16
Edisi XXI/September 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com Berkaca dari tata kelola keuangan kampus ketika Ori- entasi Pengenalan Akademik (OPAK) kemarin, kebijakan rektorat dalam mengatur keuangan kampus terasa ganjil. Terlebih sebelumnya berkaca dengan tata kelola dana ke- mahasiswaan yang ikut pula tidak jelas, maka keganjilan itu semua menjadi purna. Dan mahasiswa diam dengan tak acuhnya. Jika dua tahun lalu kita masih bisa berharap ada tokoh yang paling tidak peduli tentang kebijakan kampus ter- masuk soal keuangan. Seperti Lembaga Kemahasiswaan yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU), Kongres Mahasiswa Universitas (KMU), dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU), tapi sekarang kita tak punya itu. Sedangkan perwakilan BEM Fakultas belum mampu mengakomodasi itu semua. Meski dalam prakteknya Lembaga Kemahasiswaan selalu carut-marut bukan main, tapi yang dituju di situ adalah bagaimana proses belajar mendandani pribadi ma- hasiswa. Bukankah universitas ini lembaga pembelajaran? Salah-benar bukan soal, fokus utama Lembaga Kemaha- siswaan adalah bagaimana kemampuan mahasiswa dalam mengelola dirinya sendiri, pihak rektorat cukup pantau, dan beri arahan yang benar jika salah, layaknya seorang ayah. Bukan malah mengambil alih keseluruhan, seperti lembaga profit, bukan lembaga edukatif. Tata kelola keuangan kampus tanpa kompromi dengan mahasiswa itu, sudah mengindikasikan bahwa mahasiswa tak perlu ikut campur. Mahasiswa diajak apatis dengan keadaan sekitarnya! Mau seperti apa bangsa ini jadinya jika dari sekarang sudah dikenalkan apatisme. Paling tidak, sekarang dibutuhkan tokoh-tokoh mahasiswa yang mampu tampil mumpuni, baik dalam bidang akademis maupun organisasi. Tokoh yang berani tegas dengan ke- bijakan kampus, mengkritisi keuangan mahasiswa, dan tampil sebagai pemimpin teladan, bukan karbitan. Momentum kekosongan sistem pemerintahan saat ini mesti dijadikan evaluasi serius, khususnya dalam pemili- han kepemimpinan kampus. Yang sekiranya nanti pem- impin kampus mampu mengkritisi dan berani tegas dalam merespon kebijakan kampus, agar tak ada yang mengin- timidasi dan dintimidasi di sini. Agar tak kembali terulang tata kelola keuangan kampus tanpa kompromi dengan mahasiswa, dan kita bisa mengambil hak-hak kita. Mencari Ketegasan Laporan Utama 2 Dana Mahasiswa Belum Transparan Pemilu BEMU Molor Lagi! Baca selengkapnya... Hal. Dana Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar Rp50.000,- per mahasiswa sampai saat ini belum dikatakan transparan. Hal ini diketahui dengan tiadanya kongres yang dilakukan Lembaga Kemahasiswaan dalam penentuan budgeting, dan penentuan budgeting yang hanya dilakukan oleh pihak rektorat tanpa melibatkan maha- siswa. Laporan Khusus 5 Baca selengkapnya... Hal. Sosok 11 Baca selengkapnya... Hal. Siti Zakiah: Futsal Membawaku ke Amerika Resensi 13 Baca selengkapnya... Hal. Mengkritisi Pemikiran Harun Nasution Salah satu efek dari hilangnya sis- tem pemerintahan mahasiswa, yaitu tiadanya Kongres Mahasiswa Uni- versitas (KMU). Tugas KMU adalah menentukan anggaran dana maha- siswa dengan mengadakan kongres. Jika terjadi penyelewengan anggaran, kongres yang bertanggung jawab. Mantan ketua KMU periode 2009- 2010, Ayip Tayana menanyakan pertanggungjawaban jika terjadi pe- langgaran. Terlebih lagi, saat ini ada beberapa LK yang tidak aktif. Itu berarti dana untuk lembaga terse- but tidak dipergunakan. “Siapa yang mempunyai hak untuk meminta itu semua?” tanyanya, Rabu (12/9). Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Muham- mad Fahad pun mempertanyakan transparansi dana kemahasiswaan. Di masa kepengurusannya, ia tak dilibatkan dalam penentuan angga- ran BEM Fakultas maupun Orientasi Pengenalan Akademik lalu. Itu me- nyebabkan BEM kurang mandiri dari sisi keuangan. Selain itu, dengan vakumnya ke- giatan BEMU dan Dewan Perwaki- lan Mahasiswa Universitas (DPMU), seharusnya membuat dana lebih banyak lagi. “Kita pun merasa ganjil dengan keuangan di sana (rektorat),” tegas Fahad. Menurut Fahad, dana kemaha- siswaan semester ini seharusnya tidak sama. Alasannya, mahasiswa UIN Jakarta terus bertambah. Jadi, seharusnya dana mahasiswa juga bertambah setiap semesternya. “Rek- torat menentukan anggaran seenakn- ya saja,” tukasnya, kamis (13/9) di Gedung FKIK. Bagi Fahad, mahasiswa seharus- nya menjadi kontrol sosial. Saat terjadi penyelewengan, mahasiswa yang bertindak. Dengan kekoson- gan seperti sekarang, rektorat dirasa ber-hasil membuat generasi baru yang lemah dalam hal advokasi. Hilangnya sistem pemerintahan Student Govenrnment sejak 2010 silam, berpengaruh pada Lembaga Kemahasiswaan (LK). Dana untuk mahasiswa yang harusnya ditentukan pada oleh mahasiswa, kini tidak ada. Tata kelola dana mahasiswa pun berantakan. Akhirnya, rektorat mengambil alih kebija- kan keuangan tersebut. Jaffry Prabu Prakoso Tata Kelola Dana Keuangan Mahasiswa Ganjil Bersambung ke hal. 15 kol. 2

TABLOID INSTITUT EDISI 21

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 21

Edisi XXI/September 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com

Editorial

Berkaca dari tata kelola keuangan kampus ketika Ori-entasi Pengenalan Akademik (OPAK) kemarin, kebijakan rektorat dalam mengatur keuangan kampus terasa ganjil. Terlebih sebelumnya berkaca dengan tata kelola dana ke-mahasiswaan yang ikut pula tidak jelas, maka keganjilan itu semua menjadi purna. Dan mahasiswa diam dengan tak acuhnya.

Jika dua tahun lalu kita masih bisa berharap ada tokoh yang paling tidak peduli tentang kebijakan kampus ter-masuk soal keuangan. Seperti Lembaga Kemahasiswaan yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU), Kongres Mahasiswa Universitas (KMU), dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU), tapi sekarang kita tak punya itu. Sedangkan perwakilan BEM Fakultas belum mampu mengakomodasi itu semua.

Meski dalam prakteknya Lembaga Kemahasiswaan selalu carut-marut bukan main, tapi yang dituju di situ adalah bagaimana proses belajar mendandani pribadi ma-hasiswa. Bukankah universitas ini lembaga pembelajaran? Salah-benar bukan soal, fokus utama Lembaga Kemaha-siswaan adalah bagaimana kemampuan mahasiswa dalam mengelola dirinya sendiri, pihak rektorat cukup pantau, dan beri arahan yang benar jika salah, layaknya seorang ayah. Bukan malah mengambil alih keseluruhan, seperti lembaga profit, bukan lembaga edukatif.

Tata kelola keuangan kampus tanpa kompromi dengan mahasiswa itu, sudah mengindikasikan bahwa mahasiswa tak perlu ikut campur. Mahasiswa diajak apatis dengan keadaan sekitarnya! Mau seperti apa bangsa ini jadinya jika dari sekarang sudah dikenalkan apatisme. Paling tidak, sekarang dibutuhkan tokoh-tokoh mahasiswa yang mampu tampil mumpuni, baik dalam bidang akademis maupun organisasi. Tokoh yang berani tegas dengan ke-bijakan kampus, mengkritisi keuangan mahasiswa, dan tampil sebagai pemimpin teladan, bukan karbitan.

Momentum kekosongan sistem pemerintahan saat ini mesti dijadikan evaluasi serius, khususnya dalam pemili-han kepemimpinan kampus. Yang sekiranya nanti pem-impin kampus mampu mengkritisi dan berani tegas dalam merespon kebijakan kampus, agar tak ada yang mengin-timidasi dan dintimidasi di sini. Agar tak kembali terulang tata kelola keuangan kampus tanpa kompromi dengan mahasiswa, dan kita bisa mengambil hak-hak kita.

Mencari Ketegasan

Laporan Utama2

Dana Mahasiswa Belum Transparan

Pemilu BEMU

Molor Lagi!

Baca selengkapnya... Hal.

Dana Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar Rp50.000,- per mahasiswa sampai saat ini belum dikatakan transparan. Hal ini diketahui dengan tiadanya kongres yang dilakukan Lembaga Kemahasiswaan dalam penentuan budgeting, dan penentuan budgeting yang hanya dilakukan oleh pihak rektorat tanpa melibatkan maha-siswa.

Laporan Khusus5Baca selengkapnya...

Hal.

Sosok11Baca selengkapnya...

Hal.

Siti Zakiah: Futsal Membawaku

ke Amerika

Resensi13Baca selengkapnya...

Hal.

Mengkritisi Pemikiran

Harun Nasution

-

Salah satu efek dari hilangnya sis-tem pemerintahan mahasiswa, yaitu tiadanya Kongres Mahasiswa Uni-versitas (KMU). Tugas KMU adalah menentukan anggaran dana maha-siswa dengan mengadakan kongres. Jika terjadi penyelewengan anggaran, kongres yang bertanggung jawab.

Mantan ketua KMU periode 2009-2010, Ayip Tayana menanyakan pertanggungjawaban jika terjadi pe-langgaran. Terlebih lagi, saat ini ada beberapa LK yang tidak aktif. Itu berarti dana untuk lembaga terse-but tidak dipergunakan. “Siapa yang

mempunyai hak untuk meminta itu semua?” tanyanya, Rabu (12/9).

Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Muham-mad Fahad pun mempertanyakan transparansi dana kemahasiswaan. Di masa kepengurusannya, ia tak dilibatkan dalam penentuan angga-ran BEM Fakultas maupun Orientasi Pengenalan Akademik lalu. Itu me-nyebabkan BEM kurang mandiri dari sisi keuangan.

Selain itu, dengan vakumnya ke- giatan BEMU dan Dewan Perwaki-lan Mahasiswa Universitas (DPMU),

seharusnya membuat dana lebih banyak lagi. “Kita pun merasa ganjil dengan keuangan di sana (rektorat),” tegas Fahad.

Menurut Fahad, dana kemaha-siswaan semester ini seharusnya tidak sama. Alasannya, mahasiswa UIN Jakarta terus bertambah. Jadi, seharusnya dana mahasiswa juga bertambah setiap semesternya. “Rek-torat menentukan anggaran seenakn-ya saja,” tukasnya, kamis (13/9) di Gedung FKIK.

Bagi Fahad, mahasiswa seharus- nya menjadi kontrol sosial. Saat terjadi penyelewengan, mahasiswa yang bertindak. Dengan kekoson-gan seperti sekarang, rektorat dirasa ber-hasil membuat generasi baru yang lemah dalam hal advokasi.

Hilangnya sistem pemerintahan Student Govenrnment sejak 2010 silam, berpengaruh pada Lembaga Kemahasiswaan (LK). Dana untuk mahasiswa yang harusnya ditentukan pada oleh mahasiswa, kini tidak ada. Tata kelola dana mahasiswa pun berantakan. Akhirnya, rektorat mengambil alih kebija-kan keuangan tersebut.

Jaffry Prabu PrakosoTata Kelola Dana Keuangan Mahasiswa Ganjil

Bersambung ke hal. 15 kol. 2

KACAU!Pengelolaan Dana Kampus

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 21

2 Edisi XXI/September 2012LAPORAN UTAMA

Beberapa dari Lembaga Ke-mahasiswaan kecewa dengan hal ini. Sebagai ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Luk-manul Hakim menyampaikan terang-terangan kepada INSTI-TUT bahwa Dana Mahasiswa belum transparan.

“Sampai detik ini pun saya tidak tahu berapa persentase anggarannya, bahkan dari pihak fakultas pun tidak memberikan tranparansi. Kalau tahun sebe- lumnya persentasenya diketahui dan nominal anggarannya pun jelas, namun tahun ini belum ada kejelasan,” tegasnya, Rabu (12/9).

Terkait belum adanya transparansi Dana Mahasiswa, Ketua BEM Fakultas Kedokter-an dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Muhammad Fahad menyampai-kan kekecewaanya. Ia menilai, terkait penentuan anggaran, pihak rektorat masih melakukan tindakan yang sepihak tanpa melibatkan mahasiswa.

“Saya pernah melihat lang-sung, pihak rektorat mengganti seenaknya pembagian anggaran tersebut tanpa melibatkan maha-siswa satu pun, ini menjadi ben-tuk kekecewaan karena dalam hal ini pihak rektoran masih melakukan tindakan yang sepi-hak,” tandasnya, Kamis (13/9).

Sebagai ketua forum Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM), Faris Bi-mantara, secara

tegas mengatakan, Dana Maha-siswa belum transparan, karena bagi Faris, selama tidak adanya kongres atau kesepakatan ber-sama antara pihak rektorat dan pihak kampus, belum dikatakan transparan.

“Sebenarnya kalau penen-tuan budgeting dilakukan pada kongres, semua lembaga kema-hasiswaan akan tahu pemba-giannya, dan ketika anggaran itu diketahui, pastinya lembaga kemahasiswaan memanfaatkan dengan sebaik mungkin,” pa-parnya.

Pentingnya transparansiMengapa kampus perlu ber-

sikap transparan soal Dana Mahasiswa, dan mengapa ma-hasiswa perlu memperjuangkan hak akses atas informasi publik dalam anggaran tersebut?

Dana Mahasiswa merupakan hasil dari pungutan setiap ma-hasiswa yang dilakukan setiap semester, artinya ini merupakan uang dari mahasiswa, oleh ma-hasiswa dan untuk mahasiswa. Apakah sudah efektif dan tepat sasaran? Berapa dana sisanya? Untuk apa dana tersebut digu-nakan? Ini menjadi tanda tanya besar.

Selama ini, universitas belum secara luas mempublikasikan hal itu. Sebelum m a h a s i swa m e n u n t u t akses infor-masi, universi-tas sendiri

perlu secara ikhlas mempub-likasikannya di media, seperti website ataupun media lainnya.

Saat dikonfirmasi terkait jum-lah pembagian Dana Mahasiswa di Kantor Kepala Bagian Kema-hasiswaan yang diwakili Kasub-bag Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri, justru tidak mengetahui berapa budget untuk tahun ini.

“Kalau untuk budget Dana Mahasiswa, saya tidak tahu, jus-tru yang tahu pembagiannya itu ada di bagian keuangan,” pung-kasnya.

Ada yang beda saat mengkon-firmasi di bagian keuangan. Sub-arja, Kepala Bagian Keuangan m e n y a m p a i k a n , b a g i a n keuangan ini hanya mencairkan dana, dan itu dilakukan ketika ada persetujuan dari Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kema-hasiswaan dan Kabag Kemaha-siswaan.

“Terkait dana kemaha-siswaan, saya di sini tugasnya hanya mencairkan dana, dan itu kalau sudah ada persetujuan Purek III dan Kabag kemaha-siswaan. Mengenai budgeting,

yang tahu persis itu kan Purek III dan Kabag Kemahasiswaan,” terangnya.

Menanggapi semua pihak yang terkait, Purek III bidang

kemahasiwaan menyampai-kan, untuk budgeting, masih

mengacu hasil kongres terakhir. Tapi nanti menurutnya, akan ada evaluasi bersama yang akan membentuk satu kesepakatan yang dapat dipertanggungjawab-kan.

Transparansi anggaran mem-perkecil potensi korupsi. Potensi korupsi sangat besar terjadi pada sistem yang tertutup. Inisiatif untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam anggaran ada-lah keniscayaan jika UIN Jakar-ta masih setia dengan semangat antikorupsi. Akuntabilitas yang lemah akan memicu korupsi.

Sekarang adalah era keterbu-kaan informasi publik. Infor-masi soal anggaran negara ada-lah informasi publik yang layak untuk diakses. Seluruh warga negara berhak untuk mengakses anggaran negara agar tidak ter-cium hawa korupsi. Kiranya, transparansi anggaran kam-pus UIN Jakarta perlu menjadi salah satu cata- tan penting untuk diagendakan oleh pimpi-nan uni-versitas ke depan.

Salam Redaksi

Dana Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar Rp50.000,- per mahasiswa sampai saat ini belum dikatakan transparan. Hal ini dike-tahui dengan tiadanya kongres yang dilakukan Lembaga Kemahasiswaan dalam penentuan budgeting, dan penentuan budgeting yang hanya dilakukan oleh pihak rektorat tanpa melibatkan mahasiswa.

Diterbitkan olehLembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN

JakartaSK. Rektor No.23 Th. 1984

Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006

Pemimpin Umum: Dika Irawan | Sekretaris: Trisna Wulandari | Bendahara Umum: Muji Hastuti | Pemimpin Redaksi: Muhammad Fanshoby | Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar |

Redaktur Online: Rahmat Kamaruddin | Web Master: Makhruzi Rahman | Redaktur Foto : Ibnu Affan | Redaktur Bahasa : Ema Fitriyani | Artistik : Hilman Fauzi | Ilustrator : Jaffry Prabu

| Desain Grafis: Ahmad Rizqi | Pemimpin Perusahaan: Noor Rahma Yulia | Iklan & Sirkulasi: M. Umar | Marketing & Promosi: Aprilia Hariani, Rina Dwi Fitriyani & Fajar I | Pemimpin

Litbang: Abdul Charis | Riset: Egie FA & Aditya Putri | Pendidikan: Iswahyudi | Kajian: Aditia Purnomo | Dokumentasi: Aam Mariyamah & Rahayu O.

Koordinatur Liputan: Rahmat Kamaruddin Reporter: Aam Mariyamah, Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Kamaruddin, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Jong, Editor: Oby, Umar, Hilman, Haris , Egi, Fajar,

Ibnu, Dika, Iswahyudi Ilustrator: Omen, Ulan. Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-133-1241 Web: www.lpminstitut.com

Email: [email protected] reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

Dana Mahasiswa Belum TransparanKiky Achmad Rizqi

Sudarnoto Abdul Hakim, Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan.APRIL/INSTITUT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera untuk kita se-mua, dan semoga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Setelah berlibur bersama sanak keluarga pada bulan lalu, kita kembali pada haluan awal, yakni sebagai mahasiswa yang terus menjunjung tinggi nilai idealisme dan kritisisme. Nilai itu mungkin akan bertambah membara. Ka-rena baru-baru ini kampus UIN menggelar karpet merah untuk mahasiswa baru.

Setelah lebaran, tepatnya pada hari-hari di mana para mahasiswa baru bercengkerama dengan lu-gunya, kami tetap melakukan penebaran benih-benih ke-INSTI-TUT-an kepada mahasiswa baru, seperti halnya yang kami lakukan kemarin saat Unit Kegiatan Ma-hasiswa (UKM) membuka stand pendaftarannya masing-masing. Kami merasa sangat bersyukur karena dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru itu, stand kami banyak dikunjungi mereka para mahasiswa baru. Regenerasi in-telektual, khususnya di bidang tulis-menulis sepertinya tak lekang oleh waktu, karena wajah-wajah mereka yang datang ke stand kami, menampakkan semangat belajar yang tinggi, dan terus ber-tanya-tanya tentang apa itu LPM INSTITUT.

Belakangan, kita merasa ragu, apakah mahasiswa baru akan bisa mengikuti dinamika dalam kam-pus kita ini. Dan inilah yang patut dipertanyakan.

Dinamika di suatu kampus, sa-dar atau tidak, memang ada, dan itu sudah menjadi kewajaran. De- ngan begitu, pelbagai pemikiran, budaya, dan segala aktivitas men-galami perpaduan hingga bertemu dengan realitas yang matang.

Kita tak bisa melupakan bahwa segala hal yang ditimbulkan dari dinamika, juga mampu menim-bulkan efek negatif. Ketika itulah, sebuah otoritas dibutuhkan, siapa-pun itu. Penguasa hanyalah bagi mereka yang sanggup mempen-garuhi keadaan.

Untuk menghambat sebuah kenegatifan itu, sebuah media massa dibutuhkan, dan di sinilah LPM INSTITUT berperan, dan berjalan sesuai konteks di mana dia berada, hingga lembaran tab-loid INSTITUT ini hadir di hada-pan Anda.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 21

3Edisi XXI/September 2012 LAPORAN UTAMA

Berdasarkan data yang dite-rima dari Kepala Bagian Umum Keuangan Subarja, anggaran dana Kesehatan sekitar Rp1,1 milyar. Namun, dana yang dibutuhkan ber-dasar rekap realisasinya pada tahun 2011 mencapai sekitar Rp1,4 milyar. Hal tersebut mengakibatkan diber-lakukannya kebijakan pengalihan sisa dana kemahasiswaan ke dana kesehatan.

Terkait laporan keuangan Rumah Sakit Syarif Hidatullah yang mengalami defisit, Subarja mengatakan, tidak ada hal yang mengganjal dalam laporan terse-but, memang perlu menutupi kekurangan dana kesehatan de-ngan dana kemahasiswaan yang kebetulan tersisa.

“Jelas, dana kesehatan sangat kecil, belum lagi kita tidak bisa mematok satu mahasiswa berapa kali berkunjung ke rumah sakit, mungkin perlu ada kebijakan ke-naikan dana kesehatan,’’ ujarnya.

Menurut Pembantu Rektor II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bakhtiar, pengalihan dana tersebut wajar, lantaran dana ke-sehatan terbilang kecil, yaitu Rp25.000 per mahasiswa.

Selain itu, sudah ada perjan-jian antara UIN dengan rumah sakit. Terkait defisit dana, bagi Amsal merupakan resiko yang harus ditanggung. “Kalau ada sisa dana ya subsidi silang, agar tidak defisit ke semua anggaran,” tuturnya saat ditemui di ruangan-nya (10/9).

Amsal sendiri merasa curiga dengan laporan keuangan ru-mah sakit. Namun, belum ada investigasi mendalam terkait laporan keuangan dari pihak ru-mah sakit. Saat ini, pihak UIN hanya melakukan survei dengan mewancarai mahasiswa yang ter-daftar dalam laporan keuangan tersebut.

Saat ditemui di ruang per-temuan lantai 5 Rumah Sakit Syarif Hidayatullah, Diyana-

wati, Manager Keuangan Rumah Sakit, dan Yunita Andalia beserta Fais Hasnah selaku Manager dan Supervisor SDM dan Pemasa-ran mengkonfirmasi defisit dana keuangan tahun 2011. Hal itu karena biaya jasa medis dan obat yang mengalami kenaikan serta jumlah kunjungan yang menca-pai 27.000 mahasiswa.

Diyanawati menjelaskan, pihak keuangan rumah sakit tidak mengetahui tentang pe-ngelolaan dana kesehatan ma-hasiswa. Pasalnya, berdasarkan kesepakatan, pihak rumah sakit hanya bertugas melayani ma-hasiswa dan memberi laporan keuangan.

“Kita melayani sesuai dengan mahasiswa yang berkunjung, me-mang pernah ada bahasa defisit dari pihak UIN dan penagihan

sempat tertunda, namun kami tetap melayani,” jelasnya (11/9).

Menurut Yunita selaku Humas dan Pemasaran, pihaknya pernah melakukan koordinasi terkait pembengkakan dana keseha-tan, hasilnya pihak rumah sakit berupaya melakukan identifikasi secara ketat terhadap mahasiswa yang ingin berobat.

“Sesuai kesepakatan, kami memberi diskon tertentu ter-hadap pelayanan spesialis dan klinik gigi. Namun, hanya pada poli umum yang digratiskan,” ujarnya sambil memberikan sele-baran sosialisasi alur pendaftaran saat registrasi di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah.

Mengenai kebijakan pengalih-an sisa dana kemahasiswaan pada dana kesehatan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Muham-mad Fahad menilai, perencanaan anggaran UIN gagal.

“Itu dimungkinkan pembuat kebijakan tidak melakukan pe-rencanaan yang tinggi dan ter-penting kita harus mengkaji juga setiap laporan keuangan dari Ru-mah Sakit (RS) Syarif Hi-dayatullah,” tegasnya.

Divisi Kepala Bagian Kema-hasiswaan BEM Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pemban-gunan (IESP) Yudi Adiyatna melontarkan keberatan terhadap pengalihan sisa dana kemaha-siswaan pada dana kesehatan, lantaran selama ini dalam hal pencairan dana kegiatan maha-siswa masih sulit.

“Seharusnya mengenai ang-garan, ada sikap siaga dari rek-

torat, dalam hal ini estimasi dana kesehatan tidak boleh dicam-puradukan, kalaupun sisa ya di-anggarkan untuk dana kemaha-siswaan lagi,” ungkap mahasiswa semester 7 ini .

Perubahan rencana anggaran harus prosedural

Sedikit meraba pada status Pen-gelolaan Anggaran, UIN Jakarta resmi menjadi BLU sejak 2008 melalui SK Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.05/2008. Proses pembentukan BLU, yang mengatur sistem manajemen keuangan sektor publik secara fleksibilitas dan akuntabilitas, ditempuh dalam waktu yang cukup panjang serta berdasarkan kajian dan analisis mendalam.

Wakil Koordinator Tang-gerang Public Transparancy Watch (Truth) Suhendar menje-laskan, terkait angggaran lemba-ga BLU tertera pada pasal 1 ayat 10. Mengenai rencana bisnis dan Angggaran BLU, yang kemudian disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan pengang-garan yang berisi program, kegia-tan, target, kinerja dan anggaran suatu BLU.

“Kemudian untuk permasala-han pengalihan alokasi dana ten-tunya itu merupakan kebijakan pemerintahan, dalam hal ini rek-torat. Namun, dalam perubahan itu harus ada prosedur yang jelas dan tegas,” jelasnya.

Ia menambahkan, kaitannya dengan pengalihan dana kema-hasiswaan ke dana kesehatan, harus ada dokumen usulan, lalu dibahas bersama oleh pihak terkait, kemudian dilegitimasi oleh kementrian agama.

“Ini uang rakyat , tiap tindakan apapun harus ada transparansi-nya. Mahasiswa berhak tahu dan pihak UIN jangan ada upaya se-mangat menutup-nutupi peruba-han kebijakan tersebut,” ujarnya menegaskan.

Aprilia Hariani

Dua orang mahasiswa ingin menyeberang ke arah RS Syarif Hidayatullah, (12/9). RS tersebut merupakan bagian dari BLU dan mengalami defisit keuangan yang bersumber dari dana kesehatan, sehingga sisa anggaran kemahasiswaan 2011 dialihkan.

APRIL/INSTITUT

Anggaran Dana Kesehatan tidak Sesuai Alokasi

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 21

Edisi XXI/September 2012

Dua tahun lalu, Kongres Maha-siswa Universitas (KMU) mengadakan Kongres Mahasiswa yang berfungsi sebagai perantara dalam pembagian Dana Kemahasiswaan (DKM) ke tiap-tiap lembaga kemahasiswaan. Namun sejak peniadaan KMU di tahun 2011, kongres mahasiswa tergantikan oleh sistem permanen anggaran yang men-gacu pada kongres di tahun-tahun sebe-lumnya.

Namun kenyataannya, alokasi dana tersebut malah lebih kecil dari hasil kongres terakhir. Demokrati-sasi dalam alokasi dana dari, oleh, untuk mahasiswa pun ikut terhapus. Kasus hilangnya kongres maha-siswa sampai proses akuntabilitas dalam aktivitas ekonomi UIN Ja-karta masih terus diulik hingga de-tik ini. Ayip Tayana, mantan ketua Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) mencoba memberikan pen-dapatnya, Rabu (12/9).

Bagaimana pendapat Anda mengenai jumlah mahasiswa yang bertambah setiap tahunnya tetapi DKM yang dibagikan tetap sama?

Kalau dulu yang namanya DKM diambil Rp50.000 per mahasiswa. Data mahasiswa aktif tahun 2010 yang bersumber dari Kabag Sis-tem Informasi (SI) kira-kira 22 ribu mahasiswa. Data budgeting dari keuangan sekitar Rp1 milyar lebih. Untuk perhitungan DKM biasanya mengikuti jumlah mahasiswa, jum-lah dana di bagian keuangan dibagi dengan jumlah mahasiswa. Kemu-dian jika hasil bagi tersebut kurang, misalnya hasil baginya hanya 15 ribu mahasiswa padahal seharusnya 22 ribu mahasiswa berarti bagian

Keuangan harus menambahkan. Ketika zaman saya, ada satu dari tiga kali budgeting yang hasil baginya melampaui jumlah mahasiswa yang ada. Tapi perhitu-ngan yang diam-bil tetap berdasarkan jumlah maha-siswa aktif.

Berarti lebih baik mana antara sistem kongres dan non kongres?

Saya tidak mau berbicara lebih baik yang mana, karena bicara sis-tem tidak ada yang buruk. Kalian bisa menilai sendiri, karena tidak ada keadilan yang absolut melain-kan keadilan Tuhan.

Sampai di titik ini sejauh mana transparasi dana di UIN Jakarta?

Jika ingin berbicara masalah transparansi, kita harus tahu data jumlah mahasiswa aktif dan jumlah DKM per mahasiswa ada berapa. Yang kedua, jumlah alokasi dana ke UKM dan BEM sebanyak apa, dulu BEMJ masih 44, sekarang saya tidak tahu. Nanti dicocokan, kalau tidak sama, ya berarti ada yang nyeleweng. Permasalahannya sekarang, BEMF dan BEMJ ada yang tahu nggak be-rapa persen dapatnya?

Apa permasalahan yang menggelitik setelah kongres diti-adakan?

Karena ada lima lembaga yang hilang, KMU, BEMU, DPMU, DPMF, dan DPMJ, mereka ini ja-tah tiap semesternya kan ada. Nah, berarti dana hilang ada sekitar 5%. Karena bagi saya dana tersebut ada-lah hak mahasiswa, hak lembaga kemahasiswaan yang harus digu-nakan untuk kegiatan mahasiswa, tapi kemudian siapa yang mau me-

laksanakan kegiatan tersebut? Siapa yang memegang kendali di UIN sekarang? Siapa yang mempunyai hak untuk meminta itu semua?

Kalau dulu kan jelas, jika ada persoalan-persoalan, pelanggaran-pelanggaran budgeting, BEM tidak memberikan LPJ, ya kongres yang harus bertanggung jawab, kongres yang memberikan LPJ ke rektorat, karena di akhir terdapat LPJ kong-res secara keseluruhan isinya semua kegiatan yang memakai DKM.

Setujukah Anda dengan birokra-si pencairan dana selama ini?

Bagi saya birokrasi yang sistema-tis dalam pengambilan dana itu penting, jangan dibiasakan kita se-bagai organisasi kemahasiswaan membuat kegiatan yang dadakan. Dalam program kerja bulanan dilihat akan ada kegiatan apa, buat jangka waktunya. Saya pribadi setu-ju saja birokrasi seperti itu.

Tanggapan Anda tentang dana yang cair hanya setengah dari dana proposal yang diajukan?

Itulah bahasa proposal, jika ber-bicara bahasa proposal ya terserah mereka dong mau kasih berapa. Berbeda dengan pagu anggaran. Dilihat dulu bagaimana alasannya? untuk apa kegiatannya. Kita dalam berorganisasi dituntut untuk cerdas, ada sistem seperti itu, bagaimana caranya keluar dari sistem. Di de-partemen manapun, di manapun itu tidak ada bahasa proposal yang harga sembilan ribu ditulis sembi-lan ribu, anak-anak UIN saja yang masih jujur.

Kongres Tidak Ada, Kendali Dana di Siapa?Aditya Putri

4 WAWANCARA

Akuntabilitas publik adalah satu bentuk pertanggungjawaban lapo-ran keuangan sebuah entitas yang berorientasi publik. Namun, hing-ga kini akuntabilitas publik kurang terpublikasi di UIN Jakarta yang notabene sudah mempunyai akun-tan di tiap fakultas.

Hal ini semakin diperkuat de-ngan hasil survei Litbang LPM INSTITUT pada tanggal 7-10 Sep-tember 2012 yang dilakukan pada 11 BEMF dan 15 UKM mengenai dari dan ke mana sumber Dana Kemahasiswaan (DKM) berasal.

Melalui pertanyaan pertama yang mengindikasi seberapa jauh tingkat pengetahuan mahasiswa tentang ke mana aliran DKM ber-muara. Hanya sekitar 32% dari jumlah sampel mengaku tahu dan sisanya sekitar 67% mengaku

anggarannya tersendiri.Sebanyak 72% mahasiswa tidak

tahu besarnya DKM yang dikelu-arkan, 13% salah mengasumsikan, ini merupakan akumulasi dari 4% yang menjawab 25 ribu dan 9% menjawab 75 ribu. Ini seperti kenyataan pahit untuk kita, maha-siswa seolah tak acuh dengan apa yang mereka keluarkan dan men-jadi hak, terlebih untuk mendapat-kan transparansi dananya.

Hal ini semakin melegalkan pihak birokrat untuk tidak mem-publikasikan laporan keuangan kegiatan. Toh, mahasiswa hanya berkoar secara verbal dan tidak dengan tindakan riil. Ironi terbalik ini dapat dilihat dengan jumlah mahasiswa yang menyatakan be-lum adanya transparansi dana se-jumlah 87% dan 13% menyatakan

tidak mengetahui untuk siapa dana yang setiap semester mereka keluarkan itu.

Bahkan dapat dikatakan secara kasar para mahasiswa kurang mengetahui berapa rincian dana DKM. Mereka secara sadar mem-bayar namun tidak sadar bahwa dana yang mereka keluarkan dikembalikan dalam bentuk dana kegiatan mahasiswa. Ada sekitar 13% koresponden yang masih mengira bahwa DKM disubsidi pemerintah dan 12% tidak tahu.

Walaupun 75% masih sadar dan mengetahui DKM berasal dari SPP mahasiswa, tapi spekulasi outputnya pun mereka salah. Ada yang mengatakan DKM diguna-kan sebagai dana kesehatan dan dana beasiswa. Padahal dana-da-na tersebut berbeda dan sudah ada

sudah transparan.DKM sebesar Rp50.000 jika di-

kalikan dengan jumlah mahasiswa yang diasumsikan sebesar 24 ribu orang akan terkumpul dana se-jumlah kurang lebih Rp1,2 milyar. Nah, sudahkah dana sebesar itu tertransparansi dengan baik?

Sedangkan para koresponden masih tetap berharap untuk mem-punyai media transparansi dana yang melibatkan mahasiswa di dalamnya, Yusar Sagara, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta berpendapat, laporan keuangan yang telah diaudit mau-pun Rancangan Anggaran Belanja (RAB) dapat dilihat oleh maha-siswa karena merupakan bentuk dari akuntabilitas publik.

“Tetapi dilihat dulu, kepenti-ngannya untuk apa? Kalau me-

SURVEI

Metode Survei:Survei ini dilakukan Litbang INSTITUT pada tanggal 7-10 September 2012. Sebanyak 204 responden dari 26 lemba-ga kemahasiswaan yang terdi-ri dari 15 UKM dan 11 BEM dipilih secara acak dengan metode Convenience Sampling. Hasil survei ini tidak dimak-sudkan untuk mewakili selu-ruh mahasiswa UIN Jakarta.

mang urgent silahkan kirim surat permohonan untuk melihat. Na-mun sejauh ini memang RAB be-lum ada yang dipublikasi,” pung-kasnya, Jumat, (7/9).

Pemilik Dana tak Peka, Birokrat Cuek Saja

Ayip Tayana

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 21

5Edisi XXI/September 2012 LAPORAN KHUSUS

Semua berawal ketika Agustus lalu FEB membuka dua program studi (prodi) baru yakni Perban-kan Syariah dan Ekonomi Sya-riah. Kemunculan prodi Perban-kan Syariah dinilai mirip dengan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH.

Secara historis, Perbankan Sya-riah FEB baru didirikan tahun 2012 melalui Surat Keputusan Di-rektur Pendidikan Islam Nomor 1119 Tahun 2012 yang mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 36 Tahun 2009.

Akan tetapi, Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendis yang dipegang FEB hanya untuk nomenklatur (tata nama objek studi cabang ilmu pengetahuan) Prodi Per-bankan Syariah, belum ada kata Keuangan Syariah. Oleh sebab itu, dalam rapat tertutup, Rektor me-minta FEB mengajukan proposal untuk mendapatkan putusan SK Dirjen Pendis tentang tambahan nama Keuangan Syariah dengan alasan tidak mungkin ada dua hal yang sama dalam satu universitas.

Kejelasan status nomenklatur Keuangan Syariah menurut kaca-mata Pembantu Rektor I Bidang

Akademik, Moh. Matsna, me-mang belum ada. “Supaya berbe-da, di FEB diusulkan agar Perban-kan Syariah-nya diubah menjadi Perbankan dan Keuangan Syariah. Jadi saat ini belum ada SK-nya. Sekarang sedang diusulkan ke Dirjen Pendis,” ucapnya (13/9).

Meski SK Keuangan Syariah sedang diajukan, Matsna menga-takan perkuliahan di prodi terse-but akan tetap berlangsung. Saat ini jumlah mahasiswa baru Prodi Perbankan dan Keuangan Syariah FEB seban-yak 83 orang.

Sementara itu, pada 25 Juli 2012, FSH menga-jukan draf berisi be-berapa ala-san mengapa Konsentrasi Pe r b a n k a n Syariah perlu d i k u a t k a n posisinya di FSH kepada D i r e k t u r Pendidikan

Tinggi Islam yang disetujui oleh Purek I, Moh. Matsna.

Draf 1 bundel itu menjelas-kan, di antaranya, awal mula berdirinya Perbankan Syariah. Pada tahun 1975, FSH mem-buka Prodi Muamalat (Qismul Mu’amalat). Sepuluh tahun ke-mudian (1975-1985) Prodi Mua-malat dikembangkan kajiannya dengan menambah kajian pidana di dalamnya, yakni Perdana dan Pidana Islam (PPI).

Di tahun 1990-an PPI memi-sahkan diri menjadi Prodi Jinayah Siyasah dengan aspek pidananya. Sedang Prodi Muamalat, ber-dasarkan SK Dirjen Binbaga Islam Depag RI Nomor: E/48/99 ter-tanggal 25 Februari 1999 menge-luarkan konsentrasi Ekonomi dan Perbankan Islam yang kemudian

dikenal dengan nama Konsentrasi Perbankan Syariah.

Menurut Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum FSH, Zainal Aripin, SK yang ditunjuk-kan FSH jelas sudah lama ada. Menurut teori hukum, tidak ada yang namanya hukum berlaku su-rut atau asas retroaktif. Maksud- nya PMA 36 Tahun 2009 itu tidak berlaku terhadap keberlangsungan Konsentrasi Perbankan Syariah yang sudah ada sebelum PMA tahun 2009. Jadi, aturan itu tidak berlaku mundur untuk mengatur Konsentrasi Perbankan Syariah yang sudah ada lama.

Beda perspektifMenanggapi kemiripan antara

prodi dan konsentrasi yang ada di FEB dan FSH, ternyata dari pihak

FSH mau-pun FEB, b e r b e d a -beda. Euis Amalia, Ke-tua Konsen-trasi Perban-kan Syariah FSH menga-takan bahwa kur iku lum Perbankan S y a r i a h , pendekatan-nya kepada ekonomi.

“ Ka re na adanya ke-

Ema Fitriyani

butuhan industri (pasca krisis moneter 1998 di mana bank-bank syariah justru mampu bertahan), rumpun ilmu yang dipelajari Kon-sentrasi Perbankan Syariah adalah ilmu ekonomi,” ucapnya. Zainal Aripin pun mengganggap, “Per-bankan Syariah tatarannya ilmu ekonomi, kalau hukumnya ya ada di Prodi Ilmu Hukum.”

Sementara itu, pihak FEB me-nilai bahwa Perbankan Syariah dan Keuangan yang ada di FEB fokus kepada ilmu ekonomi, “se-dang di FSH itu lebih kepada hu-kumnya,” ucap Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Ahmad Ro-doni, (12/9).

Perbedaan itu ditanggapi Mats-na dengan mengatakan bahwa di FSH itu harus dikembangkan pada hukum ekonomi syariah. “Kalau di FEB fokus pada keuangan dan praktisinya. Orientasinya berbeda, seperti di FITK ada Prodi Pendidi-kan Kimia. Dan di Fakultas Sains dan Teknologi ada Prodi Kimia. Jadi, orientasinya sudah berbeda antara Syariah dan Ekonomi,” je-las Matsna.

Matsna pun mengungkapkan hasil rapat tertutup tempo hari me-mutuskan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH akan tetap ada. Pun dengan Prodi Perbankan dan Keuangan Syariah FEB, akan ber-jalan sebagai prodi baru sembari menunggu keluarnya SK Dirjen Pendis.

Satu Nama, Dua Fakultas

Gedung FEB. Di fakultas ini berdiri prodi baru Perbankan dan Keuangan Syariah yang memi-liki kemiripan dengan Konsentrasi Perbankan Syariah di FSH.

Padahal, merujuk ke rencana awal, Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan Sudar-noto Abdul Hakim mengatakan, setelah semua ketua itu dilantik,

pembicaraan terkait lembaga ke-mahasiswaan ini, Sudarnoto me-nanggapi, sudah ada rencana un-tuk mengumpulkan ketua-ketua BEM Fakultas dan merapatkan hal tersebut bersama pihak rek-torat, termasuk Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan. Namun, dikarenakan Kabag Kemaha-siswaan yang baru terpilih belum siap, maka ia memberi waktu bagi Kabag tersebut untuk mempelajari masalah pemilu BEMU ini dan masalah-masalah sebelumnya.

Kendati demikian, pembahasan mengenai pemilu BEMU tidak dapat ditunda terlalu lama. Sudar-noto mengungkapkan, bila dalam jangka waktu dekat Kabag belum menguasai perihal pemilu BEMU, maka ia akan mengambil alih pelaksanaannya. “Kita tunggu beliau agar memahami permasala-han ini, namun jangan sampai tiga minggu,” tegasnya.

Meski baru akan didiskusi-kan dan belum memiliki rencana tertulis, Sudarnoto mengaku sudah memiliki gambaran ten-tang pelaksanaan pemilu BEMU ke depan. Menurutnya, dalam pemilu BEMU nanti, tidak akan diterapkan sistem one man one vote. Dengan begitu, akan ada per-wakilan-perwakilan legislatif dan perwakilan-perwakilan tiap fakul-tas untuk memilih dalam pemilu tersebut.

“Wakil-wakil (fakultas) pun nanti akan dipilih, dan bagaima-na memilihnya akan saya dis-kusikan,” ujar Sudarnoto, Selasa (11/9). Hal ini dirasa perlu bag-inya agar fakultas-fakultas tidak lagi diwakili oleh partai-partai. “UIN bukan kampus politik lagi,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Bagian

mereka akan diundang untuk membicarakan hal tersebut (baca: Tabloid INSTITUT edisi XX/Juni 2012).

Perihal belum berlanjutnya

Kemahasiswaan, Abdul Rozak membenarkan perihal belum ram-pungnya perencanaan pelaksa- naan pemilu BEMU. “Saya masih baru. Hal tersebut masih dalam pembicaraan, masih dikonsep,” ujarnya, Kamis (13/9).

Di lain pihak, Ketua BEM Fakultas Psikologi Muhammad Yasirullah mengatakan, BEM fakultasnya dan fakultas lain juga masih sibuk dengan urusan ma- sing-masing. Meski secara pribadi, Yasir menginginkan pertemuan BEM Fakultas se-UIN, setidaknya merancang draf terlebih dahulu.

Senada denganYasir, Muham-mad Fahad, Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) mengatakan, memang se-baiknya pihak mahasiswa (BEM) sudah mematangkan draf sebe-lum menghubungi rektorat lagi. Namun, hingga saat ini, BEM fakultasnya masih terfokus dengan program OPAK. “Kami masih mengurus sertifikat OPAK dan program kaderisasi selanjutnya,” kata Fahad, Senin (10/9).

Di sisi lain, Ketua Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPL-HK) RANITA Syamsurizal meng-ungkapkan, Unit Kegiatan Maha-siswa (UKM) selaku bagian dari lembaga kemahasiswaan meng-inginkan agar pemilu BEMU da-pat segera terlaksana. Menurut Ri-zal, diperlukan kejelasan tentang keberadaan BEMU secepatnya.

Selain itu, dengan tidak adanya kongres mahasiswa, pendanaan UKM pun diatur oleh pihak re-ktorat. Rizal berpendapat, dana UKM yang dikucurkan pun jadi menurun. “Ada celah bagi pihak rektorat untuk melihat kelema-han lembaga kemahasiswaan,

khususnya tentang dana UKM,” ujarnya, Jumat (14/9).

Mengenai persiapan UKM terkait pelaksanaan pemilu BEMU, Rizal mengaku belum ada pembahasan lebih lanjut. “Pem-bahasannya masih step by step, yang penting kejelasan tentang keberadaannya dulu. BEM Fakul-tas juga masih sibuk dengan inter-nalnya kan,” kata Rizal.

Pembahasan sebelumnya Sebelumnya, sudah pernah di-

adakan pertemuan BEM Fakultas se-UIN yang diprakarsai BEM FKIK. Di pertemuan tersebut, sedianya pihak BEM akan mem-bahas draft yang telah direncana-kan. Fahad menjelaskan, awalnya pihak BEM menstimulus pem-bahasan tentang BEMU dengan mempersoalkan dana lembaga ke-mahasiswaan.

Namun, perbincangan yang hanya berlangsung 40 menit terse-but berakhir dengan pembahasan mengenai pengalokasian dana sisa kemahasiswaan. “Waktunya tidak cukup untuk melanjutkan pem-bahasan mengenai pelaksanaan pemilu BEMU,” terang Fahad. Dalam rapat itu diputuskan, dana tersebut akan dialihkan ke Badan Layanan Umum (BLU).

Selain itu, dibahas pula perihal proporsi dana untuk lembaga ke-mahasiswaan periode ini. Dalam putusannya, pihak rektorat masih merujuk pada proporsi di periode sebelumnya, yaitu dengan meng-hitung keberadaan DPMU dan KMU dalam lembaga kemaha-siswaan. “Putusan ini meleset dari proporsi perkiraan kami,” ujar Fa-had.

Pemilu BEMUMolor Lagi!

Trisna Wulandari

APRIL/INSTITUT

Putusan rapat tertutup di rektorat pada 11 September 2012 lalu memberi pekerjaan rumah bagi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Fakultas Syari-ah dan Hukum (FSH). FEB diminta mengajukan proposal ke Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) tentang perubahan nama program studi ba-runya, Perbankan Syariah menjadi Perbankan dan Keuangan Syariah. Sedang FSH diminta mengajukan proposal ke Dirjen Pendis terkait penguatan status Perbankan Syariah dari konsentrasi menjadi program studi.

Sejak dipilih dan dilantiknya para ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas se-UIN Jakarta beberapa bulan yang lalu, belum ada pembicaraan lanjut antara pihak rektorat dan mahasiswa terkait pelaksanaan pemilu BEM Universitas (BEMU).

DOK. INSTITUT

Pemilu BEM FEB yang dilaksanakan Maret lalu. Namun, hingga kini pemilu BEMU belum dilaksanakan.

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 21

6 Edisi XXI/September 2012LAPORAN KHUSUSNomenklatur Lembaga Kemahasiswaan Ambigu

Rahmat Kamaruddin

Diskusi yang diselenggarakan di sekretariat LPM INSTITUT ini menghadirkan salah satu ma-hasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Syamsul Ma’arif. Dilihat dari sudut pandang Ekonomi, Syamsul mengungkap-kan, feno-mena hijabers memiliki sisi negatif dan positif bagi pere-konomian Indonesia. Positifnya, dengan bertambahnya keinginan pasar terhadap jilbab, maka pro-dusen jilbab kian memacu produk-sinya.

Dalam proses produksi, sum-ber daya manusia adalah unsur terpenting demi mencapai target produksi. Bisa dikatakan, dengan bertambahnya jumlah produksi, bertambah pula tenaga kerja yang dibutuhkan, sehingga membuka peluang bagi rakyat yang membu-tuhkan pekerjaan.

Selain itu, produksi besar-besa-ran begitu menarik para investor, baik dalam dan luar negeri, yang arti-nya dapat menambah pen-dapatan negara. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi mikro, dengan tingginya pamor jilbab

menyebabkan mahalnya harga. Ini merugikan masyarakat kelas bawah yang ingin membeli jilbab.

Hal ini langsung ditanggapi ang-gota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bahasa FLAT, M. Ko-harudin. Fenomena hijabers, kata Koharudin, sama sekali bernilai positif. Ini merupakan bentuk ekonomi kreatif negara yang ma-yoritas beragama Islam.

Lain fakultas, lain pandangan. Mahasiswa Fakultas Ilmu So-sial dan Ilmu Politik (FISIP) M. Farhan berpendapat, jilbab sudah masuk ranah politik. Misalnya un-tuk kampanye. “Wanita berjilbab kan selalu dipandang sebagai wa-nita berkarakter lembut dan kesan-nya baik. Jadi ini dijadikan sebagai alat mencari massa. Koruptor saja kalau pakai jilbab, menumbuhkan keharuan. Ini berarti sudah terjadi penyalahgunaan jilbab,” papar-nya.

Berbeda jika dipandang dari sudut pandang teologis, seperti di-paparkan Indah Khairil Bariyyah, mahasiswi Fakultas Dirasat Is-lamiyah (FDI). “Berjilbab adalah bagian dari melaksanakan perin-tah Allah SWT. Karena masalah ini (jilbab) sudah jelas termaktub dalam Al-Quran. Jadi hukumnya wajib. Kalau dilanggar, ya dosa,” katanya.

Selain sebuah kewajiban, ber-jilbab, menurut Indah, bisa mem-

berikan sekat antara wanita dan pria serta bisa menjaga moral dan perilaku. Untuk menjadi pribadi demikian, maka dari awal me-makai jilbab diperlukan niat yang kuat dan serius.

“Namun jika melihat generasi sekarang, telah terjadi peruba-han yang mencolok. Mereka lebih tertarik pada tren potongan-potong-an rambut. Diharapkan, munculnya tren hijabers ini se-bagai pemacu agar wanita mau mengenakan jilbab. Siapa tahu dari fashion muncul keinginan untuk menjadikan jilbab sebagai bukti ketakwaan terhadap Allah semata.”

Masih dalam ranah teologi, Zaki Mumtaz Ali, yang juga dari FDI menambahkan tiga lang-kah untuk berjilbab secara syar’i. Pertama, niatkan berjilbab untuk menutupi aurat. Kedua, dalam penampilannya harus dengan syariat yang telah ditetapkan. Ada 4 kriteria berjilbab sesuai syariat, yakni tertutup, tidak transparan, tidak membentuk lekuk tubuh, dan tidak menyerupai lawan jenis. Ketiga, adalah adab yang dipakai dalam berjilbab. “Jangan sampai menggunakan jilbab hanya untuk pamer atau sekadar fashion. Ka-rena itu bagian dari ghurah dan itu dilarang oleh Allah SWT,” ujarnya.

Fenomena Hijabers: Takwa atau Gaya?

SK Rektorat tersebut dibuat hanya sebagai landasan normatif sistem organisasi lembaga kema-hasiswaan sementara. “Kita buat sebagai rujukan normatif.” SK tersebut sendiri dibuat guna me-respon tuntutan aksi unjuk rasa beberapa mahasiswa memperta-hankan sistem Student Government. “Itu kan aspirasi para pendemo itu,” katanya.

Jika mengacu pada SK Dirjen Kemenag, menurutnya, sistem yang berlaku adalah Senat. Mes-ki demikian, upaya perbaikan terus menerus akan diupayakan. “Harusnya mengikuti SK Dirjen. Tapi, okelah. Pelan-pelan. Ini namanya akomodasi politik. Kita perbaiki sambil berjalan,” kata-nya. “Kalau cepat-cepat, nanti mahasiswa capek, saya juga ca-pek.”

Dalam beberapa waktu ke depan lembaga kemahasiswaan akan menggunakan nomenklatur, undang-undang dan standarisa-si yang jelas. Ia menginginkan adanya landasan hukum dan standarisasi lembaga kemaha-siswaan yang jelas. “Semuanya harus dengan landasan normatif yang jelas. Kalau nggak, ya, lucu,” katanya.

BEM atau Senat?Terkait hal tersebut, Ketua BEM

siswa semester 7 Jurusan Komuni-kasi Penyiaran Islam (KPI) itu.

Menurutnya, perbedaan nama tersebut dikarenakan beberapa fakultas tidak merujuk ke SK Rektorat. “Saya sendiri, tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tapi, ya, agak aneh saja, yang pen-ting kita jalan terus, kita berjalan merujuk kepada yang sudah ada,” katanya.

M. Zainudin Asri, Wakil Sema Fakultas Sains dan Teknologi (FST) mengatakan, adanya per-bedaan nomenklatur tersebut membuat ketidakteraturan or-ganisasi kemahasiswaan, baik di tataran struktur maupun ADRT. “Kalau mau Senat, ya, Senat,” tegasnya (13/9).

Ia menilai, restrukturisasi lem-baga kemahasiswaan tersebut terkesan tergesa-gesa. Akibatnya, berbagai keperluan operasional sistem yang baru dinilai banyak mempunyai kekurangan, teruta-ma dalam ADRT. “Visinya apa, tujuannya apa, nggak jelas,” katan-ya. “Pembantu Dekan (Pudek) III Kemahasiswaan sendiri tidak tahu ketika ditanya apa itu Sema.”

Meski demikian, Mahasiswa Jurusan Agribisnis yang akrab disapa Udin tersebut beserta se-genap pengurus terus mengupaya-kan kinerja mereka tetap berjalan dengan landasan undang-undang. “Ya, kita bingung. Tapi, dalam beberapa waktu ini kita mem-buat ADRT yang mengacu pada BEMF lalu,” katanya.

Berbeda dengan fakultas lain-nya, di FST lembaga kemaha-siswaan tingkat fakultas meng-

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Muhammad Fahad mengatakan, penggunaan istilah BEM di fakultasnya dikarenakan istilah tersebut dianggap lebih populer. “Secara marketing nama BEM itu populer, lebih menjual,” katanya (13/9).

Fahad menambahkan, jika me-mang mengacu pada SK Dirjen, pada tataran eksekutif memang seharusnya menggunakan istilah Dewan Mahasiswa (Dema) dan legistlatif menggunakan Senat Mahasiswa (Sema). “Menurut saya nggak apa-apa, yang penting substansinya sama,” katanya.

Senada hal tersebut, Ketua Dema Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDIKOM) Hairul Saleh mengatakan, lembaga ke-mahasiswaan di fakultasnya ber-jalan hampir sama dengan BEM yang lalu walaupun dengan nama berbeda. “Kalau fakultas, Dewan Mahasiswa (Dema). Jurusan, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ),” katanya (13/9).

Pada ranah operasional tetap sama. Hal tersebut karena rektorat hanya mengganti nama saja, tapi tidak mempunyai Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT). Untuk undang-undang masih merujuk kepada sistem lama. “Hanya seka-dar perbedaan nama saja. Tataran organisasi, ya, sama,” kata maha-

gunakan Dema, dan jurusan menggunakan Sema. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi sendiri pada tingkat fakultas menggunakan Demaf, sementara di jurusan menggunakan istilah HMJ.

Standarisasi Lembaga Kema-hasiswaan

Sudarnoto mengatakan perlu-nya standarisasi dalam lembaga kemahasiswaan. Dirinya akan terus berupaya menciptakan hal tersebut. Ia menilai, lembaga ke-mahasiswaan yang ada saat ini tidak bermutu, “Terus terang seka-rang nggak bermutu,” katanya.

Standarisasi tersebut menu-rutnya harus ditinjau dari berbagai aspek. Tiga di antaranya adalah legalitas, moralitas, dan kontrol. Sehingga, dari standarisasi terse-

but nanti bisa berlanjut kepada sis-tem akreditasi. “Jika tidak sesuai standar akreditasi, lebih baik ditu-tup saja,” katanya.

Dari segi moralitas, Sudarnoto menegaskan, selain kompetensi moral, secara individu, maha-siswa juga dituntut mempunyai kompetensi akademis. “Kalau IP-nya hanya satu koma, lebih baik disuruh pulang ke rumah saja,” ujarnya sambil tersenyum.

Legalitas baik dari perundang-undangan maupun perizinan harus mempunyai landasan yang jelas. Juga, menurutnya, untuk menjaga stabilitas, maka dibutuh-kan sistem penilaian, cek serta kontrol secara berkesinambungan, “Lembaga kemahasiswaan harus bermutu,” katanya.

Badan Eksekutif Mahasiswa saat tengah menjalankan kegiatan Orientasi Akademik dan Kemahasiswaan (OAK) 2011 lalu.

DOK.INSTITUT

Seorang perempuan tengah memperagakan cara berhijab.

Jika dulu berjilbab hanya dijadikan sebagai kegiatan menutup aurat bagi wanita, bagaimana jika kini berjilbab menjadi sebuah gaya hidup atau fashion? Jawaban atas pertanyaan ini telah dikupas oleh berbagai elemen maha-siswa dari berbagai sudut pandang, dalam diskusi bulanan LPM INSTITUT yang bertajuk Fenomena Hijabers, Se-lasa (11/9).

Aam Mariyamah

Diskusi

Pasca restrukturisasi sistem lembaga kemahasiswaan beberapa waktu lalu, di beberapa fakultas, nomenklatur organisasi kemahasiswaan berbeda satu sama lain. Purek III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, hal tersebut tak perlu terjadi jika mengacu pada SK Rektorat. “Seharusnya ma-hasiswa menggunakan istilah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa),” katanya (10/9).

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 21

7Edisi XXI/September 2012 KAMPUSIANA

Tak hanya mahasiswi, acara ini juga ditujukan untuk mahasiwa. “Ternyata banyak mahasiswa UIN yang cantik dan keren-keren, kita melihat adanya peluang mereka untuk menekuni bidang fash-ion, hingga akhirnya kita (UFF) memberikan peluang itu” ungkap Project Officer UFF Qonitah al Judiah (14/9).

Model Hunt merupakan salah satu rangkaian kegiatan menuju acara puncak UFF 2012 yang akan digelar bulan Oktober mendatang. Sebelum Model Hunt, UFF juga menggelar acara seperti hijab and beauty class, talk show, dan fashion swap di kampus UIN.

Syarat wajib peserta salah satu-nya adalah memiliki tinggi badan mencapai 165 cm untuk wanita dan 170 cm untuk pria, kemudian berpenampilan menarik dan me-miliki badan proposional. Selain cara berjalan, kriteria penilaian juga dilihat dari pose dan perfom-manya. Kegiatan ini juga dihadiri oleh juri yang ahli di bidang model dan fotografi seperti Indah Nada Puspita, Ega Augustia, dan Tibrizi

Sony.Lebih jauh lagi Qanitah menje-

laskan, sebelumnya panitia sem-pat ragu mengingat sampai H-5 hanya ada 20 orang pendaftar. Hal demikian tentu memaksa panitia untuk bekerja ekstra demi kesuk-sesan acara ini. Namun, alhasil saat membuka pendaftaran on the spot, jumlah pendaftar meningkat cukup drastis hingga 59 orang. “Jumlah ini di luar target, ternyata mahasiswa UIN sangat berantu-sias dengan dunia fashion”

Ega Augustia, model sekaligus juri dalam Model Hunt UFF juga turut berkomentar mengenai pe-serta. Selain tampan dan cantik, para peserta yang hadir juga me-miliki bakat berjalan di catwalk. Hanya saja, mereka masih cang-gung dan terlihat belum percaya diri. Selain itu juga masih ban-yak peserta yang berjalan dengan kepala tertunduk ke bawah, hal demikian dapat mengurangi pe-nilaian dari dewan juri.

Di tengah acara, Ega memberi sedikit tips untuk berjalan di cat-walk, “Percaya diri saja, dan ang-

gap kitalah yang paling pantas untuk membawakan busana yang dipentaskan. Sehingga, karakter yang ada dapat muncul,” ucapnya bersemangat.

Nantinya, akan dipilih 25 pe-serta terbaik untuk berpartisi-pasi dalam fashion show di puncak acara. “Di acara tersebut, mereka akan mengenakan baju rancangan desainer Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Jenehara, Moshaict, dan desainer muslim lainnya,” jelas Fathannisa Isnaini, selaku pem-bawa acara dalam acara tersebut (8/9).

Sebelumnya, para peserta ter-pilih akan mendapatkan model-ling class sebagai ajang latihan mempersiapkan pertunjukannya. “Kami akan menyediakan tu-tor dari agensi model islam agar mereka paham seperti apa model-ling itu,” kata Qonitah.

Hal ini dapat dijadikan seba-gai peluang bagi para pemenang, ter- utama yang ingin menekuni dunia modelling. Selain itu, porto-folio pemenang juga akan dipub-likasikan, sehingga semakin ba-nyak yang melihat potensi para pemenang. “Semoga brand-brand besar dapat melihat model-model tersebut dan mahasiswa UIN juga mempunyai potensi dalam bidang modelling terutama islamic mod-eling,” jelas Qonitah.

AYU/INSTITUT

UIN Fashion Fair, Cari Model!Rahayu Oktavani

Siang itu (11/9), beberapa maha-siswa berkumpul di lantai III gedung Pusat Studi Bahasa, kampus II, UIN Syarif Hidayatullah. Mahasiswa yang terdiri dari berbagai fakultas tersebut tampak antusias mengikuti kursus gratis bahasa Prancis.

Tidak hanya mendapatkan pengetahuan bahasa Prancis, mereka juga mendapatkan bera-gam informasi terkait negara kela-hiran Napoleon Bonaparte itu. Acara tersebut merupakan rang-kaian awal atas kerjasama antara UIN Jakarta dan Institut Francais Indonesia (IFI) selama beberapa waktu ke depan.

Diharapkan dengan terbentuk-nya kerjasama tersebut, maha-siswa UIN Jakarta mendapatkan lebih banyak informasi mengenai Prancis, baik yang berhubungan de-ngan pendidikan, budaya, maupun situasi negara tersebut. Selain itu juga menstimulus maha-siswa agar melanjutkan studinya ke negara tersebut.

Hal ini disampaikan Penang-gung Jawab Campus France Ja-karta Mini Riandini pada acara pengenalan tentang negara Pran-cis, Rabu (12/9) lalu. Acara yang berlangsung di Aula Madya lantai satu itu mempresentasikan studi dan hidup di Prancis serta sertifi-kasi bahasa Prancis.

Dalam presentasinya, Mini ber-harap, melalui kerjasama tersebut mahasiswa UIN dapat melan-

membedakan antara mahasiswa lokal mapun asing dalam kebija-kan, terutama terkait pendidikan.

Prancis mempunyai sistem kurikulum berbeda dengan Indo-nesia. Mahasiswa dituntut fokus pada bidang yang diminati den-gan memperdalam mata kuliah tertentu terkait di bidang itu saja, sehingga mahasiswa tidak mema-hami sebuah objek dengan sete-ngah-setengah.

Agar dapat belajar ke Prancis, menurutnya, mahasiswa harus

mempunyai lima hal, yakni niat kuat, motivasi, kemampuan berba-hasa, dan semangat pantang mun-dur serta kemampuan beradap-tasi. “Jangan pernah takut, jangan malu bertanya,” katanya.

Di bulan ini, IFI akan mengada-kan presentasi tentang Prancis, yakni pada Kamis (20/9) berupa konferensi mengenai sekularisme di Indonesia dan Rabu (26/9) berupa presentasi mengenai studi dan hidup di Prancis serta sertifi-kasi bahasa Prancis.

IFI membuka kursus intensif bahasa Prancis dengan tarif ber-kisar antara 1 sampai 2,5 juta ru-piah. Kursus akan dimulai pada tanggal 24 September sampai den-gan 19 November tahun ini. Jenis kelas yang tersedia variatif, tergan-tung kebutuhan. Mulai dari kelas intensif, semi intensif, extensif, uji-an DELF hingga privat dengan ke-tentuan pembayaran yang berlaku.

Basyir Arif, Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), semester 5 mengatakan sangat senang dan antusias dengan keberadaan IFI di UIN. “Bagus sekali. Dengan ini, semoga aku bisa ke Prancis,” ka-tanya (12/9).

Terkait dengan biaya kursus yang ditetapkan oleh IFI, menu-rutnya, hal itu wajar saja mengi-ngat bahasa Prancis merupakan bahasa yang juga banyak digu-nakan oleh penduduk di dunia. Dirinya berniat mengikuti kursus tersebut. “Kalau mau dapat, ya, harus berkorban,” kata pengu-rus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bahasa FLAT itu.

Di sisi lain, meski sangat antu-sias terhadap program kursus gra-tis bahasa Prancis awal pertemuan lalu, Mia Masyita, mahasiswi se-mester 3 Fakultas Ilmu Tarbiyah da Keguruan (FITK) mengatakan belum ingin melanjutkan kursus. “Senang sih, tapi pas tahu harus bayar, saya jadi kurang tertarik,” katanya (12/9).

Bonjour, UIN Jakarta!

RAHMAT/INSTITUT

Penanggung Jawab Campus France Jakarta Mini Riandini tengah mempresentasikan tentang studi dan hidup di Prancis serta serti-fikasi bahasa Prancis di Aula Madya lantai satu (12 /9).

jutkan studinya ke Prancis. “Ini merupakan sarana untuk mem-permudah mahasiswa melangkah menuju ke Prancis,” katanya.

Menurut gadis alumnus salah satu universitas di Prancis terse-but, kuliah di sana sangatlah nya-man. Pemerintah Prancis mem-berikan kemudahan bagi pelajar asing terutama dalam pembayaran semester dan biaya hidup sehari-hari.

Sebagai penganut paham ega-liter, pemerintah Prancis tidak

Rahmat Kamaruddin

Seorang peserta Model Hunt UIN Fashion Fair berjalan di atas cat-walk Aula Madya lantai satu, Sabtu (8/9).

Kampus UIN, INSTITUT- Setelah fenomena hijabers menjamur bak kacang goreng, banyak mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah menjadikan tren tersebut sebagai kiblat fashion mereka. Tak sedikit mahasiswi mengenakan aksen hijabnya dengan berbagai variasi, menjadikan mereka terlihat lebih modis dan cantik. Inilah yang menginspirasikan UIN Fashion Fair (UFF) membuat kegia-tan yang bertajuk Model Hunt, bertempat di Aula Madya (8/9).

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 21

8 Edisi XXI/September 2012KOLOM

SuratPembaca

Kegelisahan pertama : karena saya tidak bisa mengisi KRS semester ganjil. Setelah melapor ke bagian keuangan fakultas, saya diberitahukan bahwa saya masih menung-gak biaya administrasi semester genap. Aneh, karena semester genap saya lalui tanpa masalah. Nama ada di absen, bisa isi KRS, dan lain-lain. Kaget, karena saya

begini?”Kemarin kami dikumpulkan dengan

menghadirkan pihak rektorat dan fakultas, namun tak ada solusi. Jangankan solusi, ke-jelasan mengenai apa-apa dan mana-mana saja yang berubah pun tak kami dapatkan.

Sejujurnya, tanpa dipaksa, kami pun akan tahu diri dengan sendirinya bahwa kami memang berkuliah secara gratis dan kami amat berterimakasih untuk itu. Namun, rasa terimakasih yang amat tinggi itulah yang membuat kami mempertanyakan ketidakjelasan ini.

Penulis adalah mahasiswa penerima beasiswa PMDK Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang tahu diri. Yang dengan ketahudirian ingin menyebarkan kegelisahan.

tidak tahu sama sekali segala urusan bayar- membayar. Singkat cerita, bagian keuangan fakultas langsung mencari nama saya di daf-tar dan menyuruh saya membayar sendiri ke bank dengan uang yang berasal dari dana DIPA yang masuk ke rekening tabungan saya (perlu diketahui, rekening tabungan ini khusus dibuat atas peraturan dan per-mintaan fakultas dan setelah dibuat, buku tabungan dan ATM tersebut dikumpulkan ke fakultas demi keberlangsungan beasiswa saya).

Kegelisahan kedua: minimnya sosial-isasi, setiap kali perubahan kebijakan yang otomatis merubah SK kami tidak pernah dikumpulkan dan dilibatkan. Info memang disebar, namun lewat mulut ke mulut sehingga terjadilah situasi “kok tiba-tiba

Kejelasan Beasiswa Ushuluddin

Sikap semaonya dewek dalam bertindak dan mengeluarkan kebi-jakan semakin menunjukan bahwa rektorat adalah penguasa tunggal di kampus. Konsekuensinya, ma-hasiswa harus tunduk dengan sang penguasa. Semua ini terjadi ketika kosongnya pos pemerintahan ma-hasiswa yang hancur lebur akibat dorongan ego saling menguasai antar mereka sendiri. Salah satu yang merasakan efek ini ialah kawan-kawan Unit Kegiatan Ma-hasiswa (UKM).

Rektorat saat ini gencar men-gadakan inspeksi mendadak (sidak) ke sekretariat UKM. Saya tak tahu, apakah hal yang sama terjadi di sekretariat BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) semua fakultas. Mungkin tujuan mereka ingin mengetahui kondisi riil di sekretariat-sekretariat UKM. Jika kedapatan melanggar peraturan, maka sanksi tegas akan keluar tanpa pikir panjang. Seperti yang dialami kawan-kawan KPA Arka-dia, sekretariat mereka disegel, dengan alasan telah melakukan pelanggaran kode etik mahasiswa UIN.

memang dana tersebut datang dari kantong-kantong mereka. Beri tahu saya, jika dananya itu dari negara, atau dari kantong pejabat rektorat. Dana itu sendiri disebar ke seluruh panitia OPAK di fakul-tas, kita berharap semoga saja tepat sasaran.

Perlakuan yang mereka perli-hatkan selama ini kepada kawan UKM. Pertanda, mereka su-dah tak bersahabat dengan kita, malah mencoba menjinakan kita. Berkaca dari kasus pelaksanaan Exposure UKM yang sangat sedikit sekali mendapat dukungan. Selanjutnya, kasus yang menimpa kawan kita di KPA Arkadia. Se- pertinya mereka sedang meran-cang skenario. Dengan menjinak-kan UKM-UKM yang dianggap sulit ditertibkan. Setelah itu, tak menutup kemungkinan UKM lain mendapat perlakuan yang sama.

Sebenarnya, rektorat sudah ke-bal dengan kritikan dan kurang mendengar serta mengapresiasi aspirasi kawan UKM. Beberapa kali mediasi antara UKM dan rektorat membicarakan persoalan yang ada di SC, berakhir nihil.

Saya sepakat jika memang ber-salah harus dihukum. Tapi nggak begitu juga kali menghukumnya sampai menghentikan seluruh kegiatan mereka. Bisa diselesai-kan secara elegan, maksudnya di-berikan teguran terlebih dahulu, coba duduk bersama cari jalan keluar. Kalau memang sudah ke-terlaluan, barulah diberi tindakan tegas. Sebab sekali lagi yang di-hukum bukan lagi siswa sekolah, melainkan mahasiswa yang sudah mampu berpikir. Nyatanya, tinda-kan mereka itu seolah mencari ke-salahan, dan sengaja membiarkan kita berbuat salah.

Sebelum itu, ketika pelaksanaan Orientasi Pengenalan Akademik Kebangsaan (OPAK). Lagi, kawan UKM harus menelan pil pahit, setelah mengetahui ternyata rek-torat menyetujui dana Exposure UKM sebesar Rp 13 juta. Setelah potong sana-sini, sampai di tangan panitia sebesar Rp 11 juta. Sangat jauh dari memadai, untuk sewa tenda dan konsumsi. Sementara acara ini merupakan ajang pro-mosi dan boleh dikata hajatan me-nyambut mahasiswa baru karena

Tetap saja ujung-ujungnya ke-bijakan yang dikeluarkan tidak berdasarkan butir kesepakatan yang telah dibuat dalam mediasi itu. Sekali lagi, sia-sia dan buang-buang waktu saja.

Jika kondisinya seperti ini, yang harus dilakukan kawan-kawan UKM, adalah berbenah diri me-nyikapi tindakan kesemena-me-naan itu. Salah satunya persoalan kekompakan. Kita masih sibuk memikirkan diri sendiri, apatis dengan persoalan di sekitar kita. Ketika ada masalah, kita tak tahu atau untuk menolong pun enggan karena UKM yang bersangkutan begitu ekslusif. Ini yang menjadi sasaran empuk rektorat meny-erang UKM. Setidaknya, jika kekompakan itu terbangun, kita dapat menghandle persoalan den-gan mencari solusi bersama-sama. Sehingga, persoalan tersebut tak sampai ke telinga para orang tua itu.

Selanjutnya, UKM dituntut lebih banyak menghasilkan kar-ya-karya terbaiknya, agar meng-harumkan nama kampus. Sebab, saat ini kampus sedang butuh pen-

citraan untuk menaikan pamor-nya. Sekaligus sebagai bukti, kalau kita tidak sekedar tidur, atau nong-krong di sekretariat. Sayangnya, mereka tak melihat ke arah itu serta terkadang, apresiasi yang di-berikan kurang. Ukuran prestasi di mata mereka berbeda dengan kita. Prestasi menurut mereka itu harus islami, harus nurut peratu-ran, dan perintah mereka.

Satu lagi, UKM menanggung amanat yang sangat besar dari ribuan mahasiswa UIN Jakarta untuk terus berkarya. Sebab, ang-garan UKM diperoleh dari Dana Kegiatan Mahasiswa (DKM) yang dipotong dari bayaran tiap semes-ternya. Inilah menurut saya yang paling penting. Menjadi sebuah dosa besar tak terampuni, ketika UKM tak mampu menampilkan karya terbaiknya kepada maha-siswa. Biarlah rektorat seperti itu, kita berkarya untuk seluruh maha-siswa UIN Jakarta.

* Pegiat sejarah dan bahasa di UIN Jakarta

Cara Rektorat Menjinakkan UKMOleh Dika Irawan*

Bang Peka...

ulan

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 21

9Edisi XXI/September 2012 OPINI

Masyarakat Indonesia hari ini terbiasa de-ngan hal yang spon-

tan, menarik, selintas dan juga menghibur. Hal tersebut akhirnya melupakan kita dari berbagai akar problematika yang kemudian ha-nya berlalu, selewat dan tidak per-nah terselesaikan.

Ingatan kita terhadap peristiwa penting adalah ingatan momen-tum, berbagai kejadian yang se-harusnya diselesaikan sejak dulu tak pernah kunjung usut tersele-saikan. Apapun yang meledak dan menjadi boom news hanya akan berakhir tanpa klimaks.

Pembunuhan Munir menjadi tonggak runtuhnya hukum per-adilan di Indonesia, kemudian beberapa saat kita seakan–akan menjadi agen pembela hak–hak kemanusiaan. Lalu perlahan hadir kerusuhan di Tugu Monas, pertikaian antara Forum Aliansi Kebebasan Beragama dan Front Pembela Islam mencederai keutu-han pancasila di negara kita yang menjamin keamanan beragama, kita lalu berubah menjadi agen pembela hak keagamaan yang pa-ling vokal.

Lalu kita tiba–tiba naik pitam ketika Malaysia mengakui bahwa Tari Pendet, Batik dan Reog Ponorogo adalah salah satu ke-kayaan dari negerinya, lantas kita berubah menjadi garda depan

peristiwa–peristiwa penting dalam bidang hukum, kemanusiaan dan kebudayaan lalu apa lagi yang bu-daya instan sentuh pada kehidu-pan kita.

Budaya fisikal adalah budaya in-stan selanjutnya yang digarap oleh masyarakat kita hari ini. Masih segar ingatan kita pada duo Sinta dan Jojo yang tiba – tiba menjadi terkenal akibat salah satu media sosial internet, yang kemudian diberikan penghargaan prestasi oleh kampus di mana mereka berkuliah, prestasi karena telah menjadi artis. Lalu kemudian tiba

pembela kebudayaan. Kita sering terseret sesaat menjadi aktivis ke-manusian, agamawan, budayawan secara singkat dan instan tanpa berkelanjutan

Kita telah terbiasa dengan melupakan dan menelantarkan dan berbangga dengan kenyata-an bahwa kita telah merasa ikut andil. Satu persatu hal–hal penting tersebut hanya menghiasi ingatan kita sebagai ornamen lalu-lalang dan tidak pernah kita mengetahui kelanjutan dari pembahasan kasus – kasus tersebut, bagaimana kisah Munir yang kini tidak terdengar lagi atau bagaimana kesenian dan kebudayaan kita setelah Malaysia tidak lagi mengklaim seni tradisi kita lagi, apakah masih ada yang naik pitam dan membakar ben-dera Malaysia di jalan . Kita telah menjadi manusia yang mesti diba-kar dan dipicu baru bertindak, dalam bahasan Moralitas Ni-etzche yang disebut dengan moral hewan ternak yang mesti digiring baru berkumpul dan bekerja.

Ini hanyalah percontohan awal dari kebiasaan kita untuk menga-dopsi hal – hal yang cepat. Kita ketahui bersama teknologi seba-gai media kebudayaan pada hari ini bebas menjadikan dirinya se-bagai saluran yang memberikan kemerdekaan aspirasi dan juga in-spirasi, tergantung kegunaan dari sang pemakai nya sendiri. Setelah

–tiba hadir seorang Justin Bieber, dengan wajah rupawannya Jus-tin menghipnosi seluruh remaja indonesia yang sedang limbung mencari autentik idolanya. Itu hanyalah beberapa kausalitas ke-tenaran di Indonesia, ketika relasi wajah rupawan, berani bertindak gila maka dia akan memiliki tem-pat khusus dalam popularitasnya di tengah – tengah masyarakat In-donesia.

Kemudian tiba–tiba hadir se-orang anggota polisi bernama Norman Camaru yang melepas-kan statusnya sebagai salah satu anggota polisi untuk berkiprah dalam dunia talenta selebrasi se-cara serius, dengan senandung chaya – chaya sang polisi tersebut menjadi agen citra yang berusaha mengubah ikon polisi di tengah masyarakat kita hari ini, bagaima-na usaha merubah sebuah streo-tipe institusi kepolisian dengan kemunculan artis dadakan yang melakukan lip sync di media inter-net.

Budaya instan kini memi-liki kuasa yang lebih luas untuk menjaring perwajahan personal. Dengan gayanya yang menarik individu untuk bersikap narsis kita menjadi orang – orang yang peduli pada diri sendiri, tidak begitu yak-in tehadap kekuatan persona dan wibawa intelektual namun bangga dan gagah pada performalitas ek-

sternal dan juga kemewahan rupa. Kita terengah–engah de-ngan ketampanan seorang anggota polisi muda dari Kota Bandung yang berwajah tampan, menyita dengan intens hari hari kita akibat comment salah satu artis di cata-tan media internetnya.

Apabila kita tidak ingin hanya terjerat dengan kuasa teknologi media barat, sebagai infra kultur yang defisit dan defensif, maka kita mesti bijak terhadap peran media, jejaring dan juga teknologi dalam kehidupan kita. Apabila tidak, maka kita hanya akan men-jadi individu yang kehilangan otentitas kebudayaannya dan len-yap berganti dengan instanitas tanpa etika, moralitas dan religi-usitas, tercerabut dari kewibawaan timur kita.

Kita mesti giat dan lebur dalam kehidupan yang lebih ensamble, gotong royong, dan juga bahu membahu, etos kerja sama untuk memecahkan sebuah masalah. Fisikalitas bukan hal yang utama, kebanggaan terhadap estetika dan teologi bangsa akan menjadikan sosok indonesia yang luwes juga adaptif terhadap perkembangan media dan teknologi, namun tidak hilang tercerabut dari akar kebu-dayaannya sendiri.

*Wartawan Seni Pertunjukan, me-netap di Bandung.

Kita dan Budaya Instan Oleh Riyadhus Shalihin*

Menerima:

Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen, tekno, dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter.

Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya.

Tulisan dikirim melalui email: [email protected]

Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085718363281. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca

Tabloid INSTITUT berikutnya.

Redaksi LPM INSTITUT

Melihat kondisi Indonesia saat ini sungguh tragis. Masyarakat kehilangan

pemimpin yang dianggap sebagai penyangga yang seharus-nya da-pat diharapkan menjadi kekuatan pembebas atau pemerdeka dari ke-sulitan yang mendera. Masyarakat tidak henti-hentinya menjerit dan meronta meminta pertolongan pemimpin supaya membebas-kan mereka dari belenggu kes-engsaraan. Kesengsaraan atau penderitaan yang merajam wajib dipedulikan dan didekonstruksi. Penderitaan ini tidak boleh dibi-arkan bergitu saja bersemai dan mengakumulasi menjadi ‘penyakit kanker’ atau penyakit menular yang ganas, yang sewaktu-waktu di kemudian hari dapat meledak dan menghancurkan pori-pori bangunan kehidupan berbangsa.

Jika sampai ‘penyakit kanker’ tersebut dibiarkan mengganas, bukan mustahil berbagai bentuk kriminalisme seperti kekacauan, radikalisme dan pertikaian antar etnis akan mengeksplosif dan su-lit dikendalikan. Hal demikian semakin membenarkan statement Napoleon Bonaparte, yaitu, “di tengah kekacauan yang direkayasa sistemik, maka hanya kaum bajin-ganlah yang menuai keuntungan dan menikmati kecongkakan.”

Kalau pemimpin sudah ber-laku demikian, imbasnya meras-uk sampai pori-pori masyarakat, yang mana masyarakat kecilpun

dipaksa mengikuti perubahan za-man yang menuntutnya sibuk ber-juang dan melawan kekuatan ma-nusia yang berlaku hedonis. Para pemimpin yang tidak pernah akan merasa puas dengan kedudukan, kekuasaan, harta dan akan terus-menerus memuasi dirinya sampai tidak akan lagi merasakan kepua-san.

Rakyat pun menjadi korban kes-erakahan kaum elit, seperti “pen-jahat berdasi”, yang berhasil mem-beli dan menguasai unsur-unsur birokrasi untuk mengeksploitasi dan mengkomoditaskan sumber- daya alam. Terbukti misalnya ha-sil-hasil alam – bumi, sumberdaya hutan – yang seharusnya bisa men-jadi jaminan untuk membangun ekonomi rakyat atau menyejahte-rakan hidupnya telah dirusak, dieksploitasi dan dikomoditaskan oleh penguasa.

Para pemimpin yang hedonis, epicureanis dan utilitarianis yang beranggapan bahwa mencari kenikmatan (pleasure) adalah se-bagai tujuan tertinggi. Pemimpin-pemimpin yang demikianlah yang harus segera diberantas dari bang-sa kita ini, yang hanya mement-ingkan pribadi masing-masing demi mencapai kepuasan. Pada-hal mereka mendapatkan amanat kedaulatan dari rakyat negeri ini sebagai ‘nahkoda’ (pemimpin) untuk mengantarkan kapal besar bernama bagsa Indonesia ini ke dermaga kedamaian, kebahagiaan

dan kesejahteraan. Jika pemimpin tersebut dibiar-

kan mengembara secara liar–tidak mengenal titik nadir kepuasan dan di luar bingkai kepentingan rohani–maka kehidupan rakyat dan bangsa akan sulit diselamat-kan dari ancaman prahara keka-cauan dan badai kehancuran. Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya mengingatkan, “Khi-anat yang terbesar adalah tinda-kan seorang pemimpin/pejabat yang memperdagangkan milik rakyatnya.” Dalam hadis lain juga ditegaskan, “Seorang pem-besar, apabila dia mati, sedang dia tidak jujur terhadap rakyat, niscaya dia diharamkan Allah masuk surga.” Peringatan tersebut mengisyaratkan bahwa Allah sa-ngat membenci bila ada seorang pemimpin/pejabat yang dipercaya bisa bertanggungjawab justru ber-laku tidak jujur terhadap hak-hak rakyat, maka ia akan memperoleh azab dari Allah.

Kendati demikian, rakyat me-rindukan pemimpin yang peka. Pemimpin yang bisa mengerti dan memikirkan rakyatnya, bukan malah memikirkan diri sendiri demi kepuasan pribadi. Cepat-lah datang wahai pemimpin yang peka. Kita semua merindukanmu.

*Penulis adalah mahasiswa Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Fil-safat

Merindukan Pemimpin yang PekaOleh Daqoiqul Misbah*

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 21

10 Edisi XXI/September 2012KONSULTASI & WISATA KULINER

Konsultasi...

Agar aromanya semakin ha-rum, maka sebagian pedagang menambahkan campuran sumsum sapi, taburan bawang merah, sele-dri, dan tomat sabagai penyegar rasa. Mimin merupakan salah satu pembuat mie kocok di daerah Bandung. Baginya, kudapan mie kocok memiliki peran yang sangat besar terhadap pencitraan Ban-dung sebagai kota kuliner. “Ka-yaknya, jarang di kota-kota lain itu ada mie kocok, sok ajah cari di Jakarta, pasti bakalan susah,” ujarnya seraya menyeruput mie kocok buatannya.

Ide usaha mie kocok berawal dari hobinya memakan ma-kanan tersebut. Karena ketagi-han, Mimin berinisiatif untuk membuatnya sendiri. Beruntung, olahan mie kocok yang ia buat rasanya sangat lezat dan disukai banyak orang, “Saya pada prin-sipnya keluarga suka, di lidah enak, maka orang lain pun bakal suka,” katanya.

Di saat pedagang lain mulai menggalakkan bakso sebagai kuliner andalan di daerahnya,

Mimin tetap konsisten dengan jualan mie kocoknya. Terlebih ia jualan di daerah Bandung yang berdekatan dengan pabrik, sehing-ga karyawan menjadi konsumen yang sangat sering membeli produknya, “Di sini mah banyak karyawan, sepulang kerja mereka suka lieur (pusing) jadi pada beli mie kocok.”

Walaupun diminati banyak orang, tidak berarti usaha Mimin ini terlepas dari kendala. Mi-salnya, dalam pembuatan mie ko-coknya Mimin selalu mengutama-kan kualitas daripada kuantitas. Sehingga, modal yang ia perlukan untuk bahan mie kocok cender-ung lebih mahal ketimbang para pedagang lain yang bahan dasar mie kocoknya sangat sederhana. “Saya selalu pengen mie kocok saya enak. Suka ditambahin sama kaki sapi supaya kuahnya tambah kental. Tapi masalahnya, kaki sapi itu kan mahal, jadi modalnya juga harus gede,” terangnya setengah mengeluh.

Akibat kurangnya pemodalan, Mimin mulai mengurangi jumlah

ULI/INSTITUT

Kocok Selera Anda dengan Mie Kocok Bandung

Noor Rahma Julia

dan ukuran kaki sapi di dalam mie kocoknya, “Biasanya pake kaki sapi yang gede-gede, sekarang mah yang biasa-biasa ajah, yang pen-ting mah ada ajah.” Seolah buah simalakama, ketika Ibu Mimin mencoba mengurangi tambahan modal dengan sedikit mengurangi kualitas mie kocoknya, para pe-langgan justru komplain. “Para pelanggan saya sempat bilang, mie

Konsultasi Kecantikan Dokter Wiwit Andhika

Rubrik ini bekerjasama dengan klinik Angel

Dok, apakah treatment facial dermaroller aman bagi kulit? Seperti apa hasil nya, dan be-rapa kali sebaik nya dilakukan dalam sebulan?

Terima kasih, Nadia

Jawab :Salam hangat Nadia,Untuk treatment dermaroller, bila dilakukan di bawah pengawasan dokter adalah tindakan yang aman.Dermaroller dilakukan hanya un-tuk kasus kasus tertentu yang di-anggap membutuhkan tindakan yang invasif, seperti acne scar (bopeng bekas jerawat), flek/melasma yang berat atau kasus lain yang ternyata tidak cukup dengan teknik non-invasif lain, mengingat proses dan resiko tin-dakan roller tersebut. Frekuen-si tindakan relatif tergantung kasus

yang dihadapi, kadang diper-lukan 1-2 kali dalam sebulan. Tindakan ini memberikan hasil yang cukup baik karena obat-obatan dapat kita masukkan lebih dalam ke beberapa lapisan kulit, tentunya untuk menda-patkan hasil yang optimal tidak cukup hanya dengan 1 atau 2 kali tindakan.

Salam dokter Wiwit. Saya gadis berumur 27 tahun dan saya biasa mengkonsumsi su-plemen vitamin E karena saya ingin mempercantik kulit saya dari dalam. Namun beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah artikel yang menyata-kan bahwa suplemen vitamin E akan berakibat pada kerusakan tulang. Benarkah demikian? Manakah suplemen vit E dan C yang aman bagi kulit?

Terima kasih, Sri

Jawab :Salam hangat Sri,vitamin E memang berkhasiat untuk membantu daya tahan kulit kita terhadap oksidasi lingkungan yang sudah sangat berbahaya. Karena khasiat tersebut, maka vitamin E banyak digunakan dalam perawatan kesehatan , terutama kulit. Vitamin E adalah vitamin yang dapat larut dalam lemak, oleh karenanya dapat tersimpan dalam tubuh bila kita rutin mengkonsumsi vitamin ini, baik yang bersumber dari makanan alami atau dalam bentuk suple-men (sintetis kimia). Untuk vitamin E yang berasal dari makanan alami, seperti kacang-kacangan, tauge, dan lainnya bersifat sangat aman dikonsum-si. Lain halnya dengan bentuk

suplemen, kita harus berhati-hati karena menurut banyak peneli-tian akan terdapat efek samping yang buruk bila mengkonsumsi vitamin ini secara tidak benar.Memang betul, ada beberapa pe-nelitian yang mengatakan bahwa suplementasi vitamin E ini dapat mengakibatkan keropos tulang, tapi penelitian ini dilakukan masih terbatas pada hewan per-cobaan (mencit/tikus). Untuk reaksi terhadap manusia, masih harus dilakukan banyak peneli-tian lebih lanjut.Sebaiknya, kita mengkomsumsi vitamin yang bersumber dari bahan alami karena lebih aman.

Silakan Kirim Pertanyaan Anda ke Rubrik Konsultasi ini

Melalui email [email protected]

kocoknya saya kok rasanya jadi hambar dan kurang kental,” ka-tanya dengan mimik berkerut. Ke depannya, ia berharap mendapat tambahan modal untuk usahanya yang ia nilai sangat prospektif ini, “Sayang ajah kalau berhenti ka-rena kurang modal, kan mie kocok saya laku.”

Ia yakin, ia butuh perjuangan keras demi menghantarkan

produknya menjadi jajanan kuli-ner terfavorit di kota Bandung. “Saya selalu optimis, mie kocok saya suatu saat akan dikenal di kota Bandung ini,” ujar Mimin sumringah (12/9).

Siapapun tahu, Bandung merupakan surganya para pecin-ta kuliner. Sajian makanan kreatif dan inovatif selalu menjadi daya tarik bagi setiap orang yang berkunjung ke

sana. Mie kocok adalah salah satu makanan favorit yang kerap diburu wisatawan dan penduduk asli Bandung. Bahan dasar pembuatannya hampir sama dengan bakso. Hanya saja, mie ko-cok selalu memakai tambahan kulit dan terkadang juga kaki sapi untuk membuat kuahnya terasa lebih kental.

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 21

11Edisi XXI/September 2012 SOSOK

Komunitas

Informasi tentang ganja yang diterima masyarakat berasal dari satu sumber, khususnya Badan Narkotika Nasional (BNN) dan pemerintah. Tidak ada second in-formation mengenai ganja dan itu yang diterima oleh masyarakat.

Adapun manfaat ganja tak banyak diketahui oleh masyarakat awam. Maka Lingkar Ganja

Nusantara (LGN) memiliki tu-juan meluruskan informasi yang diterima masyarakat terkait ganja sebagai tanaman terlarang.

Untuk mendukung kampanye legalisasi ganja, LGN menerbit-kan buku yang berjudul “Hikayat Pohon Ganja”. Buku disusun ber-dasarakan studi ilmiah, berisikan sejarah, budaya, manfaat industri ganja, dan juga memaparkan poli-tik internasional yang menjelas-kan bagaimana ganja bisa illegal.

Selain buku, LGN juga melaku-kan edukasi bulanan, ”Program bulanan ini sebagai forum diskusi dengan masyarakat, kita bisa shar-ing dengan masyarakat agar tahu yang benar tentang ganja,” sebut Dhira Narayana, Ketua Umum Lingkar Ganja Nusantara.

Seiring waktu, kampanye pen-genalan LGN sekarang dari mulut ke mulut. Banyak yang datang ke Rumah Hijau Lingkar Ganja Nu-santara di Taman Wisata Pulau Situ Gintung 3 berdiskusi untuk sekadar tahu tentang ganja. “Jadi secara tak langsung, kampanye kita dibantu oleh masyarakat,” ujar Dhira sambil tertawa.

Reaksi masyarakatSejak resmi berdiri pada tahun

2010, banyak reaksi masyarakat, terutama hujatan yang ditujukan kepada LGN. “Tapi di tahun 2012 ini kita adem-adem saja, masyarakat mulai menerima kita sepertinya,” kata Dhira tertawa.

Sampai saat ini mahasiswalah yang paling banyak menjadi angggota LGN. “Sesekali ada ilmuwan yang datang ke rumah hijau untuk berdiskusi,” ujar Dhira mengenang

Isu ganja tidak kenal golongan pendidikan dan pekerjaan. “Tak peduli jabatan juga, orang yang nggak punya kerjaan juga ada yang menjadi anggota, agama apapun juga boleh disini,” jelas Dhira.

Dhira menceritakan bagaimana Front Pembela Islam (FPI) mela-rang mereka berkampanye dalam bedah buku di Bandung. “FPI bilang ke polisi untuk melarang bedah buku, kalau tetap diadakan maka mereka (FPI) akan rusuh,” tutur Dhira.

Sewaktu mereka berkampanye di Bumi Serpong Damai (BSD) tiba tiba seorang mengambil microphone di atas panggung dan mengatakan, “Kamu tahu dari-mana serat ganja itu lebih bagus dari serat pohon? Saya ini orang Lingkar Ganja Nusantara sedang berkampanye di depan istana negara.

DOK.LGN

Banyak orang yang menganggap ganja sebagai tanaman yang berbahaya. Bahkan ganja dimasukkan ke dalam narkotika golongan I (tertera di dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009) bersama dengan heroin, opium, dan kokain.

industri (kertas), sekarang anak saya dengar kamu presentasi soal ganja, bagaimana kalau anak saya memakai ganja nantinya?” ujar Dhira mengenang.

Mengubah Undang UndangDalam undang-undang, ganja

dikategorikan sebagai narkotika golongan I. Undang-undang terse-but yang membuat masyarakat menganggap ganja memiliki efek yang sama dengan heroin yang berujung pada kekerasan dan kriminal. Menurut Dhira, ganja berbeda dengan jenis narkotika lainnya. Maka, LGN berharap agar undang-undang yang lama, mengeluarkan ganja dari kategori narkotika.

Dhira menjelaskan, undang undang narkotika Indonesia mengacu pada undang-undang internasional. Di Amerika, ada 16 negara bagian sudah meman-faatkan ganja sebagai medical marijuana untuk pengobatan orang sakit. “Dua bulan lagi ada legalisasi ganja di Amerika, kalau kebijakan disana berubah, kebija-kan PBB pasti akan berubah, jadi saya yakin ada titik terang tentang perubahan undang undang,” jelas Dhira bersemangat.

Legalkan Ganja, untuk Manfaat LebihMakhruzi Rahman

Futsal sering diidentikan dengan oleh raga yang dimainkan laki-laki, meski begitu, perempuan pun mam-pu. Seperti Siti Zakiah yang sangat menggemari olah raga ini. Berkat hobinya bermain futsal, mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini bisa pergi ke Amerika untuk mengikuti Indonesia Amerika Soc-cer Exchange (IASE) pada 11-24 Juni, tahun lalu.

Ia merupakan satu-satunya mahasiswi UIN yang mengikuti IASE. Indonesia mengirim 15 orang pemain, empat orang pelatih, satu official tim. Ia ber-sama timnya melakukan latihan bersama dengan tim nasional pu-tri Amerika dalam kunjunganya ke San Francisco dan Portland.

“Tadinya mau tanding, tapi coach (pelatih) kita mikirnya nggak bakal seimbang. Mereka prepare-nya (persiapan) matang, Sedang-kan kita cuma diseleksi, ketemu pun jarang. Kalau tim kan, nggak bakal nyatu kalau cuma dua hari itu,” ujarnya setelah tim futsal pu-tri UIN Jakarta bertanding (6/9).

Sebelum berangkat ke Amerika, awalnya ia dihubungi oleh pihak

hinggapinya hilang. Futsal juga membuatnya senang, meng-hilangkan stres, dan membuat tubuhnya segar. Menurutnya, olah raga futsal bisa dimainkan di dalam ruangan sehingga perem-puan yang tidak ingin berpanas-panasan ketika bermain bola, bisa melakukannya.

Pendiri Futsal Putri UINSelain menjadi satu-satunya

wakil UIN di IASE, perempuan yang segera diwisuda ini juga merupakan salah satu pendiri tim futsal putri UIN. Ia melihat, banyak perempuan yang berminat dengan olah raga futsal, namun tidak ada kegiatan futsal untuk perempuan. Oleh karena itu, ia dan temannya mendirikan futsal putri UIN.

Pada awal pendiriannya, ia dan temannya hanya mendirikannya di FEB. Namun, seiring berjalan-nya waktu, mereka mengajak teman yang berada di fakultas lain untuk ikut. Karena banyak pemi-natnya, akhirnya terbentuklah tim futsal putri UIN.

Pada tahun lalu, ia dan teman-temannya berhasil membawa tim futsal putri UIN jakarta menjadi juara dua dalam ajang Atma Cup yang diadakan oleh Universitas Atma Jaya, Jakarta. Saat itu, di pertandingan final, tim futsal pu-tri UIN dikalahkan oleh tim futsal putri dari Universitas Budi Luhur (UBL) dengan skor 1-0.

IASE melalui pesan singkat untuk menjadi utusan UIN. “Tapi syaratnya harus bawa tim futsal. Sementara di UIN, waktu itu belum ada. Sudah ada, tapi belum efektif. Jadi saya bawa tim SMA untuk seleksi,” tuturnya.

Untuk menjadi wakil Indone-sia, ia harus mengikuti serang-kaian seleksi yang diadakan di Universitas Negri Jakarta (UNJ) dan diseleksi langsung oleh pelatih dari IASE. Selain dihadiri mahasiswa, seleksi itu juga di-hadiri para siswa dan dilaksana-kan selama satu hari.

Setelah seleksi, ia diminta un-tuk mengirimkan data dirinya ka-rena merupakan pemain yang di-rekomendasikan oleh pelatih dari Amerika itu. “Habis itu interview dan alhamdulilah keterima,” papar perempuan yang juga menyukai klub sepak bola Juventus.

Perempuan berkulit putih yang lahir pada 20 Desember 1990 ini mengaku, menyukai olah raga dan menemukannya dalam futsal. “Kebetulan suka nonton bola, jadi kayaknya seru saja kalau cewek main bola,” ucapnya.

Mahasiswi jurusan Akuntansi ini, pertama kali bermain futsal ketika bermain untuk Sekolahnya. Pada saat itu timnya dibentuk untuk mengikuti kompetisi olah raga yang keseluruhan pesertanya adalah perempuan. Bersama tim sekolahnya itu, ia berhasil meraih banyak prestasi seperti juara tiga Bulungan Cup, juara satu Ninety Cup. ”Banyak, di labsky, di BL juga pernah,” katanya.

Apabila sedang bermain futsal, ia merasa masalah yang meng-

Siti Zakiah: Futsal Membawaku ke Amerika

Nama : Siti ZakiahLahir : 20 Desember 1990Pendidikan : -MI Mazro’atul ulum -SMP N 3 Tangerang -SMA N 90 Jakarta -FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Biodata singkat

Muhammad Umar

Siti zakiah saat berlatih DOK. PRIBADI

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 21

12 Edisi XXI/September 2012SASTRAPuisi...

Sesekali suatu hari…

Memasuki gerbang istanaSudah tampak cerah di depan sanaIni istana kepala negara burung garudaPikiran kami mengadu kesana kemari

Tangga istanaMenginjak tubuhmuMembuat kami bermimpiDan semakin menggeliat memasuki istana

Ini bukan rumah presidenTapi hanya tempat tinggalPunya rakyat burung garudaHanya memakai nuntuk mengerjakan tugas negeri

Tangga istanaSemua kabinet baru berfoto disini setiap periodenyaMelihat di televisi tampak gagahSekarang aku mengawang serasa men-jelma mereka

Mengenakan pakaian resmiBerbaris rapi dan tersenyum sombongDengan wajah mengangkat sedikitTersirat dari khayalanku detik itu

Siang iniMasih mengenakan almamater tinggiTampak ceria berbaris mengikuti komando ketua kelasBerfoto bersama seperti menteri negara

10 tahun lagi aku menyentuh tangga ini sering sekali

Ciputat, 29 Agustus 2012

Tangga Istana

Oleh Zaitun Awaliah

Jauh pagar berkaratMenatap lekat

Tubuhku tubuhmuDi belakang tubuh-tubuh yang tiba sebelum kitaDalam barisanMenuju sandiwara

Menikmati kepura-puraanUntuk kenyataan

Tubuhku pura-puraTubuhmu pura-pura

Tubuh kita: segenggam kenyat-aan dalam sandiwara

Pura-puralah kenyataanPura-puralah membaca sajak ini

Sandiwara

Oleh Irawan Kartosentono

*Penulis adalah mahasiswa FAH, jurusan Bahasa dan Sastra Inggris

*Penulis adalah anggota Teater Syahid

Oleh A. Zakky Zulhazmi *

Angin dari TimurCerpen...

Kau pun telah mengerti, betapa

kenangan harus dimuliakan. Lantaran ia

adalah bagian dari hidup, yang mungkin

menjadi sangat berarti saat kita berhadapan

dengan hati yang paling sepi. Daun-daun

gugur, gerimis jatuh, air mata mengalir

serupa waktu, dan semua tertinggal di

belakang. Tapi aku memungutinya dengan

sabar. Kusimpan sendiri, entah untuk apa

dan sampai kapan.

Kau juga tahu, banyak yang lalu lalang di kehidupanku, menjelma hiruk pikuk, tapi ternyata kau masih di sini, kurawat sebagai kenangan. Kenangan yang sunyi. Terkadang kau menyelinap dalam mimpi terlarang. Kadang sing-gah dalam cerita yang dituturkan diam-diam. Sepertinya aku lebih memilih menjadikanmu rahasia, yang kusimpan dalam doa.

Aku ingin mengingatmu. Ya, meng-ingat segala yang telah lewat. Ketika itu kita sama-sama mahasiswa baru di kampus ini. Sama-sama menjadi badut lucu di kegiatan ospek. Mulanya, kuli-hat tidak ada yang istimewa darimu. Hanya lesung pipitmu yang mungkin membuat siapa saja gemas dan ingin mencubit pipi ranum itu. Tapi, begitu kau dengan langkah sahaja naik ke panggung untuk membaca puisi, sejak saat itu aku jatuh dalam pesona. Malam itu adalah malam penutupan ospek, dan malam itu aku resmi mengi-dap insomnia.

Mengenangmu, selalu membuat darahku berdesir dan kudengar gemu-ruh dalam dada. Seiring laju waktu, lama-lama kita berteman karib. Puisi yang menyatukan kita. Kau suka sajak-sajak Sapardi Djoko Damono, sedang aku pembaca puisi-puisi Goenawan Mohammad. Saat itu aku merasa selera kita tak jauh berbeda. Masih kuingat, ketika itu kau punya keinginan yang cukup ganjil sekaligus indah: ingin membaca puisi di Lembah Kupu-Kupu. Kau mengaku tidak tahu di mana lembah itu berada. Dan aku curiga, jangan-jangan lembah itu hanya ada dan hidup di imajimu belaka. Tapi kau begitu getol ingin ke sana, membaca puisi saat matahari tenggelam, saat senja belum padam.

Aku berjuang mati-matian menemu-

kan Lembah Kupu-Kupu itu. Hingga akhirnya, sebulan setelah pertemuan pertama kita aku tahu di mana Lembah Kupu-Kupu itu berada. Cukup jauh me-mang. Dengan sepeda motor bututku bisa memakan waktu sepuluh jam. Berapa pun lamanya akan kutempuh. Makin tak sabar aku mengajakmu ke sana. Membayangkan ribuan kupu-kupu terbang mengitarimu yang berada dalam ketakziman membaca puisi. Aku pun menduga-duga puisi apa yang akan kau baca di sana. Namun kau selalu bilang: itu rahasia.

Sebuah pagi yang dijanjikan tuhan. Aku telah siap dengan segala perbeka-lan. Semua kurangkum dalam sebuah ransel. Ada tenda kecil, khawatir kita kemalaman di sana. Ada pula beberapa bungkus mie instan, dua kaleng sarden dan beberapa potong parapin. Dengan dada yang lapang aku menuju rumah-mu. Tapi saat kutanyakan alamatmu, aku disambut wajah bingung para tetangga. Mereka bilang tidak men-genalmu. Lantas saat kutunjukkan alamat, mereka mengatakan bahwa dulu memang ada sebuah rumah kecil di sana, tapi sekarang sudah berubah menjadi gereja.

Kontan aku jatuh dalam keheranan. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Siapa kau sebenarnya? Di mana kau berada? Aku capai menerka-nerka. Rasanya aku seperti berada di ruangan asing dan terpisah dari duniaku sendiri.

Dan seperti digerakkan sebuah kekua-tan aneh, aku memacu motorku ke Lembah Kupu-Kupu. Tepat saat ma-tahari tenggelam, kubacakan sebuah puisi, mungkin untukmu. Bersamaan dengan itu berhembuslah angin dari timur. Menggoyang pucuk-pucuk haruku. Ribuan kupu-kupu keluar dari pepohonan, terbang mengitariku. Makin kencang kubaca puisi itu.

kurasakan suaramu, seperti cahaya lembut, yang perlahan memeluk seluruh kesedihanku/ kau tahu, aku telah lama belajar dari air mata, yang selalu memahami seseorang yang dicintainya dengan cara menjatuhkan diri/ akan tiba saatnya, di malam-malamku yang penuh kerisauan, suaramu akan menjelma jerit kijang yang terpanah jantungnya/ ya, pada saat itu aku pun tahu: ada yang lebih tajam dari pisau waktu, yakni rindu/ kesakitan memang terasa lebih pedih dalam ingatan/ mungkin itu, yang kelak kita sebut: kenangan

Kertamukti, 31/8/2012

*Penulis adalah mahasiswa KPI-FID-KOM semester ganjil. Suka menyendiri di sudut balkon sambil minum kopi. Se-orang laki-laki pemalu sekaligus pendiam.

Sumber gambar: dyahpuspita.wordpress.com

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI 21

13Edisi XXI/September 2012 RESENSIBuku

Dalam hal ini, ia telah berperan sebagai lokomotif islam rasional di Indonesia, sehingga islam men-jadi agama yang sejalan dengan tuntutan dan perkembangan mo-dernitas. Namun, itu tidak berarti bahwa gagasan-gagasan tersebut tidak meniscayakan adanya ru-ang apresiasi-kritis, terutama jika dilihat dari tuntutan humanitas kontemporer. Di sini nalar moder-

Harun Nasution (Mantan Rek-tor IAIN Ciputat) adalah sosok pemikir muslim yang berupaya menjembatani distingsi (per-bedaan) epistemologis antara wahyu di satu sisi dan akal di sisi lainnya, antara tradisi di satu sisi dan modernitas di sisi lainnya. Wahyu bagi Harun Nasution bu-kanlah sesuatu yang terpisah dari akal, sebaliknya keduanya saling mengisi dan saling menunjang.

Di Indonesia ada kecender-ungan, wahyu hanya dipahami dalam pengertian tradisi sebagai teks suci itu sendiri, bersifat mut-lak dan mengandung segalanya. Konsekuensinya, umat Islam bu-kan hanya terjebak dalam pola hidup dan pola berpikir taqlidiyah, dogmatis atau juga konservatif tapi juga tidak meniscayakan ru-ang bagi akal untuk menafsirkan dan mengembangkan makna wahyu tersebut.

Bagi Harun Nasution, ajaran islam yang murni berasal dari al-Qur’an hanya 5% sedangkan 95% lainnya adalah produk penafsiran manusia. Dengan sistem berfikir seperti ini ia tidak hanya ingin me-negaskan bahwa akal memainkan peranan penting dalam islam, teta-pi juga sekaligus menolak adanya anggapan bahwa islam itu hanya bersandar berdasarkan wahyu.

Meskipun Harun Nasution telah berjasa besar dalam meng-gerakkan rasionalitas umat islam.

nitas Harun Nasu-tion meninggalkan berbagai problem.

Pertama, jika dilihat dari sudut pa-dang teori fungsion-al-sosiologi, nalar modernitas Harun Nasution masih san-gat kental didomi-nasi oleh nalar yang bercorak transend-ental-spekulatif. Dis-kursus nalar seperti ini bersifat teologis

filosofis, dalam pengertian terlalu sibuk dengan perdebatan dan wa-cana yang bersifat ketuhanan te-oritis.

Kedua, Diskursus nalar moder-nitas Harun dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Gad-amer, masih bersifat reproduktif. Dengan kata lain Harun hanya menafsirkan wacana teologi yang pernah terjadi pada masa klasik,

tanpa menarik historitas wacana tersebut dalam horizon kekinian.

Ketiga, sisi kelemahan lain dari nalar modernitas Harun adalah nalar teologinya yang bersifat reformatif, dalam pengertian bu-kan hanya bersifat netral, objek-tif dan tidak memihak atau nalar yang hanya membuat dan men-garahkan umat bisa beradaptasi dengan sistem yang sudah diang-gap benar, dan berorientasi pada kepentingan elit kekuasaan, juga dianggap menindas dan bersifat eksploitatif, karena umat cend-erung disalahkan atau dijadikan korban.

Keempat, aspek terakhir dari kelemahan nalar modernitas Harun adalah nalar yang berc-orak intelektual semata. Nalar demikian, tidak hanya mereduksi semangat ajaran islam yang unitif-integralistik, sekaligus memperli-hatkan kelemahan akal dan keter-batasan jangkauannya.

Judul : Kritik Islam Rasional Harun Nasution Dari Nalar Tradisi, Modernitas, hingga Nalar KritisPenulis : Dr. H. Lukman S. Thahir, MAPenerbit: Pustaka RefleksiCetakan : Juli 2012Isi : 318 halamanISBN : 978-979-3570-51-8

Mengkritisi Pemikiran Harun NasutionKiky Achmad Rizqi

Film

Betapa indah dan kayanya Ta-nah Air Indonesia ketika digam-barkan dalam setiap baris lirik lagu “Kolam Susu” milik Koes Plus. Lagu ini begitu pas dijadi-kan soundtrack film Tanah Surga, Katanya, yang berlatar di pelosok perbatasan Indonesia dan Malay-sia.

Film garapan sutradara Her-win Novianti ini berkisah tentang Salman yang mencari jati dirinya sebagai anak bangsa. Jiwa nasio-nalisnya tumbuh lantaran ditular-kan dari Hasyim, kakek Salman. Dahulu, Hasyim adalah seorang pejuang 1965 yang mempertahan-kan kedaulatan Indonesia di tanah perbatasan.

Tak serupa dengan anaknya, Haris, ayah Salman meninggalkan tanah air demi mengais rezeki ke negeri tetangga. “Tak ada yang bisa kita harapkan dari pemerin-

tah untuk menyejahterakan ke-hidupan kita. Di Malaysia hidup kita bisa enak. Mencari kerja juga gampang. Belum lama saya di sana, sudah punya toko sendiri. Apa lagi yang Ayah harapkan di sini?” ujar ayah Salman saat mem-bujuk ayahnya agar ikut ke Malay-sia.

Dengan tegas, Hasyim menga-takan, “Aku berjuang di tanah per-batasan demi cintaku pada tanah air. Aku tidak akan meninggalkan bumi pertiwi apapun yang ter-jadi,” air mukanya keruh melihat anaknya pergi.

Hasyim yang telah di batas usia

senja rela berpisah dengan anak dan cucunya demi menetap di ta-nah air. Untungnya, Salman, cucu laki-lakinya lebih memilih untuk ikut bersamanya dan tinggal ber-sama kakeknya di ‘gubuk’ negeri sendiri.

Selain adegan nasionalis tadi, ada adegan lucu namun ironis, yakni ketika Anwar menyuruh siswa-siswa menyanyikan lagu Ke-bangsaan Indonesia Raya. Gani, bocah tambun memimpin di depan kelas, “Ayo, kita tembangkan lagu kebangsaan kita!” ujarnya penuh semangat. Ia dan kawan-kawan pun serempak bernyanyi, “Bukan

lautan, hanya kolam susu/ Ikan dan Jala dapat menghidupimu…”

Mendengar lagu itu, Anwar memerintahkan untuk menghen-tikan ‘paduan suara’ itu, “Bukan itu, tapi Indonesia Raya. Lagu kebangsaan negara kita, Republik Indonesia, serunya penuh heran.”

“Ah, kite lupa. Sudah satu tahun sekolah ini tutup, jadi kita lama tak nyanyikan lagu itu,” jawab Gani yang menjadi kawan dekat Salman. Memang ironi jika identi-tas bangsa sendiri terlupakan.

Keheranan itu memang bu-kanlah yang pertama dirasakan Anwar. Suatu kali ia baru datang

ke rumah kepala desa. Si Gendut membantu membawakan barang bawaannya. Saat Si Gendut diberi uang kertas lima puluh ribuan, ia terhenyak. “Hah, uang palsu ini!” kilahnya kaget. “Hei, ini uang lima puluh ribu. Ini asli uang Indone-sia,” tukasnya tak kalah kaget.

Datanglah Astuti, guru yang dipindahtugaskan dari Jakarta ke daerah perbatasan. Ditukarlah uang itu dengan pecahan ring-git. “Di sini kite gunakan ringgit sebagai mata uang,” paparnya. “Ini tanah Indonesia kan? Kenapa pakai ringgit?” Wanita berparas cantik itu menjelaskan lagi men-gapa di sana menggunakan ring-git bukan rupiah. “Jadi, karena masyarakat di sini melakukan per-dagangan dengan Malaysia. Kita pakailah ringgit,” jelasnya.

Film yang diproduseri Deddy Mizwar ini jelas sarat dengan sen-tilan-sentilan kepada pemerintah. Pemerintah harus lebih memerha-tikan pemerataan kesejahteraan hingga ke pelosok-pelosok negeri, memerhatikan pendidikan, dan mensosialisasikan identitas bang-sa. Tujuannya satu, agar Indone-sia senantiasa dalam persatuan dan kesatuan. Film ini merupakan salah satu dari karya anak bangsa yang sayang jika dilewatkan. San-gat nasionalis juga menghibur. Dapat ditonton oleh segala usia.

Judul: Tanah Surga Katanya

Sutradara: Herwin Novianto

Dirilis:15 Agustus 2012

Pemain: Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri

Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo Agus Rahman, Andre Dimas

Apri

Tanah Surga, Katanya: Nasionalis dan IronisAam Mariyamah

Buku ini bermaksud menjelas-kan bagaimana interpretasi Harun Nasution mengenai nalar teologis dalam islam. Penulis melacak apa yang menjadi kata kunci dan pe-nafsirannya, bagaimana implikas-inya dalam diskursus teologi dan apakah ada ruang penafsiran baru atas interpretasi tersebut.

Dengan mengunakan referensi teori-teori sosial kritis, penulis berusaha menggeser paradigma teologi islam yang bercorak nalar langit ke nalar bumi, nalar re-produktif ke nalar produktif, nalar reformatif ke nalar transformatif dan nalar intelektual ke nalar spir-itual. Pergeseran paradigma de-mikian, dalam diskursus nalar te-ologi islam menghasilkan sebuah nalar baru, yang menurut penulis disebut dengan “nalar-kritis” atau teologi kritis.

Buku ini merupakan karya orisinil yang diangkat dari hasil penelitian disertasi yang diperta-hankan di UIN (dulu IAIN) Su-nan Kalijaga Yogyakarta. Buku ini secara tajam mengkritisi titik ter-lemah mode of thought teologi is-lam klasik yang menjadi basis pe-mikiran Harun Nasution sekaligus mencoba menawarkan paradigma baru berteologi yang berbeda dengan apa yang digagas Harun Nasution. Buku ini menarik untuk dibaca dan dipelajari oleh peminat atau pengkaji studi-studi keislama di Indonesia.

Bukan lautan hanya kolam susu/Kail dan jala cukup menghidupimu/Tiada badai tiada topan kutemui/Ikan dan udang menghampiri dirimu/Orang bilang tanah kita tanah surga/Tongkat kayu dan batu jadi tana-man/Orang bilang tanah kita tanah surga/Tongkat kayu dan batu jadi tana-man.

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI 21

14 Edisi XXI/September 2012SENI BUDAYA

Banyak cara dalam mengutarakan perasaan. Salah seorang seniman

yang biasa disebut pelukis otodidak, Achmad Syahri, biasa menguta-rakan perasaanya melalui kanvas kosong yang kemudian ia warnai

dengan cat warna ataupun cat minyak. Setelah itu, Syahri mema-jang satu persatu lukisannya untuk dipamerkan kepada pengunjung.

Bertempat di Galeri Cipta III Taman Ismail (TIM), lukisannya terpajang rapih di ruang berting-kat dua. Karya yang ia lahirkan merupakan bentuk luapan emosi dan perasaannya. Mulai dari kegundahan, kesedihan, serta kesenangan. Menurutnya, den-gan melukis dan mengadakan pameran, merupakan salah satu cara dalam berinteraksi dengan orang lain.

Kepiawaiannya dalam melukis, menghasilkan sebuah karya lukisan unik, bukanlah hasil dari belajar pendidikan formal. Ia mengakui, karya yang dihasil-kan saat ini, diraihnya melalui belajar secara otodidak, yakni bebas. Karya lukisan yang kini banyak dikagumi pengunjung, merupakan buah dari kemauan serta kemampuan.

Ketika melihat hasil lukisan-nya, Syahri terkadang tercen-gang, karena saat ia memilih warna, hanya menggunakan perasaan. Meski begitu, hasil lukisan yang dibuatnya menjadi lukisan yang luar biasa. Dalam pameran kali ini, ia pun meng-gunakan warna-warna cat yang

dilalui dengan menggeluti dunia seni. Namun tak ayal, ia pun per-nah merasakan jatuh serta ban-gun dalam berkarya. Sehingga, untuk mengukur keberhasilan-nya dalam berkarya, biasanya dengan mengadakan pameran.

Pameran lukis ke-6 yang di-laksanakan pada 1-13 September 2012, dari pukul 10.00-21.00 WIB, di Taman Ismail Marzuki (TIM) berlangsung ramai. Ban-yaknya pengunjung diketahui ketika daftar tamu mencapai 635 orang dalam seminggu. Antusias pengunjung pun terlihat ke-tika mereka tersenyum sembari memperhatikan dan menunjuk

sudah disiapkan, seperti hijau, coklat, kuning, merah, hitam, dan biru.

Dalam liukan kuasnya, Syahri mencoba menampilkan pe-rasaannya. Tanpa ia sadari, latar belakang sangat mempengaruhi gambar yang ia lahirkan. Pelukis otodidak sudah lama tinggal di Kota Jakarta, mencoba me-nampilkan kondisi Jakarta yang luar biasa dinamis. Banyaknya lukisan terpampang di dinding, seperti lukisan yang berjudul Dini Hari, Taman Kota, dan Ketika Malam, menunjukan kondisi Jakarta.

30 tahun sudah hidupnya

lukisan yang ada di depan mata mereka. “Lukisan ini memi-liki pola-pola yang menarik, sehingga terlihat lebih hidup,” papar salah seorang pengun-jung, Robin (25), kepada teman sebelahnya.

Berbeda dengan pameran yang pernah dilaksanakan sebelum-nya. Menurut pelukis otodidak ini, pameran pertama sampai ke-lima tidaklah terlalu ramai. Tem-pat yang tidak strategis, menjadi salah satu faktor kendala para pengunjung, sehingga pameran tersebut tidak terlalu ramai.

Lukisan dipamerkan kepada pengunjung, bukanlah sekadar

lukisan biasa, karena menurut Robin, terdapat makna tersirat yang tidak mudah dipahami pengunjung. Meskipun lukisan tersebut terlihat abstrak, namun tetap memiliki bentuk.

Salah satunya, seperti lukisan berukuran 90x150 cm, dibuat pada tahun 2010. Banyaknya gambar wajah tak beraturan, serta bibir yang diberi warna merah pekat, biru muda, dan hitam, menunjukan bahwa kala itu adalah waktu ketika malam.

Lain halnya dengan Robin, Syahril menuturkan, lukisannya tidaklah abstrak, karena gambar yang berada di atas kanvas itu masih memiliki bentuk dan bisa di tafsirkan pengunjung. “Meski representatif orang berbeda- beda, saya yakin, pengunjung yang datang kemari bisa memaknai lukisan tersebut,” tuturnya dengan tersenyum.

Tak hanya itu, lukisan beruku-ran 100x100 cm ini, dibuat pada tahun 2010 telah menarik be-berapa pengunjung. Warna yang tak beraturan, namun memiliki bentuk, seperti matahari terlihat sedikit gelap, serta kepadatan pada warna tertentu, menje-laskan bahwa gambar tersebut menunjukan waktu dini hari.

Lukisan yang sudah dihasilkan Syahri, tercipta karena dua ala-san. Pertama, seni lukis adalah semangat hidup yang mesti ia tumbuhkan. Kedua, karena ke-hidupan adalah dinamika, maka di situ keberadaan bersamanya.

Emosi Jakarta dalam Lukisan Ahmad SyahriMuji Hastuti

Beberapa pengunjung sedang melihat-lihat lukisan karya Achmad Syahri di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Selasa (11/9).

APRIL/INSTITUT

Foto Pilihan

Tema Foto Selanjutnya

Kirim foto Anda ke [email protected]

untuk dipamerkan di rubrik Tustel, foto dalam format JPEG beserta narasinya.

“Parkir”

Seorang penjahit memproduk-si bendera merah putih dalam rangka menyambut dirgahayu RI ke-67 di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (12/8). Jumlah produksi bendera me-rah putih yang dipasarkan untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya menurun dibanding tahun se-belumnya. Hal ini disebabkan karena hari raya Idul Fitri yang hanya berselang dua hari. Na-mun tetap ada berkah tersendiri pada HUT RI di bulan Ramad-han kali ini

Ibnu Muhammad Mahasiswa Akidah Filsafat Semester V

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI 21

15Edisi XXI/September 2012 TEKNO

Fahad kini mencoba memba-ngun generasi yang kuat.

Menanggapi hal tersebut, Pem-bantu Rektor (Purek) II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bakhtiar, tidak tahu-menahu me-ngenai kebijakan keuangan ma-hasiswa. Itu semua urusan pihak kemahasiswaan, karena ia hanya juru bayar. “Yang penting kegia-tan lancar,” tuturnya.

Jika dana mahasiswa ada yang dialihkan, itu pun untuk subsidi silang. Subsidi dilakukan agar tidak terjadi defisit pada salah satu anggaran keuangan di UIN Jakarta. Amsal mencontohkan, Rumah Sakit UIN yang selalu melebihi dari anggaran yang di-tentukan. Itu sebabnya pengali-han dana perlu dilakukan.

Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa trans-par-ansi dana keuangan sudah jelas. Pembantu Dekan (Pudek) pun sudah diberikan pemberitahuan

paling besar. “UIN Malang saja Rp11 juta, UIN Sunan Kalijaga di bawah Rp15 juta,” tuturnya. Setelah diusut, Masruri menemu-kan bahwa keuangan mahasiswa di universitas tersebut tidak hanya untuk BEM dan UKM.

Masruri menjelaskan, jika ter-jadi penyelewengan, pasti terla-cak oleh Komisi Pemberantas Ko-rupsi (KPK). Ia menambahkan, alasan dana mahasiswa disama-kan dengan tahun sebelumnya, agar dana mahasiswa dikelola se-cara apik.

Peneliti Masyarakat Transpa-ransi Indonesia, Yusar Saga-ra, pun menganggap laporan keuangan di UIN Jakarta sudah baik. Ia menuturkan, setiap tahun UIN Jakarta diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jadi, kalau terjadi penyelewengan, pas-ti cepat diketahui.

Yusar memaparkan, maha-siswa bisa saja meminta laporan keuangan yang ada di UIN Ja-karta. Tapi kepentingannya mem-

mengenai pembagian dana ma-hasiswa. Itu berarti, tugas pudek yang memberitahukan kepada BEM-nya masing-masing.

Bagi Masruri, saat kongres be-berapa tahun lalu, dana keuangan sangat berantakan. Itu disebab-kan, seluruh dana mahasiswa yang ada dipercayakan seutuhnya saat kongres. Tidak heran jika dana Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mencapai Rp50 juta. “Jadi Pak Amsal kewalahan sebe-narnya dengan budget dana itu,” tuturnya, Kamis (13/9).

Oleh sebab itu, Masruri ingin membenahi sistem keuangan yang ada. Ia ingin memilah-milah dana kemahasiswaan agar tidak untuk UKM dan BEM semata. Menurutnya masih ada lagi keg-iatan lain, seperti delegasi dari universitas. “Seakan-akan uang kemahasiswaan murni untuk mereka (BEM dan UKM),” je-lasnya.

Kalau dibandingkan dengan UIN lain, UIN Jakarta termaksuk

inta laporan tersebut harus jelas. “Misalnya mengajukan surat ke-pada rektor, karena merupakan akuntabilitas publik,” jelasnya, Jumat (7/9).

Kalau saja mahasiswa ingin melihat laporan keuangan, bisa lihat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Tapi lapo-ran tersebut merupakan rincian secara keseluruhan. “Karena universitas yang menggunakan Badan Layanan Umum (BLU), seperti Universitas Diponegoro dan Universitas Padjadjaran be-lum mempublikasikannya,” pa-parnya.

Menurut Ayip, jika ingin mem-bicarakan masalah transparansi, harus dihitung terlebih dahulu mahasiswa aktif. Jumlah ma-hasiswa dikalikan dengan uang yang diwajibkan kepada maha-siswa. Kemudian, komparasikan pengalihan dana keuangan terse-but. “Nanti dicocokan, kalau tidak sama, ya berarti ada yang nyeleweng,” tegasnya.

Birokrasi yang panjangProses mencairkan dana begitu

lama. Itulah yang disampaikan Kasubbag Keuangan, Rahmawati Kartini. Prosedur yang harus di-lalui salah satunya harus menda-patkan tanda tangan dari purek bidang Kemahasiswaan. “Kalau nggak ada satu, nggak jalan (proses pencairannya),” tuturnya.

Bagi Fahad, birokrasi seperti itu sangat merepotkan. “Belum lagi jika Pak Ja’far (Kabag Ke-mahasiswaan) ke luar kota,” ke-luhnya. Masih banyak kegiatan yang harus dilakukan selain men-cairkan dana. Namun, jika tidak ada dana maka kegiatan pun tak terlaksana.

Menurut Ayip, birokrasi seperti itu bagus. Prosedur pengambilan dana yang sistematis itu penting. Jangan dibiasakan mengadakan kegiatan mahasiswa yang suka dadakan. “Gue pribadi setuju saja birokrasi seperti itu,” tegasnya.

Seiring dengan persaingan dalam era globalisasi saat ini, setiap bangsa dituntut

untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Indo-nesia sebagai salah satu negara berkembang sudah seharusnya mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu bersa-ing dalam era tersebut. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki penguasaan luas akan ilmu pengetahuan dan hal ini harus dimulai sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Penguasaan yang luas akan ilmu pengetahuan merupa-kan salah satu modal penting untuk dapat bersaing dan tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa-masa pendidikan tersebut kegiatan membaca buku menjadi hal penting yang perlu menda-patkan perhatian. Faktanya, di luar sana perkembangan ilmu

pengetahuan semakin hari semakin cepat sementara kuri-kulum dan silabus pendidikan belum mampu mengimbangi perkembangan tersebut. Artinya, seluruh komponen yang terlibat dalam pendidikan mulai dari orang tua, guru, masyarakat, pemerintah, pelajar, dan pihak-pihak terkait lainnya harus banyak menggali ilmu pengeta-huan dengan membaca buku yang menjadi simbol jendela dunia agar bangsa ini tetap da-pat mengikuti cepatnya perkem-bangan ilmu pengetahuan.

Sementara itu, Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke 57 dari 65 negara di dunia dalam hal membaca. Pada edukasi.kompas.com tertulis, “Tahun 2011 produksi buku di Indonesia hanya sekitar 20.000 judul buku. Jika dibandingkan dengan populasi penduduk Indo-nesia yang telah mencapai angka 240 juta jiwa, artinya 1 buku

dibaca oleh 80.000 orang. Angka ini tidak masuk akal.”

Hal yang lebih tidak masuk akal lagi adalah data CSM (Center for Systems Manage-ment) tentang perbandingan jumlah buku yang wajib dibaca oleh siswa SMA di 13 negara termasuk Indonesia. Amerika serikat mewajibkan siswa SMA di negaranya membaca seba-nyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei Darussalam 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku.

Selain itu, kurangnya ke-sadaran orang-orang untuk membeli buku juga menjadi salah satu penyebab rendahnya minat baca. Salah satu solusi yang tepat untuk menanggapi hal tersebut adalah menyediakan mereka tempat membaca, yaitu perpustakaan. Solusi ini sudah dilakukan, hanya saja kurang optimal karena banyak dari kita sendiri yang belum mengetahui informasi mengenai perpus-takaan-perpustakaan yang ada di sekitar kita. Terbukti melalui kuisioner yang kami sebarkan kepada 100 responden, 89% mengatakan hanya mengetahui kurang dari 10 perpustakaan yang terdapat di wilayah Jakarta. Padahal berdasarkan data Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jakarta, terdapat sekitar ± 4.834 perpustakaan di Jakarta. Kurang baiknya kualitas bebera-pa perpustakaan yang ada, mulai dari koleksi buku yang kurang lengkap, fasilitas yang kurang nyaman, sampai pelayanan yang kurang ramah juga kerap menurunkan hasrat orang-orang untuk datang dan membaca di perpustakaan. Akan tetapi, tidak

Rubrik Tekno bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika (HIMTI)

UIN Jakarta

Perpustakaannya Perpustakaan, LOL

Ade Rifaldi*

Sambungan.... Tata Kelola Dana Keuangan Mahasiswa Ganjil

semua perpustakaan seperti itu, masih banyak perpustakaan-per-pustakaan yang dapat memenuhi kebutuhan membaca dengan baik, hanya saja orang-orang belum mengetahuinya.

Oleh karena itu, kami mem-bangun sebuah aplikasi mobile (Android) yang kami beri nama Library of Library, disingkat LOL. LOL adalah aplikasi yang memberikan informasi tentang perpustakaan-perpustakaan terdekat yang ada di sekitar kita mulai dari lokasi, alamat, jarak, rute, koleksi buku, dan hal-hal lain. Informasi-informasi terse-but dimaksudkan guna memper-mudah masyarakat Indonesia dalam menemukan perpustakaan yang tepat bagi kebutuhan

membacanya. Selain itu, juga untuk meningkatkan minat baca masyarakat dengan memfasilitasi kemudahan pencarian informasi mengenai perpustakaan dan koleksi bukunya agar masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang memiliki penguasaan luas akan ilmu pengetahuan. Sehingga, bangsa ini tidak hanya menjadi bangsa penonton panggung persaingan pada era globalisasi ini tapi juga menjadi bangsa yang terlibat sebagai agen-agen perubahan dan menuju kepada kemandirian.

*Penulis adalah Mahasiswa Teknik Informatika

Page 16: TABLOID INSTITUT EDISI 21

16 Edisi XXI/September 2012IKLAN

Hub. 085781157788

Masang iklan? Siapa

takut!!!