85
STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK DALAM CERPEN “AYAM”, “SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI” DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI: SEBUAH PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Patrick Ardina Barata NIM 124114009 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI:

SEBUAH PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Patrick Ardina Barata

NIM 124114009

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

i

STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI:

SEBUAH PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Patrick Ardina Barata

NIM 124114009

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

ii

Halaman Persetujuan Pembimbing

Tugas Akhir

STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI:

SEBUAH PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU

Oleh

Patrick Ardina Barata

NIM 124114009

Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. 28 Juli 2017

Pembimbing II

Drs. B. Rahmanto, M.Hum. 28 Juli 2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

iii

Halaman Pengesahan

Tugas Akhir

STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI:

SEBUAH PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU

Ditulis oleh

Patrick Ardina Barata

NIM: 124114009

Telah dipertahankan di depan panitia penguji

pada tanggal, 27 Juli 2017

dan dinyatakan memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ..................................

Sekretaris : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ..................................

Anggota : S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum. ..................................

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ..................................

Drs. B. Rahmanto, M.Hum. .................................

Yogyakarta, 31 Juli 2017

Dekan Fakultas Sastra

UniversitasSanata Dharma

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Juli 2017

Patrick Ardina Barata

NIM 124114009

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

v

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

Untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Patrick Ardina Barata

NIM : 124114009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Strukturasi

Kekuasaan dan Kekerasan Simbolik dalam cerpen “Ayam”, “Suatu Malam

Suatu Warung”, dan “Tahi” dalam Kumpulan Cerpen Hujan Menulis Ayam

Karya Sutardji Calzoum Bachri: Sebuah Perspektif Pierre Bourdieu

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya

di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 28 Juli 2017

Yang menyatakan,

Patrick Ardina Barata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan sehingga penulis dapat

menyelesaikan seluruh proses penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi persyaratan penyelesaian program Strata satu (S-1) Program Studi

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Banyak pihak yang membantu dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih

terhadap seluruh pihak yang sudah membantu dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. sebagai pembimbing I, terima

kasih atas segala pendampingan, bimbingan dan masukannya selama

pengerjaan skripsi ini.

2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai pembimbing II, terima kasih

atas segala masukan dalam pengerjaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ari Subagyo, M.Hum. sebagai Dosen Pembimbing Akademik

Angkatan 2012, terima kasih telah memotivasi dan mendukung saya untuk

menyelesaikan skripsi ini.

4. Para dosen, Alm. Bapak Hery Antono, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo

Baryadi, M.Hum., Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., terima kasih telah

memberikan banyak ilmu dalam perkuliahan selama ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

vii

5. Karyawan sekretariat Prodi Sastra Indonesia, Mbak Rus, terima kasih telah

membantu saya untuk mengurus hal-hal administratif selama saya

menjalani proses kuliah.

6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima kasih atas dukungan

dan kebersamaannya di dalam kelas maupun di luar kelas.

7. Keluarga penulis, Bapak, Ibu, dan adik, terima kasih atas dukungannya

selama saya menempuh proses pengerjaan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

atas perhatian dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh sebab

itu, segala saran dan kritik dari segala pihak akan penulis terima dengan besar

hati. Somoga skripsi ini bermanfaat bagi lebih banyak orang.

Yogyakarta, 28 Juli 2017

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

viii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Tuhan Jadikanlah Aku Murni Namun Jangan Sekarang

-Agustinus-

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Ayah, Ibu, Adik-adik, Sahabat-sahabatku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

ix

ABSTRAK

Barata, Patrick Ardina.2017. Strukturasi Kekuasaan dan Kekerasan

Simbolik dalam cerpen “Ayam”, “Suatu Malam Suatu Warung”, dan

“Tahi” dalam Kumpulan Cerpen Hujan Menulis Ayam Karya

Sutardji Calzoum Bachri. Yogyakarta: Program Studi Sastra

Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas

Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji kekerasan simbolik dalam kumpulan cerpen Hujan

Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan dan mengaalisis modal, kelas, habitus, arena, kekerasan dan

kekuasaan dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum

Bachri. Selanjutnya akan dianalisis pula kekerasan simbolik yang ada di dalam

kumpulan cerpen tersebut. Ada tiga cerpen yang akan dianalisis, yaitu: “Ayam”,

“Suatu Malam Suatu Warung”, dan “Tahi”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan teori

kekerasan simbolik. Penelitian ini diawali dengan menganalisis berbagai jenis

modal, kelas, habitus, arena, kekuasaan dan kekerasan yang ada di dalam

kumpulan cerpen tersebut. Selanjutnya, akan diteliti mekanisme kekersan

simboliknya.

Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode studi pustaka. Cerpen-cerpen yang sudah terpilih ini dibaca secara

mendalam kemudian data yang diperoleh dicatat. Data-data tersebut kemudian

dianalisis menggunakan teori kekerasan simbolik. Metode dan teknik penyajian

hasil analisis data adalah deskriptif kualitatif. Hasil analisis akan dideskripsikan

secara kualitatif, yaitu peneliti mendeskripsikan jenis-jenis modal, kelas, habitus,

arena, kekuasaan dan kekerasan serta kekerasan simbolik.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) Adanya keempat modal di

dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu: modal ekonomi, sosial, budaya, dan

simbolik. Setiap tokoh memiliki kapasistas modalnya masing-masing dalam setiap

modal yang ada. (2) Kelas-kelas di dalam kumpulan cerpen tersebut dipengaruhi

oleh kekuatan modal masing-masing tokoh. Kelas dominan diisi oleh orang-orang

atau kelompok yang memiliki modal kuat. Dalam cerpen tersebut kelas dominan

diisi oleh para penyair di cerpen “Ayam” dan “Suatu Malam Suatu Warung”,

tokoh aku di dalam cerpen “Tahi”. Kelas borjuasi kecil diisi oleh pekerja

pemotong dahan, pembuat kopi atau jamu di dalam cerpen “Ayam” sedangkan di

dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung” adalah pemilik warung. Cerpen

“Tahi” tidak menghadirkan adanya kelas borjuasi kecil. Kemudian kelas populer

diisi oleh orang-orang yang tinggal di pinggir sungai dalam cerpen “Ayam”,

pelacur tua dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung”, dan Orang yang

peminta-minta dalam cerpen “Tahi”. (3) Habitus dan arena yang ditamplkan

dalam cerpen tersebut lebih pada kehidupan sosial masyarakat menengah ke

bawah. (4) Kekerasan simbolik berupa mekanisme eufimisme dan mekanisme

sensorisasi terjadi. Kelompok yang mendapatkan kekerasan menganggap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

x

kekerasan itu sebagai sebuah kebenaran. Akan tetapi di akhir cerita ada

penyesalan dan kesadaran dari tokoh-tokoh yang melakukan kekerasan tersebut.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kekerasan simbolik ada di

dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam, walaupun kelas-kelas yang ada di

dalamnya tidak sangat mencolok digambarkan perbedaannya. Kekerasan yang

terjadi diwarnai dengan banyaknya simbol-simbol yang dihadirkan di dalam

cerpen tersebut. Akan tetapi ada hal-hal baru yang coba dimunculkan dari ketiga

cerpen tersebut dalam upaya penciptaan dunia baru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

xi

ABSTRACT

Barata, Patrick Ardina. 2017. Domination Structure and Symbolical

Violence in Short Story “Ayam”, “Suatu Malam Suatu Warung”, and

“Tahi” in Anthology of Short Story “Hujan Menulis Ayam” by

Sutardji Calzoum Bachri. Yogyakarta: Indonesian Letters Study

Programme, Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters,

Sanata Dharma University

This study examines symbolical violence in anthology of short story

Hujan Menulis Ayam by Sutardji Calzoum Bachri. The purpose of this study is to

describe and analyze modal, class, habitus, arena, violence and power in

anthology of short story Hujan Menulis Ayam by Sutardji Calzoum Bachri.

Furthermore, there will be analysis on symbolic violence on the anthology of

short story mentioned above. There are three short stories which are going to be

analyzed. Those are “Ayam”, “Suatu Malam Suatu Warung”,and “Tahi”.

This study uses sociological literary approach with theory of symbolical

violence. This study begins with analysis on types of modal, class, habitus, arena,

power and violence which are present in those short stories. After that, the

mechanism of symbolical violence will be analyzed.

Method and data collecting technique which are employed in this study is library

research. Selected short stories are closely read. Then, the data that has been

gathered are written. The data is analyzed using theory of symbolical violence.

Method and result of analysis presented are qualitative descriptive. The result of

analysis will be described qualitatively which means the writer describes types of

modal, class, habitus, arena, power and violence and also symbolical violence in

those selected short stories from anthology of short story Hujan Menulis Ayam.

The results of this study are: (1) There are four modals in those selected

short stories; economy capital, social modal, cultural modal, and symbolic modal.

Every character has their own modal capacity for available modal. (2) Every class

in those short stories is influenced by the power of modal of every character.

Dominant class is filled with people or groups which have strong modal. In those

short stories, the dominant class is filled with poets in short story “Ayam” and

“Suatu Malam Suatu Warung”, and character “I” in short story “Tahi”. Small

bourgeoisie class is filled with branch cutter workers, coffee or traditional herbal

drinkmaker in short story “Ayam” whereas in short story “Suatu Malam Suatu

Warung”, stall owner is the member of small bourgeoisie class. In short story

Tahi, there is no small bourgeoisie class. Moreover, popular class is filled with

people who live along the river bank in short story “Ayam”, old prostitute in short

story “Suatu Malam Suatu Warung” and people who often seek help in short story

“Tahi”. (3) Habitus and arena shown in those short stories are more on social life

of lower class people. (4) Symbolical violence in form of euphemism mechanism

and censorship mechanism occur. The group receiving violence assumes that the

violence as truth. However, at the end of the story, there will be regret and

enlighten from characters who perform that violence.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

xii

The result of this study can be concluded that symbolical violence occurs

in anthology of short stories Hujan Menulis Ayam, even though classes in those

short stories are not described distinctively. Violence occurred is noticed by the

range of symbols appeared in those short stories. However, there are new things

which are trying to be shown from three selected short stories in effort to create

new a world.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .......................................................v

KATA PENGANTAR ......................................................................................vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................................viii

ABSTRAK ........................................................................................................ ix

ABSTRACT .......................................................................................................xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 6

1.4.1 Manfaat Teoretis ........................................................................... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................. 7

1.5 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 7

1.6 Landasan Teori ........................................................................................ 8

1.6.1 Pendekatan Sosiologi Sastra .......................................................... 9

1.6.2 Perspektif Pierre Bourdieu ............................................................. 10

1.6.2.1 Strukturasi Kekuasaan ........................................................... 10

1.6.2.1.1 Modal .......................................................................... 10

1.6.2.1.2 Kelas ............................................................................. 11

1.6.2.1.3 Habitus ......................................................................... 12

1.6.2.1.4 Arena ............................................................................ 13

1.6.2.1.5 Kekerasan dan Kekuasaan............................................ 14

1.6.2.2 Kekerasan Simbolik .............................................................. 14

1.6.2.2.1 Eufemisme.................................................................... 15

1.6.2.2.2 Mekanisme Sensorisasi ................................................ 15

1.6.2.2.3 Menciptakan Dunia ...................................................... 15

1.7 Metode Penelitian.................................................................................... 15

1.7.1 Pendekatan Penelitian .................................................................... 16

1.7.2 Metode Penelitian........................................................................... 16

1.7.3 Metode Analisis Data ..................................................................... 16

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ........................................... 17

1.7.5 Sumber Data ................................................................................... 17

1.8 Sistematika Penyajian ............................................................................. 17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

xiv

BAB II STRUKTURASI KEKUASAAN

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI .................................... 19

2.1 Pengantar ................................................................................................. 19

2.2 Modal ...................................................................................................... 20

2.2.1 Modal Ekonomi ............................................................................ 20

2.2.2 Modal Sosial ................................................................................. 26

2.2.3 Modal Budaya............................................................................... 29

2.2.4 Modal Simbolik ............................................................................ 39

2.3 Kelas ........................................................................................................ 43

2.3.1 Kelas Dominan ............................................................................. 44

2.3.2 Kelas Borjuasi Kecil ..................................................................... 47

2.3.3 Kelas Populer ................................................................................ 48

2.4 Habitus .................................................................................................... 51

2.4.1 Habitus Kelas Dominan ................................................................ 51

2.4.2 Habitus Kelas Borjuasi Kecil ....................................................... 52

2.4.3 Habitus Kelas Populer .................................................................. 53

2.5 Arena ....................................................................................................... 54

2.6 Kekuasaan dan Kekerasan....................................................................... 56

2.7 Rangkuman ............................................................................................. 57

BAB IIIKEKERASAN SIMBOLIK

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI .................................. 60

3.1 Pengantar ................................................................................................. 60

3.2 Analisis Kekerasan Simbolik .................................................................. 60

3.2.1 Eufimisme .................................................................................... 63

3.2.2 Mekanisme Sensorisasi ................................................................ 63

3.2.3 Menciptakan Dunia ....................................................................... 65

3.3 Rangkuman ............................................................................................. 65

BAB IIIPENUTUP ........................................................................................... 67

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 67

4.2 Saran ........................................................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra selalu menarik untuk diteliti karena menyimpan realitas di

dalamnya. Ada banyak persoalan yang sebenarnya terkandung di dalamnya.

Masalah-masalah di dalam kehidupan seringkali terungkap dari karya sastra.

Wellek dan Warren (2003:15) mengungkapkan bahwa pendekatan umum yang

dilakukan terhadap hubungan sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra

sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan sosial.

Bagi para akademisi, karya sastra tidak hanya untuk dinikmati. Makna

berlapis dalam karya sastra selalu memberikan tantangan tersendiri untuk

dipahaminya dengan menganalisisnya, sehingga hal-hal penting yang terkandung

di dalamnya dapat terungkap. Apalagi sastra bisa menjadi cermin tentang

masyarakat.

Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra. Sampai saat ini cerpen masih

menarik hati pembaca karena tulisan yang tidak panjang dan tidak membutuhkan

waktu yang lama untuk membacanya. Banyak pula majalah ataupun surat kabar

yang memberikan kolom khusus untuk cerpen. Bahkan ketika banyak novel

ataupun buku-buku yang dilarang terbit, sastrawan memakai cerpen sebagai media

untuk menyampaikan gagasan-gagasannya.

Kisah menarik tentang cerpen terjadi pada masa Orde Baru. Saat korupsi

dan manipulasi menggerogoti kehidupan manusia, ditambah lagi situasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

2

perpolitikan yang nampak suram membuat penerbit buku-buku mulai tidak

menentu. Penerbit seperti Balai Pustaka, Pustaka Rakyat, dan Pembangunan mulai

tidak menentu. Hal tersebut membuat aktivitas sastra terbatas pada majalah-

majalah seperti Pujangga Baru, Gelanggang, Kompas, Tjerita, Basis, dll. Pada

waktu itu Nugroho Notosusanto mempopulerkan istilah “sastra Majalah” dalam

tulisannya di Kompas.

Dalam perkembangannya kumpulan cerita pendek jauh kurang terkenal

ketimbang novel bagi masyarakat pembaca. Bahkan kumpulan sajak masih terjual

lebih laku ketimbang kumpulan cerita pendek (Teeuw, 1988: 169). Teeuw (1989:

169) juga menyimpulkan bukannya tidak mungkin bahwa penulis-penulis cerita

pendek yang berbakat telah terlupakan, terutama apabila tidak satu pun karya

mereka tampil di dalam kumpulan-kumpulan tersendiri.

Dewasa ini, Sutardji Calzoum Bachri (SCB) adalah salah satu penulis

cerpen yang mungkin bisa terlupakan karena dia lebih terkenal dengan puisinya.

Tidak banyak yang mengenal cerpen-cerpen SCB. Dalam pengantar kumpulan

cerpen Hujan Menulis Ayam karya SCB, dikatakan, “Sejarah dan pembaca sastra

harus tahu, bahwa justru jauh hari sebelum SCB kukuh dengan kredo puitiknya

(bahkan mungkin sebelum SCB menulis puisi), ia terlebih dulu sudah menulis

cerpen dan mempublikasikannya. Beberapa cerpen itu dipublikasikan di majalah

Aktuil dan Mahasiswa Indonesia Edisi Djabar, selain kemudian juga di Horison,

Pelita, dan Kompas(Bachri, 2001: xiii).

Padahal cerpen-cerpen SCB sarat akan pesan dan hal-hal yang diangkat

sangat dekat dengan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

3

masyarakat.Dalam pengantar kumpulan cerpenHujan Menulis AyamSCB

dikatakan sebagai seorang sastrawan yang hadir menampilkan realitas keseharian.

SCB adalah pengarang yang menggebrak dunia sastra di Indonesia pada

tahun 70-an karena puisinya yang melakukan banyak penyimpangan. Rachmat

Djoko Pradopo(2012: 106) mengatakan penyimpangan itu diantaranya berupa

penghapusan tanda baca, pemutusan kata, pembalikan kata, penggandengan dua

kata atau lebih, penghilangan imbuhan, pembentukan jenis kata dari kata lain

tanpa mengubah bentuk morfologisnya. Hampir dapat dikatakan pada setiap

sajaknya terdapat penyimpangan tata bahasa normatif.

Rupanya beberapa keunikan tersebut juga masih ada di dalam cerpen-

cerpennya. Dalam pengantar kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam dikatakan

bahwa diksi-diksi di dalam cerpen pun juga tetap menampakkan identitas

eksentrik kebahasaan SCB yang memang menonjol dalam puisinya, misalnya

pada pengulangan dan permainan kata. Orang tua itu tuanya tegap dan tua orang

tua itu tak ada susahnya kelihatan (Bachri, 2001: 13).

Walaupun demikian, dia tetap kritis dalam memberi kritik sosial, seperti

yang terungkap dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung.”Pelacur tua itu

memandang lagi pada yang punya warung, minta diiyakan. Yang punya warung

diam. Dia sering mendengar pertengkaran di warungnya dan biasanya dia diam

saja. Karena setiap pertengkaran selalu asalnya sama saja, mempertahankan

kepura-puraan (Bachri, 2001: 23).

Bertolak dari kredo puisinya yang ingin membebaskan kata-kata dari

makna. Cerpen-cerpen SCB tidak demikian karena banyak makna yang dikandung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

4

di dalam keindahan penceritaannya yang seperti sajak dalam puisi. Semua

cerpennya berisi tentang makna-makna yang dalam dan kritis terhadap masalah-

masalah sosial.

Penulis melihat adanya masalah sosial berkaitan dengan ekonomi dalam

karya-karya SCB. Adanya kekuasaan dan yang dikuasai kemudian pertentangan

juga dimunculkan di dalamnya sebagai bagian dari kritiknya. Hal itu

menunjukkan adanya permasalahan sosial di dalamnya. Kemudian relasi

kekuasaan juga tidak lepas dari isi cerpen tersebut yang digambarkan dengan

konflik yang melibatkan kelompok kelas yang berbeda. Hal-hal tersebutlah yang

menjadi dasar Penulis memilih topik ini untuk diteliti lebih jauh. Penulis ingin

mengungkapkan permasalahan sosial yang ada di dalam kumpulan cerpen Hujan

Menulis Ayam. Persoalan-persoalan masyarakat selalu penting untuk dibicarakan.

Begitu pula kumpulan cerpen ini yang sarat akan persoalan-persoalan sosial.

Persoalan-persoalan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan modal dalam

tiap-tiap orang ataupun kelompok masyarakat.

SCB yang terkenal dengan puisinya dan banyaknya orang yang belum

mengenal cerpen-cerpenya juga menjadi alasan tambahan penelitian ini. Menguak

cerpen-cerpen SCB yang penuh dengan kritik sosial memang tidak mudah.

Apalagi jika sudah terjebak di dalam keindahan bahasanya. Tidak jarang akan

membuat pembaca kebingungan untuk menangkap pokok pemikirannya.

Dari 10 cerpen dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayamkarya SCB,

hanya akan dipilih tiga cerpen untuk ditelititi agar terungkap kritiknya dan relasi

di dalam kelas yang saling bersinggungan. Ketiga cerpen tersebut adalah cerpen

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

5

berjudul: “Ayam”; “Suatu Malam Suatu Warung”; dan “Tahi.” Ketiga cerpen

tersebut dipilih karena kritik yang ada di dalamnya lebih menonjol dan masalah-

masalah yang diungkap sangat berkaitan dengan masalah sosial dewasa ini.

Terlebih lagi mempunyai tema yang sama berkaitan dengan permasalahan sosial

yang berakar dari masalah modal dan perbedaan dalam kelas sosial.Sedangkan

enam cerpen yang lainnya di dalam kumpulan cerpen Hujen Menulis Ayam tidak

menyinggung permasalahan-permasalahan kelas yang mencolok berkaitan

masalah ekonomi. Ketiga cerpen tersebut akan dianalisis menggunakan teori

strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik Pierre Bourdieu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah strukturasi kekuasaan dalam kumpulan cerpenHujan

Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri?

2. Bagaimanakah kekerasan simbolik yang terjadi di dalam kumpulan cerpen

Hujan Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan strukturasi kekuasan yang mencakup modal, kelas,

habitus, kekerasan dan kekuasaandalam kumpulan cerpen Hujan Menulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

6

Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri. Hal-hal tersebut akan dianalisis di

dalam Bab II.

2. Mendeskripsikan kekerasan simbolik dalam kumpulan cerpen Hujan

Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri. Hal tersebut akan dianalisis di

dalam Bab III.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis. Manfaat-manfaat tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis adalah manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan dan

manfaat praktis adalah manfaat untuk profesi pekerjaan tertentu. Cerpen yang

sudah dipilih adalah cerpen-cerpen yang mengandung permasalahan sosial yang

sesuai dengan situasi saat ini. Terlebih berkaitan dengan masalah ekonomi.

Penelitian ini akan menghadirkan berbagai masalah yang berdekatan

dengan masalah sosial yang ada saat ini. Masalah yang diulas akan memberikan

pemahaman tentang permasalahan sosial yang terjadi di masa sekarang.

Selanjutnya, penelitian ini juga menghadirkan perihal tentang relasi

kekuasaan yang berkaitan dengan kelas dan ekonomi. Permasalahan itu adalah

permasalahan yang saat ini sedang terjadi, sehingga akan diketahui hal-hal apa

yang menyebabkan permasalahan itu terjadi menurut perspektif Pierre Bourdieu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

7

1.4.2 Manfaat Praktis

Penulisan ini juga bermanfaat untuk orang-orang yang bergelut di dalam

bidang ilmu pengetahuan, terlebih yang menjalani profesi dalam bidang sastra

untuk mendalami lagi tentang kepenyairan SCB dalam mengkritik keadaan sosial

masyarakat dan perbedaan kelas sosial yang terjadi lewat cerpen-cerpennya.

Bagi Penulis, hasil penulisan ini juga dapat menambah wawasan tentang

salah satu pengarang dalam sastra yang terkenal sebagai penulis puisi namun juga

telah menulis cerpen untuk menunjukkan masalah-masalah sosial

masyarakat.Penelitian ini juga bermanfaat sebagai syarat kelulusan dari program

S1 Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma.

1.5 Tinjauan Pustaka

Ketenarannya dalam karya sastra yang berbentuk puisi membuat SCB

sedikit dilupakan dalam karyanya yang lain. Hal ini membuat karya SCB yang

lain tidak banyak dibicarakan di dalam penelitian. Hal ini tentu tidak boleh terjadi

karena karya SCB yang berbentuk cerpen sangat menarik untuk dibicarakan.

Puisinya memang sudah banyak diteliti oleh berbagai kalangan dengan

rumusan masalah dan tujuan penelitian yang beragam. Terlebih kumpulan puisi O,

Amuk, Kapak yang terkenal inkonvensional dan mampu mendobrak kelesuan

sastra Indonesia pada tahun 70-an. Akan tetapi, sejauh ini Penulis belum

menemukan peneliti lain yang berusaha meneliti cerpen-cerpenya dalam tulisan

resmi seperti artikel ilmiah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

8

Adapun penelitian tentang cerpen SCB berjudul “hujan.” Akan tetapi

penelitian tersebut tidak berkaitan langsung dengan sastra karena menganalisis

cerpen “hujan” karya SCB dari aspek kebahasaannya. Tentunya hal ini menjadi

tantangan bagi Penulis untuk mengungkap karya cerpen SCB yang sebenarnya

penuh dengan permasalahan sosial masyarakat. Apalagi masalah-masalah tersebut

berakar dari permasalahan modal yang menjadi salah satu pilar penting bagi

kelangsungan hidup manusia.

Dalam hal ini, penulis mencoba melihat ketiga cerpen yang dipilih dengan

cara pandang yang baru yaitu berkaitan dengan isi di dalam cerita yang

mengandung masalah-masalah sosial. Sejauh yang penulis ketehui, penelitian ini

bisa dikatakan sebagai sebuah penelitian yang baru karena belum ditemukannya

penelitian yang menjadikan cerpen Hujan Menulis Ayam sebagai objek

penelitiannya.

1.6 Landasan Teori

Pada umumnya, teori dipertentangkan dengan praktik. Setelah suatu ilmu

pengetahuan berhasil mengabstraksikan keseluruhan konsepnya ke dalam suatu

rumusan ilmiahyang dapat diuji kebenarannya, yaitu teori itu sendiri, maka teori

tersebut mesti dioperasikan secara praktis, sehingga cabang-cabang ilmu

pengetahuan sejenis dapat dipahami secara lebih rinci dan mendalam (Ratna,

2004: 1-2).

Karya sastra merupakan sebuah fakta yang terlahir sebagai bagian dari

berbagai permasalahan dan situasi konkret yang dihadapi manusia di luar faktanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

9

sebagai pembangun makna. Dengan itu, hendak dinyatakan bahwa karya sastra

merupakan sebuah fakta kemanusiaan (Faruk, 2012: 90).

1.6.1 Pendekatan Sosiologi Sastra

Teori sangat penting untuk membongkar dan mengungkap hal yang ada di

dalam sebuah karya satra. Dalam ketiga cerpen SCB yang telah dipilih, penulis

akan menggunakan Sosiologi Sastra untuk menganalisisnya. Sosiologi sastra

adalah sebuah ilmu yang menganalisis permasalahan-permasalahan yang ada di

dalam masyarakat. Sosiologi sastra muncul karena perkembangan masyarakat

yang begitu pesat sehingga kajian sosiologis dibutuhkan dalam hal ini.

Hubungan karya sastra denga masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi,

maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra

mempunyai tugas penting, baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor

pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala

kemasyarakatan (Ratna, 2004: 334).

Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan

masyarakat. Salah satu caranya adalah menganalisis masalah-masalah sosial yang

terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya

dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek

ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi (Ratna, 2004: 340).

Oleh sebab itu penulis akan menggunakan dua teori untuk membedah

ketiga cerpen yang sudah dipilih. Penulis akan menggunakan teori kekerasan

simbolik yang diungkapkan oleh Pierre Bourdieu untuk menganalisis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

10

permasalahan relasi sosial masyarakat. Namun sebelumnya akan dibahas terlebih

dahulu konsep dasar dari pemikiran Pierre Bourdieu berkaitan dengan masalah

modal, kelas, habitus, kekerasan dan kekuasaan.

1.6.2 Perspektif Pierre Bourdieu

Pada dasarnya pemikiran Pierre Bourdieu menunjuk pada masalah-

masalah sosial. Permasalahan itu adalah modal, kelas, habitus, arena, dan

kekerasan simbolik. Bila permasalahan-permasalahan itu dapat dipecahkan, relasi

kekuasaan yang ada di dalamnya akan terkuak.

Relasi adalah hubungan antara dua kelompok ataupun individu. Di dalam

sebuah relasi akan ada pihak yang mendominasi dan pihak yang terdominasi.

Perbedaan itulah yang membuat adanya permasalahan dalam sebuah relasi.

Sehingga bisa melahirkan relasi kekuasan. Istilah itu menunjukkan adanya

kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori strukturasi

kekuasaan dan kekerasan simbolik. Strukturasi kekuasaan sebagai pintu masuk

untuk sampai pada analisis kekerasan simbolik.

1.6.2.1 Strukturasi Kekuasaan

Sebelum masuk pembahasan pada kekerasan simbolik perlu adanya

analisis struktur. Pierre Bourdieu menyebutnya dengan strukturasi kekuasaan yang

mencakup modal, kelas, habitus, arena, kekerasan dan kekuasaan.

1.6.2.1.1 Modal

Dalam pemikiran Bourdieu, modal bukan berarti tentang uang saja seperti

dalam istilah ekonomi. Namun lebih luas dari hal tersebut, modal berarti sebuah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

11

hasil kerjayang terakumulasi dan terjiwai dalam diri seseorang (Martono, 2013:

32), sehingga dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan modal oleh Bourdieu

adalah hal yang tidak hanya bersifat materi namun juga bersifat nonmateri. Hal

tersebut sangat penting karena akan menentukan posisi seseorang atau kelompok

dalam struktur sosial.

Ada empat modal yaitu; modal ekonomi, modal sosial, modal budaya, dan

modal simbolik. Modal ekonomi adalah modal yang berkaitan dengan uang dan

warisan yang bisa diteruskan untuk generasi selanjutnya. Modal sosial adalah

modal bersama yang membuat adanya jaringan hubungan. Misalnya seperti

keluarga, suku, sekolah. Selanjutnya, modal budaya adalah kemampuan seseorang

dalam sikap, cara bertutur kata, berpenampilan, cara bergaul, dan sebagainya.

Sedangkan modal simbolik adalah sesuatu yang dikenali dan diakui secara natural,

seperti; tempat tinggal, hobi, tempat makan, dan sebagainya (Martono, 2013: 33).

1.6.2.1.2 Kelas

Pemikiran Bourdieu memang dipengaruhi juga oleh Karl Marx sehingga

dia juga menggunakan istilah kelas yang dimaknai sebagai sebuah individu yang

menempati posisi atau kedudukan yang sama. Dalam hal ini Bourdieu juga

menggunakan istilah selera(Martono, 2013: 34).

Menurut Bourdieu setiap kelas memiliki sikap, selera, kebiasaan, perilaku

atau modal yang berbeda. Perbedaan inilah yang akhirnya menyebabkan lahirnya

hubungan antarkelas yang tidak seimbang. Kemudian peranan sosial yang

dimainkan tersebut bisa melahirkan selera yang berbeda-beda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

12

Ada tiga kelas menurut Bourdieu, yaitu: kelas dominan, kelas borjuasi

kecil, dan kelas populer. Kelas dominan adalah pemilikan modal yang cukup

besar sehingga membedakan dirinya dengan yang lain. Kelas dominan juga

memaksakan pandangannya tentang yang baik dan yang buruk. Selanjutnya kelas

borjuasi kecil adalah kelas yang berada di tengah-tengah dan memiliki keinginan

untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Menaiki kelas lebih penting daripada

memaksakan pandangan. Sedangkan kelas populer adalah kelas yang tidak

memiliki modal baik ekonomi, budaya, maupun simbolik. Kelas ini seperti tidak

memiliki posisi tolak terhadap kelas dominan yang memaksakan idenya.

1.6.2.1.3 Habitus

Habitus dapat dirumuskan sebagai sebuah sistem disposisi-disposisi

(skema-skema persepsi, pikiran, dan tindakan yang diperoleh dan bertahan lama).

Habitus juga merupakan gaya hidup, nilai-nilai, watak, dan harapan kelompok

sosial tertentu (Martono, 2013: 36).

Habitus bisa dikatakan sebagai ketidaksadaran-kultural, yaitu pengaruh

sejarah yang dianggap alamiah. Habitus juga memungkinkan manusia hidup

dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan hubungan dengan pihak-

pihak di luar dirinya. Habitus hanya menyarankan apa yang harus dipikirkan dan

tindakan apa yang seharusnya dipilih (Takwin, 2003: 115).

Ada lima konsep dasar habitus, yaitu; habitus sebagai sebuah pengondisian

yang dikaitkan dengan syarat-syarat keberadaan suatu kelas; habitus merupakan

hasil keterampilan yang menjadi tindakan praktisyang kemudian diterjemahkan

menjadi sebuah kemampuan, yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

13

lingkungan sosial tertentu; habitus merupakan kerangka penafsiran dan menjadi

dasar kepribadian individu; habitus merupakan nilai atau norma dalam

masyarakat yang menjadi etos untuk menjadi cerdas, ulet, tekun, rajin dan juga

dalam bentuk cara berjalan, mudah bergaul, mata memandang ke bawah, dan

sebagainaya; habitus bisa memposisikan diri di dalam kelas sosial.

Jadi setiap kelas memiliki habitusyang berbedadan kelas dominan akan

selalu memaksakan habitusnya untuk menguasai kelas terdominasi (Martono,

2013: 38).

1.6.2.1.4 Arena

Konsep habitus tidak dapat dipisahkan dari arena atau ranah karena

keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Habitus

mendasari terbentuknya ranah, sementara di lain pihak ranah menjadi lokus dari

kinerja habitus. Bourdieu melihat arena, menurut definisinya sebagai arena

pertempuran, arena juga merupakan arena perjuangan. Arena adalah sejenis pasar

kompetitif yang di dalamnya terdapat berbagai jenis modal, seperti modal

ekonomi, modal sosial, modal budaya, dan modal simbolik.

Arena adalah ruang yang ada di dalam masyarakat. Arena seperti sepotong

kecil dunia sosial, sebuah jagat penuh mufakat yang bekerja secara otonom

ddengan hukum-hukumnya sendiri. Ada beragam arena, seperti arena pendidikan,

arena bisnis, arena seniman, dan arena politik. Arena juga merupakan tempat di

mana orang bermanuver dan berjuang dalam mengejar sumber daya yang

didambakan (Rusdiarti, 2003: 34).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

14

Siapa saja yang ingin masuk ke dalamnya harus memahami “aturan main”

yang berlaku di jagat mufakat ini, karena jagat ini juga merupakan sebuah arena

pertarungan, arena adu kekuatan, sebuah medan dominasi dan konflik antar

individu, antarkelompok demi mendapatkan posisinya (Rusdiarti, 2003: 34).

1.6.2.1.5 Kekerasan dan Kekuasaan

Bourdiou berpendapat bahwa kekerasan merupakan pangkal dari hasil

kekuasaan. Ketika sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka di dalam

proses dominasi tersebut akan menghasilkan sebuah kekerasan. Jadi kekerasan

dan kekuasaan adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.

Kelas dominan berupaya agar aksi kekerasannya tidak mudah untuk

dikenali. Akhirnya kekerasan yang dilakukan bukanlah kekerasan fisik semata

sehingga kelas terdominasi tidak merasakan bahwa dia mendapat kekerasan.

1.6.2.2 Kekerasan Simbolik

Secara bergantaian Bourdieu menggunakan istilah kekerasan simbolik,

kuasa simbolik, dan dominasi simbolik untuk menunjuk hal yang sama.

Kekerasan simbolik adalah kekerasan yang tidak dirasa sebagai sebuah

kekerasan. Kekerasan ini juga merupakan kekerasan yang dilakukan secara paksa

dan kekerasan ini mempunyai mekanisme „penyembunyian kekerasan‟ yang

akhirnya disadari „yang memang seharusnya demikian” (Martono, 2013: 40).

Kekerasan simbolik adalah kekerasan yang sangat halus, kekerasan yang

dikenakan pada agen-agen sosial tanpa mengundang resistensi, malah sebaliknya

mengundang konformitas sebab sudah mendapat legitimasi sosial karena

bentuknya yang sangat halus (Takwin, 2003: 116).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

15

1.6.2.2.1 Eufemisme

Eufemisme membuat kekerasan simbolik menjadi tidak nampak, bekerja

sangat halus, tidak dapat dikenali, dan dapat dipilih secara tidak sadar. Bentuk

Eufimisme dapat berupa kepercayaan, kewajiban, kesetiaan, sopan santun,

pemberian, utang pahala, dan belas kasihan (Martono, 2013: 40).

1.6.2.2.2 Mekanisme Sensorisasi

Mekanisme Sensorisasi menjadikan kekerasan simbolik nampak sebagai

bentuk sebuah pelestarian semua bentuk nilai yang dianggap sebagi moral

kehormatan, seperti: kesantunan, kesucian, kedermawanan, dan sebagainya yang

biasanya dipertentangkan dengan moral yang rendah, seperti; kekerasan, kriminal,

ketidakpantasan, asusila, kerakusan, dan sebagainya (Martono, 2013: 40).

1.6.2.2.3 Menciptakan Dunia

Pelaku sosial dapat menciptakan atau menghancurkan, memisahkan atau

menyatukan, dan yang lebih penting lagi dengan menggunakan kekerasan

simbolik, ia dapat membuat definisi maskulin atau feminim, kuat atau lemah, baik

atau buruk, benar atau salah (Martono, 2013: 40).

1.7 Metode Penelitian

Penulis akan menggunakan beberapa pendekatan yang dapat membantu

dalam penelitian ini. Selanjutnya untuk metode penelitiannya akan ada beberapa

tahapan. Penelitian ini akan melewati beberapa tahap seperti pengumpulan data,

analisis data, dan penyajian data.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

16

1.7.1 Pendekatan Penelitian

Penulis akan menggunakan pendekatan sosiologis. Menurut Ratna (2004:

60) dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara

karya sastra dan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan

oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah

anggota masyarakat, c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam

masyarakat, dan d) hasil karya itu dimanfaatkan oleh masyarakat.

Selanjutnya, penulis juga akan menggunakan pendekatan objektif karena

sangat erat dengan teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur.

Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apa

pun yang dilakukan bertumpu atas karya sastra itu sendiri (Ratna, 2004:73).

1.7.2 Metode Penelitian

Penulis akan menggunakan tiga tahapan yaitu: a) pengumpulan data, b)

analisis data, c) penyajian data.

Pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka. Hal ini adalah hal

yang paling bisa untuk dijangkau penulis karena data-data yang ada sudah cukup

untuk menganalisis karya ini. Buku-buku referensi dan buku-buku penunjang

dalam penelitian ini juga sudah ditemukan.

1.7.3 Metode Analisis Data

Dalam analisis data yang digunakan adalah analisis isi. Metode analisis isi

akan membantu memecahkan masalah yang ada dengan cara mencari pesan yang

ada di dalam karya sastra tersebut dengan landasan berpikir Pierre Bourdieu

dalam teori strukturasi kekuasaan dan kekerasan simbolik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

17

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Data yang ada akan disajikan dengan deskriptif kualitatif yaitu

mendeskripsikan analisis ke dalam kalimat-kalimat. Isi dari deskripsi ini adalah

analisis mengenai strukturasi kekasaan yang ada di dalam ketiga cerpen SCB.

Selanjutnya, akan disajikan pula kekerasan simbolik yang ada di dalam ketiga

cerpen SCB.

1.7.5 Sumber Data

Karya sastra yang menjadi objek penelitian adalah kumpulan cerpen

dengan identitas sebagi berikut:

Judul Buku : Hujan Menulis Ayam

Pengarang : Sutardji Calzoum Bachri

Tahun Terbit :2001

Penerbit : Indonesiatera

Halaman : 94

Dalam buku kumpulan cerpen tersebut hanya akan diteliti tiga cerpen,

yaitu: “Ayam,” “Suatu Malam Suatu Warung,” dan “Tahi.”

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan dilaporkan dalam bentuk yang sistematis ke dalam bab-

bab. Setiap bab memiliki peranannya masing-masing untuk menyajikakan sesuatu

yang berkaitan dengan penelitian. Pada dasarnya penelitian ini akan di bagi

menjadi tiga bagian besar, yaitu: bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

18

Pada bagian awal berisi satu bab yang di dalamnya terdapat beberapa sub

bab. Bagian awal adalah Bab I yang memberikan pendahuluan untuk penelitian

ini. Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat hasil penulisan, tinjauan pustakan, landasan teori, pendekatan dan metode

penelitian, dan sistematika penyajian.

Pada bab II berisi tentang pemahaman karya sastra dengan cara

membedah unsur karya sastra dan mendeskripsikan strukturasi kekuasaan yang

ada di dalam ketiga cerpen yang dipilih. Selanjutnya bab III berisi tentang

kekerasan simbolik yang ada di dalam karya menurut teori dari Pierre Bourdieu.

Bagian akhir berisi penutup dari penelitian ini. Penulis akan membuat

kesimpulan dari seluruh hasil analisis dalam cerpen yang sudah dipilih dari

kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam karya SCB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

19

BAB II

STRUKTURASIKEKUASAAN

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPENHUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

2.1 Pengantar

Ada pilar-pilar penting untuk membahas kekerasan simbolik menurut

perspektif Pierre Bourdieu. Dalam bab ini akan dibahas mengenai pilar-pilar

penting yang ada di dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayamkarya SCB.

Pembahasan akan mencakup permasalahan mengenai modal, kelas, habitus,

arena, kekuasaan dan kekerasan.

Pembahasan tersebut dilakukan sebagai pintu masuk dan dasar untuk

meneliti lebih jauh tentang kekerasan simbolik yang ada di dalam kumpulan

cerpen Hujan Menulis Ayamkarya SCB. Permasalahan mengenai modal, kelas,

habitus, arena, kekuasaan dan kekerasan juga mejadi cara untuk menjabarkan dan

memilah hal-hal yang ada di dalam cerpen karya SCB tersebut. Cerpen-cerpen

yang akan dianalisis yaitu cerpen “Ayam,” “Suatu Malam Suatu Warung,” dan

“Tahi.”

Pembahasan mengenai modal dilakukan terlebih dahulu karena modal

merupakan hal yang sangat vital untuk menentukan posisi kelas. Setelah itu, bila

pembagian kelas sudah terbentuk maka akan dianalisis habitus yang ada dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

20

bagaimana keberadaanya di dalam sebuah arena. Kemudian bab ini akan ditutup

dengan pembahasan mengenai kekuasaan dan kekerasan yang ada di dalam

kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam karya SCB, yaitu cerpen “Ayam,” “Suatu

Malam Suatu Warung,” dan “Tahi.”

2.2 Modal

Modal menurut perspektif Pierre Bourdieu adalah hal yang bukan saja

bersifat materi namun juga dapat berupa nonmateri. Modal menjadi dasar bagi

tiap-tiap orang untuk menentukan posisinya di dalam masyarakat. Semakin

banyak modal yang dimiliki oleh manusia maka akan semakin bagus juga

posisinya di dalam arena perjuangan.

Modal dibagi menjadi empat jenis, yaitu: modal ekonomi, modal sosial,

modal budaya, dan modal simbolik. Masing-masing modal memiliki peranannya

masing-masing di dalam sebuah arena. Dalam arena yang satu mungkin orang

akan membutuhkan modal budaya namun di dalam arena yang lain modal

ekonomi diperlukan. Posisi pelaku di dalam lingkup kelas-kelas sosial tergantung

pada kepemilikan jumlah besarnya struktur modal mereka (Haryatmoko, 2003:

12).

2.2.1 Modal Ekonomi

Modal ekonomi bukan hanya berkaitan dengan uang saja melainkan bisa

mencangkup alat-alat produksi, materi dan harta yang dengan mudah dapat

diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

21

Dalam cerpen “Ayam” ayah Sasi adalah orang yang memiliki modal

ekonomi paling banyak. Dia bisa melakukan banyak hal dengan uang yang dia

miliki. Ayah Sasi bisa membelikan Sasi sebuah boneka kelinci kepadanya.

Sasi, anakku, langsung menyambar kelinci raksasa, dan tak

nampak kecewa karena sepatu kebesaran. Sambil

menggendong kelinci ia ikut membantu ibunya

membongkar kopor (Bachri, 2001:71).

Dia juga bisa membelikan oleh-oleh berupa barang-barang serta kurma

untuk istrinya walaupun bukan merupakan barang yang mahal.

“Ah made in China,” kata istriku ketawa, “Jauh-jauh dari

Baghdad masak bawa made in China.”

“Orang Irak Cuma bikin minyak dan kurma. Yang murah-

murah buatan Cina dan Bangladesh,” aku bilang.

“Masak kau tak bisa cari barang yang khas Irak, yang tak

usah mahal-mahallah” (Bachri, 2001:71).

Kemudian hal-hal yang berkaitan dengan modal ekonomi ayah Sasi

ditunjukkan dengan membelikan Sasi dua ekor anak ayam. Hal menarik terjadi di

tengah-tengah cerita ketika ayah Sasi hendak membuang ayam ke sungai. Di sana

ayah Sasi menjumpai orang-orang yang hidupnya sangat miskin sekali bahkan

mereka hendak meminta ayam yang sudah mati tersebut untuk dimakan.

“Kasih kami saja, Pak,” ujar salah seorang di antaranya.

“Mubazir, Pak, kalau dibuang,” ujar yang lain.

“Ayamnya sudah mati,” aku bilang.

“Justru itu, Pak,” kata yang paling tua. Matanya rusak

sebelah, pernah kena penyakit agaknya.

Mereka mendekat dan ingin menggapai kantung plastik itu

(Bachri, 2001:79).

Namun, ayah sasi tidak memberikan ayam tersebut melainkan mengambil

uang seribu rupiah untuk diberikan kepada orang yang hidup di pinggiran sungai

itu karena ketika dia sempat melemparkan ayam itu ke sungai, orang-orang

tersebut melompat untuk mendapatkan bangkai ayam itu. Lantas hal itu membuat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

22

ayah Sasi marah dan memberikan uang kepada mereka. Kemudian ayam itu

dibawa pulang kembali.

Aku raba saku celana, aku keluarkan uang seribu itu. Aku

raba saku-saku, yang lain juga saku kemejaku. Aku

memang masih ingat aku bawa uang seribu. Tapi, dalam

keadaan begini aku benar-benar mengharapkan keajaiban.

Hanya seribu itulah aku serahkan kepada wanita kuyu itu.

Aku bawa bangkai ayam itu pergi(Bachri, 2001:80).

Dalam cerpen tersebut ayah Sasi memiliki modal ekonomi paling tinggi.

Dia juga bersama tetangga-tetangga komplek rumahnya yang biasa menyuruh

orang-orang untuk membantu mereka dengan memberikan upah. Sedangkan

orang-orang pinggiran sungai tersebut tidak memiliki harta apapun. Bahkan

mereka masih kebingungan untuk mencari makan sampai tubuhnya menjadi

sangat kurus.

Sampai di rumah, aku lihat pohon akasia di samping pagar

sudah habis dahan-dahannya. Tinggal batang saja yang

mencuat dengan beberapa helai daun di dahan kecil.

“Aku suruh mereka potong dahan-dahan itu, baru aku beri

ayam dan seribu perak. Soalnya kalau langsung terima

ayam dan seribu perak, tidak potong pohon, bisa kesedapan.

Jangan dinampakkan bahwa kita mudah diteror dengan

kemelaratan mereka,” ujar istriku(Bachri, 2001:80).

Sementara di dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” para

senimanlah yang mempunyai modal ekonomi paling baik daripada pemilik

warung maupun pelacur yang mereka godai. Ketiga seniman itu setidaknya

memiliki modal ekonomi yang lebih baik walaupun mereka mengukur

keberhasilannya dengan karya yang mereka miliki namun kepemilikan uang

membuat mereka masih bisa menikmati minuman dalam warung yang masih buka

sampai sangat malam dan membayari pelacur yang duduk-duduk di sana.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

23

Ketika para seniman tersebut terlibat di dalam sebuah obrolan, mereka

sampai kepada obrolan bahwa salah satu dari penyair tersebut tidak takut sipilis.

Hal itu membuat mereka menantang temanya tersebut. Keberaniannya dibuktikan

dengan mencengkeram pangkal paha pelacur itu. Kepemilikan uang membuat

seniman itu berani berbuat semaunya.

“Tidak, aku tidak takut sipilis. Aku tidak takut gonorrheoa,”

kata Nahar. Dia mencengkam cepat-cepat pada antara dua

pangkal paha pelacur tua itu. Pelacur itu menjerit, “Au,”

kemudia ketawa kecil,”Ha...ha...” (Bachri, 2001:21).

Kemudian cerita dilanjutkan dengan masalah uang lagi. Kalimat bayarkan

muncul berkali-kali. Hal itu menunjukkan modal ekonomi para seniman tersebut

jauh dibandingkan pelacur tua itu.

“Aku tak takut sipilis,” kata Nahar, “Kau bayarkan aku,

Man. Biar aku main dengannya.”

“Aku tak sipilis,” kata pelacur tua itu (Bachri, 2001:22).

“Bayarkan dia, Man,” kata Amir, biar dia rasa sipilis itu

apa.”

“Aku tak sipilis!” pelacur itu marah dan marahnya datang

sendirian (Bachri, 2001:22).

“Aku tak peduli kau sipilis atau tidak. Aku berani main

dengan kau. Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Aku memang tak sipilis,” kata si pelacur itu lagi (Bachri,

2001:22).

“Aku tak peduli kau sipilis atau tidak. Aku berani main

dengan kau. Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Aku memang tak sipilis,” kata si pelacur itu lagi (Bachri,

2001:22).

“Aku tak sipilis. Aku tak gonorwa. Aku tak pernah sakit,”

dia menjerit kuat-kuat agar air di matanya ta kelihatan.

“Ayolah main, katanya pada Nahar.

“Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Tak usah bayar,” kata pelacur itu, “Aku tak sakit” (Bachri,

2001:24).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

24

Walaupun setelah itu mereka tidak melakukan apapun namun hal itu

membuat pelacur itu marah dan pergi. Mereka kemudian membayarkan makanan

yang sudah pelacur tua itu nikmati walau mereka tidak menikmati pelacur itu.

Modal ekonomi yang tidak terlalu kuat juga membuat pemilik warung tidak bisa

berbuat apa-apa. Dia hanya diam melihat pelacur tua itu menjadi ejekan para

seniman tersebut. Setidaknya ejekan itu tidak menimpanya karena pelacur tua

itulah yang memiliki modal ekonomi paling jelek di dalam cerpen tersebut.

Selanjutnya di dalam cerpen “Tahi,” hanya ada dua tokoh yang terlibat di

dalam jalannya cerita. Ada tokoh yang memiliki modal paling baik dan yang

satunya lagi tidak memilikinya, bahkan hanya untuk makan harus meminta kepada

tokoh yang memiliki modal ekonomi yang lebih baik tersebut. Walaupun tokoh

yang lebih baik di dalam cerita ini juga harus menghutang untuk menghidupi

dirinya. Masalah uang kembali menjadi hal yang ditonjolkan di dalam cerita ini.

Aku sampai di tengah kota dan matahari tepat di atasnya.

Orang ramai di trotoar, lalu dan lewat. Dia menyapaku kuat-

kuat karena suara orang banyak di sekitar.

“Hei, ke mana kau?” katanya.

“Ke mana, kau?” kataku. “Aku cari-cari rejeki,” kataku

pula.

“Aku mau ke rumah kau. Rejeki apa?” katanya.

“Cari-cari kawan yang bisa dipinjami uangnya”(Bachri,

2001:30).

Kepemilikan uang membuatnya masih bisa makan sedangkan orang yang

ditemui di trotoar itu yang tentunya sudah akrab dengan belas kasihannya

membuatnya peduli untuk memberi makan.

“Aku lapar, sudah empat hari tidak makan,” katanya.

“Ada nasi di rumahku,” kataku.

“Ada?”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

25

“Ada! Di dapur, dalam rantang ditutup koran.”

Dia mengulurkan tangannya yang kering kurus coklat

berdaki. Jari-jarinya cepat menangkap kunci yang

kuberikan. Dia pergi. Aku pergi. Kami berpisah (Bachri,

2001:31).

Orang yang kelaparan tersebut akhirnya memakan tahi yang dirasanya

seperti nasi goreng yang sudah basi. Mungkin tokoh tersebut sudah terbiasa

dengan nasi yang sudah basi. Hal-hal itu hanya dekat dengan orang yang memiliki

modal ekonomi yang buruk di dalam masyarakat.

Di akhir cerita, orang yang memakan tahi di dalam rantang berkarat

tersebut diberi rokok dan uang oleh tokoh yang memiliki modal ekonomi lebih

baik walaupun uang itu hanya cukup untuk digunakan membeli kopi.

Kuberikan rokok. Seorang sahabat telah memakan

serantang penuh tahiku. Aku akan memberikan segalanya

pada sahabatku.

Dua batang rokok sudah habis diisapnya, dan pada batang

rokok yang ketiga dia mau pulang.

“Kau mau?” kataku. Kugenggamkan semua uangku

padanya.

“Jangan semua,” katanya, “Beri aku hanya untuk kopi saja.”

(Bachri, 2001:33).

Kemudian tokoh yang memiliki modal ekonomi paling baik di dalam

cerita itu masih bisa mengatakan bahwa besok dia akan mendapat uang dari Syam

, salah seorang temannya meskipun itu adalah hal yang bohong. Sedangkan tokoh

yang baru saja memakan tahi dalam rantang tersebut dengan bercanda ingin

meminta uang kepadanya pada besok hari.

Ambilah semuanya,” kataku.

“Ah, jangan. Kau nanti bagaimana?” katanya.

“Besok pagi-pagi Syam datang kemari. Dia janjikan uang

untukku,” kataku, berbohong.

“Kalu begitu, besok saja aku minta lagi uangmu,” katanya,

ketawa. Dia tahu aku bohong.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

26

Dia memasukkan ke sakunya uang yang dikiranya cukup

untuk kopi. Dia pergi (Bachri, 2001:33).

Dari ketiga cerpen tersebut terlihat bagaimana modal ekonomi tiap-tiap

orang atau kelompok masyarakat sangat beragam. Cerpen-cerpen tersebut lebih

menonjolkan modal ekonomi dalam bentuk uang. Bagaimana digambarkan

dengan uang orang bisa membeli dan membayar, bahkan memberi. Sedangkan

tokoh yang memiliki modal ekonomi kurang bagus hanya bisa menerima.

2.2.2 Modal Sosial

Modal sosial bisa berupa keluarga, suku, dan sekolah. Termasuk di

dalamnya ialah hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-hubungan yang

merupakan sumber daya yang berguna di dalam penentuan dan reproduksi

kedudukan sosial (Haryatmoko, 2003:12).

Dalam cerpen SCB yang berjudul “Ayam,” terlihat mencolok dalam

beberapa tokoh yang mempunyai modal sosial yang bagus di dalam masyarakat,

terutama ayah Sasi. Ayah Sasi adalah seorang seniman dari sebuah keluarga yang

tidak berkekurangan dan memiliki hubungan yang baik dengan tetangga. Kejadian

itu nampak ketika tetangganya menawarkan kandang untuk ayam yang ingin

dimiliki Sasi.

“Ah, janji anak-anak lima tahun, tahu sendirilah, jadi aku

tetap bertahan,” kata istriku. “Celakanya, ibu tina lewat.

Mendengar alasanku padda Sasi, kita tak punya kandang

untuk ayam, lantas saja ibu Tina bilang, ia punya sangkar

burung yang tak dipakai, ambil sajalah untuk Sasi, katanya

(Bachri, 2001:73).

Selain itu ayah Sasi juga orang yang berpendidikan. Hal itu dibuktikan

dengan beberapa hal yang ada di dalam cerpen tersebut. Salah satu hal itu ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

27

dia bisa sampai keluar negeri sebagi seorang penyair. Di sana dia bisa melihat

teater pula bersama temannya, Taufiq Ismail.

Maksudku, sambil duduk-duduk di bawah pohon kurma,

menunggu teman-teman yang sedang asik menonton

pembacaan sajak di teater arena Babylon, aku pungut buah

kurma yang terus berjatuhan di bawah matahari yang tak

terlalu panas. Aku pikir, bijinya nanti bisa ditanam untuk

kenang-kenangan. Malam harinya, di lobi hotel, kawanku

penyair Taufiq Ismail bilang, daerah yang kami kunjungi itu

dulunya kawasan Nabi Sulaiman (Bachri, 2001:72).

Ayah Sasi juga memiliki teman-teman yang bekerja di sebuah kantor di

dekat Taman Ismail Marzuki. Teman-temannya tersebut adalah orang-orang

bekerja di di dalam bidang periklanan. Ada pula seniman-seniman. Orang-orang

menghargainya.

Beberapa sahabatku, para seniman, sastrawan, penyair

mendirikan usaha yang mereka namakan “multi-media

advertising” di sini (Bachri, 2001:82).

Sementara di dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” juga tidak jauh

berbeda dengan yang ada di dalam cerpen “Ayam.” Di sana ada sekelompok

penyair yang memiliki modal sosial lebih tinggi ketimbang pelacur maupun

pemilik warung.

Penyair-penyair itu jelas memiliki kedudukan sosial yang tinggi karena

pendidikan mereka. Sedangkan pemilik warung itu terlihat tidak memiliki

kedudukan sosial yang juga tinggi walaupun dia memiliki warung. Pemilik

warung itu harus berjaga sampai larut malam dan warungnya adalah tempat

tongkrongan pelacur tua.

Tiga orang lelaki muda dan seorang pelacur tua duduk di

depan meja sebuah warung. Warung itu muram karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

28

lampunya muram dan sumbunya kecil pula di pasang.

Sedang malam sudah larut dan bulan di luar sebelah saja

sudah kelihatan (Bachri, 2001:19).

Penyair-penyair itu bercanda layaknya sebuah keluarga yang saling

memahami dan saling membantu. Pergaulan mereka tampak terasa dan

menunjukkan kedudukan sosal mereka memang lebih tinggi dibandingkan tokoh

lainnya yang ada di dalam cerita tersebut. Ketika pelacur tua itu sedang dalam

masalah ketika dituduh menderita sipilis, dia hanya bisa menangis dan pergi. Dia

tidak punya kekuatan karena kelas sosialnya memang tidak memungkinkan untuk

melakukan perlawanan.

“Aku tak sakit tak sakit tak sakit!” Pelacur itu menangis dan

tomat yang mau busuk itu pecah sekarang. Dia keluar

berlari ke jalan sambil memaki-maki dalam malam yang

muram (Bachri, 2001:24).

Selanjutnya di dalam cerpen “Tahi,” perbedaan modal sosial ditunjukkan

dalam lingkungan pergaulan yang berbeda. Lingkungan pergaulan itu membentuk

setiap tindakan tokoh. Salah satu tokoh yang memiliki modal sosial yang tinggi

masih bisa mendapatkan uang dari sahabat-sahabat yang berada dalam posisi yang

baik dalam masyarakat. Sedangkan tokoh yang lainnya yang memiliki modal

sosial kurang baik hanya bisa meminta pertolongan dan membutuhkan uluran

tangan atau bantuan.

Ambilah semuanya,” kataku.

“Ah, jangan. Kau nanti bagaimana?” katanya.

“Besok pagi-pagi Syam datang kemari. Dia janjikan uang

untukku,” kataku, berbohong.

“Kalu begitu, besok saja aku minta lagi uangmu,” katanya,

ketawa. Dia tahu aku bohong.

Dia memasukkan ke sakunya uang yang dikiranya cukup

untuk kopi. Dia pergi (Bachri, 2001:33).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

29

Dalam ketiga cerpen di atas sebenarnya keberadaan modal sosial tidak

ditunjukkan secara eksplisit. Bagaimana keluarga, suku, atau sekolah mereka.

Akan tetapi posisi mereka dalam masyarakat menunjukkan bahwa ada orang-

orang atau kelompok yang memiliki modal sosial paling baik di dalam

masyarakat. Hampir semuanya ditunjukkan dengan adanya pendidikan yang lebih

baik ketimbang tokoh yang memiliki modal sosial kurang baik. Selain itu juga

ditunjukkan perbedaan posisi mereka dengan relasi yang mereka dalam

lingkungan sosial.

2.2.3 Modal Budaya

Modal budaya meliputi cara orang dalam bertindak, bersikap, dan

berpenampilan dalam masyarakat. Termasuk modal budaya yaitu ijazah,

pengetahuan yang sudah diperoleh, kode-kode budaya, cara berbicara,

kemampuan menulis, cara pembawaan, sopan santun, cara bergaul, dan

sebagainya yang berperan di dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-

kedudukan sosial.

Dalam cerpen SCB yang berjudul “Ayam,” modal budaya tiap tokoh

terlihat sangat berbeda. Hal itu menunjukkan bagaimana sebenarnya posisi

mereka di dalam masyarakat berbanding dengan modal budaya yang mereka

miliki masing-masing dan mereka hidupi.

Ayah Sasi adalah tokoh yang memiliki pengetahuan yang luas. Dia bisa

paham tentang sejarah. Dia mengerti tentang produk-produk yang berkualitas.

“Orang Irak Cuma bisa bikin minyak dan kurma. Yang

murah-murah buatan Cina dan Bangladesh,” aku bilang.

“Masak kau tak bisa cari barang yang khas Irak, yang tak

usah mahal-mahallah (Bachri, 2001:71).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

30

Jelas, dong, itu kan kurma Nabi Sulaiman,” jawabku.

“Lima ribu tahun yang lalu, kata Taufiq, Nabi Sulaiman

sering gentayangan di tempat kurma ini ditanam, jadi aku

kira tentulah nenek moyang kurma ini pernah memberi

makan Nabi Sulaiman,” aku bilang (Bachri, 2001:72).

Dia juga memiliki cara bergaul yang sangat kelas. Dia bisa menonton

pembacaan sajak dengan teman-temannya di teater arena Babylon.

Maksudku, sambil duduk-duduk di bawah pohon kurma,

menunggu teman-teman yang sedang asik menonton

pembacaan sajak di teater arena Babylon, aku pungut buah

kurma yang terus berjatuhan di bawah matahari yang tidak

terlalu panas (Bachri, 2001:72).

Sikapnya juga menunjukan bahwa dia memiliki modal budaya yang baik,

ditunjukkan dengan pola perilakunya dalam menghadapi situasi.

Bangun dinihari, mulai satu jam dari yang dianjurkan guru

spiritualku. “Life begins at two o’clock in the morning,”

kata guru yang memang bahasa Inggris. “Boleh nggak aku

tawar, “aku bilang. Dia tersenyum, aku ketawa. Lantas

mulailah aku membiasakan diri bangun jam tiga pagi,

duduk menghadap meja, dan menghujani kompleks dengan

bunyi mesin ketikku. Kalau kadang tak ada yang bisa

diketik, aku membaca. Jika tak ada yang bisa aku baca, aku

menyanyi-nyanyi atau bersiul-siul sampai pagi (Bachri,

2001:75).

Sudah menjadi kebiasaanku, sebelum pergi ke luar rumah,

duduk-dudk santai dahulu di depan rumah, membaca koran

ata majalah (Bachri, 2001:77).

Bahkan ketika menuju tempat teman-temannya di daerah Taman Ismail

Marzuki, dia sempat membaca majalah di dalam bus.

Sambil menyandang tas aku pun keluar rumah. Setelah

akhirnya dapat tempat duduk di dalam bus, aku ambil

majalahdan mulai membaca di samping seorang mahasiswi

yang sedang asik mengisi teka-teki silang (Bachri,

2001:81).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

31

Ayah Sasi menunjukkan bagaimana dia bersikap terhadap orang lain

dengan beberapa kejadian. Dia nampak seperti orang yang memiliki perilaku

budaya yang sangat baik dalam masyarakat. Pertama, saat dia hendak ingin

membunuh ayam milik Sasi yang sering berak dan merepotkan dirinya karena

harus membersihkan kotorannya namun di sisi lain dia juga mash mengobatinya

ketika ayam itu sakit.

Setiap pagi setelah mengetik, kedua anak ayam mulai

berciap-ciap menggantikan bunyi mesin ketikku. Sambil

memberikan makanan dan menuangkan air di tempat

minumannya, aku berharap kedua binatang ini cepat saja

mati. Tentu aku bisa memencet dengan kedua jariku dan

matilah. Tapi, cara begitu tidak begitu cocok dengan

perangaiku (Bachri, 2001:73).

Kedua ayam itu telah besar dan sudah saatnya untuk

dipotong. Tapi, tak ada niatku untuk memotong.

Memelihara ayam potong untuk tidak dipotong memang

kurang masuk akal. Namun begitulah, ketika seekor ayam

itu sakit, aku mencoba menyembuhkannya. Aku masukkan

kapsul ampiclox 500 miligram sisa-sisa waktu aku sakit

dahulu(Bachri, 2001:78).

Kedua, ketika dia hendak membuang ayam ke sungai dan berhadapan

dengan orang-orang misin yang hidup di pinggir sungai.

Aku ingin memakinya. Tetapi kainnya yang kuyup gemetar,

kutangnya yang keriput dan basah, matanya yang kosong

menatap, menyumpal mulutku. Aku raba saku celana, aku

keluarkan uang seribu itu. Aku raba saku-saku yang lain

juga saku kemejaku. Aku memang ingat aku bawa uang

seribu itu. Tapi, dalam keadaan seperti ini aku benar-benar

mengharapkan keajaiban. Hanya seribu itulah yang aku

serahkan kepada wanita kuyu itu (Bachri, 2001:80).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

32

Ketiga, ketika dia merasa bersalah membuang bangkai ayam itu di temat

sampah kantor sahabatnya sehingga ayam itu diambil oleh pembantu di dalam

kantor itu untuk dikonsumsinya.

“Pemalu juga rupanya Pak Abdul itu. Dia malu-malu kalau-

kalau kita tak mau terima. Jadi berlagak nyentrik dan pura-

pura pikun, dia taruh saja di keranjang sampah.” “Ah, bukan

pemalu. Bijak kok. Coba kalau di rumah langsung

nyodorkan ayam mati kepada kita, tentu dia takut kalau-

kalau kita tersnggung. Omong-omong enak juga ya. Masih

ada nggak sisanya?” “kan sudah aku bawa pulang.”

Tiba-tiba kencingku terhenti. Aku sentakkan pint toilet

pergi ke Abdul, ingin membisikkan maafku dan

menceritakan segalanya (Bachri, 2001:84).

Sedangkan tokoh-tokoh lain seperti orang-orang yang hidup dipinggiran

sungai itu memiliki modal budaya yang kurang baik di dalam tatanan masyarakat.

Terlihat dari bagaimana mereka bersikap dan berpakaian.

Dari semak-semak di seberang muncul tubuh wanita

kerempeng dengan kutang yang kumal. Ia menatap ke

arahku dan remang-remang kelihatan nasib membikin dia

lebih tua daripada usianya. Pastilah istri salah satu orang-

orang ini, pikirku (Bachri, 2001:80).

Ia baru saja menaiki tebing sungai. Erat-erat dipelukknya

kantung plastik itu. Aku rampas saja. Ia tak mengiba. Tak

meronta. Tak menangis Cuma terperangah. Agaknya ia tak

menyangka ada orang yang begitu hebat membela bangkai

ayam (Bachri, 2001:80).

Ada juga ibu-ibu pegawai yang biasanya membuat kopi untuk para

karyawan. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang terlihat tidak memiliki

modal budaya yang baik. Tindakan itu seperti memungut ayam yang sudah

meninggal dari dalam sampah untuk dijadikan lauk makan.

“Pemalu juga rupanya Pak Abdul itu. Dia malu-malu kalau-

kalau kita tak mau terima. Jadi berlagak nyentrik dan pura-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

33

pura pikun, dia taruh saja di keranjang sampah.” “Ah, bukan

pemalu. Bijak kok. Coba kalau di rumah langsung

nyodorkan ayam mati kepada kita, tentu dia takut kalau-

kalau kita tersnggung. Omong-omong enak juga ya. Masih

ada nggak sisanya?” “kan sudah aku bawa pulang.”

Tiba-tiba kencingku terhenti. Aku sentakkan pint toilet

pergi ke Abdul, ingin membisikkan maafku dan

menceritakan segalanya (Bachri, 2001:84).

Selanjutnya di dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” juga

ditunjukkan dengan jelas bagaimana modal budaya dari masing-masing tokoh.

Hal-hal itu sangat tampak terlihat dari bagaimana mereka berpenampilan,

bersikap, dan bertutur kata. Tokoh-tokoh yang memiliki modal budaya paling

tinggi di dalam cerita tersebut adalah para penyair, yaitu: Rahman, Amir, dan

Nahar. Sedangkan pemilik warung dan pelacur tidak memiliki modal sebaik para

penyair tersebut.

Ketiga lelaki itu bajunya lusuh, dan malam dan warung

yang muram membikin lusuh bajunya bertambah kumal

kelihatan. Seorang dari mereka, yang bersampingan dengan

pelacur tua, memakai topi. Topi itu disediakan untuk

mentari siang tadi, tapi bila malam tiba dibiarkannya saja di

sana, di atas kepalanya, di bawah bulan dan pada malam

yang dingin datangnya. Debu jalanan menutupi jaket tipis

dari yang seorang lagi. Debu itu tebalnya karena debu jalan

sepanjang siang. Tapi, biru baru jaket itu masih dapat

kelihatan. Sedang yang satu lagi belum bercukur. Bulu-bulu

banyak di mukanya membikin dia yang paling kumal di

antara mereka (Bachri, 2001:19).

Pelacur tua itu terlihat sudah tidak memiliki tampilan yang memadai untuk

menjadi pelacur yang bisa mendapatkan banyak keuntungan. Hal itu terlihat dari

perwakannya yang digambarkan di dalam cerpen tersebut.

Dia memandang Amir. Dia memandang Rahman. Dia

memandang keduanya dengan garang. Amir diam. Rahman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

34

tetap diam dan sesuatu yang kosong dalam dadanya makin

besar rasa kosongnya. Dan dia diam-diam memandang mata

pelacur tua itu yang jadi bertambah merah dalam marahnya.

Pipi yang dibedaki merah jadi seperti tomat yang mau

busuk kelihatan. Bibir keriput agak segar kena air liur dan

teriakkan. Urat lehernya membuat cekung yang panjang

dalam dongakan menantang. Pelacur tua itu memandang

yang punya warung. (Bachri, 2001:23)

Hal itu menunjukkan sebenarnya bagaimana pelacur tua itu menutupi

penampilannya. Dia merasa harus berjuang bagaimana sebisa mungkin untuk

menjadi lebih cantik agar sanggup memikat orang-orang. Sedangkan pemilik

warung tidak digambarkan dengan jelas namun pembawaannya saat menjaga

hingga laruh malam sampai-sampai dan harus menahan kantuknya berkali-kali

menunjukkan bagaimana perjuangannya untuk sampai pada posisi yang lebih

baik.

Yang punya warung, perempuan tua yang lebih tua lagi

karena beban kantuknya mulai memperhatikan mereka.

Diusapnya bibirnya dengan telapak tangan, dia mengusir

kantuknya di sana. Dan matanya berusaha memadatkan

pandangan pada mereka (Bachri, 2001:22).

Tapi, kosong itu tetap makin besar rasa kosongnya,

menangkup segala yang tinggal dari pelacur tua itu, tempat

duduknya, gelas yang kosong, sisa kue, dan sisa-sisa

makian yang masih dapat kedengaran ditinggalkannya di

ujung jalan. Rahman memandang yang punya warung.

Yang punya warung telah dari tadi kembali menunduk

dalam kantuknya (Bachri, 2001:25).

Hal-hal lain yang menunjukkan modal budaya yang berbeda adalah dari

cara tokoh-tokoh tersebut dalam bertutur kata ataupun bersikap. Terlihat ketiga

penyair tersebut sangat santai dalam melontarkan kalimat-kalimat yang

sebenarnya sulit untuk diterima oleh kelompok yang lainnya. Namun, balutan

candaan membuat semuanya seperti biasa saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

35

“Coba kaubayangkan bila kita yang begini muda kehabisan

daya cipta,” kata Nahar, “Aku benar-benar takut.”

“Hm,” kata rahman.

“Aku tak takut hutang. Aku tak takut sipilis. Aku tak takut

gonorrheoa. Aku takut Tuhan menghilangkan daya

kreatifku,” kata Nahar.

“Aku takut Tuhan. Aku juga takut sipilis dan gonorrheoa,”

kata Nahar.

“Lagipula, kalau kau sipilis atau gonorrheoa, kau tak bisa

menulis,” kata Amir.

“Tidak, aku tak takut sipilis, Aku tak takut gonorrheoa,”

kata Nahar. Dia mencengkam cepat-cepat pada antara dua

pangkal paha pelacur tua itu. Pelacur itu menjerit, “Au,”

kemudia tertawa kecil, “Ha...ha...” (Bachri, 2001:21).

Sedangkan pemilik warung lebih memilih menjadi sosok yang

mendengarkan. Sekali-kali berbicara untuk menempatkan posisinya di pihak yang

lebih kuat. Dalam hal ini berada di dalam pihak para penyair tersebut.

Pelacur tua itu memandang yang punya warung, minta

diiyakan. Yang punya warung diam. Dia sering mendengar

pertengkaran di warungnya dan biasanya dia diam saja.

Karena setiap pertengkaran selalu asalnya sama saja,

mempertahankan kepura-puraan. Tetapi, lelaki itu memang

ada benarnya, pikirnya (Bachri, 2001:21).

Nasib lain harus diterima pelacur tua itu. Modal budaya yang dia miliki

dalam kehidupan bermasyarakat membuatnya berada di posisi yang kurang bagus

sehingga tampak tidak memiliki kekuatan karena tidak adanya modal kuat untuk

melakukannya. Hal yang bisa dilakukannya hanya menerima atau bila marah pun

itu lebih kepada dia tidak percaya akan hal-hal yang harus dia terima.

Memang sudah lama kelihatan orang tak mengambilnya

lagi. Orang hanya memegang-megang dadanya, memegang-

megang pahanya, memegang-megang pantatnya saja di sini.

Dan lelaki yang memegang membayarkan kopi dan kue-kue

ang dimakannya. Memang tak pernah kelihatan lagi dia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

36

pergi dengan lelaki yang memeganginya, pikirnya (Bachri,

2001-23).

Bahkan kemarahannya pun harus terjadi ketika hinaan itu datang lebih dari

tiga kali. Kata-kata pasrahnya juga menunjukkan sikapnya yang lemah

dibandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya.

“Aku tak takut sipilis,” kata Nahar, “Kau bayarkan aku,

Man. Biar aku main dengannya.”

“Aku tak sipilis,” kata pelacur tua itu (Bachri, 2001:22).

“Bayarkan dia, Man,” kata Amir, biar dia rasa sipilis itu

apa.”

“Aku tak sipilis!” pelacur itu marah dan marahnya datang

sendirian (Bachri, 2001:22).

“Aku tak peduli kau sipilis atau tidak. Aku berani main

dengan kau. Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Aku memang tak sipilis,” kata si pelacur itu lagi (Bachri,

2001:22).

“Aku tak peduli kau sipilis atau tidak. Aku berani main

dengan kau. Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Aku memang tak sipilis,” kata si pelacur itu lagi. (Bachri,

2001:22)

“Aku tak sipilis. Aku tak gonorwa. Aku tak pernah sakit,”

dia menjerit kuat-kuat agar air di matanya ta kelihatan.

“Ayolah main, katanya pada Nahar.

“Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Tak usah bayar,” kata pelacur itu, “Aku tak sakit.” (Bachri,

2001:24)

“Aku tak sakit tak sakit tak sakit!” Pelacur itu menangis dan

tomat yang mau busuk itu pecah sekarang. Dia keluar

berlari ke jalan sambil memaki-maki dalam malam yang

muram (Bachri, 2001:24).

Selanjutnya dalam cerpen “Tahi,” ada dua tokoh yang memiliki

pembawaan dan sikap yang berbeda. Hal itu sekaligus juga menunjukkan modal

budaya yang masing-masing mereka miliki. Tokoh yang memiliki modal budaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

37

lebih tinggi memiliki sikap yang lebih santai dan menjalani hidupnya dengan

lepas bebas walaupun hal itu juga disaingi oleh tokoh yang modal budayanya

lebih rendah. Akan tetapi ketergantungan tokoh dengan modal budaya yang lebih

rendah kepada tokoh yang lainnya menunjukkan perbedaan modal budaya di sana.

“Aku lapar, sudah empat hari tidak makan,” katanya.

“Ada nasi di rumah,” kataku.

“Ada?”

“Ada! Di dapur, dalam rantang ditutup koran.”

Dia mengulurkan tangannya yang kering kurus coklat

berdaki. Jari-jarinya cepat menangkap kunci yang

kuberikan. Dia pergi. Aku pergi. Kami berpisah. (Bachri,

2001:31).

Bahkan tokoh dengan modal budaya yang lebih rendah tersebut tidak bisa

membedakan tahi dan nasi goreng.

“Tahi itu!”

“Apa?” katanya.

“Tahi. Yang kaumakan itu tahi!”

“Ya,benar. Nasi gorengmu sekarang sudah jadi tahi,”

katanya, ketawa-tawa sambil mengetuk-ngetuk perutnya.

Ketukan itu padat kedengaran. Dan tanganku makin kuat

getarannya (Bachri, 2001:32).

Belum cukup sampai di situ. Dia juga meminta rokok. Sikap meminta

hanya ada di dalam kelompok yang tidak memiliki modal budaya yang lebih

rendah karena bila yang memiliki modal lebih tinggi tidak memberi maka tidak

akan didapat hal yang diharapkan dari orang yang meminta tersebut.

“Kau yang gila,” bentakku.

“Kau tak gila?” katanya.

“Aku tak gila,” kataku.

“Kau tak gila! Aku tak gila. Aku tak lapar. Makanlah nasi

itu. Aku masih kenyang,” katanya agak berteriak. “Kau ada

rokok?” katanya melanjutkan. (Bachri, 2001:33).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

38

Walaupun kemudian perasaan bersalah muncul lagi di dalam cerpen ini

karena merasa telah membuat sahabatnya memakan tahi yang ditaruh di dalam

rantang. Bercaandaan kembali menjadi hal yang membuat dia lupa bahwa

kelaparan menjadikan sahabatnya tidak mengerti bahwa tahi telah dimakannya.

Soalnya itu tahi. Ah tahi! Ah tabahnya dia! Empat hari tak

makan masih ada kuatnya berjalan di bawah pekat matahari.

(Bachri, 2001:34).

Dalam ketiga cerpen SCB yang berjudul, “Ayam,” “Suatu Malam Suatu

Warung,” dan “Tahi,” ditunjukkan bagaimana perbedaan modal budaya yang tiap-

tiap tokoh miliki. Hal itu membuat cara bersikap dan berpenampilan dari masing-

masing tokoh sangat berbeda.

Hal-hal yang menonjol ditunjukkan dengan cara tokoh bersikap dalam

menghadapi situasi. Tokoh yang memiliki modal budaya lebih baik merasa

bersalah walaupun dia tidak sadar bahwa hal itu juga terjadi akibat dirinya. Segala

kebaikan yang telah dilakukannya seperti sudah menjadi hal yang cukup atas

perbuatan yang sudah dilakukannya.

Uniknya di dalam ketiga cerpen tersebut, para tokoh yang memiliki modal

budaya lebih tinggi masih peduli dengan tokoh yang tidak memiliki modal budaya

cukup baik. Sikap-sikap tersebut sangat menunjukkan bagaimana kelompok

dengan modal budaya lebih kuat bisa menentukan nasib kelompok-kelompok

dengan modal budaya yang kurang baik. Kelompok tersebut memegang peranan.

Tindakan mereka sangat menetukan kelompok-kelompok yang lainnya. Bahkan,

kelompok-kelompok lain merasa mendapatkan kebaikan dari mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

39

2.2.4 Modal Simbolik

Modal simbolik bisa berupa kantor yang luas di daerah mahal, mobil

dengan sopirnya, namun bisa juga petunjuk-petunjuk yang tidak mencolok mata

yang menunjukkan status tinggi pemiliknya: misalnya gelar pendidikan yang

dicantumkan di kartu nama, cara bagaimana membuat tamu menanti, cara

mengafirmasi otoritasnya (Haryatmoko, 2003:12).

Modal simbolik juga merupakan sesuatu yang dikenali dan diakui secara

natural, seperti; tempat tinggal, hobi, tempat makan, dan sebagainya (Martono,

2013:33).

Dalam cerpen “Ayam” ditunjukkan dengan keluarga seorang penyair. Dia

memiliki istri, anak, dan tempat tinggal yang layak.

Turun dari taksi, di halaman rumah di balik pohon jambu

kerdil, di tanah sempit penuh dengan pepohonan perdu,

sudah menunggu dua ekor anak ayam dalam sangkar burung

(Bachri, 2001:71).

Selanjutnya simbol lain ditunjukkan dengan sahabat-sahabat dari penyair

tersebut. Dia punya sahabat-sahabat yang melambangkan ada dalam kelompok

sosial yang tinggi dalam masyarakat. Ditunjukkan pula bagaimana hobinya di

dalam cerpen tersebut.

Maksudku, sambil duduk-duduk di bawah pohon kurma,

menunggu teman-teman yang sedang asik menonton

pembacaan sajak di teater arena Babylon, aku pungut buah

kurma yang terus berjatuhan di bawah matahari yang tak

terlalu panas (Bachri, 2001:72).

Aku tinggalkan kantor sepi itu dan aku pergi membeli film

ke Jalan Sabang (Bachri, 2001:83).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

40

Selain itu dia juga mempunyai teman seorang penyair yang terkenal yaitu

Taufiq Ismail. Dia juga mempunya teman seorang bos di dalam sebuah kantor.

Terlihat dari panggilan akrab dari teman, bukan atasan.

Malam harinya di lobi hotel, kawanku penyair Taufiq Ismail

bilang, daerah yang kami kunjungi itu dulunya kawasan

Nabi Suaiman (Bachri, 2001:72).

Tiba-tiba kencingku terhenti. Aku sentakkan pintu toilet

pergi ke Abdul, ingin membisikkan maafku dan

menceritakan segalanya. Aku bawa dia ke sudut ruangan

agak jauh dari teman-teman yang sibuk ngobrol. Lantar aku

paparkan kisah ini (Bachri, 2001:84).

Kawan-kawannya juga orang yang bukan sembarangan dalam memilih

makan. Mereka bahkan mereka membutuhkan makanan khusus di kala kantor

sedang mempunyai banyak pesanan.

Tiga hari tiga malam repot terus di kantor. Semua jadi

sibuk. Juga ibu pembikin kopi. Kalau sudah sibuk begitu ia

tidak hanya berfungsi sekadar memasak air dan membikin

kopi tetapi juga harus memasak menu khusus atau jamu.

Maklumlah sahabat-sahabatku para bos ini banyak

pantangan makanannya, tak bisa begitu saja pesan makanan

di restoran Padang atau semacamnya (Bachri, 2001:83).

Kemudian ibu-ibu yang memesak di kantor tersebut memang tidak

disebutkan bagaimana rumahnya maupun hobinya. Namun setidaknya mereka

bekerja dan memiliki penghasilan untuk mencukupi hidupnya. Hal itu

melambangkan kelas mereka masih lebih baik dibanding orang-orang yang tinggal

di pinggir sungai.

Orang-orang tersebut jelas secara simbolis nampak bahwa mereka berada

dalam kelas yang tidak beruntung. Mulai dari tempat tinggal, bahkan hingga

selera makan. Ditunjukkan pula bagaimana bentuk tubuhnya dan penampilannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

41

yang melambangkan kemiskinan yang mereka hadapi. Orang-orang tersebut tidak

keluar dari balik pagar sebuah rumah namun dari semak-semak pinggir sungai.

Sampai dekat mulut jembatan, aku berpikir sekilas

bagaimana baiknya aku melempar kantung plastik itu agar

jangan tersangkut di semak-semak yang tumbuh di tikungan

sungai. Tiba-tiba, orang-orang hitam di seberang bergegas

menyeberangi jembatan. Sambil menatap kantung plastikku

mereka bilang, “Jangan dibuang, Pak.” (Bachri, 2001:79)

Sedangkan di dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” modal

simbolik ditunjukkan oleh ketiga tokoh yang memiliki modal berbeda-beda.

Tokoh tersebut adalah tiga orang penyair muda, pemilik warung, dan pelacur tua.

Secara simbolik ditunjukkan bahwa penyair tersebut memiliki kekuatan untuk

bisa makan dengan uang sendiri sedangkan pelacur tua harus menjual dirinya.

Bahkan itu hanya cukup untuk membeli kue dan minum.

Memang sudah lama kelihatan orang tak mengambilnya

lagi. Orang hanya memegang-megang dadanya, memegang-

megang pahanya, memegang-megang pantatnya saja di sini.

Dan lelaki yang memegang membayarkan kopi dan kue-kue

yang dimakannya (Bachri, 2001:23)

.

Simbol-simbol lain ditunjukkan dengan keseharian yang mereka geluti.

Penyair itu masih bisa berimajinasi tentang kehidupannya di dalam dunia

kepenyairan, wanita pemilik warung bisa juga mengharapkan banyak uang dari

pembeli walaupun harus menahan kantuknya, tetapi pelacur tua itu harus

menerima dirinya menerima upah berupa minuman dan makanan.

“Tahun ini sedikit sekali aku mencipta. Aku kurang kreatif,”

katanya dan dia terus merenung-renung ke kalender itu,

“Aku takut.”

“Hm?” kata yang tadi bilang hm. Sedang yang satu lagi

masih menghirup kopinya.

“Aku takut daya kreatifku menyusut terus. Kau tau aku

hanya dapat membuat tiga cerpen dan delapan sajak saja

tahun ini. Sedang novelku itu majunya seperti siput.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

42

“Samalah aku,”kata yang tadi bilang hm, “Cuma enam saja.

Kau masih mendingan, Har.”

Yang tadi menghirup kopi meletakkan gelasnya ke meja.

“Aku dua puluh empat sekarang,” kata Nahar,

“Mengerikan bila orang seumurku telah melewati puncak

kreativitasnya yang Cuma belasan cerpen dan sajak. Aku

benar-benar takut. Kau takut, Man?” (Bachri, 2001:20)

Selanjutnya di dalam cerpen “Tahi,” simbol-simbol mengenai tempat

tinggal dan makanan terlihat sangat berbeda dari kedua tokoh. Bahkan salah satu

tokoh dilambangkan memakan tahi yang dirasanya seperti nasi goreng basi.

Namun mengapa tahi harus ada di dalam rantang yang biasa dijadikan tempat

nasi.

Kaleng-kaleng sudah terbang ke loak. Di atas meja, rantang

berkarat sudah lama tak berisi nasi. “Selamat kau dari

gengaman loak!” Kataku pada rantang itu. Maafkan aku,

dengan ini terpaksa kuisi. Aku berjongkok (Bachri,

2001:29).

Lalu rantang berisi tahi tersebutlah yang menjadi santapan temannya yang

minta makan ketika dijumpai di jalan. Lantas habislah tahi itu.

Hal lain yang menunjukkan perbedaan modal ditunjukkan secara simbolik

lewat tempat tinggal yang mereka miliki. Tokoh yang satu memiliki rumah yang

bisa melindunginya dari terik matahari di kala siang sedangkan tokoh yang

lainnya masih saja di jalanan dengan digambarkan perawakannya.

Dia mengulurkan tangannya yang kering kurus coklat

berdaki. Jari-jarinya cepat menangkap kunci yang

kuberikan. Dia pergi. Aku pergi. Kami berpisah (Bachri,

2001:31).

Dalam ketiga cerpen SCB memang tidak ditunjukkan dengan sangat kuat

bentuk modal simboliknya. Cerpen SCB lebih mengedepankan simbol-simbol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

43

yang terlihat biasa namun hal itu sanggup membedakan antara kelompok yang

satu dengan yang lainnya, antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.

Hal-hal yang menonjol ditunjukkan adalah adanya perbedaan tempat

tinggal, makanan, dan hobi dari tiap-tiap orang ataupun kelompok masyarakat.

Walaupun begitu sudah sangat jelas perbedaan modal simbolik yang ada dan

ditampilkan dalam cerpen-cerpen tersebut.

2.3 Kelas

Ada tiga kelas menurut Bourdieu, yaitu: kelas dominan, kelas borjuasi

kecil, dan kelas populer. Kelas dominan adalah pemilikan modal yang cukup

besar sehingga membedakan dirinya dengan yang lain. Kelas dominan juga

memaksakan pandangannya tentang yang baik dan yang buruk. Selanjutnya kelas

borjuasi kecil adalah kelas yang berada di tengah-tengah dan memiliki keinginan

untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Menaiki kelas lebih penting daripada

memaksakan pandangan. Sedangkan kelas populer adalah kelas yang tidak

memiliki modal baik ekonomi, budaya, maupun simbolik. Kelas ini seperti tidak

memiliki posisi tolak terhadap kelas dominan yang memaksakan idenya.

Menurut pembagian tersebut cerpen-cerpen SCB menunjukkan adanya

perbedaan kelas antara toko yang satu dengan yang lainnya. Kelas dominan

menunjukkan kemampuannya dengan uang yang mereka miliki dan mereka masih

punya ide-ide tentang hidupnya. Kelas borjuis kecil ditunjukkan dengan keadaan

dirinya yang masih aman dalam lingkungan masyarakat dan menjalani hari-

harinya seperti biasa saja. Sedangkan kelas populer ditunjukkan kehidupannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

44

yang sangat memperihatinkan dan membutuhkan bantuan dari kelas dominan,

bahkan untuk bertahan hidup sekalipun. Walaupun kelas dominan merasa

perbuatannya kepada mereka salah namun kelas populer masih merasakan itu

sebagi sebuah kebaikan.

2.3.1 Kelas Dominan

Kelas dominan dalam cerpen “Ayam,” ada beberapa. Namun yang selalu

muncul dalam cerita adalah penyair. Sebenarnya tetangga-tetangga penyair itu

juga bisa menjadi kelas dominan namun mereka kurang dominan untuk muncul di

dalam cerita. Begitu pula teman-temannya yang ada di kantor atau bahkan

mungkin kawannya yang menjadi bos di dalam sebuah kantor yang berlokasi di

daerah Taman Ismail Marzuki tersebut.

Meskipun banyak penghuni di sini kelihatan cepat kaya,

sering merombak rumah sesuai dengan model mutakhir, tapi

tidak terlalu sering kuli-kuli berbaju hitam ini mendapat

peluang membuang puing. Sekali aku pernah dengar

tetanggaku bilang keras mereka, “Pokoknya seribu perak,

kalau tidak mau saya suruh pembantu saya yang

mengangkat puing ini! (Bachri, 2001:78).

.

Rupanya uang seribu perak menjadi lambang kekuatan kelas dominan. Hal

itu juga terjadi ketika penyair hendak membuang bangkai ayam ke dalam sungai

dan orang-orang yang tinggal di pinggir sungai meminta bangkai ayem tersebut.

Aku ingin memakinya. Tetapi kainnya yang kuyup gemetar,

kutangnya yang keriput dan basah, matanya yang kosong

menatap, menyumpal mulutku. Aku raba saku celana, aku

keluarkan uang seribu itu. Aku raba saku-saku yang lain

juga saku kemejaku. Aku memang ingat, aku Cuma bawa

uang seribu. Tapi, dalam keadaan begini aku benar-benar

mengharapkan keajaiban. Hanya seribu itulah aku serahkan

kepada wanita kuyu itu (Bachri, 2001:80).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

45

Sedangkan kelas dominan di dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,”

adalah ketiga penyair yang mampir ke sebuah warung dan seenaknya sendiri

menggodai pelacur tua. Bahkan penyair tersebut digambarkan sebagai orang-

orang yang muda sedangkan lawannya adalah pelacur yang sudah tua.

Dalam cerpen ini, uang juga yang menonjolkan dominasi para penyair itu.

Selain juga candaanya kepada pelacur tua itu. Pemuda-pemuda tersebut

membayarkan makanan yang pelacur tua itu makan walaupun dia tidak menikmati

seperti orang-orang lain yang datang kepada pelacur tua itu.

Yang punya warung dengan ngantuk menghitung jumlah

kopi yang diminum dan apa-apa yang di makan mereka.

Dan bila dia menjumlahkan semua, Rahman menyuruhnya

manggabungkan pula dengan apa-apa yang dimakan pelacur

dan diminumnya (Bachri, 2001:25).

Dominannya para penyair itu juga terlihat bagaimana mereka menguasai

ruang-ruang pembicaraan dengan bertutur semaunya. Bahkan dengan uang yang

mereka punya, mereka bisa menggodai pelacur itu dengan menuduhnya sipilis.

Hingga pelacur itu sampai mau bermain gratis dengan salah satu dari mereka

hanya untuk membuktikan bahwa tidak sipilis.

“Aku tak sipilis. Aku tak gonorwa. Aku tak pernah sakit,”

dia menjerit kuat-kuat agar air di matanya tak kelihatan.

“Ayolah main,” katanya pada Nahar.

“Bayarkan aku, Man,” kata Nahar.

“Tak usah bayar,” kata pelacur itu, “Aku tak sakit.” (Bachri,

2001:24)

Selanjutnya dalam cerpen “Tahi,” ditunjukkan dengan uang juga.

Kepemilikan uang membuat orang memiliki dominasi yang tinggi. Sepeti yang

semua dilakukannya adalah benar termasuk juga candaannya kepada kelompok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

46

yang lebih rendah. Hal itulah yang membuat orang yang tidak lain adalah

kawannya yang belum makan empat hari melihat tahi sebagai nasi goreng yang

basi. Bahkan orang lapar tersebut menikmatinya.

“Maksudku tadi hanya bergurau saja. Itu tahiku aku katakan

nasi,” kataku.

“Nah, sekarang kau memang bergurau,” katanya, ketawa-

ketawa.

Aku ambil rantang. Kuberikan padanya.

“Ciumlah baunya!” kataku.

“Bau basi bisa saja seperti bau tahi,” katanya (Bachri,

2001:32).

Sebelum kawannya pergi, masih saja dia membuat candaan lagi dengan

memberinya uang untuk membeli kopi yang sebenarnya uang tersebut tidak

cukup. Dia juga mencoba membuat candaan lagi bahwa dia akan menghutanginya

besok padahal itu hanya candaan yang menunjukkan bahwa dominasi ada di

tangannya.

Ambilah semuanya,” kataku.

“Ah, jangan. Kau nanti bagaimana? Katanya.

“Besok pagi-pagi Syam datang kemari. Dia janjikan uang

untukku,” kataku, berbohong.

“Kalau begitu, besok saja aku minta lagi uangmu,” katanya,

ketawa. Dia tahu aku bohong.

Dia masukkan ke sakunya uang yang dikiranya cukup untuk

beli kopi. Dia pergi (Bachri, 2001:33).

Dari ketiga cerpen tersebut kelas dominasi ditandai dengan kepemilikan

uang dan posisi mereka dalam masyarakat. Mereka bisa bebas bertindak untuk

melakukan dominasi yang sebenarnya juga tidak mereka sadari. Dominasi-

dominasinya juga nampak dalam tindakan mereka terhadap tokoh lainnya. Mereka

seperti memegang kendali terhadap semua hal yang ada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

47

2.3.2 Kelas Borjuasi Kecil

Dalam kelas borjuasi kecil yang paling penting adalah bagaimana

kelompok tersebut berjuang untuk ada pada posisi yang lebih tinggi. Mereka

berjuang agar tidak sampai menerima penindasan yang berat seperti kelas di

bawah mereka.

Cerpen “Ayam,” memperlihatkan bagaimana tukan potong dahan pohon

yang sering berkeliling menduduki kelas borjuasi kecil. Walaupun mereka hanya

mendapat upah seperti yang orang pinggiran terima dari tangan cuma-cuma. Akan

tetapi, mereka sudah berusaha secara hormat.

Mereka yang berpakaian hitam kumal ini, dengan kaki-kaki

kurus, dalam kelompok dua atau tiga orang kadang empat,

melangkah gontai dan pelan-pelan mengitari kompleks,

mencari kalau-kalau ada orang yang mau menyuruh mereka

memotong dahan-dahan akasia (Bachri, 2001:77).

Kemudian tokoh lain yang menduduki kelas borjuasi kecil adalah ibu-ibu

yang biasa membuatkan para pegawai kopi atau jamu ketika kantor sedang

dilanda kesibukan. Walaupun mereka masih memiliki kebiasaan yang buruk

seperti mau memakan bangkai ayam namun mereka masih mau berusaha untuk

bekerja secara normal seperti orang pada umumnya.

Tiga hari tiga malam repot terus di kantor. Semua jadi

sibuk. Juga ibu pembikin kopi. Kalau sudah sibuk begitu ia

tidak hanya berfungsi sekadar memasak air dan membikin

kopi tetapi juga harus memasak menu khusus atau jamu.

(Bachri, 2001:83).

Selanjutnya dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” ibu pemilik

warung yang sudah tua dan dijaganya harus larut malam berada dalam kelas

borjuasi kecil. Dia berusaha mendapatkan uang walaupun kantuk berkali-kali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

48

menghampirinya. Perjuangan berat tersebut menjadi salah satu indikasinya. Selain

itu tentang sikapnya kepada pemuda yang datang menggodai pelacur tua itu juga

menunjukkannya.

Yang punya warung, perempuan tua yang lebih tua lagi

karena beban kantuknya mulai memperhatikan mereka.

Diusapnya bibirnya dengan telapak tangan, dia mengusir

kantuknya di sana. Dan matanya berusaha memadatkan

pandangan pada mereka. (Bachri, 2001:22).

Sedangkan dalam cerpen “Tahi,” tidak ditemukan tokoh yang berada

dalam kelas ini. Dalam cerpen ini hanya ada dua tokoh di dalam cerita. Salah satu

tokohnya masuk di dalam kelas dominan dan yang lainnya lebih cocok berada di

dalam kelas populer.

Dari ketiga cerpen tersebut, kelas borjouis kecil ditunjukkan dengan

adanya perjuangan yang mereka lakukan untuk mendapatkan posisi yang lebih

baik. Walaupun mereka juga bisa merasakan apa yang kelas bawahnya alami.

Mereka masih berusaha untuk menjadi normal seperti yang dilakukan oleh orang-

orang pada umumnya.

2.3.3 Kelas Populer

Dalam Cerpen “Ayam,” kelas populer ditempati oleh orang-orang yang

hidup di pinggir sungai. Kebuasan mereka menunjukkan bagaimana posisi mereka

dalam kehidupan. Selain itu tempat tinggal mereka juga terlihat tidak layak bagi

masyarakat pada umumnya. Penampilan mereka juga menjdi salah satu

indikasinya.

Wanita kerempeng menyibak kainnya tinggi-tinggi,

bergegas melanggar semak-semak di pinggir sungai,

mengikuti kantung plastik yang hanyut. Ia terjun

mengarungi air sungai yang sampai dadanya dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

49

mengambil kantung plastik yang tersangkut di semak-

semak di tikungan sungai (Bachri, 2001:80).

Orang-orang tersebut juga tidak berani terhadap orang yang membuang

bangkai ayam tersebut karena kelas sosialnya lebih tinggi. Mereka hanya bisa

pasrah, bangkai ayam yang di dapatnya dari aliran sungai itu diambil pemiliknya

lagi. Sebenarnya ketika barang tersebut suadah di buang, barang tersebut sudah

bisa menjadi milik orang lain. Namun, apa daya mereka hanya bisa menerima

karena tidak memiliki kekuatan terhadap kelas yang mendominasi.

Mereka diam, tetapi di mata mereka ada anggukan. Namun,

begitu salah seorang masih mengulang bilang, “Mubazir,

Pak, kalau dibuang,” aku terus pergi. Hilang keinginanku

membuang bangkai itu ke sungai. Percuma, pasti ada yang

terjun lagi (Bachri, 2001:81).

Selanjutnya, dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” kelas

populernya adalah pelacur tua itu yang selalu mendapat hinaan. Bahkan dia rela

menyerahkan harga dirinya secara gratis hanya untuk membuktikkan dirinya

sehat. Pelacur tua itu juga hanya bisa mendapatkan kue-kue dan minuman dari

warung setelah pelanggannya menggerayanginya. Pelanggan yang hanya

memegang-megang tanpa melakukan hubungan intim dengannya menunjukkan

pelacur tua itu sudah tidak memiliki nilai lagi di mata masyarakat.

Kekalahannya terhadap dominasi dari kelas yang lebih tinggi ditunjukkan

dengan ketidakmampuannya dalam melawan. Dia hanya bisa marah kemudian

pergi.

“Aku tak sakit tak sakit tak sakit!” pelacur itu menangis dan

tomat yang mau busuk itu pecah sekarang. Dia keluar

berlari ke jalan sambil memaki-maki dalam malam yang

muram (Bachri, 2001:24).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

50

Sedangkan dalam cerpen “Tahi,” kelas populer diduduki oleh orang yang

hidup dengan meminta belas kasihan temannya. Dia digambarkan sudah empat

hari tidak makan hingga tidak bisa membedakan antara tahi dan nasi goreng.

Selain meminta makan, dia juga masih meminta rokok. Bahkan, harus meminta

uang untuk membeli kopi. Bisa tergambarkan dengan jelas bagaimana keaadannya

di dalam masyarakat.

“Aku lapar, sudah empat hari tidak makan,” katanya.

“Ada nasi di rumah,” kataku.

“Ada?”

“Ada! Di dapur, dalam rantang ditutup koran.”

Dia mengulurkan tangannya yang kering kurus coklat

berdaki. Jari-jarinya cepat menangkap kunci yang kuberikan

(Bachri, 2001:31).

Sedangkan dalam cerpen “Tahi,” kelas populer diduduki oleh orang yang

hidup dengan meminta belas kasihan temannya. Dia digambarkan sudah empat

hari tidak makan hingga tidak bisa membedakan antara tahi dan nasi goreng.

Selain meminta makan, dia juga masih meminta rokok. Bahkan, harus meminta

uang untuk membeli kopi. Bisa tergambarkan dengan jelas bagaimana keaadannya

di dalam masyarakat.

Ketiga cerpen SCB tersebut menggambarkan bagaimana kelas populer

hampir tidak memiliki modal-modal yang seperti dijabarkan oleh Pierre Bourdieu.

Sehingga mereka tidak berdaya ketika harus berhadapan dengan kelas yang

dominan. Mereka hanya bisa pasrah menerima apa yang meraka dapatkan dari

kelas dominan. Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” sebenarnya ada

perlawanan namun tokoh kelas populer tetap tidak sanggup menghadapi kelas

dominan karena merea kalah dalam segala modal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

51

2.4 Habitus

Habitus merupakan hasil keterampilan yang menjadi tindakan praktis

(tidak harus disadari) yang kemudian diterjemahkan mejadi suatu kemampuan

yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial tertentu.

Habitus menjadi dasar kepribadian individu namun tidak diketahui ujung

pangkalnya. (Haryatmoko, 2003:11)

2.4.1 Habitus Kelas Dominan

Dalam tokoh-tokoh yang menduduki kelas dominan mereka memilik

habitus bahwa mereka hidup seperti dalam kebebasan terhadap orang lain.

Walaupun ada rasa kasihan terhadap kelompok lain namun sadar ataupun tidak

mereka juga telah berbuat yang menurut mereka paling benar.

Habitus tersebut semakin mempertegas posisi mereka di dalam

masyarakat. Hal-hal yang mereka lakukan menjadi semacam kebenaran yang

mutlak dan harus ditaati oleh kelompok yang lainnya.

Misalkan tokoh di dalam cerpen “Ayam,” yang lebih memilih mengambil

lagi ayam yang sudah diambil oleh orang yang tinggal di pinggir sungai.

Kebuasan orang pinggir sungai tersebut menunjukkan kelaparan yang sangat

tinggi. Dia dengan aturan mainnya sendiri mengambil ayam itu lagi dan menukar

dengan uang seribu perak.

Padahal bisa terlihat bagaimana ayam itu sangat mereka butuhkan.

Mengambil ayam itu dengan menukar ayam yang lebih bagus bisa menjadi

alternatif lain bila tokoh tersebut benar-benar iba dengan keaadaan yang dialami

orang-orang yang hidup di pinggir sunga tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

52

Pada akhirnya ayam tersebut harus dia buang di tempat sampah kantor.

Dia mengambil langkah-langkah yang sangat sederhana padahal langkah-langkah

itu mempengaruhi tokoh-tokoh dari kelompok sosial yang lebih rendah.

Sedangkan dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” ditunjukkan tiga

orang penyair yang masih muda berkali-kali menggodai dan menuduh pelacur tua

walaupun mereka tidak tahu kebenarannya. Walaupun mereka membayarkan

makanan dan minuman yang dipesan oleh pelacur tua itu tetapi hal itu hanya

semakin mempertegas bahwa posisi dan modal ekonomi yang mereka punya

membuat mereka berani bertindak seenaknya tanpa berpikir panjang mengenai

perasaan pelacur tua.

Selanjutnya di dalam cerpen “Tahi,” tokoh yang dominan membuat

candaan yang diterima dengan serius oleh kawannya yang berada di dalam kelas

sosial lebih rendah hingga tahi dalam rantang di makan oleh kawannya.

2.4.2 Habitus Kelas Borjuasi Kecil

Habitus kelas borjuasi kecil dalam ketiga cerpen SCB tersebut

menunjukkan adanya kesamaan karakter, yaitu semangat perjuangan. Walaupun

mereka juga masih menunjukkan habitus dari kelas yang rendah. Mereka terlihat

tunduk terhadap kelas yang lebih dominan karena menganggap hal yang

dilakukan oleh kelas dominan adalah hal yang benar. Mereka mencoba mengikuti

aturan mainnya.

Dalam cerpen “Ayam,” ada orang-orang dengan pakaian hitam-hitamnya

yang tunduk ketika digaji berapapun untuk membantu kelas dominan. Mereka

mempunyai habitus untuk “tunduk.” Hal itu juga ditunjukkan oleh ibu-ibu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

53

harus bekerja ekstra ketika kantor dalam keadaan sibuk atau banyak pesanan.

Mereka harus mengikuti aturan main kelas yang dominan. Ketika kelas dominan

bekerja keras, mereka juga harus melakukannya.

Sedangkan dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” pemilik warung

hanya diam tidak mau menolong pelacur tua yang mendapat hinaan dari para

pemuda itu. Dia lebih memilih diam agar terhindar dari konflik dengan kelas

dominan. Bisa saja warungnya tidak didatangi pemuda itu lagi karena melakukan

hal-hal bodoh. Sedangkan pelacur tua itu juga akan tetap datang ke warungnya

untuk mencari pelanggan.

2.4.3 Habitus Kelas Populer

Habitus kelas populer lebih cenderung menjadi kelompok yang menjadi

bahan dominasi. Apalagi mereka tidak memiliki modal ekonomi yang cukup

karena modal ekonomi adalah pilar dalam kehidupan. Kelas populer lebih

memilih menerima saja apa yang terjadi. Kelas ini juga cenderung mempunyai

usaha yang minimalis untuk menjalankan kehidupannya.

Habitus dari kelas ini yang ditonjolkan di dalam cerpen SCB adalah

kurangna kemampuan mereka untuk menggunakan nalar mereka secara jernih.

Dalam cerpen “Ayam,” mereka spontanitas saja masuk ke dalam aliran sungai

tanpa memikirkan bahaya. Hal itu juga bisa disebabkan karena mereka sudah

terbiasa.

Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” tokohnya harus menjadi

pelacur. Hal itu terjadi karena kebiasaan yang terus dia jalani hingga dia sampai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

54

menjadi pelacur tua. Tidak ada kemauan maupun kemampuan untuk berubah.

Lantas dia menjadi kelas yang paling sering mendapatkan serangan.

Sedangkan dalam cerpen “Tahi,” orang sampai lupa membedakan nasi

goreng dan tahi. Bahkan juga dia tidak peduli bila nasi gorengnya sudah basi.

Kelaparan yang melanda membuatnya tidak sempat untuk berpikir. Kebiasaan-

kebiasaan buruk sampai bisa memakan tahi adalah hal yang aneh kecuali dia

sudah terbiasa memakan makanan yang tidak layak konsumsi.

2.5 Arena

Bourdieu melihat arena, menurut definisinya sebagai arena pertempuran,

arena juga merupakan arena perjuangan. Arena adalah sejenis pasar kompetitif

yang di dalamnya terdapat berbagai jenis modal, seperti modal ekonomi, modal

sosial, modal budaya, dan modal simbolik. Semakin orang memiliki modal yang

banyak maka orang akan menang di dalam sebuah arena.

Arena adalah ruang yang ada di dalam masyarakat. Ada beragam arena,

seperti arena pendidikan, arena bisnis, arena seniman, dan arena politik. Arena

juga merupakan tempat di mana orang bermanuver dan berjuang dalam mengejar

sumber daya yang didambakan.

Arena yang ada di dalam ketiga cerpen tersebut bisa dikategorikan dalam

kelompok besar yaitu arena sosial di dalam masyarakat menengah yang hidup di

perkotaan. Kehidupan-kehidupan biasa dalam keseharian yang mempertemukan

berbagai kalangan ditonjolkan di dalam cerpen SCB tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

55

Selalu ada situasi di mana tokoh-tokoh ataupun kelas-kelas yang berbeda

menunjukkan apa yang bisa mereka makan. Di dalam urusan itu tentu modal

ekonomi yang diutamakan. Hal itu nampak dalam cerpen SCB yang menjadikan

uang sebagai modal berharga untuk bertarung di dalam arena yang ditunjukkan

dengan makanan yang mereka konsumsi.

Dalam cerpen “Ayam,” para penyair makan di kantor dengan menu yang

diperhitungkan dan tidak sembarangan. Bahkan mereka masih harus megonsumsi

jamu bila kerjaan sedang padat. Sedangkan ibu-ibu yang berkerja membuat kopi

harus makan bangkai ayam yang sebelumnya hendak di makan orang pinggir

sungai namun diketahui kelas dominan sehingga bisa dicegah.

Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” para pemuda bisa

menikmati makanan dari warung yang sama dengan pelacur namun bedanya

mereka bisa membayar dan hal itu membutnya menang di dalam arena tersebut.

Kepemilikan modal membuatnya bisa menggodai pelacur tua itu. Mereka merasa

cukup mengganti kemarahannya dengan membayar makanan yang pelacur tua itu

telah makan.

Dalam cerpen “Tahi,” perbedaan di dalam arena sangat mencolok. Satu

tokoh bisa makan nasi rames sedangkan tokoh yang lainnya memakan tahi.

Perang simbol hadir di dalam cerpen-cerpen SCB. Arena pertarungan itu

dipenuhi dengan simbol-simbol yang menunjukkan keberadaan atau posisi kelas

masing-masing tokoh. Akhirnya bisa dilihat siapakah yang paling mendominasi di

dalam arena-arena yang ada dan siapakah yang menjadi kelompok yang

didominasi dan kalah dalam arena.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

56

2.6 Kekuasaan dan Kekerasan

Dalam upaya mempertahankan kekuasaan, orang mulai membedakan

dirinya dari kelas-kelas sosial yang lainnya. Hal itu sebagai bentuk strategi

kekuasaan. (Haryatmoko, 2003:13)

Oleh sebab itu pilihan jenis makan, cara makan, dan jumlahnya

menentukan diri dari kelas sosial yang mana. Simbol-simbol banyak digunakan

untuk membedakan dari kelompok yang lainnya. Kelas dominan jelas akan

membedakan dirinya dengan kelas borjuasi kecil dan kelas populer. Semakin

modal yang dimiliki semakin banyak, pembedaan diri akan terwujud dengan

mudah.

Akhirnya hal tersebut akan melahirkan kekerasan yang tidak kasat mata

atau bisa disebut kekerasan simbolis. Kekerasan itu berlangsung karena

ketidaktahuan dan pengakuan dari yang ditindas.

Dalam cerpen “Ayam,” kekerasan dilakukan oleh penyair kepada orang-

orang yang tinggal di pinggir sungai dan kepada ibu-ibu yang biasa membuat kopi

atau minuman untuk pegawai kantor yang berisi para seniman.

Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” kekerasan dilakukan oleh

para penyair kepada pelacur tua dengan tuduhan-tuduhannya dan obyek candaan

mereka.

Dalam cerpen “Tahi,” kekerasan dilakukan oleh tokoh yang memberikan

tahi kepada sahabatnya untuk di makan. Walaupun itu berawal dari candaan

namun itu bisa menjadi simbol tentang bagaimana dia memperlakukan atau

mengerjai sahabatnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

57

2.7 Rangkuman

Hasil analisis untuk permasalah modal dari ketiga cerpen tersebut

menunjukkan bahea modal ekonomi tiap-tiap orang atau kelompok masyarakat

sangat beragam. Cerpen-cerpen tersebut lebih menonjolkan modal ekonomi dalam

bentuk uang. Bagaimana digambarkan dengan uang orang bisa membeli dan

membayar, bahkan memberi.

Kemudian modal sosial tidak ditunjukkan dengan adanya pendidikan yang

lebih baik ketimbang tokoh yang memiliki modal sosial kurang baik. Selain itu

juga ditunjukkan perbedaan posisi mereka dengan relasi yang mereka dalam

lingkungan sosial.

Lalu modal budaya lebih tinggi masih peduli dengan tokoh yang tidak

memiliki modal budaya cukup baik. Sikap-sikap tersebut sangat menunjukkan

bagaimana kelompok dengan modal budaya lebih kuat bisa menentukan nasib

kelompok-kelompok dengan modal budaya yang kurang baik. Kelompok tersebut

memegang peranan.

Selanjutnya ketiga cerpen SCB memang tidak ditunjukkan dengan sangat

kuat bentuk modal simboliknya. Cerpen SCB lebih mengedepankan simbol-

simbol yang terlihat biasa namun hal itu sanggup membedakan antara kelompok

yang satu dengan yang lainnya, antara orang yang satu dengan orang yang

lainnya.Hal-hal yang menonjol ditunjukkan adalah adanya perbedaan tempat

tinggal, makanan, dan hobi dari tiap-tiap orang ataupun kelompok masyarakat.

Walaupun begitu sudah sangat jelas perbedaan modal simbolik yang ada dan

ditampilkan dalam cerpen-cerpen tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

58

Hasil analisis kelas dari ketiga cerpen tersebut kelas dominasi ditandai

dengan kepemilikan uang dan posisi mereka dalam masyarakat. Mereka bisa

bebas bertindak untuk melakukan dominasi yang sebenarnya juga tidak mereka

sadari. Dominasi-dominasinya juga nampak dalam tindakan mereka terhadap

tokoh lainnya. Mereka seperti memegang kendali terhadap semua hal yang ada.

Dari ketiga cerpen tersebut, kelas borjouis kecil ditunjukkan dengan

adanya perjuangan yang mereka lakukan untuk mendapatkan posisi yang lebih

baik. Walaupun mereka juga bisa merasakan apa yang kelas bawahnya alami.

Mereka masih berusaha untuk menjadi normal seperti yang dilakukan oleh orang-

orang pada umumnya.

Ketiga cerpen SCB tersebut menggambarkan bagaimana kelas populer

hampir tidak memiliki modal-modal yang seperti dijabarkan oleh Pierre Bourdieu.

Sehingga mereka tidak berdaya ketika harus berhadapan dengan kelas yang

dominan. Mereka hanya bisa pasrah menerima apa yang meraka dapatkan dari

kelas dominan. Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” sebenarnya ada

perlawanan namun tokoh kelas populer tetap tidak sanggup menghadapi kelas

dominan karena merea kalah dalam segala modal.

Hasil analisis arena yang ada di dalam ketiga cerpen tersebut bisa

dikategorikan dalam kelompok besar yaitu arena sosial di dalam masyarakat

menengah yang hidup di perkotaan. Kehidupan-kehidupan biasa dalam keseharian

yang mempertemukan berbagai kalangan ditonjolkan di dalam cerpen SCB

tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

59

Bab ini merupakan kajian struktur yang membahas karya dengan

menganalis modal, kelas, habitus, arena, kekerasan dan kekuasaan. Dari hasil

analisis strukturasi kekuasaan di atas, sudah terlihat munculnya kekerasan

simbolik. Selanjutnya pembahasan mengenai kekerasan simbolik dalam cerpen

SCB tersebut akan dibahas di dalam bab III.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

60

BAB III

KEKERASAN SIMBOLIK

DALAM CERPEN “AYAM”,

“SUATU MALAM SUATU WARUNG”, DAN “TAHI”

DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN MENULIS AYAM

KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

3.1 Pengantar

Kekerasan simbolik adalah kekerasan yang secara paksa mendapatkan

kepatuhan yang tidak dirasakan sebagai paksaan dengan bersandar pada harapan-

harapan kolektif dari kepercayaan-kepercayaan yang sudah tertanam secara sosial

(Rusdiarti, 2003:39).

Ada dua mekanisme kekerasan simbolik yaitu dengan bentuk eufemisme dan

mekanisme sensorisasi. Dalam bab ini akan dibahas mengenai bentuk kekerasan

yang ada di dalam kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam karya SCB.

Pembahasan juga akan sampai pada bagaimana dunia diciptakan dalam cerpen-

cerpen tersebut. Cerpen-cerpen itu adalah cerpen “Ayam,” “Suatu Malam Suatu

Warung,” dan “Tahi.”

3.2 Analisis Kekerasan Simbolik

Kekerasan simbolik bekerja dengan mekanisme-mekanisme

penyembunyian kekerasan yang dimiliki-menjadi sesuatu yang diterima sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

61

yang memang seharusnya demikian. Ada dua mekanisme dalam kekerasan

simbolik, yaitu dengan Eufimisme dan Mekanisme Sensorisasi.

Selanjutnya bisa dilihat adanya penciptaan dunia bila orang bisa mengubah

hal-hal yang diterima begitu saja dengan hal-hal yang baru. Menciptakan dunia

hanya terjadi bila orang bisa mengubah bagaimana dunia diciptakan (Rusdiarti,

2003:39).

3.2.1 Eufimisme

Eufimisme biasanya membuat kekerasan simbolik tidak tampak, bekerja

secara halus, tidak dapat dikenali, dan dipilih secara “tak sadar.” Bentuknya dapat

berupa kepercayaan, kewajiban, kesetiaan, sopan santun, pemberian, utang,

pahala, atau belas kasihan (Rusdiarti, 2003:39).

Dalam ketiga cerpen SCB bentuk kekerasannya lebih dominan pada

simbol sopan santun, pemberian, utang, dan belas kasihan.

Cerpen “Ayam,” menunjukkan bagaimana hati-hatinya seorang dalam

membuang ayam. Hingga akhirnya dengan satir ditunjukkan bahwa bangkai ayam

tersebut tetap menjadi makanan untuk orang lain. Bahkan, mereka menikmati dan

menganggap membuang ayam pada sampah di kantor adalah sebuah kebenaran

tanpa berpikir kritis. Ayam bukan merupakan lambang dari sampah kantor. Ketika

orang lain dari kelompok kelas yang lebih rendah mendapatinya, mereka akan

berpikir bahwa itu adalah sebuah pemberian karena mereka merasa hal itu bukan

bentuk kekerasan.

“Pemalu juga rupanya Pak Abdul itu. Dia malu-malu kalau-

kalau kita tak mau terima. Jadi berlagak nyentrik dan pura-

pura pikun, dia taruh saja di keranjang sampah.” “Ah, bukan

pemalu. Bijak kok. Coba kalau di rumah langsung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

62

nyodorkan ayam mati kepada kita, tentu dia takut kalau-

kalau kita tersnggung. Omong-omong enak juga ya. Masih

ada nggak sisanya?” “kan sudah aku bawa pulang.”

Tiba-tiba kencingku terhenti. Aku sentakkan pint toilet

pergi ke Abdul, ingin membisikkan maafku dan

menceritakan segalanya (Bachri, 2001:84).

Pemberian-pemberian berupa uang juga ditampilkan dalam cerpen

tersebut. Pemberian dari kelas dominan kepada kelas yang ada di bawahnya. Hal

itu sudah menjadi simbol bahwa pemberian cuma-cuma adalah sebuah penindasan

dan lambang kekerasan. Di dalam pemberian tersebut juga terkandung rasa belas

kasihan kepada kelompok kelas lainnya.

Aku ingin memakinya. Tetapi kainnya yang kuyup gemetar,

kutangnya yang keriput dan basah, matanya yang kosong

menatap, menyumpal mulutku. Aku raba saku celana, aku

keluarkan uang seribu itu. Aku raba saku-saku yang lain

juga saku kemejaku. Aku memang ingat aku bawa uang

seribu itu. Tapi, dalam keadaan seperti ini aku benar-benar

mengharapkan keajaiban. Hanya seribu itulah yang aku

serahkan kepada wanita kuyu itu (Bachri, 2001:80).

Sedangkan dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” para penyair

yang masih muda tersebut menampilkan simbol pemberian. Para pemuda

membayarkan pelacur tua makanan dan minuman walaupun mereka tidak

memakai jasanya. Bentuk itu bisa dilihat sebagai sebuah penghinaan, terlebih

memang beberapa kali mereka melakukan penghinaan. Para pemuda merasa tidak

perlu memakai jasa pelacur tua itu sehingga pelacur tua itu akan merasa tidak

mempunyai nilai di dalam kelas sosial.

Yang punya warung dengan ngantuk menghitung jumlah

kopi yang diminum dan apa-apa yang di makan mereka.

Dan bila dia menjumlahkan semua, Rahman menyuruhnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

63

manggabungkan pula dengan apa-apa yang dimakan pelacur

dan diminumnya (Bachri, 2001:25).

Selanjutnya di dalam cerpen “Tahi,” simbol yang ditonjolkan adalah

pemberian dan belas kasihan. Seorang tokoh yang dominan memberi makan dan

memberi rokok. Bahkan, memberikan uang. Hal satir yang muncul di dalam

cerpen ini adalah bagaimana tokoh yang dominan merasa bersalah dengan

keajadian temannya yang memakan tahinya.

Kuberikan rokok. Seorang sahabat telah memakan

serantang penuh tahiku. Aku akan memberikan segalanya

pada sahabatku.

Dua batang rokok sudah habis diisapnya, dan pada batang

rokok yang ketiga dia mau pulang.

“Kau mau?” kataku. Kugenggamkan semua uangku

padanya.

“Jangan semua,” katanya, “Beri aku hanya untuk kopi saja.”

(Bachri, 2001:33).

3.2.2 Mekanisme Sensorisasi

Mekanisme sensorisasi menjadikan kekerasan simbolik tampak sebagi

bentuk dari pelestarian semua bentuk nilai yang dianggap sebagi “moral

kehormatan,” seperti kesantunan, kesucian, kedermawanan, dan sebagainya yang

biasanya dipertentangkan dengan “moral rendah,” seperti kekerasan, kriminal,

ketidakpantasan, asusila, kerakusan, dan sebagainya (Rusdiarti, 2003:39).

Dalam cerpen-cerpen SCB yang menunjukkan adanya kekerasan melalui

mekanisme sensorisasi adalah dengan kesantunan dan kedermawanan.

Kesantunan bisa dilihat dari ucapannya kepada kelompok lain dan kedermawanan

bisa dilihat dari bentuk pemberian yang cuma-cuma.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

64

Cerpen “Ayam,” kesantunan tokohnya terletak pada saat dia hendak

memaki orang yang mengambil bangkai ayam yang sudah dibuang ke sungai

namun keadaan fisik orang yang hidup di pinggir sungai membuatnya tidak

mampu untuk melakukannya.

Aku ingin memakinya. Tetapi kainnya yang kuyup

gemetar, kutangnya yang keriput dan basah, matanya yang

kosong menatap, menyumpal mulutku. Aku raba saku

celana, aku keluarkan uang seribu itu. Aku raba saku-saku

yang lain juga saku kemejaku. Aku memang ingat aku bawa

uang seribu itu. Tapi, dalam keadaan seperti ini aku benar-

benar mengharapkan keajaiban. Hanya seribu itulah yang

aku serahkan kepada wanita kuyu itu (Bachri, 2001:80).

Permintaan maafnya kepada bos sebuah kantor yang tidak lain adalah

temannya juga merupakan bentuk kesantunannya. Selain itu dia juga melakukan

kedermawanannya. Hal itu berbeda dengan yang dilakukan oleh istrnya yang tidak

bisa memberi uang cuma-cuma.

Selanjutnya di dalam cerpen, “Suatu Malam Suatu Warung,”

kedermawanan tokohnya ditunjukkan dengan membayarkan pelacur tua itu

makanan dan minuman yang telah dimakannya. Walaupun di dalam cerita ini

tidak digambarkan kesantuanannya karena menuduh-nuduh pelacur tua itu sakit

sipilis.

Sedangkan di cerpen “Tahi,” kedermawanan dan kebaikannya terlihat dari

bagimana tokoh dominan di dalam cerita itu memberikan makan, rokok, dan uang

kopi. Dia tidak ada niatan kawannya memakan tahinya karena dia juga

membelikan nasi rames untuk kawannya ketika pulang.

Senja datang. Aku pulang. Sebungkus nasi rames dalam

tangan dan di kantongku masih ada uang. Kudorong pintu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

65

Ha ha haha! Dia sedang membaca seenaknya (Bachri,

2001:31).

3.2.3 Menciptakan Dunia

Dalam menciptakan dunia, manusia harus mengubah bagaimana dunia itu

diciptakan. Kekuasaan simbolik adalah kekuasaan menciptakan dunia. Dengan

memiliki kekuasaan simbolik, pelaku sosial memiliki kekuasaan untuk

menciptakan atau menghancurkan, memisahkan atau menyatukan, dan yang lebih

penting lagi kekuasaan untuk memberi nama atau membuat defenisi:

maskulin/feminin, atas/bawah, kuat/lemah, bahkan juga baik/buruk, benar/salah,

dan lain-lainnya (Rusdiarti, 2003:39).

Dalam ketiga cerpen SCB ada perisiwa-peristiwa di mana dunia

diciptakan. Cerpen “Ayam,” ditunjukkan dengan istri dari penyair tersebut tidak

mau memberikan uang cuma-cuma. Orang harus bekerja dan berjuang. Penciptaan

dunia baru menghapuskan rasa belas kasihan yang menjadi salah satu indikasi

kekerasan simbolik.

Penciptaan dunia baru juga dimunculkan dengan perasaan bersalah dari

kelas dominan. Cerpen “Ayam” dan “Tahi” menggambarkan tentang bagaimana

kelas dominan menjadi merasa bersalah atas perbuatan mereka.

3.3 Rangkuman

Dalam ketiga cerpen SCB bentuk kekerasannya lebih dominan pada

simbol sopan santun, pemberian, utang, dan belas kasihan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

66

Contohnya dalam cerpen “Ayam,” menunjukkan bagaimana hati-hatinya

seorang dalam membuang ayam. Hingga akhirnya dengan satir ditunjukkan

bahwa bangkai ayam tersebut tetap menjadi makanan untuk orang lain. Bahkan,

mereka menikmati dan menganggap membuang ayam pada sampah di kantor

adalah sebuah kebenaran tanpa berpikir kritis. Ayam bukan merupakan lambang

dari sampah kantor. Ketika orang lain dari kelompok kelas yang lebih rendah

mendapatinya, mereka akan berpikir bahwa itu adalah sebuah pemberian karena

mereka merasa hal itu bukan bentuk kekerasan.

Kemudian dalam cerpen-cerpen SCB yang menunjukkan adanya

kekerasan melalui mekanisme sensorisasi adalah dengan kesantunan dan

kedermawanan. Kesantunan bisa dilihat dari ucapannya kepada kelompok lain dan

kedermawanan bisa dilihat dari bentuk pemberian yang cuma-cuma.

Lalu dalam penciptaan dunia baru, ditunjukkan dalam cerpen “Ayam,”

istri dari penyair tersebut tidak mau memberikan uang cuma-cuma. Orang harus

bekerja dan berjuang. Penciptaan dunia baru menghapuskan rasa belas kasihan

yang menjadi salah satu indikasi kekerasan simbolik. Cerpen “Ayam” dan “Tahi”

menggambarkan tentang bagaimana kelas dominan menjadi merasa bersalah atas

perbuatan mereka.

Dalam bab ini dibahas mengenai berbagai mekanisme kekerasan simbolik.

Analisis kekerasan simbolik yang mencakup mekanisme eufimisme dan

mekanisme sensorisasi. Praktik kekerasan tersebut ditemukan di dalam cerpen-

cerpen karya SCB. Akan tetapi, penciptaan dunia juga terjadi di dalam karya

tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

67

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cerpen-cerpen Sutardji Calzoum Bachri lebih banyak menggambarkan

kehidupan sosial masyarakat. Sutardji seperti menangkap kehidupan sehari-hari

masyarakat dan dituangkan ke dalam cerpen-cerpennya. Melalu simbol-simbol

dan bentuk-bentuk yang sederhana, cerpen tersebut menampilkan perbedaan-

perbedaan kelas di dalam masyarakat.

Perbedaan-perbedaan tersebut tidak harus melulu tentang kelompok

dominan yang digambarkan dengan penguasa yang kaya raya dan memiliki

banyak uang. Sedangkan kelompok yang tertindas adalah kelompok-kelompok

yang sangat miskin hingga tidak sanggup berbuat apapun. Akan tetapi cerpen-

cerpen tersebut menggambarkan tentang masyarakat yang hidup biasa-biasa saja

dan terlihat normal namun praktik kekerasan juga terjadi di sana.

Dari cerpen-cerpen yang sudah dianalisis terlihat jelas bahwa modal

ekonomi menjadi modal paling kuat di dalam masyarakat. Modal ekonomi

menjadi pilar berharga bila orang ingin berjuang di dalam sebuah arena. Selain itu

habitus tiap-tiap kelas juga berbeda-beda dan tidak mungkin kita

menyamakannya. Hal itu terbentuk sangat lama hingga menjadi sebuah kebiasan.

Penciptaan dunia baru-lah yang akan bisa mengubahnya. Habitus yang tertanam

itu terlihat sekali sangat mempengaruhi kehidupan masing-masing kelompok

masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

68

Kekerasan simbolik yang ada di dalam cerpen tersebut digambarkan

dengan sangat halus melalui tingkah laku, cara hidup dan simbol-simbol yang ada

di dalam setiap tokoh. Kekerasan itu tidak menjurus ke dalam hal-hal yang fisik

melainkan melalui simbol-simbol yang dibangun oleh tokoh yang lebih kuat

kepada tokoh yang lebih lemah.

Bentuk kekerasannya bermacam-macam namun pihak yang menerima

kekerasan itu merasa dirinya layak mendapatkannya. Bahkan bukan lagi menjadi

sebuah kekerasan. Selanjutnya yang menarik dicatat adalah ketika tokoh yang

melakukan kekerasan itu menjadi kecewa dan sadar akan tindakan-tindakannya.

4.2 Saran

Kumpulan cerpen Hujan Menulis Ayam karya Sutardji Calzoum Bachri

memiliki banyak simbol-simbol. Cerpen tersebut juga bisa diteliti dalam

hubungannya dengan sejarah dan tentang keterkaitan simbol-simbol di dalam

sejarah karena semua cerpennya ditulis ketika masa Orde Baru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

69

DAFTAR PUSTAKA

Bachri, Sutardji Calzoum. 2001. Hujan Menulis Ayam. Magelang: Yayasan

Indonesia Tera

Bourdieu, Pierre. 2010. Arena Produksi Kultural. Diterjemahkan oleh Yudi

Santosa. Yogyakarta: Kreasi wacana

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta: Buku Seru

Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Haryatmoko. 2016. Membongkar Rezim Kepastian. Yogyakarta: Kanisius

Haryatmoko. 2003. “Menyingkap Kkepalsuan Budaya Penguasa”. dalam Majalah

Basis, No.11-12, November-Desember 2003, hlm. 5-23

Martono, Nanang. 2012. Kekerasan Simbolik di Sekolah. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada

Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rusdiarti, Suma Riella. 2003. “Bahasa, Pertarungan Simbolik dan Kekuasaan”.

dalam Majalah Basis, No.11-12, November-Desember 2003, hlm. 31-40

Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra. Malang: UMM Press

Takwin, Bagus. 2003. Akar-akar Ideologi. Yogyakarta: Jalasutra.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: STRUKTURASI KEKUASAAN DAN KEKERASAN SIMBOLIK · Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... menjalani proses kuliah. 6. Teman-teman angkatan Sastra Indonesia 2012, terima

70

Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI