Upload
dyahamaliaramadhani
View
65
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah,
(2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,
(6) Hipotesis Penelitian dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
1.1. Latar Belakang Penelitian
Umbi-umbian merupakan bahan pangan potensial yang dapat mencukupi
kebutuhan bahan pangan penduduk Indonesia salah satunya yaitu ubi kayu.
Peranannya sebagai bahan pangan menduduki peringkat nomor tiga setelah beras
dan jagung, bukan dalam hal jumlah dan volume pemakaiannya saja tetapi juga
dalam hal nilai gizinya.
Potensi ubi kayu sebagai bahan pangan yang sangkil di dunia
ditunjukkan dengan fakta bahwa tiap tahun 300 juta ton ubi–ubian dihasilkan
dunia dan dijadikan bahan makanan sepertiga penduduk di negara–negara tropis.
Sedangkan di Indonesia produksi ubi kayu, khususnya kota bandung dari tahun
1996–2001 mengalami kenaikan dengan nilai rata–rata per tahun 15 % (Biro Pusat
Statistik, 1996–2001). Untuk itu dengan besarnya angka produksi, maka
bertambah banyak kelebihan yang kerapkali harus terbuang karena kerusakan atau
pembusukan.
Ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat yang banyak terdapat
di Indonesia dengan produksi yang melimpah sehingga harga jualnya sering turun.
Ubi kayu mempunyai sifat yang mudah rusak. Menurut Lingga (1999), akan
terjadi penurunan mutu ubi kayu yang disimpan dalam 24 jam tanpa adanya
pengolahan terutama pada saat panen banyak ditemukan singkong yang luka.
Sehingga untuk mengantipasi hal tersebut perlu dilakukan diversifikasi terhadap
produk olahan ubi kayu.
Tape merupakan makanan yang dibuat secara tradisional melalui proses
fermentasi dengan adanya penambahan Saccharomyces Cereviseae dengan cecap
yang manis, sedikit asam dan mempunyai aroma alkoholik. Selama proses
fermentasi akan terjadi perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan fisik
terjadi ubi kayu yang tadinya keras menjadi lembek. Perubahan kimia terjadi
disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada starter (ragi),
dimana aktivitas-aktivitas mikroorganisme tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat
memproduksi gula, asam serta pembentukan alkohol dan aroma dari substrat
karbohidrat (Winarno, dkk, 1986). Sedangkan perubahan mikrobiologi yang
terjadi adalah adanya perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan gas,
bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya.
Menurut Dwidjoseputro (1989), secara umum yang dimaksud dengan
tape adalah suatu produk fermentasi dari bahan sumber pati, seperti ubi kayu
(manihot sp.) dan ketan (Oriza sp.) dengan melibatkan ragi di dalam proses
pembuatannya.
Pembuatan tape dapat digolongkan dalam proses fermentasi
heterofermentatif karena mikroba yang berperan lebih dari satu macam, dalam hal
ini kapang dan khamir (Hans dan Karin, 1994).
Menurut Fardiaz (1992) kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu kamar, suhu optimum untuk kebanyakan kapang
2
adalah sekitar 25 – 300. kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada
umumnya hampir sama dengan kapang suhu optimumnya antara 25 – 300 C.
Makanan-makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai
nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan
karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang
kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna,
tetapi mikroba juga dapat mensintesis beberapa vitamin yang kompleks dan
faktor-faktor pertumbuhan bahan lainnya, misalnya produksi dari beberapa
vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A (Winarno, 1986).
Sehingga dengan adanya beberapa aktivitas mikroba dalam proses fermentasi
maka bahan pangan yang kurang disenangi dapat ditingkatkan nilainya.
Tape merupakan jenis makanan yang digemari masyarakat karena
rasanya memenuhi selera konsumen. Pembuatan tape meliputi dua tahap
fermentasi yaitu pengubahan karbohidrat komplek (polisakarida) seperti pati yang
terdapat dalam bahan baku menjadi bentuk karbohidrat yang lebih sederhana
(monosakarida) yaitu gula (glukosa) dan pada proses selanjutnya gula diubah
menjadi alkohol oleh khamir dengan hasil sampingan dari reaksi tahap kedua
adalah gas CO2 dan asam-asam organik (Dwidjoseputro, 1989). Bahan baku yang
digunakan adalah bahan-bahan yang mengandung karbohidrat. Dihasilkannya gula
pada proses fermentasi ini menyebabkan tape mempunyai rasa manis. Tingkat
kemanisan ditentukan oleh kadar gula yang dihasilkan pada proses fermentasi
tersebut.
3
Tape yang baik adalah tape yang mempunyai tekstur lunak dengan rasa
yang manis, asam dan sedikit bercecap alkohol. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas dari tape yaitu jenis ragi
Menurut Suliantari dan Winiati (1989), mikroorganisme yang lazim
terdapat dalam ragi tape dan sangat berperan dalam fermentasi tape biasanya
didominasi oleh kapang dari genus Amylomyces, Rhizopus dan Mucor serta
khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula dan Candida.
Setiap mikroorganisme tersebut mempunyai peranan masing-masing, terutama
khamir dari genus Saccharomyces berperan dalam pembentukan alkohol.
Pada umumnya ragi tape yang digunakan dibuat secara tradisional yang
dapat menghasilkan tape dengan mutu fermentasi yang beraneka ragam, karena
mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tidak tetap jumlah dan jenisnya
bahkan tergantung pada keadaan lingkungan pada saat pembuatan ragi. Sehingga
masalah yang sering dijumpai pada pembuatan tape adalah menghasilkan tape
yang rasanya berlainan dan kurang diminati secara organoleptik pada saat
dikonsumsi. Hal ini dimungkinkan karena adanya perubahan sifat ragi yang
berpengaruh pada mutu dari ragi, kondisi pembuatan ragi dan jenis penyusun ragi.
Ragi yang terdapat di Indonesia digunakan untuk fermentasi subsrat yang
kaya akan pati seperti umbi kayu dan beras ketan menjadi tape. Ragi tape
merupakan stater tape dan mengandung mikroorganisme yang sulit dikontrol, oleh
karena itu sebagian besar ragi yang yang dibuat di pulau Jawa bervariasi mutunya.
Hal ini menyebabkan produk tape yang dihasilkan beragam dan juga bahwa
aktivitas ragi hanya bertahan sampai 2 – 3 bulan pada suhu ruang.
4
Pembuatan tape umumnya dilakukan secara tradisional, sehingga
menghasilkan tape dengan tingkat kemanisan yang beraneka ragam atau tidak
tetap, hal ini disebabkan karena adanya penambahan ragi yang tidak tepat dan
suhu fermentasi yang suhunya tidak pernah disebutkan, tetapi umumnya
masyarakat menggunakan suhu kamar. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan
penambahan ragi dengan konsentrasi yang berbeda dan lama fermentasi yang
berbeda, dengan itu diketahui konsentrasi ragi tape optimum dan lama fermentasi
yang dapat menghasilkan mutu tape terbaik yang dapat dilihat dari sifat kimia
maupun karakteristik dari tape ubi kayu.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi ragi tape dan lama fermentasi terhadap
karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).
2. Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu
(Manihot esculenta Crantz).
3. Bagaimana pengaruh interaksi antara konsentrasi ragi tape dan lama
fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh
konsentrasi ragi tape dan lama fermentasi serta interaksi antara konsentrasi ragi
tape dan lama fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz).
5
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh konsentrasi ragi tape dan lama
fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu.
2. Meningkatkan daya terima konsumen.
3. Diversifikasi produk olahan dari ubi kayu.
1.5. Kerangka Pemikiran
Menurut Kartasapoetra (1994), tape merupakan sejenis makanan rakyat
yang terbuat dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbohidrat, seperti tape
singkong, beras dan sorgum. Tape dihasilkan dari proses fermentasi oleh sejenis
khamir (yeast, kapang Aspergillus sp). Kapang inilah yang merubah karbohidrat
yang terkandung di dalam bahan menjadi gula. Rasa manis tape dipengaruhi oleh
kadar gula yang terdapat dalam tape tersebut. Tetapi sering juga rasanya asam.
Hal ini disebabkan sejenis bakteri yang dalam proses pembuatannya kurang teliti
dan steril. Misalnya , penambahan ragi yang berlebihan, penutupan bahan pada
saat fermentasi dan waktu fermentasi yang terlalu lama.
Menurut Fardiaz (1992), proses fermentasi tape mengubah rasa, aroma,
nilai gizi dan palabilitas yang mempengaruhi perubahan substrat menjadi
komponen lain. Perubahan tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim, komposisi
substrat, kondisi lingkungan, tipe dan jumlah mikroba pada awal atau selama
fermentasi (Ko Swan Djien, 1982). Suliantari dan Winiati (1989) menyatakan
bafdfhwa hal itu juga meningkatkan aseptibilitas, digestabilitas dan menurunkan
kandungan HCN sekitar 83,40%.
6
Rahardi (1982) menyatakan bahwa melalui proses fermentasi daya cerna
bahan makanan dapat meningkat, seperti tempe keuntungan lainnya adalah
merubah cecap menjadi lebih baik dari pada bahan segar dan meningkatkan
kandungan B1.
Faktor yang berperan pada proses pembuatan produk fermentasi seperti
tape adalah konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta keseragaman pada tahap
pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak (Saono et al., 1982).
Menurut Suliantari dan Winiati (1989), mikroba yang paling berperan
dalam fermentasi tape biasanya didominasi oleh kapang dari genus Amylomyces,
Mucor dan Rhizopus, serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces,
Hansenula dan Candida. Bakteri yang sering terdapat di dalam ragi adalah dari
genus Pediococcus dan Bacillus. Sedangkan Ko Swan Djien (1982) menyatakan
bahwa tidak semua mikroba yang ditemukan dalam ragi penting untuk fermentasi
bahan yang mengandung pati menjadi tape. Mikroba yang aktif dalam fermentasi
adalah Mucor rouxii, Chlamydomucor orizae, Saccharomyces cerevisiae,
Rhizopus orizae, Candida javanica, Mucor, Hansenula anomala dan
Endomycopsis fibuliger. Saono et al (1982), menambahkan bahwa bakteri yang
sering terdapat pada ragi berasal dari genus Pediococus dan Bacillus. Adapun
kapang yang berperan adalah Amylomyces, Mucor dan Rhizopus sp. dan khamir
yang berperan adalah Endomycopsis fibuliger dan Hansenula sp.
Suwaryono dan Ismaeni (1988), menyatakan bahwa suatu inokulum tape
yang bermutu baik adalah yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
bersifat selektif terhadap mikroorganisme yang diinginkan, mikroorganisme
7
tersebut mampu tumbuh dan berkembang biak di dalam substrat yang digunakan,
stabil selama penyimpanan, mampu melakukan proses fermentasi dalam
lingkungan yang sederhana dan mudah dikendalikan.
Menurut penelitian Salam (1994), tentang pengaruh konsentrasi ragi,
lama fermentasi dan suhu fermentasi terhadap mutu brem padat. Pengaruh
konsentrasi ragi terhadap kadar gula pereduksi dengan penggunaan konsentrasi
ragi pasar 0,15% memperlihatkan kadar gula pereduksi tertinggi (56,42%),
sedangkan konsentrasi ragi pasar 0,05% menunjukkan nilai terendah (53,97%).
Perubahan gula pereduksi ini disebabkan oleh perubahan gula pereduksi menjadi
alkohol.
Menurut penelitian Purbayanti (1990), selama proses fermentasi kadar
gula pereduksi cenderung meningkat. Pada awal fermentasi kandungan gula
pereduksi singkong hanya 0,47% dan pada akhir fermentasi 72 jam meningkat
hingga mencapai 18%. Peningkatan yang tajam terjadi pada waktu fermentasi
antara 36 dan 48 jam dan setelah itu peningkatan terjadi dengan laju yang lebih
lambat. Selama fermentasi tape ubi kayu dengan menggunakan ragi pasar, maka
terjadi pembentukan glukosa, tetapi selanjutnya terjadi penurunan kandungan
glukosa. Nilai pH mengalami penurunan sampai fermentasi jam ke-60, tetapi
mulai jam ke-72 terjadi sedikit penurunan pH. Hasil identifikasi jenis gula tape
singkong menunjukkan bahwa jenis gula yang terdapat di dalam tape singkong
adalah glukosa dan fruktosa. Setelah 12 jam fermentasi, jumlah glukosa
meningkat dengan tajam dari 0,174% menjadi 6,034%, sedangkan maltosa
jumlahnya relatif stabil dan fruktosa hanya meningkat sedikit.
8
Fermentasi yang dilakukan oleh ragi tape atau ragi pasar berlangsung
lebih cepat dan gula pereduksi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan fermentasi yang mengguanakan inokulum murni. Dalam pembuatan tape
ubi kayu dalam penelitian Leni (1989), menyatakan bahwa jumlah inokulum
murni yang diberikan 0,1 % bobot ubi kayu kukus dan menjadi tape ubi kayu
setelah difermentasi selama 4 hari. Dan dihasilkan gula reduksi sebesar 18,59%
dalam waktu 2-3 hari. Pada pembuatan tape talas bogor kering menurut penelitian
Diana (1997) dalam Widuri (2001), menyatakan bahwa menghasilkan gula
reduksi sebesar 13,09% dan untuk tape talas padang pada penelitian Dian (1993)
dalam Widuri (2001) menghasilkan gula reduksi sebesar 13,15% dalam waktu 2
hari. Pada pembuatan tape singkong menurut penelitian Louvianingsih (2004)
menghasilkan gula reduksi sebesar 4,536% dengan lama fermentasi 4 hari. Dan
pada pembuatan tape ubi ubi jalar pada penelitian Astuti (2004), menghasilkan
kadar gula reduksi tertinggi pada varietas ubi cilembu dengan konsentrasi ragi
pasar 0,10% sebesar 1,321% dengan waktu optimum yang terbaik yaitu 3 hari.
Penggunaan jenis inokulum kering berpengaruh terhadap kadar gula
reduksi tertinggi karena di dalam ragi pasar mengandung berbagai jenis
mikroorganisme yang dapat menghasilkan bermacam-macam enzim, dimana jenis
enzim dan banyaknya enzim yang dihasilkan akan mempengaruhi laju fermentasi
sehingga dibandingkan dengan inokulum murni kering Saccharomyces cerevisiae
R58 yang hanya mengandung khamir saja, enzim yang dihasilkan ragi pasar relatif
lebih bervariasi dibandingkan enzim yang dihasilkan inokulum murni.
9
Menurut Saono et al (1981), ragi tape merupakan stater tape dan
mengandung mikroorganisme yang sulit dikontrol. Oleh karena itu, sebagian besar
ragi yang dibuat di Jawa bervariasi mutunya. Hal ini menyebabkan produk tape
yang dihasilkan beragam. Aktivitas ragi hanya bertahan selama 2-3 bulan.
Menurut penelitian Widuri (2001), tentang pengaruh jenis inokulum
kering dan suhu fermentasi pada pembuatan tape talas padang, menunjukkan
bahwa lama fermentasi untuk inokulum kering ragi pasar lebih cepat
dibandingkan dengan inokulum kering Saccharomyces cerevisiae R58 karena di
dalam ragi pasar (tape) mengandung berbagai mikroorganisme termasuk kapang,
khamir dan bakteri yang membantu dalam proses fermentasi sedangkan di dalam
Saccharomyces cerevisiae R58 hanya terkandung satu jenis khamir saja sehingga
membutuhkan waktu lebih lama dalam proses fermentasi. Fermentasi yang
dilakukan oleh ragi pasar berlangsung lebih cepat dan gula reduksi yang
dihasilkan menjadi lebih besar dibandingkan dengan fermentasi yang
menggunakan inokulum murni. Lama fermentasi untuk inokulum kering
Saccharomyces cerevisiae R58 adalah 3 hari dan untuk inokulum kering ragi pasar
lama fermentasi yang digunakan 2 hari.
Menurut Hidayat, dkk (2000) Tipe dan konsentrasi organisme dalam
inokulum yang digunakan merupakan faktor paling kritis yang mempengaruhi
fermentasi. Inokulum yang dibuat dapat membentuk pigmen, asam maupun aroma
yang menyimpang. Teknik pencampuran inokulum dan bahan baku yang kurang
benar dapat pula mempengaruhi kualitas tape. Tape yang dihasilkan setelah 45
jam dengan suhu antara 30 – 370C mempunyai rasa yang lebih manis
10
dibandingkan pada suhu 26 – 300C pada fermentasi lebih dari 144 jam kandungan
alkohol menjadi tinggi. Optimasi konsentrasi ragi dan lama inkubasi pada
fermentasi tape, menunjukkkan bahwa kadar gula reduksi tape tertinggi (14,59)
jika digunakan konsentrasi ragi kurang dari 0,5% dengan fermentasi maksimum 4
hari. Kadar alkohol terbentuk maksimum 6,945% jika konsentrasi ragi antara
1,145-1,1232% dengan lama fermentasi kurang dari 4 hari. Untuk kadar alkohol
terendah dapat diperoleh jika inkubasi kurang dari 5 hari dan konsentrasi ragi
kurang 0,5 %. Kadar asam asetat tertinggi (0,539%) pada konsentrasi ragi 0,645%
dengan lama fermentasi 5-6 hari. Produk tape dengan gula tertinggi, rendah
alkohol dan asam dapat diperoleh jika inkubasi 3 hari dengan jumlah ragi kurang
dari 1% dan jika akan digunakan untuk produksi asam asetat diperlukan waktu
inkubasi sekitar 6 hari dengan jumlah konsentrasi ragi 0,5-1,0%.
Menurut penelitian Arlanda (2001) bahwa pada pembuatan tape ketan
putih dan tape ketan hitam dibuat dengan penambahan ragi 0,2%, selanjutnya
difermentasi selama 5 hari menghasilkan kadar gula pereduksi sebesar 10,18%,
nilai pH 3,86 dan jumlah cairan (ml) adalah 320,5 ml untuk tape ketan putih,
sedangkan untuk tape ketan hitam menghasilkan kadar gula pereduksi sebesar
10,58%, nilai pH 4,93 dan jumlah cairan (ml) adalah 132,5 ml.
Tekstur terbaik pada tape ubi kayu dicapai pada fermentasi selama 3 hari,
yaitu teksturnya lunak, agak berair dan rasanya paling manis karena komponen
gula pereduksinya tertinggi, yaitu 9,80%. Setelah fermentasi hari ke-4 komponen
gula pereduksinya mulai menurun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
komponen gula pereduksi dimanfaatkan oleh mikroba (A rouxii dan E burtonii).
11
Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan aroma alkohol dan rasa asam dan
peningkatan air serta karbondioksida yang terbentuk (Nurwantoro, 1991).
Menurut penelitian Widuri (2001), banyaknya penggunaan ragi pada
pembuatan tape dari talas padang adalah setiap 1 Kg ubi talas padang ditaburi
dengan 1 gram ragi tape, sedangkan untuk inokulum murni kering menggunakan 2
gram untuk 1 Kg ubi talas padang.
Menurut Kartasapoetra (1994) bahwa penggunaan banyaknya ragi pada
pembuatan tape singkong adalah setiap 5 Kg singkong ditaburi dengan 75 gram
ragi tape dan disimpan selama 2-3 hari pada suhu kamar, sampai singkong
menjadi lunak dan mempunyai rasa manis.
1.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diduga bahwa :
1. Terdapat pengaruh yang nyata dari konsentrasi ragi tape terhadap karakteristik
tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).
2. Terdapat pengaruh yang nyata dari lama fermentasi terhadap karakteristik
tape ubi kayu (Manihot esculenta Crantz).
3. Terdapat pengaruh yang nyata dari interaksi antara konsentrasi ragi tape dan
lama fermentasi terhadap karakteristik tape ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz).
1.7. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2005, dengan tempat
penelitian di Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan.
12