Upload
priya-adhi-yaksa
View
225
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bedah
Citation preview
IDENTITAS
Nama :Ny. M
Umur : 56 tahun, 8 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 29 mei 2015
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Sesak nafas sejak 3 hari SMRS
2. Keluhan tambahan : (-)
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
3 HSMRS pasien jatuh di rumahnya. Dada bagian kanan terbentur kursi
yang dipakainya untuk berpegangan tetapi ikut terjatuh dan menimpanya.
Pingsan (-), mual (-), muntah (-). Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak
nafas. Keluhan ini dirasakan pasien sejak jatuh tertimpa kursi dirumahnya 3 hari
yang lalu dan semakin memberat sebelum datang ke IGD. Sesak tersebut tidak
disertai batuk, , lemas (+), tampak jejas didada kanan (+), demam (-).pasien
dapat berinteraksi verbal, dan dalam keadaan sadar penuh, tetapi tetap tampak
sesak nafas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sesak nafas, nyeri dada : disangkal
- Riwayat asma dan penyakit paru dan jantung : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit paru dan jantung : disangkal
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Lemah, tampak sesak
1. Kesadaran Umum : Compos mentis, E4M6V5
3. Vital Sign : Tensi : 126/80 mmHg
Nadi : 115 x/menit
Respirasi : 37 x/menit
Suhu : 36,5 °C
SpO2 : 72 %
Status Umum
Pemeriksaan Kepala : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Mata, telinga, mulut : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Leher : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Thorax :
Inspeksi : Jejas dada dextra (+), membengkak (-), retraksi
intercostal (-), nafas dangkal, Asimetris dextra >
sinistra, ketinggalan gerak (+) dextra.
Palpasi : Vokal fremitus kanan melemah < kiri.
Perkusi : Hipersonor didada kanan (+)
Auskultasi : Vesikuler menurun
Ronkhi basah kasar di basal paru (-),
Wheezing (-)
Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
2
Abdomen
– Inspeksi : abdomen normal
– Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
– Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
– Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-
), hepar, lien,tidak teraba adanya
pembesaran
Ekstremitas
– Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
– Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Laboratorium
SGOT : 24 u/l
SGPT : 13 u/l
Ureum : 67
Kreatinin : 0,9
Kolesterol Total : 134
Trigliserid : 77
Hb : 13,3 g/dl (16.00)
Leukosit : 12,5
Gula Darah Sewaktu : 110
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radioligi (29-05-2015)
Pada pemeriksaan foto rontgen polos thorax Ny. M, 56 tahun, posisi PA :
- Bayangan luscen tanpa corakan paru di hemithorax dextra suggestive
pneumothorax dextra, parenkim paru dextra tampak collaps.
- Cardiomegali
3
V. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
A. Anamnesis
- Sesak nafas tiba-tiba
- Nyeri dada kiri dan paha kiri
- Jejas di fasial, dada kiri
- Riwayat trauma dada
B. Pemeriksaan fisik
- Thorax :
Nafas dangkal
Perkusi hipersonor pada dada kanan
Auskultasi : vesikuler menurun
VI. DIAGNOSIS KERJA :
1. Pneumothorax Sinistra e.c. traumatica
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Emfisema pulmonum
2. Kontusio pulmonum
VIII. TATA LAKSANA
A. Oksigenasi dengan mask NRB 8-10 l/m
B. IVFD : Asering 20 tpm
C. Tindakan Cito
- Water Seal Drainage (WSD)
Laporan pemasangan WSD (pasif)WSD dipasang :i. Initial bubble (-)
ii. Force expiration bubble (-)iii. Continuous bubble (-)iv. Darah (-)
4
-Radiologi (01-06-15)
Pada pemeriksaan foto rontgen polos thorax Ny. M, 56 tahun, posisi PA :
- Bayangan luscen tanpa corakan paru di hemithorax dextra suggestive pneumothorax
dextra dalam decompresi dengan WSD, ujung distal diproyeksi costa 6 dextra aspek
posterior, parenkim paru dextra tampak collaps.
- Cardiomegali
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi dan fisiologis
Anatomi dinding thoraks
Dindng dada terdiri dari os costae, os sternum dan os vertebrae thorakalis
dan semuanya dibungkus oleh meskulus interkostalis dalam struktur
semirigid. Batas terendah dari cavum thorakalis ini dinamakan diagframa.
Walaupun ruang thoraks terdiri dari 2 jalan yang berhubungan dengan
lingkungan luar (esophagus dan trakea) akan tetapi ruang itu sendiri
sebenarnya merupakan suatu struktur yang tertutup. Pada bagian interior,
ronga thoraks terdiri dari 3 bagian (mediastnum dan 2 paru-paru). Pada
mediastinum superior terdiri atas jaringan lunak yang terdiri atas esofagus,
trakea, jantung, aorta, dan pembuluh darah besar lainnya.
Dinding thorax dapat dibedakan atas tiga lapisan, yaitu (dari luar ke
dalam) :
Stratum externus:
a. Kulit
b. lemak subkutan
Terutama terbentuk dengan baik pada perempuan guna memberi bentuk
serta mengisi lobang-lobang dan alur.
c. Fascia otot
Stratum intermedius, terdiri atas otot-otot, yaitu:
a. Otot punggung
b. Otot perut
c. Otot anggota gerak atas yang origo atau insertionya pada thorax
Stratum internus:
a. Thorax bagian tulang
b. Mm. Intercostales
c. Nn. Intercostales
6
d. Aa. Intercostals
Pembuluh antar iga
Arteriae berasal dari :
a. Aorta thoracalis (thoracica) yang mempercabangkan sembilan pasang aa.
Intercostales posteriores III-XI
b. A. Subclavia: yang mempercabangkan :
- A. Mammaria interna
- Truncus costocervicalis
Pembuluh darah beranastomosis di sela iga membentuk suatu lingkaran
arteri terutama pada enam sela iga paling kranial. Rr. Intercostales anteriores
ICS X dan XI tidak ada karena sela iganya terlalu pendek dan terbuka di
depan.
Di dalam sulcus costae, aa.intercostales disertai oleh vv.intercostales
yang terletak kranial terhadap arteri.
Aliran darah venous berasal dari :
a. 9-10 vv.intercostales craniales membentuk lingkaran pembuluh balik.
Sebagian mengalir ke dalam vv.mammaria interna et musculophrenica,
sebagian lagi ke dalam v.thoracica longitudinalis dextra (v.azygos) dan
v.thoracica longitudinalis sinistra (v.hemiazygos).
a. 2-3 vv.intercostales caudales tidak berjalan ke depan, tetapi menampung
aliran darah balik dari diaphragma dan otot-otot perut.
Syaraf antar iga
Pada tiap sisi dada terdapat 12 rr.anteriores nn thoracales, 11 di antara
iga (nn.intercostales) dan 1 kaudal terhadap iga sehingga dinamakan
n.subcostalis. Berdasarkan daerah yang dipersyarafinya, nn.intercostales
dibedakan atas dua kelompok, yaitu:
a. Upper thoracic nerves (Nn.intercostales I-VI)
- R.anterior n.thoracalis 1 bercabang dua; cabang yang lebih besar ikut
membentuk plexus brachialis. Cabang yang lebih kecil dinamakan
7
Nn.intercostales I, yang berjalan di sepanjang sela iga 1 dan berakhir di
bagian ventral dada sebagai R.cutaneus anterior n.intercostalis I.
N.intercostalis I tidak mempercabangkan R.cutaneus lateralis.
- Nn.intercostales II-VI berjalan ke depan di dalam sela iga, kaudal
terhadap pembuluh. Di bagian dorsal Nn.intercostales II-VI terdapat di
antara mm. Intercostales interni et minimi.
b. Lower thoracic nerves (Nn.intercostales VI-XI)
Mengurus daerah thorax dan abdomen, sehingga dikatakan
mempunyai thoraco-abdominal courses.
Mempersyarafi mm.Intercostales, m.Subcostalis, otot-otot abdomen dan
m.Serratus posterior inferior (Nn.intercostales IX-XI).
Sebelum mencapai angulus costae, lower thoracic nerves juga
mempercabangkan Rr collaterales dan Rr cutanei laterales.
N. subcostalis muncul kaudal terhadap costa XII lalu berjalan ke
kaudolateral, dorsal terhadap bagian kranial m.Psoas major.
Gambar. 1
8
Gambar 2
Anatomi pleura
BATASAN
Pleurae adalah membrana serosa yang menyelubungi kedua pulmones, terdiri
atas :
1. Pleura parietalis
2. Pleura visceralis
3. Pleura penghubung (connecting portion of pleura)
Pleurae parietalis et visceralis membentuk suatu rongga serosa yang
dinamakan cavum pleurae untuk kedua paru.
Pleura parietalis
Merupakan lembaran di bagian luar cavum pleurae, berbatasan langsung
dengan fascia endothoracica dan tidak berhubungan langsung dengan
parenchyma pulmonalis sehingga dapat dilepaskan dengan mudah dari
parenchyma pulmonalis. Dapat dibedakan atas:
1. Pars costovertebralis pleurae
2. Pars diaphragmaticae pleurae
3. Pars mediastinalis pleurae
4. Pars cervicalis pleurae
9
Pleura visceralis (pleura pulmonalis)
Merupakan bagian dari pleura yang membungkus permukaan paru,
membatasi fissurae lobares dan melekat erat dengan parenchyma pulmonalis
sehingga hampir tidak dapat dilepaskan dari jaringan parunya.
Pada laki-laki, pleura visceralis agak tebal. Bagian-bagian pleura
visceralis memasuki parenchyma pulmonalis dan membentuk sekat di sekitar
lobuli pulmones
Cavum pleura
Merupakan ruangan yang terbentuk diantara pleura paritalis dan
visceralis yang terisi cairan pleura yang berfungsi untuk melicinkan dan
mengurangi gesekan pada kedua pleura. Tekana yang ada dalam ruangan ini
adalah negatif yang berguna untuk mempertahakan elastisitas paru pada saat
mengembang.
PERSYARAFAN PLEURAE
a. Pleura parietalis : 1.1 N.phrenicus 1.2 Nn.intercostales
b. Pleura visceralis oleh serabut-serabut sympathis yang mengurus paru dan
mengikuti pembuluh darah cabang tenggorok.
Ganbar 3
10
Anatomi Paru
Paru-paru normal bersifat ringan, lunak, dan menyerupai spons. Paru-paru
juga kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar sepertiga besarnya, jika kavitas
thoraksis dibuka.paru-paru kanan dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah
besar dalam mediastinum medius. Paru-paru berhubuhan dengan jantung dan trakea
melalui struktur dalam radix pulmonis. Hilus pulmonis berisi bronkus principalis,
pembuluh pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe dan saraf yang menuju ke
paru-paru atau sebaliknya.
Fissura horizontalis dan fisura obliqua pada pleura viceralis membagi paru-
paru menjadi lobus lobus masing-masing paru memiliki puncak (apex), tiga
permukaan (facies costalis, facies mediastinalis,facies diaphragmatica), dan tiga tepi
(margo anterior, margo inferior, dan margo posterior).
Permukaan paru terdiri dari: facies costalis, facies mediatinalis, facies
diaphragmatica. Tepi paru terdiri dari margo anterior, margo inferior, margo
posterior.
Bronkus. Dari bifurcatio trakheae, bronchus principalis dexter dan bronkus
principalis sinister, melintas latero kaudal ke paru-paru. Bronkus diperkuat oleh
cicncin tulang rawan yang berbentuk C.(3),(4),(7),(9),(15),(16)
Gambar 4
11
Gambar 5
Fisiologis rongga thoraks
Mekanisme Pengembangan dan Pengempisan Paru
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara:
a. diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil
rongga dada
b. depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil
diameter anteroposterior rongga dada.
Gambar 6
12
keterangan :
Nervus prenichus terangsang sehingga terjadi kontraksi diafragma menarik permukaan
bawah paru ke arah bawah. Muskulus interkostalis membantu dinding dada bergerak keatas
dan keluar, tekanan alveolar menjadi negatif. Udara masuk kedalam
Gambar 7
Keterangan :
Diafragma mengadakan relaksasi, dinding dada tertari kebawah dan kedalam, tekanan
alveolar menjadi positif, udara keluar dari paru.
Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna
melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui gerakan
diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah
paru ke arah bawah. Kemudian, selama ekspirasi, diafragma mengadakan
relaksasi, dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada, dan
struktur abdominal akan menekan paru-paru. Namun, selama bernapas kuat,
daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang
diperlukan, sehingga diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari
kontraksi otot-otot abdominal, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan
dasar diafragma.
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat
rangka iga. Pengembangan paru, ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat,
13
iga miring ke bawah, dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah
kolumna vertebralis. Tetapi, bila rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung
maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan menjauhi spinal,
membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama
ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang mengelevasikan rangka dada dapat
diklasifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot paling penting yang
mengangkat rangka iga adalah otot interkostalis eksterna, tetapi otot-otot lain
yang membantunya adalah
(1) sternokleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas,
(2) serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga; dan,
(3) skalenus, mengangkat dua iga pertama.
Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi adalah
(1) Rektus abdominis, mempunyai efek tarikan ke arah bawah yang sangat
kuat terhadap iga-iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-
otot ini dan otot-otot lainnya menekan isi abdomen ke atas ke arah
diafragma,
(2) Interkostalis internus.
Selama ekspirasi tulang-tulang iga membentuk sudut ke bawah dan
otot interkostalis eksternus memanjang ke depan dan ke bawah. Bila otot-
otot ini berkontraksi, mereka menarik tulang iga bagian atas ke depan
dalam hubungannya dengan tulang iga yang lebih bawah, keadaan ini akan
menghasilkan daya ungkit pada tulang iga untuk mengangkatnya ke atas,
dengan demikian menimbulkan inspirasi.
Fungsi otot interkostalis internus betul-betul sebaliknya, berfungsi
sebagai otot-otot ekspirasi, karena otot-otot ini membentuk sudut di antara
tulang iga dalam arah yang berlawanan dan menghasilkan daya ungkit
yang berlawanan pula.
Pergerakan udara ke dalam dan ke luar paru-paru
14
Paru-paru merupakan struktur elastis yang akan mengempis seperti
balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada
kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Juga, tidak terdapat
pelekatan antara paru-paru dan dinding rangka dada kecuali pada bagian
dimana paru-paru tergantung pada hilus dari mediastinumnya..
Paru-paru sebetulnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh
suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru
di dalam rongga. Selanjutnya, cairan yang berlebihan akan dihisap terus
menerus ke dalam saluran limfatik agar hisapan antara permukaan viseral dari
pleura paru dan permukaan parietal pleura dari rongga toraks tetap sedikit
saja. Oleh karena itu, kedua paru menetap pada dinding toraks seolah-olah
terlekat padanya, kecuali ketika dada melakukan pengembangan dan
berkontraksi, maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena terlumas
dengan baik.
Tekanan Pleura dan Perubahannya Selama Pernapasan
Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura
paru dan pleura dinding dada. Seperti yang telah ditekankan di atas, secara
normal terdapat sedikit isapan, yang berarti suatu tekanan negatif yang ringan.
Tekanan pleura normal pada saat dimulainya inspirasi adalah sekitar – 5
sentimeter air, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk
mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian,
selama inspirasi, pengembangan rangka dada akan mendorong permukaan
paru dengan kekuatan yang sedikit lebih besar dan menciptakan tekanan yang
sedikit lebih negatif turun sampai rata-rata sekitar – 7,5 sentimeter air.
Tekanan Alveolus
Tekanan alveolus adalah tekanan di bagian dalam alveoli paru. Ketika
glotis terbuka, dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau ke luar paru,
maka tekanan pada semua bagian jalan napas, sampai alveoli, semuanya sama
dengan tekanan atmosfer, yaitu 0 sentimeter tekanan air. Untuk menyebabkan
aliran udara ke dalam selama inspirasi, maka tekanan dalam alveoli harus
turun sampai nilainya sedikit di bawah tekanan atmosfer. Garis gelap kedua
15
pada gambar 37-2 memperlihatkan suatu penurunan tekanan alveolus sampai
sekitar – 1 sentimeter air pada inspirasi normal. Tekanan yang sedikit negatif
ini cukup untuk mengalirkan sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru dalam
waktu 2 detik sebagaimana yang diperlukan untuk inspirasi.
Selama ekspirasi, terjadi perubahan yang berlawanan. Tekanan alveolus
meningkat sampai sekitar + 1 sentimeter air, dan tekanan ini mendorong 0,5
liter udara inspirasi ke luar paru selama 2 sampai 3 detik waktu ekspirasi
Tekanan transpulmoner.
Perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura disebut tekanan
transpulmoner. Ini merupakan perbedaan tekanan alveoli dan tekanan pada
permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang
cenderung mengempiskan
Cairan dalam rongga pleura
Bila paru-paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas normal,
maka paru-paru bergerak ke arah depan dan ke arah belakang dalam rongga
pleura. Untuk memudahkan pergerakan ini, terdapat lapisan tipis cairan
mukoid yang terletak di antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim
yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan interstisial dapat
terus menerus melaluinya untuk masuk ke dalam ruang pleura. Cairan ini
membawa protein jaringan, yang memberi sifat mukoid pada cairan pleura,
yang memungkinkan pergerakan paru agar berlangsung dengan sangat mudah.
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh
pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke
dalam (1) mediastinum, (2) permukaan superior dari diafragma, dan (3)
permukaan lateral dari pleura parietalis. Oleh karena itu, ruang pleura—ruang
antara pleura parietalis dan pleura viseralis—disebut ruang potensial, karena
16
ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik
yang jelas.
Tekanan negatif dalam cairan pleura. Karena kecenderungan daya
lenting menyebabkan paru mencoba untuk mengempis, maka selalu
diperlukan kekuatan negatif pada sisi luar paru untuk mempertahankan
pengembangan paru. Kekuatan ini disediakan oleh tekanan negatif dalam
ruang pleura normal. Dasar penyebab dari tekanan negatif ini adalah
pemompaan cairan dari ruang pleura oleh cairan limfatik (yang juga
merupakan dasar dari tekanan negatif yang dijumpai pada sebagian besar
ruang jaringan tubuh).
Karena kecenderungan pengempisan paru normal sekitar – 4 mmHg (–
5 atau –6 sentimeter air), maka tekanan cairan pleura sedikitnya harus selalu
senegatif – 4 mmHg untuk mempertahankan pengembangan paru. Pengukuran
sebenarnya telah memperlihatkan bahwa tekanan ini selalu sekitar – 7 mmHg,
yaitu beberapa milimeter air raksa lebih negatif daripada tekanan
pengempisan paru. Jadi negativitas cairan pleura mempertahankan paru
normal agar terdorong secara ketat melawan pleura parietalis rongga dada,
kecuali pada lapisan cairan mukoid yang sangat tipis yang bertindak sebagai
pelumas.
Efusi pleura. Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar
cairan bebas dalam ruang pleura. Keadaan ini analog dengan cairan edema
dalam jaringan, dan disebut edema rongga pleura. Kemungkinan penyebab
dari efusi adalah sama dengan yang menyebabkan edema pada jaringan lain,
antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura; (2) gagal
jantung, yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke
dalam rongga pleura; (3) sangat menurunkan tekanan osmotik koloid plasma,
jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan; dan (4) infeksi
atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga
pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat. (3),(4),(9),(10),(15)
17
b.Definisi
Trauma Thoraks atau cedera thoraks didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
tubuh yang disebabkan oleh pertukaran dengan energi lingkungan yang melebihi gaya
yang dimilki oleh tubuh yang mengenai thoraks. (2)
c.Patofisisologi
Trauma thoraks dapat menyebabkan dua keadaan serius dibawah ini:
1. Insufiensi pernapasan karena:
Tension pneumothoraks, pneumothoraks terbuka, fail chest
2. Shock hemorragik, karena :
Hemothoraks, hemomediastinum
Rongga thoraks terdiri atas dua bagian, yaitu:
Pertama, bagian yang kaku, terdiri dari tulang iga, clavikula, scapula.
Kedua, terdiri dari otot-otot pernapasan.
Ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat tergantung dari keutuhan dinding
dada. Jejas dengan fraktur dan kerusakan otot akan membuat perlukaan
langsung ke organ dibawahnaya seperti paru, jantung, pembuluh darah besar
dan organ dalam abdomen bagian atas. Selain itu, respirasi mungkin akan
mengalami gangguan serius oleh gerakan rongga dada yang tidak efektif dan
semestinya (seperti pada fail chest) dan hasilnya adadlh insufiensi pernapasan.
Luka tembus dada (luka tembak atau bacok) akan menyebabkan fraktur
kominuted tulang iga, dengan fragmen tulang yang mengenai bagian paru.
Manifestasi klinis yang sering dari trauma tembus pleura viseralis dan
parietalis adalah gangguan dari tekanan negatif normal intra pleura misalnya
pada pneumothorak. Luka tembus bisa menyebabkan perlukaan langsung ke
organ yang terkena ataupun tidak langsung. Luasnya perlukaan di dalam tidak
bisa diukur dari luasnya luka yang tampak. Trauma tumpul ke di dinding dada
18
dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu: deselerasi cepat, tumbukan
langsung, dan kompresi.
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutanya
oksigen jaraingan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkuatan
oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia (kehingan darah), pulmonary
ventilation / perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus
) dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh :tension
pneumothorak,pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan
oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathoraks atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan (syok). (1),(13)
d.Initial Assessment dan Pengelolaan Trauma Thoraks
1.Pengelolaan penderita terdiri dari :
a.Primary survey
b.Resusitasi fungsi vital
c.Scoundary survey yang rinci
d.Perawatan definitif
2.Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma thoraks,
intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3.Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.
4.Kebanyakan kasus trauma thoraks yang mengancam nyawa diterapi dengan
mengontrol airway (airway) atau melakukan pemasangan selang thoraks atau
dekompresi thoraks dengan jarum.
5.Secoundary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi
terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus.(1)
Primary Survey (ABCS)
19
A. AIRWAY dengan control servikal
Trauma utama pada airway harus dikenal dan diketahui selama primary survey.
Patensi airway harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada hidung
penderita, mulut dan dada serta dengan inspeksi pada daerah orofaring untuk
sumbatan airway oleh benda asing, dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot
interkosta dan supraklavikular. Trauma laring dapat bersaan dengan trauma thoraks.
Walaupun gejala klinis yang ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena
trauma laring merupakan cidera yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian
atas, menyebabkan dislokasi kea rah posterior atau fraktur dislokasi dari sendi
sternoklavikular, dan dapat menimbulkan sumbatan airway atas, juga terjadi bila
displacement fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan
trakea. Hal ini juga dapat menyebabkan trauma pembuluh darah pada ekstremitas
yang homolateral karena kompresi fragmen fraktur atau laserasi cabang utama
arkus aorta.
Trauma ini diketahui bila ada: sumbatan airway atas (stridor), adanya tanda berupa
perubahan dari kualitas suara (jika penderita masih dapat bicara), dan trauma yang
luas pada dasar leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi
sternoklavikular. Penanganan pada trauma ini adalah menstabilkan patensi dari
airway yang terbaik dengan intubasi endotrakeal, walaupun hal ini kemungkinan
sulit dilakukan jika ada tekanan yang cukup besar pada trakea. Yang paling penting,
reposisi tertutup dari trauma yang terjadi dengan cara mengekstensikan bahu,
mengangkat klavikula dengan pointed clamp seperti towel clip dan melakukan
reposisi fraktur secara manual. Tindakan di atas dilakukan pada posisi berbaring
jika kondisi penderita stabil.
B. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing dan vena-vena
leher. Pergerakan pernafasan dan kualitas pernafasan dinilai dengan observasi,
palpasi, dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thoraks adalah
hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pola pernafasan, terutama
pernafasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang
20
lanjut pada penderita trauma. Tetapi bila sianosis tidak ditemukan bukan merupakan
indikasi bahwa oksigen jaringan adekuat atau airway adekuat. Jenis trauma thoraks
yang penting dan empengaruhi breathing ( yang harus dikenal dan diketahui selama
Primary Survey ) adalah keadaan dibawah ini :
1. Tension pneumothoraks
2. pneumothoraks terbuka (sucking chest wound)
3. Flail chest
4. Hemothoraks masif
C. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi, dan keteraturan. Pada
penderita hipovolemia, denyut nadi a.radialis dan a.dorsalis pedis mungkin tidak
teraba oleh karena volume yang kecil. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur
dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan
temperatur. Vena leher harus dinilai apakah distensi atau tidak. Monitor jantung dan
pulse oximeter harus dipasang pada penderita yang dicurigai trauma thoraks
terutama pada daerah sternum atau trauma deselerasi yang hebat harus dicurigai
adanya trauma miokard apabila ada disritmia. Hipoksia ataupun asidosis mungkin
terjadi. Kontraksi ventrikel prematur, disritmia, mungkin membutuhkan terapi
dengan Bolus lidokain segera ( 1 mg/kg ) dilanjutkan dengan Drip Lidokain (2-4
mg/menit).
Pulseless Electric Activity ( PEA, secara formal dikenal sebagai Electromechanical
dissociation ), merupakan suatu manifestasi dari EKG yang memperlihatkan irama,
sedangkan pada perabaan nadi tidak ditemukan pneumothoraks, hipovolemia, atau
bahkan lebih buruk lagi ruptur jantung. Trauma thoraks yang akan mempengaruhi
sirkulasi dan harus ditemukan pada primary survey adalah:
1. Hemothoraks masif
2. Tamponade jantung
21
TORAKOTOMI RESUSITASI
Pijatan Jantung tertutup untuk henti jantung atau PEA kurang efektif pada
keadaan penderita hipovolemia. Penderita dengan luka tembus thoraks tidak teraba
denyut nadi tetapi masih ada aktifitas elektrik dari miokard merupakan calon untuk
torakotomi resusitasi secepatnya. Torakotomi antero-lateral kiri dilakukan untuk
mendapatkan akses langsung ke jantung, sambil meneruskan resusitasi cairan. Intubasi
endotrakea dan ventilasi mekanik mutlak harus dikerjakan. Penderita dengan trauma
tumpul sampai di Rumah Sakit dan tidak teraba denyut nadi akan tetapi masih ada
aktifitas miokard tidak ada indikasi torakotomi resusitasi.
Tindakan terapi efektif yang dapat dikerjakan selama torakotomi adalah :
1. Evakuasi darah di perikard yang menyebabkan tamponade jantung
2. Kontrol langsung sumber perdarahan pada perdarahan intra thoraks
3. Pijatan jantung terbuka
4. Klem silang aorta desendens untuk mengurangi kehilangan darah di bawah
diagfragma dan meningkatkan perfusi ke otak dan jantung.
Berbeda hasilnya jika ini dilakukan pada taruma tumpul. Banyak laporan
mengkonfirmasikan tidak efektifnya hasil torakotomi di ruang gawat darurat
untuk penderita yang mengalami henti jantung setelah trauma tumpul. Setelah
memberikan terapi perlukaan yang tergolong Immediate Life_Threatening,
perhatian dapat diteruskan ke secondary survey.
Secondary Survey
Secondary Survey merupakan pemeriksaan Head to toe.2 Merupakan pemeriksaan
yang lebih dalam dan teliti.
Foto thoraks tegak dibuat jika kondisi memungkinkan, serta pemeriksaan analisis gas
darah, monitoring pulses oximeter dan EKG. Foto thoraks harus dinilai pemngembangan
paru, adanya cairan, ada tidaknya pelebaran mediastinum, pergeseran dari garis tengah,
atau hilangnya gambaran detail anatomis mediastinum. Pada fraktur iga multiple atau
fraktur iga pertama dan/atau iga kedua harus dicurigai bahwa trauma yang terjjadi pada
thoraks dan jaringan lunak dibawahnya sangat berat.
Delapan trauma thoraks yang mungkin mematikan terdapat di daerah ini :
1. Pneumothoraks sederhana
22
2. Hematothoraks
3. Kontusio paru
4. Perlukaan percabangan trakeo-bronkial
5. Trauma tumpul jantung
6. Trauma aorta
7. Trauma diagfragma
8. Mediastino traversing wound
Tidak seperti kondisi Immediately Life-Threatning yang dikenla selama primary
survey, trauma di atas biasanya dari pemeriksaan fisik tidak jelas. Diagnosis
membutuhkan kecurigaan yang tinggi. Trauma-trauma ini seringkali tidak
terdiagnosis selama setelah trauma dan berakibat fatal.(1),(2)
e. Jenis perlukaan thoraks
Ada dua jenis perlukaan thoraks:
1. Luka tembus
Luka tembus dada adalah luka yang disebabkan sebuah benda menembus dinding
dada dan membuat lubang kedalam rongga thoraks. Bisanya disebabkan oleh luka
tembak dan luka tusuk.
2. Luka tumpul
Luka tumpul pada dada adalah luka akibatkan oleh karena adanya
dorongan/benturan kuat ke dinding dada yang tidak membuat luka terbuka. Misalnya
karena kecelakaan kendaraan bermotor,jatuh dari ketinggian, luka saat berolah raga
dan luka akibat kekerasan.(14)
f. Jenis-jenis trauma thoraks
Jenis-jenis trauma thorak:
Cedera paru :
1. Pneumothorak :
1.a. Tension Pneumothoraks
1.b. Pneumothoraks terbuka
1.c. Pneumothoraks sederhana
23
2. Hemothoraks masif
3. Hematothoraks
4. Flail chest
5. Kontusio Paru
6. Laserasi paru
7. Trauma trakeobronkial
Cedera jantung:
1. Luka tembus jantung
2. Tamponade jantung
3. Ruptur aorta ( Traumatic Aortic Disruption )
4. Trauma tumpul jantung
Trauma thoraks lainnya:
1. Emfisema subkutis
2. Crushing Injury to the Chest ( Traumatic Asphyxia)
3. Fraktur Iga, Sternum, dan Skapula
4. Trauma tumpul Esofagus1
5. Trauma Diafragma
Cedera Paru
1. Pneumothoraks
Pneuma = udara, pneumothoraks = terdapatnya udara di rongga pleura
1.a. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks berkembang ketika terjadi one-way-valve
(fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui
dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-
way-valve). Akibat udara yang masuk kedalam rongga pleura tidak dapat
keluar lagi, maka tekanan di intra pleural akan meninggi, paru-paru menjadi
kolaps, mediastinum terdorong kesisi berlawanan dan menghambat
24
pengembalian darah vena ke jantung (venous returun), serta akan menekan
paru kontra lateral.
Penyebab tersering tension pneumothorax adalah:
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan
ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura
viseral.
Komplikasi pneumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus
atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah
salah arah pada pemasangan kateter subclavia atau vena jugularis
interna.
Defek atau perlukaan pada dinding dada, jika salah cara menutup
defek atau luka tersebut dengan pembalut (occlusive dressings) yang
akan menimbulkan mekanisme flap-valve.
Fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran
(displaced thoracic spine fractures).
Tanda dan Gejala :
Nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi
trakea, hilangnya suara pada satu sisi, distensi vena leher
Sianosis merupakan manifestasi lanjut
Perkusi hipersonor
Diagnosis:
Berdasarkan gejala klinis
Penatalaksanaan:
Dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa
insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midklavikular
pada hemithoraks yang mengalami kelainan.
Terapi definitif dengan pemasangan WSD(lihat WSD) pada sela
iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxillaris.
25
1.b. Pneumothoraks Terbuka
Adalah pergerakan masuk dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura
secara bebas selama pernafasan berlangsung. Kondisi ini dapat berlangsung
sebagai akibat dari luka tembus atau luka tumpul pada trauma dada.
Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka
menyebabkan pneumothoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan
segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada
mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir
melalui defek karena mempunyai tahanan yangn kurang atau lebih kecil
dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Tanda dan gejala:
Nyeri dada
Sesak nafas
Hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemithoraks yang terkena.
Penatalaksanaan:
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril yang diplaster
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan
terjadi efek Flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan
menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa
penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar.
Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang WSD yang harus berjauhan
dari luka primer. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah
Plastic Werap atau Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan
evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.
26
1.c Pneumothoraks Sederhana
Pneumothoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumothoraks. Laserasi merupakan penyebab
tersering dari pneumothoraks akibat trauma tumpul.
Tanda dan Gejala :
Suara nafas menurun pada sisi yang terkena, perkusi hipersonor
Diagnosis :
Dari Pemeriksaan fisik
Rontgen foto
Penatalaksanaan :
- WSD
2. Hemothoraks masif
Yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc di dalam rongga
pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh
darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Bisa juga disebakan oleh
trauma tumpul. Kehilangan darah menyebakan hipoksia. Vene leher dapat
kolaps (Flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat di temukan
distensi vena leher, jika disertai tension pneumothoraxs.Jarang terjadi efek
mekanik dari darah yang terkumpul di intra thoraks lalu medorong
mediastinum sehingga menyebabkan distensi pembuluh dari vena leher.
Diagnosis:
Adanya shok yang disertai suara nafas yang menghilang dan suara
perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma.
27
Penatalaksanaan :
- Terapi awal hemothoraks masif dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.
Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum
besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik
secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk auto transfusi.
Bersaaman dengan pemberian infus sebuah selang dada (chest
tube) nomer 38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis
mid aksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya.
- Indikasi thorakotomi :
Darah yang keluar dari selang dada yang terpasang 1500 cc
Kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam
waktu 2-4 jam.
3. Hematothoraks
Hematothoraks merupakan suatu keadaan terkumpulnya darah dalam
cavum pleura. Hal ini disebabkan oleh trauma atau suatu tindakan pembedahan.
Dan apabila darah disertai udara dalam kavum pleura keadaan ini dinamakan
hematopnemotoraks. Pada kasus ini tanda dan gejala anemia dan syok
hipovolemia merupakan gejala dan keluhan yang biasanya muncul.
Pada hematothoraks kecil yaitu tampak sebagai bayangan kurang dari 15
% pada foto thoraks cukup diobservasi tanpa adanya suatu tindakan.
Pada hematothoraks sedang yaitu tampak bayangan 15-35% pada foto
thoraks maka dilakukan pungsi dan diberikan transfusi darah dan jika
perdarahan tetap berlanjut dapat dilakukan pemsangan WSD.
Pada hematothoraks berat bayangan lebih dari 35 % maka dilakukan
pemasangan WSD dan diberikan transfusi.
28
Dari banyaknya darah yang dikelurkan setelah pemasangan WSD maka dapat
kita lakukan langkah-langkah sebagai berikut :
WSD
5cc/kgbb/jam 3-5cc/kgbb/jam 3cc/kgbb/kan
Torakotomi Observasi
Paru tidak mengembang paru mengembang
4. Flail chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur
iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen menganbang menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan paremkim paru
29
dibawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang mka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama yaitu trauma pada
parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Penyebab timbulnya
hipoksia terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding
dada dan trauma jaringan parunya.
Diagnosis:
a. Gerakan pernapasan asimetri dan tidak terkoordinasi.
b. Palpasi pernapasan abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang
rawan
c. Pada foto thoraks terlihat fraktur iga yang multipel
d. Pemerikasaan anaisis gas darah tampak hipoksia
Penatalaksanaan:
e. Pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi
cairan
f. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan
berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia
untuk memperbaiki ventilasi
5. Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan
potentially lethal chest injury.1 Kondisi ini biasanya berhubungan dengan flail
chest. Kondisi ini merupakan akibat dari tumbukan yang kuat melalui paru
yang mengenai paru. Kerusakan alveolus, jaringan paru dan jalan nafas
mungkin terjadi. Kematian karena kontusio paru hampir 10 % dari seluruh
kejadian. Kontusio paru dapat ditemui pada keadaan di bawah ini :
a. cedera kepala berat
30
b. syok
c. gagal nafas
d. Ketidakmampuan menjaga jalan nafas
e. Usia lebih dari 65tahun
f. Pemberian narkotik parenteral
g. Blok syaraf intercostal
h. Pemakaian fentanil dalam anestesi epidural
i. Edema paru
j. Pendarahan interstitial
k. Atelektasis
l. Sumbatan airway
m. Peningkatan resistensi pembuluh darah paru
n. Pendarahan intraalveolar
o. Ukuran salah satu paru yang kecil
Tanda dan gejala :
p. Hemoptisis
q. Foto rontgen menunjukkan radiopak nonsegmental pada paru yang
terkenan tumbukkan, atau berlawanan dari paru yang terkena
(contracoup injury) 9
Penatalaksanaan :
31
r. Penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani dengan selektif.
Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan gas darah, monitoring
EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan
s. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa
dalam ruangan, SaO2 < 90% ) harus dilakukan intubasi dan diberikan
bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma1
6. Laserasi Paru
Laserasi paru terjadi jika ada tumbukan yang kuat atau luka tembus ke area
thoraks. Seringnya terjadinya laserasi karena kontusio paru tidak jelas dan
tidak teridentifikasi sampai kontusio menjadi jelas. Pada saat itu, hematoma
dari laserasi mungkin menjadi jelas (radio opak) pada foto thoraks. Stadium
ini tampakkan oleh adanya kumpulan udara yang dinamakan pneumotocele
post-traumatik, dan sering dikaburkan dengan abses paru.
7. Trauma trakeobronkial
Trauma terhadap trakea dan bronkus utama merupakan perlukaan yang luar
biasa dan mempunyai potensial fatal yang seringkali sudah terlihat pada saat
penilaian awal. Sering disebabkan oleh trauma tumpul dan terjadi pada 1 inci
dari karina.
Pada trauma trakeobronkial sering ditemukan hemoptisis, emfisema subkutan,
dan tension pneumothorax dengan pergeseran mediastinum. Adanya
pneumothoraks dengan gelembung udara yang banyak pada WSD setelah
dipasang selang dada harus dicurigai adanya trauma trakeobronkial. Sering
dibutuhkan lebih dari satu selang dada pada kebocoran yang besar.
Diagnosis : Bronkoskopi
Penatalaksanaan :
32
- Intubasi pada cabang bronkus utama kontralateral dibutuhkan sementara
waktu untuk mencukupi kebutuhan akan oksigenasi
- Jika intubasi sulit lakukan operasi.
Cedera Jantung
1. Luka Tembus Jantung
Jenis trauma ini biasanya merupakan akibat dari luka tikaman dan luka
tembak, dengan luka tembak yang paling mematikan akibat penetrasi luka ke
jantung.
Tanda dan gejala :
syok hemorragik
dan/atau Tamponade jantung
2. Tamponade Jantung
Sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga
dapat menyebabkan perikardium terisi darahbaik dari jantung, pembuluh
darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri
dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang
terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan
mengganggu pengisian jantung.
Diagnosis tamponade ditegakkan dengan TRIAS BECK :
Peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri, dan suara jantung
menjauh
Pulsus Paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari
tekanaan darah sistolik lebih dari 10mmHg, ini merupakan tanda lain
tamponade jantung. Tanda kusmaul (peningkatan tekanan vena pada saat
33
insperasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya
dan menunjukkan adanya tamponade jantung PEA pada keadaan tidak ada
hipovolemia dan tension pneumothorax harus dicurigai adanya tamponade
jantung. CVP dapat membantu diagnosis, dan USG (Echocardiografi) dapat
membantu menilai perikardium.
Penatalaksanaan:
- Evakuasi cepat darah dari perikard penderita dengan syok hemorragik yang
tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi cairan dan mungkin ada
tamponade jantung
- Perikardiosintesis melalui metode subksifoid untuk penderita yang tidak
memberikan respon terhadap resusitasi
- Operasi Jendela perikard atau torakotomi dengan perikarditomi oleh ahli
bedah
3. Ruptur Aorta ( Traumatic Aortic Disruption)
Ruptur Aorta traumatik sering menyebabkan kematian segera setelah
kecelakaan mobil tabrakan frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita
yang selamat, sesampainya di rumah sakit kemungkinan sering dapat
diselamatkan bila ruptur aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dioperasi.
Bila ruptur aorta berupa transeksi aorta, maka perdarahan yang terjadi masuk
kedalam rongga pleura dan menyebabkan hipotensi, biasanya berakibat fatal
dan penderita harus dioperasi dalam hitungan menit.
Diagnosis :
- Adanya riwayat trauma dengan gaya deselerasi dan temuan radiologis yang
khas diikuti arteriografi.
34
- Angiografi (Gold Standard)
- Gambaran radiologi yang ada dibawah ini dapat dipergunakan sebagai
indikasi adanya trauma terhadap pembuluh darah besar di dalam rongga
thoraks.
1. Pelebaran mediastinum
2. Obliterasi lengkung aorta
3. Deviasi trakea ke arah kanan
4. Hilangnya ruang antara arteri pulmonal dan aorta ( jendela
aorta-pulmonal tidak jelas)
5. Bronkus utama kiri tertekan ke bawah
6. Deviasi dari esofagus ke arah kanan
7. Pelebaran paratrakeal tidak merata
8. Pelebaran paraspinal
9. Ditemukan adanya pleura atau apical cap
10. Hemothoraks kiri
11. Fraktur Iga 1 atau 2 atau scapula
Penatalaksanaan :
- Penjahitan Luka primer aorta
- Reseksi dan dipasang Graft
35
4. Trauma Tumpul Jantung
Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur
atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran katup.
Tanda dan Gejala :
- tamponade jantung
- Penderita dengan kontusio miokard mengeluh tidak nyaman pada dada
- Hipotensi, gangguan hantaran yang jelas pada EKG atau gerakkan
dinding jantung yang tidak harmonis pada pemeriksaan ekokardiografi dua
dimensi
Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena adanya konduksi yang
abnormal mempunyai resiko terjadinya disritmia akut, dan harus dimonitoring
24 jam pertama, karena setelah interval tersebut resiko disritmia akan
menurun secara bermakna.
Cedera Thoraks Lainnya
1. Emfisema Subkutan
Udara di lemak subkutan dinamakan emfisema subkutan. Udara daapt dari luar,
dari paru menembus pleura visceralis dan parietalis masuk ke subkutis atau udara
dari paru ke mediastinum dan ke subkutis tanpa ada kerusakan pleura.
Pneumothoraks sering disertai emfisema subkutan, dan emfisema sering sekali
disertai pneumothoraks. Bila ada emfisema subkutan adanya pneumothoraks
sukar dicari baik secara fisik maupun radiologik. Oleh karena itu bila ada
emfisema subkutan harus dengan sengaja dicari adanya pneumothoraks. Biasanya
36
tempat yang baik untuk melihat adanya pneumothoraks yang paling baik adalah di
penggir dada yang dibatasi oleh segi empat yang dibentuk oleh iga-iga.
Emfisema memerlukan tibdakan jika emfisema sifatnya progresif atau adanya
tanda-tanda pemendekan pembuluh darah balik dada ke atas. Progresif biasanya
karena adanya kerusakan bronkus atau trakea, suatu keadaan yang memerlukan
tindakan pembedahan segerauntuk “ repair” kerusakan yang terjadi, oleh karena
itu dicari sebab-sebabnya bila progresifitas. Penekanan pembuluh darah balik
karena udara masuk ke rongga perikardium atau di sarung pembuluh darah di
leher sehingga menghambat darah yang kembali ke jantung suatu keadaan yang
sama seperti tamponade jantung. Keadaan ini dapat dibebaskan dengan
mediastinostomi dan membuka sarung pembuluh darah.
2. Crushing Injury to the Chest (Traumatic Asphiyxia)
Keadaan dimana tergencetnaya toraks akibat suatu trauma yang akan
menimbulkan kompresi yang tiba-tiba dan sementara terhadapvena cava superior.
Tanda dan Gejala:
- timbul pletora dan pethechie yang meliputi badan bagian atas, wajah dan
lengan.
- dapat timbul edema yang berat bahkan edema otak.
Diagnosis:
- Terlihat trauma pada dinding dada yang menggencet toraks sehingga terjadi
peningkatan tekanan di vena cava superior.
Penatalaksanaan:
- Yang harus diterapi adalah trauma penyerta.
3. Faraktur Iga, Strenum dan Skapula
Iga merupakan komponen dari dinding toraks yang paling sering mengalami
trauma. Perlukaan yang terjadi pada iga sering bermakna. Nyeri pada pergerakan
akibat terbidainya iga terhadap dinding torak secara keseluruhan menyebabkan
37
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarakan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelektasis dan pnemonia meningkat secara bermakna
dengan disertai timbulnya penyakit paru-paru.
Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung.
Kontusio paru dapat menyertai fraktur stenum.
Tanda dan Gejala:
- Nyeri tekan pada palpasi dan krepitasi pada penderita dengan trauma iga.
- Teraba atau terlihat adanya deformitas pada toraks.
Diagnosis:
- Terlihat atau teraba adanya fraktur pada tulang iga, sternum atau skapula.
Penatalaksanaan;
- Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas
engan lega. Blok interkostal, anastesi epidural dan analgesia sistemik dapat di
pertimbangakan untuk mengatasi rasa nyeri.
- Reposisi pada tulang yang fraktur dengan operasi.
4. Trauma Tumpul Esofagus
Trauma esofagus lebih sering disebabkan oleh karena trauma tembus. Trauma
tumpul esofagus walaupun jarang tetapi mematikan bila tidak teridentifikasi.
Tanda dan Gejala:
- Ruptur esofagus setelah muntah-muntah
- Didapatkan sisa makanan setelah darah keluar
- Terjadinya empyema, akibat dari keluarnya cairan gaster karena robekan
esofagus bagian bawah ke dalam mediastinum selanjutnya akan menjadi
mediastisis, lambat laun akan pecah menuju ke rongga pleura dan terjadi
empyema.
Diagnosis:
- Menggunakan kontras atau esofagoskopi untuk mengetahui adanya udara di
dalam mediastinum
penatalaksanaan:
38
- Drainase yang lebar dari rongga pleura dan mediastinum dengan penjahotan
langsung terhadap luka yang terjadi melalui torakotomi.(1),(5),(6),(8),14),15),16)
g. WSD ( Water Seal Drainage)
Prosedur pemasangan
Alat yang diperlukan
1. Sarung tangan steriil
2. Duk steriil
3. Spuit 5 cc
4. Pisau bedah steriil
5. Klem arteri lurus 15-17 cm steriil
6. Naald voeder
7. Benang sutera striil untuk jahitan kulit
8. Slang drainage
9. Botol water seal
Prosedur pemasangan WSD meliputi :
1. Posisikan paisen dalam keadaan semi fowler atau fowler dan anjurkan pasien
sebisa mungkin bernafas seperti pada umumnya selama pemasangan pipa
drainase.
39
Keterangan :
1. Slang penghubung ke rongga thoraks
1. Regulator penghisap
2. Slang penghubung k regulator penghisap
3. Water seal sistem
2. Tentukan daerah yang akan dipasang WSD (intercostalis 4- 8 pada garis mid
clavikula atau axilla anterior pada pasien hematothoraks /effusi pleura dan
intercosta 2-3 pada garis mid clavikula atau axilla anterior pada pasien dengan
pnemothoraks.
40
3. Tentukan kira-kira ketebalan dinding thoraks
4. Secara steriil berikan tanda pada slang WSD dari lobang slang terakhir WSD
(dengan ikatan benang)
5. Lakukan asepsis dan antisepsis pada daerah yang akan ditusuk dengan
menggunakan cairan antiseptik.
6. Perkecil lapang operasi dengan menggunakan duk steriil
7. Daerah yang akan dipasang pipa thoraks disuntikkan dengan anastesi lokal
secara infiltrat atau blok
8. Kemudian lakukan insisi lapis demi lapis sampai terlihat pleura parietalis,
perdalam sayatan dengan klem parteri lurus.
9. Masukkan selang thoraks kedalam cavum pleura dengan bantuan ujung klem
arteri. Dengan catatan selang thoraks harus dalam keadaan tertutup (diklem)
41
10. Pipa thorak dimasukkan dan didorong sampai kira-kira lubang yang ada pada
pipa thoraks masuk sampai 2 inci.
11. Kemudian sambungkan pipa thoraks dengan selang penghubung kedalam
botol water seal.
12. Lakukan penjahit pada kulit dan jaringan lunak sekitar insersi kemudian ikat
pipa thorakal. Hal ini berguna sebagai fiksasi.
13. Buka klem dan nilai cairan atau udara yang keluar
42
14. Daerah yang dijahit harus ditutup dengan plester dengan tujuan untuk
mencegah peregangan dan menghindari kemungkinan terlepas.
1. Lakukan foto rontgen 24 jam kemudian untuk menilai baik tidaknya
pemasangan WSD.
Catatan Pemakaian vaselin pada daerah sekitar pemasangan pipa thorak tidak
dianjurkan karena dapat menyebabakan meserasi pada kulit dan meningkatkan
insidensi terjadinya infeksi. (4),(6),(9),(10),(15),(16)
43
BAB III
KESIMPULAN
Angka trauma thoraks di Amerika Serikat adalah 12 per juta populasi perhari, dan
20-25% kematian yang berhubungan dengan trauma disebabkan oleh trauma thoraks.
Dua pertiga dari pasien yang sampai ke Rumah sakit cenderung meninggal. Hanya 10-15
% dari trauma tumpul memerlukan pembedahan thoraks, dan 15-30 % dari trauma
tembus dada memerlukan torakotomi terbuka. Delapan puluh lima persen dari pasien
dengan trauma thoraks , dapat ditangani dengan manuver ‘life saving’ yang sederhana
yang tidak memerlukan perawatan bedah.
Initial Assessment dan Pengelolaan Trauma Thoraks
1.Pengelolaan penderita terdiri dari :
a.Primary survey
b.Resusitasi fungsi vital
c.Scoundary survey yang rinci
d.Perawatan definitif
2.Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma thoraks,
intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3.Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.
4.Kebanyakan kasus trauma thoraks yang mengancam nyawa diterapi dengan
mengontrol airway (airway) atau melakukan pemasangan selang thoraks atau
dekompresi thoraks dengan jarum.
5.Secoundary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi
terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus.
44
Prinsip-prinsip penanganan pertama ini dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian. Manajemen awal yg tepat dari perlukaan thoraks yang parah dapat menurunkan
angka komplikasi ikutan yang cukup signifikan. Penatalaksanaan yang optimal
membutuhkan pengetahuan tentang etiologi dan patofisiologi dari thoraks dan keahlian
tentang terapi pencegahan. Peningkatan perawatan prahospital dan transportasi yang
cepat telah meningkatkan angka kelangsungan hidup.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeon Committee On Trauma, Advanced Trauma Life
support untuk Dokter,Ed.6,1997;4
2. Charles Brunicardi, Schwartz’s Principles of Surgery,Ed.8,vol:I ,6
3. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta. 1997
4. Hutabarat Bernard S M,Systemae Respiratoria Et Cardiovascularia,Bagian
kedokteran – UKI Jakarta.
5. Jong W, Syamsuhidayat R. Buku Ajar Bedah edisi revisi. EGC. Jakarta. 2000
6. Kumpulan kuliah bedah fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Tim bedah FK
UI. Jakarta 1995
7. Moore Keith, Anne M.R, Agur, Anatomi klinis dasar, Ed.1, Jakarta:
Hipokrates,2002;2
8. Stead Latna G,S Mattmew Stead,dkk.First Aid for the Surgery
clerkship,McGrawnHill:Medical Publishing Division
10. Chest drainage system
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?
requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/chest_drainage_therapy.jsp
11. Chest drainage system. http://www.google.co.id
46