3
MENGELOLA AIR, MENJAGA ASMAT USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Rini Sulistyawati Air adalah urat nadi kehidupan, tak terkecuali bagi masyarakat adat Kampung Yepem yang terletak di tepi Sungai Yomoth, pinggiran Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua. Di kampung ini, masyarakat ikut serta dalam upaya pengelolaan bersama hutan dan sumber air se- bagai penyangga kehidupan dan kebudayaan Asmat. Kampung Yepem dapat ditempuh setidaknya dalam waktu 30-60 menit dengan menggunakan perahu fiber maupun perahu cepat dari Agats. Saat menyu- suri sungai, terlihat hamparan hutan mangrove ber - jajar menghijau di pesisir Laut Arafuru. Berbagai je- nis burung seperti bangau, kuntul, camar dan elang tampak menghinggapi dahan. Saat memasuki pin- tu muara Sungai Yomoth, kita bisa melihat sebuah papan berukuran 2x2 meter terpasang di pintu muara yang bertuliskan, “Peringatan: Stop Menebang Pohon, Mari Kita Lindungi Hutan Bakau dan Sepa- dan Sungai.” Masyarakat adat Kampung Yepem dikenal sangat teguh menjaga hutan dan alam sekitarnya. Di kam- pung yang dihuni oleh mayoritas Suku Asmat de- ngan jumlah penduduk 712 jiwa ini, berlaku lara- ngan bagi anak-anak maupun orang dewasa untuk menebang pohon atau menembak burung sem- barangan. Pemerintah kampung dan masyarakat setempat juga tidak mengizinkan orang lain dari luar Kampung Yepem masuk ke kawasan hutan dan dusun mereka untuk mengambil hasil hutan, me- USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1 “Kami selalu tegaskan kepada anak-anak dan saudara-saudara untuk menjaga tempat ini supaya jangan sampai terganggu, karena leluhur selalu ada untuk kami,” kata Kaspar.

MENGELOLA AIR, MENJAGA ASMAT - lestari-indonesia.org · lakukan penebangan liar dan mengeksploitasi sum- ber daya alam. Perilaku dan kaidah ini didasari kepercayaan Suku Asmat bahwa

  • Upload
    lyhuong

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

MENGELOLA AIR, MENJAGA ASMAT

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Rini Sulistyawati

Air adalah urat nadi kehidupan, tak terkecuali bagi masyarakat adat Kampung Yepem yang terletak di tepi Sungai Yomoth, pinggiran Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua. Di kampung ini, masyarakat ikut serta dalam upaya pengelolaan bersama hutan dan sumber air se-bagai penyangga kehidupan dan kebudayaan Asmat.

Kampung Yepem dapat ditempuh setidaknya dalam waktu 30-60 menit dengan menggunakan perahu fiber maupun perahu cepat dari Agats. Saat menyu- suri sungai, terlihat hamparan hutan mangrove ber-jajar menghijau di pesisir Laut Arafuru. Berbagai je-nis burung seperti bangau, kuntul, camar dan elang tampak menghinggapi dahan. Saat memasuki pin-tu muara Sungai Yomoth, kita bisa melihat sebuah papan berukuran 2x2 meter terpasang di pintu muara yang bertuliskan, “Peringatan: Stop Menebang Pohon, Mari Kita Lindungi Hutan Bakau dan Sepa- dan Sungai.”

Masyarakat adat Kampung Yepem dikenal sangat teguh menjaga hutan dan alam sekitarnya. Di kam-pung yang dihuni oleh mayoritas Suku Asmat de- ngan jumlah penduduk 712 jiwa ini, berlaku lara- ngan bagi anak-anak maupun orang dewasa untuk menebang pohon atau menembak burung sem- barangan. Pemerintah kampung dan masyarakat setempat juga tidak mengizinkan orang lain dari luar Kampung Yepem masuk ke kawasan hutan dan dusun mereka untuk mengambil hasil hutan, me-

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

“Kami selalu tegaskan kepada anak-anak dan saudara-saudara untuk menjaga tempat ini supaya jangan sampai terganggu, karena leluhur selalu ada untuk kami,” kata Kaspar.

lakukan penebangan liar dan mengeksploitasi sum- ber daya alam.

Perilaku dan kaidah ini didasari kepercayaan Suku Asmat bahwa hutan dan dusun adalah tempat bersemayam leluhur mereka. Pemahaman inilah yang ditanamkan dan dilestarikan dari generasi ke generasi. “Kalau kita menebang hutan atau pohon-pohon besar sembarangan secara otomatis leluhur yang ada akan jauh dari kami. Sehingga ka- mi jaga betul tempat-tempat (sakral) itu,” jelas Kas- par Manmak, tokoh masyarakat Kampung Yepem.

Hutan-hutan dan dusun di mana terdapat sum-bersumber air baik air tanah, air kali maupun air rawa akan selalu dijaga dan dilindungi agar tidak terganggu dan tercemar oleh berbagai macam sampah dan kotoran manusia lainnya. Sumber- sumber air ini biasanya diberi tanda-tanda khusus yang diperuntukan kepada leluhur mereka, seper- ti dibuatkan palungan (para-para kecil) dan diberi- kan sesaji.

Sumber mata air

Tak jauh dari Kampung Yepem, sekitar 21 kilome- ter di bagian hulu Sungai Yomoth, terdapat sum- ber mata air rawa yang senantiasa tergenang air tawar. Sumber air rawa ini berasal dari air hu- jan yang jatuh melalui proses hidrologi dan lua- pan air sungai-sungai kecil di sekitarnya. Masyara- kat Kampung Yepem memafaatkan air rawa yang mengalir melalui Sungai Yomoth untuk keperluan sehari-hari, baik untuk memasak, minum dan mandi.

Sumber air rawa Yomoth berada di kawasan rawa- rawa, yang merupakan tanah ulayat milik warga Kampung Yepem. Menurut Kaspar, asal mula pene-

muan sumber air ini berawal dari cerita para lelu- hur ketika merantau untuk mencari sagu, sehingga tempat ini ditetapkan sebagai tempat sakral. “Kami selalu tegaskan kepada anak-anak dan saudara- saudara untuk menjaga tempat ini supaya jangan sampai terganggu, karena leluhur selalu ada untuk kami,” kata Kaspar.

Bagi orang luar kampung yang ingin masuk ke ka-wasan ini perlu memperoleh izin terlebih dahulu dari para tetua adat setempat. Di rumah adat Jew, sebuah bangunan kayu berbentuk persegi panjang dengan dinding terbuat dari anyaman daun sagu dan beratap daun nipah, para tamu akan ditanyai maksud dan keperluannya. Setelah mendapat izin, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan menyu- suri sungai kecil diantara hutan rawa yang lebat menggunakan perahu fiber dengan jarak tempuh sekitar satu jam.

Luas areal badan rawa Yomoth mencapai seki-tar 767.380 ha, dengan kedalaman air setinggi tiga meter. Berdasarkan hasil kajian Dinas Perta- nian dan Peternakan Kabupaten Asmat dan Fa- kultas Geografi Universitas Gajah Mada pada 2010, air rawa Yomoth mempunyai kapasitas daya dukung 2.302.140 meter kubik dengan kualitas baik untuk dikelola sebagai sumber cadangan air bersih.

Krisis air dan potensi cadangan air bersih

Musim kemarau berkepanjangan seringkali melan- da Asmat, mengakibatkan krisis air cukup parah, sehingga sebagian warga mengungsi ke tempat lain seperti Merauke dan Mimika. Pemenuhan ke-butuhan air penduduk Kota Agats untuk keper-

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Foto: Sumber air baik air tanah, air kali maupun air rawa harus selalu dijaga dan dilindungi agar tidak terganggu dan tercemar oleh berbagai macam sampah

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3

Foto: Papan peringatan berukuran 2x2 meter terpasang di pintu muara Sungai Yomoth, meng-ingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

luan sehari-hari mengandalkan air hujan yang di- tampung di dalam bak atau tong penampungan air. Bagi penduduk Agats yang memiliki rata-rata 1-2 tong penampung air, kebutuhan air bersih setiap keluarga mencapai rata-rata 52-60 liter/ hari atau sekitar 5-10 liter/orang setiap hari.

Pemerintah Kabupaten Asmat berupaya menga- tasi kekurangan ketersediaan air bersih di Agats melalui program pengelolaan air bersih dari sum- ber air rawa Yomoth. Melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU), kebutuhan air di Agats akan disuplai dari air rawa Yomoth sebagai sumber cadangan air bersih. Rencana ini mendapat persetujuan dari ma-syarakat Kampung Yepem sebagai pemilik ula- yat, dengan kompensasi dan memperhatikan tra- disi budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat.

Pada tahun 2006, Dinas PU membangun sarana pengolahan air bersih tahap I, berupa bangunan rumah untuk mesin pompa di atas badan rawa Yomoth. Dikarenakan kapasitas pompa sentrifugal yang dipasang jauh lebih kecil dari debit air rawa Yomoth, pemanfataan air yang dialirkan ke Agats sangat terbatas dan belum dapat digunakan seca- ra umum. Selain itu, pengoperasian mesin pompa air kurang mengindahkan tradisi budaya dan ke- arifan lokal masyarakat setempat di mana bahan bakar dari mesin pompa menetes ke sungai, se- hingga dinilai oleh masyarakat mencemari air di se- kitar lahan.

Masyarakat kampung Yepem telah melayangkan pro-tes terkait hal ini, di samping masalah pemba-yaran ganti rugi hak ulayat atas air rawa yang be- rada di wilayah dusun mereka. Karena tak kunjung ada penyelesaian, masyarakat memalang jalan di pintu masuk mesin pompa. Tindakan ini menga-kibatkan air tawar dari sumber air rawa Yomoth tidak bisa disuplai ke Agats.

“Pada prinsipnya kami (masyarakat) tidak keberatan dengan rencana pemerintah untuk mengambil air

dari Yepem untuk digunakan ke kota Agats. Tapi mesin yang ditaruh kami protes karena menggang- gu dan dapat mencemari air yang ada di situ, kare- na air di situ masih murni,” tandas Kaspar.

Pengelolaan kolaboratif

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupa- ten (RTRWK) Asmat, sumber air rawa Yomoth berada di kawasan hutan lindung. Dalam proses penyusunan zonasi di Kampung Yepem yang difa- silitasi oleh USAID LESTARI untuk pengelolaan hutan dan lahan secara berkelanjutan, masyara- kat Kampung Yepem mengusulkan supaya kawa- san ini masuk dalam zona perlindungan setempat sehingga selalu dijaga dan dilindungi oleh masya- rakat adat setempat.

Mengingat masyarakat secara arif telah melaku-kan tindakan perlindungan, penyelamatan dan pe-lestarian terhadap hutan dan sumberdaya air ra- wa dengan cara selalu dihindari dari pencemaran dan pengerusakan sehingga dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. Pengelolaan air rawa Yo-moth sebagai sumber daya alam untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat.

Upaya pengelolaan hutan dan lahan secara ber- kelanjutan ini melibatkan warga Kampung Yepem dan berbagai pihak di Asmat, di antaranya Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kam-pung, KSDA Agats dan SKP Keuskupan Agats. Kesepakatan pengelolaan bersama sumber air rawa Yomoth diharapkan dapat membantu peme- nuhan kebutuhan air bersih di Asmat yang berke- adilan bagi semua, termasuk bagi warga penjaga air di Kampung Yepem.