29
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-. Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq) Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen. Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak

titrasi.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: titrasi.doc

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.

Ag(NO3)(aq)  +  NaCl(aq) -> AgCl(s)  + NaNO3(aq)Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.

Page 2: titrasi.doc

PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangIstilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :1. Asidimetri dan alkalimetriVolumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.2. OksidimetriVolumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.3. ArgentometriVolumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :1. Indikator2. Amperometri3. Indikator kimiaTitik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)1.2. Tujuan PercobaanTujuan praktikum ini untuk menentukan konsentrasi sampel AgNO3 dengan cara titrasi pengendapan dan menentukan pembakuan larutan natrium klorida dan perak nitrat serta menentukan analisa sampel.1.3. Prinsip PercobaanPrinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa (Cl- dan CNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr, Volhard, dan Fajans. Dan teknik pengendapan untuk memisahkan analit dari pengganggu-penggangunya sehingga diperoleh bentuk yang tidak larut/kelarutannya kecil sekali 

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Page 3: titrasi.doc

  Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990)Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.AmBn → Ma++ Nb-Hasil kali kelarutan = (CA+)M × (CB-)Ntitrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil .AgNO3 + 2 KCN → K(Ag(CN)2) +KNO3Ag+ + 2 nn- → Ag(CN)2Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk senyawa kompleks yang tak larut .Ag+ (Ag(CN)2)- → Ag(Ag(CN)2)Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent. salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.Titrasi Pengendapan• Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks)• Kesulitan mencari indikator yang sesuai• Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek kopresipitasiKelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu tertentu.(dalam keadaan setimbang).Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan.Faktor yg mempengaruhi kelarutan1 SUHU2. SIFAT PELARUT3. ION SEJENIS4. AKTIVITAS ION5. pH.6 HIDROLISIS7. HIDROKSIDA LOGAM8. PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS            Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil (mis. Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu

Page 4: titrasi.doc

didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam airdan tidak arut dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kationdan anion membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yangdibebaskan pada saat interaksi ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarutorganik, sehingga kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia,perbedaan kelarutan menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Contoh : campuran kering Ca(NO3)2 +Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2tidak larut. Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung ion sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 1×10-10)di dalam airmurni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1×10-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1×10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1×10-6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke dalam endapan terjadipenambahan garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.

Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :

1) menyempurnakan pengendapan

2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis denganendapan

Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar (Underwood, 1986).Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada penukaan (Khopkar, 1990).Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I” dengan ion Ag+.Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan. Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna yang

Page 5: titrasi.doc

disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi. Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KelarutanPengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990).Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutanendapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan (Vogel, 1990).Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya (Vogel, 1990).Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi (Vogel, 1990). Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:a. Metode MohrMetode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3sebagai titran dan K2CrO4perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat.

Page 6: titrasi.doc

Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969)Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:Ag+

(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:2Ag+

(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.2Ag+

(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7

2- karena reaksi2H+

(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O7

2- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.b. Metode VolhardMetode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.Ag+

(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)

Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)SCN-

(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+

(aq)

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:Ag+

(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓Ag+

(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓SCN-

(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓

Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai

Page 7: titrasi.doc

contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.c. Metode FajansDalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).HFl(aq) ↔ H+

(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990)Pembentukan Endapan BerwarnaSeperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi

Page 8: titrasi.doc

pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :2H+ + 2CrO4- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2OMengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena propes tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. (Harizul, Rivai. 1995) 

BAB IIIBAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

 3.1. Bahan yang DigunakanBahan yang digunakan adalah perak nitrat, natrium klorida, indikator, sampel K dan aquades.3.2. Alat yang DigunakanAlat-alat yang digunakan yaitu buret 50 ml, statif dan klem buret, corong, labu Erlenmeyer, labu takar 100 ml, pipet volume 1 ml, pipet volume 25 ml, gelas kimia dan gelas ukur.3.3. Metode Percobaan      3.3.1 Prosedur Pembuatan dan  pembakuan AgNO3 0,1 NPembuatan   : Sejumlah perak nitrat P larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 16,99 g AgNO3.Pembakuan: Sejumlah natrium klorida P keringkan pada suhu 100 – 120oC. Timbang saksama lebih kurang 250 mg, larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan perak nitrat 0,1 N menggunakan indikator 1 ml kalium kromat 5%, hingga terbentuk warna coklat merah lemah

 3.3.2 Prosedur pembuatan dan pembakuan amonium thiosianat 0,1N

Page 9: titrasi.doc

Pembuatan:   Sejumlah ammonium tiosianat P larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 7,612 g NH4CNS.Pembakuan: Masukkan 25 ml perak nitrat 0,1 N yang ditakar saksama dalam labu Erlenmeyer, encerkan dengan 50 ml air, tambahkan 2 ml asam nitrat P. Titrasi dengan larutan ammonium tiosianat menggunakan indikator 2 ml besi (III) ammonium sulfat LP, hingga terjadi warna coklat merah.

 3.3.3 Metode-metode dalam titrasi argentometri1. Metode Mohr; metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.2. Metode Volhard; Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.3. Metode K.Fajans; Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid.4. Metode Liebig; Pada metode ini tiitk akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk akhir.3.3.4. Prosedur Sampel      Serbuk1.      aduk atau gerus sampai homogen.2.      Timbang sebanyak 1 gram sampel di atas perkamen.3.      Masukan sampel kedalam labu erlenmeyer.4.      Tambahkan pelarut yang sesuai sebanyak 25 ml.5.      Untuk sampel salep, panasakn labu erlenmeyer diatas water bath sambil diaduk, sampai dasra salep melumer, lalu dinginkan kembali.6.      Tambahkan indikator Fenolftalein kedalam larutan sampel.7.      Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah dibakukan sampai timbul endapan.8.      Lakukan penetapan kadar ini sebanyak minimal 3 kali.9.      Hitung % kadar zat aktif dalam sample.      3.3.5. Prosedur Analisis Menurut Literatur

Page 10: titrasi.doc

KI- Timbang seksama 500 mg dalam lebih kurang 10 ml air, tambahkan 35 ml asam klorida P dan 5 ml klorofrom P. titrasi dengan kalium iodat 0,05 N hingga warna ungu iodum hilang dari lapisan kloroform. Tambah kalium iodat 0,05 m tetes demi tetes. Kloroformh berwarna ungu. Titrasi lagi dengan kalium iodat 0,005 N. 1 ml kalium iodat 0,05 ~16,60 mg KI- lebih kurang 500 mg di timbang seksama larutkan dalam 25 ml air, tambahn 1,5 ml asam asetat encer dan tambah 10 ml AgNO3 0,1 N menggunakan indikator eosin add warna endapan menjadi merah.Reaksi : KI + AgNO3 à KNO3 +AgI ↓

 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN  

4.1. Pembakuan Larutan baku AgNO3 dengan NaCl      

AgNO3 1 2

Awal 0 20,7

Akhir 20,7  

Terpakai 20,7 24,7

 

No Berat NaCl Volume AgNO3

1 0,05 20,7

2 0,05 24,7

              Perhitungan:Ø      Normalitas AgNO3 1 :                                   Normalitas AgNO3 2 :                                                                      Normalitas Rata-Rata :              v     Jadi Rata-rata Normalitas AgNO3 adalah 0,104N

Page 11: titrasi.doc

 4.2. Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :Sample Obat: KI            BE KI: 166  

AgNO3 1 2 3

Awal 0 13,5 27

Akhir 13,5 27 37,5

Terpakai 13,5 13,5 10,5

  

No Berat KI Volume AgNO3

1 997 mg 13,5

2 998 mg 13,5

3 1000mg 10,5

  Dasar Teori

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).

(Khopkar,1990)Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator

yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:a. Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3

sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl-

hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.

(Alexeyev,V,1969)Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi: 2Ag+

(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓ Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,

dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.

Page 12: titrasi.doc

2Ag+(aq) + 2OH-

(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7

2- karena reaksi2H+

(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O7

2- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.

Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

b. Metode VolhardMetode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+

sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.

Ag+(aq) + SCN-

(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN-(aq) + Fe3+

(aq) ↔ FeSCN2+(aq)

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara

Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X - ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓

Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓

SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-

(aq) + AgSCN(aq) ↓Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.

Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

c. Metode FajansDalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang

dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.

Page 13: titrasi.doc

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).

HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).

Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X-

sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni

(i)        Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal

(ii)      Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih(iii)    Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara

zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.

Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat.

(Harjadi,W,1990)  

Alat dan BahanAlatBotol timbang Beker gelas 100 mLLabu takar 100 mL CorongPipet volume 20 mL Pipet tetesErlenmeyer 250mL Buret 25 mLStatif + klem buret Pengaduk

Page 14: titrasi.doc

BahanPerak nitrat 0,05 N NaCl 0,05 NNa. Bikarbonat Amilum 0,5%Asam asetat 1 : 4 Eosin 0,1%Akuades Kalium kromat  Cara Kerja

A. Standarisasi Larutan Ag. Nitrat 0,05 N dengan Larutan NaCl 0,05 NA.1 Pembuatan Larutan Standar Primer NaCl 0,05 N·         Menimbang secara analitis NaCl p.a dalam botol timbang, memasukkan dalam

beker gelas dan melarutkan dengan penambahan ±50 mL akuades (kondisi botol timbang harus bersih).

·         Memindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL melalui corong dan pengaduk (kondisi beker gelas harus bersih).

·         Menambahkan akuades sampai garis tanda, menghomogenkan (bagian dalam labu takar diatas garis kering dan bersih).

·         Menghitung konsentrasi NaCl (satuan Normalitas). 

A.2 Standarisasi Larutan Perak Nitrat 0,05 N dengan Larutan NaCl 0,05 N (Metode Mohr)

·         Memipet 10,0 mL larutan standar primer, memasukkan dalam erlenmeyer 250 mL.

·         Menambahkan 1 mL kalium kromat 5% dan 0,5 g natrium bikarbonat·         Menitrasi dnegan larutan perak nitrat yang akan distandarkan sampai endapan

yang terbentuk berwarna krem yang stabil dan tidak hilang bila dikocok.·         Melakukan titrasi duplo (2x) dengan selisih 0,05 mL·         Menghitung konsentrasi larutan perak nitrat (satuan Normalitas)

B. Penentuan Kadar Iodida dalam Sampel (Metode Fajans)·         Memipet 10,0 mL sampel yang mengandung I-, memasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 mL.·         Menambahkan 10 mL akuades, 5 mL asam cuka (asam cuka : air = 1:4), 5 tetes

indikator eosin 0,1%, dan 4 mL larutan amilum 0,5%.·         Menitrasi dengan larutan perak nitrat 0,05 N sambil dikocok. Setelah endapan

menggumpal penambahan titran dilakukan per-tetes sampai endapan berwarna merah violet.

·         Melakukan titrasi duplo (2x) dengan selisih 0,05 mL.·         Menghitung kadar I- dalam sampel (satuan Molaritas)

 C. Cara Mengetes Akuades

·           Memasukkan sedikit akuades ke dalam tabung reaksi·           Meneteskan beberapa tetes AgNO3 ·           Melihat apakah AgNO3 mengendap, apabila AgNO3 tidak mengendap, maka

akuades aman untuk dipakai karena tidak mengandung unsur halogen. Sedangkan

Page 15: titrasi.doc

apabila AgNO3 mengendap, akuades perlu diganti karena mengandung unsur halogen.

D. Pembuatan amilum 0,5%·           Menyiapkan 2 beker glass·           Menimbang kasar amilum·           Memasukkan amilum ke dalam salah satu beker glass (1) sementara beker glass

yang lain diisi dengan akuades (2).·           Menuangkan sedikit akuades dari beker glass 2 ke beker glass 1, lalu

menyuspensikan amilum.·           Mendidihkan beker glass 2 yang berisi akuades·           Suspensi amilum yang berada di beker glass 1 dituang ke dalam beker glass 2,

kemudian menghomogenkan.·           Mendinginkan suspensi amilum tersebut, dan memberikan label pada beker

glass tersebut.D. Pembuatan Asam Asetat 1:4

·           Mencuci bersih beker glass dan kemudian membilasnya dengan akuades.·           Memasukkan asam asetat sebanyak 40 mL ke dalam beker glass tadi kemudian

menambahkan akuades sebanyak 160 mL.·           Menghomogenkan larutan dan memberikan label.

F. Pembuatan Larutan K2CrO4 50%·           Menimbang kasar K2CrO4 dan memasukkannya ke dalam beker glass·           Menambahkan akuades ke dalamnya dan menghomogenkannya.·           Memberi label pada beker glass tersebut.

G. Pembuatan Eosin 0,1%·         Menimbang kasar eosin sebanyak 0,01 g dan memasukkannya ke dalam beker

glass·         Menambahkan etanol sebanyak 10 mL·         Menhomogenkan larutan dan memberi label pada beker glass tersebut

 Data dan PerhitunganPembuatan larutan standar primer NaCl 0,05 NN = n . M

0,05 = 1 . M M = 0,05 M gr = 0,2922 g

range 10% : (0,2630 – 0,3214)g Pembuatan larutan standar sekunder AgNO3 0,05 NN = n . M8,4837 = 0,8333 grgr = 10,1924 grange 10% = (9,1732 – 11,2116) g Pembuatan amilum 0,5%

Page 16: titrasi.doc

0,5% = 5 g dalam 100 mLvolume yang dibutuhkan: 4x titrasi x 4 mL x 8 orang = 128 mL Pembuatan asam asetat 1:41 orang @ 5 mL per-titrasi4 x titrasi x 8 orang = 4 x 5 x 8 = 160 mL ≈> 200 mL Pembuatan K2CrO4 5%1 orang @ 1 mL x 4 x titrasi = 4 mL8 orang = 4 x 8 = 32 mL ≈> 35 mLMassa K2CrO4 5% à Pembuatan eosin 0,1%1 orang @ 5 tetes x 4 titrasi = 20 tetes8 orang = 20 x 8 = 160 tetes ≈ 8 mL ≈>10 mLData penimbangan dan perhitungan normalitas zat baku primerZat (NaCl) ditimbang secara kasar : 0,29 gBotol timbang kosong ditimbang secara analitis : 13,9818 gBotol timbang + NaCl ditimbang secara analitis : 14,2796 g♥ Berat NaCl secara analitis = 14,2796 – 13,9818 = 0,2978Normalitas NaClN = n . MN = 0,0479 N Data titrasi Perak Nitrat dengan NaClNo Vol. Baku Primer

(NaCl)N. Baku Primer

(NaCl)Vol. Baku Sekunder

(AgNO3)N. Baku Sekunder

(AgNO3)1 10,0 mL 0,0479 N 9,70 mL 0,494 N2 10,0 mL 0,0479 N 9,85 mL 0,486 N3 10,0 mL 0,0479 N 9,80 mL 0,489 N

Perhitungan normalitas baku sekunder (AgNO 3)1.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)

10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)N2(AgNO3) = = 0,0494 N  

2.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)10,0 . 0,0479 = 9,85 . N2(AgNO3)N2(AgNO3) = = 0,0486 N

3.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)N2(AgNO3) = = 0,0489 Nv  Normalitas AgNO3 rata-rata = = 0,04875 ≈ 0,0488 N

 Data titrasi Perak Nitrat dengan sampel (I-)

Page 17: titrasi.doc

No Vol. sampel M. sampel Vol. AgNO3 M. AgNO3

1 10,0 mL 0,0488 M 10,00 mL 0,0488 M2 10,0 mL 0,0482 M 9,90 mL 0,0488 M3 10,0 mL 0,0487 M 10,00 mL 0,0488 M

Perhitungan molaritas sampel (I - ) Molaritas AgNO3= = = 0,0488 M

1.      V1(sampel) . M1(sampel) = V2(AgNO3) . M2 (AgNO3)10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488M1(I-) = = 0,0488 M

2.      V1(sampel) . M1(sampel) = V2(AgNO3) . M2 (AgNO3)10,0 . M1(sampel) = 9,90 . 0,0488M1(I-) = = 0,0482 M

3.      V1(sampel) . M1(sampel) = V2(AgNO3) . M2 (AgNO3)10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488M1(I-) = = 0,0488 M v  Molaritas (I-) rata-rata = = 0,0485 M

 

 

PembahasanStandarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam

presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)

Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.

Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.

Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.

Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans. Dalam titrasi ini digunakan indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2 – 8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br -, I-, atau SCN-. Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena

Page 18: titrasi.doc

indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam.

Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna. Ketika ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning.

Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X- dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid.

 Kesimpulan

Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-.Normalitas AgNO3 = 0,0488 NMolaritas sampel (I-) = 0,0485 M

 Jawaban PertanyaanA.1. Reaksi standarisasi larutan perak nitrat dengan metode Mohr:

·         AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)

·         2AgNO3(aq) + K2Cr2O4(aq) → Ag2Cr2O4(s) + 2KNO3(aq)

2. Syarat pH:·         tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi

3. Kelemahan titrasi Mohr:·         Kemungkinan terjadinya kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap

sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi menjadi tidak tajam. Sebagai solusi, dapat dilakukan pengadukan sekuat mungkin

4. Mekanisme kerja kalium kromat:·         Indikator yang ditambahkan harus dengan konsentrasi tertentu. Bila konsentrasi

terlalu besar, warna K2Cr2O4 manjadi terlalu kuning sehingga mengakibatkan perubahan warna yang membuat titik akhir sulit dilihat. Indikator K2Cr2O4 akan bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4 yang berwarna krem muda.

5. Zat-zat lain yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan perak nitrat:·         Indikator adsorpsi (contoh: fluoresin, eosin, dll) dan indikator Fe3+.

B.1. Syarat pH larutan untuk titrasi Fajans dengan indikator eosin:

·         Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada juga beberapa indikator adsorpsi “kationik” yaitu yang bersifat basa lemah sehingga baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.

Page 19: titrasi.doc

2. Penentuan kadar Iodida dapat juga dilakukan dengan cara Mohr namun biasa tidak dipakai karena untuk titrasi I- (pKsp AgI = 16,01), akan terdapat [I-] pada titik akhir = 3,85 x 10-12 dan pada titik akhir ekivalen = 9,9 x 10-9; titik akhirnya terlalu lambat untuk dicapai.[Ag+] = (Ksp Ag2CrO4 : [CrO4

2-] )1/2

= (10-11,89 : 0,002)1/2

= 10-4,596

Karena [Ag+] [I-] = Ksp AgI = 10-16,01

Maka Sedangkan seharusnya [Ag+] = [I-] = (10-16,01)1/2 = 10-8,005 = 9,89 x 10-9

 Daftar PustakaHarjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia (hal 176 – 187)Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers (hal 406 – 410)Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia (hal 61)

Page 20: titrasi.doc

LAPORAN RAKTIKUM

KIMIA ANALISIS DASAR

ARGENTOMETRI

            OLEH :

RINI ANDRIANA (1101O84)

KELAS B KELOMPOK 10/GENAP

DOSEN:

ITNAWITA, M.Farm,Apt

TANGGAL PRAKTIKUM :8 MEI 2012

ASISTEN:

1. SANTI SIA2. SUMARTINI3. SUMARTINI

Page 21: titrasi.doc

PROGRAM STUDI S 1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

2012

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS DASAR

ARGENTOMETRI

OLEH:

WAHYUNI SATRIANIS (1101116)

KELOMPOK / GENAP

DOSEN:

ITNAWITA, M.Farm,Apt

TANGGAL PRAKTIKUM: 8 MEI2012

ASISTEN:

1. SANTI SIA2. SUMARTINI3. SUMARTINI

Page 22: titrasi.doc

PROGRAM STUDI S 1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI RIAU

2012