40
BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Irian jaya atau sekarang disebut dengan Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Pulau ini terbagi atas 2 daerah kekuasaan, yaitu belahan timur yang merupakan daerah kekuasaan pemerintahan Papua Nugini sedangkan daerah seluas 260.000 kilometer persegi yang berada di belahan barat, yaitu Papua termasuk daerah wilayah pemerintahan Republik Indonesia. Di Papua ini terdiri dari beberapa kabupaten dan suku-suku yang beraneka ragam. Suku Asmat adalah salah satu suku yang ada di Papua. Populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual. Mendengar suku Asmat, mungkin sekilas terpikir di benak kita mengenai pengayauan kepala orang dan kanibalisme. Hal tersebut sempat mewarnai kehidupan sehari-hari orang Asmat. Kehidupan suku Asmat pada jaman dahulu banyak dipenuhi dengan peperangan antar

SUKU ASMAT EDIIIT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SUKU ASMAT EDIIIT

BAB 1

PendahuluanA. Latar Belakang

Irian jaya atau sekarang disebut dengan Papua adalah pulau terbesar

kedua di dunia setelah Greenland. Pulau ini terbagi atas 2 daerah

kekuasaan, yaitu belahan timur yang merupakan daerah kekuasaan

pemerintahan Papua Nugini sedangkan daerah seluas 260.000 kilometer

persegi yang berada di belahan barat, yaitu Papua termasuk daerah

wilayah pemerintahan Republik Indonesia.

Di Papua ini terdiri dari beberapa kabupaten dan suku-suku yang

beraneka ragam. Suku Asmat adalah salah satu suku yang ada di Papua.

Populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai

dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling

berbeda satu sama lain dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual.

Mendengar suku Asmat, mungkin sekilas terpikir di benak kita

mengenai pengayauan kepala orang dan kanibalisme. Hal tersebut sempat

mewarnai kehidupan sehari-hari orang Asmat. Kehidupan suku Asmat

pada jaman dahulu banyak dipenuhi dengan peperangan antar clan atau

antar desa. Pada umumnya, pangkal persengketaan adalah antara lain

adanya perzinahan, pelanggaran batas daerah sagu, pencurian ulat sagu,

ataupun hanya sekedar mencari gara-gara karena terjadinya salah paham

atau tersinggung.

Konflik antara dua orang biasanya meningkat menjadi konflik antar

keluarga, kemudian antar clan, hingga akhirnya melibatkan seluruh

kampung. Konflik semacam inilah yang mengakibatkan masyarakat Asmat

terbagi ke dalam beberapa clan dan menyusutnya penduduk desa di daerah

Page 2: SUKU ASMAT EDIIIT

Asmat. Sebagai kelanjutan dari peperangan tersebut adalah terjadinya

kayau-mengayau serta kanibalisme.

Di dalam masyarakat Asmat pada jaman dahulu, banyak ritual,

kesenian, serta aspek-aspek mengenai kebudayaan yang menarik untuk

dijelaskan. Perkembangan suku Asmat dahulu hingga sekarang pun telah

banyak berubah. Kini pengayauan kepala orang serta kanibalisme sudah

merupakan bagian legenda dan sejarah dari suku Asmat. Hal tersebut

disebabkan adanya campur tangan pemerintah dan misi-misi penyebaran

agama yang dilakukan oleh para misionaris. Kontak dari dunia luar pun

sedikit banyak mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi di suku

Asmat sendiri. Mereka pun mulai mengenal kebudayaan lingkungan luar

yang dianggap lebih maju.

Saat ini, banyak kebudayaan hasil dari tangan-tangan orang Asmat

yang patut membanggakan bagi bangsa ini. Semua hasil kebudayaan itu

merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa ini.

Oleh karena itu, kami sangat tertarik sekali untuk menjelaskan berkaitan

dengan suku Asmat melalui tugas etnografi ini, yang dimana lebih

menekankan pada segi kebudayaanya pada jaman dahulu.

Karangan etnografi ini membahas mengenai lokasi, lingkungan alam,

dan demografi, asal mula/ sejarah suku Asmat, bahasa, sistem Teknologi,

sistem Mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem

religi, dan kesenian yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat

Asmat.

Page 3: SUKU ASMAT EDIIIT

BAB 2

Etnografi Suku Asmat

1. Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi

Lokasi

Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan

daerah tersebut masih merupakan alam yang liar. Mereka tinggal di pesisir

barat daya Irian jaya (Papua). Mulanya, orang Asmat ini tinggal di wilayah

administratif Kabupaten Merauke, yang kemudian terbagi atas 4

kecamatan, yaitu Sarwa-Erma, Agats, Ats, dan Pirimapun. (Saat ini

Asmat telah masuk ke dalam kabupaten baru, yaitu kabupaten Asmat).

Batas-batas geografis

Batas-batas geografi daerah tempat dimana suku Asmat dahulu tinggal

adalah sebagai berikut :

Sebelah utara dibatasi pegunungan dengan puncak-puncak bersalju

abadi,

Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura,

Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Asewetsy,

Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Pomats. Pertemuan Sungai

Pomats, Undir (Lorentz), dan Asewetsy, bersama-sama kemudian

menjadi satu dan mengalir ke dalam teluk Flamingo. Di daerah hilir

Sungai Asewetsy terletak Agats, tempat kecamatan Agats, salah satu

dari 4 kecamatan yang membentang di wilayah Asmat.

Page 4: SUKU ASMAT EDIIIT

Batasan-batasan alamiah ini yang melindungi orang-orang Asmat dari

serangan luar. Pada masa Perang Dunia II, daerah tersebut merupakan

semacam daerah yang tak bertuan di antara wilayah kekuasaan tentara

Jepang di sebelah barat dan tentara Australia di sebelah timur.

Kondisi lingkungan alam

Suku Asmat mendiami daerah dataran rendah yang berawa-rawa dan

berlumpur, serta ditutupi dengan hutan tropis. Sungai-sungai yang

mengalir di daerah ini tidak terhitung banyaknya, dan rata-rata berwarna

gelap karena tertutup dengan lumpur. Daerah tersebut landai yang dimana

dialiri oleh tidak kurang dari 10 sungai besar dan ratusan anak sungai.

Sungai-sungai besar itu dapat dilayari kapal dengan bobot 1.000-2.000 ton

samapi sejauh 50 kilometer ke hulu. Sejauh 20 kilometer ke hulu, air

sungai-sungai itu masih terasa payau. Lingkungan alam di sekitarnya masih

terpencil dan penuh dengan rawa-rawa berlumpur yang ditumbuhi pohon

bakau, nipah, sagu, dan tumbuhan rawa lainnya. Perbedaan pasang dan

surut mencapai 4-5 meter sehingga dapat dimanfaatkan untuk berlayar

dari satu tempat ke tempat lain. Pada pasang surut, orang berperahu ke

arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu ketika pasang sedang naik.

Keadaan alam seperti itu disebabkan antara lain adalah karena curah

hujan yang turun sebanyak 200 hari setiap tahunnya. Selain itu,

perembesan air laut ke pedalaman menyebabkan tanahnya tidak dapat

ditanami dengan jenis-jenis tanaman seperti pohon kelapa, bambu, pohon

buah-buahan, dan jenis tanaman kebun seperti sayur-mayur, tomat,

mentimun, dan sebagainya. Walaupun tanaman seperti itu ada, namun

jumlahnya pun sediki atau terbatas.

Page 5: SUKU ASMAT EDIIIT

Namun demikian, daerah rawa-rawa berair payau dengan suhu udara

minimal 21 derajat Celcius dan maksimal 32 derajat Celcius ini sangat kaya

akan aneka jenis tanaman palem, hutan-hutan bakau, pohon-pohon sejenis

kayu balsal, umbi-umbian, tanaman rambat, dan rotan.

Batu sangat langka di daerah-daerah lumpur berawa-rawa ini. Alat-

alat batu yang ditemukan hanya berupa kapak, dan ini pun bukan buatan

penduduk setempat melainkan didapatkan melalui perdagangan barter

dengan penduduk yang tinggal di daerah dataran tinggi. Orang-orang

Asmat juga tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah liat

pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh

karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api

terbuka.

Data Demografi

Jumlah penduduk di daeah Asmat tidak diketahui dengan pasti.

Diperkirakan pada tahun 2000 ada kurang lebih 70.000 jiwa, 9.000 di

antaranya bermukim di Kecamatan Pirimapun. Pertambahan penduduk

sangat pesat, berkisar antara 28 samapi 84 jiwa setiap 1.000 orang.

Secara keseluruhan, angka kelahiran di pedalaman adalah 13 persen,

di pesisir 9 persen. Angka kematian pun cukup tinggi, yaitu berksiar antara

21 sampai 45 jiwa tiap 1.000 orang. Pada jaman dahulu, rata-rata dua

setengah persen kematian orang Asmat disebabkan oleh peperangan antar

clan atau antar desa. Seiring berkembangnya jaman, saat ini penyebab

kematian anak-anak dan bayi , terutama pada bulan-bulan pertama banyak

disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, dan penyakit campak.

Tragisnya pada kasus-kasus tertentu, si ibu berperan dalam mempercepat

proses kematian karena kurangnya pengetahuan. Sebagai contoh seorang

Page 6: SUKU ASMAT EDIIIT

anak yang menderita diare, tidak diberi minum sehingga mengalami

dehidrasi yang menyebabakan kematian pada akhirnya.

Perkampungan orang Asmat yang jumlahnya tidak kurang dari 120

buah tersebar dengan jarak yang saling berjauhan. Kampung mereka

didirikan dengan pola memanjang di tepi-tepi sungai dan dibangun

sedemikian rupa sehingga mudah mengamati musuh. Sedikitnya ada 3

kategori kampung bila dilihat dari jumlah warganya. Kampung besar, yang

umumnya terletak di bagian tengah, dihuni oleh sekitar 500-1000 jiwa.

Kampung di daerah pantai, rata-rata dihuni oleh sekitar 100-500 jiwa.

Kampung di bagian hulu sungai, jumlah warganya lebih kecil , berpenduduk

sekitar 50-90 jiwa.

Ciri-ciri fisik

Bentuk tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya yang

berdiam di pegunungan tengah atau di nagian pantai lainnya. Tinggi badan

kaum laki-laki antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum perempuan

tingginya antara 1,60 hingga 1,65 meter.

Ciri-ciri bagian tubuh lainnya yaitu :

bentuk kepala yang lonjong (dolichocephalic),

bibir tipis,

hidung mancung, dan

kulit hitam.

Orang Asmat pada umumnya tidak banyak menggunakan kaki untuk

berjalan jauh, oleh karena itu betis mereka terlihat menjadi kecil. Namun,

setiap saat mereka mendayung dengan posisi berdiri sehingga otot-otot

tangan dan dadanya tampak terlihat tegap dan kuat. Tubuh kaum

Page 7: SUKU ASMAT EDIIIT

perempuan kelihatan kurus karena banyaknya perkerjaan yang harus

mereka lakukan.

2. Asal mula dan sejarah suku bangsa

Sejarah proses penemuan daerah Asmat

Nama Asmat sudah dikenal dunia sejak tahun 1904. Tercatat pada

tahun 1770 sebuah kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh

teluk di daerah Asmat. Tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang

didayungi ratusan laki-laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang

diolesi warna-warna merah, hitam, dan putih. Mereka ini menyerang dan

berhasil melukai serta membunuh beberapa anak buah James Cook.

Berabad-abad kemudian pada tepatnya tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS

Flamingo mendarat di suatu teluk di pesisir barat daya Irian jaya. Terulang

peristiwa yang dialami oleh James Cook dan anak buahnya pada saat

dahulu. Mereka didatangi oleh ratusan pendayung perahu lesung panjang

berkulit gelap tersebut. Namun, kali ini tidak terjadi kontak berdarah.

Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara kedua pihak.

Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka berhasil melakukan

pertukaran barang.

Kejadian ini yang membuka jalan adanya penyelidikan selanjutnya di

daerah Asmat. Sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang

kemudian dikenal dengan daerah Asmat itu. Ekspedisi-ekspedisi yang

pernah dilakukan di daerah ini antara lain ekspedisi yang dilakukan oleh

Page 8: SUKU ASMAT EDIIIT

seseorang berkebangsaan Belanda bernama Hendrik A. Lorentz pada tahun

1907 hingga 1909. Kemudian ekspedisi Inggris dipimpin oleh A.F.R

Wollaston pada tahun 1912 sampai 1913.

Suku Asmat yang seminomad itu mengembara sampai jauh keluar

daerahnya dan menimbulkan peperangan dengan penduduk daerah yang

didatanginya. Untuk mengatasi kekacauan yang sering terjadi tersebut,

Pemerintah Belanda pada waktu itu, melancarkan usaha-usaha dalam

rangka mengurangi peperangan dan memulihkan ketertiban. Pada tahun

1938, didirikan suatu pos pemerintahan yang berlokasi di Agats. Namun

terpaksa ditinggalkan ketika pecah perang dengan Jepang pada tahun 1942.

Selama perang itu berlangsung, hubungan denga orang-orang Asmat tidak

terjalin. Hubungan tetap dengan masyarakat Asmat terjalin kembali dengan

didirikannya suatu pos polisi pada tahun 1953.

Mei 1963, daerah Irian Jaya resmi masuk menjadi wilayah kekuasaan

Republik Indonesia. Sejak saat itu pula, Pemerintah Indonesia

melaksanakan usaha-usaha pembangunan di Irian Jaya termasuk daerah

Asmat. Suku Asmat yang tersebar di pedalaman hutan-hutan dikumpulkan

dan ditempatkan di perkampungan-perkampungan yang mudah dijangkau.

Biasanya kampung-kampung tersebut didirikan di dekat pantai atau

sepanjang tepi sungai. Dengan demikian hubungan langsung dengan Suku

Asmat dapat berlangsung dengan baik. Dewasa ini, sekolah-sekolah,

PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan rumah-rumah ibadah telah

banyak juga didirikan peemrintah dalam rangka menunjang pembangunan

daerah dan masayarakat Asmat.

Page 9: SUKU ASMAT EDIIIT

3. Bahasa

Bahasa-bahasa yang digunakan orang Asmat termasuk kelompok

bahasa yang oleh para ahli linguistik disebut sebagai Language of the

Southern Division, bahasa-bahasa bagian selatan Irian Jaya. Bahasa ini

pernah dipelajari dan digolongkan oleh C.L Voorhoeve (1965) menjadi

filum bahasa-bahasa Irian (Papua) Non-Melanesia.

Bahasa-bahasa tersebut dibedakan pula antara orang Asmat pantai

atau hilir sungai dan Asmat hulu sungai. Lebih khusus lagi, oleh para ahli

bahasa dibagi menjadi bahasa Asmat hilir sungai dibagi menjadi sub

kelompok Pantai Barat Laut atau pantai Flamingo, seperti misalnya bahasa

Kaniak, Bisman, Simay, dan Becembub dan sub kelompok Pantai Baratdaya

atau Kasuarina, seperti misalnya bahasa Batia dan Sapan.Sedangkan Asmat

hulu sungai dibagi menjadi sub kelompok Keenok dan Kaimok.

4. Sistem Teknologi

Teknologi yang telah dimiliki dan ditemukan oleh suku Asmat adalah

sebagai berikut:

o Alat-alat produktif

Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk

mempertahankan hidupnya. Mereka telah memiliki kemampuan untuk

membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu. Jaring

tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun

sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk

kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di

muara sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan

Page 10: SUKU ASMAT EDIIIT

dalam penarikan jaring. Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu

air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.

Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal

alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-

ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput

yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu

merupakan benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak

yang hanya bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama

sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu.

Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah

menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti dengan pisau.

Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.

o Senjata

Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari

tombak dan panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai

melambangkan kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon

bakau atau kayu yang lunak dan ringan.

Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu

besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup

yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.

Page 11: SUKU ASMAT EDIIIT

o Makanan

Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga

ditemukan tanah liat pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-

barang keramik. Oleh karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak

makanannya di atas api terbuka. Berapa jenis makanan yang biasa

dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :

1. Makanan pokok (sagu)

Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh

masyarakat Asmat. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon

itu harus ditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya ditumbuk hingga

hancur. Kemudian, isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air

sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu

yang diperoleh diolah menjadi adonan yang beratnya kira-kira 5 kilogram.

Adonan ini kemudian dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat

supaya mudah dibawa dan disimpan sampai diperlukan.

Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan pohon hingga

terbentuknya adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari

matahari terbit hingga terbenam.

2. Makanan tambahan

Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan ulat

sagu yang didapatkan di dalam batang pohon sagu yang sudah membusuk.

Ulat sagu yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan

yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang

ditemukan di pasir delata-delta yang sering tertutup air pada waktu air

pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini dikumpulkan dan dibungkus

dakan daun dan dipanggang hingga keras. Apapun yang ditemukan di

Page 12: SUKU ASMAT EDIIIT

hutan, seperti babi hutan, kuskus, burung, dan segala jenis daun-daunan

yang dapat dimakan, dikumpulkan sebagai tambahan makanan pedamping

sagu.

Orang Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk mengambil

dagingnya yang kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun

mereka tangkap dan dijadikan makanan tambahan.

3. Makanan lainnya

Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak

setiap harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa

pulang ke kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan

nyanyian. Setiba di kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-

bagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Sambil

menyanyikan lagu kematian, kepala musuh tersebut dipotong dan

dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan daun sagu untuk

kemudian dipanggang.

o Perhiasan

Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa

dikenakan sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang,

orang Asmat berhias untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai

kepercayaan, mereka biasa berhias dengan menidentikan diri seperti

burung. Seperti misalnya titik-titik putih pada tubuh yang diidentikan pada

burung.

Page 13: SUKU ASMAT EDIIIT

Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari

atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung

kakatua hitam bila sedang marah.

Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala

yang perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau

kadang-kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi.

Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai

untuk dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu,

anjing tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut

mati. Oleh karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka,

dan sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak

wanita.

Page 14: SUKU ASMAT EDIIIT

o Pakaian

Suku Asmat mempunyai pakaian adat, yakni koteka. Koteka biasa

digunakan oleh kaum lelaki yang tinggal di daerah Wamena. Koteka sendiri

terbuat dari kulit labu yang panjang dan sempit.

Fungsi koteka untuk menutupi bagian alat reproduksi kaum lelaki,

sedangkan bagian badan mereka tidak menggunakan apa-apa. Cara

penggunaan koteka yakni dengan cara diikatkan pada tali yang melingkar

di pinggang.

Wanita pun, umumnya, menggunakan pakaian yang hampir sama

digunakan para lelaki. Mereka hanya menutupi tubuh di sekitar alat

reproduksinya. Pakaian yang digunakan, yakni seperti rok yang terbuat

dari bahan akar tanaman kering yang dirajut seperti benang-benang kasar.

Untuk bagian atas badan, biasanya, wanita suku Asmat tidak menggunakan

apa-apa atau bertelanjang dada. Ini merupakan kebiasaan dan budaya yang

mereka miliki.

Page 15: SUKU ASMAT EDIIIT

o Tempat berlindung dan perumahan

Jew atau rumah bujang adalah nama sebutan bagi rumah adat suku

Asmat. Suku Asmat adalah salah satu kelompok suku yang tinggal di

Papua. Sebuah pulau yang berbentuk kepala burung, terletak di bagian

timur Indonesia. 

Suku Asmat memiliki rumah adat suku Asmat bernama jew. Bila warga

harus berdiskusi tentang semua hal yang berhubungan dengan kehidupan

warga, maka mereka berkumpul di dalam jew ini. Di dalam rumah adat

suku Asmat ini juga tersimpan persenjataan suku Asmat seperti tombak

dan panah untuk berburu. dan Noken. Noken adalah serat tumbuhan yang

dianyam  menjadi sebuah tas.

Tidak sembarang orang boleh menyentuh noken yang disimpan di

dalam rumah adat suku Asmat ini. Jew adalah tempat yang dianggap sakral

bagi suku Asmat. Ada sejumlah aturan adat di dalamnya yang musti

dipelajari dan dipahami oleh orang Asmat sendiri, termasuk syarat

membangun Jew.

Berikut beberapa hal menyangkut rumah adat suku Asmat :

Rumah adat suku Asmat yang dibuat dari kayu ini selalu didirikan

menghadap ke arah sungai.

Page 16: SUKU ASMAT EDIIIT

Panjang rumah adat suku Asmat ini bisa berpuluh-puluh meter.

Bahkan ada Jew yang panjangnya bisa sampai lima puluh meter

dengan lebarnya belasan meter.

Sebagai tiang penyangga utama rumah adat suku Asmat, mereka

menggunakan kayu besi yang kemudian diukir dengan seni ukir suku

Asmat

Mereka tidak menggunakan paku atau bahan-bahan non alami

lainnya, tapi orang Asmat menggunakan bahan-bahan dari alam

seperti tali dari rotan dan akar pohon.

Atap rumah adat suku Asmat ini terbuat dari daun sagu atau daun

nipah yang telah dianyam. Biasanya warga duduk beramai-ramai

menganyamnya sampai selesai.

Jumlah pintu jew sama dengan jumlah tungku api dan patung bis

(patung gambaran leluhur dari suku Asmat). Jumlah pintu ini juga

dianggap mencerminkan jumlah rumpun suku Asmat yang berdiam

di sekitar rumah adat suku asmat.

Setelah pembangunan rumah adat suku Asmat ini selesai, mereka

akan melakukan pesta selama semalaman. Menari dan menyanyi bersama

diiringi oleh suara pukulan alat musik tradisional papua,Tifa. Dengan

melakukan atraksi ini, orang suku Asmat percaya, roh para leluhur mereka

datang dan akan menjaga rumah mereka.

Page 17: SUKU ASMAT EDIIIT

o Alat transportasi dan perlengkapannya

Masyarakat Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat

transportasinya. Pembuatan perahu dahulunya digunakan untuk persiapan

suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu

tersebut dicoba menuju ke tempat musuh dengan maksud memanas-

manasi musuh dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Selain

itu, perahu lesung juga digunakan untuk keperluan pengangkutan dan

pencarian bahan makanan.

Setiap 5 tahun sekali, orang-orang Asmat membuat perahu-perahu

baru. Walaupun daerah Asmat kaya akan berbagai jenis kayu, namun

pembuatan perahu mereka memilih jenis kayu khusus yang jumlahnya

tidak begitu banyak. Yang digunakan adalah kayu kuning (ti), ketapang,

bitanggur atau sejenis kayu susu yang disebut yerak.

Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan

kedua ujungnya, batang itu telah siap dibawa ke tempat pembuatan

perahu. Untuk membuat perahu dibutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu.

Proses pembuatan perahu dari bentuk batang hingga selesai diukir dan

dicat meliputi beberapa tahap. Pertama, batang yang masih kasar dan

bengkok diluruskan. Setelah bagian dalam digali, dihaluskan dengan kulit

siput, sama halnya dengan bagian luar. Bagian bawah perahu dibakar

supaya perahu menjadi ringan dan laju jalannya. Bagian muka perahu

disebut cicemen, diukir menyerupai burung atau binatang lainnya

perlambang pengayauan kepala. Atau ukiran manusia yang melambangkan

saudara yang telah meninggal. Perahu kemudian dinamakan sesuai dengan

nama saudara yang telah meninggal itu. Panjang perahu mencapai 15-20

Page 18: SUKU ASMAT EDIIIT

meter. Setelah semua ukiran dibuat di perahu maka perahu pun di cat.

Bagian dalam dicat putih, bagian luar dicat putih dan merah. Setelah itu

perahu dihiasi dengan dahun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu

harus diresmikan melalui upacara.

Ada 2macam perahu yang biasa digunakan, yaitu perahu milik

keluarga yang tidak terlalu besar dan memuat 2-5 orang dengan panjang 4-

7 meter. Sedangkan perahu clan biasa memuat antara 20-20 orang dengan

panjang 10-20 meter.

Dayung terbuat dari kayu yang tahan lama, misalnya kayu besi.

Karena dipakai sambil berdiri, maka dayung orang Asmat sangat panjang

ukurannya. Benda ini wajib dimiliki oleh setiap orang Asmat karena daerah

tempat tinggal banyak dikelilingi dengan rawa-rawa.

Page 19: SUKU ASMAT EDIIIT

5. Sistem Mata Pencaharian

Kehidupan sehari-hari

Mata pencaharian hidup orang Asmat di daerah pantai adalah meramu

sagu, berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan), dan

mencari ikan di sungai, danau, maupun pinggir pantai. Mereka juga

terkadang menanam buah-buahan dan tumbuhan akar-akaran. Kadang

mereka juga dengan sengaja menanamnya di kebun-kebun ekcil yang

sederhana berada di tengah-tengah hutan. Orang Asmat hulu yang tinggal

di daerah yang tak ada pohon sagunya lagi, lebih menggantungkan

hidupnya pada kebun-kebunnya

Dahulu, orang Asmat hidup di hutan-hutan, menetap di suatu tempat

untuk beberapa bulan, kemudian pidanh mencari tempat baru bila bahan

makanan di sekitarnya sudah berkurang. Hidup di hutan berarti hidup

bebas, maka hal inilah yang membuat mereka terkadang kembali ke hutan

meninggalkan kampun yang telah disediakan.

Hari Senin mereka biasa berangkat ke hutan dan kembali ke kampung

pada hari Sabtu. Sebagian besar waktu dilewati di hutan dengan

mendirikan rumah besar, yang disebut dengan Bivak.

Kehidupan di perkampungan

Dengan didirikannya perkampungan-perkampungan bagi orang-orang

Asmat, maka kehidupan mereka yang seminomad itu mulai berubah. Biasanya,

kampung yang satu berjauhan dengan kampung yang lain. Hal ini disebabkan

adanya perasaan takut akan diserang musuh yang sudah tertanam di pikiran

Page 20: SUKU ASMAT EDIIIT

orang-orang Asmat. Populasi suatu kampung biasanya terdiri dari 100 hingga

1000 jiwa. Kampung-kampung tersebut terdiri dari beberapa rumah keluarga

dan rumah bujang. Tiap-tiap kampung memiliki daerah sagu dan daerah ikan

yang merupakan sumber makanan bagi seluruh warganya. Oleh karena itu,

berburu dan menangkap ikan merupakan kesibukan pokok masyarakat Asmat.

Dalam masyarakat Asmat, kaum wanita yang bekerja mencari dan

mengumpulkan bahan makan serta mengurus anak-anak. Kebiasaan ini sudah

membudaya dalam kehidupan mereka karena kaum pria dahulunya sering

disibukkan dengan berperang. Pada dasarnya, kegiatan kaum laki-laki terpusat

di dalam rumah bujang yang dimana mereka berkumpul untuk mendengarkan

ritual-ritual yang berhubungan dengan peperangan dahulu serta menceritakan

dongeng para leluhur.

Pagi-pagi sebelum matahari terbit, kaum ibu dan wanita muda berangkat

ke laut mencari ikan. Mereka menjaring ikan di muara sungai dengan jaring

yang terbuat dari anyaman daun sagu. Caranya pun sederhana, dengan

melemparkan jaring itu ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama.

Pekerjaan ini tidaklah mudah karena banyaknya lumpur di daerah itu sehingga

memberatkan dalam penarikan jaring. Selain menangkap ikan, kaum wanita

juga mengolah sagu, mencari umbi-umbian, dll untuk dijadikan bahan makanan.

Page 21: SUKU ASMAT EDIIIT

6. Organisasi Sosial

Status dan Peran

Dalam kehidupan orang Asmat, peran kaum laki-laki dan perempuan

adalah berbeda. Kaum laki-laki memiliki tugas menebang pohon dan membelah

batangnya. Pekerjaan selanjutnya, seperti mulai dari menumbuk sampai

mengolah sagu dilakukan oleh kaum perempuan. Secara umumnya, kaum

perempuan yang bertugas melakukan pencarian bahan makanan dan menjaring

ikan di laut atau di sungai. Sedangka kaum laki-laki lebih sibuk dengan

melakukan kegiatan perang antar clan atau antar kampung. Kegiatan kaum laki-

laki juga lebih terpusat di rumah bujang.

Sistem kekerabatan/ keluarga

Dasar kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau

kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama-sama dalam rumah panggung

(rumah keluarga) seluas 3 m x 5 m x 4 m yang sering disebut dengan tsyem.

Walaupun demikian, ada kesatuan-kesatuan keluarga yang lebih besar, yaitu

keluarga luas uxorilokal (keluarga yang sesudah menikah menempati rumah

keluarga istri), atau avunkulokal (keluarga yang dudah menikah menempati

rumah keluarga istri dari pihak ibu). Karena itu, keluarga-keluarga seperti itu,

biasanya terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2

keluarga senior, apabila ada 2 saudara wanita tinggal dengan keluarga inti

masing-masing dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga inti masyarakat

Asmat biasanya terdiri dari 4-5 atau 8-10 orang.

Page 22: SUKU ASMAT EDIIIT

Lembaga pernikahan

Sistem kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem clan itu mengatur

pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang mencari

jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan kerabat, golongan

sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan

ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah

menikah yang virilokal. Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa

sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum

kerabat suami. Dalam masyarakat Asmat, terjadi juga sistem pernikahan

poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah

pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang

telah meninggal dunia berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat

yang bersangkutan.

Pernikahan seorang anak dalam masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh

kedua orang tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan

biasanya dilakukan oleh pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal pencarian

jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya seorang laki-laki

melarikan gadis yang disenanginya. Kawin lari ini biasanya berakhir dengan

pertikaian dan pembunuhan.

Perkawinan dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah

poligini, dan di antara perkawinan-perkawinan poligini itu hampir separuhnya

adalah perkawinan yang telah diatur (perse tsyem).

Page 23: SUKU ASMAT EDIIIT

Sistem pemerintahan

1. Pemerintahan secara tradisional (struktur paroh masyarakat).

Di setiap kampung yang didirikan di wilayah masyarakat Asmat, terdapat

satu rumah panjang yang merupakan semacam balai desa dimana para warga

kampung berkumpul membicarakan masalah-masalah yang menyangkut

kepentingan seluruh warga. Rumah panjang ini merupakan cerminan kehidupan

mereka di masa lampau. Rumah panjang dauhulunya berfungsi sebagai rumah

bujang, atau Je dalam bahasa Asmat, dimana kaum pria membicarakan dan

merembukan penyerangan serta pengayauan kepala.

Rumah bujang terdiri 2 bagian utama yang tiap bagian dinamakan aipmu,

yang dimana masing-masingnya dipimpin oleh kepala aipmu. Sedangkan

kepemimpinan Je secara keseluruhan dipimpin oleh kepala Je. Kepala Je adalah

orang yang diakui kekuasaannya berdasarkan kemampuan-kemampuan yang

menonjol. Kedudukan kepala Je, tidak harus diberikan kepada orang yang

paling tua, sehingga mungkin ada kekosongan pimpinan sebelum kepala baru

terpilih.

Seringkali kepala Aipmu adalah kepala perang juga. Dia adalah orang yang

mampu mengatur dan merencanakan strategi-strategi penyerangan secara besar-

besaran dan meliputi satu kampung. Untuk dapat menggerakkan rakyatnya

maka kekerasan merupakan sifat utama dan sifat itulah yang membantu dalam

mempertahankan kekuasaannya. Kepala Aipmu dipilih berdasarkan kepribadian

dan keberhasilannya. Umur juga merupakan faktor penting. Pada umumnya,

orang-orang muda belum mempunyai bobot bila mereka belum berkeluarga dan

membuktikan keberaniannya dalam berperang. Dalam hal-hal tertentu , peranan

pimpinan adat dapat dijalankan orang-orang yang ahli dalam berbagai lapangan.

Misalnya, ahli bidang keagamaan memimpin upacara keagamaan, ahli

Page 24: SUKU ASMAT EDIIIT

menyanyi dan menabuh tifa berperan dalam upacara adat, bahkan ahli kebatinan

adakalanya memimpin suatu upacara. Ada ahli lain yang sering dianggap lebih

terhormat dibandingkan para pemimpin lainnya oleh masyarakat Asmat, yaitu

seniman pahat patung (wow-ipits).

2. Pemerintahan baru (non tradisional)

Berbeda degan pola tradisional, pola kepemimpinan dan kekuasaan saat ini

tidak berada pada satu orang secara pribadi saja. Kepala desa, di dalam

penyelenggaraan ketertiban hukum dibantu oleh beberapa orang pembantu.

Kepala desa dan pembantu-pembantunya juga bertanggungjawab atas

pemeliharaan kebersihan kampung, pemeliharaan jalan-jalan dan juga menjaga

agar warga desa memelihara rumahnya dengan sebaik-baiknya.

Umumnya, jabatan kepala desa ini diserahkan kepada orang muda yang telah

mendapat sedikit pendidikan dari misi agama pada akhir lima puluhan. Di

dalam tuganya, ia dibantu oleh seorang asisten kepala desa yang biasanya

adalah seorang yang sudah berumur dan dihormati oleh warga desa.

Di samping itu, terdapat seorang kepala distrik yang membawahi para

”polisi” desa yang mengatur hansip setempat. Kepala distrik inilah yang

memutuskan hukuman apabila terjadi pelanggaran yang cukup serius. Tampak

adanya suatu pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Di satu pihak, terdapat kepala desa beserta pembantu-pembantunya dan di pihak

lain terdapat kepala distrik yang menangani pelangaran-pelanggaran khusus.

Page 25: SUKU ASMAT EDIIIT

7. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh suku Asmat adalah sebagai berikut :

Pengetahuan mengenai alam sekitar

Orang Asmat berdiam di lingkungan alam terpencil dan ganas dengan

rawa-rawa berlumpur yang ditumbuhi pohon bakau, nipah, sagu dan lainnya.

Perbedaan pasang dan surut mencapai 4-5 meter. Pengetahuan itu dimanfaatkan

oleh orang Asmat untuk berlayar dari satu tempat ke tempat lain. Pada waktu

pasang surut, orang berperahu ke arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu

ketika pasang sedang naik.

Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal.

Pohon sagu banyak tumbuh di daerah dimana orang Asmat tinggal. Oleh

karena itu, makanan pokok orang Asmat adalah sagu dengan makanan

tambahan seperti ubi-ubian dan berbagai jenis daun-daunan. Mereka juga

memakan berbagai jenis binatang seperti, ulat sagu, tikus hutan, kuskus, babi

hutan, burung, telur ayam hutan, dan ikan. Sagu diibaratkan sebagai wanita.

Kehidupan dianggap keluar dari pohon sagu sebagaimana kehidupan keluar

dari rahim ibu. Selain itu, gigi-gigi anjing yang telah mati biasa digunakan

sebagai perhiasan.

Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda

dalam lingkungannya

Orang-orang Asmat hanya mengenal 3 warna dalm kehidupannya, yaitu

warna merah, putih, dan hitam. Warna merah didapatkan dari campuran

tanah merah dengan air. Untuk warna putih, orang Asmat membakar

semacam kerang yang kemudian ditumbuk dan dicampur dengan air.

Sedangkan warna hitam diperoleh dengan cara mencampurkan arang dengan

Page 26: SUKU ASMAT EDIIIT

air. Ketiga warna ini biasa terlihat pada hasil ukiran dan juga cara berhias

yang dilakukan oleh orang-orang Asmat.

Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar

manusia.

Tempat tinggal suku Asmat yang berada di daerah dataran rendah

membuat mereka perlu mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya. Seperti

misalnya batu sangat langka di daerah-daerah lumpur berawa-rawa tempat

dimana suku Asmat tinggal. Oleh karena itu, mereka telah mengatahui

kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh masyarakat merekas sendiri

maupun masyarakat di luar daerahnya. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, suku

Asmat telah mengenal sistem barter. Mereka telah biasa melakukan barter

dengan masyarakat lain yang tinggal di daerah dataran tinggi untuk

mendapatkan alat-alatseperti kapak, batu, dsb yang memudahkan mereka dalam

kehidupannya.

Pengetahuan mengenai ruang dan waktu

Untuk memeperoleh bahan makanan di hutan, orang-orang Asmat pun

berangkat pergi pada hari Senin dan kembali ke kampung pada hari Sabtu.

Selama di hutan, mereka tinggal di rumah sementara yang bernama bivak.

Apabila orang-orang Asmat ingin mengambil air minum, maka air minum

diambil pada saat air surut, sewaktu air sungai tidak terlalu asin. Air tersebut

disimpan dalam tabung bambu yang diperoleh dari hasil penukaran dengan

penduduk desa di lereng-lereng gunung.

Page 27: SUKU ASMAT EDIIIT

8. Kesenian