29
HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 1/29 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ozon dikenal memiliki peranan dalam melindungi keseimbangan ekologi bumi dan dapat berinteraksi pada tingkat dasar dengan polutan dari industri. Ozon juga memiliki kemampuan biologi yang khas sehingga banyak diteliti untuk digunakan dalam dunia medis. 1 Efek medis ozon ditemukan pada abad 19 dan digunakan pertama kali oleh A. Wolff di Jerman pada tahun 1915 (selama Perang Dunia I) sebagai antiseptik. 1,2 Penggunaan ozon sudah lama diperkenalkan di luar negeri seperti Belgia, Italia, Perancis, Brazil, Rusia, Argentina, Jepang dan Singapura. 3 Sebagai molekul yang memiliki energi yang sangat besar, ozon dapat menginaktivasi bakteri, virus, jamur dan beberapa jenis protozoa, sehingga dapat digunakan sebagai pilihan terapi dalam pengobatan beberapa penyakit dan sebagai terapi tambahan pada penyakit lain. 4 Penggunaan ozon dalam bidang medis sangat luas meliputi: bedah, neurologi, gastroenterologi, diabetes dengan komplikasinya, dermatologi, kosmetologi, obstetri dan ginekologi, urologi, sistem kardiovaskuler, stomatologi, otorhinolaringologi, locomotor disorder dan sistem respirasi. 2 Dari riwayat penggunaannya yang telah cukup panjang, didukung oleh dokumentasi, terutama dari Rusia, Jerman dan negara Balkan lainnya, menunjukkan adanya manfaat ozon yang menonjol untuk penyembuhan pelbagai penyakit, termasuk kanker, diabetes, jantung, hepar dan menghambat proses penuaan. Menurut Bocci, terapi ozon hanya digunakan untuk melengkapi terapi konvensional atau pada kasus di mana tidak ada terapi lain yang efektif. 5 Walaupun ozon telah digunakan sebagai desinfektan yang poten selama hampir satu abad, dan telah digunakan sebagai terapi alternatif selama 4 dekade, kegunaannya dalam dunia kedokteran masih kontroversial. Pihak yang pro meyakini bahwa terapi ozon merupakan pengobatan yang sangat baik sedangkan pihak yang kontra menyatakan bahwa ozon bersifat toksik dan tidak boleh digunakan dalam dunia kedokteran. Masalah ini seharusnya tidak dibiarkan begitu saja, karena setiap tahunnya jumlah pasien di dunia yang menjalani terapi ozon bertambah terus. 5 Negara- negara Eropa kebanyakan mendukung penggunaannya, sehingga banyak uji klinis yang dilakukan di sini terutama di Rusia dan Jerman. Negara USA tidak mendukung penggunaannya (Food and Drug Administration dan pemerintah Kanada telah melarang penggunaannya karena dianggap toksik, walaupun pendapat ini ditentang oleh praktisi ozon), tetapi pada kenyataannya 16 negara dan 11 negara bagian di USA telah melegalkan penggunaan terapi ozon dalam dunia medis. 6 Belum ditemukan penelitian berupa uji klinis mengenai keamanan penggunaan ozon dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi yang diklaim dapat diterapi dengan ozon. Pembahasan toksisitas pada umumnya membahas tentang toksisitas ozon terhadap paru-paru. Di Indonesia, pada tanggal 6 April 2003, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jakarta, bekerja sama dengan Russian Association of Ozone Therapy mengadakan diskusi dan evaluasi ilmiah terbatas, dengan topik „Apakah teknologi terapi ozon Rusia dapat dimanfaatkan di Indonesia?‟ di hotel Shangri - La Jakarta, dari hasil diskusi ini dikeluarkan rekomendasi untuk ijin pengoperasian terapi ozon dalam lingkungan wilayah DKI Jakarta dengan surat IDI Wilayah Jakarta no. 465/K/IV/03. Sebenarnya terapi ozon di Indonesia sudah lama digunakan (sejak 1992) sebagai terapi komplementer/alternatif dan suportif. 3 B. Permasalahan Minat masyarakat Indonesia terhadap penggunaan terapi alternatif termasuk terhadap terapi ozon saat ini cukup besar. Dengan karakteristik ozon yang khas, diperlukan pertimbangan dan evaluasi secara hati-hati untuk penggunaan dalam mengatasi kondisi medis. Di Indonesia penggunaan terapi ozon sudah cukup lama dan luas, bahkan sudah berdiri klinik-klinik yang mengkhususkan diri pada penggunaan terapi ozon untuk penyembuhan berbagai penyakit. Namun bukti ilmiah manfaat terapi ozon perlu dikaji lebih lanjut. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan terapi ozon ini tidak sedikit, dan harus dikeluarkan dari kantong masyarakat sendiri (out of pocket). C. Tujuan Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan tentang penggunaan terapi ozon di Indonesia.

Terapi Ozon

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 1/29

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ozon dikenal memiliki peranan dalam melindungi keseimbangan ekologi bumi dan dapat berinteraksi

pada tingkat dasar dengan polutan dari industri. Ozon juga memiliki kemampuan biologi yang khas

sehingga banyak diteliti untuk digunakan dalam dunia medis.1

Efek medis ozon ditemukan pada abad 19 dan digunakan pertama kali oleh A. Wolff di Jerman

pada tahun 1915 (selama Perang Dunia I) sebagai antiseptik.1,2 Penggunaan ozon sudah lama

diperkenalkan di luar negeri seperti Belgia, Italia,

Perancis, Brazil, Rusia, Argentina, Jepang dan Singapura.3

Sebagai molekul yang memiliki energi yang

sangat besar, ozon dapat menginaktivasi bakteri, virus, jamur dan beberapa jenis protozoa, sehingga

dapat digunakan sebagai pilihan terapi dalam

pengobatan beberapa penyakit dan sebagai terapi tambahan pada penyakit lain.4 Penggunaan ozon

dalam bidang medis sangat luas meliputi: bedah, neurologi, gastroenterologi, diabetes dengan

komplikasinya, dermatologi, kosmetologi, obstetri

dan ginekologi, urologi, sistem kardiovaskuler, stomatologi, otorhinolaringologi, locomotor disorder dan sistem respirasi.2 Dari riwayat penggunaannya yang telah cukup panjang, didukung oleh

dokumentasi, terutama dari Rusia, Jerman dan

negara Balkan lainnya, menunjukkan adanya manfaat ozon yang menonjol untuk penyembuhan

pelbagai penyakit, termasuk kanker, diabetes, jantung, hepar dan menghambat proses penuaan.

Menurut Bocci, terapi ozon hanya digunakan untuk melengkapi terapi konvensional atau pada kasus di

mana tidak ada terapi lain yang efektif.5

Walaupun ozon telah digunakan sebagai

desinfektan yang poten selama hampir satu abad, dan telah digunakan sebagai terapi alternatif selama

4 dekade, kegunaannya dalam dunia kedokteran

masih kontroversial. Pihak yang pro meyakini bahwa terapi ozon merupakan pengobatan yang sangat

baik sedangkan pihak yang kontra menyatakan bahwa ozon bersifat toksik dan tidak boleh

digunakan dalam dunia kedokteran. Masalah ini seharusnya tidak dibiarkan begitu saja, karena

setiap tahunnya jumlah pasien di dunia yang

menjalani terapi ozon bertambah terus.5 Negara-negara Eropa kebanyakan mendukung

penggunaannya, sehingga banyak uji klinis yang dilakukan di sini terutama di Rusia dan Jerman.

Negara USA tidak mendukung penggunaannya

(Food and Drug Administration dan pemerintah

Kanada telah melarang penggunaannya karena dianggap toksik, walaupun pendapat ini ditentang

oleh praktisi ozon), tetapi pada kenyataannya 16 negara dan 11 negara bagian di USA telah

melegalkan penggunaan terapi ozon dalam dunia medis. 6

Belum ditemukan penelitian berupa uji klinis mengenai keamanan penggunaan ozon dalam

pengobatan berbagai penyakit dan kondisi yang diklaim dapat diterapi dengan ozon. Pembahasan

toksisitas pada umumnya membahas tentang

toksisitas ozon terhadap paru-paru.

Di Indonesia, pada tanggal 6 April 2003, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jakarta, bekerja

sama dengan Russian Association of Ozone Therapy mengadakan diskusi dan evaluasi ilmiah terbatas,

dengan topik „Apakah teknologi terapi ozon Rusia

dapat dimanfaatkan di Indonesia?‟ di hotel Shangri-La Jakarta, dari hasil diskusi ini dikeluarkan

rekomendasi untuk ijin pengoperasian terapi ozon dalam lingkungan wilayah DKI Jakarta dengan surat

IDI Wilayah Jakarta no. 465/K/IV/03. Sebenarnya

terapi ozon di Indonesia sudah lama digunakan (sejak 1992) sebagai terapi komplementer/alternatif

dan suportif.3

B. Permasalahan

Minat masyarakat Indonesia terhadap

penggunaan terapi alternatif termasuk terhadap terapi ozon saat ini cukup besar. Dengan

karakteristik ozon yang khas, diperlukan pertimbangan dan evaluasi secara hati-hati

untuk penggunaan dalam mengatasi kondisi medis.

Di Indonesia penggunaan terapi ozon sudah

cukup lama dan luas, bahkan sudah berdiri

klinik-klinik yang mengkhususkan diri pada penggunaan terapi ozon untuk penyembuhan

berbagai penyakit. Namun bukti ilmiah manfaat terapi ozon perlu dikaji lebih lanjut.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk

mendapatkan terapi ozon ini tidak sedikit, dan

harus dikeluarkan dari kantong masyarakat sendiri (out of pocket).

C. Tujuan

Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar

rekomendasi bagi pemerintah dalam

menetapkan kebijakan tentang penggunaan terapi ozon di Indonesia.

Page 2: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 2/29

BAB II METODOLOGI PENILAIAN

A. Strategi Penelusuran Kepustakaan

Penelusuran artikel dilakukan melalui Medline, Blackwell, Highwire, dan jurnal yang berkaitan

seperti: Alimentary Pharmacology and Therapeutics, Undersea Hyperbaric Medicine, Medical Science Monitoring, Journal Altenative Complimentary Medicine, Artificial Organ, International Ozone Association, American Cancer Society, European Journal of Oncology Nursing, European Archieve of Otorhinolaryngology dan Gerodontology dalam 15 tahun terakhir (1989-2003).

Kata kunci yang digunakan: ozone, ozone therapy, antioxidant, cancer, diabetes, burns, AIDS, vascular disease, caries, dental, RCT.

B. Hierarchy of evidence dan Derajat

Rekomendasi

Hierarchy of evidence dan derajat rekomendasi diklasifikasikan berdasarkan definisi dari Scottish Intercollegiate Guidelines Network yang berasal

dari US Agency for Health Care Policy and Research.

Hierarchy of evidence :

Ia. Meta-analysis of randomized controlled trials. Ib. Minimal satu randomized controlled trials IIa. Minimal penelitian non-randomized controlled

trials IIb. Cohort dan Case control studies IIIa. Cross-sectional studies IIIb. Case series dan case report IV. Konsensus dan pendapat ahli

Derajat rekomendasi : A. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat Ia

dan Ib.

B. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat IIa dan II b.

C. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat IIIa, IIIb dan IV.

C. Ruang Lingkup Pembahasan

Terapi ozon yang akan dikaji pada topik ini dibatasi pada (1) kelainan vaskular, (2) luka, (3)

diabetes melitus, (4) kedokteran gigi, dan (5)

infeksi ginekologi. Kelima topik kajian ini dipilih karena digunakan di Indonesia.

Page 3: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 3/29

BAB III TERAPI OZON

Ozon (O3) adalah gas yang secara alami terdapat di atmosfir bumi, memiliki bau yang spesifik dan kuat,

dan merupakan bentuk alotropik dari oksigen. Ozon merupakan oksidan yang jauh lebih kuat dibanding

oksigen, sehingga dapat mengoksidasi banyak

bahan yang inert terhadap oksigen pada kondisi normal.2

A. Karakteristik Ozon

Atom oksigen di alam terdapat dalam beberapa

bentuk: (1) sebagai partikel atom bebas (O), sangat

reaktif dan tidak stabil (2) oksigen (O2), paling banyak, lebih stabil, dalam bentuk gas tidak

berwarna dan dalam bentuk cair berwarna biru (3) ozon (O3), memiliki berat molekul 48, kepadatan gas

ini satu setengah kali oksigen, memiliki energi yang

sangat besar (3/2 O2 + 143 KJ/mol), dalam bentuk gas berwarna biru dan dalam bentuk padat

berwarna biru tua (4) O4, gas biru pucat nonmagnetik, sangat tidak stabil, jarang terdapat,

biasanya sudah dipecah menjadi 2 molekul oksigen1,4

Ozon adalah oksidan yang sangat kuat, hanya dikalahkan oleh fluorin dalam kemampuan ini. Ozon

juga bereaksi dengan hidrokarbon, amin, kelompok sulfhidril dan senyawa aromatik. Yang berhubungan

penting dengan sistem biologi adalah interaksi ozon

dengan jaringan, termasuk komponen darah.1

Efek Biokimia dan Fisiologis Ozon

Beberapa literatur menyebutkan saat ini diketahui

bahwa ozon dapat larut dalam plasma atau air atau serum atau salin fisiologis dan menghasilkan ROS

(radical oxygen species). Lipid yang ada di plasma menyerupai yang ada di lipoprotein, mengalami

peroksidasi yang prosesnya tergantung pada dosis ozon. Produksi H2O2 (yang berkaitan dengan ozon)

dikatakan penting dalam mengaktivasi tubuh baik

secara biokimia maupun imunologis. Ozon menginduksi sitokin (TNF-alfa, IFN-gamma dan IL-

2) ketika darah secara langsung terpapar ozon. Hal ini terjadi secara konsisten walaupun sedikit.7

Efek biokimia

Ozon, bukanlah radikal oksigen, tetapi merupakan oksidator kuat dan menghasilkan oksidan dari

proses oksidasi tersebut (ROS). Stres oksidasi oleh ozon melibatkan banyak komponen darah, seperti

lipoprotein, protein plasma, limfosit, monosit,

granulosit, trombosit dan eritrosit. Ozon bereaksi pada setiap organ dan permukaan tempat ia

berkontak (misalnya sel endotel).8

Dalam pertahanan terhadap oksidasi dan

terjadinya ROS, berbagai sistem anti-oksidan diaktifkan dan terjadilah produksi enzim anti-oksidan

serta pembersih racun. Karena efek oksidasi ozon hampir berbanding lurus dengan konsentrasinya di

dalam darah maka di atas kadar tertentu, ozon bisa bersifat sangat sitotoksik dan menyebabkan

terjadinya hemolisis. Rentang terapeutik ozon

sempit namun jendela kadar aman telah diketahui dengan jelas saat ini.

Waktu paruh ozon tergolong pendek. Secara

cepat, ozon akan berubah menjadi oksigen melalui

reaksi endotermik dan reaksi ini hanya berlangsung selama 10 menit. Proses stres oksidasi oleh ozon

terjadi dalam waktu singkat, namun reaksi antioksidan yang berlangsung diyakini dapat

bertahan lebih lama dari bentuk awalnya. Berikut reaksi sistem anti-oksidan terhadap stres oksidasi

oleh ozon yang meliputi eritrosit, trombosit, leukosit,

endotel dan hemostasis yang diadaptasi dari Bocci. 8

Tabel 1. Efek Biokimia Ozon dalam Darah8 Eritrosit Trombosit Leukosit Endotel Hemostasis

ATP, EC, 2,3 DPG ↑

TGF ↑ PGE2 ↑ NO ↑ VWF ↑

O2 ↑ PDGF ↑ TNF-α ↑ VEGF ? (t-PA) ↑

SR↓ MF ↑ TXB2 ↑ INF-γ ↑ APTT ↑

PO2 arteri ↑→

IL2, IL6, IL8 ↑

Edema ↓ TT ↑

PO2 vena ↑

BK, histamin ?

ATP (adenosine triphosphate), EC (energy charge), 2,3 DPG (2,3 diphosphoglicerate), TGF(Transforming Growth Factor), PGE2 (prostaglandin E2), NO (nitrit oxide), Vwf (von Willebrand Factor), PDGF (platelet derived growth factor), TNF(tumor necrosis factor), VEGF, t-PA (tissue plasminogen activator), SR (sedimentation rate), MF (membrane fluidity), TXB2, APTT (activated partial thromboplastine time), IL (interleukin), TT (thrombine time), BK

Efek Reologis

Terapi ozon dikatakan merupakan terapi yang

efektif pada beberapa kelainan di mana secara positif bisa mempengaruhi mikrosirkulasi.8 Studi

Page 4: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 4/29

ozon pada filtrabilitas darah memperlihatkan

adanya peningkatan yang diperkirakan berhubungan dengan meningkatnya membrane fluidity (MF) serta penurunan pada laju endap darah. Efek reologis tersebut diyakini memiliki

peran penting dalam memperbaiki mikrosirkulasi.

Penemuan-penemuan tersebut ditampilkan dalam tabel 2 yang diadaptasi dari Coppola dkk. yang

telah dikolaborasi dengan penemuan dari peneliti lain. 8

Parameter tersebut diperkirakan memiliki

kontribusi dalam penyembuhan ulkus kronik pada

pasien, berdasarkan perbaikan pada mikrosirkulasi, oksigenasi, fasilitasi pelepasan

oksigen dan antioksidan yang juga diperankan oleh eritrosit.

Efek Metabolik

Beberapa studi eksperimental dilakukan terhadap trauma iskemi-reperfusi pada berbagai organ yang

berbeda: ginjal, hati dan otak dan praterapi. Studi tersebut menggunakan darah yang diozonisasi di

mana ditemukan adanya efek proteksi. Selama

iskemi (yang terjadi sebagai konsekuensi akibat degradasi ATP) terdapat peningkatan produksi

adenosin dan xantin yang signifikan. Pada periode reperfusi, adenosin berperan sebagai protektor

dan di pihak lain, produksi ROS melalui jalur

xantin/xantin oksidase berperan sebagai penghancur/perusak.8

Pemberian terapi ozon pada trauma iskemi

memperlihatkan penurunan akumulasi xantin yang

signifikan, sedangkan kadar adenosin tidak terpengaruh. Pada studi yang serupa, dijumpai

peningkatan kadar transaminase dan laktat. Sedangkan kadar glutation dipertahankan dan

superoksid dismutase meningkat. Kadar H2O2 tidak meningkat. Studi lain pada hipoksia otak,

pemberian terapi ozon memperlihatkan

dipertahankannya energy charge (EC) dan ATP serta penghambatan produksi laktat yang pada

akhirnya dapat meningkatkan survival time secara signifikan. Singkatnya, perubahan yang terjadi

pada metabolik tubuh diuraikan pada tabel 3 dan

disertai dengan faktor dan molekul matriks interstisial yang penting dalam proses

penyembuhan luka yang mendapat manfaat dari dipertahankannya/ditingkatkannya metabolisme

sel.

Autohemoterapi memperlihatkan stimulasi

metabolik, preservasi ATP, muatan energi, adenosin dan reduksi kadar laktat selama fase

iskemi. Faktor tersebut akan meminimalkan

trauma lebih lanjut pada periode reperfusi.

Stimulasi metabolik ini membantu terbentuknya faktor matriks interstisial dan mengurangi lipid

yang dapat merusak endotel.8

Efek antipatogen

Meskipun efek letal dan penghambatan ozon

terhadap mikroorganisme patogen telah diamati sejak akhir abad 19, namun penjelasan mengenai

mekanisme kerjanya masih belum memuaskan.1

Ozon merupakan germisida kuat, hanya

dibutuhkan beberapa mikrogram per liter saja untuk bisa membunuh kuman. Pada konsentrasi

H2O 1 g/m3 suhu 10C, ozon dapat menginaktivasi Coliform, Staphylococcus aureus dan Aeromonas

hydrophilia dengan cepat. Kecepatan inaktivasi

enterovirus lebih cepat lagi dibandingkan dengan E. Coli.1

Pada bakteri, ozon mengganggu integritas

kapsul sel bakteri melalui oksidasi fosfolipid dan lipoprotein.1,9 Ozon juga terbukti dapat

berinteraksi dengan protein. Pada suatu studi yang

menyelidiki efek ozon terhadap E. Coli, ditemukan bukti bahwa ozon dapat berpenetrasi ke dalam

membran sel, bereaksi dengan substansi sitoplasma dan mengubah circular plasmid DNA

tertutup menjadi circular DNA terbuka, yang dapat

mengurangi efisiensi proliferasi bakteri.1 Ozon juga dapat berpenetrasi ke kapsul sel bakteri,

mempengaruhi secara langsung integritas cytoplasmic, dan mengganggu beberapa tingkat

kompleksitas metabolik. Bakteri yang rentan

terhadap efek desinfeksi ozon: Salmonella, Streptokokus, Shigela, Legionella pneumophilia,

Pseudomonas aeruginosa, Yersinia enterocilica, Campylobacter jejuni, Mycobacteria, Klebsiella

pneumonia, dan Eschericia coli.4

Pada jamur, mekanisme efek fungisidal ozon

belum dipahami. Ozon dikatakan dapat menghambat pertumbuhan sel pada beberapa

tahap. Pada suatu studi, penghambatan pertumbuhan Candida utilis dengan ozon

tergantung dari fase pertumbuhannya dan adanya

budding cell. Pada studi lain, dosis rendah ozon menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan

Monilia fructagen dan Phytophtora infestans, sedang dosis tinggi menghambatnya.1

Pada virus, kerentanannya terhadap ozon

berbeda-beda, pada percobaan menggunakan

continuous flow mixed reactor pada kondisi laboratorium, resistensi relatif virus dari yang

paling tinggi ke yang paling rendah sebagai

Page 5: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 5/29

berikut: Polio virus tipe 2, Echovirus tipe 1, Polio

virus tipe 1, Coxsackie virus tipe B5, Echovirus tipe 5, Coxsackie virus tipe A9.1 Pada virus, ozon

merusak kapsid virus dan mengganggu siklus reproduksi dengan menghambat kontak virus ke

sel melalui peroksidasi.9 Kebanyakan penelitian

tentang efek virus difokuskan pada kemampuannya untuk memecah molekul lipid.

Pada suatu studi, polio virus tipe 1 dipaparkan dengan ozon 0,21 mg/liter pada pH 7,2. Setelah

30 detik, 99% dari virus menjadi inaktif (kehilangan kemampuannya untuk bereplikasi

dalam sel host), tapi tetap mempertahankan

integritas strukturalnya. Dari analisa komponen virus terlihat adanya kerusakan pada rantai

polipeptida dan protein kapsul yang dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk

mempertahankan struktural dan pecahnya single stranded RNA menjadi dua bagian yang mengakibatkan terjadinya gangguan replikasi.

Peneliti lain pada percobaan yang sama menyimpulkan bahwa terapi ozon dapat merusak

kapsid virus.1

Organisme tingkat tinggi memiliki mekanisme

enzimatik yang dapat menstabilkan kembali DNA dan RNA yang terganggu yang merupakan

penjelasan kenapa terapi ozon pada dosis yang tepat toksik terhadap organisme infeksius dan

tidak terhadap pasien.1

Aktivasi sistem imun

Pemberian ozon pada konsentrasi 50 g/cc

meningkatkan produksi interferon. Tumor necrosis factor (TNF) dilepas dalam jumlah besar pada

konsentrasi 30-55 g/cc. Produksi interleukin 2

memulai seluruh kaskade reaksi imunologi.9

Ozon dalam darah adalah oksidator kuat dan menyebabkan:

1. Stimulasi produksi antioksidan

2. Vasodilatasi dan hiperemi (NO) 3. Mengurangi viskositas darah dan plasma

4. Meningkatkan erythroyte membrane fluidity 5. Hiperoksigenasi dan fasilitasi pelepasan

oksigen di jaringan

6. Stimulasi metabolik

7. Inaktivasi bakteri, virus, dan jamur 8. Produksi interferon dan TNF

B. Produksi ozon medik

Ozon memiliki waktu paruh 45 menit pada suhu 200C (68F), dan konsentrasinya menurun menjadi

16% dari nilai awal dalam 2 jam, sehingga ozon harus diproduksi pada saat akan digunakan untuk

pengobatan. Pada suhu kamar hampir 50% ozon berubah menjadi oksigen murni. 1

Untuk menghasilkan ozon medik secara aman dan dalam dosis yang tepat, dibutuhkan generator

ozon medik dilengkapi sistem penyalurannya.

Generator ozon medik berbeda dengan generator

industri dalam hal kemampuannya untuk

menghasilkan campuran ozon-oksigen paling murni dengan dosis yang tepat.1 Generator dan

sistem penyaluran sebagai sumber oksigen harus memiliki tingkat kemurnian medik sehingga

terhindar dari nitrogen dan kotoran lain karena nitrogen dapat memproduksi NO yang bersifat

toksik terhadap jaringan.4 Generator ozon klinis

yang mengatur aliran ozon medik melalui tabung voltase dengan output bervariasi dari 4000 V

sampai 14000 volt dapat menghasilkan campuran ozon-oksigen dengan rentang konsentrasi sampai

5%, yang tergantung dari 3 variabel: (1) tegangan

yang digunakan (2) kecepatan aliran oksigen dan (3) jarak yang memisahkan elektroda. Kemurnian

sumber oksigen menjadi penting karena nitrogen, dengan adanya energi tinggi, dapat membentuk

nitrit oksida yang toksik.2 Ozon diproduksi pada

saat akan diberikan, karena ozon bukanlah obat yang memiliki shelf life dan dapat ditaruh dalam

waktu lama dan dosis tertentu.4

Dari karakteristiknya tersebut, ozon perlu dianggap sebagai pengobatan dengan complex therapeutic dynamics, yang memerlukan

pertimbangan dan evaluasi secara hati-hati untuk pengobatan kondisi medis.4

Tabel 2. Efek Reologis Ozon dalam Darah 8 Time post

ozone Hematokrit Filterability

whole blood Viskositas

darah Viskositas plasma

Fibrinogen

O

15 menit ↑ ↓ ↑ ↓

60 menit ↑ ↓

Page 6: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 6/29

Tabel 3. Efek Metabolik Ozon dalam Darah 8 ATP ↑ Asam Hialuronat ?

Energy charge ↑ Fibronektin ?

Kolesterol ↓ FGF-α, EGF, KGF ?

Trigliserida ↓ Kolagen I/III ?

Asam Lemak ↓

Lipid densitas rendah ↓

Xantin ↓

C. Metode Pemberian Terapi Ozon

1. Autohemoterapi mayor

Darah vena ditampung ke dalam tabung khusus yang berisi antikoagulan, kemudian

ditambahkan campuran ozon-oksigen lalu di injeksikan kembali ke pasien secara

intravena.2

2. Injeksi intravena salin yang diozonisasi

Larutan salin diozonisasi dengan campuran ozon-oksigen kemudian diberikan secara

intravena kepada pasien.2

3. Insuflasi rektal

Pemberian campuran ozon-oksigen per rektal dengan peralatan khusus.5

4. Autohemoterapi minor

Darah vena diambil dengan syringe, kemudian

dicampur dengan campuran ozon-oksigen dan diinjeksikan intramuskular.2

5. Injeksi hipodermik, periartikular and

intraartikular2

6. Injeksi langsung intraarterial atau intravena

Ozon-oksigen murni diinjeksikan perlahan langsung ke arteri (biasanya arteri femoralis)

atau ke vena.1 Teknik ini dilarang sejak tahun 1984 karena

dapat menyebabkan emboli paru dan efek

samping lain serta keuntungan terapeutiknya diragukan.5

7. Injeksi intramuskular

Ozon-oksigen murni diinjeksikan ke otot

gluteus maksimus atau deltoid. 1

8. Ozone-acupunctur Menggunakan campuran ozon-oksigen yang

diinjeksikan ke titik akupunktur khusus.2

9. Drinking, gargling atau irigasi

Menggunakan salin yang diozonisasi atau air suling yang diozonisasi.2

10. Aplikasi eksternal campuran ozon-oksigen. Terutama pada lesi seperti ulkus dan gangren

pada ekstrimitas atau bagian tubuh lain.2

11. Penggunaan minyak yang diozonisasi.

Ozonated olive oil memungkinkan pemakaian jangka lama, paparan ozon dosis rendah dan

peroksidasi lipid terhadap jaringan.1

12. Balneotherapy

Menggunakan air yang diozonisasi dalam bentuk gelembung udara dalam air hangat

yang digunakan untuk mandi.1

13. Polyatomic oxygen Apheresis Therapy Darah pasien dikeluarkan melalui salah satu lengan, diozonisasi dan difilter di luar tubuh,

kemudian dikembalikan melalui lengan lainnya. Proses ini berjalan terus menerus

selama 1 jam dengan jumlah total darah yang

diberi ozon mencapai 3-4 liter.3

14. Penggunaan air yang diozonisasi Digunakan pada ekstraksi gigi atau dental surgery dalam bentuk pencuci dan untuk diminum juga.1

D. Penggunaan Medis Ozon

Penggunaan terapi ozon telah diawali sejak beberapa dekade yang lalu sebagai antiseptik.

Seiring dengan mulai ditemukannya penelitian

tentang potensi ozon dalam hal biokimia, reologik dan metabolik, mulai bermunculan penelitian-

penelitian terkait untuk membuktikannya. Sejauh ini, hasil yang didapatkan dari penelitian yang ada

umumnya memberikan hasil positif baik pada studi

in vitro, preklinis dan klinis.

Terapi ozon dalam bidang medis antara lain digunakan untuk mengatasi:

1. Kelainan Vaskular, karena dianggap ozon

dapat memperbaiki distribusi oksigen dan

pelepasan growth factors yang bermanfaat dalam mengurangi iskemi dan memperbaiki

penyembuhan luka.

Page 7: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 7/29

2. Infark Miokard, karena ozon dianggap memiliki

efek yang baik terhadap profil lipid dan sistem pertahanan antioksidan pada infark miokard.

3. Diabetes Melitus (DM), karena ozon dianggap

berpotensi menghambat dan mengatasi

gejala-gejala diabetes dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan

suplai oksigen ke dalam jaringan.

4. Luka. Ozon diklaim sebagai alternatif yang potensial untuk dijadikan agen yang

membantu penyembuhan luka selain terapi

konvensional yang sudah ada. Terapi ozon untuk luka umumnya diberikan secara topikal

sebagai antimikroba.

5. Kedokteran gigi. Dalam bidang kedokteran

gigi, terapi ozon telah digunakan sebagai

terapi alternatif untuk pengobatan karies,

untuk mengoptimalkan periode post-operasi pada pasien bedah tulang fasial (bersama

farmaseutikal lain), menyempurnakan metode konvensional terapi konservatif dan mencegah

berkembangnya komplikasi pada fraktur

mandibula, mengoptimalkan higiene oral, dan pengobatan gingivostomatitis, penyakit

paradontium serta alveolitis.

6. Kelainan Ginekologi. Di negara-negara Eropa Timur, ozon banyak digunakan untuk

mengatasi infeksi ginekologik, intrauterin

hingga komplikasi kemoterapi.

Pembuktian ilmiah berbagai penggunaan ozon akan diulas dalam bab selanjutnya.

Page 8: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 8/29

BAB IV DISKUSI

Terapi ozon dinyatakan memiliki manfaat pada hampir semua penyakit, namun dari penelusuran

kepustakaan yang telah dilakukan, ditemukan sedikit sekali publikasi ilmiah mengenai terapi

ozon. Artikel ilmiah tersebut lebih banyak dimuat

dalam jurnal berbahasa Rusia dan Jerman dan hanya beberapa yang menggunakan bahasa

Inggris. Umumnya artikel ilmiah ini berupa laporan kasus dengan jumlah subyek sedikit, tidak

menyatakan secara jelas metode penelitian dan uji statistik yang digunakan serta tidak menggunakan

kontrol.

Pembahasan yang dilakukan pada bab ini

adalah mengenai indikasi terapi ozon seperti yang termasuk dalam ruang lingkup pembahasan yang

tercantum pada Bab II.

Namun, masih terdapat keterbatasan sumber

informasi berupa artikel ilmiah yang baik untuk pembuktian manfaat dan keamanan

penggunaannya. Berikut akan diuraikan penggunaan terapi ozon dalam berbagai keadaan

klinis.

A. Penggunaan Medis Ozon

1. Kelainan Vaskular

Perbaikan distribusi oksigen dan pelepasan growth factors bermanfaat dalam mengurangi iskemi dan

memperbaiki penyembuhan luka. Beberapa laporan observasi menyebutkan manfaat ozon

terhadap iskemi ekstrimitas bawah kronik, sindrom

Raynaud berat dan kelainan pembuluh darah otak dan jantung. Studi serial telah dilakukan untuk

mengetahui efek biologis ozon terhadap darah selama AHT. Terjadi peningkatan kadar 2,3-

diphosphogliserat (2,3-DPG) sehingga kurva disosasi oksihemoglobin bergeser ke kanan dan

meningkatkan distribusi oksigen ke jaringan

hipoksia dan terdapat peningkatan yang bermakna adenosine triphospat (ATP) intraeritrosit serta

energy charge.

Penelitian juga difokuskan untuk mengetahui

respons sel endotel manusia setelah diberi paparan terhadap ozon secara in vitro sebagai

simulasi dari apa yang terjadi in vivo. Sel endotel secara konsisten melepaskan sejumlah besar NO

yang menstimulasi vasodilatasi sehingga bisa menerangkan hilangnya rasa sakit secara cepat

pada pasien dengan iskemi pada ekstrimitas.

Penelitian klinis mengenai manfaat terapi ozon umumnya menggunakan kontrol oksigen. Publikasi

yang didapat berupa penelitian klinis dan praktis dalam skala kecil. Berikut beberapa studi yang

dilakukan untuk mengetahui efek terapi ozon pada

berbagai kelainan pembuluh darah:

a. Pengaruh terapi ozon pada profil lipid dan endotel

Untuk mengetahui dampak ozon terhadap lipid

serum dan trauma endotel yang merupakan faktor

penting dalam timbulnya lesi aterosklerotik telah dilakukan studi prospektif dengan kontrol oksigen.

Studi diikuti oleh 12 subyek dengan atherosclerotic ischemia of lower limbs (AILL) yang menjalani

hemodialisa. Mereka mendapatkan

autohemoterapi dengan oksigen sebagai kontrol, diikuti pemberian autohemoterapi dengan ozon

dalam konsentrasi 50mcg/ml. Pada penelitian ini dinilai serum lipid dan faktor von Willebrand

(vWF).

Setelah mendapatkan autohemoterapi ozon,

kolesterol total dinyatakan berkurang secara bermakna jika dibandingkan dengan nilai awal.

Nilai kolesterol LDL lebih rendah dibandingkan nilai awal. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada

aktifitas vWF setelah sesi pertama autohemoterapi

ozon.12

b. Penyakit sumbatan arteri perifer

Terapi ozon banyak digunakan untuk mengatasi

gangguan arteri dengan manifestasi hipoksia jaringan terutama pada ekstremitas bawah. Cara

pemberian terapi ozon terpilih untuk keadaan ini adalah dengan autohemoterapi mayor dan hanya

diberikan sebagai tambahan terapi lain yang diindikasikan (terapi standar).

Sebuah studi yang bertujuan untuk membandingkan efek terapi ozon dengan

balneologi klasik pada pasien dengan atheromatosis obliteratif dilakukan melalui

pengukuran aktivitas 3 enzim lisosom serum.

Penelitian ini melibatkan 96 pasien dengan iskemia ekstrimitas bawah (obliterative atheromatosis) yang dibagi menjadi 3 grup. Ytiu grup dengan terapi ozon, terapi balneologi tradisional dan

kontrol. Terapi ozon diberikan dengan infus intravena dan aerosol oxygen-ozone bath selama

30 menit untuk 10 hari. Dilakukan pemeriksaan

Page 9: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 9/29

aktivitas cathepsin-D, fosfatase asam dan

arylsulphatase serta α-1-antitripsin. Terdapat peningkatan bermakna pada aktivitas hidrolase

lisosom dan kondisi umum pada grup ozon bila dibandingkan kontrol. Sedangkan grup dengan

terapi balneologi tidak memperlihatkan adanya

peningkatan dari aktivitas hidrolase lisosom dan kondisi umum pasien. 11

Sebuah RCT telah dilakukan terhadap 30

pasien yang mengalami peripheral occlusive arterial disease (POAD), yang dipilih secara acak

untuk menjalani terapi oksigen hiperbarik atau

terapi O2-O3.13 Dilakukan penilaian viskositas

darah, erythrocyte filterability, nilai hematokrit,

konsentrasi fibrinogen dan waktu trombin (thrombin time -TT). Terapi O2-O3 memperlihatkan

peningkatan yang bermakna pada erythrocyte filterability dan penurunan yang bermakna pada viskositas darah. Sebaliknya, terapi oksigen

hiperbarik tidak menunjukkan hal tersebut. Peningkatan peroksidasi lipid, dibuktikan dengan

meningkatnya level malonyldialdehyde plasma,

sepertinya merupakan mekanisme yang terlibat dalam efek hemoreologik pada terapi O2-O3.

13

Menurut Dorstewitz, terapi ozon biasanya

diberikan pada keadaan di mana operasi tidak bisa

dilakukan atau tidak terdapat indikasi operasi. Austrian Ozone Specialist (Rokitansky),

memberikan terapi ozon sebagai terapi praoperasi. Menurut Rokitansky (1982), pemberian terapi ozon

pada stadium lanjut dapat menurunkan angka amputasi atas lutut (above knee) hingga 50%.14

Salah satu penelitian dilakukan oleh Austrian Ozone Specialist, melibatkan 152 pasien rumah

sakit Viennese. Hasil penelitian dan kriteria keberhasilan tercantum pada tabel 5 dan 6. 14

Matassi pada tahun 1981 melaporkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 113 pasien

bedah vaskular rumah sakit di Milan, Italia. Ringkasan hasil penelitian tercantum pada tabel 7.

Tabel 5. Hasil Penelitian

Stadium

Fontaine

N Hasil

Sangat baik Perbaikan Tanpa perbaikan

II 62 54 (87.1%) 6 (9.7%) 2 (3.2%)

III 51 36 (70.6%) 11 (21.6%) 4 (7.8%)

IV 39 21 (53.8%) 10 (25.6%) 8 (20.6%)

Tabel 6. Kriteria Hasil Pengobatan

Stadium Fontaine

Sangat baik Perbaikan Tanpa perbaikan

II Berjalan >1000m >400m Tetap atau memburuk

III >800m, tanpa nyeri istirahat >300m, kadang muncul nyeri

Tetap atau memburuk

IV >500m, gangren sembuh sempurna

Amputasi jari kaki dengan penyembuhan yang baik

Tetap atau memburuk

Tabel 7. Hasil Penelitian Matassi (1981)

Stadium Fontaine

N Hasil

Sangat baik Perbaikan Tanpa perbaikan II 48 8 (17%) 28 (58%) 12 (25%)

III 27 2 (7%) 18 (67%) 17 (26%)

IV 38 4 (11%) 16 (42%) 18 (47%)

Page 10: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 10/29

Penelitian lain oleh Bolgov dkk.15 yang bertujuan

untuk mengetahui manfaat terapi ozon bagi pasien dengan obliterasi pembuluh darah ekstremitas

bawah dilakukan terhadap 40 pasien dengan

aterosklerosis pembuluh ekstremitas bawah. Mereka terdiri dari 38 pria (usia 54-81 tahun) dan 2 wanita

usia 60 dan 73 tahun. Sebanyak 28 pasien menderita insufisiensi kronik arteri grade II dan 12

orang menderita insufisiensi kronik arteri grade III dengan distribusi letak sumbatan bervariasi.

Mereka mendapatkan ozonated saline intravena dan autohemoterapi minor. Hasil positif didapatkan

pada 93.3% kasus, sedangkan 6.2% pasien tidak mendapatkan efek. Perbaikan dinilai dari

berkurangnya nyeri pada otot gastroknemius saat

berjalan, perbaikan sirkulasi darah perifer serta meningkatnya toleransi latihan fisik. Hasil terbaik

terdapat pada pasien dengan insufisiensi kronik arteri grade II. Kesimpulan dari penelitian tersebut

adalah pemberian ozonated saline secara parenteral dikombinasi dengan autohemoterapi minor,

stimulasi bio-active point dan ozonisasi eksternal

dapat memperbaiki sirkulasi perifer dan mikrosirkulasi. 15

Tylicki dkk. mengadakan penelitian untuk

mengetahui efikasi terapi ozon terhadap klaudikasio

intermiten pada pasien hemodialisa. Penelitian ini melibatkan 10 pasien dengan klaudikasio intermiten

(Fontain stadium II) yang mendapatkan AHT ozon dengan konsentrasi ozon 50 microg/mL dengan

kontrol oksigen. Pada akhir penelitian didapatkan

peningkatan kemampuan berjalan yang bermakna setelah AHT jika dibandingkan dengan nilai awal

(30%;P<0.01) dan dengan oksigen (22.7%;P<0.03). Didapatkan pula peningkatan pain free distance setelah AHT jika dibandingkan dengan nilai awal (71.7%;P<0.02) dan dengan oksigen

(62.8%;P<0.03).16

Penelitian mengenai pemberian terapi ozon

dengan autohemoterapi pada gangguan sirkulasi arteri serebri pertama kali dilakukan oleh Wasser

sebagai terapi pelengkap (komplementer) dari terapi

konvensional.14 Penelitian melibatkan 43 pasien stroke akut. Terapi diberikan dengan mengalirkan

ozon pada darah pasien. Hasil penelitian tercantum pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil 14

POSTAPOPLETIC SYNDROME TYPOLOGY (n=43)

T1 T2 T3 Restorasi fungsi fisik, termasuk kontrol motorik yang baik

Hambatan fungsi motorik umum, tidak ada kontrol motorik yang baik

Kondisi spastik tipikal yang membutuhkan perawatan khusus, keterbatasan yang berat

n=37 n=6 -

2. Infark Miokard

Penelitian klinis yang bertujuan untuk mengetahui

efek terapi ozon endovenous terhadap profil lipid

dan sistem pertahanan antioksidan pada pasien dengan infark miokard dilakukan terhadap 21 pasien

yang mengalami infark miokard, antara 3 bulan hingga 1 tahun sebelumnya. Pasien dengan infark

miokard menunjukkan penurunan glutathione peroxidase dan aktifitas superoksid dismutase yang

merupakan cikal bakal terbentuknya lipid peroksid

dan superoxide radical. Setelah mendapatkan 15 sesi autohemoterapi ozon terjadi penurunan

bermakna dari total kolesterol dan LDL, serta peningkatan bermakna dari aktifitas erythrocyte glutathione peroxidase dan G6PD. Tidak terjadi

perubahan kadar peroksidase plasma lipid. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa autohemoterapi

ozon pada pasien infark miokard bermanfaat dalam metabolisme lipid dan memicu aktifasi sistem

pertahanan antioksidan.17

3. Diabetes Melitus (DM)

Terapi ozon dinyatakan berpotensi menghambat

dan mengatasi gejala-gejala diabetes dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan

meningkatkan suplai oksigen ke dalam jaringan.

Untuk menurunkan kadar glukosa, ozon berperan dalam dua cara. Pertama, dengan menstimulasi

terjadinya proses enzimatik dalam tubuh, yakni siklus pentosa fosfat dan glikolisis aerob, di mana

kedua proses ini tidak terjadi pada penderita

diabetes. Kedua, dengan memicu glutation, yang berfungsi membentuk glikogen dan lemak dari

glukosa. Sementara itu proses pembentukan glukosa dari protein dan pemecahan glikogen

sendiri dihambat, sehingga seluruh proses ini menurunkan kadar glukosa darah. 18

Page 11: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 11/29

Selain perannya dalam pengaturan kadar gula

darah, ozon di berbagai literatur dinyatakan memiliki efek potensial dalam mengobati ulkus-gangren

diabetikum. Hal ini dihubungkan dengan sifat ozon sebagai bakterisida, dapat membersihkan luka dan

imunoaktifasi sehingga dapat mempercepat

penyembuhan luka. 18

Manfaat ozon terhadap diabetes melitus ini ditemukan pada hasil penelitian yang banyak

dilakukan terutama di Jerman, Itali dan Rusia. Berikut beberapa penelitian tentang efek terapi ozon

pada diabetes melitus.

Pavlovskaya dkk. dari Rusia melakukan

penelitian mengenai manfaat terapi ozon pada

pasien DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM tipe 1, 18 pasien tipe 2 dan tanpa kontrol.

Terapi ozon diberikan dalam bentuk larutan

fisiologis terozonisasi IV. Dinyatakan bahwa terapi ozon memberikan efek positif berupa

penurunan glukosa darah, hilangnya rasa sering haus, perbaikan poliuria, hilangnya gatal-gatal

pada kulit dan badan lemas, serta dapat menurunkan penggunaan obat antidiabetik

hingga 25%.

Telah diketahui bahwa pasien DM mengalami

stres oksidatif. Dalien dkk.19 melakukan

penelitian mengenai efek terapi ozon pada stres oksidatif yang berhubungan dengan DM.

Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM dengan

ulkus pada ekstremitas bawah, yang dibagi secara acak dalam 2 grup terapi: (1) grup

kontrol, yang diterapi dengan antibiotika sistemik dan lokal dengan metode konvensional

(2) grup ozon, yang diterapi dengan ozon setiap hari, sebanyak 20 sesi dengan insuflasi rektal

dan aplikasi lokal. Untuk aplikasi lokal, dilakukan

dengan menggunakan kantung plastik yang dipasang pada tungkai dengan lesi, dibuat

kedap udara dan kemudian diisi dengan ozon konsentrasi 80 mg/l selama 1 jam. Setelah itu,

lesi dioles dengan minyak bunga matahari yang

telah diozonisasi. Pada akhir terapi dinyatakan terjadi peningkatan aktifitas katalase dan

penurunan lipid peroksidase yang bermakna.

Kulikov dkk.20 melakukan penelitian mengenai

efikasi berbagai metode terapi ozon pada

komplikasi vaskular pada DM. Penelitian ini melibatkan 21 pasien DM tipe 1 dan 97 pasien

DM tipe 2 yang memiliki komplikasi angiopati ekstrimitas bawah dan retinopati diabetikum.

Mereka menerima obat penurun gula serta terapi ozon-oksigen. Terapi ozon-oksigen

diberikan dalam 3 teknik, metode eksternal,

sistemik dan kombinasi keduanya. Metode

eksternal dan kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik pada kelainan trofik pada

regio distal ekstrimitas bawah. Sedangkan metode sistemik dan kombinasi dinyatakan

memberi hasil yang lebih baik untuk komplikasi

lain diabetes seperti angiopati, retinopati serta parameter fungsional serta biokimia.

4. Luka

Selain digunakan sebagai antiseptik, ozon juga

dinyatakan memiliki efek antivirus, antijamur dan

antiprotozoa. Ozon diklaim sebagai alternatif yang potensial untuk dijadikan agen yang membantu

penyembuhan luka selain terapi konvensional yang sudah ada. Hingga saat ini, penggunaan ozon baik

secara sistemik berupa autohemoterapi maupun

topikal telah diaplikasikan untuk membantu penyembuhan luka seperti luka bakar, luka tembak,

luka terinfeksi, ulkus-gangren diabetikum, ulkus dekubitus, luka post operasi dan lain-lain. Terapi

ozon untuk luka umumnya diberikan secara topikal sebagai antimikroba.

Ozon tekanan rendah dalam sungkup hampa udara (suction cup) diletakkan di tempat lesi.

Metode tekanan rendah ini dikatakan dapat mempercepat penyembuhan karena ozon dalam

tekanan subatmosfir menyebabkan hiperemisasi dan

pelonggaran jaringan, sehingga meningkatkan difusi campuran ozon dan oksigen.21 Selain itu, pemakaian

minyak yang diozonisasi juga dicantumkan dalam beberapa kepustakaan dapat mempercepat proses

penyembuhan luka.

Penelitian untuk hal ini telah dan masih

dilakukan di berbagai penjuru dunia terutama berkaitan dengan efek biologis ozon terhadap

jaringan yang rusak, kombinasi penggunaan yang paling efektif dengan metode dan terapi

konvensional, efek samping yang ditimbulkan dan

efektifitas terapi ozon untuk mempercepat penyembuhan luka. 21

a. Luka bakar dan komplikasinya

Viebahn dalam bukunya menyatakan bahwa penggunaan campuran ozon- oksigen pada luka

bakar dapat memberikan hasil yang baik. Aplikasi yang digunakan berupa ozon konsentrasi tinggi

untuk transcutaneous gas bath, lalu tekanan diturunkan sampai ke konsentrasi ideal untuk

penyembuhan luka. Proses ini bisa dilengkapi

dengan menggunakan kompres air yang telah diozonisasi. Keuntungan metode terapi ini adalah

Page 12: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 12/29

berkurangnya edema dan rasa nyeri dengan cepat.

Hasil studi peneliti lain diuraikan di bawah.

Untuk mengetahui manfaat terapi ozon terhadap luka bakar, dilakukan sebuah studi dengan

kontrol terhadap 55 pasien luka bakar dengan luas

>20% luas permukaan tubuh dengan kedalaman derajat II-IV.22 Terapi ozon diberikan dengan cara

memberikan larutan salin fisiologis yang telah diozonisasi secara intravena dalam waktu 35 menit.

Satu sesi terapi ozon terdiri dari 10 kali terapi. Untuk mengetahui konsentrasi ozon yang akan

diberikan secara parenteral per individu, dilakukan

ozonisasi in vitro darah pasien dan follow up peroksidasi lipid yang dievaluasi dengan

chemiluminescence. Secara in vitro dibuktikan bahwa konsentrasi ozon yang tidak menyebabkan

ketidakseimbangan sistem antioksidan adalah 2000

mcg/L. Follow up melalui data chemiluminescence menyatakan bahwa terdapat peningkatan aktivitas

antioksidan plasma, resistensi peroksida eritrosit dan normalisasi produksi AOS oleh netrofil.

Rasterayeva dkk.23 melakukan sebuah studi

untuk mengetahui efektifitas terapi ozon pada

neuropati pasien luka bakar. Studi ini melibatkan 20 pasien luka bakar disertai komplikasi kerusakan

saraf (grup I) dengan observasi selama 2 tahun. Luasnya luka bakar berkisar antara 5%-60%.

Semua pasien menjalani pemeriksaan neurologis

lengkap, electromyography (EMG) dan motor nerve conduction velocities (MNCV) pada ekstrimitas yang

terkena maupun tidak terkena luka bakar. Grup kontrol terdiri dari 20 orang (grup II) dipilih secara

acak, didiagnosis memiliki neuropati perifer melalui

EMG. Kedua grup mendapatkan terapi ozon yang diberikan melalui aplikasi lokal dengan meletakkan

ekstrimitas dalam kontainer plastik khusus. Pemberian terapi ozon pada kerusakan saraf ulnar

dan median pasien luka bakar dinyatakan memberi hasil positif yang bermakna. Hal ini diperkirakan

karena terapi ozon regional selain mempercepat

penyembuhan luka melalui efek bakterisidalnya, juga memperbaiki trofik serabut syaraf.

Xie dkk.24 melakukan penelitian untuk

mengetahui peran larutan ozon pada debridement

dan sterilisasi pada luka bakar. Hasilnya, semua bakeri yang dites dengan menggunakan larutan

ozon mati. Penggunaan larutan ozon pada luka bakar dinyatakan memberikan clearance rate 95,5%

dan secara klinis memperlihatkan perbaikan sebanyak 97,1%. Dari penelitian ini diambil

kesimpulan bahwa ozon adalah agen desinfektan

yang efektif pada luka bakar.

b. Ulkus

Ozon telah digunakan dalam pengobatan berbagai

macam ulkus. Subjek penelitian penting adalah pasien dengan ulkus yang sulit menyembuh dan

telah diderita dalam waktu lama. Pasien tersebut

sebagian besar penderita diabetes melitus mengingat pada patogenesis terjadinya ulkus,

kelainan metabolik seperti diabetes melitus tidak bisa dipisahkan sebagai faktor risiko. Selain itu

penelitian juga dilakukan pada pasien dengan ulkus dekubitus. Metode pemberian ozon pada ulkus

menggunakan metode autohemoterapi dan topikal.

Ozon diklaim memiliki efek antiseptik, dilatasi

pembuluh darah, aktivasi jaringan granulasi dan neoangiogenesis. Sebuah studi dilakukan terhadap

60 pasien diabetes dengan ulkus pada kaki dan

tungkai yang menjalani perawatan konvensional sesuai Konsensus Internasional Kaki Diabetes.25

Menurut pedoman yang direkomendasi oleh Italian Society of Oxygen-Ozone Therapy, terapi ozon-

oksigen dimulai bila tidak ada penyembuhan setelah terapi konvensional selama 4 minggu. Terapi ozon

diberikan baik dalam bentuk lokal hiperbarik

maupun infiltrasi supersifisial lokal sebanyak 1-3 kali seminggu. Pasien dievaluasi baik klinis maupun

biologis setelah menjalani 8 sesi terapi. Kriteria penyembuhan ulkus diklasifikasikan menurut TWCS.

Selama studi, 58 pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 menjalani 1-42 sesi terapi (rata-rata 12,1).

Sebanyak 21 pasien menjalani terapi lengkap, 8 pasien mengalami banyak perbaikan (penyembuhan

terjadi pada lebih dari 50% permukaan luka), 16

pasien mengalami sedikit perbaikan (penyembuhan kurang dari 50% permukaan luka), 3 pasien tidak

mengalami perubahan dan 6 pasien mengalami perburukan ulkus. Ulkus yang diklasifikasikan

sebagai stadium A dan B dan grade I dan II menurut TWCS memiliki hasil yang lebih baik.

Anichini dkk.26 melakukan sebuah studi yang bertujuan untuk mengetahui efek terapi ozon lokal

pada perawatan ulkus pada kaki diabetik. Studi ini melibatkan 34 pasien DM dengan ulkus kaki kronik.

Umur rata-rata adalah 58+13 tahun dan lama

menderita diabetes rata-rata 20+13 tahun. Ulkus pasien diklasifikasikan menggunakan sistem

klasifikasi luka Texas. Semua pasien berada pada stadium 1 atau lebih tinggi, dengan derajat infeksi

yang berbeda dengan atau tanpa iskemi. Pasien mendapatkan terapi ozon lokal 2-3 kali seminggu.

Dilaporkan hasil 53% pasien yang diterapi dengan terapi ozon mengalami penyembuhan dalam

Page 13: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 13/29

20 minggu, 34% mengalami pengurangan luas

permukaan luka lebih dari 50%. Pada 18% pasien, terapi ozon tidak memberi pengaruh terhadap

penyembuhan luka, tetapi dalam keseluruhan kasus terdapat penurunan kandungan bakteri,

jumlah eksudat, mengontrol edema dan

mempercepat timbulnya jaringan granulasi.

Untuk menjelaskan peran terapi ozon sebagai bagian dari program multidisiplin dan mengurangi

jumlah amputasi diperlukan studi lebih lanjut.

Untuk mengetahui perbedaan efektifitas

minyak yang telah diozonisasi (ozone oil therapy) dengan terapi konvensional terhadap ulkus

dilakukan sebuah RCT27 dengan sampel 120 pasien ulkus ekstrimitas bawah (post trauma atau karena

insufisiensi vena kronik) dengan diameter 1-4 cm,

mulai dari yang baru sampai yang telah berlangsung selama 3 tahun. Terapi diberikan

selama 30 hari di rumah. Grup kontrol diterapi dengan venous repose, hyposodic diet, analgesik

oral, pembersihan luka dengan benzalconium chloride 1/5000 dan pemberian antibiotika topikal.

Grup ozon mendapatkan terapi yang sama, kecuali

antibiotika topikal yang diganti dengan ozone oil.

Kriteria yang dievaluasi adalah tanda dan gejala

pasien serta sikatrisasi luka.

Semua perbedaan antara kedua grup tersebut

bermakna secara statistik, dengan efektifitas yang lebih tinggi pada grup ozon. Dari hasil penelitian

tersebut disimpulkan bahwa ozone oil lebih efektif dibandingkan dengan terapi konvensional dalam

penyembuhan ulkus ekstrimitas bawah.

Matsumoto dkk.28 melaporkan sebuah studi

tanpa kontrol terhadap 20 orang yang pernah mendapatkan terapi untuk fistula dan luka operasi.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui manfaat ozonized olive oil pada diagnosis tersebut. Luka

dan fistula dibersihkan dari pus dan ozone oil dimasukkan melalui jarum suntik, setelah itu luka ditutup longgar dengan kasa. Pada kasus dengan

produksi pus yang sangat banyak, dilakukan pencucian dengan larutan salin serta dilakukan

debridement jaringan yang nekrosis. Antibiotika tidak diberikan dan luka tidak diisi dengan kasa

maupun drain. Pada akhir studi dinyatakan bahwa

pemakaian ozonized oil menyebabkan pemadatan pus, pengeringan luka, epitelisasi dan

pengurangan ukuran abses.

Telah dilakukan sebuah studi perbandingan

efek berbagai antiseptik dengan ozon pada mikrooganisme patogen ulkus kruris.29 Penelitian

ini merupakan penelitian eksperimental in vitro untuk mengetahui efek germisida beberapa

antiseptik termasuk ozon terhadap bakteri dan jamur pada ulkus tungkai. Efek terbaik dicapai

oleh triphenylmethane dyes brilliant green dan

methylrosalinine chloride. Chloramine dan povidone iodine mencapai hasil rata-rata,

sedangkan potassium permanganat dan eosin tidak memperlihatkan efek yang memuaskan.

Dalam hal waktu penyembuhan ulkus, kebanyakan pasien dalam grup ozon (95%)

mengalami penyembuhan dalam 15 hari pertama dan sisanya dalam 5 hari berikutnya (tabel 10).

Tabel 9. Ulkus Ekstrimitas Bawah: Perbaikan tanda dan gejala

Tanda

dan Gejala

Grup Ozon Grup Kontrol

< 15 hari > 15 hari < 15 hari > 15 hari

Jumlah Pasien

(%) Jumlah Pasien

(%) Jumlah Pasien

(%) Jumlah Pasien

(%)

Inflamasi 57 (95) 3 (5) 7 (12) 53 (88)

Fetidness (bau) 60 (100) - - 60 (100) - -

Nyeri 58 (97) 2 (3) 38 (63) 22 (37)

Tabel 10. Ulkus Ekstrimitas Bawah: Periode Penyembuhan

Periode Penyembuhan Grup Ozon Grup Kontrol

Jumlah Pasien % Jumlah Pasien % < 15 hari 57/60 (95) 7/60 (12)

16-20 hari 3/60 (5) 45/60 (75)

21-30 hari - - - -

Tidak sembuh - - 8/60 (13)

Page 14: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 14/29

Ozon dinyatakan dapat menginaktivasi semua

kuman kecuali Serratia dan Klebsiella.

Gorbunov dkk.30 melaporkan sebuah studi terhadap 42 pasien untuk mengetahui manfaat

terapi ozon pada ulkus tropik pada kaki. Terapi

ozon diberikan pada 8-10 hari pertama, dengan membalut luka menggunakan pembalut yang

diberi antiseptik yang telah diozonisasi serta ozonated olive oil, dengan kantong plastik yang

diisi ozon serta injeksi campuran ozon-oksigen subkutan. Selain itu, pasien juga menerima injeksi

intravena 250 ml ozonated rheopolyglukine setiap

hari. Cara yang diklaim terbukti paling efisien adalah terapi kompleks yang terdiri dari

vulnerosorbtion dengan vakum tekan terapi ozon eksternal dalam hard-frame chamber. Dalam 10-

12 hari terapi, permukaan ulkus menjadi steril,

tingkat epitelisasi tidak lebih dari 4-5% perhari dan mulai minggu ketiga menjadi 11-12% sehari.

Hanya 1 dari 42 pasien yang tidak mengalami penyembuhan lengkap.

Calderon31 melaporkan pengalaman klinisnya

selama 3,5 tahun menggunakan terapi ozon

topikal pada penatalaksanaan ulkus kruris. Sebanyak 81 pasien dengan ulkus kruris

diikutsertakan dalam studi tanpa kontrol yang berlangsung selama rata-rata 8,5 bulan. Mereka

menderita DM, insufisiensi vena atau arteri atau

kombinasi keduanya. Delapan belas diantaranya pernah dianjurkan untuk menjalani amputasi oleh

institusi kesehatan sebelumnya. Perawatan lokal yang diberikan terdiri dari perawatan luka topikal

konvensional dengan tambahan terapi ozon-

oksigen pada ulkus 3 kali seminggu dengan menggunakan microclimate chamber desain baru.

Penyembuhan ulkus dinilai dari foto digital serial dan planimetri dengan sistem komputerisasi serta

hitung bakteri pada ulkus secara kuantitatif. Selama pengamatan tidak ditemukan adanya efek

samping. Jumlah rerata terapi yang dijalani pasien

adalah 28,5/pasien. Sebanyak 62 pasien (termasuk 18 pasien yang pernah dianjurkan

untuk amputasi) mengalami penyembuhan spontan atau dilakukan tandur kulit pada pasien

dengan luka yang memiliki jaringan granulasi yang

baik. Kolonisasi bakteri berat dieradikasi dalam 24 sampai 48 jam. Walaupun pada 19 pasien tidak

terdapat perbaikan pada ulkus, efek bakteriostatik ozon terhadap flora pada ulkus dinyatakan

signifikan.

Van der Zee dan de Monte8 melaporkan 2

kasus ulkus tungkai bawah yang sukar sembuh yang diberi terapi ozon. Seorang diantaranya

menderita diabetes melitus tipe II dan lainnya

kemungkinan menderita vaskulitis. Keduanya telah

menjalani pengobatan dari berbagai spesialisasi seperti kulit, penyakit dalam dan bedah vaskular.

Keadaan klinis kedua pasien terus memburuk terutama untuk rasa nyeri sehingga pasien datang

ke klinik nyeri. Simpatektomi lumbar dan blok

epidural yang dilakukan berhasil mengatasi nyeri, tapi tidak untuk ulkus. Dilakukan terapi ozon

dengan metode autohemoterapi. Terapi ini dilakukan 2 kali seminggu, setelah terjadi

perbaikan pada ulkus, dikurangi menjadi sekali seminggu sampai penyembuhan ulkus. Dengan

autohemoterapi ozon, dinyatakan terjadi perbaikan

pada edema serta intensitas nyeri pada periode awal pemberian autohemoterapi ozon. Proses

penyembuhan berjalan lambat tetapi progresif hingga penyembuhan sempurna dari ulkus.

c. Luka lainnya

Turcic dkk.32 melakukan sebuah RCT terhadap 35 pasien dengan luka akibat perang yang menjalani

split-thickness skin graft untuk mengevaluasi efek ozon terhadap luka tersebut. Setiap pasien

memiliki setidaknya 2 luka tembak, satu di tungkai

bawah atau lengan bawah dan lainnya di tungkai atas atau lengan atas. Selama 10 hari pertama,

luka dikompres dengan larutan NaCl 10% sampai timbul jaringan granulasi pada luka. Selanjutnya,

defek tersebut ditutupi dengan split-thickness skin graft sesuai dengan Thiersch. Tandur kulit pada tungkai atau lengan atas dirawat dengan cara

konvensional dan dijadikan sebagai grup kontrol. Sedangkan tandur kulit pada tungkai atau lengan

bawah sebagai grup ozon, dan mendapatkan

tambahan terapi ozon. Hasil terapi diukur berdasarkan persentase graft yang berhasil

setelah 10 hari dan dibandingkan dengan grup kontrol. Didapatkan lebih dari 74,3% graft yang

diberikan terapi ozon berhasil menutupi lebih dari 75% permukaan luka, sedangkan grup kontrol

hanya sekitar 40%. Perbedaan ini bermakna

secara statistik. Artikel didapatkan dalam bentuk abstrak.

Buynin dkk.34 memperkenalkan metode

perawatan luka dengan aliran larutan ozon

tekanan tinggi. Dasar metode ini adalah pemakaian lokal larutan yang diozonisasi dan

terdispersi halus dengan menggunakan tekanan tinggi. Cairan diozonisasi melalui generator dengan

tekanan 350 ATM. Metode ini diklaim oleh penggunanya dapat membersihkan permukaan

luka secara cepat dari jaringan nekrotik,

merangsang eliminasi infeksi sehingga mengurangi masa rawat pasien.

Page 15: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 15/29

5. Kedokteran Gigi

Dalam bidang kedokteran gigi, terapi ozon telah

digunakan sebagai terapi alternatif untuk pengobatan karies, untuk mengoptimalkan periode

post-operasi pada pasien bedah tulang fasial

(bersama farmaseutikal lain), menyempurnakan metode konvensional terapi konservatif dan

mencegah berkembangnya komplikasi pada fraktur mandibula, mengoptimalkan higiene oral, dan

pengobatan gingivostomatitis, penyakit paradontium serta alveolitis.

a. Karies gigi

Pada praktek umum dokter gigi, karies gigi di permukaan akar dan oklusal merupakan lesi baru

yang paling sering ditemukan (sampai 70%

kasus), dengan karies inter-dental ditemukan sebanyak 15% dari semua kasus. Pendekatan

tradisional untuk diagnosis dan tatalaksana karies oklusal telah berubah dalam 20 tahun terakhir,

tetapi masih terdiri dari terapi amputasi, yaitu membuang jaringan yang rusak dan digantikan

dengan beberapa jenis bahan pengisi atau

restorasi. Diperlukan terapi alternatif di mana karies gigi dapat dibiarkan untuk remineralisasi

sebelum restorasi dilakukan sehingga kehilangan jaringan dan trauma pada pasien minimal.36

Terapi ozon dianggap sebagai terapi alternatif untuk pengobatan karies gigi dan didukung oleh

penelitian yang semakin banyak jumlahnya. Dari penelitian yang ada dinyatakan bahwa ozon dapat

memecah produk asam dari bakteri kariogenik,

yang diketahui berperan penting sebagai penyebab munculnya karies gigi (Lynch E dkk.

1997). Baysan A dkk. (2000) melaporkan bahwa penggunaan ozon selama 10-20 detik efektif

membunuh 99% atau lebih (99,9% setelah 20 detik) mikroorganisme pada karies akar primer

secara in vitro dan in vivo, dan pemberian selama

10 detik dapat menurunkan jumlah Streptococcus mutans dan S. sobrinus secara in vitro. Penelitian

oleh Abu-Salem dkk. (2002) melaporkan bahwa karies oklusal pada gigi desidua dapat dikontrol

efektif dengan terapi ozon. Penelitian oleh Domingo dkk. (2001), melaporkan penerimaan

modalitas terapi ini oleh pasien.36

Beberapa penelitian yang ditemukan dalam

penggunaan terapi ozon untuk pengobatan karies gigi:

Penelitian oleh Holmes36 (dari UKSmiles Dental Practice, United Kingdom) tentang perubahan

klinis Primary Occlusal Fissure Carious Lesions (POFCLs) pada penggunaan ozon. Penilaian

dilakukan dengan menggunakan DIAGNOdent untuk menilai perburukan dan keamanan serta

efikasi sistem pemberian ozon untuk

penatalaksanaan POFCLs dengan atau tanpa restorasi akhir. Data diambil dari 579 POFCLs pada

173 pasien yang mengunjungi praktek gigi UKSmiles selama periode 4 bulan, Desember

2001-Maret 2002. Pasien yang memiliki 2 atau lebih POFCLs dialokasikan secara acak kedalam 2

kelompok (mendapat O3 dan tidak). Kelompok O3

kemudian diberikan terapi ozon. Pemeriksaan ulang dilakukan rata-rata 2 bulan kemudian. Dan

terapi ozon diberikan kembali pada kelompok O3. Pasien pada kedua kelompok menggunakan pasta

gigi standar dan pencuci mulut sodium fluoride

yang sama, selama sekurangnya 4 minggu setelah pemberian terapi ozon pertama.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa

penggunaan ozon dapat memperbaiki gejala klinis

POFCLs dan dapat dianggap sebagai alternatif baru terhadap terapi konvensional “drilling and filling” atau “amputation” pada penatalaksanaan karies. Perubahan pembacaan DIAGNOdent dari

penilaian lesi awal dan pengkajian ulang 2 bulan kemudian dapat dianggap sebagai “healing index” atau “remineralisation index”.

Tabel 11. Clinical Severity Index36

Indeks Penilaian Kebutuhan Pengobatan Waktu 1 Lesi yang memerlukan drilling dan filling 40 detik dengan O3

2 Lesi mungkin memerlukan drilling dan filling 30 detik dengan O3

3 Lesi yang memerlukan obat-obatan, tidak drilling dan

filling

20 detik dengan O3

4 Lesion arrested 10 detik dengan O3

Page 16: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 16/29

Holmes41 juga melakukan penelitian double-blind, randomised, controlled 18-month trial tentang perubahan klinis karies akar gigi pada penggunaan

ozon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sistem pemberian ozon yang dikombinasikan

dengan penggunaan peralatan remineralisasi harian

pada non-cavitated leathery Primary Root Carious Lesions (PRCL‟s) pada kelompok populasi yang

berumur lebih tua. Penelitian diikuti oleh 89 partisipan (usia berkisar 60-82 tahun), masing-

masing memiliki 2 lesi yang secara acak dan double-blind, salah satu diberikan terapi dengan ozon dan

lainnya dengan udara. Penilaian dilakukan

menggunakan Clinical Severity Index. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa leathery non-cavitated primary root caries bisa ditangani tidak dengan operasi, tetapi dengan ozon dan produk

remineralisasi. Rejimen terapi ini merupakan sebuah

alternatif yang efektif daripada teknik konvensional “drilling and filling”.

Penelitian oleh Naba‟a dkk.39 (dari School of

Dentistry, Queen‟s University United Kingdom)

yang memantau remineralisasi, perburukan atau perbaikan Primary Occlusal Pit and Fissure Caries (POPFC) dengan atau tanpa penggunaan

terapi ozon. Penilaian dilakukan dengan menggunakan Clinical Severity Index (CSI). Penelitian ini melibatkan 258 lesi non-cavitated, yang dinilai skor klinisnya, dan kemudian diacak

kedalam 2 kelompok (sebagian diterapi dengan

ozon selama 10 detik dan sebagiannya lagi sebagai kelompok kontrol). Prosedur diulangi

pada bulan ke 1, 3, 6, 9 dan 12. Dari hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa perubahan

klinis bermakna pada kedua kelompok di mana

lesi yang diterapi dengan ozon stabil selama 6 bulan sedangkan lesi pada kelompok kontrol

memburuk terus.

Naba‟a dkk.40 juga melaporkan longitudinal controlled clinical trial 12 months review untuk

memantau remineralisasi, perbaikan atau

perburukan primary occlusal pit dan fissure (PFC) dengan atau tanpa terapi ozon. Penelitian

ini melibatkan gigi tetap dengan PFC tanpa cavitated pada 89 pasien. Setelah pengacakan,

total 195 lesi diterapi dengan ozon selama 10

detik dan setengah lainnya sebagai kontrol. Sejumlah 66 pada kelompok pengobatan dan 66

pada kelompok kontrol kemudian mendapat fissure sealant. Dilakukan pencatatan clinical severity, pembacaan DIAGNOdent, dan Electrical Caries Monitor (ECM). Untuk gigi yang

tidak ditutup, prosedur diulangi pada bulan ke

1, 3, 6, 9 dan 12, sedang yang ditutup, diperiksa kualitas sealantnya. Dari hasil

penelitian ini didapatkan bahwa terapi ozon

bermakna dalam remineralisasi lesi tanpa memandang lokasi ataupun tipe lesi dan gigi.

Lesi pada kelompok yang tidak mendapat ozon kandungan mineralnya semakin berkurang.

Sealing setelah terapi ozon paling baik setelah 3

bulan pengobatan.

Penelitian oleh Abu-salem dkk.42 (dari Oral Health Care Research Centre, School of Dentistry, Queen‟s University United Kingdom)

yang mengkaji dan memantau perbaikan karies oklusal pada gigi susu efikasi dengan ozon.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan

DIAGNOdent dan Electrical Caries Monitor (ECM). Sejumlah 17 pasien dengan 50 lesi

karies non-cavitated dilibatkan dalam penelitian ini. Dilakukan pembacaan DIAGNOdent, ECM

dan penentuan klasifikasi klinis awal. Setelah

pengacakan, setengah lesi diterapi dengan ozon selama 10 detik, sedangkan setengah yang lain

sebagai kelompok kontrol. Pembacaan ulang DIAGNOdent, ECM dan klasifikasi klinis setelah 3

bulan. Pembacaan ECM meningkat bermakna (p<0,05) dan DIAGNOdent menurun bermakna

(p<0,01) pada kelompok ozon dibanding

kelompok kontrol. Penurunan nilai DIAGNOdent berhubungan dengan penurunan keparahan lesi

sedangkan nilai ECM yang tinggi berhubungan dengan penyerapan yang makin berkurang

dalam lesi, sehingga menggambarkan

penurunan tingkat keparahan.

Penelitian Lynch dkk.43 (dari Queen‟s University United Kingdom) yang menilai keamanan dan efikasi sistem pemberian ozon untuk

penanganan soft primary root caries dan juga cavitated leathery primary root caries yang

tingkat keparahannya paling rendah. Penelitian

ini diikuti oleh 260 partisipan, masing-masing memilki 2 primary root caries lesions (PRCLs).

Didapatkan hasil bahwa Leathery non cavitated primary root caries dapat diperbaiki tanpa

operasi dengan ozon. Pengobatan dengan ozon

merupakan alternatif yang efektif dari terapi konvensional yang menggunakan drilling dan filling.

b. Bedah tulang maksilofasial37

Operasi pada tulang facial berhubungan dengan

traumatisasi dan hipoksia progresif baik lokal maupun umum. Lokasi yang dekat dengan rongga

mulut, nasofaring, dan sinus paranasal (yang memiliki kontaminasi bakteri yang besar) dan

perburukan higiene oral karena tindakan bedah,

menciptakan kondisi yang memudahkan penetrasi

Page 17: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 17/29

mikroorganisme kedaerah operasi. Munculnya

komplikasi infeksi, keterlambatan atau perubahan kualitatif pada proses konsolidasi dan nekrotisasi

jaringan lunak dan tulang pada lokasi operasi, menyebabkan fungsi dan estetik yang tidak

diharapkan dari hasil operasi. Pada keadaan ini

peranan terapi ozon ditujukan untuk menciptakan kondisi post-operasi yang optimal untuk regenerasi

dan pencegahan berkembangnya komplikasi.

Malanchuk dan Kopchak dari Department of Oral and Maxillo-Facial Surgery, National Medical University Ukraine, melaporkan penelitian untuk

menilai efisiensi klinis dari terapi ozon-oksigen dalam penatalaksanaan kompleks pasien yang

menjalani operasi rekonstruktif tulang maksilofasial. Penelitian ini diikuti oleh 75 pasien yang menjalani

bedah plastik dan rekonstruksi tulang fasial dalam

tahun 1996-2000. Kelompok kontrol terdiri dari 35 orang sukarelawan sehat.

Semua pasien mendapatkan terapi ozon lokal

dengan ozonisasi air suling, yang diberikan dalam bentuk bilasan mulut dan irigasi (konsentrasi ozon

0,1-0,3 mg/l). Bila ditemukan disfungsi sistem imun

atau kondisi patologi dan operasi sangat traumatik, diberikan infus intravena ozonisasi salin 400 ml pada

tiap prosedur (konsentrasi ozon 1-1,5 mg/l), 2 kali/minggu mulai hari ke 3 setelah operasi. Pada

kasus terdapat edema pascaoperasi dan eksfoliasi di

jaringan lunak selama operasi, 1-3 prosedur injeksi ozone-oksigen subkutan (konsentrasi ozon 3 mg/l)

diindikasikan.

Dilakukan penilaian sistem imun dan antioksidan

praoperatif, status imun lokal pada hari 1, 3, 5, 7 postoperasi, produk akhir dari peroksidasi lipid

(MDA-Malon dialdehid) dan aktivitas antioksidan pada darah dan saliva pada hari 1 dan 7, higiene

oral, dan intensitas peradangan gingival dan periodontal. Edema pascaoperasi dan perubahan

nyeri diamati selama periode pengobatan.

Hasil penelitian menyatakan terapi ozon

bermanfaat untuk rehabilitasi pascaoperasi pada pasien yang menjalani intervensi bedah pada tulang

facial. Hasil positif ini berdasarkan efek modulasi

ozon terhadap sistem imunitas (yang paling menonjol terhadap imunitas sel dan perlindungan

lokal) dan antioksidan. Normalisasi indeks imun lokal dapat dicapai dengan penggunaan ozon lokal saja,

bahkan dengan konsentrasi yang rendah. Pada pasien dengan kelainan maksilofasial yang berat,

kombinasi terapi ozon lokal dan intravena dapat

digunakan. Terapi ozon terbukti tidak memiliki efek toksik pada dosis yang digunakan dalam penelitian

ini. Aksi positif ozon terhadap proses metabolik dan

imun dapat memperbaiki gejala klinis (menurunkan

edema, gejala nyeri, dan peningkatan higiene oral).

c. Fraktur mandibula38

Pengobatan dan pencegahan komplikasi inflamasi

fraktur terbuka mandibula menjadi permasalahan dalam traumatologi maksilofasial. Sampai 40%

pasien menderita komplikasi peradangan setelah fraktur akibat keterlambatan mencari pengobatan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur mandibula antara lain penurunan sirkulasi

regional, proses inflamasi dan hipoksia jaringan

pada lokasi fraktur, dan gangguan imunitas oral lokal. Lokasi garis fraktur dalam denture limits menyebabkan terjadinya infeksi oleh mikroflora patogen dalam rongga mulut. Keadaan ini

menyebabkan perubahan proses radikal bebas

normal pada membran sel, perubahan faktor pertahanan lokal, peningkatan proses Lipid Peroxidation (LP) dan Antioxidant Activity (AOA) dari cairan oral. Peranan terapi ozon pada fraktur

mandibula untuk mengoptimalkan osteogenesis dan mencegah munculnya komplikasi peradangan

pascatraumatik.

Homutinnikova dan Durnovo dari Nizhny

Novgorod State Medical Academy, Department of Surgical Dentistry and Maxilofacial Surgery, Russia,

melaporkan penelitian tentang efek ozon terhadap

proses LP pada kasus fraktur mandibula. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan efisiensi terapi ozon

dalam penatalaksanaan kompleks fraktur terbuka mandibula dan pencegahan komplikasi inflamasi

pascatrauma. Penelitian melibatkan 60 pasien,

terdiri dari 52 orang laki-laki (86,6%) dan 8 orang perempuan (13,4%) yang berumur 18-60 tahun

(rata-rata 36 tahun), dengan fraktur terbuka body dan angle mandibula. Pasien dibagi dalam 2

kelompok, kelompok uji 32 orang (mendapatkan terapi konservatif kompleks dan terapi ozon tanpa

antibiotika) dan kelompok kontrol 28 orang

(mendapatkan terapi konvensional konservatif kompleks). Dilakukan evaluasi dengan indeks yang

menunjukkan LP dan AOA serum dan cairan oral.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa terapi

ozon dapat menyempurnakan terapi konvensional fraktur terbuka mandibula dan mencegah komplikasi

inflamasi melalui stabilisasi proses LP membran di tubuh dan juga rongga mulut. Gangguan sistem

pertahanan antioksidan selama terapi konvensional, menimbulkan oksidasi radikal bebas yang tidak

terkontrol, sehingga muncul komplikasi inflamasi

pada fraktur terbuka mandibula. Stabilisasi dini proses lipid peroxidation bersama peningkatan

efisiensi sistem pertahanan antioksidan merupakan

Page 18: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 18/29

komponen patogenik paling efektif dari terapi

konservatif kompleks pada pasien dengan fraktur mandibula.

d. Penyembuhan luka epitelial pada rongga

mulut44

Ozonisasi air yang diberikan tiap hari dapat

mempercepat proses penyembuhan mukosa oral. Efeknya dapat dilihat pada 2 hari pertama

postoperasi. Antara hari ke 2 dan 7 postoperasi, tidak ada efek lanjut yang bermakna. Efek yang

diamati dalam 48 jam pertama memodifikasi

penyembuhan akhir luka di mana dibawah pengaruh ozon kebanyakan luka menutup setelah 7 hari dan

proliferasi sel terjadi lebih awal. Tetapi masih belum jelas kenapa ozonisasi air memiliki efek

percepatan pada penyembuhan luka. Modifikasi

penyembuhan luka dengan pemberian oksigen diketahui melalui: perpendekan waktu inisial

penyembuhan luka, peningkatan aktivitas fagositosis, percepatan migrasi sel epitel, dan

aktivasi fibroblas. Ozon juga meningkatkan ekspresi sitokin terutama TGF-B1 yang penting untuk

penyembuhan luka.

Filippi dari Clinic of Oral Surgery, Radiology and

Oral Medicine University of Basel, Switzerland melaporkan randomized, double blind, placebo-controlled study tentang pengaruh ozonisasi air

terhadap poses penyembuhan luka epitelial pada rongga mulut. Penelitian ini melibatkan 30 partisipan

dengan 3 luka epitelial pada mukosa palatal (diameter 2,5 mm). Tiga luka pada tiap partisipan

diacak untuk mendapatkan salah satu dari terapi

berikut: yang pertama dicuci dengan ozonisasi air (konsentrasi ozon dalam air 11-12 µg/l), kedua

dengan air (kelompok kontrol 1), ketiga tanpa terapi (kelompok kontrol 2). Terapi diberikan segera

setelah pembedahan dan dilakukan tiap hari pada waktu yang sama. Setelah 2, 4 dan 7 hari, pinggir

luka dari semua luka dibuang dengan bedah pada

10 partisipan.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pengobatan dari hari ke 2 sampai 7 pascaoperasi

tidak mempengaruhi pengecilan permukaan luka

(p=0,16). Tetapi, pada hari kedua post-operasi luka yang diterapi dengan ozonisasi air terbukti lebih

kecil dibandingkan kelompok kontrol (p=0,02).

e. Gingivostomatitis45

Sebuah penelitian tentang penggunaan minyak yang diozonisasi (ozone oil) untuk pengobatan

gingivostomatitis pada anak dilakukan di Central Pediatric Hospital and National Center for Scientific

Research. Penelitian diikuti oleh 120 anak, yang

berumur maksimal 15 tahun (terbanyak usia 1-5 tahun) dengan diagnosa klinis aphtouse gingivostomatitis dan tidak mendapat terapi sebelumnya. Pasien dibagi kedalam dua kelompok

secara acak, kelompok kontrol terdiri dari 60 pasien

yang mendapat Iodoxuridine yang diberikan secara topikal dan kelompok uji terdiri dari 60 pasien yang

mendapat ozonised oil secara topikal.

Pengobatan diberikan secara topikal, 2 kali sehari selama 20 hari, pada setiap luka. Evaluasi

menggunakan kriteria: remisi gejala klinis

(penurunan demam, hilangnya nyeri gingival, dapat makan, dan perbaikan kondisi umum) dan

penyembuhan (menghilangnya luka, nilai test darah normal). Hasilnya, dari kultur awal luka didapatkan

mikroorganisme berikut: Herpes simplex,

Staphylococcus aureus, Streptococcus haemoliticus, Candida albicans dan Fuso spirilus. Pemeriksaan

darah awal menunjukkan perubahan pada 70% leukogram dan 40% eritrosedimentasi. Pada akhir

pengobatan nilai kedua test menjadi normal.

Tercatat terdapat perbedaan bermakna di mana

kelompok kontrol memiliki waktu yang lebih cepat dalam waktu remisi gejala klinis dan penyembuhan

luka daripada kontrol.

Tidak ada reaksi simpang sekunder muncul

pada pasien yang diterapi dengan ozone oil. Disimpulkan bahwa penggunaan ozone oil lebih

efektif untuk pengobatan gingivostomatitis pada anak dibanding Iodoxuridine.

f. Penyakit periodontium46

Gingivitis dan periodontitis ditandai oleh adanya hipoksia lokal jaringan dan terdapatnya berbagai

mikroorganisme (yang dominan mikroorganisme asporogenik dan anaerob fakultatif). Plak

merupakan bagian dari mikroflora di rongga mulut,

peningkatan ketebalan deposit dental menyebabkan perubahan ekologi di rongga mulut dan peningkatan

bakteri anaerob. Perubahan ekologi tersebut menyebabkan gingivitis dan paradontitis.

Sorokina S, dan Lukinych dari The Medical Academy of Nizhni Novgorod Rusia melaporkan

penggunaan terapi ozon sebagai bagian dari penatalaksanaan kompleks pada Penyakit

Periodontium. Penggunaan berbagai larutan yang diozonisasi menunjukkan efek terapeutik yang baik.

Kemampuan oksidasi dari larutan tersebut dapat

memicu disolusi deposit soft dental, mukus dan sisa makanan yang dinilai dengan indeks higiene Green-

Vermillion. Sebelum pengobatan nilai indeks ini 2,8

Page 19: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 19/29

dan setelah pengobatan menurun 1,2. Terapi ozon

lokal juga menunjukkan efek antiinflamasi terhadap penyakit periodontium, yang dikonfirmasikan

dengan indeks PMA. Setelah pengobatan dengan irigasi kantong periodontal, indeks PMA berubah dan

menurun 2 kali. Pengobatan ini tidak menyebabkan

efek samping.

g. Alveolitis47

Septical alveolitis atau septical osteitis dari rongga alveolar setelah ekstraksi merupakan komplikasi

paling sering dan penyebab nyeri dari eksodontia.

Keadaan ini dapat muncul pada hari ke 3 atau 4 pascaoperasi yang ditandai oleh nyeri dalam dan

bau nekrosis. Etiologi alveolitis masih belum diketahui, tetapi keadaan berikut meningkatkan

insidennya: trauma, infeksi, penurunan suplai darah

pada tulang sekitar dan kondisi sistemik umum. Etiologi dapat berhubungan dengan nutrisi yang

tidak tepat akibat bekuan yang dibentuk di alveolus.

Cruz O dan Menéndez dari Ozone Research Center Cuba serta Martínez dan Clavera T dari

Siboney Stomatological Clinic Cuba melaporkan

penggunaan ozonized Oil pada pengobatan alveolitis. Penelitian ini melibatkan 100 pasien

dewasa yang dibagi secara random kedalam 2 kelompok, masing-masing 50 pasien. Sebelum

pengobatan, bekuan jaringan nekrotik dan lainnya

dibersihkan dengan larutan salin yang dialirkan ke rongga alveolar secara hati-hati dan dikeringkan

dengan lap steril. Kelompok terapi mendapat oleozon setiap hari. Kelompok kontrol diterapi

dengan Alvogil topikal, setiap hari, sebagai

tambahan dari antibiotik oral. Kriteria penyembuhan dinilai melalui pembentukan sikatriks jaringan dan

hilangnya nyeri.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien yang diterapi dengan oleozon sembuh lebih cepat

dibanding Alvogil dengan perbedaan bermakna

antara keduanya. Oleozon dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dan tidak menimbulkan efek

samping. Oleozon dianggap sebagai pengobatan efektif untuk alveolitis.

6. Kelainan Ginekologi

a. Infeksi-inflamasi

1) Infeksi ginekologi

Gretchkanev dkk.48 melakukan penelitian yang

melibatkan 60 pasien dengan kolpitis nonspesifik dan vaginosis bakterialis. Mereka dibagi menjadi

kelompok uji dan kelompok kontrol. Kelompok uji

terdiri dari 40 pasien yang mendapatkan terapi ozon

melalui insuflasi vagina dengan campuran ozon-oksigen, sedangkan kelompok kontrol terdiri dari 20

pasien yang mendapatkan pengobatan dengan larutan antiseptik.

Pada akhir terapi, pemeriksaan bakteriologi menunjukan 76% pasien kelompok uji tidak

mengalami infeksi oportunistik (yeast) dan terjadi penurunan kolonisasi bakteri oportunistik pada 74

% pasien. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 50% pasien gambaran bakteriologinya

kembali normal, 25% tidak ada perbaikan dan 25%

lagi memburuk.

Dari pemeriksaan imunitas lokal vagina, pada kelompok uji didapatkan peningkatan aktifitas

lisozim sebesar 25% (P<0.05), peningkatan kadar

IgA sebesar 37% (P<0.05) dan peningkatan mieloperoksidase lendir serviks disertai penurunan

IgM 40% dan IgG 45% (P<0.05). Ketiganya berperan dalam mempertahankan stabilitas faktor

kekebalan lokal. Dari hasil tersebut dinyatakan bahwa terapi ozon bermanfaat dalam mengatasi

infeksi genital pada wanita dan dapat memperbaiki

status kekebalan tubuh melalui imunitas lokal vagina.

2) Infeksi fetus intrauterus

Kachalina dkk.49 melakukan penelitian klinis terhadap 105 wanita hamil dengan usia kehamilan

22-36 minggu yang memiliki risiko infeksi intrauterin (IIU). Mereka dibagi menjadi 2 grup, berdasarkan

lokasi fokus infeksi, yaitu genital dan ekstra genital

yang dibagi lagi menjadi kelompok kontrol dan uji.

Kelompok kontrol menerima terapi standar, berupa antibiotik golongan makrolid, interferon

rekombinan dan imunoglobulin intravena (kasus infeksi virus), antioksidan dan obat-obatan lain

untuk memperbaiki sirkulasi uteroplasental.

Sedangkan kelompok uji mendapatkan terapi antibiotik dikombinasikan dengan terapi ozon

berupa pemberian infus NaCl 9% steril terozonisasi intravena dengan konsentrasi ozon 800mcg/l,

selama 3-5 hari.

Manfaat terapi ozon lebih tampak pada grup

infeksi genital. Terapi ozon dinyatakan menurunkan angka anemia, insiden gestosis, angka persalinan

lama dan kejadian ensefalopati perinatal akibat hipoksia. Namun penelitian ini tidak mencantumkan

analisa statistik.

Page 20: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 20/29

b. Vulvovaginitis 50

Sebuah penelitian dilaksanakan di C.G. Central Clinic

& National Centre for Scientific Research. Penelitian ini melibatkan 280 pasien vulvovaginitis dengan

hasil kultur vagina positif. Pasien secara random

dibagi menjadi 2 kelompok, kontrol dan uji yang masing-masing terdiri dari 140 pasien.

Kelompok kontrol mendapatkan pengobatan

setiap hari dengan antibiotika dan atau antimikotika terpilih sesuai hasil kultur dalam bentuk ovula.

Kelompok uji diobati dengan ovula berisi ozone oil. Penilaian berdasarkan perkembangan gejala dan hasil kultur pada akhir terapi. Gejala yang

dikeluhkan adalah pruritus dan leukorea, sedang mikroorganisme yang diperoleh dari hasil kultur

bervariasi.

Angka kesembuhan dan hilangnya gejala pada

kelompok uji lebih baik, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari hasil penelitian ini

dinyatakan bahwa ozonized ovula efektif untuk hampir semua mikroorganisme penyebab infeksi,

sehingga pemberiannya tidak membutuhkan

pemeriksaan kultur dan resistensi terlebih dahulu.

c. Mengatasi Komplikasi Kemoterapi51

Gretchkanev dkk. melakukan penelitian terhadap 55

wanita yang mendapatkan kemoterapi adjuvan setelah menjalani operasi non-radikal karena kanker

ovarium untuk mengetahui manfaat pemberian insuflasi ozon dalam mengatasi komplikasi

kemoterapi. Mereka dibagi dalam 2 kelompok,

kontrol dan uji. Kelompok kontrol (n=20), mendapatkan terapi metabolik berupa vitamin B, C,

metionin, asam folat dan asam lipoic sedangkan kelompok uji (n=35) mendapatkan terapi ozon.

Terapi ozon diberikan melalui insuflasi rektal

dengan memberikan 0.5-1 L campuran ozon-oksigen

dengan konsentrasi ozon 1000-2000 mcg/L yang dilakukan setiap hari, 2-3 hari sebelum dan 5-8 hari

sesudah kemoterapi. Terapi ozon tidak diberikan bersamaan dengan kemoterapi untuk menghindari

kemungkinan terjadinya interaksi antara ozon

dengan obat kemoterapi.

Terapi ozon dinyatakan menunjukan efek klinis dalam mengatasi komplikasi kemoterapi, terutama

mual dan muntah, menstabilkan jumlah eritrosit dan leukosit darah. Hal ini tidak muncul pada kelompok

kontrol. Tidak ada pasien kelompok uji yang

menghentikan kemoterapi karena efek samping sitostatik. Sedangkan pada kelompok kontrol 40%

pasien menghentikan pengobatan.

d. Infertilitas 52

Pada laporan kasus ini terapi ozon diberikan pada

56 pasien dengan penyakit inflamasi genital yang telah menjalani pengobatan dan tidak berhasil. Dari

50 pasien infertil, 27 mengalami infertilitas primer

dan 23 mengalami infertilitas sekunder. Hasil pemeriksaan menunjukan adanya variasi infeksi

genito-urinari, berupa chlamydiosis, mycoplasmosis, ureaplasmosis, gardnerellesis, toxoplasmosis, herpes

simpleks dan infeksi CMV (cytomegalo virus).

Prosedur terapi ozon yang diberikan dengan

beberapa tahap. Semua pasien menjalani pemeriksaan mikroskopik sekret vagina, kultur lendir

serviks, metode imunofluoresens, analisa imunoenzimatik dan PCR (polymerase chain reaction) sebelum dan pada akhir terapi.

Dari studi ini dilaporkan, terapi ozon dianggap

memiliki efek kuratif pada infeksi bakteri, chlamydia, mycoplasma, ureaplasma dan gardnerella. Pada

kasus infertilitas yang didasari inflamasi pelvik, ozon dinyatakan dapat meredakan inflamasi sehingga

memfasilitasi jalan yang mudah bagi sperma untuk

melalui tuba falopii.

B. Dosis

Ozon memiliki rentang aksi terapeutik, yang dalam

terminologi farmakokinetik disebut therapeutic window. Pemakaian ozon dalam konsentrasi yang

terlalu rendah hanya menghasilkan efek terapeutik yang kecil, dan yang lebih penting, bila digunakan

dalam konsentrasi yang terlalu tinggi menimbulkan

efek toksik. Karena adanya batasan tersebut, konsentrasi ozon yang diberikan pada pasien harus

dikalibrasi dan dikontrol secara hati-hati. Campuran ozon-oksigen terapeutik memerlukan kontrol secara

kuantitatif (dosis, konsentrasi) dan kualitatif (kemurnian).2

Pertanyaan tentang dosis ozon merupakan yang paling sering diperdebatkan sehingga akan sangat

bermanfaat adanya suatu panduan (guidelines).5

Berbasis pengetahuan saat ini, kisaran

therapeutic window adalah 20-80 ug/mL ozon per gram darah. Dalam kisaran ini, toksisitas minimal

atau tidak ada, walaupun status antioksidan total plasma hanya 1,2 mmol/L. Saat ini, belum bisa

ditentukan dosis spesifik untuk masing-masing kelainan patologis karena belum adanya controlled clinical studies untuk masalah ini.5 Namun,

berdasarkan biokimia dan hasil empiris, anjuran

Page 21: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 21/29

dosis untuk masing-masing kelainan dapat dilihat

pada tabel 16.

Dalam rangka menghindari toksisitas dan memberikan kesempatan untuk adaptasi stres

oksidasi berlangsung, strategi teraman adalah

dengan memulai pada dosis yang sangat rendah, lalu ditingkatkan bertahap 5 ug/mL per gram

darah sampai ke dosis tertinggi. Karena terapi hanya dilakukan selama satu hari di rumah sakit,

maka untuk kepraktisan, AHT dua kali seminggu sudah cukup untuk mencapai respons klinis. Bila

diperlukan, dapat dinaikkan menjadi 4 kali

seminggu, dengan adapatasi pada tiga minggu pertama.

Pada pasien usia lanjut yang kurang gizi

atau tidak mendapatkan diet yang cukup,

multivitamin bisa diberikan secara oral pada hari sebelum dilakukannya O3-AHT. Dosis harian 0,5 g

vitamin C bersama N-acetylcysteine 0,6 g sebagai prekursor GSH sudah optimal. Jumlah yang lebih

besar sudah terbukti tidak bermanfaat atau memiliki efek yang merugikan.

1. Dosis Terapi Sistemik 5

Tabel 16. Dosis yang digunakan dalam autohemoterapi

Patologi Dosis O3 (ug/mL per gram of blood)

Inisial Akhir

Penyakit Vaskular 20 40

Penyakit Degeneratif 20 40

Penyakit Infeksi 25 70

Penyakit Respirasi 20 40

Penyakit autoimun 20 ?

Kanker Metastatik 25 80

2. Dosis Terapi Topikal 53

Tabel 17. Dosis pemakaian terapi ozon topikal

Indikasi Bentuk

aplikasi

Konsentrasi

ozon (ug/ml)

Lama (menit) Frekuensi

Ulkus dekubitus Low pressure suction cup

Mulai: 80-100 --> 40 --> 20

2-10 Awal: tiap hari 1-2 x /minggu

Gangren diabetes Low pressure boot

Mulai: 80-100 --> 40 --> 20

10-20 Awal: tiap hari 1-2 x/minggu

Ulkus kruris - Pembersihan luka - Penyembuhan luka

Plastic bag Kompres

dengan air yang telah diozonisasi

80-100

20

10-20

20 1-2

Setiap hari, dilanjutkan dengan 1-

2x/minggu Beberapa kali sehari

Luka bakar stadium I atau II

Plastic bag atau kompres dengan air yang telah diozonisasi

20-30 10-20 1-2

1-2 kali per hari beberapa kali sehari

Page 22: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 22/29

C. Toksisitas

Saluran Napas

Kontroversi mengenai penggunaan terapi ozon

antara lain disebabkan adanya pendapat yang

menyatakan bahwa ozon memiliki efek toksik. Dari kepustakaan yang didapat, efek toksik ozon pada

saluran napas terjadi melalui paparan udara. Efek yang muncul berhubungan dengan gejala-gejala

respiratorik dan toksisitasnya dipotensiasi oleh komponen lain seperti CO, NO2 dan H2SO4 (polutan).

Pajanan akut dan kronik terhadap polutan tersebut

berbahaya untuk paru karena mukosa saluran pernapasan tidak memiliki kemampuan netralisasi

yang cukup untuk mengoreksi pH yang asam dan menghambat oksidator sehingga terjadilah

kerusakan sel. Untuk menghindari toksisitas pada

paru, penggunaan ozon melalui inhalasi dihindari.

Dari penelitian baik in vitro dan in vivo, didapatkan bukti bahwa paparan singkat ozon

dalam konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek buruk pada fungsi paru dan merangsang inflamasi

pada saluran napas. Terbukti pula adanya

peningkatan leukosit PMN, albumin, prostaglandin E2, fibronektin, interleukin (IL)-6, IL-8, granulocyte macrophage colony stimulating factor, laktat dehidrogenase, triptase, C3a, faktor jaringan lain,

urokinase-type plasminogen activator, faktor VII

dan a1-antitripsin pada bilas bronkus akibat paparan ozon dalam waktu tertentu.54

Sebuah penelitian mengenai pengaruh ozon

pada saluran pernapasan manusia dilakukan oleh

Schierhorn dkk. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui pengaruh O3 dan NO2 pada mukosa

nasal manusia secara in vitro; (2) untuk menentukan apakah teknik histokultur ini dapat

menunjukan efek yang sama secara in vivo seperti pada BALF (bronchoalveolar lavage fluid) dan NALF

(nasal lavage fluid) atau pada hewan percobaan; (3)

untuk menentukan apakah teknik ini dapat digunakan sebagai skrining nilai ambang bahan

tertentu (mis. polusi udara). 54

Dinilai kadar histamin, degranulasi sel mast dan

sitokin (IL-Ib, IL-6, IL-8, dan TNF-a). Kadar histamin yang meningkat bermakna terdapat pada jaringan

yang diberi paparan ozon 0.2ppm (p<0.001); 0.15ppm (p<0.05); 0.1ppm (p<0.001) dan 0.08ppm

(p<0.01) dibandingkan dengan kontrol. Dengan pewarnaan Giemsa dibedakan sel mast granulated dan degranulated dari masing-masing kelompok

sediaan. Pada sediaan yang terpapar ozon (0.1ppm) selama 24 jam 57.7% mengalami degranulasi,

sedangkan pada sediaan kontrol 40.1% sel mast

yang mengalami degranulasi. Paparan ozon

mengakibatkan peningkatan bermakna (p<0.001) jumlah sel mast yang mengalami degranulasi, serta

menurunkan jumlah sel mast bergranulasi (p<0.01). Pada sediaan yang terpapar ozon 0.1ppm selama 24

jam terjadi peningkatan sitokin yang bermakna yaitu

IL-1b (p<0.05), IL-6 (p<0.01), IL-8 (p<0.001) serta TNF-a (p<0.05). 54

Pada penelitian oleh Gong dkk. (1986), manusia

yang diberi paparan ozon, mengalami penurunan fungsi paru dan beban kerja. Penelitian ini dilakukan

terhadap atlet dewasa (19-30 tahun) yang diberi

paparan ozon 0.2 ppm (0.4 mg/m3) selama 1 jam. Terjadi penurunan volume ekspirasi paksa detik 1

(FEV1) post exercise sebesar 21.6%, sedangkan penurunan FEV1 sebesar 5.6% terdapat pada atlet

yang terpapar ozon 0.12 ppm (0.24 mg/m3).

Penurunan yang bermakna pada peak minute ventilation, ambilan oksigen dan volume tidal terjadi

pada atlet yang terpapar ozon 0.2 ppm. 55

Pada sekelompok pria dewasa sehat (19-30 tahun) yang terpapar ozon 0.12 ppm selama 2.5

jam terjadi penurunan yang bermakna dari

kapasitas vital paksa (FVC), FEV1 dan mengalami batuk (McDonnell,1983). Pada pemaparan ozon 0.24

ppm (0.47 mg/m3) terjadi peningkatan spesific airway resistance (SRaw) dan pemendekan napas

(shortness of breath) dan timbulnya rasa sakit saat

menarik napas panjang.55

Studi lain (McDonnell, 1991), menunjukan adanya penurunan FVC dan FEV1, peningkatan

SRaw dan timbulnya gejala respiratorik pada 38 pria

dewasa muda yang mendapat paparan ozon 0.08 ppm (0.2 mg/m3) selama 6.6 jam dengan beban

latihan. Paparan ozon sebesar 9 ppm dilaporkan dapat menimbulkan edema paru (Kleinfeld 1957).

Laporan lain menyebutkan bahwa paparan 15-20 ppm ozon selama 2 jam mematikan bagi hewan

kecil. 56

Berdasarkan data pada hewan, American

International Health Alliance (AIHA) menyatakan bahwa paparan ozon 50 ppm selama 60 menit dapat

berakibat fatal bagi manusia. US Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1975 menyatakan bahwa konsentrasi paparan ozon yang

dapat menimbulkan keluhan adalah 0.6 ppm (1.2 mg/m3). Nilai ini ditetapkan berdasarkan penelitian

oleh Bates 1975 di mana dari 10 subyek yang diteliti 6 orang mengalami serak, 8 orang mengalami batuk

dan pemendekan napas yang bermakna pada

pemaparan ozon 0.75 ppm (1.5 mg/m3) dengan pembebanan latihan.

Page 23: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 23/29

National Research Council 1984 menetapkan

Emergency Exposure Guidance Level untuk paparan ozon sebagai berikut :

Paparan selama 1 jam : 1 ppm Paparan selama 24 jam : 0.1 ppm

Kerusakan jaringan secara akut dan kronik akibat paparan ozon dapat memicu terjadinya

keganasan melalui proses karsinogenesis. Ozon meningkatkan terjadinya protein cross-linkage pada

jaringan paru yang mempermudah terjadinya karsinogenesis. Hingga kini belum terbukti bahwa

paparan ozon pada konsentrasi rendah

menyebabkan keganasan atau kelainan kongenital pada manusia.

Pemaparan ozon dosis rendah pada tikus

meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya

infeksi. Dosis minimum yang dapat menimbulkan mortalitas yang bermakna adalah 0.08 ppm selama

3 jam. Pada keadaan normal, apabila tikus diberi Streptococcus grup C, maka setelah 4 jam hanya

terdapat kurang dari 4% bakteri yang masih hidup. Ketika tikus dipaparkan pada ozon 1 ppm atau lebih

ternyata jumlah bakteri yang hidup lebih besar.

Besarnya efek bergantung pada dosis yang diberikan. Hingga kini hasil penelitian ini belum

dibuktikan pada manusia.

Darah 5

Ozon merupakan salah satu oksidator terkuat

sehingga nampaknya tidak mungkin mendukung konsep kegunaannya sebagai modalitas

pengobatan. Namun konsep bahwa obat juga

memiliki toksisitas intrinsik telah diterima, sehingga penggunaan ozon dalam pengobatan harus

dipertimbangkan secara hati-hati antara manfaat dan toksisitas.5

Sistem antioksidan tubuh dalam keadaan normal

berfungsi sangat efektif sehingga proses oksidasi

dapat dihentikan. Melalui aktivasi jalur bio-kimia, sistem ini dapat melakukan regenerasi antioksidan

seperti tokoferol-α, asam askorbat dan glutation (GSH). Dengan sistem antioksidan yang ada,

pemberian campuran 97% O2 dan 3% O3 terhadap

darah manusia secara hati-hati, tidaklah berbahaya. 5

Pada penelitian yang dilakukan Bocchi 57,

didapatkan sel mononuklear darah yang diisolasi dalam media kultur jaringan jauh lebih sensitif

terhadap oksidasi oleh ozon. Hal ini ditandai dengan

berkurangnya proliferasi pada konsentrasi ozon yang lebih rendah. Kesimpulan yang didapat dari

studi ini adalah toksisitas ozon sebagian besar telah

dinetralkan oleh sistem antioksidan darah.

Reaktivitas ozon dihambat oleh komponen plasma dan tidak membahayakan sel darah. Hal ini

dibuktikan dengan penggunaan hingga 80 ug/mL

ozon per gram darah yang tidak meningkatkan terjadinya methemoglobin dan hemolisis. Ketika

darah diberi pajanan dengan ozon dalam konsentrasi antara 100 dan 250 ug/mL per gram

darah, hemolisis secara progresif meningkat sampai 34%. Hemolisis minimal dijumpai pada paparan

darah yang diheparinisasi terhadap ozon walaupun

dalam konsentrasi 40 mcg/ml. Sehingga sebaiknya autohemoterapi ozon tidak diberikan pada pasien

dengan heparinisasi.

D. Efek Samping

Belum ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa

autohemoterapi ozon memiliki efek samping akut dan kronik, bahkan setelah melalui 60 sesi terapi.

Kebanyakan pasien mengaku mengalami perbaikan sense of well-being. Hanya saja belum diketahui

penyebabnya, apakah karena perbaikan oksigenasi

dan metabolisme respons hormonal yang dirangsang oleh reinfusi darah terozonisasi atau

faktor psikologis.

Di Jerman, Jacobs menganalisa efek samping

yang ditemukan pada pemberian 5 juta sesi terapi pada 384 775 pasien. Kesalahan teknis yang

menyebabkan masalah minor (ekstravasasi darah dari akses vena, tremor pada bibir yang bersifat

sementara dan mual) ditemukan pada 0,0007%

pasien, sebuah nilai yang sangat rendah untuk pengobatan alternatif. Bagaimanapun juga, tercatat

4 kematian akibat emboli paru setelah injeksi intra vena O2-O3 secara langsung sehingga teknik ini

sekarang dilarang. Dua kematian akibat emboli paru pada pasien AHT ozon yang ditemukan di Italia

pada tahun 1997 dan 1998 terjadi akibat malpraktik.

E. Kontraindikasi

Kontraindikasi untuk terapi ozon meliputi intoksikasi

akut alkohol, infark miokard akut, perdarahan dari

berbagai organ, kehamilan, hipertiroid, trombositopenia, alergi ozon serta pasien yang

menjalani heparinisasi.1

Telaah kritis yang dilakukan terhadap artikel ilmiah yang ada menyimpulkan bahwa secara

laboratoris ozon memberikan efek menguntungkan

terhadap darah dilihat dari segi biokimia, reologis dan metabolik.

Page 24: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 24/29

Di mana ozon dapat meningkatkan konsentrasi

dan fungsi agen-agen terkait sistem antioksidan, sel darah, hemostasis dan imunitas. Temuan ini

selanjutnya menjadikan ozon sebagai agen potensial untuk dimanfaatkan sebagai terapi berbagai

penyakit.

Dalam pembuktian secara klinis, penelusuran

artikel dilakukan pada penggunaan terapi ozon untuk kelainan vaskular, infark miokard, diabetes

melitus, luka, kedokteran gigi dan kelainan ginekologi. Artikel-artikel yang ada tidak memenuhi

kualifikasi sebagai bukti ilmiah yang baik karena

memiliki kelemahan sebagaimana yang disebutkan di atas. Sehingga tidak dapat dijadikan dasar dalam

membuktikan dugaan potensi ozon sebagai terapi untuk berbagai keadaan/penyakit tersebut.

Page 25: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 25/29

BAB V BIAYA

Terapi ozon di Indonesia sudah mulai dikenal secara luas melalui berbagai media yang

menginformasikan keuntungan terapi ozon dalam

mengobati beberapa keadaan medik. Banyak pusat kesehatan, kebugaran atau klinik khusus

terapi ozon didirikan untuk menyediakan terapi ozon khususnya di kota besar seperti Jakarta,

Surabaya dan Semarang. Sampai saat ini belum ada data resmi yang menyebutkan jumlah klinik

atau pusat kesehatan yang menyediakan terapi

ozon di kota-kota tersebut maupun jumlah penggunaannya oleh masyarakat serta biaya yang

dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pelayanan terapi ozon.

Kajian tentang manfaat terapi ozon dalam bidang kedokteran secara evidence based ini tidak

menemukan adanya bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung penggunaannya, termasuk untuk

analisis biaya. Sehingga dalam bab ini hanya akan

diberikan data mengenai tarif dan perkiraan pengeluaran masyarakat yang diwakili oleh 2 klinik

ozon di Jakarta. Data tersebut mencakup jumlah pengguna terapi ozon, tarif dan jenis terapi ozon

yang diberikan pada periode 2003-2004.

Secara umum, jenis terapi ozon yang

disediakan klinik tersebut tidak jauh berbeda. Masing-masing memberikan terapi ozon dalam

bentuk sistemik dan lokal walau terdapat perbedaan dalam penamaan jenis terapi. Terapi

mayor di klinik A dan apheresis di klinik B

merupakan jenis autohemoterapi. Tarif ditetapkan

berdasarkan jenis dan jumlah terapi. Biasanya terapi dilakukan tidak hanya sekali, namun dalam

bentuk serial yang terdiri dari 5-10 kali terapi

bahkan lebih bila masih diperlukan sesuai kondisi pasien.

Dari dua klinik tersebut, jumlah pasien yang

berkunjung selama tahun 2003 dan 2004 (sampai bulan Juni 2004) adalah sebanyak 495 orang.

Adapun kasus terbanyak yang ditangani di kedua klinik berikut dari yang paling banyak

adalah: diabetes melitus, penyakit jantung koroner, hiperkolesterolemia, pasca stroke,

hipertensi, alergi, luka, hiperurisemia,

mempertahankan kebugaran dan lain-lain. Pemberian terapi dilaksanakan di bawah supervisi

dokter yang telah menjalani pelatihan terapi ozon berdasarkan standard operation procedure

masing-masing klinik untuk terapi berbagai

diagnosis.

Biaya terapi yang ditetapkan bervariasi antar klinik. Untuk terapi ozon mayor biaya yang

diperlukan berkisar antara Rp 1.750.000,00 sampai Rp 13.500.000,00 untuk 10 sesi.

Sedangkan untuk terapi ozon minor Rp750.000,00

untuk 10 sesi. Pada pemakaian lokal seperti pada luka, pasien dikenakan biaya Rp750.000,00 per 10

sesi sampai Rp 450.000,00 per kali. Minyak ozon juga disediakan dengan harga Rp120.000,00 per

35 gram. Semua biaya peralatan sudah tercakup

dalam biaya pelayanan di atas.

Page 26: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 26/29

BAB VI REKOMENDASI

1. Ozon (O3) adalah gas yang secara alami

terdapat di atmosfir bumi, memiliki bau yang

spesifik dan kuat, merupakan bentuk alotropik dari oksigen. Ozon merupakan oksidan yang

jauh lebih kuat dibanding oksigen, sehingga dapat mengoksidasi banyak bahan yang inert

terhadap oksigen pada kondisi normal.

2. Belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat dalam

penggunaan terapi ozon pada penyakit kardiovaskular. (Rekomendasi C )

3. Belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat dalam

penggunaan terapi ozon pada penyakit

diabetes melitus. (Rekomendasi C )

4. Belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat dalam penggunaan terapi ozon untuk penyembuhan

berbagai jenis luka. (Rekomendasi C )

5. Belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat dalam

penggunaan terapi ozon pada bidang

kedokteran gigi. (Rekomendasi C )

6. Belum ada bukti ilmiah yang cukup kuat dalam penggunaan terapi ozon pada penyakit dan

kelainan ginekologi. (Rekomendasi C )

7. Diperlukan penelitian dengan desain yang

lebih baik untuk membuktikan efek terapi dan keamanan ozon secara klinis pada manusia

mengingat ozon memiliki potensi membahayakan manusia dan lingkungan

hidup.

Page 27: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 27/29

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunnen GV. Ozone in medicine: Overview and future

direction. Available at: www.triroc.com/sunnen/topics/ozonemed.htm

2. Application of ozone in medicine: General ideas. Available at: www.rusmedserv.com/medozone/pages/english/applic_of_ozone

3. Ozon: „The silent healer‟. Available at: www.stanfordcenter.com/artikel/ozonthe%20silent%20healer.pdf

4. Sunnen GV. The utilization of ozone for external medical

applications. 1998. Available at: www.triroc.com/sunnen/topics/utilization.htm

5. Bocci V. Biological and clinical effects of ozone. Has ozone therapy a future in medicine? British J of Biomedical Science 1999;56:270-9

6. Is Medical Ozone Therapy Legal? Available at: www.terra.es

7. Bocci V, Valacchi G, Corradeschi F, Aldinucci C, Silvestri S, Paccagnini E, Gerli R. Studies on the biological effects of ozone: 7. generation of reactive oxygen species (ROS) after exposure of human blood ozone. J Biol Regul Homeost Agents 1998;12:67-75[abstract]. Italy

8. Van der zee H, De Monte A. Ozone auto-hemotherapy in lower limb ulcerations. Available at: www.oxyplus.com

9. Ozone Therapy-The Healing Power of Ozone. Available

at: www.caringmedical.com/therapies/ozonetherapy.asp 10. Ozone Therapy. In: Complementary & Alternative

Medicine by Natural Standard and the Faculty of the Harvard Medical School. Available at: www.intelihealth.com

11. Wozniak A, Klawe MT, Drewa T, Ponikowska I, Drewa J, Drewa G, et al. Ozone therapy and the activity of selected lysosomal enzymes in blood serum of patients with lower limb ischaemia associated with obliterative atheromatosis. Med Sci Monit 2002;8:CR520-5.

12. Tylicki L, Biedunkiewicz B, Nieweglowski T, Chamienia A, Debska S, Luty J, et al. Ozonated autohemotherapy in patients on maintenance hemodialysis: influence on lipid profile and endothelium. Int J Artif Organs 2004;28:234 [abstract].

13. Verazzo G, Coppola L, Luongo C, Sammartino A, Giunta R, Grassia A, et al. Hyperbaric oxygen, oxygen-ozone therapy, and rheologic parameters of blood in patients with peripheral occlusive arterial disease. Undersea Hyperb Med 1995;22:17-22 [abstract].

14. Indications for ozone therapy. In: Viebahn R. The use of ozone in medicine. 4th English edition. Germany; 2002:69-71.

15. Bolgov V, Sultanova I. Nizhni Novgorod Russia. Ozone therapy in Obliterating Arterial Diseases of lower Extremities. Available at: www.oxyplus.net

16. Biedunkiewicz B, Tylicki L, Nieweglowski T, Burakowski S, Rutkowski B. Clinical Efficacy of ozonated autohemotherapy in hemodialyzed patients with intermittent claudication: an oxygen-controlled study. Int J Artif Organs 2004;27:29-34 [abstract]

17. Hernández F, Menéndez S, Wong R. Ozone Research Center, National Center for Scientific Research, Havana, Cuba. Decrease of blood cholesterol and stimulation of

antioxidative in cardiopathy patients treated with endovenous ozone therapy. Free Radical Biology and Medicine 1995;19(1):115-9 [abstract].

18. Terapi ozon: teknologi baru menangani diabetes. Available at: www.stanfordcenter.com

19. Dalien SM, Menendez S, Maritnez G, Montequin JIF, Candelario EJ, Leon OS. Ozone therapy effects in the oxidative stress associated to diabetes mellitus.

Available at: www.oxyplus.net. 20. Kulikov AG, Turova EA, Shcherbina TM, Kisileva OM.

Efikasi berbagai metode terapi ozon pada

komplikasi vaskular diabetes mellitus. Vopr Kurortol Fizioter Lech Fiz Kult. 2002;5:17-20 [Article in Russian]

21. Indications for ozone therapy. In: Viebahn R. The use of ozone in medicine. 4th english edition. Germany; 2002:72-6,78-80

22. Peretyagin SP, Kostina OV, Strutchkov AA, Vilkov SA, Borisevitch AL, Dmitriev DG, Schichragimov VA. Methodology of using ozone in the early complex treatment of burn disease at early stage. Available at: www.oxyplus.net

23. Rasterayeva M, Struchkov S, Belova A, Peretaygin S, Khroulev S. Ozonethrapy in complex treatment of neuropathy in burn patients. Available at: www.oxyplus.net

24. Xie W, Zhang L, Yang R. Peran larutan ozon pada debridement dan sterilisasi luka bakar. Zhonghua Shao Shang Za Zhi. 2000;16:163-5. China. [abstract] [Article in Chinese]

25. Vaiano F, Franzini M. O2-O3-therapy of non-healing foot and leg ulcers in diabetic patients. ESCI 2003: 37th Annual Scientific Meeting of the European Society for Clinical Investigation Verona, Italy, 2-5 April 2003 "The Pathophysiology of Diseases: from bench to bedside".

26. Anichini R, De Bellis A, Butelli L, Gioffredi M, Gori R, Picchiafuochi R, Nannelli S, Rossetti R, Alviggi L. Ozone Therapy in treatment of diabetic foot ulcers: a suggestive approach in wound bed preparation. ESCI 2003: 37th Annual Scientific Meeting of the European Society for Clinical Investigation Verona, Italy, 2-5 April 2003 "The Pathophysiology of Diseases: from bench to bedside"

27. Lower limb ulcers: ozone oil therapy. Performed in: Louis Pasteur Policlinic & National Center for Scientific Research www.o3zone.com

28. Matsumoto A, Sakurai S, Shinriki N, Suzuki S, Miura T. Therapeutic effects of ozonized olive oil in the treatment of intractable fistula and wound after surgical operation. Available at www.oxyplus.com

29. Gehring W, Glutsch J, Schonisan U, Gehse M, Gloor M. Comparative study of the effect of various antiseptics and ozone gs on pathogens of ulcus cruris. Z Hautkr 1990;65:746-50 [abstract]

30. Gorbunov S, Gorbunova L, Dmitriev V, Isaev V. Total ozone therapy of trophic ulcers of lower extrimities in elderly patients. [abstract] article in Russian.

Page 28: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 28/29

31. Calderon NA, Kaufman T. Topical treatment of long-enduring leg ulcers with ozone and oxygen: experience during the past 3,5 years. Bnai-Zion University Medical Center, Haifa, Israel [abstract]

32. Turcic J, Hancevic J, Antoljak T, Zic R, Alfirevic I. Effects of ozone on how well split-thickness skin grafts according to Thiersch take in war wounds. Results of prospective study. Clinical Hospital Center Rebro, Croatia [abstract]

33. Lipatov KV, Sopromadze MA, Shekhter AB, Rudenko TG, Emel'ianov AIu. Ozone-ultrasonic therapy in the treatment of purulent wounds. Khirurgiia (Mosk). 2002;(1):36-9.[abstract] [Article in Russian]

34. Buynin VI, Ermakova AI, Glukhov AA, Mozhurov IP. Wound treatment using the flow of an ozonized solution

under high pressure. Khirurgiia (Mosk) 1998;8:23-4. [abstract] [Article in Russian]

35. Holmes J. Clinical Reversal of Primary Occlusal Fissure Carious Lesions (POFCLs) Using Ozone in General Dental Practice. Available at: www.uksmile.co.uk

36. Malanchuk VA, Kopchak AV. Ozone-oxygen therapy in maxillo-facial bone surgery. Department of Oral and Maxillo-facial Surgery, National Medical University. Ukraine. Available at: www.oxyplus.net

37. Homutinnikova NE, Durnovo EA. The effect of ozone on the lipid peroxidation processes in case of mandible fractures. Nizhny Novgorod State Medical Academy, Department of Surgical Dentistry and Maxillofacial Surgery. Russia. Available at: www.oxyplus.net

38. Naba‟a AL, Shorman HAI, Lynch E. Ozone treatment of Primary Occlusal Pit and Fissure caries (POPFC): 12 months clinical severity changes. School of Denstistry, Queen‟s University, Belfast, Northern Ireland, UK. Available at: www.dentalozone.co.uk

39. Naba‟a AL, Shorman HAI, Lynch E. Ozone management of Occlusal Pit and Fissure caries (PFC): 12 months review. Oral Health Research Centre, School of Dentistry, Queen‟s University Belfast, Northern Ireland, UK. Available at: www.dentalozone.co.uk

40. Holmes J. Clinical reversal of root caries using ozone, double-blind, randomised, controlled 18-month trial. Gerodontology 2003;20:106-14 [abstract]

41. Salem A, Marashdeh MM, Lynch E. Ozone efficacy in treatment of occlusal caries in primary teeth. Oral Health Care Research Centre, School of Dentistry, Queen‟s University Belfast, Northern Ireland, UK. Available at: www.dentalozone.co.uk

42. Lynch E, Johnson N, Johnson J. Clinical reversal of root caries using ozone. Queen‟s University of Belfast, United Kingdom. Available at: www.dentalozone.co.uk

43. Filippi A. The influence of ozonised water on the epithelial wound healing process in the oral cavity. Clinic of Oral Surgery, Radiology and Oral Medicine, University of Basel, Switzerland. Available at: www.oxyplus.net

44. Gingivostomatitis. Ozone oil for treatment in children. Available at: www.naturozone.com

45. Sorokina S, Lukinych L. Ozone therapy as a part of complex treatment of a paradontium disease. 2nd International Symposium on Ozone Applications, Cuba, 24-26 Maret 1997. "Ozone in Medicine". [abstract]

46. Cruz O, Menendez S, Martinez ME, Clavera T. Application of ozonized oil in the treatment of alveolitis. 2nd International Symposium on Ozone

Applications, Cuba, 24-26 Maret 1997. "Ozone in Medicine".[abstract].

47. Gretchkanev GO, Katchalina TS, Katchalina OV, Husein E. The new method of treatment of inflamatory disease of lower female genital organs. Department of Obstetrics and Gynecology, Medical Academy of Nizhny Novgorod, Russia. Available at: www.oxyplus.net

48. Kachalina TS, Katkova NY, Gretchkanev GO. Aplication of ozone in prevention and treatment of intrauterine fetus infection. Department of Obstetrics and Gynecology, Nizhny Novgorod, Russia. Available at: www.oxyplus.net

49. Vulvovaginitis. Ozonised ovules application. C.G. Central clinic and National Centre for Scientific

Research. Available at: www.naturozone.com/ingles/clitesti.htm

50. Gretchkanev GO, Kachalina TS, Palkina EY, Kontorchikova CN, Husein E. medical ozone for prophylaxis and treatment of complications associated by chemotherapy of ovary cancer. Department of Obstetrics and Gynecology, Nizhny Novgorod, Russia. Available at: www.oxyplus.net

51. D‟Mello RC, D‟Mello R. Ozone therapy in female infertility. Institute of Obstetrics and Gynecology, Baku, Azerbaijan. Available at: www.oxyplus.net

52. Recommended dosages and treatment frequencies depending on indication and application method. In: Viebahn R. The use of ozone in medicine. 4th english edition. Germany; 2002:143

53. Schierhorn K, Zhang M, Matthias C, Kunkel G. Influence of ozone and nitrogen dioxide on histamine and interleukin formation in human nasal mucosa culture system. Department of Clinical Immunology and Asthma-OPD and Department of Otorhinolaryngology, Virchow-Klinikum, Humboldt-University, Berlin, Germany. Am J Respir Cell Mol Biol 1999;20:1013-9

54. Acute Toxicity Summary. Ozone. Determination of acute reference exposure levels for airborne toxicants March 1999. Available at: www.oehha.ca.gov/air/acute_rels/pdf/10028156A.pdf

55. Ozone. Documentation for immediately dangerous

to life or health concentrations. Available at: www.cdc.gov/niosh/idlh/10028156.html

56. Watson DE. Lawrence Radiation Laboratory University of California Livermore. The risk of carcinogenesis from long-termlow-dose exposure to pollution emitted by fossilfueled power plants. Available at: www.enformy.com/!lrl1.html

57. Bocci V, Valacchi G, Corradeschi F, Aldinucci C, Silvestri S, Paccagnini E, Gerli R. Studies on the biological effects of ozone: 7. generation of reactive oxygen species (ROS) after exposure of human blood ozone. J Biol Regul Homeost Agents 1998;12:67-75. [abstract] Italy.

Page 29: Terapi Ozon

HTA Indonesia_2004_Terapi Ozon_hlm 29/29

PANEL AHLI Prof. Dr.dr. Sarwono Waspadji, SpPD, KEMD Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof.dr. Sjukri Karim, SpJP(K) RS Jantung Pusat Harapan Kita Jakarta dr. Wresti Indriatmi, SpKK Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof.dr. Oen Liang Hie, MSc Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia drg. Gus Permana Subita, SpPM, PhD Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Prof.dr. Bambang Soetrisna, MHSc Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia TIM TEKNIS Ketua : Prof.Dr.dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) Anggota : dr. Untung Suseno, MKes dr. N. Soebijanto, SpPD dr. Ratna Mardiati, SpKJ dr. Wuwuh Utami N., MKes dr. Monalisa Nasrul dr. Mutiara Arcan dr. Nastiti Rahajeng