Upload
phamtram
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 50
TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT
PENGGUNAAN
Perekonomian Jawa Barat tidak terlepas dari kondisi nasional
maupun internasional. Pengaruh global terhadap perekonomian sangat
terasa di provinsi sebesar Jawa Barat. Perubahan-perubahan dunia luar
turut mempengaruhi pola konsumsi, Investasi, ekspor-impor dan
perubahan stok di Jawa Barat. Tingkat seluruh aktivitas ekonomi, yang
terkait dengan dunia internasional, turut mempengaruhi pertumbuhan di
negara berkembang tingkat aktivitas ekonomi tersebut, menurut
Kuncoro (2007) adalah sebagai berikut;
1. Pertumbuhan ekspor hasil industri dipengaruhi oleh
pertumbuhan perdagangan dunia, yang erat kaitannya dengan
pasar negara maju dan adanya proteksi negara lain.
2. Keberadaan modal untuk investasi, baik berupa investasi
langsung maupun pinjaman, dipengaruhi pula oleh faktor
internasional.
3. Kemajuan teknologi negara-negara maju menjadi penghambat
daya saing negara-negara berkembang.
4. Manajemen Organisasi, misalnya gaya Jepang ’just in time’
dalam pengadaan suku cadang yang didukung oleh
pengendalian stok dengan komputer.
Ekspor antar negara dari Jawa Barat pada tahun 2005, 2006 dan
2007 masing-masing Rp 140 triliun, Rp 146 triliun dan Rp 156 triliun.
Besar ekspor tersebut mencapai sekitar 30 persen dari PDRB Jawa
Barat setiap tahunnya. Dengan demikian pengaruh perdagangan
internasional fluktuasi nilai dolar dan daya saing komoditi ekspor
BAB III
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 51
sangat berperan terhadap PDRB Jawa Barat.
Permodalan asing khususnya PMA dalam tiga tahun ini
menunjukkan bahwa Jawa Barat masih merupakan provinsi yang paling
diminati investor. Berdasarkan laporan BKPM di tahun 2007 nilai
investasi Jawa Barat meningkat dengan total nilai Rp 23,54 triliun di
bandingkan pada tahun 2006 yang hanya Rp 18,37 triliun. Untuk
melihat perkembangan investasi, khususnya pembentukan barang
modal tetap bruto dapat dilihat dari PDRB penggunaan. Adapun daerah
yang memberikan kontribusi besar dalam pembentukan barang modal
tetap bruto adalah daerah : Kota Bandung, Kabupaten Bogor,
Kabupaten Bekasi Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang.
Dilihat dari institusi pelaku PMTB terbagi empat yaitu : Swasta, rumah
tangga, BUMN dan BUMD serta Pemerintah. Dengan demikian selain
para investor swata, pemerintah diharapkan dapat memperbesar porsi
pengeluarannya untuk barang modal. Belanja pemerintah dalam bentuk
barang modal (terutama infrastruktur) menjadi stimulus yang
mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pembangunan ekonomi.
Sisi konsumsi RT memperlihatkan perkembangan yang terjadi
sebagai akibat dari perubahan gaya hidup dan perilaku konsumsi dari
sebagian besar masyarakat modern. Hal ini mendorong para produsen
untuk meningkatkan produksinya baik secara kuantitas maupun kualitas
yang pada gilirannya juga akan mendorong pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi Rumahtangga di Jawa Barat mengambil porsi
terbesar dari PDRB, di atas 60 persen. Konsumsi Masyarakat untuk
jenis konsumsi makanan pada tahun-tahun ini memberikan kontribusi
yang makin membesar pada makanan jadi. Maraknya kedai, rumah
makan, restoran yang bersifat lokal, nasional dan internasional makin
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 52
memanjakan warga Jawa Barat dalam mengkonsumsi makanan jadi
terutama di daerah perkotaan.
Konsumsi non makanan yang meningkat sangat cepat adalah
konsumsi akan kendaraan terutama motor beroda dua. Kemudahan
dalam memperoleh motor serta kebutuhan akan barang ini menjadikan
konsumsi akan barang ini sangat tinggi. Konsumsi non makanan secara
keseluruhan juga makin bertambah porsinya terhadap konsumsi rumah
tangga.
Perubahan stok menjadi cukup penting dalam struktur ekonomi
terutama setelah adanya rush dan berbagai krisis pangan di Indonesia
karena ini akan mempengaruhi stabilitas harga secara keseluruhan.
Harga yang tidak stabil serta distribusi penjualan yang terganggu
menyebabkan terganggunya konsumsi rumahtangga lebih jauh akan
berpengaruh terhadap kestabilan sosial masyarakat.
Pengaruh Nasional dan Regional turut mewarnai proses ekonomi
Jawa Barat pada faktor ”demand”. Regulasi pada investasi, peraturan
ketenagakerjaan, UMR, tersedianya infrastruktur yang memadai,
kemudahan birokrasi, tingkat keamanan wilayah. Hal-hal yang
berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi ini ternyata bukan hanya
faktor-faktor ekonomi, tetapi berbagai faktor seperti yang disebutkan di
atas.
3.1. Pengeluaran Konsumsi RumahTangga
Konsumsi rumahtangga bisa menjadi indikator nilai tambah
yang menjadi pendapatan, walaupun pendapatan tersebut belum tentu
seluruhnya menjadi penerimaan masyarakat. Secara sederhana,
pendapatan yang diturunkan oleh proses ekonomi produksi melalui
komponen nilai tambah akan digunakan oleh masyarakat untuk
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 53
membiayai seluruh kebutuhan konsumsinya.
Konsumsi Rumah Tangga sering kali dijadikan barometer
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Peningkatan konsumsi dan
perubahan proporsi pola konsumsi dari makanan menuju non makanan
dijadikan indikator peningkatan pendapatan, kemampuan daya beli
yang pada akhirnya dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Secara teoritis peningkatan konsumsi rumah tangga dipacu oleh
pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh
karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
menjadi mutlak bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan.
Peningkatan permintaan atau konsumsi merupakan pangsa pasar
yang dapat menggerakkan roda perekonomian berjalan lebih cepat dan
akan menggerakkan sektor-sektor usaha untuk memenuhi permintaan
tersebut.
Grafik 1. Perkembangan Peranan Konsumsi Makanan dan Non Makanan Tahun 2000-2007 Propinsi Jawa Barat
Non Makanan
Makanan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 54
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen
utama PDRB penggunaan. Besarnya konsumsi rumahtangga atas dasar
harga berlaku pada tahun 2005 sebesar Rp 261,55 triliun, meningkat
signifikan menjadi Rp 339,39 triliun pada tahun 2007. Fluktuasi
konsumsi rumah tangga ini terpengaruh oleh tingkat harga (inflasi),
pertumbuhan jumlah penduduk serta pendapatan rumah tangga.
Konsumsi rumahtangga terdiri dari konsumsi makanan dan non
makanan, proporsi di antara kedua komponen tersebut selama tiga
tahun terakhir ada kecenderungan kenaikan pada non makanan
dibanding tahun-tahun pada awal 2000.
Laju pertumbuhan Konsumsi rumahtangga atas dasar harga
konstan tahun 2007 mengalami peningkatan yang signifikan mencapai
5,66 persen, namun terjadi perlambatan pada konsumsi makanan yang
hanya sebesar 3,99 persen sedangkan konsumsi non makanan
meningkat cukup tajam sebesar 7,89 persen. Pada tahun 2006 laju
pertumbuhan konsumsi rumahtangga relatif moderat, hampir sama
dengan tahun sebelumnya, yaitu 4,43 persen pada tahun 2005 menjadi
Grafik 2. Laju Pertumbuhan Konsumsi Rumahtangga Tahun 2004-2007 Propinsi Jawa Barat
Laju KRT
Laju Mak
LPP
Laju Non Mak
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007
persen
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 55
4,56 persen pada tahun 2006. Kenaikan BBM punya pengaruh yang
signifikan terhadap konsumsi rumahtangga. Demikian halnya pada
peningkatan konsumsi makanan dan non makanan hampir sebanding
kurang lebih 4 persenan. Pada tahun 2005 konsumsi makanan
meningkat 4,18 persen, sedangkan konsumsi non makanan meningkat
4,77 persen. Pada tahun 2006 peningkatan konsumsi makanan sebesar
4,24 persen dan non makanan 4,98 persen. Hal ini mengindikasikan
adanya perbaikan daya beli masyarakat, sehingga diharapkan
kesejahteraan menjadi lebih baik.
Perbaikan kesejahteraan masyarakat terlihat dari meningkatnya
konsumsi rumahtangga perkapita atas dasar harga konstan yang sejalan
dengan meningkatnya PDRB perkapita atas dasar harga konstan.
Berbagai hal dapat menjadi penyebab meningkatnya konsumsi
masyarakat, salah satu penyebabnya adalah semakin mudahnya akses
masyarakat terhadap dunia perbankan untuk keperluan konsumsi.
Kredit konsumsi selama periode tahun 2005 – 2007 rata meningkat
22,15 persen setiap tahunnya. Di samping itu kemudahan dalam
pengajuan kredit kendaraan bermotor dan barang-barang elektronik
turut menjadi andil dalam meningkatnya konsumsi masyarakat.
Walaupun terlihat hanya bersifat konsumtif, tetapi secara ekonomi
meningkatnya konsumsi rumahtangga sebagai sisi permintaan akan
menyebabkan meningkatnya produksi atau sisi suplai. Hal ini akan
menjadi hal yang positif dengan catatan barang-barang yang
dikonsumsi adalah barang produksi dalam region, bukan barang impor.
Dari segi pemanfaatan, apabila kemudahan untuk memperoleh
kendaraan bermotor atau barang-barang elektronik menjadi pemacu
bagi rumahtangga untuk memanfaatkannya menjadi barang yang
produktif akan meningkatkan pendapatan rumahtangga. Dampak lebih
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 56
jauh dari hal tersebut akan menghidupkan kekuatan “grass root “ yang
akan menggerakkan ekonomi dengan lebih pesat.
Konsumsi rumahtangga jika dilihat secara triwulanan terlihat
pola yang cukup menarik, hal ini bisa dilihat pada grafik berikut. Pola
laju pertumbuhan konsumsi rumahtangga secara triwulanan selama
tiga tahun terakhir (2005-2007) terlihat adanya kecenderungan yang
berulang. Pada triwulan IV terjadi peningkatan konsumsi yang cukup
signifikan dibanding triwulan sebelumnya, kemudian menurun tajam
pada triwulan I. Fenomena ini terjadi karena perilaku konsumsi
masyarakat yang cenderung berubah sesuai dengan momen atau
peristiwa yang secara umum dan periodik berulang mempengaruhi
konsumsi rumahtangga. Misalnya perayaan hari raya yang jatuh di saat
yang hampir bersamaan pada triwulan akhir setiap tahun, adanya
momen awal masuk sekolah yang diikuti masa liburan sekolah pada
setiap triwulan III. Peristiwa- peristiwa lain yang secara nyata dapat
terlihat dan dirasakan oleh masyarakat dan mempengaruhi konsumsi
secara langsung misalnya kenaikan harga BBM.
Grafik 3. KRT perkapita dan PDRB perkapita konstanTahun 2005-2007 propinsi Jawa Barat
KRT
PDRB
Mkn
NMkn
0
1
2
3
4
5
6
7
2005 2006 2007
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 57
Pada setiap triwulan IV yang bertepatan dengan beberapa
perayaan Hari Raya serta liburan sekolah, konsumsi rumahtangga
cenderung meningkat. Kebutuhan sepanjang bulan Ramadhan dan pada
saat hari raya meningkat tajam baik untuk komoditi makanan maupun
non makanan. Tradisi masyarakat merayakan hari raya dengan
menyajikan makanan dengan menu istimewa untuk keluarga yang
selalu diikuti oleh naiknya harga bahan makanan menyebabkan nilai
konsumsi meningkat tajam. Di samping itu, pada saat hari raya
masyarakat ingin berpenampilan yang lebih baik sehingga konsumsi
sandang seperti tekstil dan produk tekstil, perlengkapannya serta alas
kaki juga meningkat tajam. Demikian halnya dengan kebutuhan
transportasi juga meningkat, adanya tradisi mudik menjadi penyebab
utama meningkatnya konsumsi untuk transportasi. Beberapa komoditi
lain juga mengalami peningkatan misalnya perlengkapan rumahtangga
setiap triwulan IV juga mengalami peningkatan.
Grafik 4. Laju Pertumbuhan Konsumsi Rumahtangga Triwulanan Tahun 2005-2007 Propinsi Jawa Barat
Laju Mak
Laju KRT
Laju Non Mak
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
I II III IV I II III IV I II III IV
2005 2006 2007
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 58
Konsumsi yang tinggi pada triwulan IV akan kembali normal
begitu memasuki triwulan I. Hal ini yang menyebabkan laju
pertumbuhan konsumsi yang menurun. Menurunnya laju lebih
disebabkan karena berangkat dari ’level’ dengan perilaku konsumsi
yang tinggi pada triwulan sebelumnya. Pada saat inilah konsumsi
rumahtangga menjadi normal kembali.
Konsumsi rumahtangga mulai beranjak meningkat pada akhir
triwulan II dan awal triwulan III dimana bertepatan dengan awal tahun
ajaran baru. Konsumsi untuk pendidikan mulai meningkat, ini terjadi
sejak akhir triwulan II dimana masyarakat mulai melakukan beberapa
pembayaran untuk pendaftaran masuk sekolah maupun untuk biaya
perjalanan liburan sekolah. Konsumsi untuk biaya pendidikan serta
perlengkapannya yaitu buku-buku sekolah, sumbangan untuk sekolah
serta buku-buku pelajaran mulai terjadi pada awal triwulan III.
Grafik 5. Peranan Konsumsi Makanan dan Non Makanan Triwulanan Tahun 2005-2007 Propinsi Jawa Barat
Makanan
Non Makanan
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 59
Grafik 6.Lima Kabupaten/Kota dengan Konsumsi Rumahtangga Terbesar Tahun 2007
di Provinsi Jawa Barat
20 kab/kota lainnya
Kota Bandung
Bogor
Bandung
Kota Bekasi
Bekasi
Kalau kita amati lebih jauh, dari sisi pengeluaran konsumsi
rumahtangga kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2007, kurang
lebih 42 persen dari total konsumsi terdapat di lima wilayah kabupaten
kota. Lima kabupaten/kota dengan konsumsi rumahtangga terbesar
adalah Kota Bandung pada posisi pertama, posisi kedua ditempati oleh
Kabupaten Bogor, posisi ketiga Kabupaten Bandung, posisi keempat
Kota Bekasi dan posisi kelima adalah Kabupaten Bekasi. Kelima
kabupaten/kota tersebut juga digolongkan ke dalam wilayah dengan
daya beli yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah
lainnya di Jawa Barat.
Adapun kabupaten/kota dengan konsumsi rumahtangga
terendah adalah Kota Sukabumi disusul oleh Kota Cirebon dan posisi
terakhir ditempati oleh Kota Banjar. Ketiga kota tersebut memiliki
tingkat pengeluaran konsumsi rumahtangga terendah tetapi bukan
berarti daya beli masyarakatnya rendah, hal ini disebabkan oleh
rendahnya jumlah penduduk pada ketiga kota tersebut.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 60
3.2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit
Pengertian Lembaga Non Profit yang melayani rumah tangga
(LNPRT) adalah lembaga formal maupun informal yang dibentuk atau
dibiayai oleh perorangan atau kelompok masyarakat dalam rangka
menyediakan jasa pelayanan yang bersifat non komersial khususnya
bagi anggota masyarakat umum tanpa adanya motivasi untuk meraih
keuntungan. Lembaga Non Profit yang melayani rumah tangga
(LNPRT) berdasarkan konsep PDRB adalah lembaga formal maupun
informal yang dibentuk atau dibiayai oleh perorangan atau kelompok
masyarakat dalam rangka menyediakan jasa pelayanan yang bersifat
non komersial khususnya bagi anggota masyarakat umum tanpa adanya
motivasi untuk meraih keuntungan. Secara khusus Bank Dunia
mendefinisikan Non Government Organization atau kemudian juga
diterjemahkan sebagai organisasi swasta yang pada umumnya bergerak
dalam kegiatan-kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan
menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang
terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau melakukan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Tabel 1. Persentase Konsumsi Lembaga Non Profit Terhadap
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluaran Total Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2007
Tahun Uraian 2005 2006 2007
(1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah)
389.244,65
473.187,29
526.220,22
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT adhb (Milyar rupiah)
1,783.63
2,104.10
2.345,31
Persentase Pengeluaran Konsumsi LNP thd PDRB (persen)
0,46
0,44
0,45
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 61
Kontribusi konsumsi Lembaga Non Profit sangat kecil kurang
dari 1 persen, pada tahun 2005 sebesar 0,46 persen sedikit menurun
pada tahun 2006 menjadi 0,44 dan meningkat kembali pada tahun 2007
menjadi 0,45 persen. Mengingat peran lembaga ini lebih banyak
orientasi pada pelayanan masyarakat maka dapat diasumsikan bahwa
peran komponen ini masih stagnan, lembaga-lembaga non profit ini
belum dapat menunjukan kinerja yang baik.
Nilai Konsumsi Lembaga Non Profit atas dasar harga konstan
pada tahun 2004 sebesar Rp 1,68 triliun, kemudian menurun menjadi
Rp 1,27 triliun pada tahun 2005. Tingginya konsumsi Lembaga Non
Profit pada tahun 2004 bertepatan dengan masa kampanye pemilihan
presiden, di mana pengeluaran partai politik menjadi meningkat. Di
samping itu aktifitas LSM sebagai pengawal yang bertugas memastikan
lancarnya pesta demokrasi semakin meningkat, hal ini menyebabkan
Grafik 7. Nilai dan Laju Pertumbuhan Konsumsi Lembaga Non Profit Konstan Tahun 2004-2007
PropinsiJawa Barat
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2004 2005 2006 2007
Rp
trily
un
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
Pers
en
KLNPRT adhk Laju KLNPRT
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 62
pengeluaran konsumsinya juga meningkat.
Penurunan konsumsi lembaga non profit pada tahun 2005
mencapai -24,23 persen. Hal ini disebabkan tahun 2004 banyak LNPRT
yang muncul pada saat pemilu. Pada tahun 2006 meningkat 4,77 persen
menjadi Rp 1,33 triliun. Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2007
yaitu sebesar 7,50 persen menjadi Rp1,43 triliun.
3.3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Tuntutan masyarakat untuk terciptanya Good Governance
sebagai cita-cita reformasi merupakan tugas berat pemerintah untuk
mewujudkannya. Terutama dalam pengelolaan keuangan daerah yang
harus bertumpu pada kepentingan umum (public oriented) dan
terjaminnya kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada
umumnya serta anggaran daerah pada khususnya.
Berdasarkan definisi World Bank, Good Governance adalah
suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan kebijakan hukum dan politis bagi tumbuhnya
aktivitas usaha.
Salah satu upaya pemerintah guna terciptanya Good
Governance adalah dengan selalu memperbaiki manajemen dalam
pengelolaan keuangan daerah baik pada sisi penerimaan maupun dari
sisi pengeluaran. Konsumsi Pemerintah merupakan komponen
pengeluaran yang dilakukan pemerintah dalam rangka melaksanakan
kegiatannya dalam melayani masyarakat.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 63
Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kinerja
pemerintah, terutama dalam hal pembiayaan kegiatannya adalah
komponen pengeluaran PDRB untuk Konsumsi Pemerintah.
Pengeluaran konsumsi pemerintah didefinisikan sebagai jumlah
seluruh pengeluaran pemerintah yang meliputi : pembelian barang dan
jasa (belanja barang), pembayaran balas jasa pegawai (belanja pegawai)
dan, penyusutan barang modal dikurangi dengan hasil penjualan barang
dan jasa (output pasar) pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pemerintah (yang bukan dikonsumsi oleh pemerintah).
Pengeluaran konsumsi pemerintah provinsi mencakup:
konsumsi seluruh pemerintah desa; konsumsi pemerintah daerah
kabupaten/kota yang terdapat di wilayah provinsi; konsumsi
pemerintah daerah provinsi serta konsumsi pemerintah pusat yang
merupakan bagian dari konsumsi pemerintah daerah provinsi
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir konsumsi pemerintah
mengalami kcenderungan yang terus meningkat, baik secara berlaku
maupun konstan. Jika ditelaah pada struktur pembentuknya, belanja
barang dan jasa bertujuan untuk membiayai kegiatan yang hasil,
manfaat dan dampaknya dinikmati oleh masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Demikian halnya dengan belanja
pegawai, bertujuan untuk menjamin kesejahteraan pegawai pemerintah
sehingga dapat lebih meningkatkan kinerjanya dan menjalankan
tugasnya dalam melayani masyarakat.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 64
Tabel 2. Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Terhadap Total Konsumsi dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku serta Laju Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun
2005 – 2007 Tahun
Uraian 2005 2006 2007
(1) (2) (3) (4) 1. Konsumsi Pemerintah adh
berlaku (milyar Rp) 2. Konsumsi Pemerintah adh
konstan 2000 (milyar Rp) 3. Total Pengeluaran (PDRB
adhb + Impor) (milyar Rp) 4. PDRB adh Berlaku (milyar
Rp)
27.419,14
14.856,06
571.995,36
389.244,65
35.514,67
17.454,75
656.733,32
473.187,29
38.292,40
18.159,28
710.973,78
526.220,22
Persentase Konsumsi Pemerintah thd total Pengeluaran (persen)
4,79
5,41
5,39
Persentase Konsumsi Pemerintah thd PDRB (persen)
7,04
7,51
7,28
Laju Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah adh Konstan (persen)
5,28
17,49
4,04
Pola proporsi pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun
2005 – 2007 baik terhadap PDRB ataupun pengeluaran akhir
menunjukan kesamaan, tampaknya pembiayaan pemerintah relatif
stabil proporsinya antara penggunaan dari hasil wilayah dengan
penggunaan yang bersumber dari luar wilayah (APBN dan bantuan luar
negeri).
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah secara riil
pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 4,04 persen, setelah
pada tahun sebelumnya meningkat tajam sebesar 17,49 persen.
Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya belanja barang yang
signifikan, pengeluaran diarahkan untuk meningkatkan pelayanan yang
bersifat langsung kepada masyarakat baik untuk pelayanan pendidikan
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 65
maupun kesehatan, terutama untuk masyarakat miskin.
Konsumsi pemerintah jika dilihat secara spasial, lebih banyak
terjadi di Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat. Hal ini
sebanding dengan jumlah PNS nya yang paling banyak, secara otomatis
pengeluaran pemerintah akan lebih terkonsentrasi pada wilayah ini.
Sebagai pusat pemerintahan provinsi, konsumsi pemerintah yang
terjadi pada wilayah Kota Bandung mencapai 14,69 persen dari total
konsumsi pemerintah di Provinsi Jawa Barat.
Grafik 8. Nilai Konsumsi Pemerintah adhb dan Jumlah PNS Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2007
Propinsi Jawa Barat
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 71 72 73 74 75 76 77 78 79
orang
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
milyar Rp
PNS KP
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 66
Pada grafik di atas terlihat bahwa setengah dari total konsumsi
pemerintah terjadi hanya di 8 wilayah kabupaten/kota. Hal ini
menggambarkan kegiatan pemerintah terkonsentrasi pada kedelapan
wilayah tersebut. Besar kecilnya konsumsi pemerintah tergantung pada
jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di wilayah tersebut,
serta besarnya belanja barang dan belanja modal yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota.
3.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Kegiatan investasi merupakan nilai tambah pembentukan modal
tetap bruto. Oleh karenanya modal untuk menggerakkan dan
meningkatkan ekonomi suatu daerah dengan meningkatkan investasi
baik dari dalam maupun luar negeri.
Dalam konteks PDRB Penggunaan, investasi dikenal sebagai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB menggambarkan
adanya proses penambahan dan pengurangan barang modal pada tahun
Grafik 9. Peranan Konsumsi Pemerintah Menurut Kabupaten/kota Tahun 2007
Propinsi Jawa Barat
Subang Majalengka
Garut
Cianjur
Ciamis
Bogor
Bandung
Kota Bandung
17 kab/kota lain
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 67
tertentu. PMTB disebut sebagai “bruto” karena di dalamnya masih
terkandung unsur penyusutan, atau nilai barang modal sebelum
diperhitungkan nilai penyusutannya. PMTB adalah semua pengadaan
barang modal untuk digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed
assets).
Sumber dana investasi dapat berasal dari tabungan domestik
atau pinjaman luar negeri yang meningkatkan tingkat tabungan suatu
daerah. Perkembangan lembaga keuangan juga mempengaruhi tingkat
tabungan karena berhungan kemungkinan investor asing untuk
melakukan investasi.
Bagi wilayah yang memiliki tingkat tabungan domestik tidak
memadai untuk menjalankan negara sekaligus berinvestasi, maka
alternatif yang dilakukan umumnya adalah melalui pinjaman luar
negeri atau mengundang investor untuk berinvestasi.
Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan
Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi. Dengan ICOR
kita dapat melihat efisiensi penggunaan modal yang secara signifikan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah pada tahun
tertentu.
Jawa Barat yang memiliki potensi besar akan sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang memadai, ditambah dengan telah
diberikannnya kemudahan akses dan ketersediaan berbagai prasarana
tentu menjadi daya tarik tersediri bagi para investor.
Pertumbuhan investasi terutama didorong oleh meningkatnya
kegiatan investasi sektor bangunan. Di sisi lain investasi non bangunan
ini diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Peningkatan investasi sektor bangunan seiring dengan
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 68
meningkatnya kegiatan pembangunan sektor swasta dan pemerintah
khususnya terkait dengan pembangunan infrastruktur.
Tabel 3. Persentase PMTB terhadap PDRB Atas Dasar
Harga Berlaku dan Pengeluarah Total Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2007
Tahun Uraian
2005 2006 2007 (1) (2) (3) (4)
1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 389,244.84 473,187.62 526,220.16
2. Total Pengeluaran (PDRB + Impor) (milyar rupiah) 571,995.54 656,733.93 710,973.67
3. PMTB (Milyar rupiah) 63,646.39 75,641.78 87,137.82
Persentase PMTB terhadap total PDRB (persen) 16.35 15.99 16.56
Persentase PMTB terhadap total Pengeluaran akhir(persen) 11.13 11.52 12.26
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atas dasar harga
berlaku dan atas dasar harga harga konstan 2000 provinsi Jawa Barat
pada tahun 2007 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya,
untuk PMTB atas dasar harga berlaku bergerak dari Rp 63,64 triliun
pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp 75,64 triliun pada tahun 2006.
Kemudian kembali meningkat menjadi Rp 87,14 triliun pada tahun
2007.
Dilihat dari proporsinya terhadap penggunaan PDRB pada
tahun 2007 sebesar 16,56 persen lebih tinggi dibandingkan proporsi
pada tahun 2005 dan 2006 . Kondisi perkembangan perekonomian saat
ini diyakini banyak para ahli merupakan tahun yang sangat baik, secara
internasional, nasional dan juga imbasnya pada Jawa Barat, hal ini juga
berimbas pada besar investasi yang ditanamkan. Bila kita lihat proporsi
penggunaan PMTB terhadap seluruh pengeluaran (PDRB + impor),
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 69
maka terlihat bahwa dari tahun 2005 – 2007 proporsi PMTB terlihat
pola yang terbalik, yaitu proporsi untuk PMTB dari tahun 2005 – 2007
menunjukan peningkatan, dari 11,13 persen pada tahun 2005 menjadi
11,52 persen pada tahun 2006 dan menguat menjadi 12,26 persen pada
tahun 2007. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa barang modal yang
bergerak dari impor makin tinggi di Jawa Barat walaupun diperlukan
pengkajian yang lebih lanjut.
Laju pertumbuhan PMTB pada tahun 2007 meningkat cukup
besar dibandingkan tahun sebelumnya. Bila dibandingkan dengan laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terlihat adanya peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2006 (grafik 10.), yaitu sebesar 7,13
persen. Perlu dipahami bahwa terkadang PMTB yang terbentuk belum
tentu langsung meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi karena ada
kalanya PMTB yang dibentuk bersifat investasi jangka panjang yang
baru terlihat hasilnya pada tahun-tahun berikutnya. Seperti investasi
dalam bentuk sarana dan prasarana, juga investasi pada sektor-sektor
yang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk dapat memulai
berproduksinya.
Peningkatan investasi yang terjadi tidak terlepas dari usaha
pemerintah menciptakan iklim yang kondusif untuk industri. Iklim ini
memberikan jaminan kenyamanan dan kemudahan bagi para investor,
walaupun masih diwarnai oleh unjuk rasa dari para karyawan.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 70
Mengingat pentingnya PMTB dalam menggerakan
perekonomian, juga dapat memberi dampak peningkatan pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja, maka kinerja PMTB ini harus dapat
dipertahankan terus dan berkesinambungan. Secara teori ekonomi
terdapat beberapa kebijakan yang dijadikan rujukan dalam
meningkatkan kinerja PMTB atau investasi secara umum. Beberapa
pendapat tersebut adalah :
1. Mengusahakan sarana dan prasarana perhubungan yang baik
dan lancar, serta perbaikan arus komunikasi dan penyebar
luasan informasi potensi wilayah.
2. Mengusahakan masuknya dana investasi dari pemerintah pusat
atau luar negeri sebanyak-banyaknya, termasuk investasi swasta
dalam dan luar negeri, dengan cara menawarkan program-
program yang bisa dibiayai atau menarik untuk dibiayai.
3. Memantau kebutuhan wilayah lain atau luar negeri untuk
melihat potensi wilayah yang dapat dikembangkan untuk
memberikan kebutuhan.
5.606.02 6.41 LPE
11.97
4.477.13 PMTB
0
5
10
15
2005 2006 2007
Grafik 10. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PMTB Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006
Laju PMTB konstan LPE
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 71
4. Kepastian akan payung hukum untuk melindungi para investor
dan ketenangan dalam melakukan usahanya.
Pentingnya menarik investor untuk menanamkan modal baik
berupa investasi untuk kegiatan baru atau perluasan dari usaha yang
telah ada karena dapat berdampak pada penambahan lapangan kerja,
peningkatan pendapatan dan menggerakkan roda perekonomian secara
umum. Hal yang perlu mendapat perhatian tentunya adalah investasi
diarahkan pada basis ekonomi yang banyak menggunakan komponen
lokal dengan daya saing yang tinggi serta dapat bersinergi dengan
usaha yang telah terbentuk.
Kendala yang menghambat masuknya para investor baik berupa
stabilitas sosial, peraturan-peraturan dan jaminan penanaman modal
harus mendapat perhatian dan kemudahan tanpa mengorbankan kualitas
sumber daya alam dan usaha tingkat bawah yang telah ada dan
berkembang.
Jika dilihat secara spasial dimana wilayah terbagi ke dalam
industri dan non industri. Wilayah industri yang dimaksud dalam kajian
ini adalah wilayah yang mempunyai peranan nilai tambah sektor
industri non migas diatas 30 persen terhadap pembentukan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut. Ada 10
kabupaten/kota yang masuk ke dalam wilayah industri.
PMTB secara spasial terkonsentrasi di wilayah industri yang
meliputi Kabupaten Bogor, Bekasi, Karawang, Bandung, Kota Bekasi,
Kota Cimahi, Kota Depok, Purwakarta, Bandung Barat serta Kota
Cirebon .
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 72
Grafik 11. Kabupaten Kota Wilayah Industri di Jawa Barat Tahun 2007
Bekasi
Bogor
Kot. Cimahi
Bandung
Karawang
Bandung Barat
Purwakarta
Kot. Bekasi
Kot. DepokKot. Cirebon
Wil.Non Industri
3.5. Inventori
Inventori merupakan salah satu pendukung utama dalam proses
produksi, tidak adanya kontrol terhadap inventori dapat menyebabkan
berhentinya proses produksi. Di lain pihak semakin banyak
penumpukan inventori akan mengakibatkan tingginya biaya inventori.
Fungsi Inventori
Pada dasarnya fungsi inventori di bagi dalam dua bagian sebagai
berikut :
a. Inventori dalam bentuk bahan baku, bahan jadi, bahan setengah
jadi serta bahan penolong. Inventori ini sangat diperlukan
tujuannya adalah untuk mengamankan proses produksi selama
jangka waktu tertentu.
b. Inventori yang merupakan sisa produksi yang belum terjual.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 73
Dalam ekonomi makro inventori ini mangakibatkan kerugian
pada suatu perusahaan, tetapi pada ekonomi mikro, inventori
ini diperlukan dan harus dijaga keberadaannya hal ini untuk
menghindari kelangkaan barang yang akan berdampak pada
kenaikan harga.
Tabel 4. Laju Inventori dan Peranan Inventori Terhadap PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan Tahun 2005 - 2007
Tahun Laju Inventori Peranan Inventori (%) [1] [2] [3]
2005 24,3 3.39
2006 (6,16) 3.00
2007 (6,98) 3.46
Bila kita cermati pada tabel di atas maka dapat dilihat dari tahun
2005 terjadi peningkatan laju inventori sebesar 24.3 persen hal ini
sejalan dengan laju PDRB yang menggambarkani bila pola inventori
tidak berubah maka peningkatan laju PDRB akan meningkatkan nilai
inventori , tetapi memasuki tahun 2006 dan 2007 mengalami penurunan
masing – masing sebesar (6.16) dan (6.98) persen.
Sedangkan berdasarkan data empiris di Jawa Barat peningkatan
laju PDRB pada tahun 2007, ternyata tidak sejalan dengan peningkatan
laju inventori dimana LPE meningkat 6,41 persen sedangkan laju
inventori mengalami penurunan -6,98 persen. Penurunan laju inventori
ini dapat terjadi sebagai akibat penggunaan bahan baku dan dilepasnya
barang barang produksi lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Hal
ini tidak menjadi kendala selama tidak mempengaruhi persediaan
barang yang kemudian mempengaruhi distribusi perdagangan barang.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 74
83
16.99
83.26
16.74
82.68
17.32
2005 2006 2007
PMTB INVENTORI
Apabila dibandingkan dengan Source of Growt (SOG) tiga
sektor, yaitu sektor pertanian, sektor penggalian dan sektor industri,
yang mengalami penurunan pula maka laju inventori masih sejalan.
Sedangkan proporsi inventori terhadap PDRB, dari tahun
2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami pola yang hampir sama
yaitu mempunyai peranan rata – rata 3 persen.
Grafik 12. Total Investasi (PMTB + Inventori) di Jawa Barat
Tahun 2005 - 2007 (Persen)
Dari grafik di atas bisa dilihat dari tahun 2005 – 2007 bahwa
total investasi di Jawa Barat hampir 83 persen terkonsentrasi pada
PMTB, sedangkan yang terdapat pada inventori sebesar rata – rata 16
persen.
3.6. Ekspor dan Impor
Naiknya harga minyak dunia berpengaruh terhadap
perekonomian secara global. Indonesia terkena imbas naiknya harga
minyak dunia sehingga memaksa pemerintah untuk menaikkan harga
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 75
BBM. Naiknya BBM serta merta menyebabkan naiknya harga barang
dan jasa di pasar. Meningkatnya harga barang dan jasa semakin
memperlemah daya saing dunia usaha di dalam negeri. Hal ini terjadi di
hampir seluruh sektor. Apabila kita hubungkan dengan kinerja ekspor
Jawa Barat ternyata pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar
3,75 persen, begitu juga dengan kinerja impor yang turun sebesar 7.34
persen sehingga mengakibatkan ekspor neto otomatis juga mengalami
penurunan. Penurunan ekspor ini kemungkinan besar disebabkan oleh
penurunan daya saing.
Grafik 13 Lima (5) Komoditas Impor Jawa Barat
Tahun 2005
Besi dan Baja4.50
Mesin Untuk Mengerjakan
Logam3.32Mesin
Pembangkit Tenaga
6.92
Kimia Organis
10.46
KendaraanMotor
UntukJalan R52.6
Pada grafik 13, menunjukkan 5 (lima) komoditi terbesar yang di
impor Jawa Barat dari luar negeri pada tahun 2005 menurut SITC
(Standard Internasional Trade Classification) 2 digit yang berlaku,
yaitu kendaraan motor, kimia organis, mesin pembangkit, besi baja dan
mesin untuk logam.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 76
Grafik 14. Lima (5) Komoditas Impor Jawa Barat Tahun 2006Mesin kantor
dan Pengolah Data6.73
Barang tenun,kain Tekstil dan
Hasil-hasilnya8.62
Alat Komunikasi8.73
Kendaraan motor Untuk Jalan raya
14.67
Mesin listrik, Aparat dan Alat-
alatnya17.61
Grafik 14 menunjukkan 5 komoditi terbesar yang di impor Jawa
Barat dari luar negeri ada sedikit perubahan dalam komoditinya
menjadi : mesin listrik, kendaraan motor, alat logam, barang tenun dan
mesin kantor.
Grafik 15. Lima (5) Komoditas Impor Jawa Barat Tahun 2007
Mesin kantor dan Pengolah
Data5.02
Benang Tenun,Kain
Tekstil dan Hasil-hasilnya
9.74
Kendaraan Motor Untuk Jalan Raya
12.21
Alat Komunikasi12.28
Mesin listrik, Aparat dan Alat-
alatnya21.29
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 77
Grafik 16 untuk 5 komoditi yang di impor Jawa Barat dari luar
negeri tidak mengalami perubahan, namun untuk persentasenya
mengalami penurunan pada komoditi kendaraan bermotor jika di
bandingkan dengan tahun 2007 terhadap tahun 2006. Sedangkan untuk
komoditi yang lainnya mengalami kenaikan yang cukup besar.
0.00
500,000.00
1,000,000.00
1,500,000.00
2,000,000.00
2,500,000.00
2005 2006 2007
Grafik 16. 5 Komoditi Ekspor Jawa Barat Tahun 2005 - 2007
Alat KomunikasiBenang TenunPakaianMesin ListrikMesin KantorKertas
Pada grafik 16 menunjukkan 5 komoditi terbesar yang di ekspor
Jawa Barat ke luar negeri pada tahun 2005 – 2007 menurut 2 digit
Standard Internasional Trade Classification (SITC) yaitu : alat
komunikasi, barang tenun, pakaian, mesin listrik dan mesin kantor.
Pada tahun 2007 komoditi ekspor Jawa Barat ada perubahan. Komoditi
yang pada tahun 2005 dan tahun 2006 ada ekspor mesin kantor, tetapi
pada tahun 2007 tidak ada lagi tapi yang menggantikan komoditi
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 78
tersebut adalah kertas. Jika dilihat secara keseluruhan ekspor Jawa
Barat mengalami kenaikan, walaupun ada komoditi yang mengalami
penurunan seperti alat komunikasi.
Semua produk ekspor merupakan hasil produk regional Jawa
Barat, maka dari distribusi ekpor ke luar negeri dibandingkan total
PDRB dapat memberikan gambaran tentang orientasi ekspor produk
Provinsi Jawa Barat.
Tabel 5. Persentase Ekspor terhadap PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2007
Tahun Uraian
2005 2006 2007 (1) (2) (3) (4)
1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah)
389,244.84 473,187.62 526,220.16
2. Ekpor antar negara (milyar rupiah)
140,259.45 145,878.51 156,357.57
3. Ekspor antar Wilayah (Milyar rupiah)
56,069.26 66,181.42 61,555.34
Persentase ekspor antar negara terhadap total PDRB (persen)
36.03 30.83 29.71
Persentase ekspor antar daerah terhadap total PDRB (persen)
14.40 13.99 11.70
Dari tabel 5. terlihat bahwa Nilai tambah yang terjadi di Jawa
Barat dari hasil produksi regionalnya dari tahun 2005–2007,
menunjukan peningkatan proporsi pada unsur ekspor antar negara
adapun ekspor antar daerah mengalami penurunan, hal ini
menggambarkan bahwa konsumsi lokal Jawa Barat makin kuat
menggunakan produk hasil lokal Jawa Barat.
Penurunan proporsi penggunaan untuk ekspor antar negara dari
tahun 2005 – 2007 bergerak dari 36,03 persen pada tahun 2005 menjadi
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 79
29,71 persen pada tahun 2007 , sedangkan penggunaan untuk ekspor
antar daerah bergerak dari 14,40 persen pada tahun 2005 menjadi 11,70
persen.
3.7. Penutup
Perekonomian Jawa Barat tahun 2005 sampai dengan 2007
terutama dilihat dari sisi permintaan menunjukkan adanya keberhasilan
dalam melewati masa-masa yang sangat berat. Kondisi politik intern,
berbagai bencana alam, melambungnya harga minyak dunia serta
kondisi perekonomian global yang sangat mempengaruhi
perekonomian Jawa Barat.
Konsumsi Rumah Tangga yang selama ini sangat
mempengaruhi perekonomian dari sisi permintaan masih
memperlihatkan dominasi terhadap PDRB walaupun dengan peranan
yang menurun yaitu 67.20 persen pada tahun 2005 dan selanjutnya
menjadi 64.10 persen dan 64.50 persen pada tahun 2006 dan 2007.
Secara nominal Konsumsi Rumah Tangga terus bertambah sesuai
dengan jumlah penduduk Jawa Barat yaitu Rp 261 triliun, Rp 303
triliun dan Rp 339 triliun pada periode yang sama.
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga tahun 2005 dan 2006
melambat dibanding tahun 2004. Tahun 2004 mencapai 5.99 persen
dan melemah pada dua tahun berikutnya hal ini berkaitan dengan daya
beli masyarakat karena terjadinya kenaikan yang signifikan harga
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi yang terjadi
pada dua tahun ini sangat tinggi karena terjadinya kenaikan BBM. Pada
tahun 2007 pertumbuhan Konsumsi masyarakat ini kembali di atas 5
persen yaitu 5,66 persen.
Konsumsi Pemerintah tahun 2005 sampai dengan 2007
terutama pada tahun 2006 mengalami peningkatan pada belanja barang
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 80
terutama dari pengeluaran pemerintah pusat untuk Jawa Barat tetapi
untuk peranan Konsumsi Pemerintahan terhadap PDRB masih tetap
berkisar 7 persen yaitu 7,04 persen, 7,51 persen dan 7,28 persen.
Pembentukan Modal tetap Bruto Jawa Barat tahun 2005 sampai
dengan 2007 sekitar 16 persen dari PDRB. Laju pertumbuhan PMTB
mencapai 11,97 persen pada tahun 2005, dan 7,13 persen pada tahun
2007. Pertumbuhan PMTB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006
mencapai 18 persen tetapi dengan tingginya rata-rata inflasi pada tahun
tersebut menyebabkan pertumbuhan secara riil hanya 4,47 persen.
PMTB Jawa Barat terutama dibentuk oleh jenis barang modal
Bangunan, Mesin dan Transportasi. Jenis Barang Modal Bangunan
lebih dari 8 persen bahkan tahun 2007 mencapai 9,19 persen dari
PDRB Jawa Barat. Bangunan ini meliputi bangunan untuk tempat
tinggal dan bukan untuk tempat tinggal. Meningkatnya properti dalam
tiga tahun cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan laju sektor
konstruksi yaitu sebesar 17,85 persen pada tahun 2005, 5,81 persen
pada tahun 2006 serta 8,44 persen pada tahun 2007.
Dengan berkembangnya investor lokal keuntungan investasi
diterima oleh wilayah dan masyarakar Jawa Barat sendiri, begitu pula
nilai tambah yang dihasilkan oleh instansi tidak terbang ke luar Jawa
Barat sebagai provinsi dengan sektor industri terbesar di Indonesia
memerlukan banyak mesin serta kendaraan dalam mengembangkan
usahanya. Oleh karena itu peranan jenis barang modal Mesin dalam
kurun waktu yang sama sebesar 3 sampai dengan 4 persen, sementara
transportasi berkisar antara 2 sampai 3 persen dari total PDRB Jawa
Barat
Inventori yang terjadi selama tiga tahun ini masih terjaga antara
3 sampai dengan 3,46 persen dari total PDRB Jawa Barat. Hal ini untuk
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 81
menjaga ketersediaan barang yang akan mempengaruhi stabilitas harga
serta kesinambungan penjualan. Walaupun pertumbuhan inventori
dalam dua tahun terakhir menurun yaitu minus 6,16 dan minus 6,98
persen sedangkan pada tahun 2005 tumbuh positif sebesar 5,62 persen.
Investor asing diperlukan pada pembangunan ekonomi suatu
negara sebagai injeksi untuk pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga
kerja dsb. Tetapi investasi yang dilakukan masyarakat Jawa
Baratsendiri harus menjadi perhatian yang besar.
Ekspor-Impor Jawa Barat terbagi menjadi Ekspor-Impor barang
antar negara, Ekspor-Impor barang antar daerah dan ekspor-impor jasa.
Secara total pada kurun waktu yang sama Jawa Barat selalu mengalami
net ekspor. Dengan kata lain ekspor dari Jawa Barat melebihi
impornya.
Guna dapat meningkatkan pola ekspor yang dapat
meningkatkan pendapatan daerah secara berkesinambungan maka perlu
kiranya pemerintah membuat kebijakan umum dan rencana strategis
kedepan. Berdasarkan beberapa teori ekonomi ada beberapa kebijakan
umum yang dapat dilakukan guna dapat mempertahankan
pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, khususnya untuk
pemenuhan kebutuhan wilayah secara Regional dan Nasional dapat
dikemukan beberapa pola kebijakan sebagai berikut :
1. Mendorong usaha dan mengarahkan pada sektor basis orientasi
ekspor, khususnya meningkatkan mutu agar dapat bersaing
dengan produk luar negeri, dengan memanfaatkan UKM yang
diarahkan untuk berorientasi ekspor.
2. Mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk lokal dan
mendorong industri untuk lebih banyak memakai komponen
atau bahan baku lokal, serta mendorong pembangunan industri
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 82
berorientasi ekspor dan industri substitusi impor.
3. Menentukan sektor dan komoditi basis yang diperkirakan bisa
tumbuh cepat dan orientasi ekspor secara berkesinambungan
dan besar-besaran, serta dapat bersinergi dengan sektor lain dan
mendorong sektor lain juga turut tumbuh.