Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ROMANDA MORA TANJUNG 130302018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
ROMANDA MORA TANJUNG 130302018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ROMANDA MORA TANJUNG 130302018
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Romanda Mora Tanjung
NIM : 130302018
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Studi Tutupan dan Kerapatan
Lamun di Pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera
Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, Agustus 2017
Romanda Mora Tanjung NIM. 130302018
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACK
ROMANDA MORA TANJUNG. Study of Cover and Seagrass Density on Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah North Sumatra Province. Guided by PINDI PATANA and AMANATUL FADHILAH.
Seagrass is the only water plant in its lifetime submerged in shallow sea waters, which have leaves, stems, roots and breed vegetatically with rhizomes. The purpose of this research is to know the cover and density of seagrass in Unggeh island. This research was conducted in Unggeh Island, Badiri Sub-district, Central Tapanuli Regency, North Sumatera Province in April-May 2017. The research method used is Purposiv Sampling which is divided into 3 stations. The result of seagrass cover percentage at Station I is 51,70% Station II 50,18% and Station III 42,92% with average 48,29% which belongs to "Medium" category. Seagrass closure results in Enhalus acoroides genes at Station I are 7.00% Station II 9.46% and Station III 3.21 with an average of 6.56%. In the type of Cymodocea serrulata in Station I is 42.00% Station II 40.71% and Station III 41.66% with an average of 39.39%. In the Halodule type pinifolia only found in Station III with the percentage of 5.30% with an average of 1.76%. The result of seaweed density on Enhalus acoroides type at Station I is 35 ind / m2 Station II 42 ind / m2 and Station III 10 ind / m2 with an average of 29 ind / m2. In the type of Cymodocea serrulata at Station I is 364 ind / m2 Station II 331 ind / m2 and Station III 219 ind / m2 with an average of 305 ind / m2. In the type of Halodule pinifolia only found in Station III with a density of 36 ind / m2 with an average of 12 ind / m2. The result of counting on Enhalus acoroides is 0,56 which means uniform, Cymodocea serrulata 0,50 which means Uniform and Halodule pinifolia 1,05 which means to squeeze.
Keywords ; Seagrass, Cover, Density, Pattern of Dissemination, Unggeh Island.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ROMANDA MORA TANJUNG. Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan AMANATUL FADHILAH.
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan air yang seumur hidupnya terendam dalam perairan laut dangkal, yang memiliki daun, batang, akar dan berkembang biak secara vegetatip dengan rimpang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tutupan dan kerapatan lamun yang ada di Pulai Unggeh. Penelitian ini di lakukan di Pulau Unggeh kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara pada bulan April-Mei 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposiv Sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun. Hasil dari persentase tutupan lamun pada Stasiun I adalah 51,70% Stasiun II 50,18% dan Stasiun III 42,92% dengan rata-rata 48,29% yang termasuk kategori “Sedang”. Hasil penutupan lamun pada jeni Enhalus acoroides pada Stasiun I adalah 7,00% Stasiun II 9,46% dan Stasiun III 3,21 dengan rata-rata 6,56%. Pada jenis Cymodocea serrulata di Stasiun I adalah 42,00% Stasiun II 40,71% dan Stasiun III 41,66% dengan rata-rata 39,39%. Pada jenis Halodule pinifolia hanya ditemukan di Stasiun III dengan persentase 5,30% dengan rata-rata 1,76%. Hasil dari kerapatan lamun pada jenis Enhalus acoroides pada Stasiun I adalah 35 ind/m2 Stasiun II 42 ind/m2 dan Stasiun III 10 ind/m2 dengan rata-rata 29 ind/m2. Pada jenis Cymodocea serrulata di Stasiun I adalah 364 ind/m2 Stasiun II 331 ind/m2 dan Stasiun III 219 ind/m2 dengan rata-rata 305 ind/m2. Pada jenis Halodule pinifolia hanya ditemukan di Stasiun III dengan kerapatan 36 ind/m2 dengan rata-rata 12 ind/m2
. Hasil penghitungan pola pemencaran pada Enhalus acoroides adalah -0,56 yang berarti seragam, Cymodocea serrulata 0,50 yang berarti Seragam dan Halodule pinifolia 1,05 yang berarti mengelempok.
Kata Kunci ; Lamun, Tutupan, Kerapatan, Pola Pemencaran, Pulau Unggeh.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pabatu, pada tanggal 17 Februari
1996 dari ayahanda Abdul Wahid Tanjung dan
ibunda Ratna Juita. Penulis merupakan anak kedua
dari dua bersaudara. Penulis memulai jenjang
pendidikan formal di SD 101030 Sibuhuan (tahun
2001-2007). Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP N 1 Barumun (tahun 2007-
2010). Tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA N 2 plus Sipirok
dengan jurusan IPA. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2013 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri
(SNMPTN).
Penulis pernah menjadi asisten Praktikum Planktonologi (T.A 2014/2015),
asisten Praktikum Planktonologi (T.A 2015/2016). Pada bulan Juli-Agustus 2016
penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Karantina Ikan
Penyakit dan Pengendalian Mutu (BKIPM) di Jl.Karantina Kualanamu Lubuk
Pakam, Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telahmemberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikanskripsi dengan judul “Studi Tutupan Dan Kerapatan Lamun Di
Pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara” sebagai tugas
akhir untuk mendapatkan gelar S-1.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada ayanda Abdul Wahid Tanjung dan Ibunda Ratna Juita yang selalu
senantiasa membimbing dan memberikan doa nya kepada penulis selama
mengikuti pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Ibu Dr.
Eri Yusni, M.Scselaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan
2. Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu
Amanatul Fadhilah, S.Pi, M. Si selaku Anggota Komisi Pembimbing.
3. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Pegawai
Tata Usaha yang telah membantu penulis menyelesaikan kuliah.
4. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah beserta
staf dan pegawai yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
5. Seluruh MSP angkatan 2013, terkhusus kepada sahabat-sahabatku Masrian
Fauzan, S.Pi, Muhammad Guntur, S.Pi, Muhammad Mulia Wisesa,
Muhammad Dzikri dan Azwir Siregar.
Universitas Sumatera Utara
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk masyarakat, pembaca dan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya
Perairan.
Medan, Agustus 2017
Penyusun
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ............................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... 1 Rumusan Permasalahan ........................................................................ 2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 2 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Area ............................................................................................. 5 Depenisi Lamun .................................................................................... 6 Komunitas Padang Lamun .................................................................... 7 Distribusi lamun .................................................................................... 8 Fungsi Ekosistem Lamun ...................................................................... 9 Morfologi Lamun .................................................................................. 10 Akar ................................................................................................. 11 Rhizoma dan Batang ....................................................................... 11 Daun ................................................................................................ 11 Jenis-Jenis Lamun ................................................................................. 12 Enhalus ackroides ....................................................................................... 12 Cymodocea serrulata .................................................................................. 12 Cymodocea rotundata ................................................................................. 13 Thalassia hempricii ..................................................................................... 14 Halophila spinulosa .................................................................................... 14
Universitas Sumatera Utara
Halophila minor .......................................................................................... 15 Halophila ovalis .......................................................................................... 15 Halophila decipiens .................................................................................... 16 Halodule pinifolia ....................................................................................... 17 Halodule uninervis ...................................................................................... 17 Syringodium isoetifolium ............................................................................ 18 Thalassodendron ciliatum ........................................................................... 18
Faktor-Faktor Lingkungan .................................................................... 19 Suhu ................................................................................................. 19 Salinitas ............................................................................................ 20 Kecepatan Arus ................................................................................ 20 Kedalaman........................................................................................ 21 Substrat ............................................................................................. 21 Nitrat ................................................................................................ 21 Fosfat ................................................................................................ 22
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 23 Alat dan Bahan ...................................................................................... 24 Prosedur Penelitian................................................................................ 24 Pengamatan Lamun .......................................................................... 24 Pengukuran Kualitas Air .................................................................. 28 Analisis Data ......................................................................................... 29 Menghitung Penentuan Lamun dalam Suatu Kuatdran .................. 29 Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Stasiun ................... 30 Menghitung Penutupan Lamun per Jenis pada Satu Stasiun .......... 30 Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Lokasi/Pulau .......... 31 Kerapatan Lamun ............................................................................ 31 Pola Pemencaran Lamun ................................................................. 32
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ...................................................................................................... 32 Enhalus acoroides ....................................................................................... 32 Cymodocea serrulata .................................................................................. 33 Halodule pinifolia ....................................................................................... 34 Parameter Fisika-Kimia Perairan .......................................................... 35 Tutupan dan Keratapan Lamun ............................................................. 36 Tutupan Lamun Satu Lokaasi/Pulau .............................................. 36 Tutupan Lamun per Jenis pada Satu Lokasi/Pulau ........................ 37 Kerapatan Lamun .................................................................................. 38 Pola Pemencaran ................................................................................... 39 Pembahasan ........................................................................................... 40
Universitas Sumatera Utara
Idebtifikasi Lamun ....................................................................... 40 Parameter Fisika-Kimia Perairan .................................................. 41 Tutupan Lamun ............................................................................. 45 Kerapatan Lamun .......................................................................... 46 Pola Pemencaran ........................................................................... 47
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpuan .......................................................................................... 49 Saran .................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................... 3
2. Bagian-bagian lamun secara morfologi ........................................ .... 9
3. Enhalus acoroides ......................................................................... .... 11
4. Cymodocea serrulata .................................................................... .... 12
5. Cymodocea rotundata ................................................................... .... 12
6. Thalassia hempricii ....................................................................... .... 13
7. Halophila spinulosa ...................................................................... .... 14
8. Halophila minor ............................................................................ .... 14
9. Halophila ovalis ................................................................................. 15
10. Halophila decipiens ........................................................................... 15
11. Halodule pinifolia .............................................................................. 16
12. Halodule uninervis ............................................................................. 17
13. Syringodium isoetifolium ................................................................... 17
14. Thalassodendron ciliatum .................................................................. 18
15. Lokasi Penelitian ................................................................................ 23
16. Skema Transek Kuatdran di Pudang Lamun ..................................... 25
17. Foto Lokasi Stasiun I ......................................................................... 25
18. Foto Lokasi Stasiun II ........................................................................ 26
19. Foto Lokasi Stasiun III ....................................................................... 27
20. Foto Lokasi Stasiun IV ...................................................................... 27
Universitas Sumatera Utara
21. a), Morfologi Enhalus acoroidesb), Bentuk Buah dan Daun c), Petak Transek
pada Pengambilan Data Enhalus acoroides ....................................... 33
22. a), Morfologi Cymodocea serrulata b), Bentuk Buah dan Daun c), Petak
Transek pada Pengambilan Data Cymodocea serrulata .................... 34
23. a), Morfologi Halodule pinifolia b), Bentuk Buah dan Daun c), Petak
Transek pada Pengambilan Data Halodule pinifolia ....................... 35
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Air Perairan............................. 29
2. Penilaian Penutupan Lamun .............................................................. 30
3. Kategori Tumbuhan Lamun ............................................................... 31
4. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia Air ................................................. 36
5. Hasil Persentase Tutupan Lamun ....................................................... 37
6. Hasil Tutupan Lamun per Jenis ......................................................... 38
7. Hasil dari Kerapatan Lamun .............................................................. 40
8. Hasil Perhitungan Pola Pemencaran .................................................. 41
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Alat dan Bahan .................................................................................... 54
2. Langkah Kerja ..................................................................................... 58
3. Analisis Data Penutupan dan Kerapatan Lamun ................................. 61
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULAN
Latar Belakang
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup
terendam di dalam laut serta beradaptasi secara penuh di perairan yang
salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air (Hartog, 1970).
Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pendukung utama di wilayah
pesisir yang pada umumnya terdapat di daerah tropis. Tingginya produksi primer
dan struktur habitat yang kompleks pada ekosistem ini mendukung kehidupan
biota-biota bentik maupun pelagis yang hidup di ekosistem ini ataupun
disekelilingnya (Kikuchi, 1966).
Padang lamun memilki berbagai peranan dalam kehidupan ikan dimana
padang lamun dapat dijadikan daerah asuhan (nursery ground), sebagai tempat
mencari makan (feeding ground), dan daerah untuk mencari perlindungan. Untuk
spesies lamunnya sendiri dapat merupakan makanan langsung bagi ikan (Bengen,
2001).Salah satu fungsi fisik padang lamun adalah sebagai peredam gelombang
alami di wilayah pesisir, sehingga dapat menciptakan lingkungan laut yang tenang
dan teduh yang sangat disukai oleh berbagai jenis organisme laut, khususnya ikan
(Danovaro dkk., 2002). Selain itu, juga sebagai jasa pengaturan dimana
ekosistem lamun dapat menyerap karbon dan sebagai penjernih perairan
(Arkam dkk., 2015).
Pulau Unggeh merupakan Pulau yang berada di wilayah Kecamatan
Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah yang merupakan daerah yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
hamparan padang lamun yang luas. Ekosistem yang ada di Pulau Unggeh tidak
hanya ekosistem lamun, melainkan ada ekosistem terumbu karang dan ekosistem
mangrove. Selain terumbu karang dan mangrove,ekosistem padang lamun adalah
penunjang bagi kehidupan laut dangkal,jika ekosistem ini rusak maka
produktivitas perairan akan menurun (Wicaksono dkk., 2012). Kegiatan
pemantauan ekosistem lamun untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun di pulau
unggeh sangatlah perlu, dikarenakan salah satu upaya untuk menjaga
ketersediaannya sebagai habitat banyak biota.
Padang lamun memiliki peranan penting di perairan laut dangkal, sehingga
kelestariannya perlu dijaga. Lamun juga sangat penting bagi keseimbangan
ekosistem karena merupakan penghubung dari ekosistem mangrove ke ekosistem
terumbu karang. Ekosistem lamun juga berperan penting bagi banyak biota laut
lainnya, anatra lain untuk memijah, mencari makan, bertempat tinggal dan sebagai
daerah asuhan bagi larva ikan, udang dan kepiting. Maka dari itu sangat perlunya
di lakukan pemantauan ekosistem lamun yang berada di Pulau Unggeh.
Perumusan Masalah
Padang lamun berfungsi sebagai tempat tinggal banyak biota laut, secara
fungsi ekologis padang lamun umumnya digunakan biota untuk tempat mencari
makan, memijah dan bertahan hidup, akan tetapi perlu dilakukan pemantauan
secara bertahap untuk melihat kondisi padang lamun. Data dari pemantauan
lamun juga sangat perlu bagi pengembang konservasi khususnya pada bagian
konservasi wilayah pesisir. Untuk pemantauan padang lamun di dapat rumusan
masalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Berapa persentase tutupan lamun di Pulau Unggeh, Tapanuli Tengah ?
2. Bagaimana kerapatan lamun di Pulau Unggeh, Tapanuli Tengah ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui persentase tutupan lamun di Pulau Unggeh, Tapanuli Tengah.
2. Mengetahui kerapatan lamun di Pulau Unggeh, Tapanuli Tengah.
Manfaat Penelitian
Maanfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengolahan
lingkungan pesisir khususnya padang lamun dan sebagai referensi dalam bidang
pengolahan lingkungan pesisir. Dan juga sebagai bahan referensi untuk
melakukan penelitian lebih lanjut terhadap ekosistem padang lamun.
Kerangka Pemikiran
Secara umum komunitas padang lamun mudah di pengaruhi oleh banyak
faktor-faktor yang merupakan hasil dari kegiatan manusia di Pulau Unggeh. Ada
tiga ekosistem yang ada pada Pulau Unggeh yakni ekosistem terumbu karang,
ekosistem lamun dan ekosistem mangrove. Pada ekosistem lamun akan di lakukan
nya pemantauan terhadap kondisi ekosistem lamun tersebut. Pemnatauan tersebut
bertujuan untuk mendapatkan data tutupan dan kerapatan lamun. Setelah data
tutupan dan kerapatan lamun tersebut diperoleh, maka akan dilakukannya strategi
pengelolaan ekosistem lamun. Kerangka pemikiran dapat di lihat pada gambar 1.
Ekosistem Pesisir Pulau Unggeh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Daerah
Terumbu Karang Lamun Mangrove
Pemantauan Padang Lamun
Persentase Tutupan Kerapatan
Pengelolaan Padang Lamun
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu salah satu daerah
pesisir di pantai barat Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara. Luas
wilayahnya 2194, 98 km2 dengan garis pantai menghadap Samudera Hindia
sepanjang ± 219 km. Batas‐batas wilayah Tapanuli Tengah diantaranya: sebelah
Utara berbatasan dengan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah Selatan
berbatasan dengan Tapanuli Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Tapanuli
Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten
Tapanuli Tengah memiliki 20 Kecamatan yang berada pada wilayah seluas
2.194,98 km2. Wilayah kabupaten ini sebagian besar merupakan merupakan
pegunungan yang menjadi bagian dari bukit barisan, kawasan pesisir dan
kepulauan dengan ketinggian antara 0‐ 1.266 m di atas permukaan laut. Terdapat
11 Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan dua diantaranya merupakan
lokasi COREMAP II, yaitu Kecamatan Badiri dan Kecamatan Tapian Nauli
(CRITC-COREMAP II, 2009).
Pulau Unggeh terletak sekitar 11 mil dari daratan sumatera dan merupakan
sebuah pulau yang ditumbuhi beragam flora seperti kelapa, semak belukar, pohon
ketaping serta beberapa jenis kayu lainya. Konstur pulau, pulau daratan rendah
dengan sedikit perbukitan pada arah barat. Pada bagian barat dan selatan terdapat
pantai berbatu, sedangkan bagian utara dan timur sebagai pantai berpasir. Paparan
dasar laut sebelah selatan, barat dan utara landai dengan dasar berpasir dan di
tumbuhi terumbu karang. Sedangkan sebelah timur curam dengan laut yang
dalam. Pada bagian barat pulau di temukan sedikit ekosistem mangrove. Kondisi
pantai berpasir, dasar perairan yang landai dan tidak dalam serta kondisi terumbu
karang yang masih baik dengan ikan karang dan ikan hias nya, menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
pulai ini potensial dikembangkan menjadi objek ekowisata bahari (COREMAP II,
2008).
Defenisi Lamun
Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup
dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun, bunga
dan buah dan berkembang biak secara generatif (penyerbukan bunga) dan
vegetatif (pertumbuhan tunas) (KEPMEN-LH, 2004).
Ekosistem padang lamun di Indonesia sering di jumpai di daerah pasang
surut bawah (inner intertidal) dan subtidal atas (upper subtidal). Dilihat dari pola
zonasi lamun secara horizontal, ekosistem lamun terletak diantara dua ekosistem
penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Ekosistem
lamun sangat berhubungan erat dan berinteraksi serta sebagai mata rantai (link)
dan sebagai penyangga (buffer) dengan mangrove di pantai dan terumbu karang
ke arah laut (Harpiansyah dkk., 2014).
Ekosistem lamun memiliki produktivitas primer dan sekunder dengan
dukungan yang besar terhadap kelimpahan dan keragaman ikan. Ekosistem lamun
juga merupakan sumberdaya pesisir yang memiliki peran sangat besar dalam
penyediaan jasa lingkungan. Peran tersebut dapat dilihat dari sisi ekologi maupun
dari sisi sosial yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dan mata pencaharian
masyarakat pesisir (Gilanders, 2006).
Padang lamun merupakan bentangan tetumbuhan berbiji tunggal
(monokotil) dari kelas Angiospermae. Lamun adalah tumbuhan air yang berbunga
(spermatophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut,
Universitas Sumatera Utara
berpembuluh, berdaun, berimpang, dan berakar. Hidup terbentang pada
kedalaman 0,5-20 meter, kemudian terumbu karang. Lamun mempunyai akar
rimpang, daun, bunga dan buah. Secara ekologis, lamun mempunyai beberapa
fungsi penting. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal
diseluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme
(Terrados, 2003).
Komunitas Padang Lamun
Satu jenis lamun atau beberapa jenis lamun umumnya membentuk
hamparan luas yang disebut Komunitas Padang Lamun. Kemudian, komunitas
padang lamun berinteraksi dengan biota yang hidup didalamnya dan dengan
lingkungan sekitarnya membentuk Ekosistem Padang Lamun. Beberapa jenis
biota yang hidup di padang lamun adalah ikan baronang, rajungan, berbagai jenis
karang, dsb. Adapun lingkungan sekitar padang lamun termasuk lingkungan
perairan, substrat di dasar perairan seperti pasir dan lumpur, dan udara
(COREMAP-LIPI, 2014).
Terdapat 12 jenis lamun di Indonesia, tergolong ke dalam dua suku yaitu
Hydrocharitaceae dan Cymodoceaceae/Potamogetonaceae, lamun termasuk ke 5
dalam divisi Magnoliophyta dan merupakan kelas Angiospermae, klasifikasi jenis
lamun di Indonesia. Sebagian besar lamun berumah dua, yang artinya hanya
terdapat satu jantan dan satu betina saja dalam satu individu. Sistem
perkembangbiakannya tergolong khas karena melalui penyerbukan dalam air
(hydrophillous pollination) (Kawaroe, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mukai (1987) dalam Moosa dan Aswandy (1999), padang lamun
merupakan salah satu ekosistem perairan pantai yang sangat penting, baik secara
fisik maupun biologis, karena selain memiliki produktifitas primer tinggi, pendaur
zat hara, tempat untuk mencari makan (feeding ground), berpijah (spawning
ground), pembesar-an (nursery ground) dan berlindung (shelter) berbagai biota
laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.),
ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia
sp.) dan cacing (Polichaeta) (Fortes, 1989).
Distribusi Lamun
Di seluruh dunia lamun telah ditemukan 4 Famili dan 60 jenis lamun, 2
famili diantaranya ditemukan di Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan
Potamogetonaceae dan 13 jenis diantaranya di temukan di Indonesia tetapi yang
tercatat 12 jenis. Dari 12 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia 10 jenis
di temukan di kawasan Pulau Bintan, Kepulauan Riau, (Nainggolan, 2011). Pola
sebaran lamun sangat bergantung pada letak geografis dimana padang lamun
berada, biasanya letak geografi dan bentuk topografi pantai yang berbeda kondisi
hidrologi dan geologi juga berbeda pula sehingga dapat mempengaruhi kondisi
sebaran lamun. Lamun dalam populasi tersebar melalui tiga pola yaitu acak,
seragam dan mengelompok (Harpiansyah dkk., 2014).
Penyebaran padang lamun di Indonesia cukup luas, mencakup hampir
seluruh perairan nusantara yakni Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Lamun dapat tumbuh pada daerah
perairan dangkal yang agak berpasir atau berlumpur dan masih dapat dijumpai
Universitas Sumatera Utara
sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang masih baik (Hemminga
dan Duarte, 2000).
Fungsi Ekosistem Lamun
Fungsi utama ekosistem lamun dapat memberikan nutrisi terhadap biota
yang berada diperairan sekitarnya. Ekosistem lamun merupakan produsen primer
dalam rantai makanan di perairan laut dengan produktivitas primer berkisar antara
900-4650 gr/m2/tahun. Pertumbuhan, morfologi, kelimpahan dan produktivitas
primer lamun pada suatu perairan umumnya ditentukan oleh ketersediaan zat hara
fosfat, nitrat dan ammonium (Green dan Short, 2003).
Berbagai jenis ikan menjadikan daerah padang lamun sebagai daerah
mencari makan (feeding ground), pengasuhan larva (nursery ground), tempat
memijah (spawning ground), sebagai stabilitas dan penahan sedimen, mengurangi
dan memperlambat pergerakan gelombang, sebagai tempat terjadinya siklus
nutrien (Philllips dan Menez, 1988),
Mengacu pada fungsi ekologis yang begitu besar, disertai pula dengan
fungsi ekonomisnya yang tinggi, maka padang lamun mampu menunjang
perekonomian lokal maupun nasional. Padang lamun merupakan tempat
pertumbuhan bagi ikan-ikan komersial, seperti udang Penaeus, ikan baronang dan
jenis kerang yang harganya mahal (Poedjirahajoe dkk., 2013).
Padang Lamun merupakan salah satu ekosistem yang berada di perairan
pesisir yang memiliki produktivitas tertinggi setelah Terumbu Karang. Tingginya
produktivitas Lamun tak lepas dari peranannya sebagai habitat dan naungan
berbagai biota. Di daerah Padang Lamun hidup berbagai jenis biota laut seperti
Universitas Sumatera Utara
Ikan, Krustasea, Moluska, dan Ekhinodermata. Mareka membentuk jaring - jaring
makanan yang sangat kompleks (Ira dkk., 2013).
Padang lamun merupakan ekosistem laut dangkal yang didominasi oleh
vegetasi lamun. Ekosistem padang lamun memiliki peran penting dalam ekologi
kawasan pesisir, karena menjadi habitat berbagai biota laut termasuk menjadi
tempat mencari makan (feeding ground) bagi penyu hijau, dugong, ikan,
echinodermata dan gastropoda (Bortone, 2000). Peran lain adalah menjadi
barrier (penghalang) bagi ekosistem terumbu karang dari ancaman sedimentasi
yang berasal dari daratan (Poedjirahajoe dkk., 2013).
Morfologi Lamun
Secara morfologis, tumbuhan lamun mempunyai bentuk yang hampir
sama, terdiri atas: akar, batang, dan daun. Daun pada lamun umumnya
memanjang, kecuali jenis Halophila memiliki bentuk daun lonjong (Tuwo, 2011)
Gambar 2. Bagian-Bagian Lamun Secara Morfologi (Waycott dkk., 2004)
1. Akar
Universitas Sumatera Utara
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antar jenis
lamun yang dapat digunakan dalam kajian taksonomi lamun. Akar pada beberapa
jenis seperti Halophila dan Halodule memiliki karateristik tipis (fragile) seperti
rambut, sedangkan jenis Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu
dengan sel epidermal. Akar pada lamun memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh
endodermis. Stele mengandung phloem atau jaringan transport nutrien, dan xylem
atau jaringan yang menyalurkan air (Tuwo, 2011).
2. Rhizoma dan Batang
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi
tergantung dari susunan di dalam stele masing-masing lamunnya. Rhizoma
seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan
memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif (merupakan hal yang
penting untuk penyebaran dan pembibitan lamun). Volume rhizoma merupakan
60-80% dari biomasa lamun (Tuwo, 2011).
3. Daun
Daun lamun berkembang dari meristem basal yang terletak pada rhizoma
dan percabangannya. Secara morfologi daun pada lamun memiliki bentuk yang
hampir sama secara umum, dimana jenis lamun memiliki morfologi khusus dan
bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Daun lamun
mudah dikenali dari bentuk daun, ujung daun dan ada tidaknya ligula (lidah daun)
(Tuwo, 2011).
Jenis-Jenis Lamun
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Enhalus acoroides
Enhalus acoroides merupakan tanaman yang kuat, yang memiliki daun
yang panjang dengan permukaan yang halus dan memiliki rhizoma yang tebal.
Terdapat bunga yang besar dari bawah daun. Lamun ini di temukan sepanjang
Indo-Pasifik barat di daerah tropis (Waycott dkk., 2004).
Gambar 3. Enhalus acoroides (KEPMEN-LH, 2004)
2. Cymodocea serrulata
Cymodocea serrulata memiliki daun berbentuk selempang yang
melengkung dengan bagian pangkal menyempit dan ke arah ujung agak melebar.
Ujung daun yang bergerigi memiliki warna hijau atau orange pada rhizoma
(Waycott dkk., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Cymodocea serrulata(KEPMEN-LH, 2004).
3. Cymodocea rotundata
Cymodocea rotundata memiliki kantong daun yang tertutup penuh dengan
daun muda, kadang-kadang berwarna gelap, daun biasanya muncul dari vertical
stem, ujung yang halus dan bulat. Bijinya berwarna gelap dengan punggung yang
menonjol. Lamun ini di temukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat di daerah tropis
(Waycott dkk., 2004).
Gambar 5. Cymodocea rotundata (KEPMEN-LH, 2004).
Universitas Sumatera Utara
4. Thalassia hempricii
Thalassia hempricii memiliki bentuk daun seperti selendang (strap-like)
yang muncul dari stem yang tegak lurus dan penutup penuh oleh sarung daun (leaf
sheath). Ujung daun tumpul dan bergerigi tajam. Rhizoma tebal dengan node scar
yang jelas, biasanya berbentuk segitiga dengan Ieaf sheath yang keras(Waycott
dkk., 2004).
Gambar 6. Thalassia hempricii(KEPMEN-LH, 2004).
5. Halophila spinulosa
Halophila spinulosa memiliki struktur daun yang berpasangan dan sejajar
dalam satu tegakan. Setiap pinggiran daun bergerigi. Ditemukan di Australis
bagian utara, daerah Malaysia dan sepanjang daerah tropis (Waycott dkk., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Halophila spinulosa (KEPMEN-LH, 2004).
6. Halophila minor
Halophila minor memiliki daun berbentuk bulat panjang. Panjang daun
0,5-1,5 cm. Pasangan daun dengan tegakan pendek (Hartog, 1970).
Gambar 8. Halophila minor (KEPMEN-LH, 2004).
7. Halophila ovalis
Halophila ovalis memiliki daun yang berbentuk seperti dayung dengan
pembagian yang bervariasi. Pada pinggiran daun halus. Terdapat sepasang daun
pada petiole yang muncul secara langsung dari rhizoma. Daun kadang-kadang
Universitas Sumatera Utara
memiliki titik-titik merah dekat bagian tengah vein.Lamun ini di temukan di
sepanjang Indo-Pasifik Barat sampai ke daerah temperatur Australia (Waycott
dkk., 2004).
Gambar 9. Halophila ovalis (KEPMEN-LH, 2004).
8. Halophila decipiens
Halophila decipiens memiliki daun yang berbentuk seperti dayung dan
seluruh tepi daun bergerigi. Terdapat sepasang petiole secara langsung dari
rhizoma. Ditemukan sepanjang daerah tropis dan subtropis (Waycott dkk., 2004).
Gambar 10. Halophila decipiens (KEPMEN-LH, 2004).
9. Halodule pinifolia
Universitas Sumatera Utara
Halodule pinifolia merupakan species terkecil dari genus Halodule.
Bentuk daun lurus dan tipis. Biasanya pada bagian tengah ujung daun robek.
Lamun ditemukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat di daerah tropis dan sangat
umum di daerah intertidal (Hartog, 1970).
Gambar 11. Halodule pinifolia(KEPMEN-LH, 2004).
10. Halodule uninervis
Halodule uninervis memiliki ujung daun yang berbentuk trisula dan
runcing, terdiri dari 1-3 urat halus yang jelas kelihatan, memiliki sarung serat dan
rhizoma biasanya berwarna putih dengan serat-serat berwarna hitam kecil pada
nodes-nya. Lebar dan panjang daunnya masing-masing 0.2 – 4 mm dan 5 – 25 cm.
(Waycott dkk., 2004).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 12. Halodule uninervis(KEPMEN-LH, 2004).
11.Syringodium isoetifolium
Syringodium isoetifolium memiliki bentuk daun yang silinder dan terdapat
rongga udara di dalamnya. Daun dapat mengapung di permukaan dengan mudah.
Ditemukan di Indo-Pasifik Barat di seluruh daerah tropis (Waycott dkk., 2004).
Gambar 13.Syringodium isoetifolium (KEPMEN-LH, 2004).
12.Thalassodendron ciliatum
Thalassodendron ciliatum memiliki daun yang berbentuk sabit. Rhizoma
sangat keras dan berkayu. Terdapat bekas-bekas goresan di antara rhizoma dan
tunas. . Lebar dan panjang daunnya masing-masing 0.2 – 4 mm dan 5 – 25 cm. Di
temukan di Indo-Pasifik barat di seluruh daerah tropis (Hartog, 1970).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14. Thalassodendron ciliatum (KEPMEN-LH, 2004).
Faktor-faktor Lingkungan
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap kehidupan
lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan
kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30°C, fotosintesis bersih akan
meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat
dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C
(Hutomo, 1999).
Kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan lamun dan epifit adalah 15-30°C.
Apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal tersebut, maka kemampuan
lamun dalam proses fotosintesis akan menurun dengan drastis pula (Dahuri dkk.,
2001).
Universitas Sumatera Utara
2. Salinitas
Hutomo (1999) menjelaskan bahwa lamun memiliki kemampuan toleransi
yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang
lebar yaitu 10-40‰. Nilai salinitas yang optimum untuk lamun adalah 35‰.
Walaupun spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda,
namun sebagian besar memiliki kisaran yang besar terhadap salinitas yaitu antara
10-30 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis
(Dahuri, 2001).
Salinitas adalah total kosentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan.
Salinitas dinyatakan dalam satuan ppt (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya
kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ -
40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air
tawar dari sungai (Effendi, 2003).
3. Kecepatan Arus
Pada padang lamun, kecepatan arus mempunyai pengaruh yang sangat
nyata. Produktivitas padang lamun tampak dari pengaruh keadaan kecepatan arus
perairan, dimana mempunyai kemampuan maksimum menghasilkan “standing
crop” pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/det (Dahuri, 2001).
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan
oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air laut dan dapat pula
disebabkan oleh gerakan gelombang yang panjang. Arus yang disebabkan oleh
pasang surut biasanya lebih banyak diamati di perairan pantai terutama pada selat
yang sempit dengan kisaran pasang surut yang tinggi (Hutabarat dan Evans,
1985).
Universitas Sumatera Utara
4. Kedalaman
Kedalaman perairan membatasi penyebaran dan pertumbuhan lamun.
Kedalaman yang masih dapat ditembus oleh cahaya menjadi tempat yang baik
untuk pertumbuhan lamun terkait proses fotosintesis. Selain itu kedalaman terkait
dengan ketergenangan lamun dalam air pada saat surut terendah. Sebaran lamun
dapat mencapai kedalaman 40 meter (Kiswara, 2004).
5. Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia
padang lamun dikelompokkan kedalam enam kategori berdasarkan karakteristik
tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir,
pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara, 1992).
Padang lamun dapat hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari
lumpur, sampai substrat yang terdiri dari 40% endapan lumpur dan fnemud.
Substart memiliki peranan yang sangat penting bagi lamun, yaitu sebagai
pelindung dari pengaruh arus air laut dan tempat pengolahan serta pemasok
nutrien bagi lamun (Dahuri, 2003).
6. Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien bagi pertumbuhan lamun. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat
stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di
perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan
nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Nitrat dapat digunakan
untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligtrofik memiliki
kadar nitrat antara 0 – 5 mg/L, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1
Universitas Sumatera Utara
– 5 mg/L, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5 – 50
mg/L ( Effendi, 2003).
7. Fosfat
Salah satu unsur penting sebagai makro nutrien adalah fosfor. Studi
mengenai transformasi, pertukaran dan dinamika dari unsur fosfor diketahui
sangat penting dalam membicarakan persediaan untuk keperluan organisme yang
hidup di laut. Sumber utama unsur fosfor di laut berasal dari endapan terestrial
yang mengalami erosi dan pupuk pertanian yang dibawah oleh aliran sungai.
Disamping hal tersebut fosfor dalam lingkungan laut juga mengalami siklus yang
meliputi interaksi antara suatu organisme dengan organisme yang lain dan antara
organisme dengan lingkungannya. Siklus fosfor mempertahankan fosfor bagi
organisme. Hal ini penting pada lingkungan laut yang jauh dari daerah pantai,
karena tidak adanya sumber utama fosfor yang di bawa oleh aliran sungai (Horax,
1998).
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada April 2017, bertempat di Pulau Unggeh
Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara, berada
pada titik koordinat secara umum antara 1ᴼ34′23″ - 1ᴼ34′37″ LU dan 98ᴼ45′26″ -
98ᴼ45′42″ BT. Identifikasi jenis lamun dilakukan dilapangan dengan panduan
buku Indeltipikasi COREMAP-LIPI (2014). Analisis Sampel substrat dilakukan
di Balai Riset Standarisasi Nasional, Medan, Sumatera Utara. Analisis kualitas air
di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)
kelas I, Medan, Sumatera Utara. Foto lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
15.
Gambar 15. Lokasi Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pH meter, termometer, DO
meter, refraktometer, bola duga, Underwater Camera, Global Position System
(GPS), Sstopwatch, spidol, rol meter, Secchi Disk, buku identifikasi lamun
(COREMAP-LIPI, 2004), tongkat berkala, transek 50x50 cm dan meteran 100 m
dan kertas kalkir.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Software Microsoft
Excel, kantong plastik, botol plastik 300 ml, kertas label, sampel lamun, sampel
substrat dan sampel air.
Prosedur Penelitian
Pengamatan Lamun
Lokasi Penelitian dan Pengambilan sampel berada di Pulau Unggeh,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan
dalam penentuan lokasi adalah purposive sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun
yang berada pada pesisir pulau.
Pengambilan data setiap stasiun dilakukan pada tiga transek dengan
panjang masing-masing 100 m dan interpal anatara satu transek ke transek lain
yaitu 50 m sehingga total luasnya 100x100 m2. Kotak Transek 50x50 cm
diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak satu kotak transek dengan yang lain
nya adalah 10 m sehingga, total kotak transek setiap transek 100 m adalah 11
kotak transek . Titik awal transek diletakan pada pertama kali lamun dijumpai dari
arah pantai menuju laut. Untuk skema transek lamun dapat dilihat pada Gambar
16.
Universitas Sumatera Utara
100 m
50 cm
25 cm 25 cm 50 cm
10 m 25 cm 25 cm
0 m
50 m 50 m
Gambar 16. Skema Transek Kuadrat di Padang Lamun
Stasiun I
Stasiun ini merupakan daerah yang berjarak sekitar 200 m dari dermaga.
Stasiun I berada pada titik koordinat 01ᴼ34′26.88″ LU dan 098ᴼ45′40.25″ BT.
Foto stasiun I dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Foto Lokasi Stasiun I
Universitas Sumatera Utara
Stasiun II
Stasiun ini berjarak sekitar 50 m dari dermaga. Stasiun II berada pada titik
koordinat 01ᴼ34′32.71″ LU dan 098ᴼ45′37.58″ BT. Foto stasiun II bisa di lihat
pada Gambar 18.
Gambar 18. Foto Lokasi Stasiun II
Stasiun III
Stasiun ini berada sekitar 150 m dari dermaga dan sudah ditemukan
terumbu karang. Lokasi ini berada pada titik koordinat 01ᴼ34′24.22″ LU dan
098ᴼ45′36.06″ BT. Foto Stasiun III bisa di lihat pada Gambar 19.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 19. Foto Lokasi Stasiun III
Pengukuran Kualitas Air
Pengambilan data kualitas air dilakukan hanya sekali sebelum transek
lamun dilakukan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan masing-masing
peralatan yang telah dipersiapkan. Pengambilan sampel air dan substrat dilakukan
ditransek ke dua yang merupakan titik tengah dari tiga transek pada satu stasiun.
Pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter Satuan Alat Tempat Analisis
Fisika Suhu 0
Kedalaman cm Tongkat Berskala In situ C Termometer In situ
Kecerahan % Secchi disk In situ Substrat - - Ex situ Arus m/det Bola Duga In situ Kimia pH - pH meter In situ DO ppt DO meter In situ Salinitas ppt Refraktometer In situ Nitrat ppt - Ex situ Fosfat ppt - Ex situ
Universitas Sumatera Utara
Analisis Data
Menghitung Penentuan Lamun dalam Suatu Kuatdran
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara penghitungan lamun dalam suatu
kuadrat adalah menjumlah nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam
kuadrat yang membaginya dengan jumlah kotak kecil, yaitu 4 kotak. Perhitungan
ini menggunakan rumus dan perhitungan dalam tabel Microsoft excel. Penilaian
penutupan lamun dapat dilihat pada Tabel 2. Rumus menghitung persentase
tutupan lamun dalam kotak kecil penyusunan kuatdran adalah sebagai berikut:
Jumlah Nilai Penutupan Lamun (4 kotak) Penutupan Lamun = 4
Tabel 2. Penilaian Penutupan Lamun
Kategori Nilai Penutupan Lamun
Tutupan Penuh 100 Tutupan ¾ Kotak Kecil 75 Tutupan ½ Kotak Kecil 50 Tutupan ¼ Kotak Kecil 25 Kosong 0 Sumber : COREMAP-LIPI (2014).
Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Stasiun
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara menhitung rata-rata penutupan
lamun per stasiun adalah menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada
seluruh transek didalam satu stasiun. Kemudian dibagi dengan jumlah kuadrat
Universitas Sumatera Utara
pada stasiun tersebut. Perhitungan penutupan lamun perjenis suatu stasiun
menggunakan Microsoft Excel menggunakan rumus:
Jumlah Penutupan Lamun pada Seluruh Transek
Rata-Rata Penutupan Lamun (%) = Jumlah Kuadrat seluruh transek
Menghitung Penutupan Lamun per Jenis pada Satu Stasiun
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara menghitung penutupan lamun per
jenis pada suatu stasiun adalah menjumlah nilai persentase penutupan setiap jenis
lamun pada seriap kuadrat seluruh transek dan membaginya dengan jumlah
kuadrat pada stasiun tersebut. Penghitungan penutupan lamun per jenis pada satu
stasiun menggunakan Microsoft Excel menggunakan rumus:
Jumlah Nilai Penutupan setiap Jenis Lamun pada Seluruh Kuadrat
Rata-Rata Nilai Dominasi Lamun (%) = Jumlah Kuadrat Seluruh Transek
Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Lokasi/Pulau
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara menghitung rata-rata penutupan
lamun per lokasi/pulau adalah menjumlahkan rata-rata penutupan lamun setiap
stasiun kemudian dibagi dengan jumlah stasiun pada lokasi/pulau tersebut.
penghitungan rata-rata penutupan lamun perlokasi menggunakan perangkat
Microsoft Excel menggunakan rumus:
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Nilai Rata-Rata Penutupan Lamun Rata-rata Penutupan Seluruh Stasiun dalam Satu Lokasi Pulau Lamun Satu Lokasi/Pulau (%) = Jumlah Stasiun dalam Satu Lokasi Hasil rata-rata penutupan lamun dalam satu lokasi dimasukan ke dalam
kategori tumbuhan lamun dan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategori Tumbuhan Lamun
Persentase Tutupan(%)Kategori
0 – 25 Jarang 26 – 50 Sedang 51 – 75 Padat 76 – 100 Sangat Padat Sumber : COREMAP-LIPI (2014).
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun merupakan jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas.
Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus COREMAP-LIPI (2014):
Kerapatan Lamun = Jumlah Jenis/Tegakan x 4
Keterangan :
Kerapatan Lamun = Jumlah jenis/tegakan lamu per satuan luas (Tegakan/m2
Angka 4 = Konstanta untuk konversi 50x50 cm
)
2 ke 1 m
2
Pola Pemencaran Lamun
Pola pemencaran lamun dapat dihitung dengan menggunakan Indek
Dispersi. Menurut Brower dkk., (1998), rumus pola pemencaran lamun adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
∑ Xi2
Id = n -N
N(N-1) Id = Indeks Dispresi Morista
n = Jumlah plot pengambilan contoh
Xi = Jumlah Individu total dalam n plot
N = Jumlah Kuadran Individu Pada plot ke- i
Menurut Brower dkk., (1998), pemencaran individu lamun mempunyai
nilai dan kriteria sebagai berikut:
Id<1 = Seragam
Id=1 = Acak
Id>1 = Mengelompok
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jenis-jenis lamun yang didapatkan pada Pulau Unggeh, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara adalah:
Enhalus acoroides
Morfologi Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 20. Enhalus
acoroides memiliki daun panjang seperti pita dan serabut hitam pada rhizoma nya.
Gambar 20. a), Morfologi Enhalus Acoroides b), Bentuk Buah dan Daun c), Petak Transek pada Pengambilan Data Enhalus Acoroides.
a b
c
Universitas Sumatera Utara
Menurut Waycott, dkk (2004), klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Hidrocharitales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides
Cymodocea serrulata
Morfologi Cymodocea serrulata meliki daun ujung nya bergerigi seperti
gergaji, setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun saja. Dapar dilihat
pada Gambar 21.
Gambar 21. a), Morfologi Cymodocea serrulata b), Bentuk Daun c), Petak Transek pada Pengambilan Data Cymodocea serrulata.
a b
c
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Potamogetonales
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Cymodocea
Species : Cymodocea serrulata
Halodule pinifolia
Morfologi Halodule pinifolia memiliki ujung daun membentuk bulat dan
ada bekas luka ditengah nya. Setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun.
Dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. a), Morfologi Halodule pinifolia b), Bentuk Daun c), Petak Transek pada Pengambilan Data Halodule pinifolia.
a b
c
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Liliopsida
Order : Potamogetonales
Family : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Species : Halodule pinifolia
Parameter Fisika-Kimia Perairan
Setiap jenis lamun memiliki kisaran parameter fisika-kimia air yang
berbeda, dikarenakan faktor-faktor tersebut merupakan faktor pendukung maupun
pembatas untuk hidup lamun itu sendiri. Dari hasil pengukuran parameter Fisika-
Kimia air yang dilakukan di Pulau Unggeh, maka hasil pengukuran parameter
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia Air
Parameter ST I ST II ST III
Suhu (ᴼC) 32 32 32 Kedalaman (cm) 104 38 54 Kecerahan (%) 100 100 100 Arus (m/det) 0,06 0,05 0,025 Substrat Pasir Pasir Pasir Salinitas (ppt) 29 27 28 DO (ppt) 4,7 4,5 4,8 pH 7,91 7,91 7,98 Nitrat (ppt) 4,6 4,6 4,5 Fosfat (ppt) <0,03 <0,03 <0,03
Universitas Sumatera Utara
Tutupan dan Kerapatan Lamun
Tutupan Lamun Satu Lokasi/Pulau
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 16 – 17 April 2017 di Pulau
Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah, didapatakan hasil persentase tutupan lamun
pada stasiun I adalah 51,70%, persentase tutupan lamun pada stasiun II adalah
50,18%, dan persentase tutupan lamun pada stasiun III adalah 42,99% dengan
rata-rata persentase tutupan lamun satu lokasi/pulau adalah 48,29%. Hasil
keseluruhan persentase tutupan lamun dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Persentase Tutupan Lamun
Lokasi Tutupan Lamun (%) Stasiun I 51,70 Stasiun II 50,18 Stasiun III 42,99 Rata-rata 48,29 Persentase tutupan lamun juga dapat dilihat pada Grafik 1.
Grafik 1. Rata-rata Penutupan Lamun (%)
51,7045 50,1893
42,9924
0
10
20
30
40
50
60
ST I ST II ST III
Tutu
pan
%
Stasiun
Rata-rata Penutupan Lamun (%)
Rata-rata Penutupan Lamun (%)
Universitas Sumatera Utara
Tutupan Lamun per Jenis pada Satu Lokasi/Pulau
Pada stasiun I ditemukan dua jenis lamun yaitu Enhalus acoroides dengan
persentase tutupan 7,00% dan Cymodocea serrulata dengan persentase tutupan
42,99%. Pada stasiun II ditemukan dua jenis lamun yaitu Enhalus acoroides
dengan persentase tutupan 9,46% dan Cymodocea serrulata dengan persentase
tutupan 40,71%. Pada stasiun III ditemukan dua jenis lamun yaitu Enhalus
acoroides dengan persentase tutupan 3,21% dan Cymodocea serrulata dengan
persentase tutupan 34,46% dan Halodule pinifolia dengan persentase tutupan
lamun 5,30%. Hasil dari keseluruhan Penutupan lamun per jenis dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Tutupan Lamun per Jenis
Tutupan Lamun (%) Lokasi
Enhalus Cymodocea Halodule acoroides serrulata pinifolia
Stasiun I 7,00 42,00 0 Stasiun II 9,46 40,71 0 Stasiun III 3,21 34,46 5,30 Rata-rata 6,56 39,39 1,76
Persentase tutupan lamun per jenis juga dapat dilihat pada Grafik 2.
Universitas Sumatera Utara
Grafik 2. Dominasi Lamun (%)
Kerapatan Lamun
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kerapatan lamun pada stasiun I
dari jenis Enhalus acoroidesadalah 35 ind/m2 dan pada jenis Cymodocea serrulata
adalah 364 ind/m2. Pada stasiun II kerapatan dari jenis Enhalus acoroidesadalah
42 ind/m2 dan pada jenis Cymodocea serrulata adalah 331 ind/m2 . Pada stasiun
III kerapatan dari jenis Enhalus acoroidesadalah 10 ind/m2 dan pada jenis
Cymodocea serrulata adalah 219 ind/m2. dan pada jenis Halodule pinifolia adalah
36 ind/m2
. Hasil dari keseluruhan kerapatan lamun dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil dari Kerapatan Lamun
7,00759,4696
3,2196
42,9924 40,7196
34,4696
0 05,303
05
101520253035404550
ST I ST II ST III
Tutu
pan
%
Stasiun
Dominansi Lamun (%)
Dominasi Lamun (%) Ea
Dominasi Lamun (%) Cs
Dominasi Lamun (%) Hp
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Lamun Ind/m Lokasi
2
Enhalus Cymodocea Halodule acoroides serrulata pinifolia
Stasiun I 35 364 0 Stasiun II 42 331 0 Stasiun III 10 219 37 Rata-rata 29 305 12
Hasil kerapatan lamun juga dapat dilihat pada Grafik 3.
Grafik 3. Kerapatan Lamun (Tegakan/m2
)
Pola Pemencaran
Pola pemencaran lamun dapat ditentukan dengan Indeks Dispersi Morista
yang hasilnya akan mengelompok atau seragam. Pada jenis Enhalus acoroides
hasil penghitungan indeks morista nya adalah -0,563 yang berarti seragam, pada
jenis Cymodocea serrulata adalah 0,165 yang berarti seragam dan pada jenis
Halodule pinifoliaadalah 1,056 yang berarti mengelompok. Hasil pola
pemencaran dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Hasil Perhitungan Pola Pemencaran
35 4210
364331
219
0 036
0
50
100
150
200
250
300
350
400
ST I ST II ST III
Ind/
m2
Stasiun
Kerapatan Lamun (tegakan/m2)
Kerapatan Lamun (Tegakan/m²) Ea
Kerapatan Lamun (Tegakan/m²) Cs
Kerapatan Lamun (Tegakan/m²) Hp
Universitas Sumatera Utara
Spesies id Pola Pemencaran Enhalus acoroides -0,56 Seragam Cymodocea serrulata 0,50 Seragam Halodule pinifolia 1,05 Mengelompok
Pembahasan
Identifikasi Lamun
Berdasarkan hasil dari penelitian, ada tiga jenis lamun yang didapat di
lokasi penelitian dan telah diidentifikasi. Spesies yang pertama adalah Enhalus
acoroides, spesies kedua adalah Cymodocea serrulata dan yang ketiga adalah
Halodule pinifolia.
Spesies Enhalus acoroidesmemiliki ciri-ciri morfologi daun yang panjang
berbentuk pita. Panjang daun bisa mencapai lebih dari 1 meter, namu pada lokasi
penelitian hanya didapatkan panjang daun sekitar 30-80 cm saja. Selain itu ciri
khusus Enhalus acoroides adalah memiliki serabut hitam seperti ijuk pada
rimpangnya yang tidak dimiliki oleh jenis lamun lain. Sesuai buku identifikasi
lamun COREMAP-LIPI (2014), Daun sangat panjang, bentuk seperti pita,
rimpang tebal dengan rambut hitam dan akar seperti tali, panjang daun 30 – 150
cm.
Spesies Cymodocea serrulatamemiliki ciri-ciri morfologi ujung daun
berbentuk gerigi, pipih dan biasa nya terdiri dari 2 – 3 helai daun. Pada jenis ini
tidak memiliki daun yang panjang, hasil dari pengamatan di lokasi penelitian rata-
rata panjang daun mulai dari 3 – 15 cm. Sesuai buku identifikasi lamun
COREMAP-LIPI (2014), Ujung daun bergerigi, lebar Helai daun mencapai 4 – 9
Universitas Sumatera Utara
mm seringkali bergaris, panjang daun 5 – 15 cm., selubang daun berbentuk
segitiga.
Spesies Halodule pinifolia memiliki ciri-ciri morfologi daun yang bentuk
bulat dan setiap ujung daun memiliki luka berwarna hitam. Lamun jenis ini
memiliki daun yang kecil dan pipih, pangjang daun rata-rata pada lokasi
penelitian adalah sekitar 2 – 7 cm. Sesuai buku identifikasi lamun COREMAP-
LIPI (2014), Ujung daun membulat, satu pusat pembuluh daun, umumnya
rimpang pucat dan luka hitam pada daun.
Parameter Fikisa-Kimia Perairan
Dari hasil pengukuran kedalaman, stasiun I memiliki kedalaman 104 cm,
stasiun II kedalaman nya 38 cm, dan stasiun III kedalaman nya 54 cm yang
termasuk dalam perairan dangkal. Sesuai dengan Wisnubudi dan Wahyuningsih
(2014), ekosistem lamun atau seagrass merupakan salah satu ekosistem laut
dangkal yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan
salah satu ekosistem yang paling produktif, ekosistem lamun memiliki berbagai
fungsi penting dan belum begitu banyak dikenal dan diperhatikan bila
dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya seperti rawa payau, hutan
mangrove dan terumbu karang.
Kecerahan pada semua stasiun adalah 100%, dikarenakan perairan pesisir
pulau yang sangat jernih dan sinar matahari menembus hingga dasar perairan.
Menurut Simon dkk, (2013) Perairan pesisir merupakan lingkungan yang
memperoleh sinar mata hari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar
perairan. Diperairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua
Universitas Sumatera Utara
tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi
produktifitas nya organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di
perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara
optimal.
Hasil dari pengukuran suhu diseluruh stasiun adalah 32ᴼC, pengukuran
suhu dilakukan pada siang hari dan dalam kondisi cuaca panas/cerah. Menurut
Hutomo (1999), suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap
kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan
unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30°C,
fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga
respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran
yang lebih luas yaitu 5-35°C .
Salinitas pada stasiun I memiliki nilai 29 ppt, pada stasiun II bernilai 27
ppt, dan pada stasiun III memiliki nilai 28 ppt. Menurut Supriharyono (2007),
menyatakan bahwa fase pembungaan tumbuhan lamun kisaran salinitas yang baik
adalah antara 28-32ppt.
Setelah dilakukan nya pengukuran kecepatan arus, stasiun I memiliki nilai
0,06 m/det, pada stasiun II memiliki nilai 0,05 m/det, dan pada stasiun III adalah
0,25 m/det. Menurut Dahuri (2001), Pada padang lamun, kecepatan arus
mempunyai pengaruh yang sangat nyata. Produktivitas padang lamun tampak dari
pengaruh keadaan kecepatan arus perairan, dimana mempunyai kemampuan
Dahuri (2003),Spesies lamun mempunyai kemampuan
toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki
kisaran yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 - 40 ‰ .
Universitas Sumatera Utara
maksimum menghasilkan “ Standing Crop” pada saat kecepatan arus sekitar 0, 5
m/det. Pada waktu pengamatan dilokasi penelitian cuaca sangat cerah dan berarus
tenang.
Nilai kandungan oksigen terlarut pada tiap stasiun memiliki nilai yang
beragam, pada satsiun I memiliki nilai DO 4,7 ppt, pada stasiun II 4,6 ppt dan
pada stasiun III adalah 4,8 ppt. Menurut Felisberto dkk.,(2015), Nilai kandungan
oksigen terlarut (DO) perairan padang lamun selalu berfluktuasi. Berfluktuasinya
kandungan oksigen terlarut disuatu perairan diduga disebabkan pemakaian
oksigen terlarut oleh lamun untuk respirasi akar dan rimpang, respirasi biota air
dan pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam proses siklus nitrogen dipadang
lamun.
Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh pada ekosistem lamun. Hasil
dari pengukuran pH pada stasiun I dan stasiun II adalah 7,91 dan pada stasiun III
adalah senilai 7,98 yang merupakan masih sesuai dalam baku mutu air laut yang
normal. Sesuai dengan Keputusan Mentrti Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, bahwa derajat keasaman (pH) baku
mutu air laut untuk biota laut normal adalah senilai 7 – 8.5. Ini menunjukan
bahwa lokasi penelitian masih memiliki pH yang baik untuk pertubuhan lamun.
Substrat merupakan faktor yang mempengaruhi tumbuhnya berbagai jenis
lamun pada lokasi perairan. Substrat yang ada pada seluruh stasiun penelitian
adalah pasir. Newmaster dkk.,(2011) menyatakan bahwa lamun menyukai substrat
berlumpur, berpasir, tanah liat, ataupun substrat dengan patahan karang serta pada
celahcelah batu, sehingga tidak heran lamun juga masih dapat ditemukan di
ekosistem karang maupun mangrove.
Universitas Sumatera Utara
Hasil dari pengukuran Nitrat yang dilakukan di BTKLPP kelas I Medan
adalah pada stasiun I dan II sebesar 4,6 ppm dan pada stasiun III sebesar 4,5 ppm.
Olsen dan Dean (1995), dalam Monoarfa (1992) membagi konsentrasi nitrat
dalam tanah menjadi 3 bagian yaitu < 3 ppm = rendah, 3 – 10 ppm = sedang, dan
> 10 ppm = tinngi. Menurut Nuryanti (2002), Tumbuhan laut mulai dari
mikroalga sampai makroalga mendapatkan input nitrogen dalam bentuk nitrat.
Senyawa ini untuk pertumbuhan dan memperkuat struktur sel. Senyawa nitrat
merupakan bahan baku utama untuk sintesis protein untuk tumbuhan laut dalam
proses fotosintesa dan sebagai bahan pembentuk ATP bersama dengan fosfat.
Hasil dari pengukuran Fosfat yang dilakukan di BTKLPP kelas I Medan
adalah pada seluruh stasiun penenilitan sebesar <0,03 ppm yang merupakan
kesuburan perairan tersebut tergolong sangat rendah.Sulaeman (2005),
mengemukakan pembagian tipe perairan berdasarkan kandungan fosfat di
perairan<5 ppm tingkat kesuburan perairan itu adalah sangat rendah.Menurut
Chaniago (1994) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil
pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran
tumbuh-tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil
dekomposisi organisme, run-off dari daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-
bahan organik dan mineral fosfat serta masukan limbah domestik yang
mengandung fosfat.
Tutupan Lamun
Tutupan lamun pada Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri Kabupaten
Tapanuli Tengah Sumatera Utara adalah rata-rata 48,29% denganstasiun I sebesar
Universitas Sumatera Utara
51,70% stasiun II sebesar 50,18% dan stasiun III sebesar 42,99% yang termasuk
dalam kategori tutpan lamun “Sedang” (26-50). Menurut COREMAP-LIPI
(2014), Persentase tutupan (%) 0 – 25 termasuk dalam katergori jarang, 26-50
termasuk dalam kategori sedang, 51-75 termasuk dalam kategori padat dan 76-
100 termasuk dalam kategori sangat padat.
Jenis lamun Enhalus acoroides di dapatkan di seluruh stasiun dengan nilai
tutupan yang tidak tinggi, tetapi berpencar dan membentuk kelompok-kelompok
kecil. Pada stasiun I tutupan Enhalus acoroides sebesar 7,00%, pada stasiun II
tutupan sebesar 9,46% dan pada stasiun III tutupan sebesar 3,21% dengan rata-
rata tutupan sebesar 6,56%. Menurut Vermaat (1995), nilai penjalaran rimpang
Enhalus acoroides, yaitu 5,3 cm/tahun. Nilai penjalaran rimpang Thalassia
hemprichii yaitu 20,6 cm/tahun dan nilai penjalaran rimpang Cymodocea
rotundata yaitu 33,9 cm/tahun.
Cymodocea serrulatamerupakan tutupan lamun terbesar dilokasi
penelitian ini. Cymodocea serrulatamembentuk suatu hamparan luas yang sering
disebut padang lamun yang pada beberapa tempat juga ditumbuhi beberapa
Enhalus acoroides. Dari jenis Cymodocea serrulataini ditemukan di seluruh
stasiun, pada stasiun I tutupan sebesar 42,99% pada stasiun II di dapatkan sebesar
40,71% dan pada stasiun III tutupan sebesar 34,46% dengan rata-rata tutupan
sebesar 39,39%. Menurut Kasim (2013), persentase penutupan lamun
menggambarkan luas lamun yang menutupi suatu perairan, dimana tinggi
penutupan tidak selamanya linear dengan tingginya kerapatan jenis. Hal ini
dipengaruhi pengamatan penutupan yang diamati adalah helaian daun, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
kerapatan yang dilihat adalah jumlah tegakan lamun. Makin lebar ukuran panjang
dan lebar daun lamun maka semakin besar menutupi substrat dasar perairan.
Pada lokasi penelitian juga ditemukan jenis Halodule pinifolia dan hanya
ditemukan pada stasiun III dan hanya pada transek trakhir. Pada stasiun ini sudah
ditemukannya terumbu karang dan Halodule pinifolia ditemukan diantara terumbu
karang dan lamun yang merupakan daerah transisi ekosistem terumbu karang
dengan ekosistem lamun. Stasiun ini merupakan daerah yang terakhir di temukan
lamun. Tutpan Halodule pinifolia sebesar 5,30% dan dengan rata-rata sebesar
1,76%. Luas tutupan padang lamun yang rendah (<10%) dapat dijumpai pada
daerah yang banyak mendapat gangguan, serta terbuka pada saat surut terendah,
sedangkan padang lamun yang mempunyai luas tutupan tinggi terdapat pada
daerah yang selalu tergenang air laut dan terlindung dari hempasan ombak
(Wiryawan et al., 2005).
Kerapatan Lamun
Untuk mendapatkan nilai kerapatan lamun yaitu dari jumlah individu per
meter pada petak transek ketika menganbil data tutupan lamun dilokasi penelitian.
Kerapatan lamun dari jenis Enhalus acoroides pada stasiun I adalah 35 ind/m2,
stasiun II 42 ind/m2 dan pada stasiun III adalah 10 ind/m2 dengan rata-rata 29
ind/m2. Enhalus acoroides terdapat pada seluruh stasiun yang merupakan daerah
yang landai dan substrat berpasir dan pecahan karang. Menurut Romimohtarto
dan Juwana, (2001).Enhalus acoroides adalah tumbuhan lamun yang banyak
terdapat dibawah air surut rata-rata pada pasut purnama pada dasar pasir
lumpuran. Mereka tumbuh subur pada tempat yang terlindung dipinggir bawah
Universitas Sumatera Utara
dari mintakat pasut dan di batas atas mintakat bawah-litoral. Sangaji (1994)
menyatakan bahwa Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir
dan pasir sedikit bercampur lumpur dan kadang-kadang terdapat dasar yang terdiri
dari campuran pecahan karang yang telah mati.
Kerapatan Cymodocea serrulata pada lokasi penelitian memiliki kerapatan
tertinggi dari jenis Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia. Cymodocea
serrulata ditemukan diseluruh stasiun dengan hamparannya yang luas. Pada
stasiun I kerapatan Cymodocea serrulata sebesar 364 ind/m2, pada stasiun II
sebesar 331 ind/m2 dan pada Stasiun III sebesar 219 ind/m2 dengan rat-rata 305
ind/m2
Halodule pinifolia memiliki nilai kerapatan sangat rendah dan hanya
ditemukan di stasiun III pada trasnsek terakhir. Daerah ini merupakan tempat
perbatasan tumbuhnya lamun dengan terumbu karang. Di awal transek pada
transek terakhir ini sudah ditemukan nya terumbu karang yang merupakan karang
massip dan diselingi tumbuh nya Enhalus acoroides. Nilai kerapatan Halodule
pinifolia didapatkan sebesar 36 ind/m
. Sarfika(2012) habitat lamun Cymodocea serullata tumbuh pada substrat
pasir berlumpur atau pasir dari pecahan karang pada daerah pasang surut. Lamun
ini biasa terdapat pada komunitas yang bercampur dengan jenis lamun yang lain.
2 dengan rata-rata 12 ind/m2. Menurut
Widodo dkk., (2013), Jenis lamun Halodule pinifolia tumbuh disubstrat
cenderung berpasir dan diarea bibir pantai yang masih mendapat genangan air laut
dan bersifat pionir.Pertumbuhan lamun pada subtract tiga utama yaitu pada daerah
berbatu (rockyshore) khusus untuk jenis Thalasia hemprinchii, pasir untuk jenis
Cymodocea rotundata dan Halodule pinifolia dan pasir bercampur karang dan
Universitas Sumatera Utara
karang untuk jenis Thalassia hemprihii, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia
dan Halophila ovalis (Hukom dan Pensula, 2012).
Pola Pemencaran Lamun
Pola pemencara pada Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata adalah
seragam dengan nilai id Enhalus acoroides sebesar -0,563 dan Cymodocea
serrulata sebesar 0,504 yang merupakan pola pemencaran yang seragam. Sebaran
dari kedua jenis lamun ini juga besar dengan ditemukannya diseluruh lokasi
penelitian. Menurut Crawley (1986) pola sebaran seragam artinya jarak antara
individu dengan individu lain pada jenis yang sama dalam satu wilayah adalah
sama atau hampir sama. Selain itu Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata
membentuk hamparan luas. Menurut Azkab (2006), untuk perairan tropis seperti
Indonesia padang lamun lebih dominan tumbuh dengan koloni yang terdiri dari
beberapa jenis (mix species) pada suatu kawasan tertentu.
Halodule pinifolia memiliki nilai id sebesar 1,056 dan masuk dalam
kategori mengelompok. Sebaran Halodule pinifolia tidak terlalu banyak karena
hanya ditemukan distasiun III pada lokasi penelitian. Menurut Hanum (2006),
salah satu faktor penyebaran secara berkelompok adalah Sifat-sifat organisme
dengan organ vegetatifnya yang menunjang untuk terbentuknya kelompok atau
koloni.
Rekomendasi Pengolahan Padang Lamun
Rekomendasi yang bisa penulis berikan adalah dilakukan pemantauan
lebih berlanjut terhadap padang lamun dan pada Pulai Unggeh ditetapkan menjadi
Universitas Sumatera Utara
lokasi konservasi ekosister lamun. Selain itu perlunya menjaga ekosistem lamun
berguna bagi biota yang ada. Upaya yang bisa dilakukan adalah melalukan
monitoring terhadap ekosistem lamun dipulau unggeh pada setiap tahunnya untuk
menjaga kelestariannya dan melakukan sosialisasi betapa pentingnya ekosistem
lamun tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, lamun dipulau unggeh tergolong
sedang, maka ada baiknya dilakukan transplatasi lamun dan dilakukan penelitian
yang berlanjut.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat tiga jenis lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kabupaten
Tapanuli Tengah yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Halodule
pinifolia. Persentase tutupan lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri,
Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 42,42% termasuk kedalam kategori
“sedang”, sedangkan tutupan lamun per spesies yaitu Enhalus acoroides
6,10%, Cymodocea serrulata34,56%, dan Halodule pinifolia 1,32%.
2. Nilai kerapatan lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kabupaten
Tapanuli Tengah untuk Enhalus acoroides adalah 26 ind/m², Cymodocea
serrulata 255ind/m², dan Halodule pinifolia 9ind/m²
Saran
Perlu nya di lakukan kajian dan penelitian lebih lanjut terhadap lamun
beserta ruang lingkupnya, dikarenakan minimnya penelitian terhadap lamun
khusus nya di Sumatera Utara yang bertujuan memperbanyak referensi terhadap
kondisi lamun di Sumatera Utara untuk menjaga kelestarian ekosistem lamun.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Arkam, M. N., L. Adrianto dan Y. Wardianto. 2015. Studi Keterkaitan Ekosistem Lamun Dan Perikanan Skala Kecil (Studi Kasus: Desa Malang Rapat Dan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau).
Jurnal Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 137-148
Azkab MH. 2006. Ada apa dengan lamun. Majalah Semi Polpuler Oseana 31(3):45-55
Barkat, S. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada Ekosistem Padang
Lamun (Seagrass). Universitas Khairun Ternate.Ternate. Bortone, S. A. 2000. Seagrasses: Monitoring, Ecology, Physiology and
Management.CRC Press. Boca Raton, Florida. 318p. Bengen D.G. 2001. Ekologi dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta
Pengelolaannya Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPBL)-IPB. Bogor.
Brower, J. E., J. H. Zar dan C. V. Ende. 1998. Field and Labotory Method for
General Ecology Volume I. WCB McGraw-Hill, New York. COREMAP-LIPI, 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI, Jakarta. Crawley, MJ. 1986. The Structure of Plant Communities in Plant Ecology.
Crawley, MJ (Ed). Blackwell Scientific Publication, Oxford, London. CRITC-COREMAP II. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (Creel)
di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008. Critc-Coremap II. Jakarta. Dahuri, R., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT . Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Penerbitan Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Universitas Sumatera Utara
Daliyo dan Ngadi. 2007. Data Dasar Aspek Terumbu Karang Indonesia, Desa Jao-
Jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah. LIPIpress. Jakarta Danovaro, R.C., C. Gambi & S. mirto. 2002. Meiofaunal Production and energy
Transfer Efficienvcy in a Seagrass Posidonia oceanica Bed in the Wsetern Mediteranian. mar Ecol. Prog. ser. 234:95-104
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumberdaya Hayati
Lingkungan Perairan. Kanysius. Yogyakarta. Gilanders, B. M. 2006. Seagrasses, Fish, and Fisheries. In: Larkum AWD, Orth
RJ, Duarte CM. (Eds.), Seagrasses: Biology, Ecology, and 72. Conservation. Springer, The Netherland, 503-536pp.
Felisberto P, Jesus SM, Zabel F, Santos R, Silva J, Gobert S, Beer S, Björk M,
Mazzuca S, Procaccini G, Runcie JW, Champenois W, Borges AV. 2015. Acoustic Monitoring of O2 Production of a Seagrass Meadow. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. vol 464: 75–87.
Green, P. E dan F. T.Short. 2003. World Atlas of Seagrasses. Prepared by the
UIMEP World Conservation Monitoring Centre. University of California Press, Berkeley, USA.
Hanum, C. 2006. Ekologi Tumbuhan. FMIPA Universitas Sumatera Utara,
Medan. Hartog, C. D. 1970. The Seagrasses of the World. North Holland Amsterdam :
275 Hutabarat, S dan S. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas
Indonesia. UI-Press.\ Hertanto, Y. 2008. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada Ekosistem Padang Lamun
(Enhalus Acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hukom, F. D dan D. Panesula. 2012. Baseline Studi Kondisi Terumbu Karang,
Lamun dan Mangrove di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur (Lautem, S.D. Com ) Timor-Leste. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.
Hutomo, M., 1999. Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan
Hidup Lamun. LIPI. Jakarta. Horax, R., 1998. Penarikan Ion Ortofosfat Oleh Sedimen CaCo3 dan Penentuan
Kadar Fofor di Perairan Ujung Pandang Dengan Metode Kalori Metri Reduksi Amino. [Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Universitas Sumatera Utara
Ira, D., Oetama dan Juliati. 2013. Kerapatan dan Penutupan Lamun pada Daerah Tanggul Pemecah Ombak di Perairan Desa Terebino Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan.
Kasim, M. 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun pada Kedalaman yang
Berbeda di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. Jurnal. Programme Study of Marine Science Faculty of Marine Science and Fisheries, Maritime Raja Ali Haji University
Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut.
Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Indonesia. Kikuchi, T. 1966. An ecological study on animal communities of the Zostera
marina belt in Tomioka Bay, Amakusa, Kyushu. Publish Amakusa Marine Biology Laboratory 1(1):1-106
Kiswara, W. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at
Banten Bay, West Java, Indonesia. Kiswara, W. 2004. Vegetasi Lamun (Seagrass) di Rataan Terumbu Pulau Pari,
Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25 : 31-49. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Tentang Baku
Mutu Air Laut Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200. 2004. Baku Mutu Air Laut
Untuk Biota Laut. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Mann, K. H. 2011. Ecology of Coastal Water : With Implication for Management. Blackwell Science, Inc. Massachuster. Mukai, H., K. Aioi and Y. Ishida, 1980.Distribution and biomass of eelgrass
(Zostera marina L) and other sea grasses in Odawa Bay, Central Japan.Aquat.Bot . 8: 337-342.
Monoarfa, W.D., 1992. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Blotong Dalam
Produksi Klekap Pada Tanah Tambak berstekstur Liat.Tesis Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin.Makassar.
Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di
Teluk Bakau, Kepulauan Riau.Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nienhuis, P. H. 1993. Structure and Functioning of Indonesian Seagrass
Ecosystems. In: Moosa, M.K., H.H. de Iongh, H.J.A. Blaauw & M.K.J. Norimana (eds.). Proceedings of International Seminar Coastalzone
Universitas Sumatera Utara
Management of Small Island Ecosystems. Univ. Pattimura, CML-Leiden Univ. & AIDEnvironment Amsterdam, 82-86.
Nuryanti. 2002. Distribusi dan Kerapatan Vegetasi Lamun di Perairan Pulau
Tanakeke Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Skripsi Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Newmaster AF, Berg KJ, Ragupathy S, Palanisamy M, Sambandan K, Newmaster
SG. 2011. Local knowladge and conservation of seagrass in the Tamil Nadu State of India. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. 7: 37.
Nontji, A. 2009. Rehabilitasi Ekosistem Lamun dalam Pengolahan Sumberdaya Pesisir. Jakarta November 2009 Furwadi, F. S. H. 2001. Interpretasi Cinta Digital. PT. Grasindo. Jakarta.
Kuo, J. 2007. New Monoecious Seagrass Of Halophila Sulawesii
(Hydrocharitaceae) From Indonesia. Aquatic Botany, 87; 171-175. Poedjirahajoe, E. ,N. P. D. Mahayani, B. R. Sidharta3, dan M. Salamuddin.
2013. Tutupan Lamun dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasanger, Jelenga, dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 1.
Romimohtarto, K dan Juwana, S., 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. Sangaji, F. 1994. Pengaruh Sedimen dasar terhadap Penyebaran, Kepadatan,
Keanekaragaman dan Pertumbuhan Padang Lamun di Laut Sekitar Pulau Barang Lompo. Tesis, Pascasarjana, Universitas Hasanudin. Ujung Pandang.
Sarfika M. 2012. Pertumbuhan Dan Produksi Lamun Cymodocea Rotundata Dan
Cymodocea Serrulata Di Pulau Pramuka Dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Dki Jakarta . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Sulaeman., 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai
Penilitian Tanah dan Pengembangan Paertanian, Deprtemen Pertanian. Bogor.
Terrados, J., C.M. Duarte. 2003. Seagrass Ecosystem, South east Asian.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata pesisir dan Laut. Brilian Internasional. Sidoarjo. Wicaksono, S. G., Widianingsih dan S. T. Hartati. 2012. Struktur Vegetasi dan
Kerapatan Jenis Lamun di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Journal Of Marine Research. Volume 1, (2).
Universitas Sumatera Utara
Widodo. E., A. Paratomo Dan C. J. Koenawan. 2013. Keanekaragaman Jenis Dan Pola Sebaran Lamun Di Perairan Teluk Dalam Kabupaten Bintan. Universitas Maritim Raja Ali Haji.Tanjungpinang.
Wiryawan, Budy., M. Khazali., dan Maurice Knight. 2005. Menuju Kawasan
Konservasi Laut Berau Kalimantan Timur. Status Sumberdaya Pesisir dan Proses Pengembangan KKL. US Agency for International Development-Coastal Resources Management Project II.
Wisnubudi. G dan E. Wahyuningsih. 2014. Kajian Ekologis Ekosistem
Sumberdaya Lamun Dan Biota LautAsosiasinya Di Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut KepulauanSeribu (Tnkps). Universitas Nasional.
Waycott, M., McMahon K, J. Mellors, A. Calladine, dan D. Kleine. 2004. A Guid to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook
University,Townsville-Queensland-Australia.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat
Global Position System Refraktometer
pH Meter Kamera Bawah Air
Universitas Sumatera Utara
Termometer Botol Sampel
Lampiran 1. Lanjutan
DO meter
Keping Secchi
Bola Duga
Meteran
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan
Petak Transek 50x50cm
Snorkling
Toolbox
Sekop
Spidol
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan
Bahan
Papan Catat Aquades
Selotip Plastik Substrat
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Langkah Kerja
Stasiun Pengamatan Pengamatan Lamun
Stasiun I
Plastik Putih
Stasiun II
Stasiun III
Pengamatan Lapangan
Pencatatan Data Lamun
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
Pengukuran Kualitan Air
Pengukuran pH air Pengukuran Suhu
Pengukuran Kedalaman
Pengukuran Salinitas
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
Pengambilan Sampel Air
Pengambilan Sampel Substrat
Pengukuran Kecerahan
Pengukuran DO
Pengukuran Arus
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Analisis Data Penutupan dan Kerapatan Lamun
Penutupan Lamun
Kabupaten : Tapanuli Tengah Lokasi : Pulau Unggeh Stasiun : I
Universitas Sumatera Utara
Hari, Tanggal : Selasa, 16 Mei 2017 Lampiran 3. Lanjutan
Transek Nilai Penutupan Lamun Rata-rata Penutupan
Kuadrat Meter Kotak Lamun (%)
1 2 3 4
Transek Nilai Penutupan Lamun Rata-rata Penutupan
Kuadrat Meter Kotak Lamun (%) 1 2 3 4
1
0 0 25 25 0 12,5 10 50 50 25 25 37,5 20 0 50 25 25 25 30 75 50 75 25 56,25 40 100 100 75 50 81,25 50 25 100 25 50 50 60 25 75 50 100 62,5 70 0 25 50 25 25 80 25 50 25 25 31,25 90 0 25 25 0 12,5 100 25 50 25 0 25
2
0 25 25 0 0 12,5 10 50 25 25 75 43,75 20 100 100 100 75 93,75 30 75 75 25 50 56,25 40 25 25 25 0 18,75 50 50 50 100 25 56,25 60 50 25 25 25 31,25 70 50 100 100 100 87,5 80 100 100 25 50 68,75 90 75 75 25 100 68,75 100 75 25 75 50 56,25
3
0 25 25 25 0 18,75 10 25 75 100 50 62,5 20 50 100 75 50 68,75 30 100 100 75 50 81,25 40 75 100 25 50 62,5 50 100 75 50 100 81,25 60 0 75 50 100 56,25 70 25 75 50 75 56,25 80 0 25 100 75 50 90 75 50 75 75 68,75 100 75 100 100 75 87,5
Rata-Rata 51,70454545
Universitas Sumatera Utara
1
0 25 0 0 0 6,25 10 25 0 25 25 18,75 20 25 25 25 0 18,75 30 25 25 25 25 25 40 0 50 50 25 31,25 50 25 50 50 25 37,5 60 25 100 100 50 68,75 70 100 50 100 25 68,75 80 50 50 25 25 37,5 90 50 50 50 25 43,75 100 0 25 0 0 6,25
2
0 25 25 0 25 18,75 10 0 25 25 25 18,75 20 100 50 50 25 56,25 30 100 100 100 100 100 40 25 50 50 25 37,5 50 50 100 100 25 68,75 60 25 25 25 0 18,75 70 50 50 25 50 43,75 80 25 25 100 50 50 90 25 25 25 25 25 100 25 0 25 25 18,75
3
0 100 100 75 100 93,75 10 100 75 100 100 93,75 20 100 100 100 100 100 30 100 50 75 100 81,25 40 100 100 75 100 93,75 50 75 100 100 75 87,5 60 100 100 100 100 100 70 100 100 25 100 81,25 80 50 50 50 50 50 90 25 25 50 25 31,25 100 50 25 25 0 25
Rata-Rata 50,18939394
Lampiran 3. Lanjutan
Transek Nilai Penutupan Lamun Rata-rata Penutupan
Kuadrat Meter Kotak Lamun (%)
1 2 3 4
Universitas Sumatera Utara
1
0 25 0 0 50 18,75 10 0 25 0 0 6,25 20 50 25 0 0 18,75 30 0 0 0 0 0 40 0 0 0 0 0 50 0 25 0 0 6,25 60 0 0 25 0 6,25 70 0 0 0 0 0 80 0 0 0 0 0 90 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0
2
0 25 50 25 25 31,25 10 25 25 50 50 37,5 20 25 50 50 25 37,5 30 50 50 75 50 56,25 40 25 25 25 50 31,25 50 0 0 0 25 6,25 60 0 0 25 0 6,25 70 0 0 0 0 0 80 0 0 0 0 0 90 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0
3
0 100 100 100 75 93,75 10 75 75 50 50 62,5 20 25 100 100 100 81,25 30 25 25 100 75 56,25 40 50 50 100 75 68,75 50 100 100 100 25 81,25 60 75 75 50 50 62,5 70 75 50 50 25 50 80 0 0 0 0 0 90 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0
Rata-Rata 24,81060606
Lampiran 3. Lanjutan
Transek Nilai Penutupan Lamun Rata-rata Penutupan
Kuadrat Meter Kotak Lamun (%)
1 2 3 4
Universitas Sumatera Utara
1
0 25 25 25 0 18,75 10 0 0 0 25 6,25 20 25 50 75 75 56,25 30 75 100 100 25 75 40 100 100 100 100 100 50 50 50 100 100 75 60 100 75 75 100 87,5 70 75 75 50 25 56,25 80 50 50 100 25 56,25 90 50 50 100 25 56,25 100 25 25 50 25 31,25
2
0 25 25 25 25 25 10 25 0 25 0 12,5 20 100 100 100 100 100 30 100 25 50 50 56,25 40 25 25 25 25 25 50 50 75 100 100 81,25 60 75 75 50 50 62,5 70 75 50 50 100 68,75 80 75 75 50 50 62,5 90 100 100 0 0 50 100 100 25 50 75 62,5
3
0 25 0 0 0 6,25 10 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 30 0 0 25 0 6,25 40 0 0 0 0 0 50 25 50 75 75 56,25 60 0 25 50 0 18,75 70 25 25 75 0 31,25 80 50 25 75 75 56,25 90 50 0 0 0 12,5 100 25 0 0 0 6,25
Rata-Rata 42,99242424
Lampiran 3. Lanjutan
Penutupan Lamun per Jenis Enhalus acoroides Rata-rata
(%) Cymodocea serrulata Rata-rata
(%) 1 2 3 4 1 2 3 4 0 25 25 0 12,5 0 0 0 0 0
Universitas Sumatera Utara
0 0 0 0 0 50 50 25 25 37,5 0 25 25 0 12,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 75 50 75 25 56,25 0 0 0 0 0 100 75 50 25 62,5 0 0 0 0 0 25 100 25 50 50 0 25 0 0 6,25 25 50 50 100 56,25 0 25 0 25 12,5 0 0 0 0 0 25 50 25 25 31,25 0 0 0 0 0 0 25 25 0 12,5 0 0 0 0 0 25 50 25 0 25 0 0 0 0 0 25 25 0 0 12,5 0 0 0 0 0 50 25 25 75 43,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 100 100 75 93,75 0 0 0 0 0 75 75 25 50 56,25 0 0 0 0 0 25 25 25 0 18,75 0 0 25 0 6,25 50 50 75 25 50 0 0 0 0 0 50 25 25 25 31,25 0 0 0 0 0 50 100 100 100 87,5 0 0 0 0 0 100 100 25 50 68,75 0 0 0 0 0 75 75 25 100 68,75 0 0 0 0 0 75 25 75 50 56,25 25 25 25 0 18,75 0 0 0 0 0 25 0 0 25 12,5 0 75 100 25 50 25 0 0 0 6,25 0 100 75 50 56,25 0 0 0 0 0 100 100 75 50 81,25 0 0 0 25 6,25 75 100 25 0 50 0 0 0 0 0 100 75 50 100 81,25 0 0 0 0 0 0 75 50 100 56,25 25 0 0 0 6,25 0 75 50 75 50 0 25 0 0 6,25 0 0 100 75 43,75 0 0 0 0 0 75 50 75 75 68,75 0 0 0 0 0 75 100 100 75 87,5
7,007575758 42,9924242
Penutupan Lamun per Jenis Enhalus acoroides Rata-rata Cymodocea serrulata Rata-rata
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
Lampiran 3. Lanjutan
Penutupan Lamun per Jenis
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%) 25 0 0 0 6,25 0 0 0 0 0 25 0 25 25 18,75 0 0 0 0 0 25 25 25 0 18,75 0 0 0 0 0 25 25 25 25 25 0 0 0 0 0 0 50 50 25 31,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 50 50 25 37,5 0 0 0 0 0 25 100 100 50 68,75 0 0 0 0 0 100 50 100 25 68,75 0 0 0 0 0 50 50 25 25 37,5 0 0 0 0 0 50 50 50 25 43,75 0 0 25 0 6,25 0 0 0 0 0 25 25 0 25 18,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 25 25 18,75 50 0 0 0 12,5 50 50 50 25 43,75 0 0 0 0 0 100 100 100 100 100 25 0 0 25 12,5 0 50 50 0 25 0 0 0 0 0 50 100 100 25 68,75 25 25 25 0 18,75 0 0 0 0 0 50 50 25 50 43,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 25 100 50 50 25 25 25 25 25 0 0 0 0 0 25 0 25 25 18,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 100 75 100 93,75 0 0 0 0 0 100 75 100 100 93,75 0 0 0 0 0 100 100 100 100 100 0 0 0 0 0 100 50 75 100 81,25 0 0 0 0 0 100 100 75 100 93,75 0 0 0 0 0 75 100 100 75 87,5 0 0 0 0 0 100 100 100 100 100 0 0 0 0 0 100 100 25 100 81,25 0 0 0 0 0 50 50 50 50 50 25 25 50 25 31,25 0 0 0 0 0 50 25 25 0 25 0 0 0 0 0
9,4696969 40,7196969
Universitas Sumatera Utara
Enhalus acoroides Rata-rata (%)
Cymodocea serrulata Rata-rata (%) 1 2 3 4 1 2 3 4
25 0 0 50 18,75 0 0 0 0 0 0 25 0 0 6,25 0 0 0 0 0 50 25 0 0 18,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0 6,25 0 0 0 0 0 0 0 25 0 6,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 50 25 25 31,25 0 0 0 0 0 25 25 50 50 37,5 0 0 0 0 0 25 0 0 0 6,25 0 50 50 25 31,25 0 0 0 0 0 50 50 75 50 56,25 0 0 0 0 0 25 25 25 50 31,25 0 0 0 0 0 0 0 0 25 6,25 0 0 0 0 0 0 0 25 0 6,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 25 25 0 18,75 75 75 75 75 75 0 0 25 0 6,25 75 75 25 50 56,25 0 0 0 0 0 25 100 100 100 81,25 0 0 0 0 0 25 25 100 75 56,25 0 0 0 0 0 50 50 100 75 68,75 0 0 0 0 0 100 100 100 25 81,25 0 0 0 0 0 75 75 50 50 62,5 0 0 0 0 0 75 50 50 25 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,734848485 20,07575758
Lampiran 3. Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
Penutupan Lamun per Jenis
Enhalus acoroides Rata-rata (%) Cymodocea serrulata Rata-rata
(%) 1 2 3 4 1 2 3 4 25 25 25 0 18,75 0 0 0 0 0 0 0 0 25 6,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 50 75 75 56,25 0 0 25 0 6,25 75 100 75 25 68,75 0 0 0 0 0 100 100 100 100 100 0 0 0 0 0 50 50 100 100 75 25 0 0 0 6,25 75 75 75 100 81,25 0 0 0 0 0 75 75 50 25 56,25 0 0 25 0 6,25 50 50 75 25 50 0 0 25 0 6,25 50 50 75 25 50 0 0 0 0 0 25 25 50 25 31,25 25 25 25 25 25 0 0 0 0 0 25 0 25 0 12,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 100 100 100 100 0 0 0 0 0 100 25 50 50 56,25 0 0 0 0 0 25 25 25 25 25 0 0 0 0 0 50 75 100 100 81,25 0 0 0 0 0 75 75 50 50 62,5 0 0 0 0 0 75 50 50 100 68,75 0 0 0 0 0 75 75 50 50 62,5 0 0 0 0 0 100 100 0 0 50 0 0 0 0 0 100 25 50 75 62,5 25 0 0 0 6,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 6,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0 0 6,25 0 0 0 0 0 3,21969697 34,46969697
Lampiran 3. Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
Penutupan Lamun per Jenis Halodule pipolia
Rata-rata (%) 1 2 3 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 50 75 75 56,25 0 25 50 0 18,75 25 25 75 0 31,25 50 25 75 75 56,25 50 0 0 0 12,5 0 0 0 0 0 5,303030303
Transek Kerapatan Jenis Lamun per satuan Luas Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
Kerapatan Lamun
Kuadrat Meter Ea Cs Hp Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m²
1
0 24 96 0 0 0 0 10 0 0 82 328 0 0 20 25 100 0 0 0 0 30 0 0 103 412 0 0 40 0 0 154 616 0 0 50 0 0 101 404 0 0 60 4 16 116 464 0 0 70 20 80 0 0 0 0 80 28 112 0 0 0 0 90 21 84 0 0 0 0 100 19 76 0 0 0 0
2
0 20 80 0 0 0 0 10 60 240 0 0 0 0 20 0 0 182 728 0 0 30 0 0 109 436 0 0 40 0 0 30 120 0 0 50 0 0 123 492 0 0 60 0 0 93 372 0 0 70 0 0 176 704 0 0 80 0 0 125 500 0 0 90 0 105 420 0 0 100 0 0 98 392 0 0
3
0 35 140 0 0 0 0 10 15 60 165 660 0 0 20 10 40 110 440 0 0 30 0 0 135 540 0 0 40 0 0 137 548 0 0 50 0 0 142 568 0 0 60 0 0 172 688 0 0 70 10 40 165 660 0 0 80 0 0 107 428 0 0 90 0 0 123 492 0 0 100 0 0 154 616 0 0
Rata-rata 35,27273 rata-rata 364,4848 rata-rata 0 Jumlah 1164 12028 0
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
Transek Kerapatan Jenis Lamun per satuan Luas
Kuadrat Meter Ea Cs Hp
Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m²
1
0 4 16 0 0 0 0 10 12 48 0 0 0 0 20 16 64 0 0 0 0 30 26 104 0 0 0 0 40 63 252 0 0 0 0 50 0 0 77 308 0 0 60 0 0 157 628 0 0 70 0 0 148 592 0 0 80 0 0 68 272 0 0 90 0 0 106 424 0 0 100 5 20 0 0 0 0
2
0 18 72 0 0 0 0 10 0 0 20 80 0 0 20 0 0 107 428 0 0 30 0 0 199 796 0 0 40 0 0 94 376 0 0 50 0 0 108 432 0 0 60 17 68 0 0 0 0 70 57 228 0 0 0 0 80 0 0 87 348 0 0 90 37 148 0 0 0 0 100 15 60 0 0 0 0
3
0 0 0 182 728 0 0 10 0 0 197 788 0 0 20 0 0 170 680 0 0 30 0 0 187 748 0 0 40 0 0 193 772 0 0 50 0 0 179 716 0 0 60 0 0 188 752 0 0 70 0 0 180 720 0 0 80 0 0 87 348 0 0 90 47 188 0 0 0 0 100 32 128 0 0 0 0
Rata-rata 42,30303 Rata-rata 331,3939 Rata-rata 0 Jumlah 1396 10936 0
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
Transek Kerapatan Jenis Lamun per satuan Luas
Kuadrat Meter Ea Cs Hp
Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m²
1
0 18 72 0 0 0 0 10 4 16 0 0 0 0 20 15 60 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0 0 40 0 0 0 0 0 0 50 5 20 0 0 0 0 60 6 24 0 0 0 0 70 0 0 0 0 0 0 80 0 0 0 0 0 0 90 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0
2
0 51 204 0 0 0 0 10 42 168 0 0 0 0 20 0 0 47 188 0 0 30 0 0 72 288 0 0 40 0 0 35 140 0 0 50 0 0 5 20 0 0 60 0 0 7 28 0 0 70 0 0 0 0 0 0 80 0 0 0 0 0 0 90 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0
3
0 0 0 130 520 0 0 10 0 0 75 300 0 0 20 0 0 158 632 0 0 30 0 0 82 328 0 0 40 0 0 54 216 0 0 50 0 0 67 268 0 0 60 0 0 76 304 0 0 70 0 0 72 288 0 0 80 0 0 0 0 0 0 90 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 17,09091 Rata-rata 106,6667 Rata-rata 0 Jumlah 564 3520 0
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
Transek Kerapatan Jenis Lamun per satuan Luas
Kuadrat Meter Ea Cs Hp
Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m² Jenis/2500cm² Jenis/m²
1
0 21 84 0 0 0 0 10 4 16 0 0 0 0 20 0 0 95 380 0 0 30 0 0 105 420 0 0 40 0 0 130 520 0 0 50 0 0 121 484 0 0 60 0 0 120 480 0 0 70 0 0 95 380 0 0 80 0 0 96 384 0 0 90 0 0 114 456 0 0 100 0 0 95 380 0 0
2
0 29 116 0 0 0 0 10 10 40 0 0 0 0 20 0 0 179 716 0 0 30 0 0 120 480 0 0 40 0 0 90 360 0 0 50 0 0 76 304 0 0 60 0 0 82 328 0 0 70 0 0 89 356 0 0 80 0 0 79 316 0 0 90 0 0 51 204 0 0 100 0 0 69 276 0 0
3
0 5 20 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 30 7 28 0 0 0 0 40 0 0 0 0 0 0 50 0 0 0 0 87 348 60 0 0 0 0 42 168 70 0 0 0 0 67 268 80 0 0 0 0 71 284 90 0 0 0 0 26 104 100 6 24 0 0 0 0
Rata-rata 9,939394 Rata-rata 218,9091 Rata-rata 35,51515 Jumlah 328 7224 1172
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
Pola Pemencaran Enhalus acoroides
n xi Xi²-N N(N-1) ∑Xi²-
N id
1 24 -249 679800 -9145 -
0,565 2 25 -200
3 4 -809 4 20 -425 5 28 -41 6 21 -384 7 19 -464 8 20 -425 9 60 2775 10 35 400 11 15 -600 12 10 -725 13 10 -725 14 4 -809 15 12 -681 16 16 -569 17 26 -149 18 0 -825 19 5 -800 20 18 -501 21 17 -536 22 57 2424 23 37 544 24 15 -600 25 47 1384 26 32 199 27 18 -501 28 4 -809 29 15 -600 30 51 1776 31 42 939 32 15 -600 33 5 -800 34 5 -800 35 5 -800 36 12 -681 37 21 -384 38 4 -809 39 29 16 40 10 -725
Universitas Sumatera Utara
41 5 -800 42 7 -776 N 825
Lanjutan 3. Lanjutan
Pola Pemencaran Cymodoces cerrulata
n xi Xi²-N N(N-1) ∑Xi²-N id 1 82 -1703 71005902 477534 0,504395 2 103 2182 3 154 15289 4 101 1774 5 116 5029 6 182 24697 7 109 3454 8 30 -7527 9 123 6702 10 93 222 11 176 22549 12 125 7198 13 105 2598 14 98 1177 15 165 18798 16 110 3673 17 135 9798 18 137 10342 19 142 11737 20 172 21157 21 165 18798 22 107 3022 23 123 6702 24 154 15289 25 77 -2498 26 157 16222 27 148 13477 28 68 -3803 29 106 2809 30 20 -8027 31 107 3022 32 199 31174 33 94 409 34 108 3237
Universitas Sumatera Utara
35 87 -858 36 182 24697 37 197 30382 38 170 20473 39 187 26542 40 193 28822 41 179 23614 42 188 26917 43 180 23973 44 87 -858 45 47 -6218 46 72 -3243 47 35 -7202 48 5 -8402 49 7 -8378 50 130 8473 51 75 -2802 52 158 16537 53 82 -1703 54 54 -5511 55 67 -3938 56 76 -2651 57 72 -3243 58 95 598 59 105 2598 60 130 8473 61 121 6214 62 120 5973 63 95 598 64 96 789 65 114 4569 66 95 598 67 179 23614 68 120 5973 69 90 -327 70 76 -2651 71 82 -1703 72 89 -506 73 79 -2186 74 51 -5826 75 69 -3666 N 8427
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan 3. Lanjutan
Pola Pemencaran Halodule pinifolia
n xi Xi²-N N(N-1) ∑Xi²-N id 1 87 7276 85556 18074 1,056267 2 42 1471
3 67 4196 4 71 4748 5 26 383 N 293
Universitas Sumatera Utara