Upload
inggrid-ayu-putri
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/19/2018 teori belajar humanisti.docx
1/12
A. Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan
kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti
apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan
asal tujuan untuk memanusiakan manusia(mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)
Selanjutnya Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan
nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang luas
tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir produktif Pendekatan sistem bisa dapat di
lakukan sehingga para peserta didik dapat memilih suatu rencana pelajaran agar mereka dapat
mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan
dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkindilakukan.pembatasan praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan bahan-
bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang membatasi
keanekaragaman pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik
dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
B. Tokoh Teori Humanistik
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses
belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang
sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik.
Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri
peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak
bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan
5/19/2018 teori belajar humanisti.docx
2/12
perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena
ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar
dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori
humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas
yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk
memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3)
membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong
belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan
pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)
2. Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan
karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi
peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak gurumembuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya
disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya
dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.
C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai
suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan ajar yang
menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran
yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu,
pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta
penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik
5/19/2018 teori belajar humanisti.docx
3/12
mengutamakan peranan peserta didik dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi
atau bahan ajar harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar
sebagai sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia yang
mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual. Peserta didik hendaknya dapat membantu
dirinya dalam proses belajar mengajar. Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang pasif. (Purwo,
1989: 212)
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud
tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
7. Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang
penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah
terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru,
(2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan pesertadidik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif
jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan
diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam
belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
D. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik
dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.(Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang
umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
5/19/2018 teori belajar humanisti.docx
4/12
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa
yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini
adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
E. Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi
fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik danmendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center)yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai
cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau
pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan
juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan
yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh
kelompok.
5/19/2018 teori belajar humanisti.docx
5/12
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai
seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak
menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam
dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan peserta didik
2. Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4. Menghargai peserta didik
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
peserta didik)
7. Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan
jawaban sosial dan bahan pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di
serahkan begitu saja kepada peserta didik
2.1Pengertian Teori Belajar Kognitif
Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin Cogitareartinya berfikir.[1] Dalam pekembangan
selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu
konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori diantara teori-teori
belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan, dan perubahan tingkah laku, sangat dipengaruhi olehproses belajar berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.[2]
Teori belajar ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum puas dengan penjelasan
yang teori-teori yang terdahulu. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu di dasarkan
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn1http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn2http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn2http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn15/19/2018 teori belajar humanisti.docx
6/12
pada kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi dimana tingkah
laku itu terjadi.[3] Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Objek-objek yang di amatinya
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang
bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada
temannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat
mennghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat.[4]
Dari keterangan dan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa Kognitif adalah salah
satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu ; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang
menyangkut kemampuan untuk mengembang kan kemampuan rasional (akal).
2.2 Teori Belajar Koqnitif menurut Jean Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yangdidasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur
maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan
semakin meningkat.[5] Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927
sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara
berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan
, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan
individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.[6]
Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama beberapa
dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak belajar. Menurut Jean
Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan
lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya
lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain
memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran
ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu
yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.
Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang anak, dengan
bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin kompleks dan memungkinkan
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn3http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn4http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn5http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn6http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn6http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn5http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn4http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn35/19/2018 teori belajar humanisti.docx
7/12
kemampuannya semakin meningkat. Karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahap-
tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang diluar
kemampuan kognitifnya.[7] Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian
Piaget yaitu :
Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan
perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi
menuju pada perkembangan struktur-struktur.
Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget
perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi
memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses
fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan
dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.[8]
Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi dan
equilibrasi.
Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa.
Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
Equilibrasi, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.[9]
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahapperkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.[10]
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap,[11] yaitu:
Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi
yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka.
Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan
intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang
akan dimiliki anak tersebut kelak.
Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai objek permanence, artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap
eksisnya suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah
tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari
pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka.
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn7http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn8http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn9http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn10http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn11http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn11http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn10http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn9http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn8http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn75/19/2018 teori belajar humanisti.docx
8/12
Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang remaja, kemudian anak mulai
memperoleh tamnbahan kemampuan yang disebut sistem of operations (satuan langkah berfikir).
Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa
tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.
Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa
remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran. Dalam
pperkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
o kapasitas menggunakan hipotesis
o kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas skema
kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang
telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara kognitif dapat dianggap telah
mulai dewasa.[12]
2.2.1 Implikasi Teori Pieget untuk Pendidikan
Para pendidik memandang bahwa teori Pieget itucdapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru
di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt mempraktekkan di dalam
program pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan
proeperasional.[13] Misal belajar menggambar, mengenal benda, dan menghitung.
Seorang guru yang tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak ini akancenderung menyulitkan siswa. Contoh, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang Shalat kepada
sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsepp tersebut,
tidak hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.[14]
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.[15]
Teori belajar Piaget dalam aplikasi praktisnya mementingkan keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar, karena hanya dengan melibatkan atau mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan
akoomodasi pengetahuan dapat terjadi dengan baik. Secara umum pengaplikasian teori piaget dalam
kegiatan pembelajaran biasanya mengikuti pola berikut :
a. Menentukan tujuan-tujuann instruksional
b. Memilih amteri pelajaran
c. Menentukan topic-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa (dengan bimbingan minimum
dari guru).
d. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topic-topik yang akan dipelajari siswa.
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn12http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn13http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn14http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn15http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn15http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn14http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn13http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn125/19/2018 teori belajar humanisti.docx
9/12
e. Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa untuk berdiskusi atau
bertanya.
f. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.[16]
2.2.2 Kritik terhadap teori Pieget
Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran
anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu
berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail
penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu
memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget.
Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek
permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) 104 anak diamati sampai mereka
berusia 18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang
dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap
operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan
DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu
menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua.[17]
2.3 Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan secara non
arbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.[18]Ausubel seorang
psikologist kognitif, ia mengemukakan bahwa yang perlu diperhatikan seorang guru ialah strategi
mengajarnya. Sebagai contoh pelajaran berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika murid hanya di suruhmenghafal formula-formula tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa lebih bermakna jika
murid diajari fungsi dan arti dari formula-formula tersebut.[19]
Dalam aplikasinya teori Ausubel ini menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus).
Secara umum, teori Ausubel ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
Menentukan tujuan-tujuan intruksional;
Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan, dan struktur kognitifnya melalui tes awal,
interview, pertanyaan, dan lain-lain;
Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci;
Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi itu;
Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari;
Membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja disampaikan dengan uraian yang singkat;
Membelajarkan peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan
memberikan focus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada;
Mengevaluasi proses dan hasil bejar.[20]
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut pengatur kemajuan
(advance organizer) didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn17http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn18http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn19http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn20http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn20http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn19http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn18http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn17http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn165/19/2018 teori belajar humanisti.docx
10/12
kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang
akan diajarkan kepada siswa. Ada tiga manfaat dari advance organizer ini, yaitu :
Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan dipelajari;
Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipejari siswa saat ini
dan dengan apa yang akan dipelajari;
Dapat membantu siswa untuk memahami bahan secara lebih mudah.[21]
2.4 Teori Belajar Bruner
Bruner menusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. menurut teori ini, proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen member kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu aturan (termasuk konsep, teori, defenisi, dan sebagainya), melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupan. Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran
umum. Untuk memahami konsep kejujuran misalnya siswa tidak semata-mata menghafal defenisi kata
kejujuran tersebut melainkan dengan mempelajari contoh-contohnya yang konkret tentang kejujuran dan
dari contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata kejujuran.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang
efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang
belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat,
dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang
disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.[22]Teori belajar Bruner ini dalam aplikasinya sangat membebaskan siswa untuk belajar sendiri. Karena
itulah teori Bruner ini dianggap sanagt cenerung bersifat discovery (belajar dengan cara menemukan).
Disamping itu karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan maka desain yang
berulang-ulang ini lazim disebut sebagai kurikulum spiral Bruner. Kurikulum piral menuntut guru untuk
member materi pembelajaran setahap-demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu
materi yang sebelumnyasudah diberikan, suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, di dalam suatu
materi baru yang lebih kempleks.[23]
Dalam teori belajar, Bruner juga berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif
jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru;
Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain;
Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:
Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan;
Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar;
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn21http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn22http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn23http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn23http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn22http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn215/19/2018 teori belajar humanisti.docx
11/12
Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi;
Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cura untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif
dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner
beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum
berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di
atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu
informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.
Bruner juga memandang belajar sebagai instrumental conceptualisme yang mengandung makna
adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia
dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat
khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang
memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada
peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek
lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada
bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal.
Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan
oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat
dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal
melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitifyang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat
berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan
memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di
kelas. Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang
tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
Pengetahuan (mengingat, menghafal),
Pemahaman (menginterpretasikan),
Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),
Analisis (menjabarkan suatu konsep),
Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),
Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
2.5 Teori Belajar Gestalt
Teori Gestalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer. Menurut teori Gestalt belajar
adalah proses pengembangan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam
suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori Behavioristik yang menganggap belajar itu bersifat
mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight. Teori Gestalt justru menganggap
bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.[24]Peletak dasar teori belajar Gestalt ialah Max
Wertheimer sebagai usaha untuk memperbaiki proses belajar denga rote learning dengan pengertian
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn24http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn245/19/2018 teori belajar humanisti.docx
12/12
bukan menghapal.[25] Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian pertama,
yaitu mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal
yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Belajar dengan pengertiian lebih
dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan. Belajar dengan insight adalah sebagai berikut
:
a. Insight tergantungg dari kemampuan dasar;
b. Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;
c. Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek yang perlu
dapat diamati;
d. Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit;
e. Belajar dengan insight dapat diulangi;
f. Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi baru.[26]
2.5.1 Prinsip-prinsip Teori belajar Gestalt
Seperti diketahui Teori Belajar gestalt lebih menekankan kepada persepsi. Karena itu prinsip-
prinsip atau hokum-hukum yanga ada pada Gestalt pada umumnya menyangkut persepsi. Adapun teori-
teori gestalt antara lain :
Belajar berdasarkan keseluruhan
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak didik sebagai organism keseluruhan
Terjadi transfer
Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Belajar harus dengan insight Belejar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
Belajar berlangsung secara terus-menerus.[27]
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn25http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn26http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn27http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn27http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn26http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5700103188481924374#_ftn25