19
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Umbi-umbian merupakan bahan pangan potensial yang dapat mencukupi kebutuhan bahan pangan penduduk Indonesia salah satunya yaitu ubi kayu. Peranannya sebagai bahan pangan menduduki peringkat nomor tiga setelah beras dan jagung, bukan dalam hal jumlah dan volume pemakaiannya saja tetapi juga dalam hal nilai gizinya. Potensi ubi kayu sebagai bahan pangan yang sangkil di dunia ditunjukkan dengan fakta bahwa tiap tahun 300 juta ton ubi–ubian dihasilkan dunia dan dijadikan bahan makanan sepertiga penduduk di negara–negara tropis. Sedangkan di Indonesia produksi ubi kayu, khususnya kota bandung dari tahun 1996–2001 mengalami kenaikan dengan nilai rata–rata per tahun 15 % (Biro Pusat Statistik, 1996–2001). Untuk itu

Tape

Embed Size (px)

Citation preview

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah,

(2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

(6) Hipotesis Penelitian dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1.1. Latar Belakang Penelitian

Umbi-umbian merupakan bahan pangan potensial yang dapat mencukupi

kebutuhan bahan pangan penduduk Indonesia salah satunya yaitu ubi kayu.

Peranannya sebagai bahan pangan menduduki peringkat nomor tiga setelah beras

dan jagung, bukan dalam hal jumlah dan volume pemakaiannya saja tetapi juga

dalam hal nilai gizinya.

Potensi ubi kayu sebagai bahan pangan yang sangkil di dunia

ditunjukkan dengan fakta bahwa tiap tahun 300 juta ton ubi–ubian dihasilkan

dunia dan dijadikan bahan makanan sepertiga penduduk di negara–negara tropis.

Sedangkan di Indonesia produksi ubi kayu, khususnya kota bandung dari tahun

1996–2001 mengalami kenaikan dengan nilai rata–rata per tahun 15 % (Biro Pusat

Statistik, 1996–2001). Untuk itu dengan besarnya angka produksi, maka

bertambah banyak kelebihan yang kerapkali harus terbuang karena kerusakan atau

pembusukan.

Ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat yang banyak terdapat

di Indonesia dengan produksi yang melimpah sehingga harga jualnya sering turun.

Ubi kayu mempunyai sifat yang mudah rusak. Menurut Lingga (1999), akan

terjadi penurunan mutu ubi kayu yang disimpan dalam 24 jam tanpa adanya

pengolahan terutama pada saat panen banyak ditemukan singkong yang luka.

Sehingga untuk mengantipasi hal tersebut perlu dilakukan diversifikasi terhadap

produk olahan ubi kayu.

Tape merupakan makanan yang dibuat secara tradisional melalui proses

fermentasi dengan adanya penambahan Saccharomyces Cereviseae dengan cecap

yang manis, sedikit asam dan mempunyai aroma alkoholik. Selama proses

fermentasi akan terjadi perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan fisik

terjadi ubi kayu yang tadinya keras menjadi lembek. Perubahan kimia terjadi

disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada starter (ragi),

dimana aktivitas-aktivitas mikroorganisme tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat

memproduksi gula, asam serta pembentukan alkohol dan aroma dari substrat

karbohidrat (Winarno, dkk, 1986). Sedangkan perubahan mikrobiologi yang

terjadi adalah adanya perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan gas,

bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya.

Menurut Dwidjoseputro (1989), secara umum yang dimaksud dengan

tape adalah suatu produk fermentasi dari bahan sumber pati, seperti ubi kayu

(manihot sp.) dan ketan (Oriza sp.) dengan melibatkan ragi di dalam proses

pembuatannya.

Pembuatan tape dapat digolongkan dalam proses fermentasi

heterofermentatif karena mikroba yang berperan lebih dari satu macam, dalam hal

ini kapang dan khamir (Hans dan Karin, 1994).

Menurut Fardiaz (1992) kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu

dapat tumbuh baik pada suhu kamar, suhu optimum untuk kebanyakan kapang

2

adalah sekitar 25 – 300. kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada

umumnya hampir sama dengan kapang suhu optimumnya antara 25 – 300 C.

Makanan-makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai

nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan

karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang

kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna,

tetapi mikroba juga dapat mensintesis beberapa vitamin yang kompleks dan

faktor-faktor pertumbuhan bahan lainnya, misalnya produksi dari beberapa

vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A (Winarno, 1986).

Sehingga dengan adanya beberapa aktivitas mikroba dalam proses fermentasi

maka bahan pangan yang kurang disenangi dapat ditingkatkan nilainya.

Tape merupakan jenis makanan yang digemari masyarakat karena

rasanya memenuhi selera konsumen. Pembuatan tape meliputi dua tahap

fermentasi yaitu pengubahan karbohidrat komplek (polisakarida) seperti pati yang

terdapat dalam bahan baku menjadi bentuk karbohidrat yang lebih sederhana

(monosakarida) yaitu gula (glukosa) dan pada proses selanjutnya gula diubah

menjadi alkohol oleh khamir dengan hasil sampingan dari reaksi tahap kedua

adalah gas CO2 dan asam-asam organik (Dwidjoseputro, 1989). Bahan baku yang

digunakan adalah bahan-bahan yang mengandung karbohidrat. Dihasilkannya gula

pada proses fermentasi ini menyebabkan tape mempunyai rasa manis. Tingkat

kemanisan ditentukan oleh kadar gula yang dihasilkan pada proses fermentasi

tersebut.

3

Tape yang baik adalah tape yang mempunyai tekstur lunak dengan rasa

yang manis, asam dan sedikit bercecap alkohol. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas dari tape yaitu jenis ragi

Menurut Suliantari dan Winiati (1989), mikroorganisme yang lazim

terdapat dalam ragi tape dan sangat berperan dalam fermentasi tape biasanya

didominasi oleh kapang dari genus Amylomyces, Rhizopus dan Mucor serta

khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula dan Candida.

Setiap mikroorganisme tersebut mempunyai peranan masing-masing, terutama

khamir dari genus Saccharomyces berperan dalam pembentukan alkohol.

Pada umumnya ragi tape yang digunakan dibuat secara tradisional yang

dapat menghasilkan tape dengan mutu fermentasi yang beraneka ragam, karena

mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tidak tetap jumlah dan jenisnya

bahkan tergantung pada keadaan lingkungan pada saat pembuatan ragi. Sehingga

masalah yang sering dijumpai pada pembuatan tape adalah menghasilkan tape

yang rasanya berlainan dan kurang diminati secara organoleptik pada saat

dikonsumsi. Hal ini dimungkinkan karena adanya perubahan sifat ragi yang

berpengaruh pada mutu dari ragi, kondisi pembuatan ragi dan jenis penyusun ragi.

Ragi yang terdapat di Indonesia digunakan untuk fermentasi subsrat yang

kaya akan pati seperti umbi kayu dan beras ketan menjadi tape. Ragi tape

merupakan stater tape dan mengandung mikroorganisme yang sulit dikontrol, oleh

karena itu sebagian besar ragi yang yang dibuat di pulau Jawa bervariasi mutunya.

Hal ini menyebabkan produk tape yang dihasilkan beragam dan juga bahwa

aktivitas ragi hanya bertahan sampai 2 – 3 bulan pada suhu ruang.

4

Pembuatan tape umumnya dilakukan secara tradisional, sehingga

menghasilkan tape dengan tingkat kemanisan yang beraneka ragam atau tidak

tetap, hal ini disebabkan karena adanya penambahan ragi yang tidak tepat dan

suhu fermentasi yang suhunya tidak pernah disebutkan, tetapi umumnya

masyarakat menggunakan suhu kamar. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan

penambahan ragi dengan konsentrasi yang berbeda dan lama fermentasi yang

berbeda, dengan itu diketahui konsentrasi ragi tape optimum dan lama fermentasi

yang dapat menghasilkan mutu tape terbaik yang dapat dilihat dari sifat kimia

maupun karakteristik dari tape ubi kayu.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi ragi tape dan lama fermentasi terhadap

karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).

2. Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu

(Manihot esculenta Crantz).

3. Bagaimana pengaruh interaksi antara konsentrasi ragi tape dan lama

fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh

konsentrasi ragi tape dan lama fermentasi serta interaksi antara konsentrasi ragi

tape dan lama fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta

Crantz).

5

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh konsentrasi ragi tape dan lama

fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu.

2. Meningkatkan daya terima konsumen.

3. Diversifikasi produk olahan dari ubi kayu.

1.5. Kerangka Pemikiran

Menurut Kartasapoetra (1994), tape merupakan sejenis makanan rakyat

yang terbuat dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbohidrat, seperti tape

singkong, beras dan sorgum. Tape dihasilkan dari proses fermentasi oleh sejenis

khamir (yeast, kapang Aspergillus sp). Kapang inilah yang merubah karbohidrat

yang terkandung di dalam bahan menjadi gula. Rasa manis tape dipengaruhi oleh

kadar gula yang terdapat dalam tape tersebut. Tetapi sering juga rasanya asam.

Hal ini disebabkan sejenis bakteri yang dalam proses pembuatannya kurang teliti

dan steril. Misalnya , penambahan ragi yang berlebihan, penutupan bahan pada

saat fermentasi dan waktu fermentasi yang terlalu lama.

Menurut Fardiaz (1992), proses fermentasi tape mengubah rasa, aroma,

nilai gizi dan palabilitas yang mempengaruhi perubahan substrat menjadi

komponen lain. Perubahan tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim, komposisi

substrat, kondisi lingkungan, tipe dan jumlah mikroba pada awal atau selama

fermentasi (Ko Swan Djien, 1982). Suliantari dan Winiati (1989) menyatakan

bafdfhwa hal itu juga meningkatkan aseptibilitas, digestabilitas dan menurunkan

kandungan HCN sekitar 83,40%.

6

Rahardi (1982) menyatakan bahwa melalui proses fermentasi daya cerna

bahan makanan dapat meningkat, seperti tempe keuntungan lainnya adalah

merubah cecap menjadi lebih baik dari pada bahan segar dan meningkatkan

kandungan B1.

Faktor yang berperan pada proses pembuatan produk fermentasi seperti

tape adalah konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta keseragaman pada tahap

pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak (Saono et al., 1982).

Menurut Suliantari dan Winiati (1989), mikroba yang paling berperan

dalam fermentasi tape biasanya didominasi oleh kapang dari genus Amylomyces,

Mucor dan Rhizopus, serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces,

Hansenula dan Candida. Bakteri yang sering terdapat di dalam ragi adalah dari

genus Pediococcus dan Bacillus. Sedangkan Ko Swan Djien (1982) menyatakan

bahwa tidak semua mikroba yang ditemukan dalam ragi penting untuk fermentasi

bahan yang mengandung pati menjadi tape. Mikroba yang aktif dalam fermentasi

adalah Mucor rouxii, Chlamydomucor orizae, Saccharomyces cerevisiae,

Rhizopus orizae, Candida javanica, Mucor, Hansenula anomala dan

Endomycopsis fibuliger. Saono et al (1982), menambahkan bahwa bakteri yang

sering terdapat pada ragi berasal dari genus Pediococus dan Bacillus. Adapun

kapang yang berperan adalah Amylomyces, Mucor dan Rhizopus sp. dan khamir

yang berperan adalah Endomycopsis fibuliger dan Hansenula sp.

Suwaryono dan Ismaeni (1988), menyatakan bahwa suatu inokulum tape

yang bermutu baik adalah yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

bersifat selektif terhadap mikroorganisme yang diinginkan, mikroorganisme

7

tersebut mampu tumbuh dan berkembang biak di dalam substrat yang digunakan,

stabil selama penyimpanan, mampu melakukan proses fermentasi dalam

lingkungan yang sederhana dan mudah dikendalikan.

Menurut penelitian Salam (1994), tentang pengaruh konsentrasi ragi,

lama fermentasi dan suhu fermentasi terhadap mutu brem padat. Pengaruh

konsentrasi ragi terhadap kadar gula pereduksi dengan penggunaan konsentrasi

ragi pasar 0,15% memperlihatkan kadar gula pereduksi tertinggi (56,42%),

sedangkan konsentrasi ragi pasar 0,05% menunjukkan nilai terendah (53,97%).

Perubahan gula pereduksi ini disebabkan oleh perubahan gula pereduksi menjadi

alkohol.

Menurut penelitian Purbayanti (1990), selama proses fermentasi kadar

gula pereduksi cenderung meningkat. Pada awal fermentasi kandungan gula

pereduksi singkong hanya 0,47% dan pada akhir fermentasi 72 jam meningkat

hingga mencapai 18%. Peningkatan yang tajam terjadi pada waktu fermentasi

antara 36 dan 48 jam dan setelah itu peningkatan terjadi dengan laju yang lebih

lambat. Selama fermentasi tape ubi kayu dengan menggunakan ragi pasar, maka

terjadi pembentukan glukosa, tetapi selanjutnya terjadi penurunan kandungan

glukosa. Nilai pH mengalami penurunan sampai fermentasi jam ke-60, tetapi

mulai jam ke-72 terjadi sedikit penurunan pH. Hasil identifikasi jenis gula tape

singkong menunjukkan bahwa jenis gula yang terdapat di dalam tape singkong

adalah glukosa dan fruktosa. Setelah 12 jam fermentasi, jumlah glukosa

meningkat dengan tajam dari 0,174% menjadi 6,034%, sedangkan maltosa

jumlahnya relatif stabil dan fruktosa hanya meningkat sedikit.

8

Fermentasi yang dilakukan oleh ragi tape atau ragi pasar berlangsung

lebih cepat dan gula pereduksi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dibandingkan

dengan fermentasi yang mengguanakan inokulum murni. Dalam pembuatan tape

ubi kayu dalam penelitian Leni (1989), menyatakan bahwa jumlah inokulum

murni yang diberikan 0,1 % bobot ubi kayu kukus dan menjadi tape ubi kayu

setelah difermentasi selama 4 hari. Dan dihasilkan gula reduksi sebesar 18,59%

dalam waktu 2-3 hari. Pada pembuatan tape talas bogor kering menurut penelitian

Diana (1997) dalam Widuri (2001), menyatakan bahwa menghasilkan gula

reduksi sebesar 13,09% dan untuk tape talas padang pada penelitian Dian (1993)

dalam Widuri (2001) menghasilkan gula reduksi sebesar 13,15% dalam waktu 2

hari. Pada pembuatan tape singkong menurut penelitian Louvianingsih (2004)

menghasilkan gula reduksi sebesar 4,536% dengan lama fermentasi 4 hari. Dan

pada pembuatan tape ubi ubi jalar pada penelitian Astuti (2004), menghasilkan

kadar gula reduksi tertinggi pada varietas ubi cilembu dengan konsentrasi ragi

pasar 0,10% sebesar 1,321% dengan waktu optimum yang terbaik yaitu 3 hari.

Penggunaan jenis inokulum kering berpengaruh terhadap kadar gula

reduksi tertinggi karena di dalam ragi pasar mengandung berbagai jenis

mikroorganisme yang dapat menghasilkan bermacam-macam enzim, dimana jenis

enzim dan banyaknya enzim yang dihasilkan akan mempengaruhi laju fermentasi

sehingga dibandingkan dengan inokulum murni kering Saccharomyces cerevisiae

R58 yang hanya mengandung khamir saja, enzim yang dihasilkan ragi pasar relatif

lebih bervariasi dibandingkan enzim yang dihasilkan inokulum murni.

9

Menurut Saono et al (1981), ragi tape merupakan stater tape dan

mengandung mikroorganisme yang sulit dikontrol. Oleh karena itu, sebagian besar

ragi yang dibuat di Jawa bervariasi mutunya. Hal ini menyebabkan produk tape

yang dihasilkan beragam. Aktivitas ragi hanya bertahan selama 2-3 bulan.

Menurut penelitian Widuri (2001), tentang pengaruh jenis inokulum

kering dan suhu fermentasi pada pembuatan tape talas padang, menunjukkan

bahwa lama fermentasi untuk inokulum kering ragi pasar lebih cepat

dibandingkan dengan inokulum kering Saccharomyces cerevisiae R58 karena di

dalam ragi pasar (tape) mengandung berbagai mikroorganisme termasuk kapang,

khamir dan bakteri yang membantu dalam proses fermentasi sedangkan di dalam

Saccharomyces cerevisiae R58 hanya terkandung satu jenis khamir saja sehingga

membutuhkan waktu lebih lama dalam proses fermentasi. Fermentasi yang

dilakukan oleh ragi pasar berlangsung lebih cepat dan gula reduksi yang

dihasilkan menjadi lebih besar dibandingkan dengan fermentasi yang

menggunakan inokulum murni. Lama fermentasi untuk inokulum kering

Saccharomyces cerevisiae R58 adalah 3 hari dan untuk inokulum kering ragi pasar

lama fermentasi yang digunakan 2 hari.

Menurut Hidayat, dkk (2000) Tipe dan konsentrasi organisme dalam

inokulum yang digunakan merupakan faktor paling kritis yang mempengaruhi

fermentasi. Inokulum yang dibuat dapat membentuk pigmen, asam maupun aroma

yang menyimpang. Teknik pencampuran inokulum dan bahan baku yang kurang

benar dapat pula mempengaruhi kualitas tape. Tape yang dihasilkan setelah 45

jam dengan suhu antara 30 – 370C mempunyai rasa yang lebih manis

10

dibandingkan pada suhu 26 – 300C pada fermentasi lebih dari 144 jam kandungan

alkohol menjadi tinggi. Optimasi konsentrasi ragi dan lama inkubasi pada

fermentasi tape, menunjukkkan bahwa kadar gula reduksi tape tertinggi (14,59)

jika digunakan konsentrasi ragi kurang dari 0,5% dengan fermentasi maksimum 4

hari. Kadar alkohol terbentuk maksimum 6,945% jika konsentrasi ragi antara

1,145-1,1232% dengan lama fermentasi kurang dari 4 hari. Untuk kadar alkohol

terendah dapat diperoleh jika inkubasi kurang dari 5 hari dan konsentrasi ragi

kurang 0,5 %. Kadar asam asetat tertinggi (0,539%) pada konsentrasi ragi 0,645%

dengan lama fermentasi 5-6 hari. Produk tape dengan gula tertinggi, rendah

alkohol dan asam dapat diperoleh jika inkubasi 3 hari dengan jumlah ragi kurang

dari 1% dan jika akan digunakan untuk produksi asam asetat diperlukan waktu

inkubasi sekitar 6 hari dengan jumlah konsentrasi ragi 0,5-1,0%.

Menurut penelitian Arlanda (2001) bahwa pada pembuatan tape ketan

putih dan tape ketan hitam dibuat dengan penambahan ragi 0,2%, selanjutnya

difermentasi selama 5 hari menghasilkan kadar gula pereduksi sebesar 10,18%,

nilai pH 3,86 dan jumlah cairan (ml) adalah 320,5 ml untuk tape ketan putih,

sedangkan untuk tape ketan hitam menghasilkan kadar gula pereduksi sebesar

10,58%, nilai pH 4,93 dan jumlah cairan (ml) adalah 132,5 ml.

Tekstur terbaik pada tape ubi kayu dicapai pada fermentasi selama 3 hari,

yaitu teksturnya lunak, agak berair dan rasanya paling manis karena komponen

gula pereduksinya tertinggi, yaitu 9,80%. Setelah fermentasi hari ke-4 komponen

gula pereduksinya mulai menurun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

komponen gula pereduksi dimanfaatkan oleh mikroba (A rouxii dan E burtonii).

11

Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan aroma alkohol dan rasa asam dan

peningkatan air serta karbondioksida yang terbentuk (Nurwantoro, 1991).

Menurut penelitian Widuri (2001), banyaknya penggunaan ragi pada

pembuatan tape dari talas padang adalah setiap 1 Kg ubi talas padang ditaburi

dengan 1 gram ragi tape, sedangkan untuk inokulum murni kering menggunakan 2

gram untuk 1 Kg ubi talas padang.

Menurut Kartasapoetra (1994) bahwa penggunaan banyaknya ragi pada

pembuatan tape singkong adalah setiap 5 Kg singkong ditaburi dengan 75 gram

ragi tape dan disimpan selama 2-3 hari pada suhu kamar, sampai singkong

menjadi lunak dan mempunyai rasa manis.

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diduga bahwa :

1. Terdapat pengaruh yang nyata dari konsentrasi ragi tape terhadap karakteristik

tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).

2. Terdapat pengaruh yang nyata dari lama fermentasi terhadap karakteristik

tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).

3. Terdapat pengaruh yang nyata dari interaksi antara konsentrasi ragi tape dan

lama fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta

Crantz).

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2005, dengan tempat

penelitian di Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan.

12