180
i SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING) Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta Oleh : Suherman 103016327174 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2008

SUHERMAN-FITK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

:)

Citation preview

  • i

    SKRIPSI

    UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

    BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING)

    Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta

    Oleh :

    Suherman 103016327174

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA 1429H/2008

  • ii

    LEMBAR PENGESAHAN

    UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

    MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

    (PROBLEM-BASED LEARNING) Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta

    Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    Oleh :

    SUHERMAN NIM. 103016327174

    Dibawah Bimbingan:

    Pembimbing I

    Ir. H. Mahmud. M. Siregar, M.Si NIP. 150 222 933

    Pembimbing II

    Diah Mulhayatiah, MPd

    NIP. 150 408 694

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA 2008

  • iii

    ABSTRAK

    Suherman, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning) Penelitian Tindakan Kelas Di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada Pokok Bahasan Tekanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Peneitian ini dilakukan di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta tahun pelajaran 2007-2008. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII 5 MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta sebanyak 38 orang siswa.

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif tipe pilihan ganda dengan empat pilihan (option) yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar fisika siswa, lembar observasi untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas, dan kuisioner untuk mengetahui respon siswa terhadap model Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

    Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas VIII 5 MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta. Kata kunci: Hasil Belajar Fisika, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

  • iv

    ABSTRACT Suherman, The trying to Improve the Study Result of Student Physics with The Realized of Problem-based Learning Model (Classroom Action Research of MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta). Thesis, Program Study of Physics Education, Majors of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

    The purpose of this research is to know the influence of the problem-based learning model on the trying to improve the study result of student physics at the subject Tekanan. The research method is classroom action research. This research is conducted in MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta of school periode 2007-2008. The subject in this research is student of class VIII 5 MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta to the number of 38 students.

    The research instrument is in the form of objective test type of double helix with four choice (option) use to know improving the study result of student, observation to know about learning process, and questionnaire to know the student respon of problem-based learning model.

    The result of this research can be conclude that the realized of problem-based learning model can be to improve the study result of science student at the class VIII 5 MTsN 3 Pondok Pinang-Jakarta. Keywords: Study Result of Physics, Problem-Based Learning.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

    SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi

    Muhamad SAW yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebenaran.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan

    hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan-

    Nya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan

    kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada

    kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

    1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Bapak Ir. H. Mahmud M. Siregar, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan IPA

    sekaligus Dosen Penasehat Akademik dan Dosen Pembimbing I yang penuh

    kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

    3. Ibu Diah Mulhayatiah, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran

    dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini. Terimakasih atas

    segala bimbingan dan motivasinya kepada penulis sehingga dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    4. Bapak Yayan Sudiana, M.A., Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan

    Pendidikan IPA.

    5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan IPA UIN syarif Hidayatullah Jakarta yang

    telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama

    mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan

    bermanfaat dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

    6. Bapak Drs. Budi Haerawan, M.Si., Kepala Sekolah MTs Negeri 3 Pondok

    Pinang-Jakarta. Ibu Rahmi, S.Pd., selaku guru bidang studi Fisika serta

    seluruh guru dan staf MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta yang telah banyak

  • vi

    membantu dan memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama penelitian

    berlangsung.

    7. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Mamah Didah dan Bapak Uci

    Sanusi yang tidak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang,

    dan selalu memotivasi serta memberikan dukungan baik moril maupun materil

    sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu

    memberikan yang terbaik untuk kalian.

    8. Saudara-saudaraku, Enjang Subawan, Gunawan, dan Sartika Dewi yang selalu

    memberikan dukungan moril dan materil, terimakasih saudara-saudaraku

    semoga Allah SWT membalas dengan balasan terbaik dalam hidup kalian.

    9. Sahabat-sahabat terbaik, Sandy, Zunoy, Ase (terima kasih atas

    kebersamaannya selama ini), Fiat, Ria, Melly, Lisna dan semuanya yang

    selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    10. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan IPA angkatan 2003, Program

    studi fisika, biologi, dan kimia yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

    terimakasih untuk kebersamaanya yang selalu memberikan motivasi untuk

    menjadi lebih baik dan semua keceriaan selama kuliah, sampai jumpa kawan

    semoga sukses.

    Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-

    mudahan bantuan, bimbingan, semangat, dan doa yang telah diberikan menjadi

    pintu datangnya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat kelak.

    Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

    umumnya.

    Jakarta, September 2008

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ..................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................. vii DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN .. 1

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 4

    C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 4

    D. Perumusan Masalah ...................................................................... 5

    E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ............................................ 5

    BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR

    DAN HIPOTESIS TINDAKAN ........................................................ 6

    A. Pembelajaran Sains Berdasarkan Konstruktivisme ....................... 6

    1. Pembelajaran Sains-Fisika ....................................................... 6

    2. Konsep Konstruktivisme ......................................................... 8

    3. Prinsip dan Macam Konstruktivisme ...................................... 10

    4. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains ........... 11

    B. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ................................... 14

    1. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah ..................... 14

    2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran

    Berdasarkan Masalah .............................................................. 20

    3. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    dalam Pembelajaran ................................................................ 22

    4. Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah .................................................................................... 25

  • viii

    5. Evaluasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah ................................................................................... 27

    C. Hasil Belajar Siswa ....................................................................... 28

    1. Pengertian Belajar ................................................................... 28

    2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar .................... 29

    3. Pengukuran Hasil Belajar ........................................................ 32

    D. Hubungan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan

    Hasil Belajar ................................................................................. 34

    E. Kerangka Pikir .............................................................................. 37

    F. Hipotesis Tindakan ....................................................................... 39

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 40

    A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 40

    B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan ....................................... 40

    C. Subjek Penelitian ........................................................................... 43

    D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ..................................... 43

    E. Tahapan Intervensi Tindakan ........................................................ 43

    F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapakan ............................... 44

    G. Data dan Sumber Data ................................................................... 44

    H. Instrumen-instrumen Pengumpul Data yang Digunakan .............. 45

    I. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 46

    J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ................................... 46

    1. Uji Validitas .............................................................................. 46

    2. Uji Reliabilitas .......................................................................... 48

    3. Uji Tingkat Kesukaran .. 49

    4. Daya Pembeda .......................................................................... 49

    K. Analisis Data dan Interpretasi Data ............................................... 50

    1. Uji Normal-Gain ....................................................................... 50

    2. Kualitas Proses Pembelajaran .................................................... 52

    3. Respon Siswa ............................................................................. 52

    L. Pengembangan Perencanaan Tindakan .......................................... 53

  • ix

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 54

    A. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    di MTs Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta ...................................... 54

    B. Hasil Belajar Siswa ....................................................................... 56

    C. Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Terhadap Hasil Belajar Siswa ....................................................... 65

    D. Pembahasan Temuan Penelitian ................................................... 68

    BAB V PENUTUP ........................................................................................ 71

    A. Kesimpulan .................................................................................. 71

    B. Saran ............................................................................................. 71

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2. 1. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah .............................. 24

    Tabel 3. 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 46

    Tabel 3. 2. Skala Penilaian Aktivitas Pembelajaran ....................................... 52

    Tabel 4. 1. Rangkuman Pretes Hasil Belajar Fisika Siswa ............................ 56

    Tabel 4. 2. Rangkuman Postes Hasil Belajar Fisika Siswa ............................ 57

    Tabel 4. 3. Ringkasan Hasil Belajar Fisika Siswa .......................................... 59

    Tabel 4. 4. Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes ....................................... 60

    Tabel 4. 5. Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes .................................... 61

    Tabel 4. 6. Pengujian Rata-rata Perbedaan Pretes dan Postes Hasil Belajar

    Fisika Siswa ................................................................................... 62

    Tabel 4. 7. Hasil Uji Normalitas N-Gain ........................................................ 63

    Tabel 4. 8. Pengujian Rata-rata Nilai Gain Ternormalisasi ............................ 64

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2. 1. Bagan Kerangka Pikir ............................................................... 38

    Gambar 3. 1. Bagan Penelitian Tindakan Kelas ............................................. 41

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran halaman

    1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ................................................................... 77

    2. Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen .............................................................. 86

    3. Perhitungan Uji Validitas .......................................................................... 90

    4. Tabel Validitas Instrumen ......................................................................... 91

    5. Perhitungan Uji Reliabilitas ...................................................................... 92

    6. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ...................................................... 93

    7. Hasil Perhitungan Daya Pembeda ............................................................. 94

    8. Instrumen Hasil Belajar Fisika Siswa ....................................................... 95

    9. Data Hasil Pretes dan Postes Siswa .......................................................... 99

    10. Analisis Pemahaman Konsep Pretes . 100

    11. Analisis Pemahaman Konsep Postes . 101

    12. Data Perhitungan N-Gain Pretes-Postes ... 102

    13. Data Distribusi Frekuensi Pretes .. 103

    14. Data Distribusi Frekuensi Postes .. 106

    15. Uji Analisis Data ... 109

    16. Uji Statistik 118

    17. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran . .. 122

    18. Lembar Kerja Siswa .. 155

    19. Format Observasi Proses Pembelajaran .... 163

    20. Kuisioner Respon Siswa ... 164

    21. Data Perhitungan Skor Rata-rata Lembar Observasi 165

    22. Data Perhitungan Kuisioner Siswa 167

    23. Tabel Konsultasi . 168

  • xiii

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat sekarang ini, dibutuhkan manusia yang

    bermutu, terampil dan berwawasan luas terhadap kepentingan pembangunan

    nasional dalam berbagai aspek yang amat besar dan strategis bagi bangsa.

    Secara sederhana untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia

    (SDM) bangsa Indonesia salah satunya ialah melalui jalur pendidikan.

    Pendidikan merupakan salah satu agenda penting nasional dalam rangka

    menunjang terwujudnya masa depan yang cerah bagi seluruh bangsa, karena

    melalui pendidikan dapat mewujudkan manusia yang berkualitas, berpikir

    kreatif, bermoral baik dan berkompetensi dibidangnya dalam memajukan

    segala komponen bangsa yang berdasarkan pada tujuan pendidikan di

    Indonesia dalam menunjang pembangunan nasional.

    Mutu pendidikan sangat penting dalam rangka peningkatan peradaban

    dan pengembangan bangsa di masa depan. Pernyataan ini senada dengan

    Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem

    pendidikan nasional yang menyatakan bahwa:

    "Pendidikan naisonal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".1 Untuk mencapai tujuan ini perlu diiringi dengan peningkatan mutu

    pendidikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan adalah

    sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam pendidikan, diantaranya

    meliputi : supervisor sekolah, manager sekolah, guru, beserta siswa. Dalam

    1 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, dari http://www.google.co.id

  • xiv

    meningkatkan mutu pendidikan tentu diperlukan suatu kerja sama yang baik

    dari semua komponen yang menyokong terselengaranya kegiatan pendidikan

    tersebut.

    Mutu pendidikan yang baik akan menciptakan output yang baik, serta

    dapat memberikan kompetensi yang bermanfaat dalam kehidupannya kelak.

    Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan ialah mengoptimalkan

    proses pembelajaran di kelas.

    Proses pembelajaran di kelas yang optimal dapat menghasilkan hasil

    belajar yang optimal pula. Proses pembelajaran di kelas seharusnya siswa

    ditempatkan sebagai subjek dan bukan lagi sebagai objek, maka dari itu proses

    pembelajaran yang sesunguhnya ialah kegiatan belajar siswa dalam mencapai

    tujuan pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

    perubahan pada diri seseorang. Ciri utama orang yang belajar adalah

    terjadinya perubahan dalam perilaku dan tingkah laku.2 Ditandai adanya

    perubahan-perubahan pada diri seseorang melalui proses belajar tersebut,

    maka akan menghasilkan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi dirinya dan

    orang lain.

    Peningkatan hasil belajar siswa selalu dipengaruhi oleh banyak faktor,

    salah satunya ialah penggunaan metode mengajar. Dalam mengunakan metode

    mengajar, seorang guru dapat menerapakan salah satu model pembelajaran

    inovatif yang membantu guru dan siswa dalam meningkatkan hasil belajar.

    Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

    digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

    pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

    pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,

    dan lain-lain.3 Seorang guru dituntut untuk pintar dalam memilih model

    pembelajaran yang tepat untuk diterapakan dalam proses pembelajaran

    dikelas.Guru sebagai seorang pengajar kadang-kadang salah dalam

    2 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: UHAMKA PRESS,

    2003), h. 14 3 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:

    Prestasi Pustaka, 2007), h. 5

  • xv

    menggunakan metode dan menerapkan model pembelajaran yang seharusnya

    digunakan dalam proses pembelajaran. Kesalahan dalam menerapkan metode

    mengajar dapat menimbulkan ketidakefektifan dalam belajar, perolehan hasil

    belajar yang tidak optimal, kejenuhan dalam belajar, dan hal-hal lain yang

    dapat menghambat proses pembelajaran.

    Penerapan model pembelajaran yang baik agar memperoleh hasil yang

    optimal merupakan hal yang sangat penting diterapkan oleh seorang guru,

    karena dengan ini dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan

    pengetahuannya tanpa merasa bahwa materi pelajaran yang mereka terima

    sangat menyulitkan. Berdasarkan hal inilah seorang guru atau pengajar harus

    mampu memberikan motivasi yang besar pada siswa agar mereka dapat

    menerima materi yang diberikan dengan rasa senang. Pemilihan model

    pembelajaran hendaknya dapat melibatkan siswa secara aktif, baik secara

    fisik, intelektual dan emosionalnya dalam belajar, apalagi dalam pembelajaran

    fisika yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

    Dalam dunia pendidikan, fisika merupakan salah satu cabang keilmuan

    sains yang menuntut siswa untuk aktif dan terlibat langsung dalam proses

    pembelajaran. Dalam penelitian tentang pembelajaran fisika menunjukan

    bahwa banyak faktor yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi lebih

    menarik dan menghasilkan prestasi siswa yang tinggi. Namun, satu faktor

    terpenting untuk hal itu adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses

    pembelajaran.4 Namun disisi lain siswa beranggapan bahwa fisika merupakan

    salah satu mata pelajaran yang paling ditakuti. Padahal, mata pelajaran fisika

    itu sebenarnya menarik dan dekat dengan kehidupan. Oleh sebab itu perlu

    penerapan metode, strategi dan model yang bervariasi dalam pembelajaran

    fisika, sehingga siswa tidak menganggap fisika adalah sesuatu yang perlu

    ditakuti, melainkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari.

    Salah satu model pembelajaran alternatif yang melibatkan siswa

    secara aktif ialah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based

    Learning) atau lebih dikenal dengan singkatan PBL. Dipilihnya model

    4 Supriyono Koes H, Strategi Pembelajaran Fisika, (Universitas Negeri Malang), h. 3

  • xvi

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam penelitian ini, karena model

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada dasarnya lebih mendorong siswa

    untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan. Dengan banyaknya aktifitas yang

    dilakukan oleh siswa, diharapkan dapat menimbulkan rasa senang dan antusias

    siswa dalam belajar. Dengan demikian diharapakan dapat meningkatkan

    pemahaman konsep fisika yang dapat mendorong siswa untuk meningkatkan

    hasil belajar. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk

    melakukan penelitian dengan judul:

    Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan

    Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning).

    B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, model pembelajaran yang dapat

    dipergunakan oleh guru dan siswa dalam upaya meningkatkan hasil belajar

    fisika siswa. Maka dari itu penulis mengidentifikasi beberapa masalah,

    diantaranya sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah pengaruh penerapan model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah terhadap hasil belajar fisika siswa?

    2. Bagaimana model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa?

    3. Bagaimanakah persepsi dan kesan siswa terhadap model Pembelajaran

    Berdasarkan Masalah?

    C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari salah penafsiran terhadap skripsi ini maka penulis

    membatasi fokus penelitian pada penerapan model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah sebagai upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada pokok

    bahasan Tekanan. Objek penelitiannya dilakukan di MTs Negeri 3 Pondok

    Pinang-Jakarta pada semester ganjil tahun pelajaran 2007-2008.

  • xvii

    D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan

    perumusan masalah penelitian sebagai berikut : Pengaruh penerapan model

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam pembelajaran fisika terhadap hasil

    belajar fisika siswa ?

    E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka kegiatan

    penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Mengetahui kesulitan siswa dalam proses pembelajaran fisika di dalam

    kelas.

    2. Mengetahui sejauh mana peranan model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru dan

    sekolah. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

    1. Siswa ; diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa,

    serta meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi untuk

    menyelesaikan permasalahan Fisika.

    2. Guru ; diharapkan dapat dijadikan alternative metode pembelajaran untuk

    mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik.

    3. Sekolah ; diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan sumbangan

    dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  • xviii

    BAB II

    DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR,

    DAN HIPOTESIS TINDAKAN

    A. Pembelajaran Sains Berdasarkan Konstruktivisme 1. Pembelajaran Sains-Fisika

    Menurut Iskandar sebagaimana dikutip oleh sofyan yang menyatakan

    bahwa Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan terjemahan dari bahasa

    Inggris Natural Science atau secara singkat disebut Science. Natural

    berarti alamiah, sedangkan science berarti ilmu pengetahuan. 5 Sedangkan

    menurut Carin dan Sund dalam Zulfiani mendefinisikan sains sebagai

    pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum

    (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.6

    Dalam melakukan eksperimen terjadilah proses dan menghasilkan produk.

    Proses yang dimaksud dalam sains ialah kemampuan manusia dalam

    menggunakan daya pikirnya untuk menemukan fakta dan membangun konsep

    serta prinsip dibidang sains berkaitan dengan gejala-gejala alam, sedangkan

    produk ialah hasil dari daya pikir berupa perkembangan teknologi melalui

    penerapan teori dan prinsip-prinsip dalam ilmu sains tersebut.

    Dengan kemampuan dan daya pikirnya, manusia dapat melakukan

    eksperimen dan observasi terhadap gejala-gejala alam disekitarnya dalam

    proses mencari fakta dan kebenaran dari suatu pengetahuan. Sains merupakan

    suatu cabang ilmu pengetahuan yang membantu seseorang untuk mewujudkan

    5 Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA Sains, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 1

    6 Zulfiani, Model Pembelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs, (Jakarta: Seminar Pembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah, Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (CEQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 1

  • xix

    hal tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan...science education is based on

    both practice and interpretation, that it is so connected with real life and that

    requires cooperation facilitate the problem based-learning. 7

    Seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia tersebut, sains

    berkembang sebagai ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari hingga

    sekarang. Dalam perkembangan pembelajaran, sains terbagi kedalam tiga

    subbidang studi diantaranya bidang studi kimia, bidang studi biologi, dan

    bidang studi fisika.

    Fisika merupakan salah satu bidang sains yang menarik untuk

    dipelajari dan menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami

    konsep dan proses sains. Fisika adalah salah satu bagian disiplin ilmu yang

    terdiri atas komponen-komponen alam yang saling terkait. Komponen itu

    adalah objek dari gejala-gejala alam yang sangat luas dan selalu berkembang

    dari waktu ke waktu yang memberikan konsekuensi pada manusia.

    Menurut Karhami sebagaimana dikutip oleh Nurdin Ibrahim

    menyatakan bahwa fisika merupakan salah satu subbidang studi sains,

    berfungsi untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang materi dan energi,

    meningkatkan keterampilan ilmiah, menumbuhkan sikap ilmiah, dan

    kesadaran/kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan teori,

    konsep/prinsip fisika yang yang sudah dikuasai sebelumnya serta kesadaran

    kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.8

    Selain itu pengertian lain mengatakan bahwa, fisika adalah ilmu

    tentang gejala dan perilaku alam sepanjang dapat diamati oleh manusia.9

    Maka, jelas bahwa teknik-teknik pengamatan merupakan bagian yang amat

    penting dalam pengajaran fisika. Bidang keilmuan fisika menekankan pada

    7 Orhan Akinoglu and Ruhan Ozkardez tandogan, The effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students Academic, Achievment, Attitude and Cocept Learning, dari Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2007, h.72

    8 Nurdin Ibrahim, Hasil Belajar Fisika Siswa SLTP Terbuka Tanjung Sari Sumedang Jawa Barat, dalam Jurnal Pendidkan dan Kebudayaan No. 031 Tahun ke 7, September 2001, hlm. 487

    9 Tim Penulis PEKERTI Bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Biologi di Perguruan Tinggi, (Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), h. 6

  • xx

    pemberian pengalaman secara langsung. Karena itu, siswa perlu dibantu untuk

    mengembangkan sejumlah keterampilan proses agar mereka mampu

    menjelajahi dan memahami konsep-konsep fisika dari gejala-gejala alam

    disekitarnya.

    Menurut pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada

    dasarnya hakikat pembelajaran sains-fisika adalah interaksi pembelajaran yang

    membahas fenomena-fenomena alam yang saling terkait yang dapat diamati

    oleh manusia dan selalu berkembang dari waktu ke waktu yang memberikan

    konsekuensi pada manusia. Hasil dari pembelajaran sains-fisika ini dapat

    menghasilkan produk teknologi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

    2. Konsep Konstruktivisme

    Konstruktivisme merupakan suatu pandangan yang mengatakan bahwa

    pengetahuan bukanlah sesuatu yang mutlak, melainkan sesuatu yang

    dikonstruksi oleh seseorang melalui pengetahuan dan pengalaman sebelumnya

    yang sudah ada dan diintegrasikan dengan pengetahuan dan pengalaman baru

    menjadi suatu pengetahuan baru.

    Konstruktivisme dikembangkan dari ide Piaget bahwa siswa akan

    mempunyai pengalaman belajar jika mereka aktif berpartisipasi.10

    Konstruktivisme juga dapat diartikan sebagai kedudukan psikologi yang

    berpegang kepada sebarang kebenaran yang kebanyakan terjadi secara

    bersamaan dan konkrit. Ini bermakna bahwa ilmu pengetahuan dibina oleh

    individu-individu melalui pengamatan kepada fenomena alam.11 Pembinaan

    ilmu pengetahuan ini dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Siswa

    harus ikut aktif berpartisipasi dalam membina dan mengembangkan

    pengetahuan mereka melalui proses pengamatan kepada fenomena alam.

    Selanjutnya Betten Court dan Mattew menyatakan bahwa

    konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan

    10 Munasprianto Ramli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode

    Konstruktivisme, dalam METAMORFOSA, Vol. 1 No. 2, Oktober 2006, h. 49 11 Embong Bin Omar, Konstruktivisme: Konsep dan Implikasinya dalam Belajar, dari

    http://www.mpkt.edu.my/bahan/konstruktivisme.doc, 2 Februari 2007

  • xxi

    bahwa pengetahuan seseorang adalah konstruksi orang itu sendiri.12

    Sedangkan Briner menyebutkan bahwa dalam konstruktivisme, siswa

    membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan

    berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang sudah ada,

    mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan

    baru yang diperoleh dengan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki

    sebelumnya. 13 Pendapat-pendapat ini senada dengan pernyataan Gwendi

    yang mengatakan bahwa..constructivism assumes that knowledge is not an

    absolute, but is constructed by the leaner based on previous knowledge and

    overall views of the world. 14 Maksud dari pernyataan ini ialah

    konstruktivisme berasumsi bahwa pengetahuan bukan sesuatu yang mutlak

    melainkan sesuatu yang dikonstruksi/dibangun oleh sesorang berdasarkan

    pengetahuan sebelumnya.

    Berdasarkan pengertian diatas, pada dasarnya konsep konstruktivisme

    adalah suatu teori atau faham yang menyatakan bahwa setiap pengetahuan

    atau kemampuan hanya bisa dikuasai (dipahami secara sungguh-sungguh)

    oleh seseorang apabila orang tersebut secara aktif mengkonstruksi/membentuk

    pengetahuan atau kemapuan itu di dalam pikirannya. Konstruktivisme

    memberikan keleluasaan pada siswa secara aktif untuk mengkonstruksi

    pengetahuannya berdasarkan ide atau gagasan yang telah dimilikinya. Siswa

    mengkonstruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui

    pengalaman, sehingga siswa dibiasakan memecahkan masalah dan

    menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya melaui proses belajar.

    12 Kartimi, Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains: Pembelajaran Berbasis

    Komputer, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 25

    13 Sri Subarinah, Pengembangan Mata Kuliah Geometri Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Mataram, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 053. Tahun ke-11, maret 2005, h. 255

    14 Gwendi Camp, Problem-Based Learning: A Paradigm Shift or a Passing Fad?, dari http://www.uchsc.edu/primary/pbl.htm

  • xxii

    3. Prinsip dan Macam Konstruktivisme Secara garis besar konstruktivisme merupakan suatu konsep yang

    menempatkan siswa sebagai subjek yang membangun atau mengkonstruksi

    pengetahuannya berdasarkan ide atau gagasan yang telah dimilikinya.

    Pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan, menurut OLoughlin

    didasarkan atas empat prinsip dasar, yaitu:

    1. pengetahuan terdiri dari post construction 2. pengkonstruksian pengetahuan terjadi melalui proses asimilasi dan

    akomodasi 3. belajar sebagai suatu proses organik penemuan lebih daripada proses

    mekanik akumulasi, dan 4. mengacu kepada mekanisme pada situasi perkembangan kognitif dapat

    berlangsung. 15

    Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam rangka

    membangun pengetahuan diperlukan suatu proses penyesuaian terhadap

    siatuasi perkembangan kognitif seorang siwa dalam proses pembelajaran.

    Dalam merujuk pembelajaran konstruktivisme, Watts mengidentifikasi enam

    prinsip yang menjadi ciri strong constructivism, yaitu:

    1. cognitive construction; berhubungan dengan proses konseptualisasi, yaitu hubungan antara pengetahuan awal dengan informasi yang tersedia,

    2. constructive processes; berhubungan dengan proses konstruksi, rekonstruksi maupun dekonstruksi struktur pengetahuan,

    3. oppositionality; berhubungan dengan aktivitas membandingkan dan membedakan,

    4. critical realism; berhubungan dengan kemampuan berargumen karena pengetahuan bersifat sementara,

    5. self determination; berhubungan dengan pencapaian metakognisi, 6. collegiality, berhubungan dengan konteks sosial pembelajaran.16

    Banyak pakar yang menggolongkan konstruktivisme, namun secara

    umum dari segi subyek yang membentuk pengetahuan, konstruktivisme dapat

    dibedakan menjadi konstruktivisme psikologi personal, psikologi sosiokultural

    15 Solichan Abdullah, Konstruktivisme dalam Pendidikan, dalam FASILITATOR, Edisi

    VI/Tahun 2003, h. 9 16 Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains,

    (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 82

  • xxiii

    dan konstruktivisme sosiologis.

    1. Konstruktivisme psikologi personal diperkenalkan oleh Piaget dan Posner

    et al. Konstruktivisme psikologi personal menekankan pada tiga proses

    kunci membangun pengetahuan, yaitu akomodasi, asimilasi, dan

    ekuilibrum. Pada intinya, asimilasi terjadi karena pengetahuan awal siswa

    sejalan/berhubungan dengan fenomena dan belum terjadi perubahan skema

    ataupun perubahan konseptual. Akomodasi merupakan proses konflik

    kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda sehingga

    memungkinkan terjadinya proses perubahan konseptual sehingga siswa

    mengalami empat kondisi, yaitu; 1) perasaan kurang puas terhadap

    konsepsi yang ada/yang dimilikinya; 2) intelligible dapat dipahami;

    3) plausible dapat diterima (masuk akal); 4) fruitful dapat berkembang.

    Ekuilibrum merupakan fase ksetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.

    2. Konstruktivisme sosiokultural tokoh sentralnya adalah Vygotsky.

    Vygotsky menekankan faktor bahasa mempengaruhi proses membangun

    pengetahuan individu. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling

    efektif dalam menegosiasikan pemahaman. Negosiasi pemahaman sangat

    mempengaruhi zona proksimal individu; suatu rentang pemahaman dalam

    sistem kognisi individu.

    3. Konstruktivisme sosiologis memandang bahwa pengetahuan dibentuk oleh

    masyarakat dengan tidak memperhatikan unsur personal. Dengan

    demikian, pengukuhan pengetahuan dipengaruhi oleh konsesus sosial

    (science as social construct)

    4. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran sains Pembelajaran diartikan sebagai proses belajar mengajar. Dalam

    konteks pembelajaran terdapat beberapa komponen penting, diantaranya guru

    dan siswa yang saling berinteraksi.17 Pembelajaran merupakan proses interaksi

    dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan

    belajar dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik atau murid. Konsep

    17 Kartimi, Suatu Model Konstruktivisme ..., h. 26

  • xxiv

    pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara

    disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku

    tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap

    situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.18

    Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan

    terjadinya interaksi dua arah antara guru dengan siswa. Dengan adanya

    interaksi ini diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif,

    seperti halnya dalam pembelajaran konstruktivisme yang memandang bahwa

    pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa dalam rangka

    membangun pengetahuan. Siswa berperan sebagai individu yang mencari

    kebenaran terhadap apa yang dipelajarinya, dan guru bertugas sebagai

    pengendali dan mengarahkan siswa dalam membangun pengetahuannya.

    Pembelajaran sains dalam konstruktivisme adalah membantu siswa

    untuk membangun konsep-konsep sains dengan kemapuannya sendiri melaui

    proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali melalui

    transformasi informasi untuk menjadi konsep baru. Skemp menyatakan bahwa

    pemahaman atau pengetahuan dapat dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan

    pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.19

    Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme yang menyatakan

    bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuan secara aktif, tidak hanya

    mengimitasi dan membentuk bayangan dari sesuatu yang diamati atau

    diajarkan oleh guru melainkan individu tersebut menyeleksi, menyaring,

    memberi arah dan menguji kebenaran atas informasi yang

    diterimanya.20Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang

    menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar untuk menemukan sendiri

    konsep sains melalui akomodasi konsep lama dengan fenomena-fenomena

    18 Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2006), Cet.

    Ke-4, h. 61 19 Sri Subarinah, Pengembangan Mata Kuliah ..., h. 256 20 Kartimi, Suatu Model Konstruktivisme ..., h. 25

  • xxv

    baru yang ditemukan dalam pembelajaran.21 Dengan dijadikannya siswa

    sebagai pusat kegiatan belajar ini dapat membantu siswa dalam

    mengembangkan pengetahuanya dibidang sains. Guru berperan sebagai

    fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa dalam mengkonstruk

    pengetahuan melalui kegiatan pembelajaran.

    Dari berbagai pandangan yang telah dikemukakan, sudah jelas bahwa

    konstruktivisme merupakan suatu pandangan yang memberikan kebebasan

    pada siswa secara aktif untuk mengkonstruk/membangun pengetahuan mereka

    sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan

    mengintegrasikan pengetahuan terebut dengan pengetahuan baru melalui

    pengamatan dan pengalaman siswa dalam pembelajaran.

    Dalam proses pembelajaran konstruktivisme, peran seorang guru amat

    diperlukan juga yaitu sebagai orang yang bertugas mengendalikan dan

    mengarahkan siswa dalam membangun pengetahuan. Menurut Ken Apleton

    dan Hilary Asoko, guru yang melakukan interaksi belajar dengan

    menggunakan pembelajaran konstruktivisme mempunyai kemampuan dengan

    kriteria sebagai berikut:

    1. Guru menyadari bahwa siswa yang datang pada situasi pembelajaran membawa serta pengetahuan awal yang mereka miliki dan mereka mencoba mengeluarkan pengetahuan tersebut.

    2. Sewaktu mengajar guru mempunyai pengetahuan konseptual yang jelas untuk siswa dan paham bagaimana mengarahkan peran siswa untuk mencapai pengetahuan tersebut.

    3. Guru juga menggunakan strategi-strategi belajar yang dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan awal yang mereka miliki.

    4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan dengan sebaik-baiknya pengetahuan baru yang telah mereka peroleh.

    5. Guru juga menyiapkan kegiatan yang dapat digunakan siswa untuk mengeluarkan pendapat mereka berdasarkan pengetahuan baru yang telah mereka miliki.22

    21 Kinkin Suartini, Bentuk-bentuk Pertanyaan Sains Dalam Pembelajaran Model

    Konstruktivisme, (Jakarta: Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 2

    22 Embong Bin Omar, Konstruktivisme: Konsep dan Implikasinya dalam Belajar, dari http://www.mpkt.edu.my/bahan/konstruktivisme.doc, 2 Februari 2007

  • xxvi

    Sedangkan menurut Hudoyo dalam Sri Subarinah menyatakan bahwa

    guru perlu mengupayakan hal-hal sebagai berikut: (1) menyediakan

    pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki

    siswa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan; (2)

    mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan

    melibatkan pengalaman konkrit; (3) mengintegrasikan pembelajaran yang

    memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang

    lain atau lingkungannya; (4) memanfaatkan berbagai media termasuk

    komunikasi lisan dan tertulis; (5) melibatkan siswa secara emosional dan

    sosial sehingga sains menjadi menarik.23

    Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa guru yang

    konstruktivis adalah guru yang mampu membantu siswa dalam proses

    pembentukan pengetahuan siswa melalui proses pembelajaran.

    Kelebihan dan implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran sains

    yang lebih mementingkan proses pencapaian pengetahuan, dan pembelajaran

    yang berpusat pada siswa maka dapat disimpulkan bahwa konsep

    pembelajaran konstruktivisme perlu sekali diterapkan dalam pembelajaran

    sains pada umumnya dan pembelajaran fisika khususnya. Jika konstruktivisme

    diterapkan dalam pembelajaran sains disekolah, akan mendorong siswa dalam

    menggunakan daya pikirnya untuk menemukan ide-ide secara kreatif yang

    dapat membangun pengetahuannya. Untuk mencapai tujuan yang sesuai

    dengan harapan dalam proses pembelajaran, beberapa pendekatan pengajaran

    secara konstruktivisme perlu diterapkan. Salah satunya ialah penerapan model

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

    B. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah 1. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Tujuan dari pendidikan adalah menciptakan manusia yang aktif,

    berpikir kreatif, terampil, dan mampu menggunakan pemikirannya untuk

    memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-

    23 Sri Subarinah, Pengembangan Mata Kuliah ..., h. 257

  • xxvii

    hari. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya suatu pendekatan

    pembelajaran yang dapat membantu pencapaian tujuan pendidikan yang

    diharapkan.

    Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh

    guru dan siswa dalam mencapai tujuan untuk suatu satuan instruksional

    tertentu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah

    bagi para guru untuk memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah

    bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan

    memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.24 Pembelajaran yang

    menyenangkan dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Siswa

    tidak merasa terbebani dengan sulitnya materi-materi ajar yang diberikan oleh

    sekolah, yang dalam hal ini yaitu bidang keilmuan fisika.

    Untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa, diperlukan adanya

    pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan mendorong

    siswa untuk lebih berpikir kreatif dalam memecahkan berbagai masalah yang

    berkenaan dengan materi pembelajaran fisika. Salah satu pendekatan

    pembelajaran yang mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam memecahkan

    masalah ialah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based

    Learning).

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah suatu model pembelajaran

    yang merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning

    (CTL). CTL juga sering dikenal dengan istilah pendekatan kontekstual.

    Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah

    konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak

    hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di

    benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan

    menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan

    yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme

    24 Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna ..., h. 68

  • xxviii

    yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.25

    Melalui landasan konstruktivisme CTL dipromosikan menjadi

    alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL siswa diharapkan

    dapat belajar melalui mengalami, dengan menghafal. Menurut filosofi

    konstruktivisme, pengetahuan bersifat non-obyektif, temporer dan selalu

    berubah. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan

    pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali

    makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar.

    CTL itu sendiri merupakan konsep belajar yang membantu guru

    mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

    mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Hal ini sangat diperlukan karena kebanyakan para siswa tidak dapat

    menerapakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan mereka yang

    disebabkan kurang menariknya metode pembelajaran yang diterapkan oleh

    guru. Untuk itu seorang guru harus jeli dalam menerapkan metode apa yang

    sesuai untuk siswa dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan.

    Siswa tidak hanya dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran, melainkan

    sebagai subjek yang berperan dalam proses pembelajaran.

    Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual

    harus menekankan pada hal-hal berikut:

    1. Belajar berbasis masalah (problem - based learning), yaitu suatu

    pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

    suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan

    keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan

    dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

    2. Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran

    yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna

    25 Bambang, Mengapa CTL Menjadi Pilihan?, dari http//rbaryans.

    Worpress.com/category/pendidikan, oktober 6, 2007

  • xxix

    3. Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan

    strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan

    kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

    4. Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang membutuhkan

    suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana lingkungan belajar

    siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah

    autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan

    melaksanakan tugas bermakna lainnya.

    5. Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu

    pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa mrnggunakan konteks

    tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan

    bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja.

    6. Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang memerlukan

    penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan

    masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan

    jasa-layanan tersebut.

    7. Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan

    pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa intuk bekerja sama

    dalam mencapai tujuan belajar.

    Dari ketujuh komponen tersebut, konsep Belajar Berdasarkan Masalah

    termasuk di dalamnya. Maka dari itu jelaslah bahwa model Pembelajaran

    Berdasarkan Masalah merupakan bagian dari pembelajaran Contextual

    Teaching and Learning (CTL) yang berakar dari pembelajaran

    konstruktivisme.

    Banyak pakar pendidikan mendefinisikan Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah diantaranya yaitu menurut Duch, Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    adalah metode pendidikan yang mendorong siswa mengenal cara belajar dan

    bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di

    dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan

    siswa sebelum mulai mempelajari suatu subjek. Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta

  • xxx

    mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber

    pembelajaran.26

    Menurut Rhem, Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan

    pembelajaran yang dihasilkan dari bekerja dengan masalah, belajar dari

    kontekstual masalah dan situasi yang terstruktur serta berusaha untuk

    menemukan solusi yang berarti.27 Sedangkan Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah menurut Berns dan Erickson sebagaimana dikutip oleh Evi Nursari

    merupakan suatu pendekatan instruksional dalam pembelajaran yang

    menggunakan masalah-masalah nyata dalam kehidupan keseharian sebagai

    konteks siswa untuk belajar berpikir kritis dan keahlian siswa dalam

    memecahkan masalah.28

    Menurut Maggi Savin-Baden dalam prolognya mengatakan bahwa

    Problem based-learning is increasingly being seen as a means of educating

    students to learn with complexity.29 Maksudnya ialah Pembelajaran

    Berdasarkan Masalah merupakan suatu alat yang digunakan siswa untuk

    belajar sesuatu yang rumit dan dapat memecahkannya.

    Sedangkan menurut literatur lain, Wilkerson dan Gijselaers

    mengklaim bahwa Problem based-learning is characterized by student-

    centered approach, teachers as facilitators rather than disseminator,and

    open-ended problems (in PBL, these are called ill-structured) that serve as

    the initial stimulus and framework for learning.30 Menurut pengertian

    tersebut, Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu konsep

    pembelajaran yang mempunyai karakteristik pembelajaran berpusat pada

    26 Universitas Islam Indonesia, www.uii.ac.id/index.asp?u=710&b=1&v=1&j=1&id=8:

    2006 27 Lisye Puji Febiyanti, Identifikasi Pertanyaan Siswa SMP Selama Pembelajaran

    Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Konsep Pola Interaksi Organisme, Skripsi program Sarjana UPI Bandung, (Bandung : Universitas Pendidkan Indonesia, 2004), hlm. 13

    28 Evi Nursari, Efetivitas Strategi Problem-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) Dalam Pembelajaran Sub Konsep Pemencaran Tumbuhan Pada Siswa SMU Negeri 22 Bandung ,Skripsi Program Sarjana UPI Bandung, (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2004), h. 3

    29 Magi Savin-Baden, Facilitating Problem Based-Learning (Illuminating Perspectives), (Philadelphia : SRHE, 2003), p. 2

    30 Stanford University Newsletter On Teaching, Problem Based-Learning, Winter 2001 Vol. 11, No. 1, h. 1

  • xxxi

    siswa dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang

    bertugas memberikan rangsangan-rangsangan terhadap siswa untuk aktif

    dalam proses pembelajaran.

    Sufery and Duffy dalam Min Liu mengatakan..Problem-based

    learning (PBL) is an instructional approach that exemplifies student centered

    learning. It emphasizes solving complex problems in rich contexts and aims at

    developing higher-order thinking skills. PBL has these characteristics: (a)

    learning is student-centered; (b) authentic problems form the organizing focus

    for learning; (c) new information is acquired through self-directed learning;

    (d)learning occurs in small groups; and (e) teachers act as facilitators.31

    Pandangan ini mengatakan bahwa Pembelajaran berdasarkan masalah

    merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mempunyai karakteristik

    pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru hanya bertugas sebagai

    fasilitator.

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah mendorong siswa untuk aktif

    dalam mengkonstruk pemahaman yang sudah ada dan mengaitkannya dengan

    kehidupan nyata. Hal ini senada dengan pernyataan Problem-Based Learning

    (PBL) is away of constructing and teaching courses using problem as the

    stimulus and focus for student activity.32

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah juga bergantung pada konsep lain

    dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner memerikan scaffolding sebagai suatu

    proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu

    melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari

    seorang guru atau orang lain yang memilki kemampuan lebih.33 Dalam hal ini

    pembelajaran berdasarkan masalah tidak akan berjalan dengan baik tanpa

    adanya dukungan dari pihak-pihak lain yang membantu siswa dalam

    memecahkan masalah.

    31 Min Liu, Motivating Students Through Problem-Based Learning, dari

    http: //utexas.edu, 2005, h. 2 32 David Boud and Grahame I Felleti, The Challenge of Problem-Based Learning (PBL),

    (London : Kogan Page), dari http://www.google .co.id 33 Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nor, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Buku Ajar

    Mahasiswa), (Surabaya : UNESSA-UNIVERSITY PRESS, 2000), h. 22

  • xxxii

    Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan

    bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu model

    pembelajaran memfokuskan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran

    dan mendorong siswa agar lebih kreatif dalam memecahkan permasalahan-

    permasalahan yang dihadapinya. Permasalahan-permasalahan ini tentunya

    yang ada kaitannya antara materi yang diajarkan dengan kehidupan keseharian

    siswa. Selain itu, seorang guru berperan sebagai fasilitator yang membantu

    siswa untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan penerapan model

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah tersebut.

    2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Program inovatif Pembelajaran Berdasarkan Masalah pertama kali

    diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di

    Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah di McMaster adalah filosofi pendidikan

    yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan

    antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasarkan masalah.

    Pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul

    sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL.

    Kekhasan pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah di Maastrich

    terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan

    keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam

    perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian

    oleh banyak fakultas kedokteran di dunia.

    Seiring perkembangan zaman, Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    mulai merambah kedunia pendidikan. Secara perlahan ilmu-ilmu pengetahuan

    umum mulai melakukan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah,

    hal ini banyak terlihat dari hasil-hasil penelitian dalam dunia pendidikan yang

    menerapkan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam proses

    pembelajaran di sekolah.

  • xxxiii

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah ini mengkolaborasikan antara

    pemberian materi dan pemecahan masalah. Siswa dibagi kedalam beberapa

    kelompok, kemudian mereka diberi perlakuan sesuai dengan tahapan-tahapan

    yang terdapat dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Dalam Pembelajaran

    Berdasarkan Masalah, siswa dituntut bertanggung jawab atas pendidikan yang

    mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru.

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah membentuk siswa mandiri yang dapat

    melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani.

    Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa

    menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam

    menjalani proses belajar Pembelajaran Berdasarkan Masalah, peranan tutor

    dalam proses pembelajaran akan berkurang keaktifannya.

    Proses belajar dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah dibentuk dari

    ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal

    tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar

    mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga

    nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-

    masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah memberi tantangan pada siswa untuk lebih

    mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan

    masalah secara efektif.

    Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan

    dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka

    mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik

    permasalahan-permasalahan dan mencari bagaimana cara memecahkannya.

    Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber

    seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang

    sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai

    dengan kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah mendapatkan informasi,

    mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang telah mereka

    pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Di akhir proses, siswa

  • xxxiv

    melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik yang mambangun

    bagi teman-temannya.

    Dari uraian diatas jelas bahwa Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    dalam pembelajaran dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar

    mandiri. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena mempunyai

    kelebihan diantaranya : (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna.

    Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan

    menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui

    pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks

    aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika

    siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2)

    Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan

    ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang

    relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan

    lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori

    mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3)

    PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif

    siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat

    mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.34

    Selain kelebihan, tentunya model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    juga mempunyai kelemahan. Adapun kelemahanya ialah : (1) Untuk siswa

    yang malas tujuan dari model tersebut tidak dapat tercapai. (2) Membutuhkan

    banyak waktu dan dana. (3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan

    dengan model ini.35

    3. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pembelajaran

    Ada beberapa cara menerapkan model Pembelajaran Berdasarkan

    34 I wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, dari

    http://lubisgrafura.wordpress.cum, September 2007 35 http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/pembelajaran-berdasarkan-masalah/

  • xxxv

    Masalah dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini di mulai

    dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh

    siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan

    oleh pengajar. Siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah

    tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat

    memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya.

    Pemecahan masalah dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah harus sesuai

    dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa belajar

    memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu,

    penggunaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat memberikan

    pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa.

    Menurut Pannen, langkah-langkah pemecahan masalah dalam

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:

    (1) mengidentifikasi masalah, (2) mengumpulkan data, (3) menganalisis data,

    (4) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, (5)

    memilih cara untuk memecahkan masalah, (6) merencanakan penerapan

    pemecahan masalah, (7) melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan,

    dan (8) melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Empat

    tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat

    berpikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran

    dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher

    order thinking skills). Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh

    tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula keterampilan

    seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.36

    Namun pendapat lain mengatakan bahwa ada 5 tahap utama dalam

    model Pembelajaran Berdasarkan Masalah yang dimulai dengan guru

    memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan

    penyajian dan analisis kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan pada

    Tabel dibawah ini.

    36 I wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, dari

    http://lubisgrafura.wordpress.cum, September 2007

  • xxxvi

    Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Tahap Tingkah Laku Siswa

    Tahap 1

    Orientasi siswa kepada masalah

    Guru menjelaskan tujuan

    pembelajaran, menjelaskan logistik

    yang dibutuhkan, memotivasi siswa

    terlibat pada aktivitas pemecahan

    masalah yang dipilihnya.

    Tahap 2

    Mengorganisasi siswa untuk belajar

    Guru membantu siswa

    mendefinisikan dan

    mengorganisasikan tugas belajar

    yang berhubungan dengan masalah

    tersebut.

    Tahap 3

    Membimbing penyelidikan individu

    maupun kelompok

    Guru mendorong siswa untuk

    mengumpulkan informasi yang

    sesuai, melaksanakan eksperimen,

    untuk mendapatkan penjelasan dan

    pemecahan masalah.

    Tahap 4

    Mengembangkan dan menyajikan

    hasil karya

    Guru membantu siswa dalam

    merencanakan dan menyiapkan karya

    yang sesuai seperti laporan, video,

    dan model dan membantu mereka

    untuk berbagi tugas dengan

    temannya.

    Tahap 5

    Menganalisis dan mengevaluasi

    proses pemecahan masalah

    Guru membantu siswa untuk

    melakukan refleksi atau evaluasi

    terhadap penyelidikan mereka dan

    proses-proses yang mereka

    gunakan.37

    37 Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nor, Pembelajaran Berdasarkan..., h. 13

  • xxxvii

    Dari kelima tahapan tersebut terlihat bahwa dengan adanya

    Pembelajaran Berdasarkan Masalah yang diterapkan pada siswa, diharapkan

    dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan mampu menganilsis dalam

    memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya.

    4. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    a. Tugas -Tugas Perencanaan

    Karena hakekat interaktifnya, model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-

    model pemelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

    a) Penetapan tujuan

    Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dirancang untuk

    mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki,

    memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi

    pembelajar yang mandiri. Dalam pelaksanaanya pembelajaran

    berdasarkan masalah bisa saja diarahkan untuk mencapai tujuan-

    tujuan tersebut.

    b) Merancang situasi masalah

    Beberapa guru dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah lebih

    suka memberi kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk

    memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini dapat

    meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik

    seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak

    didefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna

    bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

    c) Organisasi sumber daya dan rencana logistik

    Dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah siswa dimungkinkan

    berkerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam

    pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan,

    atau di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar

    sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya

  • xxxviii

    dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa,

    haruslah menjasi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang

    menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah.

    b. Tugas Interaktif

    1. Orientasi Siswa pada Masalah

    Siswa perlu memahami bahwa tujuan Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah adalah tidak untuk memperoleh inforemasi baru dalam

    jumlah besar, tetapi utnuk melakukan penyelidikan terhadap

    masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang

    mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu

    materi pelajaran dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan dan

    menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan

    keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

    2. Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar.

    Pada model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dibutuhkan

    pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan saling

    membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan

    dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk

    merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.

    Bagaimana mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar

    kooperatif berlaku juga dalam mengorganisasikan siswa ke dalam

    kelompok Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

    3. Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok.

    Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat

    mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi

    yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa

    diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat

    menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang

  • xxxix

    dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagimana

    etika penyelidikan yang benar.

    Guru mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan

    hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam

    rangka Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Selama dalam

    tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang

    dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktifitas siswa.

    Puncak proyek-proyek pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti

    laporan, poster, model-model fisik, dan video tape.

    4. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah

    Tugas guru pada tahap akhir pemelajaran berdasarkan pemecahan

    masalah adalah membantu siswa menganalisis dan

    mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan

    penyelidikan yang mereka gunakan.

    5. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dalam model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, fokus perhatian

    pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu

    tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes

    kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang

    sesuai dengan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah menilai

    pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

    Tugas asesmen dan evaluasi yang sesuai untuk model Pembelajaran

    Berdasarkan Masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian

    alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya

    dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil.

  • xl

    C. Hasil Belajar Siswa 1. Pengertian Belajar

    Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat

    fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.38

    Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan pengalaman. (learning

    is defined as the modification or strengthening of behaviour through

    experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses atau

    kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.39 Dalam pelakasanaannya belajar

    merupakan suatu proses yang harus dilalui untuk memperoleh pengalaman

    baru dan memperteguh kelakuan pengalaman itu sendidri.

    Cronbach mengatakan bahwa belajar itu ditunjukan oleh adanya

    perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (learning is show by

    achange in behavior as aresult of experience).40 Perubahan tingkah laku dari

    hasil pengalaman inilah yang menunjukan seseorang telah melakukan kegiatan

    belajar, baik itu berubah pengetahuannya, sikap, dan kemampuannya.

    Selanjutnya Gagne menyebutkan bahwa belajar sebagai suatu

    perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia. Perubahan dalam

    menunjukan kinerja (perilaku) berarti belajar itu menentukan semua

    keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang diperoleh individu(siswa).

    Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti

    pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai. Berbagai

    macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas sebagai

    hasil belajar.41

    Dalam ilmu psikologi, proses belajar berarti cara-cara atau langkah-

    langkah khusus yang dengannya terjadi beberapa perubahan hingga tercapai

    tujuan tertentu. Dalam ungkapan lain tahapan perubahan tersebut dapat

    38 Muhibin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet.

    ke-3, h. 63 39 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), cet. Ke-2,

    h. 27 40 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

    Persada, 2007), h. 20 41 Nurdin Ibrahim, Hasil Belajar Fisika ..., h. 487

  • xli

    diartikan sebagai suatu proses. Jadi proses belajar adalah tahapan perubahan

    perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.

    Pendapat ini senada dengan ungkapan Skiner yang mengatakan bahwa belajar

    adalah suatu proses adapatasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung

    secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya,

    bahwa belajar adalah... a proses of progresif behavior adaptation.

    Berdasarkan eksperimennya, Skiner percaya bahwa proses adaptasi tersebut

    akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat

    (reinforcer).42

    Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, jadi pada hakikatnya belajar

    adalah perubahan tingkah laku seseorang meliputi keseluruhan pribadinya

    dengan hasil yang diharapakan berupa perubahan pengetahuan, sikap,

    perluasan minat, penghargaan norma-norma, kecakapan dan lainnya.

    Perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalamannya sendiri

    dan interaksi dengan lingkungannya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai

    perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedangkan perubahan

    tingkah laku itu merupakan hasil dari belajar.

    2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Mengingat belajar adalah perubahan tingkah laku yang bersifat

    permanen sebagai hasil dari pengalaman atau interaksi, perubahan tingkah

    laku sesudah belajar disebut sebagai hasil belajar.

    Hasil belajar atau prestasi adalah penguasaan pengetahuan atau

    keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan

    dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.43

    Para ahli teori belajar modern menyatakan bahwa hasil belajar pada

    dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku

    42 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja

    Rosda Karya, 2004), h. 90 43 Tulus Tuu, Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Siswa, (Jakarta : PT. Gramedia

    Widiasarana Indonesia, 2004), h. 75

  • xlii

    baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. 44 Sedangkan untuk definisi hasil

    belajar seperti yang dikemukkakan oleh Sumadi adalah penguasaan kecakapan

    yang diusahakan secara sengaja dalam satuan waktu dan satuan bahan tertentu

    serta perbedaan pada awal belajar dengan akhir proses belajar. Woodwarth

    dan Marquis mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan

    yang nyata dan dapat diukur secara langsung menggunakan tes. Penggunaan

    tes tersebut bertujuan untuk melihat kemampuan belajar siswa dalam hal

    penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan yang

    ditetapkan. Hasil belajar siswa yang diperoleh biasanya dinyatakan dalam

    bentuk angka-angka yang diukur melalui tes atau penilaian hasil belajar

    terhadap berbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap selama mengikuti

    proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

    Bloom dan kawan-kawan sebagaimana dikutip oleh Degeng

    mengklasifikasi hasil belajar menjadi tiga domain atau ranah, yaitu ranah

    kognitif, psikomotor, dan sikap. Ranah kognitif menaruh perhatian pada

    pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual; ranah psikomotor

    berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif dan keterampilan motorik;

    dan ranah sikap berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai dan

    emosi yang dipelajari (baru).45 Pengklasifikasian bloom ini sesuai dengan

    pendapat sebelumnya yang mengukur hasil belajar melalui tes terhadap ketiga

    ranah, yaitu pengetahuan untuk kognitif, keterampilan untuk psikomotorik,

    dan perubahan sikap.

    Menurut Gagne dan Briggs, ada lima kategori kapabilitas hasil belajar,

    yaitu 1) keterampilan intelektual (intellectual skills), 2) strategi kognitif

    (cognitive strategis), 3) informasi verbal (verbal information), 4) keterampilan

    motorik (motor skills), dan 5) sikap(atitudes).46 Hasil dari kelima kapabilitas

    tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

    44 Tudjai, Analisis Hasil Belajar Kemampuan Kependidikan, dalam Jurnal Teknologi

    Pendidikan Vol. 2 No. 1, 2000, h. 54 45 Nurdin Ibrahim, Hasil Belajar...,hlm.487 46 Nurdin Ibrahim, Pemanfaatan Tutorial Audio Interaktif Untuk Perataan Kualitas

    Hasil Belajar (Suatu Kajian), dalam Jurnal Pendidkan dan Kebudayaan NO. 044 Tahun ke-9, September 2003, h. 735

  • xliii

    Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

    dapat di bedakan menjadi tiga macam:

    1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani

    dan rohani siswa.

    2. faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di

    sekitar siswa.

    3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar

    siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk

    melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.47

    Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri sendiri,

    faktor internal ini meliputi dua aspek:

    1. Aspek fisiologis, kondisi umum jasmani dapat dikatakan melatar

    belakangi aktivitas belajar.

    2. Aspek psikologis, kejiwaan seseorang mempengaruhi aktiviatas belajar

    seseorang. Aspek kejiwaan ini terdiri dari:

    a. Inteligensi siswa merupakan kemampuan psikofisik untuk mereaksi

    rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara

    yang tepat. Tingkat keberhasilan siswa ditentukan oleh tingkat

    kecerdasan atau inteligensi (IQ).

    b. Sikap adalah gejala internal yang bedimensi afektif. Sikap seseorang

    dalam melakukan suatu kegiatan sangat berpengaruh sekali terhadap

    kegiatan yang dilakukan. Bagaimana seseorang dapat menyikapi

    semua kegiatan yang dilakukannya tergantung dari motivasi

    melakukan kegiatan tersebut. Sikap seorang siswa dalam belajar

    khususnya dalam pembelajaran fisika harus selalu menyikapinya

    dengan pemahan yang positif, karena jika kita menyikapinya dengan

    sikap yang negatif maka akankah tujuan pembelajaran fisika dapat

    tercapai.

    c. Bakat adalah kemampuam yang dimiliki seseorang untuk mencapai

    keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan memiliki bakat

    47 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan ..., h. 132

  • xliv

    terhadap suatu kegiatan tertentu akan mudah untuk lebih

    mengembangkan bakat tersebut.

    d. Minat adalah kecenderungan dan kegairahan atau keinginan yang besar

    terhadap sesuatu.

    e. Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang

    melakukan sesuatu. Motivasi ini dapat mendorong seseorang lebih

    maju dalam melakukan suatu kegiatan. Penemuan-penemuan

    penelitian menunjukan bahwa basil belajar pada umumnya akan

    meningkat jika motivasi belajar bertambah.

    Faktor yang kedua adalah faktor eksternal, yaitu faktor yang datang

    dari luar diri siswa. Faktor ini meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor

    lingkungan non sosial. Faktor lingkungan sosial yaitu : guru, tata-tertib

    sekolah, teman, dan lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi

    motivasi siswa.sedangkan faktor lingkungan non sosial terdiri dari gedung

    sekolah, rumah tempat tinggal, keadaan cuaca, dan lain-lain.

    Faktor yang terakhir adalah pendekatan belajar. Faktor pendekatan

    belajar dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan oleh siswa

    dalam menunjang efektivitas dan proses pembelajaran materi tertentu. Strategi

    dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa

    sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar

    tertentu.

    Dari pendapat diatas, diketahui bahwa strategi merupakan salah salah

    satu faktor yang menentukan dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran fisika

    akan lebih bermakna apabila diimbangi dengan strategi belajar yang tepat,

    dalam hal ini pemilihan metode dan penggunaan model pembelajaran yang

    tepat sebagai alat hasil belajar siswa. Pembelajaran harus melibatkan siswa

    secara aktif dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat bekerja sama dan

    saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    3. Pengukuran Hasil Belajar

    Kegiatan akhir dari proses pembelajaran adalah adanya penilaian

  • xlv

    tehadap hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam melakukan penilaian

    lazimnya didahului oleh kegiatan pengukuran. Karena itu, untuk memperoleh

    hasil penilaian yang benar, maka kegiatan pengukuran harus dilakukan

    menggunakan alat ukur yang sahih atau akurat (valid) dan stabil atau

    terpercaya.48 Dengan alat ukur yang terpercaya maka hasil dari pengukuran

    tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

    Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran,

    pengukuran besifat kuantitatif.49 Unsur pokok dalam melakukan kegiatan

    pengukuran adalah:1) ada tujuan pengukuran; 2) ada objek pengukuran; 3) alat

    ukur; 4) proses pengukuran; dan 5) hasil pengukuran. Kegiatan pengukuran ini

    dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kebehasilan siswa setelah mengikuti

    proses pembelajaran. Alat ukur yang digunakan dalam proses pengukuran

    hasil belajar siswa dapat berupa tes hasil belajar. Tes merupakan alat atau

    prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam

    suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pengunaan tes

    ini dapat digunakan untuk mengukur ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

    Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan

    mental atau otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir,

    yaitu:

    1. Mengingat kembali (recall); kemapuan menyatakan kembali fakta, konsep,

    prinsip dan prosedur yang telah dipelajari dan tersimpan dalam memori

    jangka panjang.

    2. Pemahaman (comprehension); kemampuan membuktikan hubungan

    pemahaman yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.

    3. Penerapan atau Aplikasi (application); kemapun untuk menyeleksi atau

    memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, dan

    cara ) secara tepat untuk diterapkan dalam situasi baru dan menrapkannya

    secara benar.

    48 Ahmad Sopyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Hak

    Cipta, 2006), h. 1 49 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, ,

    2006), Cet. ke-6, h. 3

  • xlvi

    4. Analisis (analysis); kemampuan menganalisis suatu hubungan atau situasi

    yang kompleks atas konsep-konsep dasar.

    5. Sintesis (synthesis); kemampuan untuk menggabungkan atau menyusun

    kembali hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur

    baru.

    6. Evaluasi (evaluation); kemampuan untuk membuat penilaian terhadap

    sesuatu kasus yang diajukan berdasarkan ukuran-ukuran atau standar yang

    telah ditentukan.

    Ranah afektif atau sikap berkaitan dengan pengembangan perasaan,

    sikap, nilai, dan emosi terhadap hal-hal yang dipelajari dan bersifat baru.

    Sedangkan ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif

    atau keterampilan motorik. Ketiga r