16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk Indonesia setelah kemerdekaan terjadi sangat cepat. Penduduk Indonesia yang diawal kemerdekaan (pada tahun lima puluh) hanya 60 juta jiwa terlah berkembang menjadi lebih dari 150 juta jiwa pada tahun delapan puluh (Utomo, 1989). Sejalan dengan pertambahan penduduk terjadilah peningkatan kebutuhan hidup, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan ketersediaan sumber daya lahan, dimana manusia mendapat pemuasan kebutuhan hidup tetap dan sangat terbatas. Sehingga pada saat ini terjadi tekanan penggunaan lahan yang melebihi daya dukung lahan. Degradasi lahan umumnya juga dipercepat dengan adanya sistem pengelolaan lahan yang tidak memakai konsep dan teknik-teknik konservasi tanah, lahan- lahan yang dikelola dan dimanfaatkan tanpa memperhatikan kemampuan dari lahan itu sendiri. Lahan-lahan yang sesuai untuk dijadikan areal hutan sering digunakan untuk areal pemukiman dan pertanian intensif sehingga proses penghanyutan tanah oleh aliran permukaan (run off) akan menimbulkan erosi yang sangat berbahaya terhadap kelestarian tanah, sehingga dengan sendirinya terjadi kerusakan lahan akibat terjadinya penurunan (degradasi) kualitas fisik dan kimia lahan. Utomo (1989) mengatakan bahwa proses erosi diawali dengan penghancuran agregat- agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi yang lebih besar dari daya tanah. 1

tanah.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk Indonesia setelah kemerdekaan terjadi sangat cepat. Penduduk Indonesia yang diawal kemerdekaan (pada tahun lima puluh) hanya 60 juta jiwa terlah berkembang menjadi lebih dari 150 juta jiwa pada tahun delapan puluh (Utomo, 1989). Sejalan dengan pertambahan penduduk terjadilah peningkatan kebutuhan hidup, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan ketersediaan sumber daya lahan, dimana manusia mendapat pemuasan kebutuhan hidup tetap dan sangat terbatas. Sehingga pada saat ini terjadi tekanan penggunaan lahan yang melebihi daya dukung lahan.

Degradasi lahan umumnya juga dipercepat dengan adanya sistem pengelolaan lahan yang tidak memakai konsep dan teknik-teknik konservasi tanah, lahan-lahan yang dikelola dan dimanfaatkan tanpa memperhatikan kemampuan dari lahan itu sendiri. Lahan-lahan yang sesuai untuk dijadikan areal hutan sering digunakan untuk areal pemukiman dan pertanian intensif sehingga proses penghanyutan tanah oleh aliran permukaan (run off) akan menimbulkan erosi yang sangat berbahaya terhadap kelestarian tanah, sehingga dengan sendirinya terjadi kerusakan lahan akibat terjadinya penurunan (degradasi) kualitas fisik dan kimia lahan. Utomo (1989) mengatakan bahwa proses erosi diawali dengan penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi yang lebih besar dari daya tanah. Hancuran tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga kapasita infiltrasi tanah akan menurun dan akan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah yang dikenal dengan limpasan permukaan. Jika tenaga limpasan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancura tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam erosi yaitu diawali dengan penghancuran agregat tanah, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan.Erosi umumnya dipengaruhi oleh iklim, tanah, lereng, vegetasi, dan aktivitas manusia dalam hubungannya dengan pemakaian tanah. Factor iklim yang berperan adalah curah hujan dan lamanya hari hujan. Curah hujan yang mempunyai intensitas tinggi dan waktu yang relative lama akan menimbulkan erosi yang sudah mengarah kepada kerusakan tanah. Demikian pula halnya dengan kondisi tanah, kemiringan lereng, pola penggunaan lahan untuk tanaman yang diusahakan oleh manusia. Pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan lereng yang cukup curam, kalau pengelolaan lahan pada kondisi lereng tersebut tidak mengacu pada teknik-teknik konservasi tanah, maka jelas akan kelestarian dari tanah dalam mendukung proses kehidupan dimuka bumi.Daerah gunung padang terletak di Kelurahan Mato Air Kecamatan Padang Selatan Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan peta Geologi lembar Padang skala 1 : 250.000 satuan batuan disekitar Gunung Padang tergolong pada aliran yang tak teruraikan berumur pliosen samapi awal holosen berupa lahar, konglomerat, dan endapan koluvial, serta andesit dan tuff (Q Ta) yang berumur akhir plistosen sampai awal holosen, berupa, andesit, dan tuff yang berselingan atau andesit sebagai intrusi didalam tuff.

Morfologi daerah gunung pada merupakan perbukitan dengan ketinggian sedang serta memiliki lereng yang sedang sampai sangat curam (kemiringan lereng rata-rata 300-650). Pola penggunaan lahan di daerah gunung padang di dominasi oleh permukiman dan pertanian. Pemukiaman penduduk didaerah gunung padang menyebar didaerah-didaerah yang seharusnya hutan, tapi akibat desakan pertambahan penduduk, daerah-daerah yang seharusnya hutan tersebut dijadikan awal permukiman. Sedang pola penggunaan hutan yang terdapat pada daerah tersebut tergolong pada lahan pertanian holtikultura dan kebun campuran, serta lahan-lahan yang digunakan untuk hutan relatif kecil. Dengan kondisi topografi dan geomorfologi daerah yang cukup mendukung terjadinya proses erosi dan degradasi fisik lahan.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :1. Berapa nilai Erosi yang Diperbolehkan (Edp) daerah Gunung Padang Sumatera Barat?

2. Bagaimana tingkat degradasi tanah daerah Gunung Padang Sumatera Barat?

3. Apakah terdapat kaitan antara erosi yang diperbolehkan (Edp) dengan degradasi fisik tanah daerah Gunung Padang Sumatera Barat?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dan membahas tentang :

1. Besarnya nilai erosi yang diperbolehkan (Edp) daerah Gunung Padang Sumatera Barat.

2. Tingkat degradasi tanah daerah Gunung Padang Sumatera Barat.

3. Kaitan antara erosi yang diperbolehkan dengan degradasi fisik tanah daerah Gunung Padang Sumatera Barat.

D. Manfaat PenelitianBerdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah pengetahuan tentang erosi yang diperbolehkan (Edp) dan degradasi fisik tanah

2. Memberikan konstribusi bagi masyarakat yang bertempat tinggal disekitar daerah gunung padang tentang cara-cara pengelolaan lahan yang baik untuk menjaga kelestarian tanah.

3. Memberikan konstribusi dan pengatahuan bagi pemerintah kota padalang dalam rangka penerapan konservasi dan reklamasi lahan di Daerah Gunung Padang.

BAB II

ISI

Erosi Yang Diperbolehkan (Edp) dan Degradasi Fisik Tanah Gunung Padang Sumatera Barat

Erosi merupakan peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat yang lain, baik yang disebabkan oleh pergerakan air maupun oleh angin. Di daerah tropika basah, seperti di Indonesia, erosi yang terjadi umumnya disebabkan oleh air. Erosi air timbul apabila terdapat aksi disperse dan tenaga pengangkut oleh air hujan yang mengalir di permukaan tanah. Selama terjadi hujan, limpasan permukaan berubah terus dengan cepat, tapi pada waktu mendekati akhir hujan, limpasan permukaan berkurang dengan laju yang sangat rendah, sehingga bahan-bahan tersebut diendapkan.

Menurut Yunianto (1994) erosi disebabkan oleh curah hujan yang intensitasnya relatif tinggi dengan waktu hujan yang relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi, energi kinetic merupakan penyebab utama dalam menghancurkan agregat tanah. Besarnya energi kinetik hujan tergantung pada jumlah hujan, intensitas hujan, dan kecepatan jatuh hujan. Kecepatan jatuhnya hujan itu sendiri ditentukan oleh ukuran butir hujan. Kemudian Evans (1980) juga menambahkan bahwa terdapat interaksi antara butir-butir hujan, kecepatan hujan, bentuk butir, dan lamanya hujan akan mempengaruhi kekuatan hujan dalam menimbulkan erosi. Makin besar ukuran butir hujan , momentum akibat jatuhnya butir hujan semakin meningkat, khususnya pada saat energy kinetic mencapat maksimum, yaitu pada intensitas hujan antara 50-100 mm/jam dan diatas 250 mm/jam, sehingga kekuatan untuk merusak agregat tanah semakin meningkat.

Listyarini (1988) menambahkan selain hujan, karekteristik tanah dan kemiringan lereng juga dapat menentukan besat kecilnya intensitas erosi yang terjadi. Agregat tanah yang mantap cukup tahan terhadap pemecahan oleh butir-butir air hujan, dimana tanah-tanah yang mempunyai agregat yang mantap mempunyai sifat akibat porous akibat banyak mengandung bahan organik tanah, sehingga kecepatan infiltrasi cukup tinggi dan run off akan kecil. Selain itu peran kemiringan lereng dan panjang lereng juga mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan intensitas erosi. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang berakumulasi diatasnya juga akan besar dan kemudian semuanya akan turun dengan volume dan kecepatan yang meningkat. Tanah-tanah dibagian bawah lereng mengalami erosi yang cukup besar dari tanah-tanah bagian atas lereng, karena semakin kebawah, air yang terkumpul semakin banyak dan kecepatan aliran juga akan semakin meningkat, sehingga daya erosi akan semakin besar.

Selain hujan, tanah, dan lereng, vegetasi dan aktivitas manusia juga mempunyai peran yang cukup besar dalam mempengaruhi terjadinya peristiwa erosi. Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya ; 1. Intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsorpsi melalui air hujan, sehingga memperkecil erosi.2. Pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar-akarnya.3. Pengaruh terhadap limpasan permukaan.

4. Peningkatan aktivitas biologi dalam tanah.

5. Peningkatan kecepatan kehilangan air karena proses transpirasi (Arsyad, 1983).

Morgan (1979) mengemukakan bahwa erosi aliran permukaan akan terjadi akibat terlampaunya nilai kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah, baik oleh intensitas maupun oleh lamanya hujan. Pada dasarnya erosi merupakan proses perataan kulit bumi. Jadi selama kulit bumi tidak rata, erosi akan tetap terjadi dan tidak mungkin untuk menghentikan erosi. Oleh karena itu, usaha konservasi tanah tidak berusaha untuk menghentikan erosi, tapi hanya mengendalikan laju erosi ke suatu nilai tertentu yang tidak merugikan. Nilai erosi ini dikenal dengan erosi yang diperbolehkan (Edp) yang dalam bahasa inggris disebut permissible erosion, acceptable erosion, atau tolerate limit erosion.

Edp tidak boleh melebihi prose pembentukan tanah. Pembentukan tanah merupakan proses yang sangat kompleks dan merupakan fungsi berbagai variable yang saling berinteraksi. Dalam teori pembentukan tanah, tanah merupakan fungsi dari bahan induk, iklim, topografi, vegetasi, dan manusia. Dengan kecepatan kehilangan tanah lebih kecil dari laju pembentukan tanah, maka diharapkan produktivitas tanah tidak menurun. Mc. Cormack (1979) memberi batasan erosi yang diperbolehkan, yaitu kecepatan maksimum kehilangan tanah pertahun yang diperbolehkan akibat prokdutivitas tanah dapat mencapai tingkatan optimum dalam waktu yang lama. Wischmeirer dan Smith (1978) mengatakan bahwa dalam penentuan Edp harus mempertimbangkan : 1. Ketebalan lapisan tanah atas.

2. Sifak fisik tanah

3. Pencegahan terjadinya selokan atau gully.

4. Penurunan bahan organik tanah.

5. Kehilangan zat hara tanaman.

Hammer (1981) mengusulkan bahwa untuk daerah-daerah di Indonesia, nilai edp dapat dihitung berdasarkan kedalaman ekuivalen tanah dan kelestarian sumberdaya tanah (umur). Kedalaman diperoleh dengan mengalikan data kedalaman tanah (pengukuran di lapangan) dengan factor kedalaman. Dalam metode yang dikembangkan hammer (1981), dikenal tiga istilah kedalaman tanah, yaitu kedalaman efektif tanah, faktor kedalaman tanah equivalent. Yang dimaksud dengan kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah sampai terjadi penghambatan pertumbuhan akar tanaman, data ini diperoleh dari pengukuran lapangan. Faktor kedalaman tanah adalah faktor modifikasi yang didasarkan pada risiko kerusakan tanah sebagai fungsi kedalaman. Kedalaman tanah equivalent merupakan hasil perkalian antara kedalaman efektif tanah dengan faktor kedalaman efektif tanah dengan faktor kedalaman.Proses erosi yang terjadi yang melebihi nilai Edp akan menimbulkan terjadinya degradasi fisik tanah. Degradasi fisik tanah merupakan peristiwa yang mengkondinisikan tanah mengalami penurunan sifat-sifat fisika tanah, terutama tekstur, struktur, permeabilitas, bahan organic, dan lain sebagainya. Menurut Yurnianto (1994) sifat-sifat fisika tanah yang bersifat untuk mendukung daya tahan tanah terhadap erosi adalah tekstur, agregat tanah, bahan organik tanah, dan infiltrasi tanah. Partikel-partikel yang berukuran kasar akan tahan terhadap erosi karena partikel-partikel ini sukar diangkut. Disamping itu, tanah-tanah yang bertekstur kasar mempunyai kapasitas dan laju infiltrasi yang tinggi, sehingga jika tanah tersebut mempunyai solum yang dalam maka erosi dapat diabaikan. Arsyad (1983) menambahkan bahwa ada dua aspek sturktur tanah yang penting dalam kaitannya dengan erosi, yaitu sifat fisiko-kimia liat yang mendukung terbentuknya kemantapan agregat dan adanya bahan-bahan pengikat yang dapat membentuk butir-butir primer menjadi agregat yang mantap.Bahan organic dalam pembentukan dan pemantapan agregat sangat besar sekali. Selain itu, bahan organik yang telah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan untuk menghisap dan memegang air yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Dengan demikian proses erosi dapat berkurang karena berkurangnya aliran permukaan dan secara fisika tanah mempunyai daya tahan yang baik terhadap penghancuran dan penghanyutan. (seta, 1987).Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : abney level, bor tanah, ring sampel, yallon, pita ukur, cangkul/sekop, kamera, plastik, oven, timbangan analitik, cawan, siever, gelas ukur, gelas piala, stereoskop cermin, permeameter, computer, dan printer. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta geologi, peta topografi, peta lereng daerah gunung padang, peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan daerah gunung padang, dan data curah hujan dalam waktu 10 tahun terakhir.

Jalanya Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : tahap pra-lapangan, tahap lapangan, dan tahap pasca lapangan. Pada tahap pra lapangan dilakukan studi pustaka untuk mengumpulkan bahan-bahan penelitian, menyiapkan alat-alat penelitian, interpretasi peta-peta penelitian untuk membuat peta satuan lahan lokasi penelitian, dan penetuan titik-titik sampel masing-masing satuan lahan. Tahap lapangan kegiatan dilakukan adalah melakukan survey pendahuluan untuk mencocokan peta satuan lahan sementara dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan. Setelah peta satuan lahan sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan barulah dilakukan pengamatan dan pengukuran lapangan. Penentuan posisi titk sampel di lapangan, digunakan GPS yang berfungsi untuk mencari koordinat yang tepat dan sesuai di lapangan dengan koordinat dipeta.Data Penelitian

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data perimer diperoleh secara langsung dilapangan dan di laboratorium, sedangkan data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari instansi terkait. Data primer yang diamati dilapangan berupa ; (1) tekstur tanah, (2) tingkat perkembangan struktur tanah, (3) porositas tanah, (4) bulkdensity, (5) kedalaman solum tanah, (6) erodibilitas tanah. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : (1) data curah hujan dan temperatur, (2) data jenis tanah dari peta jenis tanah skala 1:50.000, (3) kedalaman solum tanah equivalent, (4) faktor kedalaman solum tanah , (5) kelestarian tanah.Veriable Penelitian

Variable dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu erosi yang diperbolehkan (Edp) dan degradasi fisik tanah. Nilai erosi yang diperbolehkan yang diukur adalah : (1) kedalaman solum tanah, (2) kedalaman solum tanah equivalent, (3) ordo tanah, (4) faktor kedalaman solum tanah, (5) kelestarian tanah. Degradasi fisik tanah yang diukur adalah : (1) tekstur tanah, (2) perkembangan struktur tanah, (3) porositas tanah, (4) bulkdensity, (5) erodibilitas tanah.Kriteria Penentuan Nilai Erosi yang Diperbolehkan (Edp)

Dalam penentuan nilai erosi yang diperbolehkan (Edp) adalah menurut formula yang diusulkan oleh Hammer (1981).

Indikator Penentu dalam Penentuan Nilai Erosi yang

Diperbolehkan (Edp) menurut Hammer (1981)

NoIndikatorKriteria

1Kelestarian Tanah100 tahun dengan Edp 4,2 to/ha/tahun

2Kedalaman Solum TanahDitentukan setelah selesai pengukuran solum di lapangan

3Faktor Kedalaman Solum TanahOrdo TanahNilai Indikator

3.1Ultisols0,80

3.1.1Humult*1,00

3.2Oksisols0,90

3.2.1Humox*1,00

3.3Aridisols0,70

3.4Molisols0,90

3.4.1Alboll*0,75

3.5Spodosols0,95

3.6Alfisols0,90

3.7Inceptisols1,00

3.7.1Aquept*0,95

3.8Andisols1,00

3.9Vertisols1,00

3.10Entisols0,90

3.11Histosols0,90

Sumber : Hammer (1981); Utomo (1989)

Ket : *kecuali

Teknik Analisis Data

Analisis data untuk menentukan nilai erosi yang diperbolehkan adalah menurut formula yang dikembangkan oleh Hammer (1981), yaitu :

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Erosi merupakan peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat yang lain, baik yang disebabkan oleh pergerakan air maupun oleh angin. Pada dasarnya erosi merupakan proses perataan kulit bumi. Jadi selama kulit bumi tidak rata, erosi akan tetap terjadi dan tidak mungkin untuk menghentikan erosi. Oleh karena itu, usaha konservasi tanah tidak berusaha untuk menghentikan erosi, tapi hanya mengendalikan laju erosi ke suatu nilai tertentu yang tidak merugikan. Nilai erosi ini dikenal dengan erosi yang diperbolehkan (Edp) yang dalam bahasa inggris disebut permissible erosion, acceptable erosion, atau tolerate limit erosion.

B. Saran

Dari penjabaran diatas diharapkan kritik dan sarannya yang membangun, sehingga nantinya dalam pemahaman erosi yang diperbolehkan itu seperti apa dan bagaimana cara pengapikasianya ke lapangan. Pada pembaca aga memberikan saran yang membangun dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hermon, Dedi dan Khairani. 2009. Geografi Tanah Suatu Tinjauan Teroritis, Metodologis, dan Aplikasi Proposal Penelitian. Padang : Yayasan Jihadul Khair Center.Hermon, Dedi. 2006. Buku Ajar Geografi Tanah. Padang : Fakultas Ilmu Sosial UNP.Nilai Edp = kedalaman Solum tanah Equivalent

Kelestarian Tanah

10