16
TERAPI IMMUNOGLOBULIN INTRAVENA PADA STEVENS JOHNSON SYNDROME/TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS KOMPLIKASI OLEH HEMOLISIS YANG MENYEBABKAN NEFROPATI PIGMEN DAN HEMODIALISIS Marnie R Ririe, Robert C. Blayblock, Stephen E. Morris dan Jae Y. Yung Latar Belakang: Immunoglobulin intrevena (IVIG) mempunyai efek samping pengobatan yang rendah dan beberapa ahli mempertimbangkan IVIG sebagai pengobatan terbaik pada Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis Tujuan: Penulis mengevaluasi penyebab dasar anemia dan gagal ginjal pada 2 pasien yang diobati dengan IVIG pada kasus Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis Metode: Penelitian ini bersifat retrospective chart review Hasil: Penulis meneliti 2 pasien dengan Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis dan hemolisis berat yang memerlukan transfusi darah secara berkelanjutan dan mengalami nefropati pigmen yang mengharuskan pasien 1

Terapi Immunoglobulin Intrevena Untuk Stevens Johnson Syndrome

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TERAPI IMMUNOGLOBULIN INTREVENA UNTUK STEVENS JOHNSON SYNDROME

Citation preview

TERAPI IMMUNOGLOBULIN INTRAVENA PADA STEVENS JOHNSON SYNDROME/TOXIC EPIDERMAL NECROLYSISKOMPLIKASI OLEH HEMOLISIS YANG MENYEBABKAN NEFROPATI PIGMEN DAN HEMODIALISIS

Marnie R Ririe, Robert C. Blayblock, Stephen E. Morris dan Jae Y. Yung

Latar Belakang:Immunoglobulin intrevena (IVIG) mempunyai efek samping pengobatan yang rendah dan beberapa ahli mempertimbangkan IVIG sebagai pengobatan terbaik pada Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis

Tujuan:Penulis mengevaluasi penyebab dasar anemia dan gagal ginjal pada 2 pasien yang diobati dengan IVIG pada kasus Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis

Metode:Penelitian ini bersifat retrospective chart review

Hasil:Penulis meneliti 2 pasien dengan Stevens Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis dan hemolisis berat yang memerlukan transfusi darah secara berkelanjutan dan mengalami nefropati pigmen yang mengharuskan pasien agar menjalani hemodialisis setelah pengobatan IVIG. Kedua pasien mempunyai antibodi golongan darah ABO yang dideteksi dalam membran sel darah merah mereka

Keterbatasan Penelitian:Penelitian ini hanya meninjau 2 kasus melalui tinjauan restropsektif

Kesimpulan:Penulis mengemukakan bahwa IVIG yang berhubungan dengan hemolisis adalah reaksi efek samping yang jarang terjadi, proses ini menyebabkan penurunan jumlah hemoglobin dan hematokrit. Antibodi golongan darah A dan B yang diberikan merupakan bagian immunoglobulin dan dipertimbangkan sebagai penyebab hemolisis. Anemia yang lebih berat memerlukan transfusi lebih sering, dan penghancuran produk dihasilkan melalui hemolisis yang menyebabkan nefropati pigmen dan gagal ginjal. Penulis menyajikan metode komplikasi berat yang dapat diantisipasi dan ditangani lebih efektif (J Am Acad Dermatol 2013; 69: 221-5).

Immunoglobulin intrevena (IVIG) secara umum mempunyai efek samping pengobatan yang rendah dengan tingkat kasus sebanyak 1% hingga 15% reaksi yang meliputi nyeri kepala, demam dan flushing (kemerahan) hingga anafilaksis. Walaupun penggunaan IVIG dalam pengobatan pasien dengan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) masih bersifat kontroversial, beberapa ahli mempertimbangkan IVIG sebagai pengobatan terbaik saat ini dalam diagnosis penyakit ini. Hemolisis adalah komplikasi yang jarang terjadi dalam terapi IVIG dan berdasarkan pengetahuan penulis jarang sekali dilaporkan kompolikasi ini pada pasien dengan Stevens Johnson Syndrome.IVIG merupakan produk kesatuan plasma, yang berasal dari 1000 donor atau lebih, yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration yang dapat digunakan pada pasien dengan imunodefisiensi primer, imunodefisiensi sekunder, trombositopenik idiopatik, trombositopenik purpura, HIV pada anak, penyakit Kawasaki dan Transplantasi susmsum tulang dalam mencegah penolakan graft (penyakit host vs penyakit dari graft (organ cangkokan)) dan dalam penanganan infeksi. Saat ini banyak IVIG resmi yang telah dilaporkan dalam kepustakaan. IVIG yang berkaitan dengan hemolisis telah banyak diketahui dan memiliki efek samping pengobatan yang jarang terjadi. IVIG sering menghasilkan efek samping yang ringan dan umumnya tidak memerlukan transfusi sel darah merah. Terdapat laporan kasus sebelumnya terhadap pasien dengan transplantasi sumsum tulang yang diobati dengan IVIG dan mengalami hemolisis akibat terapi IVIG dan selanjutnya menyebabkan hemoglobinuria dan gagal ginjal akut akibat deposisi nefropati pigmen. Patogenesis gagal ginjal akut disebabkan karena akumulasi hemoglobin yang sama dengan proses gagal ginjal akut sekunder hingga rabdomiolisis dengan akumulasi mioglobin dalam ginjal. Penulis melaporkan 2 pasien dengan SJS/TEN yang diobati dengan IVIG dan mengalami hemolisis akibat gagal ginjal akut yang memerlukan hemodialisis.

Laporan KasusKasus 1Seorang laki-laki berusia 48 tahun diobati dengan trimethoprim-sulfamethoxazole karena diduga menderita selulitis sekunder hingga scratch (luka goresan) pada kaki kirinya. 10 hari setelahnya ia dipindahkan ke Departemen Penanganan Intesif Luka Bakar dengan riwayat luka pada mulut selama 3-4 hari disertai ruam dan bula pada 30-40% permukaan tubuhnya. Prednison oral diberikan sebelum ia masuk rumah sakit. Jumlah sel darah putih adalah 9,37k/ul (3,2-10,6k/ul) dengan eosinofil 2,1% (0,0%-6,0%). Pasien ini mengalami demam pada saat masuk RS dengan suhu 39,50 C dengan sifat demam yang intermiten hingga hari rawatan ke 12, hasil kultur darah menunjukkan hasil negatif. Hasil biopsi spesimen yang dikumpulkan setelahnya dikonfirmasikan bahwa pasien mengalami TEN. Pengobatan IVIG direkomendasikan dan pemberian Privigen Brand (SCL Behring, King of Prussia PA) IVIG nonsukrosa dimulai pada hari 1 di RS. Pasien ini mendapatkan dosis 105 g (1g/kg ) pada hari rawatan ke 3. Pada hari rawatan di RS hari pertama nilai hemoglobin adalah 15,4 g/dl (14,6-17,8 g/dl) dan kreatinin adalah 1,0 mg/dl (0,66-1,25 mg/dl). Selama pengobatan 12 hari hemoglobin berkurang menjadi 6,9 g/dl (14,6-17,8 g/dl) dengan peningkatan kreatinin menjadi 10,6 mg/dl (0,66-1,25 mg/dl).Penurunan hemoglobin ditemukan akibat hemolisis. Uji haptoglobin kurang dari 10 mg/dl (20-300 mg/dl) pada hari 5 dan laktat dehidrogenase meningkat menjadi 760 U/L (300-600 U/L) pada hari rawatan RS ke 20. Golongan darah pasien ini adalah AB. Uji transfusi darah menunjukkan antiglobulin IgG positif dan penulis mendeteksi anti A dan anti B. Anemia yang ditemukan tidak berkaitan dengan hematopoiesis pada jumlah retikulosit yang meningkat 4,1% (0,8%-2,7%) pada hari rawatan RS ke 20. Pasien ini tidak mengalami defisiensi besi dengan tingkat besi 53 ug/dl (50-170 ug/dl), persentase saturasi 23% (20%-50%), kapasitas ikatan total besi 235 ug/dl (240-450 ug/dl) dan feritin meningkat sebanyak 1574 ng/ml (30-530 ng/ml) pada hari rawatan RS ke 22. Nilai folat normal adalah 16,6 ng/ml (5,4-50 ng/ml) dan nilai vitamin B12 adalah tinggi dengan nilai 985 pg/ml (210-911 pg/ml). spherocytes dan fragmen eritrosit tampak pada pewarnaan perifer, yaitu fragmen yang sering dijumpai pada kasus hemolisis. Selama rawatan di RS, sel darah merah spesifik jenis 11 U diperlukan dalam transfusi.Trombositopenia yang diinduksi dan disseminated intravascular coagulation (DIC) bukanlah penyebab anemia pada pasien dengan jumlah trmobosit normal selama di RS, dengan nilai 268 k/ul (177-406 k/ul) pada hari rawatan RS, 345 k/ul (177-406 k/ul) pada hari rawatan ke 12 di RS dengan protime (protrombin time) normal pada 14,2 detik (12,0-15,5 detik), waktu tromboplastin parsial 30 detik (24-35 detik) dan rasio normal internasional 1,1 saat di RS pada hari ke 5. Uji fungsi hati tidak dilakukan secara rutin, uji ini dilakukan pada hari rawatan RS ke 20 dan menunjukkan nilai alkalin posfatase 75 U/L (38-126 U/L), peningkatan ringan aspartat aminotransferase 88 U/L (15-59 U/L), alanine aminotransferase normal 35 U/L (13-72 U/L), bilirubin total normal 1,0 mg/dl (0,2-1,3 mg/dl) dan bilirubin direct normal 0,2 mg/dl (0,0-0,4 mg/dl).Hematologi dikonsultasikan pada hari rawatan ke 20 setelah pasien mendapatkan transfusi sel darah merah 7 U dan pasien diberikan prednisone 10 mg/hari pada permulaan transfusi pada hari rawatan ke 10 sebagai penanganan terhadap hemolisis.Pasien ini dilakukan urinalisis pada hari rawatan ke 1 dan menunjukkan hasil darah dalam urin yang menunjukkan ambang batas dalam pemeriksaan dipstick urin. Pada hari rawatan ke -4, urinalisis diulangi dan dilaporkan adanya sel darah merah berwarna kecoklatan dan berukuran besar pada analisis dipstick. Nefrologi dikonsultasikan pada hari rawatan ke 6 ketika kreatinin meningkat menjadi 4,38 mg/dl (0,66-1,25 mg/dl) dan dialisis dilakukan pada hari tersebut. Tim nefrologi menyatakan diagnosis pasien gagal ginjal akut sebagai akibat dari nekrosis tubular akut yang diinduksi oleh pigmen. Hari terakhir pasien ini mengalami dialisis adalah hari rawatan ke 25, yang juga merupakan hari dimana pasien ini dipulangkan. Pasien ini masih menjalani konsultasi ke klinik nefrologi (rawat jalan) 30 hari setelah rawatan di RS dengan nilai kreatinin 3,22 mg/dl (0,66-1,25 mg/dl) dan pasien ini dinyatakan memiliki ouput urin yang baik.

Kasus 2Laki-laki berusia 63 tahun memiliki riwayat penyakit Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan tombosis vena dalam berulang serta emboli paru 6 bulan sebelum dirawat dengan doksisiklin untuk mengatasi eksaserbasi penyakit PPOK yang dideritanya. 6 hari setelah rawatan, pasien ini mengalami ruam dengan bula diperkirakan 12% dari permukaan tubuhnya dan ia mengeluhkan nyeri di uretra dan konjungtiva bilateral. Ia tidak mengalami demam pada saat dirawat di RS dengan jumlah sel darah putih 2,48 k/ul (3,20-10,6 k/ul) dengan eosinofil 3,1% (0,0%-6,0%). Hasil biopsi spesimen kulit selanjutnya menunjukkan nekrosis keratinosit yang berdinding tebal dan pasien ini di diagnosis SJS/TEN. Privigen brand (CSL Behring) IVIG nonsukrosa dimulai pemberiannya pada hari rawatan 1 di RS dan diberikan sebanyak 1g/kg dalam dosis 100 g selama 3 hari. Pada hari rawatan RS ke-2, nilai hemoglobin pasien adalah 16,2 g/dl (14,6-17,8 g/dl) dan nilai kreatinin adalah 1,13 mg/dl (0,66-1,13 mg/dl). Pada 12 hari berikutnya, nilai hemoglobin menurun hingga 6,6 g/dl (14,6 17,8 g/dl) dan nilai kreatinin meningkat menjadi 6,8 mg/dl (0,66 -1,25 mg/dl).Penurunan hemoglobin ini merupakan efek hemolisis. Nilai haptoglobin adalah kurang dari 10 mg/dl (20-300 mg/dl) pada hari ke 5. Nilai laktat dehidrogenase adalah 2894 U/L (300-600 U/L). Uji transfusi darah menunjukkan uji antiglobulin IgG positif pada 1+ dan penulis mendeteksi adanya anti A1.Anemia pada pasien ini bukanlah akibat hematopoiesis yang buruk karena nilai retikulosit pasien meningkat menjadi 12,2% (0,8%-2,7%) pada hari rawatan RS ke 12. Pasien ini juga tidak mengalami defisiensi besi karena total besi pasien adalah 100 ug/dl (50-170 ug/dl), persentase saturasi adalah 36% (20%-50%), kapasitas ikatan besi adalah 277 ug/dl (240-450 ug/dl) dan kadar feritin meningkat pada 1591 ng/ml (30-530 ng/ml). Nilai folat dan vitamin B12 adalah normal pada 9,2 ng/ml (5,4-40 ng/ml) dan 807 pg/ml (210-911 (g/ml). hematologi dikonsultasikan pada hari rawatan RS ke 12. Pasien ini bergolongan darah A positif dan memerlukan transfusi sel darah merah 2 U pada hari rawatan ke 12. Pasien mengalami mikrosferosit yang mengindikasikan adanya hemolisis pada pemeriksaan darah perifer.Trombositopenia yang diinduksi Heparin dan disseminated intravascular coagulation (DIC) bukan disebabkan oleh anemia dan nilai trombosit pasien adalah 170 k/ul (177-406) pada hari rawatan dan 298 k/ul pada hari rawatan ke 11. Waktu protime (protrombin time) adalah 12,9 detik (12,0-15,5 detik), waktu tromboplastin parsial adalah 66 detik (24-35 detik), rasio normalisasi adalah 1,0 dan fibrinogen meningkat dengan nilai 886 mg/dl (150-430 mg/dl); dan semua hasil pemeriksaan ini dilakukan pada hari rawatan 11 di RS.Pasien ini tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan hepatik signifikan sebagai hasil uji fungsi hati yang menunjukkan alkalin posfatase adalah 90 U/L (38-126 U/L), aspartat aminotransferase adalah bernilai lebih tinggi pada 97 U/L (15-59 U/L) dan alanine aminotransferase adalah 64 U/L (13-72 U/L) pada hari rawatan di RS hari 12. Nilai bilirubin meningkat menjadi 2,8 mg/dl (0,2-1,3 mg/dl) dengan bilirubin direct 2,2 mg/dl (0,0-0,4 mg/dl) pada hari rawatan 11 di RS. Pada urinalisis, warna urin adalah kecoklatan dan sel darah berukuran besar pada hari 7 di RS. Nefrologi dikonsultasikan pada hari rawatan RS ke 6 karena anuria akut. Diagnosis pasien adalah gagal ginjal akut akibat sekunder dari pigmen heme yang berkaitan dengan nekrosis tubular akut dengan oliguria berat. Pasien dilakukan hemodialisis berkelanjutan selama 3 hari, diikuti dengan dialisis intermiten. Pasien ini mulai meproduksi urin pada hari rawatan RS ke 12 dan ahli nefrologi percaya bahwa pasien ini akan mengalami penyembuhan ginjal sepenuhnya.

PembahasanUsulan kriteria dalam kasus standar mengenai defenisi hemolisis berhubungan dengan penggunaan IVIG yang dikembangkan oleh Canadian IVIG Hemolysis Pharmacovigilance group yang meliputi onset hemolisis dalam 10 hari pemberian IVIG dengan penurunan hemoglobin lebih besar atau sama dengan 10 g/dl (1,0 g/dl); hasil uji positif direct antiglobin test (DAT); dan sedikitnya 2 dari hal berikut yaitu: peningkatan jumlah retikulosit, peningkatan laktat dehidrogenase, penurunan nilai haptoglobin, hiperbilirubinemia unconjugated, hemoglobinemia, hemoglobinuria, dan adanya sferosit signifikan dalam riwayat temuan pemeriksaan yang merupakan penyebab hilangnya darah atau hasil DAT negatif.IVIG menginduksi anemia hemolitik yang telah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan IVIG dosis tinggi alam desensitisasi atau pencegahan penolakan mediasi antibodi dengan tranplantasi ginjal. Faktor resiko yang diidentifikasi meliputi non golongan darah O dan pemberian IVIG dengan titer antibodi anti A/B yang tinggi, Penulis merekomendasikan pemantauan hemoglobin 47-72 jam setelah transfusi IVIG dan memilih produk titer yang rendah. Akan tetapi, produk titer lyophilized IVIG yang rendah bersifat hiperosmotik dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan fungsi ginjal residual. Penulis mampu mengumpulkan 18 kasus hemolisis yang berkaitan dengan IVIG dari tahun 2005 hingga tahun 2005. Semua pasien adalah golongn darah non O. Bagian dari tinjauan penulis meliputi pengukuran titer anti A/anti B antibodi IgG yang ditemukan pada masing-masing produk yang diberikan. privigen (CSL Behring) dan Gammagard (Baxter Internasional Deerfield, IL) memiliki titer anti A dan anti B tertinggi dalam pengukuran IVIG terbaru. Sebanyak 16 seri kasus IVIG berkaitan dengan anemia hemolitik pada sekitar 1000 pasien yang diberikan IVIG, sekitar 1,6% tingkat kejadian, yang dilaporkan dari Ottawa, Ontario kanada pada tahun 2008. Penulis mengungkapkan suatu hubungan yang berkaitan antara anemia hemoilitik dan dosis IVIG yang lebih tinggi, jenis kelamin perempuan, kelompok darah non O, dan status inflamasi fisiologis yang diukur dengan peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit, protein C reatif, ferritin, atau fibrinogen atau melalui penurunan serum albumin A. Usulan ini dibuat sebelum uji transfusi serum dalam meningkatkan kumpulan manakah yang mungkin menyebabkan hemolisis pada resipien.Tinjauan artikel oleh Padmore pada tahun 2012 mendiskusikan faktor yang berkaitan dengan IVIG yang berhubungan dengan hemolisis dan hubungannya dengan titer hemaglutinin anti-A dan anti-B. Ia mengusulkan bahwa pasien dengan gangguan inflamasi yang diberikan IVIG dosis tinggi beresiko mengalami anemia hemolitik. Ia juga meninjau pengobatan pasien dengan IVIG berkaitan dengan IVIG hemolisis termasuk penghentian pengobatan dengan IVIG dan transfusi dengan kelompok sel darah merah golongan darah O untuk mencegah hemolsis berikutnya dari hemaglutinin ABO. Proses IVIG yang sama menginduksi anemia hemolitik yang telah dilaporkan pada pasien anak yang mendapatkan IVIG akibat penyakit Kawasaki dan sindrom Gualian barre. Penulis melaporkan 4 pasien anak pada institusi tunggal yang mengalami penurunan rata-rata dalam hemoglobin 5,1 g/dl setelah pengobatan dengan IVIG dan status pentingnya pemantauan tingkat hemoglobin setelah pengobatan.IVIG yang berkaitan dengan anemia hemolitik pada 4 pasien anak dilaporkan pada tahun 2012. Dalam laporan ini penulis mencatat bahwa 6 pasien yang sebelumnya dilaporkan mengalami anemia hemolitik yang berhubungan dengan IVIG setelah pengobatan penyakit Kawasaki. Insidensi yang dilaporkan pada pusat adalah 16% atau 4 dari 25 pasien yang diobati dengan IVIH untuk penyakit Kawasaki selama interval 14 bulan. Masing-masing dari 4 pasien ini setelah hemolisis menunjukkan hasil DAT positif yang mengungkapkan bahwa pasien ini mengalami hemolisis setelah IVIG sebagai hasil kelompok antibodi darah.Karena IVIG masih dipertimbangkan dalam pengobatan tetap penggunaan resmi dan dalam label berbeda, metode untuk menurunkan frekuensi IVIG yang berhubungan dengan hemolisis merupakan hal yang paling menarik. Formulasi tertentu atau IVIG terbaru telah dilaporkan memiliki konentrasi lebih tinggi jenis antibodi anti A dan anti B. Hal ini beralasan dalam memilih konsentrasi lebih rendah atau meningkatkan perusahan-perusahan pembuatan IVIG dalam menurunkan konsentrasi antibodi ini yang diijinkan dalam formulasi IVIG yang diberikan pada pasien. European Pharmacopeia menyatakan bahwa imunologbulin yang diperlukan dalam penggunaan intravena mempunyai hasil negatif dalam dilusi 1:64 yang dilakukan dengan larutan maksimum 30 g/L immunoglobulin pada masing-masing kelompok. Perusahan Farmakologi Amerika Serikat dan Code of Federal regulation yang bernama 21, tidak memerlukan uji hemaglutinin ataupun uji hemolisis selelum melepaskan produk plasma. Satu usulan mekanisme dalam mengurangi antibodi anti A dan anti B adalah satu-satunya yang menginjinkan orang dengan kelompok darah AB dalam mendonasikan IVIG karena ia mempunyai antibodi anti A dan anti B. Karena frekuensi ini hanya 3% dari populasi umum, ini merupakan pilihan yang bervariasi. Pilihan lainnya adalah mencegah orang tersebut dengan golongan darah O dengan antibodi anti A atau anti B, dalam menyumbangkan plasma total dalam produksi IVIG,Sebagai klinisi, penting melakukan follow up pasien ini lebih dekat terhadap tanda hemolisis setelah pengobatan dengan IVIG. Kemungkinan hemolisis dievaluasi dengan menilai jumlah sel darah lengkap dengan pemeriksaan darah perifer, haptoglobin dan DATs. Penanganan meliputi penghentian IB+VIG jika masih ada gejala hemolisis yang dikenali. Prednison dapat digunakan dalam penanganan hemolisis dan konsultasi hematologi membantu dalam penanganan hemolisis akut. Penanganan anemia refraktori dengan transfusi darah golongan O merupakan cara terbaik dalam meminimalkan hemolisis selanjutnya anti A atau anti B. Telah diungkapkan bahwa sebelum masalah kelompok darah lainnya-sel darah spesifik uji harus meliputi adanya antibodi anti A dan anti B.Pada pasien dengan hemolisis signifikan diperlukan langkah selanjutnya dalam mengurangi resiko gagal ginjal akut. Cairan intravena dengan sodium bikarbonat dapat diberikan secara infus dalam membantu mencegah nekrosis tubular akut melalui alkanisasi urin yang membantu mencegah konstriksi arteri dan membantu mencegah presipitasi dalam tubula. Hidrasi yang tepat dapat memelihara perfusi ginjal dan meningkatkan dilusi pigmen. Ahli nefrologi dapat mempertimbangkan pemberian mannitol dalam meningkatkan aliran darah ginjal dan memelihara filtrasi fraksi dan oksigenasi.Ringkasan penelitian ini yaitu, walaupun IVIG dalam SJS/TEN dipertimbangkan oleh beberapa ahli menjadi pengobatan yang terbaik, pengobatan dengan IVIG juga mempunyai resiko. Dalam departemen Luka bakar penelitian ini, penulis telah mengamati perkembangan anemia hemolitik yang cukup berat dan memerlukan hemodialisis. Ini kemungkinan karena anemia hemolitik dan gagal ginjal akut yang dialami oleh pasien dalam penelitian ini merupakan laporan yang kurang banyak dilaporkan dan tidak dapat dikenali efek samping pengobatan IVIG. Hemolisis menyebabkan nefropati pigmen sebagai satu-satunya yang menyebabkan gagal ginjal akut pada pasien dengan SJS/TEN, kemungkinan lainnya meliputi hipovolemia sebagai hasil dari hilangnya air transdermal atau sepsis yang merupakan komplikasi TEN atau toksisitas pengobatan langsung. Penulis mengusulkan bahwa efek samping reaksi pengobatan ini bukanlah hal yang jarang terjadi dan diperkirakan sebagai hal yang berkaitan dengan peningkatan dalam jumlah kreatinin yang jarus dibedakan dari penyebab lain gagal ginjal pada pasien dengan SJS/TEN.

10