10
Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr 25 Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju Sedimentasi di Perairan Teluk Awur dan Bandengan Jepara Pada Periode Juni – Juli 2012 Nursanti *) , Ita Riniatsih, Alfi Satriadi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698 email : [email protected] Abstrak Perairan Teluk Awur dan Bandengan yang terletak di Kabupaten Jepara mempunyai kondisi yang berbeda dan juga merupakan perairan yang masih bagus untuk pertumbuhan lamun. Lamun mempunyai fungsi fisik yang salah satunya sebagai penangkap sedimen di perairan pesisir. Laju sedimentasi di perairan Teluk Awur dan Bandengan dapat dipengaruhi oleh kerapatan lamun, kecepatan arus, dan komposisi sedimen dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kerapatan Vegetasi lamun dengan laju sedimentasi di perairan Teluk Awur dan Bandengan, Jepara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Juli 2012. Jenis lamun yang ditemukan di perairan Teluk awur adalah 6 genus antara lain Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule, dan Syringodium, dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 198,03 individu/m 2 . Sedangkan perairan Bandengan ditemukan 7 genus antara lain Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule, Syringodium, dan Halophila, dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 457,1 individu/m 2 . Hasil penelitian laju sedimentasi menunjukkan nilai rata-rata di perairan Teluk Awur sebesar 438,74 g/m 2 /minggu, sedangkan perairan Bandengan sebesar 667,42 g/m 2 /minggu. Hubungan kerapatan lamun dengan laju sedimentasi di perairan Teluk Awur menunjukkan nilai R 2 sebesar 0,566. Sedangkan perairan Bandengan nilai R 2 sebesar 0,073. Perairan Teluk Awur memiliki kandungan sedimen lanau yang sedikit sehingga sedimentasinya lebih sedikit. Perairan Bandengan memiliki kandungan sedimen lanau lebih tinggi sehingga sedimentasinya lebih banyak. Kata Kunci : Kerapatan lamun; Laju sedimentasi; Perairan Teluk Awur dan Bandengan Jepara Abstract Teluk Awur and Bandengan waters are located in Jepara which have different conditions and also the waters are still good for seagrass growth. Seagrass has one physical function as a sediment catcher in coastal waters. The sedimentation rate in the Teluk Awur and Bandengan waters affected by seagrass density, flow velocity, and sediment composition. The purpose of this research is to determine the relationship of seagrass vegetation density with the rate of sedimentation in the Teluk Awur and Bandengan waters, Jepara. This reaserch was conducted in June-July 2012. in the Teluk Awur waters discovered 6 genus such as Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule, and Syringodium, with an average value of density 198.03 individu/m2. While Bandengan waters was found 7 genus such as Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule, Syringodium and Halophila, with average value of density 457.1 individu/m2. The results showed that the average value of sedimentation rate in the Teluk Awur waters 438.74 g/m2/week, while the Bandengan waters 667.42 g/m2/week. The R2 value of relationship between Seagrass density with the sedimentation rate in the Teluk Awur waters 0.566. While the R2 of Bandengan waters 0.073. The Teluk Awur waters contain a little lanau sediment so it has a little sedimenation. Bandengan waters contain higher lanau sediment so it has more sedimentation. Keywords : density of seagrass;, Sedimentation Rate; Teluk Awur and Bandengan waters Jepara *) Penulis penanggung jawab

Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

25

Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju Sedimentasi

di Perairan Teluk Awur dan Bandengan Jepara Pada Periode Juni – Juli 2012

Nursanti*), Ita Riniatsih, Alfi Satriadi

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698

email : [email protected]

Abstrak

Perairan Teluk Awur dan Bandengan yang terletak di Kabupaten Jepara mempunyai kondisi

yang berbeda dan juga merupakan perairan yang masih bagus untuk pertumbuhan lamun. Lamun

mempunyai fungsi fisik yang salah satunya sebagai penangkap sedimen di perairan pesisir. Laju

sedimentasi di perairan Teluk Awur dan Bandengan dapat dipengaruhi oleh kerapatan lamun,

kecepatan arus, dan komposisi sedimen dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan kerapatan Vegetasi lamun dengan laju sedimentasi di perairan Teluk Awur dan Bandengan,

Jepara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Juli 2012. Jenis lamun yang ditemukan di perairan

Teluk awur adalah 6 genus antara lain Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule,

dan Syringodium, dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 198,03 individu/m2. Sedangkan perairan

Bandengan ditemukan 7 genus antara lain Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea,

Halodule, Syringodium, dan Halophila, dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 457,1 individu/m2.

Hasil penelitian laju sedimentasi menunjukkan nilai rata-rata di perairan Teluk Awur sebesar 438,74

g/m2/minggu, sedangkan perairan Bandengan sebesar 667,42 g/m2/minggu. Hubungan kerapatan

lamun dengan laju sedimentasi di perairan Teluk Awur menunjukkan nilai R2 sebesar 0,566.

Sedangkan perairan Bandengan nilai R2 sebesar 0,073. Perairan Teluk Awur memiliki kandungan

sedimen lanau yang sedikit sehingga sedimentasinya lebih sedikit. Perairan Bandengan memiliki

kandungan sedimen lanau lebih tinggi sehingga sedimentasinya lebih banyak.

Kata Kunci : Kerapatan lamun; Laju sedimentasi; Perairan Teluk Awur dan Bandengan Jepara

Abstract

Teluk Awur and Bandengan waters are located in Jepara which have different conditions and

also the waters are still good for seagrass growth. Seagrass has one physical function as a sediment

catcher in coastal waters. The sedimentation rate in the Teluk Awur and Bandengan waters affected

by seagrass density, flow velocity, and sediment composition. The purpose of this research is to

determine the relationship of seagrass vegetation density with the rate of sedimentation in the Teluk

Awur and Bandengan waters, Jepara. This reaserch was conducted in June-July 2012. in the Teluk

Awur waters discovered 6 genus such as Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule,

and Syringodium, with an average value of density 198.03 individu/m2. While Bandengan waters was

found 7 genus such as Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea, Halodule, Syringodium and

Halophila, with average value of density 457.1 individu/m2. The results showed that the average

value of sedimentation rate in the Teluk Awur waters 438.74 g/m2/week, while the Bandengan waters

667.42 g/m2/week. The R2 value of relationship between Seagrass density with the sedimentation

rate in the Teluk Awur waters 0.566. While the R2 of Bandengan waters 0.073. The Teluk Awur

waters contain a little lanau sediment so it has a little sedimenation. Bandengan waters contain higher

lanau sediment so it has more sedimentation.

Keywords : density of seagrass;, Sedimentation Rate; Teluk Awur and Bandengan waters Jepara

*) Penulis penanggung jawab

Page 2: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

26

Pendahuluan

Ekosistem lamun merupakan salah

satu ekosistem di laut dangkal yang paling

produktif, karena dapat berperan penting

dalam menunjang kehidupan dan

perkembangan organisme lingkungan.

Tingginya produktivitas lamun tak lepas

dari peranannya sebagai habitat dan

naungan berbagai biota. Akar dan

rhizomanya yang melekat kuat pada

sedimen dapat menstabilkan dan

mengikat sedimen, daun-daunnya dapat

menghambat gerakan arus dan ombak

yang dapat mempengaruhi terjadinya

sedimentasi (Ira, 2011).

Secara ekologi lamun mempunyai

peranan penting, salah satunya sebagai

penangkap sedimen. Pertumbuhan daun

yang lebat dan sistem perakaran yang

padat, maka vegetasi lamun dapat

memperlambat gerakan air yang

disebabkan oleh arus dan ombak serta

menyebabkan perairan di sekitarnya

tenang. Hal ini dapat dikatakan bahwa

komunitas lamun dapat bertindak sebagai

pencegah erosi dan penangkap sedimen

(Azkab, 2000).

Kondisi perairan pantai Teluk Awur

dan Bandengan sangat mendukung untuk

pertumbuhan lamun, karena perairan

pantai tersebut mempunyai kelandaian

pantai yang mendukung. Subtrat dasar

perairan Teluk Awur dan Bandengan

sebagian besar berupa substrat pasir,

pasir berlumpur, dan pecahan karang.

Berdasarkan hasil penelitian kerapatan

lamun di perairan Teluk Awur dan

Bandengan mempunyai kerapatan yang

rendah. Nilai kerapatan lamun di perairan

Teluk Awur sebesar 287,37 individu/m2

sedangkan nilai kerapatan lamun di

perairan Bandengan sebesar 299,41

individu/m2 (Kharismawati 2008).

Sedimentasi sendiri merupakan

suatu proses pengendapan material yang

ditranspor oleh media air, angin, es, atau

gletser di suatu cekungan. Delta yang

terdapat di mulut-mulut sungai adalah

hasil dan proses pengendapan material-

material yang diangkut oleh air sungai,

sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang

terdapat di gurun dan di tepi pantai

adalah pengendapan dari material-

material yang diangkut oleh angin. Proses

tersebut terjadi terus menerus, seperti

batuan hasil pelapukan secara berangsur

diangkut ke tempat lain oleh tenaga air,

angin, dan gletser (Soemarto, 1995 dalam

Alimuddin, 2012).

Sedimentasi di pantai terjadi

melalui erosi sungai, erosi pantai, dan

erosi dasar laut. Proses sedimentasi di

perairan Teluk Awur dan Bandengan dapat

dipengaruhi oleh kerapatan lamun,

kecepatan arus dan komposisi sedimen

dasar. Kedua perairan tersebut memiliki

kondisi morfologi dan karakteristik yang

berbeda dan upaya untuk dibandingkan

pengaruh hubungan kerapatan lamun

dengan laju sedimentasi.

Painter (1976) dalam Alimuddin

(2012) menyebutkan bahwa laju

sedimentasi adalah banyaknya massa

sedimen yang terangkat melalui satu

satuan luas dalam setiap satuan waktu.

Laju pergerakan dan penyebaran sedimen

dalam perairan adalah fungsi dari

karakteristik sedimen-sedimen yang

meliputi ukuran dan densitas, serta

karakteristik dari aliran terutama

kecepatan aliran dan temperatur.

Menurut Soewarno (1991) dalam

Alimuddin (2012), beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi angkutan sedimen

antara lain, ukuran, kerapatan atau

kepadatan, kecepatan jatuh dan porositas.

a. Ukuran Partikel Sedimen

Pengukuran ukuran butiran

tergantung pada jenis bongkahan, untuk

berangkal pengukuran dilakukan secara

langsung, untuk kerikil dan pasir

dilakukan dengan analisa saringan

Page 3: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

27

sedangkan untuk lanau dan lempung

dilakukan dengan analisa sedimen.

b. Berat Spesifik Partikel Sedimen

Berat spesifik adalah berat

sedimen per satuan volume dari bahan

angkutan sedimen.

c. Kecepatan Jatuh

Kecepatan jatuh adalah kecepatan

maksimum yang dicapai oleh suatu

partikel akibat gaya gravitasi. Untuk suatu

ukuran butiran sedimen yang besar, akan

jatuh dengan cepat dan akan lebih sedikit

mendapat tahanan dari air dibandingkan

dengan butiran sedimen yang lebih halus.

Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui tingkat kerapatan lamun,

besar laju sedimentasi, dan hubungan

kerapatan lamun dengan laju sedimentasi

di perairan Teluk Awur dan Bandengan,

Jepara.

Materi dan Metode

Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah padang lamun dan

sedimen yang ada di perairan Teluk Awur

dan Bandengan, Jepara. Data parameter

lingkungan yang diambil berupa

kedalaman, kecerahan, arus (kecepatan

dan arah), temperatur, dan salinitas.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif, dimana menurut Nazir

(2005) metode deskriptif adalah pencarian

fakta dan kemudian menginterpretasikan

dengan tepat. Langkah-langkah penelitian

ini adalah penentuan titik pengambilan

sampel, pengamatan tegakan lamun,

pengambilan contoh sedimen,

pengambilan data parameter lingkungan,

analisa contoh dan analisa data.

a. Penentuan Titik Pengambilan

Sampel

Penentuan lokasi sampling dapat

ditentukan dengan menggunakan metode

sampling purposive method, yaitu

penentuan lokasi sampling dengan

beberapa pertimbangan tertentu oleh

peneliti (Sudjana, 1992). Masing-masing

stasiun dibagi menjadi 3 sub stasiun

untuk pengambilan data kerapatan lamun.

Pada masing-masing sub stasiun dibagi

menjadi 2 titik lokasi pengambilan sampel

sedimen dengan jarak titik pengambilan

sampel adalah ± 50 dan ± 150 meter ke

arah laut untuk pemasangan sedimen

trap. Pengambilan data parameter

lingkungan dilakukan setiap satu minggu

sekali.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

b. Pengamatan Tegakan Lamun

Tegakan lamun dihitung dengan

menggunakan kuadrat transek yang

berukuran 1 meter x 1 meter yang masih

dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak,

berukuran 20 cm x 20 cm. Transek

diletakkan di daerah padang lamun yang

mempunyai kerapatan yang lebat dan

yang jarang agar data dapat terwakili

sehingga data akurat. Untuk caranya

adalah transek kuadrat diletakkan pada

Page 4: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

28

roll meter sepanjang 200 m, yang

dipasang tegak lurus dari pantai dan

dihitung kerapatannya pada tiap jarak 5

meter.

Kerapatan lamun merupakan

jumlah total individu lamun atau tiap jenis

lamun dalam suatu unit area yang diukur.

Dengan rumus Brower et al., (1989)

dalam Syari (2005) :

D = ��

Keterangan :

D : kerapatan jenis

N : jumlah total individu dari jenis

A : luas area total pengambilan contoh

c. Pengambilan Contoh Sedimen

Pengambilan contoh sedimen

dilakukan dengan dua cara, yaitu grab

sampler dan sedimen trap. Grab sampler

digunakan untuk pengambilan contoh

sedimen permukaan, sedangkan sedimen

trap digunakan untuk pengambilan data

laju sedimentasi. Pengambilan data laju

sedimentasi dilakukan dengan

menggunakan pipa PVC yang berukuran

panjang 30 cm dan berdiameter 9,867 cm

(aspek ratio = 3,04). Bagian bawah pipa

PVC ditutup dengan menggunakan dop

pipa ukuran 4 inchi. Pipa dibenamkan

secara tegak lurus di dasar perairan

kemudian diperkuat dengan menggunakan

pemberat semen yang dipadatkan pada

tiap-tiap titik stasiun penelitian selama

satu minggu.

d. Pengambilan Data Parameter

Lingkungan

Data parameter lingkungan yang

diukur pada saat penelitian adalah

salinitas, suhu, kecerahan, kedalaman,

dan arus. Pengambilan data ini dilakukan

secara insitu yaitu pengambilan data

secara langsung di lapangan.

e. Analisis Contoh Sedimen

Analisis contoh sedimen

berdasarkan teksturnya dengan

menggunakan dua cara, yaitu dengan

metode penyaringan (sieve shaker) dan

dengan cara pemipetan. Cara sieve shaker

bertujuan untuk mengetahui komposisi

ukuran butir sedimen dengan diameter

diatas 0,0625 mm. Cara pemipeten

bertujuan untuk mengetahui komposisi

ukuran butir sedimen halus dengan

diameter antara 0,0625 mm sampai

0,0039 mm. selanjutnya dilakukan analisa

statistik, antara lain rata-rata (mean),

pemilahan (sortasi), kepencengan

(skewness), dan keruncingan (kurtosis).

Rumus yang digunakan menurut Selley

(1988) sebagai berikut :

1. Mean (rata-rata)

� = Q16 + Q50 + Q84 3

2. Sortasi

So = �84 – �164 + Q95 – Q5

6,6

3. Skewness

Sk = �84 + �16 − 2�502 ��84 – �16� + �95 + �5 − 2�50

2 ��95 – Q5�

4. Kurtosis

� = �95 – �52,44 �Q75 − Q25�

Dimana : Q5, Q16, Q25, Q50, Q75, Q84

dan Q95 adalah nilai persentase ke 5, 16,

25, 50, 84, dan 95.

f. Metode Penamaan Sedimen

Setelah persentase masing-masing

fraksi sedimen diketahui, kemudian data

tersebut digunakan untuk mengetahui

nama sedimennya. Shepard (1954) dalam

Pettijohn (1975) menjelaskan bahwa

untuk mencari nama jenis sedimen data

persentase kadar sedimen dimasukkan

dalam grafik triangular sebagai berikut:

Page 5: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

29

Gambar 2. Grafik triangular sedimen

(Shepard, 1954 dalam

Pettijohn, 1975).

g. Laju Sedimentasi

Sedimen yang diperoleh

dimasukkan ke dalam kantong plastik dan

diendapkan selama kurang lebih satu

malam. Kemudian dilakukan pemipetan

untuk mengurangi air yang ada dibagian

atas, sedangkan bagian bawahnya

dipindahkan ke atas kertas alumunium foil

yang telah ditimbang, kemudian

dikeringkan di bawah sinar matahari

sesaat. Selanjutnya untuk menghilangkan

kadar airnya maka contoh sedimen

dimasukkan dalam oven pada suhu 100 0C

hingga diperoleh berat kering yang

konstan, lalu dilakukan penimbangan

kembali (Buchanan, 1984 dalam Holme

dan Mc Intyre, 1984).

Perhitungan laju sedimen

menggunakan rumus APHA (1976) dalam

Supriharyono (1990) berikut :

Laju sedimentasi = A-B/luas/minggu

= �� � !"∗$%& �' − (�) gram/m2/minggu

= *� � "∗$%& �' − (�+ kg/m2/minggu

Dimana :

r : jari-jari permukaan sedimen trap

A : berat akhir wadah (alumunium

foil)dan sedimen

B : berat awal wadah (alumunium foil)

h. Pengukuran Arus Perairan

Pengambilan data arus dilakukan

dengan menggunakan bola duga dengan

tali sepanjang 15 meter dan dihanyutkan

di perairan. Waktu yang dibutuhkan bola

duga agar tali mencapai kelurusan dicatat

dengan stopwatch dan digunakan untuk

menentukan besar kecepatan arus di

perairan. Sedangkan arah arus diukur

dengan menggunakan kompas.

Pengukuran ini diasumsikan bahwa gaya

yang bekerja terhadap bola duga hanya

berasal dari arus laut.

Data arus yang diperoleh di

lapangan kemudian dihitung dengan

menggunakan rumus perhitungan arus

English et al., (1994) berikut :

, = -.

Keterangan :

C : kecepatan arus (m/dt)

S : panjang tali (m)

t : waktu (detik)

i. Analisis Regresi

Analisis data regresi digunakan

untuk mengetahui bagaimana variabel

dependen atau kriteria dapat

diprediksikan melalui variabel independen

atau prediktor, secara individual/parsial

ataupun secara bersama-sama. Untuk

mengetahui apakah suatu faktor (x)

berpengaruh terhadap faktor yang diteliti

(y), dalam analisis ini dapat dilihat

besarnya koefisien regresi (R Square / R2)

dalam persamaan Y = a + b X.

Hasil dan Pembahasan

Kerapatan Pengamatan Lamun

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan di stasiun Teluk Awur, peneliti

menemukan 6 genus lamun diantara 7

genus lamun di perairan Jepara. 6 genus

lamun tersebut antara lain : Enhalus,

Thalassia, Thalassodendron, Cymodocea,

Halodule, dan Syringodium. Sedangkan

perairan Bandengan didapatkan 7 genus

lamun, yaitu Enhalus, Thalassia,

Page 6: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Volume

Online di:

Thalassodendron, Cymodocea, Halodule,

Syringodium, dan Halophila.

Nilai kerapatan tertinggi

stasiun A1, A2, A3 didominasi oleh genus

Thalassia dengan nilai 75,78 indi/m

21,88 indi/m2, 29,23 indi/m

pada stasiun B1, B2, B3 ditemukan genus

Thalassodendron dengan nilai 64,5

ind/m2, 80,33 ind/m2, 35,75 ind/m

Perairan Teluk Awur

subtrat pasir yang baik untuk

pertumbuhan Thalassia.

perairan Bandengan memilki subtrat pasir

berlumpur yang baik untuk pertumbuhan

lamun jenis Thalassodendron.

Kiswara (1992), menyatakan bahwa

Thalassia mampu tumbuh baik pada

subtrat lumpur, pasir, dan pacahan

karang. Kiswara (1999)

bahwa Thalassodendron di perairan

Indonesia umumnya tumbuh di subtrat

pecahan karang, pasir dan pasir

berlumpur. Hasil dari pengamatan

kerapatan lamun di kedua perairan

tersebut dapat dilihat pada gambar

gambar 4.

Gambar 3. Grafik rata-rata kerapatan

lamun di stasiun Teluk

Awur (individu/m

0.4

57

5.7

81

4.6

81

.55

0 1.1

0 1.9

21

.88

12

.40 0

10

.4

01020304050607080

En

ha

lus

Th

ala

ssia

Th

ala

sso

de

nd

ron

Cy

mo

do

cea

Ha

lod

ule

Syri

ng

od

ium

Ha

lop

hila

En

ha

lus

Th

ala

ssia

Th

ala

sso

de

nd

ron

Cy

mo

do

cea

Ha

lod

ule

Syri

ng

od

ium

A 1 A 2

Ke

rap

ata

n L

am

un

(in

d/m

2)

Lokasi Penelitian

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

30

Thalassodendron, Cymodocea, Halodule,

kerapatan tertinggidi pada

stasiun A1, A2, A3 didominasi oleh genus

Thalassia dengan nilai 75,78 indi/m2,

, 29,23 indi/m2. Sedangkan

pada stasiun B1, B2, B3 ditemukan genus

Thalassodendron dengan nilai 64,5

, 35,75 ind/m2.

luk Awur mempunyai

subtrat pasir yang baik untuk

pertumbuhan Thalassia. Sedangkan

memilki subtrat pasir

berlumpur yang baik untuk pertumbuhan

lamun jenis Thalassodendron. Menurut

Kiswara (1992), menyatakan bahwa

Thalassia mampu tumbuh baik pada

subtrat lumpur, pasir, dan pacahan

Kiswara (1999) menjelaskan

Thalassodendron di perairan

Indonesia umumnya tumbuh di subtrat

ang, pasir dan pasir

Hasil dari pengamatan

di kedua perairan

dapat dilihat pada gambar 3 dan

rata kerapatan

lamun di stasiun Teluk

Awur (individu/m2).

Gambar 4. Grafik rata

lamun di perairan

Bandengan (individu/m

Perairan Teluk Awur dan

Bandengan memiliki parameter

lingkungan seperti suhu, salinitas,

kedalaman, kecerahan, dan arus.

Parameter lingkungan suhu di perairan

Teluk Awur berkisar antar

sedangkan Bandengan 28

Menurut Hutomo (1997)

Kharismawati (2008)

untuk tumbuhan lamun di perairan tropis

berkisar antara 24 – 35

Parameter salinitas pada perairan

Teluk Awur sekitar 28

perairan Bandengan sekitar 29

parameter salinitas ini sangat

pertumbuhan lamun.

(1992) salinitas yang cocok untuk

pertumbuhan lamun yang optimal berkisar

antara 20 – 35 o/oo.

Parameter kedalaman pada

perairan Teluk Awur sekitar 82

untuk perairan Bandengan sekitar 57

140 cm. Kedalaman tersebut sangat cocok

untuk pertumbuhan lamun karena cahaya

matahari masih bisa menembus, sehingga

kecerahannya bisa mencapai dasar

perairan. Menurut Dahuri (2003) ca

matahari masih bisa menembus perairan

10

.40 3

.85

29

.23

12

.97

.92

0.6

83

.33

0

Syri

ng

od

ium

Ha

lop

hila

En

ha

lus

Th

ala

ssia

Th

ala

sso

de

nd

ron

Cy

mo

do

cea

Ha

lod

ule

Syri

ng

od

ium

Ha

lop

hila

A 3

Lokasi Penelitian

11

.96

2.8

64

.53

4.3

30

.38

0.1

32

.08

0.010.020.030.040.050.060.070.080.090.0

En

ha

lus

Th

ala

ssia

Th

ala

sso

de

nd

ron

Cy

mo

do

cea

Ha

lod

ule

Syri

ng

od

ium

Ha

lop

hila

B 1

Ke

rap

ata

n L

am

un

(in

d/m

2)

Lokasi Penelitian

s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Grafik rata-rata kerapatan

lamun di perairan

Bandengan (individu/m2).

Perairan Teluk Awur dan

Bandengan memiliki parameter

lingkungan seperti suhu, salinitas,

kedalaman, kecerahan, dan arus.

Parameter lingkungan suhu di perairan

Teluk Awur berkisar antara 26 - 30 oC,

sedangkan Bandengan 28 – 31 oC.

Menurut Hutomo (1997) dalam

Kharismawati (2008) temperatur normal

untuk tumbuhan lamun di perairan tropis

35 oC.

Parameter salinitas pada perairan

Teluk Awur sekitar 28 – 35 o/oo dan di

perairan Bandengan sekitar 29 – 34 o/oo,

parameter salinitas ini sangat bagus untuk

pertumbuhan lamun. Menurut Nybakken

(1992) salinitas yang cocok untuk

pertumbuhan lamun yang optimal berkisar

Parameter kedalaman pada

n Teluk Awur sekitar 82 – 148 cm,

untuk perairan Bandengan sekitar 57 –

140 cm. Kedalaman tersebut sangat cocok

untuk pertumbuhan lamun karena cahaya

matahari masih bisa menembus, sehingga

kecerahannya bisa mencapai dasar

perairan. Menurut Dahuri (2003) cahaya

matahari masih bisa menembus perairan

2.0

8

3.5

51

0.7

58

0.3

32

5.5

82

.83 17

.85

0 1.4 9

.95

35

.75 6

30 0 0

Ha

lop

hila

En

ha

lus

Th

ala

ssia

Th

ala

sso

de

nd

ron

Cy

mo

do

cea

Ha

lod

ule

Syri

ng

od

ium

Ha

lop

hila

En

ha

lus

Th

ala

ssia

Th

ala

sso

de

nd

ron

Cy

mo

do

cea

Ha

lod

ule

Syri

ng

od

ium

Ha

lop

hila

B 2 B 3

Lokasi Penelitian

Page 7: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Volume

Online di:

hingga kedalaman 90 meter. Kedalaman

30 meter masih ditemukan adanya

tumbuhan lamun yang mampu hidup

(Hutomo dan Azkab, 1987).

Laju Sedimentasi

Gambar 5. Grafik laju sedimentasi di

perairan Teluk Awur

(g/m2/minggu).

Gambar 6. Grafik laju sedimentasi di

perairan Bandengan

(g/m2/minggu).

Berdasarkan dari hasil penelitian

laju sedimentasi di perairan Teluk Awur

dan Bandengan didapatkan nilai rata

sebesar 438,74 g/m2/minggu

g/m2/minggu. Perbedaan hasil laju

sedimentasi yang terjadi dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

10

57

.26

43

7.0

34

17

.41

35

9.8

36

85

.65

68

8.2

7

32

4.5

13

34

.97

39

7.7

84

17

.41

12

6.9

2 33

2.3

6

43

9.6

54

21

.33

55

2.1

85

01

.15

29

8.3

4 49

7.2

3

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

A 1

.1A

1.2

A 2

.1A

2.2

A 3

.1A

3.2

A 1

.1A

1.2

A 2

.1A

2.2

A 3

.1A

3.2

A 1

.1A

1.2

A 2

.1A

2.2

A 3

.1A

3.2

minggu 1 minggu 2 minggu 3

Laju

Se

dim

en

tasi

(g

/m2

/min

gg

u)

19

4.9

66

85

.65

11

63

.25

12

36

.52

13

28

.12

17

4.0

3

82

0.4

26

03

.21

58

3.5

99

83

.98

57

4.4

32

8.7

9

94

4.7

35

66

.58

66

6.0

27

39

.37

41

.91

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

B 1

.1B

1.2

B 2

.1B

2.2

B 3

.1B

3.2

B 1

.1B

1.2

B 2

.1B

2.2

B 3

.1B

3.2

B 1

.1B

1.2

B 2

.1B

2.2

B 3

.1

minggu 1 minggu 2 minggu 3

Laju

Se

dim

en

tsi (

g/m

2/m

ing

gu

)

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

31

hingga kedalaman 90 meter. Kedalaman

30 meter masih ditemukan adanya

tumbuhan lamun yang mampu hidup

Grafik laju sedimentasi di

perairan Teluk Awur

/minggu).

Grafik laju sedimentasi di

perairan Bandengan

/minggu).

Berdasarkan dari hasil penelitian

laju sedimentasi di perairan Teluk Awur

didapatkan nilai rata-rata

/minggu dan 667,42

. Perbedaan hasil laju

sedimentasi yang terjadi dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain kecepatan arus dan komposisi

sedimen dasarnya.

Menurut Nybakken (1992) arus

dan ukuran partikel merupakan faktor

penting yang mempengaruhi

pengendapan sedimen. Kecepatan arus

yang mempengaruhi sedimentasi di

perairan Teluk Awur dan Bandengan

ratanya sebesar 0,131 m/s

m/s. Blatt (1972) menyatakan bahwa

untuk menggerakkan sedimen dibutuhkan

kecepatan arus yang lebih kuat.

Sedimen dasar merupakan faktor

yang sangat penting dalam

mempengaruhi laju sedimentasi di

perairan. Hasil dari analisa sedimen

menunjukkan kandungan lanau di

perairan Teluk Awur berkisar antara 3,68

– 50,08 % sedangkan di perairan

Bandengan berkisar antara

%. Nilai persentase lanau di perairan

Teluk Awur lebih rendah bila

dibandingkan dengan perairan

Bandengan. Kharismawati (2008)

menjelaskan bahwa sedimen jenis lanau

merupakan sedimen yang mudah teraduk

dan tersuspensi.

Hubungan Kerapatan La

Laju Sedimentasi

Gambar 7. Grafik hubungan kerapatan

lamun dengan laju

sedimentasi di perairan

Teluk Awur.

29

8.3

4 49

7.2

3

15

7.0

22

38

.14 44

4.8

91

80

.57

48

4.1

44

21

.33

71

.97 2

89

.18

44

7.5

13

71

.35

43

.02

22

3.7

5

A 3

.1A

3.2

A 1

.1A

1.2

A 2

.1A

2.2

A 3

.1A

3.2

A 1

.1A

1.2

A 2

.1A

2.2

A 3

.1A

3.2

minggu 3 minggu 4 minggu 5

73

9.3

74

1.9

14

14

.79

85

4.4

44

10

.86

61

6.3

57

7.0

45

03

.77

67

5.1

8

42

2.6

44

21

.33

54

6.9

56

58

.17

63

8.5

41

24

6.9

9

B 2

.2B

3.1

B 3

.2

B 1

.1B

1.2

B 2

.1B

2.2

B 3

.1B

3.2

B 1

.1B

1.2

B 2

.1B

2.2

B 3

.1B

3.2

minggu 3 minggu 4 minggu 5

0

100

200

300

400

500

600

0

Laju

Se

dim

en

tasi

(gr/

m2

/min

gg

u)

Kerapatan Lamun (ind/m2)

s1.undip.ac.id/index.php/jmr

lain kecepatan arus dan komposisi

Menurut Nybakken (1992) arus

dan ukuran partikel merupakan faktor

penting yang mempengaruhi

en. Kecepatan arus

yang mempengaruhi sedimentasi di

dan Bandengan rata-

ratanya sebesar 0,131 m/s dan 0,138

Blatt (1972) menyatakan bahwa

untuk menggerakkan sedimen dibutuhkan

kecepatan arus yang lebih kuat.

Sedimen dasar merupakan faktor

yang sangat penting dalam

mempengaruhi laju sedimentasi di

perairan. Hasil dari analisa sedimen

menunjukkan kandungan lanau di

perairan Teluk Awur berkisar antara 3,68

50,08 % sedangkan di perairan

Bandengan berkisar antara 7,05 – 56,60

%. Nilai persentase lanau di perairan

Teluk Awur lebih rendah bila

dibandingkan dengan perairan

Bandengan. Kharismawati (2008)

menjelaskan bahwa sedimen jenis lanau

merupakan sedimen yang mudah teraduk

Hubungan Kerapatan Lamun dengan

Grafik hubungan kerapatan

lamun dengan laju

sedimentasi di perairan

Teluk Awur.

y = -2.49x + 603.1

R² = 0.566

50 100

Kerapatan Lamun (ind/m2)

Page 8: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

32

y = -0.794x + 788.4

R² = 0.073

0

200

400

600

800

1000

0.0 100.0 200.0 300.0

Laju

Se

dim

en

tasi

(gr/

m2

/min

gg

u)

Kerapatan Lamun (ind/m2)

Gambar 8. Grafik hubungan kerapatan

lamun dengan laju

sedimentasi di perairan

Bandengan.

Hubungan kerapatan lamun

dengan laju sedimentasi di perairan Teluk

Awur selama lima minggu menunjukkan

hubungan yang kuat, karena memiliki nilai

determinasi sebesar 0,566. Nilai

determinasi tersebut dapat mempengaruhi

hubungan kerapatan lamun dengan laju

sedimentasi sebesar 56,6 %. Sedangkan

perairan Bandengan mempunyai

hubungan yang sangat lemah, karena nilai

determinasinya mencapai nilai 0,073. Nilai

determinasi sebesar itu dapat

mempengaruhi hubungan kerapatan

lamun dengan laju sedimentasi sebesar

7,3 %. Hubungan kerapatan lamun

dengan laju sedimentasi menunjukkan

bahwa semakin tinggi kerapatan maka

semakin rendah laju sedimentasinya, hal

tersebut dikarenakan kerapatan lamun

mempengaruhi laju sedimentasi.

Faktor dari luar yang dapat

mempengaruhi kerapatan lamun dengan

laju sedimentasi adalah kecepatan arus,

kerapatan lamun, dan komposisi sedimen

dasar. Kecepatan arus dapat

mempengaruhi hubungan kerapatan

lamun dengan laju sedimentasi. Hal ini

diduga karena bertepatan dengan

terjadinya musim angin muson timur pada

bulan April-Oktober. Menurut Kurniawan

et al., (2011) mengungkapkan bahwa

angin muson timur rata-rata gelombang

tertinggi terjadi pada bulan Juli. Menurut

Azkab (2000) vegetasi lamun yang lebat

dapat memperlambat gerakan air yang

disebabkan oleh arus dan ombak,

sehingga sedimen yang teraduk karena

arus akan mengendap di sekitar lamun.

Dengan demikian, ekosistem padang

lamun dapat bertindak sebagai penangkap

sedimen.

Perairan Teluk Awur memiliki

sedimen dasar lanau dan lempung sebesar

3,68 – 50,08 % dan 0,71 – 11,89 %,

sedangkan perairan Bandengan sebesar

7,05 – 56,60 % dan 1,53 – 11,41 %.

Perairan Teluk Awur juga memiliki

kecepatan arus sekitar 0,062 – 0,220 m/s,

sedangkan perairan Bandengan sebesar

0,080 – 0,211 m/s. perairan Teluk Awur

memiliki nilai sedimentasi yang rendah,

sedangkan perairan Bandengan cukup

tinggi. Kharismawati (2008) menjelaskan

bahwa perairan yang memiliki nilai

sedimen jenis lanau dan lempung lebih

tinggi, maka sedimentasi di perairan

tersebut kanan tinggi. Hal tersebut

dikarenakan jenis sedimen lanau dan

lempung mudah teraduk dan tersuspensi.

Genus lamun yang mendominasi di

perairan Teluk Awur adalah Thallasia.

Menurut Ruswahyuni (2008) menyatakan

bahwa lamun jenis Thallasia termasuk

spesies yang jumlahnya bisa berlimpah

serta memiliki penyebaran luas. Genus

jenis Thallasia mempunyai daun yang

tebal dan lebar, maka lamun tersebut

mampu meredam arus dan menangkap

sedimen (Kharismawati, 2008). Genus

Thallasodendron mempunyai nilai

kerapatan yang paling tinggi di perairan

Bandengan. Menurut Tangke (2010)

Thalassodendron memiliki akar yang

kuat dan berkayu yang mampu mengikat

sedimen dan menstabilkan substrat dasar

perairan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

didapatkan kesimpulan bahwa Kerapatan

lamun di perairan Bandengan lebih tinggi

daripada perairan Teluk Awur. Dengan

Page 9: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

33

nilai kerapatan sebesar 457,1 individu/m2,

dan 198,03 individu/m2. Nilai laju

sedimentasi menunjukan perairan

Bandengan lebih tinggi dibandingkan

perairan Teluk Awur, dengan nilai 438,74

g/m2/minggu, dan 667,42 g/m2/minggu.

Hubungan kerapatan lamun dengan laju

sedimentasi di kedua perairan memiliki

hubungan yang kuat dan sangat lemah,

dengan nilai determinasi sebesar 0,566,

di perairan Teluk Awur dan 0,073 di

perairan Bandengan.

Ucapan Terimakasih

Penulis menyampaikan terimakasih

kepada semua pihak terkait yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan

jurnal ilmiah ini.

Daftar Pustaka

Alimuddin, A. 2012. Pendugaan

Sedimentasi Pada Das Mamasa Di

Kab. Mamasa Propinsi Sulawesi

Barat. [Skripsi]. Fakultas

Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Makassar. 62 hlm.

Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi

Komunitas Lamun. Oseana, Volume

XXV, Nomor 3, 2000 : 9-17.

Blatt, H. 1972. Origin of Sedimentary

Rocks. Prentice Hall, Inc.

Englewood Cliffs. New Jersey. pp.

32-35.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati

Laut Aset Pembangunan

Berkelanjutan Indonesia. Penerbit

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

English, C, Wikinson and V. Baker. 1994.

Survey manual for tropical marine

resours. Australian Institute of

Marine Science. Townsville. 368

pp.

Holme, N.A. and A.D. Mc. Intyre (eds).

1984. Methods for the Study of

Marine Benthos. Second Edition.

Blackwell Scientific Publication.

Oxford. Pp. 41-65.

Hutomo, M. dan Azkab, M.H. 1987.

Peranan Lamun di Lingkungan Laut

Dangkal. Oseana, Volume XII,

Nomor 1 : 13 – 23.

Ira. 2011. Keterkaitan Padang Lamun

Sebagai Pemerangkap Dan

Penghasil Bahan Organik Dengan

Struktur Komunitas

Makrozoobentos Di Perairan Pulau

Barrang Lompo. [Tesis]. Institut

Pertanian Bogor, Bogor. 58 hlm.

Kharismawati, I.N. 2008. Studi Hubungan

Kerapatan Vegetasi Lamun Dengan

Laju Sedimentasi di Perairan Teluk

Awur Dan Bandengan Jepara.

[Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan

Dan Perikanan, Universitas

Diponegoro, Semarang. 65 hlm.

Kiswara, W. 1992. Vegetasi Lamun

(Seagrass) di Rataan Terumbu

Pulau Rari Pulau-Pulau Seribu

Jakarta. Oseanologi No. 25 : 31 –

49.

Kiswara, W. 1999. Pertumbuhan dan

Produksi Daun Lamun

Thalassodendron Ciliatum (Forsk.)

Den Hartog di Pulau Mapor

Kepulauan Riu. [Jurnal]. LIPI,

Jakarta.

Kurniawan, R., M.N. Habibie, Suratno.

2011. Variasi Bulanan Gelombang

Laut di Indoneaia. Puslitbang

BMKG. Jakarta.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia

indonesia. Jakarta. 130 hlm.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut; Suatu

Pendekatan Ekologi. [Penerjemah

Muh. Eidman, Koesoebiono,

Dietrich GB, Malikusworo H,

Sukristijono S]. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta. 562 hlm.

Page 10: Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju

Journal Of Marine Research.

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 25-34

Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

34

Pettijohn, F. J. 1975. Sedimentary

Rocks.harper International.

Singapur.

Ruswahyuni. 2008. Hubungan Antara

Kelimpahan Meiofauna Dengan

Tingkat Kerapatan Lamun Yang

Berbeda Di Perairan Pantai Pulau

Panjang Jepara. Jurnal Saintek

Perikanan Vol.4, No. 1. 35-41.

Selley, R. C. 1988. Applied

Sedimentology. Academic Press.

London. 446 pp.

Sudjana. 1992. Statistik. Tarsito.

Bandung. 508 hlm.

Supriharyono. 1990. Hubungan Tingat

Sedimentasi dengan Hewan

Makrobentos di Perairan Muara

Sungai Moro Demak Kab. Dati II

Jepara. Lembaga Penelitian

Universitas Diponegoro, Semarang.

59 hlm.

Syari, I.A. 2005. Asosiasi Gastropoda di

Ekosistem Padang Lamun Perairan

Pulau Lepar Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung. [Skripsi].

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor,

Bogor. 68 hlm.

Tangke, Umar. 2010. Ekosistem Padang

Lamun (Manfaat, Fungsi dan

Rehabilitasi). Jurnal Ilmiah

Agribisnis dan Perikanan (Agrikan

UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1.

Ternate.