Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi...
of 101/101
INDOPOV Nilanjana Mukherjee Suara Masyarakat Miskin: Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin di Indonesia 38639 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
Ditulis oleh Nilanjana Mukherjee. Suara Masyarakat Miskin berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nyoman Oka dan Ratna Indrawati Josodipoero, Ketua Tim; Wiji J. Santoso, Idul Fitriatun, Ketut Suarken, Nur Khamid (Tim Jawa Timur); Purnama Sidi, Laksmini Sita, Herry Septiadi, Ririn Fajri (Tim Jawa Barat); Titik Soeprijati, Irwan, Mochamad Rifai, Ariatim (Tim Nusa Tenggara Barat); Husnuzzoni, Khusairi, Nazmi Rakhman, Indraningsih (Tim Kalimantan Selatan). Penelitian lapangan dan analisis yang didukung oleh Indonesia Poverty Analysis Program (INDOPOV), sebuah program kemitraan Bank Dunia Indonesia yang dipimpin Jehan Arulpragasan. Studi Kualitatif ini ditujukan untuk melengkapi analisis kuantitatif “Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia”. Penelitian ini banyak menerima manfaat dari berbagai usulan, diskusi dan kritik dari anggota INDOPOV, terutama Menno Pradhan, Vincente Paqueo, Peter Heywood, dan Ellen Tan. Suzanne Charles dan Ellen Tan memberikan dukungan yang sangat berharga berupa penyuntingan naskah. Claudia Surjadjaya menyediakan perangkat penilaian layanan kesehatan serta memberikan pengarahan kepada para peneliti. Konsultasi dengan masyarakat miskin dilakukan oleh peneliti berasal dari berbagai LSM dan lembaga pendidikan di Indonesia. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada masyarakat miskin — perempuan dan laki-laki — yang berada di Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka telah bersedia membagi penilaian, pengalaman, pandangan serta pengetahuan mereka untuk memberikan citra dan suara kemanusiaan pada penelitian ini. Besar harapan mereka agar suaranya bisa didengar oleh para pembuat kebijakan. Penulis sangat berterima kasih atas dukungan manajemen dari program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini. Khususnya, ucapan terima kasih kepada Richard Pollard, ketua tim regional untuk WSP - Asia Timur dan Pasifi k, dan Ede Jorge Ijjasz-vasquez, manajer program global. Penulis bertangung jawab sepenuhnya terhadap ini laporan penelitian ini.
Text of Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi...
1. Public Disclosure Authorized 38639Public Disclosure
AuthorizedPublic Disclosure Authorized Suara Masyarakat Miskin:
Mengefektifkan Pelayanan BagiPublic Disclosure Authorized
Masyarakat Miskin di Indonesia Nilanjana Mukherjee INDOPOV
2. THE WORLD BANK OFFICE JAKARTAJakarta Stock Exchange Building
Tower II/12th Fl.Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53Jakarta 12910Tel:
(6221) 5299-3000Fax: (6221) 5299-3111Website:
www.worldbank.or.idTHE WORLD BANK1818 H Street N.W.Washington, D.C.
20433, U.S.A.Tel: (202) 458-1876Fax: (202) 522-1557/1560Email:
[email protected]: www.worldbank.orgPrinted in
2006.This paper has not undergone the review accorded to official
World Bank publications. The findings, interpretations,and
conclusions expressed herein are those of the author(s) and do not
necessarily reflect the views of theInternational Bank for
Reconstruction and Development / The World Bank and its affiliated
organizations, or those ofthe Executive Directors of The World Bank
or the governments they represent.The World Bank does not guarantee
the accuracy of the data included in this work. The boundaries,
colors,denominations, and other information shown on any map in
this work do not imply any judgement on the part ofThe World Bank
concerning the legal status of any territory or the endorsement or
acceptance of such boundaries.
3. Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi
Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan
masyarakat miskin di delapan lokasi Nilanjana MukherjeeBank Dunia |
The World BankEast Asia and Pacific Region
4. Ucapan TerimakasihSuara Masyarakat Miskin berdasarkan
penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nyoman Oka dan Ratna
IndrawatiJosodipoero, Ketua Tim; Wiji J. Santoso, Idul Fitriatun,
Ketut Suarken, Nur Khamid (Tim Jawa Timur); Purnama Sidi,Laksmini
Sita, Herry Septiadi, Ririn Fajri (Tim Jawa Barat); Titik
Soeprijati, Irwan, Mochamad Rifai, Ariatim (Tim NusaTenggara
Barat); Husnuzzoni, Khusairi, Nazmi Rakhman, Indraningsih (Tim
Kalimantan Selatan).Penelitian lapangan dan analisis yang didukung
oleh Indonesia Poverty Analysis Program (INDOPOV), sebuahprogram
kemitraan Bank Dunia Indonesia yang dipimpin Jehan Arulpragasan.
Studi Kualitatif ini ditujukan untukmelengkapi analisis kuantitatif
Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di
Indonesia.Penelitian ini banyak menerima manfaat dari berbagai
usulan, diskusi dan kritik dari anggota INDOPOV, terutamaMenno
Pradhan, Vincente Paqueo, Peter Heywood, dan Ellen Tan. Suzanne
Charles dan Ellen Tan memberikandukungan yang sangat berharga
berupa penyuntingan naskah. Claudia Surjadjaya menyediakan
perangkatpenilaian layanan kesehatan serta memberikan pengarahan
kepada para peneliti. Konsultasi dengan masyarakatmiskin dilakukan
oleh peneliti berasal dari berbagai LSM dan lembaga pendidikan di
Indonesia.Terimakasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada
masyarakat miskin perempuan dan laki-laki yangberada di Jawa,
Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka telah bersedia membagi
penilaian, pengalaman,pandangan serta pengetahuan mereka untuk
memberikan citra dan suara kemanusiaan pada penelitian ini.
Besarharapan mereka agar suaranya bisa didengar oleh para pembuat
kebijakan.Penulis sangat berterima kasih atas dukungan manajemen
dari program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), yangmemungkinkan
penulis melakukan penelitian ini. Khususnya, ucapan terima kasih
kepada Richard Pollard, ketua timregional untuk WSP - Asia Timur
dan Pasifik, dan Ede Jorge Ijjasz-vasquez, manajer program
global.Penulis bertangung jawab sepenuhnya terhadap ini laporan
penelitian ini.
5. Daftar IsiUCAPAN TERIMA KASIH ivDAFTAR ISI v Suara
Masyarakat MiskinDAFTAR KOTAK, GAMBAR, TABEL viDAFTAR ISTILAH
viiiRINGKASAN EKSEKUTIF x1. KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN INSTITUSI
LOKAL DI LOKASI PENELITIAN 11.1 Lokasi, Sampel, Alat Penelitian
11.2 Metodologi: Pengenalan dan Keterlibatan Penduduk Miskin 21.3
Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat 32. LAYANAN PENDIDIKAN
YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN 52.1. Sekolah-Sekolah Dasar:
Tidak Sepenuhnya Gratis Meskipun Ada Bantuan Pemerintah 52.2.
Layanan Pendidikan Sekolah Menengah 82.3. Mutu Layanan Pandangan
Pengelola 92.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan 113. LAYANAN
KESEHATAN: PRA-PERSALINAN, PERSALINAN, DAN LAYANAN KESEHATAN ANAK
163.1. Layanan Pra-Persalinan: Pilihan Berbeda Untuk Lokasi
Geografis Yang Berbeda 163.2. Layanan Bantuan Persalinan: Dukun
Beranak Tetap Pilihan Utama 183.3. Layanan Kesehatan bagi Bayi di
Bawah Usia Lima Tahun (Balita): Layanan Umum Lebih Disukai 193.4.
Mutu Layanan Kesehatan bagi MAsyarakat miskin 213.5. Pengamatan
Independen dan Kesimpulan 254. LAYANAN AIR BERSIH UNTUK PENDUDUK
MISKIN 284.1. Penduduk miskin Kekurangan Akses Penuh untuk
Mendapatkan Air Minum 284.2. Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan
304.3. Warga Paling Miskin Membayar Harga Air Paling Tinggi 314.4.
Hasil Pengamatan: Layanan Air Bersih 334.5. Mutu Layanan :
Pandangan Masyarakat Miskin 345. FASILITAS SANITASI YANG
DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN 365.1. Hasil Pengamatan: Layanan
Sanitasi 375.2. Mutu Layanan: Beberapa Pandangan 396. PENDUDUK
MISKIN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN SEBAGAI PEMAKAI JASA NAMUN MEREKA
MENGINGINKANNYA 406.1. Kurangnya Informasi- Kami Tidak Tahu 416.2.
Siapa Yang Akan Mendengar Kami? 436.3. Perlakuan Buruk oleh
Penyedia dan Petugas terhadap Masyarakat miskin 446.4. Tidak Ada
Suara Penduduk miskin dalam Keputusan Masyarakat dan Penyediaan
Layanan Publik 456.5. Masalah dalam Proses Partisipasi Kami Adalah
Anak Tiri 457. REKOMENDASI UNTUK KEBIJAKAN DAN STRATEGI 477.1.
Untuk Layanan Dasar Secara Umum 477.2. Untuk Layanan Kesehatan
497.3. Untuk Layanan Pendidikan 497.4. Untuk Layanan Air Bersih dan
Sanitasi 51 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di
Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan
lokasi yang ada di Indonesia v
6. Daftar Kotak Kotak 1: Tidak Ada Penjelasan tentang
Biaya-biaya 7 Kotak 2: Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di
usia 14 tahun satu-satunya pilihan setelah tamat 9Suara Masyarakat
Miskin sekolah dasar Kotak 3: Tidak ada air bersih dama dengan
tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan 11 Kotak 4: 92
Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir 12 Kotak 5: Tanda-tanda bahaya
kehamilan yang tidak dikenali 19 Kotak 6: Persalinan prematur
berulang-ualng, tidak ada pemeriksaan pra-persalinan 25 Kotak 7:
Tidak lagi kesurupan 26 Kotak 8: Empat hari terlambat 27 Kotak 9:
Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar? 28
Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat
pelayanan kesehatan 28 Kotak 11: Penduduk miskin membayar 30 kali
lebih besar daripada tarif PDAM untuk air tapi tidak menyadarinya
30 Kotak 12: Terjebak monopoli layanan air 34 Kotak 13: Mereka
tidak memberikan pilihan kepada kami 41 Kotak 14: Karena saya
miskin, dengan demikian saya juga bodoh 44 Kotak 15: Pengguna kartu
sehat membutuhkan kesabaran dan pengendalian diri 45 Daftar Gambar
Gambar 1: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pendidikan
dasar 7 Gambar 2: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan
pra-persalinan 17 Gambar 3: Proporsi suara bagi pilihan layanan air
yang digunakan 29 Gambar 4: Proporsi suara bagi pilihan fasilitas
sanitasi yang digunakan 36 Daftar Tabel Tabel 1. Lokasi penelitian
1 Tabel 2. Hasil pengamatan sekolah lanjutan di lokasi yang berbeda
14 Tabel 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan
oleh masyarakat miskin di delapan lokasi 32 penelitian Daftar Tabel
Lampiran Tabel 2.1. Paminggir Komunitas Pedesaan, Terpencil, yang
Hidup dari Hasil Hutan, di Kalimantan 5 Selatan Tabel 2.2. Bajo
Pulau Komunitas Nelayan Laut di Nusa Tenggara Barat (NTB) 6 Tabel
2.3. Alas Kokon Komunitas Pedesaan Petani Ladang di Madura Jawa
Timur 6 Tabel 2.4. Kertajaya Komunitas Pedesaan Petani Sawah di
Jawa Barat 7 Tabel 2.5. Antasari Kelurahan Urban di Kalimantan
Selatan 8 Tabel 2.6. Jatibaru Kelurahan Miskin di Pinggiran Kota
Bima, Nusa Tenggara Barat 9 Mengefektifkan Pelayanan Bagi
Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan
masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia vi
7. Tabel 2.7 Simokerto Pemukiman Pemulung dan Warga
Berpenghasilan rendah di Surabaya, Jawa 10 TimurTabel 2.8. Soklat
Kelurahan Miskin di Subang, Jawa Barat 11Tabel 3.1 Pilihan dan
Biaya Layanan Pendidikan Dasar, yang di Laporkan oleh Masyarakat
Miskin di 8 12 Suara Masyarakat Miskin Lokasi PenelitianTabel 3.2.
Biaya Pendidikan Sekolah Lanjutan, yang di Laporkan oleh Masyarakat
Miskin di 8 Lokasi 15 PenelitianTabel 3.3. Pilihan dan Biaya Pasca
Persalinan yang di gunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi 19
PenelitianTabel 3.4. Biaya Layanan Persalinan yang digunakan oleh
Masyarakat Miskin di 8 Lokasi Penelitian 22Tabel 3.5. Biaya Satu
Kali Layanan Kuratif Yang Harus Dibayar Oleh Masyarakat Miskin
Untuk Perawatan 26 Balita-nya. Daftar Gambar LampiranDiagram 3.1.
Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia
Layanan Pendidikan 13 DasarDiagram 3.2. Tingkat Kepuasan terhadap
Penyedia Layanan Pendidikan Dasar 14Diagram 3.3. Proporsi Pemilihan
Penyedia Layanan Pendidikan Sekolah Lanjutan 16Diagram 3.4.
Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia
Layanan Pendidikan 17 LanjutanDiagram 3.5. Tingkat Kepuasan
terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Lanjutan 18Diagram 3.6.
Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia
Layanan Perawatan 20 Pasca PersalinanDiagram 3.7. Proporsi
Pemilihan Penyedia Layanan Persalinan 21Diagram 3.8. Tingkat
Kepuasan Terhadap Penyedia Layanan Persalinan 23Diagram 3.9.
Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia
Layanan Persalinan 24Diagram 3.10. Proporsi Pemilihan Penyedia
Layanan Perawatan Balita 25Diagram 3.11. Proporsi Pemilihan
Penyedia Layanan Perawatan Batita (02 tahun) 25Diagram 3.12.
Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia
Layanan Kuratif 27 untuk Batita (Usia 0-2 tahun)Diagram 3.13.
Tingkat Kepuasan untuk Pelayanan Kuratif bagi Batita 28Diagram
3.14. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh
Sarana Air Bersih yang 29 DigunakanDiagram 3.15. Tingkat Kepuasan
untuk Pilihan Sarana Air Bersih 30Diagram 3.16. Persepsi mengenai
Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Fasilitas Sanitasi
31Diagram 3.17. Tingkat Kepuasan untuk Fasilitas Sanitasi 32
Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia vii
8. Daftar Istilah ANC (Antenatal Care) Perawatan Pasca
MelahirkanSuara Masyarakat Miskin Arisan Kelompok Dana Bergulir
Informal Bidan di Desa Bidan Terlatih yang ditempatkan di Desa
BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BOS Biaya
Operasional Sekolah BPS Biro Pusat Statistik Dukun Penyedia Layanan
Persalinan Tradisional Dusun Tingkat pemerintahan di bawah Desa GDS
(Governance and Desentralization Survey) Survai Mengenai Layanan
Publik pasca desentralisasi IDT (Inpres Desa Tertinggal) Program
Pemerintah Pusat untuk wilayah Desa yang termasuk kategori
tertinggal Imunisasi TT Imunisasi Tetanus Toxoid Kangkung Tumbuhan
Rawa yang bisa diolah menjadi lauk Kantor Kelurahan Kantor tempat
Pejabat Kelurahan menjalankan fungsinya Kapuk Buah pohon Kapuk yang
biasa digunakan untuk mengisi kasur Kartu Sehat Kartu jaminan
kesehatan yang memungkinkan pemegangnya mendapat pelayanan
kesehatan secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Kec./Kecamatan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah
Kabupaten/kota Kelurahan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah
kecamatan yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri (Setingkat dengan desa, namun khusus untuk wilayah
perkotaan) Kantor Desa Kantor tempat pejabat Desa menyelenggarakan
fungsinya Kepala Desa Unsur pemerintahan yang mengepalai
pemerintahan tingkat desa dan dipilih langsung oleh warganya.
Kepala Dusun Orang yang dipilih oleh masyarakat suatu dusun untuk
menjalankan fungsi sebagai pemimpin wilayah dusun tersebut Ketua RT
Orang yang dipilih langsung oleh warga RT Madrasah Sekolah yang
sebagian besar mata pelajaran dan sistem pendidikannya berdasarkan
agama Islam Madrasah Sekolah dasar agama Islam setingkat SD
Ibtidaiyah Madrasah Sekolah menengah agama Islam setingkat SMP
Tsanawiyah Mantri Petugas kesehatan yang bertugas di puskesmas MOE
Ministry of Education (Departemen Pendidikan Nasional) NGO Non
Government Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat) Mengefektifkan
Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif
dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
viii
9. PISK Penyedia Air Independen Skala KecilPDAM Perusahaan
Daerah Air MinumPesantren Sekolah asrama agama Islam yang
kurikulumnya lebih banyak mengenai agamaPKK Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga Suara Masyarakat MiskinPLN Perusahaan
Listrik NegaraPolindes Pondok Bersalin DesaPOSYANDU Pos Layanan
TerpaduPuskesmas Pusat Kesehatan MasyarakatPustu Puskesmas
pembantuRaskin Beras MiskinSANIMAS Sanitasi Berbasis Masyarakat;
sebuah program sanitasi berbasis masyarakat untuk masyarakat di
daerah perkotaanSD Sekolah DasarSDN Sekolah Dasar NegeriSLTP
Sekolah Lanjutan Tingkat PertamaSMP Sekolah Menengah PertamaSSIP
Small Scale Independent Water Provider (Penyedia Air Independen
Skala Kecil)TBA Traditional Birth Attendance (Dukun Beranak)UKS
Unit Kesehatan Sekolah Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat
Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin
di delapan lokasi yang ada di Indonesia ix
10. Ringkasan Eksekutif Pada Januari 2001 Indonesia mulai
menerapkan desentralisasi pada sebagian besar layanan publik di
tingkatSuara Masyarakat Miskin kabupaten. Sejak saat itu, titik
pusat inovasi bergeser ke tingkat kabupaten, sehingga dengan
demikian pemerintahan daerah memiliki otonomi yang sangat kuat
untuk melakukan perubahan (baik positif maupun negatif ). Di Negara
yang berpenduduk sekitar 2201 juta jiwa dan terdiri dari 4402
kabuten dan Kotamadya, pergeseran orientasi kebijakan ini telah
menciptakan potensi yang sangat besar bagi pendekatan inovatif
lokal dalam menyediakan layanan sektor publik. Inisiatif
mengefektifkan ( Layanan bagi Masyarakat miskin di Indonesia )
bertujuan untuk memberikan dukungan analisis bagi pemerintah
Indonesia agar bisa meningkatkan akses dan mutu layanan dasar bagi
masyarakat miskin dalam era desentralisasi. Sasarannya, selain
untuk merangkum kondisi layanan mendasar bagi masyarakat miskin,
juga menentukan dan menganalisis faktor-faktor kunci yang
berpengaruh terhadap kondisi saat ini, dan selain itu mengusulkan
kerangka kerja analisis serta langkah-langkah praktis untuk
meningkatkan layanan bagi masyarakat miskin.3 Sampai sekarang,
tidak satu pun literatur, yang tergolong cukup lengkap, tentang
desentralisasi menyertakan juga analisis tentang pandangan
masyarakat miskin mengenai pemberian layanan publik; laporan ini
berusaha untuk mengisi kesenjangan tersebut. Di samping itu,
laporan ini juga berusaha untuk memahami hambatan yang dihadapi
masyarakat miskin, serta memahami alasan yang mendasari pilihan
yang diambil masyarakat miskin di daerah pedesaan dan perkotaan
tentang layanan kesehatan dasar, pendidikan, penyediaan air bersih,
dan sanitasi yang mereka butuhkan. Laporan ini juga memberikan
rekomendasi tentang kebijakan untuk meningkatkan layanan bagi
masyarakat miskin berdasarkan analisis dan saran dari masyarakat
miskin, dan penyedia layanan publik yang mampu meningkatkan
akuntabilitas serta penguatan hubungan antara pengguna layanan,
penyedia layanan, dan pembuat kebijakan. Ada delapan layanan kunci
yang menjadi fokus penelitian ini sbb: 4 layanan pra persalinan
bantuan persalinan layanan kuratif untuk bayi usia 0-2 bulan
layanan kuratif bayi >2 bulan hingga 5 tahun pendidikan dasar
peralihan menuju sekolah menengah layanan air bersih fasilitas
sanitasi (pembuangan tinja) 1 Biro Pusat Statistik (BPS), Proyeksi
Penduduk Indonesia, 2000-2005, 2005 2 Departemen Dalam Negeri 3
Untuk laporan secara lengkap, lihat situs Bank Dunia,
www.worldbank.or.id 4 Untuk keperluan laporan ini, analisis telah
digabungkan dengan layanan kuratif. Untuk hasil yang spesifik untuk
Kelompok umur 0 - 2 bulan dan 13 kali tarif PDAM galian/hari untuk
masak dan masak (> 30 kali tarif PDAM) matang untuk minum di
kota kecil*) minum Mandi + mencuci di sumur Mandi + mencuci di
sumur Mandi + mencuci di sungai Mandi + mencuci di galian umum
Setengah menggunakan Menggunakan lubang sumur tetangga yang tidak
Buang air besar di lubang jamban bersih yang dipakai jamban yang
tidak diperbaiki dilindungi (tidak ada biaya) jamban di rumah/di
pinggir bersama dengan beberapa Persentasi yang besar buang
Kebanyakan buang air besar rel kereta api/WC umum rumah tangga air
besar di sungai yang sama di sungai Setengah lainnya buang air
besar di sungai atau kolam Tarif terendah PDAM untuk saluran rumah
di Antasari = Rp.700/meter kubik air. Tarif terendah PDAM untuk
saluran rumah di Surabaya = Rp.850/meter kubik air. Mengefektifkan
Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif
dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
32
47. 4.4. Hasil Pengamatan: Layanan Air BersihMasyarakat miskin
mendapat mutu terendah dengan harga tertinggi. Penelitian ini tidak
memiliki kewenanganuntuk melakukan tes bakteriologi dari sampel air
di lokasi penelitian. Pengamatan termasuk: a) memeriksa sifat Suara
Masyarakat Miskindasar sumber air yang digunakan, yaitu sumber yang
layak atau tidak menurut definisi global yang dipakai
dalampemantauan MDG9 , b) kondisi sumber air, dan c) kemungkinan
terjadinya pencemaran. Dengan kriteria ini, masyarakat miskin pada
setengah lokasi tidak memiliki akses air bersih. Mereka minum dan
masak dengan air dari sumber yang tidak layak, yang rentan terhadap
berbagai bentuk pencemaran organik dan kimia. Di lokasi lain, air
dari sumber yang layak tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas,
baik dalam kapasitas sumber, maupun harga. Tingginya tarif air yang
harus dibeli Illustrasi 5: Masyarakat miskin di perkotaan padat
membeli air PDAM yang di- masyarakat miskin mencapai 15 hingga 30
jual kembali beberapa kali setiap kali harganya naik. Dengan air
PDAM yang kali harga yang dikenakan oleh PDAM. Karena disimpan di
drum, penjual air bersekala lebih besar mengisi jerigen ukuran
kecil biaya yang mahal, tidak satu pun masyarakat milik pembeli
penjual bersekala lebih kecil. miskin dapat mencuci dan mandi
dengan airbersih. Sungai, danau, dan laut digunakan untuk mencuci
dan mandi; air bersih digunakan untuk sedikit bilasanakhir. Para
penjual air tidak diatur dan sangat memonopoli. Penjual air
mengambil air dari sumber yang seharusnya bersih, seperti saluran
PDAM atau sumur bor. Namun, air berpindah tangan dari penjual
berskala besar dan menengah ke penjual berskala kecil dengan
menggunakan berbagai peralatan yang tidak bersih (menggunakan drum
tempat menyimpan bahan kimia atau minyak, selang karet, corong, dan
sebagainya). Tidak ada peraturan yang mengharuskan mereka
membersihkan tempat air tersebut secara teratur dan menggantinya
secara berkala. Ilustrasi 6: Sumur galian yang tidak layak di
pedesaan Jatibaru, NTB, berdinding dengan Tingkat pencemaran air
yang akhirnya sampai pada konsumen miskin drum industri,. Air dari
sumur ini digunakan melalui para penjual, kemungkinan jauh lebih
tinggi daripada batas untuk segala keperluan. yang bisa diterima.
Untuk mengetahui hal ini secara pasti dibutuhkan ujian bakteriologi
yang akurat. Para penjual memiliki kepentingan untuk9 Program
pengawasan bersama WHO-Unicef mengklasifikasikan sumber-sumber air
yang layak sebagai sumur-sumur galian dengan penutup, mata air
dengan penutup, sumur bor; penampungan air hujan; keran umum; air
yang dialirkan melalui pipa ke rumah/halaman/sebidang tanah kecil;
dan air dalam botol hanya saat terdapat sumber kedua yang juga
layak. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia 33
48. mempertahankan cengkeraman monopoli atas pelanggan miskin
dan dikenal sering menghalangi munculnya pilihan penyediaan air
lainnya. Kotak 12 memaparkan contoh kasus ini. Masyarakat miskin
menganggap air sumur galian bersih. Melihat kondisi fisik sumur
galian dan lingkunganSuara Masyarakat Miskin sekelilingnya,
kemungkinan air di hampir semua sumur galian tersebut sangat
tercemar. Hanya Alas Kokon yang memiliki sumur galian dengan
penutup, namun kapasitasnya terbatas. Masyarakat miskin yang
menjadi pengguna diberi jatah hanya 20 liter per hari per rumah
tangga, untuk diambil dan disimpan seminggu sekali. Air ini hanya
digunakan untuk masak dan minum. Kotak 12: Terjebak oleh monopoli
layanan air Bajo Pulau hanya memiliki satu sumber air bersih sumur
bor milik pribadi yang terletak tiga kilometer dari dusun miskin di
pedesaan di tepi laut. Karena tanahnya berbukit-bukit, masyarakat
miskin tidak bisa memperoleh akses terhadap sumber tersebut. Mereka
bertahan dengan membeli air untuk masak dan minum dari penjual yang
mengangkut air sumur bor dari pulau lain. Mereka menjual air
seharga Rp.1.000 per jerigen yang berisi 35 liter (Rp.28.600 per
meter kubik). Orang yang kaya dapat membeli tiga sampai lima
jerigen per hari. Masyarakat miskin membeli satu jerigen se- hari,
berisi 35 liter untuk sebuah keluarga dengan enam sampai delapan
orang. Mereka mandi dan mencuci di laut, menggunakan air jerigen
yang berharga hanya untuk bilasan akhir yang sedikit. Air diangkut
secara tidak higienis dan diletakkan dalam lambung kapal, ditutupi
dengan terpal kotor dan ditampung dalam drum-drum terbuka. Air
tercemar debu dan bekas minyak. Prioritas pertama penjual air
adalah menjual air ke kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan, dan
melayani masyarakat miskin hanya dengan air yang masih tersisa.
Warga perempuan sering kali menghabiskan dua jam di pantai menunggu
kedatangan penjual. Mereka hanya bisa berputus asa dan mengumpat
jika penjual tidak muncul atau kehabisan air. Mereka menduga bahwa
penjual sengaja merusak pipa air yang dibangun di bawah laut oleh
pemerintah. Karena Dinas Pekerjaan Umum merencanakan pembangunan
pipa ini tanpa meli- batkan rakyat, tidak ada organisasi setempat
yang bertanggung jawab untuk mengelola dan menjaganya. Akhirnya,
pipa itu pun rusak. Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB 4.5. Mutu
Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin Air bersih merupakan faktor
penentu utama mutu kehidupan. Ketergantungan pada penjual air yang
tidak menentu menimbulkan rasa frustasi dan kemarahan warga
perempuan miskin di Bajo Pulau: Kami menunggu kapal penjual di
pantai. Kadang-kadang kami menunggu dari pagi dan dia datang atau
baru pada pukul 2 siang. Jika persediaannya habis terjual untuk
kapal-kapal besar di pelabuhan, kami tidak mendapatkan apa-apa.
Tunggu saja suatu hari saat mereka membutuhkan pertolongan kami
kami akan balas dia!! Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat
Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin
di delapan lokasi yang ada di Indonesia 34
49. Masyarakat miskin perkotaan yang membeli air dari
perusahaan air yang disediakan oleh penjual atau tetangga (walaupun
dengan harga yang jauh lebih tinggi di atas tarif fasilitas) cukup
puas dengan mutu Suara Masyarakat Miskin dan harga air. Menurut
masyarakat miskin di Simokerto dan Antasari: Air PDAM jernih, tidak
berbau atau berwarna, dapat digunakan tanpa dididihkan, tidak perlu
ditimba (dari sumur), dan kami sanggup membayar. Ilustrasi 7: Air
diangkut dalam lambung kapal ke Bajo Pulau, se- buah pulau pedesaan
di pesisir pantai Sumbawa, NTB Komentar ini mengejutkan, mengingat
masyarakatmiskin membayar jauh lebih mahal dari tarif PDAM per
meter kubik air. Hal ini benar-benar membuktikan mitos yangsalah
yang sering dinyatakan oleh PDAM bahwa masyarakat miskin bukanlah
pelanggan yang menguntungkankarena mereka tidak mampu membayar
tarif yang cukup untuk menutup biaya produksi.Kenyataannya, banyak
masyarakat miskin lokal yang bekerja sebagai penjual air untuk
kartel (perusahaan monopoli)yang melayani daerah padat yang
ditunjuk. Kartel tersebut yang menentukan harga jual air dan tidak
mengizinkanpersaingan yang dapat menurunkan harga. Tempat pengisian
sudah ditentukan di setiap Kelurahan dan disuplaioleh saluran PDAM;
pelanggan dapat membeli air mereka di tempat pengisian air atau
minta penjual mengantarnyake rumah mereka dengan harga dua kali
lipat. Karena harga yang tinggi, masyarakat miskin hanya membeli
air bersih dalam jumlah terbatas hanya cukup untuk masak dan minum.
Mereka menerima nasib untuk menggunakan air yang tidak aman dari
sumur-sumur yang tercemar dan sumber air tanah untuk segala
keperluan. Itulah sebabnya mereka tidak mengeluh soal air sungai
yang tercemar karena mereka peroleh dengan mudah dan cuma-cuma.
Ilustrasi 8: Kapal penjual air, Bajo Pulau, NTB Meskipun demikian,
ada pihak lain yang mengenali dampak dari air gratis
terhadapkesehatan seseorang. Seorang mantri dari pos kesehatan di
Paminggir berkomentar: Desa ini lebih memerlukanpersediaan air
bersih daripada layanan kesehatan lainnya. Setiap tahun ada banyak
kasus diare dan penyakit kulit karenaorang-orang menggunakan sungai
untuk minum dan masak, selain untuk mandi, cuci dan buang air
besar. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia 35
50. 5. Fasilitas Sanitasi yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat
miskin Ketersediaan air, praktik pemanfaatan air, dan praktik
sanitasi pada hakekatnya saling berhubungan, seperti yangSuara
Masyarakat Miskin telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Praktik
sanitasi mencerminkan apa yang rakyat anggap bersih, cocok, nyaman
dan apa yang tersedia. Gambar 4 menunjukkan bahwa , kecuali
minoritas kecil di Soklat (Jawa Barat), warga laki-laki dan
perempuan miskin di delapan lokasi tidak memiliki akses terhadap
fasilitas sanitasi yang layak apa pun.10 Gambar 4: Proporsi untuk
pilihan Fasilitas Sanitasi yang digunakan Pandangan Perempuan
Pandangan Laki-laki 4% 14% 25% 11% 41% 44% 16% 10% 9% 8% 17% Sungai
(buang air besar terbuka)terbuka) Lapangan (buang air terbuka)
Pantai (buang air besar terbuka) Lubang tanpa perbaikan di luar
rumah Jamban rumah tangga lubang tanpa perbaikan Jamban rumah
tangga bersama Rakyat Bajo Pulau di pesisir pantai buang air besar
di pantai pada malam hari atau sebelum gelap, sehingga pasang naik
dapat menghanyutkan tinja. Pada enam lokasi lainnya, rakyat lebih
suka untuk buang air besar di sungai, di tempat mereka mencuci,
mandi dan sikat gigi (lihat Tabel 3.6, Lampiran 3). Buang air besar
di air tidak meninggalkan kotoran yang kelihatan atau bau yang
jelas, dan dengan demikian dianggap bersih dan bahkan merupakan
pilihan yang lebih sehat daripada menggunakan jamban yang bau, WC
umum sederhana yang tersedia bagi mereka terlepas dari usaha pihak
berwenang untuk memperkenalkan manfaat penggunaan jamban untuk
kesehatan. 10 Fasilitas sanitasi yang layak didefinisikan oleh
Program Monitoring bersama WHO-Unicef (dipakai untuk monitoring
global target-target MDG) sebagai: kakus cemplung yang layak dan
berventilasi, jamban sistem leher angsa, jamban cemplung tertutup,
atau koneksi ke sistem atau pipa pembuangan air kotor. Definisi ini
tidak termasuk kakus jongkok, kakus cemplung, kakus umum atau
bersama, dan kakus yang dibuang langsung ke sumber air.
Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia 36
51. Penduduk perempuan (61%) dan laki-laki (74%) mengatakan
bahwa mereka buang air besar di alam terbuka, disungai, pantai,
kolam, sawah dan semak-semak. Sumber air alami ini gratis,
sedangkan WC umum di pemukimanpadat di daerah perkotaan Jawa, harus
antri panjang dan membayar Rp. 200. Jamban lubang terbuka rumah
tanggayang tidak aman digunakan oleh 25 hingga 35% lainnya.
Terdapat sekadar galian lubang di halaman (Alas Kokon, Suara
Masyarakat MiskinJatibaru), langsung di bawah rumah panggung di
daerah rawa (di Antasari), atau di tepi rel kereta api di
pemukimanpadat di daerah perkotaan (Simokerto).Ada perbedaan jender
dalam perilaku penggunaan sanitasi (lihat Lampiran 3, Gambar 16 dan
17, hal. 30-31). Privasidilaporkan sebagai alasan utama yang paling
penting untuk perilaku sanitasi, berhubungan dengan kenyamanandan
kebersihan (air yang mengalir alami). Tanpa memandang mutu
fasilitas jamban, fasilitas yang ada di rumahlebih disukai daripada
keluar untuk buang air besar terutama di rumah-rumah yang jauh dari
sungai atau laut (AlasKokon, Antasari, Soklat, Simokerto).
Dibandingkan laki-laki, warga perempuan lebih suka menggunakan
fasilitassanitasi di dalam rumah tangga daripada harus keluar
rumah.Halangan utama lainnya bagi warga miskin dalam mencapai akses
sanitasi yang layak adalah kesalahpahaman yangtersebar luas tentang
sanitasi menggunakan jamban dalam rumah yang masih dianggap sebuah
kemewahan yangmahal. Masyarakat miskin mempunyai kesan bahwa
membuat jamban menghabiskan banyak uang (Rp.750.000 Rp.2.000.000).
Biaya ini tidak terjangkau oleh rumah tangga miskin. Untuk negara
yang separuh rakyatnya hidupdengan penghasilan kurang dari
Rp.20.000 sehari, pandangan seperti itu masuk akal. Kesalahpahaman
lahir dikalangan masyarakat miskin karena mereka hanya melihat
toilet mahal yang dibangun oleh rumah tangga kelasatas. Dinas
Pekerjaan Umum tidak membantu, karena mereka hanya menawarkan model
standar yang bersertifikathigienis dan mahal harganya.5.1 Hasil
Pengamatan: Layanan SanitasiMasyarakat miskin tidak mendapat
layanan sanitasi dasar. Penelitian ini mendapat hambatan dalam
upayameningkatkan fasilitas sanitasi umum, antara lain mencakup: 1)
Persepsi publik yang lebih suka buang air besar diair yang
mengalir; 2) Ketidaktahuan mengenai fasilitas sanitasi altenatif
yang murah, dan adanya kesalahpahamanbahwa sanitasi adalah suatu
kemewahan yang tidak terjangkau; 3) kurangnya mekanisme untuk
mempromosikanfasilitas sanitasi yang lebih baik, selain itu juga
kegiatan untuk meningkatkan kebersihan dan opsi
peningkatanfasilitas sanitasi yang lebih baik.Baik di daerah
pedesaan maupun perkotaan, masyarakat lebih suka menggunakan sumber
air alami yang tersediauntuk sarana buang air besar; beberapa orang
tetap memilih jalan demikian walaupun sudah memiliki jamban
yangdibangun di dalam rumahnya, melalui program bantuan, maupun
subsidi, dengan alasan jamban yang tersediaberbau tidak sedap dan
kondisinya dinilai tidak sehat. Tindakan masyarakat tersebut
berakibat pada timbulnyakerusakan lingkungan yang tidak disadari,
dan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup masyarakat,
baikyang miskin maupun yang tidak. Mengefektifkan Pelayanan Bagi
Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan
masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 37
52. Warga hanya mau menggunakan jamban yang bersih. Di sebuah
daerah pinggiran kota di Jawa, sekelompok kecil warga mendapat
akses jamban rumahan, satu jamban untuk empat sampai lima keluarga,
dengan kondisi sangat baik dan terawat. Fasilitas ini merupakan
hasil dari sebuah proyek bantuan, sedangkan untuk fasilitas jamban
yang dibangun oleh sebuah LSM, yang baik kondisi maupun jumlahnya
tidak memadai (kondisinya tidak terawatSuara Masyarakat Miskin
walaupun sudah ditarik iuran perawatan sebesar Rp. 200), masyarakat
cenderung enggan menggunakannya, terlebih lagi dengan adanya
antrian pengguna yang panjang di pagi hari. Terlepas dari kedua
contoh diatas, berbagai jenis jamban, yang dibangun oleh masyarakat
miskin, banyak ditemui hampir diseparuh lokasi penelitian. Di
wilayah pedesaan, kebanyakan berupa bilah bambu atau kayu yang
didirikan diatas sungai atau empang, kadang ditutupi selembar kain
atau bahan lain yang direntang di antara bilah bambu, atau kadang
hanya berupa lubang yang digali di halaman belakang rumah warga.
Ilustrasi 9: Di Desa Paminggir, Di daerah perkotaan lubang jamban
Kalimantan Selatan,warga kadang di tambah semen, dan yang miskin
tinggal di sungai dijadikan bagian dari rumah, namun dan
menggunakannya untuk semua hal: memasak,air tinja yang dibuang ke
lubang ini minum, mencuci, mandi, dan biasanya langsung disalurkan
buang air. Tampak juga di latar kesaluran pembuangan kota atau ke
belakang foto, bentuk jamban yang digunakan warga sungai. Bahkan
untuk mereka yang tinggal di pemukiman terkumuh atau yang hidup
menggelandang tidak memiliki lubang yang berfungsi sebagai jamban
ini. Mereka biasanya mencari lahan kosong yang sedikit tertutup
untuk tempat buang air, atau melakukannya disungai seperti yang
terjadi di daerah pedesaan. Fasilitas Sanitasi untuk murid-murid di
Sekolah dasar di daerah pedesaan dan separuh dari sekolah dasar di
daerah perkotaan tidak memadai. Sekolah-sekolah, baik di daerah
pedesaan maupun di daerah perkotaan memang memiliki kamar kecil
yang bisa digunakan oleh murid dan guru, tetapi disebagian besar
lokasi yang dikunjungi, perbandingan antara jumlah murid dengan
jumlah kamar kecilnya adalah 100 murid berbanding satu toilet,
dimana angka tersebut tidak memungkinkan fasilitas tersebut bisa
digunakan oleh semua murid. Ilustrasi 10: Jamban terbuka di halaman
belakang rumah bisa dijangkau oleh hewan peliharaan, sehingga
memungkinkan Pemerintah belum bisa menghilangkan anggapan
penyebaran penyakit. Alas Kokon, Madura (Kiri). masyarakat bahwa
fasilitas sanitasi itu mahal. Padahal kenyataannya, saat ini di
sebagian besar wilayah Indonesia yang belum dihuni, mungkin saja
untuk membangun Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di
Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan
lokasi yang ada di Indonesia 38
53. sarana toilet murah dengan menggunakan tenaga kerja dan
material yang tersedia di sekitar lokasi, biayanya berkisarantara
Rp.100,000-300,000 (US$10 - $30)harga tersebut masih terjangkau
oleh sebagian besar masyarakat miskin.Namun, masih belum ada
program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap biaya yang
sesungguhnyadan bahayanya menggunakan fasilitas sanitasi yang
buruk, juga program yang mempromosikan opsi-opsi untuk Suara
Masyarakat Miskinmeningkatkan kualitas sanitasi dengan harga
terjangkau.5. 2. Kualitas Layanan: Berbagai Sudut Pandang Kualitas
layanan sanitasi benar-benar buruk. Tidak terlihat upaya baik dari
pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat untuk menyediakan
layanan kebutuhan dasar ini bagi masyarakat miskin. Di daerah
pedesaan, sumber air alami menjadi jamban dadakan, sehingga
menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Petugas paramedis
Pustu di Paminggir Ilustrasi 11: Jika ada toilet dalam rumah di
lingkungan miskin berkata: (Ancaman terbesar bagi kesehatan
masyarakat daerah perkotaan, biasanya langsung dibuang got atau
selokan disini adalah sungai, yang mana merupakan penopang
dibelakang rumah, yang biasanya mengalir langsung ke sungai.
Simokerto . utama bagi kehidupan penduduk desa. Karena digunakan
untuk berbagai keperluan warga, termasuk mandi, mencuci,memasak,
dan sebagai sumber air minum, juga digunakan untuk buang air dan
pembuangan limbah. Diare dan penyakitkulit sering sekali
berjangkit; banjir tahunan semakin membuat penyakit-penyakit
tersebut menjadi epidemi. Kita bisamengobati penyakit ini, tapi
tidak bisa mencegahnya).Kekurangan sanitasi dasar ini berdampak
terhadap layanan lain, misalnya layanan pendidikan. Di daerah
pedesaan,para guru kadang menolak untuk tinggal di desaakibatnya
mereka menjadi sering tidak hadir mengajar. Seorangguru sukarela di
SD di Paminggir menjelaskan bahwa guru utama di sekolah tersebut
jarang ada di desa (walaupunsudah disediakan tempat tinggal) karena
fasilitas sanitasinya tidak memadai. Guru resmi yang ditunjuk
untukmengajar disana selalu kembali ke kota untuk mencuci pakaian
dan biasanya terlambat untuk kembali ke desauntuk melaksanakan
tugasnya. Guru di Bajo Pulau juga mengemukakan hal yang serupa.
Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia 39
54. Sepertinya tidak ada aturan mengenai penyediaan fasilitas
sanitasi dan sarana air bersih pada proses pembangunan sekolah.
Guru SD di Desa Kertajaya mengatakan bahwa sekolah mereka dibangun
tanpaSuara Masyarakat Miskin fasilitas sanitasi maupun sarana air
bersih. Mereka kemudian menerima bantuan dari Kecamatan Development
Program (KDP) berupa satu unit toilet satu toilet untuk seluruh
sekolah, tentu saja tidak cukup dan tak lama kemudian rusak.
Demikian juga dengan APBD yang tidak menyediakan anggaran untuk
pemeliharaan rutin fasilitas sanitasi. Di Soklat, yang merupakan
wilayah perkotaan, setelah toilet murid rusak, para guru
menyediakan salah satu dari dua toilet guru untuk digunakan oleh
murid perempuan, Ilustrasi 12: Sumber air alami lebih digemari
sebagai tempat karena untuk memperbaiki toilet yang rusak harus
buang air besar, seperti yang diperlihatkan pada gambar toilet yang
dibangun diatas empang di daerah pinggiran kota Soklat, menunggu
tahun anggaran berikutnya, yang berarti Jawa Barat berbulan-bulan
kemudian. Bagi masyarakat miskin, toilet umum yang mengenakan tarif
malah menambah beban finansial. Seorang penjaga toilet umum di
pemukiman kumuh di Simokerto mengatakan bahwa setiap harinya kurang
dari 30 orang menggunakan toilet tersebut, padahal jumlah penghuni
RW di daerah itu mencapai 300 rumah tangga, dan sebagian besar dari
mereka tinggal dalam radius 100 meter dari toilet umum tersebut.
Menurutnya, ongkos Rp. 200 yang dikenakan untuk fasilitas toilet
umum itu masih telalu mahal bagi warga miskin. 6. Masyarakat Miskin
hanya Memiliki Sedikit Kekuatan sebagai Pengguna Layanannamun
Mereka tetap Ingin Mendapatkannya Masyarakat miskin dibuat tidak
berdaya. Pada delapan lokasi penelitian, jelas terlihat bahwa baik
warga laki-laki maupun perempuan hanya memiliki sedikit pemahaman
mengenai wewenang mereka atau hak mereka sebagai klien, bahkan
pendekatan yang bersifat top-down warisan orde baru dan masyarakat
feudal telah meninggalkan hubungan yang tidak setara, termasuk
hubungan antara masyarakat miskin dengan penyedia layanan.
Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia 40
55. Kotak 13. Mereka tidak memberi kami pilihan. Sekitar 15
tahun yang lalu, semua perempuan yang sudah menikah di Desa
Rancajaya dipaksa menggunakan alat kontrasepsi spiral. Para
perempuan tersebut di kumpulkan di suatu tempat oleh pegawai
pemerintah, kemudian di bawa dengan menggunakan truk bak terbuka
menuju tempat pemasangan spiral. Tidak satupun perempuan yang sudah
menikah bisa lolos; Mereka yang berusaha bersembunyi atau menolak
rumahnya akan diberi tanda merah untuk ditindaklanjuti. Suara
Masyarakat Miskin Banyak dari perempuan yang dipasangi spiral
tersebut menderita rasa nyeri dan pendarahan selama berbulan-bulan.
Para suami merasa cemas dengan kondisi kesehatan istri mereka dan
mengusahakan berbagai cara untuk mengatasinya. Beberapa dari mereka
menyuruh istri mereka duduk selama beram-jam di sungai atau bak
mandi, berharap agar spiralnya bisa hanyut keluar. tak satupun
berhasil. Semua perem- puan tersebut dan anak perempuan merekayang
sekarang sudah menikah dan punya anak sendirisangat takut untuk
menggunakan alat kontrasepsi, sehingga mereka tidak menggunakannya.
Petugas kesehatan tidak pernah memberi informasi kepada kami
mengenai jenis alat kontrasepsi yang berbeda, berikut manfaat dan
kelemahan tiap-tiap alat. Jangan heran jika pada diskusi kelompok
terfokus untuk kelompok perempuan, bahkan ada Ibu-Ibu yang belum
pernah melihat kondom! Hal ini telah dikonfirmasi oleh peneliti
dengan hasil dari kelompok diskusi laki-laki di Kertajaya, Jawa
Barat6. 1. Kurangnya Informasi-Kami Tidak Tahu Biasanya, masyarakat
miskin tidak memiliki akses informasi langsung mengenai program
yang dijalankan untuk mereka, sehingga mereka hanya tahu sedikit
atau bahkan tidak tahu sama sekali hak-hak mereka. Para peneliti
tidak melihat adanya media publikasi mengenai layanan apa saja yang
tersedia untuk masyarakat (seperti Kartu Sehat, Askes dan beamurid)
atau menjelaskan bagaimana layanan-layanan tersebut bisa didapat.
Ilustrasi 13: Kesempatan yang hilang: pada ruang periksa pasca
persalinan, Tempat-tempat pelayanan --Pustu, Puskesmas, di Soklat,
Jawa Barat, terdapat poster yang menunjukkan gambar proses
sekolah-sekolah, dan kantor Desa/Kelurahan persalinan dan sistem
reproduksi (kanan). Tidak ada informasi mengenai tanda bahaya
selama kehamilan atau layanan yang bisa mencegahnya sama sekali
tidak memiliki literatur pendukung. Para perempuan miskin bertanya:
mengapatidak ada informasi mengenai layanan ini baik di radio, TV
poster, maupun Puskesmas?Masyarakat miskin, dimata mereka sendiri
dan dimata penyedia layanan selama ini hanya berperan sebagai
penerimapasif dari layanan maupun informasi apapun yang yang
disediakan oleh penyedia layanan ataupun pemimpinmasyarakat.
Masyarakat dibuat menjadi sangat tergantung pada Ketua RT or Kepala
Desa untuk mencantumkanmereka kedalam kategori miskin, kemudian
mereka juga bergantung kepada petugas Puskesmas untukmenentukan
kuota Kartu Sehat/Askes, atau kepada Kepala Sekolah untuk
membagikan beasiswa. Biasanya wargamiskin mengandalkan belas
kasihan penyedia airkapan air diantar dan berapa banyak mereka akan
menagih. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di
Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan
lokasi yang ada di Indonesia 41
56. Kebingungan Seputar Layanan yang Pro Masyarakat Miskin
Warga miskin tidak mengetahui biaya apa saja yang perlu dikeluarkan
untuk mendapat pelayanan yang pro masyarakat miskinsebuah isu
sentral di kehidupan masyarakat miskin. Karena kurangnya informasi,
tidak satupunSuara Masyarakat Miskin warga miskin di lokasi
penelitian mengetahui ketentuan dari Menteri Kesehatan (Danareksa)
yang mencantumkan bahwa Bidan di Desa akan mendapat bayaran untuk
setiap layanan yang mereka berikan kepada warga yang sangat miskin.
warga di dua lokasi tidak tahu sama sekali mengenai kartu sehat.
Warga miskin tersebut menyatakan bahwa tidak pernah jelas
pengobatan apa saja yang gratis bagi pemegang kartu sehat
(Simokarto, Soklat, Jatibaru). Di beberapa lokasi lain warga miskin
menyadari keberadaan layanan seperti Beras untuk warga Miskin
(Raskin) dan kartu sehat. Di enam lokasi, informasi mengenai
pembebasan uang sekolah sudah dipahami dengan baik, mereka juga
memahami bahwa Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) baru akan dimulai
pada bulan September 2005; bahkan, saat itu baru bulan Juli. Di
Jatibaru (NTB) dan Soklat (Jawa Barat), mereka terlambat
mengetahuinya, mereka mengetahuinya dari TV, pihak sekolah sendiri
tidak memberi tahu mereka. Pihak sekolah juga tidak mengembalikan
uang sekolah yang sudah dibayarkan orang tua murid untuk bulan
September 2005, sebelum orang tua murid mengetahui bahwa uang
sekolah sudah dihapuskan. Seringkali masyarakat masih mengalami
kebingungan mengenai apa saja yang disediakan oleh layanan yang pro
masyarakat miskin, dan siapa sajakah yang berhak mendapatkan
layanan tersebut. Misalnya, kuota Raskin untuk keluarga miskin
perbulan berkisar 3 sampai 20 kilogram. Banyak warga yang
bertanya-tanya mengenai siapa yang berhak menjadi penyandang Kartu
Sehat. Mereka mengeluh karena hanya sedikit sekali warga miskin
yang menerima kartu tersebut, sementara ada warga yang tergolong
mampu juga menerima kartu tersebut karena mereka merupakan kerabat
dekat dari kepala desa (Soklat, Jatibaru, Antasari, Paminggir).
Para warga miskin berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak
mengetahui tugas para penyedia layanan sektor publik. Hal ini bisa
jadi sebagian benar karena pada kenyataannya selain bertugas pada
Puskesmas, petugas kesehatan juga bertugas melayani Pustu atau
wilayah kerja diluar wilayah tersebut. Tidak jelas bagi masyarakat
miskin bagaimana keputusan dibidang layanan publik dibuat dan siapa
yang membuatnya. Di Soklat, masyarakat miskin berusaha mendekati
pihak Puskesmas untuk mendapat Kartu Sehat, sedikit sekali yang
berhasil: Semua orang melempar kami ke bagian lain tidak satupun
memberi jawaban yang jelas. Di Jatibaru, warga miskin menanyakan
kepada pihak sekolah mengenai penerima beasiswa. Namun, mereka
hanya mendapat jawaban bahwa penerima beasiswa sudah ditentukan
dari atas. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di
Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan
lokasi yang ada di Indonesia 42
57. 6. 2. Siapa yang akan Mendengar Kami?Bagaimana menyikapi
layanan yang buruk? Suara Masyarakat MiskinWarga miskin, laki-laki
maupun perempuan semua menyadari bahwa mereka sering tidak
terlayani dengan baik, tetapitidak tahu bagaimana menyikapinya.
Bagi sebagian besar warga, menyampaikan pengaduan kepada
pemimpinsetempat ataupun media massa bukanlah hal yang biasa, tidak
pernah terlintas di benak mereka bahwa merekaakan bisa menjangkau,
atau pun membayangkan bahwa kalangan elit tersebut akan
memperhatikan pengaduanmereka. Ingatan mengenai taktik kekerasaan
yang ditinggalkan rejim Suharto telah membungkam sebagian
besarsuara kritis mereka. Tidak seorangpun di delapan lokasi pernah
mendengar adanya sanksi dalam bentuk apapundijatuhkan bagi penyedia
layanan yang ceroboh, tidak peduli berapa banyak pengaduan yang
disampaikan. kamibahkan tidak bisa menanyakan kenapa kami tidak
mendapat layanan yang sesuai, apalagi untuk menjatuhkan sanksibagi
penyedia layanan. Kami tidak punya kekuasaan ataupun daya, bahkan
untuk sekedar bertanya, komentar salahseorang perempuan di Soklat,
Jawa Barat. Akibatnya, warga menyerah: penyedia layanan memiliki
kekuasaan untukmenentukan layanan apa saja yang bisa kami dapat,
adalah alasan yang dikemukakan salah seorang warga di
Jatibaru.Pengaduan dari warga bahkan mungkin bisa berbuntut
retribusi. Jika kami menyampaikan pengaduan, mereka tidakakan
mengikut sertakan kami dalam pemberian layanan seperti Kartu Sehat,
kata seorang warga dari Simokerto.Besarnya kekhawatiran untuk
menyampaikan pengaduan terhadap layanan yang buruk.Masyarakat
miskin merupakan lapisan paling bawah dari hierarki masyarakat. Di
pulau Jawa yang padat penduduknya,dimana tanah merupakan aset yang
sangat berharga, masyarakat miskin seringkali tidak punya hak milik
atas tanahyang mereka tempati, hal tersebut menimbulkan rasa tak
aman dan ketakutan untuk berbicara. Di Jati Baru, wargamengaku
merasa tidak enak untuk mengadu mengenai Bidan dan petugas Pustu,
karena mereka memiliki kerabatdan hubungan sosial ditengah
masyarakat; di Madura, masyarakat miskin enggan untuk menghadap
kepala desahal itu hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah bagi
kami, nantinya.Ada beberapa warga desa yang sudah berupaya: di
Kertajaya, Jawa Timur, warga miskin meminta kepala desanya
agarBidan di Desa diwajibkan untuk tinggal di Pos Persalinan Desa
(Polindes) yang sudah dibangun oleh masyarakat. DiKalimantan
Selatan, warga mengajukan pengaduan resmi kepada dinas pendidikan
kabupaten mengenai seorangguru SD yang jarang hadir mengajar,
walaupun sudah di sediakan tempat tinggal (Paminggir). Tidak
satupun upayatersebut memberikan hasil yang diinginkan. Bidan tetap
tinggal di kota (Sape), kata warga perempuan di Bajo Pulau.Jika
kita memanggilnya, dia selalu membuat banyak alasan untuk tidak
datang, bahkan ketika ombak sedang kecil!Dia tidak mau membasahi
kakinya! kami tidak berani mengadu dia masih kerabat sekretaris
desa, dan beliau sangatberkuasa.Masyarakat miskin tidak takut untuk
mengadukan layanan sanitasikarena memang tidak ada penyedia
layanannya.Di Bako Pulau, warga memang mengeluhkan monopoli yang
dilakukan Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK),
Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi
yang ada di Indonesia 43
58. namun keluhan mereka tidak membawa hasil. PISK di daerah
perkotaan berhasil memberikan kepuasan pada pelanggannyatingginya
harga air tidak terlalu kentara karena dibayar perhari. Kelompok
Elit Masyarakat Memberikan PengarahanSuara Masyarakat Miskin Pada
umumnya, masyarakat meminta pengarahan dari pihak yang
berwenangguru, petugas kesehatan, kepala desamengenai layanan yang
pro masyarakat miskin (ataupun kurangnya layanan tersebut): Kami
tidak banyak bicara dan hanya menjalankan apa yang mereka
perintahkan pada kami, kata seorang warga di Soklat. Paling- paling
kami bertanya pada Ketua RT jika beliau bisa menjelaskan. Kotak 14.
Karena saya miskin, maka saya pasti juga bodoh Pak Yusuf memiliki
13 anak dan bermata pencaharian sebagai tukang kayu. Hanya satu
anaknya yang berhasil masuk SMP; dua lainnya tidak bisa melanjutkan
selepas SD karena masalah biaya dan karena mereka tidak bisa
menebus ijazah dari sekolahnya. Saya tidak mampu membayar Rp.
55.000 untuk tiap ijazah, ujar Pak Yusuf, beliau kemudian
menambahkan bahwa usahanya untuk minta keringanan dari pihak
sekolah tidak membawa hasil. Sedangkan untuk mendaftarkan anak
mereka ke SMP, Pak Yusuf dan istrinya hanya punya RP 20.000 dan
satu-satunya barang berharga milik mereka--kipas anginuntuk biaya
masuk. Beliau masih tidak tahu darimana bisa mendapat Rp 50.000
untuk membayar buku dan seragam. Beliau tidak pernah berupaya untuk
mendapat surat keterangan miskin dari pemerintah, yang bisa
membebaskannya dari keharusan mem- bayar. Katanya: Saya hanya orang
miskin, dan karena itu saya juga bodoh. Tidak seorangpun pernah
menjelaskan hal-hal semacam ini kepada saya. Saya tidak tahu
bagimana cara mendapat surat keterangan miskin, dan saya juga tidak
mau mendapatkannya . Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, tidak
ada yang benar-benar ingin menolong saya. Laporan dari lokasi,
Soklat, West Java Ketua RT seharusnya berperan sebagai pihak yang
menjembatani proses dari pemerimtah, strukur pemerintah, dan
masyarakat. Namun pada kenyataannya, kepala desa, sekretaris Desa
dan pejabat desa lainnya justru terlalu menjaga jarak dengan
warganya yang miskin. Warga Bajo Pulau yang terutama memiliki
pendapat paling sengit tentang pejabat desa: Kepala Desa tidak
peduli terhadap kami. Dia tidak pernah berkunjung ke dusun kami,
bahkan jika ada warga yang meninggal. Lempar saja dia ke laut!,
Sekretaris Desa cuma bisa memakan uang desa!, Badan Perwakilan Desa
(BPD) cuma sekedar formalitas tidak ada hubungannya dengan kami. 6.
3. Pelayanan yang Buruk dari Penyedia dan Petugas Layanan Pro
Masyarakat Miskin Kami merasa dianak tirikan. Mungkin karena kami
tidak punya hak milik atas tanah yang kami tempati, dan tidak
membayar pajak kepada pemerintah desa. Kami tidak berhak mengharap
pelayanan apapun dari mereka . Kelompok Laki-laki miskin, Kertajaya
Banyak pengguna kartu sehat yang mengaku bahwa mereka harus
menunggu di Puskesmas sampai semua pasien yang membayar selesai
dilayani; sedangkan di Pustu mereka bahkan diabaikan. Para Ibu di
Kertajaya dan Jatibaru mengatakan bahwa Bidan di Desa hanya mau
membantu mereka selama persalinan, tidak lebih. Mengefektifkan
Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif
dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
44
59. Kalaupun mereka di periksa, pemeriksaan hanya sepintas
saja; bahkan kadang obatnya diberikan kepada pasientanpa memeriksa.
Warga miskin mengatakan bahwa mereka hanya diperhatikan oleh
penyedia layanan jika merekamembayar layanan pada praktik pribadi.
Suara Masyarakat MiskinWarga Bajo Pulau bahkan telah membuang Kartu
Sehat mereka, karena Puskesmas yang berada di daratan jarak
nyaterlalu jauh dan terlalu mahal untuk ditempuh.Kotak 15. Pengguna
kartu sehat harus sabar dan bisa mengendalikan diri Dokter yang
bertugas di RSU di Jereng juga membuka praktik swasta diluar RS.
Istri saya menjadi pasien praktik pribadinya selama kehamilannya.
ketika waktunya melahirkan, karena saya tidak punya uang, saya
membawa istri saya ke RSU Jereng karena merupakan RS yang terdekat
yang menerima Kartu Sehat. Sesampainya di RS saya diminta mengisi
formulir untuk memberi informasi mengenai keadaan istri saya. Tak
lama kemudian dokter yang biasa memeriksa istri saya datang, dan
mulai marah-marah ke saya karena saya tidak membawa istri saya ke
RS Swasta,seperti yang disarankannya sebelum ini. Saya bilang bahwa
saya tidak punya uang untuk membayar biaya RS Swasta tapi dokter
itu tetap berteriak-teriak ke kami.. Bapak Sobirin, Kampung
Rancajaya, West Java6. 4. Tidak ada Suara Warga dalam Pengambilan
Keputusan tentang Masyarakat dan Penyediaan LayananMenurut kelompok
Laki-laki dan perempuan, keputusan mengenai penggunaan dana
masyarakat dibuat hanya olehpejabat pemerintah dan pemimpin
masyarakat formal. tidak pernah ada pertemuan warga atau forum
untuk memberitahu kami rencana pembangunan daerah atau alokasi dana
pemerintah untuk memberikan layanan kepada warga. Jikaada pertemuan
warga, petugas Kelurahan tidak mengumumkannya Kelompok Laki-laki
Miskin, Simokerto.Kadang kala, pendekatan yang sewenang-wenang yang
dilakukan para pejabat ini memaksa warga miskin untukmengambil
tindakan, dan mengeluarkan uang dari kantungnya sendiri untuk
mendapat layanan publik yangdiperlukannya. Walaupun ketua RT dan
perwakilan warga merupakan BPD, kami tidak pernah tahu apa-apa
mengenaialokasi dana pelayanan-pelayanan dasar, tukas seorang
laki-laki dari Kertajaya. Kami sudah berulang kali
mengajukanpermohonan resmi kepada pejabat desa untuk pemasangan
instalasi listrik. Sekarang kami terpaksa merogoh koceksendiri
untuk mendapatkan sambungan listrik dari kampung lain.6. 5.
Permasalahan pada Proses Partisipatoris-Kami seperti Anak
TiriKetika kaum laki-laki merasa putus asa dan suaranya tidak
didengar pada proses pengambilan keputusan yangberhubungan dengan
warga pada umumnya, dan mengenai layanan dasar pada khususnya, kaum
perempuanjustru lebih terpinggirkan lagi: kelompok perempuan di
Kelurahan, kalaupun ada yang terlibat kegiatan-kegiatan,biasanya
berasal dari keluarga kaya, tukas kelompok perempuan pada diskusi
terfokus di Antasari. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat
Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin
di delapan lokasi yang ada di Indonesia 45
60. Kelompok perempuan dari Soklat bahkan lebih terang-terangan
lagi, Mereka tidak pernah mengundang kami untuk hadir di pertemuan
dan rapat pengambilan keputusan karena mereka pikir kami bodoh,
karena kami tidak punya uang, karena usaha kami hanya skala kecil,
karena kami dianggap orang kecil (orang tak mampu).Suara Masyarakat
Miskin Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia adalah salah satu
negara demokratis di dunia, masyarakat miskin ini tidak