19
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Pustaka II.1.1 ISPA II.1.1.1 Definisi ISPA ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Istilah ini didapat dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukan proses akut, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA berlangsung lebih dari 14 hari. (Silalahi, 2004) ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun riketsia tanpa disertai radang parenkim paru. (Alsagaff dan Mukty, 2006) II.1.1.2 Etiologi ISPA Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, micoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan micoplasma. Umumnya ISPA bagian bawah disebabkan oleh bakteri, keadaan tersebut mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain genus Streptococcus, Staphylococcus, 5

tingkat pengetahuan ISPA dgn faktor yg mempengaruhi.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    II.1 Tinjauan Pustaka

    II.1.1 ISPA

    II.1.1.1 Definisi ISPA

    ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Istilah

    ini didapat dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections

    (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari

    saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

    termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

    Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14

    hari ini diambil untuk menunjukan proses akut, meskipun untuk beberapa

    penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA berlangsung lebih dari 14 hari.

    (Silalahi, 2004)

    ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang

    disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun riketsia tanpa disertai radang

    parenkim paru. (Alsagaff dan Mukty, 2006)

    II.1.1.2 Etiologi ISPA

    Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri,

    virus, micoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya

    disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh

    bakteri , virus dan micoplasma. Umumnya ISPA bagian bawah disebabkan

    oleh bakteri, keadaan tersebut mempunyai manifestasi klinis yang berat

    sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri

    penyebab ISPA antara lain genus Streptococcus, Staphylococcus,

    5

  • 6

    Pneumococcus, Hemofilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab

    ISPA antara lain golongan Mexovirus, Adenovirus, Coronavirus,

    Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Depkes RI, 2000). .

    II.1.1.3 Faktor Risiko ISPA

    Secara umum terdapat 3 faktor risiko ISPA (Depkes RI, 2001), yaitu :

    1. Faktor lingkungan rumah

    a. Pencemaran udara dalam rumah

    b. Ventilasi rumah

    c. Kepadatan hunian rumah

    2. Faktor individu anak

    a. Umur anak

    b. Berat badan lahir

    c. Status gizi

    d. Status Imunisasi

    3. Faktor perilaku

    II.1.1.4 Klasifikasi ISPA

    Klasifikasi ISPA dibedakan atas 2 kelompok yaitu (DepKes RI, 2001) :

    a. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan terdiri dari :

    1. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi

    pernafasan sama atau lebih dari 60 kali per menit atau adanya tarikan

    yang kuat pada dinding dada bagian bawah.

    2. Bukan pneumonia yaitu penderita balita dengan batuk dan pilek

    disertai atau tidak dengan gejala lain seperti berdahak / berlendir dan

    demam, yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas

    dan tidak ada tarikan dinding dada.

  • 7

    b. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun terdiri dari :

    1. Pneumonia berat yaitu berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran

    bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah.

    Dikenal pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau

    kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan

    anak tidak dapat minum.

    2. Pneumonia yaitu berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

    bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat

    pada anak usia 2 bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali atau lebih

    permenit sedangkan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali

    atau lebih per menit.

    3. Bukan Pneumonia. Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk

    dan pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti berdahak /

    berlendir dan demam, tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi

    nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian

    bawah. Klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit

    ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold,

    faringitis, tonsilitis)

    II.1.1.5 Penularan, Pencegahan dan Pemberantasa ISPA

    Menurut WHO 1990, pencemaran udara diduga menjadi pencetus

    infeksi virus pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air

    ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup

    oleh orang sehat

    ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui Air Conditioner

    (AC), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus.

    Mikroorganisme menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka

    jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang

  • 8

    dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada saat terjadi ISPA yang

    disebabkan oleh virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat

    menghasilkan superinfeksi bakteri, yang menyebabkan bakteri patogen masuk

    ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

    Pencegahan dapat dilakukan sebagai berikut (Benih, 2008) :

    Imunisasi

    Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

    Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

    Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

    Pemberantasan yang dilakukan adalah (DepKes RI, 2002) :

    Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu.

    Penatalaksanaan kasus yang rasional

    Imunisasi balita

    II.I.I.6 Tanda-tanda bahaya ISPA

    Penyakit saluran pernafasan dapat menimbulkan gejala-gejala menjadi

    lebih berat dan dapat terjadi kegagalan pernapasan atau meninggal. Kegagalan

    pernapasan yang berat membutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit.

    Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan

    laboratoris (DepKes RI, 1992) yaitu :

    Tanda-tanda klinis yaitu :

    Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur, retraksi

    dinding thorak, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah, grunting

    expiratoir dan wheezing.

    Pada sistem kardial adalah: tachycardia, bradycardia, hypertensi,

    hypotensi dan cardiac arrest.

  • 9

    Pada sistem serebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

    bingung, kejang dan koma.

    Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

    Tanda-tanda laboratoris yaitu :

    Hipoksemia

    Hipercapnia

    Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)

    II.1.1.7 Penatalaksanaan ISPA

    Kriteria penderita ISPA dalam penatalaksanaannya adalah balita dengan

    gejala batuk dan kesukaran bernafas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 3

    bagian (DepKes RI, 1991), yaitu :

    a. Pemeriksaan

    Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada

    penderita. Menghitung frekuensi napas bila baju anak tebal, mungkin perlu

    membuka sedikit untuk melihat gerakan dada dan ntuk melihat tarikan dada

    bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit.

    b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

    Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa

    minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.

    Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa

    minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk

  • 10

    c. Pengobatan

    Pengobatan ISPA dibedakan atas :

    Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

    oksigen dan sebagainya.

    Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral, bila tidak mungkin

    diberi kotrimoksasol. Pemberian kontrimoksasol yang tidak memberikan

    perbaikan, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,

    amoksisilin atau penisilin prokain.

    Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotic boleh dirawat di rumah,

    misalnya batuk dapat menggunakan obat yang tidak mengandung zat yang

    merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam

    diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

    Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus

    yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program

    yaitu turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan

    antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA

    (DepKes RI, 1992).

    II.1.2 Pengetahuan

    II.1.2.1 Definisi pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

    melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

    penciuman, rasa, dan raba. (Notoatmodjo, 2007).

  • 11

    II.1.2.2 Tingkat pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam

    domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :

    a. Tahu (know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

    terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

    rangsangan yang sudah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan

    tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

    bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

    menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

    b. Memahami (comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

    benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

    tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek atau

    materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

    meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

    c. Aplikasi (application)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

    yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini

    dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

    prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

    d. Analisis (analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

    suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

    struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

    Kemampuan analisa dilihat dari penggunaan kata kerja : dapat

    menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

    mengelompokan dan sebagainya.

  • 12

    e. Sintesis (synthesis)

    Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

    menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

    Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

    formulasi-formulasi yang sudah ada. Kemampuan ini misalnya : dapat

    menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan

    dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

    f. Evaluasi (evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

    atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

    berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

    kriteria-kriteria yang telah ada.

    II.1.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2003) faktor internal dan faktor eksternal yang

    mempengaruhi terbentuknya pengetahuan yaitu :

    a.Intelegensi

    Intelegensi merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang

    memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Orang

    berfikir menggunakan inteleknya atau pikirannya. Cepat atau tidaknya dan

    terpecahkan tidaknya suatu masalah tergantung dengan kemampuan

    intelegensinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan pesan

    dalam komunikasi adalah taraf intelegensi seseorang sehingga dapat

    dikatakan bahwa orang-orang yang lebih intelegen akan lebih mudah

    menerima suatu pesan.

    b.Pendidikan

    Tugas dari pendidikan adalah memberikan atau meningkatkan

    pengetahuan, menimbulkan sifat positif, serta memberikan atau

    meningkatkan kemampuan masyarakat atau individu tentang aspek-aspek

    yang bersangkutan, sehingga dicapai suatu masyarakat yang berkembang.

  • 13

    Sistem pendidikan nonformal dan formal yang bejenjang diharapkan

    mampu meningkatkan pengetahuan melalui pola tertentu.

    c.Pengalaman

    Menurut teori determinan perilaku yang disampaikan oleh WHO,

    menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu

    salah satunya disebabkan karena adanya pemikiran dan perasaan dalam diri

    seseorang yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap,

    kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap

    objek tersebut, dimana seseorang mendapatkan pengetahuan baik dari

    pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.

    d.Informasi

    Teori depedensi mengenai efek komunikasi massa, disebutkan bahwa

    media massa dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peranan

    penting dalam proses pemeliharaan, perubahan dan konflik dalam tatanan

    masyarakat., kelompok , dan individu dalam aktivitas sosial dimana media

    massa ini nantinya akan mempengaruhi fungsi kognitif, afektif dan

    behaviorial. Pada fungsi kognitif diantaranya adalah berfungsi untuk

    menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap,

    perluasan sistem, keyakinan masyarakat dan penegasan atau penjelasan

    nilai-nilai tertentu.

    e.Kepercayaan

    Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang, mengenai apa yang

    berlaku sebagai objek sikap, sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka

    ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat

    diharapkan dari objek tertentu.

    f.Umur

    Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur tingkat

    kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

    dan menerima informasi.

  • 14

    g.Sosial budaya

    Sosial termasuk di dalamnya pandangan agama, kelompok etnis dapat

    mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penerapan nilai-nilai

    keagamaan untuk memperkuat super egonya.

    h.Status sosial ekonomi

    Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah lakunya .

    Individu yang berasal dan keluarga yang berstatus sosial ekonominya baik

    dimungkinkan lebih memiliki sifat yang positif memandang diri dan masa

    depannya dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga dengan status

    ekonomi rendah.

    Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

    kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

    penelitian atau responden. (Notoatmodjo, S. 2007)

    II.1.3 Pengertian rumah sehat

    Menurut Notoatmodjo (2003), rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai

    tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah yang sehat

    menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association) harus

    memenuhi persyaratan (Dinas Pekerjaan Umum, 2006) yaitu :

    a. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

    1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam maupun buatan.

    Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 120 lux. Luas jendela

    yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.

    2) Ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara dalam ruangan.

    Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah bertemperatur

    ruangan sebesar 1830C dengan kelembaban udara sebesar 40 - 70 %.

    Ukuran ventilasi memenuhi syarat yaitu 10 % luas lantai.

    3) Tidak terganggu oleh suara dari dalam maupun luar rumah.

    4) Cukup tempat bermain belajar untuk anak-anak.

  • 15

    b. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

    1) Tiap anggota keluarga terjamin ketenangan dan kebebasannya.

    2) Memenuhi ruang tempat berkumpul keluarga.

    3) Lingkungan sesuai, homogen, tak ada perbedaan tingkat yang drastis.

    4) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan

    jenis kelaminnya. Ukuran tempat tidur anak yang berumur kurang 5

    tahun minimal 4.5 m2 dan yang lebih dari 5 tahun minimal 9 m2.

    5) Mempunyai WC dan kamar mandi.

    c. Pencegahan Penularan Penyakit

    1) Tersedia air minum yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.

    2) Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat atau binatang lain bersarang.

    3) Pembuangan kotoran / tinja dan limbah memenuhi syarat kesehatan.

    4) Pembuangan sampah pada tempatnya.

    5) Luas kamar tidur minimal 8.5 m2 perorang dan tinggi langit 2.75 m.

    6) Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari pencemaran

    atau gangguan binatang serangga atau debu.

    d. Pencegahan Terjadinya Kecelakaan

    1) Cukup ventilasi untuk pertukaran dengan udara segar.

    2) Cukup cahaya dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan.

    3) Rumah dijauhkan dari pohon besar yang rapuh atau mudah runtuh.

    4) Jarak rumah dengan jalan harus mengikuti peraturan garis rooi.

    5) Lantai rumah selalu basah (kamar mandi) jangan licin / lumutan.

    6) Bangunan terbuat dari bahan tahan api.

    7) Bahan beracun disimpan rapi, jangan sampai terjangkau anak-anak.

    8) Rumah jauh dari lokasi industri yang mencemari lingkungan.

  • 16

    Menurut Kepmenkes RI 1999 menyatakan rumah adalah bangunan yang

    berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah

    sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat minimum komponen

    rumah dan sarana sanitasi dari 3 komponen yaitu rumah, sarana sanitasi dan perilaku

    di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

    Menurut Dinkes (2005), Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-

    masing parameter adalah sebagai berikut :

    1) Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding, lantai,

    jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap

    dapur, dan pencahayaan.

    2) Minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih,jamban (sarana

    pembuangan kotoran), Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan sarana

    pembuangan sampah.

    Perilaku sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang

    menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik yang digunakan sebagai

    tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi

    tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami,

    konstruksi bangunan rumah, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan

    kotoran manusia, dan penyediaan air. Sanitasi rumah erat kaitannya dengan angka

    kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat

    berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA (Azwar, 1990).

    Rumah tidak sehat dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan,

    jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah

    (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan

    pemukiman disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang

    rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya

    (Notoatmodjo, 2003).

  • 17

    II.1.4 Sanitasi Rumah dibagi atas :

    II.1.4.1 Ventilasi

    Menurut Sukar (1996), ventilasi adalah proses pergantian udara segar

    ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara

    alamiah maupun buatan. Berdasarkan kejadiannya ventilasi dibagi menjadi

    dua yaitu:

    a. Ventilasi alamiah, ventilasi alamiah berguna untuk mengalirkan udara di

    dalam ruangan yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan

    lubang angin. Selain itu ventilasi alamiah dapat juga menggerakan udara

    sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.

    b. Ventilasi buatan, ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan

    alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah

    kipas angin, exhauster dan AC.

    Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:

    1) Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan,

    sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)

    minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas

    lantai ruangan.

    2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau

    pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.

    3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang

    ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai

    terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan

    lain-lain.

    Menurut Dinata (2007), secara umum penilaian ventilasi rumah dapat

    dilakukan dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai

    rumah. Berdasarkan indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang

    memenuhi syarat kesehatan adalah lebih dari sama dengan 10% dari luas

  • 18

    lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah

    kurang dari 10% dari luas lantai rumah. Ventilasi rumah dapat memberikan

    kontribusi terciptanya kelembaban dan temperature yang memungkinkan bibit

    penyakit akan mati atau berkembang biak.

    II.1.4.2 Pencahayaan Alami

    Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-

    bakteri patogen di dalam rumah, misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA

    dan TBC. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang

    cukup. Jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% - 20%

    dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah (Azwar, 1990).

    Pencahayaan alami menurut Suryanto (2003), dianggap baik jika

    besarnya antara 60120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari

    120 lux. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu

    diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan

    tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai

    ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun

    harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lebih lama menyinari

    16 lantai (bukan menyinari dinding), maka sebaiknya jendela itu harus di

    tengah-tengah tinggi dinding (tembok).

    II.1.4.3 Kelembaban

    Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya

    tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit

    terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan

    hidup bakteri. Menurut Suryanto (2003), kelembaban dianggap baik jika

    memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%.

    Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi, karena ventilasi yang tidak

    baik akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah. Sebuah rumah yang

    memiliki kelembaban udara yang tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa

  • 19

    dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit

    pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002).

    II.1.4.4 Kepadatan Penghuni Rumah

    Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan

    jenis kelaminnya. Ukuran tempat tidur anak yang berumur lebih kurang 5

    tahun minimal 4.5 m2 dan yang lebih dari 5 tahun minimal 9 m2. Kepadatan

    hunian ditentukan dengan cara jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah

    penghuni (sleeping density), yaitu (Winslow dan APHA dalam Dinas

    Pekerjaan Umum, 2006) :

    - Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7

    - Cukup, bila kepadatan antara 0,5 - 0,7

    - Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5

    Luas rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang

    banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang

    yang dapat memungkinkan bakteri atau virus menular melalui pernafasan.

    II.1.4.5 Lantai

    Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena

    lantai di rumah yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik

    untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA. Lantai yang baik

    adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus

    kedap air dan mudah dibersihkan. lantai perlu diplester dan akan lebih baik

    kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM dan

    PL, 2002).

    II.1.4.6 Dinding

    Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah

    di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu

    dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya

  • 20

    kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu

    dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti ISPA,

    karena dapat menyebabkan penumpukan banyak debu yang menjadi media

    berkembang biaknya bakteri atau virus bila terhirup oleh penghuni rumah.

    Jenis dinding mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit

    dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan

    sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman (Suryanto, 2003).

    Akumulasi penempelan debu pada saluran pernafasan menyebabkan

    elastisitas paru menurun.

    II.1.4.7 Atap

    Salah satu fungsi atap rumah yaitu melindungi masuknya debu dalam

    rumah. Atap rumah yang baik agar tidak mengganggu saluran pernafasan

    adalah menggunakan genting dan diberi plafon atau langit-langit agar debu

    tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah, 2007). Partikel debu

    dapat menjadi pemicu yang menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan,

    saluran nafas yang teriritasi akan mudah terinfeksi mikrooganisme penyebab

    ISPA. Menurut Suryanto (2003), atap berfungsi sebagai jalan masuknya

    cahaya alamiah menggunakan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat

    secara sederhana, yaitu dengan melubangi genteng biasanya dilakukan pada

    waktu pembuatannya, kemudian lubang genteng ditutup dengan pecahan kaca.

    II.1.4.8 Asap Dapur / Bahan Bakar Memasak

    Gangguan saluran pernapasan yang diderita masyarakat selain

    disebabkan oleh infeksi kuman juga disebabkan adanya pencemaran udara

    yang terdapat dalam rumah, kebanyakan karena asap dapur. Pencemaran

    udara dalam rumah yang berasal dari aktivitas penghuninya antara lain :

    pengguna bahan bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan

    ruangan, asap rokok, pengguna insektisida semprot maupun bakar dan

    penggunaan bahan bangunan sintesis seperti cat dan asbes (Sukar, 1996).

  • 21

    Jenis bahan bakar yang digunakan untuk kegiatan memasak sehari-hari

    berkaitan erat dengan kualitas udara dalam rumah. Asap yang dihasilkan dari

    hasil pembakaran kayu / arang akan lebih banyak bila di bandingkan hasil

    pembakaran gas / minyak tanah. Banyaknya asap yang dihasilkan ini apabila

    tidak mudah keluarkan dapat menjadi media pertumbuhan bakteri dan virus

    bila terhirup anak balita menyebabkan gangguan pernafasan (Tulus, 2008).

    Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat

    menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat

    berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi

    oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan

    penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di

    saluran pernafasan. Kesulitan bernafas akibat benda asing tertarik dan bakteri

    lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan. Keadaan tersebut akan

    memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan. (Mukono, 1997)

    II.1.4.9 Merokok

    Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream

    sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap sidestream.

    Polusi udara yang diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainstream

    yang sudah terekstrasi. Manusia yang menghisap asap inilah yang dinamakan

    perokok pasif atau perokok terpaksa (Adningsih, 2003).

    Banyaknya jumlah perokok akan sebanding dengan banyaknya

    penderita gangguan kesehatan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa

    perokok pasiflah yang mengalami risiko lebih besar daripada perokok

    sesungguhnya (Dachroni, 2003).

    Banyaknya jumlah perokok dalam rumah akan memperbesar risiko

    anggota keluarga untuk menderita gangguan pernapasan. Asap rokok tersebut

    akan meningkatkan resiko ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang

    orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan

    seperti flu, pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Asap rokok

  • 22

    merangsang pembentukan lendir sehingga bakteri tidak dapat dikeluarkan,

    sebagai penyebab bronchitis kronis. Keadaan tersebut menyebabkan

    lumpuhnya serat elastin di jaringan paru yang mengakibatkan daya pompa

    paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya

    kantong udara (Dachroni, 2002). Asap rokok juga dapat menurunkan

    kemampuan makrofag membunuh bakteri (Alsagaff dan Mukty, 2006).

    II.2 KERANGKA TEORI

    Bagan 1

    Faktor Risiko ISPA

    pada Balita

    Faktor sanitasi rumah : - Ventilasi rumah - Kepadatan hunian rumah - Jenis lantai, dinding dan atap rumah - Pencemaran udara dalam rumah

    Faktor individu anak : - Umur anak kurang dari 5 tahun - Berat badan lahir - Status imunisasi - Status gizi

    Faktor perilaku : - Perawatan penunjang oleh ibu balita - Pengamatan perkembangan penyakit balita - Pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan

    ISPA

    Faktor lain yang mempengaruhi : - Tingkat pengetahuan ibu - Tingkat sosial dan ekonomi - Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan

  • 23

    II.3 KERANGKA KONSEP

    Bagan 2

    Variabel Independen

    Variabel dependen

    II.4 HIPOTESIS

    - Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA pada balita

    - Ada hubungan sanitasi rumah rumah terhadap kejadian ISPA pada balita

    Pengetahuan Ibu

    Penyakit ISPA : a. Pengertian b. Penyebab c. Faktor risiko d. Tanda dan gejala e. Cara pencegahan f. Cara pemberantasan

    Sanitasi Rumah : a. Ventilasi b. Kepadatan penghuni c. Bahan lantai, dinding, dan atap d. Bahan bakar memasak e. Merokok dalam rumah

    Insiden ISPA

    Sanitasi Rumah