Upload
trinhdat
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLISEMI DALAM SURAT KABAR MEDIA INDONESIA RUBRIK
POLITIK DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
AI SUAIBAH
NIM: 1111013000052
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i
ABSTRAK
Ai Suaibah (NIM. 1111013000052): Polisemi dalam Surat Kabar
Media Indonesia Rubrik Politik Edisi Maret 2015 dan Implikasinya dalam
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP. Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, dibawah bimbingan Dona Aji Karunia Putra, M.A.
Polisemi dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015. Dari surat
kabar tersebut, penulis menganalisis dengan menggunakan teori Stephen Ullmann.
Ada beberapa kategori kelas kata yang bermakna polisemi dalam surat kabar
Media Indonesia. Adapun kelas kata yang bermakna polisemi dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015, terdapat tiga kelas kata, yaitu verba, ajektiva,
dan nomina. Penelitian ini merupakan penelitian deskripitif kualitatif. Penelitian
ini memfokuskan pada kata yang bermakna polisemi yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015. Penelitian ini bertujuan menjabarkan
bentuk-bentuk polisemi berdasarkan kelas kata, menjabarkan bentuk perubahan
makna polisemi serta faktor penyebab polisemi yang terdapat pada surat kabar
Media Indonesia pada rubrik politik edisi Maret 2015, dan implikasi terhadap
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah terdapat 18 jenis kata yang
bermakna polisemi, terdapat tiga kategori kelas kata yang bermakna polisemi
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 rubrik politik, serta terdapat
perubahan makna, dan faktor penyebab polisemi. Perubahan makna dengan
berbagai kategori dan kata kunci, implikasi terhadap pembelajaran adalah makna
polisemi yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015
rubrik politik, dapat dijadikan alternatif media pembelajaran dalam materi
mencari makna salah satunya polisemi.
Kata kunci: Polisemi, Perubahan Makna, Surat Kabar Media Indonesia Rubrik
Politik Edisi Maret 2015
ii
ABSTRACT
Ai Suaibah (1111013000052): Polysemy in Media Indonesia
Newspaper Political Rubric Edition of March 2015 and the Implications in
Learning Indonesian Language and Literature at Junior High School. Department of Indonesian Language and Literature Education, State Islamic
University Syarif Hidayatullah Jakarta, under the guidance of Dona Ajikarunia
Putra, M.A.
Polysemy in Media Indonesia newspaper edition of March 2015. From the
paper, the authors analyzed using the theory of Stephen Ullmann. There are
several categories of word classes that has polysemy. there are verbs, adjectives,
and nouns. This research is descriptive qualitative. This research focuses on words
that has polysemy written in the newspaper. The purpose of the research is
discribing the forms of polysemy based on the class of words, describe the shape
changes of polysemy,and the polysemy causal factors contained in the newspaper
of Media Indonesia in political rubric edition of March 2015, and the Implications
in Learning Indonesian Language and Literature at Junior High School.
The research found that, there are 18 kinds of word has polysemy, divided
into three categories of word classess. Also there is a change of meaning and the
causal factors of polysemy. The changes of meaning of the various categories and
keywords, and the implications for learning is that polysemy contained in Media
Indonesia newspaper in March 2015 issue of the political section, can be used as
an alternative medium of learning in matter of finding meaning.
Keywords: polysemy, meaning changes, Media Indonesia Newspaper political
rubric edition of March 2015
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya serta karunia lahir dan
batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “Polisemi dalam Surat Kabar Media Indonesia
Rubrik Politik Edisi Maret 2015 dan Implikasinya dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP” merupakan tugas akhir dan sebagai
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi
ini, penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai
pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sebagai
ungkapan rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Makyun Subuki, M.Hum. dan Dona Aji Karunia Putra, M.A. selaku
ketua dan sekretaris serta segenap dosen dan staff Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membina dan memberikan
ilmunya selama proses perkuliahan.
3. Dona Aji Karunia Putra, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan
ikhlas membimbing dan memberikan wawasan serta waktunya dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Darsita Suparno, M.Hum. sebagai dosen penguji I dan Neneng
Nurjanah, M.Hum. sebagai dosen penguji II yang telah memberikan
masukan, saran, kritikan yang membangun dalam skripsi.
iv
5. Keluarga tercinta atas motivasi yang luar biasa: Ibu (Khoirul Bariyah),
Bapak (H. Hasdi), Adik (Aditya Nur Iman) atas limpahan kasih
sayang, kesabaran, kepercayaan, motivasi, dan doa sehingga memacu
saya untuk memberikan yang terbaik.
6. Sahabat seperjuangan Selviana Dewi, Devi Aristiyani, Indah
Wardah,Yayah Fauziah, Tri Mutia Rahmah, dan sahabat yang selalu
memberi semangat dan doanya Ummu Nabilla, Nur Aini, Wirda
Makiyah, Yayah Zahriyah, Mutmainnah, Hilyah, Neneng Choirunnisa,
Marpuah, Nurfadillah, Jamaluddin, Hekmatyar, Syarifuddin, Syahid
Khudri, Munawir, Rahmat, Abi Daud, Marwan. S, dan Al-Gifari. Serta
seluruh mahasiswa PBSI 2011 yang telah bersama-sama berjuang demi
meraih cita-cita.
7. Semua pihak yang berjasa dalam proses pembuatan skripsi ini, semoga
Allah membalasnya dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang jauh dari kata sempurna
ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi pembaca, serta bagi kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya dalam pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta, 10 Juni 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ......................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
E. Manfaat Penulisan ............................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Semantik ............................................................................................ 7
B. Relasi Makna .................................................................................... 8
C. Polisemi ............................................................................................ 9
D. Faktor Penyebab Polisemi ................................................................ 12
E. Kata .................................................................................................. 13
F. Kelas Kata ........................................................................................ 14
G. Jenis Makna ...................................................................................... 19
H. Perubahan Makna ........................................... ................................. 21
a. Sebab-sebab Perubahan Makna................................................... 21
1. Sifat-sifat yang Bersifat Kebahasaan ...................................... 21
2. Sebab-sebab Historis .............................................................. 21
3. Sebab-sebab Sosial ................................................................. 22
4. Faktor Psikologis .................................................................... 23
5. Pengaruh Asing Sebagai Penyebab Perubahan Makna........... 24
6. Kebutuhan Makna Baru ......................................................... 25
b. Hakikat Perubahan Makna ......................................................... 25
1. Metaforis Antromorfis.......................................................... . 25
2. Metafora Binatang................................................................ . 26
3. Dari Konkret ke Abstrak...................................................... . 26
4. Metafora Sinaestetik............................................................. . 26
c. Medan Asosiatif ........................................................................ . 27
vi
I. Media Massa / Surat Kabar ............................................................... 28
a. Pengertian Media Massa............................................................ . 28
b. Media Cetak . .............................................................................. 29
c. Surat Kabar ................................................................................. 29
J. Ragam Bahasa Jurnalistik ................................................................. 30
K. Rubrik Politik .................................................................................... 32
L. Pembelajaran Aspek Semantik di SMP ............................................. 33
M. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 35
BAB III METODOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ....................................................................... 37
B. Metode Penelitian .............................................................................. 38
C. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 38
D. Objek Penelitian ................................................................................ 39
E. Pengumpulan Data ............................................................................ 39
1. Metode Simak ............................................................................. 39
a. Teknik Simak Bebas Cakap .................................................. 39
F. Analisis Data .................................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Jenis Polisemi Berdasarkan Kelas Kata ............................................ 43
a. Polisemi Verba ........................................................................... 44
b. Polisemi Ajektiva ........................................................................ 68
c. Polisemi Nomina ......................................................................... 71
B. Tabel Jenis Makna Polisemi .............................................................. 95
C. Wujud Perubahan Makna .................................................................. 106
1. Perubahan Makna Polisemi Nomina Mata Bermakna
Asosiasi Idiom ............................................................................. 106
2. Perubahan Makna Polisemi Nomina Tangan Bermakna
Asosiasi Idiom ............................................................................. 106
3. Perubahan Makna Polisemi Verba Berjalan Bermakna
Asosiasi Metafora ........................................................................ 107
4. Perubahan Makna Polisemi Verba Melahirkan Bermakna
Asosiasi Metafora dan Leksikal .................................................. 107
D. Faktor Penyebab Munculnya Polisemi Berdasarkan Data ................ 108
1. Faktor Pergeseran Penggunaan ................................................... 108
2. Faktor Bahasa Figuratif (Kiasan) ................................................ 109
E. Fungsi Polisemi ................................................................................. 114
F. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Kebahasaan di
SMP ................................................................................................... 115
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................ 117
B. Saran .................................................................................................. 118
vii
DAFTAR TABEL
Tabel:
Halaman
1. Tabel Contoh Polisemi Koran Media Indonesia Edisi Maret 2015 ....... 41
2. Tabel Contoh Jenis Makna Polisemi ...................................................... 42
3. Tabel Jenis Polisemi Berdasarkan Kelas kata ......................................... 43
a. Tabel Polisemi Verba ....................................................................... 43
1. Tabel Polisemi Verba Berjalan ................................................... 44
2. Tabel Polisemi Verba Melahirkan .............................................. 48
3. Tabel Polisemi Verba Lewat ....................................................... 52
4. Tabel Polisemi Verba Mendorong ............................................. 55
5. Tabel Polisemi Verba Berkembang ............................................. 58
6. Tabel Polisemi Verba Maju ........................................................ 62
7. Tabel Polisemi Verba Mengikat .................................................. 64
8. Tabel Polisemi Verba Menjalani ................................................ 66
b. Tabel Polisemi Ajektiva .................................................................... 68
1. Tabel Polisemi Ajektiva Matang ............................................... 69
c. Tabel Polisemi Nomina ............................................................................ 71
1. Tabel Polisemi Nomina Kepala ......................................................... 71
2. Tabel Polisemi Nomina Jalan ............................................................ 75
3. Tabel Polisemi Nomina Jalur ............................................................ 78
4. Tabel Polisemi Nomina Tubuh .......................................................... 80
5. Tabel Polisemi Nomina Tangan ........................................................ 82
6. Tabel Polisemi Nomina Korban ........................................................ 85
7. Tabel Polisemi Nomina Mata ............................................................ 87
8. Tabel Polisemi Nomina Langkah ....................................................... 89
9. Tabel Polisemi Nomina Kunci ........................................................... 93
4. Tabel Jenis Makna Polisemi .......................................................................... 95
1. Tabel Jenis Makna Polisemi Berjalan................................................ 95
2. Tabel Jenis Makna Polisemi Melahirkan ........................................... 96
3. Tabel Jenis Makna Polisemi Lewat .................................................... 97
4. Tabel Jenis Makna Polisemi Mendorong ........................................... 97
5. Tabel Jenis Makna Polisemi Berkembang ......................................... 98
6. Tabel Jenis Makna Polisemi Maju ..................................................... 99
7. Tabel Jenis Makna Polisemi Mengikat .............................................. 99
viii
8. Tabel Jenis Makna Polisemi Menjalani ............................................ 100
9. Tabel Jenis Makna Polisemi Matang ................................................. 100
10. Tabel Jenis Makna Polisemi Kepala .................................................. 101
11. Tabel Jenis Makna Polisemi Jalan ..................................................... 101
12. Tabel Jenis Makna Polisemi Jalur ..................................................... 102
13. Tabel Jenis Makna Polisemi Tubuh .................................................. 102
14. Tabel Jenis Makna Polisemi Tangan ................................................. 103
15. Tabel Jenis Makna Polisemi Korban ................................................. 103
16. Tabel Jenis Makna Polisemi Mata ..................................................... 104
17. Tabel Jenis Makna Polisemi Langkah................................................ 104
18. Tabel Jenis Makna Polisemi Kunci .................................................... 105
ix
DAFTAR LAMPIRAN
A. Surat kabar Media Indonesia rubrik politik
B. Kartu data polisemi
C. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
D. Lembar Uji Referensi
E. Biografi penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semantik adalah salah satu cabang dari ilmu linguistik yang berarti
mengkaji tentang makna, selain semantik juga terdapat morfologi, fonologi, dan
sintaksis. Morfologi ialah ilmu yang mengkaji kata, sedangkan fonologi ilmu yang
mengkaji bunyi, dan sintaksis ilmu yang mengkaji kalimat. Ilmu tentang semantik
sangatlah penting untuk diketahui kemudian dipelajari. Kehidupan ini, tidak
terlepas dari komunikasi antar sesama, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Misalnya, ketika seseorang berujar terhadap lawan bicaranya pasti ada
makna yang dimaksud dalam pembicaraan tersebut, tidak hanya bersifat langsung,
bersifat tertulispun ketika seseorang menulis pasti tidak dapat dipungkiri dalam
tulisannya terdapat makna, baik itu makna secara langsung maupun tidak
langsung.
Kajian semantik dalam materinya membahas tentang salah satunya
mengenai polisemi, kata polisemi yaitu berarti kata yang mempunyai makna
ganda ataupun banyak, di sekolah pada tingkat Sekolah Menengah Pertama juga
dibahas tentang polisemi. Polisemi sangat menarik apabila dikaji karena satu kata
mempunyai banyak makna. Satu kata dapat digunakan dalam bentuk ujaran
maupun tulisan dengan makna yang berbeda-beda juga, begitupun menulis dalam
satu kata yang sama namun, mempunyai makna yang berbeda-berbeda.
Mempelajari ataupun mengkaji tentang polisemi, harus dapat membedakan antara
polisemi dan homonim. Homonimi dengan polisemi dapat dibedakan. Seperti, jika
polisemi terdapat hanya pada tataran kata, jika homonimi terdapat pada tataran
kata, frase, dan lebih dari itu. Polisemi maknanya tidak jauh berbeda dengan
makna aslinya, sedangkan homonim mempunyai makna yang sangat berbeda
dengan makna yang satu dengan yang lainnya ataupun makna induknya,
walaupun persamaannya mempunyai makna ganda maupun banyak.
2
Manusia di zaman globalisasi seperti ini sudah sangat tidak asing dengan
media. Seperti, media elektronik maupun media cetak. Media tersebut mempunyai
banyak fungsi, salah satunya memberikan kabar, informasi atau berita yang
sedang terjadi atau hal-hal yang dimana saat itu sedang menjadi topik hangat yang
akan diangkat menjadi sebuah berita. Berita adalah sesuatu hal yang bersifat fakta,
apa adanya, dan lain sebagainya. Berita dimuat dari berbagai macam media,
seperti media cetak dan media eletronik. Media cetak seperti koran, majalah, dan
tulisan lainnya. Media elektronik seperti, televisi, radio, internet dan lain
sebagainya. Media cetak seperti koran, yang dimana di dalam koran juga memiliki
kolom ataupun rubrik mengenai berita yang sedang hangat dibicarakan, seperti
rubrik politik dan hukum, pariwistata, sosok, dan kemudian juga terdapat kolom
opini.
Hal inilah yang menarik untuk dikaji, pada setiap koran yang terdapat
kolom-kolom atau rubrik yang berbeda tentang topik pembahasannya. Setiap
koran juga menampilkan kolom atau rubrik dengan bahasa yang berbeda-beda.
Misalnya, pada koran Kompas ditampilkan pada kolom atau rubrik mengenai di
antaranya yaitu, hukum dan politik, pariwisata, sosok, kolom opini, dan olah raga
dan lain sebagainya. Koran Republika berbeda lagi seperti, nasional, internasional,
jelajah dan lain-lain. Begitu juga yang terdapat pada koran-koran lainnya pasti
ditemukan perbedaan dalam penyajiannya. Untuk itu, perbedaan antara kolom
atau rubrik pada koran juga merupakan bagian penting dalam tahap penelitian.
Perbedaan dalam kolom atau rubrik juga berpengaruh dalam kelancaran
penyusunan. Koran sebagai media cetak otomatis informasi maupun beritanya
berbentuk teks ataupun tulisan. Setiap kolom atau rubrik menarik untuk dijadikan
penelitian, hanya saja biasanya ada satu kolom atau rubrik yang informasinya atau
beritanya lebih banyak penyajian beritanya dibandingkan dengan rubrik yang lain
pada koran tersebut. Hal tersebut juga menjadikan pertimbangan dalam penelitian,
karena menentukan sedikit banyaknya data yang diteliti dari kolom atau rubrik
tersebut.
3
Setiap kolom atau rubrik banyak beberapa paragraf tulisan mengenai
informasi atau berita yang dibahas yang menjadi topik hangat, dalam paragraf
tersebut yang terdiri dari kata-kata menarik untuk dikaji. Salah satunya mengenai
polisemi. Sering ditemukan di dalam koran pada bagian kolomnya terdapat kata-
kata yang mengandung makna polisemi. Meskipun begitu, dalam menemukan
makna polisemi yang terdapat pada koran, haruslah dibutuhkan ketekunan,
ketelitian dalam menemukan makna yang polisemi dan yang bukan polisemi.
Makna polisemi yang terdapat pada koran sering digunakan karena hakikatnya
makna polisemi satu kata yang mempunyai makna ganda ataupun banyak.
Misalnya, satu kata polisemi yang digunakan atau terdapat pada paragraf yang
maknanya berbeda dapat dimengerti oleh pembaca koran tersebut, balik lagi
karena makna polisemi kata yang mempunyai banyak makna. Makna polisemi
jelas memberikan warna tersendiri dalam penulisan di koran, karena dalam satu
kata polisemi misalnya, dalam paragraf pertama terdapat makna polisemi begitu
juga dengan paragraf kedua, yaitu dengan satu kata yang sama antara paragraf
pertama dengan paragraf kedua sama kata polisemi yang digunakan. Walaupun
satu judul dan tema dan kata yang digunakan sama. Namun, jika diteliti dengan
makna polisemi berbeda makna, walaupun begitu pesan atau berita dan informasi
yang ingin disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca. Itulah, salah
satu keistimewaan makna polisemi yang menarik untuk dikaji.
Setiap kata yang mengandung makna polisemi mempunyai kategori
berbeda-beda, yaitu kategori kelas kata seperti, ada yang berupa verba, nomina,
dan ajektiva, dan lain-lain. Koran sebagai media informasi tertulis atau media
cetak sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian, selain menyajikan berita
yang sedang hangat dibicarakan, koran juga bermanfaat untuk menambahkan
informasi, bahkan pengetahuan juga didapatkan. Sering orang-orang menganggap
remeh koran, bahkan di zaman teknologi yang sangat maju, koran masih lebih
sedikit peminat pembacanya jika dibandingkan dengan media internet. Media
internet juga sangat mempermudah dalam penyajian bacaan.
4
Terkait makna polisemi, dalam pembelajaran di sekolah juga dibahas
tentang materi polisemi, terutama materi yang terdapat di kelas VII. Jika dalam
pembelajaran atau membahas yang terkait dengan polisemi, bisa dibilang sulit
juga bisa dibilang mudah. Jika diberikan contoh dengan satu kata maka,
kebanyakan peserta didik langsung memahami apa itu makna polisemi. Namun,
jika dihadapkan dengan bacaan yang terdapat dari beberapa paragraf, dan untuk
menemukan makna polisemi tersebut, maka dalam proses tersebut mereka juga
mengalami kebingungan, karena makna polisemi juga hampir sama dengan makna
homonim yang juga bermakna ganda, hanya dalam tatarannya saja berbeda
homonin terdapat pada frase dan juga sampai kalimat. Seperti yang sudah
dipaparkan di atas tadi tentang perbedaan antara makna polisemi dengan
homonim atau homonimi.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian, penulis membatasi permasalahan
yang akan diteliti agar pembahasan lebih terarah, spesifik, dan sistematik untuk
menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan. Untuk itu, penelitian ini
akan memberikan penjelasan secara deskriptif mengenai bentuk, makna, dan
faktor penyebab munculnya perubahan makna. Selanjutnya, mengaitkannya
dengan pembelajaran yaitu tentang polisemi yang terdapat pada materi Sekolah
Menengah Pertama.
5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan,
maka terdapat beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, perumusan
tersebut di antaranya, yaitu:
1. Bagaimana bentuk-bentuk polisemi berdasarkan kelas kata yang terdapat
pada surat kabar Media Indonesia pada rubrik politik edisi Maret 2015?
2. Bagaimana bentuk perubahan makna polisemi yang terdapat pada surat
kabar Media Indonesia pada rubrik politik edisi Maret 2015?
3. Apa faktor penyebab munculnya polisemi dalam surat kabar Media
Indonesia pada rubrik politik edisi Maret 2015?
4. Bagaimana implikasi hasil analisis polisemi dalam pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia di sekolah SMP?
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah maka penelitian ini yang
akan dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menjabarkan bentuk-bentuk polisemi berdasarkan kelas kata yang terdapat
pada surat kabar Media Indonesia pada rubrik politik edisi Maret 2015?
2. Menjabarkan bentuk perubahan makna polisemi yang terdapat pada surat
kabar Media Indonesiapada rubrik politik edisi Maret 2015?
3. Menjabarkan faktor penyebab munculnya polisemi dalam surat kabar
Media Indonesia pada rubrik politik edisi Maret 2015?
4. Menjabarkan implikasi hasil analisis polisemi dalam pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia di sekolah SMP?
6
5. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pengembangan
ilmu linguistik, khususnya semantik dan pengembangan pembelajaran
bahasa, khsususnya pembelajaran tentang makna.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Bagi guru hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan bahasa khususnya mengenai semantik yaitu pembelajaran
bahasa mengenai makna, seperti makna polisemi.
2. Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan mengetahui tentang makna,
sehingga ketika membaca, menulis, berbicara, menyimak dapat lebih
mengetahui dan memahami maknanya.
3. Bagi peneliti lain hasil penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi terhadap ilmu pengetahuan khususnya tentang semantik
yang mengakaji makna, seperti makna polisemi yang terdapat dalam
koran, dan dalam pembelajaran disekolah.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Semantik
1. Pengertian Semantik
Semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata meneliti
makna kata, bagaimana asal mulanya, bagaimana perkembangannya, dan apa
yang menyebabkan terjadi perubahan makna dalam sejarah suatu bahasa.1Definisi
semantik yang dikemukakan oleh Griffiths dalam Subuki, semantik yang lebih
mengarah kepada pembahasan semantik dalam linguistik dapat dilihat dalam
pengertian yang dikemukakan oleh Griffiths yaitu, pengetahuan yang tersandikan
dalam kosakata dan bagaimana kata tersebut digunakan dalam membentuk arti
yang lebih luas hingga pada tingkatan kalimat.2
Breal dalam Achmad masih menyebutkan semantik sebagai ilmu murni
historis (historical semantics). Historical semantics ini cenderung mempelajari
semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar
belakang perubahan makna, perubahan makna, hubungan perubahan makna
dengan logika, psikologi, dan seterusnya. Karya Breal ini berjudul Essai de
Semantique (akhir abad ke-19). Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu
makna. Baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de Semantique dari
Breal, yang dikemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern (1931).3
Breal dalam Ullman memaparkan, suatu studi yang mengundang pembaca, yaitu
barang baru yang belum pernah diberi nama. Ilmu itu mengenai batang tubuh dan
bentuk kata-kata sebagaimana yang banyak dikerjakan oleh para linguis: hukum
yang menguasai perubahan makna, pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan baru,
lahir dan matinya bentuk ungkapan (idiom). Telah ditinggalkan dalam gelap atau
hanya secara kasual saja ditunjukkan, karena studi yang tidak kurang pentingnya
1 Novi Resmini, dan Iyos A. Rosmana, dll, Kebahasaan I (Fonologi, Morfologi dan
Semantik), (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 220. 2Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta: Transpustaka,
2011), hlm. 5. 3Achmad, dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 87.
8
dari fonetik dan morfologi ini perlu mempunyai nama, maka disebut semantik,
yaitu ilmu tentang makna.4
semantics is the most diverse field within linguistics. in addition semantics
have to have other disciplines, like philoshophy and psychology, which also
investigate the creation and transmission of meaning. Some of the questions
raised in these neighbouring disciplines have important effects on the way
linguists do semantics.5
Semantik merupakan bidang yang paling beragam dalam linguistik. Selain
itu, semantik juga harus memiliki disiplin lain, seperti filsafat dan psikologi, yang
juga meneliti penciptaan dan penyebaran makna. Beberapa pertanyaan yang
muncul dalam disiplin-disiplin tersebut memiliki efek penting pada cara ahli
bahasa memperlakukan semantik.
Semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang membahas tentang
makna, dari sebuah kata, frasa, dan kalimat. Setiap tulisan pasti memiliki makna
yang ingin disampaikan kepada pembacanya, dalam penelitian ini menyangkut
dengan semantik yaitu, menemukan makna polisemi yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, setiap kata yang terdapat dalam rubrik
politik, didentifikasi kata-kata yang mengandung makna polisemi. Makna
polisemi yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesiaedisi Maret 2015,
terdapat perubahan makna, pergeseran ini salah satu, pembahasan dalam ilmu
semantik yang mengkaji makna, perubahan makna, dan lain sebagainya.
B. Relasi Makna
Menurut Cruse dan Crystal dalam bahasa, makna dari bentuk leksikal
berhubungan sedemikian rupa secara sistematis. Istilah bagi konsep yang
memayungi hubungan tersebut adalah relasi leksikal (lexical relation) atau juga
biasa disebut dengan relasi makna (sense relation). Secara umum relasi makna
dapat diklasifikasikan menjadi dua macam hubungan, yaitu hubungan yang
4Stephen Ullman, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 6-7.
5Jhon I. Saeed, Semantics (Malden: Balcwell Publishers, 2000), hlm. 4.
9
bersifat sintagmatik dan hubungan yang bersifat paradigmatik. Relasi leksikal
yang bersifat sintagmatik mengacu kepada hubungan antarbentuk leksikal dalam
hubungan kolokasi, yaitu potensi kata untuk bersanding dengan kata lainnya
dalam satu struktur; dan relasi leksikal yang bersifat paradigmatik mengacu
kepada hubungan antarbentuk leksikal dalam leksikon yang dapat terwujud dalam
hubungan seperti sinonimi, antonimi, hiponimi, dan meronimi.6
C. Polisemi
Polisemi adalah sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai
macam makna. Perbedaan antara makna yang satu dengan makna yang lain dapat
ditelusuri atau diruntut sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa makna-
makna itu berasal dari sumber yang sama.7 Cruse dalam Djajasudarma
memaparkan bahwa polisemi mempelajari satu kata (bentuk/struktur) yang
memiliki lebih dari satu makna. Pemahaman ini tumpang tindih dengan homonimi
(homograf „sama bentuk‟ dan homofon „sama bunyi‟).8 Polisemi menunjukkan
bahwa suatu kata memiliki lebih dari satu makna. Misalnya, kata bisa yang berarti
„dapat‟ dan „racun‟. Pengertian polisemi ini bertumpang tindih dengan homonimi,
yaitu gejala kesamaan tulisan dan lafal dua kata yang berbeda. Misalnya, kata
likat „lekat, „pekat‟, „keruh‟, dan likat „agak malu‟. Dengan demikian homonimi
adalah hubungan makna dan bentuk bila dua buah makna atau lebih dinyatakan
dengan sebuah bentuk yang sama (homonimi „sama nama‟ atau sering juga
disebut homofoni „sama bunyi‟). Para ahli bahasa mempunyai pendapat yang
sejalan bahwa, polisemi ini adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu.9
6Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta: Transpustaka,
2011), hlm. 74. 7I Dewa Putu Wijana, Semantik Teori dan Analisis, (Suarakarta: Yuma Pustaka, 2008), hlm.
41. 8T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal, (Bandung: Refika
Aditama, 2012), hlm. 77. 9Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Pengantar Ilmu ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Refika Aditama, 1999), hlm. 43-45.
10
Makna dari polisemi sendiri adalah kata yang memiliki bermacam-macam
makna. Bentuk poly artinya „banyak‟, bentuk „sema‟ artinya simbol atau tanda.
Jadi polisemi itu dapat diartikan sebagai sosok kata dengan satu bentuk dan
banyak makna. Dengan pemahaman yang luas akan arti sebuah kata, akan sangat
memudahkan ketika harus berkomunikasi profesional di depan publik.10 Riemer
dalam Subuki mengemukakan, bahwa polisemi biasanya didefinisikan sebagai
bentuk leksikal yang memiliki beberapa arti yang terkait secara konseptual.
Dalam bahasa Indonesia, kata kepala, misalnya, memiliki beberapa arti. Secara
harfiah, kepala dapat diartikan bagian paling penting dari tubuh yang terdapat di
atas leher, seperti terdapat pada manusia dan hewan. Akan tetapi, dalam
pemakaiannya, akan mendapati bahwa arti kepala juga mencakup 1) bagian
penting dari suatu yang terletak di bagian atas, seperti pada kepala surat; 2)
bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku;
3) pemimpin, seperti pada kepala sekolah; 4) jiwa atau orang, seperti dalam
kalimat setiap kepala menerima bantuan Rp5000,- dan 5) akal budi, seperti dalam
kalimat Badannya besar tetapi kepalanya kosong. Dari lima macam arti lain
kepala dalam pemakaian, kemudian dapat disimpulkan bahwa arti pertama, kedua,
dan ketiga berhubungan secara konseptual dengan arti harfiah kepala melalui
hubungan metaforis. Adapun arti keempat dan kelima berhubungan secara
konseptual dengan arti harfiah kepala melalui hubungan metonimis. Perlu
diketahui bahwa, melalui metafora dan metonimi, kebanyakan kata dalam setiap
bahasa dapat digunakan secara polisemis.11
10
R. Kunjana Rahardi, Seni Memilih Kata Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional
Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007), hlm.
110-111. 11
Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa, (Jakarta: Transpustaka,
2011), hlm.95.
11
Menurut pandangan Hurford menyatakan bahwa polisemi adalah kasus yang
mana satu kata berkaitan erat dengan kata yang lain. Dengan kata lain, seorang
penutur jati sebuah bahasa memiliki intuisi yang tajam mengenai perbedaan
makna yang terkait antara satu makna dengan makna yang lain.12
Menurut Keraf, bila dalam sinonimi berbicara mengenai beberapa kata yang
memiliki makna yang mirip, maka dalam polisemi mencatat kenyataan lain bahwa
ada sebuah kata dapat memiliki bermacam-macam arti (poly „banyak‟, sema
„tanda‟). Kata polisemi yang berarti „satu untuk mempunyai beberapa makna‟,
sangat dekat dengan sebuah istilah lain, yaitu homonimi yaitu „dua kata atau lebih
tetap memiliki bentuk yang sama‟. Dalam polisemi hanya menghadapi satu kata
saja, sebaliknya dalam homonimi sebenarnya menghadapi dua kata atau lebih.13
Salah satu cara untuk mengetahui apakah sebuah kata mengandung polisemi
adalah dengan mengetahui prinsip perluasan makna dari suatu makna dasar. Salah
satu di antaranya metafora, yang didasarkan pada hubungan antara referen primer
dan referen sekunder dari kata yang bersangkutan. Misalnya referen primer bagi
kata-kata: mulut, mata, kepala, kaki, tangan, dan sebagainya adalah bagian-bagian
dari tubuh manusia. Namun, dalam perluasan berdasarkan prinsip metaforis
bagian-bagian tubuh tersebut dapat digunakan juga untuk menyebut bagian dari:
sungai, jarum, pasukan, meja, gunung, kursi, dan sebagainya. Hubungan itu lahir
dari kesamaan fungsi atau bentuk antara referen-referennya.14
Menurut pandangan Putrayasa, polisemi adalah kata-kata yang maknanya
lebih dari satu, sebagai akibat terdapatnya lebih dari sebuah komponen konsep
makna pada kata-kata tersebut. misalnya, kata kepala antara lain mengandung
komponen konsep makna:
12
James R. Hurford, Semantic A Coursebook, (New York: Cambridge University Press,
2007), hlm. 130-131. 13
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 2010), hlm.25. 14
Ibid.,hlm. 36.
12
- Anggota tubuh manusia (binatang)
- Sangat penting (orang bisa hidup tanpa kaki, tetapi tidak mungkin
tanpa kepala)
- Terletak di sebelah atas
- Bentuknya bulat
Perhatikan kata kepala pada kalimat-kalimat berikut yang mengandung
makna-makna tersebut.
1). Bahu dan kepalanya luka kena pecahan kaca.
2). Bapaknya diangkat menjadi kepala sekolah dasar di Bali.
3). Setiap kepala mendapat bantuan tiga juta rupiah.
4). Rangkaian kereta api itu belum dapat diberangkatkan karena kepalanya
rusak.15
D. Faktor Penyebab Polisemi
1. Kecepatan melafalkan kata, misalnya kata ban tuan dan ban tuan.
Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan? Demikian pula urutan kata
kerak apa, apakah kerak apa, atau kera apa?
2. Faktor gramatikal, misalnya kata pemukul dapat bermakna alat yang
digunakan untuk memukul, atau orang yang memukul. Orangtua dapat
bermakna ayah/ibu, atau orang yang sudah tua.
3. Faktor leksikal yang dapat bersumber dari: (a) kata yang mengalami
perubahan pemakaian dalam ujaran yang mengakibatkan munculnya
makna baru. Misalnya kata makan yang biasa dihubungkan dengan
kegiatan manusia atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam perut,
tetapi kini kata makan dapat digunakan pada benda tak bernyawa
sehingga muncullah urutan kata makan sogok, rem tidak makan,
makan angin, makan riba, dimakan api, pagar makan tanaman. (b)
digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata operasi bagi
15
Ida Putrayasa, Kalimat Efekstif Diksi, Struktur, dan Logika, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2007), hlm. 119-120.
13
seorang dokter dihubungkan dengan pekerjaan membedah bagian
tubuh untuk menyelamatkan nyawa; bagi militer dikaitkan dengan
kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan; dan
bagi departemen tenaga kerja dihubungkan dengan salah satu kegiatan
yang akan atau sedang dilaksanakan. Hal ini tampak dalam kalimat,
Departemen Tenaga Kerja sedang melaksanakan operasi purna bakti
agar setiap perusahaan mematuhi peraturan ketenagakerjaan.
4. Faktor pengaruh bahasa asing, misalnya kata item, kini digunakan kata
butir atau unsur; kata canggih untuk menggantikan kata
(sophisticated); kata rencana(planning).
5. Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat kata. Maksudnya
dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide
atau perasaan yang terkandung di dalam hatinya. Hal ini berhubungan
dengan pertimbangan ekonomi bahasa. Kadang-kadang karena kata
baru belum ditemukan, maka kata yang telah ada dapat digunakan
tetapi dengan makna yang lain. Misalnya, kata mesin yang biasanya
dihubungkan dengan mesin jahit. Manusia membutuhkan kata yang
mengacu kepada mesin yang menjalankan pesawat terbang, mobil,
motor, maka muncullah urutan kata mesin pesawat terbang, mesin
mobil.16
E. Kata
Morfologi memandang kata sebagai satuan terbesar dalam unit analisis. Hal
yang bertolak belakang dengan morfologi, adalah sintaksis. Tataran ini
memandang kata sebagai satuan analisis terkecil. Sedangkan semantik,
mempelajari makna kata. Penjelasan tersebut mengindikasikan bawa kata
merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam linguistik,
yakni morfolgi, sintaksis, dan semantik.17
16
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 214-215. 17
Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indonesia, (Ciputat, UIN Press, 2015), hlm. 54.
14
F. Kelas Kata
Alwi dalam Putrayasa mengemukakan bahwa dalam ilmu bahasa, kata
dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya. Kata yang mempunyai
bentuk serta perilaku yang sama atau mirip, dimasukkan ke dalam satu kelompok.
Di sisi lain, kata yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya,
tetapi berbeda dengan kelompok pertama dimasukkan ke dalam kelompok lain.
Dengan kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya.
Kategori sintaksis sering pula disebut kategori kelas kata.18
Menurut Kridalaksana kelas kata dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi
sebagai berikut:
1. Verba
Secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba
dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar; jadi sebuah kata dapat dikatakan
berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase, yakni dalam hal
kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam
hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di, ke, dari, atau dengan
partikel seperti sangat, lebih, atau agak.19
2. Ajektiva
Ajektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk (1)
bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi
partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti –
er (dalam honorer), -if (dalam sensitif), -i (dalam alami), atau (5) dibentuk
menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil- keadilan, halus – kehalusan,
yakin – keyakinan (ciri terakhir ini berlaku bagi sebagian besar ajektiva dasar dan
bisa menandai verba intransitif, jadi ada tumpang tindih di antaranya).20
18
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran), (Bandung: PT
Refika Aditama, 2007), hlm. 71. 19
Harimurti Kridalaksana,Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm. 51-52. 20
Ibid.,hlm. 53.
15
3. Nomina
Nomina adalah kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi
untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului
oleh partikel dari.21
4. Pronomina
Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina.
Apa yang digantikannya itu disebut anteseden. Anteseden itu ada di dalam atau di
luar wacana (di luar bahasa). Sebagai pronomina kategori ini tidak bisa berafiks,
tetapi beberapa di antaranya bisa direduplikasikan, yakni kami-kami, dia-dia,
beliau-beliau, mereka-mereka, dengan pengertian „meremehkan‟ atau
„merendahkan‟.22
Kata pronominal dapat dijadikan frase pronomminal, seperti aku ini, kamu
sekalian, mereka semua.
5. Numeralia
Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam
konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain,
dan (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat.23
Numeralia mewakili bilangan yang terdapat dalam alam di luar bahasa.
(1) Dua tambah dua sama dengan empat.
(2) Gunung Semeru lebih dari 1000 kaki tingginya.
6. Adverbia
21
Ibid., hlm. 54. 22
Ibid., hlm.56. 22
Ibid.,hlm.58. 23
Ibid.,hlm.59.
16
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau
preposisi dalam konstruksi sintaktis, dalam kalimat Ia sudah pergi, kata sudah
adalah adverbia, bukan karena mendampingi ajektiva, misalnya dalam Saatnya
sudah dekat. Jadi, sekalipun banyak adverbia dapat mendampingi verba dalam
konstruksi sintaktis, namun adanya verba itu bukan menjadi ciri adverbia.24
7. Interogativa
Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi
menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan
apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang
dikukuhkan itu disebut anteseden. Anteseden tersebut selamanya ada si luar
wacana; dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
Ada interogativa dasar, seperti apa, bila, bukan, kapan, mana, masa; ada
interogativa turunan, seperti apabila, apakah, apaan, apa-apaan, bagaimana,
bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan apa, di
mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana,
masakan; ada pula interogativa terikat seperti kah dan tah.25
8. Demonstrativa
Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu
di dalam maupun di luar wacana. Sesuatu itu disebut anteseden. Dari sudut bentuk
dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2)
demonstrativa turunan, seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti
di sini, di situ, di sana, ini itu, di sana-sini.26
9. Artikula
Artikula dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang mendampingi
nomina dasar (misalnya si kancil, sang dewa, para pelajar), nomina deverbal
24
Ibid., hlm.61. 25
Ibid., hlm.65. 26
Ibid., hlm.63.
17
(misalnya si terdakwa, si tertuduh). Pronimina (misalnya si dia, sang aku), dan
verba pasif (misalnya kaum tertindas, si tertindas), dalam kontruksi eksosentris
yang berkategori nominal.27
10. Preposisi
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama
nomina) sehingga terbentuk frase eksosentris direktif. Sebagian daftar preposisi,
akan, akibat, antar, antara, bagi, bak, dari, daripada, demi, dengan, guna,
ketimbang, lewat, kurang, oleh, oleh, karena, oleh sebab, pada, pasal, peri, sama
sampai, semacam, selaras, untuk, waktu, dan lain sebagainya.28
11. Konjungsi
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain
dalam kontruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih
dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang
setataran maupun yang tidak setataran. Contoh: (a) Ia pergi karena saya, (b) Ia
pergi karena saya mengusirnya.29
12. Kategori Fatis
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan,
atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan pembicara. Kelas
kata ini biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan,
yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan pembicara.
Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan.Ada bentuk fatis yang
terdapat di awal kalimat, misalnya Kok kamu pergi juga?, ada yang di tengah
kalimat, misalnya Bukan dia, kok, yang mengambil uang itu!, dan ada pula yang
diakhir kalimat, misalnya Saya hanya lihat saja, kok!. Kategori fatis mempunyai
27
Ibid., hlm.65. 28
Ibid., hlm.69. 29
Ibid., hlm.73.
18
wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat,
misalnya –lah atau pun.30
13. Interjeksi
Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan
pembicara; dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam
ujaran.
(1) Bentuk dasar, yiatu: aduh, aduhai, ah, ahoi, ai, amboi, asyoi, ayo, bah,
cih, cis, eh, hai, idih, ih, oh, nah, sip, wah, wahai, yaaa;
(2) Bentuk turunan, biasanya berasal dari kata-kata biasa, atau penggalan
kalimat Arab. Contoh: alhamdulillah, astaga. Brengsek, buset,
dubilah, duilah, insya Allah, masyaallah, syukur, halo, innalillahi,
yahud.31
14. Pertindihan Kelas
Kategori kata sebagaimana disajikan di atas belum dapat dianggap selesai
kalau belum memecahkan persoalan yang terdapat dalam contoh berikut:
(a) 1. Sapi saya mati kemarin.
2. Mati itu bukan akhir segalanya.
3. Ini harga mati.
(b) 1. Banyak barang diturunkan di pelabuhan.
2. Berikan aku barang sepuluh rupiah.32
30
Ibid., hlm.75. 31
Ibid., hlm.78. 32
Ibid., hlm. 51-124.
19
G. Jenis Makna
Jenis- jenis makna itu adalah sebagai berikut:
1. Makna leksikal dan Makna Gramatikal
Satuan atau unit semantik terkecil di dalam bahasa disebut leksem.
Leksem menjadi dasar pembentukan kata. Kata membeli, dibeli, terbeli, dan
pembelian dibentuk dari leksem yang sama, yakni beli. Makna beli dapat
didentifikasikan tanpa menggabungkan unsur yang lain, makna yang demikian ini
disebut makna leksikal. Selain itu, ada pula makna satuan kebahasaan yang lain.
Makna yang demikian ini disebut makna gramatikal. Contoh:
(1) Ayah Amir membeli sebuah komputer.
(2) Sebuah komputer dibeli oleh ayah Amir.
Frasa ayah Amir memiliki makna „milik‟. Makna ini baru dapat
didentifikasi setelah kata ayah sebagai termilik bergabung dengan Amir sebagai
pemilik. Afiks se- dalam sebuah menyatakan makna „satu‟. Makna ini juga baru
dapat ditentukan setelah afiks se- itu bergabung dengan leksem buah. Dengan
demikian afiks se- juga memiliki makna gramatikal menurut Wijana dalam
bukunya „Semantik‟.33
2. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna kata wanita dan perempuan kesemuanya mengacu kepada referen
atau acuannya di luar bahasa „oeang yang berjenis kelamin feminin‟. Keseluruhan
komponen luar bahasa yang diacu oleh sebuah kata disebut denotata. Oleh karena
itu, makna yang demikian itu disebut makna denotatif. Walaupun wanita dan
perempuan memiliki makna denotatif yang sama, tetapi masing-masing
mempunyai nilai emotif yang berbeda. Nilai emotif di sini menyangkut nuansa
halus dan kasar. Nilai emotif yang terdapat pada suatu bentuk kebahasaan disebut
konotasi. Oleh karenanya wanita dan perempuan dikatakan memiliki makna
konotatif yang berbeda. Kata wanita memiliki nuansa makna halus, sedangkan
33
I Dewa Putu Wijana, Semantik, (Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada,
1998), hlm. 9.
20
perempuan memiliki makna nuansa makna yang (lebih) kasar menurut Wijana
dalam bukunya „semantik‟.34
3. Makna Literal dan Makna Figuratif
Makna sebuah bentuk kebahasaan ada yang mengalami perpindahan penerapan
kepada referen yang lain. Kata buaya dan kambing dalam kalimat (1) dan (2)
berikut secara lugas mengacu kepada referennya yang harfiah, yakni „sebangsa
binatang melata yang hidup di sungai-sungai besar atau rawa-rawa‟ dan „sejenis
binatang berkaki empat sebesar anjing dan memiliki tanduk‟. Makna kambing di
dalam kedua kalimat ini disebut makna literal atau makna lugas, atau makna
harfiah.
(1) Di rawa-rawa dan sungai-sungai besar di Kalimantan masih banyak
terdapat buaya.
(2) Harga kambing jantan mmenjelang Idul Adha sangat mahal.
Makna kata buaya dan kambing pada (1) dan (2) berbeda dengan kata kambing
dalam (3) dan (4) berikut:
(3) Jangan mudah tergoda oleh rayuan buaya.
(4) Dalam persoalan ini kita tidak perlu mencari kambing hitam.
Berbeda dengan buaya dan kambing pada (1) dan (2), buaya dan kambing
(hitam) pada kalimat (3) dan (4) maknanya tidak mengacu kepeda referennya
yang bersifat konvensional „sejenis binatang melata‟ dan „binatang berkaki empat
sebesar anjing yang bertanduk‟, tetapi disimpangkkan kepada referen yang lain
untuk berbagai tujuan etis (moral), estetis (keindahan), insultif (penghinaan), dan
sebagainya menurut Wijana dalam bukunya „semantik‟.35
34
Ibid., hlm. 10. 35
Ibid., hlm. 11.
21
4. Makan Primer dan Makna Sekunder
Makna kesatuan kebahasaan yang dapat diidentifikasi tanpa bantuan
konteks disebut makna primer. Jadi, makna leksikal, makna denotatif, dan makna
literal adalah makna primer. Sementara itu, makna gramatikal, makna konotatif,
dan makna figuratif hanya dapat diidentifikasi oleh pemakai bahasa dengan
bantuan konteks. Makna satuan kebahasaan yang hanya dapat diidentifikasikan
lewat konteks pemakaian bahasa disebut makna sekunder. Jadi, makna gramatikal,
makna konotatif, dan makna figuratif adalah makna sekunder.36
H. Perubahan Makna
a. Sebab-sebab Perubahan Makna
1. Sifat-sifat yang Bersifat Kebahasaan
Dalam bahasa Indonesia orang bisa bertanya, "Apa arti kata itu?" atau "di
mana pamanmu?", dan jawaban yang diperoleh mungkin "tidak tahu". Kedua kata
itu sudah begitu akrab sehingga pemakai bahasa bahasa Indonesia dialek Jakarta
menyatukan keduanya; kalau tidak tahu mereka menjawab "tahu" atau "tau",
dengan intonasi tertentu. Ini berarti bahwa tahu, yang semula bermakna positif,
sekarang berarti negatif, yaitu "tidak tahu", atau makna negatif 'tidak' masuk ke
dalam tahu.37
2. Sebab-sebab Historis
(a) Perubahan yang menyangkut benda
Dalam kata bahasa Indonesia kata bemo (singkatan becak bermotor) yang
muncul pertama kali di Jakarta pada tahun enam puluhan, semula mengacu
kepada kendaraan beroda tiga (satu di depan dan dua di belakang) dimaksudkan
sebagai angkutan di dalam kota, pengganti becak. Di Denpasar misalnya, bemo itu
muncul disekitar tahun 1980, tetapi sering muncul jenis angkutan beroda empat
yang juga disebut bemi. Sekarang bemo beroda tiga sudah lenyap, tetapi kata itu
36
Ibid., hlm. 12. 37
Stephen Ullman, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm.251.
22
tetap mengacu kepada kendaraan beroda empat yang melayani angkutan dalam
kota. Di beberapa kota, seperti Jakarta dan Bogor, kendaraan umum beroda empat
ini disebut angkot, akronim dari angkutan kota.38
(b) Perubahan yang menyangkut lembaga
Kata parlement ini berasal dari verba parler (baca:/parle/), artinya
'berbicara'. Lembaga itu di Prancis dulu kenal sebagai dewan pada awal
pemerintahan raja-raja Plantagenet. Jadi parlement adalah lembaga tempat wakil
rakyat "berbicara" untuk memperjuangkan nasib dan suara rakyat. Di Indonesia
parlemen (DPR) justru bisa bekerja sama membuat undang-undang dengan
pemerintah (eksekutif), bahkan pada zaman orde baru di bawah Presiden
Soeharto, parlemen atau DPR justru lebih banyak diam ketimbang 'berbicara'.39
(c) Perubahanan yang menyangkut konsep ilmiah
Kata humor dulunya pernahdipakai untuk istilah ilmiah, sekarang menjadi
kata yang mengandung gagasan umum saja. Di samping itu banyak yang namanya
tetap, tetapi isinya berubah. Kata listrik, aslinya adalah kata latin clectrun 'ember',
geometri suatu saat pernah bermakna 'seni mengukur tanah'. Seperti kata atom
sebagai istilah sudah tidak memandai lagi sebab kata semula dipakai untuk
mengacu benda yang 'tak bisa dibagi lagi'. Sekarang benda yang demikian itu
disebut nuklir dalam buku „pengantar semantik‟ yang ditulis Ullmann.40
3. Sebab-sebab Sosial
Sebuah kata yang semula dipakai dalam arti umum kemudian dipakai dalam
bidang yang khusus, misalnya dipakai sebagai istilah perdagangan atau kelompok
terbatas yang lain, kata itu cenderung untuk memperoleh makna terbatas.
Sebaliknya, kata-kata yang dipinjam dari bahasa kelompok lalu menjadi
pemakaian umum akan memperoleh perluasan makna. Oleh karena itu, ada dua
cenderungan berdasarkan kondisi yang berkembang ke arah yang bertentangan:
38
Ibid., hlm. 253. 39
Ibid., hlm. 251. 40
Ibid.,hlm. 254.
23
mengkhusus (spesialisai) dan mengumum (generalisasi), atau menyempit dan
meluas.
Mengkhususnya makna (spesialis) dalam kelompok sosial yang terbatas
adalah suatu proses yang biasa, dan itu merupakan sumber munculnya polisemi.
Kata kitab berarti 'buku', tapi dikalangan penganut agama, kitab mengacu pada
'kitab suci'.
Proses mengumum (generalisasi). Sudah diketahui misalnya, kata humor
yang sekarang umum berarti 'lelucon atau bersifat lucu' dulunya berasal dari
bidang khusus, yaitu dari konsep fisiologi tubuh manusia. Kata sebuah dulu hanya
untuk buah-buah tertentu, sekarang kata itu bisa mengacu kepada kelapa (dulu
sebutir), pisau (dulu sebilah), rumah dan sebagainya.41
4. Faktor Psikologis
Perubahan sering berakar pada keadaan jiwa penutur atau pada unsur yang
agak permanen pada mentalnya. Beberapa faktor psikologis yang terlibat hanya
pada tingkat permukaan saja atau bahkan tidak begitu penting. Kesan sekilas pada
penglihatan seseorang terhadap dua objek bisa masuk ke pikirannya dan
menghasilkan suatu citra yang karena kesesuaiannya atau mutu ekspresinya,
berjalan dari gaya perorangan menjadi pemakaian yang umum. Gagasan bahwa
sesuatu itu ada hubungan samar-samar dengan kuda-dalam bentuk, sifat, ciri,
situasi-bisa menimbulkan metafora atau idiom: ikan kuda, njengir kuda, nafsu
kuda, ekor kuda, bibir kuda, tenaga kuda. Metafora semacam semacam ini bisa
menyebabkan perubahan yang diikat menjadi satu dan diarahkan ke belakang
kepala. Perubahan makna yang secara psikologis lebih menarik adalah yang
bersumber pada unsur atau kecenderungan yang berakar-dalam pada jiwa penutur.
Dalam studi makna ada dua sebab semacam itu yang ditekankan yaitu faktor
emotif dan tabu dalam buku „pengantar semantik‟ yang ditulis Ullmann.42
41
Ibid., hlm. 255. 42
Ibid., hlm. 256.
24
(a) Faktor Emotif
Menurut Sperber, jika secara intens berminat dalam sesuatu hal, cenderung
sering kali membicarakannya; bahkan akan mengacu kepada hal itu ketika
berbicara tentang hal yang sama sekali berbeda. Hal-hal itulah yang selalu hadir
dalam benak dan karena itu akan menimbulkan perbandingan dan metafora bagi
pemerian pengalaman yang lain. Menurut istiah Sperber kedua hal tadi akan
menjadi “pusat-pusat perluasan”. Pada saat itu juga, suasana ini juga akan
membentuk “pusat-pusat atraksi”: akan memperoleh atau memasukan anlogi-
analogi dari bidang-bidang yang lain supaya dapat memerikan makna dengan
sangat tepat, segar dan bervariasi. Jadi akan ada dua gerakan metafora, dari dan ke
arah pusat-pusat itu. Di Indonesia masa perang dan masa gerilya menumbuhkan
hal-hal seperti: wanita gemuk disebut bomber (bomber ialah pesawat pembom),
ada pasukan belalang menyerang sawah, ada gerilya politik PKI, bicaranya seperti
mitraliur, dan mengebom bisa berarti „menganut‟. Sebaliknya, di Jawa, pistol
sering disebut munthu atau uleg-uleg (alat penumbuk bumbu/sambal, pasangan
cobek).43
5. Pengaruh Asing sebagai Penyebab Perubahan Makna
Banyak perubahan makna disebabkan oleh pengaruh suatu model asing.
Contoh-contoh mengenai hal ini sudah banyak dijumpai dalam pembicaraan
tentang polisemi. Dalam bahasa Indonesia pengertian “asing” itu haruslah
mencakup bahasa daerah dan dialek-dialek. Makna kata bintang pada bentukan
seperti bintang film, bintang panggung, bintang lapangan, bintang pelajar, jelas
merupakan pengaruh model asing yang menambah makna lama kata bintang
dalam buku Pengantar Semantik karangan Ullmann.44
43
Ibid., 44
Ibid., hlm. 262.
25
6. Kebutuhan akan Makna Baru
Kebutuhan akan nama baru adalah penyebab sangat penting bagi
perubahan makna. Suatu contoh menarik adalah penggunaan kata tank untuk
menujukkan kendaraan berlapis baja yang ditemukan pada perang dunia I. Kata
yang semula berarti „wadah (besar) untuk mewadahi benda cair atau gas‟ (dalam
bahasa Indonesia dipakai kata tangki itu diberi makna baru yang ditambahkan
agak sewenang-wenang untuk meyakinkan kerahasiaan waktu benda itu dibuat.45
b. Hakikat Perubahan Makna
(a) Kesamaan Antarmakna (Metafora)
Metafora sangat bertali-temali dengan jaringan tutur manusia sebagai
faktor utama motivasi, sebagai perabot ekspresi, sebagai sumber sinonim dan
polisemi, sebagai saluran emosi yang kuat, sebagai alat untuk mengisi senjang
dalam kosa kata, dan dalam beberapa peran yang lain. Oleh karena itu, ada
baiknya di sini diberi sedikit uraian tentang latar belakang psikologi tentang
metafora dan melukisk beberapa bentuk khas yang ada pada bahasa.Struktur dasar
metafora itu sangat sederhana. Di sana selalu ada dua hal: sesuatu yang sedang
kita bicarakan (yang dibandingkan) dan sesuatu yang kita pakai sebagai
perbandingan.46
1. Metafora Antropomorfis
Giambattista Vico, dalam tulisannya berjudul Scienza Mova, yang dikutip
oleh Gombocz , ia mengemukakan, dalam semua bahasa sebagian besar ekspresi
yang mengacu kepada benda-benda tak bernyawa dibandingkan dengan cara
pengalihan (transfer) dari tubuh dan anggota badan manusia, dari indera dan
perasaan manusia. Pada bab tentang polisemi dapat dilihat sejumlah kecil
metafora yang membandingkan benda-benda tak bernyawa dengan mata manusia.
Misalnya, punggung bukit, mulut sungai, jantung kota, dan masih banyak lagi
45
Ibid., 46
Ibid., hlm. 264.
26
ekspresi yang menggunakan kaki dan tangan. Sebenarnya ada juga banyak
ternsfer yang menjadi kebalikan dari yang di atas itu, yaitu bagian dari tubuh
dinamakan dengan binatang atau benda tak bernayawa. Misalnya dalam bahasa
Indonesia bola mata, gendang telinga, buah dada, tali pusar.47
2. Metafora binatang
Sumber utama imajinasi atau metafora yang lain adalah dunia binatang.
Metafora jenis ini bergerak dalam dua arah utama. Sebagian diterapkan untuk
binatang atau benda tak bernyawa. Banyak tumbuhan menggunakan nama
binatang, sering juga kocak atau lucu, misalnya, lidah buaya, kumis kucing, jambu
monyet, kuping gajah, cocor bebek. Banyak juga benda-benda tak bernyawa
menggunakan nama binatang. Misalnya di Indonesia seperti, telur mata sapi,
fondasi cakar ayam, rambut ekor kuda, dan si jago merahdalam buku Pengantar
Semantik karangan Ullmann.48
3. Dari konkret ke abstrak
Salah satu kecenderungan dasar dalam metafora adalah menjabarkan
pengalaman-pengalaman abstrak ke dalam hal yang konkret. Dalam bahasa
Indonesia dari kata sinar, cahaya, atau lampu (termasuk suluh, pelita) yang
konkret ditemukan banyak ungkapan metaforis yang abstrak. Misalnya, sorot
mata, sinar mata, sinar wajah, hidupnya sedang bersinar, ajarannya menyinar
dunia, otak cemerlang, menyoroti perilaku pemimpin, dunia gemerlap, harta yang
menyilaukan, kejayaannya mulai meredup, penyuluh pertanian, senyumnya
berseri.
4. Metafora “sinaestetik”
Suatu jenis metafora yang sangat umum didasarkan kepada transfer dari
satu indra ke indra yang lain: dari bunyi (dengan indra dengar) ke penglihatan,
dari sentuhan ke bunyi, dan sebagainya. Jika berbicara tentang suara yang hangat
47
Ibid.,hlm. 267. 48
Ibid.,
27
atau dingin maka akan sadar adanya sejenis kesamaan antara temperatur yang
hangat atau dingin dan kualitas suara-suara tertentu. Begitu juga pula kalau
berbicara tentang warna yang keras, bau yang manis, pandangan yang tajam,
bicaranya manis.49
c. Medan Asosiatif
Medan asosiatif sebuah kata itu dibentuk oleh jaringan asosiasi yang ruwet,
sebagian berdasarkan kesamaan, sebagian lain berdasarkan hubungan atau
kedekatan, sebagian lagi muncul di antara makna-makna, yang lain di antara
nama-nama, yang lain lagi di antara nama dan makna. Medan itu sendiri
sebenarnya terbuka, dan beberapa dari asosiasi itu terkait secara subjektif
walaupun asosiasi-asosiasi yang lebih sentral sebagian besar akan sama saja bagi
sebagian besar penutur. Upaya-upaya telah dilakukan untuk mengidentifikasi
beberapa dari asosiasi sentral ini dengan percobaan-percobaan psikologis, tetapi
sebenarnya dapat dilakukan dengan semata-mata memakai metode-metode
linguistik. Ada juga yang mengumpulkan sinonim-sinonim yang paling mencolok,
antonim-antonim, homonim-homonim dari sebuah kata, ataupun kata-kata yang
bunyi atau maknanya serupa, dan kata-kata yang termasuk dalam satu kombinasi
yang sudah terbiasa demikian yang menurut istilah Prof. Sperber termasuk ke
dalam bahasa kias: metafora, simile, peribahasa, idiom dan sebagainya.50
1. Metafora menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemakaian
kata atau kelompok kata bukan dengan arti sebenrnya (2008: 908).
2. Simile menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah majas pertautan
yang membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda, tetapi
dianggap mengandung segi yang serupa, dinyatakan secara eksplisit
dengan kata seperti, bagai, laksana, dn lain-lain (2008: 1308).
3. Peribahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kelompok
kata atau kalimat yang tetap susunannya biasanya mengiaskan maksud
49
Ibid.,hlm. 269. 50
Ibid.,hlm. 294.
28
tertentu (dalam peribahasa termasuk juga ungkapan, perumpamaan)
(2008:1055).
4. Idiom menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah konstruksi yang
maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya. Misalnya,
kambing hitam dsb (2008: 517).
I. Media Massa/ Surat kabar
a. Pengertian Media Massa
Media massa merupakan organisasi yang rumit. Pesan-pesan yang sampai
kepada khalayak adalah hasil kerja kolektif. Oleh karena itu, berhasil-tidaknya
komunikasi massa ditentukan oleh berbagai faktor yang terdapat di dalam
organisasi media massa.51 Media massa sebagai institusi senantiasa terkait dengan
isntitusi-institusi lain yang ada dalam masyarakat.52Media komunikasi dapat
berupa media cetak, radio, televisi, dan internet. Media massa adalah cara yang
paling banyak digunakan masyarakat untuk mengakses informasi tentang dunia di
sekitarnya.53Media massa dalam cakupan pengertian komunikasi massa itu adalah
surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film. Jadi, media massa modern
merupakan produk teknologi modern yang selalu berkembang menuju
kesempurnaan. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan
lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya
melembaga atau dalam bahasa asing disebut institutionalized comunicator atau
organized comunicator.54
51
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1992), 53. 52
Pawito, Komunikasi Politik Media Massa dan Kampanye Pemilihan, (Yogyakarta:
Jalasutra,2009), hlm.92. 53
Setyawan Pujiono, Terampil Menulis Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.94. 54
Onong uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm.20.
29
b. Media Cetak
Media cetak diterbitkan untuk dibaca orang lain. Menulis berita untuk media
cetak berarti menulis bagi orang lain, yaitu pembaca.55
Sekurang-kurangnya ada
tiga jenis media cetak: surat kabar, majalah, dan buku.56
Media cetak menampilkan
berita-berita teraktual setiap hari dan didukung oleh fakta dan data akurat yang
ditulis oleh para wartawan. Surat kabar harian bermunculan di setiap daerah
hampir seluruh wilayah Indonesia.57
Dalam media cetak, ada tiga jenis tulisan
jurnalistik, yaitu: 1) Tulisan fakta, yang dibuat wartawan, reporter dan
koresponden. 2) Tulisan opini, yang dibuat oleh penulis atau kolumnis. 3)Tulisan
fiksi, yang dibuat oleh pengarang (penyair, cerpenis, dan novelis).58
c. Surat Kabar
Surat kabar atau bisa disebut juga koran merupakan salah satu kekuatan
sosial dan ekonomi yang cukup penting dalam masyarakat.59
Sebelum membaca
surat kabar, sebaiknya kita harus mengetahui dulu isi surat kabar tersebut. secara
umum, isi utama surat kabar dapat dibagi atas jenis-jenis pokok berikut: (a) berita,
(b) opini, (c) iklan, (d) pemberitahuan, dan (e) fiksi. Berita yang terdapat di surat
kabar tersebut perlu kita baca. Apalagi setiap hari terdapat berita baru yang faktual
dan terkini. Perlu diingat bahwa dengan membca berita yang ada di media cetak
wawasan dan pengalaman kita pun akan semakin bertambah. Opini yang
merupakan pandangan surat kabar biasanya disajikan dalam bentuk tajuk rencana,
komentar, pojok, dan karikatur, sedangkan opini yang merupakan pandangan
55
Ashadi Siregar, Bagaimana Meliput dan Menuls Berita untuk Media Massa, (Yogyakarta:
Kanisius, 1998), hlm.21. 56
AsepSaeful Muhatdi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik, (Pamulang Timur: PT
Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 88. 57
Muhammad Rohmadi, Jurnalistik Media Cetak: Kiat Sukses Menjadi Penulis dan
Wartawan Profesional, (Surakarta: Cakrawala Media, 2011), hlm.18. 58
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005), hlm.
90. 59
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik, (Pamulang Timur: PT
Logos Wacana Ilmu, 1999), 88.
30
penulis tertentu disajikan dalam bentuk karangan khusus, surat pembaca, atau
kolom.
Dapat dikatakan bahwa berbeda dengan berita, opini adalah hasil
pengolahan (analisis) pikiran dari surat kabar atau penulis bersangkutan. Iklan
adalah informmasi yang bersifat komersial. Iklan ini dapat kita baca di berbagai
media cetak dan elektronik. Sebenarnya, dengan membaca iklan di surat kabar,
kita dapat mencari berbagai produk yang diinginkan sebelum membelinya.
Sebuah surat kabar juga dapat membaca karya sastra berupa fiksi. Fiksi dalam
surat kabar biasanya ialah cerpen, novel, atau cerita komik, yang umumnya
disajikan secara bersambung. 60
J. Ragam Bahasa Jurnalistik
Jus Badudu dalam Sarwoko mengemukakan, bahasa jurnalistik itu harus
sederhaan, mudah dipahami, teratur, dan efektif. Bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami berarti menggunakan kata dan struktur kalimat yang mudah
dimengerti pemakai bahasa umum. Bahasanya teratur berarti setiap kata dalam
kalimat sudah ditempatkan sesuai dengan kaidah. Efektif, bahasa pers haruslah
tidak bertele-tele, tetapi tidak juga terlalu berhemat sehingga maknanya menjadi
kabur. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media
massa untuk menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang
memudahkan penyampaian berita dan komunikatif.61Bahasa jurnalistik merupakan
salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers (wartawan
Indonesia) di dalam penulisan berita di media massa. Bahasa jurnalistik kerap
disebut bahasa pers, dengan menggunakan bahasa berita yang ringkas dan jelas,
wartawan menyajikan informasi yang menarik bagi pembaca
Bahasa jurnalistik harus mudah dipahami oleh setiap orang yang
membacanya karena tidak semua orang mempunyai cukup waktu untuk
memahami isi tulisan yang ditulis oleh wartawan. Jadi, bahasa jurnalistik bahkan
60
Dalman, Keterampilan Membaca, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.60-62. 61
Tri Adi Sarwoko, Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik, (Yogyakarta: CV Andi Offset,
2007), hlm. 2.
31
harus bisa dipahami oleh tingkat masyarakat berintelektual rendah. Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa yang berfungsi sebagai
penyambung lidah masyarakat dan bahasa komunikasi pengantar pemberitaan
yang biasa digunakan media cetak dan elektronik.62
Bahasa surat kabar adalah bahasa tulisan yang dibaca oleh pembaca yang
sangat bermacam-ragam, dengan latar belakang lapisan masyarakat yang
berlainan, suku bangsa yang berbeda-beda, jenis kelamin pria dan wanita, dan
lingkungan geografis yang sangat luas berpencar.63 Bahasa yang digunakan dalam
surat kabar atau koran itu hendaklah bahasa yang baik, yang teratur, atau yang
sekurang-kurangnya bahasa yang tidak terlalu rusak. Bahasa koran yang rusak
dapat mempengaruhi bahasa si pembaca yang kurang menguasai bahasa karena
ada kemungkinan dia meniru bahasa yang salah itu.64Bahasa dalam media cetak
ibarat roh atau nyawa. Tanpa bahasa, media cetak tidak akan bermakna apa-apa.
Menulis berita, banyak faktor yang dapat memengaruhi karakteristik bahasa
jurnalistik, yaitu dalam penentuan angle (arah) tulisan, pembagian tulisan, dan
sumber (bahan tulisan). Sesuai kaidahnya, bahasa jurnalistik tidak menyimpang
dari kaidah bahasa Indonesia baku (dalam penggunaan kosakata, struktur dan
sintaksis). Namun karena keterbatasan media massa cetak, bahasa jurnalistik
memiliki sifat yang khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan
menarik.65Bahasa yang digunakan dalam media cetak adalah bahasa jurnalistik.
Bahasa ini biasanya memperhatikan beberapa kaidah bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Namun, masih ada media cetak yang mengabaikan kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Padahal, media cetak berkepentingan untuk
62
Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm.3. 63
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan pendidikan, (Bandung: C.V.
Diponegoro, 1984), hlm. 145. 64
J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III, (Jakarta: PT. Gramedia, 1993),
hlm.30. 65
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005),
hlm. 90.
32
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia yang baik dan benar di
masyarakat.66
K. Rubrik Politik
Rubrikasi dalam media cetak sama dengan menu. Menu adalah sajian-sajian
tertentu, yang khas, di mana masing-masing mempunyai cita rasa dan warna yang
berbeda.67 Kolom adalah opini singkat seseorang yang lebih banyak menekankan
aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap suatu persoalan atau keadaan yang
terdapat dalam masyarakat. Kolom lebih banyak mencerminkan cap pribadi
penulis. Sifatnya memadat memakna. Bandingkan dengan sifat artikel yang lebih
banyak memapar melebar. Biasanya dalam tulisan kolom terdapat foto penulis.
Sangat dianjurkan, tulisan kolom disertai foto penulis.68Kolom (article column)
biasanya ditulis dengan gaya yang sangat ringan atau enteng dan diselingi humor-
humor segar, walaupun masalahnya sangat serius (politik, ekonomi, sosial,
budaya, hukum, keamanan, pendidikan, bencana, kecelakaan, kriminalitas, gaya
hidup, dan sebagainya).69 Samsul dalam Kuncoro memaparkan, kolom sering
dijumpai di koran, majalah, dan media massa lainnya seperti blog dan internet.
Kolom adalah sebuah rubrik khusus di media massa cetak yang berisian karangan
atau tulisan pendek, yang berisikan pendapat subjektif penulisnya tentang suatu
masalah. Hakim juga mengemukakan, panjanganya sebuah kolom mungkin hanya
separuh artikel opini esai yang dimuat di surat kabar atau majalah.70
Secara garis besar, politik berkenaan dengan gejala kekuasaan, kewenangan
pengaturan, kekuatan, dan ketertiban. politik atau hal-hal yang berkaitan dengan
66
Anwar Efendi, Bahasa dan Sastra Dalam Berbagai Perspektif, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2008), hlm. 63-64. 67
R. Masri Sareb Putra, Media Cetak Bagaimana Merancang dan Memroduksi,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 88. 68
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), hlm. 14. 69
Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Erlangga,
2010), hlm 148. 70
Mudrajad Kuncoro,Mahir Menulis Kiat Jitu Manulis Artikel, Opini, Kolom, dan Resensi
Buku, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 33.
33
politik berkaitan dengan tiga hal utama: kekuasaan (power), kewenangan
(authority), dan ketaatan/ketertiban (order).71Kehidupan sehari-hari pasti ada
istilah „‟politik‟‟ sudah tidak begitu asing karena segalanya sesuatu yang
dilakukan atas dasar kepentingan kelompok atau kekuasaan sering kali
diatasnamakan dengan politik. Pengangkatan atau pencopotan seorang pejabat
kepala kantor misalnya kadang dilakukan atas pertimbangan politik. Konflik yang
terjadi dengan memicu pertarungan antara etnis atau agama, juga disebutkan
karena politik. Gencarnya pemberitaan tentang teroris dalam media massa juga
dinilai memiliki muatan politik.72Kehidupan politik dan kenegaraan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehidupan rakyat, karena itu setiap
orang akan tertarik dengan berita-berita politik. Politik di sini adalah dalam arti
yang luas, yakni sebagai ilmu pemerintahan negara, jadi tidak hanya terbatas
kepada pengertian partai dan kegiatannya.73
L. Pembelajaran Aspek Semantik di SMP
Pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang wajib
dipelajari di sekolah manapun di seluruh Indonesia, dari tingkat SD, SMP, dan
SMA mempelajari pelajaran bahasa Indonesia. Materi yang terdapat dalam
pelajaran bahasa Indonesia salah satunya mengenai semantik. Seperti
pembelajaran semantik yang terdapat di bawah ini, salah satu materi bahasa
Indonesia di SMP:
Menggunakan Kata yang Bersinonim, Berantonim, dan Berpolisemi
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau
hampir sama. Kata yang bersinonim bisa saling menggantikan.
71
Abu Bakar Ebyhara, Pengantar Ilmu Politik, (Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2010), hlm.
38. 72
Hafied Cangara, Komunikasi Politik Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009), hlm. 25. 73
Dja‟far H. Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm.40.
34
Contoh:
a. Wajah gadis itu sangat cantik.
b. Wajah gadis itu sangat jelita.
Kata cantik pada contoh (1) mempunyai arti yang sama atau bersinonim
dengan kata jelita pada contoh (2).
Antonim adalah dua kata atau lebih yang berlawanan dari segi arti atau
makna.
Contoh:
a. kaya x miskin
b. pintar x bodoh
Makna kaya bertentangan dengan miskin. Begitupun makna bodoh
bertentangan dengan makna pintar.
Polisemi adalah gejala keragaman makna yang dimiliki oleh sebuah kata.
Contoh:
a. Budi jatuh cinta pada gadis itu.
b. Perusahaan itu telah jatuh bangun.74
M. Penelitian Relevan
Bahwa penulis menyajikan beberapa hasil penelitian yang berkenaan
dengan judul, penelitian penulis di antaranya:
Samsuri, 2013 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,
Polisemi dalam Bahasa Jawa Ngoko Kajian Semantik. Dalam bahasa Jawa Ngoko
terdapat dua bentuk polisemi yaitu, polisemi berbentuk kata dasar dan polisemi
berbentuk kata kompleks atau turunan. Kategori kata polisemi yaitu: kategori
verba, polisemi nomina, polisemi kategori adjektiva, polisemi kategori adverbia.
74
Pipin Alpian, dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan MTs. Kelas I (Bandung:
PT. Sarana Panca Karya Nusa, 2004), hlm. 30-31.
35
Kata atau frase dalam bahasa Jawa Ngoko mengalami perubahan makna menjadi
polisemi didasarkan atas dua perubahan, yaitu: perubahan berupa perluasan
makna dan perubahan berupa pembelahan makna. Penyebab perubahan makna
polisemi yang ditemukan dalam bahasa Jawa Ngoko, penyebab atau faktor
terjadinya polisemi yaitu perubahan makna, pemakaian khas pada suatu
lingkungan masyarakat, pemakaian kiasan (konotasi), dan pemberdayaan bahasa.
Penjelasan pada skripsi sebelumnya yaitu mengenai polisemi dalam bahasa
Jawa Ngoko, bahasa Jawa Ngoko tersebut mengalami perubahan makna. Yaitu,
perubahan perluasan makna dan perubahan pembelahan makna. Perbedaannya
adalah objek penelitiannya, jika tulisan ini menggunakan objek surat kabar,
sedangkan pada skripsi Samsuri, objek yang digunakan adalah bahasa Jawa
Ngoko, jika penelitian ini menganalisis kata atau konten yang terdapat pada surat
kabar, sedangkan skripsi Samsuri, dalam penelitiannya didapatkan dari
lingkungan masyarakat sekitar.75
Cyindhi Maya Agustin, Analisis Verba Tsukeru Sebagai Polisemi dalam
Bahasa Jepang, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Bahwa
terdapat tujuh buah tsukeru, yaitu membuat keadaan dua benda menjadi tidak
terpisahkan, menyertakan suatu benda dengan benda lain, mengfungsikan
perasaan dan kekuatan, sesuai dengan yang lain, dipakai di tubuh, dan
menempatkan pada suatu posisi atau tempat. Selain itu, tidak ditemukan tiga buah
makna verba tsukeru, yaitu melekatkan pada kata kerja lain yang menyatakan
kebiasaan melakukan atau terbiasa, menempel pada verba yang menunjukkan
perasaan keras atau nada yang kuat, dan menyampatkan bentuk utama dari yang
bermakna mengenal, menurut, dan memberi alasan. Perluasan makna yang terjadi
pada verba tsukeru karena adanya pengaruh dari majas metafora dan metonimi.76
Jika Agustin mencari data melalui internet, lain halnya dengan tulisan ini,
tulisan ini menggunakan atau mencari data melalui surat kabar, kemudian hal
75
Samsuri, Polisemi dalam Bahasa Jawa Ngoko Kajian Semantik (Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan,2013). 76
Cyindhi Maya Agustin, Analisis Verba Tsukeru Sebagai Polisemi dalam Bahasa Jepang,
Fakultas Bahasa dan Seni, (Universitas Negeri Semarang,2013).
36
yang ditelitipun berbeda, Agustin mendeskripsikan bahwa ada tujuh verba
tsukeru, namun hasil penelitiannya ada tiga buah verba tsukeru yang ditemukan
dalama penelitiannya tersebut. Jika dalam penulisan di sini menganalisis dari
rubrik yang di dalamnya terdapat beberapa paragraf dan terdapat makna polisemi
di dalamnya kemudian dikategorikan dalam kategori polisemi, di antaranya, kata
benda, adjektiva, dan verba. Agustin sendiri hanya meneliti dalam tataran verba
tsukeru saja.
Ismiyati Nur „Azizah, Polisemi Kata Wali dalam Alquran: Studi Kasus
Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab, Universitas Syarif Hidayatullah Jakrta.
Pada kata Wali dan Auliya yang ada di dalam Al-quran dengan
membandingkannya antara terjemahan Hamka dan Quraish Shihab. Dalam
penelitian ini digunakan bertalian dengan teori-teori umum semantik, sampai pada
teori yang menyatakan bahwa polisemi sebagai fenomena semantik. Kata Wali
dan Auliya tersebut dianalisis dalam bentuk konteks untuk mengetahui bagaimana
terjemahannya dalam konteks kalimat dan kemudian dianalisis dengan
membandingkan antara terjemahan Hamka dan Quraish Shihab. Terlihat ada
beberapa kata di dalam Al- Quran jika aplikasikan pada suatu konteks yang sama
(ayat Quran) kemudian diterjemahkan dengan dua versi terjemahan yang berbeda
maka akan ada yang mengalami perbedaan makna, maka di sinilah terjadinya
polisemi.77
Penelitian ini berbeda dengan ketiga penelitian di atas, perbedaan tersebut
mencakup aspek kajiannya, yaitu penelitian ini mengkaji polisemi yang terdapat
dalam koran Media Indonesia edisi Maret 2015. Selain itu, penelitian ini juga
berusaha untuk mencari implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
SMP.
77
Ismiyati Nur „Azizah, Polisemi Kata Wali dalam Alquran: Studi Kasus Terjemahan
Hamka dan Quraish Shihab,(Universitas Syarif Hidayatullah Jakrta,2011).
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodelogi merupakan hal yang paling penting dalam melakukan sebuah
penelitian. Proses dalam mendapatkan data dan mengolahnya dengan teknik yang
tepat adalah salah satu melalui metodelogi penelitian.
Skema konseptual (1)
Sumber Mahsun dan Meleong yang telah dimodifikasi peneliti
A. Rancangan Penelitian
Berdasarkan skema konseptual di atas, rancangan penelitian tersebut
berpijak pada tiga aspek, yaitu ancangan penelitian, metode penelitian, dan teknik
penelitian. Ancangan penelitian yang digunakan adalah ancangan semantik, hal
tersebut dikarenakan teori polisemi merupakan salah satu materi yang dibahas
dalam ruang lingkup semantiktik. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif dan menggunakan beberapa teknik dalam penelitian.
Metodelogi Penelitian
Ancangan Semantik
Metode Kualitatif
Teknik Teknik Simak Teknis Simak Bebas Libat
Cakap
38
B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang
dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan
simpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan
keadaan. Melalui metode yang tepat, seorang peneliti tidak hanya mampu melihat
fakta sebagai kenyataan, tetapi juga mampu memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi melalui fakta itu.1
Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif, penelitian kualitatif
dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnnya. Pendekatan kualitatif ada
pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan perspektif
individu yang diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan, mempelajari,
dan menjelaskan fenomena dengan cara mendeskripsikan dan
mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi.2
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif karena data penelitian
yang diperoleh kemudian dideskripsikan dalam bentuk uraian dari hasil temuan.
Skripsi ini juga menggunakan metode simak dalam penyediaan datanya.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kata yang yang bermakna
polisemi dalam surat kabar Media Indonesia rubrik politik edisi Maret 2015.
Makna polisemi yang menjadi acuan dalam menganalisis adalah kategori kelas
kata, jenis makna polisemi, wujud perubahan makna, dan faktor penyebab
munculnya polisemi.
1Syamsuddin AR ,dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 14. 2Ibid.,hlm.73-74.
39
D. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah 30 surat kabar Media Indonesia dalam
rubrik politik edisi Maret 2015.
E. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, data dibedakan atas dua, yaitu data primer,
sumber penelitian ini ialah 30 surat kabar Media Indonesia dalam rubrik politik
edisi Maret 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak, sedangkan untuk teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas cakap,
dan teknik catat. yaitu peneliti mencari secara langsung data primer berupa surat
kabar Media Indonesia rubrik politik edisi Maret 2015, selanjutnya penggunaan
teknik simak bebas cakap dilakukan oleh peneliti setelah mendapatkan data
primer kemudian peneliti membaca surat kabar yang telah didapatkan, dan
selanjutnya menerapkan teknik catat dengan mencatat kata yang bermakna
polisemi yang terdapat pada surat kabar Media Indonesia dalam rubrik politik
edisi Maret 2015, dan mengklasifikasikan sesuai dengan kategori yang telah
ditetapkan. Adapun penjabaran dari pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Metode Simak
Peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap
bahasa tulis yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia dalam rubrik politik
edisi Maret 2015. Dalam hal ini, peneliti melakukan proses menyimak, membaca
surat kabar Media Indonesia dalam rubrik politik edisi Maret 2015 yang telah
diperoleh.
a. Teknik Simak Bebas Cakap
Setelah mendapatkan dan mengumpulkan surat kabar Media Indonesia
dalam rubrik politik edisi Maret 2015, langkah selanjutnya yaitu menggunakan
teknik simak dan catat. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan
penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis.
Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap
40
disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya
penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Penyadapan penggunaan bahasa
secara tertulis, jika penulis berhadapan dengan penggunaan bahasa bukan dengan
orang yang sedang berbicara atau bercakap-cakap, tetapi berupa bahasa tulis,
misalnya naskah-naskah kuno, teks narasi, bahasa-bahasa pada massmedia dan
lain-lain.3
F. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan,
mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan,
menyamakan data yang sama, dan membedakan data yang memang berbeda, serta
menyisihkan pada kelompok data yang serupa, tetapi tak sama.4
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, langkah selanjutnya adalah
mengolah data tersebut dengan cara menganalisis sesuai dengan acuan teori yang
digunakan. Dalam analisis data yang dilakukan pada penelitian ini:
1. Mencari makna kata-kata yang mengandung polisemi berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat tahun 2008 danTesaurus
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa tahun 2008.
2. Menganalisis bentuk-bentuk dan makna polisemi.
3. Mengkategorikan jenis kata yang mengandung polisemi.
4. Menentukan bentuk polisemi berdasarkan jenis kata yang dominan.
3Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (PT. Raja
Grafindo Persada: Jakarta), hlm. 92-93. 4Ibid.,hlm. 253.
41
Tabel 1. Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jumlah
Keterangan:
1. Verba
2. Ajektiva
3. Nomina
4. Pronomina
5. Numeralia
6. Adverbia
7. Interogativa
8. Demonstrativa
9. Artikula
10. Preposisi
11. Konjungsi
12. Kategori Fatis
13. Interjeksi
14. Pertindihan
Deskripsi/analisis:
42
Tabel 2. Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
Jumlah
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam analisis data, hal pertama yang dilakukan setelah menyusun data,
yaitu, melakukan identifikasi pada kata polisemi dengan menentukan bentuk
kelas kata, yaitu verba, ajektiva, nomina, pronomina, adverbia dan lain
sebagainya. Setelah diketahui kata yang mengandung polisemi yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, data-data tersebut kemudian
dianalisis. Hasil analisis disajikan dalam bentuk wacana deskripsi, untuk lebih
jelas mengenai hasil analisis dalam bentuk deskripsi dapat diuraikan satu persatu
di bawah ini:
A. Jenis Polisemi Berdasarkan Kelas Kata
Tabel 3.1 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Berjalan √
5 Berjalan √
7 Berjalan √
11 Berjalan √
17 Berjalan √
Jumlah 5 - - - - - - - - - - - - -
Keterangan:
1. Verba
2. Ajektiva
3. Nomina
4. Pronomina
44
5. Numeralia
6. Adverbia
7. Interogativa
8. Demonstrativa
9. Artikula
10. Preposisi
11. Konjungsi
12. Kategori Fatis
13. Interjeksi
14. Pertindihan Kelas
Berikut deskripsi dari kata polisemi berjalanyang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
a. Polisemi Verba
Definisi operasional verba adalah sebuah kata dapat dikatakan
berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase.1 Berfungsi untuk
mengkategorikan kata yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia edisi Maret 2015, kata yang mengandung operasional verba
berfungsi dengan kata lain, seperti kata berjalan yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 , yaitu berjalan kaki dan
berjalan demokratis yang bermakna ‘berjalan kaki’, dan ‘menjalankan
rencana’.
Berikut deskripsi dari kata polisemi berjalan yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
1) Polisemi Verba Berjalan
Makna leksikal berjalan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) melangkahkan kaki bergerak
maju; 2) bergerak maju dari suatu titik; 3) menggelinding atau
1Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm. 51.
45
berputar; 4) berpergian.2 Kata polisemi berjalan yang terdapat pada
konteks dalam surat kabar Media Indonesia salah satunya adalah
sebagai berikut:
Data : Pada tanggal 1 Maret 2015, “Yang terpenting
ialah semua berjalan demokratis”.
Penjelasan : Kata berjalan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia tanggal 1 Maret 2015, menurut
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa bermakna
‘berlaku, berlangsung, beroprasi, berproses’,3 yaitu
tidak bermakna leksikal, jika dilihat dari konteksnya
yang terpenting semua berlangsung secara
demokratis. Makna berjalan pada tanggal 1 Maret
2015 bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata
berjalan yang mengandung arti kiasan, yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan
makna leksikal kata berjalan, yang digunakan
dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata
berjalan yang bermakna ‘berlangsung’.
Data : Tanggal 5 Maret 2015, “Waktu terus berjalan,
sedangkan mereka masih menjalankan agenda-
agenda partai”.
Penjelasan : Kata berjalan ini mengandung makna yang
berhubungan dengan arti leksikal atau harfiah
melalui hubungan metaforis. Walaupun
mengandung makna leksikal, tetapi berjalan
2Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 560. 3Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 212.
46
mengandung kiasan karena maknanya berbeda,
bukan waktu yang berjalan dengan menggunakan
kaki dan melangkah maju, tetapi seluruh rangkaian,
atau keadaan yang terus berproses (waktu). Makna
kata berjalan pada tanggal 5 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata berjalan yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata berjalan,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata berjalan yang bermakna ‘waktu terus
berjalan’, yang mengandung kiasan karena bukan
waktu yang berjalan menggunakan kaki seperti
halnya dengan makna leksikal.
Data : Tanggal 7 Maret 2015, “Komitmen pemberantasan
korupsi tetap berjalan biasa”.
Penjelasan : Kata berjalanyang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia tanggal 7 Maret 2015, menurut
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa bermakna
suatu bermakna ‘berlaku, berlangsung, beroprasi,
berproses’,4yaitu tidak bermakna leksikal dari kata
berjalan.Makna berjalan pada tanggal 7 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora. yaitu kata berjalan
yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata berjalan,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata berjalan yang bermakna ‘berlaku’.
4Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Tesaurus Bahasa Indonesia, 2008.
47
Data : Tanggal 11 Maret 2015, “Jokowi menyempatkan
diri berjalan kaki ke pekarangan rumah Marzuki”,
Penjelasan :Kata berjalan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia tanggal 11 Maret 2015 bermakna
‘leksikal’, yaitu Jokowi menggunakan kakinya
melangkahkan ke pekarangan rumah Marzuki.
Data : Tanggal 17 Maret 2015, “Terbuka pada masukan
yang diberikan pimpinan DPR agar pemberantasan
korupsi tetap berjalan efektif sesuai dengan
koridor”.
Penjelasan : Kata berjalanyang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia tanggal 17 Maret 2015, menurut
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
bermakna ‘berlaku’ berlangsung, beroprasi,
berproses’,5 yaitu tidak bermakna leksikal dari kata
berjalan, jika dilihat dari konteksnya bahwa jika
pimpinan DPR terbuka pada masukan yang
diberikan agar pemberantasan korupsi tetap
berlangsung efektif sesuai dengan koridornya.
Makna berjalan pada tanggal 17 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata berjalan
yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata
berjalan, yang digunakan dalam arti yang bukan
sebenarnya, yaitu kata berjalan yang bermakna
‘berlangsung’.
5Ibid.,
48
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata berjalan yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yaitu mengalami perubahan
makna, yaitu kata berjalan yang terdapat pada tanggal, 11 mengandung makna
‘leksikal’ atau harfiah dari kata berjalan itu sendiri,sedangkan pada tanggal 1, 5,
7, dan 17, tidak mengandung makna leksikal dari kata berjalan tersebut, seperti
halnya kata berjalan pada tanggal 5, yang mengandung makna metaforis yang
berhubungan dengan arti harfiahnya dan makna berjalanpada tanggal 11
mengandung arti harfiahnya atau leksikal, yaitu ‘kegiatan melangkahkan kaki dan
bergerak maju’. Kata berjalan yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
tergolong leksikal dan asosiasi: metaforis. yaitu kata berjalan yang mengandung
arti kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia mempunyai
hubungan atau kedekatan dengan makna leksikal kata berjalan, yang termasuk
dalam asosiasi metaforis yang terdapat pada tanggal 1, 5, 7, dan 17 Maret 2015,
sedangkan pada tanggal 11 kata berjalan mengandung makna leksikal, digunakan
dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata jalan.
Tabel 3.2 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
3 Melahirkan √
23 Melahirkan √
28 Melahirkan √
Jumlah 3 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi melahirkan yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
2) Polisemi Verba Melahirkan
Makna leksikal melahirkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat6
adalah 1) mengeluarkan anak (dari
6 Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 772.
49
kandungan); 2) mengeluarkan (perasaan, pendapat, pikiran, dsb);
3) mengadakan; menjadikan; menimbulkan’. Kata polisemi
melahirkan yang terdapat pada konteks dalam surat kabar Media
Indonesia salah satunya adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 3 Maret 2015, “Arsul Sani berkeyakinan
partainya tidak akan mengulangi perpecahan sepeti
sebelumnya yang melahirkan partai Bintang
Reformasi”.
Penjelasan : Kata melahirkan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia tanggal 3 Maret 2015 menurut
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa 7
bermakna ‘menetas-kan, menghasilkan’
berhubungan dengan cara konseptual dengan arti
harfiah melahirkan melalui hubungan metaforis,
yaitu kata melahirkan makna lekiskalnya adalah
mengeluarkan anak (dari kandungan), sedangkan
yang terdapat pada konteks, yaitu menghasilkan
partai Bintang Reformasi, jadi makna melahirkan
pada tanggal 3 Maret 2015 bermakna menghasilkan.
Makna melahirkan pada tanggal 3 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata melahirkan
yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal yang juga
mengandung makna kiasan atau bukan makna yang
sebenarnya.
7Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 272.
50
Data : Tanggal 23 Maret 2015, “Putri tertua Bung Karno
itu belum berhasil melahirkan regenerasi untuk
tataran ketua umum partai”.
Penjelasan : Makna dari melahirkan pada konteks yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia tanggal
23 Maret 2015, menurut Tesaurus Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, yaitu sama dengan yang
terdapat pada tanggal 3 Maret 2015, yaitu ‘menetas-
kan, menghasilkan‟,8 jika dilihat dari konteks putri
tertua Bung Karno belum berhasil menghadirkan
atau mencetuskan regenerasi untuk menjadi ketua
umum partai, bukan bermakna bahwa putri terrtua
Bung Karno belum dapat melahirkananak yang
dilahirkan dari kandungan, karena itu sangat
berbeda dengan makna leksikalnya jika dilihat dari
konteks yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia. Makna melahirkan pada tanggal 23
Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata
melahirkan yang mengandung arti kiasan, yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan
makna leksikal yang juga mengandung makna
kiasan atau bukan makna yang sebenarnya.
Data : Tanggal 28 Maret 2015, “Alasannya ialah ada ibu
hamil yang dalam waktu dekat akan melahirkan”.
Penjelasan : Kata melahirkan yang terdapat padas urat kabar
Media Indonesia edisi 28 Maret 2015 bermakna
‘leksikal’, yaitu melahirkan anak (dari kandungan),
8Ibid.,
51
jika dilihat dari konteksnya bahwa ada seorang ibu
hamil yang dalam waktu dekat akan mengeluarkan
anak dari dalam kandungannya tersebut.
Simpulan dari data di atas adalah dari ketiga kata melahirkan yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia. Mengalami perubahan makna berdasarkan
konteksnya, seperti tanggal 28 Maret ada seorang ibu yang akan melahirkan atau
mengeluarkan anak dari kandungannya, dan konteks ini mempunyai makna
leksikal dari kata melahirkan, sedangkan pada tanggal 3 dan 23 Maret 2015,
maknanya berhubungan dengan makna harfiah dari kata melahirkan melalui
hubungan metaforis, untuk itu kata melahirkan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia mengalami perubahan makna. Kata melahirkan tergolong makna
leksikal dan asosiasi: metaforis, yaitu kata melahirkan yang mengandung arti
kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia pada tanggal 3 dan 23
Maret 2015mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna leksikal yang
juga mengandung makna kiasan atau bukan makna yang sebenarnya.
52
Tabel 3.3 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Lewat √
6 Lewat √
9 Lewat √
20 Lewat √
24 Lewat √
Jumlah 5 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi lewatyang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
3) Polisemi Verba Lewat
Makna leksikal lewat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat adalah 1) melalui; lalu di; menempuh; 2) lalu; lampau.9
Kata polisemi lewat yang terdapat pada konteks dalam surat kabar
Media Indonesia salah satunya adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 1 Maret 2015, “Yakni lewat mekanisme
voting dan aklamasi”.
Penjelasan : Makna lewat yang terdapat dalam surat
kabarMedia Indonesia tanggal 1 Maret 2015,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,10
yaitu
bermakna ‘melalui‟, ini berarti kata lewat yang
terdapat pada konteks mengandung makna leksikal.
Data : Tanggal 6 Maret 2015, “Melakukan konsolidasi
partai lewat musda Kabupaten musda provinsi”.
9Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 823. 10
Ibid.,
53
Penjelasan :Makna lewat yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi 6 Maret 2015,menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu bermakna
‘melalui‟, jika dilihat dari konteksnya; melalukan
konsolidasi partai melalui musda Kabupaten dan
Musda Provinsi, ini berati kata lewat pada tanggal 6
Maret memiliki makna leksikal.
Data : Tanggal 9 Maret 2015, “syarat bagi calon dari
partai politik lebih mudah ketimbang lewat jalur
independen”.
Penjelasan : Makna lewat yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi 9 Maret 2015,menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
‘melalui‟, 11 kata lewatberarti memiliki makna
leksikal atau arti harfiah.
Data :Tanggal 20 Maret 2015, “Selama ini penerbangan
ke luar negeri cenderung lewat Singapura”.
Penjelasan : Kata lewat yang terdapat pada tanggal 20 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
bermakna leksikal, yaitu ‘melalui‟.12
Data : Tanggal 24 Maret 2015, “Dukungan dari semua
DPD I dan II pun perlahan ia raup lewat sejumlah
safari politik”,
Penjelasan : makna lewat yang terdapat dalamsurat kabar
Media Indonesia edisi 24 Maret 2015, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
11
Ibid., hlm. 823. 12
Ibid.,
54
yaitu bermakna ‘melalui‟, ini berarti memiliki
makna leksikal atau arti harfiah.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata lewat yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 bermakna leksikal jika
dilihat dari konteksnya, yaitu bermakna ‘melalui‟.
55
Tabel 3.4 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
5 Mendorong √
9 Mendorong √
Jumlah 2 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi mendorong yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
4) Polisemi Verba Mendorong
Makna leksikal mendorong menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat13
adalah 1) menolak dari bagian belakang
atau bagian depan; menyorong; 2) menganjur (ke depan); bergerak
dengan kuat ke arah depan. Kata polisemi mendorong yang terdapat
pada konteks dalam surat kabar Media Indonesia salah satunya adalah
sebagai berikut:
Data : Tanggal 5 Maret 2015, “Menolak penyalahgunaan
agama yang hanya dijadikan pembenaran untuk
mendorong diskriminasi dan kekerasan”.
Penjelasan : Makna mendorong yang terdapat pada tanggal 5
Maret 2015 Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa bermakna ‘mendesak‟,14
jika dilihat
konteksnya, penyalahgunaan agama ditolak, jika
agama hanya dijadikan untuk pembenaran dalam
mendesak diskriminasi dan kekerasan. Makna
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 341. 14
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 131.
56
mendorong pada tanggal 5 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata mendorong yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata mendorong,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata mendorong yang bermakna mendesak.
Data : Tanggal 9 Maret 2015, “Ia pun mendorong DPRD
atau pejabat daerah di Indonesia memberikan
usulan demi meningkatkan kinerja mereka”.
Penjelasan : Makna mendorong yang terdapat pada tanggal 9
Maret 2015 menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa bermakna ‘mendesak‟,15
jika dilihat
konteksnya, ada seseorang yang mendesak agar
DPRD atau pejabat daerah Indonesia memberikan
usulan demi meningkatkan kinerja mereka. Makna
mendorong pada tanggal 9 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata mendorong yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata mendorong,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata mendorong yang bermakna ‘mendesak’.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata mendorong yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tidak terdapat
makna leksikal dari kata mendorong, yaitu kegiatan yang mengarah ke depan, jika
dilihat dari konteksnya kata mendorong dalam surat kabar Media Indonesia edisi
Maret 2015, tergolong makna asosiasi: metafora, yaitu kata mendorong yang
15
Ibid.,
57
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna leksikal kata
mendorong,yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata
mendorong yang bermakna ‘mendesak’.
58
Tabel 4.5 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
2 Berkembang √
17 Berkembang √
17 Berkembang √
29 Berkembang √
30 Berkembang √
Jumlah 5 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi berkembang yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
5) Polisemi Verba Berkembang
Makna leksikal berkembang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat Adalah 1) mekar terbuka atau
membentang (tentang barang yang berlipat atau kuncup); 2)
menjadi besar (luas, banyak, dsb); 3) menjadi bertambah
sempurna; 4) menjadi banyak (merata, mealuas, dsb),16
menjadi
besar (luas, banyak, dan sebagainya); memuai. Kata polisemi
berkembang yang terdapat pada konteks dalam surat kabar Media
Indonesia salah satunya adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 2 Maret 2015, “Jika ingin Indenesia
menjadi negara yang disegani dan berkembang
tanpa kehilangan jati dirinya”.
Penjelasan : Makna berkembang yang terdapat pada tanggal 2
Maret 2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 662.
59
Pusat Bahasa, 17 yaitu bermakna ‘mekar,
mengembang dan meluas‟. 18 Makna berkembang
pada tanggal 2 Maret 2015 bermakna asosiasi:
metafora, yaitu kata berkembang yang mengandung
arti kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan
dengan makna leksikal kata berkembang, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata berkembang yang bermakna ‘meluas’.
Data : Tanggal 17 Maret 2015, “Untuk itu sebelum
gerakan itu berkembang harus kita habiskan”.
Penjelasan : Makna berkembang yang terdapat pada tanggal 17
Maret 2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa yaitu ‘mekar’, mengembang dan
meluas‟19
yang terdapat pada konteks mengandung
makna metafora, karena yang tubuh itu biasanya
tentang pohon bukan tentang salah satu gerakan.
Makna berkembang pada tanggal 17 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata berkembang
yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata
berkembang, yang digunakan dalam arti yang bukan
sebenarnya, yaitu kata berkembang yang bermakna
‘meluas’.
17
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 242. 18
Ibid., 19
Ibid.,
60
Data :Tanggal 17 Maret 2015, “Di wilayah mana pun IS
tidak boleh berkembang”.
Penjelasan : Makna berkembang yang terdapat pada tanggal 17
Maret 2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa, yaitu bermakna ‘mekar,
mengembang dan meluas‟,20 makna bertumbuh yang
terdapat pada konteks mengandung makna metafora
dari kata berkembang, yaitu IS tidak boleh
bertumbuh di Indonesia. Makna berkembang pada
tanggal 17 Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora,
yaitu kata berkembang yang mengandung arti
kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan
dengan makna leksikal kata berkembang yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata berkembang yang bermakna ‘meluas’.
Data : Tanggal 29 Maret 2015, “Ryamizard menegaskan
segala bentuk terorisme tidak boleh tumbuh dan
berkembang di Indonesia”.
Penjelasan : Makna berkembang yang terdapat pada tanggal 29
Maret 2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa, yaitu bermakna ‘mekar,
mengembang dan meluas‟, 21 makna meluasyang
terdapat pada konteks mengandung makna metafora
dari kata berkembang, yaitu bahwa Ryamizard
menegaskan segala bentuk terorisme tidak boleh
maju di Indonesia. Makna berkembang pada tanggal
29 Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora, yaitu
20
Ibid., 21
Ibid.,
61
kata berkembang yang mengandung arti kiasan,
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan
makna leksikal kata berkembang, yang digunakan
dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata
berkembangyang bermakna ‘meluas’.
Data : Tanggal 30 Maret 2015, “Belakangan berkembang
pernyataan-pernyataan keraguan dari berbagai
pihak”.
Penjelasan : Makna berkembang yang terdapat pada tanggal 30
Maret 2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa, yaitu bermakna ‘mekar,
mengembang dan meluas‟.22
Makna berkembang
pada tanggal 30 Maret 2015 bermakna asosiasi:
metafora, yaitu kata berkembang yang mengandung
arti kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan
dengan makna leksikal kata berkembang, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata berkembang yang bermakna ‘meluas’.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata berkembang yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tidak terdapat
makna leksikal, dari kata berkembang mengandung metafora untuk itu, makna
kata berkembang tergolong asosiasi: metafora, yaitu kata berkembang yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna leksikal kata berkembang,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata berkembangyang
22
Ibid.,
62
bermakna ‘meluas’ yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret
2015.
Tabel 4.6 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Maju √
9 Maju √
Jumlah 2 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi maju yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
6) Polisemi Verba Maju
Makna leksikal maju menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat adalah1) berjalan (bergerak) ke muka; tampil ke muka
2) mendesak ke depan (tentang pasukan) 3) menjadi lebih baik (laku,
pandai, dsb) 4) lulus (dalam ujian) 5) telah mencapai atau berada pada
tingkat peradaban yang tinggi 6) cerdas, berkembang pikirannya;
berpikir dengan baik.23
Kata polisemi maju yang terdapat pada konteks
dalam surat kabar Media Indonesia salah satunya adalah sebagai
berikut:
Data : Tanggal 1 Maret 2015, “Sutrisno Bachir, tokoh
yang satu ini sebelumnya disebut-sebut kecewa
dengan sikap Amin yang pada kongres III di Batam
tidak merestui dirinya maju lagi untuk bersaing
dengan Hatta”.
Penjelasan : Makna maju yang terdapat pada tanggal 1 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 860.
63
Edisi Keempat,24
yaitu bermakna ‘tampil‟, jika
dilihat dari konteksnya bahwa Amin tampil kembali
dirinya untuk bersaing dengan Hatta. Makna kata
maju yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia tanggal 1 Maret bermakna ‘leksikal’.
Data : Tanggal 9 Maret 2015, “Irman optimis masyarakat
bisa mengenal lebih jauh siapa bakal calon kepala
daerah yang akan maju”.
Penjelasan : Makna maju yang terdapat pada tanggal 9 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat, 25 yaitu bermakna ‘tampil‟, jika
dilihat dari konteksnya, Irman optimis bahwa
masyarakat bisa lebih mengenal siapa yang tampil
calon kepala daerah. Makna kata maju yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia tanggal 9 Maret
bermakna ‘leksikal’.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata maju yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 bermakna ‘leksikal’.
24
Ibid., 25
Ibid.,
64
Tabel 4.7 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
6 Mengikat √
18 Mengikat √
Jumlah 2 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi mengikat yang terdapat surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
7) Polisemi Verba Mengikat
Makna leksikal mengikat menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah mengebat; mengeratkan
(menyatukan dan sebagainya) dengan tali 2) menarik atau
menawan 3) wajib ditepati: perjanjian 4) mengarang (syair, sanjak)
5) menggabungkan: diri di perkumpulan.26
Kata polisemi mengikat
yang terdapat pada konteks dalam surat kabar Media Indonesia
salah satunya adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 6 Maret 2015, “Andi menjelaskan inpres
tersebut mengikat ke jajaran pemerintah dan
menjadi strategi nasional pemberantasan korupsi”.
Penjelasan : Makna mengikat yang terdapat pada tanggal 6
Maret 2015 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat27
bermakna leksikal, yaitu ‘menyatukan‟,
jika dilihat dari konteksnya menurut penjelasan
Andi bahwa jika inpres menyatukan ke jajaran
pemerintah dan menjadi strategi nasional
pemberantasan korupsi.
26
Ibid., hlm. 520.
65
Data : Tanggal 18 Maret 2015, “Putusan PTUN tersebut
belum memiliki kekuatan hukum yang final dan
mengikat”.
Penjelasan :Makna mengikat pada tanggal 18 Maret 2015
mempunyai makna ‘menyatukan‟, jika dilihat dari
konteksnya Putusan PTUN tersebut belum memiliki
kekuatan hukum yang final dan kuat. Kata mengikat
pada tanggal 18 Maret 2015 bermakna ‘leksikal’.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata mengikat yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, bermakna ‘leksikal’.
66
Tabel 3.8 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
7 Menjalani √
22 Menjalani √
Jumlah 2 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi menjalani yang terdapat surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
8) Polisemi Verba Menjalani
Makna leksikal menjalani menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) menempuh (jalan); 2)
melakukan atau mengalami (hukuman) 3) melalui (masa, waktu,
keadaan).28
Kata polisemi menjalani yang terdapat pada konteks
dalam surat kabar Media Indonesia salah satunya adalah sebagai
berikut:
Data : Tanggal 7 Maret 2015, “Pemerintah Australia
mengajukan protes kepada Indonesia atas
perlakuan terhadap dua warga „Negeri Kanguru‟
itu yang akan menjalani hukuman mati”.
Penjelasan : Makna menjalani yang terdapat pada tanggal 7
Maret 2015, bermakna ‘leksikal’, yaitu menempuh,
jika dilihat dari konteksnya bahwa pemerintah
Australia mengajukan protes kepada Indonesia
terkait warganya yang menempuh hukuman mati.
28
Ibid., hlm. 559
67
Data : Tanggal 22 Maret 2015, “Denny hingga kini belum
juga menjalani pemeriksaan dengan tuntas oleh
penyidik”.
Penjelasan :Makna menjalani yang terdapat pada tanggal 22
Maret 2015 juga bermakna leksikal, yaitu
‘menempuh‟, jika dilihat dari konteksnya Denny
menjalani pemeriksaan dengan tuntas yang
dilakukan oleh penyidik.
Simpulan dari data polisemi di atas adalah penggunaan kata makna polisemi
dari kata menjalani dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015,
mempunyai makna leksikal.
68
b. Polisemi Ajektiva
Definisi operasional ajektiva adalah kategori yang ditandai oleh
kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi
nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai
ciri-ciri morfologis, seperti –er (dalam honorer), -if (dalam sensitif), -i (dalam
alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil-
keadilan, halus – kehalusan, yakin – keyakinan (ciri terakhir ini berlaku bagi
sebagian besar ajektiva dasar dan bisa menandai verba intransitif, jadi ada
tumpang tindih di antaranya).29
Berfungsi untuk mengkategorikan kata yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, salah satunya kelas
kata ajektiva, kelas kata ajektiva paling sedikit jika dibandingkan dengan kategori
kelas kata verba dan nomina yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
edisi Maret 2015. Kata yang mengandung operasional ajektiva berfungsi dengan
kata lain, seperti kata salah satunya kata kepala matang, yaitu bermakna ‘mantap’.
Salah satu kata yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia tersebut
mempunyai makna ‘sesuatu yang menjadi bagian penting atau tertinggi’.
29
Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm. 52
69
Tabel 3.9 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
12 Matang √
13 Matang √
Jumlah - - 2 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi matang yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
9) Polisemi Ajektiva Matang
Makna leksikal matang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) sudah tua dan sudah sampai
waktunya untuk dipetik, dimakan, (tentang buah-buahan), 2) sudah
empuk (kering, dan sudah waktunya untuk diambil)3) sudah dipikirkan
(dipertimbangkan) baik-baik; sudah diputuskan (disetujui bersama);
sudah sempurna atau sudah pada tingkatan yang terbaik (terakhir) 4)
mulai dewasa (tentang perkembangan manusia secara fisik dan
psikologis) 5)sudah selesai dikerjakan (dididik, disiapkan). 30 Kata
polisemi matang yang terdapat pada konteks dalam surat kabar Media
Indonesiasalah satunya adalah sebagai berikut:
Data :Tanggal 12 Maret 2015, “Presiden telah matang
mempertimbangkan kondisi Indonesia”.
Penjelasan : Makna matang yang terdapat pada tanggal 12
Maret 2015Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat ,yaitu bermakna ‘baik-baik‟.31
Kata matang
mengandung makna leksikal, namun mengandung
metafora, biasanya matang digunakan untuk buah-
30
Ibid., hlm. 887-888. 31
Ibid., hlm. 887.
70
buahan. dalam hal ini, jika dilihat dari konteksnya
Presiden telah mantap mempertimbangkan kondisi
Indonesia.
Data : Tanggal 13 Maret 2015, “Donal Fariz
menegaskan perlu pertimbangan matang dan
alasan rasional”.
Penjelasan : Makna matang yang terdapat pada tanggal 13
Maret 2015 menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa,32
yaitu bermakna ‘mendalam‟.Kata
matang mengandung makna leksikal, namun
mengandung metafora, biasanya matang digunakan
untuk buah-buahan. dalam hal ini, jika dilihat dari
konteksnya Donal Fariz menegaskan perlu
pertimbangan mendalam dan alasan rasional”.
Simpulan dari data di atas adalahpenggunaan kata makna polisemi dari kata
matang dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, mempunyai makna
leksikal. Menurut konteksnya, kata matang tidak mengalami dan tidak ditemukan
adanya perubahan makna dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015.
Kata matang dalam konteks ini mengandung unsur metaforis, seperti yang
terdapat pada konteks bahwa Presiden telah matang mempertimbangkannya, kata
matang dalam konteks tersebut berarti telah mantap, tetapi bukan matang bahwa
pertimbangan Presiden telah matang setelah dimasak.
32Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 315.
71
c. Polisemi Nomina
Definisi operasional nomina, nomina adalah kategori yang secara sintaksis
(1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2)
mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. 33 Berfungsi untuk
mengkategorikan kata yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi
Maret 2015, salah satunya kelas kata nomina, kelas kata nomina paling banyak
kedua yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 setelah
kategori verba. Kata yang mengandung operasional nomina berfungsi dengan kata
lain, seperti kata salah satunya kata kepala sekolah, yaitu pemimpin di sekolah
dan kepala rumah tangga, pemimpin di rumah tangga. Salah satu kata yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia tersebut mempunyai makna ‘sesuatu
yang menjadi bagian penting atau tertinggi’.
Tabel 3.10 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edsisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Kepala √
2 Kepala √
3 Kepala √
4 Kepala √
5 Kepala √
Jumlah - - 5 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi kepala yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
10) Polisemi Nomina Kepala
Makna leksikal kepala menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) bagian tubuh yang di atas leher
33
Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm. 60
72
(pada manusia dan beberapa jenis hewan merupakan tempat otak,
pusat jaringan saraf, dan beberapa pusat indra) 2) bagian tubuh yang di
atas leher 3) bagian suatu benda yang sebelah atas (ujung, depan) 4)
bagian yang terutama (yang penting, yang pokok) 5) pemimpin: ketua
(kantor, pekerjaan, perkumpulan) 6) otak (pikiran, akal, budi).34
Data : Pada tanggal 1 Maret 2015, “Pemilihan kepala
daerah serentak akan dimulai pada Desember
2015”.
Penjelasan :Kata kepala dalam konteks tersebut bermakna
‘pemimpin atau orang yang posisinya penting di
sebuah daerah’, makna kepala pada tanggal 1 Maret
2015 bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata kepala
yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabarMedia Indonesiamempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata kepala.
Data : Tanggal 2 Maret 2015, “Mantan wakil kepala Staf
Angkatan Darat”.
Penjelasan : Kata kepala dalam konteks tersebut bermakna
‘pemimpin atau orang yang mempunyai posisi atau
jabatan penting di salah satu Staf Angkatan Darat’,
jika dilihat dari konteksnya. Makna kepala pada
tanggal 2 Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora,
yaitu kata kepala yang mengandung arti kiasan,
yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesiamempunyai hubungan atau kedekatan
dengan makna leksikal kata kepala.
34
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 671
73
Data : Tanggal 3 Maret 2015, “Para calon kepala daerah
tidak mau berurusan lebih jauh terkait konflik
internal partai”.
Penjelasan :Kata kepala dalam konteks tersebut bermakna
‘pemimpin atau orang yang posisinya penting di
sebuah daerah’, yang tidak mau ikut campur dengan
adanya konflik internal partai. Makna kepala pada
tanggal 3 Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora,
yaitu kata kepala yang mengandung arti kiasan,
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna
leksikal kata kepala.
Data : Tanggal 4 Maret 2015, “Kata kepala LP kelas 1
Madiun”
Penjelasan : Kata kepala dalam konteks tersebut bermakna
‘pemimpin atau orang yang mempunyai posisi atau
jabatan penting di lapas kelas 1 yang ada di
Madiun’. Makna kepala pada tanggal 4 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata kepala yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata kepala.
Data : Tanggal 5 Maret 2015, “Komjen Pol Budi
Gunawan, sebagai kepala lembaga kependidikan
polisi”.
Penjelasan : Kata kepala dalam konteks tersebut bermakna
‘pemimpin atau orang yang posisinya penting di
sebuah lembaga kependidikan polisi’. Makna kepala
pada tanggal 5 Maret 2015 bermakna asosiasi:
metafora, yaitu kata kepala yang mengandung arti
74
kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan
dengan makna leksikal kata kepala.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan makna polisemi dari kata
kepala yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia, salah satunya yang
terdapat dari tanggal 1-5 Maret 2015, mempunyai makna yaitu ‘pemimpin, atau
seseorang yang mempunyai posisi, jabatan atau kedudukan yang paling penting,
tinggi di daerah, lembaga dan lain sebagainya’. Kelima makna kata kepala
tersebut tidak ada yang mengandung makna leksikal, yaitu bagian salah satu
anggota tubuh yang berada di atas, penting pengaruhnya dan sebagai salah satu
pusat indera, ini berarti kata kepala yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia tidak mengalami perubahan makna jika dilihat dari konteksnya. Dari
kelima makna kepala yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi
Maret 2015 tergolong makna asosiasi: metafora, yaitu kata kepala yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia pada
tanggal 1-5 Maret 2015 mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna
leksikal kata kepala, yang terdapat pada data yang bermakna pemimpin, yaitu
orang yang berada di atas kedudukan atau jabatannya.
75
Tabel 3.11 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
17 Jalan √
18 Jalan √
18 Jalan √
Jumlah - - 3 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi jalan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
11) Polisemi Nomina Jalan
Makna leksikal jalan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) tempat untuk lalu lintas orang
(kendaraan dan sebagainya), 2) perlintasan (dari suatu tempat ke
tempat lain) 3) yang dilalui atau dipakai untuk keluar masuk 4)
lintasan5) gerak maju atau mundur (tentang kendaraan) 6) putaran
jarum 7)perkembangan atau berlangsungnya (tentang perundingan,
rapat, cerita, dan sebagainya) 8) cara (akal, syarat, ikhtiar).35
Data: Tanggal 17 Maret 2015, “Ide pembiayaan parpol
oleh negara itu penting untuk dimatangkan agar
partai tidak mencari uang dengan jalan mereka
sendiri”.
Penjelasan : Makna jalan yang terdapat pada tanggal 17 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat 36 Bermakna ‘cara‟, yaitu jika dilihat dari
konteksnya adanya ide pembiayaan parpol oleh
negara sangat penting, agar masing-masing parpol
35
Ibid., hlm. 558 36
Ibid.,
76
tidak mencari uang dengan cara mereka sendiri.
Makna jalan pada tanggal 17 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata jalan yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata jalan, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata jalan yang bermakna cara .
Data : Tanggal 18 Maret 2015, “Ia pun menyatakan jalan
islah sulit tercapai jika masih ada intervensi dari
pihak luar”.
Penjelasan : Makna jalan yang terdapat pada tanggal 18 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat bermakna,37
„cara’jika dilihat dari
konteksnya jika cara islah itu pun masih sulit
tercapai, karena ada intervensi dari pihak luar.
Makna jalan pada tanggal 18 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata jalan yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata jalan, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata jalan yang bermakna cara .
Data :Tanggal 18 Maret 2015, “Fernita menilai banding
bukan jalan yang tepat untuk menyelesaikan konflik
tersebut”.
Penjelasan : Makna jalankedua pada tanggal 18 Maret 2015,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
37
Ibid.,
77
Keempat bermakna38‘cara‟, karena jika dilihat dari
konteksnya bahwa Fernita menilai bahwa banding
bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan suatu
konflik. Makna jalan pada tanggal 18 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata jalan yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata jalan, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata jalan yang bermakna cara .
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata jalan yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tidak terdapat yang
bermakna leksikal, yaitu tempat untuk lalu lintas. Dari ketiga makna jalanyang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 bermakna ‘cara’,
yaitu tergolong makna asosiasi: metafora. yaitu kata jalan yang mengandung arti
kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia pada tanggal 17 dan 18
Maret 2015, mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna leksikal kata
jalan, yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata jalan yang
bermakna cara .
38
Ibid.,
78
Tabel 3.12 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
6 Jalur √
9 Jalur √
Jumlah - - 2 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi jalur yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
12) Polisemi Nomina Jalur
Makna leksikal jalur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat adalah 1) kolom yang lurus; garis lebar; setrip lebar 2)
ruang antara dua garis pada permukaan yang luas 3) ruang yang
memanjang di antara dua deret tanaman 4) rel 5) ruang memanjang
antara dua garis batas lurus; ruang antara garis permainan tunggal 6)
suatu tahapan atau deret tahapan suatu proses metabolisme.39
Data : Tanggal 6 Maret 2015, “Agun Gunanjar
mengatakan langkah kubu Ical yang kembali
menempuh jalur hukum dianggap tidak tepat”.
Penjelasan : Makna jalur yang terdapat pada tanggal 6 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat 40 bermakna ‘suatu tahapan‟, jika dilihat
dari konteksnya langkah kubu Ical yang kembali
menempuh mengambil suatu tahapan jalan hukum
dianggap tidak tepat. Makna jalur pada tanggal 6
Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata
jalur yang mengandung arti kiasan, yang terdapat
39
Ibid., hlm. 561 40
Ibid., hlm.
79
dalam surat Media Indonesia mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata jalur,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata jalur yang bermakna suatu tahapan .
Data : Tanggal 9 Maret 2015, “Syarat bagi calon dari
partai politik lebih mudah ketimbang lewat jalur
independen”.
Penjelasan : Makna jalur yang terdapat pada tanggal 9 Maret
2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat 41
bermakna ‘suatu tahapan‟, jika dilihat
konteksnya cara independen tidak lebih mudah
ketimbang dari syarat bagi calon dari partai politik.
Makna jalur pada tanggal 9 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata jalur yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata jalur, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata jalur yang bermakna suatu tahapan.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata jalur yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi 2015, jika dilihat dari konteksnya tidak
terdapat makna leksikal dari kata jalur, kedua kata jalur dalam surat Media
Indonesia edisi Maret 2015, bermakna ‘cara’, yaitu tergolong makna asosiasi:
metafora, yaitu kata jalur yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia pada tanggal 6 dan 9 Maret 2015, mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata jalur, yang digunakan dalam arti yang
bukan sebenarnya, yaitu kata jalur yang bermakna suatu tahapan .
41
Ibid.,
80
Tabel 3.13 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Tubuh √
6 Tubuh √
Jumlah - - 2 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi tubuh yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
13) Polisemi Nomina Tubuh
Makna leksikal tubuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat adalah 1) keseluruhan jasad manusia atau binatang yang
kelihatan dari bagian ujung kaki sampai ujung rambut 2) bagian badan
yang terutama (tidak dengan anggota dan kepala) 3) diri (sendiri) 4)
bagian terpenting; perahu, pesawat terbang 5) pertubuhan badan
(dalam organisme).42
Data : Tanggal 1 Maret 2015, “Untuk mencegah
perpecahan di tubuh partai berlambang matahari
tersebut”.
Penjelasan : Makna tubuh yang terdapat pada tanggal 1 Maret
2015, yaitu jaringan partai, jika dilihat dari
konteksnya bahwa ada pencegahan agar tidak terjadi
perpecahan dalam jaringan partai yang berlambang
matahari tersebut. Makna tubuh pada tanggal 1
Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata
tubuh yang mengandung arti kiasan, yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia mempunyai
hubungan atau kedekatan dengan makna leksikal
42
Ibid., hlm. 1492
81
kata tubuh, namun mengandung bukan makna
sebenranya dari kata tubuh.
Data : Tanggal 6 Maret 2015, “Agun menilai langkah
kubu Munas Bali malah memperpanjang sengkarut
dualisme kepemimpinan di tubuh Golkar”.
Penjelasan : Makna tubuh yang terdapat pada tanggal 6 Maret
2015, yaitu jaringan partai, jika dilihat dari
konteksnya bahwa dari penilaian Agun langkah
kubu Munas Bali malah memperpanjang sengkarut
dualisme kepemimpinan dalam jaringan partai
Golkar. Makna tubuh pada tanggal 6 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata tubuh yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesiamempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata tubuh, namun
mengandung bukan makna sebenranya dari kata
tubuh.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata tubuh yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tidak ditemukan adanya
makna leksikal. Hanya saja kata tubuh mengandung unsur metaforis, dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yaitu tergolong makna asosiasi:
metafora, yaitu kata tubuh yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat Media Indonesia pada tanggal 1 dan 6 Maret 2015, mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata tubuh,yang tidak mengandung makna
yang sebenarnya dari kata tubuh.
82
Tabel 3.14 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
4 Tangan √
16 Tangan √
20 Tangan √
Jumlah - - 3 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi tangan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
14) Polisemi Nomina Tangan
Makna leksikal tangan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) anggota badan dari siku sampai ke
ujung jari atau dari pergelangan sampai ujung jari 2) sesuatu yang
digunakan sebagai atau menyerupai tangan 3) kekuasaan, pengaruh,
perintah: kekuasaan pemerintahan negara ada di rakyat. 43 Kata
polisemi tanganyang terdapat pada konteks dalam surat kabar Media
Indonesia salah satunya adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 4 Maret 2015, “Tim khusus yang
beranggotakan enam personel pulang dengan
tangan hampa”.
Penjelasan : Makna tangan yang terdapat pada tanggal 4 Maret
2015 menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 44
yaitu jika dilihat dari konteksnya mengandung
makna kiasan, yang bermakna ‘tidak mendapat apa-
apa atau sia-sia‟. Makna tangan pada tanggal 4
Maret 2015 bermakna asosiasi: idiom, yaitu kata
43
Ibid., hlm. 1395 44
Ibid., hlm.
83
tangan yang mengandung makna leksikal dengan
makna idiom yang maknanya tidak sama dengan
makna unsurnya, yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia pada tanggal 4 Maret 2015,
mempunyai makna tidak mendapat apa-apa atau sia-
sia, berbeda dengan makna leksikal dari kata
tangan.
Data : Tanggal 16 Maret 2105, “Ketua Dewan Syuro
PPP Maimun Zubair akan turun tangan imbuhnya”.
Penjelasan : Makna tangan yang terdapat pada tanggal 16
Maret 2015 menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat, 45 yaitu jika dilihat dari
konteksnya mengandung makna kiasan, yang
bermakna ‘turut mencampuri urusan‟. Makna
tangan pada tanggal 16 Maret 2015 bermakna
asosiasi: idiom, yaitu kata tangan yang mengandung
makna leksikal dengan makna idiom yang
maknanya tidak sama dengan makna unsurnya,
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
pada tanggal 16 Maret 2015, mempunyai makna
turut mencampuri urusan, berbeda dengan makna
leksikal dari kata tangan.
Data : Tanggal 20 Maret 2015, “Fraksi harus menjadi
tangankanan dari DPP partai Golkar”.
Penjelasan : Makna tangan yang terdapat pada tanggal 20
Maret 2015 menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat,46 yaitu jika dilihat dari
45
Ibid., 46
Ibid.,
84
konteksnya mengandung makna kiasan, yang
bermakna ‘pembantu utama‟. Makna tangan pada
tanggal 20 Maret 2015 bermakna asosiasi: idiom,
yaitu kata tangan yang mengandung makna leksikal
dengan makna idiom yang maknanya tidak sama
dengan makna unsurnya, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia pada tanggal 20 Maret 2015,
mempunyai makna pembantu utama, berbeda
dengan makna leksikal dari kata tangan.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata makna polisemi dari kata
tangan, tidak bermakna leksikal, yang berarti salah satu anggota badan, jika
dilihat dari konteksnya yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi
Maret 2015, kata tangan, yaitu tergolong makna asosiasi: idiom, yaitu kata tangan
yang mengandung makna leksikal dengan makna idiom yang maknanya tidak
sama dengan makna unsurnya, yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
pada tanggal 4, 16 dan 20 Maret 2015, mempunyai makna ‘yang berbeda yang
maknanya tidak sama dengan unsurnya, berbeda dengan makna leksikal dari kata
tangan‟.
85
Tabel 3.15 Polisemi Surat kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
5 Korban √
12 Korban √
Jumlah - - 2 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi korban yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
15) Polisemi Nomina Korban
Makna leksikal korban menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) pemberian untuk menyatakan
kebaktian, kesetiaan 2) orang, binatang, yang menjadi menderita
(mati dan sebagainya).47 Kata polisemi korban yang yang terdapat
pada konteks dalam surat kabar Media Indonesia salah satunya
adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 5 Maret 2015, “Pendapat berbeda
dikemukakan kepala Biro Riset Komisi untuk orang
hilang dan korban tindak kekerasan”.
Penjelasan : Makna korban yang terdapat pada tanggal 5 Maret
2015 menurut kamus Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa, 48 yaitu bermakna ‘sasaran‟.Kata
korban yang terdapat pada tanggal 5 Maret
bermakna leksikal.
Data : Tanggal 12 Maret 2015, “Mempertimbangkan
kondisi Indonesia yang darurat narkoba dan
47
Ibid., hlm. 733. 48
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional 2008.
86
melihat korban-korban yang semakin hari
jumlahnya terus bertambah”.
Penjelasan : Makna korban yang terdapat pada tanggal 12
Maret 2015 menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa,49
yaitu bermakna ‘sasaran‟.Kata
korban yang terdapat pada tanggal 12 Maret
bermakna leksikal.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata makna polisemi dari kata
korban dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, mempunyai makna
‘leksikal’. Menurut konteksnya, kata korban tidak mengalami dan tidak
ditemukan adanya perubahan makna dalam surat kabar Media Indonesia edisi
Maret 2015.
49
Ibid.,
87
Tabel 3.16 Polisemi Koran Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
4 Mata √
4 Mata √
15 Mata √
Jumlah 1 - 2 - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi mata yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015:
16) Polisemi Nomina Mata
Makna leksikal mata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat adalah 1) indera untuk melihat; indera penglihat 2)
sesuatu yang menyerupai mata (seperti lubang kecil, jala) 3) bagian
yang tajam pada alat pemotong (pada pisau, kapak) 4) sela antara dua
baris (pada mistar, derajat) 5) tempat tumbuh tunas (pada dahan, ubi) 6)
sesuatu yang menjadi pusat yang di tengah-tengah benar 7) yang
terpenting (sumbu, pokok).50Kata polisemi mata yang terdapat pada
konteks dalam surat kabar Media Indonesia salah satunya adalah
sebagai berikut:
Data : Pada tanggal 4 Maret 2015, “Mengikuti
pemeriksaan mata secara cuma-cuma”.
Penjelasan : Kata mata dalam konteks tersebut bermakna, yaitu
salah satu pancaindera yang mempunyai fungsi
untuk melihat ini berarti bermakna ‘leksikal’.
50
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Jakarta: PT
Gramedia, 2008), hlm.
88
Data : Tanggal 4 Maret 2015 pada konteks yang terdapat
kata mata ialah“Kegiatan pemeriksaan mata secara
gratis juga diselenggarakan di sekolah lain, di
Gadeng Rejo”.
Penjelasan : Makna matayang terdapat pada konteks kedua
tanggal 4 Maret 2015 ini mempunyai makna sama,
yaitu salah satu panca indera yang berfungsi untuk
melihat atau bermakna ‘leksikal’.
Data : Tanggal 15 Maret 2015, “KPU harus menyiapkan
strategi dan sistem pengawasan internal yang
mampu mencegah dan memproteksi jajarannya
untuk main mata dalam pilkada”.
Penjelasan : Makna mata yang terdapat pada konteks, yaitu
‘mengadakan kontak dengan pihak lain yang
menguntungkan pihak tertentu‟. Makna mata pada
tanggal 15 Maret 2015 bermakna asosiasi: idiom,
yaitu kata mata yang mengandung makna leksikal
dengan makna idiom yang maknanya tidak sama
dengan makna unsurnya, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia pada tanggal 15 Maret 2015,
mempunyai makna mengadakan kontak dengan
pihak lain, berbeda dengan makna leksikal dari kata
mata.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata makna polisemi dari kata
mata, dua di antaranya mengandung makna leksikal, yaitu salah satu pancaindera
yang mempunyai fungsi melihat’, lain halnya dengan makna kata mata yang
terdapat pada tanggal 15 Maret 2015, yang bermakna ‘mengadakan kontak
dengan pihak lain yang menguntungkan pihak tertentu‟. Hal ini menandakan
89
bahwa kata mata yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret
2015 jika dilihat dari konteksnya mengalami perubahan makna.
Tabel 3.17 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
6 Langkah √
18 Langkah √
28 Langkah √
28 Langkah √
Jumlah 4 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi langkah yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015:
17) Polisemi Nomina Langkah
Makna leksikal langkah menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat adalah 1) gerakan kaki (ke depan, ke
belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan 2) jarak antara dua kaki
waktu melangkah ke muka (waktu berjalan) 3) sikap; tindak-tanduk;
perbuatan, 4) tahap; bagian.51
Kata polisemi langkah yang terdapat
pada konteks dalam surat kabar Media Indonesiasalah satunya adalah
sebagai berikut:
Data : Tanggal 6 Maret 2015, “Agun menilai langkah
kubu Munas Bali malah memperpanjang sengkarut
dualisme kepemimpimpinan di tubuh Golkar”.
Penjelasan : Makna langkah yang terdapat pada 6 Maret 2015,
menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat
51
Ibid., hlm.784.
90
Bahasa52
yaitu bermakna ‘keputusan‟, jika dilihat
dari konteks bahwa Agun menilai melalui kubu
Munas Bali malah memperpanjang sengkarut
dualisme kepemimpinan di tubuh golkar.Makna
langkah pada tanggal 6 Maret 2015 bermakna
asosiasi: metafora, yaitu kata langkah yang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata langkah,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata langkah yang bermakna ‘keputusan’.
Data : Tanggal 18 Maret 2015, “Darwis menilai langkah
Menkum dan HAM mengajukan banding terhadap
putusan PTUN akan memperparah konflik di PPP”.
Penjelasan : Makna langkah yang terdapat pada tanggal 18
Maret 2015 menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa 53 juga bermakna ‘keputusan‟, jika
dilihat konteksnya melalui Menkum dan HAM
menurut Darwis bahwa pengajuan banding terhadap
putusan PTUN akan memperparah konflik di PPP.
Makna langkah pada tanggal 18 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata langkah
yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan
atau kedekatan dengan makna leksikal kata langkah,
yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata langkah yang bermakna „keputusan‟.
52
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 278. 53
Ibid.,
91
Data : Tanggal 28 Maret 2015, “Taufique Rachman Ruki
menyampaikan apresiasi atas langkah DPD RI yang
menyerahkan laporan harta kekayaan
penyelenggara negara anggota secara kolektif
kepada KPK”.
Penjelasan : Makna langkah yang terdapat pada tanggal 28
Maret 2015 menurut kamus tesaurus54
bermakna
‘keputusan‟, jika dilihat konteksnya atas tidakan
yang dilakukan DPD RI yang menyerahkan laporan
harta kekayaan penyelenggara anggota secara
kolektif kepada KPK sangat diapresiasi oleh
Taufique Rachman. Makna langkah pada tanggal 28
Maret 2015 bermakna asosiasi: metafora, metafora,
yaitu kata langkah yang mengandung arti kiasan,
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan
makna leksikal kata langkah, yang digunakan dalam
arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata langkah yang
bermakna ‘keputusan’.
Data : Tanggal 28 Maret 2015, “Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam sebagai langkah
untuk mencegah korupsi”.
Penjelasan : Makna langkah yang terdapat pada tanggal 28
Maret 2015 menurut Tesaurus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa 55 juga bermakna ‘keputusan‟, jika
dilihat konteksnya bahwa wujud dari Gerakan
Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam sebagai
keputusan atau tindakan, dan sikap untuk mencegah
54
Ibid., 55
Ibid.,
92
korupsi. Makna langkah pada tanggal 28 Maret
2015 bermakna asosiasi: metafora, metafora, yaitu
kata langkah yang mengandung arti kiasan, yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
mempunyai hubungan atau kedekatan dengan
makna leksikal kata langkah, yang digunakan dalam
arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata langkah yang
bermakna ‘keputusan’.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata langkah yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tidak terdapat makna
leksikal dari kata langkah, jika dilihat dari konteksnya kata langkah dalam surat
kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tergolong makna asosiasi: metafora,
yaitu keempat kata langkah yang mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam
surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan dengan makna
leksikal kata langkah, yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata langkah yang bermakna ‘tindakan’.
93
Tabel 3.18 Polisemi Surat Kabar Media Indonesia Edisi Maret 2015
Tanggal Data Kelas Kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
2 Kunci √
4 Kunci √
Jumlah 2 - - - - - - - - - - - - -
Berikut deskripsi dari kata polisemi kunci yang terdapat surat kabar Media
Indonesia edisi Maret 2015:
18) Polisemi Nomina Kunci
Makna leksikal kunci menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat adalah 1) alat untuk mengancing pintu, peti, dan
sebagainya 2) alat yang dibuat dari logam untuk membuka atau
mengancing pintu dengan cara memasukkannya ke dalam lubang yang
ada pada induk kunci anak kunci 3) pengancing pintu, peti yang
terpasang pada pintu, peti dan sebagainya 4) alat yang digunakan
untuk membuka dan memasang sekrup 5) alat untuk menghidupkan
atau menjalankan mesin (mobil dan sebagainya) 6) sendi (pertemuan
tulang).56 Kata polisemi kunci yang terdapat pada konteks dalam surat
kabar Media Indonesia salah satunya adalah sebagai berikut:
Data : Tanggal 2 Maret 2015, “Pembenahan sistem
rekrutmen kader partai politik menjadi kunci guna
mewujudkan akuntabilitas pemilihan umum yang
berkualitas”.
Penjelasan : Makna kunci yang terdapat pada tanggal 2 Maret
2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat
56
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Jakarta: PT
Gramedia, 2008), hlm. 757.
94
Bahasa 57
yaitu bermakna ‘rahasia‟, jika dilihat dari
konteksnya pembenahan sistem rekrutmen kader
partai politik menjadi sebuah rahasia untuk
mewujudkan akuntabilitas pemilihan umum yang
berkualitas. Makna kunci pada tanggal 2 Maret 2015
bermakna asosiasi: metafora, yaitu kata kunciyang
mengandung arti kiasan, yang terdapat dalam surat
kabar Media Indonesiamempunyai hubungan atau
kedekatan dengan makna leksikal kata kunci, yang
digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu
kata kunci yang bermakna ‘rahasia’.
Data : Tanggal 4 Maret 2015, “Faktor keamanan
memegang kunci terjaminnya pelaksanaan kerja
pemerintahan Joko Widodo – Jusuf kalladalam
mengejar target pertumbuhan ekonomi. TNI dan
Polri pun dituntut lebih bersinergi dalam mengawal
stabilitas keamanan”.
Penjelasan :Makna kunci yang terdapat pada tanggal 4 Maret
2015, menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa58yaitu bermakna ‘rahasia‟, jika dilihat dari
konteksnya ada faktor keamanan untuk memegang
rahasia terjaminnya pelaksanaan kerja pemerintahan
Joko Widodo- Jusuf Kalla. Makna berkembang
pada tanggal 4 Maret 2015 bermakna asosiasi:
metafora, yaitu kata kunci yang mengandung arti
kiasan, yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan
57
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional 2008), hlm. 268. 58
Ibid.,
95
dengan makna leksikal kata kunci, yang digunakan
dalam arti yang bukan sebenarnya, yaitu kata kunci
yang bermakna ‘rahasia’.
Simpulan dari data di atas adalah penggunaan kata kunci yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, tidak bermakna leksikal,
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 kata kunci tergolong makna
asosiasi: metafora, yaitu kata kunciyang mengandung arti kiasan, yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia mempunyai hubungan atau kedekatan dengan
makna leksikal kata kunci,yang digunakan dalam arti yang bukan sebenarnya,
yaitu kata kunci yang bermakna ‘rahasia’ yang terdapat dalam surat kabar Media
Indonesia edisi Maret 2015.
B. Tabel Jenis Makna Polisemi
Polisemi terjadi karena adanya perubahan, baik perubahan dari
objek atau benda, waktu, lembaga dan lain sebagainya. Di bawah ini, kata
polisemi yang mengalami perubahan makna dalam surat kabar Media
Indonesia edisi Maret 2015 yang menyangkut makna asli dengan makna
jenis perubahan maknanya:
4.1 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
1 Berjalan √
5 Berjalan √
7 Berjalan √
11 Berjalan √
17 Berjalan √
Jumlah 1 4
96
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata berjalan
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesiaedisi Maret 2015, dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora terdapat
empat kata berjalan yang mengalami perubahan makna yang menjadi
asosiasi metafora karena maknanya tidak mengandung makna asli atau
leksikalnya, seperti kata berjalan pada tanggal 1, yang bermakna
mengenai suatu proses, yaitu ‘berlangsung’ sedangkan yang bermakna
leksikal berjumlah satu kata berjalan.
4.2 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
3 Melahirkan √
23 Melahirkan √
28 Melahirkan √
Jumlah 1 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata melahirkan
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora terdapat dua
kata melahirkan yang mengalami perubahan makna yang menjadi asosiasi
metafora, seperti pada tanggal 3 Maret 2015, kata melahirkan yang
mengandung kiasan metafora, yaitu bukan bermakna melahirkan anak
manusia, melainkan membuat atau memunculkan sebuah partai.
sedangkan yang bermakna leksikal berjumlah satu kata melahirkan.
97
4.3 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
1 Lewat √
6 Lewat √
9 Lewat √
20 Lewat √
24 Lewat √
Jumlah 5
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata lewat yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal artinya kata lewat pada edisi Maret 2015 tidak
mengalami perubahan makna, atau bermakna leksikal.
4.4 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
5 Mendorong √
9 Mendorong √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata mendorong
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora terdapat dua
kata mendorong yang mengalami perubahan makna yang menjadi asosiasi
metafora, karena maknanya tidak mengandung makna asli atau
98
leksikalnya, kata mendorong pada edisi Maret 2015, bermakna ‘mendesak’
bukan bermakna menekan sesuatu ke arah depan.
4.5 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
2 Berkembang √
17 Berkembang √
17 Berkembang √
29 Berkembang √
30 Berkembang √
Jumlah 5
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata berkembang
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora terdapat lima
kata berkembang yang mengalami perubahan makna yang menjadi
asosiasi metafora, karena maknanya tidak mengandung makna asli atau
leksikalnya, kata berkembang pada edisi Maret 2015, bermakna ‘maju’
bukan bermakna mekar.
99
4.6 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
1 Maju √
9 Maju √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata maju yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal artinya kata maju pada edisi Maret 2015 tidak
mengalami perubahan makna, atau bermakna leksikal.
4.7 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
6 Mengikat √
18 Mengikat √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata mengikat
yang terdapat dalamsurat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal artinya kata mengikat pada edisi Maret 2015 tidak
mengalami perubahan makna, atau bermakna leksikal.
100
4.8 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
7 Menjalani √
22 Menjalani √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata menjalani
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal artinya kata menjalani pada edisi Maret 2015 tidak
mengalami perubahan makna, atau bermakna leksikal.
4.9 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
12 Matang √
13 Matang √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata matang yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal artinya kata matang pada edisi Maret 2015 tidak
mengalami perubahan makna, atau bermakna leksikal.
101
4.10 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
1 Kepala √
2 Kepala √
3 Kepala √
4 Kepala √
5 Kepala √
Jumlah 5
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata kepala dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora, karena kata
kepala yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015,
mengandung makna kiasan atau metaforis yang semula bermakna leksikal,
seperti makna kepala yang bermakna dalam surat kabar Media Indonesia
adalah seorang pemimpin atau orang yang mempunyai kedudukan yang
penting dibandingkan yang lain. Kata kepala yang berjenis kata gramatikal
asosiasi metafora berjumlah lima kata.
4.11 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
17 Jalan √
18 Jalan √
18 Jalan √
Jumlah 3
102
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata jalan dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora, karena kata
jalan yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesiaedisi Maret 2015,
mengandung makna kiasan atau metaforis jika dilihat dari konteksnya.
Kata jalan yang berjenis kata gramatikal asosiasi metafora berjumlah tiga
kata.
4.12 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
6 Jalur √
9 Jalur √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata jalur dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora, karena kata
jalur yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015,
mengandung makna kiasan atau metaforis yangbermakna lekisal, seperti
makna jalur yang bermakna dalam surat kabar Media Indonesia adalah
‘cara’, yaitu makna leksikal namun mengandung metafora. Kata jalur
yang berjenis kata gramatikal asosiasi metafora berjumlah dua kata.
4.13 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
1 Tubuh √
103
6 Tubuh √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata tubuh yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, makna
leksikal berubah menjadi makna gramatikal asosiasi metafora, karena kata
tubuh dalam surat kabar Media Indonesia tidak bermakna sebenarnya atau
asli, melainkan menggunakan makna kiasan.
4.14 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
4 Tangan √
16 Tangan √
20 Tangan √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata tangan yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
mengalami perubahan makna menjadi makna idiom, kata tangan yang
bukan bermakna leksikal atau makna aslinya, yaitu salah satu anggota
tubuh.
4.15 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
5 Korban √
104
12 Korban √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata korban yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal artinya kata korban pada edisi Maret 2015 tidak
mengalami perubahan makna, atau bermakna leksikal.
4.15 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
4 Mata √
4 Mata √
15 Mata √
Jumlah 2 1
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata mata yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, yang
bermakna leksikal terdapat dua kata, sedangkan yang mengalami
perubahan dari makna leksikal menjadi makna idiom terdapat satu kata.
Seperti main mata, itu mengandung makna idiom.
4.17 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
6 Langkah √
105
18 Langkah √
28 Langkah √
28 Langkah √
Jumlah 4
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata langkah dari
makna leksikal berubah makna gramatikal asosiasi metafora, karena kata
langkah yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret
2015, mengandung makna kiasan atau metaforis yang semula bermakna
leksikal, seperti makna langkah yang bermakna ‘tindakan’ bukan gerakan
kaki (ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan. Kata
langkah yang berjenis kata gramatikal asosiasi metafora berjumlah empat
kata.
4.18 Tabel Jenis Makna Polisemi
Tanggal
Data
Jenis kata
Leksikal Gramatikal
Asosiasi:
Metafora
Asosiasi:
Idiom
2 Kunci √
4 Kunci √
Jumlah 2
Berdasarkan tabel di atas, dinyatakan bahwa data kata kunci yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, makna
leksikal berubah menjadi makna gramatikal asosiasi metafora, karena kata
kunci dalam surat kabar Media Indonesia tidak bermakna sebenarnya atau
asli, melainkan menggunakan makna kiasan.
106
C. Wujud Perubahan Makna
1. Perubahan Makna Polisemi Nomina Mata Bermakna Asosiasi:
Idiom
Perubahan makna, yaitu menurut teori Stephen Ullmann,
perubahan makna yang terdapat pada kata mata adanya faktor sebagai
bahasa figuratif (kiasan). Sebuah kata dapat diberi dua atau lebih
pengertian yang bersifat figuratif tanpa menghilangkan makna
orisinilnya: makna yang lama dan baru tetap hidup berdampingan
sepanjang tidak ada kekacauan makna, dalam hal ini metafora-
metafora ini memancar dari makna sentral kata.59 Seperti pada kata
matayang terdapat pada konteks dalam surat kabar Media
Indonesiaedisi Maret 2015, yang bermakna mengadakan kontak
dengan pihak lain yang menguntungkan pihak tertentu,bukan
bermakna salah satu panca indera.
2. Perubahan Makna Polisemi Nomina Tangan Bermakna Asosiasi:
Idiom
Perubahan makna, yaitu menurut teori Stephen Ullmann,
perubahan makna yang terdapat pada kata tangan adanya faktor
metafora antropomorfis, pada metafora antropomorfis ini bahwa
polisemi dapat dilihat dari sejumlah kecil metafora yang
membandingkan benda yang tak bernyawa dengan salah satu anggota
manusia.60Hal ini pada kata tangan, yaitu yang terdapat pada konteks
sebagai berikut:
a. Tanggal 4 dan tanggal 20 Maret 2015, tangan hampa, yang
bermakna tidak memperoleh sesutu apapun.
b. Tanggal 20 Maret 2015, tangan kanan, yang bermakna penolong.
Kata tangan dalam konteks tersebut menunjukkan adanya
perbandingan antara benda yang tidak bernyawa dengan salah satu
anggota manusia.
59
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm.206 60
Ibid.,267
107
Begitupun ada konteks yang menunjukkan sebalikanya,
yaitu dari bagian tubuh manusia dijadikan benda tidak bernyawa,
seperti halnya pada kata tangan yang terdapat pada konteks, yaitu
c. Tanggal 16 Maret 2015, turun tangan, kata tangan dalam konteks
ini menunjukkan bahwa sebuah benda yang tidak bernyawa.
3. Perubahan Makna Polisemi Verba berjalan Bermakna Asosiasi:
Metafora
Berdasarkan teori Stephen Ullmann, perubahan makna ini terjadi
karena adanya faktor sebab-sebab sosial, yaitu ada yang menyempit
ataupun meluas,61pada kata berjalan yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015 mengalami perluasan makna,
seperti:
a. Berjalan pada tanggal 1, 7, dan 17 Maret 2015, bermakna:
berlangsung.
b. Berjalan pada tanggal 5 Maret 2015, bermakna: tentang waktu.
c. Berjalan pada tanggal 11 Maret 2015, bermakna: kegiatan berjalan
menggunakan kaki.
4. Perubahan Makna Polisemi Verba melahirkan Bermakna
Asosiasi: Metafora dan Leksikal
Berdasarkan teori Stephen Ullmann, perubahan makna ini
terjadi karena adanya faktor sebab-sebab sosial, yaitu ada yang
menyempit ataupun meluas, 62 pada kata melahirkan yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015 mengalami
perluasan makna, seperti:
a. Melahirkan pada tanggal 3, dan 23 Maret 2015, bermakna: tentang
kemunculan di partai politik.
b. Melahirkan pada tanggal 28 Maret 2015, bermakna: lahirnya
seorang manusia ke dunia (anak).
61
Ibid.,205 62
Ibid.,
108
D. Faktor Penyebab Munculnya Polisemi Berdasarkan Data
Faktor- faktor di bawah ini berpatokan sebagaimana yang terdapat
dalam teori Stephen Ullmann dalam bukunya ‘Pengantar Semantik’,
Ullmann menyebutkan faktor munculnya polisemi, yaitu pergeseran
penggunaan, spesialisasi dalam lingkungan sosial, bahasa figuratif,
homonim-homonim yang diinterpretasikan, dan pengaruh asing.63
Adapun
yang terdapat pada data yang ada dalam surat kabar Media Indonesia
rubrik politik edisi Maret 2015, yaitu muncul faktor pergeseran
penggunaan seperti kata melahirkan, berjalan, dan matang. dan faktor
bahasa figuratif seperti kata mata dan tangan. Adapun kata lewat,
mendorong, berkembang, maju, mengikat, menjalani, kepala, jalan, jalur,
tubuh, korban,langkah, kunci, yaitu faktor spesialisasi dalam lingkungan
sosial,berikut deskripsinya:
1. Faktor Pergeseran Penggunaan
a. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia tanggal
3 Maret 2015, verba melahirkan yang semula hanya untuk manusia dan
binatang, itupun dengan cara dan proses yang berbeda. Seperti yang
terdapat dalam konteks Media Indonesia “Arsul Sani berkeyakinan
partainya tidak akan mengulangi perpecahan seperti sebelumnya yang
melahirkan partai Bintang Reformasi”. Kata yang tadinya digunakan
untuk manusia dan binantang, kini bisa digunakan dalam hal mengenai
dunia politik, yaitu bukan melahirkan manusia ataupun seekor
binantang, melainkan melahirkan atau mencetuskan sebuah partai.
b. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia tanggal
7 Maret 2015, verba berjalan yang bermakna suatu kegiatan yang
menggunakan kaki. Seperti yang terdapat dalam konteks Media
Indonesia mengalami adanya pergeseran penggunaan pada kata
berjalan, “Komitmen pemberantasan korupsi tetap berjalan biasa”.
Kata berjalan yang semula bermakna suatu kegiatan yang
menggunakan kaki kini mengalami pergeseran penggunaan, yaitu
63
Ibid., 202-210.
109
bermakna berlaku, artinya dilihat dari konteksnya komitmen
pemberantasan korupsi tetap berlaku biasa, tidak bermakna bahwa
komitmen pemberantasan korupsi berjalan kaki seperti biasa.
c. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia tanggal
12 Maret 2015, ajektiva matang yang biasanya digunakan untuk buah
yang sudah siap makan, atau masakan yang sudah dimasak dahulu
sebelum disantap, dan lain-lain, dalam konteks yang terdapat Media
Indonesia mengalami adanya pergeseran penggunaan pada kata
matang, “Presiden telah matang mempertimbangkan kondisi
Indonesia”. Artinya bahwa presiden telah „baik-baik‟
mempertimbangkan kondisi Indonesia, untuk itu bukan bermakna
bahwa pertimbangan presiden setelah dimasak.
2. Faktor Bahasa Figuratif (kiasan)
a. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
tanggal 15 Maret 2015, kata mata yang dapat dipakai untuk
lingkup yang sangat luas di samping acuannya pada organ tubuh,
dalam konteks kata mata yang terdapatsurat kabar Media
Indonesia, “KPU harus menyiapkan strategi dan sistem
pengawasan internal yang mampu mencegah dan memproteksi
jajarannya untuk main mata dalam pilkada”. Konteks tersebut
dapat mengacu pada makna leksikal dan juga makna kiasan, jika
makna leksikal pada kata mata yang sesuai dengan konteks seperti
mencegah jajarannya untuk main mata, artinya main mata
menggerakkan matanya ke kiri, kanan dan ke samping. Jika
mengacu pada makna kiasan, yaitu bermakna mengadakan kontak
dengan pihak lain.
b. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
tanggal 4 Maret 2015, kata tangan yang dapat dipakai untuk
lingkup yang sangat luas di samping acuannya pada organ tubuh,
dalam konteks kata tangan yang terdapat Media Indonesia, “Tim
khusus yang beranggotakan enam personel pulang dengan tangan
110
hampa”. Kata tanganyang terdapat dalam konteks bermakna tidak
mendapat apa-apa atau sia-sia, bukan yang bermakna tangan yang
tidak menggenggam apa-apa, ini disebabkan adanya kiasan dari
kata tangan.
c. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
tanggal 16 Maret 2015, kata tangan yang dapat dipakai untuk
lingkup yang sangat luas di samping acuannya pada organ tubuh,
dalam konteks kata tangan yang terdapatdalam surat kabar Media
Indonesia, “Ketua Dewan Syuro PPP Maimun Zubair akan turun
tangan imbuhnya”. Kata tanganyang terdapat dalam konteks
bermakna turut mencampuri urusan, bukan yang bermakna tangan
yang turun dari atas ke bawah.
d. Sebagaimana yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
tanggal 20 Maret 2015, kata tangan yang dapat dipakai untuk
lingkup yang sangat luas di samping acuannya pada organ tubuh,
dalam konteks kata tangan yang terdapatdalam surat kabar Media
Indonesia, “Fraksi harus menjadi tangan kanan dari DPP partai
Golkar”. Kata tanganyang terdapat dalam konteks bermakna
pembantu utama, bukan yang bermakna tangan yang berada di
sebelah kanan lawan dari sebelah kiri.
3. Faktor Spesialisasi dalam Lingkungan Sosial
a. Makna lewat yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
edisi 6 Maret 2015, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
yaitu bermakna ‘melalui‟, jika dilihat dari konteksnya;
melalukan konsolidasi partai melalui musda Kabupaten dan
Musda Provinsi, ini berati kata lewat pada tanggal 6 Maret
memiliki makna leksikal, terdapat penyingkatan verbal dalam
situasi dan lingkungan, kata lewat digunakan pada lingkungan
atau situasi politik yang dimana kata lewat bermakna ‘melalui’.
b. Makna berkembang yang terdapat pada tanggal 29 Maret 2015,
menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yaitu
111
bermakna ‘mekar, mengembang dan meluas‟,64 makna meluas
yang terdapat pada konteks mengandung makna metafora dari
kata berkembang, yaitu bahwa Ryamizard menegaskan segala
bentuk terorisme tidak boleh maju di Indonesia. Kata
berkembang jika situasinya membicirakan tentang pohon, yaitu
suatu pohon yang sudah berkembang berbeda dengan situasi
yang ada ada konteks dalam surat kabar Media Indonesia
tanggal 29 Maret 2015 bahwa kata berkembang, yaitu
bermakna ‘meluas’ yakni Ryamzard menegaskan bahwa
terorisme tidak boleh meluas di Indonesia.
c. Makna mendorong yang terdapat pada tanggal 9 Maret 2015
menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa bermakna
‘mendesak‟,65
jika dilihat konteksnya, ada seseorang yang
mendesak agar DPRD atau pejabat daerah Indonesia
memberikan usulan demi meningkatkan kinerja mereka. Kata
mendorong jika digunakan oleh orang berprofesi berjualan air
keliling yang menggunakan gerobak beroda dua, maka
bermakna ‘kegiatan yang dilakukan oleh seseorang ke arah
depan’ jika dilihat dari konteks surat kabar Media Indonesia,
yaitu bermakna ‘mendesak’ seperti pada kalimat di atas.
d. Makna maju yang terdapat pada tanggal 9 Maret 2015, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia,66 yaitu bermakna ‘tampil‟, jika
dilihat dari konteksnya, Irman optimis bahwa masyarakat bisa
lebih mengenal siapa yang tampil calon kepala daerah. Kata
maju jika digunakan oleh orang yang bertugas mengibarkan
bendera, maka kata maju bermakna melangkahkan kaki ke
depan untuk sampai tujuan, jika dilihat dari konteks yang
terdapat dalam surat kabar Media Indonesia, bermakna
‘tampil’, yaitu seperti yang dijelaskan di atas.
64
Ibid., 65
Ibid., 66
Ibid.,
112
e. Makna mengikat yang terdapat pada tanggal 6 Maret 2015
Kamus Besar Bahasa Indonesia67
bermakna leksikal, yaitu
‘menyatukan‟, jika dilihat dari konteksnya menurut penjelasan
Andi bahwa jika inpres menyatukan ke jajaran pemerintah dan
menjadi strategi nasional pemberantasan korupsi. Kata
mengikat jika digunakan pada orang yang berprofesi penjual
balon, makan penjual balon tersebut mengikat menyatukan
balon dengan tali dan diikat dengan batu kecil agar tidak
terbang, makna mengikat dengan konteks yang terdapat dalam
koran Media Indonesia juga sama yang bermakna
‘menyatukan’, jika dilihat dari konteksnya memiliki makna
berbeda.
f. Makna menjalani yang terdapat pada tanggal 22 Maret 2015
juga bermakna leksikal, yaitu ‘menempuh‟, jika dilihat dari
konteksnya Denny menjalani pemeriksaan dengan tuntas yang
dilakukan oleh penyidik, jika kata menjalani dalam situasi dan
konteks yang berbeda maka maknanya juga berbeda.
g. Kata kepala dalam konteks tersebut bermakna ‘pemimpin
atauorang yang mempunyai posisi atau jabatan penting di salah
satu Staf Angkatan Darat’, jika dilihat dari konteksnya. Kata
kepala sering diartikan seperti jabatan yang paling tertinggi,
walaupun berbeda nama gelar atau panggilan dalam profesi
seseorang.
h. Makna jalan yang terdapat pada tanggal 18 Maret 2015,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna,68
„cara’jika dilihat dari konteksnya jika cara islah itu pun masih
sulit tercapai, karena ada intervensi dari pihak luar. Kata jalan
berbeda makna jika dari situasinya berbeda, misalnya banyak
pedagang yang masih berjualan di pinggir jalan, jalan dalam
68Ibid.,
113
kalimat tersebut bermakna ‘’tempat’’ berbeda dengan konteks
yang terdapat di atas.
i. Makna jalur yang terdapat pada tanggal 9 Maret 2015, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia69 bermakna ‘cara‟, jika dilihat
konteksnya cara independen tidak lebih mudah ketimbang dari
syarat bagi calon dari partai politik. Kata jalur jika dalam
situasi yang berbeda misalnya kata jalur yang digunakan dalam
konteks jalan, yaitu bermakna ‘garis atau batasan pada jalan’,
jika dilihat dari konteks surat kabar Media Indonesia berbeda
makna, yaitu ‘cara’.
j. Makna tubuh yang terdapat pada tanggal 1 Maret 2015, yaitu
jaringan partai, jika dilihat dari konteksnya bahwa ada
pencegahan agar tidak terjadi perpecahan dalam jaringan partai
yang berlambang matahari tersebut. Kata tubuh yang diketahui
oleh orang-orang atau kelompok sosial, yaitu bermakna ‘jasad’,
namun jika yang terdapat dalam konteks surat kabar Media
Indonesia yang sedang membeicarakan jaringan partai yang
terjadi perpecahan.
k. Makna korban yang terdapat pada tanggal 5 Maret 2015
menurut kamus tesaurus, 70 yaitu bermakna ‘sasaran‟, jika
dilihat dari konteksnya Pendapat berbeda dikemukakan kepala
Biro Riset Komisi untuk orang hilang dan korban tindak
kekerasan”. Kata korban yang biasa juga sering disebut oleh
orang-orang pengganti kata sasaran kejahatan.
l. Makna langkah yang terdapat pada tanggal 28 Maret 2015
menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa 71 juga
bermakna ‘keputusan‟, jika dilihat konteksnya bahwa wujud
69
Ibid., 70
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional 2008.
71
Ibid.,
114
dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam
sebagai keputusan atau tindakan, dan sikap untuk mencegah
korupsi. Jika kata langkah digunakan dalam situasi yang
berbeda, kata langkah yang bermakna sebuah gerakan kaki
untuk mulai berjalan, untuk itu kata langkah dapat berbeda
makna dari perbedaan situasi.
m. Makna kunci yang terdapat pada tanggal 2 Maret 2015,
menurut Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa 72
yaitu
bermakna ‘rahasia‟, jika dilihat dari konteksnya pembenahan
sistem rekrutmen kader partai politik menjadi sebuah rahasia
untuk mewujudkan akuntabilitas pemilihan umum yang
berkualitas. Jika menurut makna leksikal dari kata kunci yaitu
bermakna sebagai alat untuk mengamankan sesuatu seperti
pintu, kendaraan dan lain-lain, dalam situasi yang berbeda
seperti pada konteks di atas kata kunci bermakna sebuah
rahasia.
E. Fungsi Polisemi
Polisemi yang terdapat dalam surat kabar memberi warna tersendiri
karena tidak hanya ditemukan dalam buku yang berkategori dalam
pendidikan atau ilmu pengetahuan, polisemi juga dapat ditemukan dalam
surat kabar, hal ini menjadi nilai tambahan, begitu juga menyangkut
penelitian ini yang memilih objek penelitian, yaitu surat kabar.
Fungsi polisemi yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
edisi Maret 2015, menunjukkan bahwa setiap kata mempunyai makna
yang berbeda-beda. Dari variasi makna tersebut, pembaca dapat memilih
makna yang tepat sesuai dengan konteks untuk disandingkan dengan
bacaan dan kalimat selanjutnya yang paling tepat dari beberapa kata yang
mengandung polisemi. Kata yang berpolisemi, yaitu yang mempunyai
banyak makna, maknanya tidak jauh atau masih dapat dikaitkan dengan
72
Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional 2008.
115
makna asalnya. Fungsi makna polisemi bahwa ada sebuah kata yang
penting, kata yang mempunyai makna yang tidak hanya tersirat tetapi juga
memberikan tugas kepada pembaca agar dapat mencocokan makna apa
yang ada dalam tulisan.
Fungsi polisemi yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia
menunjukkan bagian yang terpenting, misalnya kata kepala yang terdapat
dalam surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015, kata kepala yang
banyak terdapat dalam koran ini, kepala daerah, kata itu tentu mempunyai
makna, yaitu ‘pemimpin di sebuah daerah, atau orang yang mempunyai
jabatan yang penting di daerahnya’. Berbeda halnya apabila terdapat kata
kepala yang bermakna leksikal yaitu, bagian tubuh yang sangat penting.
Kata yang mengandung makna polisemi juga dapat dilihat dan ditentukan
dari konteksnya.
F. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Kebahasaan di
SMP
Materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang terdapat pada
kelas VII SMP, salah satunya pada indikator pelajaran, yaitu mampu
menemukan makna kata polisemi. Materi ini, menunjukkan definisi makna
polisemi, setelah peserta didik tahu mengenai makna polisemi, kemudian
mencari makna polisemi yang terdapat dalam koran. Setelah itu, peserta
didik akan mengetahui tentang perubahan makna, mengaktegorikan makna
tersebut dalam kelas kata, dan mengetahui penyebab terjadinya makna
polisemi.
Penelitian ini juga menjadi bahan pelajaran bagi peserta didik, agar
lebih mengetahui makna dari kata-kata yang ditulis maupun dibacanya,
karena setiap kata mempunyai makna, dan bahkan mempunyai banyak
makna. Hal ini dapat menunjukkan kepada peserta didik, bahwa kata-kata
bahasa Indonesia juga mempunyai keunikan yang tidak kalah dengan kata-
kata yang terdapat pada bahasa asing lainnya. Sebelum mendapatkan
materi ini, peserta didik yang berpikir kritis akan bertanya-tanya tentang
116
kata, kata yang mempunyai makna tidak hanya satu saja, melainkan
beberapa makna yang juga terdapat dalam satu kata tersebut, dan itu
dinamakan polisemi jika ciri-ciri kata yang bermakna tersebut termasuk ke
dalam ciri-ciri makna dari kata yang berpolisemi.
Menemukan makna polisemi harus teliti dan juga cermat, terlebih
jika mencari kata polisemi yang terdapat dalam koran. Salah satu untuk
mempermudah peserta didik kelas VII SMP dalam menemukan kata yang
bermakna polisemi dengan cara membaca dengan cermat, kemudian jika
ditemukan kata yang mengandung polisemi peserta didik dapat
memberikan tanda, bahwa kata yang ditandainya mengandung makna
polisemi. Peserta didik juga dapat dibantu dalam mencari makna polisemi
yang terdapat dalam koran untuk menemukan makna leksikal ataupun
makna polisemi, yaitu dengan menggunakan kamus, kamus yang
digunakan dalam hal ini, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesiaedisi
keempat, dan juga bisa Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Kemendiknas tahun 2008. Untuk itu, peserta didik yang masih belajar
pada tingkat menengah pertama ini dapat sangat terbantu, karena
menemukan kata yang bermakna polisemi tidak mudah, harus dibutuhkan
ketelitian, kecermatan, dan kosa kata yang banyak juga. Dalam
menemukan makna polisemi tidak terlepas dari konteks, karena makna
juga disandingkan dengan konteks, menemukan makna juga harus melihat
konteksnya terlebih dahulu kemudian barulah memilih makna yang paling
tepat dengan konteks tersebut. Oleh sebab itu, peserta didik juga harus
melihat konteks terlebih dahulu dengan teliti kemudian memilih makna
yang paling tepat yang sesuai dengan konteks yang dibacanya.
117
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Penulis berhasil mengumpulkan surat kabar Media Indonesia edisi Maret 2015.
Dari surat kabar tersebut, penulis menganalisis kata yang bermakna polisemi dengan
menggunakan teori Stephen Ullmann. Setelah diteliti, terdapat 18 jenis kata yang
bermakna polisemi dengan berbagai macam kategori kelas kata. Pada ketegori verba
berjumlah 8 makna kata yang mengandung polisemi, untuk kategori ajektiva
berjumlah 1 kata makna polisemi, dan kategori nomina berjumlah 9 kata yang
bermakna polisemi.Adapun bentuk perubahan makna polisemi, yaitu dari masing-
masing jumlah dari 18 jenis kata, makna polisemi yang mengandung makna leksikal
berjumlah 19 kata, untuk asosiasi metafora berjumlah 31 kata, dan untuk asosiasi
idiom berjumlah 3 kata. Terdapat dua terjadinya polisemi, yaitu faktor pergeseran
penggunaan, seperti kata melahirkan, berjalan, dan matang.Kata bermakna figuratif
yang terdapat dalam surat kabar Media Indonesia adalah, kata mata, tangan. Masing-
masing kata mata terdapat dalam Media Indonesia 1 kata, dan kata tangan terdapat
dalam Media Indonesia ada tiga kata.
Hasil penelitian mengenai makna polisemi yang terdapat dalam surat kabar
Media Indonesia edisi Maret 2015, dapat dijadikan sebagai alternatif strategi dalam
pembelajaran, yaitu strategimenemukan makna kata polisemi secara cepat dan tepat
sesuai dengan konteks yang ada dalam koran Media Indonesia edisi Maret 2015 yang
ada di kelas VII SMP, dan juga menjadi strategi siswa bagaimana cara menggunakan
makna polisemi.Melalui media surat kabar tersebut siswa diperlihatkan secara
langsung bagaimana mencari makna polisemi yang terdapat dalam koran tersebut.
118
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran
yang berkaitan dengan penelitian ini, saran tersebut mencakup untuk guru, siswa,
maupun untuk mahasiswa yang akan melakukan penelitian.
1. Bagi Siswa dan Guru
Penelitian ini dapat membantu siswa dan guru untuk mengadakan proses
pembelajaran yang lebih variatif dengan menggunakan media surat kabar.
Melalui pembelajaran tersebut, siswa lebih mengetahui dan memahami makna
kata yang terdapat dalam media lain, selain buku pelajaran yang ada di
sekolah.
2. Bagi Mahasiswa
Penelitian bahasa yang membahas makna polisemi dengan objek surat kabar
belumlah banyak dilakukan, untuk itu peneliti berharap akan ada penelitian-
penelitian selanjutnya yang akan menyempurnakan atau mengembangkan
penelitian ini.
3. Bagi Masyarakat
Melalui penelitian ini, diharapkan masyarakat semakin minatuntuk membaca
surat kabar yang saat ini mulai sedikit peminat pembacanya, akibat media
massa bukan hanya cetak saja, melainkan adanya media elektronik yang lebih
mudah untuk dijangkau oleh pembaca. Walaupun begitu, surat kabar tidak
kalah dengan media lain dalam menyajikan berita-berita teraktual.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, Jakarta: Erlangga, 2013.
Agustin, Cyindhi Maya, Analisis Verba Tsukeru Sebagai Polisemi dalam Bahasa
Jepang, Fakultas Bahasa dan Seni, Univesrsitas Negeri Semarang, 2013.
Alpian, Pipin, dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan MTs. Kelas I
Bandung: PT. Sarana Panca Karya Nusa, 2004.
Assegaff, Dja’far H., Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek
Kewartawanan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
Azizah, Ismiyati Nur ‘Polisemi Kata Wali dalam Alquran: Studi Kasus
Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab, Universitas Syarif Hidayatullah
Jakrta,2011.
Badudu, J.S, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III, Jakarta: PT. Gramedia,
1993.
Barus, Sedia Willing, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, Jakarta:
Erlangga, 2010.
Cangara, Hafied, Komunikasi Politik Konsep, Teori, dan Strategi, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2009.
Chaer, Abdul, Bahasa Jurnalistik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.
Dalman, Keterampilan Membaca, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Djajasudarma, Fatimah, Semantik 1 Pengantar Ilmu ke Arah Ilmu Makna,
Bandung: Refika Aditama, 1999.
Djajasudarma, Fatimah, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal, Bandung:
Refika Aditama, 2012.
Ebyhara, Abu Bakar, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2010.
Efendi, Anwar, Bahasa dan Sastra Dalam Berbagai Perspektif, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2008.
Effendy, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992.
Effendy, Onong uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000.
Hurford, James R, Semantic A Coursebook, New York: Cambridge University
Press, 2007.
Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 2010.
Kridalaksana, Harimurti, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Kuncoro, Mudrajad, Mahir Menulis Kiat Jitu Menulis Artikel, Opini, Kolom, dan
Resensi Buku, Jakarta: Erlangga, 2009.
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Muhtadi, Asep Saeful, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik, Pamulang
Timur: PT Logos Wacana Ilmu, 1999.
Pateda, Mansoer, Semantik Leksikal, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.
Pawito, Komunikasi Politik Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta:
Jalasutra,2009.
Pujiono, Setyawan, Terampil Menulis Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Bahasa Indonesia,
2008.
Putra, R. Masri Sareb, Media Cetak Bagaimana Merancang dan Memroduksi,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Putrayasa, Ida, Kalimat Efekstif Diksi, Struktur, dan Logika, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2007.
Rahardi, R. Kunjana, Seni Memilih Kata Peranti dan Strategi Komunikasi
Profesional Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Yayasan
Pustaka Nusantara, 2007.
Resmini, Novi dan Iyos A. Rosmana, dll, Kebahasaan I (Fonologi, Morfologi dan
Semantik), Bandung: UPI PRESS, 2006.
Rohmadi, Muhammad, Jurnalistik Media Cetak: Kiat Sukses Menjadi Penulis dan
Wartawan Profesional, Surakarta: Cakrawala Media, 2011.
Rusyana, Yus, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan pendidikan, Bandung: C.V.
Diponegoro, 1984.
Saeed, Jhon I, Semantics Malden: Balcwell Publishers, 2000.
Samsuri, Polisemi dalam Bahasa Jawa Ngoko Kajian Semantik Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, 2013.
Sarwoko, Tri Adi, Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik, Yogyakarta: ANDI, 2007.
Setiati, Eni, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, Yogyakarta: ANDI,
2005.
Siregar, Ashadi, Bagaimana Meliput dan Menuls Berita untuk Media Massa,
Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Subuki, Makyun Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa, Jakarta:
Transpustaka, 2011.
Sumadiria, Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan
Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005.
Sumadiria, Haris, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana Panduan Praktis Penulis
dan Jurnalis Profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011.
Suparno,Darsita, Morfologi Bahasa Indonesia, Ciputat: UIN Press, 2015.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Keempat, Jakarta: PT Gramedia, 2008.
Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Ullman, Stephen, Pengantar Semantik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Wijana, I Dewa Putu, Semantik Teori dan Analisis, Suarakarta: Yuma Pustaka,
2008.
Wijana, I Dewa Putu, Semantik, Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada, 1998.
BIODATA PENULIS
Ai Suaibah lahir di Bekasi, anak pertama dari pasangan
H. Hasdi dan Khoirul Bariyah. Ia memulai
pendidikannya di MI Attaqwa 19 Kp. Bogor, Bekasi
selama selama enam tahun dan lulus pada tahun 2001,
kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Attaqwa 04
dan lulus pada tahun 2007. Setelah itu melanjutkan
pendidikan di MAN Tarumajaya Bekasi dan lulus pada
tahun 2010. Selanjutnya ia tercatat sebagai mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2011.