Upload
heriawanseluma
View
156
Download
46
Embed Size (px)
Citation preview
JUMLAH SDM KESEHATAN DAN KINERJA PUSKESMAS
DI KABUPATEN SLEMAN
Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-2
Minat Utama Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu – Ilmu Kesehatan
Diajukan oleh:
Mathius Alfred Tiblola 14220/PS/IKM/04
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2006
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena hanya dengan limpahan rahmat dan karuniaNya penyusunan tesis ini
dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan dalam
menyelesaikan Pendidikan Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Minat Utama Kebijakan dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak
Mubasysyir Hasanbasri selaku pembimbing utama dan Bapak Cahya
Purnama selaku pembimbing pendamping mulai dari persiapan proposal
sampai dengan akhir penulisan tesis ini yang penuh kesabaran dan
perhatian dalam membimbing peneliti.
Selesainya penyusunan tesis ini, juga tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula kepada:
1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan segenap
jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu pada Program Magister Kebijakan dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan.
2. Ketua Minat Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang juga telah memberikan
motivasi dalam penulisan tesis ini.
3. Seluruh staf dan pengelola Magister Kebijakan dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah
memberikan bimbingan, fasilitas dan dukungan selama belajar dan
menyelesaikan tesis ini.
v
4. Bupati Fak-Fak yang telah memberikan izin untuk mengikuti pendidikan
Sekolah Pascasarjana di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
5. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Fak-Fak yang telah memberikan
rekomendasi izin untuk mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
6. Bupati Sleman yang telah memberikan izin untuk melaksanakan
penelitian ini.
7. Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan
Masyarakat beserta staf yang telah memberi kesempatan bagi peneliti
untuk melaksanakan penelitian ini.
8. Isteri tercinta Dewi Murni, serta ananda tersayang Harry, Gerry dan
Cindy yang telah sabar dan mendorong peneliti untuk mengikuti
pendidikan.
9. Kakak Ir. Agus Tiblola dan keluarga, adik Pendeta Jefta Tiblola, S.Th dan
keluarga yang telah memberikan dukungan dan membantu selama
melaksanakan pendidikan.
Secara khusus penulis sampaikan juga ucapan terima kasih kepada
seluruh responden dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu, yang telah ikut memberikan dukungan baik moril maupun materiil,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan balasan
atas segala amal baik yang telah diberikan. Akhirnya semoga tesis ini dapat
bermanfaat baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
Yogyakarta, September 2006
Mathius Alfred Tiblola
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................. i
Halaman Pengesahan ................................................................................ ii
Pernyataan ................................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................ iv
Daftar Isi ........................................................................................................ vi
Daftar Tabel.................................................................................................. viii
Daftar Gambar ............................................................................................. ix
Intisari ............................................................................................................ x
Abstract ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 10
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian................................................................ 10
E. Keaslian Penelitian ............................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 12
A. Puskesmas............................................................................. 12
B. Sumber Daya Manusia......................................................... 17
C. Kinerja ..................................................................................... 25
D. Landasan Teori...................................................................... 27
E. Kerangka Konsep Penelitian............................................... 29
F. Pertanyaan Penelitian.......................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 30
A. Jenis Rancangan Penelitian dan Unit Analisis................. 30
B. Subjek Penelitian .................................................................. 30
C. Lokasi Penelitian ................................................................... 30
vii
D. Instrumen Penelitian............................................................. 31
E. Variabel Penelitian ................................................................ 31
F. Jalannya Penelitian............................................................... 31
G. Etika Penelitian...................................................................... 33
H. Definisi Operasional.............................................................. 33
I. Kesulitan Penelitian.............................................................. 34
J. Kelemahan Penelitian .......................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 43
A. Kesimpulan ............................................................................ 43
B. Saran....................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 45
LAMPIRAN ................................................................................................... 47
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Letak dan Jumlah
Tenaga Kesehatan per Kecamatan Kabupaten Sleman
Tahun 2003 .................................................................................. 35
Tabel 2. Status Kesehatan Masyarakat menurut Kecamatan di
Kabupaten Sleman ..................................................................... 37
Tabel 3. Rasio Luas / Tenaga .................................................................. 39
Tabel 4. Hubungan antara Status Kesehatan Kecamatan dan
Kecukupan Tenaga Berbasis Jumlah Penduduk ................... 39
Tabel 5. Letak Kecamatan ke Ibukota ..................................................... 41
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian..................................................... 28
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ................................................ 29
x
INTISARI
Latar Belakang: Untuk memperoleh kinerja Puskesmas yang optimal, dibutuhkan jumlah tenaga kesehatan yang besar, makin banyak tenaga makin besar cakupan yang bisa dilakukan dalam menangani program-program di Puskesmas. Tujuan: Untuk melihat bagaimana kinerja SDM dalam mengatasi masalah di Puskesmas. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian ekological studies. Instrumen penelitian adalah dokumen yang diambil dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja SDM di Puskesmas tidak dapat menjadi faktor penentu dalam status kesehatan masyarakat karena dalam pengolahan data menunjukkan kinerja yang buruk. Kesimpulan: Tenaga kesehatan masyarakat di Puskesmas masih kurang sehingga tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik. Kata kunci: Kinerja Puskesmas, SDM Kesehatan, Tenaga Kesehatan
Masyarakat
xi
ABSTRACT
Background: A big amount of health professionals is required to achieve an optimal performance and the bigger the number of the health professionals, the broader the coverage areas of the programs at the Puskesmas, the local government clinics. Objective: To find out the performance of the human resources in dealing with the exixting problems facing the Puskesmas. Method: The studi is of ecological one and its instrument is the document obtained from the health agency of Sleman district. Results: The results of the study indicate that the performance of the human resources of the Puskesmas can not be the determinant factor of the health status of the people because the performance is bad. Conclusion: The public health professionals in the Puskesmas are insufficient so can not to improve the performance. Key words: Puskesmas performance, human resources, public health professionals
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam sistem kesehatan nasional dan Rencana Pokok Program
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan telah digariskan
bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan
untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Upaya kesehatan ditujukan
untuk tercapainya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta
kualitas kehidupan dan harapan hidup manusia. Selain dari itu upaya
kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat, serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya
hidup secara mandiri. Perhatian khusus diberikan kepada kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah, bermukim di pedesaan daerah
terpencil, daerah terasing, daerah pemukiman baru temasuk daerah
transmigrasi, maupun di daerah kumuh perkotaan. Upaya untuk
menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah menjadi penting,
mengingat bahwa sasaran pelayanan kesehatan sebagian besar
ditujukan kepada kelompok masyarakat tersebut (Depkes, 1995).
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau
akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya
2
program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi
yang positif terhadap kesehatan yaitu pertama pembentukan lingkungan
sehat dan kedua terhadap pembentukan perilaku sehat (Depkes RI,
2002).
Secara makro setiap program pembangunan nasional yang
diselenggarakan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
terbentuknya lingkungan perilaku hidup sehat tersebut. Secara mikro,
semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang dan atau yang
akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya
derajat kesehatan seluruh anggota masayarakat. Di dalam kerangka
strategi ini perlu dilakukan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye dan
advokasi serta pelatihan sehingga semua sektor pembangunan
berwawasan kesehatan. Profesionalisme dilaksanakan melalui
penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-
nilai moral dan estetika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang
bermutu perlu didukung oleh penerapan berbagai kemajuan ilmu dan
teknologi kesehatan. Secara terus menerus ditingkatkan profesionalisme
para petugas kesehatan serta profesionalisme di bidang manajemen
pelayanan kesehatan.
Reformasi di bidang kesehatan telah menetapkan Visi
Pembangunan Kesehatan Kabupaten Sleman ”Terwujudnya Sleman
Sehat”. Visi yang ingin dicapai melalui Pembangunan Kesehatan
tersebut adalah masyarakat Kabupaten Sleman, penduduknya hidup
dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki
3
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-
tingginya di seluruh wilayah Kabupaten Sleman (Dinas Kesehatan
Sleman, 2004).
Dalam visi terwujudnya Sleman Sehat, lingkungan yang
diharapkan adalah kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi
lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara
nilai-nilai budaya.
Perilaku masyarakat sesuai yang diharapkan adalah yang bersifat
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
resiko terjadinya penyakit, melindungi dari ancaman penyakit serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo,
S., 2003). Selanjutnya kemampuan masyarakat yang bermutu tanpa ada
hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat non
ekonomi. Pelayanan kesehatan yang bermutu dimaksudkan disini adalah
pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta
yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan
profesi. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup
sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut di atas,
derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat
ditingkatkan secara optimal (Azwar, A., 1996).
4
Keberhasilan pembangunan di daerah khususnya di Kabupaten
dan Kota sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan
peran aktif masyarakat sebagai pelaku pembangunan tersebut
(Depkes, 2004a).
Tujuan pemilihan judul “Jumlah SDM Kesehatan dan Kinerja
Puskesmas di Kabupaten Sleman” adalah untuk melihat variasi kinerja
satu puskesmas dengan puskesmas lainnya yang dipengaruhi oleh
jumlah tenaga, letak puskesmas dan luas wilayah.
Kinerja puskesmas akan diukur melalui beberapa indikator yaitu
PHBS dan sanitasi yang meliputi jumlah jamban, jumlah pengelolaan air
limbah, dan jumlah tempat sampah. Di mana tiap-tiap indikator akan
dinilai dengan beberapa skor untuk masing-masing puskesmas atau
kecamatan.
Maksud peneliti memilih untuk mengadakan penelitian tentang
jumlah SDM kesehatan masyarakat dan kinerja Puskemas di Kabupaten
Sleman adalah 1) untuk melihat apakah jumlah SDM kesehatan
masyarakat yang terdiri dari tenaga gizi, tenaga sanitasi dan tenaga
kesehatan masyarakat telah mampu melaksanakan cakupan kesehatan
yaitu PHBS dan santasi, 2) untuk melihat apakah ada perbedaan kinerja
antara kecamatan yang jaraknya dekat dan yang jaraknya jauh, dengan
ibukota Sleman, 3) untuk melihat apakah luas wilayah kecamatan terkait
dengan kinerja Puskesmas. Penelitian tertarik untuk melihat jumlah SDM
kesehatan masyarakat terhadap kinerja Puskesmas di Kabupaten
Sleman karena Kabupaten Sleman dianggap lebih maju dibanding
Kabupaten Fak-Fak, Papua tempat peneliti bekerja.
5
1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
Dewasa ini berkembang pemikiran tentang gerakan kesehatan
masyarakat yang menyatakan bahwa konsentrasi utama kesehatan
adalah kepada kelompok masyarakat yang tidak sakit. Oleh karena
pelayanan orang yang sakit menyebabkan pengeluaran yang lebih
besar. Strategi paradigma sehat dengan upaya promotif dan
preventif perlu ditingkatkan agar masyarakat benar-benar sehat.
Faktor yang lebih besar pengaruhnya dalam peningkatan derajat
kesehatan masyarakat adalah interaksi antar perilaku dengan
lingkungan. Oleh karena itu promosi tentang hidup bersih dan sehat
(PHBS) perlu memperoleh perhatian yang memadai sebagai salah
satu upaya pencegahan penyakit. Tujuan promosi PHBS adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat
secara mandiri (Depkes, 2002). Di Kabupaten Sleman kegiatan
PHBS tahun 2000 telah dilaksanakan di seluruh wilayah, dengan
sasaran pembinaan tatanan rumah tangga, institusi pendidikan (SD),
institusi kesehatan (24 puskesmas) dan tatanan tempat kerja. Berikut
adalah beberapa instrumen PHBS:
a. Cakupan ASI dan Pola Konsumsi Makan
Perilaku masyarakat dalam pemberian ASI pada bayi sudah
tinggi, akan tetapi bayi yang mendapat ASI eksklusif (4 bulan
tanpa pemberian makanan tambahan) masih rendah. Data
Susenas 1998 menyebutkan bahwa di DIY bayi yang diberi ASI
6
yaitu sebesar 96,82%. Berdasarkan data dari LB 3, bayi yang
diberi ASI eksklusif (hanya ASI) sampai umur 4 bulan di
Kabupaten Sleman tahun 2003 sebesar 54,52% (target 80%).
Hasil survey pemetaan keluarga sadar gizi yang dilaksanakan
oleh puskesmas didapat bahwa cakupan keluarga sadar gizi
tahun 2002 di Kabupaten Sleman mencapai 65,9%. Hasil
Pemantauan Gizi tahun 2003 didapatkan bahwa rata -rata
konsumsi energi sebesar 1660,59 Kkal (75,50%) dan protein
sebesar 51,24 gr (102,5%).
b. Merokok
Beberapa perilaku sebagian besar masyarakat Indonesia yang
merugikan kesehatan antara lain merokok. Meskipun diketahui
bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit berbahaya,
namun tampaknya kebiasaan ini menarik dan banyak dilakukan
oleh penduduk, khususnya laki-laki. Di Kabupaten Sleman tahun
2001 menurut data statistik dari jumlah penduduk mulai memiliki
kebiasaan merokok sebanyak 22,41%. Berdasarkan hasil
pemantauan dari 2400 rumah tangga, maka yang telah
melaksanakan kegiatan PHBS sebanyak 2167 rumah tangga
atau sebesar 90,29%.
c. Olahraga
Melakukan olahraga adalah kegiatan seseorang untuk
melakukan satu atau lebih kegiatan fisik secara teratur. Menurut
7
data hasil Susenas Kabupaten Sleman tahun 2003 persentase
penduduk 10 tahun ke atas yang melakukan aktivitas olahraga
(57,28%), sedangkan dilihat dari tujuannya 43,02% bertujuan
untuk menjaga kesehatan, untuk prestasi dan rekreasi masing-
masing sebesar 78% dan 1,68%. Kebanyakan dari masyarakat
dalam melaksanakan olahraga sesuai jenis yang digemari antara
lain jogging/gerak jalan sebesar 11,23% atau 85.179 orang,
sedangkan jenis lainnya yang digemari adalah SKJ (7,82%),
senam lainnya (9,05%), bola volley (4,21%), dan sepak bola
sebesar (5,39%).
d. Pemberdayaan Masyarakat
Diakui bahwa untuk melakukan perawatan kesehatan atau
pengobatan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu
perilaku untuk menjaga kesehatan masyarakat melalui kegiatan
baik secara perorangan maupun kolektif telah melakukan
penggalangan dana melalui JPKM maupun jaminan pembiayaan
yang lain. Sampai saat ini jumlah peserta yang menjadi JPKM di
Kabupaten Sleman tahun 2003 ada 175.125 orang yang telah
menjadi peserta JPKM (21,6%) dari jumlah penduduk, terbesar
dari keluarga miskin sebesar 173.152 jiwa (21,3%), pamong
sebanyak 1.878 jiwa (0,23%), honorer daerah sebanyak 65 jiwa
dan umum sebanyak 30 jiwa.
8
e. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)
Peran serta masyarakat di bidang kesehatan sangat besar
antara lain dengan adanya Upaya Kesehatan Bersumber daya
Masyarakat (UKMB), misalnya Posyandu, Polindes, POD,
TOGA, Dana Sehat dan pos UKK.
2. Sanitasi
a. Jumlah jamban
Jumlah jamban keseluruhan adalah 131.887 buah (65,05%)
dari jumlah rumah yang ada. Dari jumlah tersebut yang diperiksa
sebesar 51.857 atau sebesar 39,32%. Dari jumlah yang
diperiksa yang memenuhi syarat adalah sebesar 43.674 atau
sebesar 84,22%.
b. Jumlah pengelolaan air limbah
Jumlah pengelolaan air limbah adalah 125.749 buah. Dari
jumlah tersebut yang diperiksa berjumlah 49.265 atau sebesar
31,28%. Dari jumlah yang diperiksa yang memenuhi syarat
adalah 38.471 atau sebesar 81,44%.
c. Jumlah tempat pembuangan sampah
Jumlah tempat pembuangan sampah adalah 169.877 buah.
Dari jumlah tersebut yang diperiksa berjumlah 55.318 atau
sekitar 32,30%. Dari jumlah yang diperiksa yang memenuhi
syarat adalah 50.254 atau sebesar 90,97%.
Tahun 2003 jumlah puskesmas di Kabupaten Sleman
sebanyak 24 buah yang tersebar di 17 kecamatan. Dari jumlah
9
puskesmas tersebut 4 di antaranya puskesmas rawat inap
dengan 43 tempat tidur. Rasio penduduk terhadap puskesmas
sebesar 36.863 jiwa atau tiap puskesmas melayani 36.863
penduduk, rasio desa terhadap puskesmas sebesar 3,59 atau
tiap puskesmas melayani rata -rata 3-4 desa. Jumlah puskesmas
pembantu sebanyak 75 buah berarti rasio puskesmas pembantu
terhadap puskesmas 3,13 atau tiap puskesmas dilengkapi 3
puskesmas pembantu. Jumlah puskemas keliling sebanyak 37
buah berarti tiap puskesmas dilengkapi 1–2 puskesmas keliling.
Jumlah posyandu di Kabupaten Sleman sebanyak 1.314 buah,
berarti rasio posyandu terhadap puskesmas sebesar 54,75 atau
setiap puskesmas melayani 39 – 40 posyandu.
Banyaknya masyarakat yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan menurut jenis pelayanan rawat jalan dan
frekwensinya sesuai dengan data BPS tahun 2.000, porsi
terbesar masyarakat di Kabupaten Sleman pergi ke praktek
dokter sebanyak 20.272 orang atau 26,53%, kemudian
puskesmas sebanyak 19.032 (24,79%), dan pilihan ketiga
praktek petugas kesehatan sebanyak 19.669 (20,18%). Sisanya
ke RS swasta sebanyak 6,5%, praktek pengobatan tradisional
3,13% dan lainnya sebanyak 18,87%. Sedangkan hasil
SURKESDA Kabupaten Sleman tahun 2003 pemanfaatan
Puskesmas 30,74%, dokter praktek swasta 20,23%,
Bidan/Perawat praktek swasta 17,64%, tidak pernah
10
memanfaatkan selama 1 tahun 9,34%, pengobatan tradisional
9,32%, RS swasta 5,64%, RS Pemerintah 3,37%, BP swasta
2,72% dan klinik spesialis 0,91%.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan latar belakang maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah kinerja puskesmas se Kabupaten Sleman
terkait dengan jumlah SDM.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum: untuk melihat bagaimana kinerja SDM dalam
mengatasi masalah di puskesmas.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk melihat gambaran jumlah tenaga kesehatan terhadap
kinerja puskesmas.
b. Untuk melihat apakah letak puskesmas terkait dengan kinerja
puskesmas.
c. Untuk melihat apakah luas wilayah terkait dengan kinerja
puskesmas.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman merupakan masukan
untuk menambah jumlah tenaga kesehatan masyarakat dalam
rangka meningkatkan kinerja Puskemas.
11
2. Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman karena telah melihat
bagaimana peningkatan kualitas SDM dan kinerja puskesmas di
Kabupaten Sleman dimana hal ini dapat diterapkan di tempat tugas
peneliti.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana meningkatkan
kinerja untuk mengatasi masalah di puskesmas.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penulis melihat bahwa penelitian mengenai SDM kesehatan dan
kinerja puskesmas sejauh ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.
Ada penelitian oleh Alpihsabar (1977) dengan judul “Kinerja Pegawai
sebagai Dasar Pengembangan Sumber Daya Manusia di Unit Tata
Usaha RSUD Budhi Asih Jakarta” dan Rasa Harbakti (2001) dengan
judul “Evaluasi Kinerja Puskesmas di Jawa Tengah Pasca Pelatihan
Kerja“. Kesamaannya: ketiga penelitian di atas menggunakan data
sekunder berupa pengecekan dokumen dan laporan.
Perbedaannya dengan kedua penelitian di atas menggunakan
rancangan non eksperimental dengan pendekatan cross sectional.
Sedangkan penulis pada penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian ekological studi. Di samping itu pula terdapat perbedaan pada
kerangka konsep, subjek penelitian dan unit analisisnya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PUSKESMAS
1. Definisi
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
kabutapen/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Trihono, 2005).
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Dinas Kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian
dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan
merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya
Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat
yang ingin masa depannya dicapai melalui pembangunan kesehatan,
yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku
sehat, bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Misi pembangunan kesehatan yang diselengarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan
kesehatan nasional. Misi tersebut adalah menggerakkan
13
pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya,
mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
di wilayah kerjanya, memelihara dan meningkatkan mutu pemerataan
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya (Depkes RI, 1990).
2. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010
(Depkes RI, 1998).
3. Indikator Fungsi Puskesmas
Bila indikator fungsi puskesmas akan dijadikan tolok ukur
keberhasilan puskesmas dalam mencapai visi kecamatan sehat, maka
uraian manajemen ini dilakukan berdasarkan 3 fungsi puskesmas
sebagai: (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2)
pusat pemberdayaan masyarakat, dan (3) pusat pelayanan kesehatan
strata pertama. Uraian singkat 3 fungsi tersebut diatas beserta indikator
masing-masing fungsi adalah sebagai berikut:
14
3.1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan
memiliki makna bahwa puskesmas harus berperan sebagai motor
dan motivator terselenggaranya pembangunan yang mengacu,
berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor
pertimbangan utama. Pembangunan yang dilaksanakan di
kecamatan, seyogyanya yang berdampak positip terhadap
lingkungan sehat dan perilaku sehat, yang muaranya adalah
peningkatan kesehatan masyarakat.
Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan dapat dinilai dari seberapa jauh institusi jajaran non-
kesehatan memperhatikan kesehatan bagi institusi dan warganya.
Oleh karena itu, keberhasilan fungsi ini bisa diukur melalui Indeks
Potensi Tatanan Sehat (IPTS). Ada 3 tatanan yang bisa diukur
yaitu: tatanan sekolah (SD, SMP, SMU/SMK, Madrasah,
Universitas), tatanan tempat kerja (kantor, pabrik, industri rumah
tangga, tempat kerja di perternakan, tempat kerja di
perkebunan/pertanian, dll), dan tatanan kerja tempat-tempat umum
(pasar, rumah ibadah, rumah makan, tempat hiburan, dll).
3.2 Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya guna
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar
mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan
15
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan
fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM
dan tokoh masyarakat.
Fungsi pusat pemberdayaan masyarakat dapat diukur dengan
beberapa indikator antara lain tumbuh kembang UKBM (Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat) dan berfungsinya kondisi
kesehatan kecamatan atau BPKM (Badan Peduli Kesehatan
Masyarakat) atau BPP (Badan Penyantun Puskesmas).
3.3 Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Pelayanan kesehatan strata pertama adalah pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Sebagaimana diketahui, pelayanan kesehatan
strata pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas adalah:
1. Pelayan Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan yang bersifat pribadi (private goods)
dengan tujuan utama penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan
perorangan ini adalah rawat jalan dan untuk puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap. Ini berkaitan dengan
salah satu upaya kesehatan wajib, yaitu upaya pengobatan.
16
2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan yang bersifat publik (public goods)
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit, tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan
masyarakat ini berkaitan dengan 5 upaya kesehatan wajib,
yaitu Promosi Kesehatan (Promkes), Kesehatan lingkungan
(Kesling), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga
Berencana (KB), Perbaikan Gizi, dan Pemberantasan Penyakit
Menular (P2M).
Di samping itu bagi puskesmas yang mampu, pelayanan
kesehatan masyarakat dapat pula menambah upaya kesehatan
pengembangan, antara lain upaya kesehatan sekolah, upaya
kesehatan olahraga, upaya perawatan kesehatan masyarakat,
upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya
kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia
lanjut, dan upaya pembinaan pengobatan tradisional.
Indikator keberhasilan fungsi pelayanan kesehatan strata
pertama dapat dikelompokkan ke dalam IPMS (Indikator
Potensi Masyarakat Sehat), yang terdiri dari cakupan dan
kualitas program tersebut diatas. IPMS minimal mencakup
seluruh indikator cakupan upaya kesehatan wajib dan kualitas
atau mutu pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
17
B. SUMBER DAYA MANUSIA
1. Pengertian Sumber daya Manusia
Menurut Nawawi (2003) pengertian sumber daya manusia
dibedakan antara pengertian secara mikro dan pengertian secara
makro. Secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk
atau warga negara suatu negara atau wilayah tertentu yang sudah
memasuki usia angkata kerja, baik yang sudah atau yang belum
mempunyai pekerjaan.
Sumber daya manusia dalam arti mikro adalah orang yang
bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut
personil, pegawai, karyawan, pekerja dan tenaga kerja yang dapat
dilihat dari tiga sudut:
a. Sumber daya manusia adalah orang yang bekerja atau yang
berfungsi sebagai aset organisasi/perusahaan yang dapat
dihitung jumlahnya (kuantitatif). Dalam pengertian ini SDM tidak
berbeda dari fungsi aset lainnya seperti sumber daya teknologi
dan sumber daya finansial.
b. Sumber daya manusia adalah potensi yang menjadi motor
penggerak organisasi/perusahaan. Setiap SDM berbeda
potensinya, oleh karena itu kontribusi dalam bekerja berbeda-
beda sesuai dengan ketrampilan, semakin trampil semakin besar
penghargaan finansial yang harus diberikan, sehingga sumber
daya manusia berfungsi sebagai investasi.
18
c. Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi berbeda
dengan sumber daya yang lain, nilai-nilai kemanusiaan
mengharuskan diperlakukan berlainan di antaranya SDM
mempunyai ketrampilan, keahlian, kepribadian, harga diri, sikap,
motivasi, yang mengharuskan dilakukan perencanaan SDM.
Agar SDM yang dipekerjakan sesuai dengan kebutuhan
organisasi (Simamora, 2004).
Sumber daya manusia merupakan aset terpenting di antara
sumber daya yang lain yang harus dimiliki oleh setiap organisasi,
jenis-jenis masalah yang lain dikendalikan oleh sumber daya
manusia (Hasibuan, 2003). Sumber daya manusia merupakan
elemen utama dalam suatu organisasi karena merupakan perangkat
lunak yang mengendalikan perangkat-perangkat yang lain untuk
mencapai tujuan organisasi.
Program sumber daya manusia kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya
kesehatan serta efektivitas dan efisiensi penggunaannya.
Sasarannya antara lain: a) kebijakan dan rencana pengembangan
tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah di semua tingkat,
b) pendayagunaan tenaga kesehatan yang ada dan dikembangkan
karir seluruh tenaga kesehatan, c) pembinaan dan peningkatan
profesionalisme petugas kesehatan (Mangkunegoro, 2000).
19
Menurut Hasibuan (2003) sumber daya manusia adalah
kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki
individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan
lingkungannya sedangkan motivasi kerja ditentukan oleh keinginan
untuk memenuhi kepuasan. Investasi yang paling tinggi bagi suatu
organisasi adalah SDM, karena SDM merupakan kunci keberhasilan
organisasi untuk tetap survive dan berkembang dengan baik. Agar
SDM yang dimiliki organisasi dapat memberikan kontribusi yang
maksimal, maka dalam setiap organisasi perlu perlu adanya
berbagai program pembinaan SDM, di antaranya adalah pelatihan
(training) yang berhubungan langsung dengan tugas dan tanggung
jawabnya serta bimbingan dan pengawasan (supervisi) dari pimpinan
organisasi secara sungguh-sungguh, terarah dan berkelanjutan
terhadap karyawan untuk mencapai kinerja yang diharapkan
(Nitisemoto, 1999). Pelatihan adalah upaya untuk memperbaiki
prestasi kerja karyawan dalam menangani suatu pekerjaan atau hal-
hal yang berhubungan dengannya. Dengan demikian hasil yang
diharapkan adalah terjadinya peningkatan pengetahuan dan sikap
karyawan yang dapat mendukung kinerja yang diinginkan
(Muhamad, S., 2000).
Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya mengembangkan
SDM terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia. Menurut Notoatmodjo (1998), pendidikan dan
20
pelatihan di suatu organisasi adalah proses pengembangan
kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi bersangkutan.
Selanjutnya disebutkan beberapa perbedaan antara pendidikan dan
pelatihan yaitu bahwa orientasi pendidikan lebih kepada
pengembangan kemampuan umum, area penekanannya kognitif,
afektif, psikomotor, waktu pendidikan relatif lebih panjang dan pada
akhir proses akan diberi ijazah atau gelar. Sedangkan pelatihan lebih
berorientasi pada tugas tertentu yang harus dilaksanakan atau
sedang dijalankan, penekannya pada psikomotor saja, waktunya
relatif lebih pendek dan akhir dari pelatihan akan diberikan sertifikat.
Pendidikan dan pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu
bentuk investasi. Oleh sebab itu bagi organisasi atau institusi yang
ingin berkembang, maka pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya
harus memperoleh perhatian besar (Muchlas, 1997). Pentingnya
pendidikan dan pelatihan bagi suatu organisasi antara lain.
a. Sumber daya manusia atau karyawan yang menduduki suatu
jabatan tertentu dalam organisasi, belum tentu mempunyai
kemampuan yang sesuai dengan persyaratan yang diperlukan
dalam jabatan tersebut. Hal ini terjadi karena sering seseorang
menduduki jabatan tertentu bukan karena kemampuannya,
melainkan karena tersedianya formasi. Oleh sebab itu karyawan
atau staf baru ini perlu penambahan kemampuan yang mereka
perlukan.
21
b. Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi jelas akan
mempengaruhi suatu organisasi/instansi. Oleh sebab itu jabatan-
jabatan yang dulu belum diperlukan sekarang diperlukan.
Kemampuan orang yang menempati jabatan tersebut kadang-
kadang tidak ada. Dengan demikian maka diperlukan
penambahan atau peningkatan kemampuan yang diperlukan
oleh jabatan tersebut.
c. Promosi dalam suatu organisasi/institusi adalah suatu
keharusan, apabila organisasi itu mau berkembang. Pentingnya
promosi bagi seseorang adalah sebagai salah satu reward dan
insentif (ganjaran dan perangsang). Adanya ganjaran dan
perangsang yang berupa promosi dapat meningkatkan
produktifitas kerja bagi seorang karyawan. Kadang-kadang
kemampuan seseorang karyawan yang akan dipromosikan untuk
menduduki jabatan teertentu ini masih belum cukup. Untuk itulah
maka diperlukan pendidikan atau pelatihan tambahan.
d. Agar diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja sesuai tujuan
organisasi tersebut.
Dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para
karyawan tersebut melalui pendidikan dan pelatihan akan
meningkatkan produktivitas kerja sehingga organisasi yang
bersangkutan akan memperoleh keuntungan (Glueck, W.F., 1991).
Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari pengembangan
22
dan sebelum melaksanakan pendidikan dan pelatihan maka
organisasi harus melakukan analisis kebutuhan, analisis kebutuhan
tersebut didasari pada analisis kebutuhan jabatan. Analisis tugas
adalah suatu telaah yang rinci tentang sebuah pekerjaan untuk
mengidentifikasi keterampilan yang dituntut sehingga suatu program
pelatihan tepat bisa dimulai (Simamora, H., 2004).
2. Perencanaan Sumber daya Manusia
Salah satu definisi klasik tentang perencanaan mengatakan
bahwa perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan
keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa
yang akan datang. Perencanaan sumber daya manusia yang
menjadi fokus perhatian adalah langkah-langkah tertentu yang
diambil oleh manajemen guna menjamin organisasi tersedia tenaga
kerja yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan
pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat (Nawawi, 2003).
Sebagian besar organisasi akan mempertahankan jumlah staf
yang paling sedikit, terutama karena besarnya biaya sumber daya,
namun apa yang dianggap optimal tergantung pada tingkat layanan
yang akan dapat diberikan oleh suatu organisasi (Martoyo, S., 2000).
Aspek pokok perencanaan SDM menurut Cushway (1999)
adalah sebagai berikut:
- Sistematis dan merupakan proses yang disadari dan terencana,
bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba.
23
- Proses yang terus menerus karena organisasi dan tujuannya
beserta lingkungan dimana ia beroperasi akan selalu berubah.
- Bertujuan dekat dan integral dengan proses perencanaan
perusahaan, karena hal ini akan menentukan kebijakan-kebijakan
dan prioritas-prioritas organisasi, yang kemudian akan
dipengaruhi oleh tersedianya SDM.
- Persyaratan sumber daya dan akan tergantung pada
kemampuan.
- Sumber daya harus memenuhi persyaratan demi keeektifan
suatu organisasi.
Gomes F.C., (1995) mengemukakan bahwa terdapat enam
manfaat yang dapat dipetik melalui perencanaan sumber daya
manusia secara baik yaitu:
- Organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang
sudah ada dalam organisasi secara lebih baik.
- Melalui perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan
penentuan kebutuhan kerja dari tenaga kerja yang ada dapat
ditingkatkan.
- Perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan
kebutuhan akan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti
jumlah atau kualitasnya untuk mengisi berbagai jabatan dan
menyelenggarakan berbagai aktifitas baru kelak.
- Penanganan informasi ketenagakerjaan sehingga bisa membantu
memberikan pelayanan kepada para anggotanya.
24
- Penelitian dilakukan untuk kepentingan perencanaan sumber
daya manusia akan timbul pemahaman yang tepat mengenai
situasi pasar kerja, yang akhirnya rencana yang disusun
disesuaikan dengan situasi pasar kerja.
- Sebagai dasar dalam penyusunan program kerja suatu
organisasi.
Perencanaan sumber daya manusia merupakan proses
penentuan tenaga kerja suatu organisasi baik jumlah maupun
jenisnya pada masa yang akan datang, serta dilaksanakan melalui
langkah-langkah analisis faktor-faktor penyebab perubahan
kebutuhan, peramalan kebutuhan dan analisis supplay tenaga kerja
baik secara internal maupun eksternal (Reinke, 1994).
Hasibuan (2003) mengatakan manajemen sumber daya
manusia mempunyai fungsi meliputi:
- Perencanaan: merencanakan tenaga kerja secara efektif dan
efisien agar sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam
membantu terwujudnya tujuan organisasi.
- Pengorganisasian: menetapkan pembagian kerja, hubungan
kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi.
- Pengendalian: kegiatan mengendalikan karyawan agar mentaati
peraturan.
- Pengadaan: proses penarikan, seleksi, penempatan, induksi agar
memperoleh karyawan sesuai dengan kebutuhan organisasi.
25
- Pengembangan: proses peningkatan ketrampilan, pendidikan dan
latihan yang sesuai dengan perkembangan.
- Pengarahan: mengarah untuk kerja sama, bekerja efektif dan
efisien.
- Kompensasi: pemberian balas jasa kepada karyawan sebagai
imbalan jasa yang sudah diberikan kepada organisasi.
- Pengintegrasian: mempersatukan kepentingan karyawan dengan
organisasi agar tercipta keserasian.
- Pemeliharaan: kegiatan meningkatkan kondisi fisik, mental dan
loyalitas karyawan, agar mau bekerja sama sampai pensiun.
- Kedisiplinan: keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan
dan norma-norma organisasi.
- Pemberhentian: putusnya hubungan seseorang dengan
organisasi, baik keinginan karyawan maupun keinginan
organisasi.
C. KINERJA
Handoko (1995) mengistilahkan kinerja (performance) dengan
prestasi kerja yaitu proses melalui apa organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja karyawan. Kinerja atau performance menurut Barry
dan Housten (1993) adalah merupakan kombinasi antara kemampuan
dan usaha, untuk menghasilkan apa yang dikerjakan. Agar dapat
menghasilkan kinerja yang baik, seseorang harus memiliki kemampuan,
mempunyai kemauan, usaha, dan setiap kegiatan yang dilaksanakan
26
tidak mengalami hambatan yang berarti dalam lingkungannya. Kemauan
dan usaha dapat menghasilkan motivasi, kemudian setelah ada motivasi
dapat menimbulkan kegiatan.
Menurut Gomes (1997) kinerja adalah hasil yang dicapai atau
prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
dalam suatu organisasi.
Pengertian kinerja ialah penampilan hasil karya personal/petugas
baik kuantitas maupun kualitasnya dalam suatu organisasi, secara
individual ataupun kelompok, dengan tanpa melihat jabatan yang
dipangkunya (Ilyas, 2003), sehingga merupakan kinerja dari keseluruhan
jajaran organisasi secara utuh. Kinerja terkait dengan persyaratan
kemampuan yang akan berperngaruh terhadap peningkatan kinerja yang
meliputi 1) Kemampuan Teknis, yakni kecakapan khusus/ketrampilan, 2)
Kemampuan Manajerial, yakni kecakapan umum dalam pengelolaan
organisasi, dan, 3) Kemampuan Kemanusiaan, yakni berkaitan dengan
kecakapan sosial dalam bekerja sama dengan orang lain. Disamping itu
dibutuhkan pula, kemampuan berupa kesungguhan dan disiplin kerja,
motivasi, dan pengalaman mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menumbuhkan prestasi kerja (Sastrohadiwiryo, S., 2001).
Organisasi berperan dalam mengimbangi tuntutan masyarakat
yang semakin meningkat, baik dalam arti intensitasnya maupun
frekuensinya, kemudian dalam menghadapi lingkungan yang berubah
cepat, organisasi birokrasi/pemerintah perlu selalu berada pada kondisi
yang unggul, artinya mampu mewujudkan perubahan yang berskala
27
besar dengan cara bekerja secara inovatif dan proaktif. Sementara itu
peningkatan kinerja selalu dikaitkan dengan penerapan prinsip efisiensi.
Hal ini berarti, bahwa dalam upaya menampilkan kinerja yang
memuaskan, suatu sistem harus bekerja sedemikian rupa sehingga
hanya menggunakan sebagian dari sarana, daya dan dana yang
dialokasikan untuk menyelenggarakan fungsinya (Siagian, 1998).
D. LANDASAN TEORI
Menurut teori motivasi bahwa untuk meningkatkan produktifitas
kerja dan perluasan suatu organisasi perlu menambah jumlah
pegawai dengan berbagai kriteria dan kualifikasinya (Siagian, 1995).
Jumlah tenaga berpengaruh pada kinerja melalui besar cakupan yang
dapat mereka kerjakan. Makin banyak tenaga makin besar cakupan
kegiatan yang bisa dilakukan. Dalam hal ini bagaimana manajemen SDM
dapat mengatasi permasalahan di puskesmas, sehingga meningkatkan
kinerja.
Menurut Aswar (1993) tentang 3 dimensi standard kinerja yang
berkaitan dengan standard layanan yang baik yaitu:
- Standard masukan (input) yaitu untuk mengukur tenaga, sarana dan
dana.
- Standard proses yaitu untuk mengukur tindakan medis dan non medis.
- Standar keluaran (output) yaitu untuk mengukur garis kebijakan,
manajemen dan organisasi.
28
Kerangka teori penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian
- Luas wilayah kecil, jumlah tenaga banyak
- Masyarakat mudah dijangkau oleh petugas kesehatan masyarakat
- Kinerja meningkat
Kecil
Besar
- Luas wilayah besar, jumlah tenaga sedikit
- Masyarakat sulit dijangkau oleh petugas kesehatan masyarakat
- Kinerja menurun
Rasio Luas/Tenaga
- Penduduk sedikit, jumlah
tenaga banyak - Beban kerja menurun - Kinerja meningkat
Kecil
Besar
- Penduduk banyak, jumlah
tenaga sedikit - Beban kerja meningkat - Kinerja menurun
Rasio Penduduk/ Tenaga
- Tingkat pendidikan meningkat - Perilaku kesehatan masyarakat
meningkat. - Kinerja meningkat
Dekat
Jauh
- Tingkat pendidikan menurun - Perilaku kesehatan masyarakat
menurun. - Kinerja menurun
Jarak Kecamatan terhadap Ibukota
Sleman
29
E. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
F. PERTANYAAN PENELITIAN
1. Apakah jumlah tenaga kesehatan masyarakat terkait dengan kinerja
puskesmas?
2. Apakah letak kecamatan terkait dengan kinerja Puskesmas?
3. Apakah luas kecamatan terkait dengan kinerja Puskesmas ?
Kinerja Puskesmas: - PHBS - Sanitasi
1. SDM Kesehatan
- Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat
2. Letak kecamatan
3. Luas kecamatan
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS RANCANGAN PENELITIAN DAN UNIT ANALISIS
Penelitian ini merupakan penelitian ekological studies. Sebagai
unit analisis adalah Puskesmas. Penelitian ekological studies merupakan
suatu penelitian yang membandingkan antara kinerja Puskesmas yang
satu dengan Puskesmas lainnya dalam suatu kesatuan wilayah (Kidder,
LH and Judd, CM., 1986).
Beberapa indikator kesehatan yang dipakai pada penelitian ini
adalah jumlah rumah tangga yang telah melakukan kegiatan PHBS,
jumlah tempat sampah, jumlah jamban dan jumlah pengelolaan air
limbah. Data yang diambil dari Profil Kesehatan Kabupaten Sleman
tahun 2004 kemudian disusun dalam bentuk tabulasi, kemudian diberi
angka atau skor. Skor 0 apabila indikator kesehatan di bawah angka
rata-rata, skor 1 apabila indikator kesehatan di atas angka rata-rata.
Selanjutnya dibuatkan cross tabulasi dari tiap-tiap indikator kesehatan
terhadap jumlah SDM kesehatan, luas wilayah dan letak wilayah dari
Ibukota Sleman.
B. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah petugas gizi dan sanitasi.
C. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada 24 Puskesmas di Kabupaten
Sleman.
31
D. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian adalah catatan dokumen yakni Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2004 yang memuat hasil-hasil
kegiatan program Puskesmas selama tahun 2003.
E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian yang dipakai adalah:
- Variabel bebas : SDM kesehatan, letak wilayah dan luas wilayah
- Variabel terikat : Kinerja Puskesmas (PHBS dan Sanitasi)
F. JALANNYA PENELITIAN
Jalannya penelitian ini dapat dijabarkan dalam dua tahap kegiatan
penelitian sebagai berikut:
1. Tahap I: Persiapan penelitian
- Berkonsultasi dengan dosen pembimbing mengenai penyusunan
rencana usulan penelitian/proposal tesis.
- Menelusuri kepustakaan dan mencari data/informasi awal guna
bahan masukan bagi penyusunan rencana tersebut.
- Mempresentasikan usulan penelitian/proposal tesis.
- Menyiapkan keperluan/kelengkapan penelitian, yakni: surat
permohonan ijin penelitian, surat persetujuan penelitian, lembar
daftar periksa dokumen.
2. Tahap II: Pelaksanaan penelitian
- Melaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
bahwa penelitian mulai dilaksanakan dan menerangkan maksud,
32
tujuan, dan cara pelaksanaan penelitian ini termasuk melakukan
kegiatan uji pemahaman atas instrumen/alat penelitian yang
digunakan.
- Melakukan pengumpulan data berupa pemeriksaan dokumen.
- Hasil data yang dikumpulkan langsung dibuatkan catatan agar
tidak tercecer atau hilang.
- Kemudian dibuatkan analisis data berupa:
a. Editing: memeriksa kelengkapan data dan keseragaman data
serta memeriksa isian data.
b. Koding: data-data dikelompokkan sesuai dengan variabel yang
sudah ditentukan.
c. Tabulasi: mengelompokkan data ke dalam tabel.
d. Penetapan standar, skor dan skala.
e. Membuat cross tabulasi:
- terdapat dua variabel yang digunakan yaitu variabel
dependent dan variabel independent.
- Variabel independent dijumlahkan sampai angka 100%,
variabel dependent tidak dijumlahkan.
- Kemudian membandingkan variabel dependent dengan
variabel independent. Jika perbedaan antara variabel
dependent dengan variabel independent ini besar artinya
memiliki pengaruh sebaliknya bila perbedaan ini kecil
berarti tidak memiliki pengaruh.
33
G. ETIKA PENELITIAN
- Melapor ke Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Kantor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah.
- Melapor ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dengan
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
- Melakukan penelitian dengan mengambil data dari Profil Kesehatan
Kabupaten Sleman Tahun 2004.
- Penelitian ini hanya menganalisas data sekunder yang tertulis dalam
Profil Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2004 dan tidak menggali
informasi dari personal atau data sekunder yang lain.
H. DEFINISI OPERASIONAL
1. Kinerja diukur dari indikator status kesehatan yang meliputi jumlah
keluarga yang telah melakukan kegiatan PHBS, jumlah tempat
sampah, jumlah pengelolaan air limbah dan jumlah jamban. Kinerja
akan diukur dengan skor dari indikator-indikator itu.
2. Status SDM diukur dari jumlah tenaga gizi, tenaga sanitasi dan
tenaga kesehatan masyarakat per jumlah penduduk.
3. Luas Wilayah adalah luas tiap-tiap kecamatan sesuai profil
Kabupaten Sleman tahun 2004.
4. Letak kecamatan digunakan untuk melihat apakah kecamatan
tersebut berjarak dekat atau jauh dengan pusat Ibukota Sleman.
34
I. KESULITAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini tidak ditemukan hambatan atau kesulitan
yang berarti, karena semua data yang dibutuhkan tidak sulit
memperolehnya dan antara data yang satu dengan yang lainnya masih
konsisten.
J. KELEMAHAN PENELITIAN
Penelitian ini hanya melihat data sekunder maka akurasi hasil
kurang valid karena tergantung pada kualitas data. Sehingga hasil
penelitian ini tidak dapat digeneralisasi di tempat lain.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dari penelitian ini diambil dari Profil Kesehatan Kabupaten
Sleman Tahun 2004, yang menampung hasil-hasil kegiatan tahun 2003.
Tabel 1. Jumlah penduduk, luas wilayah, letak dan jumlah tenaga kesehatan
per kecamatan Kabupaten Sleman, tahun 2003
Kecamatan Jumlah Penduduk
Luas (Km2)
Letak Jumlah Tenaga
Puskesmas
Jumlah Tenaga Sanitasi
Jumlah Tenaga
Gizi
Jumlah TenagaKesmas
Berbah 41.555 22,99 2 19 1 1 0
Cangkringan 27.171 47,99 2 18 1 1 0
Depok 115.109 35,55 2 41 2 1 0
Gamping 70.435 29,25 2 41 3 2 0
Godean 59.320 26,84 2 31 2 1 0
Kalasan 56.187 35,84 2 30 1 2 0
Minggir 42.861 26,63 1 25 2 1 0
Mlati 70.403 28,52 1 46 2 2 2
Moyudan 50.865 27,62 2 20 1 1 0
Ngaglik 70.050 35,71 1 47 3 2 0
Ngemplak 46.661 35,52 1 35 2 2 0
Pakem 31.868 43,84 2 19 0 1 0
Prambanan 44.829 41,35 2 32 1 1 0
Seyegan 34.990 27,27 1 20 1 1 0
Sleman 57.652 31,32 1 25 1 1 0
Tempel 47.751 32,49 1 39 2 2 0
Turi 33.742 43,09 1 18 1 1 0
Kabupaten 901.449 571,82 506 26 23 2
Sumber: Bagian Kepegawaian, Dinas Kesehatan Sleman diolah
36
Tabel 1 memperlihatkan beberapa hal sebagai berikut:
- Terdapat 17 kecamatan di Kabupaten Sleman. Dengan jumlah penduduk
kurang lebih 901.449 jiwa. Jumlah penduduk terbesar terdapat di
Kecamatan Depok sebesar 115.109 jiwa dan yang terkecil di Kecamatan
Cangkringan sebesar 27.171 jiwa.
- Luas wilayah di seluruh Kabupaten Sleman kurang lebih 571,82 km2,
dengan luas terbesar terdapat di Kecamatan Cangkringan sebesar
47,99 km2, dan terkecil terdapat di Kecamatan Berbah sebesar
22,99 km2.
- Letak ditentukan berdasarkan jarak kecamatan ke ibukota Sleman. Letak
dekat adalah letak kecamatan yang berbatasan langsung dengan ibukota
Sleman dan diberi angka 1 (satu), dan letak jauh adalah letak kecamatan
yang tidak berbatasan langsung dengan ibukota Sleman dan diberi
angka 2 (dua).
- Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Sleman kurang lebih 506 orang.
Terdiri dari tenaga medis dan paramedis sebanyak 423 orang (83,6%),
tenaga kesehatan masyarakat yang terdiri dari (tenaga gizi, sanitasi dan
kesehatan masyarakat) sebanyak 51 orang (10%) dan tenaga farmasi
dan teknik medis 31 orang (6,4%). Dari jumlah tersebut tenaga
kesehatan terbanyak terdapat di Kecamatan Ngaglik sebesar 47 orang,
dan yang sedikit terdapat di Kecamatan Turi dan Cangkringan sebesar
18 orang.
37
Tabel 2. Status Kesehatan Masyarakat menurut Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2003
Kecamatan
Persentase Rumahtangga
dengan Jamban yang
Memenuhi Syarat (%)
Persentase Rumahtangga
dengan Pengelolaan Air
Limbah yang memenuhi Syarat (%)
Persentase Rumahtangga yang Memiliki
Tempat Sampah (%)
Persentase Rumahtangga yang
Melaksanakan PHBS
(%)
Berbah 100,00 79,63 100,00 94,00 Cangkringan 96,43 64,62 97,29 90,00 Depok 79,56 74,56 93,13 83,00 Gamping 99,27 99,71 88,91 89,50 Godean 76,48 85,77 95,58 93,50 Kalasan 52,41 100,00 100,00 86,00 Minggir 61,74 79,31 100,00 79,00 Mlati 80,37 70,46 80,23 99,00 Moyudan 91,32 81,90 64,36 94,00 Ngaglik 86,33 58,53 93,58 94,00 Ngemplak 96,21 80,80 95,43 96,00 Pakem 85,62 65,60 100,00 80,00 Prambanan 85,82 83,23 83,33 68,00 Seyegan 99,67 87,80 83,33 85,00 Sleman 94,50 93,51 89,92 76,00 Tempel 94,75 95,42 84,15 69,50 Turi 73,17 83,69 97,34 90,00 Rata-rata 85,51 81,44 90,97 86,30
Sumber: Seksi Waslit Air dan Promkes, Dinas Kesehatan Sleman, Tahun 2003
- Jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah 43.674 dari
51.857 yang diperiksa atau sebesar 85,51%. Jumlah tertinggi terdapat di
Kecamatan Berbah sebesar 100% dan terendah terdapat di Kecamatan
Kalasan sebesar 51,41%. Menurut Notoatmodjo (2003) syarat jamban
yang baik yang biasanya digunakan di pedesaan adalah (1) tidak
mengotori tanah dan air di sekitarnya, (2) tidak menimbulkan bau, (3)
tidak terjangkau oleh serangga, (4) mudah digunakan, (5) murah, (6)
sederhana desainnya, (7) dapat diterima oleh pemakainya.
38
- Jumlah tempat pengelolaan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan
adalah 38.471 dari 49.265 yang diperiksa atau sebesar 81,44%. Jumlah
tertinggi terdapat di Kecamatan Kalasan sebesar 100% dan terendah di
Kecamatan Cangkringan sebesar 64,62%.
- Jumlah tempat sampah yang memenuhi syarat adalah 50.254 dari
55.318 yang diperiksa atau sebesar 90,97%. Jumlah tertinggi terdapat di
Kecamatan Berbah, Kalasan, Minggir dan Pakem sebesar 100% dan
jumlah terkecil di Kecamatan Moyudan sebesar 64,36%. Sampah erat
kaitannya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah akan
hidup berbagai mikroorganisme seperti bakteri patogen dan juga
serangga sebagai pemindah dan penyebar penyakit (vektor)
(Notoatmodjo, 2003).
- Jumlah rumah tangga yang telah melakukan kegiatan PHBS adalah
berjumlah 86,30%, jumlah tertinggi terdapat di Kecamatan Mlati sebesar
99% dan jumlah terendah terdapat di Kecamatan Prambanan sebesar
68%. Program PHBS Tatanan Rumah Tangga/Keluarga merupakan
suatu program yang berupaya meningkatkan kemampuan dan
kemandirian keluarga untuk hidup sehat. Pendekatan keluarga
didasarkan kenyataan bahwa dalam keluarga terdapat kedekatan
hubungan yang erat, selalu terjadi interaksi sehingga saling asah, asih
dan asuh. Sasaran program PHBS Tatanan Rumah Tangga terbagi tiga,
yaitu, (1) sasaran primer yaitu anggota keluarga agar dapat berubah
perilakunya, (2) sasaran sekunder yang berpengaruh antara lain tokoh
39
agama, tokoh masyarakat (toma), dasa wisma, PKK, kader, LSM dan
sebagainya, (3) sasaran tersier antara lain Lurah, camat, Ketua PKK dan
lain-lain. Mereka ini memberikan dukungan penunjang bagi keberhasilan
program PHBS (Dinkes DIY, 2000).
Tabel 3. Tabulasi silang antara rasio luas per tenaga dengan beberapa indikator status kesehatan masyarakat
Luas/Tenaga PHBS (%)
Sampah (%)
Jamban (%)
Limbah (%)
Kecil 54,55 63,64 54,55 45,45 Besar 50,00 50,00 83,33 66,67
Tabel 3 ini memperlihatkan hubungan antara luas daerah dan status
kesehatan. Pada rasio yang kecil berarti kecil luas wilayah tetapi tenaga
kesehatan masyarakat banyak sehingga penduduk yang bermukim di daerah
tersebut mudah dijangkau dan dikontrol oleh tenaga kesehatan karena
beban kerja lebih kecil dan frekuensi kegiatan menjadi lebih tinggi, sehingga
status kesehatannya diharapkan lebih baik. Pada tabel di atas indikator
status kesehatan meningkat pada kegiatan PHBS dan jumlah tempat
sampah tetapi status kesehatan menurun pada jumlah jamban dan
pengelolaan air limbah. Secara umum dapat dikatakan bahwa luas wilayah
per tenaga terkait dengan PHBS dan jumlah tempat sampah, tetapi tidak
terkait dengan jumlah jamban dan jumlah pengelolaan air limbah.
Tabel 4. Hubungan antara Status Kesehatan Kecamatan dan Kecukupan Tenaga berbasis Jumlah Penduduk
Rasio Penduduk / Tenaga
PHBS (%)
Sampah (%)
Jamban (%)
Limbah (%)
Kecil 50,00 50,00 80,00 40,00
Besar 57,14 71,43 42,86 57,14
40
Tabel 4 memperlihatkan hubungan antara status kesehatan dengan
kecukupan tenaga berbasis jumlah penduduk. Bila rasio ini kecil dapat
diasumsikan bahwa jumlah penduduk sedikit tetapi jumlah tenaga kesehatan
masyarakat besar. Sebaliknya bila rasio ini besar berarti jumlah penduduk
banyak tetapi jumlah tenaga kesehatan masyarakat kecil. Pada rasio yang
kecil tenaga kesehatan dapat bekerja lebih efektif, karena beban kerja
menjadi berkurang sehingga diharapkan mempunyai kinerja lebih baik.
Berdasarkan data pada tabel 4 maka yang cocok untuk asumsi di atas
adalah persentase kepala keluarga yang memiliki jamban. Tetapi tidak cocok
untuk persentase keluarga yang telah melakukan kegiatan PHBS, tempat
sampah dan pengelolaan air limbah. Hal ini mungkin terkait dengan jumlah
tenaga kesehatan masyarakat yang masih kurang jika dibanding tenaga
medis dan paramedis. Jumlah tenaga kesehatan secara keseluruhan untuk
Kabupaten Sleman yakni 506 orang, yang terdiri dari 423 tenaga medis dan
paramedis atau sebesar 83,6%, sedangkan jumlah tenaga kesehatan
masyarakat yang terdiri dari tenaga kesehatan masyarakat, tenaga sanitasi
dan tenaga gizi hanya berjumlah 51 orang atau sebesar 10%. Hal ini dapat
dipahami karena dengan jumlah tenaga yang sedikit sangat sulit untuk
melaksanakan program-program kesehatan masyarakat di bidang promotif
dan preventif.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa SDM pada bagian kesehatan
masyarakat belum dapat dijadikan tolak ukur peningkatan status kesehatan
masyarakat.
41
Tabel 5. Tabulasi silang antara letak kecamatan dari ibukota Sleman dengan beberapa indikator status kesehatan masyarakat.
Letak PHBS (%)
Sampah (%)
Jamban (%)
Limbah (%)
Dekat 50,00 50,00 50,00 50,00
Jauh 83,32 61,66 73,33 83,32
Tabel ini mempelihatkan letak kecamatan dari ibukota Sleman. Bila
letak dekat dari ibukota maka kinerja tenaga kesehatan diharapkan lebih baik
dibandingkan daerah yang jauh dari ibukota. Pada tabel 5 di atas kecamatan
yang berjarak dekat dengan ibukota Sleman ternyata kinerjanya tidak baik.
Hal ini mungkin terkait dengan beberapa penyebab antara lain: masyarakat
yang hidup di daerah perkotaan, seharusnya memiliki perilaku kebersihan
yang lebih baik karena dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dan di daerah perkotaan tersebut biasanya bermukim para pejabat dari
Dinas Kesehatan yang dapat berfungsi sebagai motivator kebersihan
lingkungan di sekitarnya, namun kenyataannya berbeda di lapangan.
Hal-hal diatas terjadi karena:
- Masyarakat di daerah perkotaan lebih bersifat individual sehingga kurang
peduli terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungannya, dibanding
masyarakat di pedesaan yang cenderung hidup bergotong-royong dan
memperhatikan kebersihan lingkungannya.
- Di daerah perkotaan lebih banyak terdapat industri dan pabrik-pabrik yang
dapat menyebabkan daerah perkotaan menjadi kotor oleh karena
meningkatnya jumlah sampah dan air limbah sebagai hasil buangan dari
industri tersebut.
42
- Petugas kesehatan di perkotaan kadang-kadang bekerja rangkap yaitu di
puskesmas dan juga di sarana kesehatan lainnya seperti rumah sakit
swasta, poliklinik swasta sehingga waktunya di puskesmas menjadi
berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja puskesmas.
Pada tabel 5 terlihat bahwa pada kecamatan yang letaknya jauh dari
ibukota terjadi peningkatan indikator kesehatan yaitu PHBS, jumlah sampah,
jumlah jamban dan jumah pengelolaan air limbah, hal ini mungkin
disebabkan oleh:
- Daerah yang letaknya jauh secara geografis lebih bersih oleh karena
kurangnya polusi dibanding dengan daerah perkotaan.
- Di daerah yang letaknya jauh, Puskesmas masih merupakan satu-satunya
sarana kesehatan, sehingga menjadi satu-satunya pilihan bagi
masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Dengan
demikian petugas gizi dan sanitasi dapat memberikan penyuluhan-
penyuluhan, informasi kesehatan kepada masyarakat setempat tentang
kebersihan lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tenaga kesehatan yang
bekerja pada daerah yang letaknya dekat dengan ibukota tidak dapat
menjadi penentu peningkatan status kesehatan masyarakat.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Jumlah SDM kesehatan terkait dengan kinerja Puskesmas dalam hal
penyediaan jamban, tetapi tidak terkait dengan kegiatan PHBS,
penyediaan tempat sampah, dan pengelolaah air limbah. Secara
umum dapat dikatakan bahwa SDM kesehatan tidak dapat dijadikan
tolok ukur peningkatan status kesehatan masyarakat.
2. Kecamatan yang jaraknya dekat dengan ibukota Sleman tidak terkait
dengan kinerja Puskesmas oleh karena seluruh cakupan indikator
status kesehatan pada penelitian ini buruk, sedangkan kecamatan
yang jaraknya jauh dari ibukota Sleman terkait dengan kinerja
Puskesmas oleh karena seluruh cakupan indikator status kesehatan
pada penelitian ini baik.
3. Luas kecamatan terkait dengan kinerja Puskesmas dalam hal
cakupan kegiatan PHBS dan penyediaan tempat sampah, tetapi
tidak terkait dengan penyediaan jamban dan pengelolaan air limbah.
B. SARAN
1. Kepala Dinas Kesehatan perlu mempertimbangkan untuk menambah
jumlah tenaga kesehatan masyarakat, oleh karena rasionya masih
sangat rendah yaitu hanya 51 orang (10%), jika dibandingkan
44
dengan tenaga medis dan paramedis yang berjumlah 423 orang
(83,6%).
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman perlu mengupayakan
peningkatan kinerja seluruh Puskesmas di wilayah kerjanya,
terutama Puskesmas yang letaknya dekat dengan ibukota Sleman,
seperti melakukan pengawasan (supervisi), membuat job discription
yang jelas dan operasional untuk tenaga kesehatan masyarakat,
serta menambah alokasi dana untuk program-program kegiatan
kesehatan masyarakat.
3. Untuk kecamatan dengan luas wilayah yang besar perlu diupayakan
penambahan tenaga kesehatan masyarakat dan sarana kesehatan
lainnya, seperti pengadaan sarana sanitasi, penambahan jumlah
puskesmas dan puskesmas pembantu.
45
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A., 1993, Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan,
Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) , Jakarta. ----------------, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga,
Binarupa Aksara, Jakarta. Berry, L.M., and Houston, J.P., 1993. Psychology at Work, W.C. Brown
Communication, Inc, Oxford, England. Cushway, B., 1999, Human Resource Management, Ed. Bahasa Indonesia.
Elex Media Komputindo, Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1990, Pedoman Kerja Puskesmas, Jilid IV.
Depkes RI, Jakarta . ----------------, 1995, Pedoman Evaluasi Pasca Pelatihan Tenaga Kesehatan. ----------------, 1998, Puskesmas Swadana, Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Puskesmas Departemen Kesehatan RI, Jakarta . ----------------, 2002, Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota
Sehat, Jakarta . ----------------, 2004a, SK Menkes nomor 81/Menkes/SK/1/2004 tentang
Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ditingkat Propinsi, Kab/Kota serta Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta.
Dinas Kesehatan Propinsi D.I. Yogyakarta, 2000, Pedoman Pembinaan
Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Yogyakarta. Dinas Kesehatan Sleman, 2004, Profil Kesehatan Kabupaten Sleman. Glueck, W.F., 1991, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Perusahaan,
ed. Kedua, Erlangga, Jakarta. Gomes, F.C., 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, ed. Bahasa
Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta. Handoko, H., 1995. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi
II, BPFE-UGM, Yogyakarta. Hasibuan, P.S., 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara,
Jakarta.
46
Ilyas, Y., 2003, Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
Kidder, LH, and Judd, CM, 1986, Research Methods in Social Relation, Fifth
Edition, New York. Mangkunegoro, 2000 Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Cetakan Pertama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Martoyo, S., 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta Muchlas, M., 1997. Perilaku Organisasi. Program Pendidikan Pascasarjana
Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Muhamad, S., 2000, Manajemen Strategik, Konsep dan Kasus, UPP AMP
YKPN, Yogyakarta. Nawawi, H.H., 2003, Perencanaan SDM untuk Organisasi Profit yang
Kompetitif, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nitisemito, A.S., 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia,
Jakarta. Notoatmodjo, S., 2003, Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Edisi ke 2, Rineka Cipta, Jakarta. Reinke, W.A., 1994, Perencanaan Kesehatan untuk Meningkatkan Efektifitas
Manajemen, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Siagiaan, S.P., 1995, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Rhineka Cipta, Jakarta. Simamora, H., 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Aditya Media,
Yogyakarta. Sastrohadiwiryo, S., 2001, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Bandung Trihono, 2005, Manajeman Puskesmas, Sagung Seto, Jakarta.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
47
PETA KABUPATEN SLEMAN MENURUT
PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN
TAHUN 2004
Keterangan peta Kabupaten Sleman: = Kecamatan yang berbatasan langsung dengan ibukota Sleman,
dinyatakan sebagai wilayah yang letak dekat.
= Kecamatan yang tidak berbatasan langsung dengan ibukota
Sleman, dinyatakan sebagai wilayah yang letak jauh.