguntungkan LEM Sejahtera lainnya melalui
penambahan pasok produk. Berdasarkan matriks SWOT strengths dan treaths
dapat ditarik strategi bahwa LEM Sejahtera Andomesinggu juga perlu untuk
menerapkan sistem resi gudang. Sistem resi gudang adalah program Jakarta yang
berfungsi untuk memberikan pendanaan atau kredit usaha bagi petani kakao
melalui surat berharga atau sertifikat yang menyatakan bahwa petani tersebut
memiliki kakao fermentasi dengan jumlah tertentu di gudang pengelolaan LEM
Sejahtera. Kredit yang diberikan sebesar 70% dari nilai kakao yang disimpan atau
ditampung. Melalui sistem ini petani kakao yang melakukan fermentasi akan
merasa terjamin untuk melakukan proses fermentasi dengan kualitas yang
seragam dan jumlah yang besar.
4. Strategi Weakness – Threat (W - T)
Strategi awal yang dapat dilakukan oleh LEM Sejahtera Andomesinggu
guna memperkuat kelembagaan usaha yaitu, dengan melakukan perekrutan
anggota LEM Sejahtera sebanyak mungkin yang ada di desa tersebut. Hal ini
berguna untuk menghilangkan lembaga yang parsial, berskala kecil, berdaya saing
lemah serta memiliki modal yang terbatas. Perekrutan juga digunakan untuk
menambah jaringan budaya fermentasi yang ada di Desa Andomesinggu melalui
pembinaan secara berkelanjutan oleh beberpa pihak Pembina seperti Ditjenbun,
82
83
Ditjen PPHP, Dekaindo, PPKKI, Pemda SULTRA BI, Puslit Kota, dan
perusahaan lainnya yang memiliki kepentingan di dalamnya.
C.2.3. Matrik Grand Strategy
Penentuan strategi menggunakan matrik grand strategy juga
menggunakan titik koordinat, yang dapat dilakukan dengan menentukan kuadran
dari faktor internal dan faktor ekstenal. Berdasarkan pembobotan dan peretingan
dari faktor eksternal dan internal LEM Sejahtera Andomesinggu maka titik
koordinatnya sama dengan titik koordinat IE yaitu 4,289 : 0,798 berada pada
diagram I (lihat Gambar 7). Adapun gambaran diagram matrik grand strategy
dapat dilihat pada Gambar 7.
83
84
2.0
1.5
1.0
0.7
0.5
4.2
1.0 2.0 3.0 4.0
Sumber: Data Primer Olahan, 2015
Gambar 7. Diagram Keputusan Matrik Grand Strategy
Berdasarkan diagram tersebut menggambarkan bahwa LEM Sejahtera
Andomesinggu berada pada posisi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut
memiliki kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang besar berupa
ketersediaan input (biji kakao) dan sarana teknologi, dukungan pemerintah,
serta lingkup kerjasama yang besar. Strategi yang harus diterapkan dalam
kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth
oriented strategy). Strategi ini dilakukan untuk membentuk mental para petani
untuk lebih optimis dalam melakukan pengembangan usaha biji kakao
fermentasi dengan kualitas yang seragam dan dengan jumlah yang besar secara
berkelanjutan. Melalui kegiatan seperti ini maka konsumen dalam hal ini
perusahaan yang membutuhkan biji kakao fermentasi kan tertarik untuk
melakukan kerjasama, bukan hanya sebagai penerima produk tetapi juga dapat
memberikan binaan bahkan bantuan dana dan output lainnya. Namun, kondisi
Opportunity
Strength Weakness
Threat
Kuadran I Mendukung strategi
agresif dan integrasi
vertikal
84
85
ini juga menggambarkan bahwa usaha ini sesungguhnya tidak memiliki daya
tarik bagi petani sehingga competitive position sangat rendah. Kondisi ini
disebabkan petani takut gagal melakukan fermentasi karena pola pikir yang
salah bahwa proses fermentasi cukup sulit untuk dilakukan dan membutuhkan
waktu yang lama. Oleh karena itu, strategi awal yang harus dilakukan oleh
LEM Sejahtera Andomesinggu yaitu dengan mengajak seluruh petani untuk
bergabung dalam LEM Sejahtera serta memberikan masukan kepada petani
kakao melalui kegiatan pendampingan dengan tujuan untuk menanamkan
budaya fermentasi kakao. Perekrutan bertujuan untuk menambah modal usaha
melalui simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Selain itu,
perekrutan juga berfungsi untuk menambah jumlah petani yang berkomitmen
untuk melakukan fermentasi seutuhnya guna meningkatkan kualitas dan harga
kakao Indonesia.
Langkah strategi yang juga dapat dilakukan yaitu dengan strategi
integrasi vertikal. Strategi ini dilakukan dengan cara backward integration
(mengambil alih fungsi suplier) atau dengan cara fordward integration
(mengambil alih fungsi distributor atau pedangang pengumpul). Dalam hal ini
LEM Sejahtera Andomesinggu dengan cara petani harus menjual hasil kakao
fermentasi mereka kepada konsumen secara langsung dalam hal ini perusahaan
(PT KKI atau BT Kakao Indonesia). harus memutuskan rantai pasok dan rantai
pemasaran yang terlalu panjang. Hal ini berfungsi untuk mengurangi biaya
pemasaran yang besar serta subsidi input dapat dirasakan oleh petani secara
langsung tanpa adanya perantara yang mengambil keuntungan yang lebih.
85
86
Strategi ini juga merupakan langkah yang ampuh dalam menekan adanya
tekanan mavia kakao yang memaksa petani untuk menjual kakao unfermented.
86
87
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Pengembangan Usaha
Biji Kakao Fermentasi oleh LEM Sejahtera Desa Andomesinggu, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) utama LEM Sejahtera
Andomesinggu dalam mengembangkan usaha biji kakao fermentasi yaitu
ketersediaan faktor-faktor produksi seperti lahan, pupuk, bibit dan tenaga
kerja yang produktif, ketersediaan peralatan usaha, serta tingginya dukungan
pemerintah. Sedangkan yang menjadi kelemahan (weakness) utama yaitu
pemasaran yang tidak teroganisir dan kurang terintegrasi, serta sulit dan
tingginya standar biji kakao fermentasi. Faktor-faktor peluang
(Opportunities) utama LEM Sejahtera dalam mengembangkan usaha biji
kakao fermentasi yaitu permintaan konsumen yang cenderung meningkat
serta jejaring LEM Sejahtera Andomesinggu yang luas. Sedangkan Faktor-
faktor ancamannya (Threat) yaitu panjangnya rantai pasok dan pemasaran biji
kakao fermentasi, dan adanya mavia kakao yang terus menekan petani untuk
tidak melakukan kegiatan fermentasi kakao.
2. Strategi yang perlu diterapkan oleh LEM Sejahtera Andomesinggu
berdasarkan analisis matriks SWOT, matrik IE dan matrik grand strategy
untuk mengembangkan usaha biji kakao fermentasi yaitu:
88
a. LEM Sejahtera perlu menanamkan komitmen yang kuat untuk melakukan
fermentasi dengan kualitas yang seragam dan jumlah yang besar untuk
menarik konsumen.
b. LEM Sejahtera Andomesinggu perlu menerapkan prinsip penciptaan
sinergi membangun jejaring antar LEM Sejahtera.
c. Melakukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan
petani kakao dalam melakukan kegiatan fermentasi kakao oleh beberapa
pihak terkait seperti Ditjenbun, Ditjen PPHP, Dekaindo, PPKKI, Pemda
SULTRA BI, Puslit Kota, dan perusahaanlainnya yang memiliki
kepentingan di dalamnya.
d. Melakukan perekrutan anggota LEM Sejahtera sebanyak mungkin yang
ada di desa tersebut.
e. Menerapkan strategi integrasi vertikal (backward integration dan forward
integration) untuk memutuskan rantai pasok dan rantai pemasaran yang
terlalu panjang. Hal ini juga sekaligus menekan adanya mavia kakao.
B. Saran
Saran yang dapat diajukan dengan meilihat kondisi dan analisis strategi
pengembangan usaha biji kakao fermentasi oleh LEM Sejahtera Andomesinggu
yaitu sebagai berikut:
1. Bagi LEM Sejahtera Andomesinggu agar berkomitmen untuk melakukan
pengembangan usaha biji kakao fermentasi dengan menerapkan strategi
jejaring antar LEM untuk membantu mengatasi segala kendala yang dihadapi.
Selain itu, agar menerapkan strategi yang baik dalam penguatan lembaga,
88
89
tidak hanya peningkatan kapasitas anggota LEM Sejahtera Andomesinggu
tetapi juga penguatan motivasi untuk lebih maju dan berfikir optimis untuk
menjadikan petani kakao lebih sejahtera.
2. Bagi pemerintah agar senantiasa mendukung dan melakukan pendampingan
kepada LEM Sejahtera Andomesinggu untuk mengembangkan usaha biji
kakao fermentasi, dan penguatan LEM Sejahtera.
3. Kepada peneliti selanjutnya agar lebih memperdalam aspek kajian analisis
Manajemen stok kakao fermentasi sehingga dapat lebih berguna bagi
masyarakat khususnya bagi petani kakao.
89
90
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim., Teguh, Wijanarko., Sutisna, Entis. 2009. Petunjuk Teknis Budi Daya
Dan Pasca Panen Kakao Mendukung Rencana Usaha Bersama
Program Usaha Agribisnis Perdesaan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Tenggara Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian.
Andréas GIL1, Luisa Fernanda ROJAS2; Lucia ATEHORTUA2, Julián
LONDOÑO*1. 2011. Effect of Fermentation and Sun Drying on
Phytochemical Composition of Native Colombian Cocoa Universidad
de Antioquia, Grupo de Investigación en Sustancias Bioactivas
(GISB), Sede de Investigación Universitaria (SIU), AA 1226 Medellín,
Colombia 2. Universidad de Antioquia, Grupo Biotecnología, Sede de
Investigación Universitaria (SIU), AA 1226 Medellín, Colombia * Tel-
fax number: 574-2196591, e-mail [email protected]. Written for
presentation at the 2011 CIGR Section VI International Symposium on
Towards a Sustainable Food Chain Food Process, Bioprocessing and
Food Quality Management.
Asmiati. 2012. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubi Kayu di Kecamatan
Batauga Kabupaten Buton. Jurusan/Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.
Assauri, S., 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Kolaka Timur dalam Angka. BPS.
Kendari.
Bambang, Ir. 2010. Wujudkan Kejayaan Petani Melalui LEM Sejahtera. Dinas
Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara. Kendari.
David, John., Puspa, Ria., Ayu, Sri. 2013. Pengaruh Cara Pengolahan Kakao
Fermentasi dan Non Fermentasi Terhadap Kualitas, Harga Jual
Produk pada Unit Usaha Produktif (UUP) Tunjung Sari, Kabupaten
Tabanan. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Udayana Jln. PB. Sudirman Denpasar 80232 Bali Email :
Didu MS. 2001. Rancang bangun sistem penunjang keputusan pengembangan
agroindustri kelapa sawit untuk perekonomian daerah. [disertasi].
Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
91
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Pedoman Budi Daya Tanaman Kakao.
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Drummond, Evan., Goodwin, John. 2004. Agricultural Economics Second
Edition. Prentice Hall. New Jersey 07458.
Febryano, Indra. 2007. Analisis Finansial Agroforestri Kakao di Lahan Hutan
Negara dan Lahan Milik. Financial Analysis of Cocoa Agroforestry
in State Forest Land and Private Land. Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Lampung. Jurnal Perennial,
4(1) : 41-47.
Fauziansyah. 2013. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pada Kedai Iga
Bakar Mang Opan Dalam Meningkatkan Volume Penjualan (Pendekatan Analisis Swot Pada Kedai Iga Bakar Mang Opan). Universitas Pendidikan Indonesia.
Freddy, Rangkuti. 2006. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hariyati, Yuli. 2006. Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Petani
Melakukan Fermentasi Kakao di Kabupaten Jembrana. Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember
Hasizah. A., Rahim. Darma. 2011. Prospek Industri Pengolahan Kakao di
Makassar: Analisis Potensi Kelayakan Usaha, Industry prospect of
cocoa processing in Makassar: Financial feasibility potential
analysis. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, email
[email protected] 2 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, email:
[email protected]. Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1
ISSN 2089-0036.
Kadariah, Karlina L, Gray C. 1999. Pengantar evaluasi proyek. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kartasapoetra, G., 1998. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Bina Aksara.
Jakarta
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2009. Background Paper Kajian Industri
Dan Perdagangan Kakao. Komisi pengawas persaingan usaha
republik Indonesia.
Kotler. 1999. Museum Strategy and Marketing. California Academy of Sciences.
Volume 41, Issue 4, pages 279–282.
91
92
Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera Sulawesi Tenggara. 2013.
Penguatan Kelembagaan Petani “Lembaga Ekonomi Masyarakat
(LEM) Sejahtera” dalam Mendukung Hilirisasi Kakao. Jakarta.
Marimin, 2004. Teknik dan aplikasi pengambilan keputusan. Keriteria majemuk.
Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
Tjiptono, Fandy. 2005. Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing
Mochtar, Hasizah., Darma, Rahim. 2011. Prospek Industri Pengolahan Kakao di
Makassar: Analisis Potensi Kelayakan Usaha. Industry prospect of
cocoa processing in Makassar: Financial feasibility potential
analysis. 1 Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, email
[email protected] 2 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, email:
[email protected]. Jurnal Agrisistem, Juni 2011, Vol. 7 No. 1
ISSN 2089-0036.
Moehar, D. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Mulyono, 1998. Reformasi sistem ekonomi dan kapitalisme menuju ekonomi
kerakyatan. Aditya Media. Yogyakarta.
Nurmianto, Eko., Arman, Nasution. Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan
Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA
dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun).
Program Pascasarjana, Program Studi Manajemen Industri, ITS,
Surabaya E-mail: [email protected], [email protected].
Jurnal Teknik Industri vol. 6, no. 1, Juni 2004: 47 - 60
Padangaran, A.M, 2008. Manajemen proyek pertanian. PPS Unhalu.
Penny M. Kris-Ethertona and Carl L. Keenb. 2002. Nutrition Department, The
Pennsylvania State University, University Park, Pennsylvania, and
bDepartment of Nutrition, University of California-Davis, Davis,
California, USA. Correspondence to Penny M. Kris-Etherton,
Nutrition Department, The Pennsylvania State University, University
Park, PA 16802, USA E-mail: [email protected] Current Opinion in
Lipidology 2002, 13:41±49.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Kiat Mengatasi Permasalahan
Praktis Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. Penerbit AgroMedia
Pustaka. Tangerang.
Rahim, A dan D.R.D. Hastuti. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika
Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.
92
93
Rangkuti, F., 1997. Analisis SWOT Teknik membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rosane F, Schwan and Alan E. Wheals. 2010. The Microbiology of Cocoa
Fermentation and its Role in Chocolate Quality. Critical Reviews in
Food Science and Nutrition,44:205–221(2004) Copyright;
TaylorandFrancisInc. ISSN:1040-8398
DOI:10.1080/10408690490464104. England.
Saaty.T.L, 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin, Proses Hierarki
Analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks.
Pustaka Binaman Presindo. Jakarta.
Setiawati, Rini., Bintoro, Djoefrie., Hartrisari. 2007. Penentuan Produk Unggulan
Berbasis Kakao Sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Pendapatan
Industri Kecil Menengah. IPB. Bogor. Jurnal MPI Vol. 2.
Soeharto I, 2002. Studi kelayakan proyek industri. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soemitro, D., 2000. Ekonomi Pembangunan. PT. Pembangunan. Jakarta.
Sutoyo S. 1993. Studi kelayakan proyek: teori dan praktek. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Pressindo.
Sukotjo, Endro., Palilati, Alida., Djukrana., Saleh, Salma., Hatami, La. 2014. The
Engineering of Organization to Increase Added the Value Cocoa
Beans in South Konawe Regency . Department of Management,
Faculty of Business and Economics, Halu Oleo University, Kendari,
Southeast Sulawesi, Indonesia. International Journal of Science and
Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064 Impact Factor (2012):
3.358.
Suryantini, A dan Zulkarnain, I. 2011. Analisis Nilai Tambah dan Strategi
Pengembangan Produk Turunan VCO di PT. Tropica Nucifera
Industri Yokyakarta. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian
Sosial Ekonomi Peratanian. UGM Yogyakarta.
Teguh, yuono. 2015. Proses Pembibitan Tanaman Kakao.
http://alamtani.com/pembibitankakao.htmlhttp://alamtani.com/pembib
itan-kakao.html. Diakses Pada Tanggal 13 April 2015.
Tuwo, Muhammad Akip. 2011. Ilmu Usahatani Teori dan Aplikasi Menuju
Sukses. Unhalu Press. Kendari.
93
94
Vita. 2013. Efisiensi Saluran Pemasaran Biji Kakao Fermentasi yang Dilakukan
oleh LEM Sejahtera Desa Teteinea Jaya Kecamatan Lalembuu
Kabupaten Konawe Selatan. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Halu Oleo. Kendari.
Winardi, 2002. Ilmu Ekonomi. Tarsito. Bandung.
94
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Riwayat Hidup
Atas berkah Allah SWT dan kasih sayang dari
kedua orang tua ayahanda tercinta La Ode Hasidu dan Ibu
tercinta Wa Ode Nurvia, maka terlahir penulis dengan nama
La Ode Abdul Asis Hasidu yang lahir pada tanggal 1 Januari
1994, yang merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara.
Berkat tuntunan orang tua, penulis tak hentinya menjejakkan kaki di bangku
pendidikan, yaitu di mulai dari sekolah Sekolah Dasar Negeri 10 Katobu. Pada tahun
2006 penulis melanjutkan sekolah ke jenjang pertama yaitu di SMP Negeri 2 Raha.
Selanjutnya pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1
Raha dan lulus pada Tahun 2012. Setelah lulus di bangku SMA, penulis memutuskan
untuk berkuliah di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Jurusan ini dipilih berkat dorongan keluarga yang juga berlatar belakang ilmu terapan
seperti pertanian, kehutanan, dan Ayahanda sebagai pegawai perikanan.
Selama menempuh pendidikan di Universitas Halu Oleo, penulis aktif dalam
mengikuti beberapa lomba karya tulis ilmiah nasional. Berkat kerja keras dan doa
akhirnya penulis mampu menjuarai dan lolos di beberapa even lomba karya tulis
seperti Juara 1 LKTIN Jambi 2015, Mendapat Gelar The Honorable of Archipelago
dalam LKTI Nasional Universitas Patimura, Juara 5 Mawapres UHO, Lolos
pendanaan PKM 2015, menjadi salah satu mahasiswa wirausaha (PMW) pada tahun
2014, lolos LKTI Al-Qurán di Padjajaran tahun 2013, Lolos LKTIN Perhepi tahun
2012, dan beberapa even lomba lainnya.
96
97
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian
PETA WILAYAH DESA ANDOMESINGGU
KECAMATAN BESULUTU
KABUPATEN KONAWE
97
98
Lampiran 3. Rating IFAS dan EFAS
98
99
Lampiran 4. Bobot IFAS EFAS
99
100
Lanjutan…
100
101
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Gambar 8. Proses Pemetikan Buah Kakao
Gamabr 9. Kegiatan Fermentasi Buah Kakao
101
102
Gambar 10. Penjemuran Biji Kakao Fermentasi
Gambar 11. Sortasi dan Pengemasan Biji Kakao
102
103
Gambar 12. Wawancara dan Diskusi Bersama Pembina LEM Sejahtera bersama
Anggota LEM Sejahtera
Gambar 13. Gudang LEM Sejahtera Andomesinggu
Gambar 14. Hasil Olahan Biji Buah Kakao oleh KKI
103