Upload
musadiryanto
View
300
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
I. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Widjaja, 1994).
II. Patofisiologi
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah sehingga menyebabakan terjadinya perdarahan di
jaringan otak maupun ruangan otak ( ventrikuler, subdural, subarahnoid )
Ada dua bentuk stroke hemoragik, yaitu :
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema
di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
1
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah
besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak
dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel
otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang
setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
2
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
III.Manifestasi Klinik
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi
yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala
itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-
gejala itu antara lain bersifat (Harsono,1996) :
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam
dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut
Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang
disebut progressing stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanen
Tanda dan gejala stroke yang muncul sangat tergantung dengan
daerah otak yang terkena
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah
2. Pengaruh secara fisik : paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan bahasa
3
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan
Perilaku lambat dan hati-hati
Kelainan lapang pandang kanan
Disfagia global
Afasia
Mudah frustasi
hemiparese sebelah kiri tubuh
penilaian buruk
mempunyai kerentanan terhadap
sisi kontralateral sehingga
memungkinkan terjatuh ke sisi
yang berlawanan tersebut
4
IV. PATOFISIOLOGI
Thrombosis serebral Embolisme serebral Iskemia serebral Hemoragik
Menghambat aliran Arteri serebral terhambat Suplai O2 dari arteri berkurang Perdarahan dalam jaringandarah ke distal
kerusakan sirkulasi serebral Suplai O2 kearah pembuluh darah yang pecah kurang
Stroke
Peningkatan TIK Gangguan verbal Gangguan kesadaran Gangguan motorik Gangguan sensori
Gangguan perfusi jaringan - Afasia ekspresif reflek menelan menurun Kekauan otot- Afasia reseptif- Afasia global Tidak bisa menelan Gangguan mobilitas fisik
Gangguan komunikasi verbal penumpukan secret disaluran Kerusakan integritas kulit Pernapasan
Bersihan jalan nafas tidak efekti
5
V. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke hemoragik seperti Sub Arahnoid Hemoragik
(SAH) adalah seperti : Vasospasme, Hidrosephalus, dan Disritmia.
Pasien dengan stroke yang mendapatkan terapi antikoagulan beresiko untuk
terjadinya perdarahan di tempat lain.
Komplikasi lainnya antara lain:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi, tromboplebitis
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
Peningkatan Hb, Ht biasa menyertai pada stroke yang berat
Peningkatan leukosit menandakan selain adanya infeksi juga stress fisik
ataupun terjadi kematian jaringan
PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum pemberian
terapi antikoagulan
Lumbal Pungsi dilakukan bila tidak ada peningkatan TIK, untuk melihat
adanya perdarahan subarahnoid, ditandai dengan adanya darah pada
cairan CSF dari lumbal pungsi
2. Radiografi:
CT Scan, untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark
MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
Angiografi serebral : menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti
perdarahan, oklusi, rupture, obstruksi
Rontgen Kepala : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis
interna.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
VII. PENATALAKSANAAN
Penanganan stroke harus dilakukan secepat mungkin, time is brain,
merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya
penatalaksanaan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dalam
stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat
6
memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
Hal yang harus dilakukan dalam penatalaksanaan stroke diantaranya
adalah :
1. Fisioterapi
a. Mencegah komplikasi paru secepatnya diberikan latihan nafas
posisioning ROM exercise pasif/active assistive.
b. Mobilisasi secepatnya setelah keadaan stabil : roling, siting
balance, standing, jalan dipararel bar, jalan tanpa alat bantu
c. Untuk memberikan efek sedative diberikan terapi panas dan
faradisasi
d. Strang thening dan stretching
2. Terapi okupasi
a. Fungsional : latihan fungsional AKS (aktifitas kehidupan
sehari-hari)
b. Suportif : memberikan kegiatan untuk mengisi waktu senggang
sesuai dengan hobinya
c. Vokasional : memberikan kegiatan kearah pekerjaan semula
apabila memungkinkan/alih kerja menurut kemampuannya
3. Ortotik prostetik
a. Sling shoulder
b. Toe raising
c. Tripo/tongkat
4. Psikologi
a. Motivasi dan support mental
b. Psikoterapi bila diperlukan
5. Terapi wicara
Diberikan apabila ada gangguan afasia dan disartri
6. Solusi medic
a. Memantau mengatasi problem akibat sakitnya, yang
berhubungan dengan rumah sakit atau instansi lain
b. Membantu resosialisasi
7. Perdarahan intraserebral
a. Obati penyebabnya
b. Turunkan tekanan intracranial yang meninggi
c. Berikan neuroprotektor
d. Tindakan bedah, dengan pertimbangan usia dan GCS (>4),
hanya dilakukan pada pasien dengan :
1) Perdarahan serebelum dengan diameter >3 cm (craniotomy
dekompresi)
7
2) Hidrosevalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum (VP shunting)
3) Perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda
peninggian tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi
4) Tekanan intracranial yang meninnggi pada pasien stroke
dapat diturunkan dengan salah satu cara/gabungan berikut
ini :
- Manitol bolus, 1 gram/kgBB dalam 20-30 menit
kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB
setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target
osmolaritas = 300-320 mosmol/liter
- Gliserol 50% oral, 0,25-1 g/kg setiap 4-6 jam atau
gliserol 10% intravena, 10 ml/kgBB dalam 3-4 jam
(untuk edema serebri ringan sampai sedang)
- Furosemid 1 mg/kgBB intravena
- Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen
hiperbarik sampai pCO2 = 29-35 mmHg
- Stroid tidak diberiakan secara rutin dan masih
controversial
e. Tindakan craniotomy dekompresif
8. Perdarahan subaraknoid
a. Nimodipin dapat diberikan untuk vasospame pada perdarahan
subaranoid primer akut
b. Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid
stadium 1 dan 2 akibat pecahnya aneurisma sakular berry
(clipping) dan adanya komplikasi hidrosefalus obtruktif (VP
shunting)
VIII.Pengkajian Primer
a. Airway
Perlu dikaji apakah ada sumbatan/benda asing, massa leher, tonsil yang
membesar yang dapat menghambat jalan napas pasien. Waspadai pula
kemungkinan adanya cedera pada servikal.
b. Breathing
Biasanya pada pasien commotio cerebri terjadi perubahan pola nafas,
terkadang nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi, mengi, positif.
8
c. Circulation
Pantau adanya perubahan tekanan darah atau perubahan frekuensi
jantung dan klasifikasi perdarahan yang terjadi.
d. Disability
Yang dikaji ialah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Dalam
mengkaji dapat menggunakan GCS maupun AVPU. Biasanya pasien
mengalami kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sirkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas.
perubahan dalam penglihatan, gangguan pengecapan dan juga
penciuman. Selain itu juga kehilangan penginderaan seperti pengecapan,
penciuman, pendengaran, sangat sensitif terhadap sentuhan dan getaran,
kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh
e. Exposure
Saat pasien pertama kali datang ke Unit Gawat Darurat, perawat maupun
petugas kesehatan yang berjaga perlu segera membuka seluruh pakaian
pasien dengan tujuan untuk memudahkan dalam memeriksa dan
mengevaluasi keadaan pasien secara menyeluruh. Namun, suhu tubuh
klien juga harus tetap dijaga agar tidak mengalami hipotermi.
IX. Pengkajian Sekunder
Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Periksa adanya lesi, perdarahan, laserasi, memar, maupun hematom.
Observasi adanya gigi yang tanggal maupun gigi palsu. Cek adanya
fraktur pada daerah servikal, dada, pelvis, tulang belakang, dan
ekstremitas.
2. Aktivitas / istirahat :
Merasa kesulitan melakukan kegiatan karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis (hemiplegia), gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran
3. Sirkulasi :
Riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi
arterial, frekuensi nadi yang bervariasi, disritmia, perubahan irama EKG,
Bruits pada arteri karotis, femoralis, iliaka yang abnormal
4. Integritas Ego :
Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk
mengekspresikan diri
9
5. Eliminasi :
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi
abdomen, bising usus bisa negative
6. Makanan/cairan ;
Nafsu makan berkurang, mula muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM,
penngkatan lemak dalam darah, obesitas.
7. Neurosensori ;
Lima area pengkajian neurologik yaitu :
a. Fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, daya pikir,
status emosional, persepsi, kemampuan motorik, kemampuan bahasa.
b. Fungsi syaraf cranial meliputi nervus cranial I sampai XII
c. Fungsi sensori meliputi sensasi taktil, sensasi nyeri dan suhu, vibrasi
dan propiosepsi, merasakan posisi, dan integrasi sensasi
d. Fungsi motorik meliputi ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot,
keseimbangan dan koordinasi
e. Fungsi Refleks meliputi refleks brakoiradialis, patella, ankle,
kontraksi abdominal, dan babinski.
8. Nyeri / kenyamanan :
Sakit kepala, tingkah laku yang berbeda-beda, gelisah, ketegangan otot
9. Pernafasan :
Riwayat merokok, ketidakmampuan menelan, membatukkan, nafas tidak
teratur, suara nafas ronkhi karena aspirasi
10. Keamanan :
Gangguan penglihatan, perubahan sensori persepsi, tidak mampu
mengenali objek, warna, kata dan wajah, gangguan respon terhadap
panas, dingin, kesulitan menelan, gangguan dalam memutuskan.
11. Interaksi social ;
Masalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi
X. ANALISA DATA
Data Etiologi MasalahDS :
Klien mengatakan adalam beraktifiitas selalu dibantu orang lain
Klien mengatakan tidak bisa mengerakan extremitasnya
Klien megatakn mengalami gangguan dalam bergerak
Trauma
Hemoragi
Perdarahan dalam jaringan
Suplai O2 ke otak kurang
Gangguan mobilisasi fisik
10
Klien mengatakan tidak dapat berpindah
Klien mengatakan tidak mampu makan sendiri dan harus dibantu
DO : Klien tampak tidak dapat
memenuhi kebutuhan sendiri (makan, toileting dan berhias)
Klien tampak lemas dalam beraktifitas
Klien tampak tidak mampu mengerakan extemitasnya
Postur tubuh klien tampak tidak stabil selama melakukan aktivitas
Kerusakan sirkulasi serebral
Saraf motorik terganggu
Kelemahan/kekauan otot
Gangguan mobilisasi fisik
Data Etiologi MasalahDO :
Klien tampak kesulitan dalam berbicara
Klien tampak tidak dapat mengutarakan keinginannya
Klien tampak sulit dalam mengekpresikan pikiran secara verbal
Klien tampak sesak RR > 30 Klien tampak gagap
dalam mengutarakan keinginannya
Trauma
Hemoragi
Suplai O2 ke otak kurang
Kerusakan sirkulasi serebral
Syaraf terganggu
Kerusakan komunikasi verbal
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan trauma
DS : Klien mengatakan tidak
merasakan dingin walaupun memegang es batu
Klien mengatakan tidak merasakan kepanasan walopun dekat dengan api
DO : Klientampak tidak
mengenali waktu, tempat dan orang
Klien tampak mengalami perubahan perilaku
Klien tampak tidak merasakan sakit (menghindar) waktu
Trauma
Hemoragi
Suplai O2 ke otak kurang
Kerusakan sirkulasi serebral
Saraf terganggu
Perubahan persepsi sensori
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma
11
diberi rangsang nyeri
DO : Oliguria Peningkatan BUN Reaksi pupil abnormal
(anisokor) Terdapat perubahan
frekuensi napas AGD abnormal Klien tampak edema Nadi lemah Perubahan tekanan darah
ekstrim Hipoaktif/tidak ada bising
usus Ada tarikan dinding dada
Trauma
Hemoragi
Suplai O2 ke otak kurang
Peningkatan TIK
Perubahan perfusi jaringan
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
Data Etiologi MasalahDS :
Klien mengatakan nafasnya sesak.
DO : Klien tampak kesulitan
ketika bernafas Tampak ada suara nafas
tambahan (ronkhi, weezing, crakles)
Klien tampak gelisah RR abnormal Klien tampak tidak ada
reflek menelan Kesadaran menurun
Gangguan kesadaran
Reflek menelan menurun
Tidak bisa menelan
Penumpukan secret di saluran pernapasan
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
DO : Kulit tampak kemerahan Kesadaran klien menurun Klien tampak tidak
mampu bergerak
Gangguan mobilisasi
Peredaran darah terganggu
Suplai O2 menurun
Kerusakan integritas kulit
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan trauma neurologi
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan trauma neurologi
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan engan trauma neurologi
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologi
12
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kesadaran
menurun
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kerusakan mobilitas fisik
13
XII. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx Tujuan Intervensi RasionalPerubahan perfusi jaringan b.d trauma neurologi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan tidak mengalami perubahan dengan criteria hasil : Edema tidak muncul Reaksi pupil normal
(isokor) AGD normal Nadi normal 80x/menit Tekanan darah 120/80 Frekuensi napas normal
18-20 x/menit
a. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab peningkatan TIK, penurunan perfusi jaringan
b. Pantau/catat setatus neurologi sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar
c. Pantau tanda-tanda vital seperti : tekanan darah, frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya mur-mur
d. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam anatomis (netral)
e. Kolaborasi : berikan oksigen sesuai indikasi
f. Berikan obat sesuai indikasig. Persiapan untuk pembedahanh. Pantau pemeriksaan lab, sesuai indikasi
a. Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau kemunduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan untuk memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan/klien harus dipindahkan ke ICU
b. Dapat menunjukan TIA yang merupakan tanda terjadinya thrombosis CVS (cardiovascular system) baru
c. Variasi mungkin terjadi karena adanya tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak
d. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral
e. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema
f. Untuk membantu dalam memperbaiki aliran darahg. Mungkin bermanfaat untuk mengatasi situasih. Memberikan informasi tentang keefektifan
pengobatan/kadar terapeutikKerusakan mobilitas fisik berhubungan trauma neurologi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan mobilisasi fisik dalam rentang normal dengan kriteria hasil : Klien mampu beraktifitas
secara mandiri
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang atau miring)
c. Anjurkan klien untuk membantu pergerakan latihan dengan menggunakan ektremitas yang tidak sakit untuk meyokong/menggerakan bagian tubuh yang mengalami
a. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan
b. Membantu mengurangi resiko terjadinya trauma/iskemi jaringan (dekubitus)
c. Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk mnyatukan kembali
14
Klien mampu menggerakkan ekstremitasnya
Klien mampu berpindah secara mandiri
Kekuatan otot klien tampak normal
Postur tubuh klien stabil selama melakukan aktivitas
kelemahanKolaborasi
d. Berikan tempat tidur dengan tempat tidur oksigen, sesuai indikasi
e. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, resistif, ambulasi klien
sebagaian tubuhnya sendiri
d. meningkatkan distribusi merata berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membanu untuk untuk mencegah kerusakan kulit/terbentuknya dekubitus
e. program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhannya yang berarti menjaga kekurangan
Gangguan komunikasi verbal b.d trauma neurologi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak ada kerusakan komunikasi verbal dengan kriteria hasil : Klien mampu
mngutarakan keinginannya
Klien tampak menggunakan komunikasi verbal
Klien tidak sulit dalam mengekspresikan pikiran secara verbal
RR 18-20 Klien tampak tidak
kesulitan ketika bernapas
a. Kaji tipe disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
b. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis dan gambar
c. Anjurkan pengunjung atau orang terdekat untuk mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien seperti membaca surat, diskusikan tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga
kolaborasid. Konsultasikan dengan atau rujuk kepada ahli terapi
wicara
a. Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi
b. Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya
c. Melatih pasien agar mampu untuk berkomunikasi secara verbal
d. Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan terapi
15
Dx Tujuan Intervensi RasionalPerubahan persepsi sensori b.d trauma neurologi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak mengalami perubahan persepsi sensori dengan criteria hasil : Klien dapat merasakan
panas waktu dekat dengan api
Klien tampak menghindar ketika diberi rangsangan nyeri
Klien tampak atau mampu mengenali waktu, tempat dan orang.
Klien tidak mengalami perubahan perilaku
a. Kaji kesadaran sensori seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
b. Ciptakan lingkungan yang aman, pindahkan perabot yang membahayakan.
c. Anjurkan pasien untuk mengawasi kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
d. Lakukan falidasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, staf dan tindakan yang akan dilakukan.
e. Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata.
a. Penurunan kesadaran terhadap. Sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan atau posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
b. Menurunkan atau membatasi jumlah stsi penglihatn yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan: menurunkan resiko terjadinya kecalakaan.
c. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mentegrasikan kembali sisi yang sakit dan memungkinkan pasien untuk mengalami kelainan sensasi dari pola gerakan normal.
d. Membantu pasien untuk mengidentifikasi ketidak konsistenandari persepsi dan integrasi stimulus dan mungkin menurunkan distrosi persepsi pada realitas.
e. Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman. Tindakan ini membantu pasien untuk berkomunikasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kesadaran menurun
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas efektif. Dengan criteria hasil : Kesadaran klien
meningkat (komposmentis) .
a. Dengarkan adanya suara yang parau
b. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas atau mengi.
c. Bantu pasien untuk melakkan batuk efektif, miring kanan ,miring kiri dan nafas dalam
Kolaborasi d. Berikan oksigen tambahan yang dilembabkan jika
a. Mungkin sebagai indikasi adanya trauma pada saraf trachea yang dapat menimbulkan batuk tidak efektif
b. Menandakan adanya akumulasi secret atau bersihan jalan napas yang tidak efektif.
c. Memudahkan gerakan secret dan pembersihan paru, menurunkan resiko komplikasi pernapasan.
d. ungkin dibutuhkan selama periode distress pernapasan atau adanya tanda-tanda hipoksia.
16
Ada reflek menelan Klien mampu mengunyah
makanan BB sesuai nilai IMT Intake gizi atau nutrisi
adekuat
diperlukan e. Pantau hasil analisa gas darah (melalui grafik kalauada)
atau oksimetri nadi.
e. Memantau keefektifan pola nafas atau terapi.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan integritas kulit klien utuh dengan criteria hasil : Bebas lesi jaringan Tidak ada kemerahan Klien mampu bergerak Kesadaran menjadi
komposmentis
a. Observasi keadaan kulit bagian punggung b. Anjurkan menggunakan baju katun halus, dan hindari
baju ketatc. Mandikan pasien dengan air hangat c uci insisi dengan
perlahan d. Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.Kolaborasie. Dapatkan specimen dari drainase luka sesuai indikasi
a. Membantu untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit
b. Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkatkan proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
c. Mempertahankan insisi bersih, meningkatkan sirkulasi atau penyembuhan.
d. Membantu untuk mempertahankan volume sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan memenuhi kebutuhan energy seluler untuk memudahkan proses regenerasi atau penyembuhan jaringan .
e. Bila infeksi terjadi pengobatan local dan sistemik mungkin diperlukan misalnya : terapi peroksida atau insulain atau sabun, betadin antibiotic
17
XIII. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah di buat.
XIV. EVALUASI
1. Fungsi cerebral membaik atau meningkat, penurunan fungsi neurologis
dapat diminimalkan atau dapat distabilkan.
2. Komplikasi dapat dicegah atau dapat diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau
dengan bantuan yang minimal dari orang lain.
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perncanaan untuk
masa depan.
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipaha
18
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8,
Jakarta : EGC.
Doenges, M. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (edisi ke-3).
EGC: Jakarta.
Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Herdman, T. Heather. 2011. NANDA International : Diagnosa Keperawatan
; Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Brunner & Suddarth textbook of medical surgical
Nursing.(8th ed.). Philadelphia: Lippincott-Raven.
Susilo, Hendro. 2000. Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan
Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.
Widjaja, Linardi. 1994. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Surabaya
: Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
19