20
Penyakit Jantung Kongenital dengan Asianotik Penyakit jantung kongenital merupakan malformasi struktur atau fungsi dari sistem kardiovaskular yang ditemukan saat lahir, walaupun dapat ditemukan di kemudian hari. Penyebab spesifik dari kelainan ini sulit ditentukan akibat reaksi multifaktorial dari interaksi genetik dan lingkungan (IPD, 2000). Menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia), penyakit jantung kongenital menempati peringkat pertama diantara penyakit lain yang menyerang bayi. Sedangkan insiden dari penyakit jantung kongenital adalah 6-8/1000 kelahiran hidup pada seluruh populasi dan jumlah kematian bayi karena penyakit ini sekitar 3% (Yun, 2011). Pada dasarnya, kelainan jantung congenital dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok kelainan jantung dengan sianotik dan asianotik. Kelainan jantung dengan sianotik merupakan malformasi yang menyebabkan pirau kanan ke kiri sementara kelainan jantung asianotik merupakan malformasi yang menyebabkan pirau kiri ke kanan, yang memungkinkan darah mengalir dari rongga jantung kiri ke kanan (Rao, 2009). Malformasi pada kelainan jantung dengan asianotik yang mencakup defek septum atrium (ASD), defek septum ventrikel (VSD) dan Duktus arteriosus persisten (PDA) merupakan kelompok kelainan jantung kongenital yang sering terjadi (Sastroasmoro, 1994), hal ini dapat dilihat pada tabel Frekuensi relatif malformasi jantung saat lahir 1

Tinjauan pustaka ASD/VSD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tinjauan Pustaka

Citation preview

Penyakit Jantung Kongenital dengan Asianotik

Penyakit jantung kongenital merupakan malformasi struktur atau fungsi dari sistem kardiovaskular yang ditemukan saat lahir, walaupun dapat ditemukan di kemudian hari. Penyebab spesifik dari kelainan ini sulit ditentukan akibat reaksi multifaktorial dari interaksi genetik dan lingkungan (IPD, 2000). Menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia), penyakit jantung kongenital menempati peringkat pertama diantara penyakit lain yang menyerang bayi. Sedangkan insiden dari penyakit jantung kongenital adalah 6-8/1000 kelahiran hidup pada seluruh populasi dan jumlah kematian bayi karena penyakit ini sekitar 3% (Yun, 2011). Pada dasarnya, kelainan jantung congenital dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok kelainan jantung dengan sianotik dan asianotik. Kelainan jantung dengan sianotik merupakan malformasi yang menyebabkan pirau kanan ke kiri sementara kelainan jantung asianotik merupakan malformasi yang menyebabkan pirau kiri ke kanan, yang memungkinkan darah mengalir dari rongga jantung kiri ke kanan (Rao, 2009). Malformasi pada kelainan jantung dengan asianotik yang mencakup defek septum atrium (ASD), defek septum ventrikel (VSD) dan Duktus arteriosus persisten (PDA) merupakan kelompok kelainan jantung kongenital yang sering terjadi (Sastroasmoro, 1994), hal ini dapat dilihat pada tabel Frekuensi relatif malformasi jantung saat lahirMalformasiPenyakit jantung kongenital (%)

Defek septum ventrikel30.5%

Defek septum atrium9.8%

Duktus arteriosus persisten9.7%

Stenosis pulmonal6.9%

Koarktasio aorta6.8%

Stenosis aorta6.1%

Tetralogi fallot5.8%

Transposisi pembuluh darah besar4.2%

Trunkus arteriosus persisten2.2%

Atresia trikuspid1.3%

Tabel 1-1. Frekuensi relatif malformasi jantung saat lahirKarena kejadiannya yang sering ditemukan dan dapat ditemukan saat dewasa, maka pada tugas ini akan dibahas lebih mendalam mengenai defek septum atrium (ASD) dan defek septum ventrikel (VSD) pada kelainan jantung kongenital dengan asianotik.Defek Septum Atrium (ASD)Defek Septum Atrium (ASD) merupakan suatu penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang pada sekat atrium yang menyebabkan hubungan antara atrium kiri dan atrium kanan. Lubang tersebut menyebabkan darah yang kaya O2 di atrium kiri mengalir ke jantung kanan dan dialirkan ke paru lagi.

Gambar 1-1. Defek Septum AtriumAngka kejadian ASD sekundum merupakan 9.8% dari total Penyakit kelainan kongenital, dan lebih sering dijumpai pada wanita (2 kali pria). DSA Primum hanya 3% dari seluruh PJB, sedang DSA sinus venosus hanya 15 % dari defek interatrium.Berdasarkan variasi kelainan anatominya, defek sekat atrium dapat diklasifikasikan menjadi: (Rojas, 2010)1. DSA primumAdanya defek yang terjadi pada septum primum yang gagal berkembang mencapai endocardium cushion. Terkadang endocardium cushion itu sendiri yang gagal berkembang sehingga ostium primum akan tetap terbuka. Tipe ini mewakili 2-3% dari keseluruhan kejadian ASD.Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah:1. Atrium tunggal/komunis: sangat jarang terjadi dengan sekat atrium menjadi benar-benar tidak ada karena kegagalan total pertumbuhan septum primum.1. Adanya defek septum primum sekat atrium yang disertai dengan defek pada daun katup mitral anterior dan tricuspid/ defek kanal AV inkomplet.1. Adanya defek septum primum sekat atrium, defek katup mitral dan tricuspid , dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas/defek kanal AV komplet.1. DSA sekundumDefek terjadi pada fosa ovalis, meskipun sesungguhnya fosa ovalis merupakan septum primum. Tipe ini mewakili 80-90% dari keseluruhan kejadian ASD. 1. DSA defek sinus venosus superiorDefek terjadi dekat muara vena kava superior, sehingga terjadi koneksi biatrial. Vena pulmonalis dari paru-paru kanan akan sering mengalami anomali, dimana vena tersebut bermuara ke vena cava superior dekat muaranya di atrium. Dapat juga terjadi defek sinus venosus tipe vena kava inferior, dengan lokasi dibawah formaen ovale dan bergabung dengan dasar vena kava inferior. Tipe ini mewakili 2-10% dari keseluruhan kejadian ASD. PatologiSeptum atrium terbentuk antara minggu keempat dan keenam masa mudigah. Fase awal ditandai dengan pertumbuhan suatu septum primer (septum primum) dari dinding dorsal rongga atrium komunis ke arah bantalan endokardium yang sedang tumbuh sewaktu yang terakhir mulai memisahkan rongga atrium dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut ostium primum, mula-mula memisahkan septum primum yang sedang tumbuh dari bantalan endokardium. Pertumbuhan berlanjut dan fusi septum dengan bantalan endokardium akhirnya melenyapkan ostium primum, namun pada saat ini lubang kedua muncul dibagian tengah septum primer. Hal ini memungkinkan berlanjutnya aliran darah teroksigenasi dari atrium kanan ke kiri yang esensial untuk kehidupan janin. Seiring dengan membesarnya osteum sekundum, sebuah septum sekunder (septum sekundum) muncul tepat disisi kanan septum primum. Septum sekundum berproliferasi untuk membentuk struktur mirip bulan sabit yang mengelilingi suatu ruang yang disebut foramen ovale. Foramen ovale dijaga disisi kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum primer, yang berfungsi sebagai katup satu arah dan memungkinkan darah terus mengalir dari kanan ke kiri selama kehidupan intrauterus. Saat lahir, seiring dengan turunnya rsistensi vaskuler paru dan meningkatnya tekanan arteri sitemik, tekanan atrium kiri meningkat melebihi tekanan di atrium kanan sehingga terjadi penutupan fungsional foramen ovale. Kelainan pada rangkaian kejadian ini yang menimbulkan ASD, sehingga memungkinkan komunikasi bebas antara atrium kiri dan kanan (Kumar, 2004) PatofisiologiASD adalah malformasi jantung congenital tersering yang pertama kali didiagnosis pada orang dewasa. Defek ostium sekundum paling sering ditemukan, dan secara umum defek ini ditoleransi baik, terutama jika garis tengah kurang dari 1cm, tetapi lesi yang lebih tidak menimbulkan gejala pada anak karena aliran darah dari kiri ke kanan. Sifat khusus kelainan ini adalah tidak terlihat sianosis, dan volume aliran darah keparu bertambah. Seiring dengan waktu, resistensi vaskular paru meningkat pada sebagian pasien memuncak menjadi hipertensi pulmonal. Hal ini akan menyebabkan pembalikan pirau kiri ke kanan, yang bermanifestasi sebagai sianosis dan gagal jantung kongestif. Manifestasi KlinisDSA sering tidak ditemukan pada pemeriksaan rutin karena keluhan baru timbul pada dekade 2-3 dan bising yang terdengar keras. Pada kasus dengan pirau yang besar, keluhan cepat lelah timbul lebih awal. Gagal jantung pada neonatus hanya dijumpai pada 2% kasus. Sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vaskuler paru (sindrom eisenmenger).Pemeriksaan fisik Kebanyakan menunjukaan asimptomatik bahkan dengan adanya shunt yang besar. Aktifitas ventrikel kanan meningkat, namun tak teraba thrill Bunyi jantung ke satu mengeras sebanding dengan ukuran shunt Bunyi jantung kedua terpisah lebar selama 0,05 detik atau lebih dan tak mengikuti variasi pernapasan (wide fixed split) yang disebabkan oleh pengosongan beban berlebih ventrikel kanan yang tertunda.Pemeriksaan penunjang2. Elektrokardiografi Deviasi sumbu frontal jantung yang mengarah kekanan Kompleks QRS sedikit memanjang pola rSr atau rsR pada V1 Pada V6 dapat terlihat gambaran S yang lebih panjang dari normal 2. Foto rontgen Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Batas arteri pulmonalis dapat membesar dan tampak sebagai tonjolan pulmonal yang prominen. Segmen pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (pletora) pada kasus lanjut dengan hipertensi pulmonal Pada ASD tipe 1 mungkin terdapat hipertrofi ventrikel kiri.2. Ekokardiografi Dengan menggunakan pemetaan aliran dopler berwarna dapat dilihat aliran shunt yang melewati defek septum. Dengan ekokardiografi M-mode, pada defek sekat atrium tipe sekundum sering tampak pembesaran ventrikel kanan dan juga terlihat gerakan septum yang parardoks atau mendatar. 2. Kateterisasi Untuk melihat tekanan pada masing-masing ruangan jantung, misalnya dalam menilai apakah sudah terjadi adanya Eisenmengers complex atau belum.2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Untuk mendeteksi anomaly muara vena. Untuk mengukur besar defek dan memperkirakan besar aliran shunt.Penatalaksanaana. Tata laksana medis DSA dengan Cronic Heart Failure diberikan digitalis atau inotropik yang sesuai dan diuretik. Profilaksis terhadap subakut bakterial endokarditis diberikan bila ada tanda prolaps katup mitral.b. Pembedahan Defek 8mm tidak ada satupun yang menutup. Indikasi operasi adalah mencegah penyakit vaskuler pulmonal obstruktif, dan segera dilakukan bila terdapat :1. Jantung yang sangat membesar1. Dyspneu deffort yang berat1. Gagal jantung kanan 1. Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis karena kenaikan tekanan pada sirkulasi kecil, bukan karena penambahan volume (IPD, 2000)

Gambar 1-2. Alogaritme ASDPrognosis Tanpa operasi, umur rata-rata penderita defek fosa ovalis dan defek sinus venosus adalah 40 tahun. Untuk defek atrioventrikular lebih muda lagi. ASD sangat membahayakan, karena sleama puluhan tahun tidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama dengan timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah ke suatu keadaan klinis yang berat. Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.

Defek Septum Ventrikel (VSD)Defek septum ventrikel merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 30% dari seluruh jenis penyakit jantung bawaan. Diagnosis biasanya ditegakkan setelah melewati masa neonatus, karena diminggu-minggu pertama, bising yang bermakna biasanya belum terdengar.Berdasarkan letak defeknya, defek septum ventrikel dapat dibagi menjadi defek septum ventrikel pars membranasea dan defek septum ventrikel pars muskularis. Sebagian besar defek terdapat pada pars membranasea, akan tetapi karena hampir selalu mencakup bagian muscular yang berdekatan, maka kelainan ini lebih sering disebut sebagai defek perimembran. Defek jenis ini dibagi lagi menjadi defek perimembran outlet (defek di jalan keluar ventrikel), defek perimembran inlet (defek dekat katup atrioventrikular), atau dekat trabekula. Jenis kedua adalah defek pars muskularis, disebut sebagai defek septum ventrikel muscular. Jenis ketiga adalah defek yang terdapat tepat di bawah bagian katup kedua arteri besar yakni aorta dan a. pulmonalis, yang disebut pula sebagai defek subarterial, atau doubly committed subarterial defect.Berdasarkan besar defeknya, defek septum ventrikel diklasifikasikan menjadi defek septum ventrikel kecil dengan luas defek kurang dari 5 mm2 /m2 luas permukaan tubuh, defek septum ventrikel sedang dengan luas defek kurang dari 5-10 mm2 /m2 luas permukaan tubuh, dan defek septum ventrikel besar dengan luas defek lebih dari setengah diameter aorta atau lebih dari 10 mm2 /m2 luas permukaan tubuh. Defek septum ventrikel biasanya bersifat tunggal, namun dapat berupa defek multiple. Defek septum ventrikel juga dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri atau dapat ditemukan bersama kelaianan jantung bawaan lain.

Gambar 1-3. Defek Septum VentrikelPatologiSeptum ventrikel kiri terbentuk antara minggu keempat dan kedelapan gestasi. Septum ini terbentuk oleh fusi suatu rigi otot intraventrikel yang tumbuh ke atas dari apeks jantung ke partisi membranosa tipis yang tumbuh ke bawah dari bantalan endokardium. Region basal (membranosa) VSD merupakan tempat dimana sekitar 70% defek septum berada. VSD merupakan defek jantung congenital tersering saat lahir, tetapi karena VSD banyak menutup pada anak-anak maka insiden keseluruhan VSD pada orang dewasa lebih rendah daripada defek atrium (Kumar, 2004).Patofisiologi1. Defek septum ventrikel kecil Pirau pirau dari kiri ke kanan yang minimal, sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang berarti. Kelainan ini dikenal dengan nama maladie de roger. Sekitar 70% pasien dengan defek kecil menutup spontan dalam 10 tahun, sebagian besar dalam 2 tahun pertama. Bila setelah berusia 2 tahun defek tidak menutup, maka kemungkinannya menutup secara spontan adalah kecil.1. Defek septum ventrikel sedang dan besar Pirau dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan yang bermakna. Hari-hari pertama pasca kelahiran belum terdapat pirau kiri ke kanan yang bermakna karena resistensi vascular paru yang masih tinggi. Diantara minggu ke-2 sampai ke-6, baru terjadi pirau yang bermakna setelah tahanan pediatri paru menurun. Dengan bertambahnya usia, maka dapat terjadi beberapa kemungkinan, yakni:1. Defek mengecil, sehingga pirau berkurang dan pasien tampak membaik1. Defek menutup1. Terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang1. Defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut, menyebabkan tekanan yang selalu tinggi pada sirkulasi paru. Bila tekanan di ventrikel kanan melampaui tekanan ventrikel kiri maka akan terjadi perubahan pirau yakni dari kanan ke kiri, sehinggga pasien menjadi sianotik.Selain itu, defek yang besar menyebabkan pirau kiri ke kanan yang parah, sering diperberat dengan hipertensi pulmonal dan gagal jantung kongestif. Hipertensi pulmonal yang progresif menyebabkan pembalikan pirau dan sianosis, terjadi lebih dini dan lebih sering pada pasien VSD dibandingkan ASD (Kumar, 2004)Manifestasi KlinisManifestasi klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek serta derajat pirau dari kiri ke kanan yang terjadi. Letak defek biasanya tidak mempengaruhi derajat manifestasi klinis. Defek septum ventrikel kecil Asimptomatis Jantung normal atau hanya sedikit membesar Tidak ada gangguan tumbuh kembang Pada auskultasi: biasanya bunyi jantung terdengar normal atau ditemukan bising sistolik dini pendek Defek septum ventrikel sedang Gejala muncul pada masa bayi Sesak nafas Kenaikan berat badan tidak memuaskan Pasien sering menderita infeksi paru yang lama sembuh. Gagal jantung mungkin terjadi sekitar umur 3 bulan Pada pemeriksaan fisik: bayi kurus, dengan dispnea, takipnea, serta retrraksi. Auskultasi: terdengar bunyi jantung I dan II normal dengan bising pansistolik yang keras, kasar, disertai getaran bising pansistolik yang keras, kasar Defek septum ventrikel besar Gejala timbul pada masa ediatri. Dispnea terjadi bila terdapat pirau kiri ke kanan yang bermakna, meskipun tidak sering ditemukan. Infeksi saluran nafas bawah. Bayi sesak nafas saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangn oksigen akibat gangguan pernafasan. Gangguan pertumbuhan sangat nyata. Pada pemeriksaan biasanya bunyi jantung masih normal, dan dapat didengar bising pansistolik, dengan atau tanpa getaran bising. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan radiologisDefek septum ventrikel kecil: Ukuran jantung normal Vaskularisasi paru normal atau hanya sedikit meningkatDefek septum ventrikel sedang: Kardiomegali sedang dengan konus pulmonalis yang menonjol Peningkatan vaskularisasi paru Pembesaran pembuluh darah di sekitar hilusDefek septum ventrikel besar: Kardiomegali Konus pulmonalis menonjol Pembuluh darah hilus membesar Vaskularisasi paru meningkat

b. Elektrokaridografi Defek septum ventrikel kecil: terlihat normal, atau sedikit terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri. Defek septum ventrikel sedang: peningkatan aktivitas ventrikel kiri dan kanan, akan tetapi aktivitas ventrikel kiri lebih meningkat. Defek septum ventrikel besar: hipertrofi biventrikuler yang menunjukkan terdapatnya peningkatan aktivitas yang hebat baik ventrikel kanan maupun kiri.

c. Ekokardiografi Untuk menentukan letak serta ukuran defek septum ventrikel di samping umtuk menentukan terdapatnya kelainan penyerta. Pada defek kecil nilai ekokardiografi M-mode dalam batas normal. Pada defek yang sedang, lokasi serta ukuran defek dapat ditentukan dengan mudah dengan pemeriksaan ekokardiogram 2-dimensi. Ekokardigram M-mode mungkin menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri dan atau atrium kiri, namun kontraktilitas ventrikel umunya masih baik. Pada defek besar, ekokardiogram mungkin menunjukkan adanya pembesaran keempat ruangan jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.Penatalaksanaana. Tata laksana medis Pasien dengan defek kecil tidak memerlukan pengobatan apapun, kecuali pemberian profilaksis terhadap terjadinya endokarditis infeksi. Gagal jantung pada pasien defek septum ventrikel sedang atau besar biasanya diatasi dengan digoksin (dosis rumat 0,01 mg/kg/hari, dalam 2 dosis). Infeksi saluran nafas diatasi dengan pemberian antibiotic dini dan adekuat.b. Pembedahan Tindakan bedah korektif di ediat maju pada umumnya dilakukan pada masa anak, bahkan dibawah 1 tahun, tetapi di ediat berkembang, bedah korekti seringkali dilakukan pada usia dewasa muda, sehingga membawa konsekuensi mortalitas dan morbiditas.Pada bayi dengan DSV besar yang mengalami CHF serta retardasi pertumbuhan, pembedahan dilakukan jika terapi medikamentosa gagal dan biasanya dilakukan pada usia 6 bulan. Pada bayi dengan tanda-tanda hipertensi pulmonal tanpa CHF atau gagal tumbuh harus dilakukan kateterisasi pada usia 6-12 bulan dan dilakukan pembedahan segera setelah kateterisasi. Bayi yang lebih besar dengan DSV besar dan tanda hipertensi pulmonal harus segera dioperasi.c. Penutupan defek dengan kateter: teknik ini hanya dapat dilakukan untuk defek yang jauh dari struktur penting, misalnya katup aorta.

Gambar 1-4. Alogaritme VSD(IPD, 2000)PrognosisKemungkinan penutupan spontan defek kecil cukup besar, terutama pada tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan pada 20-40% saat umur pasien 2 tahun, 90% pada usia 10 tahun. Pada pasien yang tidak dioperasi, prognosis baik bila ada penutupan spontan, VSD kecil yang asimtomatik. Dengan angka kekerapan umur 25 tahun sebesar 95.9%. Sedangkan pada VSD non restriktif dengan disertai komplek Eisenmenger hanya 41.7%. Pada pasien yang dioperasi tanpa hipertensi pulmonal akan memiliki angka kekerapan hidup yang normal.PenutupPenyakit jantung kongenital dengan asianotik seperti ASD dan VSD merupakan penyakit bawaan dari lahir yang apabila penderitanya anak-anak akan tetap baik dan menjalani kehidupan yang aktif normal setelah pengobatan. Sehingga orang tua tidak perlu untuk membatasi aktivitas fisik anak dan tidak ada tindakan pencegahan khusus yang diperlukan. Sedangkan apabila penderitanya dewasa maka diperlukan evaluasi periodik, terutama saat pengobatan telah ada kenaikan arteri pulmonal, gangguan irama, atau disfungsi ventrikel.

Daftar Pustaka

Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2004. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC

Rao, P.S., 2009. Diagnosis and Management of Cyanotic Congenital Heart Disease: Part I. Page 57-70 [pdf]. Available at: http://medind.nic.in/icb/t09/i1/icbt09i1p57.pdf (Accessed March 10, 2015)

Rojas, C.A., et al. 2010. Embryology and Developmental Defects of the Interatrial Septum. Page 1100-1104 [pdf]. Available at: http://www.ajronline.org/doi/pdf/10.2214/AJR.10.4277 (Accessed March 6, 2015)

Sastroasmoro, S & Madiyono, B. 1994. Buku ajar Kardiologi Anak. Jakarta: IDAI

Sudoyo, A.W., et al. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Yun, S.W. 2011. Congenital Heart Disease in the Newborn Requiring Early Intervention. Page 183-91 [pdf]. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3145901/pdf/kjped-54-183.pdf (Accessed March 6, 2015)

1