99
i TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT BANYUMAS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Muchlisin Anam NIM 1112044100029 HALAMAN JUDUL PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

i

TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

ADAT BANYUMAS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Muchlisin Anam

NIM 1112044100029

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

ii

TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN

ADAT BANYUMAS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Oleh:

Muchlisin Anam

NIM : 1112044100029

Pembimbing

Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H.

NIP. 197608072003121001

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muchlisin Anam

NIM : 1112044100029

Fakultas : Syari‟ah dan Hukum

Jurusan : Hukum Keluarga

Dengan skripsi ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Oktober 2018

Muchlisin Anam

Page 4: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA

PERKAWINAN ADAT BANYUMAS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi

Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 29 Oktober 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjan Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Keluarga.

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Jakarta, 29 Oktober 2018

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A.

NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. (…………………)

NIP. 19670608 199403 1 005

Sekretaris : Indra Rahmatullah, S.H.I, M.H. (…………………)

NIP.

Pembimbing : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H, M.H. (…………………)

NIP. 19760807 200312 1 001

Penguji I : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, M.A. (…………………)

NIP. 19550706 199203 1 001

Penguji II : Dr. H. Moh. Ali Wafa, S.H, S.Ag, M.Ag. (…………………)

NIP. 19730424 200212 1 007

Page 5: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

v

ABSTRAK

Muchlisin Anam, NIM 1112044100029, Tradisi Begalan dalam Upacara

Perkawinan Adat Banyumas Perspektif Hukum Islam, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1440/2018 M, 77

Halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tradisi

Begalan dalam upacara perkawinan adat Banyumas, dan untuk mengetahui

pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan.

Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan

pendekatan normatif. Penelitian ini juga dapat dikategorikan sebagai penelitian

lapangan (field research), dan merupakan kelanjutan dari penelitian deskriptif

yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik tertentu. Tetapi

juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi.

Kriteria data yang didapatkan berupa data primer dan sekunder. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi,

dan studi pustaka.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa tradisi Begalan merupakan salah

satu tradisi turun-temurun dalam masyarakat Banyumas. Dalam pelaksanaannya,

tradisi Begalan tidak menyimpang atau bertentangan dengan syariat Islam sebab

adat kebiasaan di dalam acara tersebut tidak ada sesuatu yang berlawanan dengan

hukum Islam karena itu sebagai kebiasaan adat dan untuk memeriahkan suatu

acara. Oleh karena itu tradisi Begalan yang ada pada perkawinan adat Banyumas

tidak menyimpang dari hukum Islam.

Kata Kunci : Tradisi Begalan, Adat Perkawinan, Hukum Islam

Pembimbing : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1976 s.d Tahun 2017

Page 6: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا انرحمه انرحيم

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang

telah memberikan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan ridha-Nya kepada penulis

tanpa ada batasan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

serta salam mengalir deras kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, makhluk

yang paling sempurna sebagai suri tauladan umatnya, beserta keluarga, para

sahabat dan pengikutnya yang senantiasa selalu patuh dan ta‟at dalam

menjalankan perintah Allah SWT dan Rasulnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah

banyak membantu penulis baik dari segi moral maupun materil. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, beserta seluruh jajaran pengurus Rektorat yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi S-1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua program Studi Hukum Keluarga yang

selalu memberikan pelayanan terbaik dan motivasi-motivasi kepada

penulis.

4. Indra Rahmatullah, S.H.I, M.H. Selaku sekretaris program Studi Hukum

Keluarga yang selalu memberikan pelayanan prima.

5. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H. Selaku dosen pembimbing

skripsi, yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas

segala keikhlasannya. Semoga apa yang telah beliau berikan dapat

bermanfaat bagi penulis dan dibalas dengan kebaikan yang berlimpah.

Page 7: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

vii

6. Dr. JM Muslimin, M.A., Ph.D. Selaku dosen pembimbing akademik, yang

tak pernah mengenal lelah dalam mengarahkan penulis.

7. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, M.A. dan Dr. H. Moh. Ali Wafa, S.H, S.Ag,

M.Ag. Selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, masukan,

kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

8. Staf Perpustakaan Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memfasilitasi penulis dalam

mencari referensi penelitian ini.

9. Seluruh bapak dan ibu dosen di lingkungan Program Studi Hukum

Keluarga yang dengan ikhlas dan sabar memberikan ilmunya kepada

penulis. Semoga bermanfaat. Aamiiin

10. Kepada ayahanda tercinta Mohammad Badri dan ibunda tercinta Anti Nur

Chayati yang tidak pernah henti meneteskan air matanya di setiap

sujudnya dan senantiasa memberikan ziyadah doa untuk kesuksesan

putranya dalam menuntut ilmu khususnya di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan dimanapun berada.

11. Adik-adikku tercinta, Achmad Ambar Sulchani dan An‟im Zamzami yang

selalu memberikan keceriaan dalam bingkai baik suka maupun duka.

12. KH. Achmad Yunani NH, beserta keluarga besar Pondok Pesantren

Nuururrohman dan KH. R Syarif Rahmat RA SQ., MA, beserta keluarga

besar Pondok Pesantren Ummul Qura, wabil khusus kepada keponakan

beliau tercinta Muhammad Faisal Amrullah, yang selalu memberikan

dukungan, motivasi, serta doa harapan, kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan PA 2012, Hilmi, Umam, Ziyad, Sodikin,

Rahmat Muhajir, Sayid, Ulfah, Nanik, Wahid, April, Husnul, Malik,

Lutfan, Ilham, Rizki, Fauzi Nabawi, Akrom, Rival, Martin, Sufyan, Putri,

Nisa, Alfida, Nafis, Syarifah, Deza, Aisyah, Ucok, Nabil, Dani, Latif,

Roni, Ridwan, Ayi, Adit, Septian, Bobi, Asep Awaluddin, Faisal, Reinaldi,

Noval, Iffah, Didin, Faiq, Ali Firdauz, Rakha, Fadli, dan lainnya yang

Page 8: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

viii

tidak bisa di sebutkan satu-persatu yang telah memberikan semangat

kepada penulis.

14. Teman-teman KBPA, PMII Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum,

KKN HIDROGEN, FORMABI, Ma‟had Al-Jami‟ah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Ikatan Remaja Masjid Al-Ikhlas Cirendeu, TPA Ummul Barokah, PMTI,

Dharma Cell, yang telah memberikan penulis pengalaman yang tidak

terlupakan dan semua sahabat yang pernah hadir dalam kehidupan penulis

untuk memberikan ilmu, nasihat, petuah, gambaran hidup, serta

memberikan dukungan baik moril maupun materil. Jazakumullah khairal

jaza.

15. Perangkat Desa Sibrama dan semua masyarakat Desa Sibrama yang telah

memberikan dukungan, doa, serta motivasi kepada penulis, sehingga

penulisan skripsi ini dapat berjalan lancar dan semua pihak yang telah

membantu serta memberikan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu,

namun tidak mengurangi rasa hormat dan terimakasih penulis yang

sebesar-besarnya.

Semoga amal dan kebaikan mereka semua dibalas oleh Allah SWT dan

penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat yang besar bagi

penulis maupun bagi pembaca.

Ciputat, 29 Oktober 2018

Muchlisin Anam

Page 9: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ..................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Pembatasan Masalah ..................................................................... 6

C. Perumusan Masalah ...................................................................... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7

E. Metode Penelitian.......................................................................... 7

F. Review Studi Terdahulu .............................................................. 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II TRADISI DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Tradisi ....................................................................... 14

B. Perkawinan Menurut Hukum Adat ............................................. 22

C. Perkawinan Menurut Hukum Islam ............................................ 26

D. Pengertian Walimatul „Urs .......................................................... 34

Page 10: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

x

BAB III PROFIL DESA SIBRAMA KECAMATAN KEMRANJEN

KABUPATEN BANYUMAS .................................................................. 38

A. Letak Geografis ........................................................................... 38

B. Kondisi Penduduk ....................................................................... 40

C. Kondisi Sosial Ekonomi .............................................................. 40

D. Kondisi Pendidikan ..................................................................... 41

BAB IV TRADISI BEGALAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Tradisi Begalan ......................................................... 47

B. Proses Pelaksanaan Tradisi Begalan dalam Upacara Perkawinan

..................................................................................................... 51

C. Pemaknaan Simbol-simbol yang digunakan dalam Tradisi

Begalan ........................................................................................ 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 69

B. Saran ............................................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 71

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................. 77

1. Surat Lembar Pembimbing Skripsi

2. Surat Permohonan Data Wawancara

3. Surat Keterangan Desa

4. Pedoman Wawancara

5. Biodata Nara Sumber

6. Dokumentasi

Page 11: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah peristiwa yang secara formal mempertemukan

sepasang mempelai atau sepasang calon suami-istri di hadapan penghulu atau

kepala agama tertentu, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian

disahkan secara resmi sebagai suami-istri dengan upacara-upacara atau ritual-

ritual tertentu. Oleh karena itu, perkawinan menjadi sebuah perlambang yang

sejak dulu dibatasi atau dijaga oleh berbagai ketentuan adat dan di bentengi

oleh kekuatan hukum adat maupun kekuatan hukum agama.1 Sesuai dalam

pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Perkawinan dalam kehidupan manusia sesuatu yang dianggap sakral,

dimana perkawinan menjadi pertalian yang legal untuk mengikat hubungan

antara dua insan yang berlainan jenis. Sebab, dengan cara inilah diharapkan

proses regenerasi manusia dimuka bumi ini akan terus berlanjut dan

berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan yaitu

memperoleh keturunan yang syah.3

Pengertian perkawinan menurut adat adalah suatu hubungan suami

istri yang bermaksud untuk mendapatkan keturunan di kemudian hari dan

kelak akan meneruskan kekerabatan orang tuanya. Disamping itu ada kalanya

suatu perkawinan merupakan sarana pendekatan dan perdamaian kerabat dan

begitu pula perkawinan bersangkut paut dengan warisan, kedudukan dan

harta perkawinan. Menurut hukum adat, perkawinan merupakan urusan

1 Kartini Kartono, Psikologi Wanita (1) Garis Remaja dan Wanita-wanita, (Bandung:

Mizan, 1997), h. 17. 2 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

3 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:

Liberty, 1999), Cet. Ke-4, h. 12.

Page 12: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

2

kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, dan dapat juga merupakan urusan

pribadi, bergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan. Di

dalam persekutuan hukum yang merupakan kesatuan-kesatuan susunan

masyarakat, yaitu persekutuan desa dan wilayah, pernikahan warganya

merupakan unsur penting didalam peralihan kepada inti sosial dari

masyarakat untuk menikmati hak dan memikul kewajiban serta bertanggung

jawab penuh atas kesejahteraan masyarakat. Pernikahan (yang dipilih dengan

tepat) dapat pula mempertahankan gengsi/martabat kelas-kelas didalam dan

diluar persekutuan, jadi dalam hal ini pernikahan adalah urusan kelas atau

memilih calon istri atau suami berdasarkan tingkatan derajat yang

dimilikinya.4

Upacara perkawinan memiliki banyak ragam dan variasi diantara

bangsa, suku satu dan yang lain, agama, budaya, maupun kelas sosial.

Penggunaan atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau

hukum agama tertentu pula. Upacara perkawinan sendiri biasanya merupakan

acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat istiadat

yang berlaku.

Sedangkan perkawinan secara adat merupakan salah satu unsur

kebudayaan yang sangat luhur dan asli dari nenek moyang kita yang perlu

dilestarikan, agar generasi berikutnya tidak kehilangan jejak. Upacara

perkawinan adat mempunyai nilai luhur dan suci meskipun diselenggarakan

secara sederhana sekali.

Di tiap-tiap daerah mempunyai upacara tersendiri sesuai dengan adat

istiadat setempat. Ini bisa dikatakan seperti negara kita yang terdiri dari

berbagai suku bangsa dengan adat istiadat dan upacara perkawinan yang

berbeda dengan keunikan masing-masing.

Bahkan dikarenakan perbedaan-perbedaan hukum adat yang berlaku

setempat, seringkali menimbulkan perselisihan antara pihak yang

bersangkutan. Jika terjadi perselisihan maka dalam mencari jalan

4 Imam Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2007), Cet. Ke-5, h.

107.

Page 13: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

3

penyelesaiannya bukanlah ditangani pengadilan agama atau pengadilan

negeri, tetapi ditangani oleh pengadilan keluarga atau kerabat yang

bersendikan kerukunan, keselarasan, dan kedamaian. Oleh karenanya

disamping perlu memahami hukum perkawinan menurut perundang-

undangan, perlu pula memahami hukum perkawinan adat.5

Masyarakat Jawa adalah salah satu etnis yang sangat bangga dengan

budayanya meskipun kadang-kadang mereka tidak begitu faham dengan

kebudayaannya. Budaya Jawa penuh dengan simbol sehingga dikatakan

budaya Jawa adalah budaya simbolis. Sebagai contoh adalah pada prosesi

perkawinan Jawa. Dalam pengertian ini simbol-simbol sangat berkaitan erat

dengan kehidupan masyarakat Jawa, suatu kehidupan yang mengungkapkan

perilaku dan perasaan manusianya melalui berbagai upacara adat.6

Kekentalan tradisi masyarakat Jawa bagian selatan khususnya daerah

Banyumas yang begitu kuat, menjadikan proses islamisasi di daerah ini

menampilkan corak dan langgam dari sistem keyakinan dan berbagai ekspresi

keagamaan7 yang unik pula. Ketika Islam datang di daerah ini kemudian

terjadi proses dialog dengan budaya lokal Jawa maka akan melahirkan model

keberagaman yang „sinkretis‟ dengan menampilkan Islam yang berwatak dan

bergaya Jawa yang sering disebut dengan Islam Abangan. Hal ini berbeda

dengan watak Islam dari komunitas Jawa Tengah bagian utara (Pantura) yang

dikenal dengan Islam santri.8

Sinkretisme Islam berkembang di Indonesia (khususnya Jawa) karena

Islam yang datang di Indonesia adalah Islam yang telah banyak terpengaruh

5 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara

Adatnya, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 3. 6 Usfatun Zannah, Jurnal Wacana, Makna Profesi Perkawinan Jawa Timur Sebagai

Kearifan Lokal (Pendekatan Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Tebus Kembar Mayang Di

Desa Jatibaru Kecamatan Bungaraya Kabupaten Siak Provinsi Riau), Vol, 1, No.2 - Oktober

2014, h. 2. 7 Ekspresi hidup keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjemahan dari

religious life, terutama menyangkut prilaku dalam aktivitas ritual keagamaan. 8 Clifford Geertz, The Religion of Java, (Chicago: Chicago University Press, 1976), h. 14.

Page 14: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

4

oleh unsur-unsur mistik dari Persia dan India yang mengandung unsur-unsur

yang cocok dengan pandangan hidup tradisional orang Jawa pada waktu itu.9

Salah satu produk dialog antara Islam dengan budaya lokal Jawa di

Jawa Tengah bagian Selatan khususnya daerah Banyumas, terdapat suatu

tradisi upacara perkawinan adat yang dinamakan “Begalan”. Begalan

merupakan istilah dalam bahasa jawa yang artinya perampokan. Hal tersebut

dikarenakan selama prosesi pembegalan, barang milik pengantin pria

dihadang dan akan dirampok pihak wanita. Meskipun demikian, tidak semua

perkawinan adat Banyumas menyertakan tradisi Begalan. Tradisi ini

dilaksanakan sebelum prosesi akad nikah atau saat acara walimah bagi calon

pengantin perempuan yang dalam silsilah keluarga menjadi anak sulung atau

anak perempuan pertama kali yang menikah dalam keluarga, apabila saudara-

saudara prianya terlebih dahulu menikah.10

Acara Begalan adalah perpaduan antara tari dengan “orasi lisan”

sebagai bagian dari upacara pernikahan, yakni saat rombongan pengantin pria

masuk ke area pelataran pengantin perempuan. Alat-alat yang digunakan

adalah peralatan dapur sebagai barang bawaan. Masing-masing barang

bawaan terutama alat dapur ini memiliki makna simbolis sesuai dengan

falsafah Jawa, khususnya Jawa Banyumasan.11

Tradisi ini selalu ditampilkan dalam suasana yang memang aslinya

telah ramai yaitu saat seseorang memiliki hajat pernikahan, atau saat mantu,

yang sudah barang tentu suasana lebih ramai dibandingkan saat tidak ada

hajat apapun. Tradisi ini sangat melekat pada sejarah Banyumas, sehingga

ketika akan melihat istilah, asal-usul, serta muatan tradisi ini sangat

berhimpitan dengan perjalanan Banyumas.12

9 Karkono Kamajaya Partokusumo, Kebudayaan Jawa Perpaduannya dengan Islam,

(Yogyakarta: Aditiya Media, 1995), h. 265. 10

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,

2008), h. 19. 11

Agus Wahyudi, “Seni Begalan Undang Perhatian Turis Asing”, dalam Suara Merdeka,

tanggal 16 September 2006. 12

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 86.

Page 15: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

5

Begalan merupakan salah satu ritual dalam bentuk kesenian yang

memiliki makna slametan atau ruwat.13

Sebagaimana catatan Supriyadi,14

istilah Begalan dalam tradisi Wong Banyumas tidak merujuk pada makna

perampasan barang-barang milik orang lain, apalagi mencelakakannya.

Tetapi, justru menjaga dari gangguan roh-roh jahat. Jadi Begalan adalah salah

satu syarat atau krenah/pengruwat guna menghindari kekuatan-kekuatan gaib

yang dapat mengganggu dan mengancam keselamatan terutama pada kedua

mempelai pengantin.

Dalam pementasan seni Begalan, terdapat sisi yang menarik ketika

ada dialog antara orang yang dibegal (pihak pria) dengan si Pembegal (pihak

wanita). Dalam dialog tersebut biasanya berisi kritikan dan nasehat bagi calon

pengantin yang di sampaikan dengan bahasa yang humoris dan diiringi

gending khas banyumas untuk menghibur penonton. Selain itu, juga terdapat

tarian klasik yang gerakannya tidak beraturan, mereka hanya menyesuaikan

gerak tari dengan suara gending saja.15

Dalam tradisi Begalan terdapat beberapa alat rumah tangga yang

dibawa oleh pihak pria dalam upacara sebagai simbol kehidupan keluarga.

Diantaranya yaitu: pedang wlira (alat pemukul dari pohon pinang), brenong

kepang (alat-alat) yang terdiri dari; wangkring atau mbatan (alat pikul), ian

ilir (kipas anyaman), kukusan (penanak nasi dari bambu), kekeb (tutup

kukusan), tali, centhong (sendok dari tempurung kelapa untuk menyendok

nasi), irus (sendok dari tempurung kelapa untuk menyendok sayur), siwur

(gayung dari tempurung kelapa), pari (padi), muthu-ciri (uleg-uleg-cobek),

kendhil (periuk dari tanah). Alat-alat lain biasanya sebagai tambahan sesuai

dengan juru begalnya. Memang barang-barang yang disebut sebagai brenong

13

Istilah ruwatan sangat terkenal dalam budaya Jawa, terutama masyarakat yang

menganut kepercayaan Kejawen atau sinkritis. Biasanya ruwatan dilakukan dengan ritual nanggap

wayang dengan lakon ruwatan (kisah) tertentu. 14

Supriyadi, Begalan, (Purwokerto: UD Satria Utama Purwokerto, 1993), h. 6. 15

Gerakan tarian yang diperankan oleh juru begal sangat spontan. Artinya tidak ada

aturan baku atau standar gerakan. Mereka melakukan improvisasi sesuai dengan musik yang

mengiringinya.

Page 16: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

6

kepang ini sangat erat dengan kehidupan manusia dibumi, terutama bagi

pengantin yang akan menjalani kehidupan baru.16

Dalam perkawinan secara Islami tidak ada tuntutan yang

mengharuskan di adakannya adat Begalan seperti halnya perkawinan adat

Begalan. Apalagi niat tersebut untuk menolak bahaya yang datang. Ketika

umat Islam, yaitu orang tersebut berstatus anak sulung telah memenuhi syarat

dan rukun perkawinan, maka perkawinan tersebut sah menurut hukum agama

dan hukum positif Indonesia. Dalam Al-Qur‟an maupun hadits Nabi yang

berkenaan dengan perkawinan juga tidak ada satupun yang mewajibkan

bahkan menganjurkan adanya tradisi khusus bagi anak sulung.

Tradisi Begalan yang di rasa tidak pernah ada pada perkawinan zaman

Nabi maupun sahabat dan tabi‟in ini, menimbulkan kontroversi, apakah

tradisi ini sesuai dengan ajaran Islam dan tidak menyimpang dari sunnah

Nabi atau tidak. Karena pada zaman Nabi belum ada, maka untuk mengetahui

tradisi Begalan ini sesuai dengan ajaran Islam atau tidak perlu adanya suatu

istinbath hukum yang sesuai.

Hal tersebut menarik untuk dibahas, disamping mayoritas

penduduknya yang menganut agama Islam, masyarakat Banyumas juga

sangat menjunjung tinggi warisan para leluhur daerah Banyumas yang

berpesan terhadap generasi muda agar mentaati tata cara persyaratan

perkawinan dengan tujuan kedua mempelai terhindar dari bahaya.

Dengan latar belakang diatas, maka penulis tertarik dan ingin

mengetahui lebih dalam dengan melakukan penelitian dan diwujudkan dalam

bentuk skripsi dengan judul: “Tradisi Begalan Dalam Upacara Perkawinan

Adat Banyumas Perspektif Hukum Islam”.

B. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan lebih fokus pada permasalahan perlu diberi arahan

yang jelas terhadap masalah yang akan dibahas, yaitu seputar proses

pelaksanaan tradisi Begalan beserta makna simbol-simbolnya dalam

perkawinan adat Banyumas dan hukum tradisi Begalan dalam perkawinan

16

Supriyadi, Begalan, h. 13.

Page 17: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

7

adat Banyumas perspektif hukum Islam. Fokus dalam masalah ini juga

bersifat sementara dan dapat berkembang ketika Peneliti melakukan

penelitian di lapangan (field research).

C. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan utama dari studi ini adalah tentang eksistensi

tradisi Begalan dalam konteks hukum Islam dengan beberapa pertanyaan

peneliti sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Begalan dalam perkawinan adat

Banyumas?

2. Apa makna dari simbol-simbol yang digunakan dalam tradisi Begalan?

3. Apakah tradisi Begalan dalam perkawinan adat Banyumas sudah sesuai

dengan hukum Islam?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Begalan dalam

perkawinan adat Banyumas beserta makna simbol-simbolnya.

b. Untuk mengetahui ada atau tidaknya kesesuaian tradisi Begalan dalam

perkawinan adat Banyumas perspektif hukum Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

a. Agar masyarakat mengetahui proses pelaksanaan tradisi Begalan dalam

perkawinan adat Banyumas yang benar dan sesuai dengan ajaran

hukum Islam.

b. Memberi kontribusi positif bagi pembaca pada umumnya dan

mahasiswa UIN pada khususnya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu.17

Penelitian ini dilakukan di Desa Sibrama

17

Sugiyono, Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Desertasi, (Bandung:

ALFABETA, 2013), h. 18.

Page 18: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

8

Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas. Penelitian ini akan menggali

data-data yang terkait dengan kepercayaan (point of view) terkait dengan

Begalan, sejarah, tata nilai/sistem nilai yang mendasari tradisi ini serta tata

cara aktivitas kegiatan/ritual. Oleh karena itu, subjek penelitiannya adalah

tokoh masyarakat, pemain/pemeran Begalan, penyelenggara acara ini, dan

lain sebagainya.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian etnografi, yang didalamnya

mempelajari peristiwa kultural, yang menyajikan pandangan hidup (point of

view), keyakinan, pola interaksi, makna physical setting, dan kegiatan ritual

subjek penelitian. Dengan demikian penelitian ini menggunakan

etnometodologi, yang mana metode ini digunakan sebagai metode untuk

menggambarkan bagaimana perilaku sosial masyarakat yang berkaitan

dengan apa yang dilakukan (cultural behavior), apa yang diyakini dan

diketahui (cultural knowledge), dan hal-hal yang dibuat dan digunakan

(cultural artifact) oleh masyarakat sebagaimana adanya dalam kaca mata

masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, penelitian ini berupaya memahami

bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan, dan menggambarkan tata

hidup mereka sendiri.18

Maka, untuk mendapatkan kajian yang dapat di pertanggungjawabkan

secara ilmiah, pada penelitian ini peneliti menelaah data dan menampilkan

serta menjelaskan objek pembahasan dengan menggunakan metode penelitian

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

a. Penelitian ini berjenis penelitian lapangan (Field Research), yaitu

penelitian yang dilakukan di kancah atau medan terjadinya gejala.19

Sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian (masyarakat

atau komunitas sosial) dengan melihat secara langsung di daerah

penelitian, yaitu daerah Banyumas.

18

Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), h. 94. 19

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2002), h. 11.

Page 19: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

9

b. Studi kasus, yaitu penelitian yang dituntut untuk melakukan penelitian

secara mendalam, yakni mampu melacak dan menemukan berbagai

faktor yang terkait dengan kasus pernikahan tersebut.20

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian untuk

menyelesaikan masalah dengan cara mendeskripsikan masalah melalui

pengumpulan, penyusunan, dan penganalisisan data, kemudian

dijelaskan.21

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengumpulkan, menyusun

kemudian memaparkan fenomena adat istiadat yang berhubungan dengan

pelaksanaan tradisi Begalan dan makna yang terkandung didalam

perlengkapan tradisi Begalan dalam perkawinan adat Banyumas di Desa

Sibrama, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis data berupa data

primer dan data sekunder. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini

yang diperoleh langsung melalui obyek penelitian, yakni masyakarat Desa

Sibrama lebih spesifiknya juru begal atau orang-orang yang dianggap

memahami tradisi tersebut.

Di dalam penelitian hukum, digunakan pula data skunder yang

memiliki kekuatan mengikat ke dalam, berupa buku-buku, makalah

seminar, jurnal-jurnal laporan penelitian, artikel, majalah dan koran22

,

yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data untuk memahami realitas yang

ada serta untuk lebih memfokuskan penelitian ini, penulis menggunakan

beberapa metode yang dapat memberikan informasi dan data-data yang

maksimal:

20

Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat: UIN Jakarta, 2010), h. 27. 21

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h. 128. 22

Peter Muhammad Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Prenada Media Group,

2008), h. 155.

Page 20: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

10

a. Wawancara: yaitu dalam penelitian ini penulis menggunakan

wawancara tertutup dan terbuka terhadap tokoh adat, tokoh agama dan

sebagian anggota masyarakat serta pihak pemerintahan.

b. Observasi: dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan

observasi partisipasi (participant observation) yaitu metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau penelitian

benar-benar terlibat dalam keseharian responden.

c. Dokumen: dalam penelitian ini penulis mengumpulkan sejumlah besar

informasi atau data tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. Sebagian besar data dapat berbentuk surat-surat, catatan

harian, data tersimpan di website, dan lain sebagainya.

5. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data yang telah terhimpun, penulis

menggunakan beberapa metode yaitu:

a. Metode induktif, yaitu pengambilan data yang dimulai dari kesimpulan

atau fakta-fakta khusus menuju kepada kesimpulan yang bersifat

umum.23

b. Metode deduktif, yaitu metode yang dipakai dengan menarik fakta atau

kesimpulan yang bersifat umum, untuk dijadikan fakta atau kesimpulan

umum yang bersifat khusus.24

c. Metode komparatif, yaitu metode perbandingan, bahwa penyidikan

deskriptif yang berusaha mencari dan memecahkan melalui analisa

tentang perhubungan-perhubungan sebab akibat yakni yang meneliti

fakta tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang

diselidiki dan membandingkan dengan yang lain, adapun penyelidikan

ini bersifat komparatif.25

23

Nana Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2003), Cet. Ke-7, h. 7. 24

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2007), h. 26. 25

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik,

(Bandung: Tarsito, 1994), Edisi VII, h. 143.

Page 21: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

11

d. Analisis reflektif, yaitu kombinasi yang kuat antara berfikir deduktif

dan induktif atau dengan mendialogkan data teoritik dan data empirik

secara bolak balik kritis.26

Dalam metode analisis ini akan memecahkan

masalah dengan pengumpulan data-data dan informasi untuk

dibandingkan kekurangan dan kelebihan dari setiap literature atau

alternative tersebut. Sehingga pada penyimpulan akan di peroleh data

yang rasional dan ilmiah.

F. Review Studi Terdahulu

Penulisan karya ilmiah ini penulis juga merujuk pada karya ilmiah lain

yang sudah terdahulu dengan substansi dan pembahasan yang berbeda

tentunya, diantaranya adalah:

Syarif Hidayat (10350016).27

Konsep Keluarga Sakinah dalam

Tradisi Begalan. Skripsi ini membahas tentang makna simbolik didalam

perlengkapan tradisi Begalan. Penelitian ini membahas tentang pemaknaan

simbol-simbol yang ada dalam tradisi Begalan dengan perspektif keluarga

sakinah. Jadi tentulah berbeda antara karya yang sudah dibuat dengan karya

yang akan dibuat oleh peneliti dari segi spesifiknya.

Adnan Yelipele (104044201457).28

Tradisi Dalam Perkawinan Adat

Muslim Suku Dani Papua di Tinjau dari Hukum Islam. Skripsi yang penulis

buat itu membahas tentang praktek pernikahan adat muslim suku Dani yang

dalam pelaksanaannya sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam,

karena menjadikan babi sebagai syarat mahar untuk kawin. Di samping itu

juga ada pelarangan perkawinan antara satu marga dalam tradisi adat

perkawinan tersebut.

Penelitian ini memang dirumuskan berdasarkan perspektif hukum

Islam. Akan tetapi, substansi yang ada dalam tradisi ini berkaitan dengan

tradisi mahar pada perkawinan dan larangan perkawinan antara satu marga,

26

Hadeli, Metode Penelitian, (Padang: Baitul Hikmah, 2001), h. 19. 27

Syarif Hidayat, Konsep Keluarga Sakinah dalam Tradisi Begalan, Fakultas Syari‟ah

dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. 28

Adnan Yelipele, Tradisi Dalam Perkawinan Adat Muslim Suku Dani Papua di Tinjau

dari Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Page 22: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

12

sedangkan dalam tradisi Begalan membahas tentang tradisi perkawinan

dengan upacara penguraian atau pemaknaan simbol-simbol dalam tradisi

Begalan.

Karya Chusmeru dalam penelitiannya, “Begalan Sebagai Komunikasi

Tradisional Banyumas (Studi Deskriptif Komponen Komunikasi dalam

Kesenian Begalan)”.29

Dalam penelitiannya dibahas tentang kesenian

Begalan, dimana kesenian Begalan merupakan bentuk komunikasi tradisional

khas masyarakat Banyumas yang mempunyai banyak komponen-komponen

komunikasi tradisional seperti komunikator, pesan, khalayak, media dan efek.

Penelitian karya Karyono, “Tari Begalan di Tengah Perubahan Sosial

Masyarakat Banyumas”.30

Dalam penelitian ini Begalan dijelaskan sebagai

seni pertunjukan lahir dalam proses batin manusia, yang kehadirannya tidak

terlepas dari kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam

kehidupannya di masyarakat pedesaan, Begalan akrab dengan sifat-sifat

masyarakat pedesaan seperti gotong royong, tolong menolong yang akhirnya

kehadiran Begalan menjadi berarti dan berfungsi di masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Suwito NS,31

Dosen IAIN Purwokerto

Jawa Tengah. Penelitian tersebut berupa buku yang berjudul: “Islam Dalam

Tradisi Begalan”. Penelitian tersebut menguraikan Begalan yang sesuai

dengan moral Islam dalam ayat Al-Qur‟an.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini memuat 5 (lima) bab yang masing-masing bab

terdiri dari beberapa sub bab yang mana satu dengan lainnya saling

berhubungan. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini yaitu:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

29

Chusmeru, Begalan Sebagai Komunikasi Tradisional Banyumas, (Studi Deskriptif

Komponen Komunikasi dalam Kesenian Begalan), Jurnal Dosen Jurusan Komunikasi FISIP

UNSOED, Acta DiurnA, Vol 7 No 2, 2011. 30

Karyono, Tari Begalan di Tengah Perubahan Sosial Masyarakat Banyumas, Jurnal,

http://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/greget/article/download/23/30, (diakses 21 Oktober 2016). 31

Suwito NS, “Islam Dalam Tradisi Begalan”, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,

2008).

Page 23: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

13

penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika

penulisan.

Bab Kedua, berisi pembahasan tentang kajian teori tentang tradisi,

perkawinan menurut hukum adat, dan perkawinan menurut hukum Islam serta

pengertian walimatul „urs.

Bab Ketiga, merupakan kajian tentang data laporan hasil penelitian

yang meliputi: profil keadaan Desa Sibrama Kecamatan Kemranjen

Kabupaten Banyumas berupa letak geografis, kondisi penduduk, kondisi

sosial ekonomi, kondisi pendidikan, kondisi keagamaan, dan kondisi budaya

di Desa Sibrama.

Bab Keempat, merupakan bab yang menganalisis lebih mendalam

mengenai tradisi Begalan, proses pelaksanaan tradisi Begalan serta

pemaknaan simbol-simbol yang digunakan dalam tradisi Begalan, serta

hukum tradisi Begalan dalam perspektif hukum Islam.

Bab Kelima, merupakan bab penutup berisi kesimpulan dan dari apa

yang telah dikemukakan penulis di atas beserta saran-saran yang mungkin

dapat memperbaiki penelitian ini, serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan

lampiran-lampiran yang dianggap perlu.

Page 24: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

14

BAB II

TRADISI DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Tradisi

1. Pengertian Tradisi

Kata tradisi merupakan terjemahan dari kata turats yang berasal

dari bahasa Arab yang terdiri dari unsur huruf wa ra tsa. Kata ini berasal

dari bentuk masdar yang mempunyai arti segala yang diwarisi manusia

dari kedua orang tuanya, baik berupa harta maupun pangkat dari

keningratan.1

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan

sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok

masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama

yang sama. Hal ini yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya

informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun

(sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.2

Tradisi secara umum dipahami sebagai pengetahuan, doktrin,

kebiasaan, praktek, dan lain-lain yang diwariskan turun temurun termasuk

cara penyampaian pengetahuan, doktrin, dan praktek tersebut. Badudu

Zain juga mengatakan bahwa tradisi merupakan adat kebiasaan yang

dilakukan turun temurun dan masih terus menerus dilakukan di

masyarakat, di setiap tempat atau suku berbeda-beda. Dalam kamus besar

bahasa Indonesia juga disebutkan bahwa, tradisi didefinisikan sebagai

penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara

yang paling baik dan benar.3

1 Ahmad Ali Riyadi, Dekonstruksi Tradisi, (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007), h. 119.

2 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi. (diakses 15 Oktober 2016).

3 Anisatul Muti‟ah, dkk, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia Vol 1, (Jakarta:

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), h. 15.

Page 25: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

15

Kata tradisi dalam Bahasa Arab disebut juga al-Adat, secara

lughawiy tradisi artinya kebiasaan, sedangkan secara isthilahiy di artikan

sebagai sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan

oleh mereka, baik berupa perkataan, perbuatan atau sesuatu yang

ditinggalkan.4

Dalam bahasa Indonesia Tesaurus ditemukan pengertian kata

“Adat” sebagai: budaya, etiket, istiadat, kebiasaan, kultur, rasam, tradisi.5

Suatu kebiasaan dinamakan adat karena ia dikerjakan oleh masyarakat

tertentu secara berulang kali.

Dalam buku Qawaid al-Fiqhiyah dijelaskan bahwa adat sebagai:

“adat ialah segala apa yang telah dikenal manusia, sehingga hal itu

menjadi suatu kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka baik

berupa perkataan maupun perbuatan”.6

Sedangkan dalam kajian ushul fiqh dilihat dari penilaian baik dan

buruknya suatu “adat”, maka dapat dibagi kepada:

a. Adat yang shahih, yaitu adat yang berulang-ulang dilakukan. Diterima

oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan norma-norma agama,

sopan santun, dan budaya yang luhur. Misalnya melakukan halal bi

halal saat hari raya: memberi hadiah sebagai suatu penghargaan atas

suatu prestasi.

b. Adat yang fasid, yaitu adat yang berlaku disuatu tempat meskipun

merata pelaksanaannya, namun bertentangan dengan agama, undang-

undang negara dan etika sopan santun. Misalnya pesta dengan

menghidangkan minuman haram.7

4 Ensiklopedi Islam, Jilid 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992), Cet. Ke-3, h. 21.

5 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2006), h. 6. 6 Imam Musbikin, Qawa‟id al-Fiqhiyah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h.

93. 7 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Prenada Media Kencana, 2008), h. 368.

Page 26: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

16

Dalam literatur Islam, adat disebut ح اىعبد atau اىعرف yang berarti

adat atau kebiasaan.8 Menurut Abdul Wahab Khalaf al-„urf adalah:

9

رر فعو، أ ه، أ ق ، ا عي صبر ب رعبرف اىبس اىعرف ض ك

ف ى ل ف اىعبدح. اىشرع اىعبدح.ضب اىعرف رق ث

Artinya: “Al-„urf adalah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak

dan dikerjakan oleh mereka, yang berupa perkataan, perbuatan atau

sesuatu yang ditinggalkan. Hal ini dinamakan pula dengan al-„adah.

Dalam bahasa ahli syara‟ tidak ada perbedaan antara al-„urf dan al-

„adah.”

Menurut Al-Jurjaniy yang dikutip oleh Abdul Mudjib, al-„adah

adalah:10

ح ثعد اخر ر ا اى عبد ه عق اىـ عي حن ر اىبس عي ب اصز .اىعبدح 11

Artinya: “Al-„adah adalah sesuatu (perbuatan maupun perkataan) yang

terus-menerus dilakukan oleh manusia, karena dapat diterima oleh akal,

dan manusia mengulang-ulanginya secara terus-menerus.”

Adapun terhadap al-„urf diartikan:

س ع د اىف بصزقر خ اىعرف حج ه. ريقز اىطجبئع ثبىعق ه ثشبدح اىعق ي

ثعد أخر أصرع إى اىف ضب ىن . أ12

Artinya: “Al-„urf adalah sesuatu (perbuatan maupun perkataan) yang jiwa

merasa tenang dalam mengerjakannya, karena sejalan dengan akal sehat

dan diterima oleh tabiat. Al-„urf juga merupakan hujjah, bahkan lebih

cepat untuk dipahami.”

Pada dasarnya tradisi atau al-Adat memiliki kesamaan makna

dengan al-„Urf, dalam salah satu pendapat mengenai pengertian dari al-

„urf sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf,

beliau menerangkan bahwa yang dimaksud dengan al-„urf adalah sesuatu

8 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,

(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h. 1258. 9 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqih, (tt: Al-Nashr Wal-Tauzik, 1978/1398), Cet.

Ke-12, h. 89. 10

Abdul Mujib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Cet. Ke-3, h.

44. 11

Muhammad „Amim Al Barkati, Qowaid Fiqh, (Kurtis: As Shadf Publisher, 1986), h.

369. 12

Muhammad „Amim Al Barkati, Qowaid Fiqh, As Shadf Publisher, h. 377.

Page 27: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

17

yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka yang

berupa perkataan, perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. Hal ini

dinamakan pula dengan al-Adat dalam bahasa ahli syara‟ tidak ada

perbedaan antara al-„urf dengan al-Adat.13

Tradisi merupakan bagian dari suatu kebudayaan. Tradisi lebih

berupa kebiasaan sedangkan budaya lebih kompleks mencakup pola-pola

perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-

lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam

melangsungkan kehidupan bermasyarakat.14

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Sutardjo, budaya berasal

dari kata buddhayah (Sansekerta) bentuk jamak dari “budi/akal”.

Kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.

Kebudayaan meliputi gagasan-gagasan, cara berfikir, ide-ide yang

menghasilkan norma-norma, adat istiadat, hukum dan kebiasaan-kebiasaan

yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat.15

Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

kompleksitas ide gagasan nilai-nilai, norma-norma dan sebagai tindakan

pola hidup masyarakat dan benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan

diartikan sebagai upaya masyarakat untuk terus menerus secara dialektis

menjawab setiap tantangan yang dihadapkan kepadanya dengan

menciptakan berbagai sarana dan prasarana.16

Kebudayaan merupakan ciri

khas yang dimiliki oleh setiap daerah. Kebudayaan menunjukan derajat

dan tingkat peradaban manusia. Indonesia yang merupakan negara

multikultural memiliki banyak budaya yang berbeda-beda satu sama

lainnya. Keanekaragaman budaya termasuk di dalamnya sistem religi atau

13

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, h. 89. 14

https://id.answers.yahoo.com/. Agama & Kepercayaan (diakses 15 Oktober 2016). 15

Imam Sutardjo, Kajian Budaya Jawa, (Surakarta: Jurusan Sastra Daerah. Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010), h. 12. 16

Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

2002), h. 45.

Page 28: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

18

sistem kepercayaan, masih hidup dan dihayati oleh masyarakat setiap suku

bangsa yang ada di Indonesia.

Kebudayaan Indonesia tidak terbentuk satu kesatuan yang sama,

tetapi memiliki beberapa bentuk yang jelas-jelas berbeda. Secara lebih

luas, corak yang berbeda-beda ini disebabkan oleh kondisi fisik yang

menjadi landasan dimana satu masyarakat itu berbeda. Namun bukan

berarti hal itu meniadakan kesatuan dalam kebudayaan, tapi dasar kesatuan

kebudayaan Indonesia telah ada sejak zaman pra Hindu meskipun juga

terdapat variasi-variasi lokal.17

Adapun pengertian kebudayaan menurut Hari Purwanto adalah

keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

hukum, moral, adat, dan berbagai kemampuan maupun kebiasaan yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini, kebudayaan

diperoleh dan diturunkan melalui simbol yang akhirnya dapat membentuk

sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk

perwujudannya dalam bentuk benda-benda yang bersifat materi.18

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami

bahwa tradisi, adat, maupun al-„urf memiliki kesamaan makna dengan

budaya, baik dalam hal perbuatan maupun perkataan. Oleh karenanya yang

perlu untuk dipahami adalah bahwa perbuatan atau perkataan itu harus di

ketahui oleh orang banyak serta dilakukan secara terus menerus oleh

mereka. Tradisi juga merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh

masyarakat tertentu karena kebiasaan tersebut sudah ada sejak dulu. Selain

itu kebiasaan tersebut diyakini mampu mendatangkan sesuatu bagi

masyarakat yang mempercayai dan melakukannya.

2. Pembagian Tradisi dan Munculnya

Koentjaraningrat menyebutkan dalam bukunya Kebudayaan

Mentalitas dan Pembangunan, bahwa adat atau tradisi merupakan wujud

17

Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

Cet. Ke-1, h. 94-95. 18

Ahmad Khalil, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN

Malang Press, 2008), h. 130.

Page 29: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

19

ideal dari kebudayaan. Adapun pembagian kebudayaan secara khusus

terbagi menjadi empat bagian, yaitu:19

Pertama, lapisan yang paling abstrak dan luas ruang lingkupnya.

Tingkat ini merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling

bernilai dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi tersebut biasanya bersifat

luas dan kabur, tetapi walaupun demikian, biasanya hal tersebut berakar ke

dalam bagian emosional jiwa manusia. Tingkat tersebut dapat kita sebut

sebagai nilai budaya, dan jumlah dari nilai budaya yang tersebar dalam

masyarakat relatif sedikit.

Adapun contoh dari suatu nilai budaya, terutama yang ada dalam

masyarakat kita, yaitu konsepsi bahwa hal yang bernilai tinggi adalah

apabila manusia itu suka bekerjasama dengan sesamanya berdasarkan rasa

solidaritas yang besar.

Kedua, merupakan tingkatan yang lebih konkret, yaitu sistem

norma. Norma-norma tersebut adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait

dengan peranan-peranan tertentu dari manusia dalam masyarakat. Peranan

manusia dalam kehidupan sangat banyak, terkadang peranan tersebut juga

berubah sesuai kondisinya. Tiap peran membawakan norma yang menjadi

pedoman bagi kelakuannya dalam memerankan tingkah lakunya. Jumlah

norma kebudayaan lebih besar dibandingkan nilai kebudayaan.

Ketiga, merupakan tingkat yang lebih konkret lagi, yakni sistem

hukum (baik hukum adat maupun hukum tertulis). Hukum merupakan

wilayah yang sudah jelas antara batas-batas yang diperbolehkan dan yang

dilarang. Jumlah hukum yang hidup dalam masyarakat jauh lebih banyak

dibandingkan norma kebudayaan.

Keempat, tingkat ini merupakan aturan-aturan khusus yang

mengatur aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam

masyarakat.

19

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama,2002), h. 11-12.

Page 30: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

20

Tradisi merupakan kebiasaan yang turun temurun. Dari pengertian

tersebut tentunya kita akan berpikir mengenai awal kemunculan tradisi

tersebut. Dalam buku Sosiologi Perubahan Sosial, Piotr Sztompa

membagi kemunculan tradisi melalui dua cara, yaitu:20

Pertama, kemunculan secara spontan dan tidak diharapkan serta

melibatkan rakyat banyak. Karena suatu alasan, individu tertentu

menemukan warisan historis yang menarik perhatian, ketakziman,

kecintaan, dan kekaguman yang kemudian disebarkan melalui berbagai

cara. Sehingga kemunculannya itu mempengaruhi rakyat banyak. Dari

sikap takzim dan mengagumi itu berubah menjadi perilaku dalam berbagai

bentuk seperti ritual, upacara adat dan sebagainya. Dan semua sikap itu

akan membentuk rasa kekaguman serta tindakan individual menjadi milik

bersama dan akan menjadi fakta sosial yang sesungguhnya dan nantinya

akan di agungkan.

Kedua, melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap

sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh

individu yang berpengaruh atau yang berkuasa. Mungkin disini bisa

diambil contoh seorang raja yang memaksakan tradisi dinastinya kepada

rakyatnya. Sikap diktatornya menarik perhatian rakyatnya kepada

kejayaan bangsanya di masa lalu.

3. Makna Tradisi Bagi Masyarakat

Tradisi tercipta di dalam masyarakat yang merupakan suatu sistem

hidup bersama, di mana mereka menciptakan nilai, norma, dan

kebudayaan bagi kehidupan mereka.21

Sedangkan makna tradisi bagi

masyarakat adalah:22

20

Suharti, Tradisi Kaboro Co‟I Pada Perkawinan Masyarakat Bima Perspektif „Urf di

Kecamatan Monta Kabupaten Bima, (Skripsi S1 Fakultas Syariah. Universitas Islam Negeri

Malang, 2008), h. 20-21. 21

Elly M. Setiyady, dkk, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada

Media, 2006), h. 78. 22

Imam Bawani, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1990),

h. 34-35.

Page 31: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

21

a. Sebagai Wadah Ekspresi Keagamaan

Tradisi mempunyai makna sebagai wadah penyalur keagamaan

masyarakat, hampir ditemui pada setiap agama, dengan alasan agama

menurut pengalaman secara rutin dikalangan pemeluknya. Dalam

rangka pengalaman itu, ada tata cara yang sifatnya baku, tertentu dan

tidak bisa berubah-ubah dan terus-menerus dilakukan dalam prosedur

yang sama dari hari ke hari bahkan dari masa ke masa, akhirnya identik

dengan tradisi, oleh karena itu dapat diartikan tradisi itu muncul dari

amaliah keagamaan, baik yang dilakukan kelompok maupun

perseorangan.

b. Sebagai Alat Pengikat Kelompok

Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk kelompok, bagi

manusia hidup berkelompok adalah keniscayaan, karena tidak ada

manusia yang dapat hidup tanpa orang lain. Atas dasar inilah di mana

dan kapanpun ada upaya untuk menegakkan dan membina ikatan

kelompok, dengan harapan agar menjadi kokoh dan terpelihara

kelestariannya. Adapun cara yang ditempuh antara lain melalui alat

pengikat, termasuk yang terwujud tradisi.

c. Sebagai Benteng Pertahanan Kelompok

Dalam dunia ilmu-ilmu sosial, kelompok tradisionalisme

cenderung diidentikkan dengan stagnasi (kemandekan), suatu sikap

yang secara teoritis bertabrakan dengan progress (kemajuan dan

perubahan). Padahal pihak progres yang didukung dan dimotori oleh

sains dan teknologi, yang dengan daya tariknya sedemikian

memikatnya, betapapun pasti berada pada posisi yang lebih kuat,

karenanya wajar apabila pihak tradisionalis mencari benteng pertahanan

termasuk dengan cara memanfaatkan tradisi itu sendiri.

Bagi masyarakat modern, tradisi sebagai khazanah budaya klasik

cenderung diabaikan. Hal ini akibat pola pikir mereka yang rasional dan

sikap individual dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan.

Page 32: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

22

Tuntutan adanya pembaruan sosial mengakibatkan tradisi yang memang

identik dengan lokalitas sulit untuk dipertahankan.23

B. Perkawinan Menurut Hukum Adat

Dalam hukum adat, perkawinan bukan hanya merupakan peristiwa

penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi perkawinan juga

merupakan peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapat

perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah inilah kedua belah pihak beserta

seluruh keluarganya mengharapkan juga restunya bagi mempelai berdua,

sehingga setelah menikah keduanya dapat hidup rukun.24

Perkawinan merupakan sebuah fase peralihan kehidupan manusia dari

masa remaja ke dalam masa berkeluarga. Peristiwa tersebut sangat penting

dalam proses pengintegrasian manusia didalam alam semesta ini. Masyarakat

Jawa dalam proses perkawinan selalu melakukan berbagai upacara untuk

memenuhi kebutuhan rohani yang berkaitan erat dengan kepercayaan.

Siklus hidup manusia yang meliputi masa kelahiran, perkawinan, dan

kematian mendapat perhatian dengan melakukan upacara khusus. Tujuannya

adalah memperoleh kebahagiaan lahir batin, setelah mengetahui hakekat

sangkan paraning dumadi atau dari mana dan ke mana arah kehidupan.

Dalam hal ini, puncak pribadi manusia ditandai oleh kemampuannya dalam

mengendalikan diri sebagaimana tersirat dalam ngelmu kasampurnan yang

menghendaki hubungan selaras antara Tuhan dan alam.

Bagi masyarakat khususnya masyarakat Jawa, perkawinan bukan

hanya peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi

perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta yang

sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para leluhur

kedua belah pihak. Dan dari arwah-arwah inilah kedua belah pihak beserta

seluruh keluarganya mengharapkan juga restunya bagi mempelai berdua,

hingga mereka ini setelah menikah selanjutnya dapat hidup rukun bahagia

sebagai suami istri sampai “kaken-kaken ninen-ninen” (istilah Jawa yang

23

Imam Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Asas, h. 116. 24

Imam Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Asas, h.122.

Page 33: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

23

artinya sampai sang suami menjadi kakek dan sang istri menjadi nenek yang

bercucu-cicit).25

Midfedwil Jandra dalam “Jurnal Studi Islam Profetika” menjelaskan,

dilihat dari segi kebudayaan, perkawinan merupakan pengaturan tingkah laku

manusia yang berkaitan dengan tingkah laku seks-nya, sehingga seorang pria

dalam masyarakatnya tidak dapat bersetubuh dengan sembarang perempuan.

Selain itu Koentjoroningrat mengatakan bahwa perkawinan juga

mengandung makna lain, yaitu memberi hak dan kewajiban serta

perlindungan pada hasil persetubuhan (anak-anak); memenuhi kebutuhan

manusia terhadap kawan hidupnya; memenuhi kebutuhan terhadap harta,

prestise dan status dalam masyarakatnya; dan bahkan pemeliharaan hubungan

baik antara kelompok-kelompok kerabat tertentu sering juga merupakan

alasan perkawinan.26

Menurut Murbangun dalam bukunya “Manusia Jawa”, biasanya

masyarakat Jawa selalu menganggap penting terhadap tiga fase dalam

kehidupan manusia; yakni saat kelahiran, perkawinan, dan kematian.27

Niels

Mulder mengatakan bahwa yang dimaksud orang Jawa adalah orang yang

bahasa ibunya bahasa Jawa dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan

timur pulau Jawa.28

Menurut Hazairin dalam bukunya “Rejang” mengemukakan peristiwa

perkawinan itu sebagai tiga buah rentetan perbuatan-perbuatan magis yang

bertujuan menjamin ketenangan, kebahagiaan, dan kesuburan.29

Tidak dapat

disangka bahwa ritual yang ada dalam adat merupakan suatu bentuk ekspresi

yang dilakukan oleh orang Islam, kegiatan tersebut sebagian berasal dari

25

Soerjono Wignjodipuro, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Toko

Gunung Agung, 1995), h. 122. 26

Wawan Susetya, Ngelmu Makrifat Kejawen „Tradisi Jawa Melepas Keduniawian

Menggapai Kemanunggalan‟, (Jakarta: PT Buku Kita, 2007), h. 65-66. 27

Wawan Susetya, Ngelmu Makrifat Kejawen „Tradisi Jawa Melepas Keduniawian

Menggapai Kemanunggalan‟, h. 61. 28

Djojosantosa, Pandangan Hidup Masyarakat Jawa, (Semarang: Aneka Ilmu, 1996), h.

3. 29

Soerjono Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, h. 122.

Page 34: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

24

sumber yang belum jelas tetapi semua ritual tersebut memiliki nilai

keislaman.30

Dalam pandangan Islam Jawa, sebagaimana tersebut dalam serat

sasangkajati, salah satu tujuan perkawinan adalah sebagai pelaksanaan tata

susila, dalam rangka pemuliaan akan turunnya ruh suci menjadi manusia.

Perkawinan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai sesuatu yang

sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali seumur hidup.

Kesakralan tersebut melatarbelakangi pelaksanaan perkawinan dalam

masyarakat Muslim Jawa yang sangat selektif dan hati-hati saat pemilihan

bakal menantu ataupun penentuan saat yang tepat bagi terlaksananya

perkawinan tersebut.31

Upacara khidmat pada pelangsungan perkawinan pada masyarakat

Jawa menyimpul paham dan kebiasaan dinamisme serta animisme. Oleh

karena perkawinan mempunyai arti yang demikian pentingnya, maka

pelaksanaannya senantiasa dimulai dan seterusnya disertai dengan berbagai

upacara lengkap dengan “sesajen-sesajennya”. Ini semua barangkali dapat

dinamakan takhayul, tetapi ternyata sampai sekarang hal-hal itu masih sangat

meresap pada kepercayaan sebagian besar rakyat Indonesia dan oleh

karenanya juga masih tetap dilakukan dimana-mana.

Dalam melakukan aktifitas itu, mereka mengucapkan mantra-mantra

dimana mereka mengutarakan kehendaknya (gadhah pikajeng). Sebaliknya,

orang yang melakukan suatu upacara religi menyerahkan dirinya sepenuhnya

kepada makhluk-makhluk gaib yang lain, dan berdoa agar permintaannya bisa

terkabul (nyenyuwun).32

Dalam pandangan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa,

perkawinan memiliki makna tersendiri yaitu, selain untuk mendapatkan

keturunan yang sah juga menjaga silsilah keluarga. Karena untuk pemilihan

30

Muhaimin Ag, The Islamic Tradition of Cirebon „Ibadat and Adat Among Javanesse

Muslims‟, (Jakarta: centre for research and development of socio religious affairs, 2004), h. 162. 31

Muhammad Solikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), h.

180. 32

Purwadi, Pranata Sosial Jawa, (Yogyakarta: Cipta Karya, 2007), h. 15.

Page 35: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

25

pasangan bagi anaknya, orang tua akan memperhatikan bobot, bibit, dan

bebet. Oleh karena itu tujuan perkawinan menurut masyarakat Jawa adalah

untuk membentuk keluarga yang sah dari keturunan yang sah pula.

Perkawinan yang dipilih dengan tepat dapat pula mempertahankan

gengsi/martabat kelas-kelas didalam dan diluar persekutuan, dalam hal ini

perkawinan adalah urusan kelas.

Berbagai fungsi perkawinan itu bermanifestasi di dalam campur

tangan kepala-kepala kerabat (klan), orang tua, kepala-kepala desa dengan

pilihan kawin, bentuk perkawinan, upacara perkawinan. Perkawinan sebagai

peristiwa hukum harus mendapat tempatnya di dalam tata-hukum,

perbuatannya harus terang, para kepala persekutuan yang bersangkutan dalam

hal ini juga menerima imbalan jasa atas legalisasinya. Namun, meskipun

urusan keluarga, dan urusan kerabat, perkawinan itu tetap merupakan urusan

hidup pribadi dari pihak-pihak individual yang kebetulan tersangkut di

dalamnya.33

Masyarakat Jawa yang menganut garis keturunan ibu dan bapak

adalah berdasarkan keluarga, yaitu suatu unit terkecil yang dalam

keseluruhannya merupakan sebuah desa. Adapun sistem perkawinannya

disebut kawin bebas, artinya orang boleh kawin dengan siapa saja, sepanjang

hal itu diizinkan sesuai dengan kesusilaan setempat disepanjang peraturan

yang digariskan oleh agama.34

Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat

kekerabatan, adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan

menurut garis kebapakan atau keibuan keibu-bapakan, untuk kebahagiaan

rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan

kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarisan. Oleh karena sistim

keturunan dan kekerabatan antara suku bangsa yang satu dan yang lain

berbeda-beda, termasuk lingkungan hidup dan beragama yang dianut

berbeda-beda, maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat berbeda-

33

Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, h. 108. 34

Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004),

h. 28.

Page 36: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

26

beda diantara suku bangsa yang satu dengan yang lainnya, daerah yang satu

dan daerah yang lainnya berbeda, serta akibat hukum dan upacara

perkawinannya berbeda-beda.35

C. Perkawinan Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan

bersama. Inilah pandangan ahli-ahli moral. Hidup bersama tanpa nikah

hanyalah membuahkan kesenangan semu atau selintas waktu. Kebahagiaan

hakiki dan sejati didapat dalam kehidupan bersama yang diikat oleh

pernikahan. Itulah sebabnya agama Islam menganjurkan pernikahan,

menggemarkan umatnya agar menyukai perkawinan itu.

Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” menurut

Ahmad Azhar ialah: melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikat

diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan

kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan

kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup

berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-

cara yang diridhoi Allah.36

Menurut H. Sulaiman Rasjid dalam “Fiqh Islam” memberikan

ta‟rif perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi

hak dan kewajiban serta saling menolong antara pria dan wanita yang

mana keduanya bukan muhrim.37

Sedangkan di dalam kitab-kitab fikih

klasik akan didapatkan suatu kesimpulan bahwa para ulama fikih

mendefinisikan suatu perkawinan sebagai halalnya hubungan seksual

antara laki-laki dan perempuan.38

35

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Pandangan, Hukum

Adat, Hukum Agama, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2007), Cet. Ke-3, h. 22. 36

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, h. 8. 37

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta,2005), h. 36. 38

Ahmad Tholabi Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di Dunia

Islam Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet.

Ke-1, h. 259.

Page 37: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

27

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di

antaranya adalah:

و ح ح ا ر بى ث و ج اىر بع ز ز ص ا ل ي د ف ى ع بر اىش ع ض د ق ع ب ع ر ش اج اىز

39. وج بىر ث ح أ ر اى بع ز ز اص

Artinya: “Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟

untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan

dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.”

Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefinisikan:40

عقد زض طئ اىنبح شرعب . اثبحخ ح نبح أ ثيفظ ا41

Artinya: “Nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengandung

ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau

dengan kata-kata yang semakna dengannya.”

Definisi yang dikutip Zakiah Daradjat:42

اثبحخعق طئ د زض ب. ح ثيفظ اىنب عب ج أ اىزز أ

Artinya: “Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan

seksual dengan lafaz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya.”

Pengertian-pengertian diatas tampaknya dibuat hanya melihat dari

satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang

laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan.

Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun

pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan perhatian manusia pada

umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, seperti terjadinya perceraian,

kurang adanya keseimbangan antara suami istri, sehingga memerlukan

penegasan arti perkawinan, bukan saja dari segi kebolehan hubungan

seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya.43

39

Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fikr, tt),

jilid 9, h. 6513. 40

Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, Fath al-Wahhab, (Singapura: Sulaiman Mar‟iy, t.t),

juz 2, h. 30. 41

Sulaiman Al-Bujairami, Hasyiyah Al-Bujairami „Ala Al Khatib, (Damaskus: Dar Al-

Fikr, 1995), jilid 3, h. 356. 42

Zakiyah Daradjat (et al), Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid 2, h.

37. 43

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana , 2008), Cet. Ke-3, h. 9.

Page 38: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

28

Dalam kaitan ini, Muhammad Abu Ishrah memberikan definisi

yang lebih luas, yang juga dikutip oleh Zakiah Daradjat:44

ب بىن حد ب رعب راح اى جو اىر د حو اىعشرح ث ق عقد ف حق

ب ع اججبد. ي

Artinya: “Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan

hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan

tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta

pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.”

Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum,

melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta

bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong

menolong. Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka di

dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharapkan keridhaan

Allah SWT.45

2. Syarat dan Rukun Perkawinan

Dalam Islam perkawinan memiliki aturan dan mekanisme tertentu

sebagai syarat sah sebuah ikatan perkawinan. Syarat-syarat tersebut harus

dipenuhi ketika akad.

Rukun dan syarat perkawinan menentukan suatu perbuatan hukum,

terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut

dari segi hukum. Rukun dan syarat mengandung arti yang sama dalam hal

pernikahan, keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan dalam

pernikahan. Dalam suatu acara pernikahan rukun dan syarat tidak boleh

tertinggal, artinya perkawinan tidak sah apabila rukun dan syaratnya tidak

ada.46

Oleh karena itulah, perkawinan yang sarat nilai dan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan

44

Zakiyah Daradjat, Ilmu Fiqh, h. 37. 45

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 10. 46

Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007), Cet. Ke-1, h. 1.

Page 39: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

29

rahmah perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan

disyaratkannya perkawinan tercapai.47

Pertama, wali. Dimaksud dan termasuk dalam kategori “wali”

disini adalah mereka yang memiliki kekuasaan atas anak dari keturunan

garis bapak kandung. Dalam pernikahan, kekuasaan itu hanya dimiliki

laki-laki, seperti orang tua laki-laki mempelai putri (bapak), kakek, paman

(baik dari pihak bapak/ibu), anak paman (sepupu), dan seterusnya.48

Seorang perempuan, anak-anak, budak, orang gila, atau fasik tidak bisa

menikahkan dirinya sendiri dan orang lain. Ia harus mendapat persetujuan

orang tuanya (wali).49

Pada awalnya yang disebut wali mencakup laki-laki dan

perempuan. Namun dalam nikah, wali adalah orang tua laki-laki.50

Wali

boleh diwakilkan pada orang lain. Seseorang yang tidak memiliki wali

maka boleh diwakilkan pada pejabat pemerintah (Wali Hakim). Hadits

yang menyebut nikah harus menghadirkan wali atau wakilnya adalah:

ش ى ث أل ل نبح بم ه د ع د ب 51.و بط ث ف ل ى ذ ر غ ي ع بح ن ب

Artinya: “Tidak sah nikah tanpa wali dan dua saksi yang adil. Jika nikah

tanpa memenuhi syarat tersebut maka nikahnya tidak sah.”(HR. Ibn

Hibban).

Kedua, dihadiri dua orang saksi. Syarat-syarat saksi haruslah

muslim. Disamping muslim, seorang saksi harus sehat mentalnya, sudah

baligh, merdeka, adil, dan laki-laki. Perempuan tidak boleh menjadi saksi

atau wali. Imam Malik tidak mensyaratkan adanya saksi dalam

pernikahan. Kecuali untuk pernikahannya diam-diam atau nikah sirri

47

Ahmad Rafiq, Hukum Keluarga Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1998), Cet. Ke-3, h. 69-72. 48

Taqiyuddin Abu Bakr ibn Muhammad al-Husayni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah

al-Ikhtishar (Vol. II), (Kediri: Ma‟had al-Islami al-Salafy, tt.), h. 51. 49

Mukti Ali, dkk, Fikih Kawin Anak (Membaca Ulang Teks Keagamaan Perkawinan

Usia Anak-anak), (T.tp: Rumak Kitab, 2005), h. 83. 50

Ibrahim al-Bajuri, al-Bajuriy „ala ibn Qasim (Vol. II), h. 101. 51

Muhammad ibn Hibban, Shahih ibnu Hibban, jilid 9, (Beirut: Muassasah Risalah,

1998), h. 386.

Page 40: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

30

(tidak dihadiri banyak orang), maka tetap dibutuhkan saksi. Selain Imam

Malik, ulama lain membolehkan pernikahan sirri asalkan dihadiri saksi.52

Ketiga, terdapatnya mempelai laki-laki dan mempelai perempuan

itu sendiri.

Keempat, ijab-qabul (serah terima). Ijab-qabul harus menggunakan

kata-kata “al-inkah” (menikahkan) atau “al-tazwij” (menjodohkan) atau

terjemahan dari keduanya.

3. Hukum Perkawinan

Hukum asal perkawinan adalah jawaz/mubah (dibolehkan).

Namun, pada perkembangan selanjutnya tergantung pada faktor-faktor

yang memengaruhi, nikah bisa wajib, sunnah, makruh, bahkan haram.

Jumhur Ulama berpendapat bahwa nikah hukumnya sunah. Sementara al-

Zahiriyah (ahli zhahir) menyatakan wajib. Menurut Malikiyah, bagi

sebagian orang sunnah, sebagian lainnya mubah. Tergantung apakah ia

takut impoten atau tidak.53

Dalam bukunya H. Sulaiman Rasjid “Fiqh Islam” hukum

perkawinan ada lima:54

a) Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya.55

b) Sunnat bagi orang yang berkehendak serta cukup belanjanya (nafkah

dan lain-lainnya).56

c) Wajib atas orang yang cukup belanja dan dia takut akan tergoda pada

kejahatan (zina).57

d) Makruh terhadap orang yang tidak mampu memberi nafkah.58

52

Abu al-Mawahib Abdul Wahab ibn Ahmad ibn Ali al-Anshari, al-Mizan al-Kubra,

(Kediri: Ma‟had al-Islami al-Salafy, tt.), h. 33. 53

Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr: tt.), h. 2. 54

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: CV Sinar Baru, 1989), h. 355. 55

Perkawinan yang hukumnya mubah/jaiz (boleh) berarti perkawinan itu boleh

dilaksanakan dan boleh tidak dilaksanakan, jika dilaksanakan tidak ada sanksi apa-apa, yakni tidak

mendapat pahala dan tidak berdosa. 56

Perkawinan yang hukumnya sunnat berarti perkawinan itu lebih baik dilakukan

daripada ditinggalkan, jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. 57

Perkawinan yang hukumnya wajib berarti perkawinan itu harus dilakukan, jika

dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan berdosa.

Page 41: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

31

e) Haram bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang

dikawininya.59

Bagi fuqaha yang berpendapat bahwa kawin itu wajib bagi

sebagian orang, sunnat untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk yang

lain, maka pendapat ini didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Qiyas

seperti inilah yang disebut qiyas mursal, yakni suatu qiyas yang tidak

mempunyai dasar penyandaran. Kebanyakan ulama mengingkari qiyas

tersebut, tetapi dalam mazhab Maliki tampak jelas dipegangi.60

Di Indonesia, umumnya masyarakat memandang bahwa hukum

asal melakukan perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi

pendapat ulama Syafi‟iyah.61

Terlepas dari pendapat imam-imam mazhab, berdasarkan nash-

nash, baik Al-Qur‟an maupun As-Sunnah, Islam sangat menganjurkan

kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun

demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta

tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat

dikenakan wajib, sunnat, haram, makruh ataupun mubah.

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi

petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,

sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban

anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin

disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga

timbulah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga.62

58

Perkawinan yang hukumnya makruh berarti perkawinan itu lebih baik ditinggalkan

daripada dikerjakan, apabila ditinggalkan mendapat pahala dan jika dilakukan tidak berdosa. 59

Perkawinan yang hukumnya haram berarti perkawinan itu dilarang keras dilakukan,

jika dilakukan berdosa, dan jika tidak dilakukan mendapat pahala. 60

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 17. 61

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 18. 62

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 22.

Page 42: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

32

Selain itu, perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa

nafsunya.63

Sabda Rasulullah SAW:

عشر اىجبءح في ب ن اصزطبع جبة اغض ى اىش ج فب زز احص يجصر

ضزطع فعي ى جبء. ىيفرج ى فب 64را اىجبعخ() ثبىص

Artinya: “Hai pemuda-pemuda, barang siapa yang mampu diantara kamu

serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin. Karena

sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang

yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan

syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu kawin hendaklah dia

puasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan

berkurang.” (Riwayat jama‟ah ahli hadits).

Sabda Rasulullah SAW:

جاع به. )را اىحبم أث داد( عبئشخ رز ثبى أرن اىضبء فب

Artinya: Dari „Aisyah: “Kawinilah olehmu kaum wanita itu, maka

sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu.”

(Riwayat Hakim dan Abu Dawud). 65

Sabda Rasulullah SAW:

ر ع اىعبص: ع بىحخ. )را ث رأح اىص زبعب اى ر خ زبع ب اىد

ضي(66

Artinya: Dari „Amru Ibnu Ash: “Dunia itu harta benda, dan sebik-baik

harta benda dunia adalah perempuan salehah.” (Riwayat Muslim).

Dalam pada itu, faedah yang terbesar dalam perkawinan ialah

untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari

kebiasaan. Sebab seorang perempuan, apabila ia sudah kawin, maka

nafkahnya (belanjanya) menjadi wajib atas tanggungan suaminya.

Perkawinan juga berguna untuk memelihara kerukunan anak-cucu

(turunan), sebab kalau tidak dengan nikah, tentulah anak tidak

berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang bertanggung

63

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h. 348. 64

Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 5065, jilid 7, (Beirut: Dar

Thauq an-Najah, 1422 H), h. 3. 65

Abu Abdullah al-Hakim, Mustadrak „Ala as-Sahihain, (no. 2679, jilid 2), (Beirut: Dar

al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), h. 174. 66

Muslim bin al al-Hajjaj an-Naisaburi, Shahih Muslim, jilid 2, (Beirut: Dar Ihyatul

Turats al-„Arabi, tth), h. 1090.

Page 43: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

33

jawab atasnya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab

kalau tidak ada perkawinan, tentu manusia akan menurutkan sifat

kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan, bencana dan

permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga sampai menimbulkan

pembunuhan yang maha dahsyat.67

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihyanya tentang faedah

melangsungkan perkawinan, maka tujuan perkawinan itu dapat

dikembangkan menjadi lima yaitu:68

a) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

b) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya.

c) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan.

d) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak

dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta

kekayaan yang halal.

e) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram

atas dasar cinta dan kasih sayang.

Demikianlah maksud perkawinan yang sejati dalam Islam.

Singkatnya untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan turunan, juga

untuk kemaslahatan masyarakat.69

Adapun hikmah perkawinan menurut Abdul Rahman Ghozali

dalam bukunya “Fiqh Munakahat”, secara singkat dapat disebutkan bahwa

hikmah perkawinan itu antara lain: Menyalurkan naluri seks, jalan

mendapatkan keturunan yang sah, penyaluran naluri kebapaan dan

keibuan, dorongan untuk bekerja keras, pengaturan hak dan kewajiban

dalam rumah tangga dan menjalin silaturrahmi antara dua keluarga, yaitu

keluarga dari pihak suami dan keluarga dari pihak istri.70

67

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h. 349. 68

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 24. 69

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h. 349. 70

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 72.

Page 44: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

34

D. Pengertian Walimatul ‘Urs

1. Pengertian Walimatul ‘Urs

Walimah اىىخ artinya al-jam‟u= kumpul, sebab antara suami dan

istri berkumpul. Walimah berasal dari kata Arab: اىى artinya makanan

pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam

acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu

undangan atau lainnya.71

Walimah arti harfiyahnya ialah berkumpul. Karena pada waktu itu

berkumpul suami istri, sedangkan walimah menurut istilah, yaitu khusus

tentang makan dalam acara pesta perkawinan.72

Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau

sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau

sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang

berlaku dalam masyarakat.

Menurut riwayat Bukhari, Nabi mengundang walimah pada

perkawinan beliau dengan Zainab sesudah terjadi hubungan suami istri.73

Dan apabila mengadakan walimah, maka hendaklah yang

diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa

memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang

dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak

diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jeleknya

makanan. Karena Rasulullah Saw bersabda: 74

حت ى أ ثب ب, ب دع اى ب, أ ر عب خ, ى اى طعب صر

ى اىدع رص ح, فقدعض ا للا .75

71

Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.

149. 72

Mustofa Dibul Bigha, Fiqh Syafi‟i, (Sawahan: CV Bintang Pelajar, 1984), h. 382. 73

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 50. 74

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 517. 75

Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (no. 5177, jilid 7), (Beirut: Dar

Thauq an-Najah, 1422 H), h. 25.

Page 45: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

35

Artinya: “Sejelek-jeleknya makanan adalah makanan walimah dimana

yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya

sementara orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari).

2. Dasar Hukum dan Hikmah Walimatul ‘Urs

Melangsungkan walimah „urs hukumnya sunnah, karena Nabi

Muhammad Saw menyuruh Abdurrahman bin Auf agar mengadakan

walimatul „urs saat menikah, yaitu beliau bersabda kepadanya:76

ثشبح ى أى77

Artinya: “Adakanlah walimah walaupun dengan seekor domba.”

Adapun hikmah dari disuruhnya mengadakan walimah ini adalah

dalam rangka mengumumkan kepada khalayak bahwa akad nikah sudah

terjadi sehingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan

dikemudian hari. Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk memberitahukan

terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari

menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkawinan.78

Sedangkan Tihami dan Sohari Sahrani mengatakan bahwa hikmah

dari diadakannya walimatul „urs ada enam yaitu:

a) Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT

b) Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya

c) Sebagai tanda resminya adanya akad nikah

d) Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami istri

e) Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah

f) Sebagai pengumuman bagi masyarakat bahwasanya antara kedua

mempelai telah resmi menjadi suami-istri sehingga masyarakat tidak

curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.79

76

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah,

(Jakarta: Akbar Media, 2009), h. 234. 77

Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid 3, (Beirut: Dar Thauq an-

Najah, 1422 H), h. 52. 78

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

157. 79

Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fikih Lengkap, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2009), h. 151.

Page 46: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

36

3. Hukum Memenuhi Undangan Walimatul ‘Urs

Menghadiri undangan orang yang mengundang dalam acara

walimah pernikahan hukumnya wajib bagi yang diundang, karena

memenuhi undangan ini menunjukkan adanya perhatian kepada pihak

yang mengundang, memberikan kegembiraan kepadanya dan membuat

hatinya lega. Sebagaimana dasar hukumnya adalah:

Ibnu Umar ra. berkata kepada Rasulullah Saw. bersabda:

خ, فيأ رب ى اى أحدم اذا دع

Artinya: “Jika salah seorang diantara kalian diundang ke acara walimah,

hendaknya dia memenuhi undangan itu.” (HR. Al-Bukhari).80

Abu Hurairah ra. berkata kepada Rasulullah Saw. bersabda:

ى رص ح, فقدعص ا للا ع ررك اىد

Artinya: “Siapa yang meninggalkan undangan, maka dia telah menantang

Allah dan rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari).81

Abu Hurairah ra. berkata kepada Rasulullah Saw. bersabda:

ذراع, ىقجيذ أى د أ ى ذ أى مرع, دع ى

Artinya: “Seandainya aku diundang pada hidangan berupa kaki bagian

bawah (yang sedikit dagingnya), niscaya aku memenuhi (undangan itu).

Dan seandainya aku diberi hadiah berupa kaki bagian depan, niscaya aku

menerima.” (HR. Bukhari).82

Jika undangan itu bersifat umum dan tidak terbatas pada satu orang

atau sejumlah orang saja, maka undangan tidak wajib dipenuhi dan tidak

pula dianjurkan untuk dipenuhi.

Ada yang berpendapat bahwa memenuhi undangan hukumnya

fardhu kifayah. Pendapat lainnya dikatakan, memenuhi undangan walimah

hukumnya sunnah. Pendapat pertama lebih tepat, karena penentangan tidak

dinyatakan kecuali terkait pengabaian kewajiban. Hal ini berkaitan dengan

walimah pernikahan.

80

Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (no. 5173, jilid 7), (Beirut: Dar

Thauq an-Najah, 1422 H), h. 24. 81

Muhammad ibn Imail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (no.5177, jilid 7), (Beirut: Dar

Thauq an-Najah, 1422 H), h. 25. 82

Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid 3, (Beirut: Dar Thauq an-

Najah, 1422 H), h. 153.

Page 47: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

37

Adapun memenuhi undangan selain walimah pernikahan,

hukumnya adalah sunnah bukan wajib, menurut mayoritas ulama.

Sebagian pengikut mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa hukum memenuhi

undangan apapun adalah wajib secara mutlak.83

83

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 513-514.

Page 48: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

38

BAB III

PROFIL DESA SIBRAMA KECAMATAN KEMRANJEN KABUPATEN

BANYUMAS

A. Letak Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Sibrama. Pertimbangan pemilihan

lokasi tersebut berdasarkan tinjauan deskriptif, dimana masih dirasakan

adatnya kental dengan hal-hal yang berkenaan dengan perkawinan.

Secara geografis Desa Sibrama adalah sebuah desa di Kecamatan

Kemranjen, Kabupaten Banyumas, yang secara astronomis terletak antara 7‟

15‟ 05” – 7‟ 37‟ 10” Lintang Selatan dan antara 108‟ 39‟ 17” – 109‟ 27‟ 15”

Bujur Timur.1 Desa ini terletak pada wilayah selatan jalur alternatif

transportasi darar (Jakarta-Yogyakarta), dan termasuk dalam wilayah

teritorial Provinsi Jawa Tengah. Dengan batas-batas wilayah:2

Tabel 1.1

Batas Wilayah Desa

Batas Desa/Kelurahan Kecamatan

Sebelah utara Kecila Kemranjen

Sebelah selatan Sibalung Kemranjen

Sebelah timur Kedungpring Kemranjen

Sebelah barat Kecila Kemranjen

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

Desa Sibrama terbagi dalam 6 Pedukuhan/Dusun/Grumbul kecil yaitu;

Dusun Orimalang, Dusun Pesewan, Dusun Sibrama Lor, Dusun Sibrama

Kidul, Dusun Siduren (Nusa Duren) dan Dusun Sitape (Nusa Tape). Adapun

luas wilayah Desa Sibrama adalah 278,5 ha/m2. Dengan luas tanah sawah

1 BPS, Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2016, (Banyumas: BPS Kabupaten

Banyumas, 2016), h. 3. Diakses pada tanggal 26 November 2016 di

https://banyumaskab.bps.go.id/ 2 Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 2.

Page 49: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

39

tadah hujan/rendeng 170 ha/m2. Luas tanah pemukiman 105,5 ha/m2, luas

tanah kuburan 2 ha/m2, dan lain sebagainya.3

Tabel 1.2

Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Luas pemukiman 105,5 ha/m2

Luas persawahan 170 ha/m2

Luas perkebunan _

Luas kuburan 2 ha/m2

Perkantoran 0,0414 ha/m2

Luas prasarana umum lainnya 0,947 ha/m2

Total luas 278,5 ha/m2

Sumber: Buku Profil Desa Tahun 2015

Pemerintah Desa Sibrama dipimpin oleh seorang Kepala Desa, sejak

tahun 2013 sampai sekarang Desa Sibrama di pimpin oleh Ibu Wagiah.4 Desa

Sibrama berada ditenggara kota Kecamatan Kemranjen, dengan jarak tarik

lurus 2 Km sedangkan 5,4 Km berkendara menggunakan roda dua maupun

empat. Sedangkan jarak ke ibukota Kabupaten 35 Km, lama jarak tempuh ke

ibukota kabupaten dengan kendaraan bermotor kurang lebih 1 Jam waktu

perjalanan, dan 225 Km jarak ke ibukota provinsi.5

Desa Sibrama berada di dataran rendah dengan dikelilingi sejumlah

sungai alami maupun sodetan/kanal irigasi. Desa Sibrama dibelah oleh sungai

yang cukup besar yaitu Sungai Samarta, salah satu anak Sungai Gatel yang

kemudian mengalir ke Sungai Ijo menuju laut. Desa Sibrama juga dilintasi

jalur kereta api disebelah selatan wilayah desa.6

3 Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 2.

4 Wagiyah, Kepala Desa Sibrama (tahun jabatan 2013-2018).

5 Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 4.

6 Desa Sibrama, diakses pada tanggal 26 November 2016

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sibrama,_Kemranjen,_Banyumas.

Page 50: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

40

B. Kondisi Penduduk

Desa Sibrama merupakan salah satu desa dari 15 desa yang ada di

Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas dengan jumlah penduduk 2.883

jiwa yang terdiri dari 1.445 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.438 jiwa

berjenis kelamin perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 738 kk.7

Tabel 1.3

Potensi Sumber Daya Manusia

Jumlah Laki-laki 1.445 orang

Jumlah Perempuan 1.438 orang

Jumlah Total 2.883 orang

Jumlah Kepala Keluarga 738 kk

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

C. Kondisi Sosial Ekonomi

Berdasarkan data yang telah diperoleh, secara garis besar masyarakat

Desa Sibrama merupakan masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian

menengah kebawah. Hal ini terlihat dari ragam profesi yang digeluti oleh

masyarakat desa tersebut, dimana sebagian besar dari keseluruhan jumlah

penduduknya masih tergantung pada kegiatan-kegiatan agraris yang

mayoritas berprofesi sebagai petani, buruh tani dan pedagang. Hasil bumi

Desa Sibrama umumnya kelapa, padi serta sayur mayur. Selain itu terdapat

peternakan ayam, bebek serta ikan.8

Tabel 1.4

Pemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan

Jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian 673 keluarga

Tidak memiliki 63 keluarga

Jumlah total keluarga petani _

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

Selain mengandalkan pertanian sebagai sumber kehidupan masyarakat

di Desa Sibrama banyak yang memiliki keahlian lain untuk menyumbang

7 Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 17.

8 Desa Sibrama, diakses pada tanggal 26 November 2016

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sibrama,_Kemranjen,_Banyumas.

Page 51: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

41

pemasukan ekonominya, seperti tukang kayu, tukang batu, penjahit dan lain

sebagainya. Menurut data yang telah diperoleh di Desa Sibrama jumlah

penduduk menurut profesi sebagai berikut:9

Tabel 1.5

Usaha Jasa Keterampilan

Usaha Jasa Keterampilan Jumlah Jumlah jenis

produk yang

diperdagangkan

Jumlah

tenaga kerja

yang terserap

Tukang Kayu 21 orang 24 jenis 24 orang

Tukang Batu 16 orang 16 jenis 16 orang

Tukang Jahit/Bordir 4 orang 4 jenis 4 jenis

Tukang Cukur 2 orang 2 jenis 2 jenis

Tukang Service

Elektronik

2 orang 2 jenis 2 orang

Tukang Besi _ _ _

Tukang Gali Sumur 2 orang 2 jenis 2 orang

Tukang

Pijat/Urut/Pengobatan

5 orang 5 jenis 5 orang

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama 2015

D. Kondisi Pendidikan

Secara garis besar, kesadaran masyarakat Desa Sibrama tentang

pentingnya sebuah pendidikan semakin bertambah dari waktu ke waktu. Hal

ini terlihat dari semakin banyaknya masyarakat yang menyekolahkan putra-

putrinya ke lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal dengan

penuh antusias. Dewasa ini, tingkat pendidikan formal yang ada dan

ditempuh oleh masyarakat Desa Sibrama semakin berkembang, mulai dari

tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA sampai Perguruan

Tinggi, menurut data yang telah diperoleh di Desa Sibrama jumlah penduduk

menurut tingkat pendidikan sebagai berikut:

9 Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 33.

Page 52: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

42

Tabel 1.6

Pendidikan

Tingkatan Pendidikan Laki-laki Perempuan

Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 17 orang 16 orang

Usia 3-6 tahun yang sedang TK/Play Group 16 orang 13 orang

Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 27 orang 22 orang

Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 17 orang 16 orang

Usia 18-56 tahun yang tidak pernah sekolah _ _

Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak tamat 16 orang 11 orang

Tamat SD/sederajat 45 orang 42 orang

Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 11 orang 10 orang

Jumlah usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 22 orang 20 orang

Tamat SMP/sederajat 25 orang 34 orang

Tamat SMA/sederajat 63 orang 53 orang

Tamat D-1/sederajat 3 orang 4 orang

Tamat D-2/sederajat 10 orang 11 orang

Tamat D-3/sederajat 13 orang 11 orang

Tamat S-1/sederajat 17 orang 15 orang

Tamat S-2/sederajat 2 orang _

Tamat S-3/sederajat _ _

Tamat SLB _ _

Jumlah 304 orang 278 orang

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

Terlihat dari data diatas bahwa Desa Sibrama sangatlah potensial dari

segi pendidikan. Walaupun kebanyakan dari pada orang tua disana tidak

melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, akan tetapi

perhatian masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka

sangatlah besar, demi mencapai hidup yang lebih baik.

Melihat dari penduduk desa yang memberikan perhatian lebih

terhadap pendidikan, pemerintah Desa Sibrama juga memberikan fasilitas

sarana pendidikan dan lembaga pendidikan yang statusnya sudah terdaftar

Page 53: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

43

dan terakreditasi oleh swasta dan juga pemerintah serta tenaga pengajar yang

cukup berpotensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya data yang telah

penulis dapatkan dari pemerintah Desa Sibrama. Lembaga pendidikan yang

ada di Desa Sibrama terbagi menjadi dua yaitu, pendidikan formal dan

pendidikan formal keagamaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari data

dibawah ini:10

Tabel 1.7

Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan Jumlah

Gedung SMA/sederajat 1 buah

Gedung SMP/sederajat 1 buah

Gedung SD/sederajat 3 buah

Gedung TK/sederajat 3 buah

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

E. Kondisi Keagamaan

Desa Sibrama dengan jumlah penduduk sebagaimana yang telah

dipaparkan di atas, dapat dikategorikan sebagai desa yang agamis. Hal ini

terlihat dari data yang telah diperoleh, bahwa 100% dari keseluruhan jumlah

penduduk memeluk agama Islam.11

Di Desa Sibrama terdapat 2 Masjid dan

20 Mushola sebagai fasilitas keagamaan.12

Tabel 1.8

Agama/Aliran Kepercayaan

Agama Laki-laki Perempuan

Islam 1.445 orang 1.435 orang

Jumlah 1.445 orang 1.435 orang

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

10

Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 18. 11

Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 19. 12

Buku Profil Desa Sibrama, tahun 2015, h. 41.

Page 54: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

44

Tabel 1.9

Prasarana Peribadatan

Jumlah Masjid 2 buah

Jumlah Langgar/Surau/Mushola 20 buah

Sumber: Buku Profil Desa Sibrama Tahun 2015

Masyarakat Desa Sibrama merupakan masyarakat pemeluk agama

Islam seluruhnya, sehingga mereka menjunjung tinggi kekompakan dan

kerukunan sesamanya. Hal ini menjadi kelebihan bagi masyarakat Desa

Sibrama, karena dengan penduduk yang homogen dalam artian memiliki

agama yang sama, maka mereka akan dengan mudah menjunjung nilai-nilai

keagamaan dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Hal ini

dibuktikan dengan adanya acara rutinan keagamaan yang dilaksanakan

masyarakat setempat, moment tersebut memberikan kesempatan bagi

masyarakat untuk lebih sering bertemu, silaturrahim dan bersosialisasi satu

sama lain. Adapun rutinan keagamaan tersebut adalah sebagai berikut:

pengajian (ceramah agama), yasinan, tahlilan, muslimatan, dan lain-lain.

Kegiatan-kegiatan keagamaan ini dilakukan secara rutin, baik yang bersifat

harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan dengan tujuan meningkatkan

ukhuwah Islamiyah dan keakraban antara tetangga atau kerabat.

F. Kondisi Budaya

Masyarakat Desa Sibrama selalu mengindahkan tradisi yang telah ada

di tengah-tengah mereka, termasuk juga dalam mempertahankan tradisi

Begalan, yaitu tradisi yang di lakukan masyarakat Banyumasan khususnya

masyarakat Desa Sibrama sebelum prosesi akad nikah atau saat acara

walimah bagi calon pengantin perempuan yang dalam silsilah keluarga

menjadi anak sulung atau anak perempuan pertama kali yang menikah dalam

keluarga. Dimana tradisi ini merupakan budaya khas Banyumas yang

didalamnya terdapat banyak fungsi. Di antara fungsi Begalan adalah sarana

ruwat atau sebagai sarana untuk tolak bala.

Kepedulian masyarakat Desa Sibrama terhadap tadisi setempat

memberikan satu labelisasi bahwasanya masyarakat Desa Sibrama bisa

Page 55: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

45

dikatakan sebagai masyarakat tradisional, tetapi masyarakat Desa Sibrama

kurang memperhatikan dalam mengamalkan tradisi lokal atau tidak tahu

apakah tradisi tersebut sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Hal ini karena,

dalam tradisi ini mementaskan ritual yang disinyalir sebagian orang tidak

berdasarkan ajaran Islam.

Dalam pengamalan tradisi, yang terpenting bagi masyarakat Desa

Sibrama adalah bisa melestarikan dan rasa puas yang didapat dalam

mematuhi tradisi tersebut. Bagi masyarakat Desa Sibrama, tradisi yang

selama ini di lestarikannya adalah merupakan ciri khas dari daerah mereka

yang tentunya memiliki nilai yang sangat positif dan merupakan kebanggaan

tersendiri bagi mereka, karena dalam situasi yang sudah bisa dikatakan

moderen yang penuh dengan arus globalisasi ini, masyarakat Desa Sibrama

masih bisa dalam mempertahankan tradisi lokalnya.

Masyarakat Desa Sibrama sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial,

ini bisa dilihat dengan antusiasme mereka dalam bantu-membantu serta bahu-

membahu maupun bergotong-royong disaat yang lain membutuhkan.

Menjujung tinggi nilai-nilai sosial dikalangan masyarakat Desa Sibrama

sudah mengakar dan sudah tertanam sejak dahulu kala sehingga telah menjadi

kebudayaan tersendiri dikalangan mereka.

Membahas tradisi atau budaya tidak dapat dilepaskan pembahasan

tentang kepercayaan yang menjadi pandangan hidup masyarakat Desa

Sibrama. Budaya tradisi yang masih membumi di tengah-tengah masyarakat

Desa Sibrama adalah:

a) Tradisi Begalan dalam perkawinan adat Banyumas, adalah sebagai sarana

slametan atau sebagai sarana untuk tolak bala.

b) Calung, merupakan musik tradisional dengan perangkat mirip gamelan

terbuat dari bambu wulung.

c) Ebeg, kesenian kuda lumping.

d) Karawitan Gagrag Banyumas, gaya dalam karawitan Jawa.

e) Kentongan Banyumasan, seni petunjukan tradisional yang terbuat dari

bambu atau kayu. Kentongan merupakan kesenian asli dari Banyumas.

Page 56: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

46

f) Lengger, seni pertunjukan tradisional yang dilakukan penari wanita.

g) Slawatan Jawa, musik bernafas Islami dengan iringan perangkat

terbang/genjring Jawa.

h) Wayang Kulit Gagrag Banyumasan, yaitu jenis pertunjukan wayang kulit

yang bernafas Banyumas.

Page 57: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

47

BAB IV

TRADISI BEGALAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Tradisi Begalan

Begalan merupakan tradisi adat pernikahan orang Jawa Banyumasan

(Karesidenan Banyumas)1 dimana Begalan digunakan untuk memberikan

nasihat kepada pengantin baru. Adat Begalan merupakan adat asli orang

Banyumas yang tidak sembarangan pasangan dapat menyelenggarakan tradisi

ini. Begalan adalah satu dari sekian banyak tradisi yang diwariskan secara

turun-temurun oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa

Tengah. Begalan menjadi bagian dari adat yang dilakukan dalam rangkaian

resepsi pernikahan. Pelbagai makna-makna dan pesan bagi masyarakat

terkandung pada tradisi ini.2 Dengan iringan gendhing-gendhing Banyumasan

mereka melakukan dialog-dialog yang cukup seru dan penuh banyolan,

sindiran (kritik) dan nasihat-nasihat.3

Begalan, secara bahasa berasal dari kata begal (Jawa) yang berarti

perampok. Sementara itu, perampok berarti pelaku kejahatan yang

pekerjaannya merampas barang-barang milik orang lain. Perampasan yang

dilakukan oleh pembegal biasanya dilakukan secara terang-terangan di mana

korbannya dalam keadaan sadar atau dalam istilah Jawa disebut mbegal.4

Sebagaimana catatan Supriyadi,5 istilah Begalan dalam tradisi Wong

Banyumas6 tidak merujuk pada makna perampasan barang-barang milik

1 Banyumas, pada masa lalu merupakan wilayah administratif Karesidenan, yang terdiri

dari Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Pada empat Kabupaten ini,

tampil dalam sebuah komunitas budaya yang cukup ekstrem bila dibandingkan dengan eks

karesidenan-karesidenan di Jawa Tengah. http://www.koran-jakarta.com/mencermati-kebudayaan-

lokal-banyumas/ di akses pada tanggal 13 Februari 2018. 2 http://ensiklo.com/2014/08/30/mengenal-tradisi-begalan-masyarakat-banyumas/ di akses

pada tanggal 13 Februari 2018. 3 M. Koderi, BANYUMAS Wisata dan Budaya, (Purwokerto: CV. METRO JAYA, 1991),

Cet. Ke-1, h. 53. 4 Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 87.

5 Supriyadi, Begalan, h. 6.

Page 58: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

48

orang lain, apalagi mencelakakannya. Tetapi, justru menjaga dari gangguan

pengaruh roh-roh jahat. Jadi Begalan adalah salah satu syarat atau

krenah/pengruwat7 guna menghindari kekuatan-kekuatan gaib yang dapat

mengganggu dan mengancam keselamatan terutama pada kedua mempelai

pengantin.

Tradisi Begalan muncul sejak zaman Adipati Wirasaba. Menurut

tradisi lisan yang berkembang di Banyumas, Begalan dilakukan ketika

Adipati Wirasaba mengawinkan anaknya dengan putra Adipati Banyumas.

Kejadian tersebut bertepatan dengan pageblug (wabah), untuk menahan dan

menolaknya maka harus diadakan sesaji atau krenah yaitu dengan

diadakannya Begalan.

Menurut bapak Sudarto selaku juru Begal mengatakan pengertian dari

tradisi Begalan adalah “Begalan itu intinya adalah budaya peninggalan jaman

dulu, menurut cerita sejarah Banyumas waktu itu Bupati Banyumas berhajat

menikahkan anaknya atau besan dengan Bupati Purbalingga. Menurut singkat

cerita di tengah perjalanan ada begal (rampok). Sehabis di begal waktu itu

jamannya masih keramat, lidahnya masih lidah emas, ampuh sampai-sampai

Bupati Banyumas (R. Jaka Kaiman8) berpesan atau berwasiat kepada anak

turunannya agar setiap mengawinkan anaknya hendaklah diadakan Begalan”.9

Setelah itu akhirnya tradisi Begalan ini dibudayakan khususnya di daerah

Banyumas. Uniknya tidak setiap menjodohkan anaknya harus menggunakan

Begalan, tetapi hanya pada perkawinan anak sulung dengan anak sulung,

6 Wong Banyumas, sebutan yang seringkali mengingatkan pada sebuah komunitas yang

memiliki bahasa ngapak-ngapak atau bahasa panginyongan. Masyarakat yang menggunakan

Bahasa Jawa dengan dialek khas yang banyak menyebut akhir berkonsonan /a/ dengan apa adanya.

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 58. 7 Istilah ruwatan sangat terkenal dalam budaya Jawa, terutama masyarakat yang

menganut kepercayaan Kejawen atau sinkretis. Biasanya ruwatan dilakukan dengan ritual

nanggap wayang dengan lakon ruwatan (kisah) tertentu. Tidak setiap dalang dapat atau berani

meruwat. 8 R. Jaka Kaiman merupakan pendiri pertama Kabupaten Banyumas yang kemudian

dikenal dengan sebutan Adipati Mrapat. 9 Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 59: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

49

anak sulung dengan anak bungsu, dan anak bungsu dengan anak bungsu.

Dalam hal ini Begalan berfungsi sebagai ruwatan.

Sedangkan asal usul Begalan menurut bapak Latif yang saat ini masih

aktif menjadi juru Begal yang berperan sebagai Suro Langu dengan pasangan

lawan mainnya pak Sudarto sebagai Suro Genthong. Tidak jauh berbeda

dengan apa yang di katakan oleh pak Sudarto, menurut pak Latif asal usul

Begalan adalah “menurut cerita dulu Bupati Banyumas besanan dengan

Bupati Purbalingga, anak sulung dengan anak bungsu, dalam perjalanan ke

Banyumas istilahnya ngunduh mantu, para rombongan di begal (rampok),

yang merampok bernama Suro Langu dan yang membawa barang-barang

yang di rampok bernama Suro Genthong. Dari kejadian tersebut maka Bupati

Banyumas berpesan kepada tujuh turunannya: besok kalau anak cucuku

berumah tangga, anak bungsu dengan anak sulung hendaklah di adakan

Begalan.”10

Menurut bapak Latif tradisi Begalan ini mengalami perubahan seiring

berjalannya waktu, yang sebenarnya hanya untuk anak bungsu dengan anak

sulung tetapi sekarang ada juga anak sulung dengan anak sulung, anak

bungsu dengan anak bungsu. Seumpama anak tengah-tengah dengan anak

bungsu atau sulung kalau ada yang pakai Begalan ya tidak apa-apa.

Menurut bapak Mad Sukemi alias Simin berbeda pendapat dengan apa

yang diungkapkan oleh bapak Sudarto dan bapak Latif, menurut bapak

Sukemi asal-usul Begalan adalah “Begalan asal usulnya adalah sejarah,

sejarah Wonosobo dengan Purbalingga. Dimana, Bupati Wonosobo berhajat

menikahkan putri bungsunya bernama Endang Sulastri dengan putra Bupati

Purbalingga, tetapi Endang Sulastri tidak menyukai putra Bupati Purbalingga

tersebut. Akhirnya pernikahan di batalkan. Setelah mendengar kabar putri

Bupati Wonosobo menikah dengan orang lain, keluarga dari pengantin putra

tidak terima atas kejadian ini, akhirnya Bupati Purbalingga mengancam akan

membunuh penganten putri, dan mengutus Ki Joko Bodo untuk membunuh

10

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB.

Page 60: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

50

putri Bupati Wonosobo tersebut. Pada saat jejeran, utusan tersebut

membunuh putri Wonosobo, tetapi takdir berkata lain dan sang putri selamat

dari pembuhan tersebut. Dari peristiwa inilah, maka Bupati Wonosobo

berujar dan menghimbau kepada anak keturunnya untuk mengadakan

Begalan. Maka dari itu tradisi Begalan yang mengadakan daerah Wonosobo

Purbalingga Banjarnegara Banyumas Cilacap, yang lain tidak melakukan

tradisi Begalan. Seumpama di luar daerah ini ada yang melakukan tradisi ini

biasanya ada garis keturunan keluarga dari Banyumas dan sekitarnya.11

Pengertian yang diusung pak Sukemi sangatlah berbeda dengan apa

yang dikatakan oleh pak Sudarto dan pak Latif pada lokasi atau daerah

kejadiannya. Pendapat pak Sukemi ini lebih condong kepada cerita

Banyumasan yang lain. Kalau menurut Penulis pak Sukemi nampak terlalu

melebar, cenderung kabur dalam mengartikan budaya ini yang kemudian

relatif melenceng dari nilai historisnya.

Menurut pak Sudarto12

mengapa asal usul tradisi Begalan berbeda-

beda karena tidak memiliki pakem atau relevansi yang signifikan. Hal ini

terdapat banyaknya perbedaan pendapat karena tidak adanya pembukuan

yang otentik.

Di sisi lain, menurut keluarga pengantin yang mengadakan tradisi

Begalan menyatakan bahwa tradisi Begalan merupakan tradisi turun-temurun

dalam masyarakat Banyumas.13

Isi dari tradisi Begalan tersebut adalah

dhagelan14

atau lelucon. Sedangkan tujuan dan fungsinya agar perkawinan

11

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB. 12

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 13

Hasil wawancara dengan Bapak Sodirun dan Ibu Sodiah (Keluarga Pengantin), di

kediamannya Rt 01 Rw 06 Desa Sibrama Kec. Kemranjen, Sabtu, Tanggal 04 Maret 2017, Pukul

19.30 WIB. 14

Menurut arti kata dhagelan artinya sama dengan lawak. Dhagelan bahasa Jawa

sedangkan lawak bahasa Indonesia. Namun dalam artian pertunjukan dhagelan berbeda dengan

lawak. Goenoprawiro, R. Soesanto, Lawak, teori dan praktek beserta liku-likunya, (Yogyakarta:

Proyek Javanologi, 1984), h. 97.

Page 61: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

51

selamat sejahtera serta mendatangkan kebahagiaan bagi keduanya di

kemudian hari.

Menurut bapak Imam Chambali alias Dikun “setiap kali menikahkan

anaknya saya selalu mengadakan tradisi Begalan, karena kebiasaan ini

merupakan perwujudan dan kelakuan masyarakat Banyumas. Tujuan

utamanya adalah menasehati pengantin agar nantinya rukun dan damai.”15

Meskipun tradisi Begalan tidak diharuskan, tetapi masih ada orang

yang beranggapan bahwa tradisi Begalan harus dilakukan. Karena masih

adanya suatu kepercayaan apabila tidak melaksanakannya akan mendapat

petaka atau terancam dari pengaruh kekuatan ghaib.

Menurut Peneliti sendiri, pengertian tradisi Begalan maupun asal-

usulnya tidak memiliki relevansi yang signifikan. Hal ini terdapat banyaknya

perbedaan. Ketidak relevanan ini kebanyakan dari mereka terkait cerita di

dapatkan dari lisan ke lisan, maka dari itu adanya kekurangan dan kelebihan

dalam menggali asal-usul teradisi ini. Bahkan sering mengalami distorsi yang

kemudian melenceng dari pengertian atau sejarah aslinya.

B. Proses Pelaksanaan Tradisi Begalan dalam Upacara Perkawinan

Proses pelaksanaan tradisi Begalan dilaksanakan pada saat prosesi

perkawinan adat Jawa Banyumasan. Dalam proses pelaksanaannya ada

beberapa tahap yang dilakukan oleh juru Begal dalam menjalankan tugasnya,

dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat di ketahui proses pelaksanaannya

terbagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini juru Begal mempersiapkan segala sesuatu yang

digunakan dalam pementasan seperti brenong kepang, kostum, make up

dan lain sebagainya. Menurut Pak Latif dalam mempersiapkan barang

15

Hasil wawancara dengan Bapak Imam Chambali alias Dikun (Keluarga Pengantin), di

kediamannya Rt 02 Rw 07 Desa Sibrama Kec. Kemranjen, Senin, Tanggal 27 Februari 2017,

Pukul 14.00 WIB.

Page 62: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

52

bawaannya (brenong kepang/uba rampe) tersebut adalah kewajiban

pengantin pria untuk memenuhinya.16

Menurut Ibu Minah selaku penjual peralatan dapur (abrag-abrag)

bahwa uba rampe/brenong kepang yang menyediakan adalah juru Begal.

Biasanya dari pihak pengantin pria sudah menitipkan uang kepada juru

Begal untuk membeli peralatan di pasar. Hal ini dimaksudkan agar dari

keluarga pengantin pria maupun pengantin wanita tidak merasa repot

karena harus membeli peralatan sendiri.17

Lain halnya dengan Pak Sodirun dan Ibu Sodiah, bahwa uba

rampe/brenong kepang yang menyediakan adalah pihak dari pengantin

wanita atau dari juru Begal, lalu pengantin pria yang mengganti uangnya.

Biasanya model yang seperti ini adalah keputusan saat musyawarah

keluarga.18

Menurut penuturan Pak Sudarto, bahwa alat-alat yang di

persiapkan dalam tradisi ini sebetulnya bisa ditambah atau dikurangi,

umumnya kan peralatan dapur, alat-alat lain biasanya sebagai tambahan

sesuai dengan permintaan dari pihak keluarga pengantin.19

Memang barang-barang yang disebut sebagai brenong kepang ini

sangat erat dengan kehidupan manusia di bumi, terutama bagi pengantin

yang akan menjalankan kehidupan baru.20

Sedangkan kostum yang dipakai sangat sederhana. Tidak menuntut

bahan-bahan yang mahal, warna-warna gemerlap ataupun model yang

aneka ragam. Mereka sebenarnya cukup mengenakan pakaian adat Jawa

saja. Kostum yang dipakai oleh juru Begal yaitu: Baju koko hitam, celana

komprang hitam, stagen dan sabuk, kain sarung dan ikat wulung (hitam).

16

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB. 17

Hasil wawancara dengan Ibu Minah (Penjual Abrag-abrag), di kediamannya Rt 01 Rw

08 Desa Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB. 18

Hasil wawancara dengan Bapak Sodirun dan Ibu Sodiah (Keluarga Pengantin), di

kediamannya Rt 01 Rw 06 Desa Sibrama Kec. Kemranjen, Sabtu, Tanggal 04 Maret 2017, Pukul

19.30 WIB. 19

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 20

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 98.

Page 63: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

53

Adapun ikat kepala yang dipakai oleh kedua pemain itu dibuat berbeda

cara memakainya. Terkadang si pembawa barang ini memakai topi

kukusan. Si pembegal membawa pedang yang panjangnya hampir satu

meter. Make up nya pun sederhana. Dahulu mereka menggunakan langes

atau arang yang dihaluskan kemudian dicampur dengan minyak kelapa.

Campuran berwarna hitam ini untuk merias muka, membuat kumis,

cambang, alis dan lain-lain. Bahan lain yang diperlukan yaitu bedak dan

teres (sepuhan).21

Menurut Peneliti sendiri, tata rias yang digunakan oleh pemain

Begalan ini sangat sederhana, disesuaikan dengan karakter tokoh yang

dimainkan. Si pembawa barang berdandan rapi atau menggunakan pakaian

kejawen, sedangkan si pembegal berdandan lebih seram, persis seperti

tukang begal jaman dulu (pendekar). Hal ini dimaksudkan untuk

mendalami dan juga menambah mimik dalam tokoh masing-masing.

Setelah semua persiapan selesai dilakukan, acara Begalan siap dimulai.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini juru Begal berangkat ke rumah pengantin wanita

untuk merias diri dan berganti pakaian yang telah dibawanya. Mereka

datang satu atau dua jam sebelum acara di mulai. Mereka datang sebelum

acara untuk persiapan sebelum pentas agar nantinya lebih maksimal.

Pelaksanaan Begalan diadakan di halaman rumah mempelai

wanita. Dalam pengamatan lapangan yang dilakukan Peneliti di Sibrama

Kemranjen dapat teramati bahwa pelaksanaan Tradisi Begalan tidak

memerlukan panggung, cukup di halaman rumah mempelai wanita.

Menurut Pak Latif, Begalan dilakukan setelah akad nikah, pada

saat prosesi walimatul „urs. Pada saat itu, pengantin telah memakai baju

adat Jawa dan juru Begal telah berganti pakaian pentas beserta riasan

wajah lengkap. Semua peralatan Begalan sudah di siapkan.22

21

M. Koderi, BANYUMAS Wisata dan Budaya, h. 56. 22

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB.

Page 64: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

54

Di sisi lain, Pak Sudarto menambahkan bahwa pelaksanaan

pertunjukan Begalan ini dilakukan pada pagi atau siang hari yaitu sekitar

jam sepuluh atau jam satu siang. Namun waktu pertunjukan biasanya

menyesuaikan dengan acara Panggih Penganten. Pertunjukan Begalan

sekitar satu jam. Pertunjukan Begalan juga tidak memerlukan tempat yang

luas, karena cukup dilaksanakan di halaman rumah mempelai wanita.23

Karena pertunjukan ini tidak berdasarkan lakon cerita, nama-nama

yang dipakai dalam Begalan antara grup satu dengan grup lainnya tidak

sama. Masing-masing grup bisa menciptakan pemain sendiri. Yang

penting nama itu mengandung pengertian atau nasehat. Nama-nama begal

dan yang dibegal misalnya Surantani dan Suradenta, Jaka Sengkala dan

Jaka Srana, Jaya dan Anggada.24

Dalam Penelitian ini, juru Begal dan yang dibegal bernama Suro

Genthong dan Suro Langu. Yang berperan sebagai Suro Genthong adalah

bapak Latif, dan yang berperan sebagai Suro Langu adalah bapak Sudarto.

Suro Genthong membawa barang bawaan bersama rombongan pengantin

pria dan berjalan pada barisan terdepan, mengikuti di belakangnya yakni

cucuk lampah, dan pengantin pria yang didampingi keluarganya.

Sedangkan juru Begal yang bernama Suro Langu alias Pak Sudarto

menunggu di depan rumah pengantin wanita sambil membawa pedang

wlira.

Suro Genthong sebagai pembawa brenong kepang berjalan dengan

memikul barang bawaan sambil berjoget tidak beraturan disertai musik

iringan khas Banyumasan. Alat musik yang digunakan boleh dengan

calung (musik dan bambu wulung atau dengan gendhing). Lagu yang

dibawakan adalah lagu-lagu Banyumasan, baik bagi lagu untuk calung

maupun untuk iringan gendhing.

23

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 24

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB.

Page 65: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

55

Gendhing-gendhing Banyumasan yang digunakan untuk

mengiringi Begalan antara lain: Kricik-kricik, Gunungsari Kalibagoran,

Renggong Kulon, Pisang Balik dan Eling-eling Banyumasan.25

Pada saat iring-iringan pengantin pria sampai di halaman rumah

pengantin wanita, pengantin pria bersama keluarganya tidak langsung

masuk ke rumah pihak wanita. Pihak pengantin pria dihadang oleh wakil

pengantin wanita yang di sebut Suro Langu. Sesampainya di depan teras

rumah pengantin wanita, rombongan pengantin pria berhenti dan

kemudian Pembawa Acara (Pranoto Adicoro) memberikan waktunya

kepada juru Begal untuk memulai ritual Begalan.

Suro Genthong alias bapak Latif sebagai juru Begal membuka

acara untuk menyampaikan maksud Begalannya, dengan menyampaikan

sambutan kepada masyarakat yang hadir saat itu dengan maksud

menghormati dan meminta maaf apabila dalam pementasan Begalan

tersebut terdapat kesalahan.

Setelah sambutan selesai, ritual inti Begalan dimulai. Suro Langu

memberikan syarat kepada Suro Genthong, boleh masuk apabila Suro

Genthong bisa menjelaskan makna dari semua barang-barang yang

dibawa. Suro Genthong menyanggupi syarat tersebut. Di sinilah mulai ada

pertengkaran mulut atau tanya jawab kedua juru Begal tersebut. Semua

barang-barang yang dibawa (brenong kepang) ditanyakan artinya satu

persatu. Bahkan tarub dan janur yang melatar-belakangi arena pertunjukan

tidak luput dari pertanyaan. Jawaban inilah sebagai nasehat atau

penerangan bagi kedua mempelai sekaligus buat yang hadir. Dialog-dialog

itu memukau penonton karena disampaikan dengan gaya jenaka. Supaya

tidak monoton, di antara dialog-dialog atau tanya jawab diselingi gendhing

pisang balik.

Setelah semua barang-barang (brenong kepang) itu diterangkan

satu persatu, pertengkaran pun memuncak dan terjadilah peperangan.

Gendhing Renggong Kulon yang mengiringinya semakin memanaskan

25

M. Koderi, BANYUMAS Wisata dan Budaya, h. 56.

Page 66: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

56

pertunjukan. Pada saat puncaknya Suro Langu sebagai juru Begal

mengayunkan pedang kayu (pedang wlira) tepat mengenai kendi dan

pecahlah kendi yang di bawa oleh Suro Genthong sebagai pembawa

brenong kepang. Segera berebutlah para penonton ikut mengambil barang-

barangnya. Selesai perebutan diakhiri dengan gendhing eling-eling yang

berarti selesai pula pertunjukan Begalan. Sedangkan pengantin

melanjutkan serangkaian upacara berikutnya.

C. Pemaknaan Simbol-simbol yang digunakan dalam Tradisi Begalan

Makna simbolik pada tradisi Begalan terkandung pada Brenong

Kepang. Brenong Kepang ini biasanya berisikan alat-alat kebutuhan dapur

yang biasa digunakan di pedesaan seperti : ilir, ian, cething, kukusan,

saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendil, dan

wangkring. Semua barang-barang brenong kepang ini merupakan perlambang

yang mengandung nasehat penting bagi pengantin. Lambang-lambang ini

diterjemahkan dalam bahasa dialog yang cukup jenaka. Dapat disebut di sini

arti dari lambang brenong kepang yaitu:

1. Ilir

Ilir adalah peralatan yang terbuat dari anyaman bambu berukuran

persegi lebih kurang panjang dan lebarnya 35 cm. Ilir ini selalu bertangkai,

biasanya ilir berguna sebagai kipas angin. Lambang ini mengandung arti

bahwa sepasang suami istri harus bisa membedakan yang baik dan yang

buruk. Apabila pikiran salah satu pengantin panas maka satunya lagi harus

bisa mendinginkan.

Menurut Pak Sudarto, Ilir (kipas) ialah gambaran orang yang

berkeluarga harus bisa mempunyai sifat seperti kipas. Bisa memberikan

rasa dingin. Dingin dalam artian tidak membesar-besarkan masalah.

Masalah sudah tentu ada, tetapi masalah segera diselesaikan.26

26

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 67: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

57

2. Ian

Ian yaitu anyaman bambu, yang panjang dan lebarnya sama satu

meter, biasanya untuk menaruh nasi. Peralatan ini juga syarat dengan

simbol, ian berbentuk persegi empat yang menggambarkan arah mata

angin.

Menurut Pak Latif, Ian diibaratkan tempat bumi berpijak. Memiliki

empat pojokan yang menggambarkan bahwa manusia hidup itu harus

memiliki patokan atau arah kiblat.27

3. Cething

Cething yaitu tempat nasi dari anyaman bambu mengandung arti

wadah. Bahwa kita hidup dalam wadah (negara, agama, organisasi) yang

memiliki tatanan hidup atau aturan-aturan tertentu, tidak bisa berbuat

semaunya sendiri.28

4. Kukusan

Kukusan, alat menanak nasi dari anyaman bambu. Melambangkan

bahwa setelah berumah tangga, cara berpikirnya harus lebih masak.29

Kukusan ini berbentuk kerucuk dan memiliki lima sudut, yang

melambangkan sholat lima waktu jangan sampai di tinggalkan.30

Menurut Bapak Latif, Kukusan adalah tempat menanak nasi, yang

sebelumnya berasnya hanya sedikit setelah di masak akan bertambah

banyak. Perlambang ini mengandung nasehat penting, bahwa pengantin

yang diberi bekal sedikit dari orang tua semoga setelah menikah bisa

bertambah banyak.31

27

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB. 28

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB. 29

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 30

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB. 31

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB.

Page 68: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

58

5. Saringan Ampas

Saringan ampas (kalo) menggambarkan sebagai suami istri harus

bisa menyaring sesuatu yang baik dan yang buruk. Setiap ada berita yang

datang harus disaring atau harus hati-hati. Menyaring perbuatan maupun

perkataan. Harus berpikir sebelum bertindak. Harus dikontrol lagi pola

pikirnya, jangan sampai asal cemlong.32

6. Tampah

Tampah adalah alat yang terbuat dari anyaman bambu yang dibuat

dalam bentuk lingkaran. Tampah ini diibaratkan jagat. Melambangkan

bahwa kedua mempelai baru saja memasuki bahtera rumah tangga dan

semoga mendatangkan kebahagiaan bagi keduanya di kemudian hari.33

7. Sorokan

Sorokan, mengandung arti bahwa hidup berumah tangga harus bisa

menjaga diri dan jangan sampai sarak-sorok sama tetangga. Apalagi sudah

punya istri jangan sarak-sorok ke istri tetangga dalam istilah lain merebut

istri orang.34

8. Centhong

Centhong nasi, alat ini hingga kini masih memiliki nama yang

sama, hanya saja mengalami perubahan pada bahan pembuatannya.

Fungsinya untuk mengaduk-aduk agar rata. Dalam artian rizki yang di

peroleh suami harus bisa di olah oleh istri.

Menurut Bapak Mad Sukemi alias Simin, alat ini di gambarkan

seperti dayung untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Melambangkan

bahwa semestinya orang yang sudah berkeluarga (suami istri) diharapkan

jangan ada perselisihan. Sang suami tidak boleh sewenang-wenang

32

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 33

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB. 34

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB.

Page 69: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

59

menurut kehendaknya. Bila ada perbedaan pendapat sebaiknya

dimusyawarahkan untuk mencapai titik temu.35

9. Siwur

Siwur dikenal oleh masyarakat dengan istilah gayung. Alat

penciduk air. Siwur ini diibaratkan kaweruh (ngangsu kaweruh) dalam

istilah bahasa Indonesianya yaitu mencari ilmu. Dalam artian, sepintar

apapun dia dan setinggi apapun dia dalam dunia pendidikan formal tetapi

harus bisa bergaul dengan masyarakat.36

Secara simbolis, siwur diturunkan dari kerata basa (semacam

akronim) yaitu asihe aja di awur-awur. Artinya, seseorang yang telah

menikah seharusnya tidak membagi-bagi cintanya. Dalam konteks

pernikahan, cinta hanya untuk pasangannya, bukan untuk yang lainnya.

Tidak mudah jatuh cinta kepada wanita lain bagi kaki pengantin, demikian

juga untuk nini pengantin.37

10. Irus

Irus biasanya digunakan untuk mengambil, mengaduk, atau

mencicipi sayur. Artinya seorang suami jangan mudah tergoda dengan

wanita lain. Ini adalah simbol ketamakan yang menyebabkan prahara

dalam rumah tangga. Jangan mudah tergoda dengan milik orang lain,

terlebih godaan kecantikan atau ketampanan istri atau suami orang lain.38

11. Ciri dan Muthu

Nama lain dari Ciri adalah cowek. Sedangkan secara nasional

nama benda ini adalah cobek. Benda ini tidak dapat berdiri sendiri. Dia

harus dibantu dengan benda lain yang bernama Muthu atau uleg-uleg.

35

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB. 36

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 37

Suwito NS, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 107. 38

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB.

Page 70: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

60

Muthu atau uleg-uleg ini dapat terbuat dari batu. Biasanya kalau

cirinya terbuat dari tanah liat maka muthunya adalah kayu, sedangkan jika

cirinya terbuat dari batu , maka muthunya terbuat dari batu. Keduanya

harus seimbang atau memenuhi syarat kafaah dalam istilah fiqih. Jika

tidak, maka akan tidak seimbang dan akan cepat mengalami musibah,

yakni cirinya pecah, atau muthunya yang tidak efektif dalam menjalankan

tugas sebagai alat gerus.39

Menurut Bapak Sudarto, ciri dan muthu diibaratkan seperti orang

kekeluargaan, harus bisa bekerja sama yang bagus. Harus saling

mendukung satu sama lain untuk menciptakan keluarga yang sakinah

mawaddah dan warahmah.40

Ciri diibaratkan barang milik wanita,

sedangkan muthu diibaratkan barang milik pria.41

12. Parut

Parut atau serutan kelapa. Alat ini menggambarkan keuletan

seorang suami dalam mencari nafkah. Seorang suami harus bisa usaha atau

mencari rizki, apapun itu yang penting halal. Seorang suami diibaratkan

seperti parut, kesana kemari harus menghasilkan karena untuk mencukupi

kebutuhan sehari-hari.42

13. Pari

Pari (padi) juga menjadi “anggota” brenong kepang yang selalu

ada dalam tradisi Begalan. Biasanya padi yang masih ada merang (gagang)

nya. Biasanya juru Begal mengikatkan seuntai padi pada

wangkring/mbatan mereka.43

Menurut Bapak Sudarto, padi diibaratkan perilaku. Padi selagi

muda kelihatan tegak, tambah tua tambah berisi (merunduk). Dalam artian

39

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 111. 40

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 41

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB. 42

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB. 43

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 109.

Page 71: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

61

ketika seseorang diberi kepandaian atau ilmu yang mumpuni, kekayaan,

dan pangkat kedudukan, hendaklah meniru padi, yaitu bisa bersikap

rendah hati. Dalam kata lain, padi yang semakin berisi akan semakin

merunduk.44

14. Kendil

Kendil merupakan alat yang terbuat dari tanah atau periuk yang

berukuran kecil, fungsinya untuk menanak nasi atau memasak sayur, dan

jamu.

Menurut bapak Latif, kendil merupakan gambaran orang hidup.

Terutama pengantin wanita. Kalau kendilnya bolong alias boros ya tidak

akan jadi apa-apa. Seorang istri harus bisa berhemat. Seberapapun

besarnya penghasilan suami kalau istrinya tidak bisa berhemat alias boros

tidak akan jadi apa-apa. Seorang istri harus bisa menabung.45

15. Wangkring

Wangkring, yaitu pikulan dari bambu. Filsafatnya adalah di dalam

menjalani hidup ini berat ringan, senang susah hendaknya dipikul bersama

antara suami istri. Yang dulunya masih bujangan belum punya beban,

setelah menikah harus punya tanggung jawab.46

Wangkring mempunyai empat kaki, menggambarkan ada dua

keluarga besan yang harus saling mendukung, guyub, rukun. Biar imbang

dipikul bersama-sama.47

Seterusnya masih banyak lagi nasehat-nasehat yang diterjemahkan

dari lambang-lambang dalam tradisi Begalan. Begitu halusnya perasaan

orang-orang terdahulu, sehingga cara menyampaikan nasehat atau petuah-

petuah itu diwujudkan dalam lambang-lambang tadi. Sayang sekali banyak

44

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 45

Hasil wawancara dengan Bapak Latif (Juru Begal), di kediamannya Rt 01 Rw 08 Desa

Sikanco Kec. Nusawungu, Jum‟at, Tanggal 15 Desember 2017, Pukul 20.30 WIB. 46

Hasil wawancara dengan Bapak Sudarto (Juru Begal), di kediamannya Rt 02 Rw 05

Desa Sibalung Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 19 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB. 47

Hasil wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin (Juru Begal), di kediamannya

Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kec. Kemranjen, Selasa, Tanggal 26 Desember 2017, Pukul 20.00

WIB.

Page 72: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

62

orang yang tidak mengerti, sehingga sering terjadi kekeliruan bahwa

lambang-lambang itu seolah-olah mengandung kekuatan atau dapat

mendatangkan rejeki, ataupun berkah. Seolah-olah barang yang diperoleh

dari hasil Begalan dianggap membawa berkah atau rejeki yang banyak.

D. Hukum Tradisi Begalan menurut Perspektif Hukum Islam

Masyarakat muslim diatur perilakunya oleh hukum Islam, baik itu

yang berkaitan dengan hubungan sosial, maupun hubungan vertikal. Titik

fungsional hukum Islam terus-menerus membentuk struktur sosial

masyarakat muslim dalam menjalani kehidupan sosialnya. Jika dikaji lebih

mendalam, hukum Islam mempunyai perbedaan dengan hukum yang ada di

masyarakat. Hukum Islam adalah peraturan yang didatangkan dari langit,

lewat kreasi intelektual para ulama fikih, dengan memahami pesan yang

tertulis dalam Al-Qur‟an maupun Sunah. Kreasi intelektual itu bersifat nisbi,

terkait dengan kemampuan nalar para ulama, sekaligus perubahan sosial yang

ada ketika Islam itu lahir.48

Berbicara mengenai hukum yang ada di masyarakat atau hukum adat,

jika ditinjau sesuai dengan kajian Ushul Fiqh, pertama, adat yang sesuai

dengan hukum Islam adalah adat yang berulang-ulang dilakukan, diterima

oleh banyak orang, tidak bertentangan dengan agama, sopan santun dan

budaya yang luhur. Kedua, adat yang tidak sesuai dengan hukum Islam

adalah adat yang berlaku di suatu tempat meskipun merata pelaksanaannya,

namun bertentangan dengan agama, undang-undang dan sopan santun.49

Ulama sepakat dalam menerima adat. Adat yang dalam perbuatannya

terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharatnya, atau unsur

manfaatnya lebih besar dari unsur mudharatnya, serta adat yang pada

prinsipnya secara substansi mengandung unsur maslahat, namun dalam

pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk itu

dikelompokkan kepada adat yang shahih.50

48

Yayan Sofyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum

Nasional, (Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 12. 49

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011), h. 392. 50

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 395.

Page 73: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

63

Melihat dari penilaian baik dan buruknya, adat atau „urf terbagi

menjadi 2 macam, yaitu „urf shahih dan urf fasid. „Urf shahih ialah seuatu

yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil

syara‟ juga tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan yang

wajib. Sedangkan „urf fasid yaitu apa yang telah saling dikenal oleh manusia,

akan tetapi bertentangan dengan syariat, atau menghalalkan yang haram atau

membatalkan yang wajib.51

Syariat Islam adalah syariat yang sempurna, perbuatan yang timbul

yang berkaitan dengan hukum adat biasanya dilandasi dengan kesadaran hati.

Bahwa pelaksanaan Begalan dalam upacara perkawinan adat Banyumas

tersebut adalah boleh dan tidak menyimpang dari syari‟at Islam dengan

pertimbangan sebagai berikut:

Dalam ushul fiqih ada suatu kaidah yang menyebutkan انعادة محكمة

(bahwa adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum).52

Jadi, apabila

adat tersebut tidak melanggar dari syari‟at Islam dan juga tidak menjadikan

mudharat bagi yang melaksanakannya maka sah untuk dilakukan.

Alasan ulama menggunakan (penerimaan) mereka terhadap adat

tersebut adalah berdasarkan kepada hadits yang berasal dari Abdullah bin

Mas‟ud yang dikeluarkan Imam Ahmad dalam musnadnya, ialah:53

ما رأه انمسهمىن حسنا فهى عند هللا حسه

Artinya: “Apa yang dipandang ummat Islam sebagai sesuatu yang baik, maka

hal tersebut disisi Allah baik”.

Dari segi objeknya, Begalan termasuk ke dalam al-„urf al-„amali,

yakni kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau

muamalah keperdataan. Yang dimaksud perbuatan biasa adalah perbuatan

masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan

kepentingan orang lain. Begalan merupakan suatu tradisi berupa perbuatan,

walaupun dalam pelaksanaannya, Begalan menggunakan kata-kata untuk

51

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, h. 105. 52

Mukhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami, terjemah Zaini Dahlan,

(Bandung: Al-Ma‟arif, 1986), h. 40. 53

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid 2, h. 376.

Page 74: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

64

menguraikan makna dari simbol yang mereka bawa, akan tetapi secara

keseluruhan Begalan merupakan perbuatan atau ritual.

Dari segi cakupannya, Begalan termasuk ke dalam al-„urf al-khash,

yakni kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan di daerah tertentu. Dalam hal

ini Begalan merupakan tradisi khusus bagi masyarakat pada semua kalangan

di Banyumas.

Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟, Begalan termasuk ke

dalam al-„urf al-shahih, yakni kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang

tidak bertentangan dengan nash (ayat dan hadits), tidak menghilangkan

kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka.

Begalan merupakan salah satu tradisi turun-temurun dalam

masyarakat Banyumas. Tradisi yang sudah barang tentu memiliki latar

belakang baik secara sosial, historis, bahkan religi atau sistem keyakinan.54

Pada dasarnya masyarakat Banyumas yang melaksanakan pernikahan

menggunakan tradisi Begalan, pernikahannya tetap sah selama rukun dan

syarat perkawinan terpenuhi, yakni adanya calon pengantin, ijab dan qabul,

wali nikah, dan dua orang saksi. Begalan sendiri dilaksanakan pada saat

prosesi walimatul „urs.

Ulama yang mengamalkan adat sebagai dalil hukum menetapkan 4

syarat dalam pengamalannya:55

a. Adat itu bernilai maslahat.

b. Adat itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang berada

dalam lingkungan tertentu.

c. Adat itu telah berlaku sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya.

d. Adat itu tidak bertentangan dengan nash.56

Suatu hukum yang dilakukan apabila tidak ada dalil yang

mengharamkan maka boleh untuk dilakukan sebagaimana dalam kaidah

fiqhiyah sebagai berikut: 57

54

Suwito NS, Islam Dalam Tradisi Begalan, h. 90. 55

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 74. 56

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1996), h. 144.

Page 75: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

65

االصم في االشياء االباحة حتى يدل اندنيم عهى انتحريم58

Artinya: “Hukum asal sesuatu boleh sebelum ada dalil yang

mengharamkannya”.

Atas dasar itulah bahwa ada kebiasaan yang berlaku di masyarakat

yang tidak melanggar kepada ketentuan syari‟at Islam dapat dijadikan suatu

pertimbangan sebagai sumber pengembalian hukum. Al-„urf dan al-adah yang

memiliki makna tradisi banyak menjadi dasar bagi beberapa permasalahan

fiqih. Jika tradisi bertentangan dengan syarak, maka yang didahulukan adalah

hukum syarak.

Dari kaidah diatas dapat dijadikan dasar, bahwa pelaksanaan tradisi

Begalan dalam perkawinan yang berlaku pada masyarakat dan tidak

melanggar ketentuan syariat dapat terus dijalankan selagi tidak melanggar

hukum-hukum atau kaidah-kaidah yang ada dalam ajaran agama Islam.

Adat dan kebiasaan boleh kita katakan mempunyai arti yang sama

menurut definisi Ibnu Majah “Syariah al Mughni”, adalah suatu pengertian

dari yang ada di dalam jiwa orang-orang berupa perkara-perkara yang

berulangkali terjadi yang bisa diterima oleh tabiat yang waras.

Dalam hal ini tidak sedikit masalah-masalah fiqhiyah yang bersumber

dari adat kebiasaan yang berlaku pada masyarakat tertentu terlebih-lebih

syari‟at hanya menentukan suatu ketentuan secara mutlak tanpa pembatasan

dari segi nash itu sendiri maupun dari segi bahasa:

كم ما زرد بو انشرع مطهقا وال منابة نو فيو وال انهغة يرجع فيو انى انعرف 59

Artinya: “Setiap ketentuan yang dikeluarkan oleh syara secara mutlak tidak

ada pembatasan dalam syara ataupun dari segi bahasa maka dikembalikan

kepada „urf atau adat istiadat.”

Tradisi bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan selama tradisi itu

tidak bertentangan dengan syariat. Tradisi bukanlah sesuatu yang harus

dihapuskan hanya karena tidak terdapat pada masa Nabi sehingga

57

Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh, Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2002), h. 161. 58

Jalaluddin As-Suyuthi, Asybah Wa Al-Nazhair, (tt: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1990), h.

60. 59

Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, (Jakarta: Sa‟adiyah Putera,tt), Cet. Ke-1, h.

37.

Page 76: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

66

pelaksanaannya dianggap bid‟ah dan bertentangan dengan Islam. Tradisi

harus dipandang sebagai sebuah ekspresi seni, luapan kegembiraan, dan

sebagai media komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Tradisi Begalan merupakan warisan budaya para sesepuh terdahulu

yang telah dikaji kemaslahatannya. Selama tradisi tersebut merupakan tradisi

yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat hukum Islam, tradisi dapat

terus berlanjut. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kaidah pokok yang

menerangkan bahwa kebiasaan bisa dijadikan pertimbangan hukum.

Pada prinsipnya, tidak ada salahnya jika masyarakat mengikuti adat

atau tradisi suatu kaum. Islam datang tidak untuk memberantas tradisi yang

berlaku dalam masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Bahkan Islam datang untuk mengkolaborasi tradisi dalam masyarakat ke

dalam nilai-nilai Islam. Seperti halnya tradisi Begalan yang dilakukan oleh

masyarakat Banyumas. Mereka melakukan tradisi yang sebelumnya tidak ada

dalam ajaran Islam.

Dilihat dari ungkapan di atas dapat dipahami makna seandainya

hukum Islam bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam adat

Begalan, maka hukum agama yang lebih didahulukan. Artinya kalau tidak

ada nilai ibadahnya dalam adat yang berlaku maka yang menjadi tolak ukur

dalam mengambil keputusan adalah prinsip Islam. Jika ajaran agama

melarang maka adat tidak boleh menghalalkan, dan begitu sebaliknya jika

ajaran agama menghalalkan maka adat pun tidak boleh mengharamkan.

Pelaksanaan tradisi Begalan kalau diperhatikan dengan sungguh-

sungguh terdapat suatu keunikan karena dengan adanya ini maka bisa dilihat

hukum Islam, hukum perkawinan Indonesia, dan hukum adat tercampur

menjadi satu. Kesemuanya hidup dalam satu objek dan tidak terjadi gesekan,

ini dibuktikan dengan masyarakat yang melaksanakannya dengan senang hati

dan tanpa ada paksaan.

Tradisi Begalan apabila ditinjau dari segi Maslahah Mursalah ada

banyak sekali kemaslahatan di dalamnya. Tradisi Begalan dipandang sebagai

ekspresi seni maka dia menunjukkan keindahan bahasa dalam menguraikan

Page 77: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

67

makna dari simbol yang mereka bawa secara keseluruhan dan tata cara

pelaksanaanya, dalam hal ini tradisi berfungsi sebagai hiburan masyarakat.

Tradisi ini juga bisa dipandang sebagai luapan kegembiraan maka dengannya

bisa terlihat rasa syukur seseorang terhadap nikmat yang telah diberikan

Allah, dan selanjutnya tradisi ini bisa menjadi media komunikasi antar

generasi yang itu berarti dengannya kita bisa mendapatkan sebuah

pembelajaran dan informasi khususnya mengenai perkawinan masyarakat

terdahulu.

Tradisi Begalan bukan semata-semata merupakan suatu pertunjukan

hiburan saja. Tradisi ini mengandung nilai-nilai pendidikan yang dapat

dijadikan pedoman bagi kedua mempelai dalam menjalani hidup bersama.

Banyak aspek nilai pendidikan yang dapat diambil dari tradisi Begalan. Baik

itu yang tersirat dari setiap tahap yang dilaksanakan, maupun dari setiap

perlengkapan yang digunakan dalam proses Begalan. Adapun nilai-nilai

pendidikan tersebut adalah nilai pendidikan ketuhanan (religius), nilai

pendidikan moral, dan nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan.

Melihat dari penjelasan diatas, pada intinya bahwa tradisi Begalan

menurut perspektif hukum Islam boleh dilakukan. Akan tetapi, sesuatu yang

bertentangan dengan hukum Islam di dalam tradisi tersebut harus

ditinggalkan. Kemudian mengenai tata cara pelaksanaannya secara

keseluruhan diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan al-Qur‟an dan

al-Hadits. Nilai religius yang sangat tampak dalam tradisi Begalan yaitu

dibuka dengan ucapan salam, basmallah, shalawat Nabi, dan diakhiri dengan

do‟a keselamatan bagi pengantin dan seluruh masyarakat tamu undangan

yang hadir. Sedangkan makna sosial dari Begalan dapat terlihat dari upaya

transformasi nilai dari generasi tua kepada generasi muda khususnya bagi

kedua pengantin untuk selalu ingat pada simbol-simbol yang syarat dengan

nilai.

Jadi suatu tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut sebelum

mengetahui dasar hukumnya, maka tidak boleh dinyatakan sah atau tidaknya

sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur‟an sebagai berikut:

Page 78: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

68

اىفؤاد مو أ اىجصر ع اىض إ عي ش ىل ث ب ى ل رقف ضئ ع ل )اإلصراء: ىئل مب

63) Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,

semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Q.S Al-Isra: 36)

Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu perbuatan

yang tidak kamu ketahui isinya sehingga nantinya akan menimbulkan opini

yang buruk terhadap satu hal, yang nantinya akan mengakibatkan terjadinya

justifikasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Page 79: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari pembahasan-pembahasan yang ada diatas,

penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Begalan merupakan salah satu tradisi turun-temurun dalam masyarakat

Banyumas. Dalam proses pelaksanaannya, tradisi Begalan terdapat dua

tahapan dalam prosesi Begalan, yaitu tahap persiapan dan tahap

pelaksanaan serta menjabarkan maksud dari simbol-simbol Begalan.

2. Makna simbolik pada tradisi Begalan terkandung pada Brenong Kepang.

Semua barang-barang yang dibawa dalam tradisi Begalan (brenong

kepang) ini merupakan perlambang yang mengandung nasehat penting

bagi pengantin. Lambang-lambang ini diterjemahkan dalam bahasa dialog

yang cukup jenaka. Uraian simbolik dari brenong kepang ini tampak lebih

dominan dibanding dengan acara ruwatannya. Uraian makna simbolik pun

telah ditransformasikan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat

Banyumas sekarang ini. Simbolisasi dari brenong kepang ini akan sangat

efektif dalam ingatan audiennya karena tampak sangat simpel dan

tervisualkan.

3. Dalam pelaksanaannya, tradisi Begalan tidak menyimpang atau

bertentangan dengan syariat Islam, sebab adat kebiasaan di dalam acara

tersebut tidak ada sesuatu yang berlawanan dengan hukum Islam karena

itu sebagai kebiasaan adat dan untuk memeriahkan suatu acara. Oleh

karena itu, tradisi Begalan yang ada pada perkawinan adat Banyumas tidak

menyimpang dari hukum Islam.

Page 80: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

70

B. Saran

Setelah melakukan penelitian terkait dengan tradisi Begalan dalam

perkawinan adat Banyumas, ada beberapa saran yang ingin disampaikan

peneliti, diantaranya ialah:

1. Tradisi Begalan hendaknya tetap dijaga kelestariannya dan dikembangkan

dalam bentuk penyajiannya dan dapat diteruskan oleh generasi

penerusnya, serta dapat diterima dikalangan masyarakat luas terutama

pada generasi muda.

2. Modifikasi yang dilakukan oleh seniman maupun juru Begal hendaknya

tidak terlalu banyak agar tetap terjaga kemurniannya dan ciri khas Begalan

sebagai kesenian tradisi.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas atau pihak-pihak yang

berwenang, sebaiknya membuat beberapa kebijakan dalam usahanya untuk

memelihara, melindungi dan mengembangkan tradisi Begalan dalam

upacara perkawinan adat Banyumas sehingga tradisi ini dapat tetap lestari

dan dapat menjadi ciri khas Kabupaten Banyumas.

4. Bagi seluruh mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, hendaknya mempunyai dedikasi yang mendalam

untuk meneliti adat-adat yang hidup ditengah-tengah masyarakat dan

merumuskan akulturasinya dengan Islam dengan jalan penetapan atau

modifikasi agar berjalan sesuai dengan koridor Islam atau agar lebih

kelihatan Islami.

Page 81: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

71

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alquran dan Terjemah Departemen Agama Republik Indonesia.

Abidin, Slamet, Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, Bandung: Pustaka Setia,

1999.

Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.

Ag, Muhaimin, The Islamic Tradition of Cirebon „Ibadat and Adat Among

Javanesse Muslims‟, Jakarta: centre for research and development of

socio religious affairs, 2004.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-

Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren

Krapyak, 1996.

Ali, Mukti dkk, Fikih Kawin Anak (Membaca Ulang Teks Keagamaan

Perkawinan Usia Anak-anak), T.tp: Rumak Kitab, 2005.

Al-Anshari, Abu al-Mawahib Abdul Wahab ibn Ahmad ibn Ali, al-Mizan al-

Kubra, Kediri: Ma‟had al-Islami al-Salafy, tt.

Al-Anshary, Abu Yahya Zakariya, Fath al-Wahhab, Singapura: Sulaiman

Mar‟iy, t.t.

Al-Bajuri, Ibrahim, al-Bajuriy „ala ibn Qasim Vol. II.

Al-Barkati, Muhammad „Amim, Qowaid Fiqh, Kurtis: As-Shadf Publisher,

1986.

Al-Bujairami, Sulaiman, Hasyiyah Al-Bujairami „Ala Al-Khatib, Damaskus:

Dar Al-Fikr, 1995.

Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail, Shahih Al-Bukhari, Beirut: Dar Thauq

An-Najah, 1422 H.

Al-Hakim, Abu Abdullah, Mustadrak „Ala As-Sahihain, Beirut: Dar Al-

Kutub Al-Ilmiyah, 1990.

Al-Husayni, Taqiyuddin Abu Bakr ibn Muhammad, Kifayah al-Akhyar fi

Halli Ghayah al-Ikhtishar Vol. II, Kediri: Ma‟had al-Islami al-Salafy,

tt.

Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad, Shahih Fiqh Wanita Menurut Al-Qur‟an

dan Sunnah, Diterjemahkan oleh Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani.

Jakarta: Akbar Media, 2009.

Page 82: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

72

An-Naisaburi, Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihyaut

Turats Al-„Arabi, tt.

As-Suyuthi, Jalaluddin, Asybah Wa Al-Nazhair, tt: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,

1990.

Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Damaskus: Dar Al-

Fikr, tt.

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press,

2000.

Bawani, Imam, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Al

Ikhlas, 1990.

Bigha, Mustofa Dibul. Fiqh Syafi‟i, Sawahan: CV Bintang Pelajar, 1984.

Buku Profil Desa Sibrama, Tahun 2015.

Daeng, Hans J, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2002.

Daradjat, Zakiyah, (et al). Ilmu Fiqh, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Djojosantosa, Pandangan Hidup Masyarakat Jawa. Semarang: Aneka Ilmu,

1996.

Endarmoko, Eko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2006.

Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.

Geertz, Clifford, The Religion of Java, Chicago: Chicago University Press,

1976.

Ghozali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana , 2008.

Goenoprawiro, R. Soesanto, Lawak, teori dan praktek beserta liku-likunya,

Yogyakarta: Proyek Javanologi, 1984.

Hadeli, Metode Penelitian, Padang: Baitul Hikmah, 2001.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung,

2007.

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Pandangan,

Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: CV. Mandar Maju, 2007.

______________, Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara

Adatnya, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Page 83: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

73

Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awaliyah, Jakarta: Sa‟adiyah Putera,tt.

Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1996.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Hibban, Muhammad ibn, Shahih ibnu Hibban, Beirut: Muassasah Risalah,

1988 H.

Kartono, Kartini, Psikologi Wanita (1) Gadis Remaja dan Wanita-wanita,

Bandung: Mizan, 1997.

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih, Penerjemah: Halimuddin, Jakarta:

PT Rineka Cipta, 2005.

Khalil, Ahmad, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, Malang:

UIN Malang Press, 2008.

Kharlie, Ahmad Tholabi dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di

Dunia Islam Kontemporer, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2011.

Kharlie, Ahmad Tholabi, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2013.

Koderi, M. BANYUMAS Wisata dan Budaya, Purwokerto: CV. METRO

JAYA, 1991.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Marzuki, Peter Muhammad, Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Prenada Media

Group, 2008.

Mubarok, Jaih. Kaidah Fiqh, Sejarah dan Kaidah Asasi, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002.

Muhadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rakesarasin,

1996.

Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: PT Pradnya

Paramita, 2004.

Mujib, Abdul, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh, Jakarta: Kalam Mulia, 1999.

Musbikin, Imam, Qawa‟id al-Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2001.

Muti‟ah, Anisatul dkk, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia Vol 1,

Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009.

Page 84: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

74

Ns, Suwito, Islam Dalam Tradisi Begalan, Purwokerto: STAIN Purwokerto

Press, 2008.

Partokusumo, Karkono Kamajaya, Kebudayaan Jawa Perpaduannya dengan

Islam, Yogyakarta: Aditiya Media, 1995.

Purwadi, Pranata Sosial Jawa, Yogyakarta: Cipta Karya, 2007.

Rafiq, Ahmad, Hukum Keluarga Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1998.

Rasjid, H. Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: CV Sinar Baru, 1989.

Riyadi, Ahmad Ali, Dekonstruksi Tradisi, Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007.

Rusdiana, Kama dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007.

Rusyd, Muhammad ibn Ahmad ibn, Bidayah al-Mujtahid, Beirut: Dar al-Fikr:

tt.

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011.

Setiyady, Elly M. dkk, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana

Prenada Media, 2006.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan

(Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan),

Yogyakarta: Liberty, 2004.

Sofyan, Yayan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam

Dalam Hukum Nasional, Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2011.

______________, Pengantar Metode Penelitian, Ciputat: UIN Jakarta, 2010.

Solikhin, Muhammad, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta: Narasi,

2010.

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta,2005.

Sudiyat, Imam, Hukum Adat, Sketsa Asas, Yogyakarta: Liberty, 2007.

Sudjana, Nana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2003.

Sugiyono, Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Desertasi, Bandung:

ALFABETA, 2013.

Supriyadi, Begalan, Purwokerto: UD Satria Utama Purwokerto, 1993.

Page 85: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

75

Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan

Teknik, Bandung: Tarsito, 1994.

Susetya, Wawan, Ngelmu Makrifat Kejawen „Tradisi Jawa Melepas

Keduniawian Menggapai Kemanunggalan‟, Jakarta: PT Buku Kita,

2007.

Sutardjo, Imam, Kajian Budaya Jawa, Surakarta: Jurusan Sastra Daerah.

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2010.

Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2014.

______________, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2006.

______________, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana 2010.

______________, Ushul Fiqh, Jilid 2, Jakarta: Prenada Media Kencana,

2008.

______________, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011.

Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fikih Lengkap, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2009.

Wignjodipuro, Soerjono, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta:

Toko Gunung Agung, 1995.

Yahya, Mukhtar, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami, terjemah

Zaini Dahlan, Bandung: Al-Ma‟arif, 1986.

B. Karya Ilmiah

Hidayat, Syarif, Konsep Keluarga Sakinah dalam Tradisi Begalan, Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Yelipele, Adnan, Tradisi Dalam Perkawinan Adat Muslim Suku Dani Papua

di Tinjau dari Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

Suharti, Tradisi Kaboro Co,I Pada Perkawinan Masyarakat Bima Perspektif

„Urf di Kecamatan Monta Kabupaten Bima, Malang: UIN Malang,

2008.

C. Lembaga dan Badan

BPS, Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2016. Banyumas: BPS, Kabupaten

Banyumas, 2016. Diakses pada tanggal 26 November 2016 di

https://banyumaskab.bps.go.id/.

Page 86: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

76

D. Jurnal

Chusmeru, Begalan Sebagai Komunikasi Tradisional Banyumas (Studi

Deskriptif Komponen Komunikasi dalam Kesenian Begalan), Jurnal

Dosen Jurusan Komunikasi FISIP UNSOED, Acta DiurnA, Vol 7 No 2,

2011.

Karyono, Tari Begalan di Tengah Perubahan Sosial Masyarakat Banyumas,

Jurnal, http://jurnal.isi-

ska.ac.id/index.php/greget/article/download/23/30. Diakses pada

tanggal 21 Oktober 2016.

Zannah, Usfatun, “Makna Prosesi Perkawinan Jawa Timur Sebagai Kearifan

Lokal (Pendekatan Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Tebus

Kembar Mayang Di Desa Jatibaru Kecamatan Bungaraya Kabupaten

Siak Provinsi Riau)” Vol, 1, No.2 (Oktober 2014).

E. Undang-Undang

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

F. Artikel

http://ensiklo.com/2014/08/30/mengenal-tradisi-begalan-masyarakat-

banyumas/. Artikel di akses pada tanggal 13 Februari 2018.

https://id.answers.yahoo.com/. Artikel diakses pada tanggal 15 Oktober 2016.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sibrama,_Kemranjen,_Banyumas. Artikel

diakses pada tanggal 26 November 2016.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi. Artikel diakses pada tanggal 15

Oktober 2016.

http://www.koran-jakarta.com/mencermati-kebudayaan-lokal-banyumas/.

Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2018.

Wahyudi, Agus, “Seni Begalan Undang Perhatian Turis Asing”, dalam Suara

Merdeka, tanggal 16 September 2006.

Page 87: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

77

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 88: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan
Page 89: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan
Page 90: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan
Page 91: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

PEDOMAN WAWANCARA

A. Wawancara kepada Juru Begal

1. Apa makna tradisi Begalan?

2. Kapan tradisi Begalan dipentaskan?

3. Dimana tradisi Begalan dipentaskan?

4. Siapa saja yang harus mengadakan tradisi Begalan?

5. Siapa saja yang berperan dalam tradisi Begalan?

6. Bagaimana asal-usul tradisi Begalan?

7. Apa fungsi dan tujuan tradisi Begalan?

8. Apa persiapan yang dilakukan sebelum pentas?

9. Apa makna simbolik dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Begalan?

B. Wawancara kepada Keluarga Pengantin

1. Apa makna tradisi Begalan?

2. Apa fungsi atau tujuan mengadakan tradisi Begalan?

3. Bagaimana pengaruh tradisi Begalan bagi pengantin?

4. Apakah pelaksanaan tradisi Begalan berdasarkan kepercayaan sendiri atau

tuntutan masyarakat?

5. Apakah tradisi Begalan sesuai dengan syariat hukum Islam yang diyakini?

C. Wawancara kepada Tokoh Agama

1. Apakah pernah melihat tradisi Begalan? Dimana?

2. Apa makna dari tradisi Begalan?

3. Bagaimana jika tradisi Begalan dikaitkan dengan tradisi tolak bala’?

4. Apakah tradisi Begalan termasuk ritual atau tradisi?

5. Apakah tradisi Begalan sesuai dengan syariat hukum Islam yang diyakini?

Page 92: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

BIODATA INFORMAN

1. Nama : Pak Latif (Selaku Juru Begal)

Alamat : Desa Sikanco Rt. 01/08 Kec. Nusawungu Kab. Cilacap

Profesi : Pedagang/Petani

2. Nama : Ibu Minah (Selaku Penjual Brenong Kepang)

Alamat : Desa Sikanco Rt. 01/08 Kec. Nusawungu Kab. Cilacap

Profesi : Pedagang

3. Nama : Mad Sukemi alias Simin (Selaku Juru Begal)

Alamat : Desa Petarangan Rt. 03/10 Kec. Kemranjen Kab. Banyumas

Profesi : Tukang Batu/Petani

4. Nama : Pak Sudarto (Selaku Juru Begal)

Alamat : Desa Sibalung Rt. 02/05 Kec. Kemranjen Kab. Banyumas

Profesi : Wiraswasta

5. Nama : Pak Sodirun dan Ibu Sodiah (Selaku Keluarga Pengantin)

Alamat : Desa Sibrama Rt. 01/06 Kec. Kemranjen Kab. Banyumas

Profesi : Petani

6. Nama : Pak Imam Chambali (Selaku Tokoh Agama)

Alamat : Desa Sibrama Rt. 01/07 Kec. Kemranjen Kab. Banyumas

Profesi : Petani

Page 93: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Latif selaku Juru Begal, di kediamannya

Rt 01 Rw 08 Desa Sikanco Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap, Tanggal

15/12/2017, Pukul 20.30 WIB.

Page 94: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Sudarto selaku Juru Begal, di

kediamannya Rt 02 Rw 06 Desa Sibalung Kecamatan Kemranjen Kabupaten

Banyumas, Tanggal 19/12/2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 95: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Mad Sukemi alias Simin selaku Juru

Begal, di kediamannya Rt 03 Rw 10 Desa Petarangan Kecamatan Kemranjen

Kabupaten Banyumas, Tanggal 26/12/2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 96: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Foto peneliti saat wawancara dengan Bapak Sodirun dan Ibu Sodiah selaku Keluarga

Pengantin, di kediamannya Rt 01 Rw 06 Desa Sibrama Kecamatan Kemranjen

Kabupaten Banyumas, Tanggal 04/03/2017, Pukul 19.30 WIB.

Page 97: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Juru Begal dan rombongan Pengantin Pria sebelum memasuki halaman rumah

pengantin wanita. Pelaksanaan tradisi Begalan tidak memerlukan panggung, cukup di

halaman rumah pengantin wanita.

Page 98: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Foto diambil pada saat Juru Begal sedang menjabarkan makna dari simbol-simbol

yang terkandung pada Brenong Kepang. Brenong Kepang ini biasanya berisikan alat-

alat dapur yang biasa digunakan di pedesaan.

Page 99: TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44547/1/MUCHLISIN ANAM-FSH.pdf · pandangan hukum Islam terhadap tradisi Begalan

Foto Pengantin Pria dengan Juru Begal yang sedang membawa Brenong Kepang.

Foto diambil pada saat acara walimatul ‘urs di kediaman Bapak Imam Chambali,

Desa Sibrama Rt 01 Rw 07 Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.