12
TETANUS 1. Definisi Tetanus adalah penyakit yang ditandai oleh spasme otot yng tidak terkendali akibat neurotoksin kuat, yaitu tetanospasmin, yang dihasilkan bakteri ini. Penyakit ini sering fatal, terutama pada umur sangat muda atau sangat lanjut, dan dapat dicegah dengan imunisasi. (Sylvia Y. Muliawan, 2009) 2. Etiologi Tetanus merupakan penyakit infeksi akibat toksin kuman clostridium tetani. Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk spora (tahan pana), garam-psitif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya menguragi aktivitas kendali SSP), dan patogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik. Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang banyak dipupuk kotorankuda. Penyakit tertentu banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk poliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tetanus. (Fransisca, 2008) 3. Manifestasi Klinis

^Tetanus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

health

Citation preview

Page 1: ^Tetanus

TETANUS

1. Definisi

Tetanus adalah penyakit yang ditandai oleh spasme otot yng tidak terkendali

akibat neurotoksin kuat, yaitu tetanospasmin, yang dihasilkan bakteri ini. Penyakit ini

sering fatal, terutama pada umur sangat muda atau sangat lanjut, dan dapat dicegah

dengan imunisasi. (Sylvia Y. Muliawan, 2009)

2. Etiologi

Tetanus merupakan penyakit infeksi akibat toksin kuman clostridium tetani.

Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob,

membentuk spora (tahan pana), garam-psitif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat

neurotoksin (yang efeknya menguragi aktivitas kendali SSP), dan patogenesis

bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik.

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang banyak

dipupuk kotorankuda. Penyakit tertentu banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk,

luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik

untuk poliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri

piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang

penting bagi tumbuhnya basil tetanus. (Fransisca, 2008)

3. Manifestasi Klinis

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan

gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa

penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita

selama infeksi tetanus masih berlangsung.

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah

(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat

sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali.

Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat

menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain

itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan

semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang.

(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap

ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak,

Page 2: ^Tetanus

termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah

dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan

gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang

refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang

otot ini bisa terjadi  spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya

rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya.

Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan

berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat

menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang

belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat

terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena

sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak

memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

4. Stadium

Menurut Harry (2011), berdasarkan gejala klinisnya tetanus dibagi menjadi

stadium klinis pada anak dan dewasa.

a. Stadium pada anak

- Stadium 1: gejala klinis trismus (3cm), belum ada kejang rangsang, dan belum

ada kejang spontan

- Stadium 2: gejala klinis trismus (3cm), ada kejang rangsang, dan belum ada

kejang spontan

- gejala klinis trismus (3cm), ada kejang rangsang, dan ada kejang spontan

b. Stadium pada orang dewasa

- Stadium 1: trismus

- Stadium 2: opisthonomus (otot-otot perut menjadi kaku tanpa disertai rasa

nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita

akan tertarik ke belakang)

- Stadium 3: kejang rangsang

- Stadium 4: kejang spontan

Page 3: ^Tetanus

5. Patofisiologi

Clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka

dapat terinfeksi olah kuman tetanus. Sebagian besar dari pasien tetanus, port d’entree

terdapat pada daerah kaki terutama luka tusuk. Infeksi tetanus juga dapat terjadi

malalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi lahir,

Clostridium tetani dapat melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa

memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. selain itu, otitis media atau gigi berlubang

juga bisa menjadi jalan masuk. bentuk spora akan berubah menjadi vegetatif bila

lingkungannya memungkinkan dan kemudian mengeluarkan eksotoksin. kuman

tetanus sendiri tetap tinggal didaerah luka, tidak ada penyebaran kuman. kuman ini

membentuk dua macam eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin

dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah tetapi tidak menimbulkan

tetanus secara langsung melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk

berkembangya bakteri. tetanospasmin terdiri dari protein yang bersifat toksik terhadap

sel saraf. toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan

diteruskan melalui saraf sampai ganglion dan susunan saraf pusat. bila mencapai

susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat

dinetralkan lagi. saraf yang terpotong atau berdegenerasi, lambat menyerap toksin,

sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap.

pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegettif

bila dalam lingkungan yang anaerob. toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh

bagian tubuh melalui peredaran darah dan limpa. toksin tersebut akan beraktivitas

pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. gejala klinis

timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular

junction serta saraf otonom. toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan

setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi,

kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. hingga akhirnya menyebar ke

SSP. gajala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan

pusat tersebut adalah dengan memblik pelepasan dari neurotransmitter sehingga

terjadi kontraksi otot yang tak terkontrol. neuron ini menjadi tidak mampu untuk

melepaskan neurotransmitter. neuron yang melepaskan gamma aminobutyric acid

(GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap

tetanospasmin yang dapat menyebabkan kegagalan penghambatan refleks renspon

motorik terhadap sensoris. kakakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada

Page 4: ^Tetanus

otot massester (trismus), pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi

kekakuan yang berat, pada ektremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai

timbul kejang. bila toksin sudah mulai memasuki korteks serebri, maka akan

mengalami kejang umum yang spontan. tetanospasmin juga berpengaruh pada saraf

otonom, sehingga terjadi gangguan pernapasan, metabolisme, hemodinamika,

hormonal, sluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. spasme laring, hipertensi,

aritmia, hiperfleksi, dan hiperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan sistem

saraf otonom. cara kerja tetanospasmin yaitu:

a. toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat

pelepasan asetilkolin dari terminal nerve otot.

b. karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari

refleks synaptik si spinal cord

c. kejang pada tetanus, mungkin disebabkan peningkatan toksin oleh cerebral

ganglioside.

penderita akan mengalami gangguan dari Autonomic Nervous System (ANS)

dengan gejala berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardi, aritmia,

peningkatan katekolamin dalam urin. timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang

normal, menyebabkan meningkatnya aktivitas dari neuron yang menyarafi otot

masester sehingga terjadi trismus. otot masester adalah otot yang paling sensitif

terhadap toksin tersebut. akibatnya dari tetanus adalah rigid paralysis(kehilangan

kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscle, sering disebut lockjaw karena

biasanya pertama kali muncul pada otot rahang.

6. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan bakteoroligik dan serologik

2. Pemeriksaan laboratorium

7. Penatalaksanaan

6.1 Penceghan

a. Bersihkan port d’entree, dengan larutan H2O2 3%

b. Antitetanus Serum (ATS) 1500 U/IM

c. Toksoid Tetanus (TT), dengan memerhatikan status imunisasi

d. Antimikroba pada keadaan yang berisiko peloferasi kuman Clostridium tetani

seperti pada patah tulang terbuka dan lainnya.

Page 5: ^Tetanus

6.2 Pengobatan

Pada dasarnya, penatalaksanaan tetanus bertujuan:

a. Eliminasi kuman

1. debridement

Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan

yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan

liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika

Penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari.

Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.

b. Netralisasi toksin

Toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di

jaringan. Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. Perawatan suporatif

Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional:

1. Nutrisi dan cairan

- Pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan

penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.

- Beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral

- Bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat

kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. Menjaga agar nafas tetap efisien

- Pemebrsihan jalan nafas dari lendir

- Pemberian xat asam tambahan

- Bila perlu, lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang

Antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan

dan respon klinis. Pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin

sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada

awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan

dosis rumatan. Pengobatan rumat dengan fenobarbital dosis maintenance

: 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5

mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya. bila dosis maksimal telah

Page 6: ^Tetanus

tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat

secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah:

- Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

- Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen

- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen

8. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul adalah pneumonia, anoksia, aspirasi, dan

fraktur vertebra.

9. Prognosis

masa inkubasi penyakit ini adalah 1 – 54 hari, rata-rata 8hari. semakin lama

penangan antitoksin, maka semakin pendek masa inkubasinya dan semakin buruk

pula prognosisnya. (Harry, 2011). jika letak luka semakin dekat dengan SSP maka

semakin pendek masa inkubasinya sehingga prognosisnya memburuk. angka

kematian bervariasi bergantung pada berat penyakit, umur penderita, dan ketesediaan

penunjang medis yang memadai. (Sylvia, 2009)

Page 7: ^Tetanus

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob Colostridium tetani.

port d’entree antara lain luka tusuk, luka bakar otitis media, perawatan tali pusar yang buruk, luka gigit, dan lain-lain.

Colostridium tetani mengeluarkan toksin yang d absorbsi ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP

Tetanospasmin beredar malalui aliran darah dan limpa dan masuk ke intrakranial

Perubahan intrakranial

Penekanan area fokal kortikal kejang tonik

umum, kejang rangsang (visual,

suara, gerak), kejang spontan,

kejang abdomen, dan retensi urin

Peningkatan permeabilitas darah

otak

Kesulitan membuka mulut (trismus), kaku

kuduk (episiotonus), kaku dinding perut, dan

kaku tulang belakang

Susah menelan

Asupan nutrisi yang tak adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Perubahan eliminasi urin dan

alvi

Penurunan reflek batuk

Perubahan mobilitas

fisik

Perubahan pola

eliminasi urin dan

alvi

[

Bersihan jalan nafas tak efektif

Gangguan ADL

Gangguan Mobilitas

fisik

Proses inflamasi di jaringan otak,

peningkatan suhu tubuh

hipertermi

Resiko tinggi cedera

Penurunan tingkat kesadaran

Koma

WOC

Page 8: ^Tetanus

Daftar pustaka

Tanujaya, E. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Muliawan, Sylvia Y. 2009. Bakteri Anaerob yang Erat Kaitannya dengan Problem di Klinik:

Diagnosis dan Penatalaksanaanya. Jakarta: EGC