117
STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) TENTANG TAMKI><N SEMPURNA SEBAGAI SYARAT PEMENUHAN KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI SKRIPSI Oleh Farihatul Bayyuroh NIM. C71214076 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga SURABAYA 2019

STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM

(KHI) TENTANG TAMKI><N SEMPURNA SEBAGAI SYARAT

PEMENUHAN KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI

SKRIPSI

Oleh

Farihatul Bayyuroh

NIM. C71214076

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga

SURABAYA

2019

Page 2: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

i

Page 3: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

i

Page 4: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

iv

LAMPIRAN PUBLIKASI

Page 5: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

v

Page 6: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vi

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul ‚Studi Analisis Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam

Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban Suami

Terhadap Istri‛ adalah hasil penelitian pustaka untuk menjawab pertanyaan

tentang, 1) Bagaimana ketentuan tamki>n Sempurna Sebagai Syarat

Pemenuhan Kewajiban Suami Terhadap Istri dalam pasal 80 Kompilasi

Hukum Islam? 2) Bagaimana akibat hukumnya apabila tamki>n sempurna

sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri dalam pasal 80

Kompilasi Hukum Islam tidak terpenuhi ?

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research),

yaitu penelitian yang menggunakan sumber data dari buku maupun kitab

yang sesuai dengan pokok masalah yang dikaji. Penelitian ini bersifat

deskriptif analisis, yaitu memaparkan dan menganalisis data terhadap

ketentuan pasal 80 Kompilasi Hukum Islam tentang tamki>n sempurna

sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri.

Dalam penelitian ini, menggunakan pola pikir deduktif yaitu memaparkan

pola pikir yang berasal dari pengetahuan yang bersifat umum yang kemudian

digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat khusus. Yaitu data

tentang hak dan kewajiban suami terhadap istri kemudian digunakan untuk

menganalis tamki>n sempurna dalam pasal 80 Kompilasi Hukum Islam.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, ketentuan tamki>n Sempurna

Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban Suami Terhadap Istri dalam pasal 80

KHI dimana dijelaskan bahwa berlakunya nafkah seorang istri akan

terlaksana apabila istri telah melaksanakan tamki>n sempurna. Yang dimaksud

dengan tamki>n sempurna di sini adalah suatu kondisi dimana seorang istri

telah merelakan dirinya digauli oleh suaminya, menunaikan kewajibannya

melayani suami dengan sebaik-baiknya`. Menurut hukum posistif jika tamki>n

sempurna dalam pasal 80 ayat 5 KHI tidak terpenuhi maka istri tidak berhak

mendapatkan: nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri, biaya rumah

tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.

Sedangkan dalam Hukum Islam apabila istri tidak memenuhi syarat istri

untuk mendapatkan nafkah yaitu tidak adanya tamki>n sempurna yang

ditegaskan dalam pengertian para ulama’ maka istri tidak berhak

mendapatkan nafkah atasnya. Tetapi terdapat juga ulama yang mengatakan

bahwa istri tetap mendapatkan haknya yaitu nafkah, kiswah dan tempat

tinggal setelah akad itu terjadi meskipun istri belum bergaul dengan

suaminya.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan agar

pasangan suami istri lebih memperhatikan adanya tamki>n sempurna sebagai

syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri dengan begitu, keduanya

tidak ada yang merasa dirugikan dan dapat melaksanakan kewajibannya

masing-masing.

Page 7: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................................. i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................................... iii

PENGESAHAN ................................................................................................................. iv

MOTTO ............................................................................................................................ v

PERSEMBAHAN .............................................................................................................. vi

ABSTRAK ........................................................................................................................ vii

KATA PENGANGANTAR ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... x

DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah .................................................. 8

C. Rumusan Masalah .......................................................................... 9

D. Kajian Pustaka ............................................................................... 9

E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................. 13

G. Definisi Operasional ...................................................................... 13

H. Metode Penelitian .......................................................................... 15

I. Sistematika Pembahasan ............................................................... 18

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami .......................................... 20

B. Macam-Macam Kewajiban Suami................................................. 23

C. Sebab-Sebab Pemenuhan Kewajiban Suami ................................. 31

D. Pendapat Ulama Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat

Pemenuhan Kewajiban Suami Terhadap Istri ............................... 34

Page 8: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

viii

BAB III TAMKI>N SEMPURNA DALAM PASAL 80 KOMPILASI HUKUM

ISLAM

A. Latar Belakang Penyusunan Kompilasi Hukum Islam .................. 45

B. Proses Penyusunan Kompilasi Hukum Islam ................................ 66

C. Landasan dan Kedudukan Kompilasi Hukum Islam ..................... 68

D. Isi Kompilasi Hukum Islam ........................................................... 75

E. Tamki>n Sempurna Dalam Pasal 80 Kompilasi Hokum Islam ...... 77

F. Latar Belakang Munculnya Penyusunan Tamki>n Sempurna

Dalam Pasal 80 Kompilasi Hokum Islam ...................................... 78

BAB IV ANALISIS TERHADAP TAMKI>N SEMPURNA SEBAGAI SYARAT

PEMENUHAN KEWAJIBAN SUAMI DALAM PASAL 80

KOMPILASI HUKUM ISLAM

A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 80 Kompilasi Hukum

Islam Tentang Tamki>n Sempurna ................................................. 90

B. Analisis Terhadap Akibat Hukumnya Apabila Tamki>n

Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban Suami

Terhadap Istri Dalam Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam Tidak

Terpenuhi ....................................................................................... 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 103

B. Saran .............................................................................................. 105

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................106

LAMPIRAN .......................................................................................................................

Page 9: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perempuan dan laki-laki berasal dari satu jenis yang sama, yaitu

manusia (al-insa>n). Setelah terbentuknya dua jenis manusia ini, timbullah

berbagai kebutuhan mereka. Sehingga, hal tersebut menuntut laki-laki untuk

menjalankan tugasnya sebagai seorang laki-laki dan perempuan sesuai dengan

tuntutan kehidupannya. Pada akhirnya kita hanya dapat mengatakan bahwa

kedua bentuk manusia tersebut memiliki berbagai tugas yang harus

diselesaikan, tugas yang dijalankan secara bersama-sama dan tugas yang

harus dikerjakan secara individu.1

Dalam perkawinan status sosial dari laki-laki dan perempuan

berubah menjadi suami dan istri. Dikarenakan ada perubahan status maka ada

pula kewajiban baru yang dulunya seorang laki-laki memiliki tanggung jawab

terhadap agama, orang tua, pekerjaan, lingkungan dan dirinya sendiri. Hak

dan kewajiban tersebut salah satunya adalah masalah nafkah dari suami.

Bahkan kaum muslimin sepakat bahwa perkawinan merupakan salah satu

sebab yang mewajibkan pemberian nafkah, seperti halnya dengan

kekerabatan.2 Kelelakian seorang pria yang paling menonjol adalah masalah

1Syaikh Mutawalli As-Sya‟rwai, Fikih Peremuan (Muslimah) Busana dan Perhiasan,

Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier, terj. Yessi HM. Basyaruddin, (Jakarta :

AMZAH, cet.ke-3, 2009), 172. 2Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur, Afif

Muhammad, Idrus al-Kaff, "Fiqih Lima Mazhab", (Jakarta: Lentera, 2001), 400.

Page 10: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

pekerjaan, sebab bekerja merupakan alat pencarian nafkah, dan nafkah salah

satu bentuk realisasi ibadah dalam rumah tangga.3

Allah membebankan segi ini kepada pria (suami). Seperti dalam

firman Allah Ta‟ala QS al-Baqarah: 233:

ى ل ود وع ول م ل و ا ن ل ه ن رزق ه وت س روف وك ع م ال ل ف ل ب ك س ت ف ل ن و إ ع وس

‚Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani lebih dari

kesanggupannya.‛ (Qs. Al-Baqarah: 233).‛4

Selain itu juga terdapat hadits yang mengatur tentang kewajiban

pemberian nafkah suami kepada istri:

Hakim putra Muawiyah al-Qusyairy, dari ayahnya, berkata: Aku

bertanya: Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang di antara

kami? Beliau menjawab: "Engkau memberinya makan jika engkau

makan dan engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian."

Hadits yang telah tercantum dalam Bab bergaul dengan istri.5

Di antara disyariatkannya perkawinan adalah untuk mendapatkan

ketenangan hidup, mendapatkan cinta dan kasih sayang, serta pergaulan yang

baik dalam rumah tangga. Yang demikian baru dapat berjalan secara baik

apabila ditunjang dengan tercakupinya kebutuhan hidup yang pokok bagi

kehidupan rumah tangga. Kewajiban nafkah adalah untuk menegakkan tujuan

dari perkawinan itu.

Berlakunya kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada

istrinya berdasarkan dalil-dalil di atas, mereka berbeda dalam menetapkan

kapan secara hukum dimulai kewajiban nafkah itu. Beda pendapat itu

3Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, (Surabaya: Sinar Terang, 2006), 70.

4Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2013), 37. 5Alhafizh Ibn Hajar Al-‘Asqala>ni, Bulu>ghul Mara>m ,(trjmh Moh. Machfudin Aladip), (Semarang:

PT Toha Putra Semarang, t.t), 582.

Page 11: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

bermula dari perbedaan pendapat mereka dalam hal apakah nafkah itu

diwajibkan karena semata melihat kepada akad nikah atau melihat kepada

kehidupan suami istri yang memerlukan nafkah itu.6

Terjadinya perbedaan pendapat ulama dalam hal kapankah seorang

istri berhak atas nafkah dari suaminya dikarenakan ayat dan hadis tidak

menjelaskan secara khusus syarat-syarat wajib nafkah istri. Oleh karena itu

tidak ada ketentuan secara khusus dari nabi SAW mengenai hal tersebut

sehingga di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan

syarat-syarat wajibnya seseorang istri mendapatkan nafkah.7

Adapun seorang istri berhak menerima nafkah dari suaminya,

apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:8

a. Dalam ikatan perkawinan yang sah

b. Menyerahkan dirinya kepada suaminya.

c. Suaminya dapat menikmati dirinya. Keduanya saling dapat menikmati.

d. Tidak menolak apabila diajak untuk pindah ke tempat yang dikehendaki

suaminya (kecuali apabila suaminya itu bermaksud untuk merugikan istri

dengan membawa pindah atau membahayakan keselamatan diri dan

hartanya).

Jumhur ulama termasuk ulama Syi’ah Imammiyah berpendapat

bahwa nafkah itu mulai diwajibkan semenjak dimulainya kehidupan rumah

6Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-

Undang Perkawinan, (Jakarta:Kencana, 2009), 168. 7Wahbat az-Zuhayli>, Usu>l al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu, Juz 10 (Suriah : Da>r al-Fikr bi

Damsyiq, 2002), 73-74. 8Al-sayyid sa>biq, Fiqh al-Sunnah, Juz II, (Beiru>t Libanon: Da>r al-Fath, 1996), 80.

Page 12: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

tangga, yaitu semenjak suami telah bergaul dengan istrinya, dalam arti istri

telah memberikan kemungkinan kepada suaminya untuk menggaulinya, yang

dalam fikih disebut dengan tamki>n. Dengan semata terjadinya akad nikah

belum ada kewajiban membayar nafkah. Berdasarkan pendapat ini bila

setelah berlangsungnya akad nikah istri belum melakukan tamki>n, karena

keadaannya ia belum berhak menerima nafkah. 9

Menurut jumhur ulama, suami wajib memberikan nafkah istrinya

apabila:10

a. Istri menyerahkan diri kepada suaminya sekalipun belum melakukan

senggama.

b. Istri tersebut orang yang telah dewasa dalam arti telah layak melakukan

hubungan senggama.

c. Perkawinan suami istri itu telah memenuhi syarat dan rukun dalam

perkawinan.

d. Tidak hilang hak suami untuk menahan istri disebabkan kesibukan istri

yang dibolehkan agama.

Yang berbeda pendapat dengan jumhur ulama di atas adalah

golongan Zhahiriyah. Bagi mereka kewajiban nafkah dimulai semenjak akad

nikah, bukan dari tamki>n, baik istri yang telah melangsungkan akad nikah itu

memberi kesempatan kepada suaminya untuk digauli atau tidak, sudah

9Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat…, 168.

10Wahbat al-Zuhaili>, Usu>l al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu…, 736.

Page 13: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

dewasa atau masih kecil, secara fisik mampu melayani kebutuhan seksual

suaminya atau tidak, sudah janda atau masih perawan.11

Ada beberapa keterangan yang telah diterangkan mengenai

kewajiban suami. Menurut Hukum Islam yang menerangkan bahwa tanggung

jawab terbesar dalam keluarga adalah berada di pundak pemimpin, yaitu

seorang suami. Suami wajib membawa anggotanya ke jalan yang bahagia.

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, mengatakan

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal sesuai Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila akad nikah telah

berlangsung dan sah sesuai syarat dan rukunnya, maka akan menimbulkan

akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak dan

kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga.12

Dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 pada Bab VI yang

menerangkan hak dan kewajiban suami-isteri:

Pasal 30

Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan

rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.

Pasal 31

1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama

dalam masyarakat.

2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Pasal 32

1) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2) Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini

ditentukan oleh suami-isteri bersama.

11

Ibnu Hazmin, Al-Muhalla (Mesir : Mathba’ah Aljumhuriyah Al-Arabiyah, 1970), 249. 12

Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta Timur : Prenada Media, 2003), 155.

Page 14: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Pasal 33

Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat

menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang

lain.

Pasal 34

1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, kewajiban suami istri terdapat pada

Pasal 77 sebagai berikut :13

1) Suami isteri memikul kewjiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar

dan susunan masyarakat;

2) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain;

3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak meraka, baik mengenai pertumbuahan jasmani, rohani maupun

kecerdasannya dan pendidikannya;

4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya;

5) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama;

Pada pasal 78 sebagai berikut:

1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami

isteri bersama.

Kewajiban suami terhadap istri di Indonesia ini telah tertulis pula

pada Kompilasi Hukum Islam, di pasal 80 sebagai berikut:14

1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami istri bersama.

2) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat

bagi agama, nusa dan bangsa.

4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

13

Ibid., 157. 14

Ibid., 161.

Page 15: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri

dan anak;

c. Biaya pendidikan bagi anak.

5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a

dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamki>n sempurna dari isterinya.

6) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri

nusyuz.

Di Indonesia sendiri, salah satu peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang perkawinan adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). Rukun

perkawinan juga diatur dalam KHI. Pasal 14 KHI menyebutkan bahwa untuk

melaksanakan perkawinan maka harus ada calon suami, calon istri, wali

nikah, dua orang saksi, serta ijab dan kabul. Bila kelima unsur tersebut

terpenuhi, maka perkawinannya berhukum sah. Begitupun sebaliknya, bila

salah satu dari unsurnya tidak terpenuhi, maka perkawinan berhukum tidak

sah.

Terkait dengan syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri

KHI pasal 80 ayat (5) menyebutkan bahwa kewajiban suami terhadap istri

hanya akan terpenuhi jika syarat didalamnya telah terlaksana yaitu sesudah

adanya tamki>n sempurna dari istri.

Bila melihat pasal 80 KHI ayat (5) yang berbunyi : Kewajiban suami

terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai

berlaku sesudah ada tamki>n sempurna dari isterinya. Yang dimana ayat (4) a

dan b berbunyi : sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri

dan anak.

Page 16: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Berkaitan dengan kewajiban suami terhadap istri dan kapankah

kewajiban itu dilakukan oleh suami masih menuai banyak perbedaan. Di

antaranya adalah syarat istri mendapatkan nafkah yang di dalam kompilasi

Hukum Islam pasal 80 ayat (5) disebutkan harus adanya tamki>n sempurna

dari istri. Maka penulis berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih

jauh lagi mengenai Studi Analisis Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam (KHI)

tentang apa makna sebenarnya dari kata Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat

Pemenuhan Kewajiban Suami terhadap Istri.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, terdapat beberapa masalah dalam

penelitian ini. Penulis mengidentifikasi inti permasalahan yang terkandung di

dalamnya sebagai berikut:

1. Pemenuhan kewajiban suami terhadap istri dalam Kompilasi Hukum

Islam dan prespektif Hukum Positif.

2. Deskripsi Tamki>n sempurna dalam Kompilasi Hukum Islam dan dalam

fiqh.

3. Kriteria Tamki>n sempurna.

4. Faktor-faktor yang melatarbelakangi KHI yang mengatur tentang tamki>n

sempurna sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri.

5. Analisis Kompilasi Hukum Islam terhadap tamki>n sempurna sebagai

syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri.

Page 17: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Dengan adanya banyak permasalahan tersebut di atas, agar sebuah

penelitian bisa fokus dan sistematis, maka disusunlah batasan masalah yang

merupakan batasan terhadap masalah yang akan diteliti. Adapun batasan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap

istri berdasarkan kompilasi hukum Islam dan hukum Islam.

2. Deskripsi tentang substansi yang terkandung dalam Pasal 80 KHI

mengenai tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami

terhadap istri.

C. Rumusan masalah

1. Bagaimana ketentuan Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan

Kewajiban Suami Terhadap Istri dalam pasal 80 Kompilasi Hukum

Islam?

2. Bagaimana akibat hukumnya apabila tamki>n sempurna sebagai syarat

pemenuhan kewajiban suami terhadap istri dalam pasal 80 Kompilasi

Hukum Islam tidak terpenuhi ?

D. Kajian pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti

Page 18: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.15

Menurut penelusuran yang telah peniliti lakukan, belum ada kajian

yang membahas tentang tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan

kewajiban suami terhadap istri yang berfokus pada syarat tamki>n sempurna

sebagai pemenuhan keawajiban suami terhadap isteri. Namun ada peneliti

yang menulis skripsi yang menyinggung tentang nafkah.

1. Skripsi karya Nora Fajar Febriana, yang berjudul ‚Hak Istri dalam

Mendapatkan Nafkah Menurut Asghar Ali Enginer‛. Dalam skripsi ini

dibahas tentang kewajiban memberikan nafkah diberikan oleh suami

kepada istri untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian

dan tempat tinggal, memberikan nafkah istri sesuai dengan kemampuan.

Kewajiban memberikan nafkah kepada istri dari terjadinya pernikahan

yang sah sampai ketika terjadinya perceraian maka nafkahnya tidak

dibatasi sampai ‘iddahnya.16

2. Skripsi karya Miftahul Falah (IAIN Walisongo Semarang), yang berjudul

‚Sengketa Suami Istri Tentang Nafkah (Analisis Pendapat Imam Syafi'i

terhadap Istri yang Membantah Pengakuan Suami tentang Nafkah)‛.

Dalam skripsi ini disebutkan bahwa Menurut Imam Syafi'i, apabila terjadi

15

Tim Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, Cet. V

(Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, 2014), 9. 16

Nora Fajar Febriana, ‚Hak Istri dalam Mendapatkan Nafkah Menurut Asghar Ali Enginer‛

(Skripsi—STAIN Purwokerto, Purwokerto, 2012).

Page 19: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

sengketa suami istri dalam hal nafkah, maka yang harus dipegang adalah

perkataan isteri.17

3. Skripsi karya Akmalya Uqtuv (UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), yang

berjudul ‚Hak Dan Kewajiban Suami-Istri Dalam Keluarga (Studi

Pemikiran Syaikh Muhammad ‘Ali> As-Sa>bu>ni> Dalam Kitab Az-Zawa>j al-

Isla>mi> Al-Mubakkir: Sa’a>dah Wa Hasana>h)‛. dalam skripsi ini dsebutkan

bahwa interaksi antara suami dan istri telah diatur oleh syariat Islam yang

terkait dengan kehidupan berkeluarga. Terdapat kewajiban dan hak

masing-masing yang harus dipenuhi suami atau istri secara tidak langsung

akan menjamin pemenuhan hak keduanya, hanya saja disini lebih

menekankan kepada kewajiban suami untuk melayani suami dan

mendidik anak.18

4. Skripsi karya Achmad Badarus Syamsi (UIN Sunan Kalijaga) yang

berjudul ‚Hak Dan Kewajiban Istri Dalam Rumah Tangga (studi

komparasi antara hukum keluarga Islam dan konvensi cedaw)‛. Dalam

skripsi ini lebih cendong membahas tentang hak dan kewajiban istri

dalam konvensi cedaw.19

5. Skripsi karya Alal rizki (IAIN Purwokerto), yang berjudul ‚istri

membebaskan suami dari kewjibannya perspektif fiqh Islam (Studi

17

Miftahul Falah ‚Sengketa Suami Istri Tentang Nafkah (Analisis Pendapat Imam Syafi'i

terhadap Istri yang Membantah Pengakuan Suami tentang Nafkah)‛ (Skripsi—IAIN Walisongo,

Semarang, 2009). 18

Akmalya Uqtuv, ‚Hak Dan Kewajiban Suami-Istri Dalam Keluarga (Studi Pemikiran Syaikh

Muhammad ‘Ali> As-Sa>bu>ni> Dalam Kitab Az-Zawa>j Al-Isla>mi> Al-Mubakkir: Sa’a>dah Wa Hasana>h)‛ (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010). 19

Achmad Badarus Syamsi, ‚Hak Dan Kewajiban Istri Dalam Rumah Tangga (Studi Komparasi

Antara Hukum Keluarga Islam dan Konvensi Cedaw)‛ (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, 2008).

Page 20: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

analisis kompilasi Hukum Islam pasal 80 ayat 6)‛. Dalam skripsi ini

disebutkan apabila seorang suami tidak sanggup memberikan nafkah dan

pakaian kepada istrinya, suami seharusnya berusaha keras untuk mencari

nafkah dan pakaian karena merupakan kewajibannya, pada dasarnya

suami tidak boleh menyusahkan istrinya dan istri berhak meminta

pembatalan pernikahan apabila suami tidak sanggup memberikan nafkah

dan pakaian kepada istrinya.20

Berdasarkan telaah pustaka yang telah disebutkan di atas, maka

penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaannya yaitu

penelitian yang telah dijelaskan tersebut belum mengungkapkan ketentuan

Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam tentang tamki>n sempurna sebagai syarat

pemenuhan kewajiban suami terhadap istri.

E. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui ketentuan Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam tentang

Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban Suami

Terhadap Istri.

2. Untuk mengetahui akibat hukumnya apabila tamki>n sempurna sebagai

syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri dalam pasal 80

Kompilasi Hukum Islam tidak terpenuhi.

20

Alal rizki, ‚Istri Membebaskan Suami Dari Kewajibannya Perspektif Fiqh Islam (Studi Analisis

Kompilasi HUKUM Islam Pasal 80 Ayat 6)‛ (Skripsi—IAIN Sunan Purwokerto, Purwokerto

2017).

Page 21: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini mempunyai banyak kegunaan dan manfaat, baik untuk

kalangan akademisi maupun non akademisi. Kegunaan hasil penelitian yang

dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu ditinjau dari segi

teoritis dan segi praktis.21

1. Aspek teoritis

a. Sebagai penambah wawasan serta memperkuat ilmu pembaca pada

umumnya, dan khusus bagi mahasiswa/i yang berkaitan dengan

masalah Hukum Keluarga Islam.

b. Sebagai ragam keilmuan ke-Islaman tentang Tamki>n Sempurna

Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban Suami terhadap Istri Studi

Komparatif Fiqh Munakahat dan Kompilasi Hukum Islam.

2. Aspek Praktis

Sebagai pedoman dan dasar bagi peneliti lain dalam mengkaji

penelitian lagi yang lebih mendalam.

G. Definisi Operasional

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang

akan diteliti serta menghindari dari kesalahpahaman bagi para pembaca

dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis memandang perlu untuk

menjelaskan maksud dari judul tersebut, yakni:

21

Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014), 56.

Page 22: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

1. Kompilasi Hukum Islam yaitu himpunan kaidah-kaidah Islam yang

tersusun secara sistematis. 22

Isi dari kompilasi hukum Islam terdiri dari

tiga buku, masing-masing buku dibagi ke dalam beberapa bab dan pasal,

buku I Hukum Perkawinan terdiri dari 19 bab dengan 170 pasal diantara

adalah pasal 80 ayat 5 yang membahas tentang kewajiban suami terhadap

istri.

2. Tamki>n sempurna dalam pasal 80 KHI yaitu penyerahan diri secara utuh.

Tamki>n sendiri mempunyai pengertian istri telah memberikan

kemungkinan kepada suaminya untuk menggaulinya dalam arti yaitu

semanjak suami telah bergaul dengan istrinya.23

Sedangkan sempurna

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung pengertian utuh dan

lengkap segalanya (tidak bercacat dan bercela).24

Tamki>n sempurna dalam

KHI diatur dalam pasal 80 KHI yang berbunyi bahwa kewajiban suami

terhadap istri yaitu seperti tersebut pada ayat (4) huruf a) nafkah, kiswah

dan tempat kediaman bagi istri b) biaya rumah tangga, biaya perawatan

dan biaya pengobatan bagi istri dan anak mulai berlaku sesudah ada

tamki>n sempurna dari istri.

22

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 267. 23

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…, 168. 24

https://kbbi.web.id/sempurna, diakses Minggu 08 Juli 2018 pukul 18.22.

Page 23: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

H. Metode penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau tahapan-tahapan yang

dapat memudahkan seorang penulis dalam melakukan sebuah penelitian,

dengan tujuan dapat menghasilkan penelitian yang berbobot dan berkualitas.

Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta

desain penelitian yang digunakan.25

Dalam metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian

yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu

penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan

diolah atau dianalisis. Metode penelitian yang dimaksud haruslah memuat:

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang diangkat

penulis, maka data yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah

tersebut meliputi:

a. Data tentang substansi yang terkandung dalam Pasal 80 KHI

mengenai tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan kewajiban

suami terhadap istri.

b. Pendapat ulama tentang tamki>n sempurna

2. Sumber data

Sumber data adalah sumber dari mana data akan digali, baik primer

maupun sekunder.26

25

Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian…, 5. 26

Tim Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, Cet. V

(Surabaya Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, 2014),9.

Page 24: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

a. Data Primer adalah data pokok yang menjadi acuan dalam sebuah

penelitian dan diperoleh langsung dari sumbernya.27

Penelitian ini

menggunakan sumber data primer berupa:

1) Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam,

2) Buku pendukung yaitu Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah

b. Data Sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian untuk

mendukung dan memperjelas data primer. Adapun data yang

diperoleh adalah dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku ysng

berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk laporan, skripsi,

tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.28

Adapun

beberapa sumber sekunder adalah sebagai berikut:

1) Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara

Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan.

2) Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan.

3) Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat.

4) Wahbat az-Zuhaili>, Usu>l Al-Fiqh Al-Isla>Mi> Wa Adillatuhu, Juz

10.

5) Slamet Abidin Dan Aminudin, Fiqih Munakahat 1.

6) Ibnu Hazm, al-muhalla bi al-atsar.

27

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008),

9. 28

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 10.

Page 25: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau studi

documenter,29

yaitu dengan meneliti sejumlah dokumen di

perpustakaan, jurnal ilmiah dan hasil penelitian yang relevan dengan

tema skripsi ini. Kemudian memilah-milahnya dengan memprioritaskan

sumber bacaan yang memiliki kualitas, baik dari aspek kebaharuan

isinya maupun kualitas penulisnya. Untuk itu digunakan data

kepustakaan yang berhubungan dengan persoalan Pasal 80 Kompilasi

Hukum Islam tentang tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan

kewajiban suami terhadap istri.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data yang diperoleh dalam penelitian terkumpul, langkah

selanjutnya adalah menganalisis data. Peneliti akan menganalisisnya

dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan dan

menganalisis data terhadap ketentuan pasal 80 Kompilasi Hukum Islam

tentang tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami

terhadap istri.

Dalam penelitian ini, yaitu menggunakan pola fikir deduktif yaitu

pola pikir yang berasal dari pengetahuan yang bersifat umum yang

kemudian digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat khusus30

,

yaitu data tentang hak dan kewajiban suami terhadap istri kemudian

29

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), 206. 30

Lexi, J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 190.

Page 26: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

digunakan untuk menganalis tamki>n sempurna dalam pasal 80 Kompilasi

Hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Demi tersusunnya skripsi yang sistematis, terarah dan mudah untuk

dipahami maka dalam penelitian ini perlu dibuatkan sistematika pembahasan

yang tersusun sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan kerangka teoritik tentang hak dan kewajiban

suami istri, yang meliputi: pengertian hak dan kewajiban suami istri, macam-

macam kewajiban suami terhadap istri, syarat dan sebab-sebab pemenuhan

kewajiban suami, pendapat ulama tentang tamki>n sempurna sebagai syarat

pemenuhan kewajiban suami terhadap istri, akibat hukum apabila tamki>n

sempurna tidak terpenuhi.

Bab ketiga berisi tamki>n sempurna dalam Pasal 80 Kompilasi

Hukum Islam yang meliputi: latar belakang penyusunan Kompilasi Hukum

Islam, Proses penyusunan Kompilasi Hukum Islam, landasan dan kedudukan

Kompilasi Hukum Islam, isi Kompilasi Hukum Islam, tamki>n sempurna

Page 27: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

dalam Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam dan latar belakang munculnya

penyusunan tamki>n sempurna dalam Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam.

Bab keempat berisi analisis terhadap tamki>n sempurna sebagai

syarat pemenuhan kewajiban suami dalam Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam

meliputi: analisis terhadap ketentuan Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam dan

analisis terhadap akibat hukumnya apabila tamki>n sempurna tidak terpenuhi.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan.

Page 28: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat

rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Perkawinan menimbulkan

keperdataan di antara suami dan istri. Perkawinan mempunyai tujuan yang

mulia untuk itu perlu diatur tentang hak dan kewajiban suami dan istri. Jika

suami dan istri sama sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing,

maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga

sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Maka tujuan hidup

berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama, yaitu saki>nah,

mawa>ddah, dan rah}mah}.31 Dengan demikian, akan menimbulkan juga hak

serta kewajibannya selaku suami isteri dalam keluarga, yang meliputi: hak

suami istri secara bersama, hak suami atas istri, dan hak istri atas suami.

Hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’. Sementara

hak sebagai suatu kekhususan yang ditetapkan oleh syara’, padanya melekat

suatu kekuasaan atau beban.32

Definisi ini mengandung dua subtansi, yaitu

hak sebagai kewenangan atas sesuatu benda, dan hak sebagai keharusan atau

kewajiban pada pihak lain seperti hak istri yang terbebankan kepada suami

dan sebaliknya.

31

Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat.., 155. 32

Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan ( Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,1995), 27.

Page 29: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Secara bahasa, kata kewajiban merupakan berasal dari kata ‚wajib‛,

yang kata tersebut merupakan istilah serapan dari bahasa Arab. Namun,

istilah ini telah menjadi bagian dari satu kata bahasa Indonesia. Adapun

makna dari kata wajib adalah sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh

tidak dilaksanakan ditinggalkan.33

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kewajiban merupakan

sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik. Terkait dengan

hubungan perkawinan, kewajiban tersebut memiliki keterikatan dengan hak-

hak masing-masing pasangan. Adapun dimaksud dengan kewajiban suami

adalah sesuatu hal yang wajib atau harus dilaksanakan seorang suami dalam

menjalankan kehidupan rumah tangga yang telah dibina dan guna memenuhi

hak dari pihak lain. Pada dasarnya hak dan kewajiban istri adalah sama dan

seimbang dengan istri.

Istilah kewajiban erat kaitannya atau imbangan dari istilah

tanggung jawab, yaitu sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima

sesuatu yang dinamakan hak.34

Kewajiban bisa diartikan sesuatu yang wajib

diamalkan atau suatu perintah yang harus dilakukan. Misalnya, mereka

bersumpah akan menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Selain itu,

kewajiban bisa juga diartikan sesuatu yang tidak selalu dikerjakan, seperti

33

Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet ke-6, (Jakarta: Pustaka Phoenix,

2012), 603. 34

Anita Purwati, Pengertian Tanggung Jawab dan Pengabdian Pengorbanan,

https://anitapurwati.wordpress.com/2010/10/31/pengertian-tanggung-jawabdan-pengabdian-dan

pengorbanan/ ‛Diakses pada tanggal 24 Februari 2018‛

Page 30: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

menuntut ilmu, membayar pajak, dan belajar.35

Madzhab Hanafiyah

membedakan pengertian antara fardl dan wajib. Fardl merupakan kewajiban

agama yang dinyatakan secara eksplisit di dalam al-Qur’a>n dan al-Hadi>ts

Sedangkan wajib adalah kewajiban-kewajiban yang dideduksikan dari al-

Qur’a>n dan al-Hadi>ts berdasarkan nalar.36

Perbuatan wajib yaitu suatu perbuatan yang diberi pahala bila

dikerjakan, dan diberi siksa atau dosa bila ditinggalkan.37

Sedangkan

kewajiban adalah hal-hal yang wajib dilakukan atau diadakan oleh salah

seorang dari suami atau istri untuk memenuhi hak pihak lain.38

Kewajiban

antara suami istri dalam kehidupan rumah tangga itu dapat dilihat dalam ayat

al-Baqarah ayat 228 :

حكيم عزي ز و والل درجة عليهن وللرجال بالمعروف عليهن ال ذي مثل ولن

‚Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,

mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.‛39

Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan kewajiban.

Kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Suami mempunyai kedudukan

setingkat lebih tinggi, yaitu sebagai kepala keluarga, sebagaimana

diisyaratkan oleh ujung ayat tersebut di atas.40

Dalam Kompilasi Hukum

Islam, kewajiban suami terhadap istri dijelaskan pada pasal 80 yang berbunyi:

35

Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, tt), 389. 36

Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syari’at Islam: Dari Indonesia hingga Nigeria, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004), 11. 37

Mansykur Anhari, Ushul Fiqh, (Surabaya: Diantama, 2008), 29. 38

Dakwatul Chairah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,

2014), 75. 39

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an…,36. 40

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan…,159–160.

Page 31: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

(1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami istri bersama. (2) Suami wajib melidungi isterinya dan

memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya. (3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada

isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. (4) Sesuai dengan penghasilannya

suami menanggung : a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri, b.

Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan

anak, c. Biaya pendidikan bagi anak.

B. Macam-Macam Kewajiban Suami

Setelah pernikahan berlangsung yang ditandai oleh ijab kabul, maka

secara tidak langsung peran sebagai suami dan istri dimulai. Istri harus

memposisikan diri sebagai seorang istri yang mempunyai hak dan kewajiban,

begitu pula sebaliknya bagi suami. Kalau kedua belah pihak menyadari posisi

dan peran masing-masing, rumah tangga itu akan berjalan harmonis.41

Ali bin Abi Thalib dan istrinya, Fatimah pernah mengadu kepada

Rasulullah tentang pembagian tugas dalam membina rumah tangga.

Rasulullah memutuskan, bahwa Fatimah bekerja di rumah, Ali bekerja

mencari nafkah di luar rumah (Riwayat At-jurjani).

41

Lajnah Pentashihan Munshaf al-Quran, Kedudukan dan Peran Perempuan, (Jakarta: Aku Bisa,

2012), 138.

Page 32: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Kewajiban pertama seorang suami kepada istrinya ialah memuliakan

dan mempergaulinya dengan baik, menyediakan apa yang dapat ia sediakan

untuk istrinya yang akan dapat mengikat hatinya, memperhatikan dan

bersabar apabila ada yang tidak berkenan di hatinya.42

Hal ini sesuai dengan

firman Allah Swt :

ما بب عض لتذىب وا ت عضلوىن ول كرىا ء النسا ترثوا ان لكم يل ل من واا ال ذين اي ها ي كرىتموىن فان بالمعروف وعاشروىن مب ي نة بفاحشة ي أتي ان ال ىن ت يتمو ا

را فيو و الل و يعل اشي تكرىوا ان ى ف عس را خي كثي

‚Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai

wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan

mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang

telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan

pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaul lah dengan mereka secara

patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka

bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal

Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa’

:19).43

Rasulullah bersabda:

لنسائهم خياركم وخياركم خلقا، أحسن هم إيانا مؤمني ال أكمل

‚Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling

baik pekertinya dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik

terhadap isterinya.‛ (HR. At-Tirmidzi)44

Kewajiban paling besar dari seorang suami terhadap istrinya adalah

menjaga istri dan keluarganya. Berikut ini ayat Al-Qur’an yang terkait

kewajiban suami terhadap istrinya

42

Al-Hamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 163. 43

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an…,80. 44

Al-Hamdani, Risalah Nikah…, 163.

Page 33: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Allah Taala berfirman dalam Q.S. At Tahrim ayat 6 :

ا ا ي ي ه ين أ وا ال ذ ن وا آم م ق ك س ف ن م أ يك ل ى ارا وأ ا ن ى ود الن اس وقا ه ي ل ارةع ة والج ك ئ ل ظ م ل اد غ د ون ل ش ص ع ا الل و ي م م رى م أ

ون ل ع ف ا وي ر م ؤم ون ي

‚wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia

dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan kers, yang

tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia Dia perintahkan

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.45

Adapun kewajiban suami terhadap istri adalah memberi nafkah

zahir, sesuai dengan syariat Islam. Yang mana setelah terjadi akad nikah yang

sah maka suami wajib menunaikan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam

Islam Kewajiban suami disebabkan perkawinan. Dalam memberi nafkah zahir

suami wajib memberi nafkah kepada istri yang taat, baik makanan, pakaian,

maupun tempat tinggal, pekakas rumah dan sebagainya sesuai dengan

kemampuan dan keadaan suami.

Dari Ibnu Amir Ash,Rasulullah SAW bersabda :

رء كفى )هی وغ داود ابو رواه حيصح ثيحد (قوت ي من ع ي ض ي ان اثا بالم

‛ cukuplah sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang

yang menjadi tanggunganya ( HR. Abu Daud )46

Dengan demikian suami wajib memberi pendidikan serta nasehat

terhadap istri. Memberi pendidikan merupakan kewajiban suami, dalam hal

ini tidak bertentangan dengan Islam yang mana Islam menganjurkan untuk

45

Kementrian agama RI, Al-qur’an…, 559. 46

Al-Hafdh dan Marsap Suhaimi,Terjemahan Riya>dhus Sha>lihi>n, (Surabaya : Mahkota,1986), 242

Page 34: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

memberi pendidikan agama. Sabaliknya pendidikan suami kepada istri yang

tidak mempunyai pendidikan agama, kalau suami yang tidak tau maka

istrilah yang mengajar atau yang mengingatkan.

Kewajiban suami di dalam perkawinan, di dalam kitab fikih sunnah

tersebut beliau (Sayyid Sabiq) menyatakan adalah: (1) memberikan nafkah

kepada isteri. (2) Berlaku adil terhadap semua isteri bagi suami yang

mempunyai isteri lebih dari satu.47

Kewajiban suami dapat dilihat juga dalam Kompilasi Hukum Islam

sebagai berikut:48

1. Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami isteri bersama.

2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat

bagi agama dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: (a)Nafkah, kiswah dan

tempat kediaman bagi isteri. (b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan

dan biaya. (c)pengobatan bagi isteri dan anak.

5. Biaya pendidikan bagi anak

6. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut apda ayat (4) huruf a

dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.

7. Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

8. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (2) gugur apabila isteri

nusyuz

9. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya,

atau bekas isteri yang masih iddah.

10. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama

dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.

11. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya

dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram.

47

Al-Sayyid Sabi>q, Fiqh al-Sunnah …, 93. 48

Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat…, 161.

Page 35: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta

kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.

12. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya

serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik

berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang

lainnya.

Kewajiban suami terhadap istri mencakup kewajiban materi

beberapa kebendaan dan kewajiban nonmateri yang bukan kebendaan.

a. Kewajiban materi berupa kebendaan

Sesuai dengan penghasilannya suami mempunyai kewajiban terhadap

istri:49

1) Memberi nafkah, kiswah dan tempat tinggal.

2) Biaya rumah tangga biaya perawatan da biaya pengobatan bagi istri

dan anak,

3) Biaya pendidikan bagi anak.

Dua kewajiban paling depan di atas mulai berlaku sesudah ada

tamki>n sempurna dari istri, dan ia dapat membebaskan kewajiban tersebut

terhadap dirinya. Di samping itu, juga bisa gugur apabila istri nusyuz.

1. Nafkah dan Hukumnya

Kata nafkah berasal dari kata ان فق, dalam bahasa arab secara

etimologi mengandung arti: قل و نقص yang berarti berkurang. Juga

berarti ذىب و فنى yang berarti hilang atau pergi.50

Bila seseorang

49

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…, 182 50

Ibid., 165

Page 36: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

dikatakan memberikah nafkah membuat harta yang dimilikinya menjadi

sedikit karena telah dilenyapkan atau dipergikannya untuk kepentingan

orang lain. Bila kata ini dihubungkan dengan perkawinan mengandung

arti: ‚sesuatu yang dikeluarkan dari hartanya untuk kepentingan istrinya

sehingga menyebabkan hartanya berkurang‛. Dengan demikian nafkah

istri berarti pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap

istrinya dalam masa perkawinannya.51

Kewajiban memberi nafkah oleh suami kepada istrinya berlaku

dalam fikih didasarkan kepada prinsip pemisahan harta antara suami

dan istri. Prinsip ini mengikuti alur pikir bahwa suami itu adalah

pencari rezeki; rezeki yang telah diperolehnya itu menjadi haknya

secara penuh dan untuk selanjutnya suami berkedudukan sebagai

pemberi nafkah. Sebaliknya istri bukan pencari rezeki dan untuk

memenuhi keperluannya ia berkedudukan sebagai penerima nafkah.52

Hukum membayar nafkah untuk istri, baik dalam bentuk

perbelanjaan, pakaian adalah wajib. Kewajiban itu bukan disebabkan

oleh karena istri membutuhkannya bagi kehidupan rumah tangga tetapi

kewajiban yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat kepada keadaan

istri. Bahkan ulama syi’ah menetapkan bahwa meskipun istri orang

51

Ibid. 52

Ibid.

Page 37: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

kaya dan tidak memerlukan bantuan biasa dari suami, namun suami

tetap wajib mebayar nafkah.53

Firman Allah SWT :

وعلى الر ضاعة يتم أن أراد لمن كاملي حولي أولدىن ي رضعن والوالدات تضار ل وسعها إل ن فس تكل ف ل بالمعروف وكسوت هن رزق هن لو المولود لك ذ مثل الوارث وعلى بولده ل و مولود ول بولدىا والدة

‚Dan ibu-ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua

tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut

kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita

kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan

warispun berkewajiban demikian…‛ (Q.S. Al-Baqarah: 233).54

Dan firman Allah SWT:

ن وى ن ك س ن أ ث م ي م ح ت ن ك ن س م م دك ن ول وج اروى ض وا ت ق ي ض ت لن ه ي ل …ع

‚Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan

mereka untuk menyempitkan (hati) mereka…..‛ (Q.S. Ath-thalaq:

6)55

Dan firman Allah:

و الل يكلف ل و الل ىو ت ا م ا ف لي نفق رزقو عليو قدر ومن سعتو ن م سعة ذو لي نفق يسرا عسر ب عد و الل سيجعل ىهات ا ما ال ن فسا

‚Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah

53

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Al-Imam Ja’far Al-Shadiq, (Iran: Muassasah Anshariyah,

1999), 207. 54

Kementrian agama RI, Al-qur’an…,37. 55

Ibid., 559.

Page 38: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa

yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan

kelapangan sesudah kesempitan.‛ (Q.S. Ath-Thalaq:7)56

2. Sebab dan syarat berhak menerima nafkah

Istri berhak menerima nafkah apabila telah ada syarat–syarat

sebagai berikut:57

a. Telah terjadi akad nikah yang sah. Apabila akad nikah masih diragu-

ragukan kesahannya, maka istri tidak berhak menerima nafkah.

b. Istri telah menyerahkan dirinya kepada suaminya. Maksudnya ialah

istri telah bersedia menerima dan melaksanakan kewajiban sebagai

seorang istri dan bersedia memenuhi hak–hak suaminya, seperti telah

bersedia mengurus rumah tangga suaminya, melayani dan sebagainya,

sesuai dengan ketentuan–ketentuan agama. Hal ini berdasarkan

kepada perbuatan Rasulullah s.a.w. pada waktu permulaan beliau

kawin dengan Aisya r.a. beliau bergaul dengan Aisyah r.a. setelah dua

tahun melaksanakan akad nikah. Selama dua tahun itu beliau tidak

memberi Aisyah nafkah dan beliau tidak pula mengganti atau

membayar nafkah yang tidak beliau bayar itu sampai beliau wafat.

c. Istri telah bersedia tinggal bersama – sama di rumah suaminya. Dalam

hal istri tetap tinggal di rumah orang tuanya karena permintannya

sendiri dan telah mendapat izin suaminya atau karena suami belum

sanggup menyediakan tempat kediaman bersama, ia tetap berhak

56

Ibid. 57

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang,

1974), 131-132.

Page 39: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

mendapat nafkah. Apabila kesediaan itu tidak atau belum ada, istri

tidak berhak menerima nafkah. Demikian pula apabila istri berpergian

jauh tanpa izin dari suaminya, maka selama berpergian itu istri tidak

berhak menerima nafkah. Sebabnya ialah: kepergian istri tanpa izin

suami itu dianggap telah di luar pengawasan dan ikatan suami, serta

dianggap tidak bersedia tinggal dirumah suaminya. Apabilah ada izin

dari suaminya, ia tetap berhak mendapatkan nafkah. Istri juga tidak

berhak menerima nafkah apabila ia dipenjarakan karena sesuatu

tindak pidana. Ia berhak menerima nafkah apabila ia dipenjarakan

karena memperjuangkan haknya atau karena memperjuangkan agama.

d. Istri telah dewasa dan telah sanggup melakukan hubungan sebagai

suami istri.

Dawud azh-Zhahiri mendasarkan kewajiban memberi nafkah kepada

istri itu, semata–mata karena perkawinan itu sendiri, bukan karena hal–hal

yang lain. Karena itu beliau berpendapat bahwa suami tetap wajib memberi

nafkah istrinya dan sekalipun istrinya itu masih kecil; berpergian jauh tanpa

izin suami, nusyuz dan sebagai gantinya.58

C. Sebab-Sebab Pemenuhan Kewajiban Suami

Akad nikah yang sah telah dilakukan oleh suami-istri, menyebabkan

istri telah terikat dengan hak-hak suaminya dan telah haram dikawini oleh

orang lain. Ikatan tersebut menyebabkan istri tidak dapat mencari nafkah

58

Ibid., 132.

Page 40: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

untuk dirinya sendiri, karena itu ia berhak mendapatkan nafkah dari orang

yang mengikatnya, yaitu suaminya.59

Sesuai dengan kaedah yang berbunyi:

.لأجلو حبس من على ن فقتو نت كا غىره لن فع حبس من

‚Orang yang telah mengikat dirinya untuk kemanfaatan orang lain,

nafkahnya ditanggung oleh orang yang mengikat itu‛.60

Hal-hal yang menyebabkan pemenuhan kewajiban suami ada tiga

macam, yaitu:61

a. Dengan sebab turunan

Seorang ayah wajib memberikan nafkah kepada anak-anaknya, atau

ibu apabilaayah telah tiada. Begitu juga waib kepada cucu apabila ia tidak

mempunyai ayah. Rasulullah SAW bersabda:

رجل ن سفيا ابا ان . الل و رسول يا: قالت عتبة بنت ىندا ان . ع.ر عائشة عن ما خذي : قال ي علم ل وىو منو اخذت ما ال لدي و و ي عطين وليس شحيح ( ممسل و البخاري رواه. )بالمعروف لدك و و يكفيك

‚Dari ‘aisyah r.a sesungguhnya hindun binti ‘ubah pernah bertanya,

‚wahai Rasulullah sesungguhnya Abu Sofyan adalah seorang kikir.

Ia tidak mau memberikan nafkah kepadaku, sehingga ia mesti

mengambil darinya tanpa sepengetahuannya‛, maka rasulullah

bersabda ‚ambillah apa yang mencakupi bagimu dan anakmu

dengan cara yang baik‛. (HR.Bukhari Muslim).62

Wajibnya memberi nafkah bagi ayah dan ibu kepada anak dengan

syarat apabila anaknya masih kecil dan miskin atau sudah besar tetapi tidak

kuat berusaha dan miskin. Dengan demikian juga sebaliknya, anak wajib

59

Ibid., 131 60

Ibid. 61

Slamet Abidin, Dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung: CV Pustaka Setia 1999), 166. 62

Ibid., 167

Page 41: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

memberi nafkah kepada kedua orang tua apabila keduanya tida mampu dan

tidak memiliki harta.

b. Dengan sebab adanya perkawinan

Suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya yang taat, baik

makanan, pakaian maupun tempat tinggal, pekakas rumah tangga, dan

sebagainya sesuai dengan kemampuanya. Banyaknya nafkah sesuai

dengan kebutuhan dan adat kebiasaan yang berlaku di tempat masing-

masing, dengan mengingat tingkatan dan keadaan suami.

Firman Allah SWT:

ن ل ول ث ي م ن ال ذ ه ي ل روف ع ع م ال ب

‚Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.‛63

c. Dengan sebab milik

Binatang yang dimiliki seorang misalnya, maka mendapatkan

makanan dan wajib dijaga agar tidak diberi beban melebihi

kemampuanya.

Rasulullah S.AW bersabda:

ها ىر ة ف امرأة عذبت : قال . م.ص الن ب ان . ع.ر عمر ابن عن تت ما ت ح حبست (ومسلم البخارى رواه)

Dari ibnu umar r.a bahwasannya nabi SAW. Telah bersabda.

‚seorang perempuan telah disiksa lantaran dia memenjarakan

63

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an…,36.

Page 42: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

seekor kucing tidak memberinya makan dan minum sehingga

kucing itu mati.‛(H.R. Bukhori Muslim).64

D. Pendapat Ulama Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan

Kewajiban Suami Terhadap Istri

Di antara disyariatkannya perkawinan adalah untuk mendapatkan

ketenangan hidup, mendapatkan cinta dan kasih sayang, serta pergaulan yang

baik dalam rumah tangga. Yang demikian baru dapat berjalan secara baik bila

ditunjang dengan tercakupinya kebutuhan hidup yang pokok bagi kehidupan

rumah tangga. Kewajiban nafkah adalah untuk menegakkan tujuan dari

perkawinan itu.

Jumhur ulama termasuk ulama termasuk ulama Syi’ah Imammiyah

berpendapat bahwa nafkah itu mulai diwajibkan semenjak dimulainya

kehidupan rumah tangga, yaitu semenjak suami telah bergaul dengan

istrinya.65

Dalam arti istri telah memberikan kemungkinan kepada suaminya

untuk menggaulinya, yang dalam fikih disebut dengan tamki>n. Dengan

semata terjadinya akad nikah belum ada kewajiban membayar nafkah.

Berdasarkan pendapat ini bila setelah berlangsungnya akad nikah istri belum

melakukan tamki>n, karena keadaanya ia belum berhak menerima nafkah.

Dalam kitab Bida>yah al-Mujtahid dijelaskan bahwa Imam Malik

berpendapat, nafkah baru menjadi wajib atas suami apabila ia telah

menggauli atau mengajak bergaul, sedang istri tersebut termasuk orang yang

64

Slamet Abidin, Dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I…, 169. 65

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia…,168.

Page 43: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

dapat digauli, dan suami pun telah dewasa. Menurut Abu Hanifah dan Syafi'i,

suami yang belum dewasa wajib memberi nafkah apabila istri telah dewasa.

Tetapi bila suami telah dewasa sedang istri belum dewasa, maka dalam hal

ini Syafi'i mempunyai dua penapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat

Malik. Sedangkan pendapat kedua mengatakan, istri berhak memperoleh

nafkah betapapun keadaannya. Silang pendapat ini disebabkan, apakah itu

merupakan ganti kelezatan (kenikmatan) yang diperoleh suami, ataukah

karena istri tertahan oleh suami, sebagaimana halnya pada suami yang

bepergian jauh.66

Menurut Imam Taqiyuddin dalam Ki>fayah Al Akhya>r, pemberian

nafkah kepada keluarga adalah wajib bagi orang-orang tua dan anak-anak.

Memberikan belanja kepada orang-orang tua adalah wajib dengan dua syarat,

yaitu fakir dan sakit-sakitan, serta fakir dan gila. Sedangkan anak-anak wajib

diberi belanja dengan beberapa syarat, yaitu fakir dan masih kecil, serta fakir

dan sakit-sakitan, juga fakir dan gila.67

Tentang kewajiban nafkah maka fuqaha telah sependapat atasnya,

kemudian mereka berselisih pendapat tentang empat perkara yaitu tentang

waktu wajibnya nafkah, kadar (besar) nya nafkah, orang yang berhak

menerima nafkah, serta orang orang yang wajib mengeluarkan nafkah.

66

Ibnu Rusyd, Bida>yat al-Mujtahid Wa Nihayat al-Muqtasid, juz 2, (Beirut: Dar al- Jiil, 1409 H/1989), 4. 67

Imam Taqiyuddin Abu Bakar Ibn Muhammad Al-Husaini, Juz 2, Kifayah Al-Akhyar, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tth), 140.

Page 44: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

1. Waktu wajibnya nafkah.

Imam Malik berpendapat bahwa nafkah baru menjadi wajib atas

suami apabila ia telah menggauli atau mengajak bergaul, sedang istri

tersebut termasuk orang yang dapat digauli, dan suami pun telah

dewasa.

Imam Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa suami yang

belum dewasa wajib memberi nafkah apabila istri telah dewasa. Tetapi

jika suami telah dewasa sedang istri belum dewasa, maka dalam hal ini

Imam Syafi’i mempunyai dua pendapat. Pendapat pertama sama dengan

pendapat Imam Malik. Sedang pendapat kedua mengatakan, bahwa istri

berhak memperoleh nafkah betapapun juga keadaanya.

Silang pendapat ini disebabkan apakah nafkah itu merupakan ganti

kelezatan (kenikmatan) yang diperoleh suami, ataukah karena istri

tertahan oleh suami, sebagaimana halnya pada suami yang berpergian

jauh atau sakit?

Masing-masing suami istri wajib berlaku yang baik terhadap

pasangannya dan masing-masing wajib memenuhi hak pasangannya

dengan senang hati dan tidak menunjukkan kebencian. Oleh karena itu,

istri wajib taat kepada suaminya, tetap tinggal di rumah, dan suami

berhak melarangnya keluar dari rumah. Suami pun wajib membayar

Page 45: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

mahar serta memberi nafkah. Demikian menurut Ijma‘ para imam

madzhab.68

Alasan lain bagi jumhur ulama adalah bahwa nafkah yang diterima

isteri merupakan imbalan dari ketaatan yang diberikan kepada suami.

Oleh karena itu, istri nusyuz (hilang ketaatannya) pada suami dalam

suatu masa dalam pernikahan, ia tidak berhak atas nafkah yang

diberikan oleh suami selama masa nusyuz dan kewajiban itu kembali

dilakukan setelah nusyuz itu berhenti.69

Madzhab Syâfi‘î dalam masalah ini memiliki dua pendapat,

pendapat lama dan pendapat baru. Menurut pendapat lama, nafkah

menjadi wajib sejak dilaksanakan akad nikah dan menjadi berlaku terus

dengan penyerahan diri wanita untuk digauli. Seandainya ia menolak

dan tidak memberikan kesempatan kepada suaminya, maka nafkahnya

menjadi hilang, karena yang menggugurkan haknya adalah dirinya

sendiri.

Adapun menurut pendapat baru yang dijadikan landasan bagi

mereka dan ini dianut pula oleh madzhab Hambali, bahwa nafkah tidak

wajib hanya dengan dilaksanakan akad nikah, karena akad hanya

mewajibkan adanya mahar, tidak mewajibkan dua unsur yang diganti

yang berbeda, yaitu mahar dan nafkah. Ini disebabkan karena

68

Syekh Al-‘Allâmah Muhammad Ibn ‘Abdurrah-mân Al-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab (Bandung: Hasyimi Press, 2004), 361. 69

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…, 173.

Page 46: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

ketidakjelasan nominal pada nafkah. Sedangkan akad tidak mengharuskan

adanya harta yang tidak diketahui.

Rasulullah menikahi ‘Aisyah ketika ia masih berumur enam tahun.

Dua tahun kemudian Rasulullah baru menggaulinya. Tidak pernah

diriwayatkan bahwa beliau memberikan nafkah kepadanya sebelum

menggaulinya. Bila nafkah itu menjadi haknya, tentunya Rasulullah tidak

akan menahannya dan seandainya pernah dilakukan oleh beliau, tentunya

akan sampai pada kita.70

Al-Syâfi‘î dalam kitabnya Al-Umm mengatakan:

‚Dan tiada wajib nafkah bagi isteri sehingga ia masuk kepada

suaminya atau ia membiarkan dirinya diantara sumi dan masuk

suami itu kepadanya. Lalu suami itu membiarkan yang demikian.

Maka apabila isteri itu tidak mau masuk kepada suami, niscaya

tiada nafkah bagi isteri tersebut. Karena ia menjadi penghalang

untuk suaminya. Seperti demikian juga, kalau isteri itu melarikan

diri dari suami atau melarang suami bersetubuh kepadanya, sesudah

masuk kepada suami. Maka tidak ada nafkah bagi isteri tersebut,

selama ia mencegah dirinya dari suami. Syâfi‘î berkata: apabila

seseorang mengawini seorang wanita, kemudian wanita tersebut

menyerah-kan dirinya untuk bersetubuh, lalu suami itu tidak

bersetubuh. Maka atas suami itu nafkahnya. Karena pemahaman itu

dari pihak suami.‛71

Dalam qaul qadîm Al-Syâfi‘î berpendapat bahwa sebab suami

berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya adalah akad perkawinan,

karena akad nikah menghalalkan persetubuhan (istimta‘) dan istimta’

wajib dilakukan karena akad. Sedangkan dalam qaul jadîd, Al-Syâfi‘î

berpendapat bahwa sebab suami berkewajiban memberi nafkah kepada

70

Muhammad Ya‘qub Thâlib Ubaydi, Nafkah Isteri (Hukum Menafkahi Iseteri dalam Perspektif Islam) (Jakarta: Darus Sunnah, 2007), 60. 71

Abû ‘Abdullâh Al-Syâfi‘î, Al-Umm, (Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Alamiyyah. t.th.), Juz. V, 128.

Page 47: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

isterinya adalah jimak (persetubuhan), karena apabila nafkah wajib karena

akad maka suami yang menceraikan isterinya sebelum dijimak diwajibkan

membayar seluruh mahar yang telah ditentukan.72

Ibnu Hazm sebagaimana yang telah diketahui, bahwa beliau adalah

seorang tokoh fikih yang menghidupkan fikih Zhahiriy. Beliau

memperlihatkan bahwa Al-Quran dan cakupannya dapat menampung

setiap peristiwa hukum di setiap tempat dan masa.73

Ibnu Hazm

berpendapat bahwa kedurhakaan itu tidak menggugurkan nafkah karena

nafkah itu bukan diwajibkan lantaran istimta’ hanya diwajibkan karena

pernikahan.74

Dalam kitabnya Muhalla Ibnu Hazm mengatakan: ‚Bahwa suami

berkewajiban menafkahi istrinya sejak terjalin akad nikah, baik suaminya

mengajak hidup serumah atau tidak, baik istri masih dalam buaian, istri

nusyuz atau tidak nusyuz, kaya atau fakir, mempunyai bapak atau yatim,

gadis atau janda, merdeka atau budak semuanya disesuaikan oleh

kemanapuan suami.‛75

Menurutnya bahwa seorang istri yang telah melakukan akad nikah

dengan suaminya, sejak pula ia berhak mendapatkan nafkah karena

perkawinan itu sendirilah yang menjadi salah satu penyebab adanya

kewajiban nafkah bagi suami terhadap istrinya. Baik suami serumah atau

72

Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam (Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid), (Jakarta:

PT Raja Gra-findo Persada, 2001), 262. 73

Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1952), 553. 74

Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), 283. 75

Ibn Hazm, Al-Muhalla (Beirut: Dâr al-Afaq al-Jadîdiyyah, 1980), juz. XI, hlm. 321.

Page 48: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

tidak dengan istrinya, isteri belum dewasa atau dewasa, istri nusyuz atau

tidak, kaya atau miskin, dan isteri yatim atau tidak semua itu disesuaikan

dengan kemampuan suami. Untuk memperkuat ucapannya itu ia berkata:

‚Dalil-dalil yang demikian itu: pendapat Ibnu Hazm

sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu mengambil sandaran

dari Hadits Rasu-lullah SAW tentang wanita-wanita ‚Dan bagi

mereka (isteri-isteri) atas tanggungan rizki (nafkah) mereka dan

pakaian mereka dengan cara yang ma‘rûf‛. Dalil-dalil ini me-

nunjukkan kewajiban memberi nafkah bagi mereka (isteri-isteri)

mulai sejak adanya akad nikah). Sebagian golongan mereka

berkata: ‚Tidak ada nafkah bagi isteri sekira-kira ia berniat

mengajak untuk hidup berumah tangga. Pendapat ini (menurut

Ibnu Hazm) tidak beralasan, tidak ada pendapat sahabat, qiyas

dan tidak ada pula suatu pemikiran ke arah itu.‛76

Selain itu, Ibnu Hazm berkata: Abû Sul-ymân serta sahabat-

sahabatnya dan Al-Tsawri berkata, bahwa nafkah itu wajib

dibayarkan kepada istri yang masih kecil sejak ia dinikahi.

Selanjutnya Ibnu Hazm berkata: sama sekali tidak ada keterangan dari

para sahabat tentang perempuan nusyuz kemudian tidak berhak

menerima nafkah, keterangan ini hanya berasal dari Al-Nakha’i, Al-

Sya‘bi, Hammad bin Sulaymân, Al-Hasan dan Al-Zuhri, kami tidak

tahu apa alasan mereka selain semata-mata karena soal hubungan

kelamin, kalau isteri tidak mau dicampuri, maka ia tidak berhak

menerima nafkah.77

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas mengenai

kedudukan nafkah bagi isteri yang sudah tamki>n atau belum tidak

76

Ibid. 77

Al-Hamdani, Risalah Nikah…, 128.

Page 49: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

menjadi penghalang mendapatkan hak atas nafkah yang diberikan oleh

suaminya. Menurut Ibnu Hazm nafkah itu merupakan kewajiban yang

harus diberikan oleh suami kepada isterinya sejak akad nikah

berlangsung.

2. Syarat wajibnya nafkah\78

a. Istri menyarahkah dirinya kepada suami dengan sepenuhnya

Bukti penyerahan ini dengan menunjukan kesiapan dirinya

ketika diminta untuk melayani suami, baik meminta untuk bermain

cinta maupun tidak. Ulama Malikiyyah mensyaratkan dalam

wajibnya nafkah sebelum senggama adanya permintaan dari istri

atau walinya kepada suami untuk melakukan senggama.

Jika istri masih tetap tinggal bersama keluarganya dengan ijin

suami maka ia tetap harus memberinya nafkah. Jika istri atau

walinya melarang suami untuk menggaulinya, atau suami istri saling

diam setelah akad nikah, tidak wajib bagi suami memberi nafkah

kepadanya meski keduanya sudah lama berdua.

b. Istri sudah dewasa dan mampu melakukan hubungan suami istri

Jika istri masih kecil dan belum mampu melakukan hubungan

intim maka suami tidak wajib memberinya nafkah, karena nafkah

itu berkaitan dengan mampu atau tidaknya berhubungan intim.

Hukum wajib tidak tercapai jika istri tidak mampu melakukan

78

Wahbah Az-Zuhayli>, Fiqih Islam Wa Adillatuhu…, 112-113.

Page 50: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

hubungan intim. Ulama Malikiyyah sepakat dengan mayoritas

ulama lain dalam penentuan syarat ini.

c. Akad nikah yang dilangsungkan termasuk akad nikah yang sah

Jika nikahnya fasid maka suami tidak wajib memberinya nafkah

kepada istrinya karena akad yang fasid mewajibakanyya berpisah,

dan istri tidak dianggap ditahan di sisi suami karena nikahya fasid

sehingga istri tidak berhak mendapatan pengganti dari akad nikah

yang fasid tersebut. Syarat ini telah disepakati para ulama.

d. Hak suami tidak hilang dalam hal penahanan istri di sisinya tanpa

izin syar’i

Hak suami tidak hilang dalam hal penahanan istri di sisinya

tanpa izin syar’i, atau sebab yang datang bukan dari diri suami.

Malikiyyah berpendapat wajibnya nafkah atas suami jika memang

perkara yang menjadikannya kehilangan haknya itu bukan kesalahan

istri. Dari keterangan di atas, sudah jelas bahwa nafkah untuk istri

itu hukumnya wajib atas suaminya.

Ulama malikiyyah menentukan dua syarat untuk wajibnya nafkah,

syarat sebelum dukhul (hubungan intim suami istri) dan syarat setelah

dukhul.79

1. Syarat-syarat wajibnya nafkah untuk istri sebelum didukhul

a. Siap untuk didukhul

79

Ibid., 113.

Page 51: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

Artinya setelah akad nikah, istri siap atau meminta kepada

suaminya untuk mendukhulnya. Jika permintaan atau ajakan tidak

ada, atau istri menolak didukhul tanpa adanya unsur syar’i maka ia

tidak berhak mendapatkan nafkah.

b. Istri mampu melakukan hubungan intim

Jika istri masih kecil dan belum mampu melakukannya maka

ia tidak berhak mendapatkan nafkah. Namun jika ia sudah mampu

dan baligh, suami wajib memberikannya nafkah. Jika ada sebab

menjadikan istri tidak bisa didikhul, seperti farjinya terlalu sempit

dan kecil maka ia tidak berhak mendapatkan nafkah, kecuali

suami mampu mendapatkan kenikmatan darinya dan ia tahu

kekurangan istri.

c. Suami sudah baligh

Jika suaminya masih kecil dan belum mampu menduhkul maka

istri tidak berhak mendapatkan nafkah. Namun jika suami sudah

mampu mendukhul maka ia wajib memberikan nafkah. Mayoritas

ulama mewajibkan nafkah atas suami yang masih kecil untuk

istrinya yang sudah dewasa, Karena dalam hal ini istri telah

menyerahkan dirinya kepada suami dengan penyerahan yang sah.

d. Salah satu dari suami istri tidak dalam keadaan sekarat

Keduanya tidak dalam keadaan sekarat ketika hendak

melakukan dukhul, jika dalam keadaan sekarat maka tidak ada

nafkah karena tidak mampu memberikan kenikmatan, namun jika

Page 52: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

masih mampu melakukan dukhul meski keadaan sekarat maka

suami tetap berkewajiban memberikan nafkah.

2. Syarat-syarat wajibnya nafkah setelah dukhul

a. Keadaan ekonomi suami sedang susah maka ia tidak wajib

memberikan nafkah kepada istri.

b. Istri tidak menghilangkan hak suami atas dirinya tanpa izin syar’i

Jika hak suami hilang karena istri berlaku nusyuz atau tidak taat

kepada suami maka ia tidak berhak mebdapatkan nafkah dari

suaminya.80

Kesimpulannya secara mutlak, dukhullah yang menjadikan sebab

wajib nafkah meski istri tidak mampu melakukan hubungan intim,

atau suami masih baligh. Adapun sebelum dukhul, maka tidak ada

nafkah bagi istri yang menyerahkan dirinya pada suaminya, atau istri

maupun walinya tidak meminta suami untuk mendukhul istrinya.

Atau terjadi sebelum lewatnya masa persiapan untuk dukhul. Tidak

ada nafkah juga untuk istri yang tidak mampu melakukan hubungan

intim, dan juga bagi istri yang mampu melakukan hubungan intim

hanya saja ada halangan lain, seperti vaginanya terlalu sempit dan

kecil kecuali jika itu dimaklumi oleh suami, dan ia tetap bisa

mendapatkan kenikmatan darinya meksi tanpa hubungan intim.

80

Ibid., 114.

Page 53: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

BAB III

TAMKI>N SEMPURNA DALAM PASAL 80 KOMPILASI

HUKUM ISLAM

A. Latar Belakang Penyusunan Kompilasi Hukum Islam

Untuk memperoleh deskripsi tentang Kompilasi Hukum Islam ini

perlu terlebih dahulu dijelaskan pengertian kompilasi dan asal usulnya.

Penjelasan ini diperlukan mengingat kenyataan menunjukkan bahwa masih

banyak kalangan yang belum memahami secara betul pengertian kompilasi

itu. Hal ini disebabkan karena istilah tersebut memang kurang populer

digunakan, kendati di kalangan pengkajian hukum sekalipun.81

Istilah kompilasi berasal dari bahasa Latin compilare yang

mempunyai arti mengumpulkan bersama-sama, seperti mengumpulkan

peraturan-peraturan yang tersebar berserakan dimana-dimana.82

Dalam

bahasa Inggris ditulis "compilation" (himpunan undang-undang),83

dan dalam

bahasa Belanda ditulis "compilatie" (kumpulan dari lain-lain karangan).84

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kompilasi berarti kumpulan yang

tersusun secara teratur (tentang daftar informasi, karangan dan sebagainya).85

Koesnoe memberi pengertian kompilasi dalam dua bentuk. Pertama sebagai

hasil usaha mengumpulkan berbagai pendapat dalam satu bidang tertentu.

81

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1992), 9. 82

Ibid., 10. 83

Ohn M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia An English-Indonesia Dictionary,

(Jakarta: PT. Gramedia, 2000), 132. 84

S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992),

123. 85

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 584.

Page 54: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

Kedua kompilasi diartikan dalam wujudnya sebagai suatu benda seperti

berupa suatu buku yang berisi kumpulan pendapat-pendapat yang ada

mengenai suatu bidang persoalan tertentu.86

Bustanul Arifin menyebut Kompilasi Hukum Islam sebagai "fikih

dalam bahasa undang-undang atau dalam bahasa rumpun Melayu disebut

Peng-kanunan hukum syara".87

Wahyu Widiana menyatakan bahwa

"Kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi Hukum Islam yang

ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal, terdiri dan 3 kelompok materi

hukum, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan termasuk

Wasiat dan Hibah (44 pasal), dan Hukum Perwakafan (14 pasal), ditambah

satu pasal Ketentuan Penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum

tersebut.‛88

Rumusan yang sama dikemukakan Muhammad Daud Ali, Kompilasi

Hukum Islam adalah kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah hukum Islam

yang disusun secara sistematis. Isi dari Kompilasi hukum Islam terdiri dari

tiga buku, masing-masing buku dibagi ke dalam beberapa bab dan pasal,

dengan sistematika sebagai berikut: Buku I Hukum Perkawinan terdiri dari

19 bab dengan 170 Pasal, Buku II Hukum Kewarisan terdiri dari 6 bab dengan

44 pasal (dari pasal 171 sampai dengan Pasal 214), Buku III Hukum

86

Moh. Koesnoe, Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional dalam Varia Peradilan, Tahun XI Nomor 122 Nopember 1995, 147. 87

Bustanul Arifin, "Kompilasi Fikih dalam Bahasa Undang-undang", dalam Pesantren, Nomor

2/Vol. 11/1985, 25, dan Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah Hambatan dan Prospeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 49. 88

Wahyu Widiana, "Aktualisasi Kompilasi Hukum Islam di Peradilan Agama dan Upaya Menjadikannya Sebagai Undang-undang", dalam Mimbar Hukum, Nomor 58 Thn. XIII 2002, 37.

Page 55: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

Perwakafan, terdiri dari 5 Bab dengan 14 Pasal (dari Pasal 215 sampai dengan

Pasal 228).89

Dari sudut lingkup makna the ideal law, kehadiran Kompilasi

Hukum Islam merupakan rangkaian sejarah hukum nasional yang dapat

mengungkapkan ragam makna kehidupan masyarakat Indonesia.90

Kalau

dilihat dari proses pembentukannya yang menghimpun bahanbahan hukum

dari berbagai kitab Fikih yang mu'tamad yang biasa digunakan sebagai

rujukan para hakim dalam memutus perkara, maka Kompilasi Hukum Islam

dapat diartikan sebagai rangkuman berbagai hal mengenai hukum Islam.

Kompilasi Hukum Islam diolah, dikembangkan serta disusun secara

sistematis dengan berpedoman pada rumusan kalimat atau pasal-pasal yang

lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan.91

Secara materi, Kompilasi Hukum Islam dapat dikatakan sebagai

Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Dikatakan tertulis sebab sebagian

materi Kompilasi Hukum Islam merupakan kutipan dari atau menunjuk

materi perundangan yang berlaku, seperti UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, UU Nomor 22 Tahun 1946 jo UU 32 Tahun 1954 tentang

Pencatatan Nikah bagi Umat Islam, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Aturan

Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 dan sebagainya. Dikatakan sebagai

hukum tidak tertulis sebab sebagian materi Kompilasi Hukum Islam

89

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 267. 90

Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1994), 61. 91

M. Thahir Azhary, "Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alternatif Suatu Analisis Sumber-sumber Hukum Islam" dalam Mimbar Aktualisasi Hukum Islam, Nomor 4 Tahun I11991, 15-16, dan

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, 14.

Page 56: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

merupakan rumusan yang diambil dari materi fiqh atau ijtihad para ulama dan

kesepakatan para peserta lokakarya. Kondisi Kompilasi Hukum Islam yang

bukan peraturan perundang-undangan itu yang menjadikan Kompilasi Hukum

Islam disikapi beragam oleh Pengadilan Agama (PA) maupun Pengadilan

Tinggi Agama (PTA).92

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Kompilasi Hukum

Islam itu adalah ketentuan hukum Islam yang ditulis dan disusun secara

sistematis menyerupai peraturan perundang-undangan untuk sedapat

mungkin diterapkan seluruh instansi Departemen Agama dalam

menyelesaikan masalah-masalah di bidang yang telah diatur Kompilasi

Hukum Islam. Oleh para hakim peradilan agama Kompilasi Hukum Islam

digunakan sebagai pedoman dalam memeriksa, mengadili dan memutus

perkara yang diajukan kepadanya.

Upaya mempositifkan hukum Islam melalui Kompilasi Hukum

Islam ini mempunyai beberapa sasaran pokok yang hendak dicapai.

1. Melengkapi Pilar Peradilan Agama.

Bustanul Arifin berulangkali menyatakan bahwa ada tiga pilar

sokoguru Kekuasaan Kehakiman dalam melaksanakan fungsi peradilan

yang diamanatkan Pasal 24 UUD 1945 jo Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Salah satu pilar tidak

terpenuhi, menyebabkan penyelenggaraan fungsi peradilan tidak benar

jalannya.

92

Wahyu Widiana, "Aktualisasi Kompilasi Hukum Islam…, 40.

Page 57: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

1. Adanya badan peradilan yang terorganisir berdasarkan kekuatan undang-

undang.

Peradilan Agama secara legalistik telah diakui secara resmi sebagai

salah satu pelaksana "judicial power" dalam Negara Hukum RI. Lebih

lanjut, kedudukan, kewenangan atau yurisdiksi dan organisasinya telah

diatur dan dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yang

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, dan diubah

lagi dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan

kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama. Dilihat dari segi kelembagaan lahirnya Undang-undang Nomor7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan beberapa peraturan perundang-

undangan lain yang mendasarinya, seperti Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 1985, yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor

5 tahun 2004, dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun

2009 Tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 14 Tahun

1985 Tentang Mahkamah Agung, dan peraturan-peraturan

pelaksanaannya, telah memperkokoh eksistensi kelembagaan Peradilan

Agama. Sebagai salah satu badan peradilan yang bertugas melaksanakan

kekuasaan kehakiman, keberadaan Peradilan Agama diakui dan

dikehendaki oleh Pasal 24 ayat (2) UUD 194514 jo Undang-undang

Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan

Page 58: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

amandemen UUD 1945 dan adanya Undang-undang No, 7 Tahun 1989

tersebut, maka kedudukan, susunan dan kekuasaan Peradilan Agama

makin kuat dan menjadi jelas. Dengan demikian, Pengadilan Agama,

resmi mempunyai kedudukan sebagai Pengadilan Negara yang berpuncak

kepada MA sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Peradilan Agama

bukan peradilan swasta, tetapi berkedudukan sebagai Peradilan Negara

bagi golongan penduduk yang beragama Islam. Organisasi Peradilan

Agama juga telah diatur dalam Bab II (Pasal 16- Pasal 48) UU Nomor 7

Tahun 1989. Bab ini mengatur susunan dan organisasinya yang

disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan masa kini dan masa

mendatang. Diatur pula syarat-syarat yang harus dimiliki aparat

pelaksana, dan jenjang karirnya.

Dengan dilengkapinya susunan organisasi menjadikan Peradilan

Agama menjadi badan peradilan yang sempurna danmmandiri,

sebagaimana dimiliki Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Begitu pula mengenai kewenangan yurisdiksi telah digariskan dalam

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,

yang kemudian secara "enumeratif" dijabarkan dalam Undangundang

Nomor 7 Tahun 1989, yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006, dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun

2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

Tentang Peradilan Agama.

Page 59: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

Dengan penjelasan di atas, secara konstitusional dan teoretis pilar

pertama telah terpenuhi. Peradilan Agama sebagai salah satu badan

lingkungan peradilan yang melaksanakan amanat Kekuasaan yang

ditentukan Pasal 24 UUD 1945. Secara organisatoris kedudukan dan

kewenangan telah mantap meskipun masih perlu pembinaan dan

pengembangan.

2. Adanya sarana hukum positif yang pasti dan berlaku secara unifikasi.

Sepanjang mengenai landasan, kedudukan, kewenangan telah ada

kodifikasi dan aturan hukumnya, dengan lahirnya UU Nomor 7 Tahun

1989, sudah mantap kedudukan dan kewenangannya. Begitu juga

mengenai hukum acaranya sudah positif dan unifikatif. Pasal 54 UU

Nomor 7 Tahun 1989 ditentukan bahwa hukum acara yang diterapkan,

disamakan dengan yang berlaku di peradilan umum. HIR untuk pulau

Jawa dan Madura, RBG untuk luar Jawa dan Madura, ditambah dengan

yang diatur oleh PP Nomor 9 Tahun 1975, plus dengan yang diatur sendiri

dalam UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagai aturan hukum acara khusus yang

berkenaan dengan pemeriksaan perkara cerai talak dan gugat cerai. UU

Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 Tahun 1975, sebenarnya

merupakan hukum materiil Peradilan Agama bidang hukum perkawinan.

Namun hanya mengandung hal-hal pokok saja, sedangkan ketentuan-

ketentuan hukum perkawinan yang terjabar dan diatur khusus bagi umat

Islam belum ada. Itsbat nikah dan kawin hamil umpamanya, sebagai

realitas sosial dan kebutuhan hukum masyarakat, belum diatur. Masalah

Page 60: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

masa iddah belum rinci, kedudukan dan porsi mengenai harta bersama

belum pasti, dan masih banyak hal-hal yang dituntut syari'at Islam,

namun belum jelas pengaturannya.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan

Tanah Milik juga memuat hukum materiil Peradilan Agama. Namun

sebagaimana juga ketentuan mengenai perkawinan, ketentuan mengenai

perwakafan secara lebih lengkap belum terpenuhi oleh PP ini, seperti

fungsi, unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf, belum diatur. Padahal

persoalan ini sangat penting bagi Hakim Peradilan Agama dalam

menyelesaikan sengketa wakaf. Apalagi mengenai hibah dan warisan,

pada waktu itu hukumnya secara positif dan unifikatif belum diatur.

Kenyataan ini mendorong para Hakim Peradilan Agama pada waktu

itu untuk merujuk doktrin yang ada pada kitab-kitab fikih dan pendapat

para imam mazhab, yang mempunyai ciri sarat dengan perbedaan

pendapat. Akibatnya putusan dua hakim pada saat itu terhadap kasus

yang sama bisa berbeda, karena merujuk pendapat fuqaha yang berbeda,

kendati dirujuk dari kitab fikih yang sama. Jalan satu-satunya untuk

mengatasi hal ini adalah melengkapinya dengan prasarana hukum positif

yang bersifat unifikatif. Untuk itu perlu jalan pintas yang efektif, tetapi

memenuhi persyaratan legalistik yang formil, meski tidak sempurna

dalam bentuk undang-undang, jalan pintas yang sederhana berupa

Kompilasi.93

93

Ibid., 149-152.

Page 61: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

53

Begitu pula mengenai hukum acara yang berlaku di Pengadilan

Agama telah diatur secara tegas dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989, yang menyebutkan: "Hukum Acara yang berlaku pada

Pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata

yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali

yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini".

Persoalan yang masih dihadapi oleh Pengadilan Agama adalah

mengenai hukum materiil yang dipergunakan untuk memutus perkara

yang diajukan kepadanya, yang ternyata masih berserakan pada berbagai

kitab fikih. Padahal adanya hukum yang baik dan memadai merupakan

salah satu syarat terwujudkan peradilan yang baik. Sebagai kitab fikih

yang bercirikan adanya perbedaan pendapat, berakibat pada beragamnya

putusan Pengadilan Agama terhadap persoalan yang sama.

Menanggapi kenyataan ini Daud Ali menyatakan, oleh karena

"diffirent judge, different sentence" (lain hakim, lain pula pendapat dan

putusannya), tidak jarang dua kasus yang sama ternyata putusannya jauh

berbeda. Keadaan ini dengan sendirinya menimbulkan ketidakpastian

hukum, yang pada gilirannya akan menimbulkan sikap sinis dan

ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pengadilan Agama.94

2. Menyamakan Persepsi Penerapan Hukum

Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam, nilai-nilai tata hukum

Islam di bidang yang telah diatur Kompilasi Hukum Islam rumusan dan

94

Tim Ditbinbapera, Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Yayasan,

1993), 82.

Page 62: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

ketentuannya menjadi sama dalam penerapannya oleh hakim di seluruh

nusantara. Kompilasi Hukum Islam sebagai bagian dari tata hukum Islam,

sudah dapat ditegakkan dan diterapkan serta dipaksakan nilai-nilainya

bagi masyarakat Indonesia melalui kewenangan yang dimiliki Peradilan

Agama. Posisi dan peran kitab-kitab fikih (kitab kuning) dalam

penegakan hukum oleh dunia peradilan lambat laun akan ditinggalkan.

Peranannya hanya sebagai bahan orientasi dan kajian doktrin. Semua

hakim yang bertugas di lingkungan Peradilan Agama, diarahkan ke dalam

persepsi penegakan Hukum yang sama. Pegangan dan rujukan hukum

yang mesti mereka pedomani, sama di seluruh Indonesia, yakni Kompilasi

Hukum Islam sebagai satu-satunya kitab hukum yang memiliki keabsahan

dan otoritas.

Persamaan persepsi di atas diharapkan terwujud dalam penegakan

hukum, kebenaran dan keadilan. Namun demikian tidak dimaksudkan

sama sekali untuk memasung kebebasan dan kemandirian para Hakim

dalam menyelenggarakan fungsi peradilan. Maksud pembinaan dan

pengembangan persamaan persepsi di dunia peradilan, bukan bertujuan

memandulkan kreatifitas dan daya nalar. Apalagi untuk maksud menutup

pintu bagi para hakim dalam melakukan terobosan dan pembaharuan

hukum ke arah yang lebih aktual sesuai tuntutan perkembangan zaman.

Akan tetapi dengan kehadiran Kompilasi Hukum Islam, tidak dibenarkan

lagi adanya putusan Hakim yang disparitas.

Page 63: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

55

Dengan mempedomani Kompilasi Hukum Islam, para Hakim

diharapkan bisa memberikan kepastian hukum yang seragam tanpa

mengurangi munculnya putusan Hakim yang variabel karena kasuistis.

Hal ini masih dimungkinkan sepanjang secara proporsional dapat

dipertanggung jawabkan secara hukum. Bagi pencari keadilan dalam

setiap kesempatan yang diberikan kepadanya oleh peraturan perundang-

undangan, dapat melakukan pembelaan 54 dan segala upaya untuk

mempertahankan hak dan kepentingannya dalam suatu proses peradilan,

tidak boleh menyimpang dari kaidah Kompilasi Hukum Islam. Mereka

sudah tidak layak lagi menggunakan dalil ikhtilaf. Tidak bisa lagi

mengagungkan dan memaksakan kehendaknya, agar Hakim mengadili

perkaranya berdasarkan mazhab tertentu. Dalam proses persidangan para

pihak tidak layak lagi mempertentangkan pendapat-pendapat yang

terdapat dalam kitab fikih tertentu.

Begitu pula dengan penasihat hukum. Mereka hanya diperkenankan

mengajukan tafsir dengan bertitik tolak dari rumusan Kompilasi Hukum

Islam. Semua pihak yang terlibat dalam proses di Peradilan Agama, sama-

sama mencari sumber dari muara yang sama yaitu Kompilasi Hukum

Islam.95

3. Mempercepat Proses Taqribi Baina al-Mazahib

Taqribi Baina al-Ummah sangat diperlukan agar jurang pemisah di

antara ummat Islam yang berbeda pandangan dan Mazhab dapat

95

M. Yahya Harap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam dalam Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam …,152-154.

Page 64: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

56

dipertemukan dan perbedaan di antara mereka tidak semakin meluas dan

meruncing. Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam dapat diharapkan

menjadi jembatan penyeberangan ke arah memperkecil pertentangan

dalam persoalan khilafiyah. Dari aspek materi hukum, persoalan yang

tereliminir melalui Kompilasi Hukum Islam ini memang relatif kecil.

Namun dari segi upaya menumbuhkan semangat dan budaya untuk

meninggalkan khilafiyah atau setidak-tidaknya membiarkan berjalan

secara apa adanya dan memandang perbedaan sebagai sesuatu yang tidak

perlu dipersoalkan, Kompilasi Hukum Islam membawa misi yang jelas.

Sekurang-kurangnya di bidang hukum yang telah diatur Kompilasi

Hukum Islam dapat dipadu dan disatukan dalam pemahaman yang sama.

Hal ini bukan berarti lenyapnya seluruh persoalan khilafiyah.

Sepanjang yang menyangkut bidang ubudiyah, Kompilasi Hukum Islam

sama sekali tidak bisa mengarahkan menuju transformasi suasana taqribi.

Masing-masing pihak dibebaskan secara mandiri untuk mengambil

pilihannya. Akan tetapi misi taqribi baina al-ummah yang berhasil dibawa

Kompilasi Hukum Islam dalam bidang perkawinan, hibah, wasiat dan

waris, sedikit banyak memberikan harapan bahwa tidak mustahil ada hal-

hal yang semula khilafiyah, pada suatu saat dapat disepakati bersama.

Harus mengakui bahwa Kompilasi Hukum Islam membawa misi

memperkecil jurang kesenjangan khilafiyah dalam kehidupan masyarakat

Islam Indonesia. Arus taqribi baina al-mazahib yang berhasil diwujudkan

melalui Kompilasi Hukum Islam, akan lebih besar dampaknya dalam

Page 65: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

57

mewujudkan wahdatu al-ummah apabila informasi penyebaran materi

Kompilasi Hukum Islam semakin merata dan tidak berhenti pada bunyi

pasal demi pasal belaka.96

Latar belakang diwujudkannya Kompilasi Hukum Islam tidak

terlepas dari perkembangan hukum Islam di Indonesia, terutama peradilan

agama, karena faktor yang mendorong dimunculkannya Kompilasi Hukum

Islam adalah karena kebutuhan peradilan agama terhadap kesatuan hukum

terapan dalam memutus perkara. Kebutuhan adanya Kompilasi Hukum Islam

sebagai hukum materiil bagi Peradilan Agama sudah menjadi pemikiran dan

usaha Departemen Agama, sejak awal berdirinya departemen ini.97

Kebutuhan Kebutuhan itu terus dirasakan sejalan dengan perkembangan

badan peradilannya. Di tahun 1957 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor

45 tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama Mahkamah Syari'ah

di luar Jawa, Madura, dan Kalimantan bagian Selatan.

Peraturan ini memberikan yurisdiksi yang lebih besar kepada

Pengadilan Agama di luar Jawa. Selain menangani persoalan perkawinan,

Pengadilan Agama Mahkamah Syari'ah juga mempunyai yurisdiksi dalam

masalah waris, hadanah, waqaf, sadaqah, dan bait al-mal.98 Hal ini dapat

dibuktikan begitu PP Nomor 45 tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa Madura dan Kalimantan Selatan

96

Ibid., 154. 97

Wahyu Widiana, Aktualisasi Kompilasi Hukum Islam di Peradilan Agama dan Upaya Menjadikannya Sebagai Undang-undang"…, 37. 98

M. Masrani Basran dan Zaini Dahlan, "Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia" dalam

Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara, Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya, Sudirman Tebba (ed), (Bandung: Mizan, 1993), 57.

Page 66: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

58

diundangkan, Kepala Biro Peradilan Agama, Depertemen Agama segera

mengeluarkan SE Nomor B/l/735 tanggal 18 Pebruari 1958 yang

menganjurkan penggunaan 13 macam Kitab Fikih sebagai pedoman.99 Surat

Edaran tersebut dimaksudkan untuk menuju kesatuan Hukum dalam

memeriksa dan memutus perkara, yang berisi petunjuk agar Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari'ah, dalam memeriksa dan memutus perkara

berpedoman pada 13 macam Kitab Fikih. Dengan menunjuk hanya 13 Kitab

tersebut maka langkah dan upaya menuju kepastian dan kesatuan hukum

makin jelas.

Dengan lahirnya UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan

PP Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, serta PP Nomor 9

tahun 1975, selain merupakan refleksi dari eksistensi peradilan agama, juga

merupakan langkah baru menjadikan bagian-bagian hukum Islam menjadi

hukum tertulis.100

Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak bagian-

bagian lain dari Hukum perkawinan, kewarisan, wakaf dan lain-lain yang

menjadi kewenangan Pengadilan Agama, namun masih berada di luar hukum

tertulis.101

Pada Pada tahun 1970, diundangkan UU Nomor 14 tahun 1970

tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 10 ditetapkan

bahwa Badan Peradilan Agama merupakan salah satu dari empat lingkungan

99

Zarkawi Soejoeti "Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia" dalam Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Mahfud MD, Sidik Tono,

Dadan Muttaqien (ed.), (Yogyakarta: Ull Press, 1993), 46. 100

Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), 36-37 101

Zarkawi Soejoeti, Sejarah Penyusunan Kompilasi…, 48.

Page 67: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

59

peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman,102

yang berpuncak pada

Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi yang berwenang

mengawasi semua pengadilan. Kendati demikian, organisatoris, administratif

dan finansial badan peradilan ada di bawah kekuasaan masing-masing

Departemen yang bersangkutan. Dalam hal ini Pengadilan Agama berada di

bawah Departemen Agama (Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 14 tahun 1970).

Untuk mewujudkan keseragaman tindak antara Mahkamah Agung

dan Departemen Agama dalam melakukan pembinaan bersama terhadap

Badan Peradilan Agama dan untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam

pelaksanaan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, maka pada

tanggal 16 September 1976 dibentuk panitia kerjasama antara MA dengan

Depag. Pembentukan lembaga kerjasama MA dan Depag itu dikonkritkan

dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 04/KMA/1976

yang disebut dengan Panker Mahakam (Panitia Kerjasama Mahkamah

Agung/Departemen Agama).103 Langkah-langkah dan upaya-upaya tersebut

berupa penyatuan pendapat para ahli melalui simposium, seminar, lokakarya

dan penyusunan kompilasi bagian-bagian tertentu dari hukum Islam.

Kegiatan ini melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kapasitas dalam

bidangnya masing-masing, seperti praktisi hukum, kalangan perguruan tinggi,

departemen, ulama, cendekiawan muslim dan perorangan lainnya.Sejalan

dengan itu semua, pertemuan antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri

102

C.S.T. Kansil, Kitab Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (KUKK), (Jakarta: Bina Aksara,

1986), 12. 103

Zarkawi Soejoeti, Sejarah Penyusunan Kompilasi…, 48.

Page 68: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

60

Agama pada tanggal 15 Met 1979 menghasilkan kesepakatan berupa

penunjukan enam orang hakim agung untuk bertugas menyidangkan dan

menyelesaikan permohonan kasasi yang berasal dan Lingkungan Peradilan

Agama. Keenam hakim agung tersebut ditunjuk dengan Surat Keputusan MA

Nomor: 3/KMA/1979, mereka adalah: Ny.Sri Widowati Wiratmo Soekito,

SH., Asikin Kusumah Atmadja, SH., BRM. Hanindya Poetro Sosropranoto,

SH., Poerwoto S.Gandasubrata, SH., Kabul Arifin, SH., dan Bustanul Arifin,

SH.104

Kerjasama kedua lembaga terus ditingkatkan baik kualitatif maupun

kuantitatif guna mengatasi berbagai kendala teknis dalam penyelenggaraan

tugas peradilan agama.

Dalam rangka inilah, Bustanul Arifin tampil dengan gagasan

perlunya membuat Kompilasi Hukum Islam. Gagasan ini didasari

pertimbangan berikut:

a. Untuk dapat berlakunya hukum (Islam) di Indonesia, harus ada antara lain

hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan oleh aparat penegak Hukum

maupun masyarakat. Persepsi yang tidak seragam tentang syari'ah akan

dan sudah menyebabkan hal-hal:

1) Ketidakseragaman dalam menentukan apa-apa yang disebut Hukum

Islam itu (maa anzalallahu).

2) Tidak mendapat kejelasan bagaimana menjalankan syari'at

(tanfiziyah).

104

Ibid.

Page 69: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

61

3) Akibat kepanjangannya tidak mampu menggunakan jalan-jalan dan

alat-alat yang tersedia dalam Undang-undang Dasar 1945 dan

perundangundangan lainnya.

b. Di dalam sejarah Islam, pernah di tiga negara, hukum Islam diberlakukan

sebagai perundang-undangan negara:

1) Di India pada masa Raja An Rijib yang membuat dan memberlakukan

perundang-undangan yang terkenal dengan Fatwa Alamgiri.

2) Di Turki Utsmani yang terkenal dengan nama Majalah al-Ahkamal-

Adliyah, dan; Hukum Islam pada tahun 1983 dikodifikasikan di

Sabang.105

Gagasan Bustanul Arifin terealisir dengan dibentuknya Tim

Pelaksana Proyek Kerjasama antara MA dan Depag dengan Surat Keputusan

Bersama (SKB) Ketua MA Nomor 07/KMA/1985, dan MENAG Nomor 25

tahun 1985, tertanggal 25 Maret 1985 di Yogyakarta.106

Sejak terbentuknya

Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi tersebut,

penyusunan Kompilasi Hukum Islam memasuki periode baru ke arah

terwujudnya secara nyata Kompilasi Hukum Islam di bidang yang menjadi

kewenangan Badan Peradilan Agama.

Ide penyusunan Kompilasi Hukum Islam muncul setelah MA

melakukan pembinaan bidang teknis yustisial terhadap Peradilan Agama.

Pembinaan teknis yustisial ini dilakukan MA sebagai Pengadilan Negara

105

Amrullah Ahmad dkk, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional…,11-12 106

Ibid., 12.

Page 70: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

62

Tertinggi yang berhak melakukan pengawasan, memberikan petunjuk,

teguran atau peringatan terhadap lembaga peradilan di bawahnya.

Hal ini sebagai perwujudan dari amanah Pasal 10 UU Nomor 14

tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan

Pasal 32 ayat (4) Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung. Sekalipun Undang-undang tersebut diundangkan pada tahun 1970,

namun pelaksanaannya di lingkungan peradilan agama baru terealisir tahun

80-an, 10 tahun setelah diundangkannya. Kongkritnya dengan penandatangan

SKB Ketua MA dengan Menag Nomor 01,02,03 dan 04/SK/1/1983 dan 1, 2,

3, 4 tahun 1983. Keempat SKB ini merupakan jalan pintas karena adanya

kesenjangan antara ketentuan yang berlaku bagi peradilan agama dengan

undang-undang sambil menunggu undang-undang tentang Peradilan Agama

sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 14 tahun 1970, yang pada saat itu masih

dalam proses penyusunan rancangannya.107

Pelaksanaan pembinaan teknis yustisial oleh MA menemukan

adanya beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan peradilan agama. Antara

lain berkenaan dengan hukum terapan yang cenderung simpangsiur

disebabkan oleh perbedaan pendapat para fuqaha dari 13 kitab yang

dijadikan rujukan para hakim yang berakibat dapat terjadinya putusan yang

berbeda terhadap kasus yang sama.

Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan adanya satu buku

hukum islam yang menghimpun semua hukum terapan yang berlaku bagi

107

Zarkawi Soejoeti, Sejarah Penyusunan Kompilasi…, 138-139.

Page 71: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

63

lingkungan peradilan agama yang dapat dijadikan pedoman oleh para hakim

dalam menjalankan tugasnya. Dari sini diharapkan adanya jaminan kesatuan

dan kepastian hukum. Inilah antara lain yang menjadi gagasan dasar bagi

perlunya disusun Kompilasi Hukum Islam di samping pertimbangan-

pertimbangan lain yang telah disebutkan di muka.108

Masrani Basran mengetengahkan ada dua hal yang melatarbelakangi

lahirnya Kompilasi Hukum Islam yaitu:

1. Adanya ketidakjelasan persepsi antara syari'ah dan fikih, yang terjadi

sejak ratusan tahun silam, di kalangan umat Islam di seluruh dunia,

termasuk Indonesia. Kekacauan atau ketidakjelasan itu terjadi pada arti

dan ruang lingkup syari'ah. Kadang-kadang syari'ah disamakan dengan

fikih, bahkan adakalanya dalam penetapan dan persepsi dianggap sama

pula dengan al-Din, akibatnya terjadilah kekacauan pengertian di

kalangan umat Islam, dan kekacauan pengertian ini berkembang pula di

pihak orang di luar Islam. Keadaan tersebut akan dan telah menyebabkan

hal-hal:

a) Ketidakseragaman dalam menentukan apa-apa yang disebut dengan

Hukum Islam itu;

b) Ketidakjelasan bagaimana menjalankan syari'ah itu; dan

108

Ibid., 50.

Page 72: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

64

c) Akibat lebih jauh lagi, adalah kita tidak mampu mempergunakan jalan-

jalan dan alat-alat yang telah tersedia dalam UUD 1945 dan perundang-

undangan lainnya.109

2. Adanya kesulitan mengakses kitab fikih (Kitab kuning) yang berbahasa

Arab. Buku-buku hukum Islam (kitab-kitab kuning) ditulis dalam bahasa

Arab yang dipakai pada abad 8, 9 dan 10 M. Yang bisa membacanya

hanyalah orang-orang yang benar-benar/khusus belajar untuk itu, yang

diperkirakan di Indonesia ini jumlahnya tidak banyak dan akan semakin

mengecil. Rakyat banyak yang sebenarnya amat berkepentingan untuk

mengetahui hak dan kewajibannya, tidak memiliki akses untuk itu.110

3. Memahami secara tepat latar belakang penyusunan Kompilasi Hukum

Islam bukan hal yang mudah. Namun ada baiknya apabila diperhatikan

konsideran Keputusan Bersama Ketua MA dan Menteri Agama tanggal

21 Maret 1985 nomor 07/KMA/1985 dan nomor 25/198540 tentang

Penunjukan Pelaksana Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui

Yurisprudensi atau yang lebih dikenal dengan proyek Kompilasi Hukum

Islam.

Ada dua pertimbangan disusunnya Kompilasi Hukum Islam yaitu:

1. Bahwa sesuai dengan fungsi pengaturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan di

Indonesia, khususnya di lingkungan Peradilan Agama, perlu diadakan

109

Masrani Basran, Kompilasi Hukum Islam, Mimbar Ulama, Nomor 105 Thn. X, Mei 1986, 7. 110

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia…, 24-27.

Page 73: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65

Kompilasi Hukum Islam yang selama ini menjadi hukum positif di

Pengadilan Agama.

2. Bahwa guna mencapai maksud tersebut, demi meningkatkan kelancaran

pelaksanaan tugas, sinkronisasi dan tertib administrasi dalam proyek

pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi, dipandang perlu

membentuk suatu tim proyek yang susunannya terdiri dan para Pejabat

Mahkamah Agung dan Departemen Agama Republik Indonesia.

Bunyi konsideran di atas menggambarkan bahwa penyusunan

Kompilasi Hukum Islam ini lebih banyak dikaitkan dengan fungsi Peradilan

Agama. Kenyataan ini muncul karena lembaga yang menanganinya lintas

lembaga/departemen, yang tugas, tanggung jawab dan kepentingannya

bertemu pada Peradilan Agama. Mahkamah Agung karena pengadilannya

(lembaga yudikatif) berkewajiban membina pengadilan dan Depag karena

urusan yang ditanganinya masalah (umat) Islamnya. Yuridis formal yang

berlaku saat ini, juga mengatur hal yang demikian. Pada sisi lain harus pula

diakui bahwa kebutuhan akan adanya hukum materiil merupakan kebutuhan

riil Peradilan Agama sebagai salah satu pilar kekuasaan kehakiman di

Indonesia. Sekaligus untuk memperoleh kesatuan hukum yang selama ini

masih menjadi persoalan bagi Peradilan Agama, agar tercipta hukum yang

sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia menuju terwujudnya

Hukum Nasional yang sesuai dengan kondisi sosial budaya bangsa Indonesia.

Page 74: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

B. Proses Penyusunan Kompilasi Hukum Islam

KHI disusun dengan maksud untuk melengkapi UU Perkawinan dan

diusahakan secara praktis mendudukannya sebagai hukum perundang-

undangan meskipun keduanya tidak sama dengan itu. KHI dengan demikian

berinduk kepada UU Perkawian. Dalam kedudukannya sebagai pelaksana

praktis dari UU Perkawinan, maka materinya tidak boleh betentangan dengan

UU Perkawinan. Di samping itu, dalam KHI ditambahkan materi lain yang

prinsipnya tidak bertentangan dengan UU Perkawinan. Hal ini terlihat dari

jumlah pasal yang ada diantara keduanya. UU mempunyai secara lengkap 67

pasal sedangkan KHI mencapai 170 pasal.111

Gagasan untuk mengadakan KHI di Indonesia untuk pertama kali

diumumkan oleh Menteri Agama RI, Munawir Sadzali, MA., pada bulan

Februari 1985 dalam ceramahnya di depan para mahasiswa IAIN Sunan

Ampel Surabaya. Semenjak itu, ide ini menggelinding dan mendapat

sambutan hangat dari berbagai pihak. Berdasarkan keterangan tersebut bisa

dilihat bahwa untuk mengadakan KHI ini memang baru muncul sekitar tahun

1985 dan kemunculannya ini adalah merupakan hasil kompromi antara pihak

Menteri Agama dan Departemen Agama (Depag). Langkah untuk

mewujudkan kegiatan ini mendapat dukungan banyak pihak.112

Untuk menindaklanjuti pikiran-pikiran yang berkembang dalam

pertemuan-pertemuan tersebut, Presiden Soeharto pada tanggal 15 Maret

1985, membentuk proyek pembangunan hukum Islam melalui yurisprudensi

111

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…, 31 112

Abdurrahman, Kompilasi…, 31-33.

Page 75: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

67

kerjasama Mahkamah Agung dan Depag.113

dengan Surat Keputusan

Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tentang

penunjukan pelaksana proyek pembangunan hukum Islam melalui

yurisprudensi Nomor07/KMA/1985 dan Nomor 25 tahun 1985.114

Setelah adanya kerjasama tersebut, secara aktif Depag melakukan

berbagai kegiatan ilmiah di bidang-bidang hukum tertentu dalam rangka

mempersiapkan materi KHI. Kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut tidak hanya

diikuti oleh ahli hukum yang ada di Depag dan MA. Tetapi juga melibatkan

para ahli hukum dari kalangan akademisi maupun kalangan profesi lainnya

seperti para hakim, pengacara, notaris dan sebagainya. Selain itu, berbagai

forum pertemuan antara MA dan Depag telah dilakukan. Forum yang paling

intensif yakni yang dilakukan bersamaan rapat kerja tahunan Depag.115

Dalam

pertemuan-pertemuan gabungan antara MA dan Depag pada dasarnya

berkesimpulan bahwa kesempurnaan pembinaan badan-badan peradilan

agama beserta aparatnya hanya dapat dicapai antara lain dengan cara

berikut:116

1. Memberikan dasar formal, kepastian hukum di bidang hukum acara dan

dalam susunan kekuasaan peradilan Agama dan kepastian hukum (legal

security) di bidang hukum materiil.

113

Mahkamah Agung adalah lembaga yudikatif yang bertanggung jawab terhadap teknis yustisial

peradilan. Sedangkan Depag adalah lembaga eksekutif yang bertanggung jawab terhadap

organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Agama. Lihat Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 14

Tahun 1970. 114

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara; Kritik atas Politik Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), 149. 115

Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2016), 179. 116

Ibid., 179-180.

Page 76: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

2. Demi tercapainya legal security bagi para justia belen (orang awam,

pencari keadilan) maupun bagi masyarakat Islam sendiri perlu aturan

hukum Islam yang tersebar itu dihimpun atau dikompilasi dalam buku-

buku hukum tentang perkawinan (muna>kaḥa>t), kewarisan (fara>’iḍ), dan

wakaf.

Pada tanggal 21 Maret 1985 di Yogyakarta, dalam satu rapat kerja

gabungan yang dihadiri oleh Ketua-Ketua Pengadilan Tinggi dan Peradilan

Umum, Ketua-Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua-Ketua Mahkamah

Militer se-Indonesia. Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama

menandatangai SKB tentang proyek pembangunan Hukum Islam melalui

Yurisprudensi atau disebut juga proyek KHI.117

Melalui SKB tersebut, dimulailah kegiatan proyek KHI yang

berlangsung dengan jangka waktu dua tahun. Pelaksanaan proyek ini

kemudian didukung oleh Keputusan Presiden Nomor 191/1985 tanggal 10

Desember 1985 dengan biaya sebesar Rp. 230.000.000,00. Biaya sebesar ini

tidak berasal dari APBN tetapi langsung dari Presiden Soeharto sendiri.

C. Landasan dan Kedudukan Kompilasi Hukum Islam

Landasan dalam artian sebagai dasar hukum keberadaan KHI di

Indonesia. Produk hukum KHI dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1

Tahun 1991. Menurut Ismail Suny, bahwa KHI yang memuat Hukum materiil

ini dapat ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden/Instruksi Presiden.

117

Abdurrahman, Kompilasi…, 33.

Page 77: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

69

Dasar hukum Inpres ialah Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Nasional

Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 yaitu‚ Presiden RI memegang

kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Sebagai pemegang kekuasaan

eksekutif, Presiden berkewajiban untuk menjalankan UU, untuk itu ia

mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintahan (pouvoir

reglementair).118

Inpres ini ditujukan kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan

KHI yang sudah disepakati tersebut. Diktum Keputusan ini hanya

menyatakan:119

1. Menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari:

a. Buku I tentang Hukum Perkawinan

b. Buku II tentang Hukum Kewarisan

c. Buku III tentang Hukum Perwakafan

Sebagaimana telah diterima baik oleh para alim ulama Indonesia

dalam lokakarya di Jakarta pada tanggal 2-5 Februari 1988 untuk

digunakan oleh Instansi Pemerintah dan masyarakat yang

memerlukannya.

2. Melaksanakan Instruksi ini dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh

tanggung jawab.

Sedangkan konsideran Inpres tersebut menyatakan:120

118

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara; Kritik atas Politik Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), 166. 119

Abdurrahman, Kompilasi…, 53-54. 120

Ibid., 54.

Page 78: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

a. Bahwa ulama Indonesia dalam lokakarya yang diadakan di Jakarta

pada tanggal 2-5 Februari 1988 telah menerima baik rancangan buku

Kompilasi Hukum Islam, yaitu Buku I tentang Hukum Perkawinan,

Buku II tentang Hukum Kewarisan, dan Buku III tentang Hukum

Perwakafan.

b. Bahwa Kompilasi Hukum Islam tersebut dalam huruf (a) oleh Instansi

Pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dapat digunakan

sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang

tersebut.

c. Bahwa oleh karena itu Kompilasi Hukum Islam tersebut dalam huruf

(a) perlu disebarluaskan.

Bila melihat dari konsideran di atas, adanya KHI ini dapat

digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah di

bidang perkawinan, kewarisan dan perwakafan, sehingga dapat

menumbuhkan kesan bahwa KHI ini bersifat tidak mengikat, artinya

dapat memakainya dan dapat pula tidak memakainya. Hal ini tentu saja

tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam latar belakang

penyusunannya. Oleh sebab itu, pengertian sebagai pedoman harus

dimaknai sebagai tuntutan atau petunjuk yang harus dipakai oleh

Pengadilan Agama maupun masyarakat dalam menyelesaikan sengketa

dalam bidang perkawinan, kewarisan dan perwakafan.121

121

A. Rahmat Rosyadi dan M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), 102.

Page 79: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

71

Selanjutnya yang menjadi dasar dan landasan dari Kompilasi ini

adalah Keputusan Menteri Agama RI tanggal 22 Juli 1991 Nomor 154

Tahun 1991 tentang Pelaksana Instruksi Presiden Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1991. Konsideran Keputusan ini menyebutkan:122

a. Bahwa Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991

tanggal 10 Juni 1991 memerintahkan kepada Menteri Agama untuk

menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam untuk digunakan oleh

Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya.

b. Bahwa penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam tersebut perlu

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung

jawab.

c. Bahwa oleh karena itu perlu dikeluarkan Keputusan Menteri Agama

RI tentang Pelaksana Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1991.

Dalam Diktum Keputusan Menteri tersebut disebutkan sebagai

berikut:123

a. Seluruh Instansi Departemen Agama dan Instansi Pemerintah lainnya

yang terkait agar menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam di bidang

Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan dan Hukum Perwakafan

sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama Instruksi Presiden

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 untuk

digunakan oleh Instansi Pemerintah dan masyarakat yang

122

Abdurrahman, Kompilasi…, 55-56. 123

Marzuki, Fiqh…, 165.

Page 80: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

memerlukannya dalam menyelesaikan masalahmasalah di bidang

tersebut.

b. Seluruh lingkungan Instansi tersebut dalam dictum pertama, dalam

menyelesaikan masalah-masalah di bidang Hukum Perkawinan,

Kewarisan dan Perwakafan sedapat mungkin menerapkan Kompilasi

Hukum Islam tersebut di samping peraturan perundang-undangan

lainnya.

c. Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Direktur

Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji mengkoordinasikan

pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia ini dalam

bidang tugasnya masing-masing.

d. Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Keputusan Menteri Agama

tersebut ialah pada diktum bagian kedua yang berkaitan dengan

kedudukan KHI, yakni kata ‘sedapat mungkin’ kiranya mempunyai

kaitan cukup erat dengan kata ‘dapat digunakan’ dalam Inpres Nomor

1 Tahun 1991. Selain itu, dalam Keputusan ini juga disebutkan bahwa

penggunaan KHI adalah ‘di samping’ peraturan perundang-undangan

lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kesederajatan KHI ini dengan

ketentuan perundang-undangan lainnya.124

Pengaturan lebih lanjut adalah termuat dalam Surat Edaran

Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam atas nama

124

Abdurrahman, Kompilasi…, 57.

Page 81: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

73

Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tanggal 25

Juli 1991 Nomor 3694/EV/HK.003/AZ/91 yang ditujukan kepada

Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama di

seluruh Indonesia tentang Penyebarluasan Instruksi Presiden RI

Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.125

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan

ada tiga fungsi dari Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, yaitu:126

a. Sebagai suatu langkah awal/sasaran untuk mewujudkan kodifikasi dan

juga unifikasi hukum Nasional yang berlaku untuk warga masyarakat.

Hal ini penting mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah

beragama Islam, dimana ketentuan-ketentuan hukum yang sudah

dirumuskan dalamm kompilasi ini akan diangkat sebagai bahan materi

hukum nasional.

b. Sebagai pegangan dari para hakim Pengadilan Agama dalam

memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi

kewenangannya.

c. Sebagai pegangan bagi warga masyarakat mengenai hukum Islam

yang berlaku baginya yang sudah merupakan hasil rumusan yang

diambil dari berbagai kitab kuning yang semula tidak dapat mereka

baca secara langsung.

Dalam konteks sekarang ini, meski telah ada KHI, tidak tertutup

kemungkinan lembaga fatwa tetap dibutuhkan. Pasal 52 ayat (1) UU

125

Ibid., 57-58. 126

Ibid., 59-60.

Page 82: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

Nomor 7 Tahun 1989 secara implisit membuka peluang hakim untuk

memberikan fatwa, ‚Pengadilan dapat memberikan keterangan,

pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada Instansi

Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.‛127

Munculnya KHI yang menjadi pedoman bagi para hakim di

Peradilan Agama merupakan pancaran norma hukum yang tertuang dalam

Pasal 29 UUD NRI 1945.128

Oleh karena itu, keberlakuan dan kekuatan

hukum Islam secara ketatanegaraan di Indonesia adalah Pancasila dan Pasal

29 UUD NRI 1945.

Landasan fungsional KHI adalah sebagai fikih Indonesia, karena ia

disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam. KHI

bukan berupa madzhab baru, melainkan ia mempersatukan berbagai fikih

dalam menjawab satu persoalan. Ia mengarah kepada unifikasi madzhab

dalam hukum Islam. Oleh karena itu, di dalam sistem hukum di Indonesia ini

merupakan bentuk terdekat dengan kodifikasi hukum yang menjadi arah

pembangunan hukum nasional di Indonesia.129

Dengan dikukuhkannya KHI menunjukkan adanya dukungan dari

struktur politik dan pemuka agama, mengingat dari substansi hukum Islam

yang semula abstrak dan terkesan kaku menjadi lebih kongkrit, lebih

sistematis dan lebih adaptif.

127

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 33. 128

Pasal 29 UUD NRI 1945 menyebutkan:

1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 129

Zainuddin, Hukum…, 100.

Page 83: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

D. Isi Kompilasi Hukum Islam

Sebagaimana telah dikemukakan di awal, bahwa KHI ini memuat

tiga ketentuan hukum, yakni hukum perkawinan (muna>kaḥa>t), Hukum

kewarisan (fara>’iḍ) dan hukum perwakafan. Ketiganya dikelompokkan secara

terpisah, masing-masing dalam buku sendiri. Dalam setiap buku, ketentuan

spesifikasi bidang hukum terbagi ke dalam bab-bab, dan masing-masing bab

dirinci lagi ke dalam bagian-bagian dan pasal-pasal. Teknik penomoran bab

diurutkan sesuai dengan pengelompokkan buku. Sedangkan penomoran pasal

diurutkan secara keseluruhan dari buku kesatu sampai buku ketiga. Adapun

mengenai isi dari KHI tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hukum Perkawinan

Sistematika KHI mengenai hukum perkawinan adalah sebagai

berikut:130

I. Ketentuan Umum (Pasal 1)

II. Dasar-Dasar Perkawinan (Pasal 2-10)

III. Peminangan (Pasal 11-13)

IV. Rukun dan Syarat Perkawinan (Pasal 14-29)

V. Mahar (Pasal 30-38)

VI. Larangan Kawin (Pasal 39-44)

VII. Perjanjian Perkawinan (Pasal 45-52)

VIII. Kawin Hamil (Pasal 53-54)

IX. Beristri Lebih dari Satu Orang (Pasal 55-59)

130

Abdurrahman, Kompilasi…, 65-66.

Page 84: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

X. Pencegahan Perkawinan (Pasal 60-69)

XI. Batalnya Perkawinan (Pasal 70-76)

XII. Hak dan Kewajiban Suami Istri (Pasal 77-84)

XIII. Harta Kekayaan dalam Perkawinan (Pasal 85-97

XIV. Pemeliharaan Anak (Pasal 98-106)

XV. Perwalian (Pasal 107-112)

XVI. Putusnya Perkawinan (Pasal 113-148)

XVII. Akibat Putusnya Perkawinan (Pasal 149-162)

XVIII. Rujuk (Pasal 163-169)

XIX. Masa Berkabung (Pasal 170)

2. Hukum Kewarisan

Sistematika KHI mengenai hukum kewarisan adalah lebih sempit

bilamana dibandingkan dengan hukum perkawinan, yaitu:131

I. Ketentuan Umum (Pasal 171)

II. Ahli Waris (Pasal 172-175)

III. Besarnya Bahagian (Pasal 176-191)

IV. Aul dan Rad (Pasal 192-193)

V. Wasiat (Pasal 194-209)

VI. Hibah (Pasal 210-214)

3. Hukum Perwakafan

Bagian terakhir atau buku ketiga KHI adalah tentang Hukum

perwakafan, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:132

131

Ibid., 77-78.

Page 85: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

77

I. Ketentuan Umum (Pasal 215)

II. Fungsi, Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Wakaf (Pasal 216-222)

III. Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda Wakaf (Pasal 223-

224)

IV. Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Benda Wakaf (Pasal

225-227)

V. Ketentuan Peralihan (Pasal 228)

E. Tamki>n Sempurna dalam Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam

Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 80 ayat (5) yang

berbunyi: Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4)

huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamki>n sempurna dari

istrinya. Ayat (4) a dan b berbunyi : sesuai dengan penghasilannya suami

menanggung:

c. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

d. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan

anak.

Pasal 80 KHI Pasal 153 KHI tersebut terdiri dari tujuh ayat, dan dari

tujuh ayat menimbulkan beberapa masalah dan kritik. Di antara masalah yang

dikritik sebagian pengkaji hukum Islam ada tiga masalah mendasar: Yaitu

apakah kewajiban suami terhadap istri itu mulai di wajibkan semenjak di

mulainya kehidupan rumah tangga, yaitu semenjak suami telah bergaul

132

Ibid., 81.

Page 86: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

78

dengan istrinya, dengan arti istri telah memberikan kemungkinan kepada

suaminya untuk menggaulinya, yang dalam fiqh disebut dengan tamki>n yang

berarti bahwa setelah terjadinya akad nikah belum ada kewajiban membayar

nafkah. Berdasarkan pendapat ini bila setelah berlangsungnya akad nikah istri

belum melakukan tamki>n, karena keadaannya ia belum menerima nafkah133.

F. Latar Belakang Munculnya Penyusunan Tamki>n Sempurna dalam Pasal 80

Kompilasi Hukum Islam

Konsep pernikahan seperti didefinisikan para ulama fikih,

ditengarai memiliki implikasi besar terhadap bangunan rumah tangga

yang dikonstruksi berdasarkan konsep nikah dimaksud. Hampir semua

ulama’ memahami pernikahan sebagai perikatan kontraktual semata, yang

pada intinya adalah penghalalan perilaku dan hubungan seksual.134

Konsep kepemilikan (milk) dalam perikatan pernikahan, baik milk al-

raqabah (memiliki sesuatu secara keseluruhan seperti kepemilikan

terhadap benda dengan jalan jual beli), milk al-manfa’at (memiliki

kemanfaatan suatu benda dengan cara menyewa) maupun milk al-intifa’

(memiliki penggunaan sesuatu tanpa orang lain berhak menggunakannya)

mengacu kepada perilaku seksualitas dimaksud.

Pernikahan tidak harus dimaknai sebagai ‘aqd al-tamlik

(perikatan kepemilikan) tetapi sebagai ‘aqd al-ibahah yakni kontrak

133

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia…,168 134

Abdurrahman al-Jaziri. Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, (Istambul: Dar al-Da‟wah, vol.IV),

2.

Page 87: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

79

kebolehan, dalam hal ini, menggunakan/membolehkan penggunaan alat

reproduksi perempuan yang sebelumnya diharamkan. Konsep pernikahan

yang dipahami sebagai ‘aqd al-tamlik (perikatan kepemilikian)135

berimplikasi bahwa istri adalah milik suami seutuhnya.

Sebuah produk hukum, sesunguhnya muncul sebagai respon

terhadap persoalan dan dinamika perkembangan zaman. Karena itu, ia

mewakili realitas pada masanya. Zaman yang senantiasa mengalami

perubahan kemudian menjadi alasan tersendiri mengapa sebuah produk

hukum juga berubah. Justru dalam konteks perubahan inilah, Islam

seringkali disebut-sebut sebagai agama yang memiliki sistem hukum yang

fleksibel. Dalam konteks ini, perubahan sistem hukum yang telah

ditetapkan oleh para ulama yang mewakili masanya itu, perlu dilakukan

kajian ulang, kritikan dan bahkan rumusan baru yang lebih manusiawi,

mempertimbangkan keadilan dan kemanusiaan.

Alasan perlunya dilakukan kajian ulang terhadap sejumlah

produk hukum, juga didasarkan kepada realitas bahwa alasan-alasan yang

mendasari lahirnya sebuah produk hukum akan berbeda-beda, sehingga

memungkinkan adanya ketidak memadaian produk hukum yang ada untuk

menyelesaikan permasalahan yang muncul di setiap zaman. KHI yang

sesungguhnya juga merupakan hasil kesepakatan para ulama untuk

merespon permasalahan hukum pada saat itu, mengindikasikan adanya

135

Hussein Muhammad, Pandangan Islam Tentang Seksualitas, Makalah Seminar Gender dan

Islam, Surabaya, 2004.

Page 88: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

80

keniscayaan pembaharuan hukum yang dapat diterima masyarakat

muslim Indonesia.136

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak didefinisikan

secara rinci pengertian pernikahan. Sebagaimana disebutkan pada pasal

12 Bab II, KHI mengambil definisi sebagaimana yang ditunjuk al-Qur‟an

bahwa pernikahan merupakan akad yang sangat kuat atau mitsaqan

ghalidzan, untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.137

Ketika pernikahan dimaknai sebagai ikatan yang demikian kuat

dan mendalam (mitsaqan ghaliidzan), maka ia memiliki makna yang kuat,

baik hakiki maupun implikasinya. Namun permasalahnnya adalah bahwa

ketentuan dari pernikahan, masih banyak yang bias gender sehingga

mereduksi keagungan pernikahan itu sendiri. Dalam konteks ini misalnya

dapat dilihat konsep peminangan yang harus dilakukan pihak laki-laki

(pasal 11-12), wali yang disyaratkan laki-laki (pasal 20), saksi yang juga

laki-laki (pasal 25), perjanjian perkawinan (pasal 45), dan beristeri lebih

136

Sebagai realisasi adanya kemungkinan pembaharuan hukum Islam di Indonesia, Tim

Pembaharuan Hukum Islam bentukan Tim Pokja PUG Departemen Agama yang diketuai oleh

Musdah Mulia, membuat Counter Legal Drafting (selanjutnya disebut CLD) atas KHI. Tim CLD

ini terdiri dari para ahli Hukum Islam di Departemen Agama, para ulama dan juga sejumlah

akademisi dari perrguruan tinggi Islam. CLD, merupakan draft rumusan hukum Islam yang

dihasilkan melalui berbagai proses, mulai dari penelitian dan survey lapangan ke lima wilayah di

Indonesia, yakni Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi selatan, NTB, dan Jawa Barat. Siti Musdah

Mulia, Menuju Undang-undang Perkawinan Yang Adil. Makalah Seminar Nasional dan

Lokakarya ‛Amandemen Undang-undang Perkawinan dan Keluarga untuk Melindungi Hak-hak

Perempuan dan Anak‛, PSW UIN Yogyakarta, 13-16 Juli 2006. 137

QS. Al-Nisa‟:21. Pengertian ini pula yang diadopsi oleh pasal 12 bab II Kompilasi Hukum

Islam (KHI)

Page 89: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

81

dari satu orang (pasal 55).138

Berdasarkan pada butir-butir pasal di atas,

terdapat reduksi-reduksi makna hakiki perkawinan. Hal ini selanjutnya

berimplikasi terhadap bangunan rumah tangga, yang dalam banyak kasus

juga dapat menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga karena adanya

dominasi satu pihak atas pihak lain.

Di antara ketentuan perkawinan dalam KHI, terdapat dalam bab

dan pasal-pasal berikut:

1. Bab II tentang dasar-dasar perkawinan. Dalam pasal 12, disebutkan

bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu

akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghaliidhan untuk mentaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Definisi perkawinan dalam ketentuan tersebut, jauh lebih

progesif dibandingkan dengan rumusan fikih yang seolah hanya

menekankan pada kontrak seksual-biologis antara laki-laki dan

perempuan. Rumusan perkawinan fikih secara eksplisit menempatkan

perempuan sebagai obyek seksual, sebagai barang milik yang berhak

dinikmati (milk al-intifa’, milk al-budh’). Akibat dari penempatan

perempuan sebagai obyek tersebut, kedudukan perempuan menjadi

simetris dengan laki-laki. Ia diposisikan secara tersubordinasi,

termasuk dalam persoalan hak seksualnya. Bahkan mazhab Hanafi

menyatakan bahwa menikmati hubungan seksual adalah hak laki-laki,

138

Kompilasi Hukum Islam (KHI) ditetapkan berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun

1991, yang ditindaklanjuti dengan Keputusan menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991.

Page 90: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

82

bukan hak perempuan. Oleh karena itu, suami boleh memaksa istrinya

untuk melayani kegiatan seksualnya.139

Dengan demikian, semakin jelas bahwa pernikahan dalam

pemikiran fikih terasa mementingkan aspek fisik-biologis, sebagai

sarana penyaluran naluri biologis. Hakikat pernikahan secara tinggi

dan indah digambarkan oleh Allah sebagai penyatuan kembali pada

bentuk asal kemanusiaan yang hakiki, yakni nafsin wahidah (diri yang

satu), sebagaimana ditunjukkan dalam QS, 7: 189. Allah SWT

menggunakan istilah nafsin wahidah karena dengan istilah ini ingin

ditunjukkan bahwa pernikahan pada hakikatnya adalah reunifikasi

antara laki-laki dan perempuan pada tingkat praksis, setelah didahului

dengan reunifikasi pada tingkat hakikat, yakni berupa kesamaan asal-

usul kejadian umat manusia dari diri yang satu. Sementara itu pada

saat yang lain, yakni QS. 30: 21, juga disebutkan bahwa secara

konkret hubungan antara kesatuan hakiki, min anfusikum, sebagai

bentuk kesatuan pada level esoteris idealistis dengan kesatuan praktis

(pernikahan) yang penuh ketentraman dan kasih sayang. Kondisi ini

tidak akan terwujudkan jika salah satu pihak mendominasikan diri dan

melakukan subordinasi atas yang lain.

139

Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Mazhabib al-‘Arbaah, (Beirut: Dar al-Fikr, Jilid IV), 4.

Page 91: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

83

2. Bab XII tentang hak dan kewajiban Suami-istri

a. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Ketentuan normatif tentang hak dan kewajban suami istri

sebagaimana yang diatur dalam KHI ini, sesungguhnya telah

mencerminkan adanya sharing dan pembagian tugas bersama secara

seimbang antara suami dan istri. Misalnya kewajiban masing-masing

membantu yang lain dalam masalah memberikan bantuan lahir dan

batin, saling menghormati, saling menghargai, dan seterusnya. Namun

permasalahan juga akan timbul manakala rumusan saling

menghormati, saling menghargai dan seterusnya itu dikonstruksi oleh

dan untuk kepentingan masing-masing. Tidak adanya rumusan baku

tentang konsep saling menghormati atau menghargai ini,

sesungguhnya memberikan kebebasan kepada pasangan suami istri

untuk mengkreasikan maknanya sesuai dengan kebutuhannya. Namun

di sisi lain, hal ini lagi-lagi juga akan menimbulkan permasalahan

ketika konsep ini dikonstruksi oleh satu pihak demi keuntungannya

sendiri.

b. Bagian kedua, pasal 79 tentang kedudukan Suami istri

Keharusan adanya kepala keluarga dalam satu bangunan rumah

tangga adalah sebuah kelaziman. Hal ini karena ibarat mengendarai

perahu, maka harus ada satu orang nahkoda yang mengendalikan

perahu tersebut. Namun, seharusnya tidak dilupakan bahwa seorang

nahkoda tidak akan berhasil berlayar membawa perahunya jika tidak

ada bantuan awak perahu yang lain. Dalam konteks ini, sesungguhnya

posisi nahkoda dan awak kapal sama-sama pentingnya karena masing-

masing memiliki fungsi untuk dapat membawa pelayaran hingga

tujuan.

Permasalahan yang mungkin bisa dimunculkan terkait dengan

posisi kepemimpinan laki-laki atas perempuan yang dimaknai secara

taken for granted sebagai sebuah keniscayaan yang tidak tergantikan.

Page 92: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

84

Singkat kata, konstruksi bahwa kepemimpinan normatif tekstual

dianggap merupakan sunatullah yang inhern dengan eksistensi laki-

laki dalam sebuah perkawinan. Sesungguhnya kepemimpinan laki-laki

atas perempuan dalam keluarga, bukanlah posisi yang tidak bersyarat.

Posisi ini diberikan oleh Allah kepada laki-laki, sebagaimana

ditunjukkan dalam QS. 4: 34, adalah dengan syarat bahwa laki-laki

atau suami tersebut memiliki sejumlah kelebihan, serta kemampuan

menjalankan fungsinya sebagai pemberi nafkah istri dan anak-

anaknya. Jika kedua fungsi ini dilaksanakan maka ia berhak

menyandang predikat pemimpin keluarga, namun jika salah satu atau

kedua fungsi ini tidak dilaksanakan maka posisi kepemimpinan itu

tanggal dengan sendirinya.

c. Bagian ketiga, tentang kewajiban Suami Istri

Kewajiban nafkah yang dibebankan kepada suami mengandung

konsekuensi dan tuntutan adanya kepatuhan mutlak istri kepada

suaminya. Karena itu, jika seorang istri melakukan pembangkangan

atau durhaka kepada suaminya (nusyuz) maka kewajiban memberikan

nafkah seorang suami kepada istrinya menjadi hilang karenanya.

Namun seringkali permasalahan muncul ketika konstruksi nusyuz juga

didefinisikan menurut perspektif laki-laki. Misalnya ketika seorang

istri nusyuz, maka tidak dipertanyakan kenapa ia nusyuz, apakah hal

itu semata-ata terjadi karena kesalahan istri atau juga ada sebab lain

berupa perilaku suaminya. Tampaknya hal-hal semacam ini tidak

terlalu menjadi perhatian serius ketika hukum dan masyarakat

memberikan label nusyuz kepada seorang istri.

d. Bagian keenam, tentang kewajiban istri

Adanya ketentuan normatif tentang posisi dan tugas istri dalam

rumah tangga, tidak akan menimbulkan masalah ketika posisi itu

tidak menimbulkan subordinasi dan peminggiran perempuan dalam

pengambilan keputusan keluarga. Pembagian tugas secara jelas antara

Page 93: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

85

suami dan istri, juga akan membantu terciptanya keharmonisan dalam

kehidupan rumah tangga. Suami mengetahui tugasnya untuk mencari

nafkah, sementara istri memahami tugasnya untuk berbakti kepada

suaminya, juga mengatur manajemen keuangan keluarganya. Sejauh

pembagian tugas ini berfungsi seperti ini, maka tidak akan

menimbulkan permasalahan. Namun hal ini juga akan menimbulkan

masalah baru ketika kewajiban istri mengatur keperluan rumah tangga

itu kemudian dipahami sebagai pemosisian seharusnya terhadap isteri

atau perempuan. Secara singkat, ketentuan ini akan menimbulkan

masalah ketika ada upaya domestifikasi perempuan pada kehidupan di

dalam rumah yang dikelilingi dengan ‛empat dinding tembok‛.

Posisi, kedudukan, hak dan kewajiban suami-istri, dalam pasal

bagian kesatu, pasal 77 KHI, juga menunjukkan adanya inkonsistensi.

Ketika suami dan istri dikatakan berkedudukan seimbang, mengapa

dari awal sudah ada pemosisian secara tidak setara antara suami dan

istri. Di samping itu, rumusan dalam KHI ini juga hanya

mengakomodir satu buah model keluarga dalam masyarakat Muslim

di Indonesia, yakni sebuah keluarga yang terdiri dari ayah (suami), ibu

(istri) dan anak. Lalu bagaimana dengan keluarga yang ada di

Indonesia, yang ternyata juga banyak yang tidak memiliki ayah

(suami). Banyak keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua, ibu

misalnya, dengan beberapa anak. Faktanya bahwa ia adalah kepala

keluarga, namun secara de jure apakah posisinya sebagai kepala

keluarga telah diakui? Kepala keluarga biasanya tetap dijabat oleh

ayah meskipun sudah almarhum, atau oleh anak-laki tertua. Padahal

tugas-tugas kepala keluarga telah diambil alih oleh ibu sejak ayah/

suami tidak ada. Akibat perang, bencana alam, bahkan TKI, telah

banyak memaksa perempuan menjadi kepala keluarga. Semangat

untuk mewujudkan kehidupan yang egaliter dan demokratis dalam

setiap lingkup kehidupan, sesungguhnya telah menjadi komitmen

Page 94: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

86

bersama secara nasional maupun Internasional, seperti DUHAM,

HAM Kairo, CEDAW, Amandemen UUD 1945 pasal 28, GBHN

1999-2004, dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.140

Berdasarkan fenomena di atas, pasal 51 CLD menawarkan

rumusan tentang kewajiban suami istri sebagai berikut: 1) saling

mencintai, menghormati, menghargai, melindungi, dan menerima

segala perbedaan yang ada; 2) saling mendukung dan memberikan

segala keperluan hidup keluarga sesuai dengan kemampuan masing-

masing; 3) keduanya mengelola urusan kehidupan keluarga

berdasarkan kesepakatan bersama; 4) saling memberikan kesempatan

untuk mengembangkan potensi diri; 5) mengasuh, memelihara, dan

mendidik anak-anak mereka; kewajiban tersebut berlaku bagi kedua

belah pihak setelah akad perkawinan dilangsungkan.

Ketentuan normatif tentang hak dan kewajban suami istri

sebagaimana yang diatur dalam KHI ini, sesungguhnya telah

mencerminkan adanya sharing dan pembagian tugas bersama secara

seimbang antara suami dan istri. Misalnya kewajiban masing-masing

membantu yang lain dalam upaya memberikan bantuan lahir dan

batin, saling menghormati, saling menghargai, dan seterusnya. Namun

permasalahan juga akan muncul ketika rumusan saling menghormati

dan saling menghargai itu dikonsruksi oleh dan untuk kepentingan

masing-masing. Tidak adanya rumusan baku tentang konsep saling

menghormati atau menghargai ini, sesungguhnya memberikan

kebebasan kepada pasangan suami istri untuk mengkreasikan

maknanya sesuai dengan kebutuhannya. Namun di sisi lain, hal ini

lagi-lagi juga akan menimbulkan permasalahan ketika konsep ini

dikonstruksi oleh satu pihak demi keuntungannya sendiri.

140

Siti Musdah Mulia, Menuju Undang-undang, Makalah Seminar Nasional dan Lokakarya

‛Amandemen Undang-undang Perkawinan dan Keluarga untuk Melindungi Hak-hak Perempuan

dan Anak‛, PSW UIN Yogyakarta 13-26 juli 2013, 24.

Page 95: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

87

Kendati istri memiliki kewajiban mentaati suami, namun bukan

berarti bahwa seluruh persoalan dan urusan domestik menjadi

tanggung jawab istri. Bercermin pada kehidupan rumah tangga

Rasulullah, yang kendati istri bisa mengerjakannya, namun beliau

menjahit sendiri pakaiannya yang robek. Ini berarti bahwa urusan

domestik sebenarnya bukan merupakan urusan istri sendiri, namun

sebagai urusan bersama suami istri. Kepedulian dan kebersamaan

meruakan kunci sukses dalam membangun rumah tangga. Ketentuan

dalam pasal tersebut mengandung makna bahwa terhadap istri harus

diberi penghargaan yang setara dengan suami dalam rumah tangga,

serta istri diberi kesempatan yang sama pula untuk

mengaktualisasikan diri dalam ranah kehidupan publik. Menurut

Rahman sistem patriarkhi tersebut mengasingkan perempuan di

rumah, sehingga laki-laki lebih bisa menguasai perempuan.

Kedudukan perempuan di sektor domestik menjadikan perempuan

tidak mandiri secara ekonomis, dan tergantung secara psikologis.

Sistem patriarkhi kadangkala membolehkan perempuan aktif di dunia

publik, namun dengan persyaratan ideologis, yakni tidak melupakan

kodratnya sebagai pengurus anak, suami dan keluarga.141

Isu lain yang perlu dicermati dalam relasi suami istri adalah

persoalan nusyuz. Dalam konteks budaya patriarkhi, nusyuz dipahami

sebagai pembangkangan seorang istri kepada suaminya, sebagaimana

rumusan pasal 83 ayat 1 KHI. Nusyuz sesungguhnya berarti

pembangkangan atas perintah, atau hilangnya ketaatan.

Pembangkangan dan ketidaktaatan bisa saja dilakukan oleh istri

maupun suami. Dalam konteks pemaknaan QS. 4: 34, tampaknya

konsep nusyuz dipahami denga standar suami/laki-laki. Tidak perlu

diklarifikasi apakah setiap perbuatan istri membangkang perintah

141

Budhy Munawar Rahman, ‚Penafsiran Islam Liberal atas Isu-isu Gender dan Feminisme‛

dalam Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), 35.

Page 96: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

88

suaminya mesti digolongkan nusyuz, atau kenapa misalnya seorang

istri melakukan nusyuz, dan seterusnya. Berdasarkan fenomena yang

terjadi, sebenarnya nusyuz tidak hanya dilakukan oleh istri tetapi juga

oleh suami. Hal ini bisa didasarkan pada QS. 4: 128, yang

menyebutkan adanya nusyuz pada laki-laki. Namun tampaknya para

fuqaha lebih memilih QS. 4: 34, sebagai legitimasi bahwa nusyuz

hanya dilakukan oleh perempuan, dan karenanya ia bisa dipukul.

Dalam konteks masyarakat Arab, pemukulan merupakan bentuk

kekerasan yang paling sering muncul. Ayat tersebut juga turun dalam

konteks pelarangan pemukulan terhadap istri dan segala bentuk

kekerasan dalam rumah tangga.142

Persoalan nusyuz, terkait erat dengan persoalan pemberian nafkah,

sebagaimana diatur dalam pasal 80 KHI. Kewajiban nafkah yang

dibebankan kepada suami mengandung konsekuensi dan tuntutan

adanya kepatuhan mutlak istri kepada suaminya. Karena itu, jika

seorang istri melakukan pembangkangan atau durhaka kepada

suaminya (nusyuz) maka kewajiban memberikan nafkah seorang

suami kepada istrinya menjadi hilang karenanya. Namun seringkali

permasalahan muncul ketika konstruksi nusyuz juga didefinisikan

menurut perspektif laki-laki. Misalnya ketika seorang istri nusyuz,

maka tidak dipertanyakan kenapa ia nusyuz, apakah hal itu semata-

mata terjadi karena kesalahan istri atau juga ada sebab lain berupa

perilaku suaminya. Tampaknya hal-hal semacam ini tidak terlalu

menjadi perhatian serius ketika hukum dan masyarakat memberikan

label nusyuz kepada seorang istri.

Menurut KHI, memberi nafkah, kiswah, tempat kediaman, biaya

rumah tangga, pengobatan dan biaya pendidikan anak, hanya merupakan

kewajiban suami, berdasarkan kemampuannya, seperti dinyatakan dalam

pasal 80 KHI. CLD memberikan tawaran bahwa pencarian nafkah

142

Siti Musdah Mulia, Menuju Undang-undang…, 23

Page 97: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

89

merupakan tanggung jawab bersama suami dan istri, dengan

mempertimbangkan tugas-tugas reproduksi istri yang terasa berat.

Rumusan pasal 52 CLD tentang hal ini adalah: ‚ 1) hamil, melahirkan,

dan menyusui bagi istri lebih bernilai daripada pekerjkaan pencarian

nafkah; 2) akibat dari pasal 1 (ayat 1), isteri berhak memperoleh imbalan

yang seimbang sesuai dengan kesepakatan kedua pihak; 3) apabila

kesepakatan tidak tercapai, maka masing-masing pihak dapat mengajukan

permohonan penyelesaian ke pengadilan.

Rumusan CLD tentang tanggung jawab nafkah sesungguhnya lebih

menegaskan bahwa tugas reproduksi perempuan harus mendapatkan

apresiasi yang tinggi dari suami, sebagai tugas berat yang harus didukung

dengan pemenuhan kebutuhan yang bisa menunjang terlaksananya tugas

reproduksi tersebut secara lebih baik. Ketika istri hamil, melahirkan dan

menyusui, suami berkewajiban mendukung, sehingga kehamilan tidak

hanya menjadi tanggung jawab istri tetapi sebagai tanggung jawab

bersama suami-istri.143

143

Nasarudin Umar, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Makalah Workshop Penyadaran Gender dan Penguatan Hak-hak Reproduksi Dalam Islam, Kerjasama PSG STAIN Malang-PSW

IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2001.

Page 98: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

90

BAB IV

ANALISIS TERHADAP TAMKI>N SEMPURNA SEBAGAI SYARAT

PEMENUHAN KEWAJIBAN SUAMI DALAM PASAL 80 KOMPILASI

HUKUM ISLAM

A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Tamki>n Sempurna.

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat

rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Perkawinan menimbulkan

keperdataan di antara suami dan istri. Perkawinan mempunyai tujuan yang

mulia untuk itu perlu diatur tentang hak dan kewajiban suami dan isteri. Jika

suami dan istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing,

maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga

sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Oleh sebab itu, perlu

adanya peraturan perundangan-undangan yang mengatur hal-hal terkait

dengannya. Salah satu peraturan perundangan di Indonesia yang mengatur

tentang perkawinan ialah KHI.

Untuk konteks Indonesia, KHI dapat dinilai sebagai akumulasi dari

persilangan intensif dan dialog interaktif antara pemahaman kontekstual

hukum Islam dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia beserta seluruh

darah daging kebudayaannya, dalam lanskap kenegaraan Indonesia yang

berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Page 99: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

91

Dalam hal perkawinan, kewajiban suami terhadap istri di Indonesia

ini telah tertulis pada Kompilasi Hukum Islam, di pasal 80 sebagai berikut:144

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami istri bersama.

2. Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat

bagi agama, nusa dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi

isteri dan anak;

c. Biaya pendidikan bagi anak.

5. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a

dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamki>n sempurna dari isterinya.

6. Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri

nusyuz.

Dalam skripsi ini penulis berkepentingan membahas lebih lanjut

mengenai pasal 80 ayat 5 yang dimana disitu dijelaskan bahwa berlakunya

nafkah seorang istri akan terlaksana apabila istri telah melaksanakan tamki>n

sempurna. Yang dimaksud dengan tamki>n sempurna disini adalah suatu

kondisi dimana seorang istri telah merelakan dirinya digauli oleh suaminya,

menunaikan kewajibannya melayani suami dengan sebaik-baiknya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian makna tamki>n sempurna

untuk syarat istri mendapatkan nafkah disini masih belum menjelaskan arti

secara detail. Maka penulis mengambil referensi dari berbagai pendapat

ulama mengenai syarat istri mendapatkan nafkah di antara adalah:

144

Rahman Ghaza>li>, Fiqh Munakahat…,161.

Page 100: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

92

Sayyid Sabiq menyebutkan lima syarat untuk istri yang berhak

mendapatkan nafkah, yakni: (1) perkawinan yang sah; (2) menyerahkan

dirinya kepada suami; (3) memungkinkan suami berijmak dengan isterinya;

(4) mengikut kemana suami tinggal ; (5) kedua belah pihak memungkinkan

berijmak.145

Apa yang dikemukakan Sayyid Sabiq tersebut menunjukkan

bahwa pemberan nafkah sangat erat katannya dengan istimta’ (berijmak) bagi

pihak suami. Sedang berjmak tentunya mengharuskan keduanya tinggal di

satu rumah. Karenanya, ulama fikh sering menyatakan bahwa isteri yang

sudah dinikahi namun tidak tinggal satu rumah dengan suami baik karena

masih belum dewasa atau tanpa alasan syar’i, Begitu pula istri yang berlaku

nusyuz karena tidak mau melayan suami maka tidak wajib atasnya nafkah.

Mazhab al-Ẓa>hiriyah, mereka menyatakan bahwa kewajiban nafkah

berlaku sejak terjadnya perkawinan baik istrinya nusyuz maupun berusia

sangat muda yang tidak memungkinkannya berjima’. Dan perkawinan

menjadi sebab wajibnya nafkah.146

Jika yang dimaksud dengan tamki>n sempurna disini adalah bergaul

yang mengharuskan untuk berjima’ maka jika terjadi perselisihan antara

suami dan istri tentang tamki>n bilamana di bawa ke ranah hukum seperti

istri telah mengatakan adanya tamki>n yang mana ia telah memberikan

kesempatan kepada suaminya untuk bergaul sedangkan suaminya mengataka

145

Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz 2 (Kairo: al-Fath li al-A‟lam al-„Arabi, t.th.), h. 109-110.

Kewajiban suami menafkahi isteri oleh sebab ia mahbus juga dikemukakan Ibn Hajar. Lihat, Ibn

Hajar, juz 9, h. 410. 146

Ibid.,112

Page 101: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

93

bahwa istrinya belum melakukan tamki>n, sehingga dia tidak membayar

nafkah yang di benarkan adalah pihak suami, karena ia berada dalam pihak

yang mengingkari, sedangkan istrinya berada di pihak yang mendakwakan

telah terjadinya tamki>n. Alasannya adalah mengamalkan prinsip al-istishab.

Artinya kembali kepada asal, sedangkan asal sesuatu adalah belum.147

Jadi tamki>n disini bisa digunakan suami untuk mengingkari

kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada istri. Sedangkan dalam era

sekarang belum ditemukan adanya teknologi yang bisa membuktikan seorang

istri telah tamki>n dalam arti berjima’ atau belum.

Menurut peneliti, istri mendapatkan nafkah adalah setelah

terjadinya akad, karena sewaktu akad terjadi secara tidak langsung istri sudah

rela terhadap dirinya untuk suaminya dan sudah seharusnya kewajiban suami

adalah untuk menafkahi istrinya.

B. Analisis Terhadap Akibat Hukumnya Apabila Tamki>n Sempurna Tidak

Terpenuhi

Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974,

mengatakan Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal sesuai Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila

akad nikah telah berlangsung dan sah sesuai syarat dan rukunnya, maka akan

147

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…,175.

Page 102: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

94

menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak

dan kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga.148

Dalam UU Perkawinan no.1 tahun 1974 pada Bab VI yang

menerangkan hak dan kewajiban suami-isteri:

Pasal 30

Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan

rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.

Pasal 31

4) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama

dalam masyarakat.

5) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

6) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Pasal 32

3) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

4) Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini

ditentukan oleh suami-isteri bersama.

Pasal 33

Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat

menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang

lain.

Pasal 34

4) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

5) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

6) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, kewajiban suami istri terdapat pada

Pasal 77 sebagai berikut :149

6) Suami isteri memikul kewjiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar

dan susunan masyarakat;

7) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain;

8) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak meraka, baik mengenai pertumbuahan jasmani, rohani maupun

kecerdasannya dan pendidikannya;

148

Rahman Ghaza>li>, Fiqh Munakahat…,155.

149

Ibid., 157.

Page 103: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

95

9) Suami istri wajib memelihara kehormatannya;

10) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama;

Pada pasal 78 sebagai berikut:

3) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

4) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami

isteri bersama.

Kewajiban suami terhadap istri di Indonesia ini telah tertulis pula

pada Kompilasi Hukum Islam, di pasal 80 sebagai berikut:150

8) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami istri bersama.

9) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

10) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat

bagi agama, nusa dan bangsa.

11) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

d. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

e. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi

isteri dan anak;

f. Biaya pendidikan bagi anak.

12) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf

a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamki>n sempurna dari

isterinya.

13) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

Dijelaskan dalam UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa

setelah terjadinya akad maka di mulailah kewajiban suami dan istri yaitu istri

berhak untuk mendapatkan nafkah sedangkan suami wajib menafkahi istri

dan juga istri harus menjalankan kewajibannya. Sedangkan dalam Kompilasi

Hukum Islam kewajiban suami terhadap istri baru terlaksana apabila sudah

adanya tamki>n sempurna dari istri.

Jika tamki>n sempurna dalam pasal 80 ayat 5 kompilasi hukum Islam

tidak terpenuhi maka istri tidak berhak mendapatkan:

150

Ibid., 161.

Page 104: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

96

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

Lalu bagaimana dengan pasangan suami istri yang menikah di

bawah umur dan masih bersekolah yang tidak bisa mengaharuskan

keduanya untuk melakukan hubungan badan yang di dalamnya termasuk

juga jimak kemudian kasus pernikahan pria remaja dengan perempuan

yang sudah menopause apakah mereka tidak mendapatkan nafkah dari

suaminya jika syarat istri mendapatkan nafkah dalam kompilasi hukum

Islam pasal 80 ayat (5) itu adalah dengan adanya tamki>n sempurna.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri

dan anak;

Jika melihat pada pasal 80 ayat (5) huruf b Menurut peneliti, dahulu

pengobatan tidak termasuk kebutuhan asasi, sehingga umumnya manusia

tidak memerlukannya karena ia mengikuti nasihat-nasihat kesehatan dan

pencegahan. Ijtihad para ulama berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang

berlaku pada masanya. Akan tetapi sekarang, kebutuhan terhadap

pengobatan sama pentingnya dengan kebutuhan terhadap makanan.

Bahkan, pengobatan lebih penting karena orang sakit cenderung lebih

mementingkan pengobatan daripada segalanya. Tidak mungkin seseorang

bisa merasakan nikamatnya makanan lezat jika ia sedang sakit. Karena

itu, saya berpendapat bahwa nafkah untuk berobat juga menjadi tanggung

jawab suami, sebagaimana nafkah dharuri lainnya.

Apakah seorang suami dianggap berbuat baik terhadap keluarga jika

istrinya diajak mereguk kenikmatan dikala sehat, namun ketika ia sakit

Page 105: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

97

suami tidak mengurusnya, dan bahkan mengembalikannya kepada

keluarganya?

Berdasarkan hal-hal di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa

kewajiban suami terhadap istri seharusnya setelah adanya akad

sebagaimana yang dimaksud dalam UU Perkawinan no 1. Tahun 1974.

Dengan syarat adanya tamki>n yaitu istri menyerahkan dirinya dengan

mengerjakan kewajibannya sebagai istri seperti dalam pasal UU

Perkawinan di atas pada pasal 34 yaitu istri mengurus rumah tangga

dengan sebaik-baiknya bukan dengan harus adanya tamki>n sempurna.

Karena jika istilah tamki>n adalah penyerahan diri dan sempurna dalam

KBBI sendiri adalah utuh maka tamki>n sempurna berarti penyerahan diri

secara utuh yang di dalamnya termasuk juga jimak yang mengharuskan

bersutubuh terlebih dahulu untuk syarat istri mendapatkan nafkahnya.

Sesuai dengan syarat wajibnya nafkah menurut Ulama Malikiyyah yang

menyebutkan Istri menyarahkah dirinya kepada suami dengan sepenuhnya

Yang dimaksud di dalamnya bukti penyerahan ini dengan menunjukan

kesiapan dirinya ketika diminta untuk melayani suami, baik meminta

untuk bermain cinta maupun tidak. mensyaratkan dalam wajibnya nafkah

sebelum senggama adanya permintaan dari istri atau walinya kepada

suami untuk melakukan senggama.151

Perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri

dan anak-anaknya. Hubungan ini mengajarkan bahwa suami yang telah

151

Wahbah Az-Zuhayli>, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 112

Page 106: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

98

menjadi ayah berkewajiban memberi nafkah kepada ibu anak-anak (istri

yang telah menjadi ibu) baik istri tersebut kaya ataupun miskin seperti

yang ditegaskan oleh Mahmud Yunus bahwa suami wajib memberi

nafkah untuk istrinya dan anak-anaknya, baik istrinya itu kaya seperti

pendapat atau miskin, maupun muslim atau Nasrani/Yahudi.152

kaum

muslimin sendiri sepakat bahwa perkawinan merupakan salah satu sebab

yang mewajibkan pemberian nafkah, seperti juga halnya dengan

kekerabatan. Dengan demikian, hukum membayar nafkah untuk istri, baik

dalam bentuk perbelanjaan, pakaian adalah wajib. Kewajiban itu bukan

disebabkan karena istri membutuhkannya bagi kehidupan rumah tangga,

tetapi kewajiban yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat kepada

keadaan istri.

Seperti dijelaskan oleh para ulama bahwa syarat mendapatkan

nafkah itu sendiri Secara umum, adalah sebagai berikut:153

a. Telah terjadi akad yang sah antara suami dan istri. Bila akad nikah

mereka masih diragukan kesahannya, maka istri belum berhak menerima

nafkah dari suaminya.

b. Istri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami istri dengan

suaminya.

c. Istri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak-hak suami.

Bila syarat-syarat tersebut di atas telah dipenuhi, maka pelaksanaan

pemberian nafkah itu dilakukan suami apabila:154

152

Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990), 101. 153

Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 143.

Page 107: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

99

1. Bila istri telah siap melakukan hubungan suami istri dengan

suaminya. Tanda telah siap ini bila istri telah bersedia pindah

rumah yang telah disediakan suaminya dan hal itu telah

dilaksanakannya. Atau karena sesuatu hal suami belum sanggup

menyediakan perumahan sehingga istri masih tinggal di rumah

orang tuanya, istri tersebut berhak menerima nafkah itu selama

kesediaan pindah rumah tetap ada. Dalam pada itu yang penting

bagi keduanya, ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan

kehidupan mereka dapat diputuskan dengan musyawarah.

2. Jika suami belum memenuhi hak-hak istri, seperti belum lagi

membayar mahar, atau juga suami belum menyediakan tempat

tinggal sedang istri telah bersedia tinggal bersama atau istri

meninggalkan rumah suaminya karena merasa dirinya tidak aman

tinggal di sana dan sebagainya, maka suami tetap wajib memberi

nafkah istrinya, sekalipun istri tidak memenuhi hak-hak terhadap

suaminya. Jika suami telah memenuhi hak-hak istrinya, sedang istri

tetap enggan maka di saat itu istri tidak lagi berhak menerima

nafkah dari suaminya.

3. Karena keadaan suami belum sanggup menyempurnakan hak istri,

seperti suami belum baligh, suami sakit gila dan sebagainya,

sedang istri telah sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya,

maka istri tetap berhak menerima nafkah dari suaminya itu.

154

Ibid., 144.

Page 108: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

100

Sebaliknya jika istri yang belum baligh atau dalam keadaan gila

yang telah terjadi sebelum perkawinan dan sebagainya, maka dalam

keadaan demikian istri tidak berhak mendapat nafkah dari

suaminya.

Keterangan di atas sesuai dengan pendapat Sayyid Sabiq yang

menyatakan bahwa syarat bagi perempuan berhak menerima nafkah

sebagai berikut:155

a. Ikatan perkawinan sah;

b. Menyerahkan dirinya kepada suaminya;

c. Suaminya dapat menikmati dirinya;

d. Tidak menolak apabila diajak pindah ke tempat yang

dikehendaki suaminya;

e. Kedua-duanya saling dapat menikmati.

Jadi apabila istri tidak memenuhi syarat istri untuk mendapatkan

nafkah yaitu tidak adanya tamki>n yang di tegaskan dalam pengertian para

ulama’ sebagai mana syarat-syarat di atas maka istri tidak berhak

mendapatkan nafkah atasnya. Tetapi disini terdapat ulama yang mengatakan

bahwa istri tetap mendapatkan haknya yaitu nafkah, kiswah dan tempat

tinggal setelah akad itu terjadi meskipun istri belum bergaul dengan

suaminya.

Sesuai dengan Al-Bâqarah ayat 228:

155

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah…, 229.

Page 109: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

101

حكيم عزي ز و والل درجة عليهن وللرجال بالمعروف عليهن ال ذي مثل ولن

‚Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma‘ruf. akan tetapi Para suami,

mempu-nyai satu tingkatan kelebihan daripada isteri-nya dan Allah

Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‛156

Kelebihan yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu kelebihan mengurus

dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, seorang suami muslim tidak

dibenarkan mengabaikan masalah nafkah dan pakaian istri, karena seorang

suami merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap

kebutuhan istrinya, baik kebutuhan bathiniah atau kebutuhan lahiriyah. Akad

nikah yang telah dilaksanakan oleh pasangan suami isteri menyebabkan istri

terikat oleh hak-hak suaminya dan haram untuk dinikahi orang lain. Dan

ikatan tersebut menyebabkan suami wajib memberi nafkah kepada istrinya.

156

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an…,36.

Page 110: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

102

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berlakunya nafkah seorang istri akan terlaksana apabila istri telah

melaksanakan tamki>n sempurna. Yang dimaksud dengan tamki>n

sempurna disini adalah suatu kondisi dimana seorang istri telah

merelakan dirinya digauli oleh suaminya, menunaikan kewajibannya

melayani suami dengan sebaik-baiknya`.

2. Akibat hukum apabila tamki>n sempurna sebagai syarat pemenuhan

kewajiban suami terhadap istri dalam pasal 80 Kompilasi Hukum Islam

tidak terpenuhi menurut hukum posistif maka istri tidak berhak

mendapatkan: 1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri, 2)

Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri

dan anak. Sedangkan dalam hukum Islam apabila istri tidak memenuhi

syarat istri untuk mendapatkan nafkah yaitu tidak adanya tamki>n

sempurna yang ditegaskan dalam pengertian para ulama maka istri tidak

berhak mendapatkan nafkah atasnya. Tetapi terdapat juga ulama yang

mengatakan bahwa istri tetap mendapatkan haknya yaitu nafkah,

kiswah dan tempat tinggal setelah akad itu terjadi meskipun istri belum

bergaul dengan suaminya.

Page 111: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

103

B. Saran

1. Pemerintah harus semakin giat untuk mensosialisasikan dan

memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia terkait dengan

aspek kemaslahatan yang terkandung dalam kewajiban suami dan

istri.

2. Pasangan suami istri lebih memperhatikan adanya tamki>n sempurna

sebagai syarat pemenuhan kewajiban suami terhadap istri dengan

begitu, keduanya tidak ada yang merasa dirugikan dan dapat

melaksanakan kewajibannya masing-masing.

Page 112: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

104

DAFTAR PUSTAKA

‘Asqala>ni (al), Alhafizh Ibn Hajar. Bulu>ghul Mara>m, (trjmh Moh. Machfudin Aladip). Semarang: PT Toha Putra Semarang, t.t.

Abdul Gani Abdullah. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademika

Presindo, 1992.

Abidin, Slamet dan Aminuddin. Fiqih Munakahat I. Bandung: CV pustaka setia,

1999.

Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Ali, Zainudin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Amal, Taufik Adnan dan Samsu Rizal Panggabean. Politik Syari’at Islam: Dari Indonesia hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004.

Anhari, Mansykur. Ushul Fiqh. Surabaya: Diantama, 2008.

Arifin, Bustanul. "Kompilasi Fiqih dalam Bahasa Undang-undang", dalam

Pesantren, No. 2/Vol. 11/1985, hlm. 25, dan Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah Hambatan dan Prospeknya. Jakarta: Gema

Insani Press, 1996.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta, 2006.

Azhary, M. Thahir. "Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alternatif Suatu Analisis Sumbersumber Hukum Islam" dalam Mimbar Aktualisasi Hukum Islam,

No. 4 Tahun 1991.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Pers, 1999.

Basran, Masrani. Kompilasi Hukum Islam, Mimbar Ulama, No. 105 Thn. X, Mei

1986.Basran, M. Masrani dan Zaini Dahlan. "Kodifikasi Hukum Islam di

Indonesia" dalam Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara, Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya,

Sudirman Tebba (ed). Bandung: Mizan, 1993.

Page 113: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

105

Chairah, Dakwatul. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Surabaya: UIN

Sunan Ampel Press, 2014.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Fiqh. Jilid 2. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,

1995.

Dimasyqi (al), Syekh Al-‘Allâmah Muhammad Ibn ‘Abdurrah-mân. Fiqih Empat Madzhab. Bandung: Hasyimi Press, 2004.

Febriana, Nora Fajar. ‚Hak Istri dalam Mendapatkan Nafkah Menurut

Asghar Ali Enginer‛. Skripsi—STAIN Purwokerto, Purwokerto,

2012.

Falah, Miftahul. ‚Sengketa Suami Istri Tentang Nafkah (Analisis Pendapat

Imam Syafi'i terhadap Istri yang Membantah Pengakuan Suami

tentang Nafkah)‛. Skripsi—IAIN Walisongo, semarang, 2009.

Ghazali, Abd Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta Timur: Prenada Media,

2003.

Hafdh (al), dan Marsap Suhaimi. Terjemahan Riya>dhus Sha>lihi>n. Surabaya :

Mahkota, 1986.

Hamdani (al). Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

Husaini (al), Imam Taqiyuddin Abu Bakar ibn Muhammad. juz 2, Kifayah al-Akhyar, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.

Harahap, M. Yahya. Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam dalam Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Yayasan al-Hikmah,

1993/1994.

Hazm, Ibn. Al-Muhalla. Beirut: Dâr al-Afaq al-Jadidiyah, 1980.

Jaziri (al) Abdurrahman. Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah. Istambul: Dar

al-Da‟wah, vol.IV, 2.

Kansil, C.S.T. Kitab Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (KUKK). Jakarta: Bina Aksara, 1986.

Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Solo : PT Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri, 2013.

Koesnoe, Moh. Kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional dalam Varia Peradilan, Tahun XI Nomor 122 Nopember

1995.

Page 114: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

106

Krippendorff, Klaus, Analisis Isi Pengantar Teori dalam Metodologi, Terj.

Farid Wajidi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.

Kuzari, Ahmad. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta : PT. RajaGrafindo

Persada, 1995.

M. Echols, Ohn dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia An English-Indonesia Dictionary. Jakarta: PT. Gramedia, 2000.

Mubarok, Jaih. Modifikasi Hukum Islam (Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid). Jakarta: PT Raja Gra-findo Persada. 2001.

Muchtar, Kamal. Asas-asas hukum islam tentang perkawinan. Jakarta: PT

bulan bintang, 1974.

Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur, Afif Muhammad, Idrus al-Kaff, "Fiqih Lima Mazhab". Jakarta: Lentera. 2001.

_______.Fiqh Al-Imam Ja’far Al-Shadiq. Iran: Muassasah Anshariyah,

1999

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2004.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004.

Narbuko, Cholid dan Abu, Ahmadi. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi

Aksara, 1997.

Poerwodarminto. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, tt.

Rahman, Budhy Munawar. Penafsiran Islam Liberal atas Isu-isu Gender dan Feminisme dalam Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Riyanto, Adi. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Granir, 2004.

Rizki, Alal. ‚Istri Membebaskan Suami Dari Kewajibannya Perspektif Fiqh

Islam (Studi Analisis Kompilasi Hukum Islam Pasal 80 Ayat 6)‛

Skripsi—IAIN Sunan Purwokerto, Purwokerto 2017.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1997.

Rosyadi, A. Rahmat dan Ahmad M. Rais, Formalisasi Syariat Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.

Page 115: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

107

Rusyd, Ibnu. Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayat al-Muqtasid, juz 2, Beirut:

Dar al- Jiil, 1409 H/1989.

Sa>biq, Sayyid (al), Fiqh al-Sunnah, Juz II. Beiru>t Libanon: Da>r al-Fath,

1996

Shiddieqy (as), Hasbi. Hukum-hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang,

1952.

_______.Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang, 1967.

Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Sujarweni, Wiratna. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press, 2014.

Sumitro, Warkum. Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik di

Indonesia. Malang: Setara Press, 2016.

Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah:Dasar, Metode, Teknik.

Bandung: Sito, 1994.

Soejoeti, Zarkawi. "Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia" dalam Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Mahfud MD, Sidik Tono, Dadan

Muttaqien (ed.). Yogyakarta: Ull Press, 1993.

Syâfi‘î, Abi ‘Abdillâh, (al). Al-Umm. Beyrut: Dâr al-Kitâb al-‘Alamiyah.

t.t.

_______. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group. 2007.

Sya’rwai (as), Syaikh Mutawalli. Fikih Peremuan (Muslimah) Busana dan Perhiasan, Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier, terj. Yessi HM. Basyaruddin. Jakarta: AMZAH, 2009.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana,

2009.

Ubaidi, Muhammad Ya‘qub Thâlib. Nafkah Isteri (Hukum Menafkahi Iseteri dalam Perspektif Islam). Jakarta: Darus Sunnah, 2007.

Page 116: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

108

Uqtuv, Akmalya. ‚Hak Dan Kewajiban Suami-Istri Dalam Keluarga (Studi Pemikiran Syaikh Muhammad ‘Ali> As-Sa>bu>ni> Dalam Kitab Az-Zawaj Al-Islami> Al-Mubakkir: Sa’a>dah Wa Hasana>h)‛ Skripsi—

UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010.

Wahid, Marzuki dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara; Kritik atas Politik Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001.

Widiana, Wahyu. "Aktualisasi Kompilasi Hukum Islam di Peradilan Agama dan Upaya Menjadikannya Sebagai Undang-undang", dalam

Mimbar Hukum, No. 58 Thn. XIII 2002.

Wojowasito, S. Kamus Umum Belanda Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru

Van Hoeve, 1992.

Yasin, Fatihuddin Abdul. Risalah Hukum Nikah. Surabaya: Sinar Terang,

2006.

Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan dalam Islam. Jakarta: PT Hidakarya

Agung, 1990.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008.

Zuhaili (al), Wahbah. Al-Fiqh al-Islami> wa Adillatuhu, Juz 10. Suriah : Dar

al-Fikr bi Damsyiq, 2002.

Dapertemen agama RI. Kompilasi Hukum Islam, 1991.

Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Lajnah Pentashihan Munshaf al-Quran. Kedudukan dan Peran Perempuan.

Jakarta: Aku Bisa, 2012.

Muhammad, Hussein. Pandangan Islam Tentang Seksualitas. Makalah

Seminar Gender dan Islam, Surabaya, 2004.

Mulia, Siti Musdah. Menuju Undang-undang Perkawinan Yang Adil. Makalah Seminar Nasional dan Lokakarya ‛Amandemen Undang-

undang Perkawinan dan Keluarga untuk Melindungi Hak-hak

Perempuan dan Anak‛. PSW UIN Yogyakarta, 13-16 Juli 2006.

Purwati, Ani. Pengertian Tanggung Jawab dan Pengabdian Pengorbanan,

https://anitapurwati.wordpress.com/2010/10/31/pengertian-

tanggung-jawab-dan-pengabdian-dan pengorbanan/Diakses pada

tanggal 24 Februari 2018.

Page 117: STUDI ANALISIS PASAL 80 KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI ...digilib.uinsby.ac.id/29377/1/Farihatul Bayyuroh_C71214076.pdf · Tentang Tamki>n Sempurna Sebagai Syarat Pemenuhan Kewajiban

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

109

Tim Ditbinbapera. Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Yayasan, 1993.

Tim Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Cet. V. Surabaya Fakultas Syariah IAIN Sunan

Ampel, 2014.

Tim Pustaka Phoenix. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet ke-6. Jakarta:

Pustaka Phoenix, 2012.

Umar, Nasarudin, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Makalah

Workshop Penyadaran Gender dan Penguatan Hak-hak Reproduksi

Dalam Islam. Kerjasama PSG STAIN Malang-PSW IAIN Zarkawi

Soejoeti, Sejarah Penyusunan Kompilasi, Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2001.