Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
STUDI BASELINE TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM TERKAIT DI
KAWASAN KONSERVSI PERAIRAN NASIONAL (KKPN) KEPULAUAN ARU BAGIAN TENGGARA KABUPATEN DOBO PROPINSI MALUKU
LAPORAN PENELITIAN
CRITIC - COREMAP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI JAKARTA
2016
ISBN 978-602-9445-85-5
9 786029 445855ISBN 978-602-9445-86-2
9 786029 445862ISBN 978-602-9445-87-9
9 786029 445879
iii
STUDI BASELINE TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM TERKAIT DI
KAWASAN KONSERVSI PERAIRAN NASIONAL (KKPN) KEPULAUAN ARU BAGIAN TENGGARA KABUPATEN DOBO PROPINSI MALUKU
LAPORAN PENELITIAN
CRITIC - COREMAP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI JAKARTA
2016
ii
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
Kepulauan Aru Bagian Tenggara secara administratif masuk dalam
wilayah Kabupaten Dobo, Propinsi Maluku. Kawasan perairan ini secara
alamiah memiliki potensi perikanan yang sangat besar dengan ekosistem
terumbu karang, lamun dan mangrove yang secara alamiah berkembang
dengan baik, karena sirkulasi masa air yang datang dari perairan laut Papua
dan laut Arafura.
Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Bagian Tenggara
merupakan salah satu Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 63
Tahun 2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional
Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di Sekitarnya. Kawasan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara sebelumnya ditetapkan berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor 72/Kpts-II/1991 tentang Penunjukan Sebagian
Kepulauan Aru bagian Tenggara sebagai Cagar Alam Laut. Berdasarkan
Berita Acara Serah Terima Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam dari Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan
Perikanan Nomor: BA.01/Menhut-IV/2009–BA.108/MEN.KP/III/2009
tanggal 4 Maret 2009. Nama kawasan dirubah menjadi Suaka Alam Perairan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di Sekitarnya. Kawasan
konservasi Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di Sekitarnya
selanjutnya dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, dan
diserahkan pengelolaanya melalui Balai Konservasi Kawasan Perairan
Nasional (BKKPN) yang berpusat di Kupang.
iv
Studi baseline dan pemantauan ekosistem terumbu karang
COREMAP Fase III atau disebut juga COREMAP-CTI (2014-2018)
merupakan kegiatan yang akan didahului dengan survey baseline dan
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pemantauan (monitoring) di tahun-
tahun selanjutnya. Kegiatan baseline dan monitoring kesehatan terumbu
karang dan ekosistem terkait di Kawasan Konservasi Perairan Nasional,
khususnya di Suaka Alam Perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara telah
di dilakukan pada 10 – 25 Oktober 2016 pada 12 stasiun pengamatan
karang, ikan dan megabentos, 3 stasiun pengamatan lamun, 3 stasiun
pengamatan mangrove dan kepiting. Kegiatan monitoring kesehatan terumbu
karang dan ekosistem terkait di SAP KKPN perairan Kepulauan Aru Bagian
Tenggara, Kabupaten Dobo, Provinsi Maluku pada Tahun 2016 melibatkan
beberapa disiplin ilmu utama yaitu bidang penginderaan jauh yang akan
mengungkap sebaran substrat dasar perairan dan mangrove, ekosistem
karang dan ikan karang, serta bidang statistika untuk analisis data. Tujuan
kegiatan adalah mendapatkan data awal tahun ke-0 (t0) kondisi dan luasan
terumbu karang, mangrove dan lamun serta kondisi ikan karang dan
megabentos yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang. Data
tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai acuan pada kegiatan-kegiatan
pemantauan (monitoring) di tahun berikutnya.
B. HASIL
Luas padang lamun pada Kawasan Konservasi Perairan Nasional,
Kepulauan Aru Bagian Tenggara, lebih dominan dibandingkan luasan
terumbu karang. Sedangkan tutupan subtrat terbuka pada kawasan ini
merupakan tutupan pasir, pecahan karang yang telah menjadi batu dan juga
campuran antara keduanya, adapun total luas tutupan habitat bentik pada
area konservasi adalah sebesar 123,64 km2.
v
Hasil pengamatan kondisi terumbu karang pada 12 stasiun
pengamatan di lokasi Kawasan Konservasi Perairan Nasional Perairan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara, menunjukkan bahwa secara umum
kondisi karang batu dan beberapa komponen pendukung ekosistem karang
batu yang dianalisis berkisar antara: HC) berkisar dari 10,60 – 54,27%,
karang mati (DC) hanya ditemukan di stasiun ARC.11 sebesar 0,07%,
karang mati algae “dead coral with algae (DCA) berkisar dari 1,00 – 18,40%,
karang lunak “soft coral” (SC) berkisar dari 0,00 – 20,53%, sponges (SP)
berkisar dari 0,13 – 4,13%, Fleshy seaweed (FS) berkisar dari 0,00 –
24,60%, Other Biota atau fauna lain (OT) berkisar dari 0,00 – 9,13%,
patahan karang “rubble” (R) berkisar dari 1,13 – 52,53%, pasir “sand” (S)
berkisar dari 0,07 – 45,13%, pasir halus “silt” berkisar dari 0,00 – 47,80%
dan batuan keras “rock” (RK) tidak ditemukan pada semua stasiun
pengamatan.
Dalam penelitian ini ditemukan ikan indikator dari famili
Chaetodontidae tercatat 168 ekor yang tergolong dalam 11 jenis yang
tergolong dalam 4 genus yakni Chaetodon, Chelmon, Heniochus,
Parachaetodon. Chelmon rostratus tercatat memiliki kelimpahan individu
tertinggi dengan jumlah 65 ekor. Stasiun ARC 11 tercatat memiliki
kelimpahan individu tertinggi, sebesar 26 ekor diikuti stasiun ARC 10 dan
ARC 04 dengan masing-masing 16 ekor. Sedangkan keragaman jenis
tertinggi terdapat di stasiun ARC 03 dan ARC 04, yakni 7 jenis dan 6 jenis.
Jumlah jenis ikan target yang ditemukan dalam penelitian pada areal
sensus seluas 4250 m2 (12 stasiun) adalah sebanyak 49 jenis yang termasuk
dalam 14 suku dengan total jumlah individu sebanyak 631 ekor (0,1484
ekor/m2 atau pada areal seluas 1 ha di estimasi sebanyak 1485 ekor). Ikan-
ikan target kelompok herbivora ditemukan sebanyak 9 jenis yang termasuk
vi
dalam 3 suku yakni : Acanthuridae, Scaridae dan Siganidae dengan total
jumlah individu sebanyak 152 ekor. Selanjutnya kelompok ikan target
karnivora yang ditemukan sebanyak 40 jenis yang termasuk dalam 11 suku,
dengan total jumlah individu sebanyak 479 ekor.
Dari hasil transek megabentos pada 12 lokasi pengamatan
ditemukan sebanyak 5 jenis yang termasuk dalam 2 kelompok, yakni
kelompok ekinodermata yang terdiri dari Diadema setosum dan teripang
(Holothuridae) serta kelompok moluska, seperti Drupella cornus, Tridacna
spp. (kima) dan Trochus spp. (lola). Jenis-jenis dari kelompok krustasea
tidak ditemukan dalam pengamatan ini. Nilai kepadatan megabentos di setiap
stasiun cukup bervariasi, berkisar antara 0,01 – 0,11 individu/m2. Stasiun
ARC04 memiliki nilai kepadatan relatif tertinggi, yakni 0,11 individu/m2.
Sedangkan nilai kepadatan yang relatif rendah terdapat di stasiun ARC03
dan ARC12 masing-masing 0,01 individu/m2. Semua jenis megabentos yang
ditemukan dalam pengamatan ini, memiliki nilai kepadatan individu yang
sangat rendah, < 0,2 individu/m2.
Berdasarkan analisa data dari tiap lokasi, rata-rata tutupan padang
lamun di tiga stasiun pengamatan di Kawasan Konservsi Perairan Nasional,
Kepulauan Aru Bagian Tenggara, adalah sebesar 42,11% sehingga masuk
kategori sedang karena berada pada kisaran 26 – 50%. Dua stasiun berada
pada kategori tutupan sedang yaitu ARTS01 (26,70%) dan ARTS02
(42,71%). Satu stasiun berada pada kategori padat yaitu ARTS03 dengan
nilai tutupan 56,91%.
Terdapat tujuh jenis lamun yang ditemui selama monitoring yaitu
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea
rotundata, Halodule pinifolia, Halophila ovalis dan Syringodium
isoetifolium. Lamun jenis Halophila ovalis yang dijumpai pada kegiatan ini
vii
perlu diidentifikasi lebih lanjut karena menunjukkan ciri-ciri yang mirip
dengan Halophila minor. Ketujuh jenis lamun tidak tersebar merata pada
semua stasiun sehingga tiap stasiun hanya memiliki dua hingga empat jenis
lamun saja. Dari tujuh jenis lamun tersebut, hanya T. hemprichii yang dapat
dijumpai pada setiap stasiun dan menjadi jenis dengan tutupan paling
dominan dengan rata-rata tutupan 26,37%
Secara umum, kondisi komunitas mangrove pada empat stasiun
pemantauan mangrove permanen di Kawasan Konservsi Perairan Nasional,
Kepulauan Aru Bagian Tenggara, termasuk dalam kategori sedang-baik,
dengan persentase tutupan kanopi mangrove rata-rata 72,70 ± 16,62%.
Hasil transek kepiting di tiga lokasi pengamatan pada komunitas
hutan mangrove diperoleh 17 jenis mewakili 11 marga yang termasuk dalam
6 suku, yaitu Grapsidae, Macrophthalmidae, Ocypodidae, Portunidae,
Sesarmidae dan Xanthidae. Suku Sesarmidae dan Grapsidae memiliki jumlah
jenis yang relatif lebih banyak.
C. SARAN
Dalam monitoring selanjutnya perlu memperhatikan pemilihan
waktu dengan baik. Kepulauan Aru Bagian Tenggara terletak di selatan
Kabupaten Dobo, yang dipengaruhi oleh perairan Arafura, pada musim
tertentu tingggi gelombang bisa mencapai 2 meter sehingga sangat
menyulitkan dalam pekerjaan monitoring. Informasi kondisi perairan dari
Dinas Kelautan dan Satker Badan Konservasi Kawasan Perairan Nasional
setempat sangat diperlukan dalam perencanaan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dan keanekaragaman hayatinya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk objek penelitian ilmiah.
Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) adalah program nasional untuk upaya rehablitasi, konservasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara bekelanjutan. Program COREMAP tersebut dirancang dalam 3 (tiga) fase, Fase I: Inisiasi (1998-2004), Fase II: Akselerasi (2005-2011), dan Fase III: Penguatan Kelembagaan (2014-2019). Program COREMAP Fase III yang diberi nama COREMAP-CTI ini bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait seperti ekosistem lamun dan ekosistem mangrove untuk dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara berkesinambungan.
Tujuan pengembangan Program COREMAP-CTI adalah mendorong penguatan kelembagaan yang terdesentralisasi dan terintegrasi untuk pengelolaan sumberdaya terumbu karang, ekosistem terkait dan biodiversitas secara berkelanjutan. Hasil akhirnya tidak lain adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir yang hidup di wilayah tersebut.
Pelaksanaan monitoring telah menjadi bagian penting untuk mengukur dan memberikan informasi capaian keberhasilan Program COREMAP-CTI sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, diantaranya adalah peningkatan tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang dengan menambah 2 komunitas baru yakni lamun dan mangrove. Program Coremap fase III yang telah dilaksanakan pada pada 10 – 25 Oktober 2016 bertujuan untuk mendapatkan data awal (t0) kondisi terumbu karang, mangrove dan lamun.
Pada kesempatan ini kami tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian lapangan dan analisis data. Kami menyadari, bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kategori sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan penelitian. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, November 2016
(Tim Penyusun)
ix
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF iii
A. PENDAHULUAN iii
B. HASIL iv
C. SARAN vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I. PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang Penelitian 1
I.2. Tujuan Penelitian 4
I.3. Ruang Lingkup Penelitian 4
I.4. Tahapan Penelitian 5
I.5. Pelaksana Kegiatan Penelitian 6
BAB II. METODE PENELITIAN 7
II.1. Pemetaan Substrat Dasar Perairan Laut Dangkal 7
II.2. Analisa data citra satelit untuk pembuatan peta
batimetri perairan dangkal 10
II.3. Karang 13
II.4. Ikan Karang 14
II.5. Megabentos 16
II.6. Lamun 16
6.1. Pengambilan Sampel 16
6.2. Pengolahan dan Analisa Data 19
II.7. Mangrove 22
7.1. Pengambila sampel 22
x
7.2. Ana;isa data 22 II.8. Kepiting 23
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 24
III.1. Pemetaan Substrat Perairan Laut Dangkal 24
III.2. Analisa data citra satelit untuk pembuatan peta batimetri perairan dangkal 30
III.3. Karang 37
3.1. Diskripsi Lokasi Pemelitian 37
3.2. Kondisi Terumbu Karang 51
III.4. Ikan Karang 55
4.1. Sebaran Ikan Karang 55
4.2. Sebaran Ikan Herbovora 58
4.3. Estimasi Potensi Sedia Cadangan (Standing Stock) 59
III.5. Megabentos 62
5.1. Fauna Megabentos 62
5.2. Kepadatan Megabentos 66
III.6. Lamun 69
6.1. Diskripsi Lokasi Monitoring 69
6.2. Penutupan Lamun, Komposisi Jenis dan 72
III.7. Mangrove 74
III.8. Kepiting 77
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 79
DAFTAR PUSTAKA 81
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik citra Landsat 8 8 Tabel 2 Nilai penutupan lamun 18 Tabel 3 Kategori tutupan lamun 21 Tabel 4 Posisi lokasi monitoring Aru 2016 (t0) 24 Tabel 5 Jumlah kelas pada setiap kelas sampel 26
Tabel 6 Nilai setiap parameter dari masing-masing kombinasi saluran 27
Tabel 7 Luas setiap kelas tutupan habitat bentik 30
Tabel 8 Data pemeruman menggunakan GPSMAP Sounder dan NR OLI-2 dan OLI-3 32
Tabel 9 Keanekaragaman jenis dan kelimpahan corallivor (Chaetodontidae) di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
56
Tabel 10 Keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan herbivor di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016. 58
Tabel 11 Estimasi biomassa (kg/ha) ikan herbivora dan karnivora pada setiap stasiun di perairan perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
61
Tabel 12 Sebaran jumlah jenis dan jumlah individu ikan karang pada beberapa lokasi di Indonesia. 62
Tabel 13 Fauna megabentos hasil transek (baseline) pada masing-masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
63
Tabel 14 Rekap rata-rata penutupan lamun dan dominasi jenisnya di tiap stasiun di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
73
Tabel 15
Jumlah jenis, persentae tutupan kanopi (%), kerapatan (pohon/ha), nilai INP (%) dan kategori kondisi komunitas mangrove di setiap stasiun pemantauan permanen di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
75
Tabel 16 Jenis-jenis kepiting yang diperoleh dari daerah mangrove di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
77
Tabel 17 Luas mangrove pada masing-masing pulau di Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
77
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tampilan area kajian pada perekaman citra Landsar 8 OLI (kotak merah) 8
Gambar 2 Prinsip dasar pemetaan batimetrik perairan dangkal (terumbu karang) menggunakan data citra satelit. 11
Gambar 3 Diagram Alir Pemetaan Batimetri menggunakan data citra satelit Landsat-8 OLI. 12
Gambar 4. Pemasangan transek 17 Gambar 5 Kuadran pengamatan 18
Gambar 6 Batasan area analisis berada pada polygon merah yang merupakan batas kawasan konservasi dan titik merah merupakan area pengambilan sampel.
25
Gambar 7 Distribusi sampel lapangan pada area kajian 25
Gambar 8 Hubungan antar saluran tampak (visible band) pada sampel pasir yang berada pada kedalaman yang berbeda-beda.
28
Gambar 9
Rincian dari tahapan pengolahan citra Landsat-8 dalam memetakan tutupan habitat bentik. Gambar A: citra Landsat-8 asli, Gambar B: citra Landsat-8 hasil koreksi sunglint, Gambar C: citra Landsat-8 hasil koreksi kolom air, Gambar D: hasil klasfikasi mahalonobis distance (orange: karang, hijau: padang lamun, cyan: subtrat terbuka).
29
Gambar 10 Peta tutupan habitat bentik di Kawasana Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Aru bagian Tenggara. 30
Gambar 11 Algoritma empiris yang digunakan untuk menduga dan memetakan kedalaman batimetri perairan dangkal berdasarkan data pada Tabel 8.
31
Gambar 12
Peta batimetri perairan dangkal di lokasi kajian yang diturunkan dari algoritma empiris pada Gambar 4 berikut luas area pada masing-masing kelas kedalaman.
36
Gambar 13 Ilustrasi transek garis untuk mendapatkan densitas flora/fauna dirataan terumbu karang. 36
Gambar 14 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.02 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
38
Gambar 15 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.03 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
39
xiii
Gambar 16 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.04 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
41
Gambar 17 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.05 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
44
Gambar 18 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.06 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
43
Gambar 19 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.07 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
44
Gambar 20 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.09 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
45
Gambar 21 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.10 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
46
Gambar 22 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.11 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
47
Gambar 23 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.12 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
48
Gambar 24 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.13 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
50
Gambar 25 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.14 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
51
Gambar 26 Persentase tutupan kumulatif komponen ekosistem terumbu karang perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
52
Gambar 27 Persentase tutupan kumulatif karang hidup (HC) perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016. 53
Gambar 28 Persentase tutupan karang hidup (HC) di masing-masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
54
Gambar 29 Persentase tutupan karang hidup (HC) dan karang mati perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
55
xiv
Gambar 30
Jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang kategori indikator masing-masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
57
Gambar 31
Beberapa jenis ikan Chaetodontidae yang dijumpai di kawasan terumbu karang perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016. Dari kiri-kekanan: A. Chaetodon sp1 (C. aureofasciatus); B. Chelmon rostratus; C. Parachaetodon ocellatus; D. Chaetodontoplus duboulayi,
57
Gambar 32
Jumlah individu ikan Karang kategori target Karnivora dan Herbivora pada masing – masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
59
Gambar 33
Total biomasa ikan target (herbivora dan karnivora) hasil sensus visual pada masing – masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
60
Gambar 34
Persentase biomasa ikan herbivora dan karnivora hasil sensus visual pada masing – masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
61
Gambar 35 Kepadatan megabentos di masing-masing stasiun pengamatan di perairan perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
67
Gambar 36 Lokasi stasiun ARTS01 dan kondisi lamunnya 70 Gambar 37 Lokasi stasiun ARTS02 dan kondisi lamunnya 71 Gambar 38 Lokasi stasiun ARTS03 dan kondisi lamunnya 72
Gambar 39
Jenis-jenis lamun yang ditemui selama kegiatan monitoring, lamun jenis Halodule pinifolia tidak ada di dalam gambar karena tidak memperoleh sampel yang representatif untuk diambil gambarnya.
74
Gambar 40 Perbandingan jumlah jenis kepiting dari masing-masing suku di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
78
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data ground truthing di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
87
Lampiran 2. Komposisi jenis-jenis karang keras di Perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
91
Lampiran 3.
Koordinat masing masing stasiun monitoring terumbu karang, ikan karang dan megabentos di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
94
Lampiran 4. Peta stasiun monitoring terumbu karang, ikan karang dan megabentos di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
94
Lampiran 5. Posisi transek lamun di setiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
95
Lampiran 6. Peta posisi transek lamun tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
95
Lampiran 7. Posisi transek mangrove tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
96
Lampiran 8. Peta posisi transek mangrove tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
96
Lampiran 9. Peta luasan mangrove tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
97
xvi
1
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian
Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP),
adalah program nasional untuk pemulihan dan perbaikan serta pengelolaan
berkelanjutan sumberdaya hayati terumbu karang di Indonesia. Salah satu
ukuran keberhasilan Program COREMAP adalah meningkatnya tutupan
karang hidup, kelimpahan dan biomassa ikan karang di lokasi pengamatan
serta ekosistem terkait yang terjaga kondisinya. Oleh karena itu dibutuhkan
ketersedian data dan informasi untuk mencapai keberhasilan tersebut, baik
secara spasial maupun temporal melalui kegiatan baseline dan monitoring
kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait. Disamping itu, kegiatan
monitoring juga dapat melengkapi data terkini (update) kondisi terumbu
karang baik di wilayah barat maupun di wilayah timur Indonesia.
Pemantauan kesehatan terumbu karang COREMAP Fase III atau
disebut juga COREMAP-CTI (2014-2018) merupakan kegiatan yang akan
didahului dengan survey baseline dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
pemantauan (monitoring) di tahun-tahun selanjutnya. Untuk kegiatan
baseline kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait di Kawasan
Konservasi Perairan Nasional, khususnya Perairan Kepulauan Aru Tenggara
di lakukan di tahun 2016.
Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Bagian Tenggara
merupakan salah satu Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.
63/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional
Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di Sekitarnya. Kawasan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara sebelumnya ditetapkan berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor72/Kpts-II/1991 tentang Penunjukan Sebagian
2
Kepulauan Aru bagian Tenggara sebagai Cagar Alam Laut. Berdasarkan
Berita Acara Serah Terima Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam dari Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan
Perikanan Nomor: BA.01/Menhut-IV/2009–BA.108/MEN.KP/III/2009
tanggal 4 Maret 2009, kawasan konservasi Kepulauan Aru Bagian Tenggara
dan Laut di Sekitarnya dan nama kawasan dirubah menjadi SAP Kepulauan
Aru Bagian Tenggara dan Laut di Sekitarnya. Selanjutnya dikelola oleh
Departemen Kelautan dan Perikanan, dan diserahkan pengelolaanya melalui
Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) yang berpusat di
Kupang.
Pada wilayah SAP terdapat 6 (enam) pulau kecil utama yang ada di
2 (dua) Desa yang berbeda Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Aru. Sisi
Barat terletak di Desa Karey Kecamatan Aru Selatan Timur (Pulau Enu,
Pulau Karang, Pulau Jeh dan Pulau Maar) dan Sisi Timur di Desa Apara
Kecamatan Aru Tengah Selatan (Pulau Jin, dan Pulau Kultubai Besar).
Secara administratif, kawasan ini termasuk dalam Kabupaten Dobo,
yang memiliki wilayah pesisir dengan ekosistem terumbu karang yang secara
alamiah berkembang dengan baik, karena sirkulasi masa air yang datang dari
laut Papua dan laut Arafura.
Kawasan perairan Kepulauan Aru dan laut di sekitarnya memiliki
sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi berupa terumbu
karang, mangrove, litoral, dan rumput laut. Kepulauan Aru mempunyai
pantai berlumpur, dan pulau kecilnya didominasi pantai berpasir. Daerah
yang berlumpur banyak ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dengan spesies
yang sering dijumpai antara lain Rhizophora sp. dan Bruguiera sp.
Sedangkan pantai berpasir ditumbuhi oleh vegetasi pantai, seperti cemara
(Casuarina equisetifolia) dan formasi Barringtonia serta vegetasi budidaya
seperti kelapa.
3
Hutan mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam
pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil yang berhadapan dengan wilayah
rawan bencana pesisir. Secara fisik, sistem perakaran dan tegakan batangnya
mampu mereduksi kekuatan badai dan gelombang serta tsunami di wilayah
pesisir. Seluruh kawasan konservasi Perairan Nasional, Kepulauan Aru
Bagian Tenggara merupakan wilayah kepulauan yang berbatasan dengan
Selatan Papua di sebelah Timur dan di sebelah selatan berbatasan dengan
Laut Arafura. Gelombang laut di kawasan ini sangat dipengaruhi oleh
kecepatan angin yang berfluktuasi menurut musim.
Hutan mangrove juga bermanfaat bagi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat sekitar, selain sebagai habitat biota ekonomis penting untuk
pangan alternatif, hutan mangrove juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai lokasi pembesaran kepiting bakau maupun biota lainnya. Mengingat
pentingnya peran mangrove, maka perlu dilakukan monitoring terhadap
kondisi kesehatan komunitasnya dari waktu ke waktu.
Lamun memiliki peran penting bagi biota laut di ekosistem litoral
tropis yang terdiri dari rawa bakau (mangroves), padang lamun (seagrass
meadows) dan terumbu karang (coral reefs) (Komatsu et al. 2004), antara
lain sebagai habitat dan makanan bagi hewan avertebrata, ikan, penyu,
duyung dan sumber bahan jaring makan detritus serta perannya dalam
stabilisasi sedimen (Kendrick et.al. 2005). Ekosistem padang lamun sering
menempel atau berdekatan dengan ekosistem bakau dan terumbu karang
sehingga kemungkinan terjadinya konektifitas antar ekosistem ini sangatlah
besar, diantaranya melalui migrasi ikan (Dorenbosch et al. 2006), stabilisasi
sedimen (de Boer 2007) dan aliran air (Komatsu et al. 2004). Oleh karena
itu, pada program Coral Reef Rehabilitation and Management Program –
Coral Triangle Initiative (COREMAP – CTI) 2014-2019, ekosistem padang
lamun dimasukkan dalam program monitoringnya.
4
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Aru Tenggara
dan Laut sekitarnya terletak di bagian tenggara Kabupaten Dobo. Kawasan
ini terdiri beberapa pulau kecil dengan rataan terumbu yang cukup luas.
Sebagai kawasan konservasi perairan nasional, kawasan ini ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 63 tahun 2009
dengan luas kawasan 114,000 ha. Berdasarkan data KKJI, efektivitas
pengelolaan KKPN Kepulauan Aru Bagian Tenggara termasuk dalam
kategori kuning artinya kawasan ini memiliki sumber daya ekosistem pesisir
yang lengkap, yaitu terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Oleh
karena itu, salah satu sasaran pengelolaan perairan KKPN Kepulauan Aru
Bagian Tenggara terkait dengan rencana pengelolaan dan zonasi kawasan
adalah mempertahankan luas tutupan terumbu karang, lamun dan mangrove.
Tujuan kegiatan ialah untuk mengumpulkan data dasar dari
ekosistem terumbu karang, mangrove dan lamun, data tersebut selanjutnya
akan dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian pemantauan/monitoring
di tahun-tahun selanjutnya.
I.2. Tujuan Penelitian
Kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang dan ekosistem
terkait di perairan KKPN Aru Bagian Tenggara dan sekitarnya, Kabupaten
Dobo, Propinsi Maluku dilakukan pada Tahun 2016. Bertujuan untuk
mendapatkan data awal (t0) kondisi dan luasan terumbu karang, mangrove
dan lamun. Data tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai acuan pada
kegiatan-kegiatan pemantauan (monitoring) di tahun berikutnya.
I.3. Ruang Lingkup Penelitian
Pengamatan ekologi terumbu karang untuk pengambilan data dasar
(baseline data) di perairan KKPN Aru Bagian Tenggara dan sekitarnya,
55
Kabupaten Dobo, Propinsi Maluku belum pernah dilakukan oleh
COREMAP-CTI. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang di lokasi ini
meliputi pulau-pulau kecil yang tersebar dalam kawasan perairan Kepulauan
Aru Tenggara.
Kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang di perairan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara, melibatkan beberapa disiplin ilmu utama
yaitu bidang penginderaan jauh yang akan mengungkap sebaran substrat
dasar perairan dan mangrove, ekosistem karang, ikan karang dan
megabentos, serta bidang statistika untuk analisis data. Data hasil
pengamatan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun peta
tematik. Adapun tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut:
I.4. Tahapan Penelitian
Tahap persiapan: Meliputi persiapan administrasi, koordinasi dengan
anggota tim survei baik di Jakarta maupun di daerah, persiapan citra
satelit dan analisis pendahuluan guna menyusun peta dasar, pembelian
material bahan lapangan, persiapan peralatan penelitian serta sarana
dan prasarana di daerah yang akan didatangi dan rancangan penelitian
untuk lancarnya kegiatan di lapangan.
Pelaksanaan Kegiatan: Kegiatan Penelitian Oseanografi dengan sub
kegiatan baseline ekosistem kesehatan terumbu karang dan ekosistem
terkait di KKPN perairan Kepulauan Aru Tenggara, Kabupaten Dobo,
Provinsi Maluku terdiri dari kegiatan persiapan, survei lapangan
untuk koleksi data, input dan pengelohan data serta penyusunan
laporan. Kegiatan monitoring telah dilakukan pada tanggal 10 – 25
Oktober 2016. Pelaporan dan desiminasi sebagai bentuk
penyebarluasan informasi melalui penyusunan laporan dan mengikuti
pertemuan ilmiah.
66
I.5. Pelaksana Kegiatan Penelitian
Penelitian dilakukan oleh para peneliti dan Teknisi Puslit
Oseanografi – LIPI, Jakarta, dibantu oleh beberapa teknisi P2DL Ambon,
UPT – Tual dan Staf Satker KKPN Kabupaten Dobo. Daftar para pelaksana
penelitian tersaji dalam tabel dibawah.
Pelaksana kegiatan penelitian:
No. Nama Bidang Studi Keterangan 1 Dra. Manuputty Anna E.W. MSi Ketua Tim/Koral P2O-LIPI, Jakarta 2 DR. Ir. Sam Wouthuyzen MSc GIS UPT-LIPI, Pulau Pari 3 Ir. Suyarso GIS P2O-LIPI, Jakarta 4 Muhammad Hafizt MSi GIS P2O-LIPI, Jakarta 5 Ir. Frensly D. Hukom Ikan Karang P2O-LIPI, Jakarta 6 Ir. Hendrik A.W. Cappenberg Megabentos P2O-LIPI, Jakarta 7 Ernawati Widyastuti S.Si, MSi Kepiting P2O-LIPI, Jakarta 8 Ir. Jemmy Souhoka MSi Koral UPT – LIPI, Bitung 9 Johan Picasouw Ikan Karang P2O-LIPI, Jakarta 10 Suhendra Unyang Lamun P2O-LIPI, Jakarta 11 Izaak Nikijuluw Megabentos UPT-LIPI, Pulau Pari 12 Andri Irawan, S.Si, MSi Lamun P2DL-LIPI, Ambon 13 Kaleb Matuankota Lamun P2DL-LIPI, Ambon 4 Robby Alik Karang P2DL-LIPI, Ambon 15 Jance Hehuwat Ikan Karang P2DL-LIPI, Ambon 16 Simon A. Leatemia Mangrove P2DL-LIPI, Ambon 17 Ifan Mangrove KKPN-Dobo 18 Jos Wolewawan Karang UPT-LIPI Tual 19 Ahmad Karang UPT-LIPI Tual
77
BAB II. METODE PENELITIAN
II.1. Pemetaan Substrat Dasar Perairan Laut Dangkal
Metode yang digunakan dalam pembuatan peta habitat bentik
melalui citra penginderaan jauh dibedakan menjadi dua yaitu metode
pengolahan citra dan metode pengambilan sampel lapangan. Sementara citra
yang digunakan adalah citra Landsat-8 OLI dengan rincian karakteristik citra
pada Tabel 1 dan tampilan citra pada Gambar 1. Metode pengolahan citra
terdiri dari (1) koreksi reflektan, (2) koreksi sunglint, (3) koreksi kolom air,
(4) klasifikasi citra. Metode-metode koreksi citra tersebut merupakan
tahapan koreksi yang dilakukan secara bertahap dan berurutan. Koreksi
reflektan bertujuan untuk menormalisasi kesalahan nilai piksel yan terjadi
akibat adanya perbedaan sudut perekaman matahari pada saat perekaman.
Koreksi reflectan dilakukan menggunakan persamaan yang telah dikeluarkan
oleh (USGS 2015). Koreksi sunglint bertujuan untuk menormalisasi
kesalahan nilai piksel akibat pantulan cahaya matahari pada permukaan air
laut, dengan persamaan koreksi mengacu dari (Kay et al., 2009). Koreksi
kolom air bertujuan untuk memperbaiki kesalahan pada nilai piksel yang
terjadi kerena efek pelemahan energi oleh kolom air (atenuasi), persamaan
yang digunakan adalah hasil modifikasi persamaan Lyzenga dalam (Green et
al., 2000).
88
Tabel 1. Karakteristik citra Landsat 8
karakteristik LANDSAT 8 Landsat scene ID LC81040652016264LGN00 Data type L1T Spacecraft ID Landsat_8 Sensor ID OLI_TIRS Tanggal perekaman 2016-09-20 Resolusi radiometrik 16 bit Altitude 705 km Resolusi temporal 16 hari Resolusi spektral B1: Coastal aerosol (430-450 nm), B2: Blue (450-510
nm), B3: Green (530-590 nm), B4: Red (640-670 nm), B5: NIR (850-880 nm), B6: SWIR 1 (157-165 nm), B7: SWIR 2 (211-229 nm), B8: PAN (500-680 nm), B9: Cirrus (136-138 nm), B10: TIRS 1 (106-111.9 nm), B11: TIRS 2 (115-125.1 nm)
Resolusi spasial 30 meter (multispektral), 15 meter (pankromatik) Scene size 170 km – 185 km
Gambar 1. Tampilan area kajian pada perekaman citra Landsar 8 OLI
(kotak merah).
9
Rincian persamaan untuk koreksi citra tersebut adalah sebagai berikut.
1. Koreksi radiometrik top of atmosphere reflectance �����
�� : ��� � ������������������������ ���� ��������
diketahui dari metadata.
�� : ��� � ����������������������� ���� ��������
diketahui dari metadata.
Qcal : nilai Digital Number
! : nilai solar elevation angle yang diperoleh dari metadata
2. koreksi sunglint
Ri� = Ri – bi x (RNIR – MinNIR)
Ri : nilai reflektan pada masing – masing band (band biru-
sunglint, band hijau-sunglint, dan band merah-sunglint)
Bi : nilai regression slope hasil statistik (band biru vs band
band inframerah, band hijau vs band band inframerah,
band merah vs band band inframerah)
RNIR : nilai reflektan pada band inframerah dekat
MinNIR : nilai minimum reflektan band inframerah dekat dari
seluruh sampel yang dipilih
3. koreksi kolom air
a = (varBi – varBj) / (2*CovBiBj��"� "�#�$�&���i)
– ((ki/kj) x In(Bj))
nilai Bi = Nilai Reflektan Bandi; Bj = Nilai Reflektan Bandj
Citra terkoreksi selanjutnya diklasifikasi menggunakan metode
klasifikasi terkontrol (supervised). Klasifikasi terkontrol menggunakan
metode Mahalanobis Distance. Metode ini mengkelaskan piksel lainnya
10
kedalam kelas acuan melalui perhitungan jarak terhadap nilai piksel acuan
secara statistic. Pemilihan metode ini berdasarkan percobaan yang sudah
dilakukan sebelumnya pada waktu penyiapan data lapangan dimana metode
klasifikasi supervised lainnya tidak dapat memeberikan hasil yang maksimal,
yaitu memberikan batasan yang baik pada setiap variasi tutupan habitat
bentik. penggunaan teknik klasifikasi ini sudah tersedia pada program
pengolahan citra sehingga cukup mudah dilakukan.
Pengambilan sampel lapangan dilakukan untuk memperoleh sampel
klasfikasi mahalanobis distance dan uji akurasi. Metode yang digunakan
yaitu metode stop-n-go (Prayudha, 2014), dimana titik-titik sampel sudah
ditentukan sebelumnya dan didatangi dilapangan untuk mengetahui tutupan
sebenarnya. Metode ini memanfaatkan GPS handheld dan kamera bawah air.
Sampel lapangan yang diperoleh melalui metode ini adalah foto tutupan
dasar perairan yang dilengkapi posisi geografisnya. Sampel tersebut
selanjutnya digunakan untuk membangun sistem klasifikasi yang merupakan
variasi tutupan sebenarnya dilapangan. Sistem klasifikasi yang sudah
dibangun selanjutnya digunakan dalam proses klasifikasi citra menggunakan
sampel lapangan yang telah diubah dalam bentuk AOI (area of interest).
II.2. Analisa data citra satelit untuk pembuatan peta batimetri perairan dangkal
Data citra satelit Landsat-8 OLI (Operational Land Imagery) Path:
104, Row: 065 tanggal perolehan 18 September 2015 dengan resolusi
lapangan30 meter, digunakan dalam penelitian ini. Panjang gelombang Biru;
400~500 nm, merupakan band yang mampu penetrasi hingga ke kedalaman
~40 m di perairan jernih, seperti perairan terumbu karang (Kirk, 1983;
Gambar 2). Gambar 2 memperlihatkan bahwa spektrum warna pada
panjang gelombang tampak di perairan jernih, seperti perairan terumbu
1111
karang dapat menembus hingga kedalaman: 40 m pada panjang gelombang
biru, 30 m pada panjang gelombang hijau, dan 5-10 m pada panjang
gelombang merah. Prinsip ini memungkinkan aplikasi data citra satelit dalam
memetakan perairan dangkal sehingga biasa dipakai untuk membuat peta
batimetri.
Gambar 2. Prinsip dasar pemetaan batimetrik perairan dangkal (terumbu karang) menggunakan daata citra satelit
Kedalaman perairan dangkal diduga berdasarkan algoritma yang
dikembangkan oleh Lyzenga (1985), seperti yang dinyatakan dalam
Persamaan 1 (Martin, 1993) dan diagramalir pada Gambar 3.
Z = -1/2k * ln (Vi - VSi) + 1/2k * (ln V0). . . . . . . . . . . . . . . . 1)
dimana,
Z = kedalaman (m) diperoleh dari hasil pemeruman dengan
menggunakan echosounder type GPS Map Sounder type 420S yang
dilengkapi GPS
1212
Vi = Signal radians yang diamati (nilai digital citra Satelit Landsat-8 band
i),
VSi = Bagian signal hasil pembauran radiasi di atmosfir, pada kolom air
dan pada permukaan laut di band ke i
k = Koefisien attenuasi, dan
V0 = Faktor sensitifitas yang meliputi kontribusi irradians matahari di
permukaan air, pantulan dasar perairan, transmisi atmosfir dan
pengaruh dari sensor itu sendiri.
Persamaan 1 dapat disederhanakan menjadi Z = b X + a, dimana
Z = Hasil pengukuran kedalaman menggunakan GPS Map sounder,
X = Nilai digital Band i; a dan b koefisien regresi,
Dengan menggunakan analisa regresi sederhana koefisien regresi dapat
dihitung dan persamaannya dapat digunakan untuk memetakan peta
bathymetry perairan dangkal.
Gambar 3. Diagram Alir Pemetaan Batimetri menggunakan data citra
satelit Landsat-8 OLI.
Landsat-8 OLI
Model for estimating the depth (Lyzenga, 1985) Z = - ½K*ln(V-VS) + ½K*(lnVO) Z = b * X + a
Bathymetric Map
Field Observation : - Transect/census - Under water photos, - Film/video - Acoustics
Use map for assessing the potency of marine resources in the shallow areas (coral Reefs, Seagrass beds), such as the potency of coral reef fishes, giant clams, Trochus, sea-cucumber. sea urchin, sea weeds, etc.
Verified Map
Depth measurement in the field survey
Depth Correction (tidal condition)
13
Data digital Landsat band 1 (Biru), Band 2 (Hijau) saja yang
digunakan pada kajian ini, karena kedua band tersebut memiliki kemampuan
penetrasi hingga kedalaman 20-30 m, seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Data digital ke 2 band tersebut dikoreksi terlebih dahulu dari pengaruh
ganguan atmosferik, kemudian nilai digital (ND) data terkoreksi diubah
menjadi Nilai Radians. Koreksi atmosferik menggunakan cara sederhana
yang dikenal dengan Dark Object/Pixel Subtraction (DOS) mengikuti
prosedur Chavez (1989). Tujuan koreksi atmosferik dan mengubahnya ke
nilai radians (NR) adalah untuk meminimalkan bias-bias yang disebabkan
ganguan atmosferik dan perbedaan sensor, jika dikemudian hari peta
batimetri akan diperbaharui (up-date), sehingga dua peta peta batimetri atau
lebih dapat dibandingkan satu sama lainnya.
II.3. Karang
Metode penelitian yang digunakan dalam pengamatan kondisi
terumbu karang yaitu “Underwater Photo Transect” (UPT) atau metode
Transek Foto Bawah air. Metode UPT dilakukan dengan cara melakukan
pemotretan bawah air dengan menggunakan kamera digital yang dilengkapi
dengan pelindung (casing underwater). Pengambilan foto dilakukan
sepanjang pita berskala (roll meter) yang telah diletakkan sepanjang 50 meter
sejajar garis pantai pada dasar perairan di kedalaman antara 5 – 7 meter.
Pengambilan foto pada jarak ± 60 cm dari objek. Pengambilan objek foto
dimulai dari meter ke 1 (pertama) dengan rentang jarak 1 meter sampai pada
50 meter, sehingga jumlah hasil pemotretan sebanyak 50 frame (foto).
Teknik pengambilan foto dilakukan dengan cara meletakan frame yang
dibuat dari besi dengan ukuran 48 x 54 cm, yang mulai diletakan pada angka
meter ke 1 (angka ganjil) dengan posisi menyentuh pita ke arah rataan
14
terumbu (bagian atas) dan selanjutnya meter ke 2 (angka genap) diletakkan
menyentuh pita kearah tubir (bawah). Proses ini dilakukan berulang sampai
angka meter ke 50. Hasil pemotretan selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan program komputer (aplikasi) CPCe 4.1 yang akan ditransfer
ke program excel (microsoft) sehingga dapat dilihat kondisi komponen
pendudukung ekosistem terumbu karang dalam bentuk persentase (%)
tutupan tiap komponen. Identifikasi jenis karang batu dengan menggunakan
buku Suharsono (2010), Veron (1986) dan Huang Zongguo & Lin Mao
(2012).
II.4. Ikan karang
Pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu
metode ”Underwater Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang ada
pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70
m dicatat jenis dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per
transeknya yaitu (5 x 70 m) = 350 m2, Pengamatan dilakukan pada satu
kedalaman berkisar antara 5 – 7 m.
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984),
Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu
(grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO
”Species Catalogue” (Heemstra and Randall, 1993). Selain itu juga dihitung
kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/transek. Jenis ikan
yang didata dikelompokkan ke dalam 2 kelompok utama (English et al.,
1997), yaitu:
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk
konsumsi. Biasanya ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai
15
tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini
diwakili oleh Ikan kakap (Lutjanidae), ikan kerapu (Serranidae),
ikan bibir tebal (Haemulidae), ikan beronang (Siganidae). ikan
lencam (Lethrinidae) ikan kuweh (Carangidae), ikan hiu, ikan pari,
dugong serta ikan napoleon (Cheilinus undulatus) termasuk kategori
ikan target. Kelompok ikan target yang termasuk penting lainnya
diantaranya adalah suku/Famili : Caesionidae, Acanthuridae,
Labridae, Scaridae, Scolopsidae, Holocentridae, Ephipidae,
Nemipteridae, Pempheridae, Kyposidae
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah
terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah
tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh suku Chaetodontidae (ikan
kepe-kepe);
Perkiraan potensi dihitung berdasarkan rumus Gulland (1975) :
1. Kepadatan Individu/densitas (ikan/m2) menggunakan rumus: D = N /
(L x W)
2. Sediaan cadang (standing stock) menggunakan rumus : S=D x A
D = Densitas (kepadatan individu suatu jenis ikan)
N = Jumlah individu satu jenis ikan hasil sensus
S = Sediaan cadangan (standing stock)
L = Panjang garis transek (70 m)
W = Lebar areal observasi (5 m)
A = Luas area terumbu karang (ha) pada suatu kedalaman
(hasil interpertasi Citra)
16
Ikan Target : Jumlah ikan dapat dikonversikan ke satuan berat dengan rumus
hubungan panjang berat menurut Hile (1963) dalam Effendie (1997).
II.5. Megabentos
Peralatan yang digunakan adalah alat selam (SCUBA), alat tulis
bawah air dan roll meter. Transek sepanjang 70 meter dibuat sejajar garis
pantai (tubir), dengan jarak pengamatan 1 meter kiri dan kanan (lebar daerah
pengamatan 2 m), sehingga luas daerah pengamatan setiap stasiun adalah
140 m2 (2 x 70 m). Semua fauna megabentos yang terdapat dalam luas
bidang pengamatan disepanjang garis transek dicatat jenis dan jumlah
individunya.
Pencatatan dilakukan dengan menggunakan metode Reef Check
Benthos (RCB) pada jenis-jenis megabentos yang memiliki nilai ekonomis
penting maupun jenis lainnya yang dapat dijadikan indikator kesehatan
terumbu karang. Kelompok megabentos tersebut terdiri dari Acanthaster
planci (bintang bulu seribu), Diadema spp. (bulu babi hitam), “Holothurian”
(teripang), Linkia laevigata, Lobster (udang karang, udang barong), Drupella
spp. (jenis gastropoda/keong yang hidup di celah-celah karang), Tridacna
spp. (kima) dan Trochus spp. (Lola)
II.6. Lamun
6.1. Pengambilan sampel:
Cara kerja pada kegiatan monitoring ini mengacu pada Panduan
Monitoring Padang Lamun (Rahmawati, et al. 2014), yaitu pengambilan data
dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m dan jarak
antara satu transek dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya
100 x 100 m. Frame kuadrat diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak
antara kuadrat satu dengan yang lainnya adalah 10 m sehingga total kuadrat
1717
pada setiap transek adalah 11 (Gambar 4). Titik awal transek diletakkan
pada jarak 5 – 10 m dari kali pertama lamun dijumpai (dari arah pantai).
Gambar 4. Pemasangan transek
Langkah kerja:
1. Waktu pasang surut diperiksa sebelum menentukan waktu ke lapangan atau informasi mengenai pasang surut ditanyakan pada penduduk lokal/nelayan di lokasi monitoring. Pelaksanaan monitoring umumnya lebih mudah dan aman apabila dilakukan pada saat surut.
2. Lembar kerja lapangan diisi dengan informasi nama pengamat, lokasi (nama pantai dan nama daerah/kabupaten) dan kode stasiun, tanggal dan waktu pengamatan, nomor transek, serta informasi umum (kedalaman air, kejernihan air, ada/tidaknya pelabuhan, ada/tidaknya sungai, ada/tidaknya mangrove dan perkiraan jarak dari mangrove, ada/tidaknya karang dan perkiraan jarak dari karang, ada/tidaknya penduduk, aktivitas penduduk), dan informasi lain yang bermanfaat.Penulisan kode stasiun Contoh :ARTS02 artinya :ART = Aru Tenggara, S = Seagrass/Lamun, 02= stasiun 2
3. Posisi transek ditentukan dan koordinat (Latitude dan Longitude) serta kode di GPS dicatat pada lembar kerja lapangan. Titik ini merupakan titik awal transek nomor 1 dan meter ke-0.
1818
4. Titik awal transek ditandai dengan tanda permanen seperti patok besi yang dipasangi pelampung kecil, agar mudah menemukan titik awal transek pada monitoring tahun selanjutnya.
5. Transek dipasang dengan menarik roll meter sepanjang 100 meter ke arah tubir. Pengamat yang lain mengamati pembuatan transek agar transek lurus.
6. Kuadrat 50 x 50 cm2 ditempatkan pada titik 0 m, disebelah kanan transek. Pengamat berjalan disebelah kiri agar tidak merusak lamun yang akan diamati.
7. Nilai persentase tutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam frame kuadrat (Gambar 5) ditentukan berdasarkan penilaian pada Tabel
Gambar 5. Kuadran pengamatan
8. Komposisi jenis lamun dan dominansinya dicatat. Pencatatan
jenis lamun diawali dengan jenis yang paling dominan (apabila terdapat lebih dari satu jenis pada satu kuadrat) dan berurutan sampai dengan jenis yang paling sedikit. Penilaian dominansi dapat dilihat pada
9. Tabel .
Tabel 2. Nilai penutupan lamun
1919
10. Karakteristik substrat diamati secara visual dan dengan memilinnya menggunakan tangan, lalu catat. Karakteristik substrat dibagi menjadi: berlumpur, berpasir, Rubble (pecahan karang).
11. Setelah itu, bergerak 10 meter ke arah tubir dan ulangi tahap 6 – 9.
12. Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20, 30m,dst.) atau sampai batas lamun, apabila luasan padang lamun kurang dari 100 m.
13. Patok dan penanda dipasang pada titik terakhir. 14. Posisi titik terakhir ditandai dengan GPS dan catat koordinat
(Latitude dan Longitude) serta kode di GPS pada lembar kerja lapangan.
15. Tahap 3 – 13 diulangi untuk transek ke-2 dan ke-3.
6.2. Pengolahan dan analisis data
Pengolahan dan analisis data juga mengacu pada Pedoman Monitoring
Padang Lamun (Rahmawati, et al. 2014), yaitu dengan menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel atau program lain yang sesuai.
1. Menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat.
Cara menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah
menjumlah nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam
kuadrat dan membaginya dengan jumlah kotak kecil, yaitu 4 (empat).
Kemudian, hasil tersebut dikali 100% (Persamaan 1)
2. Menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun
Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun adalah
menjumlah penutupan lamun setiap kuadrat, yaitu hasil dari persamaan
2020
1, pada seluruh transek di dalam satu stasiun. Kemudian hasil
penjumlahan dibagi dengan jumlah kuadrat pada stasiun tersebut dan
dikali 100% (Persamaan 2). Perbedaan nilai penutupan lamun pada
setiap kuadrat dilihat dengan menghitung standar deviasi.
3. Menghitung dominansi jenis lamun pada satu stasiun
Cara menghitung dominansi jenis lamun dalam satu stasiun adalah
menjumlah nilai dominansi jenis lamun pada setiap kuadrat seluruh
transek dan membaginya dengan jumlah kuadrat pada stasiun tersebut.
Kemudian, hasil pembagian dikalikan 100% (Persamaan 3).
Setelah perhitungan di atas, hasil akhir yang diperoleh adalah rata-rata
penutupan lamun pada satu stasiun berserta nilai standar deviasi-nya,
dan nilai dominansi jenis lamun yang ada di stasiun tersebut.
4. Menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi/pulau
Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi/pulau adalah
menjumlahrata-rata penutupan lamun setiap stasiun, yaitu hasil dari
persamaan 2, pada satu lokasi/pulau. Kemudian, hasilnya dibagi
2121
dengan jumlah stasiun pada lokasi/pulau tersebut (Gambar 12).
Lokasi ditentukan berdasarkan sebaran stasiun di wilayah monitoring.
Kisaran rata-rata penutupan lamun dalam satu kabupaten
ditentukan oleh nilai rata-rata penutupan lamun pada lokasi/pulau yang
terendah dan tertinggi dalamsatu wilayah kabupaten monitoring
COREMAP-CTI. Kondisi lamun di monitoring setiap tahunnya
berdasarkan nilai rata-rata penutupan lamun per pulau atau per lokasi.
Hasil rata-rata penutupan lamun dalam satu lokasi dimasukan ke dalam
kategori di Tabel 3.
Tabel 3. Kategori tutupan lamun
Kerapatan E. acoroides, sebagai data tambahan, dihitung dengan persamaan berikut.
2222
Nilai rata-rata kerapatan dihitung sama seperti persentase penutupan
lamun dan dilihat perubahannya dalam kurun waktu monitoring.
Sementara itu, karakteristik substrat menjadi data acuan untuk habitat
lamun dan kondisi lingkunganya.
II.7. Mangrove
7.1. Pengambilan sampel
Pemantauan awal (t0) kondisi komunitas mangrove di SAP
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Aru Bagian Tenggara
mengacu pada metode yang dikembangkan Dharmawan & Pramudji (2014).
Parameter utama pemantauan adalah persentase tutupan kanopi komunitas
mangrove yang diperoleh dengan metode hemispherical photography.
Mengingat kegiatan ini merupakan pemantauan awal, maka kondisi
komunitas mangrove seperti kerapatan pohon (diameter > 4 cm); serta INP
disertakan dalam analisis sebagai parameter pelengkap. Pengambilan foto
dan data komunitas dilakukan pada plot permanen berukuran 10m x 10m
yang dibuat minimal sebanyak 3 plot di setiap stasiun pemantauan permanen,
tergantung waktu dan akses menuju kawasan. Dalam setiap plot, dilakukan
pengambilan foto hemisphere berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan
serta pengukuran diameter dan identifikasi jenis mangrove yang dilakukan
berdasarkan Noor et al. (1999) dan Giesen et al. (2006).
7.2. Analisis Data
Foto hemisphere dianalisis dengan menggunakan imageJ untuk
memperoleh persentase tutupan kanopi mangrove untuk setiap sampel foto.
Nilai persentase tersebut dianalisis deskriptif untuk memperoleh rata-rata dan
standar deviasinya. Data kondisi komunitas mangrove dianalisis dengan
menggunakan template 10x10 yang telah disediakan khusus untuk
2323
menganalisis kondisi komunitas mangrove dengan hanya melakukan input
lingkar batang pohon yang diukur untuk mendapatkan nilai kerapatan serta
INP yang diinginkan. Kondisi kesehatan mangrove dalam kawasan
diintepretasikan berdasarkan nilai tutupan kanopi komunitas mangrove
dengan menggunakan standar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
201 tahun 2004, tentang standar baku degradasi hutan mangrove.
II.8. Kepiting
Pada setiap kuadran pengamatan mangrove 10 x 10 m2, diambil tiga
titik pengambilan sampel kepiting dengan kuadran 1 x 1 m2, menggunakan
motede acak. Pengambilan sampel dilaksanakan pada saat air surut untuk
memudahkan pengambilannya. Kepiting yang ada dipermukaan sedimen dan
di sela-sela akar mangrove diambil dengan tangan (hand picking), sedangkan
kepiting yang ada di dalam lubang diambil dengan cara menggali lubang
menggunakan sekop kecil. Kepiting yang diperoleh kemudian dimasukkan
ke dalam kantong plastik selanjutnya dibersihkan dan diawetkan dengan
alkohol 70%. Di laboratorium, kepiting dari masing-masing stasiun
dipisahkan berdasarkan kelompoknya dan dilakukan identifikasi.
Identifikasi jenis-jenis kepiting dilakukan dengan merujuk pada Crane
(1975), Greorge & Jones (1985), Lee et al. (2013), Rayahu & Davie (2002),
Rahayu & Ng (2009, 2010) dan Rahayu & Setyadi (2009).
2424
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
III.1. Pemetaan Substrat Perairan Laut Dangkal
Lokasi pemetaan pada kajian ini dapat dilihat pada Gambar 6
dibawah, yang merupakan wilayah perairan kepulauan Aru bagian selatan
dan hanya sebagian kecil dari keseluruhan area perekaman citra Landsat-8
OLI. Pada Gambar 6 juga terdapat lokasi pengambilan sampel lapangan
yang berjumlah 12 lokasi dengan lokasi koordinat dapat dilihat pada Tabel
4. Setiap lokasi merupakan titik pengambilan sampel monitoring terumbu
karang. Sedangkan pada Gambar 7 merupakan distribusi sampel lapangan
yang dikumpulkan menggunaka metode stop-n-go dengan rincian sampel
lapangan terdapat pada Lampiran 1.
Tabel 4. Lokasi monitoring Aru 2016 (t0)
Kode Latitude Longitude Keterangan ARTC02 -6.878292 134.508336 Pulau Mar ARTC03 -6.8949 134.54984 Pulau Mar ARTC04 -6.864659 134.56892 Pulau Jaeudin ARTC05 -6.86708 134.58908 Pulau Jaeudin ARTC06 -6.87099 134.65482 Pulau Jaeudin ARTC07 -6.87804 134.77199 Pulau Jin ARTC09 -6.942702 134.483345 Pulau Jeh ARTC10 -6.92966 134.50417 Pulau Jeh ARTC11 -7.01724 134.66057 Pulau Karang ARTC12 -7.00297 134.68134 Pulau Karang ARTC13 -7.082866 134.471454 Pulau Enu ARTC14 -7.06378 134.520616 Pulau Enu
2525
Gambar 6. Batasan area analisis berada pada polygon merah yang
merupakan batas kawasan konservasi dan titik merah merupakan area pengambilan sampel.
Gambar 7. Distribusi sampel lapangan pada area kajian
2626
Kegiatan sampel lapangan untuk pemetaan habitat bentik dilakukan
pada tanggal 15-17 Oktober 2016, dari kegiatan lapangan diperoleh 211
sampel lapangan dengan rincian kelas pada Tabel 5. Berdasarkan rincian
sampel diketahui bahwa area kajian didominasi oleh tutupan lamun yang
ditandai dari jumlah sampelnya.
Tabel 5. Jumlah kelas pada setiap kelas sampel
No kelas Jumlah 1 Karang 69 2 Lamun 107 3 Subtrat terbuka 35
Pengolahan data citra untuk pemetaan habitat bentik dan kerapatan
padang lamun menggunakan citra Landsat-8 OLI (path/row: 104/065)
perekaman 20 September 2016 (Gambar 1). Citra tersebut selanjutnya
melewati tahapan pemrosesan citra yang diawali dengan koreksi reflektan
yang dilakukan secara otomatis melalui program pengolahan citra. hasil
koreksi reflektan selanjutnya menjadi data masukan dalam koreksi sunglint.
Persamaan yang digunakan untuk koreksi sunglint. Persamaan yang
digunakan untuk koreksi sunglint berdasarkan rumus yang telah dijelaskan
diatas adalah sebagai berikut. Persamaan sunglint tersebut dibangun dari
4947 sampel piksel yang diambil dari citra yang sudah dikoreksi reflektan.
Persamaan sunglint yang digunakan adalah sebagai berikut.
Minimal B5 1.444435 B1-glint B1-(2.088*(B5-1.444435)) B2-glint B2-(1.7814*(B5-1.444435)) B3-glint B3-(1.4535*(B5-1.444435)) B4-glint B4-(1.1571*(B5-1.444435))
2727
Empat saluran baru hasil koreksi sunglint selanjutnya menjadi data
masukan untuk koreksi kolom air yang dibangun dari persamaan-persamaan
yang telah disampaikan sebelumnya. Persamaan koreksi kolom air dibangun
dari 91 sampel piksel pasir yang berada pada kedalaman yang berbeda.
Kombinasi saluran yang digunakan dalam koreksi kolom air yaitu saluran
biru dan saluran hijau (Band2/Band3), saluran biru dan saluran merah
(B2/B4), dan saluran hijau dan saluran merah (B3/B4). Nilai setiap
parameter dari masing-masing kombinasi saluran dapat dilihat pada Tabel 4
diawah, sedangkan nilai varian dari masing-masing saluran diantaranya
B2:0.03844, B3:0.09344, B4:0.34974. Nilai masing-masing parameter pada
setiap kombinasi saluran dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai setiap parameter dari masing-masing kombinasi saluran Kombinasi
saluran Covar A Ki/Kj Persamaan koreksi kolom air
B2/B3 0.059148237 -0.46491 0.637878 alog(B2)-(0.637877873969304*(alog(B3)))
B2/B4 0.108332713 -1.43677 0.313747 alog(B2)-(0.313746823597374*(alog(B4)))
B3/B4 0.170801228 -0.75029 0.499884 alog(B3)-(0.499884188816198*(alog(B4)))
Sampel-sampel pasir yang digunakan untuk membangun persamaan
kolom air memiliki hubungan yang cukup baik antar saluran, dapat dilihat
pada Gambar 8 dibawah. bentuk dari hubungan antar saluran pada setiap
sampel menandakan bahwa pengurangan energi antar saluran akibat
penambahan nilai kedalaman memiliki hubungan yang sebanding terhadap
saluran tampak lainnya. Setiap sampel-sampel pasir yang dipilih juga
menunjukkan pola mengelompok berdasarkan perbedaan kedalaamannya.
Berdasarkan bentuk hubungan tersebut. persamaan koreksi kolom air dapat
dinilai cukup baik digunakan.
2828
Gambar 8. Hubungan antar saluran tampak (visible band) pada sampel
pasir yang berada pada kedalaman yang berbeda-beda.
Tahapan pengolahan citra selanjutnya adalah masking dan
klasifikasi citra. masking citra dilakukan melalui klasifikasi decision tree
yaitu klasifikasi bertingkat berdasarkan nilai piksel, dimana area laut dan
darat dipisahkan terlebih dahulu dan selanjutnya memisahkan area terumbu
karang dan non-terumbu karang yang terdapat pada area peairan. Area
terumbu karang sleanjutnya menjadi batasan pada proses klasifikasi citra.
klasifikasi citra yang digunakan adalah mahalanobis distance. Metode
klasifikasi ini digunakan setelah melakukan perbandingan hasil klasifikasi
metode klasifikasi supervised lainnya dan diketahui metode mahalanobis
distance memberikan hasil yang mendekati dengan kondisi sebenarnya
dilapangan. Klasifikasi mahalanobis distance menggunakan sampel POI
(point of interest) yang diperoleh dari survei lapangan (Tabel 5). Proses
pengolahan citra Landsat-8 hingga menjadi peta tutupan habitat bentik dapat
dilihat pada Gambar 9 dibawah.
y = 0.6401x + 1.066 R² = 0.9958
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
2.00 2.50 3.00 3.50
B3
B2
y = 0.3132x + 2.2775 R² = 0.8925
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
2.00 2.50 3.00
B4
B2
y = 0.4938x + 1.8835 R² = 0.9127
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
2.00 2.50 3.00
B4
B3
2929
Gambar 9. Rincian dari tahapan pengolahan citra Landsat-8 dalam
memetakan tutupan habitat bentik. Gambar A: citra Landsat-8 asli, Gambar B: citra Landsat-8 hasil koreksi sunglint, Gambar C: citra Landsat-8 hasil koreksi kolom air, Gambar D: hasil klasfikasi mahalonobis distance (orange: karang, hijau: padang lamun, cyan: subtrat terbuka)
Luasan setiap kelas habitat bentik dalam area konservasi dapat
dihitung dari peta hasil pengolahan citra melalui analisis GIS, adapun luasa
setiap kelas tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah. Pada Tabel 7
diketahui bahwa luas padang lamun pada area konservasi mendominasi dari
pada luasan terumbu karang. Sedangkan tutupan subtrat terbuka pada area
konservasi merupakan tutupan pasir, pecahan karang yang telah menjadi batu
dan juga campuran antara keduanya, adapun total luas tutupan habitat bentik
A B
C D
3030
pada area konservasi adalah sebesar 123,64 km2. Peta tutupan habitat bentik
Kepulauan Aru bagian selatan dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah.
Tabel 7. Luas setiap kelas tutupan habitat bentik
Gambar 10. Peta tutupan habitat bentik di Kepulauan Aru bagian selatan
III.2. Analisa data citra satelit untuk pembuatan peta batimetri perairan dangkal
Pada Tabel 8 disajikan data hasil pemeruman kedalaman di lokasi
kajian menggunakan GPS MAP Sounder dan Nilai Radians (NR) dari data
citra satelit Landsat-8 OLI Band 2 (Biru) dan Band 3 (Hijau) pada
Kelas habitat Luas tutupan 2016 (km2) Terumbu karang 11 Padang lamun 49.84 Substrat terbuka 62.8 total 123.64
3131
titik/koordinat yang sama. Data pada Tabel 8 digunakan untuk membuat
algoritma empiris (Gambar 11) untuk menduga kedalaman dan memetakan
batimetri perairan dangkal di lokasi kajian.
Gambar 11. Algoritma empiris yang digunakan untuk menduga dan
memetakan kedalaman batimetri perairan dangkal berdasarkan data pada Tabel 8.
3232
Tabel 8. Data pemeruman menggunakan GPSMAP Sounder dan NR OLI-2
dan OLI-3
Bujur Lintang WPT Depth (m)
RAD OLI-2
RAD OLI-3
LN(RAD OLI 3 -
VS3) 134.66856 -6.90028 051 0.7 -32.34423 95.31616 4.500 134.66521 -6.81118 129 0.7 -27.44356 95.46865 4.502 134.65008 -6.82989 132 0.7 0.802090 129.93140 4.826 134.65355 -6.80583 125 0.8 -27.21444 95.67979 4.504 134.64571 -6.82621 131 0.8 -26.22158 96.21937 4.510 134.63846 -6.83447 133 0.8 -4.45499 120.82891 4.750 134.63072 -6.81881 130 0.9 -24.69410 97.41583 4.523 134.61076 -6.76565 115 1.0 -24.77047 96.89970 4.518 134.60284 -6.77755 147 1.0 -29.30200 93.26341 4.477 134.59560 -6.77444 148 1.0 -29.50566 93.55666 4.480 134.58806 -6.80060 302 1.0 -29.95118 94.16662 4.487 134.57695 -6.83375 135 1.1 3.933420 132.68794 4.847 134.57301 -6.82630 137 1.1 -21.88099 101.63863 4.568 134.56937 -6.83276 180 1.1 -31.41501 94.51852 4.491 134.56932 -6.87124 255 1.1 -1.361840 123.57373 4.773 134.56157 -6.83078 136 1.2 -0.827230 125.22766 4.787 134.55678 -6.80194 089 1.4 25.801850 149.89584 4.974 134.54239 -6.79509 123 1.5 -25.19053 95.67979 4.504 134.53554 -6.80843 127 1.5 -28.24549 94.27219 4.489 134.52242 -6.80865 140 1.5 -9.088350 111.25723 4.663 134.51939 -6.81764 168 1.5 -20.50626 106.14294 4.614 134.51691 -6.82940 175 1.5 -28.56372 96.67683 4.515 134.51588 -6.78271 146 1.6 -30.49852 91.04644 4.452 134.52141 -6.81514 079 1.8 -29.98937 93.92029 4.485 134.56950 -6.79778 156 1.8 -28.53826 93.73261 4.482 134.57248 -6.86840 259 1.9 8.554050 137.41513 4.884 134.58395 -6.83395 072 2.0 -33.28618 91.80888 4.460 134.58928 -6.78279 151 2.0 -31.75869 92.52441 4.469 134.59084 -6.87133 256 2.0 -2.418350 121.46233 4.755 134.59627 -6.80418 159 2.1 12.95829 134.57648 4.862 134.60345 -6.87020 254 2.1 1.807680 121.96672 4.759 134.62383 -6.91716 044 2.2 -35.66650 91.82062 4.461 134.62057 -6.82940 076 2.2 -31.60595 91.38661 4.456 134.63730 -6.86970 257 2.4 0.178370 123.31567 4.771
Bujur Lintang WPT Depth RAD RAD LN(RAD
3333
(m) OLI-2 OLI-3 OLI 3 - VS3)
134.64380 -6.79080 304 2.4 -30.12938 92.14906 4.464 134.65100 -6.78618 152 2.6 -28.51280 92.45404 4.468 134.65799 -6.78377 093 2.7 -36.85030 89.62711 4.435 134.65889 -6.82500 077 2.8 -34.18993 88.59487 4.423 134.66415 -6.83630 183 2.8 -34.67364 90.64762 4.447 134.66864 -6.80102 124 2.9 -25.73788 95.97304 4.507 134.66927 -6.85219 283 2.9 -31.77142 89.38078 4.432 134.67877 -6.83181 018 3.0 -33.59167 90.76492 4.448 134.69185 -6.84740 192 3.2 -34.63545 88.40719 4.420 134.69630 -6.80621 298 3.3 -30.26940 92.11387 4.464 134.70143 -6.84183 070 3.5 -30.93131 89.88517 4.438 134.71408 -6.81091 164 3.6 -30.58763 93.49801 4.480 134.71947 -6.88190 246 3.6 -28.33460 90.29572 4.443 134.72189 -6.82410 293 3.6 -34.27904 87.82069 4.413 134.73482 -6.88402 245 3.9 -27.59631 91.26931 4.454 134.76111 -6.84258 189 4.3 -30.21849 92.02004 4.463 134.76502 -6.88526 248 4.3 -27.90181 89.62711 4.435 134.78299 -6.86263 201 4.4 -31.23681 86.69461 4.400 134.76372 -6.88431 247 4.4 -27.31627 90.13150 4.441 134.76378 -6.84429 205 4.5 -30.79129 87.82069 4.413 134.76199 -6.91114 271 4.5 -26.73074 91.58601 4.458 134.73878 -6.78439 102 5.0 -30.88039 90.29572 4.443 134.73114 -6.91224 216 5.1 -27.18898 90.03766 4.440 134.72319 -6.86448 063 5.2 -32.91703 87.37495 4.408 134.66992 -6.88388 252 5.3 -30.58763 85.28701 4.382 134.63904 -6.82006 078 6.4 -34.48270 86.99959 4.403 134.60439 -6.88570 238 6.8 -32.56062 84.48937 4.372 134.59270 -6.88002 234 7.0 -28.48734 87.09343 4.404 134.59140 -6.92279 037 7.2 -35.70469 83.05831 4.354 134.60220 -6.85468 196 7.4 -32.10238 86.78845 4.401 134.60680 -6.90547 273 7.4 -30.42215 86.24887 4.394 134.64421 -6.88565 251 7.9 -30.38396 85.61545 4.386 134.65514 -6.90290 225 8.0 -29.49293 85.60372 4.386 134.66072 -6.88929 230 8.0 -31.02041 84.10228 4.367 134.66537 -6.89161 229 8.1 -32.05146 82.88236 4.352 134.66670 -6.88863 231 8.3 -30.88039 84.44245 4.372 134.69653 -6.90062 226 8.5 -30.04028 84.59494 4.373 134.71458 -6.89009 263 8.7 -31.21135 83.59789 4.361
3434
Bujur Lintang WPT Depth (m)
RAD OLI-2
RAD OLI-3
LN(RAD OLI 3 -
VS3) 134.72040 -6.90159 266 8.7 -29.51839 85.25182 4.382 134.73328 -6.89453 228 8.8 -30.57490 84.14920 4.368 134.73979 -6.88568 232 8.8 -31.07133 84.18439 4.368 134.71266 -6.88847 242 9.1 -31.24954 84.46591 4.372 134.68576 -6.88752 239 9.2 -34.12629 81.60379 4.335 134.69211 -6.88508 262 9.2 -30.28213 84.75916 4.375 134.69211 -6.88787 240 9.3 -34.58453 81.18151 4.329 134.68996 -6.88797 250 9.3 -34.20266 81.67417 4.336 134.68114 -6.89386 264 9.4 -30.60036 84.23131 4.369 134.67790 -6.93252 042 9.5 -37.10487 82.29586 4.344 134.66777 -6.88841 241 9.7 -33.76988 81.93223 4.339 134.65533 -6.89017 249 9.8 -34.60999 81.01729 4.327 134.62799 -6.89793 265 9.9 -30.74038 83.43367 4.359 134.62111 -6.89899 034 10.1 -36.15020 81.80320 4.338 134.57816 -6.93473 041 12.2 -38.81056 80.37214 4.319 134.61795 -6.92468 043 13.2 -40.05800 78.91762 4.299
Algoritma empiris pendugaan kedalaman yang kemudian digunakan
untuk pemetaan batimetri perairan dangkal (Gambar 11) menunjukkan
bahwa Band 3 (OLI-3) pada panjang gelombang hijau memiliki korelasi
yang tinggi, sedangkan Band 2 (OLI-2) pada panjang gelombang Biru
memiliki NR yang hampir semuanya bernilai negatif (lihat Tabel 8),
sehingga jika nilai tersebut dilogaritmakan dengan bilangan natural (e; ln),
maka seluruh NR Band-2 (Biru) tidak dapat dihitung. Oleh karena itu, NR
dari Band Biru tidak bisa digunakan untuk membuat algoritma empiris
pendugaan kedalaman dan memetakannya, walaupun secara teori panjang
gelombang Biru dapat melakukan penetrasi hingga kedalaman 40 m. Hal ini
disebabkan Band Biru sangat peka terhadap ganguan atmosferik, seperti
aerosol, gas, debu, dan butiran air atau kabut tipis (haze). Sebaliknya, Band
Hijau lebih stabil dan dalam banyak kasus pendugaan kedalaman
menggunakan sensor dari berbagai satelit yang berbeda, seperti Satelit
3535
Formosat, Landsat-5 TM, Landsat-7 ETM+, Landsat-8 OLI, QickBird, Alos
AVNIR-2, berkorelasi erat dengan kedalaman, seperti yang juga ditunjukan
dalam kajian ini (Siregar et al., 2010; Wouthuyzen, et al., 2008). Korelasi
kuat antara data kedalaman dan NR Landsat-8 OLI Band-3 pada persamaan
empiris Gambar 11 tidak menunjukkan persamaan linier sederhana
melainkan persamaan polynomial orde 3.
Peta batimetri perairan dangkal di lokasi kajian, yaitu perairan
Kepulauam Aru bagian selatan yang mencakup beberapa pulau kecil (Pulau-
pulau Jin, Jaudin, Jeh, Mar, Enu dan P. Karang) disajikan dalam Gambar
12. Peta batimetri perairan dangkal pada Gambar 12 menunjukkan
klasifikasi kelas kedalaman < 2,5 m, 2,5-5, 5-10, 10-15, 15-20 dan > 20 m.
Lima dari enam pulau yang dikaji berada pada rataan terumbu karang
dangkal (< 2,5 m ~ 15 m), kecuali Pulau Karang yang berdiri bebas, tidak
terletak pada rataan terumbu dengan kedalaman > 20m. Kelas kedalaman <
2,5 m memiliki luas tertinggi, yaitu 139.056,2 ha. Habitat dasar pada kelas
kedalaman ini pada umumnya didominasi oleh pasir, pasir yang ditumbuhi
lamun yang membentuk hamparan padang lamun yang luas, hingga
kedalaman 10m.
Peta batimetri perairan dangkal pada Gambar 12 dapat memberikan
informasi tentang luas area (A) pada masing-masing selang kelas. Jika
informasi ini dikombinasikan dengan data transek terhadap flora/fauna di
rataan terumbu, seperti visual sensus bawah air/Underwater Visual
Cencus/UVC (Gambar 13), maka kepadatan/Densitas (D) flora/fauna
persatuan luas dapat diketahui, sehingga stok (S) sumber daya terumbu
karang, seperti ikan karang, moluska
3636
Gambar 12. Peta batimetri perairan dangkal di lokasi kajian yang diturunkan dari algoritma empiris pada Gambar 4 berikut luas area pada masing-masing kelas kedalaman.
Gambar 13. Ilustrasi transek garis untuk mendapatkan densitas flora/fauna
dirataan terumbu karang.
krustasea, ekinodermata, spons, makro algae bisa diduga secara sederhana,
yaitu S = Ax D. Pendugaan stok sumberdaya terumbu karang akan sangat
mendukung program Coremap Fase-III, dimana lokasi pada kajian ini
50 m
Panjang transek (L) = 50 m
2.5 m
3737
merupakan lokasi baru Coremap tahun 2016, sehingga informasi awal suatu
stok flora/fauna sangat dibutuhkan, dan selanjutnya informasi tersebut dapat
dijadikan bahan informasi untuk pemantauan, apakah lokasi ini menjadi
lebih baik atau tetap atau bertambah jelek pada tahun-tahun berikutnya.
III.3. Karang
Sebaran terumbu karang di kawasan perairan Kepulauan Aru
Bagian Tenggara diduga terdistribusi di sepanjang pesisir timur, utara dan
bagian barat perairan Arafura. Pengamatan baseline (t0) di perairan
Kepulauan Aru untuk tahun 2016 dilakukan di zona KKLD meliputi
beberapa pulau-pulau yang terletak di bagian selatan yakni Pulau Mar, Pulau
Jeudin, Pulau Jin, Pulau Jeh, Pulau Karang dan Pulau Enu. Hasil identifikasi
jenis karang keras yang dilakukan secara bebas (collection) dimulai dari
kedalaman 0,5 meter secara vertikal kearah perairan yang lebih dalam untuk
tiap stasiun pengamatan diperoleh sebanyak 75 jenis karang keras yang
mewakili 13 suku (Lampiran 2).
3.1. Deskripsi Lokasi Pengamatan
Posisi dan peta stasiun monitoring disajikan dalam Lampiran 3
dan 4, pengamatan kondisi karang di masing-masing stasiun selanjutnya
diuraikan secara rinci sebagai berikut :
Stasiun ARC. 02
Lokasi ini merupakan sebuah area rataan terumbu karang (reef flat)
yang cukup jauh dari Pulau Jeh ± 3 km dari garis pantai. Transek UPT
dilakukan pada kedalaman 3,5 m dimana hanya pada kedalaman ini
ditemukan terumbu karang. Sebagian besar lokasi ini didominasi oleh pasir
(sand) dan padang lamun (seagrass bed) yang didominasi oleh jenis Enhalus
3838
acoroides dan Thalasia hemprichii. Kondisi perairan pada saat pengamatan
tidak berarus, tetapi sedikit berombak karena pengaruh angin timur.
Kecerahan perairan rendah yaitu sekitar 5 m, sebagai akibat pengaruh proses
sedimentasi yag cukup tinggi. Ikan karang tidak terlalu banyak. Substrat
dasar perairan berupa pasir, patahan karang dan karang keras. Jenis karang
batu yang dominan yaitu Acropora sp, Favia sp, Millepora sp, Porites lobata
dan Pectinia sp. Hasil analisis persentase tutupan karang keras ditemukan
karang hidup (HC) sebesar 53,20%, disusul pasir (S) sebesar 16,93%,
karang mati yang telah ditumbuhi alga (DCA) sebesar 9,20%, patahan
karang (R) sebesar 8,00% dan komponen lainnya dibawah 7,5% (Gambar
14). Persentase tutupan karang hidup yang ditemukan lokasi ini (53,20%)
menunjukkan bahwa kondisi karang keras lokasi ini masuk kategori “baik”.
Gambar 14. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.02 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
3939
Stasiun ARC. 03
Lokasi pengamatan stasiun ini terletak di Pulau Mar. Bagian pantai
pulau ini didominasi oleh pohon mangrove (bakau) yang cukup lebat.
Transek UPT dilakukan pada jarak ±1,5 km dari garis pantai. Rataan
terumbu karang (reef flat) lokasi ini cukup luas dan memanjang vertikal garis
pantai. Pengamatan UPT dilakukan pada kedalaman 4 m. Substrat dasar
perairan berupa pasir dan karang keras. Areal rataan terumbu ditemukan
patahan karang yang cukup banyak sebagai akibat dari pola gelombang yang
cukup kuat pada musim tertentu. Kecerahan perairan atau jarak pandang ± 2
m. Karang keras yang dominan terutama jenis Millepora platyphyllia. Hasil
persentase tutupan karang hidup (HC) lokasi ini sebesar 28,47% dan masuk
dalam kategori “sedang”. Lokasi ini didominasi oleh patahan karang
“rubble” (R) sebesar 37,87%, disusul “Fleshy seaweed” (FS) terutama dari
marga makro alga yang ditemukan sebesar 16,80%. Komponen lain
ditemukan dibawah 7,5% (Gambar 15).
Gambar 15. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.03 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4040
Stasiun ARC. 04
Stasiun pengamatan ARC.04 terletak cukup jauh dari pulau Jeudin
sekitar ± 2,5 km berdasarkan pengukuran GPS. Lokasi ini memiliki areal
terumbu karang cukup luas, dibandingkan dengan lokasi-lokasi lainnya.
Pengamatan kondisi komponen terumbu karang dilakukan pada kedalaman 4
m. Diatas kedalaman 4 m dasar perairan didominasi oleh lamun dari jenis
Thalasia hemprichii dan Enhalus acoroides. Sebaliknya kedalaman dibawah
5 m lebih didominasi oleh pasir halus (silk). Kondisi perairan pada saat
pengamatan sedikit berarus dan berombak. Kecerahan perairan cukup baik
yaitu ± 15 m. Substrat dasar perairan berupa pasir, patahan karang dan
karang keras. Kecerahan perairan pada pengamatan ± 15 m, namun demikian
masih terlihat adanya sedimentasi di dalam perairan. Jenis karang batu yang
dominan yaitu Acropora sp, Montipora foliosa, Favia sp., Acropora palifera
dan Porites sp. Persentase tutupan karang hidup (HC) lokasi ini sebesar
54,27% termasuk kategori karang “baik”, “Fleshy Seaweed” (FS) sebesar
12,67%, “Other Fauna” (OT) sebesar 9,13%, Soft Coral (SC) sebesar 8,73%
dan komponen lain dibawah 6% (Gambar 16).
4141
Gambar 16 Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.04 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun ARC. 05
Pengamatan di stasiun ini berlangsung di Pulau Jeudin. Bagian
pantai didominasi paparan pasir yang cukup luas. Vegetasi pantai didominasi
oleh tumbuhn cemara dan beberapa tumbuhan pantai lainnya. Jarak transek
UPT sejauh ± 1 km dari garis pantai dan dilakukan pada kedalaman 3 m.
Substrat dasar perairan berupa pasir dan patahan karang. Lokasi ini memiliki
tingkat kerusakan karang yang cukup parah, dimana ditemukan paparan
patahan karang yang cukup banyak. Kecerahan perairan sangat keruh dengan
jarak pandangan hanya ± 2 m. Jenis karang keras yang dominan yaitu
Acropora palifera dan Acropora sp. Persentase tutupan karang hidup (HC)
sebesar 21,60% termasuk kategori kondisi karang “jelek”, patahan karang
“rubble” (R) merupakan persentase tutupan tertinggi sebesar 52,53%, disusul
pasir halus “Silt” (Si) sebesar 17,73% dan komponen lain dibawah 5%
(Gambar 17).
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4242
Gambar 17. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.05 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun ARC. 06
Lokasi pengamatan stasiun ini terletak di Pulau Jeudin bagian sisi
yang lain. Bagian pantai didominasi oleh pohon cemara dan tumbuhan
pantai lainnya. Rataan terumbu lokasi ini cukup luas dan diatasnya
ditumbuhi oleh lamun. Jarak transek UPT dilakukan pada ± 500 m dari garis
pantai. Substrat dasar perairan berupa ppasir dan karang keras. Kecerahan
perairan atau jarak pandang ± 1 m, dimana perairan cukup keruh. Lokasi ini
sedikit berarus dan memiliki pola ombak yang cukup kuat. Jenis karang
keras yang dominan yaitu Porites lobata, Porites lutea dan Acropora
palifera. Persentase tutupan karang hidup (HC) sebesar 31,60% termasuk
kategori “sedang”, pasir halus “Silt” (Si) sebesar 33,67%, karang mati alga
“Dead Coral Algae” (DCA) sebesar 15,20%, patahan karang “Rubble” (R)
sebesar 11,53% dan komponen lain dibawah 5% (Gambar 18).
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
%tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4343
Gambar 18. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.06 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun ARC. 07
Pengamatan kondisi terumbu karang lokasi ini berlangsung di Pulau
Jin. Bagian pantai didominasi oleh pasir dan beberapa jenis tumbuhan
pantai. Transek UPT dilakukan pada jarak ±1,5 km dari garis pantai. Substrat
dasar perairan berupa karang mati dan pasir. Rataan terumbu cukup luas dan
diatasnya didominasi oleh makro alga terutama jenis Sargasum sp.
Pertumbuhan karang keras sangat jarang dan tidak terlalu padat. Kondisi
perairan pada saat pengamatan mempunyai ombak kencang, air agak jernih
tetapi kecerahan cukup rendah yaitu ± 3 m. Proses sedimentasi lokasi ini
cukup tinggi sehingga membuat air keruh dan berpengaruh terhadap
pengambilan photo. Hasil analisis persentase tutupan karan hidup (HC)
lokasi ini sebesar 10,60% dan masuk kategori “jelek”. Lokasi ini memiliki
persentase tutupan karang hidup (HC) yang paling rendah dibandingkan
dengan lokasi-lokasi lainnya. Sebaliknya komponen lain yang memiliki
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
%tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4444
persentase tutupan tertinggi yaitu pasir “sand” (S) sebesar 45,13% disusul
“fleshy seaweed” (FS) sebesar 24,60%, karang mati beralga (DCA) sebesar
18,40% dan sponges (Sp) sebesar 0,13%. Selengkapnya persentase tutupan
komponen terumbu karang lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.07 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun ARC. 09
Stasiun pengamatan ARC.09 di Pulau Jeh bagian timur. Kondisi
perairan pada saat pengamatan memiliki pola arus cukup kuat dan berombak.
Pengamatan UPT dilakukan pada jarak kurang lebih 1,5 km dari garis pantai
pada kedalaman 4 m. Lokasi ini merupakan rataan terumbu (reef flat) dan
diatasnya didominasi oleh pasir, lamun terutama dari jenis Enhalus
acoroides dan Thalasia hemprichii. Disamping itu, ditemukan beberapa jenis
makro alga terutama dari jenis Sargasum sp. yang ditemukan pada
kedalaman 3 – 4 m. Kecerahan perairan cukup rendah yaitu 2 m, sehingga
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
%tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4545
sangat berpengaruh dalam pengambilan photo. Perairan ini ditemukan
beberapa jenis moluska terutama dari jenis Kima dengan beberapa ukuran.
Jenis karang batu yang dominan yaitu Acropora sp, Stylophora pistillata,
Seriatophora sp dan Hydnophora sp. Persentase tutupan komponen terumbu
karang lokasi ini sebesar 36,27% dan termasuk kategori “sedang”.
Komponen lain yang memiliki persentase tutupan tertinggi yaitu patahan
karang “rubble” (R) sebesar 35,87%, pasir “sand” (S) sebesar 15,87%, pasir
halus “silt” (Si) sebesar 6,33% dan komponen lainnya dibawah 3%. Hasil
lengkap persentase tutupan tiap komponen lokasi ini dapat dilihat pada
Gambar 20.
Gambar 20. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.09 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun ARC. 10
Pengamatan kondisi terumbu karang lokasi ini berada di Pulau Jeh.
Kondisi perairan pada saat pengamatan sangat keruh dengan jarak pandang ±
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4646
2 m sebagai akibat dari proses sedimentasi yang cukup tinggi. Transek UPT
dilakukan pada jarak ± 300 m dari garis pantai pada kedalaman 3 m. Substrat
dasar perairan berupa pasir dan patahan karang. Areal terumbu karang
ditemukan juga lamun terutama dari jenis Enhalus acoroides dan Thalasia
hemprichii. Jenis karang batu yang dominan yaitu Acropora nobillis dan
Acropora sp. Persentase tutupan terumbu karang lokasi ini sebesar 26,47%,
dan yang termasuk dalam kategori “sedang”. Selanjutnya disusul komponen
pasir “sand” (S) sebesar 43,53%, patahan karang “rubble” (R) sebesar
16,07%, pasir halus “silt” (Si) sebesar 10,13%. Persentase tutupan komponen
lain lokasi ini berada dibawah 2%. Hasil lengkap dari persentase tutupan
komponen terumbu karang lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.10 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4747
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
Stasiun ARC. 11
Lokasi pengamatan pada stasiun ini terletak di perairan Pulau
Karang bagian barat. Bagian pantai lokasi ini berpasir, dengan variasi
tumbuhan pantai. Pengamatan UPT dilakukan pada jarak ± 700 m dari garis
pantai pada kedalaman 4 m. Kondisi perairan pada saat pengamatan sedikit
berarus dan berombak serta kecerahan cukup rendah dengan jarak pandang ±
2,5 m. Lokasi ini ditemukan patahan karang yang cukup luas. Substrat dasar
perairan berupa pasir dan patahan karang. Jenis karang batu yang dominan
yaitu Acropora palifera, Acropora nobillis, Acropora hyacinthus dan
Acropora clathrata. Hasil analisis persentase tutupan karang hidup (HC)
lokasi ini sebesar 40,53% termasuk dalam kategori “sedang”. Komponen lain
yang memiliki persentase tutupan tertinggi yaitu pasir “sand” (S) sebesar
24,20%, patahan karang “rubble” sebesar 17,93%, pasir halus sebesar 7,73%
dan komponen lainnya dibawah 6%. Hasil selengkap dari persentase tutupan
komponen bentik lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang Stasiun ARC.11 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
4848
Stasiun ARC. 12
Pengamatan kondisi terumbu karang lokasi ini berlangsung di
perairan Pulau Karang bagian timur. Kondisi perairan pada saat pengamatan
sangat keruh sebagai akibat sedimentasi yang cukup tinggi dengan jarak
pandang 1 m. Bagian pantai lokasi ini berpasir dan diselingi dengan
beberapa jenis tumbuhan pantai. Substrat dasar perairan berupa pasir dan
patahan karang. Bagian pantai didominasi oleh beberapa jenis tumbuhan
pantai. Tidak ditemuukan adanya pemukiman penduduk, hanya merupakan
tempat persinggahan nelayan pada saat mencari ikan. Lokasi ini memiliki
tingkat kerusakan yang cukup tinggi. Jenis karang batu yang dominan yaitu
Acropora sp dan Porites sp. Hasil analisis persentase tutupan karang hidup
(HC) lokasi sebesar 24,60% dan termasuk dalam kategori “jelek”.
Komponen lain yang sangat menonjol yaitu patahan karang “rubble” sebesar
40,13%, disusul pasir halus “silt” sebesar 29,00%, karang mati beralga
(DCA) sebesar 3,60%. Persentase tutupan komponen lainnya di bawah 2%.
Hasil selengkapnya dari persentase tutupan komponen bentik lokasi ini dapat
dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.12 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0.0010.0020.0030.0040.0050.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK(RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
4949
Stasiun ARC. 13
Lokasi pengamatan terletak di bagian barat Pulau Enu. Bagian
pantai pulau ini berupa pasir putih, tumbuhan kelapa dan beberapa jenis
tumbuhan pantai. Pulau ini tidak berpenghuni hanya merupakan tempat
istirahat nelayan setelah melakukan penangkapan ikan di sekitarnya.
Informasi masyarakat, bahwa sungai yang terletak di pulau ditemukan
adanya buaya muara. Pengamatan UPT lokasi ini dilakukan pada jarak 200
m dari garis pantai. Kondisi perairan pada saat pengamatan sangat berarus
dan berombak. Kecerahan perairan pada saat pengamatan ± 4 m dan perairan
cukup kabur akibat sedimentasi. Pengamatan UPT dilakukan pada
kedalaman 4,5 m, dimana pada kedalaman ini konsentrasi pertumbuhan
karang batu cukup baik, walaupun tidak terlalu padat. Kedalaman diatas 4 m
didominasi oleh pasir dan tumbuhan lamun terutama jenis Enhalus acoroides
dan Thalasia hemprichii. Sebaliknya kedalaman di bawah 5 m ditemukan
paparan pasir halus yang cukup luas. Jenis karang batu yang dominan di
lokasi ini yaitu Porites lutea, Acropora sp dan Montipora sp. Hasil analisis
persentase tutupan karang hidup (HC) lokasi ini sebesar 20,40% dan
termasuk dalam kategori “jelek”. Komponen bentik lainnya yang tinggi
persentase tutupan yaitu pasir halus “silt” sebesar 47,80% dan komponen
biotik yaitu karang lunak “soft coral” (SC) 20,53%, disusul patahan karang
“rubble” (R) sebesar 4,27% dan karang mati beralga (DCA) sebesar 4,13%.
Persentase tutupan komponen bentik lainnya berada dibawah 3%. Hasil
selengkapnya persentase tutupan komponen bentik lokasi ini dapat dilihat
pada Gambar 24.
5050
Gambar 24. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.13 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun ARC. 14
Pulau ini merupakan tempat penyu bertelur. Bagian pantai sebelah
lainnya didominasi oleh tumbuhan manrove (bakau) yang cukup tebal.
Lokasi pengamatan UPT berlangsung ± 200 m dari garis pantai. Bagian agak
ke selatan merupakan lokasi tanjung dengan didominasi oleh batuan cadas
berwarna hitam. Kondisi perairan pada saat pengamatan sedikit berarus dan
berombak. Pengamatan UPT dilakukan pada kedalaman ± 4 m dimana pada
kedalaman ini ditemukan karang keras. Kecerahan perairan cukup rendah ±
2,5 m, sehingga sangat berpengaruh pada saat pengambilan photo. Substrat
dasar perairan berupa pasir, patahan karang dan karang keras. Kedalaman
dibawah 5 m didominasi pasir halus (silk). Lokasi ini ditemukan beberapa
jenis karang lunak (soft coral) antara lain dari marga Sarcophyton sp dan
Sinularia sp. Jenis karang batu yang dominan yaitu Millepora sp, Porites
lobata, Acropora sp dan Favia sp. Hasil analisis persentase tutupan karang
hidup (HC) lokasi ini menunjukkan nilai sebesar 26,47% termasuk dalam
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK (RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
5151
kategori “sedang”. Komponen lain yang sangat menonjol yaitu komponen
abiotik yakni patahan karang “rubble” (R) sebesar 48,67%, disusul pasir (S)
sebesar 21,60%. Komponen biotik yang ditemukan yaitu karang lunak “soft
coral” sebesar 1,73%. Lengkapnya hasil persentase tutupan komponen bentik
lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Persentase tutupan komponen ekosistem terumbu karang
Stasiun ARC.14 perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
3.2. Kondisi Terumbu Karang.
Penilaian kondisi kesehatan terumbu karang dimulai dengan
baseline data atau data awal (t0) yang biasanya dilakukan pada lokasi yang
masih baru atau yang akan dijadikan sebagai stasiun kontrol. Perkembangan
kondisi terumbu karang mengalami berbagai tekanan secara biologi, ekologi
bahkan tekanan oseanografi atau kondisi fisik air laut dan pengaruh aktivitas
pembangunan baik di daratan, pesisir pantai maupun di laut terutama
perairan dangkal. Perairan Kepulauan Aru juga mengalami tekanan-tekanan
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CORAL(HC)
RECENTDEADCORAL
(DC)
DEADCORALWITHALGAE(DCA)
SOFTCORAL
(SC)
SPONGE(SP)
FLESHYSEAWEED
(FS)
OTHERBIOTA(OT)
RUBBLE(R)
SAND (S) SILT (SI) ROCK(RK)
% tu
tupa
n
Komponen
Lokasi
5252
yang dimaksud, sehingga ada kecenderungan terjadi kerusakan pada
ekosistem terumbu karang. Hasil analisis kondisi terumbu karang perairan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara berdasarkan data yang dikumpul dengan
metode underwater photo transect (UPT) menyangkut komponen-komponen
bentik yang diteliti menunjukkan variasi nilai antar komponen untuk tiap
stasiun pengamatan (Gambar 26). Dari Gambar 26 dapat dijelaskan bahwa
karang hidup (HC) berkisar dari 10,60 – 54,27%, karang mati (DC) hanya
ditemukan di stasiun ARC.11 sebesar 0,07%, karang mati alga “dead coral
with algae (DCA) berkisar dari 1,00 – 18,40%, karang lunak “soft coral”
(SC) berkisar dari 0,00 – 20,53%, sponges (SP) berkisar dari 0,13 – 4,13%,
Fleshy seaweed (FS) berkisar dari 0,00 – 24,60%, Other Biota atau fauna
lain (OT) berkisar dari 0,00 – 9,13%, patahan karang “rubble” (R) berkisar
dari 1,13 – 52,53%, pasir “sand” (S) berkisar dari 0,07 – 45,13%, pasir halus
“silt” berkisar dari 0,00 – 47,80% dan batuan keras “rock” (RK) tidak
ditemukan pada semua stasiun pengamatan.
Gambar 26. Persentase tutupan kumulatif komponen ekosistem terumbu
karang perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0102030405060708090
100
ARC.02ARC.03ARC.04ARC.05ARC.06ARC.07ARC.09ARC.10ARC.11ARC.12ARC.13ARC.14
Lokasi Pengamatan
% tu
tupa
n
Kepulauan Aru, 2016
ROCK (RK)
SILT (SI)
SAND (S)
RUBBLE (R)
OTHER BIOTA (OT)
FLESHY SEAWEED (FS)
SPONGE (SP)
SOFT CORAL (SC)
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA)
RECENT DEAD CORAL (DC)
CORAL (HC)
#REF!
5353
Khususnya kondisi karang hidup (HC) perairan Kepulauan Bagian
Aru secara rerata mempunyai nilai persentase tutupan sebesar 31,21%
termasuk dalam kategori sedang. Persentase tutupan tertinggi ditemukan di
stasiun ARC.04 sebesar 54,27% dan terendah sebesar 10,60% yang
ditemukan di stasiun ARC.07 (Gambar 27 dan Gambar 28). Kondisi
karang hidup lokasi perairan Kepulauan Aru masuk kategori jelek sampai
baik. Tingginya persentase tutupan karang hidup (HC) di lokasi stasiun 4
disebabkan karena lokasi ini cukup terbuka menghadap perairan terluar
sehingga diasumsikan pola arus cukup baik untuk mengangkut nutrisi
(makanan) bagi karang keras. Disamping itu stasiun 4 memliki karakteristik
dasar perairan dengan berbagai variasi substrat seperti patahan karang dan
karang keras yang cocok untuk pertumbuhan karang hidup. Secara ekologis
lokasi stasiun 4 cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga kerusakan
akibat aktivitas pembangunan, rumah tangga maupu industri tidak
ditemukan.
Gambar 27. Persentase tutupan kumulatif karang hidup (HC) perairan
Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
ARC.
02
ARC.
03
ARC.
04
ARC.
05
ARC.
06
ARC.
07
ARC.
09
ARC.
10
ARC.
11
ARC.
12
ARC.
13
ARC.
14
Lokasi Pengamatan
% tu
tupa
n
Karang Hidup
CORAL (HC)
5454
Gambar 28. Peta Persentase tutupan karang hidup (HC) di masing-masing
stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Perbandingan karang hidup (HC) dan karang mati yang merupakan
penjumlahan dari karang mati beralgae (DCA) dengan karang mati (DC)
(Gambar 29) menunjukkan bahwa perkembangan karang hidup (HC) lebih
tinggi dibandingkan dengan karang mati, kecuali di stasiun 7 dimana
perkembangan karang mati lebih tinggi dibandingkan dengan karang hidup
(HC).
5555
Gambar 29. Persentase tutupan karang hidup (HC) dan karang mati
perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
III.4. Ikan Karang
4.1. Sebaran Ikan Indikator
Ikan indikator dari famili Chaetodontidae tercatat 168 ekor yang
tergolong dalam 11 jenis yang tergolong dalam 4 genus yakni Chaetodon,
Chelmon, Heniochus, Parachaetodon. Chelmon rostratus tercatat memiliki
kelimpahan individu tertinggi dengan jumlah 65 ekor diikuti Chaetodon sp1
(diduga Chaetodon aureofasciatus) sebanyak 53 ekor dan Chaetodon
adiagastros dengan jumlah 30 ekor (Tabel 9). Menurut Allen dkk (2003)
sebaran jenis ikan Chaetodon aurefasciatus ini sebarannya terbatas dan
hanya di temukan di perairan Australia Utara, Great Barier Reef dan Sebelah
Selatan Papua New Guinea. Melihat kedekatan lokasi-lokasi tersebut dengan
Lokasi penelitian ini maka sangatlah mungkin jenis ikan ini ditemukan pula
di daerah ini. Demikian pula dengan jenis Chaetodon sp2 yang diduga
sebagai Chaetodon rainfordi yang ditemukan juga di lokasi in, hanya
sayangnya jenis ini tidak sempat di foto untuk dapat di konfirmasi. Menurut
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
ARC.
02
ARC.
03
ARC.
04
ARC.
05
ARC.
06
ARC.
07
ARC.
09
ARC.
10
ARC.
11
ARC.
12
ARC.
13
ARC.
14
Lokasi Pengamatan
% T
UTU
PAN
KEPULAUAN ARU 2016
Dead Coral
CORAL (HC)
5656
Allen dkk (2003) jenis ini sebarannya hanya terbatas di sekitar Great Barrier
reef dan Papua New Guinea bagian selatan. Hal menarik lainnya adalah
ditemukannya jenis ikan Chaetodontoplus duboulayi (suku Pomacanthidae)
yang ditemukan di perairan Aru dan hampir ditemukan pada setiap lokasi
penelitian. Jenis ikan ini sangat jarang ditemukan pada lokasi lainnya di
Indonesia.
Tabel 9. Keanekaragaman jenis dan kelimpahan corallivor (Chaetodontidae) di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Jenis Stasiun ARC ∑ 02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14
Chaetodon sp 1 (aureofasciatus) 4 2 8 5 5 8 14 7 53 Chaetodon adiergastos 2 2 2 2 4 30 Chaetodon baronessa 1 1 2 4 Chaetodon octofasciatus 2 2 4 Chaetodon sp 2 (rainfordi ) 1 1 Chaetodon trifascialis 2 2 Chaetodon speculum 1 1 Chelmon rostratus 4 5 7 7 4 6 3 6 10 5 4 4 65 Heniochus chrysostomus 1 1 Heniochus varius 1 2 2 2 4 Parachaetodon ocellatus 3 Jumlah Individu 7 15 16 15 9 11 5 16 26 12 6 12 168 Jumlah jenis 3 7 6 2 2 2 2 3 3 2 2 4 10
Stasiun ARC 11 tercatat memiliki kelimpahan individu tertinggi
sebesar 26 ekor diikuti stasiun ARC 10 dan ARC 04 dengan masing-masing
16 ekor. Stasiun ARC 03 dan ARC 04 tercatat memiliki keanekararagaman
jenis tertinggi yakni sebesar 7 jenis dan 6 jenis (Gambar 30 dan Gambar
31).
5757
Gambar 30. Jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang kategori indikator masing-masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
A. B. C. D. Gambar 31. Beberapa jenis ikan Chaetodontidae yang dijumpai di kawasan
terumbu karang perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016. Dari kiri- kekanan: A. Chaetodon sp1 (C. aureofasciatus); B. Chelmon rostratus; C. Parachaetodon ocellatus; D. Chaetodontoplus duboulayi (Foto: Femmy H).
7
15 16 15 9 11
5
16
26
12 6
12
3 7 6
2 2 2 2 3 3 2 2 4 A
RC
02
AR
C 0
3
AR
C 0
4
AR
C 0
5
AR
C 0
6
AR
C 0
7
AR
C 0
9
AR
C 1
0
AR
C 1
1
AR
C 1
2
AR
C 1
3
AR
C 1
4
Jumlah
Stasiun
Jumlah Individu Jumlah Jenis
5858
4.2. Sebaran Ikan Herbivora
Dari hasil studi “baseline” ikan yang diamati, total tercatat 116
ekor yang terdiri dari 9 jenis yaitu, Acantuhuridae 3 jenis, Scaridae 2 jenis,
dan Siganidae 4 jenis (Tabel 10).
Tabel 10. Keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan herbivora di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Suku / Jenis Stsiun ARC
∑ 02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14
ACANTHURIDAE Acanthurus auranticavus 2 4 5 6 10 8 2 10 3 3 45 Acanthurus nigrofuscus 3 3 3 Acanthurus pyroferus 3 3 3 SCARIDAE 0 Scarus dimidiatus 2 2 2 2 2 20 10 Scarus gobhan 1 7 20 2 12 SIGANIDAE 0 Siganus canaliculatus 5 2 7 Siganus lineatus 1 4 1 20 12 3 18 Siganus spinus 3 3 Siganus virgatus 5 10 3 15 Jumlah Individu 8 17 12 9 14 28 4 40 30 14 9 9 116 Jumlah jenis 4 4 4 3 2 5 2 2 2 2 3 3 11
Jenis yang paling umum dijumpai dari suku Acanthuridae adalah
Acanthurus auranticavus dan Acanthurus pyroferus. Jenis-jenis anggota
suku Scaridae sangat jarang ditemukan di perairan Aru yang paling umum
untuk suku ini adalah Scarus dimidiatus. Jumlah individu dan jumlah jenis
masing-masing stasiun ikan herbivora yang dijumpai selama kegiatan
disajikan pada Gambar 32.
5959
Gambar 32. Jumlah individu ikan Karang kategori target Karnivora dan Herbivora pada masing – masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
4.3. Estimasi Potensi Sediaan Cadang (Standing stock) Ikan Target
Untuk mendapatkan bobot berat ikan (biomass) dari panjang total
individu setiap spesies ikan target hasil sensus, maka digunakan nilai
konstanta a dan b dari hasil-hasil penelitian hubungan panjang berat
beberapa spesies ikan. Nilai tersebut dapat diperoleh dari website fishbase.
Jumlah jenis ikan target yang ditemukan dalam penelitian pada areal
sensus seliuas 4250 m2 (12 stasiun) adalah sebanyak 49 jenis yang termasuk
dalam 14 suku dengan total jumlah individu sebanyak 631 ekor (0,1484
ekor/m2 atau pada areal seluas 1 hektar di estimasi sebanyak 1485 ekor/ha).
Ikan-ikan target kelompok herbivora ditemukan sebanyak 9 jenis yang
termasuk dalam 3 suku yakni : Acanthuridae, Scaridae dan Siganidae dengan
total jumlah individu sebanyak 152 ekor. Selanjutnya kelompok ikan target
AR
C 0
2
AR
C.0
3
AR
C 0
4
AR
C.0
5
AR
C.0
6
AR
C.0
7
AR
C 0
9
AR
C.1
0
AR
C.1
1
AR
C.1
2
AR
C 1
3
AR
C 1
4
103 173
369
136 141 180
90 107
187 152 126 105
12 16 15 22 11 16 12 13 17 16 17 15
Jumlah
Stasiun
Jumlah Individu Jumlah Jenis
6060
karnivora yang ditemukan sebanyak 40 jenis yang termasuk dalam 11 suku,
dengan total jumlah individu sebanyak 479 ekor.
Rata-rata berat ikan di perairan Kepulauan sekitar 304 gram
(dengan kisaran mulai 80 gram - 1580 gram) dengan jumlah kelimpahan
pada 1 ha sekitar 1.485 ekor sehingga yang setara dengan total biomasa ikan
target di perairan Kepulauan Aru (pada areal 1 ha) sebesar 451,5 kg/ha. Hal
ini memperlihatkan bahwa ikan – ikan target hasil sensus pada perairan
terumbu karang perairan Kepulauan Aru umumnya berukuran sedang
(sekitar 20 - 25 cm).
Stasiun ARC 03 tercatat memiliki biomasa tertinggi sebesar 554 kg
yang terdiri dari target karnivora 524 kg dan target herbivora 30 kg, diikuti
stasiun ARC 04 dan ARC 11 masing – masing sebesar 389 kg dan 309 kg
(Gambar 33, Gambar 34 dan Tabel 11).
Gambar 33. Total biomasa ikan target (herbivora dan karnivora) hasil sensus visual pada masing – masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
AR
C 0
2
AR
C 0
3
AR
C 0
4
AR
C 0
5
AR
C 0
6
AR
C 0
7
AR
C 0
9
AR
C 1
0
AR
C 1
1
AR
C 1
2
AR
C 1
3
AR
C 1
4
7 92
26 26 31 81 44 5 31 99
30 37 98
207 337
106 171 134 179 202
278
122
524
268
Jumlah
Stasiun
Herbivora Karnivora
6161
Gambar 34. Persentase biomasa ikan herbivora dan karnivora hasil sensus
visual pada masing – masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Estimasi Biomas ikan target karnivora (480 kg/ha) memiliki total
biomasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan target herbivora (42
kg). Ikan target karnivora ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan ikan target herbivora (152 ekor : 479 ekor).
Tabel 11. Estimasi biomassa (kg/ha) ikan herbiivora dan karnivora pada setiap stasiun di perairan perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Stasiun Stasiun ARC
02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14 Herbivora 7 92 26 26 31 81 44 5 31 99 30 37 Karnivora 98 207 337 106 171 134 179 202 278 122 524 268 Total Target 105 299 389 132 202 216 223 207 309 222 554 305
6262
Dari hasil jumlah jenis maupun jumlah individu yang ditemukan pada areal
di Kepulauan Aru ini terlihat bahwa daerah ini memiliki jumlah jenis
maupun jumlah individu yang relatif rendah/sedikit bila dibandingkan
dengan beberapa lokasi yang pernah di teliti (Tabel 12).
Tabel 12. Sebaran jumlah jenis dan jumlah individu ikan karang pada beberapa lokasi di Indonesia.
No Lokasi Penelitian
Luas areal
penelitian (m2)
Jumlah Jenis
(Species) (Indikator
dan Target)
Jumlah Individu (Ekor)
Densitas individu
ikan Target
(ekor/ha)
Biomas ikan
Target (kg/ha)
Sumber
1. Salawati Batanta 4200 94 6281 14.954 4.576 Hukom (2015)
2. Perairan Banda 4200 136 5419 12.902 2.197 Hukom (2015)
3 Biak TWP Padaido 4550 110 3876 8.518 4.437 Hukom (2015)
4 Ternate 4900 101 7307 14.912 1.294 Makatipu & Hukom (2015)
5 Nias Utara 2800 67 1.872 6.796 775 Siringo-ringo dkk (2015)
6 Selat Bunga, Mentawai
3150 61 985 1.676 236 Abrar dkk (2015)
7 Kepulauan Aru 4200 50 631 1.502 522 Studi ini
III.5. Megabentos
5.1. Fauna Megabentos
Hasil transek megabentos pada 12 lokasi pengamatan ditemukan
sebanyak 5 jenis yang termasuk dalam 2 kelompok, yakni kelompok
ekinodermata yang terdiri dari Diadema setosum dan teripang (Holothuridae)
serta kelompok moluska, seperti Drupella cornus, Tridacna spp. (kima) dan
Trochus spp. (lola). Sedangkan jenis-jenis dari kelompok krustasea tidak
ditemukan dalam pengamatan ini. Sebaran fauna megabentos pada masing-
6363
masing stasiun pengamatan ditampilkan pada Tabel 13. Keragaman jenis
fauna megabentos yang dicatat dalam pengamatan ini relatif lebih rendah
jika dibandingkan dengan hasil pengamatan Cappenberg et al. (2008) di
perairan Pulau-pulau Hinako yang menemukan sebanyak 7 jenis,
Siringoringo & Budiyanto (2008) diperairan Teluk Dalam dan Pulau-Pulau
Batu, Nias Selatan mendapatkan 8 jenis; Giyanto & Souhoka (2008) di
perairan Sitardas, Pulau Poncan dan Pulau Mansalar, menemukan 8 jenis dan
Cappenberg (2011) pada pengamatan di perairan Teluk Ambon, juga
menemukan 8 jenis fauna megabentos.
Tabel 13. Fauna megabentos hasil transek (baseline) pada masing-masing stasiun pengamatan di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
No. Megabentos Stasiun ARC Kehadiran (%) 02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14
I Ekhinodermata
1 Diadema spp. 0 0 0 0 0 0 0 3 0 2 0 0 14.29
2 Holothuridae 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 7.14
II Moluska
3 Drupella cornus 0 0 3 0 3 4 0 0 0 0 3 7 35.71
4 Tridacna spp. 3 1 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21.43
5 Trochus spp. 0 0 3 0 2 5 0 0 0 0 0 0 21.43
Persentase jumlah individu dari kelompok ekinodermata yang
ditemukan selama pengamatan, Diadema setosum memiliki nilai persentase
individu sebesar 10,2% sedangkan Holothuridae 2,0%. Sedangkan dari
kelompok moluska, Drupella cornus dicatat memilik nilai persentase jumlah
individu yang cukup tinggi, yakni 40,8%, diikuti Tridacna squamosa 26,5%
dan Trochus spp. 20,4%. Bila dilihat dari kehadiran dan sebaran pada semua
6464
stasiun pengamatan, Drupella cornus juga dicatat memiliki sebaran yang
cukup luas dibandingkan jenis-jenis lainnya. Dimana dari duabelas stasiun
yang diamati, jenis ini ditemukan hadir pada lima stasiun, dengan nilai
persentase kehadiran sebesar 35,71%, diikuti oleh Tridacna spp. dan Trochus
spp. yang masing-masing memiliki nilai persentase sebesar 21,43%.
Sedangkan Holothuridae, memiliki nilai persentase kehadiran yang terendah
(7,14%) atau hanya ditemukan pada 1 stasiun saja.
Holothuridae adalah jenis yang mampu bergerak dengan baik untuk
mendapatkan makanan, dan selalu ditemukan hidup pada ekosistem terumbu
karang dengan perairan yang jernih. Wibowo et al. (1997), menyatakan
teripang menyukai perairan yang jernih, relatif tenang serta bebas dari polusi
dengan mutu air yang cukup baik. kerumitan substrat (substrate complexity)
sebagai tempat berlindung lebih menentukan dari pada kondisi substrat
sebagai sumber makanan (Hukom, 2008). Dalam pengamatan ini, hampir
semua stasiun memiliki perairan yang cukup keruh, hal ini disebabkan oleh
adanya ombak dan arus saat pengamatan dilakukan, dan menurut penduduk
setempat pada musim-musim tertentu kondisi perairan di lokasi ini memiliki
air yang jernih. Tidak ditemukannya Holothuridae saat berlangsungnya
pengamatan dapat juga disebabkan oleh kondisi perairan yang keruh, arus
dan ombak yang relatif kuat, sehingga dapat saja mempengaruhi kehadiran
jenis tersebut. Tidak ditemukannya lobster (Paniluridae) disemua stasiun
pengamatan diduga disebabkan oleh tipe karang dan kondisi lingkungan
yang tidak sesuai. Lobster hidup pada lubang-lubang karang, batuan granit,
bagian luar terumbu pada perairan dangkal yang jernih dan sedikit berarus
(George, 1968). Kondisi lingkungan perairan seperti ini tidak ditemukan
pada semua stasiun yang diamati.
Kehadiran Tridacna spp. (kima) yang terbatas pada beberapa
stasiun dengan jumlah individu yang rendah, bukan karena lingkungan
65
terumbu karang yang tidak mampu mendukung kehadiran jenis-jenis
tersebut, tetapi disebabkan oleh tingginya pemanfaatan / penangkapan
sumberdaya oleh nelayan / masyakarat setempat untuk dimakan dagingnya.
Tridacna spp. yang ditemukan selama pengamatan ini selalu memiliki
ukuran cangkang yang cukup besar (> 30 cm). Dengan cara hidup yang
menempel membuat jenis tersebut mudah ditangkap pada saat pasang
maupun surut. Sedangkan rendahnya Trochus spp. (lola) diduga karena tidak
sesuainya lingkungan terumbu karang dan tipe habitat yang umumnya
didominasi oleh pasir. Trochus spp. selalu hidup pada daerah terumbu karang
yang didominasi oleh batu karang, karang keras, karang hidup, karang mati
serta ditumbuhi oleh banyak alga hijau dan coklat yang merupakan makanan
utamanya. Jenis ini aktif mencari makan di malam hari dan jarang terlihat di
bagian atas karang atau permukaan substrat, dan selalu berlindung pada
lubang-lubang karang atau dibalik batu karang pada waktu siang hari.
Sehingga perlu dengan cermat untuk melakukan pengamatan sehingga
pencacahan dapat dilakukan dengan benar. Umumnya ukuran dan jumlah
individu Trochus spp. akan bertambah seiring dengan bertambahnya
kedalaman perairan. Kepadatan maksimum dari Trochus niloticus dijumpai
pada pecahan-pecahan karang mati yang berukuran besar yang banyak
ditumbuhi oleh filamentos alga, diatom dan foraminifera (Leimena, 2002).
Pemanfaatan kima dan lola tidak hanya pada dagingnya saja tapi
kedua cangkang biota tersebut juga digunakan sebagai bahan kerajinan
tangan (souvenir) ataupun sebagai bahan dasar pembuat cat, kacing maupun
produk industri lainnya. Meningkatnya permintaan pasar serta tingginya
harga jual kedua jenis ini, menyebabkan semakin tingginya pula aktifitas
penangkapan yang dilakukan. Dibeberapa perairan pantai di Indonesi, jenis-
jenis ini semakin sulit ditemukan bahkan terancam punah. Kondisi seperti ini
66
menyebabkan kedua jenis biota tersebut dimasukan dalam daftar CITES
appendix II, dimana segala bentuk pengambilan, pemanfaatan dan
perdagangannya diatur dan dibatasi.
5.2. Kepadatan Megabentos
Nilai kepadatan megabentos di setiap stasiun cukup bervariasi,
berkisar antara 0,01 – 0,11 individu/m2 (Gambar 35). Stasiun ARC04
memiliki nilai kepadatan relatif tertinggi, yakni 0,11 individu/m2. Tingginya
nilai kepadatan megabentos pada stasiun ini dipengaruhi oleh kehadiran
Tridacna spp. dalam jumlah individu yang relatif banyak, yakni sebesar 60%
dari total individu pada stasiun tersebut. Banyaknya individu Tridacna spp.
yang terdapat pada stasiun ini dapat saja disebabkan oleh perairan yang
jernih, terumbu karang yang berada dalam kondisi yang cukup baik
(54,27%), dan memiliki nilai persentase tutupan karang hidup tertinggi yang
terdapat di kawasan terumbu karang daerah pengamatan. Sedangkan
kehadiran Trochus spp. dengan jumlah individu yang relatif banyak hanya
terdapat pada stasiun dan ARC07, sebesar 55,6% dari total individu pada
stasiun tersebut. Cukup banyaknya jumlah individu jenis ini pada stasiun
ARC07 mungkin berkaitan erat dengan kondisi karang dan tipe substrat yang
didominasi oleh tutupan karang mati yang ditutupi alga (DCA), dengan
persentase tutupan mencapai 18,40% dan merupakan persentase tutupan
tertinggi dibandingkan stasiun lainnya.
Nilai kepadatan yang relatif rendah terdapat di stasiun ARC03 dan
ARC12 masing-masing 0,01 individu/m2. Pada kedua stasiun ini hanya
ditemukan masing-masing 1 jenis megabentos yang diwakili oleh Tridacna
spp. dan Diadema spp. Dari jumlah jenis megabentos yang dicatat, Drupella
cornus, Tridacna spp. dan Trochus spp. memiliki kontribusi yang relatif
besar terhadap jumlah individu megabentos pada masing-masing stasiun.
67
Sedangkan pada stasiun ARC05, ARC09 dan ARC11 fauna megabentos
tidak ditemukan selam berlangsungnya pengamatan.
Gambar 35. Kepadatan megabentos di masing-masing stasiun pengamatan di perairan perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Secara umum, total individu dan persebaran Drupella cornus pada
setiap stasiun pengamatan relatif lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya.
Kondisi ini mungkin erat kaitannya dengan ketersediaan jenis-jenis karang
hidup sebagai target sumber makanan utamanya. Menurut Jimenez et al.
(2012), ada tidaknya Drupella pada ekosistem terumbu karang sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. TAN dalam Mudjiono (2009) dalam
penelitiannya di perairan Burrup Peninsula, Australia Barat mencatat
melimpahnya komunitas jenis Drupella sp. (Muricidae) mempunyai
hubungan dengan kelimpahan karang jenis Acropora spp. Artinya semakin
banyak jenis-jenis karang Acropora spp. maka cukup besar peluang untuk
mendapatkan marga Drupella pada ekosistem terumbu karang. Bentuk
0.02 0.01
0.11
0.00
0.04
0.06
0.00
0.03
0.00 0.01
0.02
0.05
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
2 3 4 5 6 7 9 10 11 12 13 14
indi
vidu
/m2
Stasiun
68
pertumbuhan karang seperti ini cukup banyak ditemukan pada beberapa
stasiun pengamatan namun memiliki jumlah jenis yang relatif rendah.
Kepadatan Drupella cornus yang dicatat pada semua stasiun
pengamatan berada pada kisaran kepadatan yang relatif rendah. Dengan
kepadatan individu yang rendah, kehadiran Drupella tidak memiliki dampak
yang besar terhadap kerusakan jenis-jenis karang yang menjadi target
mangsanya. Barco et al. (2009) menyatakan meskipun tidak ada hubungan
yang signifikan, namun kehadiran Drupella memiliki asosiasi yang kuat
dengan terumbu karang sebagai hewan parasit. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa kehadiran Drupella pada suatu koloni karang erat
kaitannya dengan kondisi kesehatan terumbu karang, dan umumnya
cenderung menempel pada koloni karang yang tidak sehat. Artinya bila
jenis-jenis karang sebagai target makanan berada pada kondisi yang sehat
maka Drupella tidak akan ditemukan menempel pada karang tersebut.
Diadema spp. yang biasanya ditemukan dalam jumlah individu
yang cukup banyak pada substrat pasir, dengan perairan yang jenih. Namun
dalam pengamatan ini walaupun semua stasiun memiliki substrat pasir,
marga Diadema hanya ditemukan dalam jumlah individu yang sangat rendah
serta memiliki penyebaran yang terbatas, dan hanya ditemukan di stasiun
ARC10 dan ARC12. Rendahnya jumlah individu Diadema spp. mungkin
karena faktor ketersediaan makanan, dimana makanan utama dari Diadema
spp. adalah berupa alga bentik (Collin & Arnesson, 1995). Kondisi ini dapat
ditunjukkan dengan rendahnya nilai persentase tutupan karang mati (DCA)
yang ditemukan pada semua stasiun pengamatan (0,53 – 18,40%). Atau
mungkin juga karena keruhnya perairan serta adanya arus dan ombak yang
cukup kuat saat berlangsung pengamatan sehingga biota tersebut tidak
ditemukan.
6969
Rendahnya keragaman jenis maupun jumlah individu megabentos
pada semua stasiun, dapat saja terjadi karena faktor fisik perairan, yang
berarus dan berombak, sehingga jenis-jenis yang hidupnya berada diatas
substrat akan dengan mudah terbawah/berpindah ke tempat yang lebih
tenang/terlindung sehingga tidak ditemukan saat berlangsungnya
pengamatan. Kondisi ini biasanya bersifat temporer dan merupakan hal yang
alami dalam siklus hidup organisme. Namun bila kondisi ini disebabkan oleh
tingginya aktivitas manusia baik di darat maupun pada perairan pesisir
(rataan terumbu) tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan perairan dapat
mempengaruhi proses kehadiran jenis-jenis megabentos tersebut.
III.6. Lamun
6.1. Deskripsi Lokasi Monitoring
1. Pulau Mar (ARTS01)
Padang lamun di lokasi ini berada di depan vegetasi mangrove
dengan panjang ke arah laut lebih dari 100 m (Gambar 36). Tidak terlihat
adanya perkampungan penduduk, dermaga, sungai dan aktivitas penduduk.
Substrat didominasi oleh pecahan karang berpasir. Saat pengambilan data,
kondisi cuaca berawan, kedalaman sekitar 100-145 cm (sedang pasang),
kejernihan air kurang (Gambar 36). Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan
lamun sebesar 26,70% yang disusun oleh dua jenis lamun dengan didominasi
oleh Enhalus acoroides sebesar 15,63% (Tabel 14 dan Gambar 36).
7070
Gambar 36. Lokasi stasiun ARTS01 dan kondisi lamunnya
2. Pulau Karang (ARTS02)
Padang lamun di lokasi ini berada di pantai karang berpasir,
vegetasi mangrove 100m masuk ke, terhalang pasir pantai dan hutan pantai
(Gambar 37). Panjang padang lamun ke arah laut lebih dari 300 m. Tidak
terdapat sungai namun ada rembesan air tawar yang kelaur di pantai saat
surut. Perkampungan, dermaga dan aktivitas warga tidak teramati. Substrat
kebanyakan variasi campuran karang dan pasir. Pada saat pengambilan data
kondisi cuaca cerah dan berawan, kejernihan air cukup baik serta kedalaman
air 19-90 cm (menuju surut). Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun
sebesar 42,71% yang disusun oleh empat jenis lamun dengan didominasi
oleh Thalassia hemprichii sebesar 28,31% (Tabel 14 dan Gambar 37).
7171
Gambar 37. Lokasi stasiun ARTS02 dan kondisi lamunnya
3. Utara pulau P. Jenudin (ARTS03)
Padang lamun yang dimonitor pada lokasi ini berada depan hutan
mangrove dengan panjang padang lamun ke arah laut lebih dari 200 m
(Gambar 38). Tidak ditemui pemukiman penduduk, dermaga dan warga
yang berktivitas di lokasi ini. Tidak terlihat adanya sungai di hutan mangrove
maupun di darat. Substrat didominasi oleh pasir berlumpur diikuti oleh pasir.
Pada saat pengambilan data kondisi cuaca berawan, kedalaman air 3 - 116
cm (menuju pasang) dan kejernihan cukup keruh ketika pasang (Gambar
38). Stasiun ini memiliki rata-rata tutupan lamun sebesar 56,91% yang
disusun oleh tiga jenis lamun dengan didominasi oleh Thalassia hemprichii
sebesar 39,73% (Tabel 14 dan Gambar 38).
7272
Gambar 38. Lokasi stasiun ARTS03 dan kondisi lamunnya
6.2. Penutupan Lamun, Komposisi Jenis dan Dominasinya
Berdasarkan analisa data dari tiap lokasi (Tabel 14), rata-rata
penutupan padang lamun di tiga stasiun pengamatan adalah sebesar 42,11%
sehingga masuk kategori sedang karena berada pada kisaran 26-50%. Dua
stasiun berada pada kategori tutupan sedang yaitu ARTS01 (26,70%) dan
ARTS02 (42,71%). Satu stasiun berada pada kategori padat yaitu ARTS03
dengan nilai tutupan 56,91%. Sedangkan posisi stasiun transek dan peta
disajikan pada Lampiran 5 dan 6.
7373
Tabel 14. Rekap rata-rata penutupan lamun dan dominasi jenisnya di tiap stasiun di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Kabupaten Kepulauan Aru
Tanggal survey : 10-24 Oktober 2016
Status survey : t0
Pengambil Data : Andri, Caleb
Pengolah data : Andri Irawan
Jumlah Stasiun : 3
NO LOKASI STASIUN RATA-RATA PENUTUPAN LAMUN (%)
DOMINANSI JENIS
Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc
1 P. Mar ARTS01 26.70 15.63 11.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 P. Karang ARTS02 42.71 8.33 28.31 2.13 0.00 0.00 0.00 0.00 3.93 0.00
3 Utara P. Jeudin ARTS03 56.91 0.00 39.73 0.00 15.63 0.00 0.05 1.52 0.00 0.00
Rata-rata 42.11 7.99 26.37 0.71 5.21 0.00 0.02 0.51 1.31 0.00
STDEV 15.11
Terdapat tujuh jenis lamun yang ditemui pada lima stasiun
monitoring (Tabel 14. Gambar 39), yaitu Enhalus acoroides (Linn. F.)
Royle (disingkat Ea), Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson
(disingkat Th), Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson & Magnus
(disingkat Cs), Cymodocea rotundata Ehrenberg & Hemprich, ex Ascherson
(disingkat Cr), Halodule pinifolia (Miki) den Hartog (disingkat Hp),
Halophila ovalis (R. Brown) Hooker f. (disingkat Ho) dan Syringodium
isoetifolium (Ascherson) Dandy (disingkat Si). Lamun jenis Halophila ovalis
yang dijumpai pada kegiatan ini perlu diidentifikasi lebih lanjut karena
menunjukkan ciri-ciri yang mendekati Halophila minor. Ketujuh jenis lamun
tidak tersebar merata pada semua stasiun sehingga tiap stasiun hanya
memiliki dua hingga empat jenis lamun saja. Dari tujuh jenis lamun tersebut,
hanya T. hemprichii yang dapat dijumpai pada setiap stasiun dan menjadi
7474
jenis dengan tutupan paling dominan dengan rata-rata tutupan 26,37%
(Tabel 14).
Gambar 39. Jenis-jenis lamun yang ditemui selama kegiatan monitoring,
lamun jenis Halodule pinifolia tidak ada di dalam gambar karena tidak memperoleh sampel yang representatif untuk diambil gambarnya.
III.7. Mangrove
Secara umum, kondisi komunitas mangrove di seluruh stasiun
pemantauan permanen yang dibuat berada dalam kategori sedang yang
diintepretasikan dari rata-rata nilai persentase tutupam kanopi mangrove di
seluruh kawasan, yaitu: 72,70 ± 16,62% (Tabel 15), posisi stasiun transek
dan peta disajikan pada Lampiran 7 dan 8. Substrat yang cenderung
didominasi pasir berlumpur memberikan preferensi yang cukup tinggi bagi
kelompok jenis Rhizophora dalam mendominasi di sebagian besar stasiun
permanen yang dibuat.
7575
Tabel 15. Jumlah jenis, persentae tutupan kanopi (%), kerapatan (pohon/ha), nilai INP (%) dan kategori kondisi komunitas mangrove di setiap stasiun pemantauan permanen di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
No Stasiun Lokasi Jmlh Jenis
% cover
Kerapatan (Pohon/ha)
INP* Kategori Kondisi Min Max
1 ARUM01 P. Maar 4 84,55 ± 3,42 1667 ± 503 BG: 13,39% RM:
126,85%
Sangat
Baik/Padat
2 ARUM02 P. Karang 3 52,59 ± 19,66 1367 ± 57 CT: 25,63% RS: 243,62% Sedang
3 ARUM03 P. Jaudin 3 76,59 ± 9,38 1300 ± 173 BG: 26,14% RM:
204,66%
Sangat
Baik/Padat
4 ARUM04 P. Jaudin 2 77,16 ± 7,55 1133 ± 874 RM: 31,77% SA: 268,23% Sangat
Baik/Padat
Total
72,70 ± 16,62
Sedang
* BG=Bruguiera gymnorrhiza; RM=Rhizophora mucronata; CT=Ceriops tagals; RS=R. stylosa; SA=Sonneratia alba.
Stasiun ARUM01, di Pulau Maar merupakan stasiun pemantauan
permanen yang memiliki keanekaragaman jenis yang paling tinggi
dibandingkan dengan stasiun lainnya. Sebanyak 4 jenis mangrove yang
didominasi oleh R. mucronata (INP: 126.85%) ditemukan di dalam kawasan
diikuti dengan jenis lainnya: C. tagals, R. stylosa; dan B. gymnorrhiza.
Selain itu, stasiun permanen ini juga memiliki kerapatan pohon yang paling
tinggi dibandingkan dengan stasiun perlanen lainnya, yaitu sebesar 1667 ±
503 pohon/ha (Tabel 15). Sejalan dengan nilai kerapatan pohon, kondisi
tutupan kanopi komunitas mangrove di stasiun ini juga paling tinggi, dengan
rata-rata 84,55 ± 3,42%. Berdasarkan nilai persentase tutupan yang
diperoleh, komunitas mangrove yang ada di stasiun pemantauan permanen di
Pulau Maar, memiliki kondisi yang sangat baik.
Stasiun ARUM02, merupakan stasiun yang dibuat di Pulau Karang,
yang memiliki kondisi komunitas mangrove yang paling rendah
dibandingkan dengan stasiun lainnya di SAP. Aru Tenggara. Persentase
7676
tutupan kanopi komunitas mangrove dalam kawasan memiliki rata-rata
sebesar 52,59 ± 19,66%. Walaupun masuk dalam kategori kondisi komunitas
mangrove yang “cukup/sedang”, namun nilai simpangan bakunya yang
cukup tinggi menyebabkan adanya potensi penurunan dari kondisi kawasan
pada pemantauan berikutnya. Jenis R. stylosa mendominasi dalam kawasan
dengan nilai INP sebesar 243.62%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan R.
mucronata dan C. tagals. Dari segi nilai kerapatannya, komunitas mangrove
dalam kawasan memiliki rata-rata kerapatan yang cukup baik, sebesar 1367
± 57 pohon, lebih tinggi dibandingkan dengan dua stasiun berikutnya di
Pulau Jaudin (Tabel 15).
Dua stasiun pemantauan lainnya di Pulau Jaudin, yaitu: ARUM03
dan ARUM04; memiliki karakteristik substrat yang berbeda. ARUM03
didominasi oleh pasir lumpuran sedangkan ARUM04 memiliki substrat
pasir. Hal ini juga yang menyebabkan struktur komunitas mangrove dalam
dua stasiun ini didominasi oleh jenis yang berbeda, walaupun berada dalam
satu pulau. Stasiun ARUM03 didominasi oleh jenis R. mucronata (INP:
204,66%), sedangkan S. alba denga nilai INP 268,23% mendominasi stasiun
ARUM04 bersama C. tagals.
Kondisi kerapatan dan persentase tutupan kanopi komunitas
mangrove pada dua stasiun di Pulau Jaudin (ARUM03 dan ARUM04) tidak
berbeda signifikan. Dari segi persentase tutupan kanopi komunitas
mangrove, kedua stasiun ini memiliki kondisi mangrove yang masing sangat
baik (persentase tutupan kanopi komunitas mangrove > 75%). Sedangkan
luasan mangrove pada setiap lokasi transek di sajikan dalam Tabel 16.
7777
Tabel 16. Luas mangrove pada masing-masing pulau di Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
Lokasi Luas (Ha.)
P. Karang 84.333 P. Enu 937.099 P. Jeh 329.69 P. Mar 107.842 P. Jerudin 656.146 P. Jin 229.876784
III.8. Kepiting
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di 3 lokasi
pengamatan (Lampiran 7 dan 8), diperoleh 17 jenis kepiting dari 11 marga
yang termasuk dalam 6 suku yaitu Grapsidae, Macrophthalmidae,
Ocypodidae, Portunidae, Sesarmidae dan Xanthidae (Tabel 16). Dalam
penelitian ini, diperoleh kepiting dari marga Metopograpsus dengan jumlah
jenis yang lebih banyak dibandingkan dengan kepiting dari marga yang lain,
yaitu: Metopograpsus latifrons, M. oceanicus dan M. quadridentatus.
Tabel 17. Jenis-jenis kepiting yang diperoleh dari daerah mangrove di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
No. Suku/ Jenis Pulau
Maar Pulau
Karang Pulau Jaudin
Grapsidae + + + 1 Metopograpsus latifrons - - + 2 Metopograpsus oceanicus + - - 3 Metopograpsus quadridentatus + - - 4 Pachygrapsus sp.
Macrophthalmidae 5 Macrophthalmus sp. - - +
Ocypodidae 6 Uca triangularis - - +
7878
7 Uca sp. - - +
Portunidae 8 Thalamita crenata + - -
9 Thalamita gatavakensis - + - 10 Thalamita sp. - + -
Sesarmidae 11 Clistocoeloma sp. - - +
12 Nanosesarma sp. - - + 13 Parasesarma sp. - - + 14 Perisesarma semperi + - + 15 Perisesarma sp. - + +
Xanthidae 16 Epixanthus dentatus + + +
17 Etisus laevimanus - - + Keterangan: (+) ditemukan;(-) tidak ditemukan
Berdasarkan jumlah jenis kepiting dari masing-masing suku,
kepiting dari suku Sesarmidae diperoleh dengan jumlah jenis terbanyak
selanjutnya diikuti kepiting dari suku Grapsidae dan Portunidae, seperti
terlihat pada Gambar 40. Kepiting dari suku Ocypodidae dan suku
Xanthidae memiliki jumlah jenis yang sama.
Gambar 40. Perbandingan jumlah jenis kepiting dari masing-masing suku di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, 2016.
0123456
Jumlah jenis
Jumlah jenis
79
BAB IV. KESIMPULAN
Kondisi terumbu karang lokasi pengamatan perairan Kepulauan Aru
Kabupaten Maluku Tengara secara umum masuk kategori jelek tercatat di
stasiun ACR07 (10,60%) sampai baik (54,27%) yang terdapat di stsiun
ARC04. Kategori baik hanya dicatat pada 2 stasiun ARC04 (54,27) dan
ARC02 (53,20%). Komponen abiotik yang sangat menonjol di lokasi
pengamatan perairan Kepulauan Aru yaitu : pasir (sand), patahan karang
(rubble) dan pasir halus (silt).
Ikan indikator dari famili Chaetodontidae tercatat 168 ekor yang
tergolong dalam 11 jenis yang tergolong dalam 4 genus yakni Chaetodon,
Chelmon, Heniochus, Parachaetodon. Biomas ikan target karnivora (480
kg/ha) memiliki total biomasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
target herbivora (42 kg/ha). Ikan target karnivora ditemukan dalam jumlah
yang lebih sedikit dibandingkan ikan target herbivora (152 ekor : 479 ekor).
Keragaman jenis megabentos yang ditemukan selama pengamatan
ini, berada dalam kondisi yang relatif rendah. Drupella cornus dari
kelompok moluska memiliki jumlah individu yang relatif tinggi dengan
sebaran yang cukup luas. Jenis-jeins moluska ekonomis penting seperti
Tridacna spp. dan Trochus spp. masih dapat ditemukan pada beberapa
stasiun pengamatan walaupun dalam jumlah individu yang rendah.
Pada monitoring awal lamun (t0) di Kawasan Konservasi Perairan
Nasional, Kepulauan Aru Bagian Tenggara (Kabupaten Dobo) ini, kondisi
lamun berada pada kategori tutupan sedang dengan nilai rata-rata 42,11%.
Bila dikaitkan dengan kriteria status padang lamun (MNLH 2004), maka
padang lamun di area ini masuk dalam kondisi kurang kaya/kurang sehat.
Padang lamun area tersebut dibentuk oleh enam jenis lamun yaitu Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, C. rotundata,
80
Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium. Jenis lamun yang dominan
adalah T. hemprichii dengan nilai rata-rata tutupan 26,37%.
Kondisi komunitas mangrove di empat stasiun pemantauan
mangrove permanen di Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan
Aru Bagian Tenggara, memiliki kategori kondisi kesehatan komunitas yang
sedang/baik dengan persentase tutupan kanopi mangrove rata-rata 72,70 ±
16,62%. Pulau Maar memiliki kondisi komunitas yang paling baik
dibandingkan dengan stasiun lainnya, berdasarkan persentase tutupan
mangrove dan kerapatan pohon.
Saran untuk monitoring lamun selanjutnya di area ini adalah
pemilihan waktu diperhatikan dengan baik. Kepulauan Aru banyak memiliki
daerah dangkal dan luas sehingga menyulitkan pergerakan perahu ketika
surut. Waktu monitoring terbaik adalah ketika air bergerak surut menjelang
siang, sehingga perahu bisa mencapai pantai ketika air masih tinggi. Ketika
transek selesai (durasi transek biasanya 3-4 jam) maka air mulai naik
kembali sehingga perahu bisa bergerak pulang ke base camp.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, M, M. Adrim, M.H. Askab, PRAMUJI, S. Oktaviany. 2015. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait di Taman Wisata Perairan Selat Bunga Laut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Coremap Critic. Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI.
Allen, G.R., and R.C. Steene, 1996. Indo Pacific Coral Reef Field Guide. Tropical Reef Research. Singapore. 378 pp.
Allen, G. 1997. Marine Fishes of Tropical Australia and South – East Asia. A Field Guide for Anglers and Divers. 292 p.
Allen, G.R., 2000. Marine Fishes of South – East Asia, A Field Guide for Anglers and Divers. Periplus edition. 293 p.
Allen, G. R., Roger Steene, Paul Human and Ned Deloach, 2003. Reef Fsh Identification Tropical Pacific. New World Publication, Inc. Jacksonville, Frorida USA. 457 pp.
Bakus,G. J., (1990) Quantitative Ecology and Marine Biology. Department of BiologicalScienceUniversity of Southern California. Los Angeles. C. A. 90089-0371. A-A. Balkeman/Roterdam. 164 pp.
Burke, L., E. Selig dan M. Spalding, 2002. Terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara.World Resource Institute. Washington, DC, USA. 44 pp.
Crane, J. (1975) “Fiddler Crabs of the World, Ocypodidae: Genus Uca”. Princeton Univ,. Press, Princeton, New Jersey.
Ceyhun, Ö. &��'�*+�#-��/676-� � 89*�8��8���:�*;�<��8��=8��>�� ���>�*<�waters via artificial neural networks. Estuarine, Coastal and Shelf Science 89:89-96.
Crosby, M. P. & E. S. Reese. 1996. A manual for monitoring coral reefs with indicator species: butterfly fishes as indicators of change on indo pacific reefs. Office of Ocean and Coastal Resources Management, National Oceanic and Atmospheric Administration, Silver Spring, MD., 45 pp.
de Boer, W.F. "Seagrass-Sediment Interactions, Positive Feedbacks and Critical Tresholds for Occurence: A Review." Hydrobiologia, no. 591 (2007): 5-24.
82
Dharmawan, IWE. & Pramudji. 2014. Panduan Monitoring Status KesehatanKomunitas Mangrove. PusatPenelitianOseanografi, LIPI, Jakarta.
Dorenbosch, M., M.G.G. Groll, I. Nagelkerken, and G. van der Velde. "Different Surrounding LandscapesMay Result in Different Fish Assemblages in East African Seagrass Beds." Hydrobiologia 563 (2006): 45-60.
English,S., C. Wilkinson and V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsvile. 368 p.
Froese, R., and D. Pauly, 2000. Fish Base 2000, Concepts, design and data sources. ICLARM, Los Banos, Laguna, Philippines. 344 p.
Gao, J., 2009. Bathymetric mapping by means ofremote sensing: methods, accuracy andlimitations. Progress in Physical Geography 33(1) (2009) pp. 103–116.
George, R.W. & Jones, D.S. (1982) A revision of the fiddler crabs of Australia (Ocypodinae: Uca). Records of the Western Australian Museum Supplement No. 14, 99 pages.
Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren, L. Scholten. 2006. Mangrove Guidebook for Southeast Asia.FAO and Wetlands International. Bangkok.
Huang Zongguo & Lin Mao. 2012. The Living Species and Their Illustrations in China’s Seas (Part II). An illustrated guide to species in China’s Seas. Volume 3. 441 pp.
Hukom, F.D. 2015. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Ikan Karang di perairan Salawati – Batanta, Kabupaten Radja Ampat. Laporan Critic Coremap, 2015.
Hukom, F.D. dan Hehuat, Y. 2015. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Ikan Indikator dan Target di Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Banda di Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Laporan CRITIC COREMAP.
Hukom, F.D. dan La Tanda. 2015. Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Taman Wisata Perairan Padaido, Kabupaten Biak Numfor. Laporan Critic-Coremap LIPI. 2015.
83
Hutomo, M. 1977. Ikan-ikan di muara sungai karang : suatu analisa pendahuluan tentang kepadatan dan struktur komunitas. Oseanologi di Indonesia 9 :13 –28.
Hutomo, M dan S. Martosewojo (1977)The fishes of Seagrass community on the west side of Burung Island (Pari Island, Seribu Island) and Their variations in abundance. Mar. Res. Indonesia 17 : 147 – 172.
Ibrahim, M. and A.P. Cracknell, 1990. Bathymetry Using Landsat MSS Data of Penang Island in Malaysia. International Journal of Remote Sensing, 11 (4) : 557-559.
Jones, R. S. and J. A. Chase, 1975 Community Structure and Distribution of Fishes in an Enclosed high Island Lagoon in Guam. Micrinesica 11 (1) : 127 – 148.
Kendrick, G.A., C.M. Duarte, and N. Marba. "Clonality in seagrasses, emergent properties and segrasses lanscapes." Marine Ecology Progress Series, no. 290 (2005): 291-296.
KeputusanMenteri Negara LingkunganHidup No. 201 Tahun 2004 tentangKriteria Baku dan PedomanPenentuan Kerusakan Mangrove.
Krebs, Ch. J., 1989. Ecological Methodology. Harper & Row Publ. New York. 678 p.
Kirk, J.T.O., 1983. Light Photosynthesis in Aquatic Ecosystem. Cambridge University Press. 401 pp Lyzenga, D.R., 1985. Shallow-water Bathymetry using combined Lidar and passive Multi Spectral Scanner Data. International Journal of Remote Sensing 6 (1) : 115-125.
Kuiter, R. H. 1992. Tropical Reff Fishes of the Western Pacific. Indonesian and Adjascent Waters. Gramedia Jakarta. 314 Hal.
Komatsu, T., Y. Umezawa, M. Nakakoka, C. Supanwanid, and Z. Kanamoto. "Water flow and sediment in Enhalus acoroides and other seagrass beds in the Andaman Sea, off Khao Bae Na, Thailand." Coastal Marine Science 29, no. 1 (2004): 63-68.
Lee, B.Y., Ng, N.K. & Ng, P.K.L. (2013) On the identity of Clistocoeloma balansae A. Milne Edwards, .1873, and C. tectum (Rathbun, 1914), with description of a new species from the West Pacific (Crustacea: Decapoda: Sesarmidae). Zootaxa 3641(4): 420-432.
Lee, C. D., S. B. Wang and C. L. Kuo, 1978. Benthic macroinvertebrates and fish as biological indicator of water quality with reference to
84
community diversity index. In E.A.R. Quano, B.N. Lokani, N.C. Thank (Ed.). Water Pollution control in development countries. AIT Bangkok, p:233-238.
Nagelkerken, I., Blaber, S.J.M., Bouillon, S., Green, P. & Haywood, M. (2008). The habitat function of mangroves for terrestrial and marine fauna: A review. Aquatic Botany, 89: 155–185.
Nga, L.N. & Nga, N.T.K, 2007. Bathymetry Mapping from Satellite Imagesfor Ly Son Island, Quang Ngai Province. VNU Journal of Science, Earth sciences, T.xxIII, N01, 2007:51-58.
Noor, Y.R., M. Khazali & I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PHKA/Wi-IP.
Makatipu, P dan Hukom, F.D. 2015. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Ikan Karang di Perairan Ternate, Tidore dan Sekitarnya. Laporan Critic Coremap. 2015.
Martin, K.S., 1993. Modeling Bathymetry Using Remotely Sensed Imagery. Exploration In Geographic Information Systems Technology Volume 3 : Applicatins in Coastal Zone Reasearch and Management. United Nations Institute for Training and Rearearch (UNITAR): 41-52.
Masuda, H. and G.R. Allen, 1987. Sea fishes of the world, Indo-pacific region. Yama-key, Tokyo, Japan, 526 pp.
MNLH. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2004.
Munro, I. R. S. 1967. The Fishes of New Guinea. Dept. Agr. Stck Fish, Port Moresby. 651 pp.
Nugroho, A., 2000. Pemetaan Sebaran Karakteristik Dasar Perairan dan Kedalaman Perairan Dangkal dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat TM (Thematic Mapper) di Pulau Lintea dan Sekitarnya, Kep. Tukang Besi, Sulawesi Tenggara. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 82 hal.
Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders co., Philadelphia : 574 pp.
Pratiwi, R., I. Al-Hakim, I. Aswandy, A.S. Genisa, and Mudjiono. "Komunitas Fauna Epibentik Padang Lamun di Pulau Pari,
85
Kepulauan Seribu." In Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut-Pesisir II, 62-71. Jakarta: P3O-LIPI, 1997.
Suharsono, 2004. Jenis – Jenis Karang Batu di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. COREMAP Proyek. 344 hal.
Suharsono. 2010. Jenis-Jenis Karang Di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. COREMAP PROGRAM, Jakarta. 372 hal.
Radiata, I. N. dan J. Emor, 2003. Sumber Daya Ikan Pada Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Sangihe Talaud, Sulawesi Utara. Jornal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Depertemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Vol 9 No.3. hal 73 – 82.
Rahayu, D.L. & Davie, P.J.F. (2002) Two new species and a new record of Perisesarma (Decapoda, Brachyura, Grapsidae, Sesarminae) from Indonesia. Crustaceana 75(3-4): 597-607.
Rahayu, D.L. & Ng, P.K.L. (2009) Two new species of Parasesarma De Man, 1895, from Southeast Asia (Crustacea: Decapoda: Brachyura: Sesarmidae). Zootaxa 1980: 29 – 40.
Rahayu, D.L. & Setyadi, G. (2009) Mangrove estuary crabs of the Mimika region- Papua, Indonesia. PT. Freeport Indonesia. Papua 154 hal.
Rahayu, D.L. & Ng, P.K.L. (2010) Revision of the Parasesarma plicatum (Latreille, 1803) species-group (Crustacea: Decapoda: Brachyura: Sesarmidae). Zootaxa 2327: 1-22.
Rahmawati, S., A. Irawan, I.H. Supriyadi, and M.H. Azkab. Panduan Monitoring Padang Lamun. Edited by M. Hutomo and A. Nontji. Jakarta: COREMAP-CTI LIPI, 2014.
Siregar, V.P., Wouthuyzen, S., Sukimin, S., Agus, S.B., Selamat, M.B., Adriani, Sriati, &Muzaki, A.A. 2010. Informasi spasial habitat perairan dangkal dan pendugaan stok ikan terumbu menggunakan citra satelit. Seameo Biotrop., 88 pp.
Su, H., Liu, H., & Heyman, W.D., 2008. Automated derivation of bathymetry information from multi-spectral satellite imagery using a non-linear inversion Model. Marine Geodesy, 31: 281–298.
Vanderstraete, T., Goossens, R., and Ghabour, T.K., 2003. Remote sensing as a tool for bathymetric mapping ofcoral reefs in the Red Sea. BELGEO: 257-269.
86
Veron, J.N. 1986. Coral of Australian and the Indo – Pasific. University of Hawaii Press. Honolulu, 644 hal.
Wouthuyzen, S., Sapulete, D., Peristiwadi T., Hukom, F., La Tanda, Papalia, S., Rajab, A. W., Nanlohy, A., Suohoka, J., & Lorwens, J., 2001. Laporan akhir: pengkajian metodologi pendugaan stok ikan karang di P. Biak dan P.P. Padaido. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. 129 pp.
Wouthuyzen, S., Hindarti, D., Yulianto, K., Hermanto, B., Abrar, M., Mira, S., Triyono, Novianty, H., Arvita R, Sita, R., Ardan, Umar, A., Nikijuluw, I., Mansur, A., Suhardi, Gunadi, Reza, &Wahyu, 2008. Laporan Akhir: Evaluasi status ekositem dan sumberdaya hayati laut di perairan pulau pari, Kepulauan Seribu. 68 pp.
8787
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data ground truthing di perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
ident Kelas
detail Kelas
general Latitude Longitude ident Kelas detail
Kelas general Latitude Longitude
SG SG-EA Lamun -6.772811 134.614145 318 SD Pasir -6.896705 134.587077
087 SG-EA Lamun -6.782847 134.617846 319 SD Pasir -6.895819 134.586913
088 SD Pasir -6.787523 134.621260 320 SD Pasir -6.893921 134.586416
089 SG-EA Lamun -6.789972 134.623324 321 SD Pasir -6.892161 134.586006
090 SD Pasir -6.798320 134.631217 322 BS-BR/SD Karang -6.889837 134.585739
091 SG-EA Lamun -6.809436 134.639341 323 BS-BR/SD Karang -6.888934 134.585431
092 SD Pasir -6.819682 134.627618 324 SD Pasir -6.884775 134.584472
093 SD Pasir -6.831854 134.615914 325 SD Pasir -6.880568 134.585168
094 SD Pasir -6.839687 134.607249 326 SD Pasir -6.876381 134.586551
095 SG Lamun -6.897375 134.547337 327 SD Pasir -6.872627 134.588109
096 SG Lamun -6.897922 134.545818 328 BS-BR/SD Karang -6.871656 134.589329
097 SD Pasir -6.898217 134.545043 329 SD Pasir -6.869468 134.587963
098 SG-EA Lamun -6.897976 134.544308 330 HC Karang -6.867522 134.588850
099 SG Lamun -6.892611 134.539495 331 HC Karang -7.017325 134.660675
100 SG Lamun -6.892685 134.537643 332 HC Karang -7.016384 134.661039
101 SG/BS Lamun -6.891634 134.536119 333 HC Karang -7.016077 134.661014
102 SG-EA Lamun -6.891116 134.535664 334 HC Karang -7.015423 134.661563
103 SG/BS-EA Lamun -6.889577 134.534854 335 HC Karang -7.015271 134.661592
104 BS/SG-EA Lamun -6.889539 134.534006 336 HC Karang -7.015210 134.661690
105 BS/SG Lamun -6.889664 134.533097 337 HC Karang -7.015108 134.661800
106 BS Karang -6.889759 134.532636 338 HC Karang -7.014703 134.662097
107 BS/SG Lamun -6.889867 134.531960 339 HC Karang -7.014478 134.662298
108 SG/BS Lamun -6.890069 134.531291 340 HC Karang -7.014397 134.662339
109 SG/BS Lamun -6.890177 134.530712 341 HC Karang -7.014293 134.662402
110 BS-BR/SD Karang -6.890330 134.529736 342 HC Karang -7.014248 134.662436
111 BS-BR/SD Karang -6.890429 134.528972 343 HC Karang -7.014170 134.662494
112 BS-BR/SD Karang -6.890418 134.528368 344 HC Karang -7.014013 134.662617
113 MIX-BS/SG/SD Karang -6.890901 134.527647 345 SG-EA Lamun -6.810555 134.641684
114 HC/BS Karang -6.891182 134.527068 346 SG-EA Lamun -6.809841 134.641781
115 SG/BS SG -6.891370 134.526857 347 SG-EA Lamun -6.809230 134.642130
8888
ident Kelas detail
Kelas general Latitude Longitude ident Kelas
detail Kelas
general Latitude Longitude
116 MIX-BS/SG/SD Lamun -6.892122 134.525461 348 BS-
BR/SD Karang -6.806605 134.644217
117 BS/SG Lamun -6.892389 134.524747 349 BS-BR/SD Karang -6.806445 134.644297
118 BS Karang -6.892804 134.524328 350 BS-BR/SD Karang -6.806511 134.644728
119 BS Karang -6.892523 134.523943 351 SG-EA Lamun -6.806598 134.645091
120 BS Karang -6.892106 134.523317 352 SG-EA Lamun -6.806643 134.645238
121 BS Karang -6.891018 134.521636 353 SG-EA Lamun -6.806802 134.645359
122 SG Lamun -6.880231 134.503447 354 SG-EA Lamun -6.800205 134.651153
123 SG-EA Lamun -6.878126 134.508552 355 SG-EA Lamun -6.799755 134.651295
125 SG-EA Lamun -6.936972 134.483969 356 SG-EA Lamun -6.798894 134.651681
126 SG-TH Lamun -6.941714 134.483703 357 SG-EA Lamun -6.798749 134.651873
128 SG Lamun -6.903083 134.513011 358 SG-EA Lamun -6.798574 134.652195
129 SG Lamun -6.902354 134.513988 359 SG-EA Lamun -6.797956 134.653306
130 SG-EA Lamun -6.901797 134.515065 360 SG-EA Lamun -6.797951 134.653569
131 SG-EA Lamun -6.901093 134.516465 361 SG-EA Lamun -6.797809 134.654061
132 SG-EA Lamun -6.900432 134.517445 362 SG-EA Lamun -6.797790 134.654259
133 SG-TH Lamun -6.899219 134.518556 363 SG-EA Lamun -6.797782 134.654510
134 SG-TH Lamun -6.897686 134.519890 364 SG-EA Lamun -6.797776 134.654800
135 MIX-BS/SG/SD Karang -6.896247 134.521710 365 SG-EA Lamun -6.797726 134.655084
136 BS Karang -6.895932 134.522753 366 SG-EA Lamun -6.797650 134.655305
137 BS Karang -6.895454 134.523329 367 SD Pasir -6.797513 134.655585
138 BS Karang -6.894136 134.525255 368 BS-BR/SD Karang -6.879988 134.770614
140 SG Lamun -6.799663 134.651450 369 BS-BR/SD Karang -6.877826 134.771743
141 SG Lamun -6.803889 134.649355 370 SD Pasir -6.877933 134.771943
142 SG-EA Lamun -6.807376 134.616191 371 BS-BR/SD Karang -6.848003 134.768121
143 SG Lamun -6.805572 134.612107 372 SD Pasir -6.848421 134.769521
144 SD Pasir -6.843347 134.583500 373 BS-BR/SD Karang -6.847911 134.770056
145 SG Lamun -6.842941 134.578591 374 SD Pasir -6.847554 134.770208
146 SG Lamun -6.843268 134.577038 375 SD Pasir -6.847148 134.770225
147 SG Lamun -6.843420 134.575866 376 SD Pasir -6.846496 134.770250
148 SD Pasir -6.843432 134.574814 377 SD Pasir -6.845925 134.770497
149 SG Lamun -6.843414 134.573755 378 SG-EA Lamun -6.827503 134.734181
150 SG Lamun -6.843350 134.572191 379 SG-EA Lamun -6.827049 134.733851
151 SG Lamun -6.843458 134.570480 380 SG-EA Lamun -6.826676 134.733595
152 SD Pasir -6.843656 134.569521 381 SG-EA Lamun -6.823256 134.715623
153 SG Lamun -6.843940 134.568930 382 SD Pasir -6.836496 134.758902
8989
ident Kelas detail
Kelas general Latitude Longitude ident Kelas
detail Kelas
general Latitude Longitude
154 SG Lamun -6.845426 134.566384 383 SG-EA Lamun -6.838745 134.758551
155 SG Lamun -6.847114 134.560615 384 SD Pasir -6.829772 134.739540
156 SG Lamun -6.850352 134.550653 385 SG-EA Lamun -6.838896 134.741164
157 SG Lamun -6.851149 134.549268 386 SG-EA Lamun -6.840552 134.736155
158 SG Lamun -6.858063 134.541221 387 BS-BR/SD Karang -6.840683 134.735218
159 SD Pasir -6.859765 134.539394 388 BS-BR/SD Karang -6.840460 134.734356
160 SG-TH Lamun -6.861092 134.537826 389 SG-EA Lamun -6.840890 134.730667
161 SG-TH Lamun -6.861770 134.537039 390 SG-EA Lamun -6.840620 134.727414
162 SD Pasir -6.863765 134.535475 391 SG-EA Lamun -6.841606 134.729317
163 SD Pasir -6.864773 134.534530 392 SD Pasir -6.843743 134.729322
164 SG Lamun -6.865405 134.533720 393 SG-EA Lamun -6.844130 134.729273
165 SG-TH Lamun -6.865767 134.533272 394 BS-BR/SD Karang -6.844158 134.729104
166 SG-TH Lamun -6.865976 134.532923 395 BS-BR/SD Karang -6.844290 134.729097
167 SG-TH/AL Lamun -6.866121 134.532760 396 SG-EA Lamun -6.844847 134.729400
168 SG-TH/AL Lamun -6.866195 134.532855 397 SG-EA Lamun -6.845020 134.729790
169 SG-EA/AL Lamun -6.866978 134.531989 398 BS-
BR/SD Karang -6.845309 134.730009
170 SG-TH Lamun -6.867350 134.531235 399 BS-BR/SD Karang -6.845649 134.730081
171 SG-EA Lamun -6.867622 134.530780 400 BS-BR/SD Karang -6.846187 134.729981
172 SG-TH Lamun -6.868577 134.530445 401 SG-EA Lamun -6.846763 134.729671
173 SG-TH Lamun -6.868759 134.529435 402 SG-EA Lamun -6.846914 134.729524
174 SG/SD-EA Lamun -6.868880 134.529034 403 SG-EA Lamun -6.847000 134.729363
175 SD Pasir -6.868791 134.528689 404 SG-EA Lamun -6.840852 134.730318
176 BS-BR/SD Karang -6.868319 134.528070 405 SG Lamun -6.908015 134.554588
177 BS-BR/SD Karang -6.867822 134.527487 406 SG Lamun -6.896560 134.549433
178 SG-EA Lamun -6.867710 134.527044 189 BS-BR/SD Karang -6.870992 134.519612
179 SG-TH Lamun -6.867723 134.526429 190 BS-BR/SD Karang -6.872047 134.519270
180 BS-BR/SD Karang -6.866784 134.524694 191 BS-
BR/SD Karang -6.872745 134.518663
181 SG-TH Lamun -6.866134 134.524207 192 BS-BR/SD Karang -6.873368 134.517739
182 BS-BR/SD Karang -6.866443 134.522855 193 BS-
BR/SD Karang -6.874281 134.517101
183 BS-BR/SD Karang -6.866844 134.521856 194 BS-
BR/SD Karang -6.876974 134.517017
184 BS-BR/SD Karang -6.867331 134.521138 195 BS-
BR/SD Karang -6.878971 134.516946
185 BS-BR/SD Karang -6.867572 134.520701 197 SG Lamun -6.854030 134.601325
9090
ident Kelas detail
Kelas general Latitude Longitude ident Kelas
detail Kelas
general Latitude Longitude
186 BS-BR/SD Karang -6.868045 134.520465 304 SG-EA Lamun -6.904047 134.589079
187 BS-BR/SD Karang -6.868945 134.520013 305 SD Pasir -6.904187 134.589526
188 BS-BR/SD Karang -6.869814 134.519832 306 SD Pasir -6.905970 134.592699
311 BS-BR/SD Karang -6.902779 134.592679 307 SG-EA Lamun -6.904273 134.592406
312 BS-BR/SD Karang -6.903434 134.592972 308 BS-
BR/SD Karang -6.903704 134.592224
313 SG-EA Lamun -6.904189 134.593358 309 SG-EA Lamun -6.902453 134.591800
314 SG-EA Lamun -6.903876 134.592344 310 BS-BR/SD Karang -6.902149 134.592163
315 BS-BR/SD Karang -6.902730 134.591025 316 BS-
BR/SD Karang -6.901937 134.589503
317 SD Pasir -6.898494 134.587505
9191
Lampiran 2. Komposisi jenis-jenis karang keras di Perairan Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
No. Suku/Jenis Stasiun ARC
02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14 I. POCILLOPORIDAE 1 Pocilopora sp + - + + + - + + - - - + 2 P. verrucosa - + + - - - - - - - - - 3 Seriatopora hystrix + + + - + - + - - - + + 4 S. caliendrum + + + - + + + + + + + + 5 Seriatophora sp - - + - - - + - - - - - 6 Stylophora pistillata + + + + + + + + + + + + II. ACROPORIDAE 7 Montipora hoffmeisteri - + + + + + + + + + + + 8 M. undata - - - - - - - - - - + - 9 M. foliosa - - + - - - - - - - - -
10 M. danae - - + - - - - - - - - - 11 M. aequituberculata + + + - - - - - - - - - 12 M.informis - - + - - - + + + - + - 13 Montipora sp + + + + + + + - + - + - 14 Acropora palifera + - + + + + + - + + + + 15 A.clathrata + - - - - - - - - - + - 16 A.hyacinthus - - - - - - - - + - - - 17 Acropora sp + + + + + + + + + + + + 18 A. yongei - - - - - - + - - - - - 19 A. nobilis - - - - - - - - - - + - 20 A. intermedia - - - - - - + - - - - - 21 A. formosa + + + - + + + + - + + +
22 Astreopora myriophthalma + + - + - - - - - - + +
23 A. listeri - - - - - - + - - - - - 24 Anacropora sp - + - - - + + - - - - - III. PORITIDAE 25 Porites lobata + + + + - + + + + + + + 26 P. lutea + - + + + - + - - - + + 27 P. cylindrica + + - + + + + + - - + + 28 P. nigrecens - + + - - - + - - - + - 29 P. lichen + - - - - + - - + - - - 30 Porites sp + - + + - + + + + + + + 31 P. mayeri + - - + + + - + - + - - 32 Goniopora lobata - - - - - - - - - - + - 33 G. columna - - + - - - - + - - + - 34 Goniopora sp + - + + + + - - + + - - IV. SIDERASTREIDAE 35 Psammocora contiqua - - + - - - - - - - - -
36 Pseudosiderastrea tayami + - - + - + - - - + - -
9292
No. Suku/Jenis Stasiun ARC
02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14 V. AGARICIIDAE 37 Pavona varians + - - - - - - - - - - - 38 Pavona sp - - + - - + - - - + + - 39 Coeleseris mayeri - - + - - - - - - - - - 40 Pachyseris rugosa - - + + + - - - - - - - VI. FUNGIIDAE 41 Heliofungia
actiniformis + + + + + - - + - + + -
42 Fungia fungites - - + - + - - + + + - - 43 F.concinna + - + - - + + - - - + - 44 Fungia sp - + + + + - + - + - + + 45 Ctnactis echinata + - + - - + - - - - - - 46 Herpolitha limax - + + + - - + - - - - -
VII. OCULINIDAE 47 Galaxea astreata + - + - + + + + + + + +
VIII. PECTINIDAE 48 Echinopora lamellosa + - - - - - - - - - - - 49 Echinopora sp - - + + + + - + + + - - 50 Oxypora lacera - - + - - - - + - - - - 51 Pectinia lactuca - - - - - - + + - - - - 52 Pectinia sp + - - - + - - - + + + + IX. MUSSIDAE 53 Acanthastrea hillae + - + - - - + - - - - - 55 Symphyllia recta - - + - - - - - - - + - 55 Symphyllia sp + - - - - - - - - - - -
56 Lobophyllia hemprichii + - + - - - + + - - - -
57 Lobophyllia sp + - + + + + + - + + + + X. MERULINIDAE 58 Hydnophora rigida - - + + - + + - + - - + 59 Merulina ampliata - + + + - - - - - - - - 60 Merulina sp - - + - - - - - - - - - 61 Favia matthaii + - + - - - - - - - - - 62 Favia sp + + + + + + - + + + + + 63 Favites abdita + - + - - - - - - - - - 64 F. halicora + - - - - - - - - - - - 65 Favites sp - - - - - - + + + + + + 66 Goniastrea sp + - + + - - + - - - + - 67 Montastrea curta + - + - - - - - - - - - 68 Diploastrea heliopora - - + - + + - + + + - - 69 Echinopora lamellosa - - + - - - - - - - - - 70 Echinopora sp - - + + - - + - + - - - 71 Leptastrea purpurea + - - - - - - - - - - - XI. CARYOPHYLLIDAE
9393
No. Suku/Jenis Stasiun ARC
02 03 04 05 06 07 09 10 11 12 13 14 72 Euphyllia ancora + - + + - + - + - + + +
XII. HELIOPORIDAE 73 Heliopora coerulea + - + + + + + + + - - -
XIII MILLEPORIDAE 74 Millepora platyphyllia + - + - - + + - - - + + 75 Millepora sp + + - - + - + + + + + -
Jenis 41 20 52 29 25 28 35 25 26 23 34 22
Suku 13 6 13 12 11 13 10 10 10 12 11 10
9494
Lampiran 3. Koordinat masing masing stasiun monitoring terumbu karang, ikan karang dan megabentos di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
No Lokasi Stasiun Posisi
Latitude Lingitude 1. Rataan terumbu ARC. 02 -6.878292 134.508336 2. Pulau Mar ARC. 03 -6.8949 134.54984 3. Rataan Terumbu ARC. 04 -6.864659 134.56892 4. Pulau Jerudin ARC. 05 -6.86708 134.58908 5. Pulau Jerudin ARC. 06 -6.87099 134.65482 6. Pulau Jin ARC. 07 -6.87804 134.77199 7. Pulau Jeh ARC. 09 -6.942702 134.483345 8. Pulau Jeh ARC. 10 -6.92966 134.50417 9. Pulau Karang (barat) ARC. 11 -7.01724 134.66057 10. Pulau Karang (timur) ARC. 12 -7.00297 134.68134 11. Pulau Enu (barat) ARC. 13 -7.082866 134.471454 12. Pulau Enu (timur) ARC. 14 -7.06378 134.520616
Lampiran 4. Peta stasiun monitoring terumbu karang, ikan karang dan megabentos di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
9595
Lampiran 5. Posisi transek lamun di setiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
Stasiun Lokasi Transek Lintang Selatan
Bujur Timur Keterangan
ARTS01 P. Mar 1 (awal) 6.90919 134.52422 1 (akhir) 6.90869 134.52495 2 (awal) Sudah gelap 2 (akhir) 3 (awal) Sudah gelap 3 (akhir)
ARTS02 P. Karang 1 (awal) 7.00524 134.68248 1 (akhir) 7.00445 134.68289 2 (awal) 7.00554 134.68277 2 (akhir) 7.00476 134.68317 3 (awal) 7.00589 134.68601 3 (akhir) 7.00513 134.68349
ARTS03 Utara P. Jeudin 1 (awal) 6.84572 134.64122 1 (akhir) 6.84519 134.64047 2 (awal) 6.84543 134.64156 2 (akhir) 6.84483 134.64091 3 (awal) 6.84519 134.64194 3 (akhir) 6.84456 134.64128
Lampiran 6. Peta posisi transek lamun tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
9696
Lampiran 7. Posisi transek mangrove dan kepiting disetiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
Stasiun Longitude Latitude ARUM01 134.5235667 -6.907766667 ARUM02 134.682784 -7.007172 ARUM03 134.6407667 -6.847016667 ARUM04 134.642200 -6.845516667
Lampiran 8. Peta posisi transek mangrove dan kepiting tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
9797
Lampiran 9. Peta luasan mangrove tiap stasiun di Kepulauan Aru Bagian Tenggara, Kabupaten Dobo.
98