Syafruddin Prawiranegara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Presiden yang Terlupakan

Citation preview

Syafruddin Prawiranegara

Mr.Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulisSjafruddin Prawiranegara(lahir diSerang,Banten,28 Februari1911meninggal diJakarta,15 Februari1989pada umur 77 tahun) adalah pejuang pada masa kemerdekaanRepublikIndonesiayang juga pernah menjabat sebagaiPresiden/KetuaPDRI(Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia diYogyakartajatuh ke tanganBelandasaatAgresi Militer Belanda IIpada tanggal19 Desember1948.Masa muda dan pendidikan[sunting|sunting sumber]Tokoh yang lahir di Anyar Kidul yang memiliki nama kecil "Kuding", yang berasal dari kata Udin pada nama Syariffudin. Ia memiliki darah keturunanSundadari pihak ibu danSundaMinangkabaudari pihak ayah. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan rajaPagaruyungdiSumatera Barat, yang dibuang keBantenkarena terlibatPerang Padri. Ia menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudian memiliki anak bernamaR. Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagaijaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang olehBelandakeJawa Timur.Syafruddin menempuh pendidikanELSpada tahun1925, dilanjutkan keMULOdiMadiunpada tahun1928, danAMSdiBandungpada tahun1931. Pendidikan tingginya diambilnya diRechtshoogeschool(Sekolah Tinggi Hukum) diJakarta(sekarang Fakultas HukumUniversitas Indonesia) pada tahun1939, dan berhasil meraih gelarMeester in de Rechten(saat ini setara denganMagister Hukum).Pra-kemerdekaan[sunting|sunting sumber]Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), serta pegawai Departemen KeuanganJepang.Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Badan PekerjaKNIP(1945), yang bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkanGaris-garis Besar Haluan Negara.Pemerintah Darurat RI[sunting|sunting sumber]Syafruddin adalah orang yang ditugaskan oleh Soekarno dan Hatta untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI), ketika PresidenSoekarnodan Wakil PresidenMohammad Hattaditangkap pada Agresi Militer II, kemudian diasingkan oleh Belanda kePulau Bangka, 1948. Syafruddin menjadi Ketua Pemerintah Darurat RI pada1948.Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.Jabatan pemerintahan[sunting|sunting sumber]Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun1946dan Menteri Kemakmuran pada tahun1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan antara tahun1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam KabinetHatta, pada bulan Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukanGunting Syafruddin.Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.Keterlibatan dalam PRRI[sunting|sunting sumber]Pada awal tahun1958,PRRIberdiri akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruhkomunis(terutamaPKI) yang semakin menguat. Syafruddin diangkat sebagai Perdana Menteri PRRI dan kemudian membentuk Kabinet tandingan sebagai Jawaban atas dibentuknya kabinet Ir Juanda, di Jawa. Kabinet PRRI berbasis di Sumatera Tengah. PRRI masih tetap mengakui Soekarno sebagai Presiden PRRI, karena ia diangkat secara konstitusional.Pada bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No.449/1961 kemudian menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI.Politik[sunting|sunting sumber]Bagian ini membutuhkanpengembangan

Pimpinan Masyumi (1960)Masa tua[sunting|sunting sumber]Syafrudin Prawiranegara memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Namun berkali-kali bekas tokohPartai Masyumiini dilarang naik mimbar. Pada bulan Juni 1985, ia diperiksa sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari rayaIdul Fitri1404 H di masjid Al-A'raf,Tanjung Priok, Jakarta. Dalam aktivitas keagamaannya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI). Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan, keislaman, dan dakwah, antar lain:1. Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen (PPM), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen(1958)2. Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978)3. Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984-??)Ia juga sempat menyusun bukuSejarah Moneter, dengan bantuanOei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.Syafruddin Prawiranegara meninggal di Jakarta, pada tanggal 15 Februari 1989, pada umur 77 tahun."Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah".Keluarga[sunting|sunting sumber]Syafruddin menikah denganTengku Halimah Syehabuddinn.[1]Mereka memiliki delapan orang anak, dan sekitar lima belas cucu. Cucunya ketiga belas lahir diAustraliasebagaibayi tabungpertama keluarga Indonesia,1981

Jakarta Acara peringatan seabadMr. Syafruddin Prawiranegaraseolah ingin mengukuhkan salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan tersebut sebagai presiden RI ke-2. Mr Sjafruddin adalah presiden RI yang terlupakan.Peringatan seabad Mr Sjafruddin (1911-2011), digelar di Gedung Chandra Bank Indonesia (BI), Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/2/2011).Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Presiden Boediono mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedang berhalangan karena baru pulang dari luar negeri. Hadir pula pimpinan lembaga negara seperti Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfudz MD, dan Seskab Dipo Alam.Keluarga almarhum Mr Sjafruddin pun juga diundang dalam acara tersebut, di antaranya sang putra Farid Sjafruddin. Bertindak sebagai Ketua Panitia Peringatan seabad Mr Sjafruddin adalah mantan Wakil Ketua MPR AM Fatwa.Sejak dimulai, pembawa acara Sandrina Malakiano menegaskan kepada audiens bahwa sebelum Presiden SBY, bukan cuma ada 6 presiden yang mendahului, melainkan 7 presiden termasuk Mr Sjafruddin. Sejak merdeka, Indonesia mempunyai 7 presiden, 11 wakil presiden, 13 perdana menteri, dan 41 kabinet.Mr Sjafruddin adalah presiden Indonesia yang terlupakan,kata mantan presenter TV tersebut.Mr Sjafruddin dinilai layak disebutPresidenkarena pernah menjadiKetua/PresidenPemerintahan Darurat Republik Indonesia(PDRI) tahun 1948. Saat itu, terjadi Agresi Militer Belanda ke II saat Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta ditawan oleh penjajah.Mr Sjafruddin, yang tengah berada di Sumatera Barat (Sumbar), memproklamirkan berdirinya PDRI untuk menyelamatkan nafas NKRI yang baru berumur 3 tahun. Mr Sjafruddin juga yang mengupayakan perjanjian Room-Royen yang mengakhiri pendudukan Belanda dan dibebaskannya tokoh proklamator Soekarno-Hatta. Tanggal 13 Juli 1949, setelah kurang lebih 209 hari memimpin PDRI, Mr Sjafruddin menyerahkan mandatnya kepada Soekarno-Hatta.Mr Sjafruddin adalah penyelamat republik. Oleh Bung Hatta, beliau disebut sebagai presiden darurat, kata AM Fatwa atas penyandangan gelar presiden Mr Sjafruddin yang hingga kini masih debatable itu.Mr Sjafruddin lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911, merupakan anak dari seorang jaksa bernamaArsyad Prawiraatmadja. Mr Sjafruddin menempuh pendidikan di ELS pada tahun 1925, MULO di Madiun tahun 1928, dan AMS Bandung tahun 1931. Pendidikan tingginya adalah Rechtshogeshool Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Uviversitas Indonesia) tahun 1939 dan berhasil meraih Meesterning de Rechten (Magister Hukum).Mr Sjafruddin adalah anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas mempersiapkan garis besar haluan negara RI sebelum merdeka. Mr Sjafruddin adalah pejabat menteri keuangan pertama RI (1946), dan Menteri Kemakmuran (1947). Setelah PDRI yang diketuainya menyerahkan mandat, ia sempat diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri pada tahun 1949. Ia kembali diangkat menjadi Menkeu di kabinet Hatta pada Maret 1950 dan menelurkan kebijakan yang cukup terkenal saat itu, yakni pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas (Gunting Sjafruddin).Ia kemudian menjabat sebagai Gubernur BI yang pertama tahun 1951. Setelah itu, Mr Sjafruddin memilih bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang juga berbasis di Sumatera, sebuah gerakan untuk menentang kebijakan presiden Soekarno. Gara-gara sikapnya yang berlawanan tersebut, ia sempat dipenjarakan oleh Soekarno tanpa proses pengadilan.Berdasarkan agenda kegiatan yang dibagikan kepada wartawan, ada beberapa buku yang akan diterbitkan menyambut 1 abad Mr Sjafruddin ini. Di antaranya adalah Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut kepada Allah, dan .Presiden Prawiranegara, Kisah 209 hari Mr Sjafruddin Memimpin Indonesia.Selain itu digelar pula seminar mengenai sosok Mr. Sjafruddin di berbagai kota mulai pertengahan Maret hingga Juni 2011. Panitia juga membuat film dokumenter tentang Mr Sjafruddin.Mengenal lebih dekat sosok Mr. Sjafruddin Prawiranegara

Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulisSjafruddin Prawiranegaralahir di Banten, 28 Februari 1911. Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagaiPresiden/KetuaPDRI(Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948.Di masa kecilnya akrab dengan panggilan Kuding, dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuranBantendanMinang. Buyutnya,Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernamaR. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayahKudingyang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur.Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenisRobinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi Ingin menjadi orang besar, katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia).Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra Ketika Belanda melakukan agresi militernya yang kedua di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, Soekarno-Hatta sempat mengirimkan telegram yang berbunyi, Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu-Kota Jogyakarta. Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra.Telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi di karenakan sulitnya sistem komunikasi pada saat itu, namun ternyata pada saat bersamaan ketika mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Sjafruddin Prawiranegara segera mengambil inisiatif yang senada. Dalam rapat di sebuah rumah dekatNgarai Sianok, Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government). Gubernur Sumatra Mr TM Hasan menyetujui usul itu demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara.Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki penyelamat Republik. Dengan mengambil lokasi di suatu tempat di daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap Belanda di Yogyakarta. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Ketua PDRI dan kabinetnya yang terdiri dari beberapa orang menteri. Meskipun istilah yang digunakan waktu itu ketua, namun kedudukannya sama dengan presiden.Sjafruddin menyerahkan mandatnya kemudian kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertaankan kemerdekaan dari agresor Belanda yang ingin kembali berkuasa.Setelah menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden Soekarno, Syafruddin Prawiranegara tetap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan. Pada Maret 1950, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.PRRIAkibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan juga pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat, pada awal tahun 1958, Syafruddin Prawiranegara dan beberapa tokoh lainnya mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang berbasis di sumatera tengah dan ia di tunjuk sebagaiPresidennya.DakwahSetelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik,Syafrudin Prawiranegaraakhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Juni 1985, ia diperiksa lagi sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-Araf, Tanjung Priok, Jakarta.Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah, ujar ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI) itu tentang aktivitasnya itu.Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuanOei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.Syafruddin Prawiranegara meninggal pada 15 Februari 1989 di makamkan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.BiodataNama lengkap : Mr. Syafruddin PrawiranegaraNama kecil : KudingLahir : 28 Februari 1911Meninggal : 15 Februari 1989 (umur 77)Ayah : Arsyad PrawiraatmadjaIstri : T. Halimah Syehabuddin PrawiranegaraAgama : IslamKetua/Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)Masa jabatan : 19 Desember 1948 13 Juli 1949Pendahulu : SoekarnoPengganti : SoekarnoPendidikan:ELS (1925)MULO,Madiun (1928)AMS, Bandung (1931)Rechtshogeschool, Jakarta (1939)Karir:Pegawai Siaran Radio Swasta (1939-1940)Petugas Departemen Keuangan Belanda (1940-1942)Pegawai Departemen Keuangan JepangAnggota Badan Pekerja KNIP (1945)Wakil Menteri Keuangan (1946)Menteri Keuangan (1946)Menteri Kemakmuran (1947)Perdana Menteri RI (1948)Presiden Pemerintah Darurat RI (1948)Wakil Perdana Menteri RI (1949)Menteri Keuangan (1949-1950)Gubernur Bank Sentral/Bank Indonesia (1951)Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembangunan Manajemen (PPM) (1958)Pimpinan Masyumi (1960)Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978)Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984 1989 )Syafruddin Prawiranegara

Sebagai penjabat presiden,umumnya orang Indonesia hanya mengenalSoekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putrie dan Susilo Bambang Yudhoyono.Padahal masih ada dua lagi presiden Indonesia dan jarang sekali disebut. YakniSyafrudin Prawiranegara dan Mr. Asaat.

Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara lahir di Banten, 28 Februari 1911. Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948.

Di masa kecilnya akrab dengan panggilan Kuding, dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuran Banten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur.

Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi Ingin menjadi orang besar, katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia).

Mr.Assaat

Mr. Assaat (18 September 1904 - 16 Juni 1976) adalah tokoh pejuang Indonesia, pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

Mr. Assaat dilahirkan di dusun pincuran landai kanagarian Kubang Putih Banuhampu adalah orang sumando Sungai Pua, menikah dengan Roesiah, wanita Sungai Pua di Rumah Gadang Kapalo Koto, yang telah meninggalkan beliau pada 12 Juni 1949, dengan dua orang putera dan seorang puteri.

Sekitar tahun 1946-1949, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, sering terlihat seorang berbadan kurus semampai berpakaian sederhana sesuai dengan irama revolusi. Terkadang ia berjalan kaki, kalau tidak bersepeda menelusuri Malioboro menuju ke kantor KNIP tempatnya bertugas. Orang ini tidak lain adalah Mr. Assaat, yang selalu menunjukkan sikap sederhana berwajah cerah di balik kulitnya yang kehitam-hitaman. Walaupun usianya saat itu baru 40 tahun, terlihat rambutnya mulai memutih. Kepalanya tidak pernah lepas dari peci beludru hitam.

Mungkin generasi muda sekarang kurang atau sedikit sekali mengenal perjuangan Mr. Assaat sebagai salah seorang patriot demokrat yang tidak kecil andilnya bagi menegakkan serta mempertahankan Republik Indonesia. Assaat adalah seorang yang setia memikul tanggung jawab, baik selama revolusi berlangsung hingga pada tahap akhir penyelesaian revolusi. Pada masa-masa kritis itu, Assaat tetap memperlihatkan dedikasi yang luar biasa.

Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih dan patah semangat. Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak pernah terlepas dari tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas sebagai Penjabat Presiden RI di kota perjuangan di Yogyakarta.

Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Pekerjanya selama revolusi sedang berkobar telah dua kali mengadakah hijrah. Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komedi ( kini Gedung Kesenian) di Pasar Baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Jl. Kramat Raya. Karena perjuangan bertambah hangat, demi kelanjutan Revolusi Indonesia, sekitar tahun 1945 KNIP dipindahkan ke Yogyakarta.

Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke Purworejo, Jawa Tengah. Ketika situasi Purworejo dianggap kurang aman untuk kedua kalinya KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah Mr. Assaat sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama berselang dia ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta Badan Pekerjanya.

Mr. Sjafruddin Prawiranegara lahir di Anyar, Banten pada 28 Februari 1911 dan meninggal di Jakarta pada 15 Februari 1989. Ia memiliki darah keturunan Sunda dan Minangkabau, karena buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, merupakan keturunan raja Pagaruyung di Sumatera Barat. Sutan Alam Intan ikut terlibat dalam Perang Padri hingga dibuang ke Banten dan menikah dengan putri bangsawan Banten

Sjafruddin menempuh pendidikan formal di ELS pada 1925, MULO di Madiun pada 1928, dan AMS di Bandung pada 1931. Pendidikan tingginya ia tempuh pada 1939 diRechtshogeschooldi Jakarta (Sekolah Tinggi Hukum, sekarang menjadi Fakultas Hukum UI) dan berhasil meraih gelarMeester in de Rechten(Mr.) atau sarjana dalam bidang hukum.

Saat menjadi mahasiswa Sjafruddin aktif dalam organisasi mahasiswa USI (Unitas Studiosorum Indonesiensis) yang aktivitasnya dalam bidang rekreasi dan kegiatan yang menunjang studi tanpa ikut campur dalam politik.

Pada masa sebelum kemerdekaan Sjafruddin bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta pada 1939-1940, petugas di Departemen Keuangan Belanda pada 1940-1942, dan Departemen Keuangan pada zaman penjajahan Jepang. Pada masa awal revolusi kemerdekaan Sjafruddin menjadi Kepala Kantor Inspeksi Pajak di Bandung. Disamping itu ia sempat menjadi Sekertaris Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Priangan. Perdana Menteri waktu itu, Sutan Sjahrir kemudian memintanya pindah ke Jakarta untuk menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).

Sutan Sjahrir kemudian mengangkat Sjafruddin menjadi Menteri Muda Keuangan dalam kabinetnya yang kedua dan Menteri Keuangan dalam kabinetnya yang ketiga. Saat Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri, Syafruddin menjabat sebagai Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Hatta yang pertama, kemudian menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta yang kedua tahun 1949. Dalam bidang politik, Sjafruddin bergabung dengan partai Islam Masyumi.

PDRIPada saat terjadi Agresi Militer Belanda yang kedua pada Desember 1948, banyak pemimpin Indonesia yang ditangkap, seperti Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Agus Salim, dan yang lainnya. Namun Hatta sempat mengirim telegram kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara, yang saat itu berada di Bukittinggi, untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatera.

Telegram itu tidak sampai ke Bukittinggi, tetapi berita tentang ibukota Negara yang sudah diduduki Belanda dan tertangkapnya para pimpinan negara sudah sampai melalui siaran radio. Sjafruddin kemudian menemui Teuku Muhammad Hassan dan berinisiatif untuk membentuk pemerintahan darurat untuk menyelamatkan Negara dari kekosongan pemerintahan. Maka terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dimana Sjafruddin menjabat sebagai ketuanya. Sjafruddin menyebut jabatannya sebagai ketua meski kedudukannya sama dengan presiden.

PDRI berjalan selama 207 hari sampai 13 Juli 1949 saat Sjafruddin menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Dengan adanya PDRI, yang melaksanakan politik diplomasi melalui radio, maka Belanda tidak bisa meyakinkan dunia bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Belanda terpaksa melakukan perundingan dengan pihak Indonesia.

Setelah pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Soekarno, Sjafruddin diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri, kemudian menjadi Menteri Keuangan. Pada Maret 1950, Sjafruddin sebagai Menteri Keuangan melakukan kebijakan pemotongan uang merah de Javasche Bank pecahan Rp. 5 keatas yang digunting menjadi dua. Potongan uang sebelah kiri masih berlaku dengan nilai setengahnya, sedangkan potongan sebelah kanan dipinjamkan kepada Negara. Pecahan Rp 2,50 dan di bawahnya tidak digunting, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia) juga tidak digunting. Kebijakan yang banyak dikritik tersebut dikenal dengan nama Gunting Sjafruddin. Pada 1951 Sjafruddin diangkan menjadi Presiden DirekturDe Javasche Bankyang kemudian berubah menjadi Bank Indonesia.

PRRIPada Februari 1958 Sjafruddin terlibat dalam gerakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berbasis di Sumatera Tengah dan menjadi Perdana Menteri. PRRI merupakan bentuk protes terhadap pemerintahan Soekarno yang dianggap menyeleweng dari UUDS 1950, bukan bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno. Kemungkinan PRRI akan dibubarkan jika Presiden Soekarno membubarkan Kabinet Karya serta mengajak M Hatta dan Sultan Hamengkubuwono untuk membentuk kabinet yang mendapat kepercayaan dari dewan-dewan di daerah.

PRRI kemudian dianggap Soekarno sebagai gerakan pemberontakan atau separatis. Akibatnya, Sjafruddin serta beberapa tokoh Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang terlibat ditangkap dan dianggap kontra revolusi. Kedua partai itu kemudian dibubarkan Soekarno. Pada awal tahun 1962 Sjafruddin dan yang lainnya dibawa ke Cipayung, Bogor. Mereka dibiarkan bebas bergerak tetapi dilarang meninggalkan kota itu tanpa izin.

Setelah keluar dari tahanan Orde Lama, Sjafruddin mengisi aktifitasnya dalam bidang dakwah. Tetapi ia tetap kritis terhadap pemerintah. Bersama tokoh-tokoh lain seperti M. Natsir, Ali Sadikin, AH Nasution, ia ikut menandatangani Petisi 50 sebagai protes terhadap pemerintahan Soeharto. Akibatnya ia selalu mendapat pengawasan dari intelijen Negara. Bahkan berkali-kali ia pernah dilarang naik mimbar untuk ceramah.

Sjafruddin meninggal pada tanggal 15 Februari 1989, 13 hari sebelum ulang tahunnya yang ke-78. Ia dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Pada tahun 2011 pemerintah memberinya penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.

19 Desember 1948. Agresi Militer II Belanda terhadap Ibu Kota Yogyakarta menyebabkan Presiden Sukarno ditangkap. Wakil Presiden Mohammad Hatta yang cemas dengan kondisi itu segera mengirimkan tlegram kepada Menteri Kemakmuran RI, Syafrudin Prawiranegara, yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

Ternyata benar, tak lama kemudian sukarno-Hatta pun ditangkap Belanda, mereka diasingkan ke Bangka. Pemerintahan resmi lumpuh. Di sebuah dangau kecil yang belakangan dikenal sebagai "Dangau Yaya", Syafruddin mengumumkan berdirinya PDRI, pada Rabu 22 Desember 1948.

Dari sudut pandang seorang pemuda pengikutnya, Kamil Koto, mengalirlah kisah Presiden Syafruddin Prawiranegara, yang selama 207 hari nyaris melanjutkan kemudi kapal besar bernama Indonesia yang sedang oleng, dan nyaris karam. Sebuah perjuangan yang mungkin terlupakan, tetapi sangat krusial dalam memastikan keberlangsungan Indonesia.(less)

Sebagai penjabat presiden,umumnya orang Indonesia hanya mengenal Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putrie dan Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal masih ada dua lagi presiden Indonesia dan jarang sekali disebut. Yakni Syafrudin Prawiranegara dan Mr. Asaat. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara lahir di Banten, 28 Februari 1911. Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948. Di masa kecilnya akrab dengan panggilan "Kuding", dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuran Banten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur. Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi -- "Ingin menjadi orang besar," katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia).Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra Ketika Belanda melakukan agresi militernya yang kedua di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, Soekarno-Hatta sempat mengirimkan telegram yang berbunyi, "Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu-Kota Jogyakarta. Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra". Telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi di karenakan sulitnya sistem komunikasi pada saat itu, namun ternyata pada saat bersamaan ketika mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Sjafruddin Prawiranegara segera mengambil inisiatif yang senada. Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok, Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government). Gubernur Sumatra Mr TM Hasan menyetujui usul itu "demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara". Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki "penyelamat Republik". Dengan mengambil lokasi di suatu tempat di daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap Belanda di Yogyakarta. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Ketua PDRI dan kabinetnya yang terdiri dari beberapa orang menteri. Meskipun istilah yang digunakan waktu itu "ketua", namun kedudukannya sama dengan presiden. Sjafruddin menyerahkan mandatnya kemudian kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertaankan kemerdekaan dari agresor Belanda yang ingin kembali berkuasa. Setelah menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden Soekarno, Syafruddin Prawiranegara tetap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan. Pada Maret 1950, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.PRRIAkibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan juga pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat, pada awal tahun 1958, Syafruddin Prawiranegara dan beberapa tokoh lainnya mendirikan PRRI yang berbasis di sumatera tengah dan ia di tunjuk sebagai Presidennya.DakwahSetelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syafrudin Prawiranegara akhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Juni 1985, ia diperiksa lagi sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta. "Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah," ujar ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI) itu tentang aktivitasnya itu. Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia. Syafruddin Prawiranegara meninggal pada 15 Februari 1989 di makamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan.1 Abad Syafrudin PrawiranegaraJakarta-Puncak acara satu abad Sjafruddin Prawiranegara dipilih tanggal 28 Februari 2011, bertepatan tanggal kelahirannya, di Kantor Pusat Bank Indonesia (BI) di Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Panitia Satu Abad Mr Sjafruddin Prawiranegara (1911-2011) meluncurkan buku biografi Mr Sjafruddin Prawiranegara, Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Panitia menyelenggarakan serangkaian acara satu abad Sjafruddin Prawiranegara melalui seminar-seminar bertema sosok dan kiprah Sjafruddin, utamanya selaku Presiden/Ketua PDRI, dibantu wakilnya Teuku Mohammad Hasan. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) turut memfasilitasi acara pengakuan jasa Sjafruddin sebagai Menteri Kemakmuran RI yang membentuk Pemerintahan Republik Darurat di Sumatera. Menurut Ketua Panitia, Andi Mapetahang Fatwa atau AM Fatwa, serangkaian acara bermaksud menghimpun sejarah sosok dan kiprah Mr Sjafruddin Prawiranegara (1911-2011) yang tidak tercatat. Ada serpihan sejarah yang tidak tercatat, apalagi ia belum menjadi pahlawan nasional, kata Fatwa, juga anggota DPD asal DKI Jakarta, di Kompleks Parlemen (MPR/DPR/DPD), Senayan, Jakarta, Sabtu (26/2). Fatwa menjelaskan, rencananya puncak acara dihadiri Wakil Presiden Boediono menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tengah melawat ke Brunei Darussalam. Setelah pengantar acara, Ketua Panitia meluncurkan buku biografi Sjafruddin diikuti sambutan Gubernur BI, pembacaan pidato Presiden, puisi oleh Taufiq Ismail, serta hiburan biola Idris Sardi dan lagu-lagu Bimbo. Setelah puncak acara, panitia menyelenggarakan seminar sosok dan kiprah Sjafruddin di Gedung DPD di Jakarta, seminar pemikiran ekonomi Sjafruddin di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) di Semarang yang rencananya dihadiri mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim, seminar napak tilas perjuangan Sjafruddin di Padang Aro (Solok Selatan), serta seminar-seminar PDRI di Padang (Sumatera Barat) dan Banda Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam). Fatwa juga mengatakan, peringatan satu abad Sjafruddin Prawiranegara bertujuan agar rakyat Indonesia, utamanya kaum muda yang relatif tidak begitu mengenal sosok dan kiprahnya, menjadi lebih mengenal Sjafruddin sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan. Kami mengajak seluruh rakyat Indonesia agar berdamai dengan sejarah, ujarnya, apalagi Pemerintah telah menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. Sampai saat ini Mr. Presiden kita belum juga mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, hal ini membuat kita terutama generasi muda berdosa jika tidak menghargai jasa-jasa beliau yang sangat penting berkenaan dengan penyelamatan Republik ini dari kekosongan kekuasaan. Sumber : wikipedia.com voa-islam.com jakartapress.com

Mr. Syafruddin Prawiranegara(ejaan lama: Sjafruddin Prawiranegara ) adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Sebelum terlibat sebagai tokoh nasional, Syafruddin Prawiranegara pernah bekerja sebagai pegawai radio swasta, pegawai departemen Keuangan Belanda, dan pegawai departemen keuangan Jepang.

Asal usul

Syafruddin Prawiranegara lahir pada tanggal 28 Februari 1911 di Serang, Banten, memiliki nama kecil "Kuding", yang berasal dari kata Udin pada nama Syariffudin. Ia memiliki darah keturunan Sunda dari pihak ibu dan Sunda Minangkabau dari pihak ayah. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ia menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagai jaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur.

Pada tahun 1925 Syafruddin menempuh pendidikan ELS, dilanjutkan ke MULO di Madiun pada tahun 1928, dan AMS di Bandung pada tahun 1931. Pendidikan tingginya diambilnya di Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Univesitas Indonesia ) pada tahun 1939, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Magister Hukum). Sebelum terlibat sebagai tokoh nasional, Syafruddin Prawiranegara pernah bekerja sebagai pegawai radio swasta, pegawai departemen Keuangan Belanda, dan pegawai departemen keuangan Jepang.

Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia)selama 207 Hari

Setelah proklamsi kemerdekaan Indonesia, Mr Syafruddin Prawiranegara menjabat sebagai anggota Badan Pekerja KNIP, yang bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Setelah itu Mr Syafrudin Prawiranegara diangkat sebagai Menteri Kemakmuran RI.

Pada tanggal 19 Desember 1948. Agresi Militer II Belanda terhadap Ibu Kota Yogyakarta menyebabkan PresidenSukarnoditangkap. Wakil PresidenMohammad Hatta yang cemas dengan kondisi itu segera mengirimkan telegram kepada Menteri Kemakmuran RI, Syafrudin Prawiranegara, yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selain itu Telegram juga diberikan kepada yang lain seperti kepada dr Sudarsono, LN Palar, dan AA Maramis di New Delhi (India), untuk membentuk pemerintahan darurat, jika usaha Mr Syafruddin di Sumatera Barat tidak berhasil. Telegram ini ditandatangani M Hatta selaku Wapres, danAgus Salimsebagai Menlu.

Namun Mr Syafruddin tidak tahu tentang telegram tersebut, Syafruddin tidak pernah tahu ada mandat kepadanya untuk membentuk pemerintahan darurat. Ia hanya mendengarnya dari siaran radio bahwa ibu kota Yogyakarta telah diduduki Belanda, pada 19 Desember 1949 sore. Ia menemui Teuku Muhammad Hassan dan menyampaikan kemungkinan kevakuman pemerintahan. Ia pun mengusulkan supaya dibentuk sebuah pemerintahan untuk menyelamatkan negara yang sedang dalam bahaya. Setelah berdiskusi panjang lebar, termasuk soal hukum karena tidak ada mandat, maka dibentuklah pemerintahan darurat. Pemerintahan darurat itu dipimpin Mr Syafruddin dan TM Hasan sebagai wakilnya. Kesepakatan dua tokoh ini merupakan embrio dari pembentukan pemerintahan darurat yang tiga hari kemudian dilaksanakan di Halaban.

Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan serta kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.

Jabatan pemerintahan

Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.

Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan antara tahun 1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan "Gunting Syafruddin".

Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.

Keterlibatan dalam PRRI

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) bukanlah gerakan separatis, PRRI justru berjuang untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman komunisme. Jika dibaca kalimat-kalimat awal Piagam Perdjuangan Menjelamatkan Negara tertanggal Padang, 10 Februari 1958 yang ditandatangani oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein selaku Ketua Dewan Perjuangan, nyata sekali betapa PRRI lahir didasarkan atas keinginan kuat untuk melindungi republik yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dari tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan konstitusi yang berlaku saat itu.

Pada awal tahun 1958, PRRI berdiri akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat. Syafruddin diangkat sebagai Perdana Menteri PRRI dan kemudian membentuk Kabinet tandingan sebagai Jawaban atas dibentuknya kabinet Ir Juanda, di Jawa. Kabinet PRRI berbasis di Sumatera Tengah. PRRI masih tetap mengakui Soekarno sebagai Presiden PRRI, karena beliau diangkat secara konstitusional.

Pada bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No.449/1961 kemudian menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI.

Masa tua

Syafrudin Prawiranegara memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Namun berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Pada bulan Juni 1985, ia diperiksa sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta. Dalam aktivitas keagamaannya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI). Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan, keislaman, dan dakwah, antar lain:

Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen (PPM), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen(1958) Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978) Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984-??)Ia juga sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.

Keluarga

Syafruddin menikah dengan Tengku Halimah Syehabuddinn. Mereka memiliki delapan orang anak, dan sekitar lima belas cucu. Cucunya ketiga belas lahir di Australia sebagai bayi tabung pertama keluarga Indonesia, 1981.

Penghargaan:

Syafruddin Prawiranegara meninggal di Jakarta, pada tanggal 15 Februari 1989, pada umur 77 tahun.Atas segala jasa-jasanya terhadap bangsa pada tahun 2011 Ia dianugerahi gelar pahlawan nasional dengan dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/2011.