Upload
juliansyah-efriko
View
31
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ed
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangrene Radiks
2.1.1. Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi yang tertinggal
merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi perkembangbiakan bakteri.1
2.1.2. Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang tidak sempurna.1
2.1.3. Patogenesis2,3
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang mengubah karbohidrat
yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam yang mengakibatkan
demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat dilakukan oleh air liur, namun
jika terjadi ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi, maka akan terbentuk
karies (lubang) pada gigi. Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada
tahap ini, jika tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi
pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa, meninggalkan
jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa akar gigi.
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda keras saat terjatuh,
berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang patah menyisakan akar gigi yang
masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi yang telah mati.
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi yang bengkok, akar gigi yang
menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang kurang tepat dan tekanan yang berlebihan
pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat muncul keluar gusi setelah
beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh, atau dapat berkembang menjadi
abses, kista dan neoplasma. Setiap sisa akar gigi juga berpotensi untuk mencetuskan infeksi
pada akar gigi dan jaringan penyangga gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan
sampai hebat, terjadi pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar membuka
mulut (trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah makan. Pembengkakan yang
terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit, menyebabkan selulitis atau flegmon, dengan
kulit memerah, teraba keras bagaikan kayu, lidah terangkat ke atas dan rasa sakit yang
menghebat. Perluasan infeksi ini sangat berbahaya, bahkan penanganan yang terlambat dapat
merenggut jiwa, seperti pada angina Ludwig.
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat mengakibatkan migrasinya
bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah. Teori ini dikenal dengan fokal infeksi.
Keluhan seperti nyeri, bengkak dan pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap
infeksi gigi. Bakteri yang berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga
mulut, kulit, mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun antibiotik
umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi yang telah terjadi.
Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang sedang sakit, karena pembiusan
lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal. Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya
bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses pengunyahan yang sempurna.
Gangguan pengunyahan menjadi alasan masyararakat untuk membuat gigi tiruan.
Masalahnya, sampai sekarang banyak yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi.
Keadaan ini bisa memicu infeksi lebih berat.
2.1.4. Tatalaksana1,3
Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung dari pemeriksaan klinis akar gigi dan jaringan
penyangganya. Akar gigi yang masih utuh dengan jaringan penyangga yang masih baik,
masih bisa dirawat. Jaringan pulpanya dihilangkan, diganti dengan pulpa tiruan, kemudian
dibuatkan mahkota gigi. Akar gigi yang sudah goyah dan jaringan penyangga gigi yang tidak
mungkin dirawat perlu dicabut. Sisa akar gigi dengan ukuran kecil (kurang dari 1/3 akar gigi)
yang terjadi akibat pencabutan gigi tidak sempurna dapat dibiarkan saja. Untuk sisa akar gigi
ukuran lebih dari 1/3 akar gigi akibat pencabutan gigi sebaiknya tetap diambil. Untuk
memastikan ukuran sisa akar gigi, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi gigi.
Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami kerusakan yang
parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat lagi. Untuk kasus yng sulit
dibutuhkan tindakan bedah ringan.
2.2. Karies
2.2.1. Definisi4
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah
suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat
terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen
organik yang akhirnya terjadi kavitas.
2.2.2. Klasifiksasi4
Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :
D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah
mencapai bagian ndentino enamel junction (DEJ).
D5: Lesi telah mencapai dentin.
D6: Lesi telah mencapai pulpa.
2.2.3. Etiologi3,4,5
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak faktor
seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang kariogenik,
substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor tersebut
digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih (Gambar). Untuk terjadinya
karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.
Gambar . Menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial
yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu
a. Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies
yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia
kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan
bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan
mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat
menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal
enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang
karies dari pada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih
banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap.
Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email
orang muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu
penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.
Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah:
1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit
palatal insisif;
2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;
3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva;
4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada
pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;
5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper;
6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
b. Faktor agen atau mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak
adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang
biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak yang
berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling
banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, dan
Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang
menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah
laktobasilus pada plak gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus
mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies.
c. Faktor substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain
itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan
yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan
timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada
orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama
sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat
memegang peranan penting dalam terjadinya karies.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara langsung
terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi
email, tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks
misalnya pati (polisakarida) relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di
dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan
meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan
minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang
menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu,
untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu
konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email.
d. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
2.2.4. Proses Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis
pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat
bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan
fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi
asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan
pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi.
Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH saliva meningkat
dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil
kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral
sehingga lesi karies terbentuk.
Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami.
Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah.
Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan
kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan
rasa sakit.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih
mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus ada
dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang mengandung
gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk asam (H+) dan
jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi ± 5. Asam (H+)
dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal
hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut sub
surface decalsifikasi.
2.2.5. Tatalaksana4,5
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan
dengansendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan
dikembalikanke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada
akhirnya gigi tersebutakan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan
gigiyang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi yang
sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke
bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan
kemungkinan terjadinya infeksi ulang.Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang
dimasukkan ke dalam gigi atau di sekelilinggigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang
digunakan adalah perak amalgam, resin komposit,semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigibelakang,
karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidakmahal
dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan
biasdigunakan pada karies yang sangat besar.Campuran damar dan porselen digunakan untuk
gigi depan, karena warnanya mendekatiwarna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar.
Bahan ini lebih mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi
belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan
warna yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang
memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada
garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena
penggosokan gigi yang berlebihan.
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar
dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam
proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan dilakukan lokal
yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang.
Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.
2.3. Pulpitis
2.3.1. Definisi
Pulpitis adalah fenomena peradangan dalam jaringan pulpa. Pulpitis merupakan
peradangan pulpa, kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri yang telah menggerogoti
jaringan pulpa.6 Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persyarafan terbanyak dibanding
bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang terbanyak ini, bakteri akan
menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut.9
Peradangan merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler yang sangat penting terhadap
cedera. Reaksi pulpa sebagian disebabkan oleh lama dan intensitas rangsangnya. Rangsang
yang ringan dan lama bisa menyebabkan peradangan kronik, sedangkan rangsang yang berat
dan tiba-tiba besar kemungkinan mengakibatkan pulpitis akut.10
2.3.2. Klasifikasi
Klasifikasi pulpitis adalah sebagai berikut.9
Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:
1. Pulpitis akut serosa
Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenali lagi, tetapi sel- selnya masih
terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa parsialis yang hanya
mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan pulpitis akut serosa totalis
jika telah mengenai saluran akar.
2. Pulpitis akut fibrinosa
Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.
3. Pulpitis akut hemoragi
Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.
4. Pulpitis akut purulenta
Terlihat infiltrasi sel- sel masif yang berangsur berubah menjadi peleburan jaringan
pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa, dapat terjadi pernanahan dalam pulpa:
a. Pada beberapa bagian terjadi peleburan jaringan pulpa sehingga terbentuk abses.
b. Pernanahan terjadi berkesinambungan sehingga terjadi flegmon pada pulpa yang
menghancurkan keseluruhan jaringan pulpa.
Berdasarkan ada tidaknya gejala, pulpitis terbagi atas:
1. Pulpitis simtomatis
Pulpitis ini merupakan respons peradangan dari jaringan pulpa terhadap iritasi,
dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit timbul karena adanya
peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar antara ringan sampai sangat
hebat dengan intensitas tinggi, terus menerus, dan berdenyut.
Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis adalah:
a. Pulpitis akut
b. Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut/ kronis
c. Pulpitis subakut
Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan dalam,
kadang- kadang terjadi sedikit pelebaran ligamen periodontal. Pada pulpitis
simtomatis yang disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan terhadap
perkusi. Rangsangan panas akan menyebabkan sakit, sebaliknya rasa sakit
berkurang dengan adanya rangsang dingin.
Pada stadium awal, gigi menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap tes
elektrik, selanjutnya kepekaan ini berkurang sejalan dengan keparahan
penyakit.
2. Pulpitis asimtomatis
Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai mekanisme pertahanan dari
jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses proliferasi berperan di sini. Tidak ada
rasa sakit karena adanya pengurangan dan keseimbangan tekanan intrapulpa. Yang
termasuk pulpitis asimtomatik:
a. Pulpitis kronik ulseratif
b. Pulpitis kronik hiperplastik
c. Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies (prosedur operatif, trauma,
gerakan ortodonti)
Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi atas:
1. Pulpitis reversible
Yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan setelah perawatan ortodonti.
Yang termasuk pulpitis reversibel adalah:
a. Peradangan pulpa stadium transisi
b. Atrofi pulpa
c. Pulpitis akut
2. Pulpitis ireversibel
Yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat dipertahankan, tetapi gigi
masih dapat dipertahankan di rongga mulut setelah perawatan endodonti dilakukan.
Yang termasuk pulpitis ireversibel adalah:
a. Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis
b. Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis
c. Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
d. Pulpitis kronis radikulairs dengan nekrosis
e. Pulpitis kronis eksaserbasi akut
2.4. Pulpitis Reversibel
2.4.1. Pengertian
Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal.10
2.4.2. Patofisiologi
Pulpitis awal dapat terjadi karena karies dalam, trauma, tumpatan resin komposit/
amalgam/ ionomer gelas. Gambaran mikroskopis ditandai oleh lapisan odontoblas rusak,
vasodilatasi, udem, sel radang kronis, kadang sel radang akut.8
2.4.3. Faktor penyebab
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel adalah stimulus ringan
atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar
prosedur operatif, kuretasi periodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan
tubulus dentin terbuka.10
2.4.4. Gejala
Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya sebentar.
Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas dan oleh udara
dingin. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan
klinis antara pulpitis reversibel dan ireversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis
ireversibel adalah lebih parah dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversibel, penyebab
sakit umumnya peka terhadap stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan pada
pulpitis ireversibel rasa sakit datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibel
asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali
setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik. 7
2.4.5. Pemeriksaan
Diagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien dan berdasarkan tes klinik.
Rasa sakitnya tajam, berlangsung beberapa detik, dan umumnya berhenti bila stimulusnya
dihilangkan. Dingin, manis, atau asam biasanya menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat
menjadi kronis. Meskipun masing-masing paroksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung
sebentar, paroksisme dapat berlanjut berminggu-miggu bahkan berbulan-bulan. Pulpa dapat
sembuh sama sekali atau rasa sakit tiap kali dapat berlangsung lebih lama dan interval
keringanan dapat menjadi lebih pendek, sampai akhirnya pulpa mati.
Karena pulpa sensitif terhadap perubahan temperatur, terutama dingin, aplikasi dingin
merupakan suatu cara untuk menemukan dan mendiagnosis gigi yang terlibat. Sebuah gigi
dengan pulpitis reversibel secara normal bereaksi terhadap perkusi, palpasi, dan mobilitas,
dan pada pemeriksaan radiografik jaringan apikal adalah normal. 7
2.4.6. Diagnosa banding
Pada pulpitis reversibel, rasa sakit umumnya tidak terus menerus, berlangsung
beberapa detik, sedangkan pada pulpitis ireversibel, rasa sakit dapat berlangsung beberapa
menit atau lebih lama. Gambaran pasien mengenai rasa sakit, terutama mengenai
permulaannya, sifatnya dan lamanya, sering merupakan bantuan yang tidak ternilai sampai
pada diagnosis banding yang tepat. Tes termal berguna untu menemukan gigi bersangkutan
bila tidak diketahui. Tes pulpa listrik, menggunakan lebih sedikit arus dibandingkan pada gigi
kontrol, merupakan suatu tes menguatkan yang baik.7
2.4.7. Tatalaksana
Menghilangkan iritan dan menutup serta melindungi dentin yang terbuka atau pulpa
vital biasanya akan menghilangkan gejala (jika ada) dan memulihkan proses inflamasi
jaringan pulpa. Akan tetapi jika iritasi ini berlanjut atau intensitasnya meningkat, inflamasi
akan berkembang menjadi sedang bahkan parah yang akhirnya menjadi pulpitis ireversibel
dan bahkan nekrosis.10
2.4.8. Prognosis
Prognosa baik, bila iritasi diambil cukup dini, jika tidak kondisinya dapat
berkembang menjadi pulpitis irreversibel.7
2.5. Pulpitis Irreversibel
2.5.1. Pengertian
Pulpitis ireversibel seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari pulpitis
reversibel. Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis.10
2.5.2. Patofisiologi
Radang pulpa akut akibat karies yang lama. Kerusakan jaringan pulpa mengakibatkan
gangguan sistem mikrosirkulasi pulpa yang berakibat udem, syaraf tertekan, dan
menimbulkan nyeri hebat.8
2.5.3. Faktor Penyebab
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama porsedur
operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi dalam
perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis ireversibel.10
2.5.4. Gejala
Gejala pulpitis ireversibel biasanya asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan
gejala yang ringan. Akan tetapi, pulpitis reversi bel dapat juga diasosiasikan dengan nyeri
spontan (tanpa stimuli eksternal) yang intermiten atau terus-menerus. Nyeri pulpitis
ireversibel dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan bisa berlangsung hanya
beberapa menit atau berjam-jam. Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan
dengan nyeri periradikuler dan menjadi lebih sulit ketika nyerinya semakin intens. Aplikasi
stimulus eksternal seperti dingin atau panas dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan.10
2.5.5. Pemeriksaan
Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapeks,
respons gigi terhadap palpasi dan perkusi berada dalam batas normal. Penjalaran inflamasi
hingga mencapai ligamen periodontium akan mengakibatkan gigi peka terhadap perkusi dan
nyerinya lebih mudah ditentukan tempatnya.10
2.5.6. Tatalaksana
Perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu gigi apeks terbuka dan
gigi apeks tertutup. Pada dewasa muda dengan pulpitis ringan dilakukan pulpotomi
(Ca(OH)2) dan pada pulpitis yang berlangsung lama dilakukan pulpotomi foromoeresol
menunggu apeksogenesis. Pada gigi dewasa dengan perawatan saluran akar dan dilanjutkan
restorasi yang sesuai.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection. Clinical
Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
2. Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari :
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juni 2009).
3. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
4. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford University Press
Inc: United States.
5. Murrsy JJ. The Prevention Of Dental Disease. 2nded. New York, Oxford University
Press; 1989: 441-7
6. Burchard, H. H. 2009. A Text-book Of Dental Pathology and Therapeutics, for Students
and Practitioners. Michigan: Lea brothers & co.
7. Grosmman et al. 1995. Ilmu Edodontik Dalam Praktek. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
8. Rajendran R. and Sivapathasundaram B. 2009. Shafer’s Text-book Of Oral Pathology
6th Ed. New Delhi: Elsevier.
9. Tarigan R. 2002. Perawatan Pulpa Gigi (Edodonti). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
10. Walton R. E. dan Torabijad M. 2003. Prinsip dan Praktik Ilmu Edodonsia. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.