37
STUDI ISLAM II ETIKA BERKELUARGA MENURUT ISLAM Untuk Memenuhi Tugas Studi Islam II Kelompok 5 Mufty Akbar H. Umar 11141040000023 Ratna Farhana 11141040000033 Syifa Ramadiana 11141040000039 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Studi Islam II Sedikit Lagi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

studi islam yang membahas tentang etika dalam berkeluarga

Citation preview

STUDI ISLAM IIETIKA BERKELUARGA MENURUT ISLAMUntuk Memenuhi Tugas Studi Islam II

Kelompok 5

Mufty Akbar H. Umar11141040000023 Ratna Farhana11141040000033 Syifa Ramadiana 11141040000039

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTAJUNI/2015DAFTAR ISI

DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUAN31.1Latar Belakang31.2Rumusan Masalah31.3Tujuan Makalah3BAB II PEMBAHASAN42.1Pengertian Etika dan Keluarga42.2Prinsip Etik Sebelum Berkeluarga.42.2Etika Dalam Perjalanan Berkeluarga.82.3Menjadi Keluarga Sakinag, Mawadah, Warahmah17BAB III PENUTUP243.1Kesimpulan24DAFTAR PUSTAKA25

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.

1.2 Rumusan Masalah Mengetahui pengertian Etika berkeluarga Mengetahui Prinsip Etika sebelum berkeluarga Mengetahui Etika dalam perjalanan berkeluarga Mengetahui Menjadi keluarga sakinah, mawadah, warahmah

1.3 Tujuan Makalah Untuk mengetahui pengertian Etika berkeluarga Untuk mengetahui Prinsip Etika sebelum berkeluarga Untuk mengetahui Etika dalam perjalanan berkeluarga Untuk mengetahui menjadi keluarga sakinah, mawadah, warahmah

BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian Etika dan KeluargaEtika adalah sebuah cabang filsafat yang bericara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menenttukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.[footnoteRef:2]Jadi dapat di simpulkan bahwa tujuan digunakanya etika dalam pergaulan antar elemen-elemen di masyarakat pada hakikatnya supaya tercipta suata hubungan yang harmonis serasi dan saling menguntungkan.[footnoteRef:3] [2: Drs.h.burhanuddin salam. 2002. etika social, rineka cipta,Jakarta.] [3: Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M. 2012. Hukum dan etika bisnis, cv. Andi offset,Jakarta. hal.62 ]

Keluarga adalah unit terkecil yang memiliki suatu ikatan hubungan dan tinggal bersama dalam satu atap serta memiliki peran masing-masing anggota. Keluarga ini terdiri dari seorang suami (ayah), istri (ibu) dan anak-anaknya.[footnoteRef:4] [4: Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan:Pustaka As-Salam. ]

Jadi, etika berkeluarga menurut islam adalah suatu sikap atau perilaku seseorang yang memiliki ikatan hubungan dengan nilai-nilai islami dalam rumah tangga.2.2 Prinsip Etik Sebelum Berkeluarga.Islam telah mengajarkan tentang pentingnya menjunjung tinggi moralitas di dalam hidup ini, sampai-sampai Allah swt menjelaskan bahwa orang yang berbuat baik, tentunya akan mendapatkan pasangan yang baik juga. Sebaliknya, jika seseorang suka berbuat keburukan, maka untuknya pasangan yang sesuai dengan perbuatannya. Oleh karenanya, tidak pantas rasanya ketika seseorang yang amoral berharap berpasangan dengan muslimah yang baik, begitu juga sebaliknya. Allah swt berfirman : { : 26} Artinya : Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) [QS. An-Nuur : 26]Bahkan di dalam ayat yang lain, dengan tegas Allah swt mengharamkan para pelaku zina untuk menikah dengan siapapun kecuali teman berzinahnya. Allah swt berfirman : { : 3}Artinya : Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. [QS. An-Nuur : 3]Dua ayat di atas menjadi dasar kongkrit dalam melakukan pembinaan personal secara baik untuk mendapatkan pasangan yang baik. Hal ini dipentingkan karena Islam sendiri menjelaskan bahwa keluarga itu dibangun di atas pondasi kebaikan, maka ketika kebohongan, kedurhakaan, sudah tercipta sebelum terjadinya perkawinan maka cita-citabaiti jannati(rumahku adalah surgaku) dan visisakinah,mawaddahdanrahmahtidak akan pernah terbangun.Muhammad Quraish Shihab pernah menjelaskan, bahwa kehidupan keluarga ibarat satu bangunan, demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus didirkan di atas fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Fondasi kehidupan berkeluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Karena begitu pentingnya nilai etik yang baik yang harus dibangun sebelum berumah tangga, sampai-sampai Rasulullah Muhammad saw memerintahkan umatnya agar memilih pasangan hidup dengan dominasi agama di dalam dirinya (fazhfar bi dzati al-din taribat yadak). Dalam kasus lain, Hasan al-Bashri pernah menasehati seseorang yang bertanya kepadanya mengenai pilihan pasangan hidup, maka ia (Hasan) berkata terimalah yang paling baik agamanya, karena jika ia senang kepada istrinya, pasti ia menghormatinya, sedangka jika ia membencinya maka ia tidak akan menganiayanya.Adapunstressingetik yang termaktub di dua ayat di atas, yang pertama yakni pada kataal-khabaitsyang menjadi lawan kataal-thayyibat. Kataal-khabaitsmerupakan bentuk plural dari kataal-khabitsyang memiliki makna sesuatu yang dibenci, namun fokus kebenciannya dari segi sifat danzhahir-nya. Artinya, etika yang pertama yang harus ditanam di dalam diri sebelum membentuk keluarga sehingga mendapatkan visi yang baik, adalah menciptakan sifat dan perangai yang baik agar dapat menghadirkan pasangan yang serasi dengannya.

Stressingyang kedua adalah pada kataal-zinadanal-syirkuyang tertuang di dalam QS. 24:3. Kedua kata di atas menunjukkan tentang amal perbuatan, seperti kata zina yang berasal dari akar kata yang terdiri dari hurufzai,nundanya, yang berarti berbuat zina atau melakukan hubungan badan tanpa ikatan yang sah menurut agama.Berdasarkan pemaknaan di atas, maka maksud etik yang kedua ini adalah pada tataranamaliyahatau perbuatan, dan standar atau alat ukurnya adalah apa yang terlihat oleh mata. Jika nilai etik yang pertama adalah pada tataran sifat yang standarnya adalah kearifan lokal, maka nilai etik yang kedua adalah sesuatu yang tidak bisa terbantahkan karena bukti terlihat secara nyata di depan mata. Ayat lain yang juga menggambarkan tentang penciptaan etika yang baik, dari segi sifat dan perbuatan sebelum berkeluarga adalah firman Allah tentang kisah Nabi Musa as., dengan dua orang wanita anak Nabi Syuaib as. Ketika sedang mengambil air dan membawanya ke rumah untuk kebutuhan rumah tangga. Diperjalanan pada awalnya kedua wanita tersebut berjalan di muka Nabi Musa as., namun karena begitu banyak kemaksiatan yang terlihat olehnya dari tubuh kedua wanita tersebut, maka pada akhirnya Nabi Musa as. meminta kepada mereka untuk berjalan di belakangnya agar dapat terhindar dari kemaksiatan. Adapun prinsip etik yang dibangun di dalam ayat ini adalah rasa malu yang dalam pada diri seseorang untuk melakukan kemaksiatan meskipun peluang itu ada ketika bertemu dengan lawan jenis. Dengan prinsip etik ini, tidak ada satupun yang terlukai dan tersakiti sebelum membangun bahtera tumah tangga. * * { : 25-23}Artinya : Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)? Kedua wanita itu menjawab: Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. [23] Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, ke- mudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. [24] Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syuaib berkata: Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.[25]2.2Etika Dalam Perjalanan Berkeluarga.Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam sangat intens dalam membahas masalah keluarga. Keluarga di dalam bahasa Arab biasa dikenal dengan istilahusrah, yang kemudian di dalam terminologi Islam biasa diartikan dengan unit (satuan) sosial terpenting bagi proses pembangunan umat, plus termasuk salah satu fondasi yang menyangga bangunan masyarakat muslim.Munurut Sayyid Qutub, keluarga seperti mesin inkubator ( ) yang bersifat alamiah dengan fungsi melindungi, memelihara dan mengembangkan jasmani dan akal anak-anak yang sedang tumbuh. Di bawah naungan keluarga, rasa cinta, kasih sayang dan solidaritas saling berpadu. Dalam lembaga keluargalah, individu manusia akan membangun perwatakannya yang khas seumur hidup, sekaligus menyiapkan diri untuk berinteraksi dengan dunia luar dan anggota masyarakat yang lain. Harus diakui bahwa sebelum datangnya Islam, prinsip-prinsip berkeluarga dibangun atas pondasi diskriminasi terhadap kaum wanita. Bahkan pada masa itu, yang paling terkenal perbuatan kejinya adalah pembunuhan terhadap anak-anak perempuan, menjadikan istri sebagai bahan taruhan, dan bahkan biasa untuk melakukan hubungan intim dengan ibu-ibu mereka, karena di dalam tradisi jahiliah, ibu juga termasuk bagian dari harta peninggalan bapak (waris). Lalu datanglah Islam dengan membawa prinsiprahmatbagi semua orang, termasuk mengangkat derajat wanita dan mengatur hubungan (relationship) antara suami-istri, pengasuhan anak dan antara anak dengan orang tua. Adapun pembahasan mengenai etika berkeluarga dalam perjalanannya, terdapat klasifikasi pada dua pembahasan, yakni etika hubungan suami-istri, dan etika berbuat baik kepada orang tua.A. Etika Hubungan Suami-IstriIslam sangat memperhatikan masalah hubungan suami-istri yang diangap sebagai urat nadi kehidupan berkeluarga sekaligus penyebab keberhasilan dan kegagalan dalam berumah tangga. Untuk itu, pada pembahasan awal ini akan dibahas terlibah dahulu tentang status suami dalam perspektif Al-Quran. Allah swt berfirman : { : 21}Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar-Ruum : 21]Melalui ayat ini, sesungguhnya tidak ditemukan sedikitpun dikotomi kekuasaan antara suami dan istri, karena pasangan pada ayat di atas merupakan bagian dari diri ini sendiri. Artinya, jika seseorang merasa bahwa pasangannya adalah bagian dari dirinya, maka tidak akan ada pemaksaan dan penindasan pada pasangannya, karena ketika itu terjadi maka sasungguhnya ia telah menyakiti dirinya sendiri. Prinsipal-musawah(kesamaan derajat) inilah yang dapat menciptakan visisakinah,mawaddahdanrahmahdalam berkeluarga.Lalu apakah sesungguhnya fungsi suami bagi pasangannya jikalau prinsip etik hubungan suami-istri adalahal-musawah? Untuk menjawab hal ini, dapat dilihat dari keterkaitan ayat di atas dengan ayat yang lain (al-munasabah). Allah swt berfirman : { : 34}Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [QS. An-Nisa : 34]Kataqawwamdi dalam al-Quran terjemahan Departemen Agama selalu bermakna pemimpin sehingga ayat ini kemudian menjadi legetemasi umum bagi para suami untuk merendahkan istrinya. Padahal ayat di atas tidak berhenti hanya pada kalimatqawwamuna ala an-nisa, akan tetapi ada ayat lain yang terlupakan yaknibima anfaqu min amwalihim. Artinya, seorang suami di dalam rumah tangga adalah penjaga kebutuhan materi dan immateri bagi keluarganya, bukan boss yang dapat mengatur segalanya atas kehendaknya. Oleh karenanya, agar terjalin rumah tangga yang baik maka dibutuhkan kerja sama dan pembagian tugas antara suami dan istri. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Said Agil Husin al-Munawar mengenai konteks kalimatal-rijal qawwmuna ala al-nisa, bahwa kalimat ini menyajikan tentang pembagian tugas antara suami-istri. Adapun tugas dan posisi istri di dalam keluarga adalah sebagai pengelola kegiatan rumah tangga. Hal ini sejalan denganbayankalam Allah melalui hadits Rasulullah saw ; { }[13]Artinya : wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggung jawabannya [HR. al-Bukhari]Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelaslah bahwajob descriptionantara suami-istri merupakan prinsip etik yang harus dikedepankan demi sebuah kebersamaan. Suami menjadi pengada sekaligus penjaga kebutuhan rumah tangga, sedangkan istri mengatur keluar-masuk segala kebutuhan rumah tangga.Adapun prinsip etik yang selanjutnya adalah mengenai kewajiban memperlakukan pasangan (saling bergaul) dengan baik. Dalam hal ini, etika dapat dilihat dari dua kewajiban pelaksanaan hak dan kewajiban suami-istri. Yang pertama adalah etika pemenuhan hak suami-istri :1) Menjaga kehormatan pasangan. Dalam hal ini, Rasulullah saw sebagai penyampairisalahAllah menjelaskan ; { }[14]Artinya : Manakala wanita membuka pakaiannya di rumah selain rumah suaminya, maka dia sungguh telah menghancurkan tabir antara dia dan Allah swt. [HR. Ibnu Majah]2) Terjadi timbal balik saling membutuhkan ketika salah satu mengajak untuk melakukan hubungan suami-istri (al-wath`u/jima). Standar tidak berlakunya hadits Rasulullah yang menjelaskan wanita mendapatkan laknat malaikat hingga subuh karena menolak hubungan suami-istriadalah karenahaidh, serta keadaan yang tidak memungkinkan secara alamiah, seperti sakit, terlalu lelah, dll. Untuk keadaan yang kedua ini, Allah menggunakan katahartsun(tanah temapat bercocok tanam). Sifat alamiah tanah tidak bisa dilakukan penanaman secara normal adalah pada masa-masa sulit seperti kemarau, bencana alam, dll. Lalu apakah ketika pada masa-masa itu kita harus memaksakan diri untuk bercocok tanam ? tentu tidak, begitu pula yang harus dilakukan oleh suami kepada istri, dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Allah swt di dalam al-Quran, (dan bergaullah dengan mereka secara patut).3) Menjaga rumah dan perasaan pasangan. Dalam hal ini, etika yang sangat dibutuhkan adalah keterbukaan dan komunikasi. Hadits yang menjelaskan tentang jangan berpuasa kecuali mendapat izin suami,pada dasarnya merupakan perintah untuk membangun komunikasi yang baik antara suami-istri.4) Memberikan kebutuhan jasmani dari rizki yang halal. Hal ini di jelaskan oleh Allah seperti di dalam surat QS. al-Araf ; { : 157}Artinya : dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk [QS. al-Araf : 157]B. Etika Hubungan Anak dengan Orang Tua dan Sebaliknya.Etika seorang anak terhadap orang tua dijelaskan oleh Allah swt melalui kisah Luqman yang memberikan nasehat kepada anaknya, dan dari delapan nasehat Luqman tersebut, terdapat dua bagian penting yang menyangkut masalah etika hubungan antara anak dengan orang tua, yakni ayat 14-15. Dalam hal ini, Allah swt berfirman : * { : 15-14}Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. [14] Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [15] [QS. Luqman : 14-15]Melalui ayat di atas, dapat dirangkum perintah Luqman kepada anaknya mengenai etika anak kepada orang tua:1. Selalu bersyukur, 2. Taat dalam kebaikan, 3. Berani mengambil sikap menolak dengan cara yang baik dalam hal kemaksiatan. Dari ketiga prinsip ini, maka sesungguhnya yang menjadi standar atau alat ukur dalam melaksanakannya adalah kesabaran, baik dari segi ucapan ataupun perbuatan.Adapun ketika orang tua sudah meninggal maka seorang anak juga tidak boleh menanggalkan etika ketaatan terhadap keduanya. Dalam hal ini, Rasulullah Muhammad saw menjelaskan ; Salah seorang dan kaum Anshar datang kepada Rasulullah saw, kemudian berkata, Wahai Rasulullah, apakah aku masih mempunyai kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku kerjakan setelah kematian keduanya? Rasulullah saw. bersabda,Ya ada, yaitu empat hal: mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman keduanya, dan menyambung sanak famili di mana engkau tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya. Itulah bentuk bakti engkau kepada keduanya setelah kematian keduanya. [HR Abu Daud]

Berdasarkan ayat-ayat dalam surat Luqman dan hadits di atas, Abu Bakr Jabir al-Jaziri menyebutkan bahwa setelah seorang muslim mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya, dan menunaikannya dengan sempurna karena mentaati Allah swt, dan merealisir wasiat-Nya, maka juga menjaga etika-etika berikut ini terhadap kedua orang tuanya ; 1. Taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan keduanya, selama di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah dan pelanggaran terhadap syariat-Nya. Karena, manusia tidak berkewajiban taat kepada manusia sesamanya dalam bermaksiat kepada Allah, berdasarkan firman Allah, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (Luqman: 15). Sabda Rasulullah saw., Sesungguhnya ketaatan itu hanya ada dalam kebaikan. (Muttafaq Alaih). Sabda Rasulullah saw., Tidak ada kewajiban ketaatan bagi manusia dalam maksiat kepada Allah. 2. Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan memuliakan keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan istri dan anak atas keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil keduanya dengan panggilan, Ayah, ibu, dan tidak bepergian kecuali dengan izin dan kerelaan keduanya. 3. Berbakti kepada keduanya dengan apa saja yang mampu ia kerjakan, dan sesuai dengan kemampuannya, seperti memberi makan pakaian kepada keduanya, mengobati penyakit keduanya, menghilangkan madzarat dari keduanya, dan mengalah untuk kebaikan keduanya. 4. Menyambung hubungan kekerabatan dimana ia tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dan jalur kedua orang tuanya, mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji (wasiat), dan memuliakan teman keduanya.

Sedangkan etika yang baik yang harus dibangun oleh orang tua terhadap anakanya adalah: 1. Memberikan pilihan nama yang baik, 2. Menunaikan penyembelihan hewan aqiqah, 3. Mengkhitankannya, 4. Memberikan nafkah yang halal dan baik, pembinaan mental dan prilaku yang baik, 5. Pengenalan dan penanaman ilmu-ilmu keislaman. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt QS. al-Baqarah ayat 233 dan al-Tahrim ayat 6.[21]

C. Etika Penyelesaian Problem Keluarga.Ada dua permasalahan penting yang harus dituangkan prinsip etik di dalam penyelesaian problem keluarga, yakni masalah cemburu, dan masalah perceraian. Kedua permaslahan ini, sering kali diselesaikan oleh suami dan istri dengan mendahulukan nafsu amarah sehingga menghilangkan nilai-nilai logis sebagai manusia. Bukan kemaslahatan dan rahmat Allah yang muncul, akan tetapi murka dan azab Allah yang akan datang.1. Masalah Cemburu.Cemburu adalah sifat alamiah seorang manusia, baik pria ataupun wanita, bahkan istri-istri nabi sendiri selalu saling cemburu berkenaan dengan hubungan mereka dengan Rasulullah Muhammad saw. Bint asy-Syathi menyebutkan, bahwa karena cemburu merupakan watak logis dan sehat, maka Rasulullah saw mengizinkan istri-istrinya mengisi dunia pribadinya dengan kehangatan, emosi dan kegembiraan, menentang semua stagnasi, kelesuan, dan sifat yang membosankan. Bahkan Nabi tidak dengan sendirinya selalu meluangkan waktu untuk melihat dan mengamati peperang-perangan kecil yang terjadi di antara istri-istrinya, dan sebagai seorang manusia, Nabi pun merasa senang karena mereka salaing cemburu karena cinta mereka kepada suami mereka yakni Rasulullah Muhammad saw. Adapun dalam memberikan hukuman bagi yang membangkang, Nabi menarik mereka dari kontak sosial dan seksual. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt ; { : 34}Artinya : Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. [QS. An-Nisa : 34]2. Masalah Perceraian.Masalah perceraian merupakan perbuatan yangmubah(boleh) namun dibenci Allah swt. Akan tetapi meskipun ia dibenci Tuhan, Islam memberikan peluang untuk dapat melakukan perceraian jika jalan perdamaian dengan al-maruf atau kebaikan sudah tidak bisa menjadi solusi. Dalam hal ini, Allah mengajarkan kepada umat Islam agar menjadikan pengadilan sebagai sarana perceraian agar fitnah dan kemaksiatan tidak merajalela, sebagaimana firman Allah swt ; { : 35}Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [QS. An-Nisa : 35]Prinsip lain yang juga terjaga dengan mengedepankan nilai etik di atas adalah terselesaikannya seluruh kasus-kasus harta pasca perceraian, seperti kasus yang dituangkan oleh Allah di dalam al-Quran ; { : 229}Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. [QS. al-Baqarah : 229]2.3Menjadi Keluarga Sakinag, Mawadah, WarahmahAspek-Aspek PembentukKeharmonisan Rumah Tangga- Dalam rumah tangga harus terdapat kematangan emosional demi terbentuknya keharmonisan rumah tangga. Adapun cirri kematangan tersebut:[footnoteRef:5] [5: Andi, Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. hlm. 153]

1. Kasih sayang, yaitu sikap kasih sayang mendalam yang diwujudkan secara wajar.2. Emosi yang terkendali, yaitu individu dapat mengatur perasaan-perasaannya terhadap keluarga dan terhadap pasangan. Tidak mudah berbuat hal yang menyakiti perasaan, misalnya marah, cemburu buta, dan ingin merubah pribadi pasangannya.3. Emosi terbuka-lapang, yaitu individu dapat menerima kritik dan saran dari pasangannya sehubungan dengan kelemahan dan perbuatannya, demi pengembangan diri dan puasan pasangan.4. Emosi terarah, yaitu individu dengan kendali emosinya sehingga tenang, dapat mengarahkan ketidakpuasan dan konflik-konflik yang konstruktif dan kreatif

Muhammad M. Dlori menjelaskan kunci dalam pembentukanKeluarga Sakinah Mawadah Warohmah adalah:[footnoteRef:6] [6: Muhammad, M. Dlori. 2005 Dicinta Suami (Istri) Sampai Mati. Jogjakarta: Katahati. hlm. 16-23]

1. Rasa cinta dan kasih sayang. Tanpa keduanya rumah tangga takkan berjalan harmonis. Karena keduanya adalah power untuk menjalankan kehidupan rumah tangga.2. Adaptasi dalam segala jenis interaksi masing-masing, baik perbedaan ide, tujuan, kesukaan, kemauan, dan semua hal yang melatarbelakangi masalah. Hal itu harus didasarkan pada satu tujuan yaitu keharmonisan rumah tangga.3. Pemenuhan nafkah lahir batin dalam keluarga. Dengan nafkah maka harapan keluarga dan anak dapat terealisasi sehingga tercipta kesinambungan dalam rumah tangga

Menurut Basri untuk meraih keharmonisan rumah tangga sumi istri perlu memiliki sifat-sifat ideal dan menerapkannya dalam rumah tangga, sifat tersebut adalah:[footnoteRef:7] [7: Hasan Basri. 2002. Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta; Pustaka pelajar.hlm. 32-37]

Persyaratan fisik biologis yang sehat-bugar. Hal ini penting karena; untuk menjalankan tugasnya keduanya memerlukan tubuh atau anggota badan yang berfungsi baik dan sehat. Seperti berkomunikasi, bekerja, kehidupan seksualitas, daya tarik, dan sebagainya. Jika mereka memiliki tubuh dan fisik yang sehat terutama otak maka keluarga akan terbantu dengan sisi kreatif dari otak. Tubuh merupakan dasar untuk hidup Psikis-rohaniah yang utuh. Kondisi psikis-rohaniah yang utuh sangat diperlukan dalam menunjang kemampuan seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam rumah tangga.dengan mental yang sehat akan mampu mengendalikan emosi yang kadang tergoncang karena berbagai macam alasan dan situasi. Taraf kepribadian dan rohani yang utuh dan teguh sangat diperlukan, karena dalam perjalanannya godaan dan cobaan datang secara silih berganti, baik dalam moral kesusilaan, keadilan, kejujuran, tanggung jawab sosial dan keagamaan.Mental yang sehat dapat menyebabkan seseorang mampu menghadapi kenyataan sebagaimana adanya dan akan berusaha meraih kebahagiaan hidup tanpa merugikan orang lain, ia akan mampu beradaptasi dengan efektif dan wajar. Bermacam-macam aspek kepribadian dan unsur akhlak budi pekertinya akan utuh dan teguh serta menjaga taraf keluhuran dan kehormatannya. Psikis-rohaniah yang utuh dapat mambuat kedua pasangan memelihara daya tarik yang membuat mereka betah dan bahagia dalam rumah tangganya. Kondisi sosial dan ekonomi yang cukup memadai untuk memenuhi hidup rumah tangga. Hal ini dapat berupa semangat dan etos kerja yang baik dalam memenuhi nafkah, kreatifitas dan semangat untuk mengusahakannya, sehingga keluarga akan terpenuhi kebutuhannya

Zakiah Daradjat menjelaskan babarapa persyaratan dalam mencapaikeluarga yang harmonis, adapun syarat tersebut adalah:1. Saling mengerti antar suami isteri, yaitu; Mengerti latar belakang pribadinya; yaitu mengetahui secara mendalam sebab akibat kepribadian (baik sifat dan tingkah lakunya) pasangan, Mengerti diri sendiri; memahami diri sendiri masa lalu kita, kelebihan dan kekurangan kita, dan tidak menilai orang berdasarkan diri sendiri.2. Saling menerima. Terimalah apa adanya pribadinya, tugas, jabatan dan sebagainya jika perlu diubah janganlah paksakan, namun doronglah dia agar terdorong merubahnya sendiri. Karena itu; Terimalah dia apa adanya karena menerima apa adanya dapat menghingkan ketegangan dalam keluarga. (b). Terimalah hobi dan kesenangannya asalkan tidak bertentangan dengan norma dan tidak merusak keluarga. (c). Terimalah keluarganya3. Saling menghargai. Penghargaan sesungguhnya adalah sikap jiwa terhadap yang lain. Ia akan memantul dengan sendirinya pada semua aspek kehidupan, baik gerak wajah maupun perilaku. Perlu diketahui bahwa setiap orang perlu dihargai. Maka menghargai keluarga adalah hal yang sangat penting dan harus ditunjukkan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan.Adapun cara menghargai dalam keluarga adalah; Menghargai perkataan dan perasaannya. Yaitu; menghargai seseorang yang berbicara dengan sikap yang pantas hingga ia selesai, menghadapi setiap komunikasi dengan penuh perhatian positif dan kewajaran, mendengarkan keluhan mereka. Menghargai bakat dan keinginannya sepanjang tidak bertentangan dengan norma. Menghargai keluarganya.4. Saling mempercayai. Rasa percaya antara suami isteri harus dibina dan dilestarikan hingga ke hal yang terkecil terutama yang berhubungan dengan akhlaq, maupun segala segi kehidupan. Diperlukan diskusi tetap dan terbuka agar tidak ada lagi masalah yang disembunyikan. Untuk menjamin rasa saling percaya hendaknya memperhatikan; Percaya akan pridinya. Hal ini ditunjukkan secara wajar dalam sikap ucapan, dan tindakan. Percaya akan kemampuannya, baik dalam mengatur perekonomian keluarga, mengendalikan rumah tangga, mendidik anak, maupun dalam hubungannya dengan orang luar dan masyarakat.5. Saling mencintai. Syarat ini merupakan tonggak utama dalam menjalankan kehidupan keluarga. Cinta bukanlah kejaiban yang kebetulan datang dan hilang namun ia adalah usaha untuk.... Adapun syarat untuk pempertalikan dengan cinta adalah; Lemah lembut dalam berbicara. Menunjukkan perhatian kepada pasangan, terhadap pribadinya maupun keluarganya. Bijakna dalam pergaulan. Menjauhi sikap egois Tidak mudah tersinggung. Menentramkan batin sendiri. Karena takkan bisa menentramkan batin seseorang apabila batinnya sendiri tidak tentram, orang disekitarnya pun tidak akan nyaman. Saling terbuka dan membicarakan hal dengan pasangan adalah kebutuhan yang dapat menentramkan masalah. Peran agama dan spiritual pun sangat menentukan.Dengannya kemuliyaan hati tercermin dalam tingkah laku yang lebih baik dan menarik. Oleh sebab itu orang yang tentram batinnya akan menyenangkan dan menarik bagi orang lain. Tunjukkan rasa cinta. Hal ini dapat melalui tindakan, ucapan maupun sikap terhadap pasangan

Prof Nick Stinnet dan John DeFrain (dalam Hawari) mengemukakan pegangan atau kriteria keluarga bahagia atau harmonis, keriteria tersebut adalah:[footnoteRef:8] [8: Hawari. Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. hlm. 805-808.]

1) Menciptakan kehidupan agama atau spiritualitas dalam keluarga. Karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika kehidupan. Landasan utama agama dalam kehidupan terutama rumah tangga adalah kasih sayang. Penelitian mengatakan keluarga yang tidak religius, komitmen agamanya rendah, atau yang tidak mempunyai komitmen agama sama sekali beresiko empat kali tidak berbahagia, dan berakhir dengan broken home, perceraian, tak ada kesetiaan, dan kecanduan NAZA.2) Terdapat waktu bersama keluarga. Sesibuk apapun keluarga tersebut hendaknya para anggota harus menyediakan waktu untuk keluarga atau suasana kebersamaan dengan unsur-unsur keluarga sebagai usaha pemeliharaan hubungan.3) Dalam interaksi segitiga, keluarga menciptakan hubungan yang baik antara anggotanya. Komunikasi yang baik dan dua arah, suasana demokratis dalam keluarga harus dijaga agar tidak terjadi kesenjangan diantara anggota keluarga.4) Saling harga-menghargai dalam interaksi ayah, ibu, dan anak. Hal ini dilakukan melalui ucapan, tindakan, dan sikap yang tertanam dalam anggota keluarga.5) Keluarga sebagai unit terkecil harus erat dan kuat, jangan longgar, dan jangan rapuh. Mereka bukan hanya dekat dimata namun juga harus dekat dihati. Hubungan silaturrahmi berdasarkan kasih sayang haruslah dibina dalam keluarga.6) Jika mengalami krisis dan benturan-benturan, maka prioritas utamanya adalah keutuhan keluarga.7) Jika aspek diatas telah terpenuhi dan berfungsi dengan baik berdasarkan pada tuntunan nilai-nilai spiritual agama maka keharmonisan rumahtangga akan mudah diraih.

Keluarga harmonis dimulai dengan keluarga yang akrab. Diperlukan upaya dan cara pandang yang lebih matang untuk menciptakannya, banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas dari keharmonisan tadi. Namun yang lebih penting adalah menjaga keintiman, caranya adalah:[footnoteRef:9] [9: Mimi Doe. 2002. SQ Untuk Ibu: Cara-Cara Praktis dan Inspiratif Untuk Mewujudkan Ketentraman Ruhani. Bandung: Penerbit Kaifa. hlm. 65-66.]

1. Toleransi. Toleransi disini adalah memahami bahwa orang-orang yang kita cintai mungkin mempunyai gambaran yang berbeda dalam fikiran mereka tentang cara menghadapi suatu peris tiwa. Jadi dalam keluarga tidak meributkan hal sepele, mencoba menyamakan persepsi dan bekerja sama.2. Waktu bersama-sama, menggali kreatifitas dan mengambil manfaatnya bagi keluarga. rencanakan waktu khusus, isi momen-momen istimewa, ubah acara rutin dengan melibatkan seluruh keluarga, nikmati bersama hobi anda, dan libatkan diri dengan melibatkan anak dalan kegiatan yang digemari.3. Jatuh-bangun (terus berusaha). Jangan menyerah terus mencoba pendekatan baru untuk menjalin hubungan yang lebih mendalam dengan anak, pasangan, dan sesuaikan dengan minat, usia, serta keadaan.4. Terjunlah kedunia (menunjukkan kasih sayang dalam tindakan).5. Kurangi menggurui, perbanyak mendengar. Berusahalah untuk saling menghormati sudut pandang dan impian satu sama lain.6. Sarana hidup sebagai penyimpanan keyakinan yang harus ditanamkan. Hal ini dilakukan dengan membuat kotak, buku, dan sebagainya untuk menyimpan gagasan, nilai, yang layak disimpan dalam kotak tersebut, namun sebelumnya harus melalui komunikasi dengan keluarga, serta cara penggunaannya diatur oleh keluarga.7. Cinta menyeluruh. Tunjukkan dan sering-seringlah menunjukkan cinta anda

Keluarga yang harmonistidaklah dapat diraih tanpa kekompakan keluarga. Adapun menurut Derek dan Powel untuk menuju kekompakan tersebut dapat diraih dengan 8 prinsip, yaitu:[footnoteRef:10] [10: Darlene Powell & Derek S. Hubson. 2002. Menuju Keluarga Kompak: 8 Prinsip Praktis Menjadi Keluarga yang Sukses. Bandung: Kaifa.]

Berdamai dengan masa lalu, yaitu berusaha mengidentifikasi masa lalu yang mempengaruhi cara pandang kita dalam menjalani kehidupan keluarga. Selesaikan masalah yang teridentifikasi, dan temukan hal positif. Lakukan perubahan perilaku yang merupakan dampak dari masa lalu. Dengarkan dengan baik suara yang datang sebagai pesan masa lalu, dan hapus semua kenangan buruk. Kaji kembali pendekatan sebagai orang tua, dan jangan malu-malu untuk bercerita tentang masa lalu dengan keluarga untuk pelajaran bagi mereka. Berdamailah dengan pasangan, yaitu mengidentifikasi hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas hubungan akibat perbedaan yang dimiliki. Galilah perbedaan itu dan komunikasikanlah sehingga mendapat solusi. Jagalah cara menyampaikan dan menerima kritik, dan mintalah bantuan ahli bila memang diperlukan. Ciptakan komunikasi dua arah, yaitu cobalah untuk memahami perbedaan model komunikasi masing-masing, dan memperbaiki cara komunikasi yang destruktif. Mengembangkan cara komunikasi yang lebih efektif dalam keluarga. Nyatakan hal yang ingin disampaikan dengan efektif dan baik, dan ciptakan suasana dan pola komunikasi yang efektif bagi anggota keluarga. Akrabilah lingkungan terdekat, yaitu semua yang berhubungan dengan kita seperti teman dekat, tetangga, kerabat, komunitas, sekolah anak, pemuka agama, lingkungan kerja, dan sebagainya. Banyak alasan untuk menerapkan keakraban dengan mereka. Selain sebagai teman berbagi, mungkin mereka dapat membantu menginspirasi, dan memberi dukungan untuk kita dalam mejalani kehidupan keluarga, begitu pula sebaliknya. Arahkan perilaku anak, yaitu terapkan disiplin yang positif dengan cara berkomunikasi dengan anak tentang sasran dan tujuan bersama maupun tujuan pribadi. Setelah terjadi komunikasi dan pengertian mengenai harapan atau sasaran tadi maka orang tua hendaknya memberikan dukungan dan pujian pada perilaku yang positif atau mendukung sasaran tadi, walaupun tidak sesempurna pada awalnya, tekankan saja pujian positif ini.

Memberikan teguran pada perilaku yang telah keluar dari sasaran atau harapan yang disepakati sebelumnya, teguran ini hendaknya mengena pada perilaku khusus dan berjalan singkat, hindari hukuman fisik. Libatkan semua anggota keluarga sebagai tim dalam pembentukan dan penjagaannya. Adakan komukasi dan diskusi dengan tim secara efektif. Dan mintalah pendapat ahli bila diperlukan, adakan refleksi diri, dan instropeksi untuk mengevaluasi, serta mendapatkan cara yang tepat memperlakukan anak. Memelihara hubungan persaudaraan, yakni menerima perbedaan diantara anggota keluarga dan menganggap persaingan yang terjadi akibat perbedaan tadi adalah sesuatu yang normal. Memanfaatkan area persaingan tadi menjadi area tim yang saling membantu dan meneguhkan satu sama lain Membanding-bandingkan anak bukanlah hal yang tepat karena akan menimbulkan jurang permusuhan. Adakan waktu khusus untuk keluarga, baik melakukan hal barsama, minat bersama, dan sebagainya, adakan keseimbangan baik hubungan, komunikasi, maupun penanganan konflik.

Sediakan waktu untuk masing-masing, dan dengarkan mereka. hindari pertengkaran. buat persaingan yang positif dengan menekankan potensi masing-masing, hargai usaha bukan hasil, jangan berat sebelah. Persaingan positif adalah berlomba untuk melakukan hal terbaik dan maksimal dari mereka. Jadi bukan untuk membanding-bandingkan kakak adik, kompetensi kakak adik untuk meraih poin dari ayah. Namun lebih menekankan usaha maksimal untuk menjadi individu yang mandiri, menjadi diri sendiri, berbuat hal positif dan yang terbaik. Misalnya untuk hari kebersihan rumah, bila adik membersihkan halaman depan dengan ayah, maka kakak membersihkan rumah dengan ibu. Mengatasi pengaruh sebaya. Orang tua dituntut bekerja sebagai tim untuk mengontrol perilaku anak. Tanamkan dan bimbing ia dengan kasih sayang, nilai, dan dan sikap positif. Bimbing ia untuk menjalin hubungan positif, adakan komunikasi yang hangat untuk membahas hubungan mereka dengan orang lain, membahas hal yang berpengaruh buruk untuk mereka dengan kejelasan dan bagai mana hal yang tepat mengatasinya. Jangan biarkan anda dianggap kuno, biarkan anda menyesuaikan diri tanpa kehilangan kontrol positif, sehingga dapat menjadi contoh positif oleh anak bagaimana menghadapi perubahan mode yang tepat. Luangkan waktu untuk spiritualitas dan kegembiraan. Meluangkan waktu untuk spiritualitas dan kegembiraan akan menghilangkan kehampaan dan kekosongan yang mengganggu, dan juga akan membimbing kita dalam menghadapi persoalan dan menghadapi masa-masa yang sulit. Penanaman spiritulaitas untuk anak dapat membuat anak menjadi manusia yang memiliki jiwa dan emosi yang sehat.

Caranya adalah dengan proaktif dan reaktif. Proaktif berarti dengan melibatkan anak dalam kegiatan kegamaan, formal seperti ibadah di masid dan sebagainya. Reaktif yaitu membahas berbagai tantangan hidup dan menyandarkan diri pada kepercayaan, doa-doa, serta mengajari anak untuk menggantungkan diri pada kekuatan spiritual dalam mengatasi permasalahan sehari-hari. Kita dapat menerapkan dalam keseharian keluarga, seperti dongeng sebelum tidur, saling mendoakan, saling memaafkan, kegembiraan bersama, dan menyediakan waktu untuk diri sendiri dan keluarga.

Meluangkan waktu senggang atau libur untuk kegembiraan dan spiritualitas dapat membantu menyegarkan kembali keluarga, sikap tenang dan rekresi batin dapat dilakukan kapanpun. Keterlibatan dengan alam dan kehidupan kerena melakukan proyek bersama yang mengandung nilai spiritual dan kegembiraan akan berdampak pada kekompakan dan meningkatkan perasaan gembira lahir batin, karena merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Apabila hal ini telah menjadi bagian dari kelurga maka setiap aktifitas keluarga akan dilakukan dengan tenang dan optimal.

BAB III PENUTUP3.1KesimpulanDalam sebuah keluarga yang terdiri dari suami (ayah), istri (ibu), dan anak-anaknya tentu harus memiliki etika atau sikap dalam berkomunikasi. Etika dalam berkeluarga ini terbagi menjadi dua yaitu etika sebelum berkeluarga dan etika dalam perjalanan berkeluarga. Etika sebelum berkeluarga meliputi hal-hal yang harus dipersiapkan untuk terjadinya suatu ikatan yang terbagi dalam dua proses yaitu khitbah (lamaran) dan nikah (akad nikah). Nantinya seorang suami akan memimpin sebuah keluarga dan menafkahinya serta menjamin kehidupannya sedangkan seorang istri akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, kita harus memilih calon pasangan kita dengan sebaik-baiknya dan yang paham agama.Dalam perjalanan berkeluarga etika yang dilaksanakan yaitu hak dan kewajiban suami-istri, etika anak-orangtua, antarkeluarga (tetangga). Etika dalam berkeluarga ini akan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah.

DAFTAR PUSTAKAal-Baihaqi, Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin Ali. 1334 H. al-Sunan al-Kubra, al-Hindi: Majelis Dairah al-Maarif al-Nizhamiyah al-Kainah.al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah. 1987. al-Jami al-Shahih al-Mukhtashar. Beirut: Dar Ibnu Katsir. al-Darimi, Adullah bin Abd al-Rahman Abu Muhammad.1407 H. Sunan al-Darimi, Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi.al-Ja`iri, Abu Bakr Jabir. 1999.MinhajalMuslim. Beirut: Dar al-Fikr.Al Munawar, Said Aqil Husin. 2003. al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.al-Quzhawaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdillah.Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr.al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah. Musnad al-Imam Ahmad binHanbal. Kairo: Mu`assasah Qurthubah.al-Turmudzi, Muhammad Ibnu Isa Abu Isa.al-Jami al-Shahih Sunan al-Turmudzi. Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir. Dkk. Beirut: Dar Ihya al- Turats al-Arabi.Bint asy-Syathi. 1984. Tarajim Sayyidat Bait al-Nubuwwah. Beirut: Dar al-Kitab al- Arabi.Luis, Maluf. 2003.al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam. Beirut: Dar al-Masyriq.Sahabuddin[et.al]. 2007.Ensiklopedia al-Quran; Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati.Sattar, Al-Syaikh Abdul Aziz Abdus. 1972. al-Wayu al-Islami. Kuwait: Kementrian Wakaf.Shihab, Muhammad Quraish. 1994.Membumikan al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: MizanSyahrur, Muhammad. 2002.al-Kitab wa al-Quran Qira`ah Muashirah. Beirut: Binayat al-Wahhad.Utang Ranuwijaya[et.al.]. 2007.Pustaka Pengetahuan al-Quran. Jakarta: Rehal Publika.Andi, Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.Hasan Basri. 2002. Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta; Pustaka pelajar.Muhammad, M. Dlori. 2005 Dicinta Suami (Istri) Sampai Mati. Jogjakarta: Katahati.Hawari. Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa.Mimi Doe. 2002. SQ Untuk Ibu: Cara-Cara Praktis dan Inspiratif Untuk Mewujudkan Ketentraman Ruhani. Bandung: Penerbit Kaifa. Darlene Powell & Derek S. Hubson. 2002. Menuju Keluarga Kompak: 8 Prinsip Praktis Menjadi Keluarga yang Sukses. Bandung: Kaifa.Drs.h.burhanuddin salam. 2002. etika social, rineka cipta,Jakarta.Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M. 2012. Hukum dan etika bisnis, cv. Andi offset,Jakarta. Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan:Pustaka As-Salam.5