12
EDISI Mei-Juni/V-VI/2007 12 HALAMAN RP. 1000,- Editorial Bedah Proker Rektor Periode 2006-2010 Komarudin: Kita masih kekurangan tenaga dosen untuk fakultas- fakultas umum. Oleh sebab itu, dosen yang masuk UIN harus betul-bet- ul sesuai dengan bidangnya, mempunyai integritas tinggi, serta mema- hami dan menyepakati misi UIN Jakarta Kampus UIN, INSTITUT - Pergantian kepemimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah usai sejak Desember tahun lalu. Rektor terpilih Prof. Dr. Komaruddin Hidayat bersama empat pembantu rektornya (Purek) telah dilantik. Meski sempat mengundang kontroversi akibat tidak adanya transparasi dan keterlibatan mahasiswa, hal itu tidak sampai berlarut-larut, apalagi sampai berujung chaos seperti yang baru- baru ini terjadi di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Kini garis start kepemimpinan tersebut telah berjalan lebih dari empat bulan. Tentu gebrakan dan langkah mereka dalam mengemban amanah ini terus dinanti. Mengingat jalan masih panjang, apa saja program kerja mereka selama empat tahun mendatang? Bagaimana mereka akan mewujudkannya? Ditemui INSTITUT di ruang kerjanya (29/3), Komaruddin Hidayat mengatakan, UIN Jakarta mempunyai sejarah yang panjang. Karenanya, seorang rektor selain mengemban tugas untuk menjalankan visi dan misi yang telah melekat padanya, harus pula mampu melakukan inovasi- inovasi sesuai dengan situasi yang berkembang. Dia juga menuturkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan penguatan dalam bidang fisikal seperti sarana prasarana dengan memprioritaskan pembangunan gedung Fakultas Psikologi dan Fakultas Kedokteran. Sedangkan evaluasi Program Studi sebagai rencana strategis non fisik, akan ditekankan dalam pengadaan tenaga dosen. “Kita masih kekurangan tenaga dosen untuk fakultas-fakultas umum. Oleh sebab itu, nanti dosen yang masuk UIN harus betul-betul sesuai dengan bidangnya, mempunyai integritas tinggi, serta memahami dan menyepakati misi UIN Jakarta,” ujar mantan Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta ini. Ia juga berharap tiap program studi yang ada mempunyai kelas unggulan. Komaruddin menambahkan, Perguruan Tinggi, tak terkecuali UIN Jakarta, mempunyai lima peran pokok. Pertama, sebagai pusat transfer pengetahuan. Kedua, sebagai produsen ilmu pengetahuan yang baru. Ketiga, sebagai tempat membangun karakter (character building). Keempat, mempunyai tanggung jawab sosial (social responsibility). Kelima, melestarikan dan mengembangkan budaya. Selain itu, laki-laki yang akrab disapa Mas Komar ini juga mengungkapkan bahwa UIN Jakarta mempunyai tiga nilai yang perlu dihayati oleh sivitas akademika UIN Jakarta. Ketiga nilai tersebut adalah pengetahuan (knowledgwe), kesalehan (piety), dan integritas (integrity). Sementara itu, Purek Bidang Akademik, Dr. Jamhari Ma’ruf mempunyai tiga program akademik yang ingin diraihnya. Pertama, menjadikan UIN Jakarta sebagai world class university. Kedua, memberikan pelayanan terbaik bagi dosen dan mahasiswa. Ketiga, menumbuhkan kesadaran tentang data yang baik kepada seluruh sivitas akademika. Mantan orang nomor satu di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ini akan berupaya menaikkan proporsi dosen strata tiga (S3). “Saya berharap enam puluh persen dari total tenaga pengajar yang ada haruslah bergelar doktor,” tutur Purek yang menyelesaikan doktoralnya di Australia ini. Adapun cara untuk merealisasikanya, menurut Jamhari, ialah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Di lain pihak, Purek Bidang Administrasi Umum, Prof. Dr. Amsal Bakhtiar akan memperjuangkan agar UIN Jakarta berstatus Badan Layanan Umum (BLU) sebagaimana perguruan tinggi negeri lainnya. Secara umum, agenda kerjanya terdiri dari lima poin. Kelima poin itu ialah pembenahan dan peningkatan kualitas di bidang perencanaan, manajemen, personalia, sarana prasarana, dan keuangan. Terkait dengan pembenahan kinerja pegawai, pria kelahiran Padang itu mengajak seluruh sivitas akademika UIN Jakarta untuk meninggalkan mentalitas jelek, seperti; tiadanya semangat kerja, lamban, tidak produktif, dan kurang profesional. “Pegawai sekarang tidak boleh bermental IAIN, tetapi harus bermental UIN dengan karakter kerja keras, kreatif, inovatif, dan mempunyai disiplin tinggi,” tambahnya. Di bidang kemahasiswaan, Purek Bidang Kemahasiswaan, Ahmad Thib Raya menuturkan, “Kami akan memprioritaskan program kerja pada penguatan, pembinaan dan pelayanan bagi mahasiswa,” ungkapnya. Dia menjelaskan, penguatan itu akan diberikan secara personal maupun kelembagaan. Pembinaan dilakukan guna memberikan solusi alternatif dari masalah yang dihadapi mahasiswa, serta membentuk etika dan moral mahasiswa yang baik. Secara kelembagaan, pihaknya juga akan mendorong semua lembaga mahasiswa untuk bekerja dengan mandiri, efektif, dan profesional. Thib Raya menambahkan, upaya lain adalah memberikan penguatan pelayanan secara kelembagaan. Baginya, pelayanan merupakan syarat mutlak untuk menyejahterakan mahasiswa dan mengembangkan potensi mereka. “Kita ingin potensi mahasiswa bisa tersalurkan dengan baik. Dan kedepan, pelayanan yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya mahasiswa akan difasilitasi,” tambahnya. Sedangkan Purek Bidang Pengembangan Lembaga, Dr. Sudarnoto Abdul Hakim akan mendukung terwujudnya misi UIN menjadi World Class University. Selain itu, dia juga akan mengembangkan lembaga. “Pengembangan lembaga dilakukan dengan cara membangun kemitraan dengan berbagai pihak, melakukan berbagai penelitian serta memperkuat media informasi ilmiah secara internasional yang akan menambah kekuatan institusi UIN Jakarta,” kata Sudarnoto saat ditemui INSTITUT di Gedung Rektorat lt.2, (21/2). Ia melanjutkan, untuk menjalin kerjasama, diperlukan SDM yang kompatibel, berdedikasi tinggi serta mampu menguasai bahasa Arab dan Inggris. Ini penting agar kerjasama dan proses riset dengan pihak asing dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dari pihak mahasiswa, Ketua I Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) UIN Jakarta, Rio Satrio, berharap rektorat lebih mau mendengarkan aspirasi mahasiswa. “Kita semua tahu bagaimana kepemimpinan rektor periode lalu. Dan untuk rektor sekarang, karena masih baru, kami belum bisa menilai. Kita lihat saja bagaimana kedepan,” ujar Rio. Mahasiswa FAH/ BSI VI ini menambahkan, kalangan rektorat harus lebih memperhatikan serta membuka ruang komunikasi dengan mahasiswa. Ray, Ketua Umum Komunitas Mahasiswa Kreatif Audiovisual (KOMKA) mengharapkan peningkatan di bidang infrastruktur, salah- satunya pengadaan layanan internet gratis seperti kampus-kampus besar lain di Jakarta. Mahasiswa Fakultas Dakwah & Komunikasi (FDK) ini juga menginginkan agar rektorat tidak mempersulit penggunaan fasilitas yang ada. “Kami berharap rektorat memberikan ruang kreativitas seluas- luasnya kepada mahasiswa,” katanya disela-sela waktu istirahat di Kantin Ushuludin. Sementara itu, Sa’aduddin el-Bintary, aktivis UKM HIQMA (Himpunan Qori’ dan Qori’ah Mahasiswa) mengungkapkan harapannya agar rektorat dapat meningkatkan kreativitas intelektual dan bakat mahasiswa. Hal itu, menurutnya bisa dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan etos kerja masing-masing. Ditemui di sekretariatnya, sebagai aktivis UKM, ia berharap rektorat lebih memberdayakan SDM dari kalangan sivitas akademika. “Misalnya, dalam bidang tilawah, HIQMA mempunyai Qori’ dan Qori’ah tingkat nasional. Harusnya ada apresiasi dari universitas untuk menampilkan SDM potensial ini,” ungkapnya memberi contoh. Menurut pemuda asal Bintaro ini, rektorat periode lalu sedikit tertutup. Berkaca dari situ, ia menginginkan agar rektorat saat ini mau lebih interaktif dengan mahasiswa agar tercipta hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak. [Akhwani, MS. Wibowo, Ardian Arda, Dede, Badru, Denhas] Menagih Janji Rektorat Masih banyak PR yang harus segera diselesaikan oleh Komaruddin Hidayat dan para Purek dalam memimpin UIN Jakarta lima tahun ke depan. Di samping itu, impian dan harapan pun menumpuk dalam asa seluruh sivitas akademika. Memang itu semua bukan hanya tugas sang rektor dan para pembantunya. Seluruh sivitas akademika juga bertanggung jawab untuk mendukung dan berperan aktif dalam pembangunan UIN Jakarta. Tapi bagaimana pun juga, kepemimpinan sang bapak kampus sangatlah menentukan. Sebagai pemimpin, ia harus bisa mengakomodir keinginan para warganya. Walau mungkin tak akan pernah memuaskan semua pihak, mengingat pluralitas yang ada di kampus ini. Berbagai macam corak pemikiran, golongan bahkan suku bangsa berkumpul di sini. Tapi setidaknya ia punya sesuatu yang ditawarkan untuk terus ia usahakan selama masa jabatannya. Lima bulan memang belum bisa dijadikan sebagai tolok ukur sukses gagalnya kepemimpinan. Mungkin baru sampai pada tahap perumusan program kerja yang bisa dibilang sebagai janji yang akan coba mereka tepati di masa yang akan datang. Telah jenuh mungkin telinga kita mendengar keluhan-keluhan dari para mahasiswa. Baik itu terkait kurangnya fasilitas, pelayanan, kelengkapan koleksi buku perpustakaan dan lain sebagainya. Tidak hanya mahasiswa, mantan rektor Azumardi Azra pun kepada INSTITUT tahun lalu mengungkapkan keprihatinannya atas SDM UIN Jakarta. Bolehlah kita berbangga dengan bangunan yang bisa dikatakan termegah di Ciputat dan sekitarnya ini. Tapi apakah kemewahan fisik itu berbanding lurus dengan kualitas SDM yang dimiliki? Mengapa gaung kampus pembaharu yang dicirikan dengan hidupnya denyut nadi intelektualitas kampus kini terlihat samar? Dan mengapa pula banyak keluhan-keluhan mahasiswa terkait hal di atas? Padahal usia lembaga pendidikan ini tidak muda lagi. Lima puluh tahun sudah umur UIN Jakarta. Segudang pengalaman dari masa ke masa tentu telah kita miliki. Memang tidak sekedar dengan program kerja kerja yang tersusun di atas kertas dan keluar dari bibir untuk mewujudkan UIN menjadi lebih baik. Tapi paling tidak, ada niatan yang akan menjadi pijakan bagi para pemimpin UIN untuk membawa UIN ke arah yang kita kehendaki bersama. Hari ini kita menjadi saksi janji-janji mereka. Kita tunggu saja pembuktiannya! [] Opini Mencari Format Generasi Muda Abad-21 Bukan zamannya lagi berdiskusi di kostan sempit dengan puntung rokok dan segelas kopi yang rasanya tidak bisa dijelaskan. Bukan zamannya lagi mahasiswa berambut gondrong. Laporan Utama Hal.1-3 Ragam Hal.11 Laporan Khusus Hal.4-5 Kampusiana Hal.8-9 Laporan Khusus Nasib Laboratorium Ushuluddin Pengumuman Pemenang Lomba “1001 Surat untuk Rektor” Merenungkan Kembali Keadilan Kita Pustaka Tuhan-tuhan Genesis; Menyingkap Misteri Genesis Halaman 5 Halaman 3 Halaman 7 Halaman 6

TABLOID INSTITUT EDISI 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI Mei-Juni/V-VI/2007 12 HALAMAN RP. 1000,-

Editorial Bedah Proker RektorPeriode 2006-2010Komarudin: Kita masih kekurangan tenaga dosen untuk fakultas-fakultas umum. Oleh sebab itu, dosen yang masuk UIN harus betul-bet-ul sesuai dengan bidangnya, mempunyai integritas tinggi, serta mema-hami dan menyepakati misi UIN Jakarta

Kampus UIN, INSTITUT - Pergantian kepemimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah usai sejak Desember tahun lalu. Rektor terpilih Prof. Dr. Komaruddin Hidayat bersama empat pembantu rektornya (Purek) telah dilantik. Meski sempat mengundang kontroversi akibat tidak adanya transparasi dan keterlibatan mahasiswa, hal itu tidak sampai berlarut-larut, apalagi sampai berujung chaos seperti yang baru-baru ini terjadi di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Kini garis start kepemimpinan tersebut telah berjalan lebih dari empat bulan. Tentu gebrakan dan langkah mereka dalam mengemban amanah ini terus dinanti. Mengingat jalan masih panjang, apa saja program kerja mereka selama empat tahun mendatang? Bagaimana mereka akan mewujudkannya?

Ditemui INSTITUT di ruang kerjanya (29/3), Komaruddin Hidayat mengatakan, UIN Jakarta mempunyai sejarah yang panjang. Karenanya, seorang rektor selain mengemban tugas untuk menjalankan visi dan misi yang telah melekat padanya, harus pula mampu melakukan inovasi-inovasi sesuai dengan situasi yang berkembang.

Dia juga menuturkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan penguatan dalam bidang fisikal seperti sarana prasarana dengan memprioritaskan pembangunan gedung Fakultas Psikologi dan Fakultas Kedokteran. Sedangkan evaluasi Program Studi sebagai rencana strategis non fisik, akan ditekankan dalam pengadaan tenaga dosen.

“Kita masih kekurangan tenaga dosen untuk fakultas-fakultas umum. Oleh sebab itu, nanti dosen yang masuk UIN harus betul-betul sesuai dengan bidangnya, mempunyai integritas tinggi, serta memahami dan menyepakati misi UIN Jakarta,” ujar mantan Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta ini. Ia juga berharap tiap program studi yang ada mempunyai kelas unggulan.

Komaruddin menambahkan, Perguruan Tinggi, tak terkecuali UIN Jakarta, mempunyai lima peran pokok. Pertama, sebagai pusat transfer pengetahuan. Kedua, sebagai produsen ilmu pengetahuan yang baru. Ketiga, sebagai tempat membangun karakter (character building). Keempat, mempunyai tanggung jawab sosial (social responsibility). Kelima, melestarikan dan mengembangkan budaya. Selain itu, laki-laki yang akrab disapa Mas Komar ini juga mengungkapkan bahwa UIN Jakarta mempunyai tiga nilai yang perlu dihayati oleh sivitas akademika UIN Jakarta. Ketiga nilai tersebut adalah pengetahuan (knowledgwe), kesalehan (piety), dan integritas (integrity).

Sementara itu, Purek Bidang Akademik, Dr. Jamhari Ma’ruf mempunyai tiga program

akademik yang ingin diraihnya. Pertama, menjadikan UIN Jakarta sebagai world class university. Kedua, memberikan pelayanan terbaik bagi dosen dan mahasiswa. Ketiga, menumbuhkan kesadaran tentang data yang baik kepada seluruh sivitas akademika. Mantan orang nomor satu di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ini akan berupaya menaikkan proporsi dosen strata tiga (S3). “Saya berharap enam puluh persen dari total tenaga pengajar yang ada haruslah bergelar doktor,” tutur Purek yang menyelesaikan doktoralnya di Australia ini. Adapun cara untuk merealisasikanya, menurut Jamhari, ialah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.

Di lain pihak, Purek Bidang Administrasi Umum, Prof. Dr. Amsal Bakhtiar akan memperjuangkan agar UIN Jakarta berstatus Badan Layanan Umum (BLU) sebagaimana perguruan tinggi negeri lainnya. Secara umum, agenda kerjanya terdiri dari lima poin. Kelima poin itu ialah pembenahan dan peningkatan kualitas di bidang perencanaan, manajemen, personalia, sarana prasarana, dan keuangan.

Terkait dengan pembenahan kinerja pegawai, pria kelahiran Padang itu mengajak seluruh sivitas akademika UIN Jakarta untuk meninggalkan mentalitas jelek, seperti; tiadanya semangat kerja, lamban, tidak produktif, dan kurang profesional. “Pegawai sekarang tidak boleh bermental IAIN, tetapi harus bermental UIN dengan karakter kerja keras, kreatif, inovatif, dan mempunyai disiplin tinggi,” tambahnya.

Di bidang kemahasiswaan, Purek Bidang Kemahasiswaan, Ahmad Thib Raya menuturkan, “Kami akan memprioritaskan program kerja pada penguatan, pembinaan dan pelayanan bagi mahasiswa,” ungkapnya. Dia menjelaskan, penguatan itu akan diberikan secara personal maupun kelembagaan. Pembinaan dilakukan guna memberikan solusi alternatif dari masalah yang dihadapi mahasiswa, serta membentuk etika dan moral mahasiswa yang baik.

Secara kelembagaan, pihaknya juga akan mendorong semua lembaga mahasiswa untuk bekerja dengan mandiri, efektif, dan profesional. Thib Raya menambahkan, upaya lain adalah memberikan penguatan pelayanan secara kelembagaan. Baginya, pelayanan merupakan syarat mutlak untuk menyejahterakan mahasiswa dan mengembangkan potensi mereka. “Kita ingin potensi mahasiswa bisa tersalurkan dengan baik. Dan kedepan, pelayanan yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya mahasiswa akan difasilitasi,” tambahnya.

Sedangkan Purek Bidang Pengembangan Lembaga, Dr. Sudarnoto Abdul Hakim akan mendukung terwujudnya misi UIN menjadi

World Class University. Selain itu, dia juga akan mengembangkan lembaga.

“Pengembangan lembaga dilakukan dengan cara membangun kemitraan dengan berbagai pihak, melakukan berbagai penelitian serta memperkuat media informasi ilmiah secara internasional yang akan menambah kekuatan institusi UIN Jakarta,” kata Sudarnoto saat ditemui INSTITUT di Gedung Rektorat lt.2, (21/2). Ia melanjutkan, untuk menjalin kerjasama, diperlukan SDM yang kompatibel, berdedikasi tinggi serta mampu menguasai bahasa Arab dan Inggris. Ini penting agar kerjasama dan proses riset dengan pihak asing dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Dari pihak mahasiswa, Ketua I Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) UIN Jakarta, Rio Satrio, berharap rektorat lebih mau mendengarkan aspirasi mahasiswa. “Kita semua tahu bagaimana kepemimpinan rektor periode lalu. Dan untuk rektor sekarang, karena masih baru, kami belum bisa menilai. Kita lihat saja bagaimana kedepan,” ujar Rio. Mahasiswa FAH/BSI VI ini menambahkan, kalangan rektorat harus lebih memperhatikan serta membuka ruang komunikasi dengan mahasiswa.

Ray, Ketua Umum Komunitas Mahasiswa Kreatif Audiovisual (KOMKA) mengharapkan peningkatan di bidang infrastruktur, salah-satunya pengadaan layanan internet gratis seperti kampus-kampus besar lain di Jakarta. Mahasiswa Fakultas Dakwah & Komunikasi (FDK) ini juga menginginkan agar rektorat tidak mempersulit penggunaan fasilitas yang ada. “Kami berharap rektorat memberikan ruang kreativitas seluas-luasnya kepada mahasiswa,” katanya disela-sela waktu istirahat di Kantin Ushuludin.

Sementara itu, Sa’aduddin el-Bintary, aktivis UKM HIQMA (Himpunan Qori’ dan Qori’ah Mahasiswa) mengungkapkan harapannya agar rektorat dapat meningkatkan kreativitas intelektual dan bakat mahasiswa. Hal itu, menurutnya bisa dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan etos kerja masing-masing.

Ditemui di sekretariatnya, sebagai aktivis UKM, ia berharap rektorat lebih memberdayakan SDM dari kalangan sivitas akademika. “Misalnya, dalam bidang tilawah, HIQMA mempunyai Qori’ dan Qori’ah tingkat nasional. Harusnya ada apresiasi dari universitas untuk menampilkan SDM potensial ini,” ungkapnya memberi contoh. Menurut pemuda asal Bintaro ini, rektorat periode lalu sedikit tertutup. Berkaca dari situ, ia menginginkan agar rektorat saat ini mau lebih interaktif dengan mahasiswa agar tercipta hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak. [Akhwani, MS. Wibowo, Ardian Arda, Dede, Badru, Denhas]

Menagih Janji Rektorat

Masih banyak PR yang harus segera diselesaikan oleh Komaruddin Hidayat dan para Purek dalam memimpin UIN Jakarta lima tahun ke depan. Di samping itu, impian dan harapan pun menumpuk dalam asa seluruh sivitas akademika.

Memang itu semua bukan hanya tugas sang rektor dan para pembantunya. Seluruh sivitas akademika juga bertanggung jawab untuk mendukung dan berperan aktif dalam pembangunan UIN Jakarta. Tapi bagaimana pun juga, kepemimpinan sang bapak kampus sangatlah menentukan.

Sebagai pemimpin, ia harus bisa mengakomodir keinginan para warganya. Walau mungkin tak akan pernah memuaskan semua pihak, mengingat pluralitas yang ada di kampus ini. Berbagai macam corak pemikiran, golongan bahkan suku bangsa berkumpul di sini. Tapi setidaknya ia punya sesuatu yang ditawarkan untuk terus ia usahakan selama masa jabatannya.

Lima bulan memang belum bisa dijadikan sebagai tolok ukur sukses gagalnya kepemimpinan. Mungkin baru sampai pada tahap perumusan program kerja yang bisa dibilang sebagai janji yang akan coba mereka tepati di masa yang akan datang.

Telah jenuh mungkin telinga kita mendengar keluhan-keluhan dari para mahasiswa. Baik itu terkait kurangnya fasilitas, pelayanan, kelengkapan koleksi buku perpustakaan dan lain sebagainya. Tidak hanya mahasiswa, mantan rektor Azumardi Azra pun kepada INSTITUT tahun lalu mengungkapkan keprihatinannya atas SDM UIN Jakarta.

Bolehlah kita berbangga dengan bangunan yang bisa dikatakan termegah di Ciputat dan sekitarnya ini. Tapi apakah kemewahan fisik itu berbanding lurus dengan kualitas SDM yang dimiliki? Mengapa gaung kampus pembaharu yang dicirikan dengan hidupnya denyut nadi intelektualitas kampus kini terlihat samar? Dan mengapa pula banyak keluhan-keluhan mahasiswa terkait hal di atas? Padahal usia lembaga pendidikan ini tidak muda lagi. Lima puluh tahun sudah umur UIN Jakarta. Segudang pengalaman dari masa ke masa tentu telah kita miliki.

Memang tidak sekedar dengan program kerja kerja yang tersusun di atas kertas dan keluar dari bibir untuk mewujudkan UIN menjadi lebih baik. Tapi paling tidak, ada niatan yang akan menjadi pijakan bagi para pemimpin UIN untuk membawa UIN ke arah yang kita kehendaki bersama. Hari ini kita menjadi saksi janji-janji mereka. Kita tunggu saja pembuktiannya! []

Opini

Mencari Format Generasi Muda Abad-21Bukan zamannya lagi berdiskusi di kostan sempit dengan puntung rokok dan segelas kopi yang rasanya tidak bisa dijelaskan. Bukan zamannya lagi mahasiswa berambut gondrong.

Laporan Utama Hal.1-3 Ragam Hal.11 Laporan Khusus Hal.4-5 Kampusiana Hal.8-9

Laporan Khusus

Nasib Laboratorium Ushuluddin

Pengumuman Pemenang Lomba “1001 Surat untuk Rektor”

Merenungkan Kembali Keadilan Kita

Pustaka

Tuhan-tuhan Genesis;Menyingkap Misteri Genesis

Halaman 5Halaman 3 Halaman 7Halaman 6

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/2007

bekerja dengan mandiri, efektif, dan profesional. Selain itu, dia juga merasa perlu untuk

membantu mahasiswa dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Thib Raya menambahkan, upaya lain adalah dengan

2

PelindungProf. Dr. Komarudin Hidayat, MA

PenasehatProf. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

Pemimpin UmumMoh. Hanifudin Mahfuds

Sekretaris UmumSaumi Rizkianto

Bendahara UmumRosita Indah Sari

Pemimpin RedaksiMS. Wibowo

Redaktur PelaksanaM. Irsyad R.

Redaktur ArtistikDwi Setiyadi

Direktur LitbangAli MasykuriDirektur PerusahaanRosdiana

Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta

SK. Rektor No. 23 Th. 1984Terbit pertama kali 1 Desember 2006.

Dewan Redaksi Nanang Syaikhu, Idris Thaha, Budi Rahman Hakim, Alamsyah M. Dja’far, Karno Roso Redaktur Akhwani Subkhi, Ardian Arda, Dede Rosyada, Haris, Sabir, Titin Syafitri, Zaki, Badru, Ira, Istiana Nurmaulida Ilustrator Pandi Merdeka Fotografer Aden Senja Alamat Redaksi UIN Syarif Hidayatul-lah Gd. Student Centre Lt III Ruang 307 Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419 Careline 0815 8669 1925Homepage Http://lpminstitut.wordpress.comE-mail [email protected]

Redaksi menerima tulisan berupa opini dan resensi. Ditulis di kertas A4, spasi ganda, font times new roman ukuran 12. Lebih baik disertai bentuk digital, disket, compact disc dsb.

Setiap Wartawan INSTITUT dibekali tanda pengenal, tidak di benarkan memberi insentif dalam bentuk apapun kepada Wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

SALAM REDAKSI

LAPORAN UTAMA

Pembaca yang budiman,Tiga bulan bukanlah waktu yang singkat

untuk sebuah proses penerbitan tabloid. Tapi memang itulah waktu yang dihabiskan oleh tim redaksi untuk menerbitkan tabloid INSTITUT edisi ketiga ini. Direncanakan sejak Februari dan baru selesai akhir Mei ini. Dalam ukuran normal, dengan waktu sepanjang itu seharusnya kami bisa menerbitkan dua atau tiga edisi.

Layaknya komputer yang berjalan lamban karena mengalami multitasking, maka itulah yang terjadi pada awak INSTITUT dalam kurun waktu tiga bulan ini. Pecahnya perhatian kedalam beberapa urusan membuat kinerja kami menjadi lamban. Bayangkan, dalam waktu yang bersamaan, tim INSTITUT harus mengerjakan tugas kuliah, liputan, dan acara-acara insidental organisasi yang sangat menguras tenaga dan perhatian.

Selain masalah multitasking tadi, kami juga terhambat oleh hal-hal teknis yang diluar perkiraan dan kehendak kami. Rusaknya komputer, jeda liburan semester, juga birokrasi pelantikan pengurus baru dan pencairan dana yang berbelit-belit diakui sungguh memusingkan kami.

Perlu kami beritahukan, pada Februari lalu, kami melakukan kunjungan ke beberapa Lembaga Pers Mahasiswa di kampus-kampus daerah Semarang dan Yogyakarta. Kami juga telah melaksanakan suksesi pergantian kepemimpinan pada awal April lalu. Saudara Hanifudin Mahfuds terpilih sebagai Pemimpin Umum LPM INSTITUT Periode 2007-2008 menggantikan Karno Roso.

Ditengah pergantian kepemimpinan dan situasi yang tidak menentu itu, kami terus berupaya menyelesaikan tabloid yang pada kali ini mengulas tentang program kerja rektor dan para pembantunya. Untuk itu, kami telah mewawancara sejumah orang nomor satu di kampus UIN Jakarta ini.

Laporan perjalanan studi banding bisa anda simak di Laporan Khusus. Di rubrik yang sama, kami juga mengulas masalah laboratorium Ushuludin yang sempat hangat akhir-akhir ini. Beberapa kegiatan kampus dua bulan lalu terpaksa tidak kami beritakan di edisi ini untuk menjaga aktualitas berita.

Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT sebagai ruang publik selalu membuka diri bagi siapa saja yang ingin menyampaikan aspirasinya. Untuk itu, selain SMS Center, kami menyediakan rubrik Surat Pembaca bagi anda yang ingin menyampaikan informasi, tanggapan, dan keluhan seputar kampus dan tabloid ini.

Ucapan Terima kasih dan penghargaan tertinggi patut dialamatkan kepada segenap awak redaksi INSTITUT, para narasumber, mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu terbitnya tabloid edisi ketiga ini.

Wassalam.

“Saya berharap enam puluh persen dari total tenaga pengajar yang ada haruslah bergelar doktor,” tutur Purek yang menyelesaikan doktoralnya di

Australia ini. Adapun cara untuk merealisasikanya, menurut Jamhari, ialah melakukan kerjasama

Rektorat UIN, INSTITUT - Pembantu Rektor (Purek) Bidang Akademik, Dr. Jamhari Ma’ruf mempunyai tiga program yang ingin diraih untuk lima tahun kedepan. Pertama, menjadikan UIN Jakarta sebagai world class university. Di antara langkah untuk mencapainya ialah mengusahakan agar seluruh program studi di setiap fakultas mendapatkan akreditasi terbaik.

Purek I juga akan mendukung berkembangnya lembaga-lembaga riset di kampus. Ia akan mendorong penerbitan hasil-hasil penelitian yang dilakukan lembaga penelitian, dosen atau mahasiswa. Diakuinya, saat ini anggaran dana untuk riset masih terbatas hanya untuk dosen, sedangkan untuk mahasiswa belum tersedia.

Kedua, memberi pelayanan terbaik bagi dosen dan mahasiswa. Sebab menurut dia, keduanya merupakan pokok penting yang menjadi pilar pengembangan sebuah Universitas. Untuk menindak lanjutinya, mantan Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ini akan berupaya menaikkan proporsi dosen strata tiga (S3).

dengan perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.

Ketiga, menumbuhkan kesadaran yang baik tentang data kepada sivitas akademika. “Kita harus mempunyai data yang baik, misalnya data mahasiswa, dosen, pegawai dan lainnya,” rinci Jamhari ketika ditemui INSTITUT (4/4) di kantornya. Menurutnya, dengan data itu, UIN bisa merancang sebuah pembangunan kedepan dengan baik.

Berkaitan dengan kurikulum, dia ingin agar kurikulum yang digunakan dapat mengembangkan keahlian menulis dan dilengkapi dengan kemampuan riset. Dia berharap agar mahasiswa mempunyai kompetensi yang baik sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Tidak lupa, keunggulan keislaman juga harus mewarnai aspek akademik. Rencana strategis untuk mewujudkan semua itu adalah dengan melakukan pengembangan kualitas dosen, memperbaiki pelayanan kepada dosen dan mahasiswa, mempunyai data yang baik, serta membuka jaringan riset dan beasiswa. [Akhwani]

Tiga Prioritas Kerja Purek I

sebagai kunci dari semuanya. Dia mencontohkan, perencanaan tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa manajemen yang baik dan diiringi dengan sarana prasarana yang memadai. Begitu pula dengan personalia dan keuangan.

Dalam waktu dekat ini pihaknya akan segera merampungkan pembenahan infrastruktur yang telah dimulai beberapa waktu lalu. Saat ini,

Rektorat UIN, INSTITUT - Purek Bidang Administrasi Umum, Prof. Dr. Amsal Bakhtiar ketika ditemui INSTITUT di kantornya (11/4) mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan agar UIN Jakarta berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Ia memaparkan, saat ini UIN Jakarta masih sebagai satuan kerja dibawah naungan Depag, dimana dana yang berasal dari mahasiswa harus disetor dahulu ke negara (Depag) setiap tahunnya, kemudian diambil kembali secara bertahap sesuai dengan program kerja atau kegiatan yang ditentukan universitas.

Pencairan dana dari universitas sangat lama dan berbelit-belit karena dalam prosesnya, terlebih dahulu harus disetujui Dirjen Anggaran Departemen Keuangan RI. Setelah itu harus melewati persetujuan Kanwil Depkeu Jaksel, barulah anggaran bisa diambil melalui Kas Pembayaran Perbendaharaan Negara (KPPN).

Bila telah berstatus BLU, maka UIN akan memiliki kewenangan penuh untuk mengelola keuangannya sendiri, tanpa harus repot ambil-setor ke negara. “Untuk kearah sana, saat ini kita masih dalam tahap penyusunan proposal,” tutur mantan Dekan Fakultas Ushuludin ini.

Purek II menyusun rencana kerjanya dalam lima poin. Kelima poin itu adalah; pembenahan dan peningkatan kualitas di bidang perencanaan, manajemen, personalia, sarana prasarana, dan keuangan. Dari kelima hal ini, dua poin yakni manajemen dan sarana prasarana bisa dikatakan

pembenahan itu diprioritaskan untuk Student Center, yaitu penambahan fasilitas toilet dan tempat wudhu. Selain itu, pembenahan juga dilakukan di aula serba guna SC yang sekarang sudah dipasang Air Conditioner (AC) sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan bagi mahasiswa. “Kita akan menjadikan SC benar-benar layak sehingga bisa disebut sebagai tempat kedua setelah Auditorium Utama (AU),” kata Purek yang menggantikan Abuddin Nata ini.

Amsal berencana membangun sejumlah gedung perkantoran untuk karyawan dan laboratorium di setiap fakultas.

Terkait dengan pembenahan kinerja pegawai, Amsal mengajak seluruh sivitas akademika UIN Jakarta untuk meninggalkan mentalitas jelek, seperti tiadanya semangat kerja, lamban, tidak produktif, dan kurang profesional. “Pegawai sekarang tidak boleh bermental IAIN, tetapi harus bermental UIN dengan karakter kerja keras, kreatif, inovatif, dan mempunyai disiplin tinggi,” ungkapnya.

Di lain sisi, keuangan menjadi perhatian paling serius guna merealisasikan segala rencana. Menurut Amsal, dana yang akan dikeluarkan guna membiayai semua itu tidak sedikit. Sehingga untuk memperoleh dana operasional, UIN Jakarta akan mengadakan kerjasama dengan pihak luar. Seperti kerjasama Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) dengan Japan Bank International Corporation (JBIC). [Bowo]

Purek II Perjuangkan Badan Layanan Umum

Purek III Utamakan Akademik MahasiswaRektorat UIN, INSTITUT- Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya menuturkan, “Saya akan memprioritaskan program kerja pada penguatan pembinaan, pelayanan, dan pembuatan modul panduan kerja bagi mahasiswa,” ungkapnya ketika ditemui INSTITUT.

Menurut Thib Raya, selama ini mahasiswa dalam aktivitasnya lebih mengutamakan pengembangan kemampuan berorganisasi, sedangkan hal akademik kurang diperhatikan. Oleh sebab itu, pihaknya akan membuat modul agar kegiatan yang diadakan mahasiswa mampu memenuhi dan menunjang kedua hal tersebut.

Thib telah membentuk tim khusus yang akan merancang modul kegiatan mahasiswa. Ia juga menugaskan para Pembantu Dekan (Pudek) III untuk menyusun konsep pembinaan mahasiswa.

Dia menambahkan, pembinaan merupakan upaya terus-menerus yang dilakukan Purek Bidang Kemahasiswaan guna memberikan solusi alternatif dari masalah yang dihadapi mahasiswa, serta upaya membentuk etika dan moral mahasiswa yang baik. Secara kelembagaan, pihaknya akan mendorong semua lembaga mahasiswa untuk

menguatkan pelayanan secara kelembagaan karena menurutnya, pelayanan merupakan syarat mutlak untuk menyejahterakan mahasiswa. Pelayanan tersebut melingkupi penyediaan sarana dan fasilitas kegiatan mahasiswa, contohnya pemberian beasiswa dan asrama.

“Kita ingin potensi mahasiswa bisa tersalurkan dengan baik. Kedepan, pelayanan yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya mahasiswa akan difasilitasi,” paparnya.

Setelah mengadakan silaturahmi dan pertemuan dengan organisasi-organisasi intra kampus kamis (5/4) lalu, Rektorat akan mengadakan studi banding ke berbagai Universitas di Indonesia, antara lain UI dan UGM. Rencananya, kegiatan ini akan mengikutsertakan perwakilan dari mahasiswa.

Ditanya tentang penerbitan buletin Student Post oleh Purek bidang Kemahasiswaan, Thib Raya menjelaskan, Student Post adalah media informasi Purek Kemahasiwaan. Meski telah ada Berita UIN, tapi tidak semua kegiatan atau informasi ter-cover didalamnya. “Lagi pula lebih banyak informasi akan lebih baik,” tandasnya lagi. [MS.Wibowo]

Dr. Jamhari Ma’ruf

Dok. B

erita UIN

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar

Dok. B

erita UIN

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya

Dok. B

erita UIN

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/2007

3LAPORAN UTAMA

Merenungkan Kembali Keadilan Kita;

Sigit Kamseno, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Pemikiran Politik Islam semester VIII

Pujian hanya layak bagi Allah, yang memberikan kekuasaan pada siapa yang Dia kehendaki, dan mencabut kembali kekuasaan itu dari siapa yang Dia kehendaki. Dialah pada akhirnya yang akan menjadi tempat pertanggungjawaban terakhir atas kekuasaan yang diamanahkan-Nya kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Shalawat kesejahteraan semoga terlimpah pada qudwah manusia sepanjang masa, Rasulullah saw. beserta keluarga, sahabat dan siapa pun yang mengikuti petunjuknya.

Gelap langit malam kian pekat ketika saya tergerak untuk menulis surat ini. Sumbang suara ABG yang asyik bermain gitar terdengar sayup dari kejauhan. Derik suara jangkrik menemani kesendirian, menjadi sahabat untuk menumpahkan resah ini. Jam dinding masih setia berdetak, sebentar lagi tengah malam. Saya menarik nafas panjang lalu membuangnya, berat. Sungguh ada ganajalan dalam hati tentang kondisi kampus kita hari ini.

Bapak Rektor yang mulia…Semoga predikat ‘yang mulia’ itu

diakui oleh Rabb alam semesta, Allah swt. karena saya tidak mengetahui dalam pandangan-Nya, siapa yang lebih mulia diantara kita. Hal ini juga disebabkan bentang usia memang tidak berkorelasi dengan kurva keimanan seseorang. Demikian pula ketinggian ilmu yang tidak mengantarkan pada kerendahan hati, kedalaman jiwa dan pemaknaan diri, tidak akan meningkatkan ketakwaan seorang hamba.

Sebagian orang kadang justru merasa memiliki ilmu tinggi sehingga ia beranggapan tak perlu memberi apresiasi yang bagus terhadap taushiyyah dari orang lain. Apalagi nasehat itu datang dari kalangan yang secara sosial dipandang ‘lebih rendah’. Sebuah analogi, bagaimana seorang

Rektor yang sudah memperoleh gelar profesor dapat menghargai masukan dari seorang yang bahkan S1-nya saja belum selesai. Agar terlepas dari kekhawatiran diatas, saya ingin- mengawali surat ini dengan sebuah ungkapan Islam yang amat popular bagi kita sebagai metode praktis menuju sebuah perendahan hati dan kedalaman jiwa, “unzhur maa qaala, wa laa tanzhur man qaala.”

Bapak Rektor... Kita tahu betul, di kalangan

pengamat Islam, –baik akademisi maupun aktivis pergerakan– citra tentang kampus kita ini telah terbentuk dalam ‘layar persepsi’ mereka masing-masing. Sebagian kalangan memandang UIN sebagai penebar paham pluralisme agama yang harus dijauhi oleh umat Islam. Pluralisme agama, menurut mereka, ibarat agama baru yang mengklaim diri sebagai satu-satunya paham keberagamaan yang benar. Justru dengan memberi doktrin bahwa truth claim dari masing-masing agama adalah sebuah kesalahan.

Menanggapi respon demikian, sebagian kaum muslimin yang lain, yang berseberangan dengan mereka, melakukan pembelaan diri. Diskusi ke diskusi, debat ke debat, hingga akhirnya menjadi dialektika yang gegap gempita oleh ruh intelektual di “kampus Islam” ini.

Bapak Rektor...Kita juga sama-sama mengetahui,

konfrontasi akademis dari kedua kutub pemikiran Islam yang saling bertentangan ini berjalan begitu hangat. Namun perkembangan yang terjadi kemudian menjurus pada suasana yang tampak semakin tidak sehat. Lihatlah bagaimana sikap ekstrem dan ‘radikal’ ini berlaku pada keduanya, baik yang fundamental maupun yang liberal.

Saya sedih membaca Sabili yang mengupas Islam Liberal dengan semiotikanya. Kesedihan yang sama

juga terjadi ketika saya membaca Syir’ah yang mengupas ‘fundamentalisme’ Islam dengan sangat tendensius.

Dalam hati, saya meratapi perkembangan ini. Bagaimana sikap merasa “paling Islam” dengan menegasikan “keislaman” yang lain, amat terasa pada masing-masing pihak. Lontaran, tuduhan, sinisme, bahkan kecurigaan berlebihan yang jauh dari nuansa akademis. Beberapa dosen di kelas mencela pemikiran dosen yang lain yang menurutnya konservatif. (mungkin beliau tidak menyadari bahwa dengan memberi label konservatif pada ‘lawannya’, justru menunjukan betapa konservatif dirinya). Sementara di hari yang lain, dosen –yang dituduh– konservatif itu mencela dosen pertama dengan ejekan pula.

Perlu diketahui pak Rektor, cercaan keduanya sungguh-sungguh tidak akademis, tidak berdasarkan pada realita empiris, nalar intelektual, dan cara pandang bijak terhadap ‘pandangan lain’. Namun yang terasa justru nuansa “rivalisme ideologis” antar mereka.

Sementara di sisi lain, jumlah dosen yang berpihak pada satu pemikiran, lebih daripada dosen-dosen di pihak pemikiran kedua. Konfrontasi ini secara tidak adil telah berimplikasi pada seringnya Dosen di pihak “pemikiran pertama” memberikan gagasannya pada para mahasiswa. Sementara dosen-dosen di ‘pihak kedua’ karena kuantitas mereka lebih sedikit, memiliki jadwal yang lebih terbatas untuk menyampaikan pemikiran-pemikiranya kepada para mahasiswa.

Bapak Rektor...Akan lebih adil rasanya dalam

pandangan saya, jika komposisi dari keduanya relatif seimbang. Sehingga input pemikiran yang masuk ke dalam nalar mahasiswa menjadi berimbang.

Barulah berangkat dari kedua tesis yang diterima, para mahasiswa dapat menarik kesimpulan yang akan menjadi pijakan kehidupannya.

Memang sebagai mahasiswa kami dituntut mandiri dan kritis, seberapa pun argumen yang berkelebat membayangi kami. Namun jika intensitas “satu ideologi” lebih sering kami dengar dari pada “ideologi lain”, maka secara otomatis, referensi intelektual kami mengalami ketidakseimbnangan pula.

Kampus UIN ini memang membutuhkan para intelektual yang mampu membebaskan “belenggu” doktrin. Kita membutuhkan Ibn Rusyd-Ibn Rusyd baru yang mampu mengantarkan eropa pada kemajuan. Namun yang tidak boleh dilupakan –sekali lagi tidak boleh dilupakan, kita juga membutuhkan Hujjah al-Islam al-Ghazali untuk berdialektika dengan Ibn Rusyd. Agar dengan ilmu yang selalu berkembang, kita bisa menjadi manusia yang lebih bijak.

Saya tersenyum ringan ketika seorang teman berkata dengan akrab, lihat al-Ghazali, beliau menulis Tahafut al-Falasifah untuk membantah pemikiran para filosof. Namun lihat pula Ibn Rusyd membalas intelektualitas al-Ghazali dengan cara yang intelektual pula, yakni dengan menulis Tahafut al-Tahafut. Barangkali, katanya, kita membutuhkan penerus al-Ghazali dan Ibn Rusyd untuk menulis tahafut al-tahafut al-tahafut...dan seterusnya.

Dalam alam pemikiran yang membentuk worldview para mahasiswa ini, kita membutuhkan sosok Ulil Abshar Abdalla, Lutfi Asy-Syaukani dari satu sisi, sementara di sisi yang lain kita juga membutuhkan sosok Adian Husaini, Adnin Armas, dll. Kita butuh Zainun Kamaluddin dan Kautsal Azhari Noor, namun kita juga butuh Ahzami Sami’un Jazuli dan Huzaimah Tahido Yanggo. Bukankah akan lebih

hangat pengembaraan intelektual ini jika dengan intensitas yang sama, representator dari masing-masing kubu berkesempatan mengajar di kampus Islam paling favorit negeri ini.

Bapak Rektor...Inilah keadilan yang saya maksud.

Agar tidak terkesan ada keberpihakan terhadap satu warna dengan memarjinalkan pandangan Islam yang lain; sebuah sikap yang harus dimiliki oleh kubu liberal maupun fundamental.

Bapak Rektor, berlaku adillah terhadap keduanya, “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikanmu berlaku tidak adil, berlaku adilah! Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. 5:8)

Ah, Pak Rektor... jika bicara yang lain, seperti jadwal Indeks Prestasi yang selalu molor, atau penyempurnaan kurikulum dan sarana infrasruktur lainnya, tidak akan ada habisnya. Saya percaya semua itu akan menjadi agenda Pak Rektor bersama segenap jajaran.

Bapak Rektor...Malam pun semakin kelam.

Sumbang suara ABG yang dari tadi asyik bermain gitar sudah tidak terdengar lagi. Sementara jangkrik pun tampaknya ingin kembali ke pembaringan. Tinggal lolongan suara binatang malam yang terdengar sayup-sayup di kejauhan. Dan jam dinding masih setia berdetak, sudah tengah malam. Saya harus tidur karena besok ada kuliah.

Terima kasih pak Rektor, semoga Allah memberimu petunjuk.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

“...Saya menarik nafas panjang lalu membuangnya, berat. Sungguh ada ganjalan dalam hati tentang kondisi kampus kita hari ini...”

Essay Pemenang Lomba “1001 Surat untuk Rektor”

Purek IV Kuatkan Lembaganota kesepahaman d e n g a n Universitas Islam I n t e r n a s i o n a l Malaysia dan Universitas Utara Malaysia dalam hal pendidikan, p e r t u k a r a n dosen dan riset. Empat bulan yang lalu, UIN juga bekerjasama dengan Universitas N a r a t h i w a t Thailand dalam hal studi Islam. Itu terjadi setelah pihak Kedubes RI melakukan mediasi kepada universitas tersebut dan sedang kami tindak lanjuti,” kata mantan Pembantu Dekan (Pudek) bidang Akademik Fakultas Adab dan Humaniora itu.

Rektorat UIN, INSTITUT - Pembantu Rektor (Purek) Bidang Pengembangan Lembaga, Dr. Sudarnoto Abdul Hakim bertekad mewujudkan UIN Jakarta menjadi universitas tingkat dunia. Karena itu, sebagai perguruan tinggi, UIN menurutnya harus menjadi sebuah lembaga yang kuat.

Ditemui INSTITUT (21/2) di gedung rektorat Lt. 2, Sudarnoto mengungkapkan tiga ciri lembaga yang kuat. Pertama, seluruh program studi terakreditasi A oleh Badan Akreditasi Negara Perguruan TInggi (BAN PT). Kedua, mempunyai dosen profesional, sarana memadai dan penelitian yang baik. Ketiga, memiliki jurnal atau media informasi bertaraf internasional. Selama lima tahun masa jabatannya, Sudarnoto akan menjadikan ketiga ciri itu sebagai rencana strategis program kerjanya.

Selain itu, ia akan memperbanyak relasi-relasi dari dalam dan luar negeri. “Baru-baru ini UIN menandatangani

Sudarnoto berencana membuka beberapa Program Studi (Prodi) di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) dan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS).

“Saat ini kami sedang menggarap kerjasama dengan China untuk mendirikan program studi Sastra dan Kebudayaan China di FAH. Sementara di FEIS akan didirikan program studi Hubungan internasionl,” ujar

Purek IV ini.Untuk memudakan mahasiswa

dalam mengakses berbagai informasi dan memperluas cakarawala pengetahuan, UIN akan mengembangkan jaringan

wireless internet di lingkungan kampus. “Untuk provider-nya, sudah ada di Fakultas Sains & Teknologi (FST) dan dapat dioprasikan oleh IAIN se-Indonesia. Tetapi dalam penggunaanya masih belum optimal, sehingga perlu dikembangkan,” papar Sudarnoto.

Ia mencontokan perlihal pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) dengan sistem online yang telah diberlakukan UIN Jakarta semester ini. Kasus yang pernah terjadi misalnya, mahasiswa mengambil mata kuliah A, B, C tapi yang keluar malah X, Y, Z. Karena itu, pada pembayaran semester depan, kami akan memperbaiki dan mengembangkannya dengan Information & Communication Technology (ICT) dan digitalisasi. [Ardian Arda]

Dr. Sudarnoto Abdul Hakim

Pengumuman Pemenang Lomba “1001 Surat

untuk Rektor”

Pemenang ke-ISigit Kusmeno (FUF) “Merenungkan KembaliKeadilan Kita”

Pemenang ke-II Cucun Hendriana (FDI)“Risalah Buat Rektor; UIN Diambang Petaka Perspektif Umat”

Pemenang ke-IIINiwari (FAH)“Surat Kepada Rektor”

Kepada para pemenang lomba harap datang ke kantor redaksi Tabloid Institut atau hub. Call Center kami.

Sebuah Catatan untuk Rektor

Dok. B

erita UIN

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/20074 LAPORAN khusus

Di Daerah Pers Mahasiswa Berjaya

“Selamat Datang di Perkampungan Kaum Marjinal”, tulisan pada sebuah plang sederhana itu menarik perhatian kami. Langkah kami terhenti sejenak.

Setelah 12 jam perjalanan dengan kereta api, itulah kalimat pertama yang menyambut kunjungan kami di Kota Lama, lebih tepatnya di Universitas Negeri Semarang (UNNES). Tulisan itu menjadi kesan pertama kami tentang UNNES.

UNNES menjadi kampus pertama yang kami kunjungi dari rangkaian Per-jalanan Studi Banding ke Lembaga Pers Mahasiswa di tiga kampus Jogja dan Semarang, terhitung dari tanggal 30 Januari sampai 2 Februari 2007.

Dengan bercampur rasa kagum dan penasaran, kami memperhatikan plang itu dengan seksama. Terlintas dalam benak kami, mungkin para mahasiswa UNNES merasa dirinya termarjinalkan. Oleh siapa? pihak birokrat kampus-kah? mahasiswakah? entahlah kami tak tahu.

Kami pun beranjak menuju sek-retariat LPM di UNNES. Sambutan kawan-kawan pers UNNES terasa han-gat ketika menerima kami.

***

Perlahan-lahan lembayung senja mulai menunjukkan jati diri. Ditemani dengan cemilan ringan, obrolan hangat pun mengalir begitu saja diantara kami. Dari perihal dana UKM (yang terbilang cukup banyak bagi sebuah lembaga pers kampus), sistem marketing, produk LPM UNNES, politik kampus, sampai kepada rumor kampus.

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) UNNES memiliki keunikan tersendiri dalam menggunakan nama lembag-anya. Di Jakarta, pers kampus biasanya disebut dengan Lembaga Pers Maha-

siswa (LPM), Tapi UNNES tidak hanya memiliki lembaga pers saja, mereka juga memiliki lembaga penerbitan yang disebut dengan BP2M UNNES (Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa) UNNES. BP2M ini tidak dimiliki oleh semua lembaga pers kampus, hanya beberapa universitas saja yang meng-gunakan nama lembaga tersebut.

Tidak hanya itu, sistem marketing mereka juga patut diacungi jempol. Mereka tidak menjual produk BP2M dengan cara eceran, tapi menggunakan sistem langganan yang terorganisir. Se-tiap mahasiswa UNNES yang ingin ber-langganan, harus mendaftar terlebih dahulu di awal semester dan melaku-kan pembayaran bersamaan dengan iuran SPP setiap awal semesternya.

Hal lain yang membuat kami salut adalah perihal SDM BP2M UNNES. Mayoritas anggota tetap maupun ang-gota baru adalah perempuan. Soli-daritas mereka sangat baik. Hal itu bisa dilihat ketika mereka menyambut kami. Tanpa aba-aba apapun mereka langsung berkumpul di sekretariat.

Ada sebuah statement menarik dari anak-anak UNNES tentang kam-pus mereka ini. Pernyataan itu ialah, “ditengah kampus ada hutan”. Setelah dipikir-pikir, sebutan unik ini memang cocok, karena letak universitas dikel-ilingi oleh hutan lebat dan terdapat hu-tan ditengah-tengahnya. Untuk urusan ini, UNNES bisa disamakan dengan Universitas Indonesia, Jakarta.

Entah karena letaknya yang strat-egis dengan situasi alam yang remang atau memang begitu keadaan geograf-isnya, disana beredar rumor perihal ak-tivitas negatif kampus. Menurut sum-ber terpercaya, ada sebuah taman di lingkungan kampus yang setiap senja menjelang malam selalu dipenuhi oleh muda-mudi yang memadu kasih, teru-

tama bila malam minggu tiba. Tentu saja dalam kondisi cahaya remang. Bah-kan, keesokan paginya selalu ditemukan alat kontrasepsi di sekitar taman. Sam-pai saat ini belum diusut lebih lanjut apakah pelakunya mahasiswa UNNES sendiri atau warga sekitar.

***Setelah bercengkrama dengan para

mahasiswa “ditengah kampus ada hu-tan,” keesokan siangnya kami berang-kat menuju Kota Gudeg. Setelah 3 jam perjalanan mengarungi alam perbuki-tan terjal dari Kota Lama menuju Kota Gudeg, kami langsung menuju Univer-sitas Gajah Mada (UGM). UGM me-miliki 2 lembaga pers dan mempunyai nama yang berbeda walaupun bekerja dalam satu atap.

Pertama, lembaga pers yang me-miliki lembaga penerbitan sama sep-erti UNNES disebut dengan “BP2M Balairung.” Dan yang kedua Surat Ka-bar Mahasiswa (SKM) “Bulak Sumur.” Kedua nama lembaga pers di UGM ini, “Balairung” dan “Bulak Sumur,” diam-bil dari nama salah-satu daerah di Yo-gyakarta.

Walaupun tinggal satu atap, tapi keduanya mempunyai visi dan produk yang berbeda. SKM “Bulak Sumur” misalnya menerbitkan produk “Bula-Komik” yang terbit 1 tahun sekali. Isin-ya full komik dan edisi perdananya ten-tang perjalanan mahasiswa baru UGM yang mengelilingi UGM dan sekitarnya. Sedangkan “Balairung” lebih berkon-sentrasi pada penerbitan Jurnal dan sebagainya.

***

Malam kian larut, kami meny-empatkan diri berkunjung ke LPM “Ekspresi” Universitas Negeri Yogya-

karta (UNY). Walau begitu, kedatangan kami tetap disambut dengan ramah. Tu-juan kami mengunjungi setiap Universi-tas di Semarang dan Yogyakarta adalah sama, yaitu untuk studi banding. Kami sharing tentang segala hal dari perihal struktural lembaga pers sampai perma-salahan dan romantika yang menggeluti dunia pers mahasiswa.

Kami menyempatkan diri berjalan-jalan mengelilingi kota Yogya. Salah satu hal yang paling menarik dan khas dari Kota Gudeg ini adalah “angkrin-gan”, tempat makan khas Yogyakarta. Melihat makanan yang dihidangkan sangat menggugah selera, kami lang-sung menyerbu makanan yang ada. Bentuk angkringan seperti gerobak ber-tenda dengan beberapa kursi panjang untuk duduk. Ciri khas dari angkringan terletak pada 3 buah ketel air (ceret) dan makanan-makanan yang disajikan, mu-lai dari gorengan, sate ayam, sate telur, telur goreng dan makanan lainnya. Ciri khas lain Daerah Istimewa ini terdapat pada nasi yang disebut dengan “nasi kucing”. Disebut demikian karena nasi yang dibungkus dengan daun pisang tersebut hanya sedikit sekali. Mungkin hanya untuk beberapa kali suapan nasi. Harga yang ditawarkan oleh angkringan pun terbilang murah meriah.

***

Kata orang, ke Yogya belum lengkap rasanya bila belum mampir ke Malio-boro, pusat wisata Yogya. Maka, pada hari terakhir perjalanan, kami menyem-patkan diri untuk memuaskan sedikit “nafsu hedonis” kami, sekedar membeli buah tangan untuk keluarga atau teman di Jakarta.

Terik matahari yang kian menyen-gat tak menghentikan perburuan kami. Beberapa dari kami ada yang mem-

beli tas anyaman rotan, tempat cerutu, gelang-gelang unik sampai baju batik. Tidak ketinggalan pula makanan khas Yogya (bakpia) dan kaos khas Yogya-karta, (kaos Dagadu). Sebagai informa-si, jka ingin mendapatkan batik dengan harga yang lebih murah, singgahlah ke Pasar Beringharjo, yang letaknya masih didalam wilayah Jalan Malioboro.

Keunikan lain dari Kota Gudeg terletak pada nama setiap jalan yang dibawahnya selalu disertai dengan tu-lisan huruf Jawa Kuno. Dan mulai jam enam sore, karena jasa angkutan telah dinon-aktifkan, pinggiran jalan Malio-boro selalu dipenuhi oleh delman dan becak yang menawarkan jasa angku-tan.

Tidak jauh dari Jalan Malioboro, ada satu tempat lagi yang kami kunjungi yaitu “shoping”. “Shoping” adalah toko-toko buku murah dari para penerbit yang ada di Yogyakarta. Yogya adalah tempat ribuan penerbit dan “Shoping” bisa dibilang sebagai “Surga Buku”-nya Yogya. Persis seperti Kwitang di Pasar Senen di Jakarta.

***

Senja telah tiba, langit pun mulai kelabu. Kami memutuskan untuk segera mengakhiri perjalanan kami. Ren-cananya, kami akan naik kereta malam dari Stasiun Lempuyangan menuju Sta-siun Pasar Senen. Walau kami hanya sebentar di kota ini, tapi rasanya telah lama tinggal. Kota ini telah membawa sejuta kenangan. Akhirnya, kata per-pisahan pun tiba dan kami harus men-gucapkannya kepada kota Gudeg yang telah memberikan kenangan kepada kami. [nezt]

Mereka tidak menjual produk BP2M dengan cara eceran, tapi meng-gunakan sistem langganan yang terorganisir. Setiap mahasiswa UNNES yang ingin berlangganan, harus mendaftar dan melakunan pembayaran lebih dahulu. Pembayaran ini dilakukan bersamaan dengan iuran SPP tiap awal semester.

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/2007 5LAPORAN khusus

Nasib Laboratorium UshuludinTeater FUF, INSTITUT – Siang itu selepas Zuhur, ada aktifitas yang tidak biasa di sudut gedung lantai 4 Fakultas Ushuludin dan Filsafat (FUF). Ruang teater yang biasanya sepi itu ramai oleh celoteh mahasiswa yang hendak ber-au-diensi dengan pihak Dekanat. Agenda utama audiensi itu adalah cek & ricek penggunaan Dana Praktikum Laborato-rium (DPL) oleh Dekanat.

Hal itu bermula dari kegelisahan se-bagian mahasiswa FUF yang tergabung dalam Aliansi Peduli Mahasiswa (APM) atas ketidakjelasan sejumlah alokasi dana yang disetorkan mahasiswa me-lalui SPP tiap semester.

Dari sana terciptalah beberapa rangkaian aksi guna menuntut kejelas-an penggunaan dana ini. Aksi berbuntut tindakan represif dari aparat keamanan pernah dialami APM saat menggelar aksi di depan gedung Fakultas Tarbiyah (18/11) tahun lalu.

Rangkaian kegiatan protes ini ber-hasil merebut perhatian sivitas aka-demika, sehingga keluarlah beberapa solusi dari rektorat tentang masalah tersebut. Namun ternyata belum semua masalah terjawab oleh petinggi-peting-gi kampus, yaitu DPL.

APM kemudian merancang sebuah survey tentang realisasi DPL di beber-apa fakultas ilmu agama. Menurut ang-gapan mereka, rata-rata fakultas ilmu agama tidak memiliki konsep yang jelas tentang praktikum dan laboratorium.

Salah satu fakultas yang mereka survey adalah FUF. APM menyebarkan kuesioner kepada 388 mahasiswa FUF. Hasilnya, sekitar 90% mahasiswa tidak merasakan realisasi DPL berupa peng-gunaan fasilitas real laboratorium FUF. Setelah dipublikasikan, hasil survey ini mendapat respon dari Dekanat untuk mengadakan audiensi dengan maha-siswa.

Dari hasil pemantauan INSTITUT, pihak dekanat FUF yang hadir adalah Dr. M. Amin Nurdin (Dekan FUF) ber-sama Pudek I, II, III.

Acara dimulai dengan presentasi

Dekan tentang penggunaan DPL oleh Dekanat. Dari 160,3 juta dana yang ter-himpun, Dekanat mengaku telah men-galokasikannya untuk beberapa biaya praktikum seperti tilawah, ibadah, tab-ligh, dan bimbingan skripsi.

Dekanat melengkapi presenta-sinya dengan menjabarkan beberapa program praktikum yang telah diren-canakan kedepan. Diantaranya pen-ingkatan score TOEFL dan TOAFL mahasiswa FUF, pelatihan jurnalistik, dan beberapa pelatihan komputer. Pro-gram-program ini nantinya akan diako-modasi lembaga praktikum FUF yang diketuai oleh seorang dosen dan dike-

lola langsung oleh mahasiswa. selain itu telah ada kerjasama dengan Indosat untuk pengadaan akses internet gratis dan penjualam laptop murah secara kredit kepada dosen, karyawan dan ma-hasiswa.

Tapi Taufiqurrahman, (FUF/TH/IV) menilai penjelasan tersebut tidak masuk akal. Sebab mata kuliah prakti-kum tilawah, ibadah, tabligh, bimbingan skripsi merupakan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) semua fakultas di UIN Jakarta. Disamping itu, angkatan 2004 dan sebelumnya, yang notabene tidak dikenai kewajiban membayar DPL juga mendapatkan semua mata kuliah ini.

Sementara itu, Eros (FUF/SA/IV) menyayangkan ketidakjelasan pre-sentasi masing-masing dekanat. “Ada kontradiksi dalam penjelasan mer-eka,” ujar Eros. “Pudek III Hermawati mengatakan, selain dialokasikan untuk biaya praktikum, sebagian dana telah digunakan untuk membeli laptop. Tapi Amin Nurdin selaku dekan yang baru, menyatakan baru mengetahui hal terse-but ketika itu juga. Pada presentasi awalnya pun, ia mengungkapkan tak sepeser pun DPL telah terpakai kecuali untuk praktikum,” tambah Eros.

Keadaan memanas ketika salah seorang mahasiswa menyatakan bah-

wa presentasi Dekanat masih bias dan sama sekali tidak terasa manfaatnya. Dengan semangat yang berapi-api sera-ya “memaki” Dekanat, mahasiswa lain-nya menimpali bahwa biaya DPL harus dihapuskan dan uang yang dibayarkan harus dikembalikan kepada maha-

siswa. Namun Dekanat mementahkan

semua argumentasi mahasiswa dengan alasan bahwa mahasiswa yang hadir ti-dak cukup mewakili seluruh mahasiswa FUF. Dalam hal pengembalian uang ini, mahasiswa FUF sepertimya memang tidak satu suara. Sebagian mahasiswa yang mendukung kebijakan dekanat memilih walk out dari forum.

“Saya kira pengembalian uang ti-dak bijaksana dan kita tidak punya me-kanisme yang jelas untuk itu.” kata Sae-huna (FUF/SA/II) yang memilih walk out. “Kalaupun dikembalikan, nilainya tidak seberapa. Saya lebih mendukung kebijakan dekanat untuk memajukan FUF dengan program-program tadi, tentunya dengan pantauan yang intens dari mahasiswa,” lanjutnya.

Pihak Dekanat menganggap ma-salah ini seharusnya menjadi isu rektor-at. Menurut mereka, dana DPL sebagian berada di kas rektorat dan negara. Mer-eka juga menyayangkan banyaknya ma-hasiswa non-FUF yang ikut mengeruh-kan suasana audiensi tersebut.

Audiensi pun berakhir “antikli-maks” dengan setumpuk ketidakjelasan. Sikap transparan pun sepertinya belum menjadi perhatian. Hal ini ditunjukkan dengan sikap Pudek III, Hermawati yang menolak permintaan wartawan INSTITUT untuk memberikan data pengeluaran DPL yang akan digunakan untuk melengkapi pemberitaan. [Dwi Setiyadi & Irsyad]

FUF, INSTITUT- Hasil survey Aliansi Peduli Mahasiswa (APM) menyatakan total jumlah Dana Praktikum Laborato-rium (DPL) Fakultas Ushuludin & Fil-safat (FUF) berkisar Rp.155.200.000,-. Ini adalah hasil perkalian jumlah ma-hasiswa tiap jurusan di FUF dengan besar iuran yang telah ditetapkan universitas, satu paket dengan pem-bayaran SPP per-semester.

Kalkulasi sempat diumumkan melalui pamflet yang tertempel pada mading-mading FUF. Menurut Eros, mahasiswa FUF dan salah satu ang-gota APM, pengumuman hasil survey ini dimaksudkan agar membuka mata para mahasiswa. “Berapa besar dana yang telah kita bayarkan, tapi sampai sekarang laboratorium itu tidak ada wujudnya,” ujar Eros di basement FUF beberapa waktu lalu. Ia juga memper-tanyakan kemana larinya DPL itu?

Menaggapi hasil survey tersebut, di ruang kerjanya (9/5), Dekan FUF, Dr. M. Amin Nurdin mengatakan, “Tak sepeser pun dari DPL yang kita am-bil. Dulu semasa Rektor Azyumardi, praktikum kita jalankan sesuai arahan Rektor yang disampaikan Purek IV, Pak Suwito waktu itu. Yakni dana digu-nakan untuk membiayai pengoreksian makalah-makalah mahasiswa. Dosen yang mengoreksi itu pun hanya dihar-

gai sebesar Rp.10.000,- per-makalah,” tegas pria yang menyambut kehadiran INSTITUT dengan murah senyum ini.

Amin melanjutkan, untuk mengan-tisipasi masalah transparanansi dana, pihaknya berencana untuk memben-tuk lembaga praktikum yang diketuai oleh seorang dosen yang mempunyai kapabilitas dan dikelola langsung oleh mahasiswa. Lembaga praktikum ini akan ditekankan pada peningkatan kemampuan di bidang TOEFL dan TOAFL bekerja sama dengan Pusat Bahasa dan Budaya. Sebab salah-satu syarat kelulusan tahun 2009 men-datang, TOEFL dan TOAFL seorang calon sarjana UIN harus mencapai tar-get minimal 450.

Rencana berikutnya ialah men-gadakan pelatihan jurnalistik dan praktikum per-matakuliah. Misalnya jurusan Pemikiran Politik Islam (PPI) berkunjung ke lembaga-lembaga poli-tik dan jurusan Perbandingan Agama (PA) ke tempat-tempat ibadah. Untuk jurusan Aqidah Filsafat (AF), kita akan coba bekerja sama dengan CIPSI, lem-baga yang dikelola Prof. Dr. Mulyadi Kartanegara dan masih banyak lagi.

Amin juga menginformasikan, saat ini tengah berjalan kerjasama dengan Indosat. Dalam wakatu dekat, pihaknya akan bisa menyediakan ak-

ses internet secara gratis. Indosat juga akan menyediakan laptop berkualitas tinggi dengan untuk dosen, karyawan dan mahasiswa dengan harga yang relatif terjangkau. Pengembangan teknologi belajar di FUF tidak akan berhenti di situ, karena e-learning akan melengkapi kegiatan belajar mengajar.

Di tempat lain, mantan dekan FUF yang kini menjabat Purek II, Prof. Dr. Amsal Bakhtiar mengatakan, untuk fakultas-fakultas agama seperti FUF ini, laboratorium tidak harus berben-tuk fisik. Ini karena praktikumnya berbeda. Meski demikian, Amsal tetap mendukung adanya laboratorium di FUF. Yang penting harus dijaga se-baik-baiknya.

Sementara itu, Ilham, mahasiswa FUF/SA/VI menyatakan digunakan atau tidaknya DPL tergantung dari kreativitas mahasiswa itu sendiri. Berkaca dari lab. SA dan PPI, meskip-un telah diberi fasilitas, namun mereka tidak mampu menjalankannya. Per-nyataan Ilham juga diamini oleh Tio Zulfan Amri. “Asalkan kita mau berdi-alog serta mengungkapkan keinginan kita kepada Dekanat dan mengikuti prosedur yang ada, mereka pasti akan memenuhinya.” Kata mahasiswa AF ini. [ MS Wibowo]

Melacak DPL Ushuludin

Dok. FU

F

Nasib Laboratorium hingga kini belum ada kejelasan. Tampak Gedung Fakultas Ushuluddin

Dipersembahkan oleh:

Semoga Tercapai Cita Kita Bersama

50th UIN

SyarIf HIdayatUllaH Jakarta

SELAMAT DAN SUKSES Atas terselenggaranya:

-Kemah Jurnalistik dan Musyawarah Akbar (Mu-Ak) LPM INSTITUT UIN Jakarta di Bumi Perkemahan dan Pariwi-

sata (Buperta) Cibubur 7-9 April 2007.

-Tour Forum Pers Mahasiswa se-Jabotabek (FPMJ) ke-IV di Aula Madya UIN Jakarta 27 Mei 2007.

Dok. IN

STITUT

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/20076 OPINI

Mahasiswa dan pemuda sesungguhnya menyimpan potensi luar biasa untuk menjadi penggerak dan subjek

perubahan dalam masyarakat. Merekalah, komunitas anak muda, yang sekarang mulai kembali menunjukkan identitasnya, mengusung idealisme berupa kreativitas, kebersamaan, sembari terus mengukir prestasi.

Itulah yang saya rasakan ketika melihat barisan anak muda berbakat yang menamakan diri Masyarakat Film Indonesia (MFI) ramai-ramai mengembalikan 34 Piala Citra. Aksi mereka itu adalah sebuah bentuk protes terhadap bobroknya kinerja dan birokrasi penyelenggara Festifal Film Indonesia (FFI), serta lembaga-lembaga terkait lainnya. Mereka telah berhasil mengungkapkan ketidakberesan dibalik gemerlap Festifal Film Indonesia yang harus segera dibenahi.

Contoh diatas merupakan representasi nyata anak muda saat ini. Mereka begitu kreatif dan mampu menghembuskan ide pembaharuan dengan cara berbeda. Gerakan MFI yang dimotori Riri Riza dkk. merupakan penggerak kebangkitan perfilman Indonesia. Mereka ingin mengubah kondisi perfilman secara frontal namun dengan aksi yang terstruktur. Mereka tidak hanya berani menyatakan sikap, namun juga berani membuktikan sikapnya dengan hasil kerja kreatif mereka selama ini.

Mahasiswa UIN Masa Kini; Have Fun Yes, Hedonis Tunggu Dulu

Selama ini banyak pihak di UIN yang mencemaskan menurunnya aktivitas-aktivitas intelektual semisal kajian. Menurut saya, itu adalah kecemasan yang tidak berdasar. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya tidak senada dengan suara-suara sumbang yang menyatakan bahwa mahasiswa sekarang tak ubahnya mahasiswa KUPU (kuliah-pulang). Apalagi jika menilai mahasiswa hedonis, yang kerjanya hanya kuliah, pacaran, nongkrong, trekking sampai clubbing. Saya sampai berfikir, mungkin pencibir-pencibir ini memang tidak disiapkan untuk menghadapi dunia anak muda sekarang. Mereka seperti hidup di Era 80-an, menjadi mahasiswa yang hanya baca buku, kuliah dan demonstrasi. Buat saya itu bukan zamannya lagi.

Saat ini kita hidup di era pasca perang dingin. Thomas L Friedman menyebutnya sebagai era globalisasi, di mana orang-orang mungkin lebih memilih pohon zaitun (olive tree) yang berarti

kebahagiaan dibanding mobil lexus yang berarti persaingan. Begitu pula John Naisbitt dan Patricia Abundance. Mereka meyakini Olive Tree (yang disimbolkan dengan food, fashion dan fun) sebagai kecenderungan utama dalam Megatrends 2000.

Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa kelakuan mahasiswa sekarang tidak sepenuhnya salah. Mereka memang hidup di era global. Saya sangat senang dengan ilustrasi kata yang digunakan oleh Gustaf Iskandar dalam menggambarkan realitas anak muda sekarang “Pagi kuliah, siang main basket, sore nongkrong di kafe, malam clubbing di nightclub”. Saya justru heran jika saat ini masih ada yang menganggap “gondrong” sebagai identitas sejati mahasiswa, dengan demonstrasi dan beragam identitas lainnya yang berasal dari abad sebelumnya.

Memang terkesan hedonistis, namun hal-hal seperti itu tak lain adalah untuk having fun semata. Mereka sebenarnya masih meluangkan waktu untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan mereka. Dan justru hasil kreasi mereka lebih baik dibanding hasil kreasi mahasiswa jadul.

Lalu untuk apa mereka menghabiskan banyak waktu hanya untuk bersenang-senang? “Because life is suck.” Begitu kata Nadine Chandrawinata

dalam film Realita, Cinta dan Rock n’ Roll. Kenyataan ini menggambarkan begitu banyak anak muda saat ini yang mengalami reality shock. Mereka dididik dengan cara yang salah. Begitu banyak kontradiksi antara apa yang dipelajari dengan kenyataan hidup yang ada di luar sana. Kalau sudah seperti ini siapa yang mau disalahkan?

Generasi UIN Masa Kini; Kreatif Oke, Gaul Jalan terus

Memang benar mahasiswa sekarang lebih banyak menghabiskan waktu untuk have fun, main billiard, atau party at Saturday night club, tetapi mereka tidak lantas lupa mengenai siapa diri mereka sebenarnya. Mereka masih punya nilai, prestasi dan kreatifitas yang mereka tuangkan dalam sebuah karya.

Saat ini mungkin tidak ada yang tidak mengenal gerakan independen (indie). Suatu gerakan anak muda yang tidak mau terikat pasar apalagi peraturan. Mereka memilih jalan sendiri dalam menentukan nilai dan peran dalam masyarakat. Gerakan ini seakan menjadi euphoria yang dianut oleh sebagian besar anak muda di Jakarta, Bandung hingga pelosok Jogjakarta.

Trendsetter mode kaus bermotif graffiti saat

ini yang dikeluarkan oleh distro (distribution outlet), justru adalah hasil kreasi anak-anak indie. Mereka membuat produsen-produsen raksasa kewalahan dan membebek mode ini. Kini jutaan anak muda memakai kaus, sepatu kets, pin, mug sampai belt hasil kreasi gerakan indie. Fenomena ini bisa menjadi entry point bahwa tidak selamanya anak muda tenggelam dalam dunia gemerlap. Mereka juga mampu mengubah keadaan, menyihir selera pasar, dan menjungkirbalikkan tatanan mode dengan cara yang unik dan tentunya “gue banget”.

Perlawanan frontal namun struktural yang digalang MFI juga bisa menguatkan argumen ini. Pada mulanya, anak-anak muda yang tergabung dalam MFI juga lahir dari generasi indie. Lewat karyanya, mereka mampu membangkitkan kembali perfilman nasional yang sedang tertidur lelap.

***

Kita harus berpikir ulang dan mendefinisikan kembali bagaimana seharusnya mahasiswa UIN masa kini. Memang benar mahasiswa adalah agen perubahan, tapi bukan zamannya lagi kita mengubah keadaan dengan demonstrasi tak beraturan/crowded. Bukan zamannya lagi berdiskusi di kostan sempit dengan puntung rokok dan segelas kopi yang rasanya tidak bisa dijelaskan. Bukan zamannya lagi mahasiswa berambut gondrong.

Sekarang adalah zamannya mahasiswa fashionable, yang asyik ngobrol/berdiskusi di coffeeshop dan memilih aksi elegan dan terstruktur untuk memperbaiki keadaan masyarakat sekitar. Yang masih meluangkan waktu untuk berkreasi dan having fun.

Bukan tidak mungkin jika suatu saat, gerakan anak muda ini mampu mengubah situasi dan kondisi dalam masyarakat UIN. Pesan-pesan positif dalam bahasa slangekan akan menjadi mainstream, UKM-UKM yang menawarkan kreativitas lebih diminati, distro-distro menjamur, aksi-aksi sosial makin semarak dan sebagainya.

Sementara organisasi-organisasi mahasiswa ekstra di UIN bertarung memperebutkan pengaruh di ranah politik, anak-anak muda ini akan terus mendapat partisipan hingga suatu saat akan ada aksi massif seperti dicontohkan gerakan MFI di atas. tentunya untuk mengubah kondisi UIN menjadi lebih baik. []

Siapa pun pasti sepakat bahwa pemuda adalah tumpuan dan harapan masa depan bangsa. Di pundak kita para

pemuda, hitam dan putihnya nasib bangsa ini akan ditentukan. Hal ini mestinya dijadikan cermin bagi aktifis yang bergelut di organisasi mahasiswa, baik intra maupun ekstra. Peranan mereka sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kenyataan ini harusnya membuat mereka bisa lebih memahami hakikat aktifis yang sebenarnya.

Aktifis bukan sekedar aktif bergumul di markas organisasi tertentu. Dia dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap problematika sekitarnya. Idealisme aktifis sejatinya tidak bisa terkontaminasi dan terjual oleh birokrasi. Oportunisme dan apatisme tidak ada dalam diri seorang aktifis. Dia tidak ikut hanyut dan tenggelam ketika situasi memaksa untuk bersikap pragmatis.

Saat ini, semua menunggu sumbangan

pemikiran kita dalam bentuk rill. Untuk mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik, kapasitas intelektual harus dipadukan dengan penghayatan perjuangan di level sosial. Lebih khususnya di lingkungan kampus UIN Jakarta. Kampus peradaban yang dulu dikenal banyak mencetak filosof, akademisi, bahkan politisi, kini mengalami kemandulan.

Punahnya kaum muda progresif membuat aktifis terjebak dalam dasar perjuangan ideologi yang sempit. Kini hampir tidak terdengar sikap kritis mahasiswa terhadap kebijakan-kebijakan rektorat yang menyimpang. Rasa eksklusif menepis rasa kebersamaan kita, juga sikap fanatisme berlebihan dengan selalu membanggakan organisasi masing-masing. Mengapa tidak kita bersama-sama dengan sikap inklusif, membongkar dan memberikan problem solving terhadap masalah yang ada.

Kita harus bangkit dengan “The Self of Freedom” untuk melakukan perubahan melalui

“pembongkaran”. Pembongkaran adalah cara paling efektif untuk menggugah kesadaran orang yang bertabiat beku. Ia laksana palu godam besar yang dipukulkan keatas meja hingga suaranya seperti guntur. (Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 1963).

Yang menjadi permasalahan adalah apakah kita siap menjadi kaum progresif? Kaum progresif dengan karakteristik perkotaan, keterdidikan, dan kemudaan (James L. Peacock, Muslim Puritran, 1978). Dalam tipikal kaum progresif mahasiswa UIN Jakarta, barangkali hanya tinggal persoalan sasaran, kapan dan siapa yang berani. Itu merupakan PR besar bagi kita semua.

Karena pangkal segala pendidikan adalah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah terhadap sesuatu yang tidak benar. Aktifis harus berani bertanggungjawab atas pendapatnya, dan berani pula menolak pertanggungjawaban sesuatu yang tidak cocok

dengan keyakinannya sendiri. (Moh Hatta, Tanggung Kaum Intelegensia,1957).

Tanpa disadari, saat ini kita telah terjebak dengan isu-isu berskala nasional. Perhatian kita banyak tertuju pada kritik pemerintahan SBY-JK, lumpur Lapindo, korupsi dan sebagainya. Terlepas dari itu semua, kita lupa misalnya untuk mengubah dan membongkar seluk-beluk birokrasi kampus yang selalu menyulitkan dan merugikan mahasiswa.

Bukan berarti kita tidak peduli dengan isu-isu nasional. Kita harus memberikan solusi dengan diskusi dan dialog bersama dalam menangani permasalahan negeri ini. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita bisa bersikap kritis terhadap permasalahan lokal (birokrasi kampus). Sebelum kita mengkritisi keadaan di luar sana, tentunya kita harus lebih dahulu mengkritisi keadaan didalam rumah kita sendiri. []

Redaksi menerima tulisan opini. Ditulis di kertas A4, spasi ganda, font times new roman ukuran 12, maksimal 6.000 karakter (dengan

spasi). Lebih baik disertai soft copy dalam disket, compact disc dsb.

Tema opini edisi depan adalah“ISLAM CIPUTAT”

Oleh : Saumiere, Mahasiswa FSH UIN Jakarta

Oleh : Denhas Mubarok T.A., Mahasiswa FDK UIN Jakarta

Punahnya Kritisisme Ciputat

Mencari Format Generasi Muda Abad-21

Suasana Diskusi Mahasiswa UIN tahun 90-an di taman samping Aula Madya

Dok. IN

STITUT

Dok. IN

STITUT

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/2007

CONGRATULATION

7PUSTAKA

Menyingkap Misteri GenetisOleh : Muhammad Ismaiel

Masih melekat dalam ingatan kita, bagaimana pencerahan Barat memaklumatkan kesadaran manusia.

Kesadaran yang memposisikan rasio sebagai kekuatan utuh menuju totalitas pengetahuan secara fundamental. Berbeda dengan tradisionalisme, pencerahan menempatkan manusia sebagai ideal-rasio. Saat itulah proses modernitas merombak bias kemanusiaan yang bagi tradisionalisme merupakan otoritas penuh mistisme dan agama.

Dengan asumsi seperti itu, modernisme kemudian muncul sebagai kekuatan pembebas manusia dari mistisisme dan otoritarianisme agama. Pengetahuan pada akhirnya menyadarkan manusia modern tentang kebaharuan dan kemajuan. Lambat laun kata ‘sadar’ dan ‘tahu’ mengalami perluasan makna. Tidak hanya melulu berkutat dalam kerangka teoritis, akan tetapi juga menyentuh aspek sosial.

Sampai saat ini, manusia terus menjadi kenyataan unik dalam wilayah ilmu pengetahuan kontemporer. Sejumlah telaah kritis dilakukan untuk mengetahui hakikat manusia. Dalam dua abad terakhir, banyak temuan empiris memperlihatkan keunikan manusia.

Profesor John C. Avise adalah salah satu ilmuan yang terus mencari tahu asal-usul manusia. Ia mampu memindahkan spirit pemberontakan intelektual renaissance dan pencerahan Barat. Sehingga dalam bukunya, Tuhan-Tuhan Genetis, Avise berhasil menyingkap misteri genetika yang sangat luar biasa. Bahwa gen tidak hanya memengaruhi tampilan tubuh manusia, tapi juga bergerak masuk ke “ruang” terdalam. Seperti emosi, psikologi dan kepribadian tak lepas dari pengaruh genetika.

Jika selama ini sejumlah ilmuan hanya menganggap gen bergerak di wilayah tubuh spesies. Buku ini secara tegas membantah anggapan tersebut. Bagi Avise, selama manusia tumbuh berkembang, kuasa gen menyentuh aspek kesadaran manusia. Menariknya lagi, temuan Avise yang tertuang dalam Tuhan-Tuhan Genetis dengan berani mengatakan, bahwa kecenderungan kita dalam beragama (baca; keyakinan) dan ber-etika senyatanya dimotivasi oleh kuasa gen.

Persoalannya sekarang, bagaimana mungkin sakralitas iman dan etika yang abstrak dipengaruhi oleh gen yang berbentuk materi. Namun fakta biologis revolusioner Avise berhasil membuktikannya.

Menurut Avise, walaupun gen berbentuk materi, tapi juga bersifat “kekal”. Kekal bukan berarti tidak binasa. Sifat “kekal” gen tampak ketika ia diubah oleh gerak perubahan dan mutasi. Ia menempati masing-masing spesies yang sedang tumbuh berkembang, dan bermutasi pada spesies lain pada saat spesies yang ia tempati sebelumnya mengalami kepunahan. Faktor seks-lah (keturunan) yang membuat gen mampu berubah atau berpindah-pindah. Gen sendiri sama sekali tidak mengalami kepunahan. Ini yang kemudian C. Avise katakan : “kita dan seluruh spesies lain di bumi mengabdi pada materi genetis kita masing-masing. Yang pada gilirannya diubah oleh mutasi dan rekombinasi”.

Saat itulah gen mulai bekerja memengaruhi mentalitas manusia. Hingga pada akhirnya dia pun menyebut Tuhan-Tuhan Genetis. Gen-gen yang bergerak secara evolutif menguasai kehidupan manusia.

Meminjam bahasa penulisnya sendiri, serangkaian proses evolusioner telah membantu

gen untuk mengambil alih kehidupan manusia. Di sini kita mulai mengenal kerja gen yang terkadang secara tidak langsung. Gen masih membutuhkan perantara sosial-kebudayaan untuk mengejawantahkan dirinya dalam kemampuan kognisi. Antara sosial-budaya hingga kognisi, kehidupan manusia akan bersentuhan dengan gen. Bahkan hasrat seks dan kematian pun juga berada dalam pengaruh gen.

Dalam buku ini, kita mungkin menangkap adanya pengaruh teori evolusi Darwin. Darwinis yang pada konteks kekinian menjelma seorang C. Avise. Profesor yang meminati genetika evolusioner dan ekologi kontemporer.

Penulis buku ini masih yakin dengan teori evolusi Darwin. Manusia memiliki kemiripan dengan kera besar. Hal ini dapat dibuktikan melalui metode komparasi antara gen keduanya.

Secara otomatis, buku ini memang mendukung analisis Darwin. Hanya saja penelitian Avise dalam Tuhan-Tuhan Genetis, dikembangkan lagi hingga pada persoalan psikologi, kepribadian, seks, keyakinan serta takdir.

Menurut penulisnya, penelitian ini awalnya terpusat pada mekanisme genetika yang berkaitan dengan proses evolusi saja. Namun, perseteruan antara sains dan agama yang tampak mencolok menuntut Avise lebih memperluas penelitiannya.

John C. Avise ingin meyakinkan bahwa sains tidak bertindak subversif terhadap agama. Justru sebaliknya, selaku mitra dalam proses penyadaran. Perbedaannya hanya terletak pada cara penyadaran. Kalau sains menarik pengetahuan sebagai jalan menuju iman. Sementara agama melalui pemaknaan kitab suci

atau spritualitas. Selanjutnya, John Avise mulai mempertegas

temuannya tersebut. Ia mengatakan, kalau tuhan-tuhan genetis sama sekali berbeda dengan kekuasaan Tuhan sebenarnya. Kuasa gen senyatanya masih berada di bawah kuasa Tuhan. Manusia tidak perlu menyembah genetis seperti Tuhan sebenarnya. Karena tuhan-tuhan genetis adalah tuhan yang sama sekali tidak memiliki kesadaran utuh. Bahkan tidak sadar pada dirinya sendiri.

Bagi Avise, di tengah kekaguman pada gerak sains dan tekhnologi kontemporer., bukan berarti kita terus menerus memperlebar gap sains-agama. Sains dan agama sama-sama memiliki tujuan sama, yaitu mencerahkan kesadaran manusia. Para ilmuan sendiri sulit memisahkan temuan mereka dengan kenyataan sosial. Demikian juga mereka sulit memisahkan antara rasionalitas dengan agama. Pada satu sisi kita mengagumi mukjizat, dan di sisi yang lain kita juga dituntut mendekatkan pengetahuan untuk mencari tahu keunikan mukjizat tersebut.

Menelaah temuan Avise tentang kuasa gen, sepertinya kita sedang menangkap komitmen intelektual yang terus “hidup”. Pembacaan Profesor Avise senantiasa dibenturkan dengan konteks sosial. Temuannya tidak kemudian berhenti pada tataran teoritis. Melainkan, juga mendekatkan persoalan sosial kedalam bangunan teoritis. Ada semacam komitmen intelektual yang tidak pernah surut dalam diri Avise. Ilmu pengetahuan tidak dipahami berdasarkan kebutuhan sesaat. Tetapi merupakan kesadaran utuh yang memang harus dipikirkan secara serius. Kemudian diejawantahkan dalam tindakan sosial dengan penuh kesadaran. []

Judul buku : Tuhan-Tuhan GenetisPenulis : John C. AvisePenerbit : Serambi Ilmu Semesta PustakaCetakan : Februari 2007Tebal : 360 halaman

Mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat, Peminat literatur-literatur kiri. Saat ini aktif di (JEJaK) Jaringan Epistoholik Jakarta.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakutas Dakwah dan KomunikasiMengucapkan Selamat dan Sukses

Atas Ulang Tahun ke-17 Fakultas Dakwah dan Komunikasi

dan 50 Tahun ADIA-IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ardi Yamsi SarmokoPresiden BEM FDK

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/20078 KAMPUSIANA

KILAS

Kampus UIN, INSTITUT- UKM Ranita mengadakan kejuaraan pan-jat dinding yang berlangsung di wall climbing Ranita depan Gedung Rek-torat, (20-22/04) lalu. Sebanyak 55 peserta terdiri dari pelajar, maha-siswa, marinir dan lembaga freeland mengikuti lomba tersebut. Menurut Taiko, Ketua Panitia, Ranita Open ini merupakan agenda rutin UKM KM-PLHK Ranita yang diadakan empat kali setiap tahunnya dan diikuti oleh mapala se-Jabotabek.

Kepada INSTITUT, Didi, salah seorang peserta dari kelompok ma-pala Serpong mengungkapkan, mo-tivasinya mengikuti kejuaraan ini untuk menyalurkan minat dan bakat-nya di bidang panjat dinding. Semen-tara itu, Arif, peserta asal kampus STI bogor mengatakan, “Saya sudah sering mengikuti kejuaraan serupa. Dan saya selalu mendapat juara per-tama. Motivasi saya adalah meraih kemenangan,” Ujar pria asal Bogor itu optimis.

Penutupan acara panjat dinding diakhiri dengan pembagian Hadiah Uang Tunai dengan tiga kategori. Pertama, Rp. 1.200.000,- bagi juara pertama untuk katagori umum pu-tra-putri, Rp. 800.000,- bagi juara pertama untuk katagori umur pu-tra, Rp. 800.000,- bagi juara ke-2 untuk katagori umum putra-putri, Rp. 650.000,- bagi juara ke-2 un-tuk katagori umur putra, dan Rp. 350.000,- bagi juara ke-3 untuk katagori umur putra.

Penyerahan Trofi langsung diberi-kan oleh pihak rektorat serta dimeri-ahkan band musik reagea.[Hans]

Aula SC, INSTITUT- BEM-J Teknik Informatika (TI) dan BEM-J Sistem Informatika (SI) menyelenggarakan IT Festival dengan rangkain acara pameran dan bazar laptop, Igos, ha-sil-hasil karya mahasiswa, serta buku dan komponen-komponen komputer di Aula SC (7-10/05) lalu. Selain itu, diadakan pula empat kompetisi yak-ni catur, web-design, counter strike dan winning eleven. Acara tersebut dimeriahkan pula oleh enam semi-nar yang bertempat di ruang teater Fakultas Sains dan Teknologi (FST).

Menurut Laura, salah seorang panitia, acara ini adalah kegiatan ru-tin kedua jurusan yang telah dimulai sejak tahun lalu. Laura menambah-kan, festival kali ini terbilang cukup sukses. Sebelumnya mereka hanya menggelarnya di FST. “Tahun ini kami memberanikan diri mengada-kanya di dua tempat sekaligus. Ta-dinya kami sempat ragu akan kurang-nya antusiasme dari mahasiswa. Tapi ternyata respon mereka sangat besar. Terbukti dengan ramainya maha-siswa yang mengunjungi pameran dan bazaar setiap harinya,” tutur Laura disela-sela kesibukan bersama panitia lainnya.

Festival yang juga dihadiri para mahasiswa jurusan TI dan SI se-Ja-botabek ini menyediakan fasilitas free wireless yang memudahkan se-luruh mahasiswa untuk mengakses internet selama 24 jam di FST. [MS Wibowo]

Festival Seni Islam Hiqma

Student Center, INSTITUT- Tim futsal Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT menjuarai Liga Futsal antar UKM setelah melibas ARKADIA di final kamis (13/5) malam.

Pada pertandingan terakhir itu, Imron Mahrus dkk. yang terus bermain agresif, mampu melesakkan empat gol ke gawang ARKADIA. Sementara itu, barisan pertahanan LPM yang diban-gun Dede Supriyatna dan Sabir cukup efektif membendung gempuran para bomber ARKADIA. Sehingga gawang Akhwani, kiper LPM, hanya terbobol dua gol sebagai upaya balasan dari ARKADIA.

Di awal kompetisi, perjalanan Tim LPM terbilang mulus. Meski sebelum-nya manajer tim, MS. Wibowo, sempat pesimis timnya bisa lolos melaju ke ba-bak selanjutnya, mengingat sejarah itu belum pernah terjadi.

Pada laga awal, skuad LPM hanya mampu bermain imbang (2-2) meng-hadapi serbuan ketat pasukan futsal BEM-U. Sampai di sini, anak-anak LPM hanya menetapkan target lolos ke ba-bak kualifikasi. Tapi kemenangan atas tim LDK (5-2) memicu semangat laskar futsal LPM untuk bertempur habis-habisan di babak selanjutnya.

Di pertandingan berikutnya, UKM Kalacitra berupaya menjegal laju LPM INSTITUT. Laga ketat yang berahir imbang (3-3) itu harus diulang karena LPM terbukti melakukan kecurangan dengan menurunkan seorang pemain bernama Hyang, yang bukan merupak-an anggota asli dari LPM INSTITUT.

“Ya, Hyang memang orang luar. Dia adalah teman salah seorang ang-gota kami yang kebetulan ikut hadir dalam event ini. Dia ingin main, kami pun mempersilahkan dia turut mem-perkuat tim kami. Kami akui itu kesala-han kami, dan kami siap jika pertandin-gan ini harus diulang.” Ujar Karno Roso yang saat itu masih berstatus sebagai pimpinan umum LPM INSTITUT.

Dalam laga ulang itu, selain tak di-

perkuat lagi oleh Hyang, bek andalan LPM, Hans, juga tidak diturunkan aki-bat cedera lecet yang dideritanya. Tapi, tanpa kehadiran dua bintang tersebut, prajurit LPM malah semakin beringas. Laga replay itu berakhir dengan skor 3-1 untuk kemenangan LPM.

Dengan hasil tersebut, LPM me-mimpin Grup D dengan poin 10, serta berhak melenggang ke babak perempat final (7/4). Berhubung LPM INSTITUT sedang menggelar Musyawarah Akbar (MU-AK) dan pergantian kepenguru-san di Cibubur, 7-8 April 2007, akh-irnya semifinal pun diundur hingga senin (10/4).

Di partai semifinal, LPM harus bekerja ekstra keras dan hati-hati, se-bab lawan yang mereka hadapi ialah FORSA. Tapi, kesigapan dan kecemer-langan Akhwani dalam menangkap si kulit bundar menoreh hasil memuas-kan. Tanpa diduga LPM membekuk FORSA dengan angka 3-2.

Ujian berat dihadapi para pejuang futsal LPM saat melawan tim futsal RIAK di partai semi final. Pada menit-menit awal, RIAK cenderung menggu-nakan pola permainan defensif. Berbeda dengan LPM yang terus mengobrak-abrik jantung pertahanan lawan.

Agresifitas aktivis pers mahasiswa ini pun tak sia-sia. Berbekal keper-cayaan diri yang kuat, mereka unggul lebih dulu dengan gol hasil kerja sama pemain depan LPM. Tak mau kalah dengan akselerasi serangan LPM, RIAK membalikkan keadaan dan unggul (2-1) di babak pertama.

RIAK semakin ganas di babak ked-ua. Mereka menambah keunggulan dan memaksa Akhwani memungut bola dari gawang untuk kali ketiga. Tiga nol un-tuk RIAK. Kondisi ini bertahan hingga mendekati injury time.

Pada menit ke sepuluh menjelang bubaran, manajer LPM INSTITUT, MS. Wibowo mengintruksikan Shulhan Rumaru untuk menggantikan Rio yang kesakitan akibat berbenturan dengan salah seorang pemain RIAK.

Ditariknya Rio membuat ujung tombak LPM semakin tumpul. Seran-gan-serangan mereka berantakan dan mudah dibaca pilar pertahanan RIAK. Tapi tak diduga, Shulhan yang tampil kurang prima, justru mendatangkan dewi fortuna bagi INSTITUT. Tanpa sengaja ia menerima bola liar satelah terjadi kemelut di depan gawang RIAK. Shulhan pun tak menyia-nyiakannya, ia menjulurkan kaki hingga bola bergulir

pelan menerobos garis gawang RIAK. Selisih gol makin menipis (3-2).

Lima menit menjelang peluit pan-jang ditiup, RIAK meminta time out. Suporter LPM menunggu harap-harap cemas, apakah tim kesayangan mereka mampu menyamakan kedudukan. Se-mentara waktu terus berjalan meskipun sedang time out.

Pasca time out, hasil diagnosa Tim Pijat LPM menyatakan Rio telah pu-lih dan siap dimainkan. Dia kemudian masuk kembali mengantikan Shulhan. Nazzar, pemain tengah LPM, memoti-vasi kawan-kawannya untuk bermain cepat. Di menit ketiga puluh, kerjasa-ma Trio LPM, Rio, Nazzar dan Imron, mampu merobek jala gawang RIAK. Kedudukan imbang (3-3) memaksa drama adu penalti dipertontonkan.

Ketegangan pun menyelimuti stadi-on SC. Dari kelima algojo penalti mas-ing-masing tim, dua diantaranya sukses menjalankan tugasnya. Akhirnya, kiper pun tak hanya diadu kepiawaianya menangkap, tapi juga menendang bola. Kedua kiper berhasil memperdaya la-wan. Penendang pertama harus melaku-kan eksekusi kembali dan seterusnya hingga terjadi selisih gol. Akhirnya LPM INSTITUT unggul dengan selisih gol (4-3) dan berhasil menembus final untuk kali pertama.

Trofi juara pertama akhirnya jatuh ke tangan LPM INSTITUT setelah ber-hasil menundukan ARKADIA di final. Sementara tempat ketiga diduduki oleh KOPMA yang menyingkirkan tim futsal RIAK.

Selain futsal, dipertandingkan pula sepak takraw. Keluar sebagai pemenang PSM disusul RIAK.

Dalam upacara penyerahan tropi, lurah UKM, Begeng, menyatakan bah-wa acara ini adalah hajat tahunan yang berfungsi untuk semakin mempererat hubungan tali silaturahmi antar UKM. [Irsyad & MS Wibowo]

LPM Juarai Liga Futsal Antar-UKM

Ranita Open

IT Festival FST

Euforia Tim Futsal LPM INSTITUT usai mempecundangi ARKADIA (4-2) di final.

AULA SC, INSTITUT- Gema suara perkusi membahana dari Festival Seni Islam yang diselenggarakan oleh Hiqma (Himpunan Qari’ & Qari’ah Mahasiswa) di Aula Student Center (11/05). Acara yang dimulai pada pukul satu siang ini berhasil mengundang perhatian ma-syarakat UIN.

Ketua UKM Hiqma, Aang (22) mengaku puas mengadakan acara yang pelaksanaannya diketuai Saadudin El-Bintari (21) ini. Aang juga menjelas-kan kelebihan peserta yang ikut dalam acara. Semula hanya 30 grup yang diperkirakan mendaftar, tapi kemu-dian membengkak menjadi hampir 40 grup. Ternyata banyak peserta yang ramai mendaftar menjelang penutupan pendaftaran.

Keseluruhan peserta berasal dari seluruh Jabodetabek. Acara ini juga dimeriahkan oleh kelompok gambus Hiqma. Kelompok yang dipimpin oleh Saaduddin ini membawakan tiga lagu. Dua diantaranya dinyanyikan oleh de-wan juri. Acara yang dipandu oleh MC Ali dan Tobi ini memang tidak sepi dari penonton. Selain dari masa grup itu sendiri, penonton juga didominasi oleh mahasiswa UIN.

Ketika ditanya kesannya oleh IN-STITUT, Yoko (12), salah seorang peserta dari grup marawis El-Maali, Bo-gor mengatakan, “Bagus, sering diadain aja!” Abbas (16), teman satu grup Yoko menambahkan, “Iya!, biar marawis menjadi salah satu sarana pendidikan

buat pemuda dan terhindar dari hal yang nggak bener!”

Acara ini selesai pada pukul 12.30 malam dan ditutup dengan pengumu-man pemenang. Dari seluruh grup yang tampil, dipilih lima pemenang. Juara satu, dua, dan tiga serta juara hara-pan satu dan dua. Juara satu diraih oleh grup Al-Amanah dari Pon-Pes Ar-Rahmah Sawangan dengan nilai 241.

Setelah pengumuman, grup marawis dari Petukangan Utara tampak mendatangi dewan juri dan mengaju-kan protes. Mereka mengadukan rekap nilai yang mereka terima seharusnya memasuki urutan pemenang kedua. Tapi ketika pengumuman dibacakan, nama grup mereka tidak masuk dalam daftar pemenang.

Saaduddin menjelaskan bahwa aturan-aturan telah disepakati ketika technical meeting, dimana terlambat dan kelebihan waktu ketika tampil akan langsung mengurangi hasil poin nilai. Grup ini mengaku mendapat penguran-gan nilai karena telat hadir. Tapi mer-eka tetap merasa berhak memenangi festival tersebut karena perbedaan nilainya tipis.

Ketika ditemui INSTITUT seusai acara, Saad menjelaskan bahwa Festi-val Marawis kategori umum ini adalah rangkaian acara dari Festival Seni Is-lam. Sebelumnya diselenggarakan juga Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) kategori pelajar.

Selain menggali potensi mahasiswa UIN dan memperkenalkan UKM Hiq-

ma, acara ini juga ditujukan pada ma-syarakat sekitar kampus dan masyarakat luas umumnya bahwa banyak kegiatan positif di kampus UIN. Selain itu, Saad juga berterima kasih pada UKM lain yang telah membantu menyukseskan Festival Seni Islam ini.

Para pemenang rentetan acara Festi-val Seni Islam yang sudah diadakan tiga tahun berturut-turut oleh UKM Hiqma akan ditampilkan pada acara puncak sore hari tanggal 16 Mei 2007. Acara puncak ini nantinya akan dimeriahkan oleh Qori dan Qori’ah International dan kelompok gambus Al-Masturiah. [merdeka]

Salah satu grup marawis sedang menunjukkan aksinya di Festival Seni Islam Hiqma. Inzet: Peserta Lomba Qari & Qari’ah

Dok. H

IQM

A

Dok. H

IQM

A

Dok. K

OPM

A

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/2007 9KAMPUSIANA

KILAS

Ruang Teater FITK, INSTITUT- Kamis (15/3) lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Neg-eri Jakarta (BEMU) bekerja sama dengan Masyarakat Peduli Pelay-anan Publik (MP3) menggelar acara Diskusi Publik di ruang Teater Lt. 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegu-ruan (FITK).

Diskusi Publik tersebut bertajuk “Rancangan Undang-undang (RUU) Pelayanan Publik; Menyoal Sistem dan Manajemen Pelayanan dalam Perguruan Tinggi di Indonesia.” Ha-dir sebagai pembicara dalam acara tersebut; M. Muslih (MP3), Drs. Supriyatin (Dikmenti DKI Jakarta), dan M. Iqbal (Perwakilan Maha-siswa UIN Jakarta).

Menurut M. Muslih, Pelayanan publik di Indonesia jika ditelaah me-miliki beberapa permasalahan men-dasar. Pertama, rendahnya kualitas produk layanan. Kedua, rendahnya kualitas penyelenggaraan layanan. Ketiga, ketiadaan akses bagi ma-syarakat marjinal serta kelompok rentan, seperti penyandang cacat dan komunitas adat terpencil. Ke-empat, ketiadaan mekanisme kom-plain dan penyelesaian sengketa. Dan kelima, ketiadaan ruang partisi-pasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan.

Melihat banyaknya permasala-han pelayanan publik, M. Muslih memberikan pandangan kritisnya terhadap RUU Pelayanan Publik. Dalam makalahnya, dia menilai RUU Pelayanan Publik tidak men-cakup beberapa aspek mendasar yang seharusnya dilingkupi oleh pelayanan publik. Oleh karena itu, Dia merekomendasikan tujuh point terhadap RUU Pelayanan Publik tersebut. [Akhwani]

Kritik RUUPelayanan Publik

Opick dan Menpora

Gedung Student Center (SC), INSTITUT- Minggu pagi (20/5) ratusan siswa-siswi SMP dan SMA datang ke SC mengikuti kejuaran “Lomba Cerdas Tangkas” yang diadakan oleh KSR PMI UIN Jakarta bekerjasama dengan Palang Merah Remaja (PMR) Jakarta dan Banten. Acara itu dimaksudkan untuk melihat perkembangan kreativitas berfikir dan semangat kompetitif PMR di wilayah Jakarta, Banten dan sekitarnya.

Perlombaan yang diadakan diantaranya adalah pertolongan pertama, pembuatan

tandu darurat dan melukis karikatur tentang lingkungan, kebersihan, kampanye anti rokok, narkoba serta HIV/Aids.

Ketua umum KSR PMI UIN Jakarta, Fahmi Human mengatakan, pihaknya sempat menghadapi kendala terkait dengan perizinan tempat. Hal ini disebabkan acara lomba tersebut dilaksanakan pada hari libur minggu. Sehingga ia harus meminta surat rekomendasi dari PMI cabang Jakarta guna meyakinkan birokrat kampus.

Usaha kawan-kawan KSR pun tak sia-sia. Selain berhasil memperoleh lampu

Cerdas Tangkas KSR PMI UIN

Aula Madya, INSTITUT- Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) UIN Jakarta menggelar Sidang Istimewa (SI) di Aula Madya Lt. 1 senin (28/5) lalu. Agenda utama SI ialah meminta laporan pertanggung jawaban Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU).

Digelarnya SI bermula dari tidak hadirnya BEMU dalam sidang umum (SU) II untuk memberikan laporan pertanggung jawaban LPJ semester awal. BEMU beralasan Syukron Jamal, selaku presiden sedang mengahadiri pertemuan BEM NUSANTARA di Hotel Sarinah Jakarta Pusat.

Sebelumnya, perjalanan SU II sendiri tak berlalu mulus. Berkali-kali harus pending disebabkan satu dan lain hal. Setelah LPJ seluruh lembaga di KBM UIN Jakarta rampung. BEMU belum juga menyampaikan LPJ-nya. Melihat kondisi demikian, para peserta SU, yang telah mempresentasikan LPJ masing-masing, mendesak KMU segera menghubungi Syukron. KMU-pun melakukan telekomfrens dengan presiden di saat berlangsungnya sidang.

Dalam telekomfren Syukron mengatakan akan mengutus Zaid, Sekjen BEMU untuk datang ke Aula Madya. Setelah ditunggu beberapa lama, Zaid tak juga kelihatan batang hidungnya. Bahkan pihak DPMU telah mencari hingga ke sekretariat Organisasi dimana Zaid biasa beraktivitas. Dan Zaid tidak ditemukan.

Karena Dinilai lamban dan sengaja mengulur-ulur waktu. DPMU ahirnya menjatuhkan memorandum I kepada BEMU. Tapi memorandum itu seakan tidak digubris oleh Syukron dan kawan-kawan. Terbukti mereka tidak segera menyerahkan LPJ. Ahirnya DPMU/KMU pun menggelar SI yang dihadiri oleh seluruh fraksi.

Seperti biasa, tragedi sidang-sidang sebelumnya pun terjadi. SI yang sedianya mulai pukul 14.00 WIB harus tertunda berjam-jam. Hal ini disebabkan kekompakan para wakil rakyat yang tidak langsung menempati kursinya. Sebagian mereka yang datang lebih awal, hanya mengisi daftar hadir dan mengambil konsumsi lalu kembali keluar. Sehingga palu pembuka sidang baru didengar sebagian besar forum sekitar pukul 19.30 WIB.

Beberapa menit setelah sidang dibuka. Situasi forum langsung memanas. Nama SI menjadi perdebatan panjang. Fraksi PIM tetap ngotot sidang malam itu adalah sidang istimewa. Mereka beralasan bahwa memorandum II telah dijatuhkan pada BEMU. PIM menambah alasan dengan mengutip pasal 13 ART tentang Sidang Istimewa yang agenda utamanya adalah meminta LPJ presiden mahasiswa Universitas.

PIM juga membacakan poin 4 pasal 13 yang menyatakan SI dapat dilaksanakan dan dianggap sah apabila disetujui oleh 2/3 anggota KMU.

Selain PIM, Fauzul Azim dari fraksi PARMA juga sepakat bahwa sidang ini adalah sidang istimewa. “Saat ini

SU II telah ditutup. Sesuai konstitusi, dalam satu tahun masa jabatan, SU hanya dilaksanakakan tiga kali. Sehingga tidak mungkin SU II dibuka kembali. Maka saya lebih sepakat ini dinamakan sidang istimewa.” Ujarnya. Disela-sela acara Malam Refleksi Kebangkitan yang diadakan lima BEMF (FITK, FUF, Fpsi, FDK dan FDI) kepada INSTITUT mahasiswa FSH ini menambahkan, SI memang hanya bisa diajukan DPMU setelah BEMU tidak memenuhi memorandum III. Akan tetapi KMU mempunyai kewenagnan untuk meminta LPJ BEMU tanpa harus melalui memorandum.

Sementara itu Romzi, ketua fraksi PPM tetap menolak sidang senin malam itu disebut SI. Sebab menurutnya, SI hanya bisa dilaksanakan setelah keluarnya memorandum III oleh DPMU untuk BEMU. Hal ini ia dasarkan pada konstitusi yang ada. “Di pasal 17 poin 7 tentang wewenang DPMU tertera bahwa SI dapat diajukan setelah BEMU tidak memenuhi memorandum III.

Syukron Jamal didampingi sekjennya menyatakan baru menerima memorandum I dari DPMU. Sementara memorandum II dan III secara resmi tertulis belum diterima pihaknya. Hal ini pun diakaui oleh DPMU. Mereka baru memberitahukan memorandum II secara lisan pada Syukron.

Setelah bersitegang selama kurang lebih tiga jam. Para anggota fraksi tetap kukuh pada argumentasi masing-masing. Ahirnya Trio Hadisya, Ketua I KMU memutuskan mengganti nama SI menjadi sidang laporan pertanggung jawaban BEMU.

Syukron Jamal dengan tenang membacakan LPJ dihadapan forum. Ruang sidang sesaat tenang. Tapi ketika

sesi tanya jawab dibuka. Berbagai pertanyaan mengucur pada Syukron dan empat mentrinya serta wakil dan sekjennya, yang juga menghadiri kongres di malam yang mulai beranjak pekat itu. Kebanyakan pertanyaan mengacu pada rincian dana yang kurang

kongkrit. Salah seorang wanita dari fraksi

PIM menjumlahkan kembali rincian yang tertera dalam draf LPJ Syukron. Terdapat ketidaksinkronan antara rincian dana dengan hasil rekapitulasi yang tertulis.

Menanggapi pertanyaan di atas Sukron meminta maaf atas ketidakkongkritan rincian dana ini. Diakuinya, ia tidak mengetahui dengan pasti rincian kongrit dari 39 kegiatan yang telah dilaksanakan masing-masing departemen BEMU. Syukron mengambil data dari proposal-proposal kegiatan yang ada.

Wisnu dari PIM mengaku cukup salut dan apresitif atas berbagai kegiatan BEMU. Akan tetapi yang sangat ia sesalkan LPJ BEMU yang terkesan dibuat asal-asalan. “Dari segi kegiatan sudah cukup lumayanlah, tapi dari laporan keunaganya sangat tidak jelas sama sekali. Kita juga berhak dong keterangan dari mana masuk dan keluarnya dana yang ada. Kalau seperti ini kita tidak tahu pasti, bisa saja BEMU mengkorupsi sebagian dana yang kita tidak ketahui jumlahnya.”Tegas Wisnu.

Saat pandangan umum dilontarkan, tak tahu apa maksud pejabat-pejabat tinggi student govermen ini. Mereka saling lempar untuk memulai memberikan tanggapanya. Ahirnya Lintang Aji, wakil ketua II yang menggantikan Trio menunjuk fraksi UKM untuk mengawali pandangan terhadap kinerja BEMU selama setengah tahun ini. UKM yang diwakili Salung dari PSM menerima LPJ dengan catatan mereka memperbaiki laporan keuangannya. Salung mengatakan, pihaknya percaya dan menghargai kerja keras jajaran pengurus BEMU

dalam menggelar berbagai program kerja mereka. Dan bila kita bandingkan dengan kinerja BEMU tahun lalu, sekarang sudah cukup baik. Anak Paduan Suara ini juga mengharapkan agar selanjutnya, di ahir-ahir masajabatanya, BEMU membenahi segala kekurangan mereka.

Selain itu Imam wakil ketua III KMU dari fraksi UKM menambahkan pada dasarnya UKM selaku organisasi yang mewadahi kreatifitas mahasiswa tidak akan terlalu terlibat dalam persaingan politik.

Mengutip pasal 12 ART KBM UIN Jakarta, Romzi ketua fraksi PPM menyatakan SU hanya dilasanakan tiga kali. Poin 2 pasal tersebut menjelaskan agenda utama SU II ialah meminta laporan pelaksanaan kegiatan BEMU. Jadi tidak ada istilah diterima atau ditolak. Sedangkan LPJ diagendakan pada SU III di ahir kepengurusan. Di tanya INSTITUT seandainya yang disampaikan Syukron malam itu adalah LPJ, Romzi tak memberikan komentar. Karena menurutnya tak sesuai dengan konstitusi yang kita buat bersama. Namun setelah didesak peserta Kongres para anggota fraksi PPM dinyatakan menerima LPJ Syukron Jamal.

Tiga fraksi yakni Bunga, PIM dan PARMA menolak LPJ akibat semrawutnya laporan keungan pada lebar LPJ yang dibuat BEMU. Bahkan ketua fraksi PIM Falaq mengatakan, adalah hal bodoh apabila mereka menerima LPJ itu. Berbeda dengan Seles, satu-satunya anggota fraksi Jujur Pink (gabungan PDM dan Partai Progresif) yang hadir. Dalam pandangan umumnya ia memilih abstain. “Disatu sisi kami bisa memaklumi LPJ kawan-kawan BEMU. Tapi di sisi lain tidak logis juga. Kanapa yang dicantumkan anggaran dana dari proposal-proposal kegiatan mereka? Sedangkan dana dari rektorat tidak tercantum di dalam LPJ?” kata Seles ditemui INSTITUT saat menyaksikan pertandingan basket di lapangan SC beberapa hari usai sidang.

Dengan hasil tersebut, maka Lintang Aji mengetok palu dan menyatakan LPJ BEMU ditolak.

Trio Hadisya kembali memegang kendali sidang. Sidang dilanjutkan dengan pembentukan Majlis Pemilihan Umum (MPU). Masing-masing fraksi mengirimkan satu wakilnya di MPU. MPU sendiri bertugas menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam Pemira. Trio mengatakan waktu Pemira sendiri saat ini sedang menjadi perdebatan antara juni dan september. Karena itu MPU diharapkan bisa memberi solusi atas permasalahan ini. [MS Wibowo]

SI Gagal, KMU Tolak LPJ BEMU

hijau mengadakan perhelatan tersebut, Purek Kemahasiswaan Ahmad Thib Raya hadir langsung untuk menyaksikan dan memberikan sambutanya pada opening ceremony.

Para peserta lomba PMI, baik dari tingkat Wira (SMP) maupun Madya (SMA) terlihat sangat antusias. Ini dibuktikan dengan guyuran gerimis yang turun siang itu, tidak membuat semangat mereka redup. Dengan cekatan dan raut muka serius, mereka tetap berjuang untuk menjadi yang terbaik.

Sebagaimana diungkapkan Ihda dan Adi peserta dari SMA III Cirendeu, mereka yakin akan meraih juara dalam even ini. “Kami sempat sedikit grogi saat memulai perlombaan, mengingat persaingan yang demikian ketat. Tapi kami yakin bahwa kami akan menjadi nomor satu,” tukas kedua peserta pembuatan tandu ini optimis. Ihda menambahkan, yang terpenting dalam mengikuti lomba ini adalah memperluas wawasan, pengalaman dan menambah teman. [Dede]

Foto: Gem

bel Kalacitra

UIN, INSTITUT- Kamis (31/5) di Parkir SC BEM UIN dan BEM FITK non-Reguler mengadakan Mimbar Bebas Kerakyatan “Menegakkan Indonesia dengan nasionalisme dan pluralisme” itu.

Mimbar ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian acara yang bertema “Atas Nama Cinta Untuk Indonesia; Refleksi perjuangan reformasi ’98.”

Hadir pada malam cerah itu, Menpora Adyaksa Dault. Kepada mahasiswa ia membacakan sebuah puisi tentang wejangan orang tua kepada sang anak. Bersama grup band FITK Adyaksa juga menyanyikan sebuah lagu berjudul “Jujur” milik grop band Raja.

Salain Menpora beberapa tokoh dan aktivis juga datang untuk menyampaikan orasi, Puisi dan lagu-lagu kebangsaan.

Suasana yang tak jauh beda terjadi di halaman rektorat. Ratusan mahasiswa duduk rapi bersap menghadap ke pannggung. Bintang tamu Opick, menjadi daya tarik tersendiri para pengunjung. Penyelenggara kegiatan bertema refleksi malam kebangkitan terdiri dari lima BEMF, yaitu FUF, FDI, Fpsi, FDK, FITK. Meski tergabung dalam satu acara, namun maksud masing-masing mereka berbeda. Bagi FUF, FDI, dan Fpsi ini adalah upacara penutupan dari festifal-festival mereka beberapa waktu lalu. Dan bagi FITK acara itu merupakan perayaan harlah ke 50 tahunnya. [MSW]

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/200710 seni budaya

Ruangan itu hanya diterangi bohlam dua puluh lima watt. Sekilas jarum jam menunjukan pukul sembilan, entah malam, entah siang. Buku berserakan, baju bertebaran, asap rokok merambat ke seluruh ruangan. Bangku bermusuhan dengan meja, jelas terlihat dari posisinya yang jatuh terbaring ke lantai. Hanya pintu yang begitu aneh, terbuka dengan sangat malu-malu.

Pintu itu seakan memanggil-manggil orang untuk melangkahkan kaki kearahnya. Samar-samar terdengar suara canda tawa dari luar. Kadang, suara teriakan mengerikan juga kerap terdengar dari pintu itu. Entah apa yang terjadi di luar pintu itu. Tak pernah ada keinginan untuk mencari tahu, hanya waham saja yang terlintas di kepala.

Nafasnya lenguh namun bertenaga. Sorot matanya tajam seperti melihat hantu. Badannya mengeluarkan keringat dingin. Sudah dua hari Randi seperti ini, namun belum ada yang menyadari. Walaupun jarang bergaul, Randi sesungguhnya punya banyak teman, dari mulai mahasiswa, pedagang kaki lima, sampai pemulung. Dia tidak segan-segan dan tidak pilih-pilih dalam mencari teman. Toh pada akhirnya pribadilah filter terakhir. Merunut pada kata mutiara, jika ingin menilai seseorang maka lihatlah temannya. Entah apa yang bisa dilihat dari temannya, tapi pada kenyataannya, Randi tetap kukuh pada pribadinya. Dia tidak terkena pengaruh apapun yang diluar kehendaknya. Pada dasarnya, hanya bukulah teman sejatinya.

Randi adalah seorang mahasiswa filsafat yang sedang memasuki semester lima. Walaupun masih terbilang semester muda, namun karena pola pergaulan dan tongkrongan yang berbeda dengan mahasiswa lain, Randi punya pola pikir yang berbeda pula. Dalam hal buku bacaan, ia sudah membaca khatam buku-buku Marx sampai buku-buku Volvot. Dari filsafat alam, manusia, modern dan postmodern sudah dilahap habis. Hasilnya

dia bertambah pintar dan punya jawaban untuk banyak pertanyaan. Walaupun, pada akhirnya selalu menimbulkan pertanyaan yang lebih banyak lagi.

Delusi-ilusi berangkat dari otaknya, matanya makin melotot. Jika tidak ada tikus yang memberikan sentakan pada kakinya, mungkin Randi sudah menjadi gila. Efek ilusi sepertinya sudah semakin parah. Tidak ada lagi yang bisa menolong kecuali Tuhan. Karena itulah yang sedang dicari Randi sesungguhnya. Sifat skeptis Randi sangat kuat. Semua hal yang bersifat fakta, belum tentu pasti dimatanya. Semuanya akan menjadi keraguan hingga ia membuktikannya juga. Sesuai dengan prinsip empirisme, walau siapapun orangnya, ketika ia melakukannya sesuai prosedur, maka ia akan mendapatkan hasil yang sama.

Begitu pula dengan agama. Tidak ada yang mempertanyakan Tuhan diantara semua teman Randi. Mereka hanya menjadikan Tuhan sebagai bahan gosip. Akan tetapi untuk mempertanyakan apakah Tuhan itu ada atau tidak sudah menjadi daerah terlarang untuk dimasuki. Randi memang orang yang nekat, ia langgar garis verbodden itu dan mulai mempertanyakan. Hingga akhirnya ia menemui pertanyaan yang tak ada habisnya. Otaknya selalu melayang, mencari cara kreatif untuk mengungkap misteri dan memunculkan fakta ke permukaan hingga jelas dimana Tuhan sesungguhnya.

Jam masih menunjukan pukul 9 dan belum jelas. entah siang, entah malam. Suasana dalam kamar Randi tetap sama, apakah itu siang atau malam. Godaan dari luar pintu kembali memanggil Randi untuk mendekati. Kali ini lantunan lagu dangdut yang merayu. Syair lagu percintaannya mengingatkan Randi pada Ririen, seorang wanita yang dikenalnya di kampus dua. Hanya saja pertanyaan yang Randi simpan membuat Ririen menganggap Randi sudah gila. Hubungan mereka mulai renggang setelah itu.

Semenjak itu pula Randi mulai mengurung diri di kamar. Dimana nyamuk-nyamuk mulai

berpesta mengeksploitasi Randi dari mulai ujung kepala sampai ujung jempol kakinya. Randi sudah tidak peduli dengan perilaku nyamuk yang tidak manusiawi.

Nyamuk-nyamuk merasa diuntungkan dengan tingkah Randi yang sudah mulai skizophrenik. Bak ilegal logging, nyamuk itu tidak perduli dengan tepukan tangan yang sudah tidak berdaya. Nyamuk-nyamuk juga tidak mengenal waktu kerja. Sesuka hati mereka menggigit Randi. Jika Randi dalam keadaan sadar dan mulai menegakkan tepukan-tepukan tangan, mereka melakukan diversi dengan mengerahkan barisan muda nyamuk. Hasilnya pun tidak diragukan lagi. Diversi itu berhasil dan membuat tangan menjauh dari ilegal logging yang sudah piawai dalam menghisap tanpa bunyi.

Badan Randi semakin kurus tanpa asupan karbohidrat dan air. Badannya yang sekarang tinggal tulang masih saja menatap nanar cakrawala kamar, mencoba mencari Tuhan dalam imajinasi yang berbaur dengan siluet pengalamannya. Tak ada satu jawaban pun yang didapat. Pertanyaan itu justru melahirkan pertanyaan baru. Alisnya makin mengkerut mencoba terus mencari jawaban. Kembali ia berusaha berkonsentrasi dan entah kenapa ia tersenyum sambil tetap menatap nanar. Nyamuk-nyamuk yang berkeliaran pun bingung ketika Randi tersenyum, akan tetapi senyuman itu lalu diartikan legalitas oleh para nyamuk yang memang pada dasarnya adalah spekulan tangguh.

Keesokan harinya, aku melihat rumah kontrakan Randi dipenuhi orang. Dengar-dengar obrolan orang, Ibu kostnya memenemukan Randi sudah terkapar ketika ingin menagih uang kost-an. Aku baca koran keesokan harinya. Mayat Randi ditemukan dalam keadaan tersenyum. Di satu sisi aku bersedih Randi temanku telah meninggal, di sisi lain aku gembira karena Randi merdeka dan menemukan Tuhan yang dicarinya.

Aku, Dia dan TuhanOleh: Pandi Merdeka

SAJAK DI POJOK BERITA PAGI I Oleh : Ayik S. PapiMahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Sanggar “Peleton Agresif Deklamator Puisi” (PADI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Puisi ini terkumpul dalam buku puisi “Sajak Virus”.

“Aku tidak paham jalan pikiran kalian”Sepenggal sajak putih di pojok malam

Bila rakyat bermata rakyatKritik rakyat akan merakyatNamun bila rakyat tak merakyatKritik rakyat akan dirakyatkan

Kritik rakyat. Rakyat dikritikMengkritik rakyat. Rakyat kritikSiapa lagi?Kritik mengkritik

“Aku tidak paham jalan pikiran kalian”Mimpi sebuah boneka di almari kosong

Paradaban telah biadabIdealisme terapung dosaNasionalisme diam membatuDemokrasi penjajah sejati

Stop! Kritik mengkritikBiar masa bodoh berdialektika

Negeri ini, negeri musibahNegeri ini, negeri bencanaNegeri ini, negeri berdarahTapi bukan negeri-negerian

Pengagum Indonesia telah gugurBung Karno tinggal sejarahKi Hajar Dewantara lelah hidupMas Munir bosan merakyat

Cak Nurcholis Madjid telah tiadaPak Pramoedya jenuh ber-TuhanMereka menghilang bukan lantaran saktiTapi ingin negeri ini tetap berkibar jaya

“Aku tidak paham jalan pikiran kalian”Sebait sajak gelisah di trotoar bolong

Negeri kami bosan berwacanaWajah rakyat diterjang bencanaDekonstruksi anti reformasiIndonesia mengumbar sejuta janjiKritik mengkritik lupa tersaji bukti

Kita malu, anak bangsa luguKita bingung, anak negeri pintarKita bangga, anak Indonesia adaTapi sampai kapan kita mengkhayal

Rakyat bukan teman permainanPemerintah bukan dewa diagungkanAkhiri permainan politik licikAkhiri kritik mengkritik picikSemua ingin Indonesia jaya rayaSeperti janji aparatur yang tertutur

“Aku tidak paham jalan pikiran kalian”Cuplikan tawa bayi di perut bumi

Indonesia bangga punya seorang bung KarnoTapi kecewa hanya satu jumlahnyaAkhir sebuah sajak di pojok berita pagi

Taman Ismail Marzuki Jakarta, 2006

Foto: Gem

bel

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/2007 11

GELORA sivitas

Ujian Komprehensif FSH, Perlukah?

Oleh: AllenMahasiswa Fakultas Syariahdan Aktivis Lingkar Studi Cofee Club

Awal minggu ke-dua Mei ini, sebagian mahasiswa tingkat akhir Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) disibukkan dengan ujian komprehensif yang merupakan prasyarat untuk dapat mengikuti ujian skripsi (munaqasyah).

Ujian komprehensif FSH di-laksanakan dengan dua macam, yakni tulis dan lisan. Ujian lisan adalah tes membaca kitab gundul, sedangkan ujian tulisan adalah tes membuat tulisan yang berkaitan dengan program studi masing-masing.

Sebelum mengikuti ujian ini (ujian komprehensif), mahasiswa harus mendaftarkan diri terlebih dahulu dan membayar uang administrasi sebesar Rp 50.000,-. Mahasiswa yang tidak lulus ujian komprehensif tidak dapat mengikuti sidang skripsi (munaqasyah) dan harus mengikuti ujian komprehensif ulang.

Ada pertanyaan yang mengganjal di benak saya, mengapa mahasiswa yang tidak lulus ujian komprehensif tidak dapat mengikuti munaqasyah? padahal ujian itu non-SKS. Sudah komprehensif-kah materi-materi yang akan dijadikan bahan ujian tersebut?

Menurut saya, ujian komprehensif dapat menghambat mahasiswa untuk meraih gelar sarjana yang selama ini dinantikannya selama empat tahun. Contoh kasus yang dialami Rifa, salah satu mahasiswa Muamalat - Perbankan Syari’ah. Hasil ujian komprehensif-nya adalah C, dibawah standar kelulusan yang telah ditetapkan, yaitu B. Karena itu, dia tidak bisa mengikuti sidang skripsi (munaqasyah).

Dengan berubahnya IAIN menjadi UIN, mahasiswa yang kuliah di kampus UIN bukan hanya berasal dari MA dan Pesantren saja, tapi dari berbagai macam latar belakang pendidikan lainnya seperti SMA, SMK, dan STM.

Melihat latar belakang pendidikan mahasiswa yang beraneka ragam, sudah selayaknya ujian tersebut direvisi aturan mainnya. Tujuannya agar ujian tersebut tidak menghambat kelulusan mahasiswa. Tapi, bila ujian tersebut masih tetap diberlakukan dengan ketentuan yang sama, dipastikan akan banyak mahasiswa yang tertunda kelulusannya.

Kemampuan membaca kitab gundul bukan menjadi syarat mutlak ketika mahasiswa memasuki dunia kerja. Apabila membaca kitab gundul dijadikan sebagai bentuk evaluasi terhadap kemampuan bahasa Arab mahasiswa, apakah muatan kurikulum yang digunakan sudah sesuai untuk menghasilkan output yang mampu menguasai bahasa Arab dengan latar belakang pendidikan yang beragam?

Menurut hemat saya, ujian komprehensif tetap bisa diadakan, dengan catatan materi membaca kitab gundul ditiadakan. Karena hal itu sangat membebani mahasiswa yang mempunyai latar belakang pendidikan bukan dari pesantren dan MA. Jangan sampai, minat calon mahasiswa baru yang akan masuk ke FSH akan berkurang karena ujian komprehensif menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. []

Gelora Sivitas adalah kolom yang disediakan bagi seluruh sivitas

akademika UIN Jakarta. Redaksi menampung berbagai hal seputar kampus. Baik berupa kritik, saran,

keluhan, ide dan gagasan serta pemikiran. Kirim ke Redaksi

TABLOID INSTITUTGd. SC Lt. 3 No. 303 UIN Jakarta. atau

hub. SMS center kami

RAGAM

Kita pasti sering mendengar Amelia Vega mengucapkan “One thousand miligrams of vitamin C” atau “Vitamin

C 1000 mg, agar tak mudah sakit”, kata iklan lain. Semakin banyak produsen yang berusaha mengatakan kepada objek iklannya bahwa mereka membutuhkan nutrisi dengan konsentrasi yang tinggi. Padahal yang namanya mikronutrien seperti vitamin, asupannya tak harus banyak, yang penting diperoleh setiap hari, karena sisanya akan dibuang oleh tubuh.

Kebutuhan vitamin C paling tinggi ada pada ibu menyusui, sebesar 120 mg/hari dan ibu hamil, yaitu 85 mg/hari. Kebutuhan vitamin C pada orang yang berusia lebih dari 18 tahun adalah 90 mg/hari untuk laki-laki, dan 75 mg/hari untuk perempuan. Artinya, jika orang usia 18 tahun dan tidak sedang menyusui mengkonsumsi 1000 mg vitamin C, yang terserap hanya sekitar 10 persenya saja. Sisa vitamin C yang tidak dapat ditabung tidak terserap oleh tubuh dan akan keluar lagi melalui air keringat dan air kencing.

Linus Pauling, Ph.D., peraih dua penghargaan Nobel untuk kimia (1954) dan perdamaian (1962) mempublikasikan bahwa Vitamin C dosis tinggi dapat mencegah flu hingga 45%, mencegah serta menyembuhkan 75% kanker, dan memperpanjang masa hidup penderita kanker hingga 4-5 kali lebih lama. Klaim Pauling mengenai terapi megadosis vitamin C untuk penderita kanker tersebut sebetulnya meragukan karena ia ‘main mata’ dengan industri vitamin. Hoffmann-La Roche,

perusahaan farmasi besar yang memproduksi mayoritas vitamin C yang beredar di dunia merupakan donor utama Linus Pauling Institute of Medicine.

Publikasi tersebut kemudian diuji dan dikaji ulang oleh MayoClinic sebanyak 3 kali dengan hasil negatif, Tidak ada keuntungan yang konsisten dari vitamin C yang diberikan pada penderita kanker stadium lanjut. Bahkan, vitamin C dosis tinggi dapat memberikan dampak yang berlawanan. Dosis oral (diminum) yang tinggi dapat menyebabkan diare. Sedangkan dosis tinggi yang diberikan lewat infus (intravenous) menyebabkan gagal ginjal akibat penyumbatan oleh kristal oksalat.

Vitamin C memberikan efek antihistamin. Histamin adalah reaksi serupa alergi terhadap flu yang selalu dilepas dalam saluran pernafasan. Karena itu, yang dirasakan oleh penderita flu adalah perbaikan yang ‘palsu’. Pada tahun 1994, Arthur Robinson (kolega Linus Pauling dalam penelitian) mengungkap hasil penelitian tersebut, kemudian dia dipecat dari Linus Pauling Institute of Medicine.

Lalu bolehkah minum vitamin C?Seseorang boleh mengkonsumsi vitamin C jika

sedang sariawan, anemia, tinggal di daerah dekat kutub atau melakukan aktivitas berat. Vitamin C penting untuk mengobati penyakit scorbut (kekurangan vitamin C), mencegah influenza pada orang-orang di lingkungan ekstrim (seperti pelari maraton, pemain ski atau orang-orang sub-arktik),

serta dapat memperbaiki penyerapan zat besi bagi orang-orang yang anemia.

Pencegahan dan pengobatan flu pada orang-orang dalam kondisi normal tidak akan memberikan efek apapun. Sebaliknya, konsumsi vitamin C yang berlebihan dalam jangka waktu lama malah bisa membahayakan. Kalsium/kristal akan mengendap dalam kandung kemih, yang lama kelamaan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran urine (batu ginjal).

Jika anda dalam keadaan sehat dan tidak hidup di lingkungan ekstrim seperti di arktik, sebaiknya anda tidak mengkonsumsi suplemen vitamin C setiap hari, apalagi yang megadosis. Asupan vitamin C setiap harinya cukup diperoleh dari buah dan sayuran, seperti daun singkong dan cabai hijau. Selain lebih sehat, harganya tentu lebih murah. [Titin]

Menguak Mitos Seputar Vitamin C

Rubrik ini terbuka untuk pembaca. Bila anda mempunyai masalah seputar kesehatan

Silahkan kirim pertanyaan via SMS atau hubungi Call Center rupbrik ini

021-98929110.

Masalah anda juga akan kami konsultasikan dengan Dokter Spesialis dari RS Syahid

Jakarta.

BEM Kurang Aspiratif

Oleh: Nana SaehunaMahasiswa Fakultas Ushuludindan Aktivis Studia Holistika

Sudah menjadi wacana umum di kalangan mahasiswa sekarang bahwa BEM UIN Jakarta, (baik di tingkat universitas, fakultas maupun jurusan) beberapa tahun kebelakang ini lebih terfokus pada program kerja ketimbang memikirkan rakyatnya (baca mahasiswa). Jika saya perhatikan, BEM sekarang lebih sibuk mencari tahu bagaimana mencari dana yang banyak untuk sebuah acara? bagaimana memprogram acara agar baik? Dan bagaimana agar LPJ diterima? Mereka lupa siapa yang telah memilih dan membayar mereka. Mereka telah melanggar kontrak sosial rakyatnya.

Maka pantas jika BEM UIN Jakarta dari tingkat jurusan sampai universitas tidak lagi mencerminkan aspirasi mahasiswa. Mereka tidak lagi aspiratif terhadap situasi kampus yang mengkhawatirkan. Contoh kasus, dimana peran BEM saat mahasiswa sibuk mengurusi masalah dana-dana yang tidak jelas akhir-akhir ini? Terkadang saya bertanya pada diri saya sendiri, “Kalau begini terus, kapan rakyatmu belajar? Bukankah ini tugasmu?” Atau karena tidak ada stempelnya, tidak ada cek dan tidak terdapat dalam schedule time lantas kalian abai terhadap hal itu.

Tuan-tuan pejabat BEM tentunya tidak ingin dilecehkan dihadapan rakyatnya. Karena itu, sudah sepatutnya BEM kembali kepada kontrak sosial, baik yang terencana ataupun tidak. Tunjukkan keberpihakan terhadap rakyat, dahulukan kepentingan rakyat diatas segalanya dan kembalilah kepada wujud makhluk sebagai mahasiswa. Sehingga BEM dapat menjadi partner, ruang aspirasi dan jiwa mahasiswa secara umum. Ingat kalian dipilih dan didanai oleh rakyat, kembalikan semua itu dengan bertindak sesuai aspirasi rakyatmu![]

SELAMAT DAN SUKSES ATAS TERPILIHNYA

MOH. HANIFUDDIN MAHFUDZ

SEBAGAI PEMIMPIN UMUM LPM INSTITUT UIN JAKARTA2007-2008

SUSUNAN PENGURUS LPM INSTITUT UIN JAKARTA PERIODE 2007-2008

BPHPemimimpin Umum : Moh. Hanifuddin MahfudzSekretaris Umum : Saumi RBendahara Umum : Rosita Indah Sari

Divisi PerusahaanDirektur : Rosdiana Humas : Denhas Mubarok

ZubaidahPemeliharaan Aset : Susi FatimahPromosi dan Iklan :Tia Agnes AstutiSirkulasi : Shulhan Rumaru

Divisi PenerbitanJurnalPemimpin Redaksi : Akhwani SubkhiRedaktur Pelaksana : Ghulam MubarokStaf Redaksi : Ali Masykuri Faizah

TabloidPemimpin Redaksi : MS WibowoRedaktur Pelaksana : M. IrsyadRedaktur : Akhwani Subkhi, Ardian, Dede, Haris, Sabir, Titin, Zaki, Badru, Ira

Divisi LitbangDirektur : Ali MasykuriSDM dan Pustaka : Ardian ArdaRiset dan Kajian : Hans

Divisi ProduksiDirektur : Dwi SetyadiTata Letak : Dwi SetyadiIlustrator : Pandi MerdekaCetak : Dede Supriatna

“dIPUNdakMU SEGala kEBENaraN MENaNtI tErkUak”

KESEHATAN

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 3

EDISI III Mei-Juni/V-VI/200712

Oleh MS. Wibowo

Pemred TABLOID INSTITUT

POJOK

Sivitas akademika UIN boleh bangga atas kemegahan gedung yang dimilikinya. UIN juga patut bersyukur, bencana yang melanda berbagai wilayah di nusantara tidak datang menghampiri. Budaya kekerasan pun tak terlihat di sini.Di sisi lain, kita tidak tuli untuk sering mendengar keluhan-keluhan mahasiswa, terkait permasalahan IP yang selalu terlambat diterima, kurang profesionalnya para pegawai UIN, amburadulnya manajemen kampus dan lain sebagainya.

Berbagai terobosan pun dicoba untuk mengatasi kondisi ini, tentu untuk menjadikan UIN lebih bermutu.

Menarik jika memperhatikan pernyataan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, “rektor tidak lebih dari tukang kebun. Tugasnya merawat tanaman untuk menghasilkan buah yang luar biasa.” Ia menginginkan UIN Jakarta mampu menelurkan profesor dan doktor yang ahli dalam bidangnya. Serta menjadikan UIN Jakarta sebagai jendela dunia Islam di Indonesia.

Tapi merubah UIN, tidaklah semudah mengedipkan mata. Karena UIN bukanlah sebidang kebun biasa.

Kita sering mengklaim diri sebagai miniatur Indonesia, dengan dalih di kampus ini tumbuh subur berbagai macam corak pemikiran, aliran, kelompok, hingga kelas ekonomi. Meski diantara ragam dan corak UIN ini terkadang saling bersinggungan bahkan sampai berbenturan. Tapi hal itu tidak menghalangi kita untuk hidup berdampingan.

Menghadapi kondisi kebun seperti ini, tentu sang rektor harus ekstra cermat merumuskan program kerjanya. Ia harus pula mampu mengakomodir seluruh kebutuhan tanamannya.

Minimnya SDM yang UIN miliki, baik dari kalangan dosen hingga pegawainya, tentu merupakan salah-satu batu sandungan yang tak bisa di pungkiri. Maka sang rektor, sebagai kemudi utama kampus, harus mencari solusinya. Sebagaimana diungkapkan Industrialis AS, John D. Rockefeller (1839-1937), kepemimpinan yang bagus adalah mengajari orang-orang biasa agar bisa melakukan pekerjaan orang-orang luar biasa. Jika Komar berhasil melakukannya, Insya Allah UIN benar-benar menjadi jendela peradaban Islam di Indonesia, bukan begitu Bapak-bapak Rektorat? []

UIN Kebun Luar Biasa

WAWANCARA

Punya keluhan sepuatar kampus?

Hubungi SMS CENTER TABLOID INSTITUT

0815 8669 1925

Prof. Dr. Komarudin Hidayat pernah mengungkapkan pandangannya mengenai Universitas Riset yang ingin dituju UIN. Dosen menurutnya adalah peneliti. Idealnya, dosen mengajar dua hari dalam seminggu setelah membimbing mahasiswa dan melakukan riset. Menurut Komar, salah satu kunci menuju universitas riset adalah peningkatan kualitas dosen dan infrastruktur.Memandang kualitas dosen, beberapa dosen UIN sebenarnya sudah memiliki “jam terbang” yang tinggi dalam bidang riset. Karena keterbatasan dana riset dari Universitas dan panjangnya daftar antrian penerima dana, beberapa dari mereka ada yang mencari dana dari sponsor. Pentingnya perhatian akan dana riset di setiap fakultas ini dirasakan oleh banyak dosen, salah satunya Ismiarni Komala.Ditemui INSTITUT saat makan siang di ruang dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, dosen Prodi Farmasi yang hasil risetnya telah diterbitkan dalam berbagai jurnal internasional ini menceritakan pengalamannya.

Kenapa anda tertarik menjadi dosen?

Sebenarnya saya lebih cenderung untuk menjadi researcher karena saya sudah mendalami riset sejak masih menjadi asisten dosen di Andalas dulu. Kemudian ketika di Universiti Putra Malaysia, ada keharusan untuk menemukan sesuatu yang baru sehingga saya ketagihan. Pada awalnya saya ingin jadi peneliti, namun jika saya hanya jadi peneliti, ilmu yang saya miliki hanya untuk saya, orang lain dapat melihat hanya setelah publikasi. Jika saya jadi dosen, ada balance-nya. Saya dapat risetnya, dan ilmunya dapat saya berikan ke mahasiswa, jadi seperti transfer ilmu.

Bisa ceritakan sedikit mengenai

riset yang anda tekuni?

Saya melakukan penelitian senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan, terutama di bidang struktur kimia tumbuhan. Saya mengisolasi senyawa kimia dari tumbuhan, kemudian melihat aktifitasnya apakah memiliki potensi untuk dijadikan obat atau tidak. Ini yang kemudian membuat saya candu meneliti.

Pada riset yang terakhir, saya meneliti tumbuhan Melicope bonwickii (F.Muell.), Melicope lunv_ankenda dan Tetradium sambucinum yang termasuk dalam famili Rutaceae. Tumbuhan tersebut terdapat di hutan Sumatera Barat. Saya meneliti potensi senyawa alkaloid dalam tumbuhan tersebut yang disebut Furokinolin sebagai anti cervical cancer. Riset tersebut kemudian diterbitkan di Natural Product Research, 2006, 20:355-356.

Ada pengalaman menarik ketika melakukan riset?

Sewaktu meneliti Melicope bonwickii (F.Muell.), Melicope lunv_ankenda dan Tetradium sambucinum, kita harus masuk ke pedalaman hutan Sumatra Barat untuk mengambil tumbuhan tersebut. Setelah dikeringkan, kita bawa kembali ke Malaysia untuk diteliti. Kita sempat tertahan di bagian keamanan bandara karena membawa Melicope kering yang di kira ganja. Tapi setelah menunjukkan kartu mahasiswa dan memberikan penjelasan, akhirnya kita dibebaskan. Disana identitas kita sebagai mahasiswa sangat dihargai, apalagi jika kita seorang peneliti.

UIN ditargetkan menjadi universitas riset pada 2010 nanti, apa harapan anda?

Jika memang mau menjadi Universitas riset, saya mengharapkan ada bantuan untuk dosen-dosen muda dalam

melakukan riset, terutama riset sains. Dana 5 juta untuk riset mungkin cukup untuk membiayai riset sosial, tapi untuk science research, kita butuh dana yang lebih besar. Sarana dan fasilitas penunjang juga harus ditingkatkan.

Apa kendala yang anda alami hingga vakum melakukan riset?

Sekarang saya vakum riset karena keterbatasan alat dan dana. Fakultas tempat saya mengajar (FKIK-red), alat-alatnya masih belum lengkap, belum lagi terbentur dana. Susahnya disana, tapi kita tidak b i s a

menyalahkan siapa-siapa.Mengenai keterbatasan alat, untuk

alat-alat sederhana kita berusaha merancang alat sendiri. Yang penting kita tahu prosedur dan tujuan pemakaian alat itu untuk apa.

Pesan-pesan anda untuk mahasiswa?

Kita harus menghadapi segala sesuatu dengan serius walaupun kata orang sepele. Apapun jika kita hadapi dengan

serius akan jadi besar. Dan yang paling penting, kita harus

menjaga kepercayaan seseorang, karena

itu akan menjadi kunci jalan kita

se lanjutnya. Saya menjadi s e p e r t i s e k a r a n g t a n p a modal apa-apa, hanya d e n g a n m o d a l d ipercaya . [Titin]

Hadapi Segala Sesuatu dengan SeriusIsmiarni Komala