Upload
others
View
10
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI TAFSIR AL-MUBARAK
KARYA KH. TAUFIQUL HAKIM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Saal Al Sadad
1113034000087
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
STUDI TAFSIR AL-MUBARAK
KARYA KH. TAUFIQUL HAKIM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar sarjana agama (S.Ag)
Oleh:
Saal Al Sadad
NIM: 1113034000087
Pembimbing
Dr. H. Mafri Amir, M.Ag
NIP: 195803011992031001
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Saal Al Sadad
NIM : 1113034000087
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “STUDI TAFSIR
AL-MUBARAK KARYA KH. TAUFIQUL HAKIM” adalah benar
merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini
telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia
melakukan proses semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan
plagiat karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 25 Juli 2020
Saal Al Sadad
1113034000087
iii
ABSTRAK
Saal Al Sadad (1113034000087)
STUDI TAFSIR AL-MUBARAK KARYA KH. TAUFIQUL HAKIM
Penelitian ini mendeskripsikan salah satu karya kontributor tafsir
al-Quran Indonesia yang berasal dari latar belakang pendiri pondok
pesantren Darul Falah Bangsri Jepara sekaligus penemu metode
Amsilati, KH. Taufiqul Hakim, melalui kitab Tafsîr al-Mubakah: Metode
Praktis Memahami Tafsir Al-Qur`an yang jarang menjadi sorotan dalam
dunia akademisi.
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif-analitik
dengan pendekatan Filologi untuk sekedar mengetahui sisi metodologi,
corak, dan karakteristik tafsir tersebut, tidak sampai pada analisis
hermeneutis yang menitikberatkan sisi pembacaan author. Melalui teknik
kepustakaan, penelitian ini menjadikan kitab tafsir KH. Taufiqul Hakim
secara langsung sebagai sumber utama penelitian, sedangkan kitab,
buku, serta jurnal yang relevan dipilih sebagai sumber sekunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dan dianalisis
secara induktif.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwasanya
secara metodologi, penalaran ayat yang dituliskan oleh KH. Taufiqul
Hakim secara garis besar didasarkan pada sisi ra’yi-nya, dengan gaya
penuturannya yang ijmālî (lugas). Hal ini mengindikasikan akan sisi
autentik sang author dalam mendekati teks al-Qur`an. Sedangkan corak
yang digunakan mengarah langsung kepada kebahasaan dengan kaidah
nahwu dan sharaf sebagai titik beratnya. Hal ini tidak terlepas dari
inisiasi dan distribusi sang author yang menjadikan kitab tersebut
sebagai materi pendamping dalam mengimplementasikan metode
Amsilati dengan santri pondoknya sebagai sasaran pembacanya. Sisi
metodologis dan corak di atas memberikan dampak pada sisi
karakteristik tafsir tersebut, diantaranya ialah pengkodean sistem i’rab
setiap kosakata, juga diksi penerjemahan yang kontras pada stratifikasi
bahasa dalam sistem komunikasi masyarakat jawa.
Kata kunci: Literatur Tafsir, Taufiqul Hakim, Tafsîr Al-Mubārak,
Amsilati.
PERSETUJUAN TIM PENGUJI
Skripsi berjudul “Studi Tafsir al-Mubarak karya KH. Taufiqul Hakim”
telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag.) pada Program Studi
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.
Selasa, 28 Juli 2020
Sidang Munaqasah,
Ketua, Merangkap anggota Sekretaris, Merangkap Anggota
Dr. Eva Nugraha, M.Ag.
NIP.197102171998031002
Banun Binaningrum, M.Pd
NIP. 196806181999032001
Anggota
Penguji I Penguji II
Moh Anwar Syarifuddin, MA.
NIP. 197205181998031003
Dr. M.Suryadinata, M.Ag.
NIP. 196009081989031005
Pembimbing
Dr. H. Mafri Amir M.Ag
NIP. 195803011992031001
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt, zat yang telah mencurahkan
berbagai rahmat dan nikmat-Nya untuk seluruh alam. Shalawat serta
salam semoga tiada henti tetap tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad saw., Nabi terakhir yang membawa misi penyempurnaan
akhlaq, serta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Alhamdulillah, berkat kasih sayang Allah swt., tugas akhir yang
benar-benar diakhirkan ini bisa terselesaikan. Terlepas dari banyaknya
kekurangan di tiap sudut skripsi yang ditulis ini, penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya, kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir, dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH, selaku Sekretaris
Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir beserta jajaran pengurus
Fakultas Ushuluddin yang telah banyak membantu
mempermudah pengurusan administrasi.
4. Drs. Harun Rasyid, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik.
5. Dr. H. Mafri Amir, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang
bersedia menuntun penulisan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta, Bpk. Purwono dan Ibu Siti Maisyaroh
yang tak pernah menutup keran kasih, sayang, serta doanya untuk
penulis. Bapak, dengan kabar baik ini semoga segala penyakit
segera diangkat dari Bapak.
v
7. Kaka Elyda Luthfiana beserta suami, yang selalu memenuhi
kebutuhan penulis, juga adik kecil Uyun Aswin.
8. Keluarga besar Darul Qur’an Bintaro dan MI Nurul Ghosyiyah,
tempat penulis berteduh dan belajar untuk menempa diri menjadi
pribadi yang lebih dewasa.
9. Kawan-kawan seperjuangan keluarga besar Ilmu al-Quran dan
Tafsir angkatan 2013 yang istimewa. Khususnya kawan-kawan
njawani yang selalu menemani hari-hari penulis di kampus. Guru
spiritual Kyai Iqbal Fahmi, Asrul, Salman, Alvin Nur Choironi.
10. Keluarga besar Simaharaja dan IKLAS, yang senantiasa bersedia
menampung penulis di saat susah atau pun senang. Khusus tak
terlupa Maulaya Arinil Haq yang senantiasa menemani diri meniti
jalan bersama.
Sebagai penutup penulis membuka lebar pintu kritik dan saran
mengingat banyaknya kekurangan yang mungkin terdapat dalam
penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat, dan Allah selalu
melimpahkan berkahnya kepada semua pihak yang telah membantu.
Ciputat, 24 Juli 2020
Hormat Saya,
Saal Al Sadad
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Penulisan skripsi ini berpedoman pada transliterasi dari
Keputusan SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507
Tahun 2017.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara
latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak Dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
ts te dan es ث
J Je ج
ẖ h dengan garis di bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
vii
s es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis di bawah ط
ẕ zet dengan garis di bawah ظ
ʻ koma terbalik di atas hadap ع
kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
n En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ˋ ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal dalam bahasa Indonesia,
terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
viii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ـ A Fatẖah
ـ I Kasrah
ـ U Ḏammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ـ ي
وـ Au a dan u
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal
Latin
Keterangan
â a dengan topi di ى
atas
î i dengan topi di atas ىي
ىوû u dengan topi di
atas
ix
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan
dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyah maupun huruf qomariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl,
al-diwân, bukan ad-diwân.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang
diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf
yang menerima tanda syaddah itu terletak setalah kata sandang yang
diikuti oleh hurf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata رورة tidak ditulis الض
“ad-darûrah” melainkan “al-ḏarūrah”, demikian seterusnya.
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
x
jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta matbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
Al-jâmi’ah al-islâmiyah الجامعة الإسلامية 2
Waẖdat al-wujûd وحدة الوجود 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimt, huruf awal nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hamîd Al-
Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
xi
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf
cetak miring (Italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul
buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam
alihaksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisana nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin
al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذهب الأستاذ
tsabata al-ajru ثبت لأجر
al-ẖarakah al-‘asriyyah الحركة العصرية
xii
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh شهد أن لا إله إلا الله
الح Maulânâ Malik al-Sâlih مولانا ملك الص
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri
mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak
perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis
Majîd, Mohamad Roem, bukan Muẖammad Rûm, Fazlur Rahman, bukan
Fadl al-Raẖmân.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………
B. Pembatasan dan perumusan masalah ………………..
C. Tujuan dan manfaat penelitian ………………………
D. Tinjauan pustaka……………………………………..
E. Metodologi penelitian ……………………………….
F. Sistematika penulisan ………………………………..
01
06
07
07
09
10
BAB II KAJIAN TEORITIS METODE DAN CORAK
TAFSIR
A. Pengertian Tafsir………………………………………
B. Metode tafsir …………………………………………
1. Sejarah singkat perkembangan tafsir ……………..
2. Pembagian metode tafsir …………………………
C. Corak Tafsir ……………………………………….....
1. Pengertian ………………………………………...
2. Pembagian corak tafsir …………………………..
12
14
14
17
23
23
24
BAB III POFIL MUFASSIR DAN IDENTIFIKASI TAFSIR
AL-MUBARAK
A. Mengenal Sosok KH. Taufiqul Hakim……………….
1. Sanad Keilmuan………………………………….
2. Karya KH. TAufiqul Hakim …………………….
B. Mengenal tafsir al-mubarak …………………………
1. Latar belakang penulisan ………………………..
2. Data filologis ……………………………………..
29
32
34
36
36
37
3. Deskripsi tafsir al-mubarak ……………………..
4. Referensi penafsiran …………………………….
5. Karakteristik tafsir al-mubarak ………………….
39
39
39
BAB IV ANALISISMETODE DAN CORAK TASIR AL-
MUBARAK
A. Analisis Metode Tafsir …………………………….
B. Analisis Corak Tafsir …..………………………….
C. Karakteristik Tafsir al-Mubarak ….……………….
D. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Mubarak …...
45
50
56
57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………….…………..
B. Saran ……………………………………………….
61
62
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjelaskan alasan diturunkannya Al-Qur’an
menggunakan bahasa Arab, Allah telah berfirman dalam
surat Yusuf ayat 2 bahwa tujuannya adalah agar manusia
memahaminya.
ا لعلكم تعقلون نزلنه قرءنا عربيا أ ٢إن
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran
dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”
Berkaitan dengan ayat ini, Quraish Syihab dalam
tafsirnya menjelaskan bahwa;
“secara jelas ayat ini menyatakan al-Qur’an berbahasa Arab.
Dipilihnya bahasa Arab untuk menjelaskan petunjuk Allah
karena keunikan bahasa Arab disbanding dengan bahasa-bahasa
yang lain. Salah satu keunikannya adalah bahasa Arab
mempunyai kemampuan luar bisasa untuk melahirkan makna-
makna baru dari akar kata yang dimilikinya. Di samping itu,
bahasa Arab sangat kaya. Ini bukan hanya terlihat pada “jenis
kelamin” atau pada bilangan yang ditunjuknya tunggal, jamak,
dan dual atau pada aneka masa yang digunakannya kini, lampau,
akan datang, bersinambung dan sebagainya tapi juga pada kosa
kata dan sisnonimnya. Para pakar bahasa Arab berpendapat
bahwa terdapat sekitar 25 juta kosakata dan sinonimnya. Ini
tentunya sangat membantu demi kejelasan pesan yang ingin
2
disampaikan. Jika kosakata suatu bahasa terbatas, maka makna
yang dimaksud pastilah tidak dapat ditampung olehnya.
Hasilnya, menjadikan firman-firman-Nya yang disampaikan
oleh Nabi Muhammad dalam bahasa Arab benar-benar sangant
tepat, agar pesan-pesan-Nya dapat dimengerti bukan saja oleh
masyarakat pertama yang ditemuinya, tapi untuk seluruh
manusia, apa pun bahasa ibunya".1
Ibnu Khaldun, seperti yang dikutip oleh Dawam
Raharjo dalam bukunya mengatakan bahwa al-Qur’an
diwahyukan dalam bahasa orang Arab, sesuai dengan retorika
dan gaya orang Arab, sehingga mereka semua bisa
memahaminya.2 Namun di lain pihak, al-Qur’an adalah kitab
yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammd selaku nabi yang
terakhir. Sebagai kitab yang diturunkan pada Nabi terakhir,
maka al-Qur’an membawa pesan-pesan universal yang akan
shalih li kulli zaman wa makan. Sebab al-Qur’an diturunkan
bukan hanya menjadi pedoman bagi orang-orang di zaman
Nabi saw saja, tetapi untuk seluruh umat manusia bahkan
sampai hari kiamat. Supaya problem-problem soaial
keagamaan di era kontermporer mampu dijawab oleh al-
Qur’an, maka upaya kontekstualisasi penafsiran secara terus
menerus adalah sebuah keniscayaan.3
1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan
keserasian al-Qur’an, jilid 6 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 392. 2 M. Dawam Raharjo, Paradigma al-Qur‟an; Metodologi Tafsir
& Kritik Social (Jakarta: PSAP, 2005), 21 3 Abdul Mustaim, Pergeseran Epistimologi Tafsir (Yogyakarta:
pustaka pelajar, 2008) , 76
3
Selain tentang zaman, perkembangan Islam juga
berkaitan dengan wilayah. Perkembangan Islam ke seluruh
belahan dunia tentunya semakin memperkaya dialektika
penafsiran al-Qur’an. Bukan hanya soal metode, pendekatan,
dan corak saja, tetapi juga meliputi adanya penerjemahan dan
penafsiran.4 Penerjemahan dan penafsiran juga pada akhirnya
berkembang di Indonesia, sejalan dengan penyebaran agama
Islam di berbagai wilayah Indonesia, terutama penggunaan
bahasa yang beragam. Hal ini bisa dilihat dari munculnya
berbagai kitab tafsir karya ulama Indonesia yang memakai
berbagai bahasa yang beragam.
Beberapa kitab tafsir yang lahir dari kalangan ulama
Indonesia antara lain adalah Tarjuman al-Mustafid karya
Abd. Rauf Singkili (1615-1693M) yang ditulis menggunakan
bahasa melayu dengan huruf Arab melayu, kitab tafsir Faid
al-Rahman karya KH. Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani, atau yang lebih dikenal dengan Kiai Shaleh Darat
(1820-1903M) yang ditulis menggunakan bahasa Jawa
dengan huruf Arab melayu, kitab Raudlat al-Irfan Fi Ma’rifah
al-Qur’an karya KH. A. Sanoesi (1888-1959M), Tafsir Al-
Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus (1899-1982M) yang
ditulis menggunakan bahasa Indonesia dengan aksara latin,
dan kitab al-Furqan Tafsir Qur’an (1928M) karya A. Hasan.5
4 Ahmad Baidowi, Aspek Lokalitas Tafsir al-iklil fi maani al-
tanzil, Nun, Vol. I, No. 01, (2015) 34 5 Islah Gusmian, “Tafsir al-Qur‟an di Indonesia: Sejarah dan
Dinamika”, Nun, Vol.1, No. 1, 2015. H.3
4
Di Jawa, tepatnya Yogyakarta, muncul juga tafsir
berbahasa Jawa pada tahun 1977 oleh Brigjen (Purn) Drs. H.
Bakrie Syahid yang diberi nama Tafsir al-Huda Tafsir Qur‟an
Bahasa Jawi. Menyasar masyarakat lokal, tafsir ini hadir
dengan pendekatan bahasa dan istilah yang dirasa familiar
dengan masyarakat Jawa dan Indonesia. Sebagai upaya untuk
memahami al-Qur’an dan menyampaikan pesan-pesannya
kepada masyarakat, Tafsir al-Huda juga menggunakan unsur-
unsur lokalitas yang diharap mampu memudahkan
masyarakat untuk memahami apa yang disampaikan di
dalamnya. Hal ini diperkuat dengan adanya penyebutan
beberapa istilah seperti “ketahanan Nasional”, “Sumpah
Pemuda”, “Pembangunan Nasional”, “Taman Kanak-kanak”,
dan sebagainya.6
Bahasa dan masyarakat merupakan satu kesatuan
yang tidak mungkin terpisahkan, bahasa membentuk realitas,
atau dapat pula sebaliknya, bahasa merupakan refleksi dari
realitas.7 Karena itu lah muncul tafsir semacam Tafsir Al-
Huda yang mencoba mendekati masyarakatnya dengan
bahasa yang dekat dengan mereka. Sesuai yang dikatakan
oleh Nasr Hamid Abu Zaid bahwa bila teks al-Qur’an
diposisikan sebagai wacana kebahasaan, maka tidak mungkin
6 Studi Metode dan Corak Tafsir al-Huda, Tafsir Qur’an Basa
Jawi h.4 7 Muhsin, Imam, Tafsir Al-Qur‟an dan Budaya Lokal: Studi
Nilai-Nilai budaya Jawa dalam tafsir al-Huda Karya Bakri Syahid,
(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), h.7
5
terlepas dari budaya dan realitas masyarakat pengguna bahasa
tersebut.8
Di kawasan pesisir utara Jawa Tengah, di Kecamatan
Bangsri, Kabupaten Jepara, muncul karya tafsir berbahasa
Jawa yang bernama “Tafsir al-Mubarak” karya KH. Taufiqul
Hakim. Nama Taufiqul Hakim mencuat ke permukaan berkat
temuannya di bidang “Nahwu” dan “Sharf”, yakni Metode
Amtsilati.
Pada tahun 2009, KH. Taufiqul Hakim menjadi satu
dari tujuh orang di Indonesia yang menerima penghargaan
dari Departemen Agama karena dinilai telah membawa
pengaruh dan telah berjasa pada umat. Beliau bersama KH.
Ahmad Musthofa Bisri (Pengasuh pondok pesantren
Roudhotuthalibin sekaligus cendekiawan muslim dan
budayawan Indonesia), KH. Abdul Ghafir Nawawi (Pimpinan
Pondok Pesantren Salafiyah syafi’iyah Gorontalo), KH.
Abdullah Syukri Zarkasyi (Pimpinan Pondok Pesantren
Modern Gontor), Agus Shohib Khoironi (Penulis buku
Audhahul Manahij), Hj. Sunarsih Wijaya (Tokoh Perempuan
di bidang pendidikan Islam anak usia dini) dan Dr. Petrus
Oktavianus (ketua umum yayasan Pekabaran Injil
Indonesia).9
8 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur‟an Kritik terhadap
Ulumul Qur‟an, terj. Khoiron Nahdliyin, (Yogyakarta, LKIS, 2002), 24 9 Sebagaimana tertera pada berit harian online
Nasional.kompass.com tujuh tokoh agama peroleh penghargaan. Diakses
pada tanggal 10 Maret 2020,
6
Amtsilati yang secara harfiah berarti “beberapa
contoh dari saya” adalah sebuah sistem cepat baca tulisan
Arab yang tidak ada syakal (harakat)nya.10
Dalam metode
Amtsilati, gramatikal bahasa Arab (nahwu-sharf) yang pada
umumnya dipelajari antara 6-9 tahun bisa diselesaikan dalam
jangka waktu 6 bulan hingga 1 tahun.
Pada pembukaan tafsir yang ditulis, Taufiqul Hakim
menjelaskan posisi tafsir yang ditulis sebagai berikut;
Tafsir ini merupakan pendamping Amtsilati yang target
utamanya adalah kosa kata, pemahaman dan penerjemahan teks-
teks Arab serta sebagai dasar dan jembatan bagi para pemula
untuk mempelajari kitab-kitab yang lebih besar.11
Berdasar pada latar belakang di atas, yang menjadi
menarik dibahas kemudian adalah metode yang digunakan,
serta corak yang terbentuk dalam Al-Mubarak ini. Maka
penulis mencoba melakukan penelitian skripsi dengan judul
Studi Tafsir al-Mubarak karya KH. Taufiqul Hakim.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul yang sudah ditentukan di atas,
maka penulis akan memfokuskan penelitian ini pada metode
yang paling banyak digunakan oleh Tafsir al-Mubarak dalam
https://nasional.kompas.com/read/2009/01/17/18102066/tujuh.tokoh.agama
.peroleh.penghargaan 10
Sebagaimana ditulis oleh Taufiqul Hakim dalam tiap seri buku
Amstilatinya. Taufiqul Hakim, Program Pemula Membaca Kitab Kuning
Amtsilati, (Jepara: Darul Falah, 2003) 11
Taufiqul Hakim, Tafsir Al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an. (Jepara, Al-Falah Offset, 2004).
7
Juz 1, Juz 2, Juz 3 Juz 4, dan Juz 30. serta corak dan ciri khas
yang dimiliki oleh Tafsir ini.
Adapun rumusan masalah yang dibahas, sesuai
dengan latar belakang di atas, adalah; Bagaimana Metode,
Corak, dan Ciri Khas Tafsir al-Mubarak karya KH.
Taufiqul Hakim?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui metode, corak, dan karakteristik yang
digunakan oleh Taufiqul Hakim dalam kitab
Tafsir al-Mubarak.
2. Memenuhi persyaratan akademik untuk gelar
sarjana.
Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan ini
antara lain:
1. Memperkaya kajian tentang khazanah tafsir di
Indonesia, khususnya Tafsir al-Mubarak
2. Memberikan tambahan informasi untuk bahan
kajian Literatur Tafsir di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Literatur yang berkaitan dengan Tafsir al-Mubarak,
KH. Taufiqul Hakim, Amtsilati Corak Tafsir, atau Tafsir
Nusantara telah penulis temukan, antara lain:
8
1. Skripsi dengan judul; Metode Amstilati dalam
Proses Penerjemahan Studi Analisis Buku
Program Pemula Membaca Kitab Kuning Karya
H. Taufiqul Hakim Jepara, oleh Abdul Rosyid
UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
2. Skripsi dengan judul; Implementasi metode
Amtsilati dalam menerjemahkan Alquran, studi
kasus di Yayasan Pesantren Darul Falah Bangsri
Jepara, oleh Lathifah Inten Mahardika, UIN
Sunan Ampel Surabaya.
3. Skripsi dengan judul; Dakwah bil qalam K.H.
Taufiqul Hakim dalam serial buku Syifaul
Ummah. UIN Walisongo Semarang.
4. Skripsi dengan judul; Penerapan Metode
Amtsilati Dalam Pembelajaran Kitab Kuning Di
Pondok Pesantren Bustanul Muta‟allimin Desa
Pakis Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang,
oleh Munawaroh, IAIN Salatiga.
5. Skripsi dengan judul Literatur tafsir indonesia
(Analisis Metodologi dan Corak Tafsir Juz
„Amma As-Sirāju „l Wahhāj Karya M. Yunan
Yusuf), oleh Wilda Kamalia. UIN Syarif
Hidayatullah.
6. Skripsi dengan judul; Studi Metode Dan Corak
Tafsir al-Huda, Tafsir Qur’an Basa Jawi Karya
9
Brigjend (Purn.) Drs. H. Bakri Syahid, oleh Abdul
Rahman Taufiq pada tahun 2017.
7. Buku dengan judul; Sang Pembaharu Pendidikan
Pesantren, oleh Dr. Jamal Ma’mur Asmani, MA.
Dalam buku ini Ma’mur Asmani mengupas
biografi KH. Taufiqul Hakim dan pesantrennya.
Secara khusus ia membahas metode amtsilati
yang ditemukan oleh Taufiqul Hakim dari segi
historis dengan berbekal wawancara langsung
kepada Taufiqul Hakim.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
yakni menganalisis satu persatu hal-hal yang menyangkut
pokok permasalahan. Penulis juga menggunakan metode
analisis deskriptif. Yaitu metode yang bertujuan
mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal apa adanya.12
untuk memaparkan gambaran umum tenang Tafsir al-
Mubarak karya KH. Taufiqul Hakim.
2. Metode Pegumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
studi pustaka, dengan mencari penelitian terdahulu yang
sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
12
Ali Baroroh. Trik-trik Analisis Statistik SPSS15 (Jakarta: PT
Elex Media Koputindo, 2012), 1
10
Kemudian data yang terkumpul akan dibagi ke dalam dua
kategori sumber:
a. Sumber Primer
Sumber primer dalam penelitian ini adalah
kitab Tafsir al-Mubarak: Metode Praktis
Memahami Tafsir Al-Qur’an
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder yang dipakai dalam
penelitian ini adalah buku-buku dan karya
tulis ilmiah yang relevan dengan penelitian
ini.
3. Keabsahan Data
Data yang terkumpul akan divalidasi dengan
menggunakan beberapa langkah berikut ini; 1. Data mentah
akan ditranskip dan ditulis ulang, 2. Mengklasifikasi data
yang didapat berdasarkan asumsi dasar rumusan masalah, 3.
Membaca keseluruhan data.
4. Metode Penulisan
Dalam menulis penilitian ini, penulis mengacu
pada pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan
oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Supaya pembahasan dalam penelitian ini teratur dan
untuk memudahkan analisis materi, maka penelitian ini akan
dibagi ke dalam beberapa bab sebagai berikut.
11
Bab pertama, diawali dengan pendahuluan yang
menguraikan argumen signifikansi studi. Bagian ini terdiri
dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan dan
manfaat penilitian, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab kedua, Metode dan corak Tafsir. Terdiri dari tiga
sub-bab, yakni terkait pengertian tafsir, diskursus tentang
metode, dan corak tafsir.
Bab ketiga, berisi tentang uraian profil pengarang dan
Tafsir al-Mubarak. Pembahasan pengarang akan meliputi
riwayat hidup, latar belakang pendidikan, dan karya-
karyanya. Sementara pembahasan mengenai Tafsir al-
Mubarak akan meliputi pemaparan data filologis kitab, latar
belakang, sistematika penulisan, dan Karakteristik kitab.
Bab keempat, berisi tentang analisis metode dan
corak kitab Tafsir al-Mubarak. Terdiri dari beberapa sub-bab,
yakni tentang peta metode, corak, serta karakteristik yang
dimiliki oleh Tafsir al-Mubarak.
Bab kelima merupakan penutup. Penulis
menyimpulkan isi skripsi secara keseluruhan sebagai
penegasan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan. Bab
ini merupakan kesimpulan yang didapat dari kajian yang
dietliti.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS
METODE DAN CORAK TAFSIR
A. Pengertian tafsir
Tafsir merupakan kata serapan dari kata bahasa Arab,
berasal dari “fassara”, berakar pada huruf fa, sa, dan ra yang
berarti al-kasyf yakni “menyingkapkan”, “menjelaskan” atau
“mengungkapkan”.13
Sebagian ulama berpendapat bahwa
pembentukan kata al-fasr menjadi bentuk taf’il adalah untuk
menunjukkan arti banyak atau sering. Seperti firman Allah يربحىن
-al) (Mereka banyak menyembelih anak lak-laki kamu ) أبىاءمم
Baqarah [2]:49) dan firman-Nya ب Ia sering menutup) وغيقت ٱلبى
pintu-pintu) (Yusuf[12]:23). Jadi seakan-akan “tafsir” terus
mengikuti dan berjalan surat demi surat dan ayat demi ayat.14
Pengertian Tafsir menurut istilah adalah ilmu yang
membahas tentang cara mengungkapkan lafal-lafal al-Qur‟an,
makna yang ditunjukkan, dan hukum-hukumnya15
Dalam merangkum berbagai makna tafsir yang
diungkapkan oleh para ulama, Dr. Abdul Mustaqim kemudian
membagi pengertian tafsir menjadi tiga paradigma berbeda ketika
13
Ahmad W. Munawwir, Almunawwir Kamus Arab-Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 1055. 14
Al-Qattan, Manna‟ Khalil, Mabahis fi ulum al-qur‟an, terj.
Mudzakir AS. (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013). 455 15
Ali HAsan al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad
Akrom (pen) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 3
13
ditanya tentang hakikat makna tafsir.16
Secara singkat
menurutnya paradigma pertama adalah “Paradigma Teknis”,
yakni pengertian bahwa Tafsir adalah ilmu yang mengkaji
tentang teknis dan tata cara pmengucapkan lafadz-lafadz al-
Qur‟an, apa yang ditunjukkan oleh lafadz-lafadz tersebut, hukum-
hukum lafadz tersebut, dan hal lain yang mendukung
kesempurnaan penafsiran. Paradigma kedua adalah “Paradigma
Fungsional”, yakni makna bahwa tafsir adalah ilmu yang
digunakan untuk memahami kitab yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw, menjelaskan maknanya, dan menggali hukum-
hukum serta hikmah yang ada di dalamnya, sehingga al-Qur‟an
itu berfungsi benar sebagai petunjuk bagi manusia. Sedangkan
yang ketiga adalah “Paradigma Akomodatif” yakni makna bahwa
hakikat tafsir adalah ilmu yang mengkaji tentang al-Qr‟an dari
sisi dalalah-nya untuk memahami maksud firman Allah sesuai
dengan kemampuan manusia.
Maka sudah jelas lah pengertian tafsir sesuai yang
dirangkum oleh Abdul Mustaqim bahwa tafsir adalah ilmu yang
digunakan untuk mempelajari teknis dan cara mengucapkan lafal-
lafal al-Qur‟an, apa yang ditunjukkan lafal tersebut, hukum-
hukumnya, serta hal lain yang mendukung penjelasan lafal
tersebut, sehingga al-Qur‟an bisa difahami sesuai dengan kadar
kemampuan manusia, dan berfungsi sebagai petunjuk bagi
manusia sebagaimana mestinya.
16
Mustaqim, Abdul, Pergeseran Epistimologi Tafsir, Pustaka
pelajar, 2008, Yogyakarta. 1-3
14
B. Metode Tafsir
Dalam bahasa Arab, istilah metode sejajar maknanya
dengan kata manhaj. Manhaj biasa diterjemahkan dengan
“metode” atau “cara”.17
Metode dalam bahasa Indonesia adalah
serapan dari bahasa inggris “method”. Secara istilah metode
berarti cara kerja yang sistematis untuk mencapai sesuatu yang
ditentukan.
1. Sejarah singkat perkembangan tafsir
Telah menjadi sunnatullah bahwa Ia mengutus setiap rasul
dengan menggunakan bahasa kaumnya agar komunikasi antara
mereka dapat berjalan dengan sempurna. Allah berfirman:
سىه إل بيسان قىمهۦ ىيب مه وما أزسيىا مه ز يه ىهم فيضو ٱلل
٤يشاء ويهدي مه يشاء وهى ٱىعصيص ٱىحنيم
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan
terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana.” (Ibrahim [14]:4).
Penafsiran al-Qur‟an pada masa Nabi Muhammad
mengacu sepenuhnya pada penjelasan Nabi Muhammad selaku
penerima wahyu. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa hadis yang
menjadi penjelasan terhadap ayat al-Qur‟an, seperti penjelasan
17
Ahmad W. Munawwir, Almunawwir Kamus Arab-Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).1468
15
Nabi tentang dosa yang paling besar terkait QS. Al-Baqarah ayat
22.18
Para sahabat juga memahami bahasa al-Qur‟an karena al-
Qur‟an diturunkan dengan bahasa mereka, sekalipun mereka
tidak memahami detai-detailnya. Ibn khaldun dalam
muqaddimahnya mengatakan bahwa al-Qur‟an diturunkan dalam
bahasa Arab dan uslub balaghahnya. Karena itu semua orang
Arab memahaminya dan mengetahui makna-maknanya baik
kosakata maupun susunan kalimatnya. Namun demikian mereka
berbeda-beda tingkat pemahamannya, sehingga apa yang
dikeahui sebagian mereka tidak diketahui sebagian yang lain.19
Pada periode ini, penafsiran al-Qur‟an berpegang pada;
1). Al-Qur‟an, sebab apa yang dikemukakan secara global
di satu tempat dijelaskan secara rinci di tempat yang lain.
18
أخبسوا عبد اىسشاق ، عه معمس ، عه مىصىز ، عه أبي وائو ، عه عمسو به
ىروىب أعظم أي ا -أو قاىه غيسي -شسحبيو ، عه عبد الله به مسعىد ، قاه : قيت : يا زسىه الله
عىد الله ؟ قاه : " أن تجعو ىه ودا وهى خيقل " ، قاه : ثم أي ؟ قاه : " ثم أن تقتو وىدك خشية أن
يطعم معل " ، قاه : ثم أي ؟ قاه : " ثم أن تصاوي حييية جازك " ، قاه : فأوصه الله تصديق ذىل في
. متابه : واىريه ل يدعىن مع الله إىها آخس الآية
“telah menceritakan kepadaku „Abd ar-Razaq, dari Ma‟mar, dari
Manshur, dari Abu Wa‟il, dari „Amr ibn Shurahbil, dari Abdullah ia
berkata: aku bertanya kepada Nabi Saw., dosa apakah yang paling besar di
sisi Allah? Nabi bersabda, kamu menyekutukan Allah padahal Dial ah yang
menciptakanmu. Aku (Abdullah) berkata, tentu itu sungguh besar,
kemudian apa? Nabi bersabda, jika kau membunuh anakmu karena takut
kelaparan. Aku bertanya lagi, kemudian apa? Nabi bersabda, berzina
dengan istri tetanggamu.” Maka Allah menurunkan ayat untuk
membenarkan itu dalam al-Qur‟an “Dan orang-orang yang tidak meyeru
bersama Allah tuhan yang lain, al-Ayah”
Muhammad ibn Isma‟il al-Bukhari, shahih al-Bukhari (Beirut:
Dar al-Fikr, 1442 H). Kitab “Tafsir al-Qur‟an”, bab “Qauluhu Ta‟ala Fa-la
taj‟alu Lillahi andadan wa antum ta‟lamun (Qs. Al-Baqarah (2): 22)”, j.6.
18 19
Al-Qattan, Manna‟ Khalil, Mabahis fi ulum al-qur‟an, terj.
Mudzakir AS. (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013).469
16
Terkadang pula sebuah ayat dating dalam bentuk mutlaq
kemudian disusul dengan ayat lain yang membatasinya.
Penafsiran semacam ni yang kemudian disebut dengan tafsir al-
Qur‟an bil-Qur‟an.
2). Nabi Saw. Di antara kandungan al-Qur‟an terdapat
ayat-ayat yang tidak dapat diketahui penjelasannya kecuali
dengan melalui penjelasan Rasulullah.
3). Pemahaman dan Ijtihad. Apabila para sahabat tidak
mendapatkan tafsiran dalam al-Qur‟an dan tidak pula mendapat
apapun yang berhubungan dengan itu dari Rasulullah, maka
mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segala
kemampuan nalar. Mengingat mereka adalah orang Arab asli
yang menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik, dan
mengetahui aspek ke-balghah-an yang ada di dalamnya.
Pada masa ini, tidak ada satu pun tafsir yang dibukukan,
karena pembukuan baru dilaksanakan di abad kedua. Disamping
itu tafsir juga masih merupakan cabang dari hadis dan belum
memiliki bentuk yang teratur. Ia diriwayatkan bertebaran
mengikuti ayat yang diriwayatkan. Di antara para sahabat yang
banyak antara lain adalah; empat khalifah, Ibn Mas‟ud, Ibn
Abbas, Ubai ibn Ka‟ab, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-„Asy‟ari,
Abdullah Ibn Zubair, Anas Ibn Malik, Abdullah ibn Umar, Jabir
ibn Abdullah, Abdullah Ibn Amr bin „As dan Aisyah.
Ketika beranjak ke masa tabi‟in, maka para tabi‟in yang
menjadi murid para sahabat yang terkenal dalam bidang tafsir
17
pun menjadi rujukan penafsiran di masa itu.20
Para tabi‟in terus
melanjutkan usaha penafsiran al-Qur‟an dengan cara
mengumpulkan dan menyatukan catatan-catatan tafsir dari para
sahabat sebelumnya, metode penafsiran pada masa Tabi‟in relatif
sama dengan metode penafsiran pada masa sahabat. Yang sedikit
membedakan adalah munculnya sekterianisme aliran-aliran tafsir.
Secara geografis, aliran tafsir pada masa tabi‟in terbagi
menjadi tiga, yaitu; pertama, aliran Makkah yang dipelopori oleh
Sa‟id bin Jubair, Ikrimah, dan Mujahid bin Jabir yang berguru
kepada Ibnu „Abbas. Kedua, aliran Madinah yang dipelopori oleh
Muhammad bin Ka‟b, Zaid bin Aslam al-Qurazhi dan Abu
„Aliyah yang berguru kepada Ubay bin Ka‟b. dan ketiga, aliran
Iraq, tokoh-tokohnya antara lain adalah „Alqamah bin Qays,
„Amir „asy-Sya‟bi, dan Hasan al-Bashri yang berguru pada
Abdullah bin Mas‟ud. 21
2. Pembagian metode tafsir
Pemetaan bentuk tafsir hingga abad ke-13 terbagi menjadi
tiga kelompok, yakni tafsir bi-l-ma‟tsur, tafsir bi al-ra‟yi, dan
tafsir isyari.22
Kemudian al-Dhahabi mengemukakan pembagian
metode tafsir menjadi 5 dengan tambahan tafsir mawdhu’i dan
20
Al-Qattan, Manna‟ Khalil, Mabahis fi ulum al-qur‟an, terj.
Mudzakir AS. (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013). 472 21
Mustaqim, Abdul, Pergeseran Epistimologi Tafsir, Pustaka
pelajar, 2008, Yogyakarta..53 22
Ahmad Shubashi, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir
alqur‟an al karim, zufran Rahman (pen), (Jakarta: Kalam Mulia, 1999)
Cet.I,.232
18
tafsir „ilmi. 23
Dalam hal ini Abdul Rahman Taufiq menjelaskan
pemetaan pembagian metode-metode tersebut dalam bentuk tabel
dalam penelitiannya24
sebagai berikut;
No Pengamat
Tafsir Metodologi tafsir
1. Ali al-
Sabuni Ma’tsur Ra’yu Isyārī
2. Manna‟
al-Qaţţān Ma’tsur Ra’yu Isyārī
3. Subhi al-
Sālih Ma’tsur Ra’yu Isyārī
4. Al-
Zarqani Ma’tsur Ra’yu Isyārī
5.
Fahd ibn
Abdul
Rahman
al-Rumi
Ma’tsur Ra’yu
6. Ali al-
Alusi Ma’tsur
Ra’yu terdiri dari;
Lughawi, Falsafi, Sufi, Batini,
Aqdi, Fiqhi
7. Al-
Dahabi Ma’tsur Ra’yu Isyari Mawdhu’i „Ilmi
8. Abdul
Hayy al-
Tahlili,
tediri Muqaran Mawdhu’i Ijmali
23
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesiah.223 24
Studi metode dan corak tafsir al huda hal.19
19
Farmawi dari:
Ma’tsur,
Ra’yu,
Sufi,
Fiqhi,
Ilmi
Sementara tokoh tafsir Indonesia, M Quraish Shihab
dalam bukunya Membumikan al-Qur’an, membagi metode tafsir
menjadi dua bagian, yakni metode riwayat (bi al- Ma’tsur ) dan
metode penalaran (bi al- Ra’yi). Metode penalaran kemudian
dibagi lagi menjadi metode tahlili dan maudhu’i , atau analitik
dan tematik.25
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparan
singkat mengenai metodologi penafsiran yang telah disebutkan di
atas:
a. Tafsir bi al- Ma’tsur/bi-l-riwayah
Tafsir bi al- al- Ma’tsur/bi-l-riwayah adalah tafsir yang
berdadsarkan pada dalil. Manna‟ al-Qaţţān mengartikannya
sebagai “tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang sahih
yakni menafsirkan al-Quran dengan al-Quran dan sunnah.”26
Penafsiran ayat dengan ayat lain dinilai sebagai cara penafsiran
paling baik karena mempunyai sandaran yang jelas. Penafsiran
dengan metode bi-l-riwayah ini terbagi menjadi dua periode
25
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an,87 26
Al-Qattan, Manna‟ Khalil, Mabahis fi ulum al-qur‟an, terj.
Mudzakir AS. (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013).482
20
yaitu; penafsiran al-Qur‟an yang diketahui dari Rasulullah Saw.
dan para Sahabat, dan periode kedua adalah masa pembukuan
riwayat tafsir tersebut yang terjadi sekitar awal abad 100
hijriyah.27
b. Tafsir bi al- Ra’yi/bi-l-dirayah
Sesuai dengan namannya, maka tafsir dengan bentuk
seperti ini menguatkan pendapat akal sang mufassir dalam
sebagian besar penafsirannya. Karena berdasarkan pada pendapat
dan akal sang mufassir, maka tafsir model ini ada yang ditolak
dan ada yang diterima. Hal ini sesuai dengan kadar pengetahuan
sang mufassir, ketergantungan terhadap madzhab, dan
pembatasan ayat al-Qur‟an yang dianggap mutasyabbih.
c. Tafsir bi al-Isyārī
Tafsir bentuk ini menggunakan pendekatan tasawuf dalam
menjelaskan al-Qur‟an, baik dengan pendekatan tasawuf teroitis
maupun praktis. Tasawuf teoritis menjelaskan ayat-ayat yang
menunjukkan sifat hakikat, sedangkan tataran praktisnya
menjelaskan ayat dengan gambaran gaya hidup yang menjauhi
cinta dunia.28
Abdul Hayy al-Farmawi di kemudian hari menawarkan
pemetaan metode tafsir yang lebih komprehensif dalam kitabnya
al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu‟i. menurutnya metode tafsir
27
Ali HAsan al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad
Akrom (pen) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. 45 28
Ali HAsan al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad
Akrom (pen) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. 49
21
dibagi menjadi 4 metode; tahlili, ijmali, muqaran, dan mawdu’i.
berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai keempat metode
tersebut.
1) Metode Ijmali
Metode ijmali adalah cara menafsirkan al-Qur‟an dengan
mengemukakan makna global (mujmal), tanpa uraian yang
panjang dan lebar, serta berdasarkan urutan bacaan mushaf al-
Qur‟an.29
Pada model ini, sang mufassir membahas ayat demi ayat
secara runtut sesuai dengan susunan mushaf al-Qur‟an, kemudian
mengemukakan makna global yang terkandung dalam ayat
tersebut. Mufassir juga terkadang mengambil kata dari al-Quran
kemudian menambahkan kata penghubung untuk memudahkan
para pembaca dalam memahami makna ayat tersebut.30
Contoh
tafsir yang menggunakan metode ini adalah kitab tafsir Jalalain
karya jaludin mahalli dan suyuthi, dan Tafsir Qur’an Karim karya
Mahmud Yunus.31
2) Metode Tahlili
Metode tahlili menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an secara
rinci sesuai dengan urutan dalam mushaf. Sang mufassir dengan
metode ini akan melakukan pencarian makna sebuah ayat dari
29
Anshori, ulumul quran kaidah-kaidah memahami firman tuhan
(ajakarta rajawali pres) 30
Anshori, Ulumul Qur‟an Kaidah-Kaidah Memahami Firman
Tuhan, Ulinnuha (ed.), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013. 207 31
Islah gusmian khazanah tafsir, 114
22
segala aspek kata dan lafaldz, unsur I‟jaz dan balagahah, maksud
istinbath, ayat dari dalil syar‟I, kinayah, dan munasabah ayat
dengan ayat-ayat lain lain yang relevan, serta relevansi antar
surah.32
Salah satu kelemahan metode tafsir ini menurut Quraish
Shihab adalah tidak adanya batasan metodologis yang harus
diperhatikan oleh sang mufassir ketika menjelaskan ayat yang
sedang dibahas. Sehingga perhatian utama pembaca bisa
teralihkan ke tema yang lain.33
3) Metode Muqaran
Metode muqaran atau perbandingan biasanya diartikan
sebagai metode yang membandingkan teks yang ada pada al-
Qur‟an dengan persamaan atau kemiripan redaksi. Bisa juga
diartikan sebagai membandingkan ayat al-Qur‟an dengan hadis
Nabi, atau membandingkan ayat dengan pendapat para Tabi‟in
ahli tafsir. Sedangkan menurut al-Farmawi adalah menjelaskan
ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan apa tulisan-tulisan sejumlah
mufassir.34
Nurdin Zuhdi dalam bukunya Pasaraya Tafsir Indonesia
menjelaskan kelebihan dan manfaat dari metode ini adalah a)
mengetahui orisinalitas suatu penafsiran dengan cara
32
Ali HAsan al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad
Akrom (pen) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. 41. 33
Shihab, M. Quraish Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan
Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an,
Tangerang: Lentera Hati, 2013. 379 34
Baidan, Nashruddin Metodologi Penafsiran al-Qur‟an Kajian
Kritis terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002.) 59
23
membandingkan dan mengetahui mana yang asli dan mana yang
kutipan. b) mengungkap bias mufassir. c) dapat memilih mana
yang terbaik di antara beberapa penafsiran. d) mengungkap
sumber perbedaan di kalangan mufassir. e) dapat menjadi sarana
pendekatan di antara berbagai aliran ulama tafsir. f) memberikan
pemahaman yang lebih lengkap mengenai isi ayat-ayat al-
Qur‟an35
4) Metode Mawdu’i
Metode atau yang biasa diartikan sebagai metode tematik
adalah metode menafsirkan al-Qur‟an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat yang dipandang mempunyai tema yang
sama atau berkaitan, dengan memperhatikan kronologi turunnya
ayat dan asbabun nuzulnya. 36
Metode ini menjadi popular di
kalangan mufassir karena fleksibel dan memiliki cakupan
bahasan yang tidak perlu terlalu banyak, bisa desesuaikan dengan
kebutuhan tema yang dibahas.37
C. Corak Tafsir al-Qur’an
1. Pengertian
Kata corak dalam literatur tafsir biasanya disejajarkan
dengan istilah lawn dalam bahasa Arab. Lawn sendiri memiliki
arti warna, macam, atau jenis.38
Corak yang dimaksud adalah
35
Nashrudin baidan, Metode Penafsiran al-Qur‟an, 270 36
Nashrudin baidan, Metode Penafsiran al-Qur‟an, 135 37
M yunan Yusuf Metode penafsiran al-Quran secara tematik
dalam jurna syamil vol2 h6 38
Ahmad W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia
h.1299
24
kekhususan sifat dalam tafsir yang muncul dalam kecenderungan
seorang mufassir dan mempengaruhinya dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur‟an.39
Ada istilah lain yang digunakan untuk menyebut
lawn tafsir, yakni „nuansa tafsir‟ yang diartikan sebagai „ruang
dominan seagai sudut pandang dari suatu karya tafsir‟ atau „sifat
khusus yang mewarnai sebuah penafsiran al-Qur‟an‟.
2. Pembagian corak tafsir
Islah Gusmian membagi nuansa tafsir menjadi beberapa
macam, yakni; teologis, sufistik, sosial kemasyarakatan, dan
psikologis.40
Sementara Nurdin Zuhdi menambahkan dua jenis
lain yakni nuansa sains dan fikih.41
Di lain tempat, Quraish
Shihab membaginya menjadi; nuansa bahasa/sastra, filsafat dan
teologi, ilmiah/sains, fikih, dan tasawuf.
Perbedaan yang muncul pada corak tafsir ini dikarenakan
berkembangnya usaha penafsiran al-Qur‟an yang juga terus
berkembang mengikuti perkembangan yang ada pada kehidupan
masyarakat.42
Berikut ini penjelasan beberapa corak tafsir yang
diusung oleh Quraish Shihab;
a. Corak Bahasa/Sastra
39
Abdul syukur, mengenal corak tafsir al-Qur‟an el-Furqonia 1
no.1 (agustus 2015) h 3 40
Islah gusmian khazanah tafsir Indonesia h 253 41
M Nurdin Zuhdi Pasaraya Tafsir Indonesia; dari Kontestasi
Metodologi Hingga Kontekstualisasi, Yogyakarta: Kaukaba, 2014.150 42
Quraish shihab, membumikan al-Qur‟an h 72
25
Tafsir dengan corak ini menjelaskan kandungan al-Qur‟an
dari segi bahasa dan kesuastraan dengan cara melakukan analisa
terhadap asal kata, bentuk lafal, nahwu-sharf, qiraat, syair-syair
bahasa dan perkembangan bahasa Arab.43
Corak ini muncul karena pada perkembangannya, banyak
kalangan non-Arab yang mulai masuk islam, sehingga dirasa
perlu menafsirkan dan menjelaskan al-Qur‟an dari segi bahasa
dan sastra.44
Beberapa karya yang dinilai memiliki corak bahasa
adalah al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibn Asyur, Tafsir al-Quran
Karim (1997) karya Quraish Shihab, dan memahami isi
kandungan al-Qur‟an (2001) karya ahmad Wassil.45
b. Corak Filsafat dan Teologi
Salah satu kitab tafsir yang sering digunakan sebagai
contoh tafsir dengan corak filsafat adalah Tafsir al-Kabir karya
fakhr al-Din al-Razi. Menurut Quraish Shihab hal ini dipengaruhi
oleh maraknya penerjemahan literatur-literatur filsafat dari
barat.46
Kitab tafsir ini menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan
penjelasan yang bersifat filosofis dan bersandar pada akal. Tafsir
43
Anshori ulumul quran kaidah kaidah memahami firman tuhan,
ulinnuha (ed) Jakarta: rajagrafindo persada, 2013) cet 1 h 218 44
Quraish shihab membumikan al-quran h 73 45
Islah Gusmian,” Khazanah Tafsir Indonesia dari hermeneutic
hingga ideology”, Jakarta: Terajin, 2003254 46
Qurais Shihab Membumikan al-Quran hal 72
26
ini banyak menafsirkan istilah-istilah yang ada dalam al-Qur‟an
dengan penjelasan dari penalaran logis.47
Di sisi lain tafsir yang bercorak teologis lebih cenderung
menjadikan konteks akhlak, ketuhanan dan agama sebagai pusat
penjelasannya. Beberapa contoh karya yang dinilai menggunakan
corak ini adalah Argument Pluralisme Agama (2009) karya Abd.
Moqsith al-Ghazali dan Tafsir Inklusif Makna Islam (2004) karya
Ajat Sudrajat.48
c. Corak Ilmiah (Sains)
Corak ini lahir dari adanya pandangan bahwa al-Qur‟an
telah mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan yang baru
ditemukan bahkan sebelum temuan tentang pengeatahuan itu
ditemukan. Maka kemudian tafsir ayat-ayat alQur‟an
dihubungkan dengan berbagai ilmu sains seperti ilmu kedokteran,
fisika, kimia, astronomi dan kosmologi, geografi, bahkan zoologi.
Di sisi lain ada pihak yang menolak sudut pandang „ilmi ini,
karena menurut mereka al-Qur‟an bukan kitab ilmiah, melainkan
anya mengungkapkan penjelasan untuk jadi petunjuk bagi
manusia.49
Karya tafsir di Indonesia yang dinilai memiliki corak
semacam ini adalah Ayat-Ayat Semesta (2008) karya Agus
47
Ali hasan al-Aridl sejarah dan metodologi tafsir h 62 48
Islah gusmian ,” Khazanah Tafsir Indonesia dari hermeneutic
hingga ideology”, Jakarta: Terajin, 2003266 49
Ali HAsan al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad
Akrom (pen) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. 65
27
Purwanto, dan Metode Ayat-Ayat Sain dan Sosial (2007) karya
Andi Rosadiastra.50
d. Corak Fikih
Dengan lebih memusatkan perhatiannya pada istinbat dari
ayat-ayat al-Qur‟an tafsir dengan corak fikih lebih memusatkan
penjelasannya pada ayat-ayat hukum. Pada perkembangannya
tafsir ini juga menjelaskan hokum dan syariat islam berdasarkan
pada fikih mazhab tertentu. Tafsir semacam al-Jami’ li ahkam al-
Qur’an karya al-Qurtubi, Ahkam al-Qur‟an karya al-Jassas, dan
Tafsir Mafatih al-Ghaib karya al-Razi misalnya memuat begitu
banyak penjelasan hokum yang bermazhab Syafi‟iyah.51
Di Indonesia juga terdapat berbagai karya tafsir yang
memakai corak ini, seperti Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (2008) karya
Syibli Syarjaya dan Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (2014) karya Abd.
Moqsith al-Ghazali dan Lilik Ummi Kaltsum.52
50
Islah gusmian khazanah tafsir h 272 51
Ali HAsan al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad
Akrom (pen) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. 59. 52
M nurdin Zuhdi Pasaraya Tafsir Indonesia; dari Kontestasi
Metodologi Hingga Kontekstualisasi, Yogyakarta: Kaukaba, 2014.150
29
BAB III
POFIL MUFASSIR DAN
IDENTIFIKASI TAFSIR AL-MUBARAK
A. Mengenal Sosok KH. Taufiqul Hakim
Di kalangan masyarakat di Jepara khususnya, umumnya
di daerah Jawa Tengah, nama KH. Taufiqul Hakim tentu sudah
tidak asing lagi, ia dilahirkan di Jepara, 14 Juni 1975. KH.
Taufiqul Hakim berasal dari keluarga biasa, kedua orang tuanya
bekerja sebagai petani dan penjual minyak kelentik. Ayahnya
bernama KH. Supar dan Ibunya Hj. Aminah. Taufiqul Hakim
merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara, yaitu H. Selamet,
Sukadi, H. Jayadi, Ngatrinah, Hj. Turinah, H. Rabani, dan KH.
Taufiqul Hakim.53
Episode pendidikan Taufiqul Hakim dimulai dari
keluarganya yang selalu menanamkan nilai-nilai juang dan cinta
ilmu. Kedua orangtuanya selalu mendorong Taufiqul Hakim agar
bisa mengejar ilmu setiinggi-tingginya sebagai modal menggapai
kesuksesan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
Sepanjang hidupnya ia habiskan untuk menuntut ilmu agama.
Taufiqul Hakim mengenyam pendidikan TK (taman kanak-
kanak) Lestari di Bangsri, dilanjut di SD (sekolah dasar) 3/7
Bangsri, MTS (madrasah tsanawiyah) Wahid Hasyim Bangsri, di
mana ia juga mulai belajar dan mengasah kemampuannya dalam
53
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren
(Jepara: Pondok Pesantren Darul Falah, 2019), h. 54
30
membaca Al-Quran kepada Kiai Kholil Bangsri. Kemudian
setelah lulus MTS, ia melanjutkan studi di pesantren.
Keinginannya untuk bisa belajar di pesantren sudah
tertanam sejak kelas 5 SD ketika ada pengajian KH. Masruri
dimana ada pesan yang sangat ia kagumi, dan membekas dalam
hati Taufiqul Hakim, kemudian Taufiqul Hakim mengetahui
bahwa KH. Masruri adalah lulusan dari pesantren di Kajen, maka
semenjak itu Taufiqul Hakim tertarik untuk bisa melanjutkan
belajar di Kajen.54
Taufiqul Hakim melanjutkan sekolah di PIM
(Perguruan Islam Mathali’ul Falah) dan saat di sinilah mimpi
Taufiqul Hakim untuk bisa berkelana menuntut ilmu dengan
ulama besar dimulai.
PIM (Perguruan Islam Mathali’ul Falah) Kajen ini diasuh
oleh para ulama besar, khususnya KH. Abdullah Zain Salam dan
KH. MA. Sahal Mahfudh. Selain dari dua ulama besar ini,
terdapat juga ulama-ulama lain yang berpengaruh seperti, KH.
Ahmad Nafi’ Abdillah, KH. Minan Abdillah, KH. Ma’mun
Muzayyin, KH. Rifai Nashuha, KH. Ma’mun Mukhtar, KH.
Junaidi Muhammadun, KH. Zainudin Dimyathi, KH. Ahmad
Yasir, KH. Ali Fattah Ya’qub, Kiai Nurhadi, KH. Ahmad Mu’adz
Thohir, dan KH. Asnawi Rahmat.
Taufiqul Hakim juga dikenal sosok yang gigih dalam
perjuangannya menuntut ilmu. Di saat mulai timbul keinginan
untuk belajar di pesantren, sejak kelas 5 SD itu juga ia mulai rajin
menabung. Di saat sekolah sedang libur, ia bekerja sebagai
54
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren, .
56
31
penjahit sandal yang hasilnya digunakan sebagai modal belajar di
pesantren. Kecintaannya menuntut ilmu membutuhkan
pengorbanan, seperti pada saat itu ketika ia selesai membeli kitab
Ihya’, kemudian uangnya hanya tersisa 250 rupiah, sementara
kiriman uang masih dua minggu lagi. Saat menghadapi situasi
seperti ini, Taufiqul Hakim mengatur siasat, dengan cara membeli
roti kelapa yang berisis 6 dengan harga pada saat itu adalah 250
rupiah. Setiap bagiannya dibagi menjadi dua, setengahnya untuk
makan sahur, dan setengahnya untuk makan berbuka. Jika pada
saat malam ia merasa lapar, ia makan daun jambu biji.55
Taufiqul Hakim mulai belajar di PIM di mulai pada
tingkat Diniyah Wustho hingga selesai tingkat Aliyah. Selama ia
di Kajen, Taufiqul Hakim berdomisili di PP. Maslakul Huda yang
diasuh oleh KH. MA. Sahal Mahfudh, seorang ulama pakar fiqh-
ushul fiqh yang pemikiran dan kiprahnya dalam skala nasional.
Tidak cukup dengan pendidikan syariat, Taufiqul Hakim
melanjutkan pengembaraan intelektualnya dengan mendalami
dan menyelami ilmu Thariqoh An-Naqsabandiyah Kholidiyah
dibawah asuhan langsung oleh KH. Salman Ad Dahlawi
Popongan Klaten dalam kurun waktu 100 hari, dimana pada
normalnya dilakukan selama 10 tahun.56
Atas dasar latar belakang pendidikan yang didapat oleh
Taufiqul Hakim, dengan menggabungkan syariat dan tasawuf
pada dirinya, menjadi modal kuat untuk berdakwah di tengah
55
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren, h.
56 56
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren, h.
57
32
masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan yang datang silih
berganti. Karena jika hanya beregang pada syariat (fiqh) maka
seseorang lebih cenderung berpikir jangka pendek, namun jika
dilengkai dengan tasawuf seseorang akan merasa matang dan
mempunyai tingkat kerohanian yang dalam. Sehingga dalam
jiwanya akan dipenuhi dengan dimensi keihlasan, tawakal, dan
sabar dalam membimbing masyarakat.
Hingga sampai ia dapat mendirikan PP. Darul Falah atau
sering dikenal dengan Pondok Amsilati. Dalam mendirikan dan
membesarkan PP. Darul Falah Taufiqul Hakim ditemani oleh
keluarganya, yaitu istri dan anaknya. Ia meniah dengan Hj.
Faizatul Mahsunah Al-Hafidloh, yang kemudian dikaruniai putra
dan putri, yaitu : H. M. Rizqi al Mubarok al-Hafidh, Akmila
Azka Ni’mah Al-Hafidhoh, dan M. Dzikri Ar Rohman. Kecintaan
Taufiqul Hakim pada ilmu pun, diwarisi oleh putra-putrinya,
dimana mereka bisa berhasil menjadi Hafidh dan Hafidah di usia
anak-anak. Dimana anak pertama berhasil menyelesaikan
hafalannya di usia 10 tahun, kemudian anak keduanya di usia 9
tahun, dan anak yang terakhir masih dalam proses menghafal di
usianya yang baru 8 tahun sudah berhasil menghafalkan 10 juz.57
1. Sanad Keilmuan dan Karir
Sanad menurut bahasa mempunyai arti apa yang dijadikan
sandaran. Sedangkan menurut istilah, sanad adalah jalan yang
57
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren, h.
55
33
dapat menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad
saw. 58
Taufiqul Hakim sebagai seorang kiai dan ilmuwan yang
produktif menulis karya mempunyai dua sanad ilmu. Sanad
pertama dari KH. MA. Sahal Mahfudh, Rais Am Syuriah PBNU
(Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan Ketua Umum Pusat MUI
(Majlis Ulama Indonesia) yang dikenal sebagai pakar fiqh dan
ushul fiqh. Kemudian, sanad kedua dari KH. Salman Ad
Dahlawi, mursyid Thariqah An-Naqsyabandiyah Khalidiyyah
yang membimbing ruhani Taufiqul Hakim menuju jalan dan
tujuan yang di ridlai Allah.59
Dari dua sanad ini bisa disimpulkan bahwa Taufiqul
Hakim mempunyai otoritas dibidang fiqh, nahwu, dan ushul fiqh
karena KH. Sahal Mahfudh mempunyai latar belakang keilmuan
yang kuat dalam bidang fiqh, nahwu, dan ushul fiqh. Kemudian
dikuatkan lagi keilmuannya dengan pemahaman akhlak dan
tasawuf atas bimbingan dari KH. Salman Ad Dahlawi. Dimana
KH. Salman adalah seorang mursyid Thariqah.
Taufiqul Hakim adalah pengasuh Pondok Pesantren Darul
Falah Amtsilati, dalam perjalanannya Pondok pesantren yang ia
dirikan bermula dari Taman Pendidikan al-Qur’an. Berikut table
perkembangan lembaga pendidikan yang dibangun;
58
Majid Khon, Bustamin, dan Abdul Haris, Ulumul Hadits ( Jakarta:
PSW UIN Syarif Hidayatullah, 2005), h. 126 59
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren, 59
34
2. Karya KH. Taufiqul Hakim
KH. Taufiqul Hakim tidak hanya turun langsung
berdakwah di masyarkat, namun ia juga mempunyai karya dalam
bentuk tulisan yang diwariskan bagi seluruh santri dan umumnya
untuk seluruh umat Islam, jika dijumlahkan karyanya sudah
mencapai kurang lebih 150 yang membahas tentang Syariat,
Tasawuf, Akhlak, Motivasi, dan Metode-metode mudah belajar
Kitab.60
60
Jamal Ma’mur Asmani, Sang Pembaharu Pendidikan Pesantren, h.
83-86
35
36
Dari jumlah karyanya, bisa disimpulkan bahwa Taufiqul
Hakim merupakan sosok ulama muda yang sadar pentingnya
literasi, sehingga waktunya dihabiskan untuk menulis karya yang
dijariyahkan untuk para santrinya dan umat Islam. Hal ini sesuai
dengan maqalah : “apa yang ditulis akan abadi dan apa yang
dihafal akan hilang”, ilmu yang ditulis akan kekal abadi, dan
dapat dikaji generasi ke generasi. Sedangkan ilmu yang hanya di
hafal, akan hilang, maksimal sampai orangnya wafat.
B. Mengenal Tafsir al-Mubarak
1. Latar Belakang Penulisan
Dalam kitab Tafsir al-Mubarak , Taufiqul Hakim
menuliskan tujuan dan latarbelakang penyusunan tafsirnya.
Dituliskan dalam Muqaddimahnya bahwa Kitab (tafsir) ini adalah
37
pendamping Amtsilati yang target utamanya adalah kosa kata,
pemahaman dan penerjemahan teks-teks Arab, dan sebagau dasar
dan jembatan bagi pemula untuk mempelajari kitab-kitab yang
lebih besar.61
Dalam kesehariannya, tafsir ini menjadi salah satu kitab
pegangan para santrinya yang telah mencapai “Fan Tafsir” di
pesantren Darul Falah yang ia asuh.62
Lebih jelasnya, program
pembelajaran yang ada di Darul Falah dibagi menjadi beberapa
tingkatan, bila diurutkan dari awal yakni; Amtsilati, fan
Tasawwuf, Program Bahasa, dan Pasca Amtsilati. Santri yang
telah mencapai Pasca akan mempelajari ilmu secara berjenjang
sesuai dengan fan yang ada di dalamnya yakni fan Thoharoh,
ubudiyah, muamalah, munakahat, jinayat, tafsir, dan dakwah.
Adapun Tafsir al-Mubarak mulai dipelajari oleh santri yang
telah mencapai fan Tafsir.63
Tafsir al-Misbah telah ditulis hingga 30 Juz, namun yang
dicetak secara masal hanya 5 Juz yakni juz 1, juz 2, juz 3, Juz 4,
dan juz 30. Karena penggunaan kitab Tafsir yang masih terbatas
kalangan santri sendiri, maka kitab ini masih dicetak dalam
bentuk fotocopy dan belum dinaikkan percetakan, meskipun
Darul Falah memiliki penerbitan dan percetakan sendiri. Hal ini
dikarenakan kitab ini masih dalam tahap edisi revisi.
2. Data Filologis
61
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”. (Jepara: Al-Falah Offset, 2004) Juz 1, i 62
Hasil wawancara dengan ust Misbahul Munir. 63
Hasil wawancara dengan Ust. Misbahul Munir, salah satu
Pengurus Pondok Pesantren Darul Falah
38
Pada sampul utama di bagian paling atas, terdapat tulisan
“Program Pemula Membaca Kitab Kuning”. Di bawahnya
terdapat tulisan dalam huruf Arab “Tafsir al-Mubarak ” yang
dihiasi dengan batik melingkar, dengan Tulisan nomor Juz di
bagian atas lingkarannya. Di bagian bawah lingkaran tertulis
Metode Praktis Memahami Tafsir al-Qur’an. Diikuti dengan
tulisan H. Taufiqul Hakim di bagian paling bawah.
Penulis mendapatkan kitab ini langsung dari Pesantren
Darul Falah yang berada di Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Pada
halaman pertama, terdapat halaman judul yang layout dan isinya
sama dengan halaman cover utama.
Di halaman selanjutnya terdapat halaman yang berisi
nomor ISBN dan klaim hak cipta yang terdaftar pada H Taufiqul
Hakim dan percetakan Al-Falah Offset, yang merupakan
percetakan milik pesantren Darul Falah.
Isi dari halaman selanjutnya ialah kata pengantar yang
ditulis oleh Taufiqul Hakim yang pada halaman selanjutnya
dilengkapi dengan himbauan dan contoh hadharah. Memang
sudah menjadi ciri khas Taufiqul Hakim ketika mengarang
sebuah kitab, ia selalu mencantukan himbauan tentang adab
membaca dan belajar, serta melengkapinya dengan panduan
pembacaan hadharah. Menurut penulis, hal ini bisa jadi
dilatarbelakangi oleh background keilmuannya yang memang
juga seorang mursyid Thariqhah. Sehingga menganggap
pengiriman doa (dalam hal ini surat al-Fatihah) kepada para guru
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada keberkahan
ilmu yang didapat.
39
3. Deskripsi Tafsir al-Mubarak
Penulisan Tafsir al-Mubarak disesuaikan dengan juz
yang ada pada mushaf utsmani. Maka juz 1 pada tafsir ini,
misalnya, akan berisi satu juz yang sama pada mushaf Usmani.
Pada tiap juz atau jilidnya, Tafsir al-Mubarak selalu
dilengkapi dengan halaman “Petunjuk Penggunaan dan Jadwal
I’rab” pada bagian awal. Dalam halaman itu akan diterangkan
secara ringkas tentang contoh isim, fi’il, dan huruf serta
dilengkapi dengan “Kode I’rab” yang nantinya digunakan dalam
tafsir ini.
4. Referensi Penafsiran
Dalam cetakan Tafsir al-Mubarak yang sudah dibukukan
dan dikaji oleh para santri di pesantren Darul Falah tidak
ditemukan halaman referensi atau daftar pustaka. Setelah penulis
mencari tahu lebih jauh, ternyata memang sumber penafsiran
sengaja belum dicantumkan karena sifat kitab ini masih dalam
taraf edisi revisi. Namun demikian, penulis mendapatkan
informasi bahwa salah satu rujukan yang dominan digunakan
adalah tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Mustofa. 64
5. Karakter Tafsir al-Mubarak
a. Bentuk Penyajian
Kitab Tafsir al-Mubarak ditulis dengan urutan mushaf
Usmani yang dimulai dengan al-Fatihah hingga juz terakhir
diakhiri dengan al-Nas. Pada awal surat yang akan dibahas,
64
Hasil wawancara dengan Asyhar, Staff Al-Falah Offset yang
khusus mengerjakan layout Tafsir al-Mubarak.
40
Taufiqul Hakim memberikan satu halaman muqaddimah yang
berisi tentang penjelasan singkat dari surat yang akan dibahas,
kandungan surat, jenis suratnya, dan latar belakang penamaan
surat.
Pada saat memulai penafsiran surat al-fatihah, misalnya,
dituliskan sebagai berikut di paragraph pertama muqaddimahnya;
“Surat al-Fatihah (pembukaan) yang diturunkan di
Makkah dan terdiri dari 7 ayat adalah surat yang pertama-
pertama diturunkan dengan lengkap…”65
Begitu juga ketika memasuki surat al-Baqarah dan Ali
Imran, keduanya diawali dengan penjelasan yang sama dengan
surat al-fatihah, yakni berisi penjelasan singkat dan kandungan
umum yang terdapat pada surat. Namun hal itu tidak ditemukan
di dalam juz 30. Di tiap awal surat-surat pendek tidak ditemukan
penjelasan mengenai kandungan isi.
Di awal setiap surat, nama surat ditulis di atas, kemudian
disebelah kanan dituliskan jenis surat, dan di sebelah kiri
dituliskan jumlah ayat dari surat yang akan dibahas.
Teks al-Qur’an dituliskan di bagian atas tiap halaman, dan
masing masing halaman hanya berisi satu sampai tiga baris ayat
saja. Di bagian bawahnya kemudian disajikan tabel yang
berisikan potongan tiap kata dari ayat yang telah ditulis di bagian
atas halaman. Tiap kata yang dipenggal dalam tabel kemudian
akan dilengkapi dengan berbagai macam “kode” yang akan
65
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”.1 1
41
menunjukkan kedudukan dan I’rab tiap kata bila ditinjau dari segi
nahw.
Dibagian bawah tabel potongan kata perkata, halaman
dibagi menjadi dua kolom, kolom sebelah kanan berisi terjemah
bahasa Jawa, dan kolom sebelah kiri berisikan terjemah bahasa
Indonesia.
Di bawah kolom yang berisikan terjemah itu, di bagian
paling bawah, terdapat satu lagi kolom yang berisikan catatan
kaki berisi penjelasan singkat, atau asbab nuzu ayat.
Di beberapa tempat, Taufikul Hakim juga memberikan
semacam judul yang dicetak dengan huruf tebal bila menemui
ayat yang bercerita tentang sesuatu. Pada saat membahas surat al-
Baqarah ayat 14266
, misalnya, Taufiqul Hakim menuliskan judul
“Kiblat Dipindah”dengan huruf tebal sebelum menuliskan
terjemah bahasa Jawa.67
Di awal juz 3 juga ditemukan Judul yang dituliskan ketika
membahas ayat pertama.68
Sebelum menuliskan terjemah bahasa
66
ٱنمشزق و من سيقىل ٱنسفهاء من ٱنناس ما ونىهم عن قبهتهم ٱنتي كانىا عهيها قم لل ز ه ٱنم
ستقيم ط م ٢٣١شاء إنى صز
142. Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan
berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah:
"Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
67
Tafsir al-Mubarak Juz 2 hal.1 68
ت وءاتي ورفع بعضهم درج ن كهم ٱلل نهم م هنا بعضهم عهى بعض م سم فض نا عيسى ٱبن مزم تهك ٱنز
ما ج ٱن ن بع هم م ما ٱقتتم ٱنذن من بع ه بزوح ٱنقس ونى شاء ٱللن ت وأ كن ٱختهفىا بين ت ون اءتهم ٱنبين
ما ٱقتته ن كفز ونى شاء ٱلل ن ءامن ومنهم م فعم ما ز فمنهم م كن ٱلل ١٤٢ىا ون
253. Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas
sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung
dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan
Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami
42
Jawa, Taufiqul Hakim menulis “Kaluwihan lan beda-bedane
derajat poro Rasul” atau “kelebihan dan berbedanya derajat para
Rasul”.
Judul judul semacam ini akan banyak ditemukan dalam
penafsiran Taufiqul Hakim dalam Tafsir al-Mubarak .69
Untuk lebih jelas berikut contoh penyajian Tafsir al-
Mubarak yang terdapat pada awal juz 30. 70
perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya
tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul
itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi
mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di
antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka
berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
69
Sebagaimana ketika dituliskan dalam surat al-baqarah ayat
255 dengan judul “Ayat Kursi”, atau pada ayat 258 surat al-Baqarah dengan
judul “Nangekake wong-wong kang mati” atau “menghidupkan orang-orang
yang mati”. 70
Tafsir al-Mubarak Juz 30 hal 1
43
Seperti yang terlihat, penafsiran dalam Tafsir al-Mubarak
memang hanya berbentuk catatan kaki singkat. Tidak ditemukan
penafsiran yang terbilang panjang dalam Tafsir al-Mubarak .
45
BAB IV
ANALISIS METODE, CORAK, DAN KARAKTERISTIK
TAFSIR AL MUBARAK
A. Analisis metode
Dalam kitab al-bidayah fi al tafsir al mawdhui karya al-farmawi
diterangkan pemetaan metode tafsir yang terbagi menjadi empat yakni
tahlili, ijmali, muqaran, dan mawdhu‟i.71
namun dalam prakteknya,
tidak jarang pula dalam sebuah karya tafsir ditemuan metode penafsiran
lebih dari satu.
Metode tafsir ijmali adalah metode penafsiran yang dilakukan
dengan membahas ayat demi ayat secara runtut sesuai urutan mushaf
al-Qur‟an, dan menjelaskan makna global yang dikandung oleh ayat
tersebut. Lebih singkatnya, metode ijmali adalah menafsirkan al-Qur‟an
dengan penjelasan yang singkat dan global. 72
metode ini juga kadang
dilakukan dengan cara mengambil kata dari al-Qur‟an untuk kemudian
ditambahi dengan kata penghubung sehingga memudahkan para
pembaca untuk memahaminya,73
seperti yang kita bisa lihat di tafsir
Jalalain.
Dalam menuliskan Tafsir al-Mubarak nya, sang mufassir
menuliskannya dengan urut sesuai urutan mushaf al-Qur‟an, dari al
fatihah hingga al-nas. Mufassir menyajikannya dengan menuliskan satu
atau dua ayat, kemudian membahas secara detail kata demi kata dari
segi ilmu nahwunya, untuk kemudian pada bagian bawah halaman
71
Islah Gusmian ,” Khazanah Tafsir Indonesia dari hermeneutic
hingga ideology”, Jakarta: Terajin, 2003116 72
Anshori, Ulumul Qur‟an Kaidah-Kaidah Memahami Firman
Tuhan, Ulinnuha (ed.), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013207 73
Islah Gusmian khazanah tafsir ,114
46
dijelaskan secara global dan singkat makna dari ayat tersebut. Model
penafsiran yang demikian ini mengidentifikasikan bahwa sang mufassir
menggunakan metode Ijmali dalam penafsirannya.
Fokus sang mufassir pada makna global dari ayat-ayat yang
sedang dibahas memberikan kesan menonjolnya sifat global dalam
Tafsir al-Mubarak . Berikut beberapa contoh penafsiran Tafsir al-
Mubarak :
Ketika menafsirkan kata “dzalim” pada surat al-Baqarah (2)
ayat 165:
ٱلناس ي حخخذ ي دون ا وي ءاي ي وٱل ى لحب ٱلل دادا يتج أ ٱلل
ن جيعا وأ ة لل ن ٱهق
إذ يرون ٱهعذاب أ ا ظو ي يرى ٱل ول ا لل شد حت
أ
شديد ٱهعذاب ١٦٥ٱلل
165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah
amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Sang mufassir memberikan penafsiran singkat tentang
kata ظو ي ٱل ا dengan catatan sederhana; “yang dimaksud
47
dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang
menyembah selain Allah”74
Dalam membahas kriteria orang yang tidak ikut terkena
laknat Allah yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 160:
اب ٱلرحيى إل ا ٱلتى وأ حب عوي
ولئك أ
ا فأ ا وبي صوح
ا وأ حاة ي ١٦٠ٱل
“Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan
perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka
itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha
Menerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Mufassir memberi catatan tentang makna dari ا صوح وأ
(orang-orang yang melakukan perbaikan) adalah “orang yang
melakukan perbuatan-perbuatan baik dalam rangka
menghilangkan akibat-akibat jelek dari kesalahan yang telah
dilakukan”.75
Di lain kesempatan, ketika menjelaskan tentang arti kata
;pada ayat 4 surat Ali Imran ٱهفرقان
74
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”. Jepara: Al-Falah Offset, 2004 Juz 2 hal 22 75
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”. Juz 2 hal 17
48
ب كفروا ي زل ٱهفرقان إن ٱلاس وأ دى هو ى ي قتن ل ايج ٱلل
عزيز ذو ٱخقام عذاب ٤شديد وٱلل
“Sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia,
dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang
yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang
berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan
(siksa).”
Taufiqul Hakim menjelaskan makna ٱهفرقان dengan
catatan singkat bahwa “al-Furqan adalah kitab yang
membedakan antara yang benar dan yang salah.”76
Di kala membahas tentang makna kata “ummi” yang
terdapat pada surat Ali Imran ayat 20,
ٱهمتب ا وح أ ي وقن هل تع ٱت وي ج وجه لل سو
ك فقن أ فإن حاج
مغ و وٱل ا عويك ٱلل ا فإج ه وإن ح خدوا ا فقد ٱ سو
خى فإن أ سو
ن ءأ ٱلل
ةٱهعتاد ٢٠ةصي
“Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang
kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku
kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang
76
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”. Juz 3 hal 52
49
mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah
diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah
kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam,
sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka
berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-
ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”
Taufiqul Hakim menuliskan “Ummi artinya adalah orang
yang tidak tahu tulis baca. Menurut sebagian ahli tafsir yang
dimaksud dengan ummi adalah orang musyrik arab yang tidak
tahu tulis baca. Menurut sebagian yang lain adalah orang yang
tidak diberi al-Kitab.”77
Model penafsiran dengan catatan singkat sebagaimana
yang telah disebutkan di atas akan sangat banyak ditemukan
dalam Tafsir al-Mubarak karya Taufiqul Hakim ini. Jika ditinjau
lagi bahwa salah satu cara penafsiran dengan metode ijmali
adalah dengan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan
mushaf al-Qur‟an, kemudian menjelaskan makna global secara
singkat. Maka bisa dikatakan bahwa metode yang dominan
digunakan dalam Tafsir al-Mubarak adalah metode ijmali.
Menurut hemat penulis, metode ijmali yang dipilih oleh
Taufiqul Hakim dalam tafsirnya dilatarbelakangi oleh tujuan
penulisan Tafsir al-Mubarak . Dalam kata pengantarnya,
disebutkan bahwa penulisan Tafsir al-Mubarak adalah sebagai
media pendamping dalam pembelajaran metode Amtsilati dan
77
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”.Juz 3 hal66
50
penambahan kosa kata bahasa Arab. Maka sangat mungkin bila
metode ijmali dipilih agar para santri bisa lebih memusatkan
perhatiannya pada makna perkata al-Qur‟an tanpa harus
teralihkan oleh penjelasan tafsir ayat yang sedang dibahas dengan
panjang lebar.
B. Analisis Corak Tafsir
Pengertian yang dimaksud dengan corak adalah
sebagaimana yang telah dibahas dalam bab II tentang kajian
teoritis bahwa corak tafsir adalah kekhususan sifat dalam tafsir
yang muncul dalam kecenderungan seorang mufassir dan
mempengaruhinya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an.
Sementara para pakar membagi corak tafsir ke dalam enam jenis;
corak bahasa, social /kemasyarakatan, tasawuf/sufi, fikih/hukum,
sains/ilmi, dan filsafat/teologi.
Setelah meneliti Tafsir al-Mubarak karya KH. Taufiqul
Hakim ini penulis mengambil kesimpulan bahwa corak bahasa
adalah perhatian utama dalam kitab tafsir ini.
Corak bahasa, sebagaimana yang telah dibahas pada bab
ketiga penelitian ini, adalah menjelaskan kandungan al-Qur‟an
dari segi bahasa dan kesuastraan dengan cara melakukan analisa
terhadap asal kata, bentuk lafal, nahwu-sharf, qiraat, syair-syair
bahasa dan perkembangan bahasa Arab .
Dalam Tafsir al-Mubarak penjelasan kata perkata dari
segi bahasa tidak ditampilkan dengan kalimat panjang lebar,
51
melainkan melalui kodifikasi yang telah disusun sesuai dengan
tata bahasa Arab. Berikut ini adalah contoh kodifikasi yang
digunakan dalam Tafsir al-Mubarak ;
Kode di atas adalah kode yang digunakan oleh taufiqul
Hakim ketika kata yang dibahas merupakan kata kerja. Kode
semacam itu akan menyertai setiap potongan kata dalam Tafsir
al-Mubarak sesuai dengan kedudukan yang disandangnya,
peletakan kode tersebut akan berada di atas kata yang sedang
dibahas, contoh:
52
Lain lagi bila dilihat dari penafsiran yang berbentuk
catatan kaki, karena ternyata bila dilihat dari penafsiran yang
berbentuk catatan kaki maka tidak ditemukan corak yang lebih
menonjol dibandingkan corak yang lain. Sebagai gambaran, pada
juz pertama Tafsir al-Mubarak terdapat 92 penafsiran yang
berupa catatan kaki singkat. Sedangkan pada juz 2 terdapat 65
penjelasan singkat yang juga berupa catatan kaki. Di juz ke-3,
terdapat 54 penafsiran yang tertulis dalam bentuk catatan kaki.
Sedangkan di juz 30 terdapat 65 catatan kaki. Bila dijumlahkan
catatan kaki yang ada pada juz-1 hingga juz-3 ditambah dengan
catatan kaki yang ada di juz-30, berjumlah 276 catatan kaki.
Berikut beberapa contoh penafsiran dalam bentuk catatan
kaki dalam Tafsir al-Mubarak ;
1. Corak bahasa
Ketika menafsirakan ayat ke-empat surat al-Fatihah,78
di
dalam Tafsir al-Mubarak dituliskan “malik (yang menguasai)
78
ين لك يوم ٱلد ٤ه Yang menguasai di Hari Pembalasan.
53
dengan memanjangkan mim, ia berarti pemilik. Dapat juga dibaca
malik (dengan memendekkan mim) artinya Raja.”79
Atau ketika menjelaskan ayat 5 surat al-Fatihah,
٥إياك جعتد وإياك نسخعين
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan.
Mufassir menjelaskan makna جعتد dan نسخعين dari segi
penjelasan bahasa dengan menuliskan sebagai berikut; “Na‟budu
diambil dari kata „ibadaat: kepatuhan dan ketundukan yang
ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai
Tuhan yang disembah.” Kemudian dilanjutkan dengan kalimat
“Nasta‟in (meminta pertolongan diambil dari kata Isti‟anah:
mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri”
Penafsiran dengan penjelasan dari segi bahasa seperti ini
memang ditemukan dalam Tafsir al-Mubarak , namun jumlahnya
tidak banyak. Sebagai gambaran, dalam juz-1 terhitung hanya
terdapat 10 penafsiran yang menurut penulis bisa dikategorikan
penafsiran dengan corak bahasa. Sedangkan di jilid-2 hanya
terdapat dua penafsiran yang bisa dikategorikan dalam corak
bahasa.
79
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”. juz 1 hal2
54
2. Corak fikih
Corak fikih dalam Tafsir al-Mubarak akan bisa ditemui
dalam beberapa ayat yang membahas tentang syariat yang dibawa
oleh Nabi Muhammad.
Contoh penafsiran yang penulis nilai masuk dalam
kategori corak fikih adalah saat membahas tentang surat al-
Baqarah ayat 173;
ف ن ةۦ هغي ٱلل أ م ولى ٱلنزير ويا يخث وٱلد ا حرم عويلى ٱل إ
غفر رحيى ٱضطر غي ١٧٣ةاغ ول عد فل إثى عوي إن ٱلل
173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Taufiqul Hakim menuliskan bahwa “Haram juga menurut
ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut
nama Allah teteapi disebut pula nama selain Allah”80
Jumlah penafsiran yang bercorak fikih tidak juga terlalu
banyak jumlahnya. Dalam jilid-1 tafsirnya, hanya terdapat dua
80
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”.juz 2 ,28
55
penafsiran yang menurut penulis bisa masuk kategori corak fikih.
sementara di jilid dua, misalnya, jumlah penafsiran yang bercorak
fikih hanya berkisar di angka 16.
3. Corak Filsafat/Teologi
Karena memang sifat al-Qur‟an yang merupakan kitab
samawi yang diturunkan oleh Tuhan, maka sudah pasti akan ada
penafsiran yang bercorak teologis. Termasuk dalam Tafsir al-
Mubarak .
Corak teologis dalam Tafsir al-Mubarak bisa dilihat
dalam penjelasan yang diketengahkan oleh Taufiqul Hakim pada
saat membahas Wajah Allah dalam surat al-Baqarah ayat 115;
وسع عويى ولل إن ٱلل ٱلل ا فثى وج ه ا ح حغرب فأ شق وٱل ١١٥ٱل
115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka
kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Taufiqul Hakim menulis penjelasan singkat tentang
“Wajah Allah” sebagai berikut; “di situlah wajah Allah;
maksudnya kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di
mana saja manusia berada Allah mengetahui perbuatannya,
karena ia selalu berhadapan dengan Allah.”81
81
Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”.Juz1, 107
56
Penjelasan dengan corak semacam ini akan ditemukan
dalam Tafsir al-Mubarak dikala menemui ayat-ayat yang
berkenaan dengan dzat atau sifat Allah. Jumlahnya pun tak
banyak. Di jilid satu, misalnya, hanya ditemui di 3 tempat saja.
Sedangakan di jilid dua hanya terdapat satu tempat, yakni saat
menjelaskan “Allah Berbicara”.82
C. Karakteristik Tafsir al-Mubarak
Ciri khusus yang membedakan Tafsir al-Mubarak dari
tafsir yang lain adalah bentuk penyajiannya. Sebagaimana telah
disebutkan dalam bab tiga penelitian ini, yang membuat unik
adalah pemotongan kata per kata yang kemudian diberi kodifikasi
sesuai ilmu nahwu. Berikut adalah gambaran pemotongan dan
kodifikasi yang dilakukan oleh KH. Taufiqul Hakim dalam
Tafsirnya.
Dalam potongan surat al-Naba‟ tersebut, KH. Taufiqul
Hakim memeberikan kode pada lafal عن dengan kode جار هجرور
yang berarti bahwa kata tersebut merupakan susunan dari huruf
82 Taufiqul Hakim, “Tafsir al-Mubarak Metode Praktis
memahami Tafsir Al-Qur’an”.juz 2, 30.
57
Jar dan isim yang terkena pengaruh Jar atau yang dalam ilmu
nahwu disebut “majrur”. Dengan kode demikian maka santri
yang membacanya tidak lagi menyangka bahwa عن adalah kata
kerja lampau atau “fi’il madhi”. Karena memang bentuk kata
kerja lampau pada bahasa arab banyak yang berbentuk sama
dengan عن, seperti contoh kata ظن yang berarti “berprasangka”.
Dengan kode tersebut Para santri akan langsung memusatkan
ingatannya pada huruf jar عن yang bermakna “dari/tentang” yang
disambung dengan ها istifham merupakan kata Tanya. Sehingga
susunan عن mempunyai makna “tentang apa” sesuai dengan
terjemah yang tertulis di bawahnya.
Kemudian pada kata يتسائلون terdapat kode ف ض ر ن yang
dalam hal ini adalah singkatan dari فعل هضارع هرفوع بثبوت النون
yang kemudian bagi para santri akan bisa dipahami sebagai kode
bahwa kata tersebut adalah “kata kerja yang akan datang” (fi’il
Mudhari) yang dibaca rafa’ dengan tanda diakhiri dengan huruf
nun.
D. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Mubarak
Kelebihan Tafsir al-Mubarak adalah;
a) Menggunakan terjemah bahasa jawa dan Indonesia, sehingga
memudahkan santri dan da‟I di daerah jawa yang dalam
prakteknya masih menggunakan bahasa jawa untuk mengajar
ngaji di pelosok desa yang masyarakatnya masih belum
terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
58
b) Menggunakan makna “gandul” dengan aksara Arab melayu
yang dilengkapi dengan aksara latin. Bisa membantu para
santri yang masih dalam taraf belajar membaca huruf arab
melayu. Sesuai dengan tujuan penulisan tafsir yang ditujukan
sebagai “jembatan” untuk mempelajari kitab-kitab yang lain
yang mempunyai bobot yang lebih tinggi.
c) Pemenggalan kata-perkata memudahkan seorang santri yang
untuk belajar kosa-kata bahasa Arab.
d) Pemakaian kode dan tanda I‟rab nahwu dalam penulisannya.
Hal ini memudahkan bagi pembaca, khususnya kalangan
santri, untuk mengetahui makna yang terkandung sesuai
dengan kaidah nahwu.
Seperti kaidah peletakan “maf’ul” atau objek sebelum “fi’il”
atau kata kerja, mengindikasikan makna “hanya”.
sebagaimana dalam surat al-fatihah ayat 5;
٥إياك جعتد وإياك نسخعين
Peletakan إياك yang berkedudukan sebagai objek di depan
mendahului kata kerja جعتد lah yang memberikan makna “hanya”.
Sehingga terjemah yang dihasilkan adalah “Hanya Engkaulah
yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.”
59
Kekurangan Tafsir al-Mubarak
1. Tafsir al-Mubarak bersifat eksklufis untuk kalangan santri.
Hal ini dikarenakan penggunaan kode pada Tafsir al-
Mubarak hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah
belajar ilmu nahwu.
2. Perhatian KH. Taufiqul Hakim selaku mufassir pada kaidah
nahwu-sharf yang besar dalam kitab ini menjadikan unsur
tafsir pada kitab ini terkesan dikalahkan. Sehingga tafsir ini
kurang cocok bila digunakan untuk mencari makna al-Qur‟an
secara mendalam bila berkenaan dengan selain aspek
kebahasaan.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir al-Mubarak karya KH. Taufiqul Hakim menggunakan
metode ijmali dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
Alasan di balik pemilihan metode ini bisa dipahami dari
latarbelakang penulisan tafsir yang dikemukakan oleh Taufiqul Hakim
dalam kata pengantarnya. Disebutkan bahwa tujuan ditulisnya tafsir ini
adalah sebagai pendamping bagi pembelajaran metode Amtsilati, sebuah
program cepat membaca kitab kuning dan belajar bahasa Arab, yang juga
merupakan metode hasil temuan Taufiqul Hakim.
Latar belakang yang demikian menjadikan porsi penafsiran dalam
kitab Tafsir al-Mubarak ini terbilang sedikit. Porsi utama dalam tafsir
ini adalah penguraian kata demi kata yang dilakukan oleh Taufiqul
Hakim, sehingga pembaca bisa lebih memperhatikan kosa kata,
penerapan metode Amtsilati, dan penerjemahan teks-teks Arab.
Corak penafsiran penafsiran Tafsir al-Mubarak adalah corak
bahasa. Hal ini bisa dilihat dari cara penyajiannya yang memenggal kata
demi kata sesuai dengan tatanan bahasa Arab (nahw dan sharf) beserta
penggunaan kode dan tanda pada setiap potongan katanya. Kode-kode itu
kemudian merujuk pada kedudukan setiap bagian kata berdasarkan
pembagian ilmu nahwu.
Penggunaan kode khusus pada tafsir ini kemudian menjadi ciri
khusus yang membedakannya dengan tafsir-tafsir lain. Penggunaan corak
bahasa dan penyajian dengan model ini bisa dipahami sebagai akibat dari
62
latar belakang Taufiqul Hakim yang merupakan tokoh pembaharu di
bidang pendidikan Nahw dan Sharaf.
B. Saran
Berbagai karya tafsir yang muncul pastinya akan mengikuti
perkembangan zaman dan berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Tafsir al-Mubarak , sebagai contoh, hadir dengan ciri khasnya untuk
menyambut mereka yang ingin mempelajari al-Qur’an dari segi tata
bahasa Arab. Maka di kemudian hari diharapkan para peneliti lebih
menaruh perhatian pada karya-karya tafsir yang bermunculan dengan ciri
khasnya, Sehingga akan lebih banyak kajian tentang literatur tafsir
Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Mafri, “Literatur Tafsir di Indonesia” Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013
Baidan, Nashruddin Metodologi Penafsiran al-Qur‟an Kajian Kritis
terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002.
Baidowi, Ahmad, “Aspek Lokalitas Tafsir al-iklil fi maani al-tanzil”, Nun,
Vol. I, No. 01, 2015
Al-Dhahabi, Muhammad Ḥusain `Ilmu al-Tafsīr, Mesir: Dār al-Ma`ārif,
1119.
Anshori, Ulumul Qur‟an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan,
Ulinnuha (ed.), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
Gusmian, Islah,” Khazanah Tafsir Indonesia dari hermeneutic hingga
ideology”, Jakarta: Terajin, 2003
Gusmian , Islah, “Tafsir al-Qur’an di Indonesia: Sejarah dan Dinamika”,
Nun, Vol.1, No. 1, 2015
Taufiqul Hakim, “Program Pemula Membaca Kitab Kuning Amtsilati”,
Jepara: Darul Falah, 2003
. . . . . . . . “Tafsir Al-Mubarak Metode Praktis memahami Tafsir Al-Qur’an”.
Jepara: Al-Falah Offset, 2004
Hasan al-„Aridl, Ali Sejarah dan Metodologi Tafsir, Ahmad Akrom (pen)
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)
Manna‟ Khalil, Al-Qattan, Mabahis fi ulum al-qur‟an, terj. Mudzakir AS.
(Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013)
Muhsin, Imam, Tafsir Al-Qur’an dan Budaya Lokal: Studi Nilai-Nilai
budaya Jawa dalam tafsir al-Huda Karya Bakri Syahid, (Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010
Munawwir , Ahmad W., Almunawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997)
Mustaim , Abdul, “Pergeseran Epistimologi Tafsir” , Yogyakarta: pustaka
pelajar, 2008
Raharjo, M. Dawam, Paradigma al-Qur’an; Metodologi Tafsir & Kritik
Sosial , Jakarta: PSAP, 2005
Shihab, M. Quraish, “Tafsir al-Misbah”,Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2002
. . . . . . Membumikan al-Qur‟an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1998.
. . . . . . . . Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an, Tangerang: Lentera Hati,
2013.
Shubashi, Ahmad, Studi Tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Alqur’an Al
Karim, zufran Rahman (pen), (Jakarta: Kalam Mulia, 1999) Cet.I
Syukur, Abdul “Mengenal Corak Tafsir al-Qur‟an”, dalam El-Furqonia, vol.
1, no. 1, Agustus 2015,
Abu Zaid , Nasr Hamid, “Tekstualitas al-Qur’an Kritik terhadap Ulumul
Qur’an”, terj. Khoiron Nahdliyin, (Yogyakarta, LKIS, 2002
Zuhdi, M. Nurdin Pasaraya Tafsir Indonesia; dari Kontestasi Metodologi
Hingga Kontekstualisasi, Yogyakarta: Kaukaba, 2014.