Upload
marisol-anderson
View
234
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
swine flu
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Virus Influenza merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Influenza Tipe
A subtipe H1N1, Tahun 1918, wabah pandemik virus influenza telah membunuh
lebih dari 50-100 juta orang di dunia. Subtipe yang mewabah saat itu adalah virus
H1N1 yang dikenal dengan “Spanish Flu”. Tahun 1957 virus bermutasi menjadi
H2N2 atau “Asian Flu”. Tahun 1968 virus bermutasi menjadi H3N2 atau
“Hongkong Flu”. Tahun 1977 virus bermutasi menjadi H5N1 atau “Avian
Influenza”. Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, berada di
garis depan dalam melawan penyakit Avian Influenza.
Dewasa ini perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menyebabkan
terjadinya berbagai pergeseran prilaku dan menimbulkan fenomena penyakit yang
mengalami pergeseran dan perubahan tidak terkecuali penyakit swine flu yang
merupakan penyakit yang di timbulkan oleh virus influenza tipe A yakni H1N1 dan
merupakan strain Virus baru. Virus ini pertama kali menimbulkan kasus yang besar
dan di temukan di daerah Meksiko pada tahun 2009 kemudian menyebar dengan
cepat di seluruh dunia termksud Inggris dan bahkan di laporkan pada tahun 2007
virus ini menyerang salah seorang masyarakat di pulau Luzon Filiphina.
Asia sebagai Benua terbesar di dunia dan di isi oleh berbagai Negara
berkembang tidak terlepas dari keganasan virus ini, Benua Asia merupakan salah
satu wilayah yang terserang wabah flu babi pada tahun 2009.
Data yang dikumpulkan Badan Kesehatan Dunia, WHO juga memperkirakan
wabah empat tahun lalu itu menewaskan 200.000 orang di seluruh dunia. Tidak
terkecuali Indonesia. Untuk menganalisasa Prevalensi dan Virulensi dari Virus
swine flu, WHO melakukan sebuah Studi Yakni berupaya menemukan bukti-bukti
1
dari sistem kekebalan tubuh yang bertarung melawan virus tersebut. Sekelompok
peneliti internasional mengkaji lebih dari 90.000 sampel darah sebelum dan setelah
wabah swine flu yang melanda berbagai negara itu, antara lain India, Australia dan
Inggris. Dengan membandingkan angka sebelum dan setelah wabah, para peneliti
bisa memperkirakan jumlah orang yang terinfeksi virus swine flu. Dan jumlah
warga dunia yang tertular amat banyak walau tidak semua berkembang menjadi
virus yang mematikan Selain itu di temukan bahwa Virus ini beresiko menyerang
Mereka pada risiko komplikasi yang hamil, anak-anak dan orang tua serta orang-
orang dengan kekebalan tertindas atau dengan kondisi berpenyakit permanen seperti
penyakit pernapasan kronis. Melihat dari bahayanya dan penyebarannya yang cepat
di karenakan Virus ini tidak hanya menyebar dari Hewan ke orang (zoonosis) tapi
juga dari orang ke orang serta frekuensi.
Kasus kematian yang timbul dimana setiap 2 dari 10.000 penduduk meninggal
akibat penyakit ini maka penulis merasa perlu adanya makalah yang membahas
lebih lanjut mengenai Virus Swine Flu (H1N1). Nilai CFR = 0,02. Data jumlah
kumulatif flu H1N1 di 168 negara adalah 182.166 kasus positif swine flu (H1N1)
dengan angka kematian 18.449 orang yang tersebar di semua benua. Sedangkan
jumlah kumulatif swine flu (H1N1) di Indonesia sampai dengan 23 Agustus 2009
sebanyak 1.005 orang dengan 5 orang diantaranya meninggal dunia.
2
Tabel angka kematian flu babi (H1N1) berdasarkan region menurut WHO (2009)
Region Deaths
WHO Regional Office for Africa 168
WHO Regional Office for Americas At least 8533
WHO Regional Office for Eastern
Mediterranean
1019
WHO Regional Office for Europe At least 4879
WHO Regional Office for South-East
Asia
1992
WHO Regional Office for Western
pacific
1858
Total At least 18.449
Berdasarkan data tabel di atas angka kematian tertinggi flu babi (H1N1) terdapat
pada regional Amerika dengan jumlah 8533 orang, diikuti secara berturut-turut oleh
regional Eropa (4879 orang), Asia tenggara (1992 orang), pasifik barat (1858 orang),
mediterranean timur (1019 orang) dan angka kematian terendah terdapat pada
regional Afrika dengan jumlah 168 orang.
010002000300040005000
Deaths
Deaths
3
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa dari 33 keseluruhan
provinsi di Indonesia telah terdeteksi 25 provinsi yang menderita flu babi (H1N1).
Dalam hal ini KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) kelas 1 Medan yang berinduk
di pelabuhan Belawan Medan mempunyai tugas pokok untuk melakukan skrinning
demam terhadap penumpang dan awak kapal yang datang langsung maupun tidak
langsung dari Negara terjangkit Swine Flu serta membagikan Health Alert Card
(HAC).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui review Swine Flu terkait Re-Emerging Disease.
4
1.2.2 Tujuan Khusus
2. Untuk mengetahui Definisi, Etiologi, Symptom and Sign, Masa
Inkubasi, Penularan, Pencegahan, Sensifitas Virus dan Vaksin Swine
Flu.
3. Untuk mengetahui tentang Re-Emerging Disease.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penyusun :
1. Dapat menyelesaiakan Tugas Individu yang di berikan Oleh Dosen
Pengajar.
2. Dapat menjadi tambahan literatur dalam peningkatan kajian dan
pengetahuanmengenai Penyakit Flu Babi sebagai penyakit menular
yang berbahaya dan dibawa oleh penumpang internasional.
3. Menjadi bahan pembelajaran dalam penyusunan makalah.
4. Dapat menentukan langkah-langkah apabila menemukan sesorang
yang di curiga terinfeksi penyakit flu babi.
1.3.2 Bagi Pembaca :
2. Diharapkan dapat menjadi informasi dan dapat meningkatkan
pengetahuan mengenai penyakit flu babi dan cara pencegahnnya.
3. Diharapkan dapat memberikan informasi tentang langkah-langkah
yang harus diambil jika menemukan seseorang yang dicurigai
terinfeksi flu babi.
4. Di harapkan dapat menjadi refrensi dalam penyusunan makalah
ataupun laporan yang berhubungan dengan Penyakit Flu Babi
maupun unsur-unsur terkait di dalamnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Penyakit Swine Flu
Swine Flu adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan manusia yang di
sebabkan oleh virus Influenza A. Penyakit ini sering di sebut sebagai flu baru H1N1
atau Flu Meksiko dikarenakan penyakit ini mulai mewabah dan menimbulkan gejala
pandemik sejak tahun 2009 bersumber di daerah Meksiko, penyakit ini kemudian
menyerang dari manusia ke manusia yang pada awalnya bersifat zoonosis.
Penyakit Swine Flu ini disebabkan oleh virus Influenza yang dikenal sebagai
Swine Influenza Virus (SIV), yang biasanya menyerang binatang babi. Penyakit ini
dengan sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu satu minggu.
Virus ini banyak menginfeksi babi di negara Amerika Serikat, Meksiko, Kanada,
Amerika Selatan, Eropa, Kenya, Cina, Taiwan, Jepang, sebagian Asia Timur.
Seperti layaknya virus Influenza lainnya, virus Swine Flu dapat berubah-
ubah. Babi dapat ditulari oleh virus Flu Burung, Swine Flu, maupun virus Influenza
yang berasal dari manusia.
Apabila virus Influenza yang berasal dari beberapa spesies ( unggas dan
manusia ) menginfeksi babi, di dalam tubuh babi virus-virus tersebut dapat
mengalami mutasi ( antigen shift ) dan membentuk subtipe baru. Swine Flu
disebabkan oleh serangan virus Influenza tipe A. Pada saat ini paling tidak ada
empat subtipe dari tipe A yang diidentifikasi pada babi, yaitu H1N1, H1N2, H3N2,
dan H3N1. Namun, dari subtipe tersebut yang banyak menyebabkan Swine Flu
adalah H1N1 ( Cahyono, 2009 dan Dermawan, 2009 ).
Di tubuh babi, virus mengalami perubahan dengan dua pola. Pola pertama
berupa adaptasi. Jika ini terjadi dampaknya tidak terlalu berbahaya karena tidak ada
perubahan struktur virus. Pola kedua berupa penyusunan ulang virus. Berdasarkan
6
pola ini, virus bisa berkembang menjadi gabungan Swine Flu, flu unggas dan flu
manusia. Jika menyimak penjelasan beberapa peneliti di Amerika Serikat, ada
kemungkinan kejadian ini berupa penyusunan ulang virus ( Dermawan, 2009 : 13 ).
Pencampuran material genetik bermula ketika virus itu masuk ke tubuh babi. Virus
flu manusia dan virus flu babi masuk ke sel selaput lendir atau epitel babi melalui
reseptor alfa 2,6 sialic acid, sedangkan virus flu unggas masuk ke reptor alfa 2,3
sialic acid. Namun, babi memiliki kedua reseptor itu sehingga virus dengan mudah
masuk ke dalam sel babi. Di dalam sel babi, virus-virus tersebut bereplikasi.
Pada saat bereplikasi, diantara virus-virus itu bisa terjadi pertukaran material
genetik atau yang dikenal dengan istilah antigenik drift. Masing-masing virus
memiliki material genetik berupa delapan fragmen. Delapan fragmen itu adalah HA,
NA, PA, PB1, PB2, M, NP, dan NS. Fragmen-fragmen tersebut bisa bertukar antara
atau dengan lainnya sehingga terbentuk “anak” virus dengan sifat yang berbeda.
Dalam kasus Swine Flu, penataan ulang itu menghasilkan virus dengan struktur luar
sama dengan “induknya”, yaitu virus Swine Flu (karena itu virus ini tetap disebut
subtipe H1N1). Namun, material di dalamnya berasal dari fragmen virus flu manusia
dan flu unggas. Disamping terjadi pertukaran material genetik, kemungkinan pula
terjadi antigenetik shift, yaitu fragmen-fragmen yang ada saling bermutasi. Bila ini
yang terjadi, “anak” virus memiliki material genetik yang lebih kompleks. Bila
antigenetic shift dan antigenetik drift terjadi di dalam kasus Swine Flu, ini
merupakan perubahan yang sempurna. WHO akhirnya mengumumkan namanya flu
baru H1N1 mengingat bahwa hampir semua kasus pada manusia berasal dari
manusia, bukan lagi dari babi. Penularan dari manusia ini disebabkan karena
perubahan sifat virus yang mempunyai kemampuan menular dari manusia ke
manusia . S ementara itu, banyak Negara melaporkan penurunan perdagangan
produksi babi secara signifikan.
7
Fase – Fase Pandemi
Fase Inter Pandemi
Fase 1 : Tidak ada subtipe virus baru yang terdeteksi pada manusia. Suatu subtipe
virus influenza yang telah menyebabkan infeksi pada manusia bisa saja
terdapat pada hewan. Jika virus ini terdapat pada hewan, resiko infeksi
atau penyakit pada manusia akan rendah.
Fase 2 : Tidak ada subtipe virus baru yang terdeteksi pada manusia. Namun suatu
subtipe virus influensa pada hewan yang bersirkulasi memiliki resiko
menumbulkan penyakit pada manusia.
Fase Waspada Pandemi
Fase 3 : Infeksi pada manusia bisa disebabkan oleh subtipe baru, tetapi tidak bisa
menyebar dari manusia ke manusia, atau setidaknya ada kejadian langka
adanya penyebaran pada kontak yang erat.
Fase 4 : Adanya kluster kecil, dengan penularan terbatas manusia ke manusia, tetapi
penyebaran sangat terlokalisir memberi kesan bahwa virus kurang
beradaptasi dengan manusia.
Fase5 : Adanya kluster besar, dengan penularan manusia ke manusia yang
penyebarannya masih terlokalisasi, menunjukkan bahwa virus menjadi
semakin lebih baik beradaptasi dengan manusia, tetapi mungkin belum
sepenuhnya berbahaya ( adanya resiko pandemi yang cukup besar ).
Fase Pandemi
Fase 6 : Adanya peningkatan dan penularan berkelanjutan pada populasi umum.
2.2 Epidemiologi
Penyebaran virus Influenza dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong
babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat
penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara terbuka. Kekebalan maternal dapat
8
terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat mencegah infeksi, kekebalan
tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai
kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia,
demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari Influenza A. H1N1,
H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus Influenza yang umum ditemukan
pada babi yang mewabah di Amerika Utara ( WEBBY et al., 2000; ROTA et al.,
2000; LANDOLT et al., 2003 ), tetapi pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi
yang terkena pneumonia di Canada ( KARASIN et al., 2000 ). Manusia dapat
terkena penyakit influensa secara klinis dan menularkannya pada babi.
Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di
Amerika. Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal
manusia. Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin.
Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat
melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di
Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan
kemungkinan Inggris telah dilaporkan.
Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 tahun, pada bulan
September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit akibat Pneumonia dan
akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus
Influenza patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus Influenza babi
( ROTA et al., 1989, WELLS et al.,1991 ). Setelah diselidiki ternyata pasien
tersebut 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran babi. Sementara itu, hasil
pengujian HI pada orang yang datang pada pameran babi tersebut menunjukkan
sebanyak 19 orang dari 25 orang ( 76% ) mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap
Swine Flu. Walaupun disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk
adanya penularan virus ( WELLS et al., 1991 )
9
2.3 Penyebab Swine Flu
Swine Flu disebabkan oleh Influenza virus dimana virus ini terdiri atas
banyak jenis virus flu. Virus tersebut terus-menerus mengalami perubahan dan
bermutasi untuk menghindari sistem imun hewan yang diinfeksi.
Virus Influenza yang menyebabkan Swine Flu disebut H1N1 2009
dikarenakan virus ini pertamakali di temukan pada tahun 2009 di Meksiko. Secara
umum, ada tiga jenis utama dari virus flu yakni Influenza A, B, dan C.
Virus Swine Flu masuk dalam kelas Influenza tipe A yakni Virus H1N1 telah
menyebabkan wabah flu tahunan pada manusia dan pada tahun 2009 mengalami
pandemi disebabkan adanya variasi dalam virus H1N1 biasa. Hal ini secara khusus
disebut H1N1 2009 atau Swine Flu. Strain ini yang sebelumnya telah ditemukan
pada babi atau manusia diketahui membawa campuran gen dari flu pada manusia,
Swine Flu ( flu babi ) dan flu burung ( flu burung ).
Virus Influenza mempunyai tata nama tertentu dalam pembagiannya
misalnya jika terdeteksi disebut dengan tambahan "v". Misalnya, jika H3N2 virus
variasi terdeteksi di seseorang, itu akan disebut "H3N2v" virus. Tatanama ini
disusun pada 6 Januari 2012 dalam upaya menekan morbiditas dan kematian
mingguan yang dilaporkan dari pusat untuk upaya pencegahan dan control penyakit
( 1-4 ).
Virus Swine Flu umumnya ketika menginfeksi babi memperlihatkan gejala
seperti demam, batuk ( menggonggong ), keluar cairan dari hidung atau mata,
bersin, kesulitan bernapas, mata merah dan berair dan tidak nafsu makan. Beberapa
babi mungkin terinfeksi tapi tidak memperlihatkan tanda-tanda suspect, selain itu
virus ini ditemukan jarang membunuh babi dan kebanyakan wabah terjadi selama
musim gugur dan musim dingin akhir seperti infeksi flu musiman pada manusia.
10
Lebih lanjut, babi rentan terhadap tiga jenis flu sebagaimana dipaparkan
sebelumnya seperti Flu Burung, flu manusia dan Swine Flu. Hewan-hewan ini
mungkin terinfeksi dengan virus dari spesies yang berbeda sekaligus. Setelah ini
terjadi, virus berpotensi untuk membuat variasi baru yang dapat menyebar dengan
mudah dari orang ke orang. Ketika hal ini terjadi untuk strain Influenza dapat
menimbulkan antigenik shift dalam tubuh babi. Antigenik shift memungkinkan
munculnya mutasi pada virus dan ketika menyerang manusia yang tidak pernah
terinfeksi sebelumnya di karenakan tidak adanya informasi zat imun Hal inilah yang
menyebabkan pandemik pada tahun 2009 karena adanya varian virus baru yang
dapat di tularkan dari orang ke orang dalam jangka waktu yang cepat dimana World
Health Organization ( WHO ) melaporkan hingga tahun 2010 pada bulan Februari
telah membunuh 15.921 di seluruh dunia namun pada 10 Agustus 2010 World
Health Organization ( WHO ) menyatakan penurunan pandemik dikarenakan mulai
adanya vaksinasi yang menyebabkan penurunan prevalensi kasus Swine Flu.
2.4. Masa Inkubasi Swine Flu
Masa inkubasi virus H1N1 3 sampai 5 hari meski ada pula yang
menyebutkan 2-3 hari ( namun rata-rata 1-7 hari ). Gejala klinis yang tampak, antara
lain suhu tubuh mencapai 41 derajat celcius sampai 41,5 derajat celcius, gangguan
pernafasan berupa batuk, bersin, susah bernafas, radang hidung, sekret hidung
berlebih dan pneumonia . Babi tertular biasanya malas bergerak, saling bertumpuk,
11
demam ( sampai 41,5oC ), Rhinitis, sekret hidung berlebihan, bersin, radang selaput
mata ( Konjungtivitis ) dan kehilangan berat badan, batuk hebat, frekuensi nafas
tinggi, susah bernafas dan pernafasan abdominal. Beberapa berkembang menjadi
Bronkopenumonia dan akhirnya mati. Tingkat kefatalan kasus kurang dari 1%.
Masa laten virus H1N1 adalah 3-5 hari. Periode Infeksi pasien positif Swine
Flu adalah sehari sebelum munculnya gejala sampai dengan 7 hari setelah muncul
gejala. Virus hidup pada hewan babi hingga 3 bulan, babi yang terinfeksi bisa
menginfeksi hewan atau manusia dalam 24 jam setelah masa inkubasi, virus mati
bisa mati dalam pemanasan 600C selama 30 menit atau selama 3 jam pada suhu 560C
dan satu menit pada suhu 80oC, virus dapat mati dengan alkohol 70%, deterjen dan
cairan yang mengandung iodin.
2.5 Transmisi Virus Swine Flu
Penyebaran virus Influenza dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong
babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat
penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan
lama pada babi Breeder atau babi anakan. Kekebalan maternal dapat terlihat sampai
4 bulan tetapi mungkin tidak dapat mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat
menghalangi timbulnya kekebalan aktif. Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub
tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek,
kalkun dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain
dari Influenza A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus Influenza
yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di Amerika Utara, tetapi pernah
juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena pneumonia di Canada.
Rute utama penularan adalah melalui kontak langsung antara hewan yang
terinfeksi dan tidak terinfeksi Ini kontak dekat sangat umum selama transportasi
hewan. Pertanian intensif juga dapat meningkatkan resiko penularan, karena babi
yang dibesarkan dalam jarak yang sangat dekat satu sama lain. Para transfer
langsung dari virus mungkin terjadi baik oleh babi, menyentuh hidung, atau melalui
12
lendir kering. Transmisi udara melalui aerosol yang dihasilkan oleh babi batuk atau
bersin juga merupakan sarana penting infeksi. Virus ini biasanya menyebar dengan
cepat melalui kawanan, menginfeksi semua babi hanya dalam beberapa hari.
Manusia dapat terkena penyakit Influenza secara klinis dan menularkannya
pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa
dan di Amerika. Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal
13
manusia. Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin.
Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat
melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di
Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Itali dan
kemungkinan Inggris telah dilaporkan.
Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 tahun, pada bulan
September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit akibat pneumonia dan
akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus
Influenza patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus Influenza babi.
Setelah diselidiki ternyata pasien tersebut 4 hari sebelum sakit mengunjungi
pameran babi. Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada
pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang ( 76% )
mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun disini tidak terjadi wabah
penyakit, namun terdapat petunjuk adanya penularan virus.
2.6. Manifestasi Klinis
Gejala penderita Swine Flu, hampir sama dengan penderita Influenza biasa.
Sehingga didiagnosa kemungkinan Swine Flu bila didapatkan gangguan pernafasan
berat yang tiba-tiba, disertai minimal dua tanda berikut, yaitu: demam, batuk, nyeri
menelan, nyeri-nyeri seluruh badan, sakit kepala, demam dan mengiggil, mual dan
muntah. Lama sakit berkisar 4 – 6 hari. Pada anak-anak akan didapatkan gejala yang
lebih berat yaitu sulit bernafas, pernafasan cepat, kebiruan, dehidrasi, gangguan
kesadaran dan tidak bisa tenang.
2.7 Penatalaksanaan Swine Flu
Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit Influenza. Hanya saja
pengobatan dengan antibiotika seperti dengan Penisilin, Sulfadimidin atau mungkin
antibiotik yang berspektrum luas dapat menghadang infeksi bakteri dalam mencegah
infeksi sekunder. Pemerintah Amerika mengatakan dua obat yang biasa digunakan
14
untuk mengobati flu, Tamiflu dan Relenza, tampaknya efektif dalam mengatasi
kasus-kasus yang terjadi sejauh ini. Belum jelas keefektifan vaksin flu yang kini ada
dalam melindungi manusia dari virus baru ini, karena secara genetik berbeda dengan
jenis flu lain. Ilmuwan Amerika telah mengembangkan satu vaksin baru, namun
diperlukan waktu untuk menyempurnakannya dan juga memproduksi dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi permintaan.
Perlakuan dapat menekan gejala klinis batuk dan anoreksia. Penyembuhan
dilakukan secara simptomatis dan pengobatan dengan antimikrobial untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Babi harus dipelihara dalam keadaan sanitasi yang baik,
kondisi kandang yang memadai dan eradikasi cacing askaris dan cacing paru-paru.
Desinfektan dapat digunakan untuk melindungi hewan dari serangan kutu. Pada
kasus-kasus penyakit yang dilakukan eradikasi, juga harus dilaksanakan
pengurangan populasi dan restocking.
2.8 Pencegahan Swine Flu
Pencegahan penyakit infeksi Influenza A rH1N1 pada manusia harus
melibatkan pencegahan infeksi pada babi dan unggas. Banyak ahli menyarankan
untuk melakukan imunisasi babi terhadap infeksi virus influenza A H1N1 sehingga
jumlah virus yang beredar pada babi berkurang dan penularan ke manusia juga
menurun. Hal yang sama juga diharapkan jika unggas diimunisasi.
15
Imunisasi Babi
Dahulu banyak para ahli tidak setuju untuk mengimunisasi babi agar tidak
menularkan virus Influenza kepada manusia. Kemudian imunisasi babi dianggap
perlu, karena dapat mengurangi replikasi virus sehingga babi tidak sakit dan virus
tidak menyebar ke populasi manusia. Masalah yang selalu dihadapi dalam
mengimunisasi babi adalah mutasi drift dan mutasi shift pada gen virus, sehingga
vaksin kurang efektif untuk mencegah penyakit. Selain itu, babi umur muda masih
memiliki antibodi maternal yang diperoleh dari induknya yang mendapat imunisasi,
sehingga efikasi vaksin menjadi rendah. Dengan demikian, virus masih tetap dapat
beredar di dalam populasi babi.
Vaksin Influenza babi yang ada saat ini adalah vaksin virus utuh mati yang
dicampur . Virus yang digunakan diperbanyak di dalam telor bebek yang
berembrio. Vaksin tersebut mampu merangsang munculnya IgG titer tinggi di dalam
serum dan paru, sehingga dapat mengurangi timbulnya gejala klinis. Antibodi
terhadap protein H tampak paling protektif.
Perlindungan terhadap infeksi tidak seluruhnya dapat dihambat, tetapi
multiplikasi virus dapat dikurangi. Karena adanya varian virus baru yang
menginfeksi babi maka Departemen Pertanian Amerika Serikat menyarankan untuk
menambahkan komponen virus baru, agar vaksin memberikan efikasi yang lebih
tinggi, tetapi harga vaksin akan menjadi lebih mahal dan waktu yang dibutuhkan
untuk uji klinis akan lama. Untungnya, perlindungan silang yang diberikan oleh
vaksin terhadap berbagai varian antigenik virus Influenza lebih luas pada babi
dibandingkan dengan vaksin Influenza pada manusia.
Saat ini, vaksin virus hidup yang dimodifikasi untuk babi tidak ada. Jenis
vaksin tersebut sebenarnya mempunyai keuntungan, karena dapat meningkatkan
rangsangan imunitas seluler, terutama ditujukan terhadap protein NP yang sangat
dilindungi, sehingga lebih memberikan imunitas heterosubtipik. Penggunaan jenis
16
vaksin hidup harus berhati-hati karena dapat terjadi reassortment dengan galur virus
liar.
Ada berbagai jenis vaksin lain, misalnya vaksin dengan menggunakan vektor
seperti virus Vaksinia, Baculovirus, Alphavirus, dan Adenovirus yang sekarang
sedang dipelajari. Vaksin DNA juga sekarang sedang dipelajari. Vaksin ini
tampaknya cukup menguntungkan karena tidak menggunakan virus hidup, tetapi
dapat menghasilkan protein virus dengan konformasi yang normal. Vaksin ini dapat
merangsang imunitas humoral maupun seluler dalam jangka waktu yang sangat
panjang.
Imunisasi Unggas
Unggas, terutama burung air dapat diinfeksi berbagai subtipe virus Influenza,
jadi tanpa memandang subtipe H dan N. Strategi mengawasi infeksi Influenza pada
unggas liar sampai saat ini belum ada. Karena virus Influenza selalu beredar pada
unggas liar, maka tujuan utama pengawasan adalah untuk mengurangi paparan virus
terhadap peternakan unggas dan babi. Imunisasi ternak unggas pada prinsipnya sama
dengan imunisasi pada mamalia yaitu pada manusia dan babi.
Antibodi terhadap protein H sangat penting untuk perlindungan terhadap
infeksi virus. Vaksin pada unggas mempunyai perlindungan silang yang lebih luas
terhadap berbagai variasi antigenik virus influenza dibandingkan vaksin Influenza
untuk manusia. Selain itu, virus Influenza liar yang menginfeksi unggas hanya
sedikit mengalami mutasi drift, sehingga perubahan struktur protein sangat jarang,
walaupun pernah dilaporkan mutasi drift pada virus Influenza yang menginfeksi
ternak di Meksiko.
Imunisasi pada Manusia
Imunisasi pada manusia sangat penting untuk mencegah agar tidak menderita
penyakit virus influenza rH1N1, tetapi vaksin tersebut sampai saat ini belum ada.
Pemerintah Amerika Serikat sekarang sedang berusaha untuk membuat vaksin yang
17
mengandung virus rH1N1.18 Vaksin virus influenza yang ada walaupun sudah
mengandung komponen virus influenza H1N1 musiman pada manusia, kurang
efektif untuk mencegah penyakit virus influenza rH1N1. Meskipun demikian,
beberapa ahli menyatakan bahwa vaksin masih dapat digunakan untuk meringankan
gejala penyakit, karena masih memiliki beberapa persamaan epitop antigenik
padaprotein H maupun protein N.18.
Kemoprofolaksis Antivirus
Untuk profilaksis infeksi virus influenza A rH1N1 disarankan menggunakan
oseltamivir atau zanamivir. Lama pemberian kemoprofilaksis antivirus setelah
pajanan adalah 10 hari sesudah terpajan virus influenza A rH1N1. Indikasi
pemberian kemoprofilaksis pasca pajanan adalah bila mengadakan kontak erat
dengan kasus confirmed, probable, dan suspect penderita rH1N1 dalam masa
infeksius. Masa infeksius seseorang yang terinfeksi virus rH1N1 diperkirakan sama
dengan yang diamati pada infeksi virus influenza A musiman.
Dari studi yang dilakukan pada infeksi influenza musiman, penderita dapat
menularkan penyakit mulai satu hari sebelum munculnya gejala sampai 7 hari
sesudah menjadi sakit. Anak-anak terutama bayi yang masih muda mempunyai
kecenderungan untuk infeksius dalam waktu yang lebih panjang. Sebagai pegangan,
masa infeksius adalah satu hari sebelum munculnya gejala sampai 7 hari setelah
munculnya gejala. Bila kontak dengan penderita terjadi lebih dari 7 hari dari saat
munculnya penyakit, maka pemberian profilaksis tidak perlu. Untuk profilaksis
sebelum terpajan, antivirus diberikan selama terpajan dan diteruskan 10 hari setelah
terpajan terakhir dengan penderita rH1N1 dalam masa infeksius. Oseltamivir dapat
juga digunakan untuk profilaksis pada anak yang berumur kurang dari 1 tahun.
Kemoprofilaksis antivirus setelah terpapar penderita infeksi virus rH1N1
menggunakan oseltamivir atau zanamivir dapat dipertimbangkan untuk:
1. Orang yang mengadakan kontak erat dengan kasus (confirmed, probable, dan
suspect) yang mempunyai risiko tinggi mendapat komplikasi Influenza.
18
2. Petugas perawatan, petugas kesehatan masyarakat, orang yang menemukan kasus
pertama yang tidak menggunakan alat proteksi terpapar dengan penderita
influenza rH1N1 (confirmed, probable, suspect) dalam masa infeksius.
Kemoprofilaksis antivirus sebelum terpapar harus digunakan seperlunya dan
harus dikonsultasikan kepada petugas kesehatan yang berwenang. Untuk petugas
yang mempunyai risiko tinggi mendapat komplikasi (petugas keperawatan, petugas
kesehatan masyarakat, petugas terdepan di masyarakat) harus menggunakan alat
pelindung diri atau melakukan tugas secara bergantian.
1. Cuci tangan secara teratur dengan air dan sabun sebelum menyentuh makanan
sebelum dan sesudah makan, sebelum dan sesudah memegang bayi, dan setelah
memegang sesuatu yang kotor.
2. Hindari kontak langsung dengan penderita flu babi agar tidak tertular.
3. Lakukan pola hidup sehat sepeti makan makanan gizi seimbang, tidur cukup,
dan olahraga.
4. Tidak ada bukti flu babi menular lewat konsumsi daging binatang yang
terjangkit. Namun, daging itu harus dimasak matang, suhu 70C akan membunuh
virus itu.
5. Bagi peternak sebaiknya sering membersihkan alat-alat peternakan yang di
gunakan dan menggunakan masker saat berada di area peternakan.
Dinas Kesehatan Provinsi
1. Memberikan/meneruskan informasi-informasi kepada Dinas Kesehatan
Kab/Kota
2. Menghimbau Dinkes kab/kota untuk melaksanakan peningkatan surveilans
Influenza Like Illness dan Pneumonia di Puskesmas dan Rumah sakit serta
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
3. Menghimbau Dinkes Kab/Kota untuk mencermati adanya kluster ILI,
Pneumonia dan kematian akibat Pneumonia yang tidak jelas penyebabnya
19
4. Berkoordinasi dengan kantor kesehatan Pelabuhan setempat dalam
mengantisipasi masuknya Swine Flu ke Indonesia
5. Mulai mempersiapkan posko KLB jika diperlukan sesuai dengan
perkembangan penyebaran penyakit.
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
1. Kantor kesehatan pelabuhan (KKP) agar melakukan
a. Screening demam terhadap penumpang dan awak kapal/pesawat yang
datang langsung maupun tidak langsung dari negara terjangkit Swine Flu
b. Membagikan Health Alert Card (HAC)
Apabila ditemukan panas, maka dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan di klinik KKP
b. Di karantina oleh KKP sesuai dengan prosedur
c. Dirawat di Rumah Sakit rujukan
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota agar melakukan hal-hal sebagai
berikut
a. Surveilans intensif terhadap kasus ILI dan Pneumonia.
b. Mengkoordinir kesiapan pelayanan kesehatan di daerah dan unit
kesehatan lain terkait.
20
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Emerging Disease
Menurut WHO, Emerging Infectious Diseases adalah penyakit yang pertama
kali muncul dalam suatu populasi,atau penyakit yang telah ada sebelumnya
tetapi mengalami peningkatan insidensi atau area geografis dengan cepat.
3.1.1. New Emerging
Merupakan penyakit yang baru muncul di populasi ( Hewan ke
manusia ) secara cepat yang berhubungan dengan peningkatan penyakit
yang dapat terdeteksi.
3.1.2. Re-Emerging
Salah satu penyakit yang sebelumnya sudah di kontrol,namun muncul
kembali dan terjadi masalah kesehatan yang signifikan yang mengacu pada
suatu penyakit yang awalnya terdapat pada satu area geografi yang sekarang
menyebar ke daerah lain.
21
No New Emerging Re-Emerging
1 Poliomyelitis SARS
2 Tuberculosis Avian Flu
3 Dengue Demam Berdarah Hanta-Virus Pulmonary Syndrome
4 Human Imunodefesiensi Virus( HIV) Hanta –Virus Infection with Renal
Involvement
5 Demam Typhoid Japanese Ensepabilitis
6 Salmonellosis Nipah disease
7 Leptospirosis West Nile Fever
8 Anthrax
9 Rabies
10 Pes
Swine flu merupakan penyakit alat pernapasan yang sering kali secara
enzootic/endemic kejadian penyakit dalam periode tertentu pada suatu
daerah yang sering kali terjadi pada kasus penyakit dalam jumlah yang selalu
relative sama dan biasa terjadi. Namun demikian kasus Swine flu yang
terjadi pada manusia saat ini sudah bersifat Pandemic (penyakit sudah
tersebar ke mancanegara).
Menurut situs Center for Control and Prefention (CDC) Amerika
Serikat, normalnya virus Swine flu hanya berjangkit pada babi dengan
kematian rendah. Namun secara sporadic terjadi infeksi pada manusia
Penyebab Swine Flu adalah virus influenza tipe A subtype H1N1 dari
Familia Orthomyxoviridae.
Flu atau influenza ada 2 type :
1. Type A : Menular pada unggas (ayam, itik, dan burung) serta babi
2. Type B dan type C : Menular pada manusia
Pandemik Flu 1918 (biasa disebut Flu Spanyol) adalah Pandemik
Influenza kategori 5 yang mulai menyebar di Amerika Serikat, muncul di
22
Afrika Barat dan Perancis, lalu menyebar hampir ke seluruh dunia. Penyakit
ini disebabkan oleh Virus Influenza Tipe A subtipe H1N1.
Kebanyakan korban Flu ini adalah dewasa muda. 50 sampai 100 juta
orang di seluruh dunia meninggal akibat Flu Spanyol terjadi dari Maret 1918
sampai Juni 1920, menyebar sampai ke Arktik dan kepulauan Pasifik. 1917,
memasuki tahun ketiga berlangsungnya Perang Dunia I, negara perjanjian
dan negara sekutu sedang gencar-gencarnya berperang, yang membuat kedua
belah pihak gencatan senjata justru adalah perang tak terlihat antara manusia
dengan virus wabah flu.
Catatan paling awal menyatakan pagi 18 Maret 1918, tukang masak
suatu satuan tentara Amerika Serikat yang sedang bergerak menuju medan
perang di Eropa mendadak merasa sakit kepala, panas, sakit tenggorokan,
dan ngilu pada otot, dokter militer beranggapan bahwa ia hanya menderita
demam biasa sehingga tidak memperhatikannya. Bahkan setelah beberapa
hari kemudian, setelah penyakit itu menjangkiti lebih dari 500 orang,
pasukan Amerika Serikat tetap menjalankan rencananya menuju Eropa.
Pendaratan pertama Pasukan Amerika Serikat adalah Spanyol. Hanya
dalam waktu singkat yakni 1 bulan, 8 juta penduduk Spanyol atau sekitar
1/3 dari total populasinya telah terjangkit wabah flu. Pemerintah menutup
semua kantor, lalu lintas pun terhenti, pusat perdagangan menghentikan
usaha, seluruh kota lumpuh total, bahkan raja Spanyol pun meninggal dunia
akibat virus ini.
Flu dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa, hanya Perancis yang
menderita korban meninggal paling sedikit yakni 400 ribu orang. Pendaratan
pertama pasukan Amerika Serikat adalah Spanyol. Hanya dalam waktu
singkat yakni 1 bulan, 8 juta penduduk Spanyol atau sekitar 1/3 dari total
populasinya telah terjangkit wabah flu. Pemerintah menutup semua kantor,
23
lalu lintas pun terhenti, pusat perdagangan menghentikan usaha, seluruh kota
lumpuh total, bahkan raja Spanyol pun meninggal dunia akibat virus ini.
Flu dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa, hanya Perancis yang
menderita korban meninggal paling sedikit yakni 400 ribu orang. Penderita
mengalami panas yang tidak bisa turun, mereka bernafas dengan susah payah
karena kekurangan oksigen, sejumlah orang mati karena gangguan
pernafasan, dari hidung dan mulut mereka keluar busa yang berbau darah.
Saat itulah orang-orang baru menyadari: wabah flu mematikan telah tiba.
Wabah flu tersebut secara sederhana dapat dibagi menjadi 3 gelombang:
musim semi 1918 adalah gelombang pertama, yang pada dasarnya hanyalah
wabah flu biasa.
Musim gugur 1918 adalah gelombang kedua dengan angka kematian
tertinggi. Sedangkan gelombang ketiga terjadi pada musim dingin 1919
sampai musim semi tahun berikutnya, dengan angka kematian berkisar
antara gelombang pertama dan kedua.
Sepanjang 1918, seiring dengan jalur pelayaran perdagangan, virus pun
dibawa hingga ke seluruh dunia, menyebar ke seluruh dataran Amerika
Utara, Eropa, Asia, Brasil dan Pasifik Selatan, dan membawa dampak
mematikan yang amat parah, di antaranya tingkat kematian di India paling
tinggi, yakni setiap 100 orang yang terjangkit 5 orang di antaranya mati
akibat wabah flu.
Perkembangan virus Swine flu dikatakan Re-emerging disease berawal
dari tahun 1918 ( Spanish influenza mengenai 20-40% populasi dunia saat
ini,50 juta kematian di seluruh dunia ). Tahun 1957 Asian Influenza,100.000
kasus dan pada tahun 1968 Hongkong Influenza,360.000 kasus. Tahun 1977
Rusian Influenza sehingga 1997,2003 Avian Influenza dan yang terakhir
2009 Swine Flu
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Swine influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang sangat
menular, disebabkan oleh virus influenza yang termasuk dalam
orthomyxovirus. Virus ini berasal dari meksiko dan telah menjadi pandemic
di berbagai negara dunia. Penyakit Swine Flu ini disebabkan oleh virus
influenza yang biasanya menyerang binatang babi. Dan penyakit ini dengan
sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu satu minggu.
Virus ini banyak menginfeksi babi di negara Amerika Serikat, Meksiko,
Kanada, Amerika Selatan, Eropa, Kenya, Cina, Taiwan, Jepang, dan
sebagian Asia Timur.
2. Perkembangan virus swine flu dikatakan re-emerging disease berawal dari
tahun 1918 ( spanish influenza mengenai 20-40% populasi dunia saat ini, 50
juta kematian di seluruh dunia ). Tahun 1957 Asian Influenza,100.000 kasus
dan pada tahun 1968 Hongkong Influenza,360.000 kasus. Tahun 1977
Rusian Influenza sehingga 1997,2003 Avian Influenza dan yang terakhir
2009 Swine Flu.
25
4.2. Saran
A Untuk masyarakat
1. Bagi masyarakat yang ingin melakukan perjalanan wisata, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter.
2. Penggunaan masker bagi masyarakat setempat maupun turis
pendatang diwilayah terjangkit.
3. Bila ada mengalami gejala demam dan gangguan pernafasan setelah
kembali dari negara atau wilayah yang wabah Avian Influenza H7N9,
segera konsultasikan ke dokter dan ceritkan perjalanan sebelumnya.
4. Selalu cuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan dan
setelah melakukan kegiatan di luar.
B Untuk KKP
1. KKP harus selalu waspada dan siap dalam mengantisipasi masuknya
penyakit flu babi ke Indonesia terutama di pintu masuk negara
(bandara,pelabuhan, dan perbatasan negara) dengan membuat
langkah-langkah, kebijakan-kebijakan serta peraturan-peraturan
dalam mencegah masuknya flu babi ke Indonesia serta
penanggulangannya.
2. KKP hendaknya melengkapi sarana dan prasarana dalam membantu
mendeteksi secara dini seseorang yang telah terinfeksi flu babi
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta.EGC
2. Syafriati,Tatty.2009.Mengenali Penyakit Influenza Babi,Lokakarya Nasional
Penyakit Zoonosis. Jakarta.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
424/Menkes/SK/IV/2007.
4. Kantor kesehatan pelabuhan kelas 2 Medan. Sejarah Karantina Kesehatan.
Available from : Http://SejarahKKP/ Accesed 24 januari 2012
5. WHO Emerging Disease Avaiable from
Http://www.whoint/topics/EmergingDisease/en
6. CDC, Outbreak of Swin-Origin Infuenza A (H1N1)Virus infection-Mexico,
march-april 2009,
7. WHO, Pandemic (H1N1)2009-Update 58
8. http://www.cdc.gov/swineflu/swineflu_you.htm
9. http://www.cdc.gov/swineflu/HAN/042609.htm
10. http://www.who.int/inf-fs/en/fact097.html
27