Upload
rifky-wy
View
102
Download
18
Embed Size (px)
Citation preview
i
MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL
MOLECULAR SIEVE DAN APLIKASINYA PADA
PROSES DEHIDRASI BIOETANOL
KHAIDIR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Modifikasi Zeolit Alam sebagai
Material Molecular Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Khaidir
NIM. F351070031
iv
v
ABSTRACT
KHAIDIR. Modification of Natural Zeolite into Molecular Sieve Material and Its
Application in Bioethanol Dehydration. Under the Supervision of DWI
SETYANINGSIH and HERY HAERUDIN.
Bioethanol dehydration process carried out using modified zeolites. Modifications
made to improve the physical properties of natural zeolites, including pore size,
chemical composition, and the ratio of Si/Al, so that the hydrophilic and become
more effective in water adsorption. The objective of this study was to examine the
methods in the modification of natural zeolite structure to obtain suitable
characteristics for bioethanol dehydration, to get the best conditions of bioethanol
dehydration, and to know the grades increase of bioethanol and adsorption
capacity for each sample of modified zeolites. The natural zeolites were modified
through hydrothermal synthesis at the temperature of 95 - 100o C, while the
bioethanol dehydration process was carried out using a distillation system and
batch adsorption. The modified zeolites mostly turned into zeolite type A in the
form of sodium aluminosilicate. Zeolite samples leading to the structure of zeolite
NaA were ZAM2, ZAM3, ZAM5 and ZAM6. The content of ethanol in
bioethanol increased after the adsorption process of each zeolite sample. The
ability of modified natural zeolites (ZAM2 and ZAM5) to increase the grade of
bioethanol was better compared with that of purely natural zeolites (without
modification), and this was also the case with their capacity of water adsorption in
the bioethanol sample. The increased percentages of bioethanol grades in the
immersion method using ZAM2 and ZAM5 with bioethanol of 90% were
respectively 1.22% and 1.38%, while with bioethanol of 95% the percentages
were 1.27% and 1.08%. Meanwhile, the resulted levels of bioethanol using purely
natural zeolites with bioethanol of 90% and 95% were respectively 0.62% and
0.72%. The maximum capacity of adsorption was 17.67% for ZAM5 in the
immersion with bioethanol of 90% for 24 hours. In general, the grade of ethanol
increased after the adsorption process that uses all the modified zeolite samples.
Keywords: bioethanol, dehydration, modified zeolite, zeolite A
vi
vii
RINGKASAN
KHAIDIR. Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan
Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol. Dibimbing oleh DWI
SETYANINGSIH dan HERY HAERUDIN.
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula).
Bioetanol yang dihasilkan sangat tidak murni, sehingga memerlukan pengolahan
lebih lanjut (Clark 2007). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan bakar
(biofuel) perlu dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade
ethanol (FGE). Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus betul-betul kering
(anhidrat) supaya tidak korosif. Jika bioetanol masih mengandung air sebesar 4 5% akan mempengaruhi kinerja mesin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi.
Proses dehidrasi dilakukan untuk memperoleh etanol dengan kadar lebih besar
dari 99%.
Penggunaan zeolit alam dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi masih terbatas
karena distribusi pori yang tidak seragam dan bukan merupakan jenis zeolit
tunggal. Zeolit alam Indonesia merupakan campuran dari beberapa senyawa kimia
pembentuk batuan. Zeolit 3A (Z3A) memiliki ukuran pori 3 dengan rasio Si/Al
adalah 1,0. Zeolit dengan kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik,
sebaliknya zeolit dengan kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen
1980). Rasio Si/Al dalam zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit
alam kurang hidrofilik dibandingkan dengan Z3A.
Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi struktur zeolit alam untuk
mendapatkan zeolit dengan rasio Si/Al mendekati 1,0 dengan distribusi ukuran
pori yang seragam dan hampir sama dengan Z3A. Zeolit hasil modifikasi
diharapkan dapat digunakan pada proses adsorpsi dan dehidrasi terutama dalam
proses pemurnian bioetanol kualitas bahan bakar.
Modifikasi zeolit dilakukan melalui sintesis hidrotermal pada temperatur 95 100
oC. Proses modifikasi dilakukan melalui aluminasi zeolit menggunakan
beberapa sumber alumina. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium
oksida, aluminium nitrat, tawas, dan kaolin. Zeolit hasil modifikasi diberi kode
ZAM1, ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Karakterisasi yang dilakukan
meliputi analisis komposisi kimia menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) dan
Energy Dispersive X-Ray (EDX), struktur zeolit menggunakan XRD, sedangkan
luas permukaan, volume dan diameter pori menggunakan Pore Size Distribution
Analysis (PSDA).
Proses dehidrasi bioetanol dilakukan menggunakan metode destilasi dan
perendaman (batch adsorption) dengan kadar bioetanol umpan adalah 90 dan
95%. Metode destilasi dilakukan menggunakan ZAM1, sedangkan metode
perendaman dilakukan menggunakan ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6.
Analisis statistik dilakukan terhadap data peningkatan kadar bioetanol dan
kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air pada percobaan proses dehidrasi
menggunakan metode perendaman.
Hasil karakterisasi terhadap sampel zeolit menunjukkan bahwa terjadi
penurunan rasio Si/Al dalam sampel zeolit hasil modifikasi. Luas permukaan
viii
sampel zeolit yang dihasilkan berdasarkan pendekatan isoterm adsorpsi BET
(Bunauer, Emmett, & Teller) menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sampel
zeolit alam murni, begitu juga dengan volume porinya kecuali ZAM1. Diameter
pori sebelum dan setelah modifikasi tidak terjadi perubahan yang signifikan,
artinya ukuran pori zeolit hasil modifikasi masih mendekati ukuran pori sampel
zeolit alam. Berdasarkan pada pola difraksi sinar-X yang diperoleh, zeolit yang
dimodifikasi sudah mengarah pada pembentukan zeolit A dalam bentuk sodium,
antara lain ZAM2, ZAM3, ZAM5 dan ZAM6. Namun, hasil yang diperoleh masih
belum murni dan diduga masih merupakan campuran dari beberapa jenis zeolit
seperti klinoptilolit, filipsit, natrolit, dan mordenit.
Aplikasi zeolit hasil modifikasi pada proses dehidrasi bioetanol menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi. Kemampuan
zeolit alam modifikasi (ZAM2 dan ZAM5) dalam menaikkan kadar bioetanol
lebih baik jika dibandingkan dengan zeolit alam murni (tanpa modifikasi). Begitu
juga dengan kapasitas adsorpsinya terhadap air dalam sampel bioetanol.
Persentase kenaikan kadar bioetanol menggunakan ZAM2 dan ZAM5 pada
metode perendaman dengan bioetanol 90% berturut-turut adalah 1,22 % dan
1,38%, sedangkan pada bioetanol 95% adalah 1,27% dan 1,08%. Sementara itu,
kemampuan peningkatan kadar bioetanol menggunakan zeolit alam murni pada
bioetanol kadar 90% dan 95% berturut-turut adalah 0,62% dan 0,72%. Kapasitas
adsorpsi air maksimum adalah 17,67% yang dimiliki oleh ZAM5 pada perlakuan
perendaman dalam bioetanol 90% selama 24 jam, namun masih kurang selektif
jika dibandingkan dengan zeolit sintetis (Z3A).
Kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol dari semua jenis
zeolit yang digunakan tidak mengalami penurunan yang siginifikan pada saat
digunakan kembali pada proses dehidrasi. Kemampuan zeolit setelah regenerasi
hampir sama dengan pada saat penggunaan pertama, dengan kata lain zeolit
tersebut masih layak untuk digunakan kembali pada proses dehidrasi bioetanol
selanjutnya. Kapasitas adsorpsi sampel zeolit hasil modifikasi terhadap air dalam
bioetanol sudah menunjukkan hasil yang cukup bagus jika dibandingkan dengan
sampel zeolit alam. Bahkan kapasitas adsorpsi zeolit alam modifikasi melebihi
kapasitas adsorpsi zeolit 3A, namun kelemahan dari zeolit alam modifikasi adalah
masih mengadsorpsi bioetanol dalam jumlah yang besar pula. Hal ini terlihat dari
berkurangnya jumlah bioetanol setelah proses adsorpsi menggunakan ZAM3,
ZAM4, dan ZAM5. Jika dibandingkan dengan proses dehidrasi menggunakan
metode destilasi, maka metode perendaman (batch adsorption) masih kurang
bagus karena menyebabkan terjadinya pengurangan volume bioetanol yang cukup
besar.
Kata kunci: bioetanol, dehidrasi, zeolit termodifikasi, zeolit A
ix
Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
x
xi
MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL
MOLECULAR SIEVE DAN APLIKASINYA PADA
PROSES DEHIDRASI BIOETANOL
KHAIDIR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
xii
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ono Suparno, STP, MT.
xiii
Judul Tesis : Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular
: Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol
Nama Mahasiswa : Khaidir
NIM : F351070031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Dr. rer.nat. Hery Haerudin
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Industri Pertanian Sekretaris Program Magister
Dr. Ir. Machfud, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 8 Juli 2011 Tanggal Lulus :
xiv
xv
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan
judul Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan Aplikasinya
pada Proses Dehidrasi Bioetanol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si
dan Bapak Dr.rer.nat Hery Haerudin selaku komisi pembimbing yang telah
dengan sabar memberikan bimbingan, bantuan, serta motivasi baik berupa moril
maupun materil selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis,
kepada Bapak Dr. Ono Suparno, STP, MT, terima kasih atas kesediaannya
sebagai penguji luar komisi dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat
terhadap hasil penelitian, terima kasih juga kepada Ibu Dr. Ir. Titi Chandra
Sunarti, M.Si., atas saran dan masukan yang sangat berarti terhadap
kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini.
Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Pertanian - Unimal
selaku atasan, terima kasih atas izinnya untuk melanjutkan studi pada Program
Studi Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam atas bantuan
yang telah diberikan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui Program
BPPS tahun 2007, Kementerian Riset dan Teknologi atas bantuan melalui
Program Hibah Riset Peningkatan Kapasitas IPTEK. Ibu Ir. Rd. Selvy Handayani,
M.Si dan Bapak Ismadi, S.P, M.Si, terima kasih atas masukan dan bantuannya
dalam pengolahan data statistik. Bapak Ir. Alixie Heryandie Bronto Adi, MT,
terima kasih atas bantuan, masukan dan sarannya. Ibu Prof. Dr. Erliza Hambali
selaku pimpinan Surfactant and Bioenergy Research Centre (SBRC), terima kasih
atas izin melakukan penelitian di Laboratorium SBRC LPPM IPB.
Bapak Toni Toha dan CV. Transindo Utama, terima kasih atas sampel zeolit
yang telah diberikan, Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si, Pak Dadang Setiawan, SE,
Pak Didik A Sudika, Pak Ahmad Junaedi, Pak Slamet Chaerudin beserta staf
Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan lainnya, terima kasih atas kerjasamanya
xvi
selama proses analisis sampel di laboratorium. Ibu Titik Hari Ujianti beserta staf
Laboratorium dan Technical Service Pertamina, Bapak Jajat Sudradat selaku
Kepala Laboratorium FT KimiaUI, terima kasih atas kerjasamanya selama
proses analisis sampel zeolit.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Zaenal Abidin
atas sharing informasi tentang zeolit alam dan analisis sampel zeolit di Jepang,
Bapak Dr. Ir. Irzaman, M.Si, terima kasih atas masukan dan sarannya, Prof. Dr.
Ani Suryani, DEA dan seluruh staf pengajar TIP, staf laboratorium, Ibu
Nurjannah beserta staf administrasi Fateta IPB lainnya, Saiful Firmansyah terima
kasih atas bantuannya pada analisis sampel bioetanol, Guntoro, Obi, Taufik,
Jaelani, Wiwin, Anas, Otto, Feri, Pak Ratno, Pak Heri serta seluruh staf SBRC,
Ayi Fisika 44 terima kasih atas software JCPDS-nya, Tim Penelitian dan teman-
teman TIP 2007, Zulkifli AK, Muliari Ayi, Masda Azmi, Mukhlis Hidayat, Agus
Nauval, rekan-rekan IKAMAPA dan IMTR, serta semua pihak yang telah
membantu kelancaran studi dan terselesaikannya penelitian serta penyusunan tesis
ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda M. Sufi Yunus
dan Ibunda Manawiyah, atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya yang tak
ternilai dengan harta benda. Istri tercinta adinda Mailidar, atas dukungan, doa, dan
kesabarannya dalam menemani dan membantu penulis selama penelitian, adik-
adikku Dahniar dan Akmal, Zulfikar, Faisal, Vira dan Raja, Pakwa Anwar Fuadi,
Nek Idah, Om Bawi, Tante Boby, Om Lan, Tante Ida, Cek Han, Cek Susi, Cek
Mun dan Cek Feri, serta seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, terima kasih atas dukungan moril dan materilnya selama penulis
menyelesaikan studi S2 (Magister Sains).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Khaidir
NIM. F351070031
xvii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kandang pada tanggal 17 April 1977 dari ayah
Muhammad Sufi Yunus dan ibu Manawiyah. Penulis merupakan putra pertama
dari enam bersaudara.
Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lhokseumawe dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk Universitas Syiah Kuala melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk Universitas (USMU). Penulis memilih jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2007, penulis diterima di
Program Mayor Teknologi Industri Pertanian pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Beasiswa pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
sejak tahun 2005.
Bogor, Juli 2011
Khaidir
NIM. F351070031
xviii
xix
DAFTAR ISI
ABSTRACT ........................................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xxi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xxvii
1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
2.1 Bioetanol ................................................................................................. 5
2.2 Dehidrasi ................................................................................................. 6
2.3 Molecular Sieve (Penyaring Molekular)................................................. 8
2.4 Zeolit Molecular Sieve (ZMS) .............................................................. 10
2.5 Karakterisasi ZMS ................................................................................ 15
2.5.1 Fluoresensi Sinar-X dan Energy Dispersive X-Ray ................. 15
2.5.2 Difraksi Sinar-X ........................................................................ 16
2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM) ..................................... 17
2.5.4 Analisis Distribusi Pori Zeolit .................................................. 18
2.6 Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Alam dan Zeolit A Sintetis 19
3 METODE PENELITIAN ............................................................................ 23
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................ 23
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 23
3.3 Metodologi ........................................................................................... 23
3.3.1 Modifikasi zeolit alam ............................................................... 23
3.3.2 Karakterisasi zeolit termodifikasi ............................................. 26
3.3.3 Aplikasi zeolit termodifikasi dalam dehidrasi bioetanol .......... 26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 31
4.1 Modifikasi Zeolit .................................................................................. 31
4.1.1 Karakteristik zeolit alam (ZA) .................................................. 31
4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi .. 32
4.2 Aplikasi Zeolit Termodifikasi Pada Proses Dehidrasi Bioetanol ......... 43
4.2.1 Metode Destilasi ....................................................................... 43
4.2.2 Metode Perendaman (Batch Adsorption) ................................. 46
5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 53
Halaman
xx
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 53
5.2 Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN ......................................................................................................... 61
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan
gasolin ....................................................................................................... 6
Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut ........... 8
Tabel 3 Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya ............................ 15
Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve .................................. 20
Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve ............... 21
Tabel 6 Perbandingan komposisi kimia zeolit bayah terhadap zeolit sintetis
mordenit dan klinoptilolit ....................................................................... 32
Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode XRF .................. 34
Tabel 8 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode EDX ................. 35
Tabel 9 Hasil analisis karakteristik pori zeolit .................................................... 37
Tabel 10 Klasifikasi distribusi ukuran pori (IUPAC 1985) .................................. 38
Tabel 11 Intensitas relatif sampel zeolit pada masing-masing 2 derajat ............. 40
Tabel 12 Pengaruh jenis zeolit dan pemakaian ulang zeolit terhadap persentase
kenaikan kadar bioetanol 90% ................................................................ 49
Halaman
xxii
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Susunan heksagonal satuan (unit) SiO4. ............................................. 11
Gambar 2 Struktur zeolit tipe A dan X. .............................................................. 14
Gambar 3 Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular sieve 4A. ......... 14
Gambar 4 Diagram alat difraksi sinar-X. ............................................................ 17
Gambar 5 Berkas elektron yang dideteksi SEM. ................................................ 18
Gambar 6 Diagram alir proses sintesis ZAM1. ................................................... 24
Gambar 7 Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6. .......................... 25
Gambar 8 Rangkaian peralatan proses dehidrasi bioetanol sederhana. .............. 27
Gambar 9 Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi. ......... 28
Gambar 10 Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman. ............ 28
Gambar 11 Zeolit hasil modifikasi sebelum dan sesudah pengeringan
menggunakan metode asidifikasi-realuminasi. .................................. 34
Gambar 12 Zeolit alam modifikasi dalam bentuk granula ukuran 3 5 mm. ...... 35
Gambar 13 Pola difraksi sinar-X sampel zeolit. ................................................... 39
Gambar 14 Foto mikro sampel zeolit alam dan zeolit 3A. ................................... 41
Gambar 15 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3. ........................... 42
Gambar 16 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6. ...................... 42
Gambar 17 Diagram kesetimbangan fase uap dan cair campuran etanol-air. ....... 44
Gambar 18 Kadar etanol sebelum dan sesudah proses dehidrasi menggunakan
metode destilasi. ................................................................................. 45
Gambar 19 Persentase kenaikan kadar bioetanol 90%. ........................................ 46
Gambar 20 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 90%. ...................... 47
Gambar 21 Pendekatan adsorpsi isotermis Brunauer, Emmett, & Teller. ............ 48
Gambar 22 Persentase kenaikan kadar bioetanol 95%. ........................................ 49
Gambar 23 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 95%. ...................... 50
Gambar 24 Diagram Interaksi air dengan kation natrium (Na). ........................... 52
Halaman
xxiv
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar beberapa alat yang digunakan dalam penelitian .................. 63
Lampiran 2 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan EDX.......................... 65
Lampiran 3 Data Hasil Analisis Luas Permukaan BET sampel zeolit.................. 67
Lampiran 4 Rataan kadar dan massa bioetanol pada proses dehidrasi ................. 69
Lampiran 5 Data analisis sidik ragam, uji Duncan PKB dan KAZ ...................... 71
Halaman
xxvi
xxvii
DAFTAR SINGKATAN
BET = Brunauer, Emmett, & Teller
BPE = Biosinergi Prima Engineering
DMRT = Duncans Multiple Range Test
EDX = Energy Dispersive X-ray
ETBE = Ethyl Tertiary Butyl Ether
EtOH = Etanol
FGE = Fuel Grade Ethanol
IUPAC = International of Pure and Applied Chemistry
JCPDS = Joint Committee on Powder Diffraction Standards
KAZ = kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air
KTK = kapasitas tukar kation
MON = motor octane number
PDMS = polydimethylsiloxane
PKB = persentase kenaikan kadar bioetanol
PSA = Pressure Swing Adsorption
PSDA = Pore Size Distribution Analysis
RAL = rancangan acak lengkap
SEM = Scanning Electron Microscopy
XRD = X-ray Diffractometer
XRF = X-ray Fluorescense
Z3A = zeolit sintetis 3A
ZA = zeolit alam
ZAA = zeolit alam hasil perlakuan asam
ZAM = zeolit alam modifikasi
ZMS = zeolit molecular sieve
xxviii
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang
dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi hanya mampu menghasilkan
etanol dengan persentase 95% atau secara teoritis < 97,20% (Onuki 2006). Proses
produksi bioetanol berbeda dengan proses produksi etanol yang umum digunakan
dalam industri etanol. Etanol skala industri dihasilkan melalui hidrasi senyawa
alkena dengan uap air menggunakan katalis SiO2 padat yang dilapisi dengan asam
fosfat (Clark 2007). Proses pembuatan dilakukan dengan mengalirkan pereaksi di
atas sebuah katalis secara terus-menerus. Proses ini sangat cepat dan
menghasilkan etanol dengan kemurnian tinggi, namun terbatas pada ketersediaan
sumber bahan baku.
Sementara itu, pada proses produksi bioetanol tidak mengalami kendala
terhadap ketersediaan sumber bahan baku. Sumber bahan baku untuk produksi
bioetanol berasal dari material tanaman yang renewable. Hampir semua tanaman
yang mengandung karbohidrat dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pada
proses produksi bioetanol. Proses pembuatan bioetanol dilakukan dengan
mencampurkan semua bahan ke dalam sebuah wadah dan kemudian dibiarkan
sampai fermentasi selesai. Kumpulan bahan ini kemudian dikeluarkan dan sebuah
reaksi baru dilangsungkan. Bioetanol yang dihasilkan memiliki kadar 10% dengan
kandungan air yang cukup banyak, sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut
(Clark 2007). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu
dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE).
Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus betul-betul kering dan anhidrat
supaya tidak korosif. Jika bioetanol masih mengandung air sebesar 4 5% akan
mempengaruhi kinerja mesin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi.
Proses dehidrasi dilakukan untuk memperoleh etanol dengan kadar lebih
besar dari 99%. Pada penelitian ini, proses dehidrasi bioetanol dilakukan melalui
metode adsorpsi menggunakan zeolit molecular sieve. Pemilihan zeolit sebagai
bahan penyerap pada proses dehidrasi bioetanol didasarkan pada beberapa
pertimbangan antara lain : (1) ketersediaan zeolit alam Indonesia yang melimpah,
2
(2) harga zeolit alam yang murah, (3) tidak memerlukan input energi yang tinggi,
(4) dan tidak akan menyebabkan kontaminasi terhadap etanol yang dihasilkan
setelah proses dehidrasi. Zeolit merupakan senyawa alumino silikat yang
mengandung unsur alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi, memiliki
pori/saluran kosong yang berhubungan satu sama lainnya ke segala arah. Zeolit
memiliki kemampuan menyerap dan menyaring molekul, bersifat sebagai penukar
ion, dapat digunakan sebagai katalis, memiliki sifat hidratasi dan dehidratasi.
Pori-pori yang terbuka adalah sangat kecil (pori terbuka tersebut diukur
dalam Angstrom atau nanometer) tetapi mendorong ke arah struktur internal yang
lebih besar (serupa pintu keluar masuk yang banyak di dalam ruang yang lebih
besar). Zeolit yang umum digunakan dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi
merupakan zeolit sintetis tipe A (Pfeninger 1999) dengan ukuran pori yang
seragam (Kohl 2004). Zeolit A yang umum digunakan pada proses dehidrasi atau
pengeringan etanol adalah zeolit 3A, 4A dan 5A. Zeolit 3A lebih disukai karena
memiliki ukuran pori yang paling sesuai untuk pemisahan campuran etanol-air
(Al-Asheh et al. 2004). Molekul etanol dengan ukuran diameter pori 4,4 akan
sulit masuk ke dalam pori dengan ukuran 3 . Molekul air dengan ukuran
diameter 2,8 dapat masuk dengan baik ke dalam pori-pori penyaring molekular.
Sebagai tambahan terhadap penyaringan alami dari penyaring molekular, adsorpsi
pada permukaan juga berperan penting terhadap efisiensi dari pemisahan (Kohl
2004).
Di Indonesia, zeolit di alam tersedia melimpah terutama untuk kawasan
yang dilalui gugusan gunung berapi. Sedikitnya 50 lokasi telah diketahui
mengandung mineral zeolit yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Produksi zeolit di Indonesia saat ini
diperkirakan sebanyak 100.000 ton pertahun dihasilkan oleh sekitar 20 perusahaan
(Suwardi 2000).
Penggunaan zeolit alam dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi masih terbatas
karena distribusi pori yang tidak seragam dan bukan merupakan jenis zeolit
tunggal. Sebagian besar zeolit alam Indonesia merupakan campuran dari beberapa
senyawa kimia pembentuk batuan. Akibatnya ukuran pori tidak seragam, sehingga
perlu dilakukan modifikasi. Zeolit 3A memiliki ukuran pori 3 dengan
3
kandungan ion Na+ dan K
+ yang sesuai dan rasio Si/Al adalah 1,0. Zeolit dengan
kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik, sebaliknya zeolit dengan
kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen 1980). Rasio Si/Al dalam
zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit alam kurang hidrofilik
dibandingkan dengan Z3A.
Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi struktur zeolit alam untuk
mendapatkan zeolit dengan rasio Si/Al mendekati 1,0 dengan distribusi ukuran
pori yang seragam dan hampir sama dengan Z3A. Zeolit hasil modifikasi
diharapkan dapat digunakan pada proses adsorpsi dan dehidrasi terutama dalam
proses pemurnian bioetanol kualitas bahan bakar.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mempelajari metode modifikasi struktur zeolit alam sehingga memiliki
karakteristik yang sesuai untuk digunakan pada proses dehidrasi bioetanol.
2. Mendapatkan kondisi proses dehidrasi bioetanol terbaik.
3. Mengetahui kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup :
1. Zeolit alam yang digunakan berasal dari daerah Bayah, Provinsi Banten, yang
diperoleh dari CV. Transindo Utama-Bandung dengan ukuran 3 mm dan
bubuk ukuran 150 mesh.
2. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari PT. Nature and
Environment Energy (NNE) dengan kadar 90 95%.
3. Modifikasi zeolit alam sebagai material molecular sieve dilakukan melalui
metode sintesis hidrotermal pada suhu 95 100oC dengan sumber alumina
Al2O3, Al(NO3)3, dan tawas.
4. Proses dehidrasi bioetanol dilakukan melalui metode destilasi dan metode
perendaman (batch adsorption). Parameter yang diamati adalah kenaikan
kadar bioetanol dan kapasitas adsopsi zeolit.
4
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioetanol
Etanol merupakan senyawa kimia dengan rumus C2H5OH. Strukturnya
serupa dengan air, tetapi satu atom hidrogennya diganti satu gugus etil (Hart
2004). Bioetanol merupakan etanol yang diproduksi dari bahan baku tanaman
yang mengandung gula dan pati. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan
sumber pati yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,
sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk
dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioetanol. Namun dari
semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya
sangat tinggi dalam memproduksi pati sebagai bahan baku untuk pembuatan
bioetanol. Selain itu, pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku
proses produksi bioetanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi
harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya
pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan
baku untuk memproduksi setiap liter bioetanol (Nurdyastuti 2005).
Secara umum bioetanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan
campuran bahan bakar kendaraan. Mengingat pemanfaatan bioetanol beraneka
ragam, maka terdapat penggolongan kualitas (grade) bioetanol. Bioetanol yang
mempunyai kadar 90-96,5% volume dapat digunakan pada industri, sedangkan
bioetanol yang mempunyai kadar 96-99,5% volume dapat digunakan sebagai
campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Bioetanol yang
dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul
kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga bioetanol harus mempunyai
kadar sebesar 99,5-100% volume (Nurdyastuti 2005).
Etanol memiliki angka oktan lebih tinggi daripada bensin (gasolin), yang
dapat mendorong peningkatan bilangan oktan pada saat dicampur, sehingga dapat
mengurangi kebutuhan akan bahan aditif beracun seperti benzena. Lebih jauh lagi,
etanol menyediakan oksigen, sehingga pembakaran lebih sempurna dan dapat
6
mengurangi emisi CO dan hidrokarbon yang tidak terbakar, yang dapat
mencemari udara. Karakteristik fisika dan kimia utama dari bioetanol
dibandingkan terhadap bahan bakar diesel dan gasolin disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan gasolin
Diesel Etanol Gasolin
Low heating value-LHV (MJ/kg) 42,7 26,9 43,7
Low heating value-LHV (MJ/l) 36,4 21,0 32,0
Viskositas (cSt) 2,5 - -
Densitas (kg/m3) @ 15
oC 830 880 790 700 780
Bilangan oktan (MON) - 96 106 79 98 Tekanan uap @ 38
oC (psi) 0,04 2,5 7 9
Flash point (oC) 55 65 13 (-40)
Temperatur didih (oC) 17 340 78 33 213
Panas penguapan (kJ/kg) - 842 300
Suhu Auto-ignition (oC) 230 315 366 300 371
Flammability limits (oC) 64 150 13 42 (-40) (-18)
Flammability limits (% vol) 0,6 5,6 3,3 19,0 1,4 7,6
Sumber : Chiaramonti (2007)
Etanol dapat direaksikan dengan isobutilen untuk membentuk ethyl tertiary
butyl ether (ETBE) yang memberikan sifat-sifat yang menguntungkan dibanding
penambahan langsung etanol karena menghasilkan tekanan uap campuran yang
lebih rendah. Di samping itu, ETBE lebih mudah diintegrasikan ke dalam sistem
distribusi gasolin karena memiliki sifat yang sangat mirip dengan gasolin (Wyman
1996). Beberapa keuntungan dari penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar
antara lain, (1) Mengurangi pengikisan lapisan ozon melalui penurunan emisi
oksida karbon di udara, (2) Sepenuhnya dapat diperbaharui, (3) Menekan laju
peningkatan CO2 di udara melalui fotosintesis oleh tumbuhan; sementara jika
menggunakan bahan bakar fosil akan terjadi penambahan jumlah karbon di udara
akibat pengeluaran sumber karbon yang selama ini ada di dalam perut bumi.
2.2 Dehidrasi
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang
dilanjutkan dengan proses destilasi. Pemurnian bioetanol menjadi berkadar 95%
harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan
memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut. Peralatan destilasi
konvensional untuk fraksinasi kontinyu dari cairan terdiri dari tiga (3) bagian
utama :
7
Evaporator yang memerlukan panas untuk menguapkan cairan
Kolom destilator yang secara aktual berhubungan dengan sampel cairan
selama pemisahan dengan cara destilasi
Kondensor untuk pendingin dari produk akhir yang terletak pada bagian atas
(Earle & Earle 1983).
Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya
air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan
biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Bioetanol yang mengandung etanol
95% volume lebih dikenal dengan campuran azeotropik etanol-air. Campuran
azeotropik tersebut dapat dipisahkan melalui beberapa metode yang telah umum
dikenal, diantaranya destilasi azeotropik, dehidrasi melalui adsorpsi dan penyaring
molekular (molecular sieve).
Destilasi azeotropik melibatkan penambahan bahan kimia ketiga yang
disebut entrainer ke dalam sistem selama proses destilasi. Metode ini memiliki
beberapa kelemahan diantaranya : (1) Memerlukan input energi yang tinggi; (2)
Memerlukan sistem yang kompleks dari kolom untuk regenerasi bahan pengisi
(entrainer); (3) Ada kecenderungan etanol terkontaminasi dengan bahan entrainer
pada saat sistem mengalami gangguan (Kohl 2004). Metode lain yang dapat
digunakan dan lebih baik daripada metode destilasi azeotropik adalah dengan
menggunakan molecular sieve (penyaring molekular).
Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat
kemurnian lebih tinggi (99% etanol anhidrat), yang biasanya digunakan sebagai
campuran unleaded gasoline menjadi gasohol (Kurniawan et al. 2005). Proses
pemurnian bioetanol menjadi bioetanol dengan kadar 99 100 % dinamakan
dehidrasi. Hal terpenting pada dehidrasi bioetanol adalah mengeluarkan air yang
masih bercampur dengan bioetanol yang dihasilkan dari proses destilasi. Proses
destilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan persentase 95% atau secara
teoritis < 97,2% (Onuki 2006). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan
bakar (biofuel) perlu dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel
grade ethanol (FGE). Beberapa metode pemisahan telah dilakukan dan
dikembangkan untuk mendapatkan alkohol anhidrat, sehingga nantinya dapat
digunakan sebagai bahan bakar.
8
Pada awalnya, Alkohol anhidrat dibuat dengan penyerapan dari 4 5% air
yang ada di dalam alkohol 95 96% menggunakan batuan kapur. Walaupun dapat
menghasilkan alkohol anhidrat berkualitas tinggi, tetapi proses ini mahal dan
sudah diganti dengan proses yang lain. Etil alkohol (etanol) dan air membentuk
suatu azeotrop yang mengandung 95% volume alkohol. Berbagai metode telah
digunakan dan/atau disarankan untuk menghilangkan 5% air sehingga
menghasilkan alkohol 100%. Tabel 2 menunjukkan sejumlah daftar dari rute
pemisahan dan kebutuhan energi dalam penyempurnaan proses penghilangan air
di dalam alkohol (Austin 1984).
Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut
Tipe Etanol (%) Proses
Kebutuhan
pemisahan Awal Akhir energi (kJ/l)
Sempurna 10 100 Conventional dual distillation 7600 Sempurna 10 100 Ekstraksi dengan CO2 2200 2800 Sempurna 10 100 Ekstraksi pelarut 1000a Sempurna 10 100 Destilasi vakum 9800b 10 azeotrop 10 95 Destilasi konvensional 5000 10 azeotrop 10 95 Vapor recompression 1800a 10 azeotrop 10 95 multieffect vacuum 2000c Azeotrop 95 100 Destilasi azeotrop konvensional 2600 Azeotrop 95 100 Dehidrasi melalui adsorpsi 335d Azeotrop 95 100 Penyaring molekular 1300 1750 yang lain 3 10 Reverse Osmosis 140
a Gambaran energi termal yang dibutuhkan untuk penyediaan energi mekanik selama
proses berlangsung b Destilasi kolom tunggal
c Destilasi tiga kolom
d Pengeringan dengan CaO
Sumber : Battelle Pasific Northwest Laboratories dalam Austin (1984)
2.3 Molecular Sieve (Penyaring Molekular)
Molecular sieve adalah material sintetis yang memiliki pori-pori dengan
ukuran yang sama persis dan seragam yang digunakan sebagai adsorben gas dan
cairan. Molekul-molekul yang cukup kecil akan diadsorpsi melewati pori-pori,
sedangkan molekul-molekul yang lebih besar akan ditolak. Penyaring molekular
berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk menyaring
molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul air yang
mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya. Oleh karena itu, penyaring
molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant). Penyaring molekular
9
dapat mengadsorpsi air sampai 22% dari berat yang dimilikinya (Gubta &
Demirbas 2010). Penyaring molekular biasanya terdiri dari mineral-mineral
aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang mikroporous, zeolit, karbon aktif,
atau senyawa-senyawa sintetis yang memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui
oleh molekul-molekul kecil, seperti nitrogen dan air.
Penyaring molekular sering digunakan dalam industri petroleum, terutama
untuk purifikasi aliran gas. Di laboratorium kimia, digunakan untuk pemisahan
senyawa-senyawa dan pengeringan bahan-bahan dasar reaksi. Metode untuk
regenerasi penyaring molekular meliputi perubahan tekanan (seperti pemekat
oksigen), pemanasan dan pembersihan dengan menggunakan gas pembawa
(seperti ketika digunakan dalam dehidrasi etanol), atau pemanasan dengan vakum
tinggi.
Kemampuan adsorpsi penyaring molekular adalah sebagai berikut :
3A (ukuran pori 3) : mengadsorpsi NH3, H2O, (tidak C2H6). Baik untuk
pengeringan cairan polar.
4A (ukuran pori 4) : mengadsorpsi H2O, CO2, SO2, H2S, C2H4, C2H6, C3H6,
Etanol. Tidak akan mengadsorpsi C3H8 dan hidrokarbon yang lebih tinggi.
5A (ukuran pori 5) : mengadsorpsi hidrokarbon normal (linier) sampai n-
C4H10, alkohol sampai C4H9OH, merkaptan sampai C4H9SH. Tidak akan
menyerap senyawa-senyawa iso dan bercincin yang lebih besar dari C4.
10X (ukuran pori 8) : mengadsorpsi hidrokarbon bercabang dan senyawa
aromatik. Berguna untuk pengeringan gas.
13X (ukuran pori 10) : mengadsorpsi di-n-butilamin (tetapi tidak tri-n-
butilamin). Berguna untuk pengeringan hexamethylphosphoramide (HMPA)
(Anonim 2006).
Beberapa keuntungan menggunakan penyaring molekular pada proses
dehidrasi etanol antara lain : (1) Proses yang sangat sederhana, sehingga mudah
diotomatisasi, sehingga dapat mengurangi kebutuhan terhadap tenaga kerja, (2)
Proses inert, karena tidak menggunakan bahan kimia tambahan yang memerlukan
penanganan tertentu yang mungkin dapat membahayakan para pekerja, (3)
Penyaring molekular dapat dengan mudah memproses etanol yang mengandung
kontaminan. Hal ini merupakan gangguan pada proses destilasi azeotropik, (4)
Penyaring molekular yang didesain untuk etanol dapat juga digunakan untuk
10
dehidrasi bahan-bahan kimia lainnya, (5) Memiliki umur simpan yang lama (lebih
dari 5 tahun), kerusakan hanya terjadi karena media yang kotor atau karena
destruksi mekanis, dan (6) Dapat diatur sebagai sistem yang berdiri sendiri atau
terintegrasi dengan sistem destilasi. Jika sepenuhnya terintegrasi dengan sistem
destilasi, akan diperoleh laju penggunaan tenaga yang sangat minimum pada
proses pemisahan (Anonim 2002).
2.4 Zeolit Molecular Sieve (ZMS)
Zeolit merupakan senyawa kristal alumina silikat dari unsur-unsur golongan
IA dan IIA seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium. Zeolit dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis
(Mortimer & Taylor 2002). Zeolit alam adalah zeolit yang diperoleh dari endapan
di alam, sedangkan zeolit sintetis adalah zeolit yang direkayasa dari bahan
berkemurnian tinggi, mempunyai jenis kation tunggal, mempunyai ukuran pori,
saluran dan rongga tertentu (Mortimer & Taylor 2002). Zeolit secara umum
memiliki ukuran pori yang bervariasi tergantung pada jenis zeolit tersebut. Zeolit
sintetis (lebih dikenal dengan molecular sieve) memiliki pori yang seragam
tergantung pada spesifikasi dari zeolit tersebut.
Zeolit telah digunakan secara luas dalam bidang industri maupun pertanian.
Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian diantaranya sebagai suplemen pakan
ternak dan perbaikan (improvers) tanah, sedangkan dalam bidang industri dan
lingkungan digunakan sebagai agen penukar ion, adsorpsi katalis, penjernih air
dalam kolam renang dan air tercemar lainnya (Mortimer & Taylor 2002).
Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi
penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga digunakan sebagai
produk seperti deterjen (Flanigen 1991). Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit
sintetis dan 40 mineral zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara
lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al 1 1,5, memiliki konsentrasi
kation paling tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit
silika rendah adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai
perbandingan Si/Al adalah 2-5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit,
11
Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara
10 100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5 (Flanigen 1980).
Pendekatan Barrers menyajikan bahan-bahan mikroporous kristalin
memiliki ukuran pori dan rongga (channel) yang berada pada kisaran 3 - 10
dengan presisi kristalografik 0,1 (Ozin & Arsenault 2005). Di dalam surat
keputusan IUPAC yang ditetapkan pada suatu konvensi bahwa klasifikasi
padatan-padatan yang diistilahkan dengan dimensi ukuran pori dan ruang
berongga terdiri dari : mikroporous 2 nm, mesoporous 2-50 nm, dan makroporous
>50 nm) (Ozin & Arsenault 2005). Jika zeolit didasarkan pada satu unit sel kristal,
maka secara kimia zeolit dapat ditulis dengan rumus empiris sebagai berikut :
Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].wH2O, dimana :
n = valensi dari kation M
w = jumlah molekul air per unit sel
x, y = jumlah total tetrahedral per unit sel
Biasanya y/x bernilai 1 - 5, tetapi zeolit dengan silika tinggi harga y/x dibuat
hingga 10 100 atau bahkan lebih tinggi. Struktur zeolit adalah kompleks yaitu
merupakan polimer kristal anorganik didasarkan kerangka tetrahedral yang
diperluas tak terhingga dari AlO4 dan SiO4 dan dihubungkan satu dengan lainnya
melalui pembagian bersama ion oksigen (Ulfah et al. 2006). Struktur satuan
kerangka SiO4 ditunjukkan pada Gambar 1(Cotton & Wilkonson 1989).
Gambar 1 Susunan heksagonal satuan (unit) SiO4.
Struktur kerangka ini mengandung saluran yang diisi oleh kation dan
molekul air. Kation aktif bergerak dan umumnya bertindak sebagai penukar ion.
Air dapat dihilangkan secara reversibel yang secara umum dengan pemberian
panas. Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis
12
besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang
kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihendral
dan akhirnya unit struktur zeolit (Cotton & Wilkonson 1989).
Adanya kation golongan alkali dan alkali tanah yang terdapat pada zeolit
disebabkan atom Si dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan, sedangkan
atom Al mempunyai kelebihan muatan negatif, maka struktur alumina silika
tersebut harus dinetralkan oleh kation (seperti : Na+, Ca
2+, K
+, H
+ dan NH4
+)
(Oudejans 1984).
Zeolit memiliki tiga sifat sehingga membuatnya unik dan digolongkan
terpisah dengan tanah liat ataupun SiO2-Al2O3 sintetis. Pertama, zeolit bersifat
sangat kristalin dengan struktur yang tertata dengan baik. Kerangka aluminosilikat
membungkus rongga yang ditempati oleh ion-ion besar dan molekul-molekul air.
Jalan menuju rongga dari berbagai ukuran molekul adalah melalui jaringan
terbuka dengan diameter berkisar 0,3 1,0 nm yang terdapat dalam dimensi
molekular. Bentuk dan ukuran pori menentukan molekul-molekul mana yang
masuk ke dalam rongga dan mana yang tidak, sehingga zeolit disebut sebagai
molecular sieve. Kedua, ion-ion di dalam rongga mudah dipertukarkan dengan
sejumlah besar ion elektrovalen. Ion-ion ini memberikan gaya elektrostatik atau
polarisasi yang berlawanan dengan dimensi rongga yang kecil. Ketiga, ion-ion
yang masuk ke dalam rongga melalui mekanisme pertukaran ion memiliki
aktivitas yang terpisah dengan aktivitas zeolit itu sendiri (Richardson 1989). Berat
jenis zeolit berkisar antara 1,9 - 2,2 g/ml dan dapat menjadi lebih tinggi apabila
mengandung ion Ba dan Sr, yaitu berkisar antara 2,5 - 2,8 g/ml. Bobot jenis dan
warna zeolit sangat dipengaruhi oleh kandungan material yang terdapat pada
zeolit itu sendiri (Hurlburt & Klein 1977 di dalam Sastiono 1993).
Zeolit mempunyai sifat-sifat meliputi dehidrasi, adsorben, penyaring
molekul, katalisator dan penukar ion. Zeolit mempunyai sifat dehidrasi
(melepaskan molekul H2O) apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka
zeolit akan menyusut, akan tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan
secara nyata. Di sini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik
dan dapat dikeluarkan secara reversibel. Sifat zeolit sebagai adsorben dan
penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga
13
zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau
sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu, kristal zeolit yang telah terdehidrasi
merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang
tinggi.
Zeolit sangat baik sebagai suatu tempat penyimpanan air, memperpanjang
penyediaan kelembaban (kadar air) selama masa-masa kering. Zeolit juga dapat
mempercepat proses pembasahan kembali (re-wetting) dan memperbaiki
penyebaran lateral air ke dalam sumber irigasi. Hasilnya dapat menyimpan air
dalam jumlah yang diperlukan pada irigasi. Lebih lanjut, kapasitas absorpsi yang
tinggi membuat zeolit digunakan sebagai pembawa (carrier) dari pestisida-
pestisida pertanian (Polat et al. 2004).
Sifat kimia zeolit yang sering dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat
adsorbsi dan sifat pertukaran kation. Adsorbsi yang terjadi pada permukaan
padatan atau cairan dapat melibatkan satu atau banyak molekul, tergantung pada
permukaan dan jenis gaya yang terlibat. Pertukaran kation zeolit pada dasarnya
adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh aluminium dalam struktur kristal
zeolit. Semakin banyak jumlah aluminium menggantikan posisi silika, maka
semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin tinggi
kemampuan tukar kation zeolit tersebut (Mumpton 1999). Zeolit merupakan salah
satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai kapasitas tukar kation
yang tinggi (200 - 300 meq/100 g). Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama
merupakan fungsi dari tingkat penggantian atom aluminium (Al) terhadap silikon
(Si) dalam struktur kerangka zeolit (Mumpton 1999).
Zeolit molecular sieve bersifat kristalin, material dengan porositas tinggi,
termasuk dalam kelas aluminosilikat. Kristal ini ditandai dengan sistem pori tiga
dimensi dengan diameter pori-pori yang tergambar dengan tepat. Struktur
kristalografik yang sesuai dibentuk melalui struktur tetrahedral (AlO4) dan (SiO4).
Struktur tetrahedral tersebut merupakan kerangka dasar untuk berbagai struktur
zeolit. Zeolit seperti zeolit A dan X paling umum digunakan sebagai adsorben
komersial. Gambar 2 menunjukkan struktur kristal zeolit tipe A dan X (Broach
2010).
14
Gambar 2 Struktur zeolit tipe A dan X.
Kehadiran alumina di dalam kerangka zeolit menyebabkan zeolit
memperlihatkan muatan negatif yang diseimbangkan oleh kation-kation positif
yang menghasilkan medan elektrostatik yang kuat pada permukaan internal zeolit.
Kation-kation tersebut dapat dipertukarkan untuk memperoleh ukuran pori yang
diharapkan atau karakteristik adsorpsi dari zeolit. Sebagai contoh, bentuk natrium
dari zeolit A memiliki pori terbuka yang berukuran kira-kira 4 yang disebut
sebagai penyaring molekular (molecular sieve) 4A. Jika ion natrium dipertukarkan
dengan ion kalium yang lebih besar, pori terbuka dari zeolit berkurang sampai
sekitar 3 (molecular sieve 3A). Pada pertukaran ion dengan kalsium, satu ion
kalsium mengganti dua ion natrium yang menyebabkan pori terbuka zeolit
menjadi lebih luas sampai kira-kira 5 ngstrom (molecular sieve 5A). Pertukaran
ion dengan kation-kation lain kadang-kadang digunakan untuk tujuan pemisahan
zat tertentu. Gambar 3 menunjukkan proses pertukaran ion natrium dengan ion
kalium pada molecular sieve 4A.
Gambar 3 Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular sieve 4A.
Jadi secara umum zeolit molecular sieve memiliki sifat penyerapan yang
selektif, karena ukuran pori yang seragam dari struktur zeolit dan kapasitas
serapan yang tinggi untuk unsur-unsur polar pada konsentrasi rendah. Berikut
adalah beberapa contoh jenis mineral zeolit penting beserta rumus kimianya
(Tabel 3).
Zeolit A Zeolit X
15
Tabel 3 Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya Mineral
zeolit Komposisi
V pori
(cm3/g)
Diameter
pori () KTK
(meq/100g)
Analsim Na16(Al16Si32O96). 16H2O 0,18 2,6 4,54 Kabasit (Na2Ca)6 (Al12Si24O72). 40H2O 0,47 3,7 4,2 3,84 Klinoptilotit (Na3K3)(Al6Si30O72). 24H2O 0,34 3,9 5,4 2,16 Erionit (NaCa0,5K) (Al9Si27O72). 27H2O 0,35 3,6 5,2 3,12 Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72). 18H2O 0,28 3,4 5.5 2,33 Heulandit (Ca4)(Al8Si28O72). 24H2O 0,39 4,0 7,2 2,91 Laumontit (Ca4)(Al8Si16O48). 16H2O 0,34 4,6 6,3 4,25 Mordenit Na8(Al8Si40O96). 24H2O 0,28 2,9 7,0 2,29 Filipsit (NaK)5(Al5Si11O32). 20H2O 0,31 2,8 4,8 3,31 Na-A Na12(Al12Si12O48). 27H2O 0,29 3,0 5,0 7,00 Na-X Na86(Al86Si106O384). 260H2O 0,36 10,0 6,40
Sumber : Mumpton 1999; Rouquerol et al. 1999; Suhala & Arifin 1997; Robson &
Lillerud 2001; Treacy & Higgins 2007
Peningkatan kualitas zeolit alam dapat dilakukan dengan mengaktivasi
zeolit alam menjadi zeolit aktif. Agar dapat dimanfaatkan zeolit harus mempunyai
spesifikasi tertentu berkaitan dengan hal tersebut kualifikasi zeolit ditentukan oleh
daya serap, kapasitas tukar kation (KTK) maupun daya katalis. Oleh sebab itu,
untuk memperoleh zeolit dengan kemampuan tinggi diperlukan beberapa
pengolahan antara lain preparasi dan aktivasi (Suhala & Arifin 1997).
Preparasi bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan
tujuan penggunaan meliputi tahap peremukan (crushing), sampai penggerusan
(grinding). Aktivasi zeolit bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit
dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang
terperangkap dalam pori kristal zeolit. Ada dua cara yang umum digunakan dalam
proses aktivasi zeolit, yaitu pemanasan dalam tungku putar (rotary kiln)
menggunakan hembusan udara panas yang bersuhu 200-400C selama 2-3 jam,
dan kimia dengan menggunakan larutan NaOH atau larutan H2SO4 dan/atau HCl
(Suhala & Arifin 1997).
2.5 Karakterisasi ZMS
2.5.1 Fluoresensi Sinar-X dan Energy Dispersive X-Ray
Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang
sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron tinggi
(Atkins 1999). Fluoresensi sinar-X merupakan proses berpendarnya suatu benda
bila dikenai sinar-X; bahan benda itu dapat digunakan sebagai detektor sinar-X,
16
misalnya zink sulfida atau kadmium sulfida (EM 2008). Metode ini dapat
mengukur komposisi dan ketebalan untuk tiap-tiap lapisan individu dari film
dengan lapisan yang banyak (multiple-layer). Batas pengukuran sampel secara
normal sampai konsentrasi 0,1% (Brundle et al. 1992).
EDX (Energy Dispersive X-ray), merupakan karakterisasi material
menggunakan sinar-X yang diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan
elektron. Sinar-X di emisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu
tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam
tabel periodik unsur memiliki susunan elektron yang unik, sehingga akan
memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan mendeteksi tingkat energi yang
dipancarkan dari sinar-X dan intensitasnya, maka dapat diketahui atom-atom
penyusun material dan persentase massanya (Rakhmatullah et al. 2007).
Penggambaran dan pemetaan sampel yang akan diukur dihubungkan dengan
peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM), Electron Probe X-Ray
Microanalysis (EPMA), dan Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM)
Batas pengukuran sampel secara normal sampai konsentrasi 100 200 ppm untuk
atom dengan Z >11, 1-2% untuk atom dengan Z rendah dan terbatas pada lapisan
tunggal (monolayer) (Brundle et al. 1992).
2.5.2 Difraksi Sinar-X
Prinsip dari X-ray Diffractometer (XRD) adalah difraksi gelombang sinar X
yang mengalami penghamburan (scattering) setelah bertumbukan dengan atom
kristal. Pola difraksi yang dihasilkan merepresentasikan struktur kristal. Dari
analisis pola difraksi dapat ditentukan parameter kisi, ukuran kristal, dan
identifikasi fasa kristalin. Jenis material dapat ditentukan dengan membandingkan
hasil XRD dengan katalog hasil difraksi berbagai macam material.
Metode yang biasa dipakai adalah memplot intensitas difraksi XRD
terhadap sudut difraksi 2. Intensitas akan meninggi pada nilai 2 yang terjadi
difraksi, intensitas yang tinggi tersebut dalam grafik terlihat membentuk puncak-
puncak pada nilai 2 tertentu. Pelebaran puncak bisa diartikan material yang
benar-benar amorf, butiran yang sangat kecil dan bagus, atau material yang
memiliki ukuran kristal sangat kecil melekat dengan struktur matrix yang amorf.
Dari lebar puncak pada grafik XRD, ukuran kristal yang terbentuk dapat dihitung
menggunakan persamaan Scherrer :
17
Lave =k
Bo cos
Lave merupakan ukuran kristal, k merupakan konstanta, Bo merupakan lebar
puncak pada setengah maksimum (Full Width Half Maximum, FWHM) dan
merupakan sudut difraksi. Persamaan Scherrer diperoleh dengan asumsi puncak
kristal memiliki profil Gauss dan merupakan kristal kubus yang ukurannya kecil.
Gambar 4 menunjukkan alat difraksi sinar-X (Rakhmatullah et al. 2007).
Gambar 4 Diagram alat difraksi sinar-X.
Pelebaran yang terjadi pada XRD disebabkan tiga hal, yaitu efek dari
instrumen, ukuran kristal yang kecil, dan regangan kisi (latttice strain). Pelebaran
puncak karena efek instrumen, biasanya dapat diketahui pada saat karakterisasi
yang dicampur dengan bubuk standar yang proses annealing-nya dilakukan
dengan baik, sehingga ukuran butirnya sangat besar. Dengan demikian, pelebaran
puncak pada bubuk standar ini dipastikan terjadi akibat efek dari instrumen.
Contohnya adalah bubuk silikon dengan ukuran sekitar 10 m.
2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan pencitraan material dengan menggunakan prinsip mikroskopi.
Mirip dengan mikroskop optik, namun SEM menggunakan elektron sebagai sumber
pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya. Elektron diemisikan dari
katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat menuju anoda. Filamen
yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB6).
Scanning coil, akan mendefleksikan berkas elektron menjadi sekumpulan array
(berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif (magnetik) akan
memfokuskannya pada permukaan sampel. Elektron kehilangan energi pada saat
tumbukan dengan atom material, akibat scattering dan absorpsi pada daerah interaksi
dengan kedalaman 100 nm sampai 2 m. Ini membuat material akan meradiasikan
emisi meliputi sinar-X, elektron Auger, back-scattered electron dan secondary
18
electron. Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari secondary
electron yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel.
Gambar 5 Berkas elektron yang dideteksi SEM.
SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur,
morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang
diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel (Rakhmatullah et al.
2007).
2.5.4 Analisis Distribusi Pori Zeolit
Penentuan luas permukaan dan ukuran pori dari zeolit berhubungan dengan
sifat adsorpsi maupun desorpsi dari material zeolit yang akan digunakan pada
proses penghilangan bahan-bahan tertentu yang tidak diinginkan di dalam suatu
proses purifikasi. Adsorpsi adalah akumulasi dari atom-atom atau molekul-
molekul pada permukaan suatu material padat. Proses adsorpsi terjadi pada
permukaan zat padat yang disebut adsorben yang berfungsi sebagai penghilangan
partikel-partikel tertentu yang terikat pada permukaan partikel adsorben, baik
yang berinteraksi secara fisik maupun interaksi kimia. Istilah adsorpsi berbeda
dengan absorpsi. Absorpsi merupakan proses pengumpulan dan penghilangan
substansi tertentu dengan melewati pori suatu bahan padatan. Physisorption lebih
dikenal dengan adsorpsi secara fisik yang meliputi interaksi antar molekul (gaya
van der Waals) antara adsorben dengan bahan-bahan tertentu. Chemisorption atau
adsorpsi secara kimiawi adalah adsorpsi yang dihasilkan dari pembentukan ikatan
kimia (interaksi yang kuat) antara adsorben dan adsorbat di dalam suatu
monolayer pada permukaan (IUPAC 1997).
19
2.6 Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Alam dan Zeolit A Sintetis
Penggunaan zeolit meningkat tiap tahunnya sebesar 1,6 juta ton/tahun.
Jumlah sebesar 1,1 ton merupakan zeolit A yang merupakan hasil sintesis di
laboratorium (Pfeninger 1999). Zeolit sintetis (Zeolit A) digunakan sebagai
deterjen builders dalam industri deterjen yang mencapai 40% berat deterjen
(Mortimer & Taylor 2002; Pfeninger 1999), untuk melembutkan air sadah (hard
water) terutama dalam menghilangkan ion kalsium yang ada di dalam air
(Mortimer & Taylor 2002). Sementara itu, zeolit A juga berperan besar dalam
bidang adsorpsi dan dehidrasi terutama menghilangkan kelembaban dan substansi
asing dari campuran gas atau cairan (Pfeninger 1999). Penggunaan zeolit A secara
lebih luas dalam bidang adsorpsi, diantaranya adalah pada proses pembuatan
etanol anhidrat dengan memisahkan campuran azeotrop etanol-air (95,57 % berat
etanol) (Taherzadeh & Karimi 2008) menggunakan zeolit sebagai adsorben. Zeolit
A yang dapat digunakan pada proses dehidrasi atau pengeringan etanol adalah
zeolit 3A, 4A dan 5A (Al-Asheh et al. 2004).
Proses sintesis zeolit A di laboratorium masih mengacu pada metode yang
digunakan oleh Richard Barrer melalui metode hidrotermal pada kisaran
temperatur antara 100 250oC dengan nilai pH yang tinggi (Mortimer & Taylor
2002). Sebagian besar peneliti melakukan sintesis zeolit A pada temperatur di
bawah 100oC seperti yang dilakukan oleh Leonard (1981), Sun (1983), Vaughan
(1985), Kuznicki et al. (2002), dan Diaz et al. (2010).
Zeolit tipe A diperoleh melalui sintesis menggunakan sumber silika dan
alumina maupun menggunakan zeolit alam jenis klinoptilolit (Leonard 1981; Sun
1983) dengan penambahan sumber alumina dan larutan NaOH sebagai promotor
dengan kadar 10 20 %. Sumber silika yang digunakan antara lain silika gel,
asam silikat (silicic acid), aqueous colloidal silika sols, dan Na/K-silikat,
sedangkan sumber aluminanya berupa Al2O3.3H2O, kaolin, halloisit, metakaolin,
aluminium sulfat, dan yang sejenis. Natrium atau kalium aluminat yang dibuat
dengan melarutkan Al2O3.3H2O dalam larutan KOH atau NaOH pada 60 100oC
menjadi pilihan utama (Vaughan 1985). Proses sintesis zeolit 3A dapat dilakukan
melalui pertukaran ion terhadap zeolit A (zeolit 4A) ataupun sintesis langsung
tanpa tahap pertukaran ion dengan perbandingan kompisisi Na dan K yang sesuai
20
(Vaughan 1985). Proses dilakukan secara hidrotermal dengan kondisi proses
diatur pada rentang temperatur 80 100oC dan lamanya proses berkisar antara 4
jam sampai dengan 6 hari (Diaz et al. 2010; Kuznicki et al. 2002; Vaughan 1985).
Zeolit A yang dihasilkan dari proses di atas memiliki sifat-sifat yang sesuai untuk
digunakan pada proses separasi (pemisahan) campuran etanol-air (Diaz et al.
2010). Beberapa metode yang digunakan dalam mensintesis zeolit A dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve
Bahan baku Kondisi proses Hasil Klinoptilolit alam,
sodium aluminat (1)
Hidrotermal 1 (satu) tahap,
kondisi optimum (95oC, 4 jam;
15% berat NaOH)
Zeolit A dengan formula :
Na12(AlO2)12(SiO2)12.27H2O
Klinoptilolit alam,
sodium aluminat (2)
Hidrotermal 2 (dua) tahap,
kondisi optimum (95oC, 1 jam;
20% berat NaOH)
Zeolit A dengan formula :
Na12(AlO2)12(SiO2)12.27H2O
Na-silikat dan K-
silikat (3)
Hidrotermal, suhu awal 10 40
oC, proses pemanasan pada
80 100oC, sintesis Z3A secara langsung tanpa pertukaran ion
Zeolit 3A yang dapat
digunakan langsung sebagai
bahan pengering
Zeolit (Y, L, ferrierit,
mordenit) (4)
Perlakuan asam dan kalsinasi,
Hidrotermal 80oC, 16 jam (pH
slurry 10,5 12).
Terjadi peningkatan
kandungan Al dalam
kerangka zeolit
Gismondin Al tinggi,
gel aluminosilikat
kering atau bubuk
gibbsit, kaolin,
larutan silika pekat (5)
Hidrotermal dengan kondisi
lingkungan mengandung silika
tinggi, pH di atas 12, range suhu
90 100oC, pemanasan awal dengan basa pada 50-85
oC
minimal 30 menit
Zeolit dengan kadar
alumina tinggi
sodium aluminat dan
sodium silikat (6)
Hidrotermal, 100oC dengan
interval waktu 1 6 jam, waktu pengeringan 12 jam pada 70
oC.
Aktivasi pada 300oC.
Zeolit A yang sesuai untuk
proses separasi campuran
etanol-air
Keterangan : (1)
Leonard (1981); (2)
Sun (1983); (3)
Vaughan (1985); (4)
Narayana & Murray (1992); (5)
Kuznicki et al. (2002); (6)
Diaz et al. (2010)
Proses dehidrasi bioetanol dapat dilakukan menggunakan zeolit molecular
sieve melalui metode adsorpsi (Tabel 5). Sistem adsorpsi yang digunakan meliputi
batch adsorption (Carmo & Gubulin 1997; Ivanova et al. 2009), kolom perkolasi
(Igbokwe et al. 2008), membran pervaporasi (Ling et al. 2008; Zhan et al. 2009),
Pressure Swing Adsorption (Pruksathorn & Vitidsant 2009), maupun Vacuum
Swing Adsorption (Wahyudi 2010). Waktu berlangsungnya proses atau waktu
kontak antara zeolit dengan bioetanol berkisar antara 30 menit sampai 7 hari.
Terdapat beberapa tipe zeolit yang digunakan pada proses adsorpsi, diantaranya
21
zeolit alam jenis klinoptilolit (Ivanova et al. 2009), ZSM-5 (Zhan et al. 2009),
zeolit sintetis 3A (Carmo & Gubulin 1997) maupun zeolit alam hasil modifikasi
(misal sampel zeolit dari PT. BPE) (Wahyudi 2010). Bentuk zeolit yang
digunakan dapat berupa bubuk (powder), pelet (silinder), atau pun butiran (bulat).
Secara rinci, kondisi proses dehidrasi dari beberapa literatur yang telah disebutkan
di atas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve
Jenis zeolit Kondisi proses Hasil Zeolit sintetis
3A (bentuk
bulat dan
silinder)(1)
Uji kinetis, sistem batch, rasio
massa zeolit : EtOH = 1 : 3, Proses
adsorpsi 4 taraf (25, 40, 50, dan
60oC), pengadukan selama 7 hari,
aktivasi zeolit pada 300oC, 24 jam,
penyimpanan dalam desikator vakum
Kapasitas adsorpsi air sama
(bulat dan silider), T >>>,
maka kapasitas adsorpsi air
,
diameter partikel zeolit >>,
kapasitas adsorpsi air ,
selektivitas >>> tetapi
kapasitas adsorpsi air >, kapasitas
adsorpsi air Z3A sintetis relatif
tinggi, tetapi tingkat selektifitas
terhadap senyawa pengotor
lebih rendah
Zeolit A
(Z4A)(8)
Proses dehidrasi pada suhu 30oC
Etanol yang digunakan 80, 85, dan
90% berat
Terjadi peningkatan kadar
etanol
(1)Carmo & Gubulin (1997);
(2)Al-Asheh et al. (2004);
(3)Igbokwe et al (2008);
(4)Ling et al.
(2008); (5)
Zhan et al. (2009); (6)
Ivanova et al. (2009); (7)
Wahyudi (2010); (8)
Diaz et al. (2010)
22
23
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 April 2011 di
Laboratorium SBRC-LPPM IPB Bogor, Laboratorium & Technical Service
Pertamina, Puslabfor Mabes Polri, Laboratorium Teknik Kimia UI, Laboratorium
Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah NaOH, KOH,
kaolin, tawas, HCl, Aluminium nitrat, Aluminium oksida, zeolit alam ukuran 3
mm dan bubuk ukuran 150 mesh (CV. Transindo Utama-Bandung), zeolit sintetis
3A, bioetanol, etanol absolut, aqua DM, dan bahan kimia lainnya.
Peralatan yang digunakan adalah satu set alat destilasi, kolom dehidrasi,
timbangan, hot plate, oven, tanur, termometer, magnetic stirrer, batang pengaduk,
Stirrer-heater, pompa vakum, corong buchner, erlenmeyer, GC (Gas
Chromatography) Agilen 6890N Detektor FID 250oC, Quantacrom Autosorb-6
Surface Area and Pore Size Analyzer, X-Ray Diffractometer (XRD-7000
MAXima.X Shimadzu), XRF PAN-analytical AXIOS, Density meter DMA
4500M Anton Paar, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray
(SEM-EDX) tipe EVO 50 (Lampiran 1), peralatan gelas dan pendukung lainnya.
3.3 Metodologi
3.3.1 Modifikasi zeolit alam
Zeolit yang digunakan diperoleh dari daerah Bayah, Provinsi Banten.
Bentuk dan ukuran zeolit yang digunakan adalah pasir (3 mm) dan bubuk (150
mesh). Proses modifikasi dilakukan melalui 2 cara. Cara pertama dilakukan dua
tahap : (1) Asidifikasi, dan (2) Realuminasi, sedangkan cara kedua melalui
aluminasi langsung.
24
3.3.1.1 Metode asidifikasi-realuminasi
3.3.1.1.1 Asidifikasi
Proses ini dilakukan dengan memanaskan zeolit alam ukuran 150 mesh pada
suhu 50oC menggunakan larutan HCl 1,5 M dengan perbandingan 150 g
zeolit/1500 mL HCl (1 : 10) selama 5 jam sambil diaduk. Hasil yang diperoleh
kemudian disaring, dicuci dengan aqua DM, lalu dikeringkan semalam pada suhu
120oC (Narayana & Murray 1992).
3.3.1.1.2 Realuminasi
Zeolit yang diperoleh pada tahap I dikalsinasi pada 500oC selama 2 jam.
Zeolit yang telah dikalsinasi tersebut ditimbang sebanyak 100 gram, di-slurry
dalam 2L aqua DM. Kemudian ditambahkan 60 g NaOH (dalam 100 mL Aqua
DM) dan dipanaskan pada suhu 50oC selama 40 menit (Kuznicki et al. 2002).
Selanjutnya ditambahkan Al2O3 34 g (dalam 50 mL Aqua DM) dan Al(NO3)3 250
g (dalam 100 mL Aqua DM). Lalu dipanaskan lagi pada suhu 95oC ( 4 jam).
Hasil yang diperoleh disaring menggunakan penyaring vakum, dicuci dengan
aqua DM (sebanyak 2000 mL), dikeringkan semalam pada suhu 110oC, dan
terakhir dikalsinasi kembali selama 3 jam pada 500oC. Diagram alir proses
sintesis ZAM1 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir proses sintesis ZAM1.
25
3.3.1.2 Metode aluminasi langsung
Metode aluminasi langsung dilakukan tanpa proses asidifikasi terlebih
dahulu. Disini sumber alumina yang digunakan langsung ditambahkan ke dalam
campuran reaksi. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium oksida,
aluminium nitrat, tawas, dan kaolin. Perbandingan komposisi kimia dari bahan-
bahan yang digunakan disesuaikan dengan perbandingan dari komposisi kimia
yang ada dalam zeolit sintetis 3A dan modifikasi dari metode Vaughan (1985) dan
Kuznicki et al. (2002). Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6 dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6.
Proses sintesis ZAM2 merupakan perpaduan metode dari Plee (1992)
dengan metode yang dikembangkan oleh Kuznicki et al. (2002), Tissler et al.
(1992), Vaughan (1985), dan Leonard (1981). Sementara itu, ZAM2 ZAM5
menggunakan metode yang dilakukan Vaughan (1985) yang dipadukan dengan
metode yang dikembangkan Kuznicki et al. (2002), sedangkan ZAM6 terdapat
penambahan tahapan proses yang tidak terdapat dalam metode Kuznicki et al.
(2002), Pfeninger (1999), Tissler (1992), Vaughan (1985), maupun Leonard
(1981).
26
3.3.2 Karakterisasi zeolit termodifikasi
3.3.2.1 Zeolit alam modifikasi 1 (ZAM1)
Analisis komposisi kimia terhadap ZAM1 dilakukan menggunakan metode
XRF (X-Ray Fluorescence) menggunakan peralatan XRF PAN-analytical AXIOS.
Analisis distribusi pori yang meliputi luas permukaan, volume pori, dan diameter
pori dilakukan menggunakan alat Autosorb-6 Surface Area and Pore Size
Analyzer Quantacrom. Prinsip pengukuran distribusi pori berdasarkan adsorpsi
gas pada sampel zat padat (misal : zeolit). Metode pengukuran dilakukan melalui
proses penghilangan gas-gas yang terserap (degassing) pada suhu 200-300oC.
Pendinginan pada suhu 77,4 K menggunakan nitrogen cair dalam jumlah yang
telah diketahui, sedangkan tekanan diukur pada keadaan setimbang.
3.3.2.2 Zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 (ZAM2 ZAM6)
Analisis komposisi kimia terhadap ZAM2 sampai ZAM6 dilakukan
menggunakan metode EDX (Energy Dispersive X-Ray) menggunakan peralatan
EDX Bruker 133 eV Quantax 200, sedangkan bentuk permukaan dan ukuran unit
partikel sampel zeolit difoto menggunakan SEM EVO 50 ZEISS. Identifikasi
unsur-unsur dalam sampel didasarkan pada energi elektron yang dihasilkan
sampel setelah ditembakkan dengan sinar-X. Image data yang diperoleh dengan
SEM digunakan sebagai data dasar untuk pengukuran komposisi kimia sampel
menggunakan metode EDX.
Sementara itu, struktur dan kemurnian kristal sampel zeolit ditentukan
menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Metode yang dilakukan dengan
mengukur intensitas difraksi sinar-X yang dipantulkan setelah bertumbukan
dengan sampel zeolit pada sudut 2 dengan range 3 65 derajat menggunakan
panjang gelombang Cu. Pola difraksi sinar-X sampel, diperoleh dengan
memplotkan sudut 2o terhadap intensitas relatif sampel zeolit yang diperoleh.
Analisis distribusi pori yang meliputi luas permukaan, volume pori, dan
diameter pori dilakukan menggunakan alat Autosorb-6 Surface Area and Pore
Size Analyzer Quantacrom (lihat metode ZAM1).
3.3.3 Aplikasi zeolit termodifikasi dalam dehidrasi bioetanol
Bioetanol yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. NNE, dari
daerah Subang, Jawa Barat yang memiliki kisaran konsentrasi 90 - 95%.
27
Dehidrasi dilakukan menggunakan metode destilasi dan metode perendaman
(batch adsorption).
3.3.3.1 Metode Destilasi
Percobaan dilakukan menggunakan zeolit alam modifikasi 1 (ZAM1), zeolit
alam (ZA), dan zeolit komersil 3A (Z3A). Dehidrasi menggunakan metode
destilasi dilakukan dengan memanaskan etanol sampai membentuk fase uap.
Selanjutnya dilewatkan melalui kolom yang berisi ZAM1, ZA, dan Z3A. Pada
percobaan ini diharapkan molekul-molekul air yang berukuran lebih kecil akan
masuk ke dalam pori-pori zeolit tersebut, sedangkan molekul etanol yang lebih
besar akan ditolak oleh molekul zeolit. Molekul etanol yang ditolak oleh zeolit
dialirkan ke dalam kondensor untuk dikondensasi menjadi etanol dalam bentuk
cair dengan bantuan pompa vakum. Suhu dan tekanan yang digunakan berturut-
turut adalah 65oC dan 254 mmHg. Rancangan peralatan dehidrasi dengan cara
destilasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Keterangan : 1 = pemanas listrik, 2 = labu leher tiga, 3 = termometer, 4 = kolom, 5 = sampel
zeolit, 6 = adapter, 7 = kondensor, 8 = sambungan ke pompa vakum, 9 = adapter vakum, 10 =
botol penampung, 11 = penyangga hidrolik.
Gambar 8 Rangkaian peralatan proses dehidrasi bioetanol sederhana.
Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi dapat dilihat
pada Gambar 9. Analisis terhadap kadar bioetanol hasil proses dehidrasi dilakukan
menggunakan alat GC (Gas Chromatography) Agilen 6890N Detektor FID
250oC.
28
Gambar 9 Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi.
3.3.3.2 Metode Perendaman (Batch Adsorption)
Dehidrasi menggunakan metode adsorpsi dilakukan menggunakan ZAM2,
ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6, dan ZA serta Z3A sebagai pembanding.
Perbandingan massa zeolit terhadap bioetanol yang digunakan pada proses
dehidrasi adalah (1 : 2) (satuan g).
Percobaan pertama (A) menggunakan bioetanol berkadar 90%. Proses
adsorpsi dilakukan melalui perendaman zeolit dalam bioetanol selama 24 jam.
Percobaan kedua (B) menggunakan bioetanol berkadar 95%. Proses adsorpsi
dilakukan dengan pengadukan selama 1 jam pada suhu 55oC, selanjutnya
didestilasi pada 75oC selama 30 menit. Zeolit bekas pada proses pertama dan
kedua diregenerasi (diaktivasi kembali) untuk digunakan pada proses dehidrasi
selanjutnya. Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman dapat
dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman.
29
Pengamatan dilakukan terhadap persentase kenaikan kadar bioetanol (PKB)
dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol (KAZ). Persentase
kenaikan kadar bioetanol (PKB) dapat dihitung menggunakan persamaan 1,
sedangkan perhitungan persentase kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam
bioetanol (KAZ) dilakukan menurut prinsip kesetimbangan massa (persamaan 2).
Persentase Kenaikan Kadar Bioetanol (PKB) (%)
PKB = (% akhir - % awal)
% awal x 100% ........... (1)
Kapasitas Adsorpsi Air dari Zeolit (KAZ) (%)
KAZ = Ka awal Ka akhir
m Zeolit x 100% ........................................................ (2)
Kadar air awal dan akhir dalam sampel bioetanol dapat dihitung
menggunakan persamaan 3 dan 4.
Ka awal = 100%B awal
100 x mB awal .......................................... (3)
Ka akhir = 100%B akhir
100 x mB akhir ......................................... (4)
dimana :
Ka = kadar air (g)
%B = persentase bioetanol (%)
mB = massa bioetanol (g)
Kadar bioetanol setelah proses adsorpsi diukur menggunakan density meter
DMA 4500M Anton Paar dengan metode % v/v 01ML-ITS-90 dan suhu 20oC.
Prinsip pengukuran berdasarkan perbandingan densitas terhadap sampel standar
yang telah tersimpan pada alat setelah dikalibrasi. Pengukuran densitas didasarkan
pada pengukuran elektronik frekuensi osilasi dari densitas yang dihitung. Sampel
dimasukkan ke dalam tabung osilator berbentuk U. Volume sampel yang telah
diukur dengan tepat mempunyai peran dalam osilasi, sehingga nilai pengukuran
massa sampel dapat digunakan untuk menghitung densitas.
3.3.3.3 Analisis statistik data proses dehidrasi
Analisis statistik dilakukan terhadap proses dehidrasi pada metode
perendaman, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, sedangkan
percobaan dehidrasi menggunakan metode destilasi menggunakan ZAM1 tidak
diuji secara statistik. Percobaan terdiri dari dua faktor yaitu jenis zeolit (Z), dan
30
pemakaian zeolit (P) dengan dua taraf (baru/awal dan reuse/regenerasi) dengan 3
kali ulangan. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan
parameter terhadap peningkatan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit
terhadap air dalam sampel bioetanol.
Data proses dehidrasi menggunakan ZAM2 sampai ZAM6 dianalisis
menggunakan bantuan software SAS versi 9.2. Model untuk RAL yang digunakan
adalah sebagai berikut (Sastrosupadi 1995) :
Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk
i = (zeolit alam, zeolit alam modifikasi : ZAM2, ZAM3, ZAM4,
ZAM5, ZAM6, zeolit 3A sintetis)
j = pemakaian zeolit (baru/awal dan reuse/regenerasi)
dimana :
Yijk = nilai pengamatan akibat faktor A (jenis zeolit) taraf ke i, faktor B
(pemakaian zeolit) taraf ke j, dan ulangan ke k.
= rata-rata nilai pengamatan yang sesungguhnya
Ai = pengaruh aditif jenis zeolit ke-i
Bj = pengaruh aditif pemakaian zeolit ke-j
(AB)ij = pengaruh interaksi antara jenis zeolit ke-i dan pemakaian zeolit
ke-j
ijk = pengaruh acak dari jenis zeolit ke-i, pemakaian zeolit ke-j, dan ulangan ke-k yang menyebar normal
31
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Modifikasi Zeolit
4.1.1 Karakteristik zeolit alam (ZA)
Zeolit alam Bayah yang merupakan mordenit tuff, hasil proses diagenesis
dari gelas, terdiri dari mordenit (Na,Ca)4Al8Si40O96.28H2O, erionit
(K2Na2CaMg)4Al8Si28O73.28H2O, klinoptilolit (K2Na2Ca)3Al6Si30O72.21H2O,
kwarsa (SiO2), kalium feldspar (KAlSi3O8) dan komponen gelas vulkanik
(Purawiardi 1999). Diagenesis adalah proses perubahan endapan menjadi satuan
sedimen melalui tekanan dan suhu yang sangat kecil sekali (Depdiknas 2005).
Zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam (ZA) yang diperoleh
dari daerah Bayah, Provinsi Banten. Komposisi utamanya diduga meliputi
campuran klinoptilolit dan mordenit. Bentuk dan ukuran zeolit yang digunakan
dalam penelitian adalah bentuk pasir ( 3 mm) dan bubuk ( 150 mesh).
Karakteristik awal zeolit alam yang digunakan mengandung beberapa
senyawa oksida anorganik. Komposisi kimia zeolit alam Bayah ukuran 150 mesh
yang dianalisis dengan metode XRF dibandingkan dengan zeolit sintesis mordenit
dan klinoptilolit dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data hasil analisis
komposisi kimia yang tersaji dalam Tabel 6, diduga bahwa jenis zeolit bayah ini
merupakan campuran dari mordenit dan klinoptilolit. Berdasarkan pada
kandungan silika dan alumina dari zeolit Bayah, maka zeolit tersebut dapat
digolongkan ke dalam zeolit dengan kandungan silika menengah (intermediate
silica zeolite) dengan perbandingan Si/Al = 5,62 (Tabel 6).
Stabilitas termal atau dekomposisi zeolit kristalin dengan kandungan silika
rendah (zeolit dengan kadar aluminium tinggi) mendekati 700oC, sedangkan
temperatur dekomposisi zeolit dengan kandungan silika tinggi berada di atas
1300oC. Sementara itu, selektivitas permukaan berubah dari sangat polar atau
hidrofilik menjadi hidrofobik. Sifat hidrofilik dimiliki oleh zeolit dengan kadar
aluminium tinggi, sedangkan sifat hidrofobik dimiliki oleh zeolit dengan kadar
silika tinggi. Timbulnya sifat hidrofobik tampak terjadi pada zeolit dengan Si/Al
mendekati 10 (Flanigen 1980).
32
Tabel 6 Perbandingan komposisi kimia zeolit bayah terhadap zeolit sintetis
mordenit dan klinoptilolit
Komposisi Kimia (%) Zeolit Bayah Mor1 Kli-K
2 Kli-Na
3
SiO2 67,178 67,36 62,37 64,87
Al2O3 10,572 12,83 11,74 12,46
Na2O 1,091 3,90 0,93 4,33
K2O 2,312 0,54 7,85 2,28
MgO 0,771 - 0,27 -
CaO 3,267 3,21 0,08 1,27
BaO 0,027 - - 0,51
Fe2O3 1,183 - - 0,47
FeO - - 0,08 0,08
TiO2 0,142 - - -
P2O5 0,038 - - -
SrO 0,061 - 1,35 -
MnO2 0.033 - 0,03 0,03
SO3 0,065 - - -
ZnO 0,004 - - -
Rb2O 0,003 - - -
Y2O3 0,004 - - -
ZrO2 0,010 - - -
H2O - 12,16 15,28 13,59
Total Oksida (%) 86,76 100,00 99,98 99,89
Si/Al 5,62
Sumber : 1Anonim 1864;
2Anonim 1923;
3Anonim 1969
4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi
Modifikasi zeolit alam didasarkan pada beberapa jurnal dan paten dalam
pengembangan zeolit sebagai adsorben (molecular sieve). Bedard (2010)
menjelaskan bahwa sangat sulit untuk mengindentifikasi teknik-teknik khusus
yang benar-benar digunakan oleh perusahaan tertentu dalam pembuatan zeolit
sebaga