8
Subdural Hemorrhage Manifestasi Klinis Manifestasi klinis terjadi setelah beberapa minggu atau beberapa bulan pasca trauma. Sekitar 30-50 % kasus CSDH tidak dijumpai riwayat trauma. Pasien mungkin datang dengan satu atau lebih gambaran klinis berikut: 1,2 -Tanda peningkatan tekanan intrakranial : Sakit kepala, mual, muntah, gangguan tingkat kesadaran dan papil edema -Defisit neurologis fokal akibat penekanan jaras saraf: Hal ini tergantung pada lokasi hematoma subdural (contoh hemiparese, disfasia pada hematoma temporal dominan dan gangguan sensoris dan motorik). Secara klinis deficit neurologis, sering termasuk perubahan tingkat kesadaran , dapat berfluktuasi dalam hal keparahahan nya sehingga mengakibatkan keterlambatan diagnosis. - Kejang : fokal atau generalisata - sedangkan pada akut SDH , antara 37 dan 80% pasien dengan akut SDH memiliki GCS skor 8 atau kurang dari 8. Abnormalitas pupil ditemukan pada sekitar 30-50%

Subdural Hemorrhage

Embed Size (px)

DESCRIPTION

zsdh

Citation preview

Subdural Hemorrhage

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis terjadi setelah beberapa minggu atau beberapa bulan pasca trauma.

Sekitar 30-50 % kasus CSDH tidak dijumpai riwayat trauma. Pasien mungkin datang

dengan satu atau lebih gambaran klinis berikut:1,2

-Tanda peningkatan tekanan intrakranial : Sakit kepala, mual, muntah, gangguan tingkat

kesadaran dan papil edema

-Defisit neurologis fokal akibat penekanan jaras saraf: Hal ini tergantung pada lokasi

hematoma subdural (contoh hemiparese, disfasia pada hematoma temporal dominan dan

gangguan sensoris dan motorik). Secara klinis deficit neurologis, sering termasuk

perubahan tingkat kesadaran , dapat berfluktuasi dalam hal keparahahan nya sehingga

mengakibatkan keterlambatan diagnosis.

- Kejang : fokal atau generalisata

- sedangkan pada akut SDH , antara 37 dan 80% pasien dengan akut SDH memiliki GCS skor

8 atau kurang dari 8. Abnormalitas pupil ditemukan pada sekitar 30-50%

Diagnosis1,2,3

Computed tomography masih merupakan modalitas pencitraan yang disarankan dan CSDH

secara umum dideskripsikan sebagai gambaran bentuk bulan sabit hypodense. Dimana

hematom akan berkembang sebagai hasil dari perdarahan akut, densitas dan tampakan

berubah sesuai dengan waktu dalam hubungannya dengan permukaan korteks. Tiga fase ini

dideskripsikan sebagai:

1. Hyperdense (0-4 hari)

2. Isodense (4-21 hari)

3. Hypodense (>21 hari)

Dalam kebanyakan kasus CSDH digambarkan sebagai massa yang terdiri dari sinyal

karakteristik hypo dan hyperdense. SDH isodens bilateral mungkin memberikan dampak

misdiagnosis karena sulitnya menidentifikasi korteks serebri dan absen dari midline shift

Awalnya hematom subdural akan memberikan gambaran hiperdens jika dibandingkan dengan

bagian korteks yang lain. Saat satu bulan gambaran akan sulit dinilai karena memberikan

warna yang isoden yang hampir sama dengan bagian korteks yang lain. Dan pada selanjutnya

SDH akan memberikan gambaran lesi yang hypodense lebih gelap dari bagian korteks yang

lain. 3

CT scan kontras dapat menunjukkan membran yang meninggi dan dapat memberikan

gambaran hematom dengan lebih baik. MRI juga merupakan modalitas yang cukup berguna

dalam beberapa kasus. Pada kebanyakan kasus, gambaran T1 dan T2 keduanya menunjukkan

hematom dengan gambaran hiperintens dihubungkan dengan korteks dan CSF.2

Perubahan intensitas berhubungan dengan berapa lama hematom telah terjadi dan berhentinya

darah pada kapsul hematom. 2

Tata Laksana

pilihan untuk melakukan pembedahan pada kasus aSDH didasarkan pada skor GCS,

pemeriksaan pupil, komorbiditas, temuan pada CT scan, usia dan tekanan intrakranial pada

pemilihan yang tertunda. Deteriorasi neurologis juga merupakan faktor penting yang

mempengaruhi keputusan untuk dilakukan pembedahan. 1

Pasien trauma yang datang ke unit gawat darurat dengan dengan perubahan status mental,

pupil asimetris dan terdapat fleksi ataupun ekstensi abnormal merupakan resiko tinggi

kemungkinan terjadinya SDH dan atau EDH yang menekan otak dan batang otak.

Indikasi pembedahan pada akut subdural hematom adalah: 4

1. Akut SDH dengan ketebalan lebih dari 10 mm atau midline shift bergeser lebih dari 5

mm pada gambaran CT scan harus segera dievakuasi dengan pembedahan, berapapun

GCS pasien.

2. Semua pasien dengan akut SDH dalam kondisi koma (GCS <8) harus selalu

dilakukan monitoring tekanan intrakranial

3. Pasien koma (GCS <8) dengan SDH yang memiliki ketebalan kurang dari 10mm dan

pergeseran midline shift kurang dari 5 mm harus dilakukan evakuasi pada lesi dengan

pembedahan jika skor GCS menurun sebanyak 2 poin diantara rentang waktu

terjadinya lesi dengan saat dimana pasien sampai di rumah sakit dan atau pasien

dengan pupil asimetris atau terfiksir dan dilatasi pupil dan atau tekanan intrakranial

mencapai 20 mmHg

4. Pada pasien dengan akut SDH dan terdapat indikasi pembedahan, evakuasi

pembedahan harus segera dilaksanakan secepat mungkin

Pada kasus Kronik SDH dapat dilakukan secara konservatif maupun pembedahan. Lihat,

tunggu dan Ct scan ulang biasanya direkomendasikan pada pasien-pasien asimptomatik atau

dengan simptom minimal dengan CSDH yang tipis. Bed rest, diuresis osmotik digunakan

meskipun bukti untuk mendukung ini masih jarang. 2

Untuk pasien dengan CSDH yang simptomatik, pembedahan merupakan terapi pilihan.

Managemen pembedahan pada pasien dengan CSDH terutama terbatas pada burhole

drainage, twist drill drainage dan craniotomy. Craniectomy kecil juga dianjurkan sebagai

pendekatan alternatif. Mengkombinasikan masing-masing teknik dengan penggunaan irigasi

intraoperatif dan atau drainase post-operatif memberikan opsi variasi treatment. 2

Pilihan pembedahan

Burr hole

Umumnya pada CSDH dilakukan evakuasi dengan teknik burr hole. Jumlah dan lokasi dari

burr holes tergantung pada ukuran dan lokasi dari hematom yang ditentukan dengan CT scan.

Satu atau dua burr hole Craniostomy dengan sistem drainase tertutup merupakan teknik

penanganan utama yang paling banyak dianut di berbagai institusi bedah saraf

internasional dalam waktu 20 tahun terakhir. 1,2

Twist drill craniostomy

Pertama kali digunakan untuk mendiagnosis SDH oleh Cone pada tahun 1996. Prosedur

yang sama digunakan oleh Rand kemudian Tabbador dan Schulman untuk menangani

kasus subdural efusi. Rychlicky dkk dan Horn Dkk menyatakan bed side Percutaneus

drilling dengan drainase tertututup layak menjadi operasi lini pertama, mengingat sifat

non invasif metode ini dibanding yang lain, kemungkinan pneumocephaly minimal dan

angka kesembuhan yang cukup baik pada pasien usia tua. Tetapi banyak kalangan yang

tidak sependapat. 1,2

Twist drill craniostomy telah dianjurkan dalam penelitian sebagai pilihan pengobatan dengan

minimal invasif dengan pembukaan tulang kurang dari 5 mm. walaupun demikian irigasi

melalui lubang yang sangat kecil tersebut adalah sangat sulit dan kurang efektif. Teknik

ini awalnya didesain untuk mendekompresi otak secara lambat untuk menghindari

perubahan tekanan otak secara cepat dan tiba-tiba, yang dapat memberikan komplikasi

perdarahan parenkim otak. 1,2

Craniotomy dengan atau tanpa membranectomy

Teknik formal craniotomy masih merupakan teknik yang valid meskipun saat ini

semakin jarang digunakan dan sering dianggap sebagai penanganan lini ke dua

terutama pada kasus-kasus rekuren. Umumnya dilakukan partial membranectomy,

dimana membran yang melekat ke jaringan otak dipertahankan untuk mencegah resiko

perdarahan yang tidak terkontrol. 1,2

Komplikasi

Post operatif CT scan untuk evaluasi CSDH pasca pembedahan cukup sering memberikan

gambaran adanya residual hematom. Bagaimanapun, pada kebanyakan kasus, menghilangkan

pardarahan yang terjadi akan mengurangi gejala yang muncul dan residual hematom akan

secara gradual terserap dalam beberapa minggu. 2

Insidensi mengenai ‘true reaccumulation’ atau rekurensi hematom dapat terjadi secara

bervariasi berdasarkan teknik operasi yang dipilih. 2

Komplikasi lain meliputi kejang, pneumocephalus, subdural empyaema dan dapat terjadi pula

perdarahan intracranial. Komplikasi ekstrakranial seperti pneumonia post operatif dan emboli

pulmonal mungkin dapat juga terjadi pada pasien dengan CSDH. 2

Prognosis

Beberapa faktor yang berkorelasi dengan hasil akhir dari SDH, termasuk usia, status,

perjalanan GCS skor, status pupil, komorbiditas akut dan kronik, dan gambaran CT

(termasuk midline shift, kompresi terhadap sisterna basalis, ketebalan hematoma dan

adanya lesi intrakranial yang lain seperti kontusio atau perdarahan subarachnoid). 4

Daftar Pustaka

1. Sastrodiningrat, Abdul Ghofar. 2012. Neurosurgery Lecture Note. Medan: USU Press

2. Plaha, Puneet et al. 2008. Management of Chronic Subdural Haematoma. ACNR,

volume 8 number 5, november/december 2008.

3. Anonym. 2012. Subdural Haematoma. Diunduh dari www.radiologymasterclass.com

pada tanggal 6 September 2015

4. Bullock, Ross et al. 2006. Surgical Management of Acute Subdural Hematomas.

Neurosurgery 58:S2-16-S2-24