Upload
irene-clara
View
77
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
materi buku ajar
Citation preview
TRIGEMINAL NEURALGIA
A. DEFINISI/BATASAN
Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang.
Disebut trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga
cabang saraf trigeminal, saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah
ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah
distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh pelbagai penyebab.
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa
orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri
saat kena setrum listrik. Biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita, mata,
telinga, atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang
saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring.7
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta
populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sis kiri dengan
rasio 3:2, dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa decade enam sampai tujuh. Hanya
10% kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber lain menyebutkan, penyakit ini
lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita
berusia muda dan anak-anak. Neuralgia trigeminal merupakan penyakit yang relative jarang, tetapi
sangat menganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk
mengatasi trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang
dikirm ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan
menyalah artikan neuralgia trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi,
sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas. 5
C. ETIOLOGI
Mekanisme patofisiologis yang mendasari neuralgia trigeminal belum begitu pasti, walau sudah
sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme harus
konsisten dengan :
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.
2. Umumnya ada stimulus trigger yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan serabut
nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian atau akar saraf sering
menghilangkan nyeri.
4. Terjadinya neuralgia trigeminal pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi sentral.
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibandingkan saraf
tepi. Paroksime nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol
dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin). Tampaknya sangat mungkin bahwa
serangan nyeri mungkin menunjukan suatu cetusan aberrant dari aktivitas neuronal yang mungkin
dimulai dengan memasukkan input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf
kelima. 5
D. PATOFISIOLOGI
Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan system persarafan
trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya
kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan
usia, tepat pada pangakal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen
kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontine seperti meningioma,
tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multiple. Ada
sebahagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. 2
Menurut Fromm, neuralgia trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh diketemukan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa
menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nucleus/intisaraf ini yang menimbulkan
produksi ectopic action potential pada saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang
berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak
terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh
pasien sebagai serangan nyeri trigeminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah
pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri. 6
E. PEMBAGIAN/KLASIFIKASI
Neuralgia trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi :
1. NT tipikal
2. NT atipikal
3. NT karena sklerosis multiple
4. NT sekunder
5. NT paska trauma
6. Failed neuralgia trigeminal.
Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta kelainan
lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial. 5
F. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Seran
gan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang
merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang
cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita neuralgia trigeminal yang berat
menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang
wajahnya, serangan ini hilang timbul dan bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun bisa juga
sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu kemudian, tidak sakit lagi selama beberapa
waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar
dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa dikedua sisi wajah dalam waktu bersamaan. Harus
bedakan nyeri muka yang disebabkan oleh neuralgia trigeminal dan nyeri muka yang disebabkan oleh
faktor faktor lain. 5
KarekteristikNeuralgia trigeminal (nyeri
tipikal) Nyeri atipikal facial
Prevalansi Jarang Sering
Lokasi utama Trigeminal area Muka, hidung, telinga
Durasi nyeri Beberapa saat – dua minit Berjam-jam-berhari-hari
Tipe nyeri Stoma listrik dan ditusuk tusuk Tumpul dan berdenyut
Intensitas nyeri Berat Ringan – sedang
Faktor provokasi sentuhan, cuci muka, shaving,
makan, ngomong
Stress dan sejuk
Simptom asosiasi Tidah ada Kelainan sensoris
Sumber : Kenneth W.Lindsay et.al. ‘’Neurology and Neurosurgery Illustrated 4th edition’’ 2004.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Menginspeksi rahang penderita apakah ada deviasi, lihat oklusi gigi atas dan bawah untuk
mengeliminasikan nyeri yang disebabkan oleh caries gigi. Menyuruh pasien membuka dan menutup
mulut untuk melihat adakah deviasi. Menyuruh pasien menggerakkan rahang bawah kiri kanan
dengan tekanan untuk melihat adakah kelumpuhan. Memeriksa reflek masseter. Menilai sensasi pada
ketiga cabang nervus trigeminus bilateral ( termasuk reflek kornea). Pemeriksaan sensoris dengan
jarum bundle pada daerah dermatome V1-optalmikus, V2-maksilaris, V3-mandibularis. Menentukan
tipe lesi central atau perifer. Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka
mulut, deviasi dagu). Menilai EOM (kepaniteraan klinik umum-modul pemeriksaan neurologi) .
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang diagnostic seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari
etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontine.
I. DIAGNOSIS
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes neurologis misalnya CT scan
tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah, distribusi nyeri dan terjadinya ‘serangan’ nyeri
dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima,
akhirnya sering menyerang keduanya. Biasanya serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat,
durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal,
misalnya bagian 3 rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpacing bila suatu daerah tertentu
dirangsang (trigger zone). Trigger zone sering dijumpai sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang
unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau
rambut di daerah tersebut. Rangsangan dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan panas,
walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgi.
Pemeriksaan neurologis pada neuralgia trigeminal hampir selalu normal. Suatu varian neuralgia
trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan kontraksi sesisi dari otot muka yang
disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai
neuralgia biasa, yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang sering nyeri hebat lebih sering di
daerah sekitar mata dan lebih sering pada wanita. 8.
J. DIAGNOSIS BANDING
1. Post herpetic neuralgia – nyeri hebat, unilateral biasanya cabanng 1, kontinu, diprovokasi
oleh raba ringan, tidak ada faktor yang dapat mengurangkan nyeri, terdapat gangguan
sensoris dan berasosiasi dengan allodynia.
2. Cluster headache – sakit kepala yang hebat seperti menusuk dan rasa bakar, unilateral,
seringkali malam hari, mata merah, hidung buntu, muka merah, dan kebanyakan pada orang
muda.
3. Sinusitis – rasa sakit sedang dan berdenyut, sering timbul nasal discharge, memberat dengan
gerakan, nyeri kontinu dan dekompresi akan mengurangi sakitnya.
4. Migraine – nyeri hebat dan berdenyut, unilateral, sembuh sendiri, disertai aura, sering dapat
mengidentifikasi factor pencetus dan nyeri berlangsung beberapa jam. 8
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah disebabkan oleh penggunaan obat anti-konvulsi dalam
jangka waktu yang lama yang mengakibatkan toksisitas dan efek samping yang tidak diinginkan.
Selain itu penggunaan obat anti-konvulsi yang berlebihan untuk efikasi yang maksimal akan
menyebabkan reaksi adverse dari obat tersebut. Selain ini, kegagalan mendiagnosa suatu tumor otak
atau aplasia sumsum tulang akan menyebabkan efek yang membahayakan dengan penggunaan obat
carbamazepin. Ada juga karena kegagalan operasi dalam kasus neuralgia trigeminal yang kronis.
Seperti ulserasi kornea disebabkan oleh kegangguan tropis dari diaferentsasi saraf. 4
L. TERAPI
TERAPI MEDIS
Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan meuralgia saraf lain adalah
kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impuls aferen yang menimbulkan serangan nyeri.
Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan utama adalah carbamazepine. Bila efektif
maka obat ini sudah mulai tamapk hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian, bahkan secara cukup
dramatis. Dosis awal adalah 3x100 hingga 200mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi
dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosisnya hendaknya disesuaikan dengan respons
pengurangan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200mg/hari. Karena
diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan.
Bila terapa berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya negative, maka obat ini sebaiknya
diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Bila nyeri menetap harus
periksa kadar obat dalam darah. Jika kadar sudah mencukupi tetapi nyeri masih ada, jadi bisa
pertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal 10mg/hari yang
bertahap tahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari.
Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai obat anti
nyeri pada nyeri neuropatik. Dosis awal 300mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek
samping yang menggangu seperti pusing, ngantuk, gatal, dan binggung, obat dinaikkan dosisnya
setiap 2 hari dengan 300mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800mg/hari. Obat ini
meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA. Maka pemberian obat ini dapat
meningkatkan kadar GABA di dalam otak. 3
TERAPI NON-MEDIS
Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari dua obat
belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Microvascular Decompression Dasar dari prosedur
ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan vascular merupakan penyebab semua keluhan ini.
Neuralgia adalah suatu compressivecranial. Stereotactic radiosurgeryde nga n gamma knife
Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife merupakan alat yang
menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar Gamma
sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama
kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya
memerlukan anestesi local dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat
mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi. Cara kerja terapi adalah lewat
desentisisasi pada saraf trigeminal setelah radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan
komputer. 1
Sumber : Kenneth W.Lindsay et.al. ‘’Neurology and Neurosurgery Illustrated 4th edition’’ 2004.
M. PROGNOSIS
Prognosis untuk penyembuhan neuralgia trigeminal adalah 80% setelah terapi dengan obat
sahaja. Tetapi dalam kasus dimana obat tidak bisa mengurangkan nyeri fasial, jadi harus lakukan
terapi alternative yang lain seperti operasi untuk membaiki saraf atau pembuluh yang terkena. 6
N. ALGORITME 5
CHECK FOR NEUROLOGICAL SYMPTOMS OR SIGNS
Severe unilateral intermittent lancinating facial pain?
-Pain triggered by known trigger factors e.g wind, cold, having, cleaning teeth-Patient or doctor demonstrates trigger zones-Check for neurological symptoms or signs
Abnormal scan Normal scan
Refer to Probably idiopathic
Neurosurgery trigeminal neuralgia
O. RINGKASAN
Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang,
disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga
cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai
dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh
berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya
kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan
usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Kunci diagnosis adalah riwayat.
Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval
bebas nyeri relatif lama.
Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya.
Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat,
durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal,
misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu
dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung
atau sudut mulut.
Refer for MRI scan• State if neurological
symptoms and/or considering vascular loop in cerebellopontine angle.
• State if Multiple Sclerosis is suspected
Drugs used in the treatment plan may include the following: • Carbamazepine • Lamotrigine • Gabapentin • Pregabalin (see drug table) • TCA e.g. amitriptyline, nortriptyline • Baclofen (maybe in combination with TCA)
IF INEFFECTIVE AT ADEQUATE DOSAGE OR IN COMBINATION, DRUGS SHOULD BE STOPPED. Prescribers should be fully aware of drug pharmacology, side effects & interactions.
Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade
sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa
digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya. Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain
Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau
Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin
(Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan
operasi.
P. PERTANYAAN
1. Secara anatomis bagian kulit wajah mana yang dipersarafi N. V yang terkena? Nervus apa
namanya?
Seperti kita ketahui bersama, N. V adalah Nervus Trigeminus. Nervus ini mengandung
serabut-serabut sensoris dan motoris. Pada Ganglion Semilunare, N. V bercabang menjadi
tiga, yaitu:
a. N. Ophtalmicus (N. V1)-yaitu nervus yang keluar melalui fissure orbitalis superior dan yang
mempersarafi daerah samping atas dari cranium.
b. N. Maxillaris (N. V2)-yaitu nervus yang keluar melalui foramen rotundum fossa
pterygopalatina à sulcus dan canalis infraorbitalis dan yang mempersarafi bagian rahang atas
atau maxilla.
c. N. Mandibularis (N.V3)-yaitu nervus yang keluar melalui foramen ovale dan yang
mempersarafi bagian rahang bawah atau mandibula.
2. Jelaskan apa kira-kira penyebab penyakit ini dan bagaimana -secara anatomis- nyeri ini bisa
terjadi.
Trigeminal Nerualgia dapat disebabkan oleh trauma pada saraf yang mempersarafi nervus
trigeminus akibat kebiasaan menggosok gigi dan meminum minuman dingin. Kebiasaan tadi
dapat menimbulkan trauma pada sel saraf N. V apabila dilakukan secara rutin dan terus-
menerus. Selain disebabkan oleh faktor kebiasaan tadi, Trigeminal Neuralgia dapat
disebabkan oleh :
A, kontak antara arteri normal atau vena dengan saraf trigeminal yang berada di dasar otak.
Saraf yang tertekan saat memasuki otak ini menyebabkan kemacetan. Akibatnya saraf rusak
atau stres. Keadaan inilah yang memicu terjadinya trigeminal neuralgia.
B, adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone’ saraf kelima pada batang otak oleh
pembuluh darah. Tekanan ini dapat disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah.
C. cedera perifer saraf kelima (misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel
D. adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring
dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak.
E. adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid,
atau neurinoma akustik.
F. Multiple sclerosis-Multiple Sclerosis adalah salah satu penyakit system saraf pusat akibat
kerusakan myelin.
3. Jelaskan secara fisiologis komponen nervus dan reseptor mana yang terkait!
Nervus Trigeminus memiliki fungsi motor somatik, proprioseptik, dan sensory cutaneus. Saraf
ini memberikan inervasi motorik ke muskulus mastikator, muskulus telinga tengah, muskulus
palatinus, dan otot kerongkongan. Sebagai tambahan, proprioseptif berhubungan dengan
fungsi motorik somatic. Nervus trigeminus juga memberikan rangsangan proprioseptik ke
sendi temporomandibular. Kerusakan pada nervus trigeminus akan menyebabkan kesulitan
mengunyah. Nervus trigeminus memiliki fungsi sensorik umum yang terbesar dari seluruh
nervus cranialis dan satu-satunya saraf kranial yang termasuk dalam inervasi sensory
cutaneus. Seluruh saraf cutaneus lainnya berasal dari saraf spinal. 9
4. Apakah fungsi-fungsi fisiologis saraf trigeminal dan alur kerjanya saraf trigeminal.
Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada
daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea,
dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa,
misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga
gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter
dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah. Pada kerusakan unilateral neuron motor
atas, mm. Masticatores tidak mngelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V
menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri. 9
5. Jelaskan secara biokimia mengenai sintesis neurotransmitter dan mekanisme sinyal dari sel
saraf.
Sintesis asetilkolin terjadi di dalam sitosol terminal saraf, menggunakan enzim kolin
asetiltransferase. Asetilkolin kemudian di simpan dalam vesikel tersebut . Pelepasan
asetilkolin dari vesikel ini ke dalam celah sinaps merupakan tahap yang berikut. Peristiwa ini
terjadi melalui eksositosis, yang melibatkan fusi vesikel dengan mebran presinaps. Jika
ujung saraf terdepolarisasi oleh transmisi impuls saraf, proses ini akan membuka saluran
Ca2+ yang sensitif terhadap voltase listrik (saluran Ca2+ sensitif-voltase), memungkinkan
influks Ca2+ dari ruang sinaps ke dalam terminal saraf. Ion Ca2+ ini memainkan peran esensial
di dalam eksositosis yang melepaskan asetilkolin ke dalam ruang sinaps. Asetilkolin yang
dilepas akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke dalam reseptor di dalam lipat
sambungan. Konsekuensi berupa masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi
membran otot sehingga terbentuk potensial endplate. Keadaan ini selanjutnya
mendepolarisasi membran otot di dekatnya, dan potensial aksi terbentuk dan ditransmisikan
di sepanjang serabut saraf, menghasilkan kontraksi otot. 9
REFERENSI
1. Azar M, Yahyavi ST, Bitaraf MA, Gazik FK, Allahverdi M, Shahbazi S, et.al:Gamma knife
surgery in patients with trigeminal neuralgia : quality of life, outcomes and complications.
Clin Neurology Neurosurgery 111:174-178, 2009.
2. Bennetto L, Patel NK, Fuller G. Trigeminal neuralgia and it’s management. BMJ 2007 jan
27:334:201-205.
3. Cheshire, W.P (2002) Defining the role of gabapentine in the treatment of trigeminal
neuralgia : a retrospective study. Journal of pain 3(2), 137-142.
4. Dedhia HD, Tordoff S, Sivakumar G. Trigeminal neuralgia-pathophysiology and
management Journal Anaesthesia Clinical Pharmacology 2009;25(1):3-8.
5. Finnerup NB, Otto M, McQuay HJ, et al. Algorithm for Neuropathic Pain treatment: An
evidence based proposal. Pain 2005; 118:289-305.
6. Goetz CG, ed. Textbook of Clinical Neurology. 3rd ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders;
2007.
7. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th edition. Publisher McGraw-Hill.
Philadelphia.2008.
8. Nurmikko TJ. Eldringe PR. Trigeminal Neuralgia-pathophysiology, diagnosis and current
treatment. BRJ anesth 2007;87:117-32.
9. Suhardi, D. 2007. ‘’Trigeminal Neuralgia, Rasa Nyeri di Wajah’’. Dalam http://www.harian-
global.com/.
10. Zakrzewska JM. Diagnosis and differential diagnosis of Trigeminal Neuralgia. Clin J Pain
2006;18:14-21.
11. Guyton, AC, Hall JE. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.