Upload
vey-love-nugie
View
36
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tik
Citation preview
ILMU KEPERAWATAN KLINIK IVB
ASUHAN KEPERAWATAN PENINGKATAN TEKANAN INTRA
KRANIAL
MAKALAH
oleh
KELOMPOK 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
2016
ii
ILMU KEPERAWATAN KLINIK IVB
ASUHAN KEPERAWATAN PENINGKATAN TEKANAN INTRA
KRANIAL
MAKALAH
diajukansebagaipemenuhantugasmata kuliah IlmuKeperawatan Klinik IVB
dengan dosen: Ns.Baskoro Setioputro,M.Kep
oleh:
Mufreda Yuliana Indriani NIM 142310101008
Yessi Anggun Perdana NIM 142310101023
Lisnawati NIM 132310101033
Vidya Fajrin Ningtyas NIM 142310101038
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuahan Keperawatan Peningkatan Tekanan Intra
Kranial”. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Klinik IVB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Jon Hafan M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Keperawatan Klinik IVB Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember;
2. Ns. Baskoro Setioputro M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah;
3. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya
baik secara materil maupun non materil;
4. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha
semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
5. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Jember, Maret 2015 Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL Error: Reference source not found
HALAMAN JUDUL i Error: Reference source not found
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN 1
1.1 DEFINISI..................................................................................................1
1.2 EPIDEMIOLOGI......................................................................................1
1.3 ETIOLOGI................................................................................................1
1.4 PATOFISIOLOGI.....................................................................................2
1.5 MANIFESTASI KLINIS..........................................................................4
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................................7
1.7 PEMERIKSAAN MEDIS.........................................................................8
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN. 12
2.1 PENGKAJIAN........................................................................................12
2.2 DIAGNOSA............................................................................................15
2.3 INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI.................................................16
2.4 EVALUASI.............................................................................................25
BAB 3. PATHWAY. 27
BAB 4. PENUTUP 29
4.1 Kesimpulan..............................................................................................29
iii
4.2 Saran........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA 30
iv
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah tekanan atau hubungan volume di
antara kranium dan isi kubah kranium. Volume kranium terdiri atas darah,
jaringan otak, dan cairan serebrospinal (CSS). Peningkatan tekanan intrakranial
ini merupakan peningkatan CSS lebih dari 15 mmHg. Faktor yang
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk dapat menstabilkan tekanan intrakranial
adalah tekanan darah sistemik, ventilasi dan oksigen, jumlah metabolik dan
kebutuhan oksigen (demam, aktivitas, perubahan), vasospasme area serebral,
dan saturasi oksigen serta hematrokit.
Ketidakmampuan mengatur dan menstabilkan tekanan intrakranial
diakibatkan oleh peningkatan TIK, sebagai akibat dari trauma kepala, edema
serebral, abses dan infeksi, lesi, serta bedah intrakranial. Peningkatan tekanan
intrakranial memerlukan penanganan darurat dan terapi. Tekanan intrakranial
dapat dimonitor dengan kateter intraventrikular, pemasangan skew subarakhoid,
dan merekam tekanan epidural dengan alat.
1.2 Epidemiologi
Kenaikan tekanan intrakranial merupakan salah satu kegawat-daruratan yang
terjadi dalam bidang neurologis. Salah satu penyebab terjadinya kenaikan tekanan
intrakranial adalah akibat trauma pada kepala. Studi epidemiologis menunjukan
bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 10 juta kasus trauma kepala yang
menyebabkan kematian. Tekanan intrakranial dapat menyerang semua umur.
Insiden tertinggi tekanan intrakranial adalah pada jenis kelamin perempuan
dengan obesitas.
1.3 Etiologi
Pada peningkatan tekanan intrakranial, klinis yang sering ditemui dan
dipantau adalah pada cedera kepala, dimana pada mekanisme tersebut
menyebabkan perubahan volume intrakranial. Kasus seperti Hematoma traumatik
dapat terkumpul dalam intraserebral, ruang subarakhnoid, ruang subdural, atau
1
ekstradural, menciptakan tekanan gradien dalam tengkorak dan mengakibatkan
pergeseran otak. Penambahan volume ekstra dalam bentuk air pada dasarnya
terjadi pada kasus edema serebral baik sitotoksik (karena kegagalan pompa
membran sel) atau vasogenik (karena cedera pembuluh darah). Perubahan CBV
menyebabkan gangguan autoregulasi aliran darah otak (Cerebral Blood
Flow/CBF) dan metabolisme yang dapat menyebabkan kongesti vaskular
(hiperemi), namun umumnya peningkatan tekanan intrakranial lebih besar jika
dibanding peningkatan tekanan intrakranial setelah cedera kepala pada orang
dewasa.
Jika diambil kesimpulan, sebagai berikut:
1. Volume intrakranial yang meninggi
Tumor serebri
Abses
Hematoma ekstraserebral
Trauma
Acute brain swelling
Pendarahan
Infark yang luas
2. Dari faktor pembuluh darah, meningkatnya tekanan vena yang diakibatkan
kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, bahkan tidak
hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus
duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka
dapat terjadi hidrosefalus.
4. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis, subarachnoid
hemoragik, atau tumor pleksus choroid
1.4 Patofisiologi atau patologi
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan otak (1400 g), cairan
2
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang
ditempati oleh unsure lainnya dan menaikan tekanan intrakranial. Apabila massa
intrakranial mulai mengalami peningkatan, kompensasi awal yang terjadi yaitu
pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi
terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan dengan
compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah
mekanisme kompensasi pertama dan utama, namun lengkung kranial dapat
mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika
compliance otak berlebihan, TIK mengalami peningkatan sehingga timbul gejala
klinis dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai
(Black&Hawks, 2005).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika
volume darah diturunkan hingga 40%, jaringan otak menjadi asidosis. Ketika
60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah
metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia
(Black&Hawks, 2005). Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah
pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui
foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering
menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai
kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan
otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi menjadi dua yaitu
kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri sedangkan supratentorial dan
infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak
dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu
kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah
(Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga merupakan bentuk kompensasi berupa perubahan
diameter pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama
perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya
TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK
3
yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke batas
normal (Black&Hawks, 2005).
Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan tekanan intrakranial)
yang disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia,
iskemia otak, meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat
factor penyebabnya. Tekanan intrakranial pada umumnya meningkat secara
bertahap. Setelah cedera kepala, edema terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga
mencapai maksimum.
Peningkatan tekanan intrakranial hingga 33 mmHg (450 mmH2O)
menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF).
Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik
meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia
dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai
reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. (akan tetapi,
menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan
vasodilatasi otak yang membantu menaikan tekanan intracranial). Tekanan darah
sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan tekanan
intrakranial, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika tekanan intrakranial
melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang mengakibatkan kematian
otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat
menurun. Siklus deficit neurologik progresif yang menyertai kontusio dan edema
otak (atau setiap lesi massa intracranial yang membesar). Peningkatan tekanan
pada jaringan akhirnya meningkatkan tekanan intrakranial, yang pada gilirannya
akan menurunkan CBF, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan
peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB (Blood Brain Barrier) lebih lanjut.
Siklus ini akan terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya
edema secara progresif kecuali bila dilakukan intervensi.
1.5 Manifestasi Klinis
a. Nyeri Kepala (Gilroy J, Youman JR)
Nyeri kepala pada tumor otak ini sering ditemukan pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun
4
tidur, karena selama tidur PCO2 arteril serebral meningkat sehingga
mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian
semakin mempertinggi tekanan intra kranium. Terjadi lonjakan tekanan intra
kranium sejenak ketika batuk, mengejan dan akan semakin memperberat nyeri
kepala. Pada anak dengan usia dibawah 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang
sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di daerah bifrontal serta jarang di
daerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa posterior,
nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.
b. Muntah
Sering terjadi pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak danbiasanya disertai
dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior.
Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai
dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
c. Kejang
Umumnya dijumpai pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala
permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak15%. Pertumbuhan tumor
sendiri mempengaruhi frekuensi kejang yang terus meningkat. Pada tumor di
fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan
Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering terjadi pada
tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan jika tumor
terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa
posterior.
d. Edema papil
Tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusivena sentralis retina,
sehingga terjadilah edem papil. Barley dkk mengemukakan bahwa papil edema
ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak.
Gejala lain yang ditemukan:
5
a. Apabila peningkatan tekanan intra kranial berlanjut dan progresif
berhubungan dengan penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma
herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi,
respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu melokalisasi
level cedera.
b. Kelainan atau gangguan neurologis seperti didapatkan gejala perubahan
tingkat kesadaran; gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi
motorik. Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi
tumor:
Tumor lobus frontalis
Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan
fungsi intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:
- apatis dan masa bodoh
- euforia
Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut.
Bila masa tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan
hemiplegic kontralateral. Tumor pada lobus yang dominan akan
menyebabkan afasiamotorik dan disartri.
Tumor lobus parietalis
Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang umum
atau fokal, hemianopsia homonim, dan apraksia. Bila tumor terletak pada
lobus yang dominan dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik
motorik, agrafia dan finger agnosia.
Tumor lobus temporalis
Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat menyebabkan
hemianopsia kontra lateral, bangkitan psikomotor atau bangkitan kejang
yang didahului oleh auraol faktorius, atau halusinasi visual dari bayangan
yang kompleks. Tumor yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat
menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia.
6
Tumor lobus oksipitalis
Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan lapangan
pandang kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia dimana makula
masih baik. Dapat terjadi bangkitan kejang yang didahului oleh auraberupa
kilatan sinar yang tidak berbentuk.
Tumor fossa posterior
Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan
serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial.
Keluhan nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut,
sedangkan tanda-tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Computerized Tomography / CT SCAN
CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta
mempunyai ketepatan yang tinggi. Tujuan utama penggunaan ct scan adalah
mendeteksi perdarahan intra cranial, lesi yang memenuhi rongga otak (space
occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya perubahan struktur otak.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan antara
tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan
sebelum terjadinya kelainan morfologi.
c. Cerebral angiography
Tindakan angiography ini dilaksanakan dengan memasukan kateter ke
dalam pembuluh darah besar (biasanya melalui arteri femoralis) dan
memasukan zat kontras setelah kateter mencapai arteri karotis. Tindakan ini
berguna untuk mendeteksi adanya penyempitan ataupun sumbatan pada
pembuluh darah pada daerah cerebral.
7
1.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dari penatalaksanaan PTIK adalah :
1. Menjamin pasokan oksigen dan nutrisi serebral yang adekuat dengan cara
memelihara TPO dan oksigenasi anteriol dan menghindari hipoglikemi
serta hiperglikemi.
2. Mencegah terjadinya peningkatan metabolisme otak.
Hal-hal yang perlu dilakukan sehubungan dengan tujuan di atas adalah :
1. Hindari faktor pencetus TIK seperti kejang, demam, nyari, penggunaan
SSP (ketakamin, hiperkapnea dan hipotensi), batuk muntah, atau
mengejan, hipotensi atau hipertensi, hopoglikemia atau hiperglikemia dan
hiponatremia.
2. Menghilangkan penyebab primer misalnya evakuasi massa intrakranial,
operasi pintas untuk hidrosefalus, atasi edema serebral dan dilatasi
serebrovaskuler.
3. Menurunkan tekanan intrakranial dengan cara memposisikan kepala lebih
tinggi dan dengan memberikan obat antara lain ; glukokortikoid, diuretika,
pembatasan cairan, barbiturat, lidokain, drainasse likuor, operasi
dekompresi dan hipotermia.
Manitol
Manitol bertujuan untuk menurunkan TIK karena manitol bekerja pada
bagian sawar darah otak yang relatif dapat mengurangi volume intrakranial. Pada
kaus TTIK yang gawat diberikan manitol per infus dengan dosis 0,50-1,50 g/kg
BB diberikan dengan di guyur, dan kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,50
g/kg BB setiap 4-6 jam untuk memelihara TIK tetap aman dengan syarat
osmolaritas serum tidak melebihi 320 mOsm. Ada beberapa hal ang harus
diwaspadai dalam penggunaan manitor antara lain :
1. Vasodilatasi sistemik dan serebral apabila diberikan dosis besar
2. Hipovolemia intravaskuler
3. Gangguan elektrolit serum
4. Hiperosmotik8
5. TTIK berulang (rebound phenomenon) pada penghentian pemberian
mendadak
6. Eksaserbasi perdarahan inrakranial yang aktif
7. Dalam dosis tinggi dapat beresiko hipovolemi, hemokonsentrasi,
hiperglikemi, hiperglikemia, asidosis metabolik dan gagal ginjal.
Hiperventilasi
Hiperventilasi diberikan dengan sasaran tercapainya PaCO2 25-35 mmHg.
Tindakan ini dapat dengan cepat menurunkan aliran dan volume darah serebral
dan juga menurunkan CSS sehingga dengan cepat dapat menurunkan TIK.
Hiperventilasi sangat efektif diberikan pada pasien yang terpasang ETT. Pasien
yang diberikan hiperventilasi aliran darahnya akan kembali normal dalam waktu
1-2 jam. Hal hal yang perlu diwaspadai antaralain :
1. Komplikaasi dari intubasi endotrakheal lama
2. Hipotensi
3. TTIK paradoksal akibat peningkatan vena serebral
4. Alkalosis
5. Penurunan aliran darah serebral
6. Afinitas hemoglobin meningkat
7. Asidosis likuor paradoksal dengan peningkatan aliran darah serebral
8. Turunnya nilai ambang kejang
Krtikosteroid
Kortikosteroid bertujuan mennurunkan edema vasogenik terutama edema
yang disebabkan oleh tumor dengan begitu TIK juga turun. Diberikan
deksametason 4-20 mg intravena setiap 6 jam. Pengguan kortikosteroid dalam
kasus trauma masih kontroversial. Beberapa efek yang dapat timbul antaralain ;
penurunan sistem kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemi, hipokalemi, alkalosis
metabolik, retensi cairan, penyembuhan luka yang terlambat, psikosis, miopatia,
ulserasi lambung, dan hipertensi.
Furosemida9
Diberikan 10-20 mg intravena dan obat diuretika lainnya bertujuan untuk
mengurangi edema dan produksi CSS, diuretika hanya efektif untuk TTIK yang
akut. Efek samping yang timbul antaralain ; hipovolemi, azotemia, alkalosis
metabolik, abnormalitas elektrolit, netrotoksik, dan ontotoksik.
Posisi kepala
Posisi kepala elevesi 30-45 derajat (posisi semi fowler) untuk
melancarkan drainase vena serebral tetapi ADO masih relatif tetap.
Retriksi cairan
Pembatan cairan bertujuan untuk menurunkan kesuluruhan cairan tubuh
dan mempertahankan osmolalitas serum yang tinggi. Dapat diberikan melalui
intravena separuh sampai dua per tiga kebutuhan yang biasanya.
Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan aliran darah otak, menurunkan metabolisme
otak, dan menegah aktifitas kejang. Pada keadaan akut diberikan 1-4 mg/kg BB
atau metoheksitalyang diberikan secara bolusintravena dan selanjutnya diberikan
berulang khusunya pada pasien yang terpasang intubasi.
Efek yang dapat timbul adalah turunnya kesadaran sehingga keadaan
neurologisnya terganggu, depresi nafas dan hipotensi, gangguan pencernaan,
depresi termoregulasi.
Lidokain
Diberikan 0,5-1,5 mg/kk BB intravena dapat menurunkan TIK melalui
penurunan metabolisme dan penurunan aliran darah otak. Pada dosis tinggi dapat
menibulkan kejang. Penggunaan lidokain ditujukkan pada pasien akut dengan
hemidinamik dan beresiko tinggi diberikan barbiturat.
Drainase Likuor
Ditujukkan pada kasus hidrosefalus dengan TTIK akut yang tidak
memberikan respons terhadap modalitas terapi lain.
Operasi Dekompresi10
Merupakan operasi membuka tulang kepala dan durameter, sehingga TIK
juga kan turun, terjadi dekompresi dan menciptakan perfusi serebral yang adekuat.
Alternatif lain adalah tindakan operasi reseksi jaringan otak yang mengalami
edema (dekompresi internal) yang dimana dalam hal ini tulang kepala dapat
ditutup kembali. Operasi dekompresi ditujukkan khusus kepada pasien yang tidak
berespns terhadap terapi lain.
11
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register,
tanggal masuk rumah sakit, alasan berobat ke fasilitas kesehatan serta
harapan pasien. Identitas pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial
dapat menyerang semua umur, mayoritas menyerang wanita pada usia
subur serta mengalami obesitas.
2. Keluhan Utama
Umumnya keluhan utama yang dirasakan pasien dengan peningkatan TIK
adalah nyeri di kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai
dengan dibawa ke rumah sakit. Seperti pada klien dengan peningkatan
tekanan intrakranial mengalami nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu, mual
dan muntah dan terkadang klien mengalami kejang.
Upaya yang telah dilakukan keluarga klien dalam kaitannya usaha untuk
mengurangi keluhan yang terjadi baik yang rasional maupun irrasional
seperti diberikan obat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan penyakit yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit
yang diderita klien saat ini. Contoh: Klien memiliki riwayat hipertensi 5
tahun yang lalu dan didiagnosis gagal jantung.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
12
Riwayat keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit menular
akibat kontak langsung maupun tak langsung antar anggota keluarga.
Peningkatan tekanan intrakranial tidak berasal dari penyakit keturunan
tetapi peningkatan tekanan intrakranial diakibatkan oleh gangguan pada
sistem neurologi.
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme : pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial mengalami mual dan muntah sehingga menyebabkan
gangguan pola nutrisi dan metabolisme.
b. Pola aktivitas : pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial akan
mengalami gangguan pada pola aktivitas karena rasa nyeri pada bagian
kepala yang sering terjadi secara berulang-ulang.
c. Pola istirahat : nyeri pada bagian kepala yang sering terjadi secara
berulang-ulang dapat menggangu kenyamanan pola istirahat/tidur pasien.
d. Pola kognitif dan persepsi sensori : pola ini mengenai pengetahuan
terhadap penyakit yang diderita pasien.
e. Pola konsep diri : bagaimana persepsi pasien terhadap pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan.
f. Pola hubungan peran : peran keluarga sangat dibutuhkan dalam merawat
dan mengobati pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan
keterbatasan gerak kemungkinan pasien tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya.
g. Pola mekanisme koping : keluarga perlu memberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi pasien.
h. Pola nilai dan kepercayaan : keluarga selalu optimis dan berdoa agar
penyakit pada pasien dapat sembuh dengan cepat.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
13
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg, hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing.
d. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
e. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar
f. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam bergerak karena proses
perjalanan penyakit dan nyeri yang dirasakan secara berulang-ulang.
g. Sistem Integumen : terdapat edema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h. Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen, bising usus.
i. Pemeriksaan GCS
GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga
komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon
motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. Pemeriksaan GCS tidak
dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bias berbicara, mata
bengkak dan tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan
pendengaran,dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS
pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai
hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan.
Penurunan nilai 2 poin dengan GCS9 atau kurang menunjukkan injuri
yang serius (Black&Hawks,2005).
j. Tingkat kesadaran
Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah
perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tingkat kesadaran berlanjut dan
rinci perlu dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal
(Black&Hawks,2005).
k. Respon pupil.
14
Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya. Pupil yang terpengaruh
biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi,
dan deficit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan
(kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi :kesamaan ukuran pupil,ukuran
pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), reaksi terhadap cahaya,bentuk
pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil
(Black&Hawks,2005).
l. Gerakan mata.
Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan
(diskonjugasi),catat dan segera laporkan.
m. Tanda– tanda vital.
Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil.
Suhu tubuh diukur setiap 2 jam. Pola nafas klien dikaji dengan cermat.
Jika TIK meningkat dan herniasi terjadi dimedulla, maka Chusingresponse
dapat terjadi,sehingga respon ini perlu juga diperiksa.
n. Pemeriksaan saraf kranial.
Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerakan ekstraokular,
pemeriksaan otot wajah.
o. Pemeriksaan radiografi
CT scan
Foto polos kepala
MRI
Angiografi serebral
Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-
data lain dari klien tetap diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap,
sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat dan tepat.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
15
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, mual dan muntah.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kepala akibat akibat
tekanan intracranial.
2.3 Intervensi dan Implementasi
NO DxTujuan dan Kriteria
HasilIntervensi Implementasi
1 Gangguan
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan
dengan
peningkatan
tekanan
intrakranial
Setelah dilakukan
perawatan selama
3x24 jam klien akan
memiliki tekanan
perfusi serebral (CPP)
minimal 50 lebih 60
atau adekuat dengan
kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran
membaik (GCS:
E4 M6 V5).
2. Tidak kaku kuduk.
3. Tidak terjadi
kejang.
4. TD dalam batas
normal (bayi
85/54 mmHg,
toddler 95/65
mmHg, sekolah
105-165 mmHg,
remaja 110/65
1. Observasi tingkat
klien, tingkah
laku, fungsi
motorik/sensorik,
pupil setiap 1-2
jam sekali dan
sebagaimana
kebutuhan.
2. Monitor tanda-
tanda vital setiap
15 menit sampai
dengan 1 jam dan
sebagaimana
kebutuhan:
perubahan
pernafasan
merupakan tanda
awal dari
peningkatan
tekanan intakranial
dan
1. Mengobservasi
tingkat klien,
tingkah laku,
fungsi
motorik/sensorik,
pupil setiap 1-2
jam sekali dan
sebagaimana
kebutuhan.
2. Memonitor tanda-
tanda vital setiap
15 menit sampai
dengan 1 jam dan
sebagaimana
kebutuhan:
perubahan
pernafasan
merupakan
tanda awal dari
peningkatan
tekanan
16
mmHg).
5. Tidak terjadi
muntah progresif.
6. Tidak sakit kepala.
7. GDA normal( >
95%)
hipoksia/hiperkapn
ia.
3. Monitor nilai
analisa gas darah
arteri untuk
ketidaknormalan
asam basa dan
penurunan saturasi
oksigen.
4. Hiperventilasi
sebelum
penghisapan
sekret; batasi
penghisapan
sekret 10-15
detik untuk
mengurangi kadar
CO2, untuk
meningkatkan
kadra oksigenasi
dan mencegas
hipoksia.
5. Monitor
peningkatan
tekanan
intrakranial setiap
15 menit sampai
dengan 1 jam dan
sebagaimana
kebutuhan.
6. Pertahankan
aliran vena yang
intakranial dan
hipoksia/hiperkap
nia.
3. Memonitor nilai
analisa gas darah
arteri untuk
ketidaknormalan
asam basa dan
penurunan
saturasi oksigen.
4. Melakukan
hiperventilasi
sebelum
penghisapan
sekret; batasi
penghisapan
sekret 10-15
detik untuk
mengurangi kadar
CO2, untuk
meningkatkan
kadra oksigenasi
dan mencegas
hipoksia.
5. Memonitor
peningkatan
takanan
intrakranial setiap
15 menit sampai
dengan 1 jam dan
sebagaimana
17
keluar dari otak
dengan
meninggikan
bagian kepala
tempat tidur.
7. Monitor
pemasukan dan
pengeluaran,
elektrolit dan berat
jenis untuk
menetapkan
kemungkinan
ketidakseimbanga
n cairan yang
mendukung
terjadinya edema
serebral.
8. Berikan cairan
dengan jumlah
terbatas
(1400cc/24jam)
untuk mencegah
edema serebral.
9. Intruksi untuk
tidak melakukan
aktivitas yang
dapat meningkatan
intratoraks dan
intra abdomen
(misalnya
mengedan, latihan
isometric, fleksi
kebutuhan.
6. Mempertahankan
aliran vena yang
keluar dari otak
dengan
meninggikan
bagian kepala
tempat tidur.
7. Memonitor
pemasukan dan
pengeluaran,
elektrolit dan
berat jenis untuk
menetapkan
kemungkinan
ketidakseimbanga
n cairan yang
mendukung
terjadinya edema
serebral.
8. Memberikan
cairan dengan
jumlah terbatas
(1400cc/24jam)
untuk mencegah
edema serebral.
9. Mengintruksi
untuk tidak
melakukan
aktivitas yang
dapat
meningkatan
18
panggul, batuk).
10. Observasi tingkat
kenyamanan klien
(sakit kepala,
mual, muntah)
dimana merupakan
indikasi adanya
peningkatan
tekanan
intrakranial.
11. Berikan obat-
obatan sesuai
dengan intruksi
(misalnya pelunak
feses, antiemetik,
analgesik) evaluasi
efektifitasnya.
12. Berikan steroid
untuk mencegah
edema serebri
sebagaimana
intruksi.
13. Kelola asuahan
keperawatan yang
diberikan untuk
memberikan waktu
istirahat yang
optimal bagi klien.
14. Gunakan teknik
aseptik dan
antiseptik secara
optimal pada
intratoraks dan
intra abdomen
(misalnya
mengedan,
latihan isometric,
fleksi panggul,
batuk).
10. Mengobserva
si tingkat
kenyamanan klien
(sakit kepala,
mual, muntah)
dimana
merupakan
indikasi adanya
peningkatan
tekanan
intrakranial.
11. Memberikan
obat-obatan
sesuai dengan
intruksi (misalnya
pelunak feses,
antiemetik,
analgesik)
evaluasi
efektifitasnya.
12. Memberikan
steroid untuk
mencegah edema
serebri
sebagaimana
19
setiap mengganti
selang atau
balutan.
15. Laporkan segera
pada dokter bila
ada perubahan
neorologi
(misalnya tanda-
tanda vital).
16. Lakukan tindakan
sesuai kebijakan
institusi untuk
mengatasi
peningkatan
tekanan
intrakranial
sebagaimana
intruksi :
pemberian
diuretik, mengatasi
keadaan
hiportemia,
mempersiapkan
klien untuk
pembedahan
intruksi.
13. Mengelola
asuhan
keperawatan yang
diberikan untuk
memberikan waktu
istirahat yang
optimal bagi klien.
14. Menggunakan
teknik aseptik dan
antiseptik secara
optimal pada
setiap memgganti
selang atau
balutan.
15.Melaporkan
segera pada
dokter bila ada
perubahan
neorologi
(misalnya tanda-
tanda vital).
16. Melakukan
tindakan sesuai
kebijakan institusi
untuk mengatasi
peningkatan
tekanan
intrakranial
sebagaimana
intruksi :
pemberian
20
diuretik,
mengatasi
keadaan
hiportemia,
mempersiapkan
klien untuk
pembedahan.
2 Gangguan
rasa nyaman
nyeri
berhubungan
dengan
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
nyeri berkurang
sampai hilang dengan
kriteria hasil :
1. Klien mampu
mengontrol nyeri
(tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan
teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuin)
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
1. Ajarkan teknik
relaksasi dengan
menarik nafas
panjang.
2. Observasi
penyebab
timbulnya nyeri
(takut, marah,
cemas)
3. Monitor
karakteristik nyeri
melalui respon
verbal dan
hemodinamik.
4. Observasi adanya
gambaran nyeri
yang dialami klien
meliputi
tempatnya,
intensitas, durasi,
kualitas dan
penyebarannya.
5. Observasi tanda –
1. Mengajarkan
teknik relaksasi
dengan menarik
nafas panjang.
2. Mengobservasi
penyebab
timbulnya nyeri
(takut, marah,
cemas)
3. Memonitor
karakteristik nyeri
melalui respon
verbal dan
hemodinamik.
4. Mengobservasi
adanya gambaran
nyeri yang dialami
klien meliputi
tempatnya,
intensitas, durasi,
kualitas dan
penyebarannya.
5. Mengobservasi
21
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian obat
narkotik
6. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
7. Tingkatkan
istirahat
8. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan
mengatasi nyeri
tidak berhasil
tanda – tanda vital
sebelum dan
sesudah
pemberian obat
narkotik
6. Memberikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
7. Tingkatkan
istirahat
8. Mengkolaborasika
n dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
mengatasi nyeri
tidak berhasil
3 Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan intake
yang tidak
adekuat,
mual dan
muntah.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan kebutuhan
nutrisi klien terpebuhi
secara adekuat dengan
kriteria hasil :
1. Adanya
peningkatan berat
badan
2. Berat badan ideal
sesuai dengan
tinggi badan
3. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
4. Keluhan mual,
1. Kaji pemenuhan
kebutuhan nutrisi
klien
2. Kaji penurunan
nafsu makan klien
3. Kaji berat badan
dan tinggi klien
4. Jelaskan
pentingnya
makanan bagi
proses
penyembuhan
5. Dokumentasikan
masukan oral
selama 24 jam,
riwayat makanan,
1. Mengkaji
pemenuhan
kebutuhan
nutrisi klien
2. Mengkaji
penurunan nafsu
makan klien
3. Mengkaji berat
badan dan
tinggi klien
4. Menjelakan
pentingnya
makanan bagi
proses
penyembuhan
5. Mendokumenta
22
muntah dan
anorexia berkurang
sampai hilang.
5. Nafsu makan klien
meningkat
jumlah kalori yang
tepat (intake).
6. Ciptakan suasana
makan yang
menyenangkan
7. Berikan makanan
dengan jumlah
sedikit dan
bertahap
8. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
membantu
memilih makanan
yang dapat
memenuhi
kebutuhan gizi
selama sakit
sikan masukan
oral selama 24
jam, riwayat
makanan,
jumlah kalori
yang tepat
(intake).
6. Menciptakan
suasana makan
yang
menyenangkan
7. Memberikan
makanan
dengan jumlah
sedikit dan
bertahap
8. Mengkolaborasi
kan dengan ahli
gizi untuk
membantu
memilih
makanan yang
dapat memenuhi
kebutuhan gizi
selama sakit
4 Intoleransi
aktifitas b.d
kelemahan
Setelah dilakukan
perawatan selama
3x24 jam pasien
meningkatkan
ambulan atau
aktivitas Kriteria
1. Bantu pasien
melakukan gerak
aktif maupun
pasif
2. Ajarkan pasien
untuk
mempertahankan
1. Membantu
pasien
melakukan
gerak aktif
maupun pasif
2. Mengajarkan
pasien untuk
23
hasil:
1. Pasien mampu
mempertahankan
posisi
2. Pasien mampu
mempertahankan
dan meningkatkan
kekuatan fungsi
tubuh sendiri tubuh
postur tegak pada
saat duduk,
berdiri maupun
saat berjalan
3. Instruksikan
pasien untuk
istirahat tirah
baring atau jika
mampu duduk,
jika perlu atur
jadwal periode
istirahat agar
pola tidur di
malam hari tidak
terganggu
4. Jamin
lingkungan yang
aman seperti
pegangan di
toilet, naikan di
kursi, serta
penggunaan kursi
roda
5. Lakukan
kolaborasi
dengan ahli
fisioterapi
mempertahanka
n postur tegak
pada saat
duduk, berdiri
maupun saat
berjalan
3. Menginstruksik
an pasien untuk
istirahat tirah
baring atau jika
mampu duduk,
jika perlu atur
jadwal periode
istirahat agar
pola tidur di
malam hari
tidak terganggu
4. Menjamin
lingkungan
yang aman
seperti
pegangan di
toilet, naikan di
kursi, serta
penggunaan
kursi roda
5. Melakukan
kolaborasi
dengan ahli
fisioterapi
5. Gangguan
pola tidur
Setelah dilakukan
perawatan selama
1. Kaji pola tidur
pasien
1. Mengkaji pola
tidur pasien
24
b.d nyeri
kepala akibat
tekanan
intrakranial
3x24 jam klien dapat
menyesuaikan pola
tidur dengan
kebutuhan istirahatnya
Kriteria hasil :
1. Pasien
mengatakan
tidurnya cukup
2. Pasien
mengatakan
tidurnya nyenyak
karena nyeri di
kepala berkurang
2. Kondisikan
suasana
lingkungan yang
tenang dan
kondusif
3. Beri minum air
hangat kepada
pasien sebelum
tidur
4. Ajarkan pasien
untuk melakukan
relaksasi sebelum
tidur untuk
mengurangi nyeri
5. Beri obat
analgesik
2. Mengkondisikan
suasana
lingkungan yang
tenang dan
kondusif
3. Memberikan
minum air hangat
kepada pasien
sebelum tidur
4. Mengajarkan
pasien untuk
melakukan
relaksasi sebelum
tidur untuk
mengurangi nyeri
5. Memberikan obat
analgesic
2.4 Evaluasi
Dx 1
S: Pasien mengatakan sakit kepala mulai hilang.
O: Terpasang Oksigen 3 L/menit, RR: 24x/menit, Irama normal, Nadi: 80x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjut intervensi no 5,6,14
Dx 2
S : Klien menyatakan nyeri berkurang
O : Skala nyeri bekurang menjadi 3 dari skala nyeri (1-5)25
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi nomor 6, 7 dan 8
DX 3
S : Klien mengatakan tidak mual
O : Berat badan klien bertambah
A : Masalah teratasi
P : Hentikan internesi, lakukan terminasi
DX 4
S : pasien merasa lelah untuk melakukan aktifitas fisik
O : Pasien tidak mampu melakukan aktifitas, seperti berjalan
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
DX 5
S : pasien mengatakan nyeri kepala sehingga sulit tidur
O : pasien tampak gelisah di tempat tidur
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB 3. PATHWAY
26
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) merupakan tekanan atau hubungan
volume di antara kranium dan isi kubah kranium. Ketidakmampuan mengatur dan
menstabilkan tekanan intrakranial diakibatkan oleh peningkatan tekanan
27
intrakranial, sebagai akibat dari trauma kepala, edema serebral, abses dan infeksi,
lesi, dan bedah intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial memerlukan
penanganan darurat dan terapi. Ketidakmampuan mengatur dan menstabilkan
tekanan intrakranial diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, sebagai
akibat dari trauma kepala, edema serebral, abses dan infeksi, lesi, dan bedah
intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakarnial ini secara umum dapat disebabkan oleh 4
faktor, yaitu peninggian cerebral blood volume, edema serebri, obstruksi aliran
CSS (cairan serebro spinal) dan efek massa. Peningkatan TIK ini dapat
menyebabkan pemburukan derajat kesadaran, disfungsi pupil, abnormalitas visual,
nyeri kepala, muntah, perubahan tekanan darah dan denyut nadi, perubahan pola
pernafasan, perubahan suhu badan, serta papil udema. Salah satu komplikasi dari
peningkatan TIK ini yaitu herniasi batang otak. Penatalaksanaan kasus ini
diantaranya yaitu dengan pemberian terapi obat dan pembedahan. Pemantauan
tekanan intrakranial paling banyak digunakan untuk pencegahan dan kontrol
terhadap peningkatan TIK.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita juga harus tahu konsep dasar suatu penyakit
sehingga kita dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dan tepat
dengan penyakit yang dialami klien. Mahasiswa maupun tenaga kesehatan
diharapkan dapat lebih memahami asuhan keperawatan pada peningkatan tekanan
intra cranial dan dapat mengaplikasikannya dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
28
http://www.academia.edu/9778118/
ASUHAN_KEPERAWATAN_GAWAT_DARURAT_II_TEKANAN_INTR
A_KRANIAL (diakses tanggal 27 Maret 2016)
http://health.detik.com/readpenyakit/556/peningkatan-tekanan-intrakranial
(diakses tanggal 27 Maret 2016)
https://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/manajemen-tik.pdf (diakses
tanggal 28 Pebruari 2016)
https://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/konsep-ct-scan-mri.pdf diakses
pada tanggal 1 Maret 2016
https://nardinurses.files.wordpress.com/2008/02/pemeriksaan-cerebral-
angiography.pdf diakses pada tanggal 1 Maret 2015
29