63
BAB 1 PENDAHULUAN Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik.

tht

Embed Size (px)

DESCRIPTION

thht

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid.

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.

Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik.

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun.BAB 2

LAPORAN KASUSLEMBAR 1

Seorang laki-laki berumur 47 tahun datang ketempat praktek anda sebagai dokter umum dengan keluhan mata kanan merah dan buram sejak lebih kurang 4 hari yang lalu.LEMBAR 2

Tn S, yang bekerja sebagai karyawan, mengeluhkan mata kanannya merah dan buram. Keluhan yang lain adalah terasa sakit di mata kanannya, silau terhadap cahaya dan mengeluarkan air mata terus menerus. Pasien juga mengeluh sering pilek tetapi pasien belum pernah berobat ke dokter. Pasien mencoba mengobati sakit mata merahnya dengan tetes mata Rohto tetapi tidak ada perubahan. Pasien menyangkal pernah mengalami trauma pada mata kanannya, seperti kemasukkan benda asing, terkena tumbuhan atau kecelakaan dan operasi mata.

LEMBAR 3

Dari pemeriksaan oftalmologis, didapatkan hasil

ODOS

6/30Visus6/12 S -1.00 6/6

n/pTIO18 mmHg

SHAPE \* MERGEFORMAT

Pergerakan bola mata SHAPE \* MERGEFORMAT

Edema ringanPalpebraTenang

Hiperemis, injeksi siliarConjuctiva bulbiTenang

Keratik presipitat +CorneaJernih

Dalam, sel flare +, hipopion 2 mmCOADalam

Irregular, sinekia posterior +Iris/ PupilBulat, reflex cahaya + / +

JernihLensaJernih

JernihVitreusJernih

NormalFundusNormal

BAB 3

PEMBAHASANIdentitas Nama

: Tn. S

Usia

: 47 th

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Karyawan

Keluhan Utama : mata kanan merah dan buram sejak 4 hari yang lalu

Masalah

Masalah yang terdapat pada pasien ini ialah mata merah dan visus turun. Hal itu terjadi sejak 4 hari yang lalu.

Mata merah

Mata merah(hiperemi) itu terjadi karena adanya pelebaran pembuluh darah perikorneal, injeksi konjungtiva, atau injeksi siliar. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.

Visus turun (buram)

Visus turun (buram) itu terjadi karena ada gangguan di media penglihatan baik itu di kornea, lensa, dan media lainnya.

Hipotesis

Berdasarkan gejala- gejala pada pasien yaitu mata merah dan buram terdapat beberapa

Hipotesis yaitu:1) Glaucoma akut

Terdapat gejala yang sama pasien tersebut seperti mata merah dan penurunan penglihatan selain itu terdapat rasa sakit di bola mata. Pada pasien tersebut terdapat faktor resiko glaucoma di lihat dari usianya di atas 40 tahun.

2) Kelaianan kornea

Kelainan kornea terdapat gejala mata merah dan penurunan penglihatan selain itu terdapat gejala nyeri pada mata, silau terhadap cahaya, epifora.

3) Uveitis

Pada uveitis terdapat gejala mata merah dan penurunan penglihatan selain itu terdapat gejala lainnya yaitu nyeri di ekitar mata menjalar ke kepala, sering mengeluarkan air mata, dan silau terhadap cahaya.

Anamnesis

Untuk informasi- informasi yang perlu diperlukan dari pasien tersebut, di bagi menjadi :

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kebiasaan

Riwayat pengobatanRiwayat penyakit sekarang

Hal-hal yang perlu ditanyakan:

1. Apakah pasien ini mengalami nyeri pada matanya?di tanyakan juga apakah hilang timbul atau tidak?

(Hal ini penting untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada epitel kornea dan di uveanya)

2. Apakah pada pasien terdapat penyakit penyerta lainnya seperti demam ?3. Apakah nyeri yang dirasakan pada pasien terdapat di bagian lain atau tidak seperti sakit kepala?

(hal ini perlu karena berhubungan dengan kerusakan pada salah satu uvea)

4. Apakah pada pasien terdapat alergi?

(hal ini penting karena merupakan penyebab kerusakan pada uveanya)

5. Apakah pada pasien ada rasa mual dan muntah?

(hal ini penting karena merupakan gejala dari glaucoma akut)

6. Apakah pada pasien sering mengeluarkan air mata?

(hal ini penting karena terdapat kerusakan pada bagian uveanya)

7. Apakah pada mata pasien terasa silau saat keluar di siang hari?

(hal ini penting karena terdapat kerusakan pada uvea mata pasien yang mengakibatkan saat cahaya masuk tidak terkontrol atau cahaya masuk terlalu banyak)

8. Apakah pada pasien terdapat rasa sakit pada bola mata?

(hal ini penting karena merupakan gejala pada glaucoma akut)

Riwayat penyakit dahulu

Hal-hal yang perlu ditanyakan adalah sebagai berikut:

1) Apakah pada pasien terdapat trauma di mata atau apakah pada pasien pernah di operasi sebelumnya?

(hal ini penting karena untuk terdapat celah pada mata sehingga menyebabkan kuman-kuman masuk ke dalam kornea sehingga menyebabkan kerusakan pada matanya)

2) Apakah pada pasien pernah mengalami penyakit mata yang sama?

3) Apakah pada pasien pernah mengalami penyakit mata yang lainnya?

Riwayat penyakit keluarga

Hal-hal yang perlu ditanyakan, sebagai berikut:

1. Apakah pada keluarga pasien terdapat riwayat herediter seperti glaucoma?

(hal tersebut penting karena pada kejang sendiri merupakan penyakit keturunan atau faktor gen)

2. Apakah pada keluarga pasien terdapat riwayat DM, hipertensi?

(hal tersebut penting karena merupakan faktor gen dari keluarga)

Riwayat pengobatan

Hal-hal yang perlu ditanyakan, sebagai berikut:

1. Obat-obat apa yang sudah diberikan untuk pasien tersebut seperti tobramisin? Hasil anamnesis

Keluhan yang lain adalah terasa sakit di mata kanannya, silau terhadap cahaya dan mengeluarkan air mata terus menerus. Pasien juga mengeluh sering pilek tetapi pasien belum pernah berobat ke dokter. Pasien mencoba mengobati sakit mata merahnya dengan tetes mata Rohto tetapi tidak ada perubahan. Pasien menyangkal pernah mengalami trauma pada mata kanannya, seperti kemasukkan benda asing, terkena tumbuhan atau kecelakaan dan operasi mata.

Dari hasil anamnesis ini kita ketahui bahwa pasien mengalami fotopobia (silau terhadap cahaya). Fotopobia itu terjadi bisa terjadi karena ada spasme siliar dan kelainan kornea. Selain itu Tn. S ini juga mengalami lakrimasi yang kemungkinan terjadi karena iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. Kemudian hal lain yang didapat adalah setelah pasien mencoba mengobati mata merahnya dengan obat tetes mata rohto, matanya tetap merah. Hal itu bisa terjadi karena obat tetes mata rohto itu hanya bisa mengobati pelebaran pembuluh darah superficial (injeksi konjungtiva), ini menandakan mata merah pada pasien ini mungkin terjadi karena injeksi siliar.PEMERIKSAAN FISIK

Dari pemeriksaan didapatkan hasil:

ODOS

6/30VISUS6/12. S=-1.00 (6/6

n/pTIO18 mmhg

Pergerakan Bola Mata

Edema JaringanPalpebraTenang

Hiperemis, Injeksi siliarConjunctiva bulbiTenang

Keratik Presipitat +CorneaJernih

Dalam, sel flare +, Hipopion 2 mm.COADalam

Irregular, Sinekia PosteriorIris / PupilBulat, reflex cahaya +/+

JernihLensaJernih

JernihVitreusJernih

NormalFundusNormal

Interpretasi Pemeriksaan fisik yang didapatkan:

Visus OD = 6/30Visus yang didapatkan adalah pasien hanya bisa baca sampai baris ke 2, visus ini turun diakibatkan dari penyakitnya sedangkan jarak orang normal bisa baca dari 30 m tapi pada pasien ini hanya bisa baca dari jarak 6 m.

Visus OS = 6/12. S= - 1.00 (6/6

Visus yang didapatkan adalah pasien hanya bisa baca dari jarak 12 yaitu sampai dibaris ke 5 , visus ini turun tetapi sudah diperbaiki dengan bantuan sferis -1, maka penglihatan normal.

Tekanan Intra Okuler OS ( 18 mmhg (normal) batas normal 10-20 mmhg.

Palpebra Jaringan OD ( Edema Jaringan ( akibat dari lakrimasi terus-menerus) Conjungtiva bulbi OD (Hiperemis (karena adanya peradangan), Injeksi siliar (melebarnya pembuluh perikorneal /arteri siliar anterior) Kornea OD (Keratik Presipitat + {pengumpulan sel radang melekat pada endotel kornea (biasanya pada uveitis anterior)} COA OD( sel flare+ (akibat dari peradangan pada uvea yang akan menimbulkan eksudat kemudian masuk ke COA dan mempengaruhi aquos humor sehingga menjadi keruh), hipopion 2mm( penimbunan sel radang yang mengendap dibawah COA) Iris/pupil OD (Irregular (sel-sel radang, fibrin, fibroblast menutup pupil), Sinekia Posterior (sel-sel radang, fibrin, fibroblast menyebabkan iris melekat pada kapsul lensa anterior)

DIAGNOSIS KERJADiagnosa kerja ( uveitis anterior oculi dextra

Diagnosa ditegakkan berdasarkan keluhan, gejala klinik dan pemeriksaan fisik yang didapat pada oculi dextra pasien mengarah ke uveitis anterior

Keluhan pada kasus ini mata kanan merah dan buram, gejala klinik yang terlihat adanya lakrimasi dan fotofobia. Pada pemeriksaan fisik juga didapat penurunan visus, palpebra edema ringan, konjungtiva bulbi hiperemis, injeksi silier, kornea keratik presipitat +, COA dalam, sel flare +, hipopion 2 mm, iris/pupil irregular, sinekia posterior (+) yang merupakan endapan fibrin pada pupil.Patofisiologi uveitis anterior

Pasien mengalami flu yang cukup sering sehingga dapat menyebabkan terjadi infeksi sistemik yang menjadi etiologi uveitis. Infeksi sistemik tersebut dapat berupa efek langsung dari suatu reaksi alergi yang merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam tubuh (antigen endogen). Reaksi hipersensitivitas tersebut menimbulkan peradangan pada pembuluh darah di uvea yang menimbulkan injeksi siliar. Peradangan iris dan corpus siliaris menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan sel-sel radang, sehingga terlihatnya sel flare saat dilakukan penyinaran. Peradangan pada corpus siliaris juga dapat menyebabkan spasme siliaris yang membuat rasa nyeri terjadi. Protein dan fibrin yang seharusnya menekan jumlah bakteri, menyebabkan terjadinya perlekatan pada bagian iris dan lensa yang disebut sinekia posterior. Sinekia posterior menyebabkan pupil tidak dapat berbentuk bulat sempurna sehingga pengaturan cahaya yang masuk menjadi terganggu, hal ini menyebabkan pasien mengalami photophobia. Sel-sel radang tersebut menggumpal dan melekat pada permukaan kornea sehingga menjadi keratik presipitat. Kerusakan epitel kornea dan siliar tersebut dapat menimbulkan iritasi pada saraf yang menyebabkan lakrimasi terjadi. Jika semakin memburuk, sel-sel radang tersebut akan tertimbun di COA dan membentuk hipopion, hal ini menyebabkan visus menjadi terganggu.

Penatalaksanaan

Komplikasi

Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa

1. KatarakTerjadi gangguan metabolism pada lensa2. Ablasi retina Timbul akibat tarikan pada retina akibat benang-benang vitreous3. Glukoma sekunderUveitis dapat menimbulkan sinekia anterior perifer dan sinekia posterior yang dapat menimbulkan glucoma dengan memungkinkan berkumpulnya humor akueus di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Sering juga terjadi akibat tertutupnya tuberkulum oleh sel radang atau sisa sel radang.14. Panoftalmitis5. Oftalmia SimpatikaPrognosis

Ad vitam: Bonam

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan Ad sanationam: Dubia ad bonam

Pada uveitis anterior ada kemungkinan berulang.

Ad fungsionam: Bonam

Akan pulih dengan baik.

BAB 4

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi mata

A. Orbita

Orbita (lekuk mata) adalah sebuah rongga berbentuk limas dalam kerangka wajah, alas limas ini terletak di sebelah anterior dan puncaknya disebelah posterior. Didalam masing masing orbita terdapat bulbus oculi yang dilindunginya, otot, saraf dan pembuluh darah yang berhubungan dengan bulbus oculi. Dinding superior dibentuk oleh tulang os.frontalis, dinding medial dibentuk oleh os ethmoidale dan bagian bagian kecil os frontalis, os lacrimalis dan os spheinoidalis, dinding inferior dibkentuk oleh maxilla dan sebagian oleh os zygomaticum dan os palatinum dan dinding lateral dibentuk oleh processus frontalos os zygomaticum dan os spheinoidalis.

B. Bola mata

Merupakan struktur yang berbentuk spheris, dengan hanya 1/6 bagiannya yang terlihat dari luar.

Dinding bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu

1. Tunica fibrosa

Sclera

Merupakan lapisan putih yang dapat terlihat dari anterior, sclera juga diselimuti oleh konjungtiva dibagian anterior. Sclera ditembus oleh beberapa pembuluh darah dan saraf termasuk N.II dibagian posterior. Permukaan dari sclera dilapisi fascial sheath, mulai dari tempat masuk N.II sampai ke corneoscleral junction. Sclera merupakan tempat melekatnya otot otot penggerak bola mata, dan pada bagian dalamnya melekat secara longgar [pada coroid.

Kornea

Merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata dan merupakan lanjuta dari sclera di anterior. Kornea berwarna transparan dan merupakan organ yang avascular. Kornea sendiri mempunyai 5 lapisan, yaitu epitel, membrane bowman, stroma, membrane descement dan endotel.

2. Tunica vasculosa (UVEA)

Choroid

Selaput yang berwarna cokelat tua antara sclera dan retina, membentuk bagian lapis tengah yangterbesar dan melapisi hamper seluruh sclera. Ke anterior choroidea berakhir pada corpus ciliaris. Choroid melekat erat pada retina, namun dapat dilepaskan dengan mudah. Choroid juga merupakan organ yang sangat kaya akan vaskuler, pembuluh darah besar diperuntukkan untuk perifar dan pembuluh darah kecil diperuntukkan untuk retina.

Corpus ciliaris

Merupaka penghubung antara choroid dan lingkar iris. Pada permukaan dalam terdapat lipatan lipatan processus ciliaris yang berfungsi membentuk aquos humor. Cairan ini mengisi camera okuli anterior dan posterior yang masing masing terletak anterior dan posterior terhadap iris.

Iris

Terletak di depan lensa mata, merupaka sebuah sekat yang dapat mengkerut, dengan pupil. Lubang ditengah merupakan tempat masuknya cahaya. Ada 2 otot yang mengatur besar kecilnya pupil yaitu, musculus sphincter pupilae yangmenyempitkan pupil dan musculus dilatators pupilae yang melebarkan pupil.

3. Tunica sensoris

Retina

Merupakan lapisan terdalam bola mata dan terdiri dari dua bagian yaitu, bagian posterior dan lateral yang peka terhadap cahaya dan bagian anterior yang merupakan non visual part.

C. Media pembias cahaya

Sewaktu berjalan menuju retina, gelombang cahaya melewati media media pembias mata yaitu cornea, aquos humor, lensa dan vitrous humor.

a. Cornea (lihat bagian atas)

b. Aquos humor

Terletak di dalam camera okuli anterior dan posterior dan duhasilkan oleh processus ciliaris. Laruran yang jernih dan menyerupai air ini, menyediakan nutrisi bagi kornea dan lensa yang avascular. Setelah dari camera okuli posterior, melewati pupil dan sampai di camera okuli anterior, aquos humor akan disalurkan ke dalam sinus vena sclera yang dikenal sebagai Canalis Schlemm.

c. Lensa

Merupakan struktur yang tembus cahaya, cembung pada kedua permukaan nya. Lensa dikelilingi processus ciliaris, terletak dibelakang iris dan di depan virous humor. Bentuk lensa dapat berubah untuk menyesuaikan jatuhnya bayangan. Bentuk lensa diubah oleh musculus ciliaris.

d. Vitrous humor

Ialah sebuah cairan berbentus seperti selai yang tembus cahaya dan terletak di dalam corpus vitreum di abgian empat per lima posterior bulbus oculi, antara lensa dan retina. Selain sebagai media pembias, berfungsi juga untuk menahan retina pada tempatnya dan berfungsi untuk penyangga lensa.

D. otot otot mata

Otot oto penggerak bola mata akan dijelaskan dalam bagan sebagai berikut.

ototorigoinsertiopersarafanFungsi

M. Rectus SuperiorAnnulus tendineus comunisSclera, tepat posterior terhadap korneaN. IIIElevasi, aduksi dan rotasi bulbus oculi ke medial; depresi, aduksi dan rotasi bulbus oculi ke medial

M. Rectus inferior

M. Rectus lateralisN. VIAbduksi bulbus oculi

M. Rectus medialisN. IIIAduksi bulbus oculi

M. Obliquus superiorCorpus os. spheinoidalisSclera, sebelah dalam M. rectus superiorN. IVAbduksi, depresi dan rotasi ke medial

M. Obliquus inferiorBagian anterior dasar orbitaSclera, disebelah dalam M. Rectus lateralisN. IIIAbduksi, elevasi dan rotasi ke lateral

E. Vaskularisasi mata

Arteri yang menyuplai bola mata adalah A. ophtalamica, masuk bersama N. optikus melalui canalis optikus. Lalu A. ophtalamicus bercabang cabang, sesuai dengan daerah yang divaskularisasi. Inilah beberapa arteri yang menyuplai untuk bola mata.

Suplai arteri bola mata

A. Cilliaris posterior brevis

Merupakan cabang A. Ophtalamica, menembus sclera, mengelilingi N. Optikus dan masuk ke lapisan choroid

A. Cilliaris posterior longus

Masuk ke sclera melalui bagian lateral dan medial N. Optikus, diteruskan ke anterior choroid untuk ber anastomosis dengan A. Cilliaris anterior

A. Cilliaris anterior

Menyuplai otot yang melekat pada sclera

A. Centralis retinae

Berjalan dalam N. Optikus dan masuk retina melalui optic disc.

Penyaluran balik darah dari orbita terjadi melalui vena ophtalamica superior dan inferior yang melintasi fissure orbitalis superior dan langsung memasuki sinus cavernosus. Vena centralis retinae biasanya bermuara langsung ke dalam sinus cavernosus, tapi kadang kadang bersatu dulu dengan salah satu vena ophtalamica.

Histologi Mata

Mata adalah indra penglihatan. Organ mata terdiri dari bola mata dan adnexa mata (palpebra, kelenjar lakrimal, muskuli ekstrinsik bola mata). Bola mata memiliki 3 lapisan dinding, yaitu;

Tunika fibrosa yang terdiri atas sklera yang merupakan 5/6 bagian posterior dan kornea yang merupakan 1/6 bagian anterior bola mata.

Tunika vaskulosa merupakan bagian dari mata yang kaya akan pembuluh darah. Lapisan ini terdiri atas iris, korpus siliaris dan koroid.

Tunika nervosa (retina) terdiri atas pars optika retina dan pars seka retina.

TUNIKA FIBROSA

Sklera

Sklera merupakan 5/6 bagian posterior bola mata. Sklera terdiri jaringan ikat padat kolagen, fibroblas, dan serat elastin. sklera relatif nonvaskular, di bagian posterior sklera terdapat lamina cribrosa. Sklera memiliki 3 lapisan yang terdiri atas; episklera (bagian terluar), sklera yang sebenarnya, dan lamina fusca / lamina suprakoroid (berbatasan dengan koroid dibagian dalam).

Kornea

Kornea merupakan selaput jernih yang melapisi 1/6 bagian anterior bola mata. Kornea juga merupakan jalan masuk cahaya pada mata dengan menempatkannya pada retina. Lapisan luar kornea ditutup oleh lapisan epitel yang berkesinambungan dengan epidermis yang disebut konjungtiva. Kornea dapat jernih karena kornea terdiri atas air, susunan serat kolagen yang teratur, dan memiliki zat antar sel berupa kondroitin sulfat dan keratan sulfat. Kornea relatif non vaskular dan kornea mendapatkan nutrisi dari humor aquous, pembuluh darah di sekitar limbus kornea, dan air mata. Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu;

Epitel kornea terletak paling luar, berupa epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, 50 70 nm, 5 6 lapis sel.

Membran Bowman suatu lapisan homogen tipis tepat dibawah epitel, mirip membran basal epitel, tetapi lebih tebal, terdiri dari serat-serat kolagen halus dan aselular.

Stroma/ substansia propria, merupakan bagian kornea yang paling tebal, terdiri atas serat kolagen yang lebih kasar daripada di membran Bowman. Diantara serat kolagen terdapat fibrosit yang tampak tipis dengan inti yang jelas. Stroma kornea merupakan lapisan yang mengisi 90% kornea dan avaskular.

Membran descemet, tebalnya kurang lebih sama dengan membran Bowman, juga terdiri atas serat kolagen namun susunannya berbeda dari membran Bowman ataupun Stroma.

Lapisan endotel kornea merupakan lapisan kornea yang paling dalam, terdiri dari lapisan selapis gepeng. Lapisan ini membatasi ruang kamera okuli anterior.

Limbus kornea, tempat pertemuan antara tepian kornea dengan sklera, lebarnya sekitar 1,5 sampai dengan 2 mm. Di tempat ini terdapat lekukan akibat perbedaan lengkungan kornea dan sklera. Pada bagian luar diliputi epitel konjungtiva bulbi berupa epitel berlapis silindris dengan lamina propia di bawahnya. Stroma merupakan tepian sklera yang menyatu dengan kornea, terdiri atas jaringan ikat fibrosa. Stroma dibagian dalam membentuk skleral spur. Pada bagian anterior skleral spur terdapat jaringan rabekula. Di atas trabekula dapat dilihat ruangan lebar dan panjang yaitu canal schalemm. Lumen saluran ini dibatasi oleh selapis sel endotel.

TUNIKA VASKULOSA

Iris

Iris memisahkan kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior, pada permukaan yang menghadap kamera okuli anterior dilapisi sel stroma tidak beraturan. Permukaan yang menghadap kamera okuli posterior dilapisi 2 lapis sel epiterl berpigmen. Yang merupakan bagian dari retina pars iridika. Sel-sel ini tidak jelas batasnya karena tertutup pigmen. Bagian ujung dan pangkal iris susunannya lebih tipis daripada bagian tengahnya. Di bagian depan stromanya tidak mengandung pembuluh darah, sedangkan di bagian belakang terdapat pembuluh darah. Di bagian yang dekat pupil terdapat berkas otot polos yaitu sfingter pupillae. Di pangkal iris terdapat berkas m. Dilatator pupillae. Iris memiliki pembuluh darah yang memberikan nutrisi, pembuluh darah itu terdiri atas; sirkulus arteriousus iridis mayor, sirkulus arteriousus iridis minor, dan kolateral yang merupakan cabang cabang dari A. Siliaris anterior dan A. Siliaris posterior longa.

Korpus siliaris

Korpus siliaris terdapat di pangkal iris, menonjol kamera okuli posterior. korpus siliaris terdiri atas mm. Siliaris (terdiri atas pars meriodinalis yang dimulai dari suprakoroid dekat korpus siliaris dan berakhir pada scleral spur. Pars radiata terletak di sebelah dalam pars meridionalis, seratnya menyebar ke belakang melekat pada koroid. Pars siliaris letaknya diepi dalam korpus siliaris di dekat pangkalnya), jaringan ikat vaskular, dan pars siliaris retina yang terdiri dari 2 lpiasan sel kubis, lapisan luar berpigmen dan lapisan dalam tidak berpigmen mempunyai blood aquoeus barrier). Disini terdapat zonula siliaris zinii, kumpulan serat penggantung lensa mata, selain itu juga terdapat processus siliaris.

Koroid

Koroid merupakan membran tipis yang mengandung pigmen dan melapisi permukaan sebelah dalam sklera. Koroid mengandung banyak pembuluh darah yang menyalurkan nutrisi ke retina. Koroid terdiri dari lapisan suprakoroid, lapisan vaskulosa, lapisan koriakapilaris, dan membrana bruch (lamina elastika).

LENSA MATA

Lensa mata, terletak di belakang iris berupa bangunan oval warna merah. Susunan serat lensa tidak jelas dalam sajian. Ruangan di deoan lensa di belakang iris disebut kamera okuli posterior. Di belakang lensa terdapat ruang kososng yang semula terisi korpus vitreum (badan kaca). Pada beberapa sajian dapat dilihat saluran yang menjulur dari papilla nervus optikus (kanalis hialoidea Cloquet), merupakan sisa a.hialoidea.

TUNIKA NERVOSA

Retina (selaput jala), berfungsi sebagai reseptor cahaya, letaknya di antara koroid dan korpus vitreum. Perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan lapisan luar retina adalah yang berbatasan dengan koroid, sedangkan yang dimaksud dengan lapisabn dalam retina adalah yang berbatasan dengan korpus vitreum. Retina berturut-turut dari luar ke dalam, terdiri atas :

Lapisan epitel pigmen retina, merupakan lapisan yang paling luar, bentuk selnya tidak jelas karena tertutup pigmen.

Lapisan fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut), dalam lapisan ini juga terdapat sel muller yang fungsinya sebagai penyokong.

Membrana limitans eksterna, merupakan rangkaian kompleks tautan antara sel-sel batang, kerucut dan muller, dengan mikroskop cahaya tampak sebagai garis.

Lapisan inti luar, terdiri atas inti-inti sel batang dan kerucut bersama badan selnya.

Lapisan plexiform luar, dibentuk oleh akson sel batang dan kerucut bersama dendrit sel bipolar dan sel horizontal yang paling bersinaps.

Lapisan inti dalam, dibentuk oleh inti-inti dan badan sel bipolar, sel horizontal, sel amakrin dan sel muller.

Lapisan pleksiform dalam, dibentuk oleh sinaps antara sel bipolar, sel amakrin dan sel ganglion.

Lapisan ganglioner, dibentuk oleh badan dan inti sel ganglion.

Lapisan serat saraf, dibentuk oleh akson sel ganglion. Dalam lapisan ini kdang tampak cabang arteri dan cabang vena centralis retina

Membrana limitans interna, sebenarnya adalah membrane basalis sel muller yang memisahkan retina dan korpus vitreum.

PALPEBRA

Bagian luar palpebra mempunyai gambaran histologik sama dengan kulit tipis pada umumnya, sedangkan bagian dalam palpebra berupa epitel berlapis silindris dengan sel goblet.

Derrmis di ujung palpebra lebih padat dan mempunyai papil dermis yang lebih tinggi. Di sini tumbuh rambut kasar yaitu bulu mata. Dibelakang dan di antara folikel-folikel bulu mata terdapat kelenjat apokrin (kelenjar moll), dengan saluran keluarnya bermuara folikel rambut.

Di bawah dermis terdapat m. Orbicularis oculi berupa jaringan otot skelet. Otot skelet yang ada dibelakang saluran kelenjar meibom yaitu m. Siliaris Riolani.

Di bagian tengah palpebra terdapat jaringan ikat fibrosa merupakan rangka kelopak mata disebut tarsus. Tarsus ini tebal di kelopak mata, makin ke ujung semakin tipis. Dalam tarsus terdapat deretan kelenjar sebasea yaitu kelenjar meibom, muaranya ke satu saluran keluar dan tidak berhubungan dengan folikel rambut. Epitel konjungtiva makin ke pangkal makin tinggi dan di forniks terdapat lipatan mukosa.

KELENJAR LAKRIMALIS

Kelenjar lakrimalis merupakan kelenjar eksokrin, kompleks, tubulo-alveolar bercabang, serosa, mirip kelenjar parotis. Pada kelenjar ini terdapat sel mioepitel.UVEITISDEFINISIUveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.

a. Berdasarkan anatomi terdapat beberapa jenis uveitis:

1. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok: Iritis: dimana inflamasi umumnya mengenai iris. Iridocyclitis: dimana mengenai dari iris dan bagian anterior dari korpus ciliaris.2. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai korpus ciliaris bagian posterior (Pars Plana), retina perifer dan sedikit koroid.3. Uveitis Posterior adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina posterior sampai ke dasar dari vitreus.4. Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai selurh bagian dari badan uvea.b. Berdasarkan gambaran klinik terdapat beberapa jenis uveitis:1. Uveitis akut; gejala klinik yang terjadi secara mendadak dan menetap sampai tiga bulan .2. Uveitis kronik; Uveitis yang menetap hingga lebih dari tiga bulan dan biasanya asimtomatik, walaupun akut atau subakut dapat terjadi.c. Berdasarkan gambaran Histopatologi terdapat beberapa jenis uveitis:

1. Granulomatosa.2. Non-granuomatosaETIOLOGI Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi beberapa golongan antara lain: autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain. Penyebab autoimun terdiri dari: artritis Rhematoid juvenile, spondilitis ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa, sarkoidosis, penyakit crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari: sipilis, tuberkulosis, lepra, herpes zooster, hepes simpleks, onkoserkiasis, adenovirus. Untuk penyebab keganasan terdiri dari: sindrom masquerada, retinoblastoma, leukemia, limfoma, melanoma maligna. Sedangkan yang lainnya berasal dari: iridopati, uveitis traumatika, ablatio retina, gout, dan krisis glaukomatosiklitik1Selain itu menurut etiologi dari uveitis anterior digolongkan menurut agen penyebab infeksi, seperti dalam tabel berikut:

Tabel etiologi uveitis anterior menurut golongkan agen penyebab infeksiBACTERIAL/SPIROCHETALVIRALFUNGALPARASITIC

Atypical mycobacteria

Brucellosis

Cat scratch disease

Leprosy

Leptospirosis

Lyme disease

Propionibacterium

Syphilis

Tuberculosis

Whipple's disease Cytomegalovirus

Epstein-Barr

Herpes simplex

Herpes zoster

Human T cell leukemia virus

Mumps

Rubeola

Vaccinia

HIV-1

West Nile virus Aspergillosis

Blastomycosis

Candidiasis

Coccidioido-mycosis Cryptococcosis

Histoplasmosis

Sporotrichosis Acanthamoeba

Cystercercosis

Onchocerciasis

Pneumocystis carinii

Toxocariasis

Toxoplasmosis

PATOFISIOLOGIPeradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. 2Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini besar disebut mutton fat.

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.

Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.

Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos humor yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.

KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior. Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa

Non granulomatosaGranulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Sakit Nyata Tidak ada atau ringan

Fotofobia Nyata Ringan

Penglihatan kaburSedang Nyata

Merah sirkumkornealNyata Ringan

Perisipitat keratikPutih halus Kelabu besar

Pupil Kecil dan tak teraturKecil dan tak teratur (bervariasi)

Synechia posteriorKadang-kadangKadang-kadang

Nodul irisKadang-kadang Kadang-kadang

Tempat Uvea anteriorUvea posterior dan posterior

Perjalanan Akut Menahun

Rekurens Sering Kadang-kadang

Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu,jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.

Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan uveitis anterior akut, yaitu: 1. Traumatic Anterior Uveitis Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya terdapat riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya Uveitis Anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular mungkin terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber.32.Idiopathic Anterior UveitisIstilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatic. Diagnosis ini ditegakan sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan.33.HLA-B27 Associated Uveitis HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome. Mekanisme pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien dengan genotype seperti ini tidak diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter, Inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang. 34.Behcets Diseases/syndrome Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut Uveitis Anterior dan ulkus pada mulut dan genital. Penyakit behcet yang menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah sangat langka. 35.Lens Associated Anterior UveitisAda beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior chamber dan penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-anaphylactic andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma; dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema).36.Masquerade syndromeMerupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma, leukemia, retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat menimbulkan Uveitis Anterior.3Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :1. Juvenile Rheumatoid Arthritis Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan test ANA ( Anti Nuklear Antibody ), yang merupakan pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak perempuan dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis Anterior. 32. Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis, tuberculosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam Uveitis Anterior baik primer ataupun sekunder dari uveitis posterior.33. Fuchs Heterochromatic Iridocyclitis Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pasien Uveitis Anterior.3MANIFESTASI KLINIS1. Uveitis Anterior

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.2Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit., konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2Grading flare Cells4 0 tidak ada tidak ada 1+ flare tipis atau lemah 5-10 /lapang pandang 2+ Flare tingkat sedang (Iris dan lensa secara 10-20/lapang pandang detail masih tampak) 3+ kekeruhan lebih berat (Iris dan lensa 20-50/lapang pandang diselimuti kekeruhan) 4+ flare sngat berat (penggumpalan fibrin pada >50/lapangpandang humur aquos) Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat ringan. 2Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior.2Tabel Pembagian Uveitis Anterior secara klinis5Ringan Sedang Berat

Keluhan ringan sampai sedangVA 20/20 to 20/30Kemerahan sirkumkornel superficialTidak ada KPs (keratic presipitat)

1+ cells and flaretekanan intraokuler berkurang < 4 mmHgKeluhan sedang sampai beratVA from 20/30 to 20/100Kemerahan sirkumkornel dalamTampak KPs

1-3+ cells and flare

Miotic, sluggish pupil

Sinekia posterior ringan Udem iris ringan tekanan intraokuler berkurang 3-6 mm HgAnterior virtreous cellsKeluhan sedang sampai beratVA < 20/100Kemerahan sirkumkornel dalamTampak KPs3-4+ cells and flarepupil terfiksirSinekia posterior (fibrous)Tidak tampak kripte pada iristekanan intraokuler meningkatcells anterior sedang sampai berat

Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterio atau seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang lensa (katarak kortikalis posterior).2

2. Uveitis intermedieta. Gejala subjektifKeluhan yang dirasakan pasien pada uveitis media berupa penglihatan yang kabur dan floaters. Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan maupun fotofobia.

b. Gejala ObjektifSecara umum, segmen anterior tenang dan kadang-kadang terdapat flare di kamera okuli anterior. Dapat ditemukan pula sel dan eksudat pada korpus vitreus.

3. Uveitis Posteriora. Gejala subjektifDua keluhan utama uveitis posterior yaitu penglihatan kabur dan melihat lalat berterbangan atau floaters. Penurunan visus dapat mulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah macula. Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga sering kali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita.b. Gejala obyektifLesi pada fundus biasanya dimuai dari retinitis atau koroiditis tanpa kompikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinokoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur, terlihat tiga dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheathing pembuluh darah.

Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina dan atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena.PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechets reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechets disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda. 6Tabel Anjuran pemeriksaan Untuk mengetahui penyebab sistemik uveitis anterior7Penyakit yang dicurigai berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisikHasil laboratoriumPemeriksaan radiologikonsultasiPemeriksaan lainnya

Ankylosing spondylitisESR, (+) HLA-B27Sacroiliac x- raysRheumatologist

Inflammatory bowel disease(+) HLA-B27Internist or gastroenterologist

Reiters syndromeESR,(+) HLA-B27Joint x- raysInternist, urologist, rheumatologistCultures: conjunctival, urethral, prostate

Psoriatic arthritis(+) HLA-B27Rheumatologist, dermatologist

HerpesDiagnosis klinisDermatologist

Behcets disease(+) HLA-B27Internist or RheumatologistBehcets skin puncture test

Lyme diseaseELISA or Lymeimmunofluorescent assayInternist, rheumatologis

Juvenile rheumatoid arthritisESR, (+)ANA, (-) Rheumatoid factorJoint x- raysRheumatologist or pediatrictian

SarcoidosisAngiotensin converting enzyme (ACE)Chest x-rayInternist

Syphilis(+)RPR or VDRL

FTA-ABS or MHA- TPInternist

TuberculosisChest x-rayInternistPurified protein derivative (PPD)

skin test

DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis, Keratitis atau keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada konjunctivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi ciliar.

Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil melebar, tidak ada synekia posterior, dan korneanya beruap. 8KOMPLIKASI Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi komplikasi berupa:

1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata.2. Katarak.3. Neovaskularisasi.4. Ablatio retina.5. Kerusakan nervus optikus.6. Atropi bola mata.Namun terkadang peninggian tekanan bola mata dan katarak dapat muncul pada sebagian pasien yang telah mendapatkan pengobatan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan terapi obat-obatan ataupun operasi. Komplikasi yang lain dapat muncul namun tidak selalu ada pada pasien dengan uveitis, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian terapi yang sesuai untuk penderita uveitis.PENATALAKSANAAN Tujuan terapi uveitis anterior menurut AOA antara lain:

Mengembalikan tajam penglihatan,

Mengurangi rasa nyeri di mata,

Mengeliminasi peadangan atau penyebab pradangan,

Mencegah terjadinya sinekia iris,

Mengendalikan tekanan intraokular.

Sedangkan prinsip pengobatan uveitis menurut Sjamsoe antara lain:

Menekan peradangan,

Mengeliminir agen penyebab,

Menghindari efek samping obat yang merugikan pada mata dan organ tubuh di luar mata.

1. Terapi Non SpesifikTiga jenis obat yang digunakan sebagai terapi non spesifik pada uveitis yaitu midriatik- sikloplegik, kortikosteroid, dan imunosupresan.

Midriatik-sikloplegik

Semua sikloplegik merupakan agen antagonis kolinergik yang bekerja dengan menghambat neurotransmiter pada reseptor sfingter iris dan korpus silier. Pada pengobatan uveitis anterior sikloplegik bekerja dengan 3 cara yaitu:

Mengurangi nyeri karena imobilisasi iris

Mencegah adesi iris ke kapsula lensa anterior (sinekia posterior), yang dapat meningkatkan tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma sekunder.

Menyetabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya flare.

Agen sikloplegik yang digunakan dalam terapi uveitis anterior menuruut AOA antara lain:

Atropine 0,5%, 1%, 2%

Homatropin 2%, 5%

Scopolamine 0,25%

Cyclopentolate 0,5%, 1%, 2%.

Kortikosteroid

Semua orang setuju bahwa kortikosteroid merupakan terapi non spesifik yang bermanfaat pada uveitis. Efek samping baik topikal maupun sistemik telah kita ketahui, akan tetapi tidak ada salahnya diingatkan kembali tentang cara kerja variasi efek anti inflamasi, efek samping dan potensi preparat steroid yang dipakai dalam pengobatan uveitis. Pengobatan peradangan intra okular dengan kortikosteroid dimulai pada tahun 50-an. Ada 2 cara pengobatan kortikosteroid pada uveitis: Lokal : Tetes mata, dan injeksi peri okular Sistemik Lokal

Pengobatan uveitis anterior dengan steroid dan midriatik sikloplegik lokal adalah paling logis dan efektif. Dosis maksimal dapat dicapai dengan efek samping yang minimal. Dan apabilaterjadi komplikasi, maka obat ini dapat segera distop. Tetes mata

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada:a. Konsentrasi dan frekuensi pemberian

Makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya.b. Jenis kortikosteroid

Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.

c. Jenis pelarut yang dipakai

Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air. Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat biphasic.

d. Bentuk larutan

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.

Injeksi peri-okularDapat diberikan dalam bentuk long acting berupa Depo maupun bentuk short acting berupa solutio. Keuntungan injeksi peri-okular adalah dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal.

Indikasi injeksi peri-okular adalah :

1. Apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi peri-okular dapat dianjurkan.

2. Uveitis unilateral.3. Pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata.4. Anak-anak.

5. Komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis.

Penyuntikan steroid peri-okular merupakan kontra indikasi pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis.

Lokasi injeksi peri-okular :

a. Sub-konjungtiva dan sub-tenon anterior

Pemakaian sub-konjungtiva/sub-tenon steroid repository (triamcinolone acetonide 40 mg, atau. methyl prednisolone acetate 20 mg) efektif pada peradangan kronis segmen anterior bola mata. Keuntungan injeksi sub-konjungtiva dan sub-tenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai dexametason 24 mg.b. Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbarCara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid, retina dan saraf optik).Komplikasi injeksi peri-okular :

1) Perforasi bola mata.2) Injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan katarak sub-kapsular posterior.3) Glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk Depo di mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata.4) Atrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.

Sistemik

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. Pada uveitis kronis dan anak-anak bisa terjadi komplikasi serius seperti supresi kelenjar adrenal dan gangguan pertumbuhan badan, maka diberikan dengan cara alternating single dose.

Indikasi kortikosteroid sistemik :

1. Uveitis posterior

2. Uveitis bilateral

3. Edema makula

4. Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter)

5. Kelainan sistemik yang memerlukan terapi steroid sistemik

Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain. Imunosupresan

SitostatikaPengobatan sitostatika digunakan pada uveitis kronis yang refrakter terhadap steroid. Di RSCM telah dipakai preparat klorambusil 0,10,2 mg/kg BB/hari, dosis klorambusil ini dipertahankan selama 23 bulan lalu diturunkan sampai 58 mg selama 3 bulan dan dosis maintenance kurang dari 5 mg/hari, sampai 612 bulan. Selain itu juga dipakai preparat Kolkhisindosis 0,5 mg1 mg/peroral/2 kali/hari. Dosis letak adalah 7 mg/hari. Selama terapi sitostatika kita hams bekerja sama dengan Internist atau Hematologist. Sebagai patokan kita hams mengontrol darah tepi, yaitu lekosit harus lebih dari 3000/mm3 dan trombosit lebih dari 100.000/mm3 selama dalam pengobatan.Preparat sitostatika ini menekan respons imun lebih spesifik dibandingkan kortikosteroid, tetapi pengobatan sitostatika ini mempunyai risiko terjadinya diskrasia darah, alopesia, gangguan gastrointestinal, sistitis hemoragik, azoospermia, infeksi oportunistik, keganasan dan kerusakan kromosom.Indikasi sitostatika:1. Pengobatan steroid inefektif atau intolerable2. Penyakit Behcet

3. Oftalmia simpatika

4. Uveitis pada JRA (Juvenile rheumatoid arthritis)Kontra indikasi sitostatika :1. Uveitis dengan etiologi infeksi

2. Bila tidak ada :

Internist/hematologist

Fasilitas monitoring sumsum tulang Fasilitas penanganan efek samping akut

Siklosporin A

Siklosporin A (CsA) adalah salah satu obat imunosupresan yang relatif baik yang tidak menimbulkan efek samping terlalu berat dan bekerja lebih selektif terhadap sel limfosit T tanpa menekan seluruh imunitas tubuh; pada pemakaian kortikosteroid dan sitostatik akan terjadi penekanan dari sebagian besar sistem imunitas, seperti menghambat fungsi sel makrofag, sel monosit dan sel neutrofil. Selain itu CsA tidak menyebabkan depresi sumsum tulang dan tidak mengakibatkan efek mutagenik seperti obat sitostatika.Mekanisme kerja siklosporin A dalam respons imun adalah spesifik dengan: Menekan secara langsung sel T helper subsets dan menekan secara umum produksi limfokin-limfokin (IL-2, interferon, MAF, MIF). Secara umum CsA tidal( menghambat fungsi sel B. Produksi sel B sitotoksik dihambat oleh CsA dengan blocking sintensis IL-2. Secara tidak langsung mengganggu aktivitas sel NK (natural killer cell) dengan menekan produksi interferon, di mana interferon dalam mempercepat proses pematangan dan sitolitik sel NK. Populasi makrofag dan monosit tidak dipengaruhi oleh CsA sehingga tidak mempengaruhi efek fagositosis, processing antigen dan elaborasi IL-1.2. Terapi Spesifik Toxoplasmosis

Pengobatan anti toxoplasma yang paling ideal adalah terapi kombinasi. Sulfadiazin atau trisulfa :

Dosis 4 kali 0.51 gr/hari selama 36 minggu.

Pirimetamin :

Dosis awal 75100 mg pada hari pertama, selanjutnya 2 kali 25 mg/hari selama 36 minggu.

Trimethoprim-sulfamethoxazol (Bactrim) :

Dosis 2 kali 2 tablet Bactrim selama 46 minggu. Preparat sulfa mencegah konversi asam paraaminobenzoat menjadi asam folaL Preparat pirimetamin bekerja menghambat terbentuknya tetrahidrofolat. Asam folat dibutuhkan oleh organisme toxoplasma untuk metabolisme karbon. Pada pemakaian pirimetamin dapat terjadi depresi sumsum tulang, maka kontrol darah tepi tiap minggu, apabila trombosit diindikasi penghentian terapi. Untuk mencegah depresi sumsum tulang diberikan preparat tablet asam folinat 5 mg tiap 2 hari. Klindamisin :Sebagai pengganti pirimetamin, yang bekerja sinergik dengan preparat sulfa. Secara invivo pada experimen obat ini dapat menghancurkan kista toxoplasma pada jaringan retina. Dosis: 3 kali 150300 mg/hari/oral. Pemberian sub-konjungtiva klindamisin 50 mg dilaporkan memberi hasil baik.

Spiramisin :Diberikan pada wanita hamil dan anak-anak karena efek samping yang minimal. Obat ini kurang efektif dalam mencegah rekurensi. Minosiklin :Dosis 12 kapsul sehari selama 46 minggu. Fotokoagulasi dengan laser apabila tidak ada respon terapi medikamentosa. Infeksi virus

Herpes simplex :Pada keratouveitis Herpes simplex diberikan topikal antivirus seperti asiklovir dan sikloplegik. Apabila epitel kornea intact/sembuh maka dapat diberikan topikal steroid bersama antivirus. Diberikan juga asiklovir 5 kali 200 mg/hari selama 23 minggu yang kemudian diturunkan 2 atau 3 tablet/hari.Pada kasus retinitis Herpes simplex dan ARN (Acute retinal necrosis) diberikan asiklovir intravena dengan dosis awal 5 mg/kgBB/kali yang dapat diberikan 3 kali per hari. Herpes zoster :

Diberikan asiklovir 5 kali 400 mg pada keadaan akut selama 1014 hari. Kortikosteroid sistemik diberikan pada orang tua untuk mencegah terjadi post herpetic neuralgia. Pada uveitis anterior diberikan steroid dan sikloplegik topikal. Sitomegalovirus :

DHPG (Gancyclovir) 5 mg/kgBB/dalam 2 kali pemberian intravena Foscarnet: 20 mg/ kgBB/ perinfus.PROGNOSIS Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik, tanp adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.

BAB 5

KESIMPULANUveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebab.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Pada pasien ini termasuk uveitis anterior yang akut karena baru terjadi selama 4 hari. Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan G Daniel. Oftalmologi Umum. ed 14. Widya Medika. Jakarta: 2000.2. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. ed II. FKUI, Jakarta: 20023. Anterior uveitis. Available at: www.allaboutvision.com. Accessed on 15 september 20114. Hogan MH, Kimura SJ, Thygeson P. Signs and symptoms of uveitis: I. Anterior uveitis. Am J Ophthalmol 1959;47:162-3.5. Catania LJ. Primary care of the anterior segment,2nd ed. Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:371.6. Uveitis. Available at: www.healthline.com. Accessed on 15 September 2011.7. Cullen RD,Chang B,eds. The Wills eye manual. Philadelphia:JBLippincott, 1994:354-5.8. Wong tien YN, Uvetis Systemic and Tumots , The Opthlmolgy Examinations Review, Wrld Scientific, Singapura:2001. P321-323.Gambaran 5 lapisan kornea, yang terdiri atas :

Lapisan epitel gepeng tanpa sel tanduk

Membrane bowman

Stroma,yg merupakan lapisan palig tebal dan bersifat Higroskopis

Membrane descement yang kenyal dan berfungsi sebagai barrier infeksi

Endotel yang tidak mempunyai daya regenerasi

Pergerakan yang dapat dilakukan oto mata

Pembuluh darah balik orbita

Pembuluh darah arteri orbita