27
MAKALAH DASAR – DASAR dan PROSES PEMBELAJARAN TEORI – TEORI BELAJAR FISIKA OLEH : Nanda Fega Gasela Putri Paraswara Pratiwi Wayan Sinta Purnama Sari DOSEN PENGAMPUH : Drs. Abidin Pasaribu., MM. FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Teori Belajar ,Edit

  • Upload
    shinta

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

siip

Citation preview

Page 1: Teori Belajar ,Edit

MAKALAH DASAR – DASAR dan PROSES PEMBELAJARAN

TEORI – TEORI BELAJAR FISIKA

OLEH :

Nanda Fega Gasela

Putri Paraswara Pratiwi

Wayan Sinta Purnama Sari

DOSEN PENGAMPUH :

Drs. Abidin Pasaribu., MM.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: Teori Belajar ,Edit

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat,

hidayah dan inayah-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori

– Teori Belajar Fisika” ini. Selawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi

Muhammad SAW karena dengan kerasulan beliaulah kita telah dibawa dari alam yang penuh

dengan kejahiliahan menuju alam yang penuh keimanan seperti yang kita rasakan sekarang

ini.

Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar – Dasar dan Proses Pembelajaran,

makalah ini juga disusun untuk menambah pengetahuan kita tentang Teori – Teori Belajar.

Dengan adanya makalah ini penulis berharap dapat membantu teman-teman dalam mata

kuliah Dasar – Dasar dan Proses Pembelajaran dan dalam mengajar nantinya.

Penulis menyadari dalam penyajian makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,

untuk itu penulis mengharapkan saran dari pembaca agar dapat diperbaiki pada pembuatan

makalah yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.

Palembang , Agustus 2015

Page 3: Teori Belajar ,Edit

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar

adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati,

diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang dikembangkan

melalui belajar yaitu pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif,

ketrampilan motorik, dan sikap.

Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk

mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam

hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain

pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau

signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.

Dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari belajar, karena dengan belajar

manusia menjadi mengerti dan paham tentang hal – hal yang sebelumnya belum mereka

ketahui. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dalam lingkungan. Belajar memegang peranan penting di dalam

perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan persepsi manusia. Oleh

karena itu seseorang harus menguasai prinsip – prinsip dasar belajar agar mampu memahami

bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam psikologis dan kehidupan yang

lebih baik di masa yang akan datang.Perubahan perilaku yang merupakan hasil dari proses

belajar dapat berwujud perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak

tampak (inner behavior).Perilaku yang tampak misalnya menulis, memukul, menendang

sedangkan perilaku yang tidak tampak misalnya berfikir, bernalar dan berkhayal.Untuk itu,

agar aktivitas belajar dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus atau proses

belajar untuk peserta didik harus dirancang secara matang, menarik, dan spesifik sehingga

peserta didik mudah memahami dan merespon positif materi yang diberikan. Meskipun

pengajar sudah merancang sedemikian rupa kadang masih sulit untuk peserta didik dalam

mengerti dan paham pada materi yang diberikan. Oleh karena itu pengajar harus mampu

Page 4: Teori Belajar ,Edit

menggunakan berbagai cara agar peserta didik mampu memahami apa yang sudah diberikan

oleh pengajar. 

1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual

dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. ia berpendapat bahwa anak membangun

sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan Piaget adalah ahli

psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi

serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget,

pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya

tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan

kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula

secara kualitatif.

Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk

memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan

individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :

1. Tahap sensory – motor (0-2 Tahun) 

Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.

Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan tidak

berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi.

Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi

anak terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau

dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda berkembang

dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah mempunyai gagasan”.

Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan

waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik. Struktur ruang dan waktu belum jelas

dan masih terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis.

Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses

asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan

perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak

karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang

baru.

Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:

a. Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)

Page 5: Teori Belajar ,Edit

Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak

bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi

kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan

seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara

refleks.

b. Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)

Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasankebiasaan pertama.

Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.

Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan

menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada

periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai

mengaakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode

ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan

telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai

menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja

bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.

c. Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)

Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang

ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi

pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara

penglihatan dan rasa jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali

kejadiankejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang

kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget

mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal,

seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak

lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia

mengetahuinya.

d. Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)

Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil

tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-

sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi

skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk

menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan

tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya

Page 6: Teori Belajar ,Edit

(permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari

benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.

e. Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)

Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara

baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan

pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai

mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna

memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan

skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya

dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi

yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia

menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini

pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak

mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh

bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.

f. Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)

Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak

sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan

fisis dan eksternal, tetap juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada

periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi

refresentatif. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda

dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut.

Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk

mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep

keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya

secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.

Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:

o Berfikir melalui perbuatan (gerak)

o Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat

berjalan dan bicara.

o Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.

o Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.

2. Tahap pre – operational (2-7 Tahun)

Page 7: Teori Belajar ,Edit

Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan

telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.

Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami pengertian

operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada

titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari

tahapan ini. Hal ini sering dimanefestasikan dalam peniruan tertunda, tetapi perkembangan

bahasanya sudah sangat pesat, kemampuan anak menggunakan gambar simbolik dalam

berfikir, memecahkan masalah, dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih jauh

dalam beberapa tahun berikutnya.

Sekalipun demikian, pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam beberapa hal

penting. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit

membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain.

Berkaitan dengan masalah ini Piaget dikenal dengan eksperimennya melalui Tiga

Gunung yang sering digunakan untuk mempelajari masalah egosentrisme. Karakteristik lain

dari cara berfikir praoperasional yaitu sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi

dengan situasi yang multi dimentional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada

satu dimensi dan mengabaikan dimensi lainnya. Pada akhirnya juga mengabaikan

hubungannya antara dimensi-dimensi ini. Cara berfikir seperti ini dicontohkan sebagaimana

berikut : sebuah gelas tinggi ramping dan sebuah gelas pendek dan lebar diisi dengan air yang

sama banyaknya. Anak ditanya apakah air dalam dua buah gelas tadi sama banyaknya ?.

Anak pada tahap ini kebanyakan menjawab bahwa ada lebih banyak air dalam gelas yang

tinggi ramping tadi karena gelas ini lebih tinggi dari yang satunya. Jadi anak belum melihat

dua dimensi secara serempak.

Berfikir praoperasional juga tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu

untuk meniadakan suatu tindakan dengan melakukan tindakan tersebut sekali lagi secara

mental dalam arah yang sebaliknya. Dengan demikian bila situasi A beralih pada situasi B,

maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan

perpindahan dari A ke B.

3. Tahap concrete – operational (7-11 tahun)

Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang

jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.

Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif ciri-

ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional

konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu

Page 8: Teori Belajar ,Edit

memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan

dimensi-dimensi itu satu sama lain. Oleh karenanya masalah konservasi sudah dikuasai

dengan baik.

Desentrasi dan konservasi ditunjukkan dalam eksperimen Piaget yang terkenal

mengenai konservasi, yaitu konservasi cairan. Anak diperlihatkan kepada dua gelas identik,

kedua gelas tadi berisikan jumlah air yang sama banyaknya. Setelah anak mengetahui bahwa

kedua gelas berisi air berada dalam jumlah yang sama, si peneliti menuangkan air dari satu

gelas ke dalam gelas yang lebih tinggi dan kurus. Anak kemudian ditanya, apakah gelas yang

lebih tinggi itu berisikan air dalam jumlah yang sama, lebih banyak atau lebih sedikit

dibandingkan dengan gelas yang satunya ?. Anak-anak pada tahap operasional konkrit

mengetahui bahwa jumlah cairan tetap sama, bahwa suatu perubahan dalam satu dimensi

yaitu tinggi cairan di dalam gelas dapat diimbangi dengan perubahan yang sebanding dalam

dimensi lain yaitu lebar gelas. Sama halnya ia dapat mengerti bahwa jumlah tanah liat pada

sebuah balok tidak berubah bila bentuknya diubah.

Dalam eksperimen konservasi jumlah yang tipikal, satu barisan yang terdiri dari 5

kancing dideretkan di atas satu barisan yang juga terdiri dari 5 kancing sehingga kedua

barisan sama panjangnya. Si anak setuju bahwa kedua barisan memiliki jumlah kancing yang

sama. Namun, apabila satu barisan dipendekkan dengan jalan merapatkan jarak kancing-

kancingnya, anak praoperasional mungkin mengatakan bahwa barisan yang panjang

mempunyai kancing lebih banyak. Anak pada tahap operasional konkrit tahu bahwa

penyusunan ulang kancing-kancing tersebut tidak mengubah jumlahnya.

4. Tahap formal – operational (11-15 Tahun)

Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan

logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.

Pada tahap operasional formal anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau

didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat membayangkan masalah

dalam fikiran dan pengembangan hipotesis secara logis. Sebagai contoh, jika A < B dan B <

C, maka A < C. Logika seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap sebelumnya.

Perkembangan lain pada tahap ini ialah kemampuannya untuk berfikir secara sistematis,

dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau sistematis untuk

memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat memprediksi berbagai kemungkinan yang

terjadi atas suatu peristiwa. Misalnya ketika mengendarai sebuah mobil dan tiba-tiba mobil

mogok, maka anak akan menduga mungkin bensinnya habis, businya atau platinanya rusak

dan sebab lain yang memungkinkan memberikan dasar atas pemikiran terjadinya mobil

mogok. Perkembangan kognitif pada tahapan ini

Page 9: Teori Belajar ,Edit

mencapai tingkat perkembangan tertinggi dari tahapan yang dijelaskan Piaget.

Teori perkembangan kognitif Piaget ini juga menekankan pentingnya penyeimbangan

(equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan

sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah

keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan

pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan

dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

2. Implikasi teori Piaget

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru

mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

b.  Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan

baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-

baiknya.

c.  Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan

diskusi dengan teman-temanya.

Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget, adalah:

1. Menentukan tujuan Pembelajaran.2. Memilih materi pembelajaran.3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif.4. Menetukan kegiatan belajar yang sesuai dengan topik-topik tersebut, misalnya

penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi dan sebagainya.5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara

berpikir siswa. 6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Perkembangan mental atau kognitif anak terdiri dari beberapa tahapan. Ada empat tahapan

perkembangan mental anak secara berurutan, di antaranya adalah :

TAHAP PERKIRAAN USIA CIRI KHUSUS

Sensori Motor 0 – 2 tahun Kecerdasan motorik (gerak) dunia (benda) yang ada adalah

Page 10: Teori Belajar ,Edit

yang tampak tidak ada bahasa pada tahap awal

Pre-

Ooperasional

2 – 7 tahun Berpikir secara egosentris alasan-alasan didominasi oleh

persepsi lebih banyak intuisi daripada pemikiran logis belum

cepat melakukan konsentrasi

Konkret

Operasional

7 – 11 atau 12

tahun

Dapat melakukan konservasi logika tentang kelas dan

hubungan pengetahuan tentang angka berpikir terkait

dengan yang nyata

Formal

Operasional

7 – 11 atau 12

tahun 14 tahun

atau 15 tahun

Pemikiran yang sudah lengkap pemikiran yang proporsional

kemampuan untuk mengatasi hipotesis perkembangan

idealisme yang kuat

3. Teori Belajar Ausubel

Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari

hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.

Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning)

dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di

mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang

yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan

menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

Page 11: Teori Belajar ,Edit

Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan

memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar

melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi

dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu

belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut

Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa

menemukan sendiri semuanya. 

 Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-

hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam

hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang

perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang

disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang

dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun

sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu

mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Dua syarat untuk materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan

pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.

a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan     

tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan  

penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru

tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana

melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara

hafalan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah

struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi

tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru

ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia

pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta

baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa

melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan

lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan

Page 12: Teori Belajar ,Edit

pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika

menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.

Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah

dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan

pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan

dengan pengetahuan yang sudah ada.

2.  Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari

ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,

kemudian dia hafalkan.

3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun

secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang

baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.

4.  Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah

tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia

pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia

miliki.

Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu

proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan

pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal

yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang

dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar

yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa

kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar

penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya

bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang

baik.

4. Teori belajar konsep

Pada penjelasan ini ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan perilaku dan

pendekatan kognitif. Dalam bagian ini pembahasan dilakukan dengan penekanan pada

pendekatan kognitif.

Page 13: Teori Belajar ,Edit

1. Pendekatan Perilaku

Perbedaan utama antara belajar konsep dan belajar-belajar yang lain ialah, dalam belajar

konsep anak yang belajar memberikan sutau respons terhadap sejumlah stimulus yang

berbeda, jadi bukan memberikan respons terhadap satu stimulus. Stimulus-stimulus itu

berbeda dalam beberapa atribut, tetapi stimulus-stimulus itu mempunyai stau atau lebih

atribut yang sama. Tugas anak atau siswa ialah untuk mengasosiasikan satu respons

dengan atribut-atribut yang sama di antara stimulus-stimulus itu.

Bagi para pengikut teori-teori perilaku, belajar konsep melibatkan perubahan-

perubahan kuantitatif. Perubahan-perubahan itu terdiri atas: (1.) Penambahan lebih banyak

stimulus pada suatu respons yang sudah dipelajari, atau (2.) peningkatan jumlah berbagai

hubungan S-R.

Para perilakuwan menekankan aspek-aspek yang dapat diamati dari situasi sebagai

faktor-faktor penting dalam belajar konsep. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa

belajar konsep dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Polareinforsemen dan umpan balik. Dengan hanya menghadapkan subjek-subjek pada

contoh-contoh suatu konsep tanpa memberikan umpan balik, mempunyai sedikit efek

pada penampilan mereka.

2. Jumlah contoh-contoh positif dan negatif. Beberapa studi telah memperingatkan, bahwa

konsep-konsep lebih cepat dipelajari dari misal-misal positif yaitu berarti menyediakan

contoh-contoh yang tidak memiliki atribut-atribut yang relevan akan mempertajam

konsep-konsep.

3. Jumlah atribut-atribut. Makin banyak atribut-atribut relevan dimiliki konsep, makin

sulit konsep itu dipelajari.

2. Pendekatan kognitif

Pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses pemerolehan konsep

dalam sifat konsep dan bagaimana konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. Walaupun

para teoretikus kognitif memikirkan kondisi yang memperlancar pembentukan konsep,

penekanan mereka ialah pada proses internal yang digunakan dalam belajar konsep.

5. Jerome Bruner: Teori Belajar Penemuan

Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner

(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner

Page 14: Teori Belajar ,Edit

menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan

agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-

prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-

eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa

kebaikan. Diantaranya adalah:

1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.

2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.

3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan

untuk berfikir secara bebas.

Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari

proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active

learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d.Proses kegiatan belajar mengajar

menitikberatkan pada hubungan dan strategi.

Model  kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses

infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian

menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.

Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:

1. enactive, dimana seorang peserta didik  belajar tentang dunia melalui tindakannya pada

objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan.

2.  iconic,  dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar

3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai

gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi

dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin

dominan.

Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral

dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai

Page 15: Teori Belajar ,Edit

Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar

yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan

melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).

6. Teori belajar Gagne

Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam

kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya

disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama

dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah

dari sebelum ia mengalami situasi dengan setelah mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi

oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi.

Gagne lebih menitikberatkan pada operasionalisasi konsep belajar kumulatif dan

memberikan mekanisme untuk merancang pembelajaran dari sederhana ke kompleks. Gagne

mengemukakan bahwa ada lima kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar. Hasil

belajar tersebut meliputi;

1. Keterempilan intelektual 4. Informasi verbal

2. Strategi kognitif 5. Keterampilan motorik

3. Sikap-sikap

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu:

1. Motivasi2. Pemahaman3. Pemerolehan4. Penyimpanan5. Ingatan kembali6. Generalisasi7. Perlakuan8. Umpan balik.9.    HASIL BELAJAR MENURUT GAGNE

10. Ada 5 taksonomi Gagne tentang hasil-hasil belajar meliputi :

11. a)     Informasi verbal (verbal information)

12. Informasi verbal ialah informasi yang diperoleh dari kata yang diucapkan orang, dari

membaca, televisi, komputer dan sebagainya meliputi nama-nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip

dan generalisasi-generalisasi.

Page 16: Teori Belajar ,Edit

13. b)    Keterampilan-keterampilan intelektual (intellectual skills)

14. Kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri

dalam  bentuk representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf : angka,

kata, gambar)

15. Kemahiran intelektual terbagi dalam empat subkemampuan yaitu :

16. ·         Diskriminasi (descrimination)

17. ·         Konsep-konsep konkret (concrete concepts)

18. ·         Konsep-konsep terdefini (defined conceps)

19. ·         Aturan-aturan (rules)

20. c)      Strategi-strategi Kognitif (defined strategies)

21.          Strategi-strategi kognitif adalah kemampuan-kemampuan internal yang

terorganisasi. Siswa menggunakan strategi kognitif ini dalam memikirkan tentang apa yang telah

dipelajarinya dan dalam memecahkan masalah secara kreatif.

22. d)     Sikap-sikap (attitudes)

23.           Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi

tingkah laku kita terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup. Sekolompok

sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain atau sikap sosial. Dengan demikian

maka akan tertanam sikap sosial pada para siswa

24. e)      Keterampilan-keterampilan (motor skills)

25.          Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, tetapi juga

kegiatan-kegiatan fakta, tetapi juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan

keterampilan intelektual, misalnya : bila berbicara, menulis, atau dalam menggunakan berbagai

alat IPA seperti menggunakan pipa kapiler, termometer dan sebagainya.26.

7. Teori belajar pengetahuan deklaratif

Ahli psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses interaksi yang tinggi dalam

membangun makna secara personal dari informasi yang diperoleh dengan pengetahuan yang

sudah ada menjadi pengetahuan baru. Menerima pengetahuan melibatkan proses interaksi

antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dipelajari, dan setelah itu

mengintegrasikan informasi tersebut menjadi langkah-langkah sederhana yang mudah

digunakan. Menurut E.D. Gagne (1985), pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua, yakni

Page 17: Teori Belajar ,Edit

pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Menurut Hoy, W. K., & Miskel, C. G.

(2005), Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:

Pengetahuan Deklaratif, Pengetahuan Prosedural, dan Pengetahuan Kondisional. Banyak ahli

yakin bahwa pemerolehan tipe pengetahuan yang berbeda memerlukan proses yang berbeda

pula.

Pengetahuan Deklaratif, yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam

bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif adalah

pengetahuan “apa sesuatu itu?”, yang merupakan masalah dalam suatu kasus. Sama halnya

dengan menginginkan siswa untuk “mengerti” atau “memahami” materi pembelajaran atau

konten.

Kata-kata yang biasa digunakan untuk materi pembelajaran deklaratif diantaranya

adalah menjelaskan, menggambarkan, meringkas, menampilkan daftar. Meskipun

pembelajaran dekralatif sering dikesampingkan karena dianggap hanya sebagai pengetahuan

yang semata-mata menghafal, tidak menarik dan tidak penting, tapi hal itu merupakan

substansi dari sebuah pembelajaran. Pembelajaran deklaratif juga memiliki hubungan yang

erat dengan pembelajaran yang lain. Pembelajaran deklaratif memaparkan langkah-langkah

yang diperlukan untuk melengkapi prosedur dan keterampilan psikomotor sehingga masalah-

masalah dapat dipahami dan diselesaikan.

8. Teori pemrosesan sistem informasi

Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima,

disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan,

telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh para pakar seperti

Biehler dan Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut

umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:

1. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi

di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.

2. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan

bentuk ataupun isinya.

3. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Page 18: Teori Belajar ,Edit

DAFTAR PUSTAKA

Ratna, Wilis. 1995. Teori – Teori Belajar. Jakarta: Gramedia.

http://atiekwin.wordpress.com/2009/05/05/iii-teori-belajar-ausubel/ (diakses pada tanggal 22 desember 2012).

http://id.shvoong.com/exact-sciences/1959737-teori-belajar-ausubel/ (diakses pada tanggal 22 desember 2012).

file.upi.edu/.../perk_kognitif_anak.pdf (diakses pada tanggal 22 Desember 2012).

Modul-matematika-teori-belajar-piaget.Pdf (diakses pada tanggal 22 Desember 2012).

Ismail, Zurida, Syarifah Norhaidah Syed Idros, Mohd. Samsudin. 2005. Kaedah Mengajar SAINS. Kuala Lumpur : Profesional Publishing Sdn.Bhd

Ahmad, Mohd. Sharani, Zainal Madon. 2003. TIP Pandai Belajar. Kuala Lumpur: PTS Milennia