Upload
marson-rubianto-eka-putra
View
150
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
TERAPI PALIATIF PADA KANKER PAYUDARA
PENDAHULUAN
Kanker payudara adalah keganasan yang memperlihatkan
proliferasi pada sel epitel yang membatasi jaringan payudara, biasanya
ductus dan lobulus. Kanker payudara merupakan kanker yang paling
banyak ditemukan di dunia sekitar 16% dari seluruh penderita kanker
wanita baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan
sekitar 519.000 wanita meninggal pada tahun 2004 akibat kanker
payudara, dan mayoritas terjadi pada negara-negara berkembang.
Insidensi kanker payudara ini meningkat pada negara berkembang
akibat meningkatnya harapan hidup, urbanisasi dan adopsi gaya hidup
barat. 1,2,4
Hampir di seluruh dunia, mayoritas pasien-pasien kanker berada
pada stadium lanjut ketika pertama kali ditemukan oleh ahli kesehatan.
Pada akhirnya, pilihan penanganan realistis hanyalah untuk mengatasi
nyeri dan terapi paliatif saja. Pendekatan efektif pada terapi paliatif ini
berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga yang
sedang mengalami kanker, melalui penanganan nyeri dan pengurangan
gejala, dukungan spiritual dan psikososial hingga akhir hidup.3
PRINSIP TERAPI PALIATIF
Komponen Terapi Paliatif
Komponen terapi paliatif terdiri dari pengendalian gejala, komunikasi efektif,
rehabilitasi, perawatan berkelanjutan, perawatan penyakit stadium terminal, dukungan
terhadap kehilangan, pendidikan, dan penelitian. Terapi paliatif berarti:5
Menguatkan kehidupan dan memandang kematian sebagai hal yang normal
Tidak hanya mempercepat tetapi juga menunda kematian
Memberikan pengurangan nyeri dan gejala yang membuat pasien
menderita
Menggabungkan aspek perawatan psikologis dan spiritual
1
Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup
secara aktif sedapat mungkin hingga pasien meninggal
Menawarkan sistem pendukung bagi keluarga pasien selama
pasien sakit dan atas kehilangan yang diderita.
Terapi paliatif dikenal sebagai terapi yang individualis, holistik,
hati-hati, sensitif, sesuai etika, dan berfungsi sebagai pengobatan
dengan menggunakan kemampuan komunikasi dengan perhatian
terhadap hal-hal yang rinci, cermat, dan pengetahuan yang yang terus
dikembangkan. Menurut WHO (2005), terapi paliatif adalah pendekatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarganya yang sedang menghadapi masalah-masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan pengurangan penderitaan dalam artian identifikasi dini
dan penilaian yang teratur serta penanganan nyeri dan masalah
lainnya, baik fisik, psikososial, maupun spiritual.5
Di manapun terapi paliatif digunakan, komposisi intinya yaitu
kualitas kehadiran yang diberikan tim medis kepada pasien, bagaimana
mempedulikan keinginan-keinginan kuat pasien dan keluarga
sebagaimana perkembangan penyakit dan tekanan berada di samping
mereka. Fokus terapi adalah pada seluruh hal yang masih mungkin
dilakukan pada waktu yang tersisa, permintaan pasien dan keluarga
yang sungguh-sungguh, dan memungkinkan adapatasi terhadap
kenangan tentang hubungan pasien dan keluarganya.5
Istilah terapi paliatif diartikan sebagai bentuk personalisasi dari
pemeliharaan kesehatan. Hal ini memperluas hak profesi pemberi
pelayanan kesehatan di luar model biomedis menjadi pandangan yang
lebih luas dari penyakit yang derita, perawatan seperti halnya
pengobatan, kualitas dan kuantitas pengobatan. Pasien dan keluarga
atau orang signifikan lainnya dianggap sebagai satu unit pada penilaian
kebutuhan terhadap penyakit. Tujuan dari terapi paliatif adalah untuk
mendukung kualitas hidup optimal dan untuk membantu proses
penyembuhan.5
2
Melebihi Kondisi Fisik
Perhatian yang cermat dalam meringankan gejala adalah dasar
dari perawatan terhadap keseluruhan aspek seseorang. Perhatian
terhadap psikososial dan spiritual dapat dipudarkan oleh adanya nyeri
yang tidak terkontrol, mual, konstipasi, dan gejala lain dari penyakit
stadium lanjut. Penanganan optimal memerlukan penilaian yang hati-
hati terhadap faktor-faktor yang berkontribusi pada masing-masing
gejala. Jika peningkatan dosis opioid diberikan dalam rangka respon
terhadap nyeri yang meningkat akibat adanya kesedihan yang
mendalam, hasilnya akan berakhir dengan nyeri persisten, toksisitas
opioid, dan penderitaan terus-menerus bagi pasien, keluarga, dan
pemberi pelayanan kesehatan. Jika manusia adalah tubuh, pikiran, dan
jiwa maka ketiganya tidak dapat dipisahkan dan saling bergantung satu
dengan yang lainnya. Penilaian yang bijaksana dari setiap keluhan
harus diperhitungkan sebagai keseluruhan penderitaan pasien sehingga
menjadi suatu keharusan.5
Tidak Sebatas Pengendalian Gejala
Pengendalian gejala pada terapi paliatif umumnya melibatkan enam sampai 8
pengobatan. Tujuannya yaitu untuk mencegah daripada mengobati gejala secara konsisten.
Pengelolaan efektif bergantung pada frekuensi pengelolaan dosis pengobatan hingga
tercapai dosis minimal efektif dan perhatian perawat terlatih sebagaimana keahlian
tambahan dari pengalaman tim interdisipliner hingga perawatan akhir hayat.5
Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya jika dapat membantu intervensi yang
dapat mempertahankan kualitas hidup pasien. Terapi paliatif ditemukan oleh filsuf yang
memperkenalkan sensitivitas terhadap budaya, agama, seksual, dan perspektif lainnya dari
pandangan pasien, kesungguhan untuk menemui pasien dimana pasien merasa lebih baik;
sentivitas terhadap penentuan mekanisme penyesuaian (coping), kebanyakan menjadi
tantangan utama bagi pasien, keluarga, dan pemberi pelayanan kesehatan (kematian;
isolasi; kebebasan; arti); perhatian terhadap betapa penyakit mempengaruhi hidup pasien,
keluarga, dan pemberi pelayanan; dan perhatian terhadap kebutuhan untuk
menghubungkan orang-orang melalui empatisasi.5
3
KANKER PAYUDARA
Anatomi & Fisiologi Payudara
Kelenjar mammaria merupakan modifikasi dari kelenjar keringat
yang tersusun atas ductus dan alveoli mammaria sekretorik. Kelenjar ini
berkembang pada masa pubertas perempuan dan berfungsi dalam
laktasi.6
Setiap payudara terletak di atas costa II sampai costa VI dan
melekat di atas muskulus pektoralis mayor, muskulus pectoralis minor,
dan bagian dari muskulus serratus anterior dan muskulus oblikus
abdominal externus. Tepi medial payudara terletak di margo lateralis
sternum, dan bagian lateralanya berada pada linea axillaris anterior.
Prosessus axillaris dari payudara meluas ke atas dan lateral terhadap
axilla, sehingga memiliki hubungan yang dekat dengan pembuluh-
pembuluh axilla. Bagian dari payudara ini secara klinis signifikan
disebabkan karena insidensi kanker payudara pada drainase limfatik
dari prosessus axillaris.6
Gambar 1. Struktur payudara dan kelenjar mammaria. Tampak (a) potongan sagital dan (b) aspek anterior dengan separuh bagian payudara di bawah kulit terbuka.(Dikutip dari kepustakaan 6)
Setiap kelenjar mammaria terdiri dari 15 sampai 20 lobus, yang
masing-masing memiliki jalur drainase menuju luar tubuh. Setiap lobus
4
dipisahkan oleh jaringan adiposa dengan jumlah yang bervariasi. Jumlah
jaringan adiposa menentukan ukuran dan bentuk payudara tetapi tidak
berhubungan dengan kemampuan wanita untuk menghasilkan susu.
Masing-masing lobus dibagi menjadi lobulus-lobulus yang terdiri dari
alveoli-alveoli kelenjar mammaria. Alveoli mammaria ini merupakan
struktur penghasil susu pada wanita-wanita yang menyusui.
Ligamentum suspensorium payudara, ligamentum Cooper,di antara
lobulus-lobulus meluas dari kulit hingga ke fascia profunda di atas
muskulus pektoralis mayor dan memfiksasi payudara. Kumpulan alveoli
ini menyekresi susu ke dalam rangkaian ductus mammaria dan
membentuk ductus lactiferus. Setiap lumen dari ductus lactiferus
meluas hingga mendekati puting membentuk sinus lactiferus. Susu
disimpan di dalam sinus lactiferus sebelum dikeluarkan di ujung
puting.6,7
5
Gambar 2. Payudara dan lobulus sekretoriknya, alveoli, dan ductus lactiferus (ductus susu) yang membentuk kelenjar mammaria (A). Pembesaran menunjukkan satu lobulus (B) dan sel-sel penyekresi susu sebuah alveolus (C). (Dikutip dari kepustakaan 8)
Puting susu adalan penonjolan berbentuk silinder dari payudara
yang terdiri dari komponen jaringan erektil. Areola sirkuler berpigmen
mengelilingi puting susu. Permukaan areola dapat terlihat tidak rata
disebabkan karena kelenjar sebasea areolar yang menutupinya. Sekresi
dari kelenjar ini menyebabkan puting susu menjadi lunak. Warna areola
dan puting susu bervariasi sesuai dengan corak warna kulit wanita.
Selama kehamilan, areola menjadi lebih gelap pada kebanyakan wanita,
dan kadang-kadang membesar, mungkin untuk menarik perhatian bayi
yang akan menyusui.6
Suplai darah untuk kelenjar mammaria berasal dari cabang arteri
thoracica interna, yang memasuki payudara melalui celah intercosta 2,
3, dan 4 di lateral sternum, dan melalui arteri mammaria superfisialis
dari cabang arteri thoracica lateralis. Aliran balik vena payudara
mengalir melaluirangkaian vena yang paralel dengan arteri. Plexus
vena superfisialis dapat tampak jelas melalui kulit payudara, khususnya
selama kehamilan dan laktasi. Payudara diinervasi secara primer
melalui neuron-neuron sensoris somatis yang berasal dari cabang
kutaneus anterior dan lateralis dri nervus thoracica 4, 5, dan 6. Ujung
6
saraf sensoris puting susu dan areola penting dalam stimulasi
pengeluaran susu dari kelenjar mammaria saat bayi mengisap.6
Drainase limfatik dan lokasi kelenjar limfa payudara penting
dalam klinis disebabkan karena frekuensi kanker payudara dan angka
kejadian dari metastasisnya yang tinggi. Sekitar 75% aliran limfa
melalui prosessus axillaris payudara masuk ke dalam kelenjar limfa
pektoralis. Sekitar 20% pula naik ke atas sternum menuju kelenjar limfa
thoracica interna. Sisanya sekitar 5% berada di subkutis mengikuti
aliran limfatik kulit ke punggung mencapai limfonodus intercostal dekat
dengan leher costa.6
Gambar 3. Drainase limfatik kelenjar mammaria. (Dikutip dari kepustakaan 6)
Payudara mulai berkembang saat pubertas. Perkembangan ini
distimulasi oleh estrogen yang berasal dari siklus seksual wanita
bulanan; estrogen merangsang pertumbuhan kelenjar mammaria
payudara ditambah dengan deposit lemak untuk memberi massa
payudara. Selain itu, pertumbuhan yang jauh lebih besar terjadi selama
keadaan kadar estrogen yang tinggi pada kehamilan, dan kemudian
hanya kelenjar saja yang berkembang sempurna untuk pembentukan
air susu.8
Selama kehamilan, konsentrasi estrogen yang tinggi
menyebabkan perkembangan ductus yang ekstensif sementara kadar
7
progesteron yang tinggi merangsang pembentukan lobulus alveolus.
Secara bersamaan, stroma payudara juga bertambah besar dan
sejumlah besar lemak terdapat di dalam stroma. Sedikitnya terdapat 4
hormon lain yang juga penting untuk pertumbuhan sistem ductus:
hormon pertumbuhan, prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan insulin.
Peningkatan konsentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang
dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) dan human chorionic
somatomammotropin (suatu hormon peptida yang dikeluarkan oleh
plasenta) berperan dalam perkembangan kelenjar mammaria dengan
menginduksi pembentukan enzim-enzim yang diperlukan untuk
menghasilkan susu.7,8
Walaupun efek estrogen dan progesteron penting untuk
perkembangan fisik kelenjar payudara selama kehamilan, pengaruh
khusus dari kedua hormon ini adalah untuk mencegah sekresi
sesungguhnya dari air susu. Sebaliknya hormon prolaktin mempunyai
efek yang berlawanan pada sekresi air susu, yaitu meningkatkannya.
Hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior ibu, dan
konsentrasinya dalam darah ibu meningkat secara tetap dari minggu
kelima kehamilan sampai kelahiran bayi, dimana pada saat ini
meningkat 10 sampai 20 kali dari kadar normal saat tidak hamil.
Walaupun begitu, karena efek supresi dari estrogen dan progesteron,
hanya beberapa mililiter cairan saja yang disekresikan setiap hari
sampai bayi dilahirkan.8
Epidemiologi
Kanker merupakan penyebab kematian terdepan di seluruh dunia,
sekitar 7.6 juta kematian (sekitar 13% dari seluruh jumlah kematian)
pada tahun 2008. Kanker paru, gaster, hepar, colon, dan payudara
merupakan kanker yang paling sering menyebabkan kematian setiap
tahunnya, dengan angka kematian kanker payudara sekitar 458.000.
Kanker payudara ini merupakan kanker yang paling umum terjadi pada
wanita hamil dan postpartum, terjadi sekitar 1 dari 3.000
kehamilan.9,12
8
Diperkirakan sekitar 226.870 wanita didiagnosis dan 39.510
meninggal dengan kanker payudara pada tahun 2012. Angka insidensi
berdasarkan umur menunjukkan sekitar 124.3 per 100.000 perempuan
didiagnosis kanker payudara per tahunnya. Angka ini didasarkan pada
hasil SEER (Surveillance, Epidemiology, and End Result dari National
Cancer Institute) tahun 2005-2009. Usia tengah dimana seseorang
didiagnosis dan meninggal karena kanker payudara yaitu 61 dan 68
tahun. Berikut merupakan angka insidensi dan angka kematian kanker
payudara berdasarkan ras.13
Tabel 1. Epidemiologi Kanker Payudara Berdasarkan SEER tahun 2005-2009.13Ras/Etnik Angka Insidensi Angka Kematian
All Races 124.3 /100,000 women
23.0 /100,000 women
White 127.3 /100,000 women
22.4 /100,000 women
Black 121.2 /100,000 women
31.6 /100,000 women
Asian/Pacific Islander 94.5 /100,000 women
11.9 /100,000 women
American Indian/Alaska Native
80.6 /100,000 women
16.6 /100,000 women
Hispanic 92.7 /100,000 women
14.9 /100,000 women
Etiologi dan Faktor Risiko
Studi epidemiologis menunjukkan beberapa faktor risiko yang
dapat meningkatkan kesempatan wanita mengalami kanker payudara.
Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko
terbentuknya kanker payudara, termasuk usia yang menua, riwayat
keluarga, paparan terhadap hormon reproduksi wanita (baik endogen
maupun eksogen), faktor makanan, penyakit payudara yang jinak, dan
faktor lingkungan. Mayoritas dari faktor-faktor ini memberikan
peningkatan kecil atau sedang terhadap peningkatan risiko pada
seorang wanita. Diperkirakan sekitar 50% wanita yang memiliki kanker
payudara tidak memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi selain
umur dan jenis kelamin wanita. Sejak kanker payudara menjadi
penyakit wanita yang cukup banyak, jenis kelamin seringnya bahkan 9
tidak dihiraukan lagi. Pentingnya umur kadang-kadang juga diabaikan.
Banyak wanita, khususnya wanita muda, terlalu berlebihan dalam
menilai risiko yang mereka miliki sehingga dapat mengalami kanker
payudara. Umur memainkan peran penting dalam risiko kanker
payudara. 11
Tabel 2. Faktor Risiko pada Kanker Payudara dan Risiko Relatif Terkait 14
Faktor Risiko Kategori RisikoRisiko Relatif
Mutasi sel Germ BRCA-1 dan lebih
muda dari 40 tahun
BRCA-1 dan lebih tua
dari 69 years old
200
15
Penyakit payudara
proliferatif
Karsinoma lobular in
situ
Karsinoma duktal in
situ
16.4
17.3
Riwayat pribadi kanker
payudara
Kanker payudara
invasif6.8
Paparan radiasi ion Penyakit Hodgkin 5.2
Riwayat keluarga Keluarga (dengan
kanker payudara
premenopause dan
atau postmenopause)
terdekat tingkat
pertama
3.3
1.8
Usia melahirkan
pertama
Terapi pengganti
hormone dengan
estrogen dan
progesterone
Lebih tua dari 30
tahun
Penggunaan selama
paling tidak 5 tahun
1.7-1.9
1.3
Menarke dini Lebih muda dari 12 1.3
10
tahun
Menopause lambat Lebih tua dari 55
tahun1.2-1.5
11
Klasifikasi
Seluler
Berikut merupakan daftar klasifikasi histologis kanker payudara.
Kanker duktal infiltratif atau invasif merupakan tipe kanker payudara
yang paling sering ditemukan, sekitar 70-80% dari seluruh kasus.9
1. Karsinoma, NOS (tidak terspesifikasi)
2. Duktal
a. Intraduktal (in situ)
b. Invasif dengan komponen intraduktal dominan
c. Invasif, NOS
d. Komedo
e. Inflamatorik
f. Medullaris dengan infiltrat limfositik
g. Musinosa (koloid)
h. Papillaris
i. Schirrous
j. Tubular, dan lainnya
3. Lobular
a. In situ
b. Invasif dengan komponen in situ dominan
c. invasif
4. Puting
a. Paget’s disease, NOS
b. Paget’s disease dengan karsinoma intraduktal
c. Paget’s disease dengan karsinoma duktal invasif
5. Lainnya, karsinoma tak terdiferensiasi
Cystosarcoma phylloides, angiosarcoma, dan primary
lymphomamerupakan subtipe tumor payudara tetapi tidak tergolong
dalam kanker payudara tipikal.9
Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) mengeluarkan
strategi untuk mengelompokkan pasien sebagai pandangan awal
12
terhadap prognosis kanker. Keputusan terapi diformulasikan
berdasarkan stadium penyakit tetapi pada intinya didasarkan pada
ukuran tumor, kondisi kelenjar limfa, kadar estrogen dan progesteron-
reseptor pada jaringan tumor, status menopausal, dan kesehatan umum
pasien. AJCC telah mendesain sistem stadium ini dengan klasifikasi
TNM. 9
Tumor Primer (T)9,10Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis : Karsinoma in situ: karsinoma intraduktal, karsinoma
lobular in situ, atau Paget’s disease di puting susu tanpa
tumor yang berhubungan
T1 : Tumor ≤ 20 mm pada dimensi terbesar
T1mic : Tumor ≤ 1 mm pada dimensi terbesar
T1a : Tumor > 1 mm tapi ≤ 5 mm pada dimensi
terbesar
T1b : Tumor > 5 mm tapi ≤ 10 mm pada dimensi
terbesar
T1c : Tumor > 10 mm tapi ≤ 20 mm pada dimensi
terbesar
T2 : Tumor > 20 mm tapi ≤ 50 mm pada dimensi terbesar
T3 : Tumor > 50 mm pada dimensi terbesar
T4 : Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke
dinding dada tidak melibatkan muskulus pectoralis serta
dengan/tanpa keterlibatan kulit (ulserasi/nodul kulit).
Catatan: Invasi yang hanya melibatkan dermis tidak
termasuk dalam T4
T4a : Perluasan ke dinding dada
T4b : Ulserasi dengan/tanpa nodul-nodul satelit ipsilateral
dengan/tanpa edema (termasuk peau d’orange) kulit,
yang tidak memenuhi kriteria karsinoma inflamatorik.
T4c : T4a dan T4b
13
T4d : Karsinoma inflamatorik (Kondisi klinikopatologi yang
ditandai dengan indurasi difus tegas dari kulit
payudara dengan tepi erisipeloid, biasanya tanpa
massa yang dapat teraba. Secara radiologis dapat
terdeteksi sebagai massa dan penebalan kulit di atas
payudara.
Gambar 4. Klasifikasi Ukuran Tumor Primer.10
Kelenjar Limfa Regional (N)9,101. Klinis
Nx : Kelenjar limfa regional tidak dapat dinilai (contohnya, telah diangkat)N0 :Tidak ada metastasis ke kelenjar limfa regionalN1 : Metastases ke kelenjar limfa axillaris ipsilateral yangdapat digerakkanN2 : Metastasis ke kelenjar limfa axillaris ipsilateral yang terfiksir
N2a : Metastasis ke kelenjar limfa axillaris ipsilateral yang terfiksir di kelenjar limfa lainnya atau struktur lainnya
N2b : Metastasis hanya terdeteksi secara klinis ke kelenjar limfa mammaria internal ipsilateral tanpa bukti metastasis ke kelenjar limfa axillaris
N3 : Metastasis ke kelenjar limfa mammaria interna.N3a : Metastasis ke kelenjar limfa infraclavicular
ipsilateralN3b : Metastasis ke kelenjar limfa mammaria interna
ipsilateral dan axillarisN3c : Metastasis ke kelenjar limfa supraclavicular ipsilateral
14
15
Gambar 5. Klasifikasi Kelenjar Limfa Regional
2. PatologispNX : Kelenjar limfa regional tidak dapat dinilai (sebelumnya
telah diangkat atau untuk pemeriksaan patologis)pN0 : Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional secara
histologis, tidak ada pemeriksaan tambahan untuk sel tumor terisolasi (ITC)pN0(i-) : Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional
secara histologis, imunohistokimia (IHC) negatifpN0(i+) : Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional
secara histologis, imunohistokimia (IHC) positif, tidak ada kelompok IHC >0.2mm
pN0(mol+) : Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional secara histologis, temuan molekuler (RT-PCR) negatif
pN0(mol-) : Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional secara histologis, temuan molekuler (RT-PCR) positif
pN1 : Metastasis pada 1 dari 3 kelenjar limfa axillaris, dengan/tanpa kelenjar mammaria interna dengan adanya penyakit dideteksi oleh pembelahan kelenjar limfa sentinel tetapi tidak ada secara klinispN1mi : Mikrometastasis (0.2-2.0 mm)pN1a : Metastasis pada 1 dari 3 kelenjar limfa axillarispN1b : Metastasis pada kelenjar limfa mammaria
interna dengan penyakit mikroskopis dideteksi oleh pembelahan kelenjar limfa sentinel tetapi tidak ada secara klinis
pN1c : Metastasis pada 1 dari 3 kelenjar limfa axillaris dan kelenjar limfa mammaria interna dengan penyakit mikroskopis dideteksi oleh pembelahan kelenjar limfa sentinel tetapi tidak ada secara klinis
pN2 : Metastasis pada 4 dari 9 kelenjar limfa axillaris, atau pada tampakan klinis pada kelenjar limfa mammaria interna dengan ketiadaan metastasis kelenjar limfa axillarispN2a : Metastasis pada 4 dari 9 kelenjar limfa axillaris
(paling tidak satu deposit tumor berukuran >2.0 mm)
pN2b : Metastasis pada tampakan klinis kelenjar mammaria interna dengan ketiadaan metastasis
16
pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kelenjar limfa axillaris, atau pada kelenjar limfa infraclavicular atau pada tampakan klinis kelenjar mammaria interna dengan adanya keterlibatan 1 atau lebih kelenjar limfa axillaris; atau lebih dari 3 kelenjar limfa axillaris dengan metastasis mikroskopis negatif secara klinis pada kelenjar mammaria interna; atau pada kelenjar limfa supraclavicular ipsilateral.pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kelenjar limfa
axillaris (paling tidak deposit tumor >0.2 mm), atau metastasis ke kelenjar limfa infraclavicular.
pN3b : Metastasis pada tampakan klinis kelenjar mammaria interna dengan adanya keterlibatan 1 atau lebih kelenjar limfa axillaris; atau lebih dari 3 kelenjar limfa axillaris dan pada kelenjar limfa mammaria interna dengan penyakit mikroskopis dideteksi pada pembelahan kelenjar limfa sentinel tetapi tidak tampak secara klinis.
pN3c : Metastasis ke kelenjar limfa supraclavicular ipsilateral
Metastasis (M)9,10Mx : Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0 : Tidak ada bukti klinis atau radiografi yang menunjukkan
adanya metastasiscM0(i+) : Tidak ada bukti klinis atau radiografis yang
menunjukkan adanya metastasis, tetapi deposit sel tumor terdeteksi secara molekuler atau mikroskopis pada sirkulasi darah, sumsum tulang, atau jaringan kelenjar nonregional yang tidak lebih dari 0.2 mm pada pasien tanpa gejala atau tanda metastasis
M1 : Metastasis terdeteksi secara klinis atau radiografis yang bermakna dengan/tanpa bukti histologis lebih dari 0.2 mm (termasuk metastasis ke kelenjar limfa supraclavicular)
Tabel 3. Pengelompokan Stadium Kanker Payudara Berdasarkan AJCC.10
StadiumTumor Primer
Kelejar Limfa Regional
Metastasis
0 Tis N0 M0IA T1 N0 M0
IBT0T1
N1micN1mic
M0M0
IIAT0T1T2
N1N1N1
M0M0M0
17
IIBT2T3
N1N0
M0M0
IIIA
T0T1T2T3T3
N2N2N2N1N2
M0M0M0M0M0
IIIBT4T4T4
N0N1N2
M0
IIIC T(apapun) N3 M0
IV T(apapun) N(apapun) M1
18
Status PenampilanStatus WHO 15
1 : Baik, dapat bekerja normal2 : Cukup, tidak dapat bekerja berat, ringan bisa3 : Lemah, tidak dapat bekerja, tapi dapat jalan & merawat diri sendiri, 50% dari
waktu sadar4 : Jelek, tidak dapat jalan, dapat bangun & rawat diri sendiri, perlu tiduran
> 50% waktu sadar5 : Jelek sekali, tidak dapat bangun & rawat diri sendiri, hanya
tiduran saja
Status Karnofsky 15100 % : Mampu melaksanakan aktivitas normal, tanpa keluhan / tidak ada kelainan90 % : Tidak perlu perawatan khusus, keluhan gejala minimal80 % : Tidak perlu perawatan khusus, dengan beberapa keluhan / gejala.70 % : Tidak mampu bekerja, mampu merawat diri60 % : Kadang perlu bantuan tetapi umumnya dapat melakukan
untuk keperluan sendiri.50 % : Perlu bantuan dan umumnya perlu obat-obatan40 % : Tidak mampu merawat diri, perlu bantuan dan perawatan khusus30 % : Perlu pertimbangan rawat di RS20 % : Sakit berat, perlu perawatan RS10 % : Mendekati kematian0 % : Meninggal dalam iman (Dying in dignity)
Penatalaksanaan
TERAPI PALIATIF PADA KANKER PAYUDARAKemoterapi Paliatif
Kemoterapi paliatif merupakan istilah yang dapat berarti banyak. Dalam arti yang luas, istilah ini mengarah kepada penggunaan obat antikanker dalam menangani keganasan yang tidak dapat diobati. Hal ini hanyalah salah satu aspek dari spektrum yang luas mengenai terapi paliatif pada pasien-pasien dengan keganasan. WHO mendefinisikan terapi paliatif sebagai terapi aktif total pada pasien-pasien yang menderita penyakit yang tidak berespon terhadap terapi kuratif. 16
Kemoterapi paliatif digunakan dengan terapi antikanker lainnya jika dapat menurunkan morbiditas terkait-terapi, bahkan jika tidak dapat meningkatkan kemungkinan penyembuhan. Fungsi organ dapat
19
dipertahankan pada pasien-pasien dengan keganasan melalui kombinasi kemoterapi dan terapi paliatif.16
Akan tetapi, mayoritas keganasan dengan metastasis pada orang dewasa tidak dapat disembuhkan dengan kemoterapi. Radioterapi Paliatif
Bedah Paliatif
20
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO breast cancer introduction2. WHO breast cancer burden3. WHO cancer paliatif4. NCI breast35. abc of paliatif care6. Graaff VD. Female Reproductive System. Human Anatomy. 6 ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2001. p. 738-40.7. Sherwood L. Sistem Reproduksi. In: Santoso BI, editor. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 2 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. p. 732.8. Guyton AC, Hall JE. Kehamilan dan Laktasi. In: Rachman LY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, editors. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. p. 1092.9. Cancer staging and Treatment10. AJCC11. lippincott cancer, principles, practice 200112. WHO cancer13. NCI breast htm html14. MD Anderson surgical oncology handbook 4th ed15. slide kuliah prof.16. Berger
21