29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menunda kehamilan adalah hak setiap pasangan. Salah satu cara untuk menunda kehamilan adalah penggunaan kontrasepsi (Indriati,dkk 2008). Sedangkan menurut Mochtar (1998), alat kontrasepsi dianggap mempunyai efektivitas baik, bila angka kehamilan/kegagalan berkisar antara 0-10%. Banyak perempuan mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya kerena keterbatasan metode yang tersedia, tetapi oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut (Saifuddin, 2006). Kontrasepsi mantap atau sterilisasi pada wanita adalah suatu kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan tindakan pada kedua saluran telur sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) dan hanya dikerjakan atas indikasi medis dan terutama dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan tindakan obstetrik operatif perabdominal seperti pada secsio negara (Mochtar, 1998). Kecocokan antara suatu metode kontrasepsi dari setiap klien tergantung pada sejumlah faktor. Dalam menentukan metode mana yang akan digunakan, dipengaruhi oleh kepentingan pribadi. Tingkat kepentingan berbeda dari satu pasangan ke pasangan lain (Brahm, 2006). 1

tubektomi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: tubektomi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menunda kehamilan adalah hak setiap pasangan. Salah satu cara untuk menunda

kehamilan adalah penggunaan kontrasepsi (Indriati,dkk 2008). Sedangkan menurut

Mochtar (1998), alat kontrasepsi dianggap mempunyai efektivitas baik, bila angka

kehamilan/kegagalan berkisar antara 0-10%.

Banyak perempuan mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis

kontrasepsi. Hal ini tidak hanya kerena keterbatasan metode yang tersedia, tetapi oleh

ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut

(Saifuddin, 2006).

Kontrasepsi mantap atau sterilisasi pada wanita adalah suatu kontrasepsi

permanen yang dilakukan dengan cara melakukan tindakan pada kedua saluran telur

sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) dan hanya

dikerjakan atas indikasi medis dan terutama dilakukan pada waktu yang bersamaan

dengan tindakan obstetrik operatif perabdominal seperti pada secsio negara (Mochtar,

1998).

Kecocokan antara suatu metode kontrasepsi dari setiap klien tergantung pada

sejumlah faktor. Dalam menentukan metode mana yang akan digunakan, dipengaruhi

oleh kepentingan pribadi. Tingkat kepentingan berbeda dari satu pasangan ke pasangan

lain (Brahm, 2006).

Sterilisasi wanita adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif dengan angka

kegagalan 1-5 per 1000 kasus, yang berarti efektivitasnya 99,4-99,8% per 100 wanita

pertahun (Everest, 2007).

Saat ini, negara 60% pasangan usia reproduksi di seluruh dunia menggunakan

kontrasepsi (Glasier, 2005). Selama 20 tahun terakhir, hampir satu juta orang Amerika

setiap tahun menjalankan operasi strilisasi, dan akhir-akhir ini lebih banyak wanita

daripada pria (Speroff, 2005).

Di Inggris, hampir 30% pasangan, dan hampir 50% dari mereka yang berusia

lebih dari 40, mnggunakan sterilisasi wanita atau pria sebagai metode kontrasepsi

mereka. Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta wanita yang memilih sterilisasi

1

Page 2: tubektomi

sebagai metode kontrasepsi. Dan digunakan lebih dari 50 juta pasangan di seluruh

dunia, yang sebagian besar hidup di negara berkembang (Glasier, 2005).

Peserta atau pasangan yang akan mengikuti kontrasepsi mantap harus secara

sukarela dan mengikuti kontrasepsi mantap atas keinginannya sendiri. Artinya calon

peserta tersebut tidak dipaksa atau ditekan untuk menjadi peserta kontap. Peserta sudah

mengetahui bahwa disamping kontap masih ada cara kontrasepsi lain yang dapat

mencegah kehamilan yang bersifat sementara tetapi peserta tetap memilih kontap

(Suratun, dkk, 2008).

Dimasyarakat modern, dengan majunya tingkat pendidikan, metode kontrasepsi

mantap (kontap) merupakan pilihan ibu-ibu di daearah perkotaan. Banyak ibu-ibu

diperkotaan memilih dan merencanakan keluarga kecil, daan kontrasepsi tubektomi

merupakan paling efektif (Kompas, 2006).

Wanita yang melakukan sterilisasi sering kali merasa dibebaskan, mereka tidak

memiliki kecemasan akan kehamilan. Seringkali ketakutan akan kehamilan memicu

permintaan akan sterilisasi (Everett, 2007)

Tujuan program KB sesungguhnya bukan untuk mengurangi jumlah penduduk.

Tujuan yang benar dari program KB adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk

serta meningkatkan keluarga kecil berkualitas melalui penggunaan alat kontrasepsi

sehingga bermanfaat bagi kesehatan ibu dan anak (BKKBN, 2005).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia

Tenggara atau keempat di wilayah Asia Pasifik, yaitu mencapai 248 orang per 100.000

kelahiran hidup (BPS, 2007). Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 yaitu

307/100.000 kelahiran hidup, angka ini mengalami penurunan namun masih jauh dari

target Millenium Development Goal’s (MDGs) tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran

hidup. Penyebab langsung kematian ibu tersebut terutama adalah pendarahan (30%),

persalinan macet (5%), keracunan kehamilan/ pre eklamsi (25%), infeksi (12%), dan

komplikasi persalinan (8%) (SKRT, 2002).

Pengaturan kehamilan dan jarak melahirkan diperlukan untuk mencapai target

MDGs tersebut. Ada beberapa metode atau alat KB yang bisa digunakan, bagi wanita

antara lain pil KB, suntik KB, susuk atau implant, alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR) dan Medis Operasi Wanita (MOW) biasa disebut tubektomi sedangkan bagi

2

Page 3: tubektomi

pria biasanya dengan cara pantang berkala, senggama terputus, kondom dan Medis

Operasi Pria (MOP) atau vasektomi (Manuaba, 1998).

Dari informasi BKKBN Pusat (2008), di Indonesia jumlah pelayanan tubektomi

sebanyak 54 % kasus. Pada tahun 2008 Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

sebanyak 0,78 % kasus tubektomi. Dari hasil rekapitulasi BKKBN Kota Banda Aceh

dari bulan Januari s/d Desember 2005 di dapatkan data tubektomi sebanyak 0,93 %

kasus, dan Januari s/d April 2009 didapatkan data tubektomi sebanyak 1,65 % kasus.

Sedangkan di Rumah Sakit Zainoel Abidin Tahun 2008 mencatat jumlah peserta KB

secara keseluruhan sebanyak 75 % orang, yang melakukan tubektomi sebanyak 1,6 %

orang (Buku Register).

3

Page 4: tubektomi

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah menghidari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun, 2008). Istilah

kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau

“mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan

sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah

menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara

sel telur yang matang dengan sel sperma.

Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat-syarat antara lain dapat dipercaya, tidak

menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut

kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan

motivasi terus menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat

dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dan dapat diterima penggunaannya oleh

pasangan yang bersangkutan.

Kontrasepsi dapat reversible (kembali) atau permanen (tetap). Kontrasepsi yang

reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama di

dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk mempunyai anak lagi.

Kontrasepsi permanen adalah kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan

dikarenakan melibatkan tindakan operasi.

2.1.1. Jenis-jenis Kontraspsi

Menurut Hartanto (2004) ada beberapa jenis kontrasepsi yaitu :

2.1.1.1. Metode Sederhana

(1) KB alamiah

Natural Family Planning, Fertility Awareness Mewthode, Periodik Abstinens, Metode

Rhythm, Pantang Berkala, Metode Kalender (Ogino-Knaus), Metode Suhu Badan Basa

(Termal), Metode Lendir Serviks (Bilings), Metode Simpto-Termal, Coitus Interruptus.

4

Page 5: tubektomi

(2) Dengan Alat

Mekanis (Barrier) : Kondom pria. Barrier Intra-Vaginal : Diagfragma, Kap Serviks

(Cervical Cap), Spons (Sponge), Kondom wanita. Kimiawi : Spermisid, Vaginal cream,

Vaginal foam, Vaginal jelly, Vagibal suppositoria, Vaginal tablet, dan Vaginal soluble

film.

2.1.1.2. Metode Modern

1) Kontrasepsi Hormonal

(1) Per-oral

Pil oral kombinasi (POK), Mini-Pil, Morning – after pill

(2) Injeksi/suntikan

(DMPA, NET-EN, Microspheres, Microcapsules).

(3) Sub-kutis : Implant

Alat Kontrsepsi Bawah Kulit (AKBK) : Implant Non-biodegradable. Norplant,

Norplant-2, ST-1425, Implanon : Implant biodegradable

2) Intra Uterin Devices (IUD, AKDR)

3) Kontrasepsi mantap

2.2. Kontrasepsi Mantap (Tubektomi)

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’.

Sedangkan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang

mengakibatkan kehamilan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kontrasepsi

adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari pertemuan

antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Indiarti & Hotimah, 2008).

Menurut Mochtar (1998), kontrasepsi atau antikonsepsi (conception control) adalah cara

untuk mencegah terjadinya konsepsi, alat, atau obat-obatan.

Sedangkan menurut Siswasudarmo.et.al (2007), istilah kontrasepsi mantap

merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, scure contraception. Nama lain adalah

sterilisasi (strelization), atau kontrasepsi operatif (surgical contraception). Pada wanita

sterilisasi lazimnya dilakukan dengan memotong dan mengambil sebagian saluran telur

(tuba) sehingga dikenal istilah tubektomi.

Kontrasepsi mantap adalah suatu metode kontrasepsi yang pada pria disebut

vasektomi dan pada wanita disebut tubektomi. Kontrasepsi mantap pada wanita yang

5

Page 6: tubektomi

disebut tubektomi ialah suatu pembedahan dengan cara mini laparatomi (minilap) yaitu

tindakan pada tuba fallopii wanita melalui irisan kecil di dinding perut ± 2-3 cm yang

dapat mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil.

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Uchida dkk (1961) di Jepang untuk

akseptor kontrasepsi mantap (kontap) atau sterilisasi pada wanita pasca persalinan.

Selanjutnya Mark dan Webb (1968) melakukan sayatan kecil yang tersembunyi di balik

lipatan kulit bawah pusat pada akseptor pasca persalinan, sehingga parutnya tidak

kelihatan. Untuk akseptor masa interval baru dikembangkan sejak tahun 1970-an,

diantaranya Vitoon Osathanondh (1972) dari Thailand mengembangkan teknik

minilaparotomi yang sederhana dengan memakai alat-alat yang sederhana pula, anestesi

lokal tanpa tinggal di rumah sakit. Dan untuk menempatkan rahim sedemikian rupa ke

depan dinding perut dipergunakan elevator rahim Ramathibodi sehingga tuba Fallopii

dengan mudah ditampilkannya. Kemudian dilakukan pengikatan atau pemotongan.

Ternyata teknik yang sederhana ini mudah, aman dan murah sesuai untuk program

kontap di negara-negara berkembang. Pembedahan tubektomi minilap merupakan salah

satu teknik kontap pada wanita yang resikonya sedikit tetapi manfaatnya banyak.

Teknik pembedahan tubektomi (Minilap) dapat dibedakan anatara pasca persalinan,

pasca keguguran, dan masa interval berdasarkan atas saat melakukan pembedahan,

lokasi minilaparotomi untuk mencapai tuba, dan teknik pembedahan tubektomi.

2.2.1. Pengertian Tubektomi

Tubektomi atau kontap wanita ialah suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah

keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat atau memotong pada kedua saluran

tuba. Dengan demikian maka ovum yang matang tidak akan bertemu dengan sperma

karena adanya hambatan pada tuba (Suratun dkk, 2008).

2.2.1.1. Kefektifian Tubektomi

Angka kegagalannya hanya 0,2-0,4 per 100 wanita pertahun, kegagalan ini

umumnya karena kesalahan tehnik operasi tetapi mungkin juga karena rekanalisasi

(Siswasudarmo.et.al, 2007). Sedangkan menurut Saifuddin (2008), angka kefektifannya

0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan.

6

Page 7: tubektomi

2.2.1.2. Yang Dapat Menjalani dan Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi

Yang Dapat Menjalani Tubektomi

1) Usia > 26 tahun

2) Paritas > 2

3) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya

4) Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.

5) Pascapersalinan

6) Pasca keguguran

7) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi

1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)

2) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).

3) Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau

dikontrol)

4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan

5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan

6) Belum memberikan persetujuan tertulis.

(Saifuddin, 2006).

2.2.1.3. Jenis-jenis Tubektomi

a. Minilaporatomi

Adalah sterilisasi tuba yang dilakukan melalui suatu insisi suprapubik kecil

dengan panjang biasanya 3-5 cm. Minilaparotomi merupakan metode sterilisasi

wanita yang paling sering dilakukan di seluruh dunia karena keamananya,

kesederhanaannya, dan kemudahan adaptasinya terhadap lingkungan bedah (Speroff,

Darney, hlm.357).

Keuntungan minilaparotomi dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis yang

memiliki dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah, hanya memerlukan alat-

alat yang sederhana dan tidak mahal terutama alat-alat bedah standar, komplikasi

umumnya hanya komplikasi minor dan dapat dilakukan segera setelah melahirkan

(Hartanto, 2004, hlm.251).

7

Page 8: tubektomi

Kerugian minilaparotomi yaitu waktu operasi sedikit lebih lama

dibandingkan dengan laparoskopi yang rata-rata memerlukan 10-20 menit, sukar

pada wanita yang sangat gemuk bila ada perlekatan-perlekatan pelvis atau pernah

mengalami operasi pelvis, operasi ini meninggalkan bekas luka parut kecil yang

masih dapat terlihat, rasa sakit abdomen yang singkat karena luka insisi terjadi

pada 50% wanita, angka kejadian infeksi luka operasi lebih tinggi dibandingkan

dengan laparoskopi.

Gambar 2.1: Minilaparotomi

b. Laparoskopi adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam rongga

peritoneum dengan alat laparoskop yang dimasukkan melalui dinding anterior

abdomen (Hartanto, 2004, hlm.252).

Cara oklusi tuba falopii

Cara oklusi tuba falopii adalah dengan ligasi tuba falopii.

Ligasi atau pengikatan tuba falopii untuik mencegah perjalanan dan pertemuan

spermatozoa dan ovum . tekhnik ligasi tuba falopii antara lain:

1. Ligasi biasa

Ligasi biasa jarang dikerjakan lagi sekarang karena angka kegagalan tinggi.

Pernah dicoba untuk melakukan ligasi dengan dua ikatan tetapi menyebabkan

terjadinya hydrosalpinx diantara dua ikatan sehingga cara ini tiadak dipakai

lagi.

8

Page 9: tubektomi

2. Ligasi +penjepitan tuba falopii

Teknik Madlener

Bagian tengah tuba falopii diangkat sehingga membentuk suatu loop. Dasar dari

loop dijepit dengan klem kemudian diikat dengan benang yang tidak

diserap(silk,silicon).

3. Ligasi + pembelahan/pembagian+penanaman

Ada dua teknik ligasi ini, yaitu :

Teknik irving

a. Tuba falopii diikat pada 2 tempat dengan benang yang dapt diserap

kemudian dibagi diantara kedua ikatan.

b. Ujung atau puntung proximal ditanamkan dalam myometrium uterus

c. Ujung atau puntung distal ditanamkan kedalam mesosalpinx

Teknik wood

a. Pars ampularis tuba falopii dibelah /dibagi(division)

b. Kedua ujung atau puntung yang dibelah atau dibagi diikat dengan benang

yang dapat diserap

c. Ujung /puntung medial ditanamkan kedalam kantong yang dibuat dalam

mesosalpinx.

Teknik Cooke

Suatu segmen tuba fallopii dijepit dan dirusak, kemudian ujung proximal

ditanamkan dalam ligamentum rotundum.

4. Ligasi + Reseksi tuba fallopii

Ada empat teknik dalam ligasi ini, yaitu :

a. Salpingektomi

Sebagai suatu cara kontap wanita yang biasa / rutin , tidak / jarang

dikerjakan karena prosedurnya luas, reversibilitas tidak ada dan

morbiditas lebih tinggi ( perdarahan )

b. Teknik Pomeroy

1) Merupakan teknik kontap wanita yang paling sering dikerjakan.

Bagian tengah tuba fallopii dijepit dengan klem lalu diangkat

sehingga membentuk suatu loop. Dasar dari loop diikat dengan

9

Page 10: tubektomi

benang yang dapat diserap ( plain catgut ). Bagian loop diatas ikatan

dipotong.

2) Dengan diserapnya benang ikatan maka ujung-ujung tuba fallopii

akan saling terpisah.

3) Teknik Pomeroy memusnahkan tuba fallopii sepanjang kurang lebih

3-4 cm.

Gambar 2.2: Teknik Pomeroy

c. Teknik Pritchard’s = Teknik Parkland

1) Suatu segmen kecil dari tuba fallopii dipisahkan dari mesosalpinx.

10

Page 11: tubektomi

2) Masing-masing ujung dari segmen tersebut diikat dengan benang

chromic kemudian dipotong diantara kedua ikatan dan segmen tuba

fallopii dibuang.

d. Fimbriektomi Kroener

Bagian 1/3 distal tuba fallopii diikat dengan dua ikatan benang silk dan

ujung fimbrae dieksisi. Pada teknik ini tidak didapatkan gangguan suplai

darah ovarium.

5. Ligasi + Reseksi + Penanaman tuba fallopii

Ada dua teknik dalam ligasi ini,yaitu :

a. Reseksi Cornu

Merupakan prosedur yang ekstensif yang memerlukan laparotomi. Utero

tubal junction diikat dengan benang yang dapat diserap. Insisi tuba

fallopii proximal dari ikatan, membebaskannya dari mesosalpinx

kemudian membuang 1 cm dari tuba fallopii. Myometrium uterus

disekitarnya dieksisi terbentuk baji( untuk mencegah endometriosis dan

kehamilan ektopik ) dan bagian proximal dari segmen distal tuba fallopii

ditanam kedalam ligamentum latum.

b. Teknik Uchida

1) Larutan garam fisiologis- adrenalin ( 1 : 1000 ) disutikan dibawah

serosa pars ampularis, sehingga terjadi spasme vaskuler local dan

pembengkakan dari mesosalpinx, dan terjadi pemisahan dari

permukaan serosa dengan bagian muskularis tuba fallopii.

2) Serosa diinsisi dan dibebaskan kebelakang.

3) Segmen sepanjang 5 cm dari bagian proximal tuba fallopi diputuskan

/ dipotong, ujung yang pendek diikat dengan benang yang tidak

diserap dan segmen tuba fallopii dibuang. Maka ujung tuba fallopii

yang telah diikat secara otomatis membenamkan dirinya dibawah

serosa .

4) Pinggir dari insisi serosa dikumpulkan sekitar ujung distal

tubafallopii dan diikat secara ikatan rangkaian kantong sehingga tuba

fallopii ditinggalkan menonjol ke dalam cavum abdomen.

11

Page 12: tubektomi

Elektro-koagulasi / termo koagulasi (fulgurasi)

Elektro-koagulasi adalah tindakan membakar suatu segmen dari tuba falopi

dengan arus listrik frekuensi tinggi atau dengan panas, sehingga terjadi oklusi dari

tuba falopii.

Dikenal 2 macam elektro-koagulasi :

a. Elektro-koagulasi Uni polar

- Dikembangkan pada tahun 1960 an

- Arus listrik mengalir dari forsep laparoskop melalui tubuh wanita ke suatu

lempeng logam yang diletakan di bawah bokong atau paha wanita.

- Bahaya koagulasi Unipolar dapat terjadi luka bakar pada jaringan atau organ

lain, terutama luka bakar usus

- Elektro-koagulasi Uni polar merusak 20-50 % dari tuba falopi

b. Elektro-koagulasi Bipolar

- Dikembangkan pada tahun 1970an, untuk mengurangi terjadinya luka bakar

usus.

- Arus listrik mengalir di antara kedua jepitan dari forsep laparoskop sehingga

hanya sebagian kecil saja dari tuba falopi yang terlibat.

Thermo-koagulasi

Merusak Tuba falopi dengan panas sehingga shock dan luka bakar elektrik tidak

terjadi pada jaringan/organ lain.Thermo-koagulasi belum banyak dipakai dan

efektivitasnya masih belum diketahui dengan jelas. Dengan memakai aliran listrik

voltase rendah (6 volt ) atau temperature rendah(umumnya <1400C), resiko

terjadinya luka pada jaringan/organ sekitarnya dapat dikurangi.

Tubal Clips

Tubal clips tidak dipakai sesering seperti ligasi atau fulgurasi tuba fallopi

disebabkan karena angka kegagalannya cukup tinggi. Tubal clips dipasang pada

isthmus tuba falopii 2-3 cm dari uterus melalui laparotomi, laparoskopi, kolpotomi

atau kuldoskopi. Tubal clips menyebabkan kerusakan yang lebih sedikit/ kecil pada

tuba falopii (kira-kira 4 mm)dibandingkan cara-cara oklusi tuba falopii lainnya.

Dengan tubal clips, kerusakan tuba falopii < 1 cm dibandingkan denagan 1-3 cm

pada tubal rings, 3-4 cm pada pomeroy dan 3-6 cm elektrokoagulasi.

12

Page 13: tubektomi

Macam-macam tubal clips:

1. Tantalum hemo-clips

Terbuat dari tantalum, suatu logam yang tidak bereaksi dengan jaringan(non

tissue reactive), mempunyai alur-alur pada bagian dalamnya agar lebih kuat

menjepit tuba falopii. Tantalum hemo-clips kurang efektif, dengan angka

kegagalan lebih dari 10 % yang disebabkan karena:

- Terlepas/merosot dari tuba falopii

- Klips membuka sedikit sehingga timbul lagi tubal patensi (mungkin

disebabkan oleh tekanan sekresi intra luminal yang meninggi )

- Klips memutuskan/ memotong tuba falopi sehingga terjadi

rekanalisasi.

Untuk mengurangi angka kegagalan dan mempertinggi efektivitasnya dicoba

dengan memasang dua tubal clips pada masing-masing tuba

falopii(wheeless dan penelitian-penelitian lain) tetapi ternyata angka

kegagalannya masih tetap tinggi.

2. Spring - loaded clips

Ditemukan dan dipakai awal 1970-an oleh Hulka- Clemens. Terdiri dari 2

rahang bergigi palstik yang dipegang oleh suatu pegas stainless steel yang

harus didorong kedepan agar cipsnya menutupi dan menjepit tuba falopii,

bila dipasang dengan benar angka kegagalan < 0,5 per 100 wanita dengan

model spring loaded clips mutahkir(dikanal dengan sebagai Rocket Clips di

inggris dan Wolf Clips di amerika serikat). Morbiditas dengan tuba clips

hanya minor saja:

- Reflex vaso-vagal seperti mual, pingsan, brankhikardia dan

hipotensi.

- Nyeri atau kejang perut.

3. Filshie=nothingham clips

a. Dikembangkan pada tahun 1973 oleh G.M Filshie, terbuat dari titanium

dengan permukaan dalam clips dilapisi silicon.

b. Setelah dipasang pada tuba falopii silicon akan ditekan sehingga terjadi

atrofi jaringan tuba falopii, yang disusul dengan mengembangnya silicon

sehingga tuba falopii tetap tersumbat.

13

Page 14: tubektomi

c. Terdapat 6 model Filshie clips yang telah dicoba pada > 10.000 wanita di

seluruh dunia dengan angka kegagalan 0,6 per 100. Pada model mutakhir

filishe clips yaitu Mark-6, angka kegagalan lebih rendah lagi yaitu hanya

1 kehamilan pada 1.200 wanita. Sejak januari 1983 telah dilakuakan

43.000 kontap wanita. Dengan Mark-6 clips dan dilaporkan terjadi hanya

20 kehamilan.

Gambar 2.3: Filshie Clips

4. Bleier Clips

a. Dikembangkan awal 1970-an oleh W.Bleier di jerman mempunyai

panjang 10 mm dan lebar 4 mm terbuat dari plastic

b. Sekarang bleier clips tidak dibuat dan tiadak dipakai lagi oleh karena

angka kegagalannya yang tinggi sekali dan sering timbul persoalan-

persoalan dengan aplikatornya.

Keuntungan laparoskopi yaitu komplikasi rendah dan pelaksanaannya

cepat (rata-rata 5-15 menit), insisi kecil sehingga luka parut sedikit sekali, dapat

dipakai juga untuk diagnostik maupun terapi, kurang menyebabkan rasa sakit

bila dibandingkan dengan mini laparotomi, sangat berguna bila jumlah calon

akseptor banyak.

Kerugian laparoskopi resiko komplikasi dapat serius (bila terjadi), lebih

sukar dipelajari, memerlukan keahlian dan keterampilan dalam bedah abdomen,

harga peralatanya mahal dan memerlukan perawatan yang teliti, tidak dianjurkan

untuk digunakan segera post-partum (Hartanto, 2004).

14

Page 15: tubektomi

2.2.1.4. Waktu Pelaksanaan Tubektomi

Menurut Suratun dkk (2008), waktu palaksanaan tubektomi sebaiknya dilakukan

pada saat :

a) Pasca persalinan, sebaiknya dalam jangka waktu 48 jam pasca persalinan.

b) Pasca keguguran, dapat dilakukan pada hari yang sama dengan evakuasi rahim

atau keesokan harinya

c) Dalam masa interval (keadaan tidak hamil), sebaiknya dilakukan dalam 2

minggu pertama dari siklus haid ataupun setelahnya, seandainya calon akseptor

menggunakan salah satu cara kontrasepsi dalam siklus tersebut.

2.2.1.5. Indikasi dan Kontra indikasi Tubektomi

a. Indikasi

Dengan sifatnya yang permanen, sterilisasi hanya cocok untuk pasangan

yang tidak menginginkan anak lagi. Secara lebih luas, indikasi sterilisasi dapat

dibagi lima macam yaitu :

1) Indikasi Medis

Yang termasuk indikasi medis adalah penyakit yang berat kronik seperti

jantung, ginjal, paru-paru, dan penyakit kronik lainnya. Tetapi tidak semua

penyakit tersebut merupakan indikasi, hanya yang membahayakan keselamatan

Ibu kalau ia mengandung merupakan indikasi untuk sterilisasi.

2) Indikasi Obstetris

Indikasi obstetris adalah keadaan di mana resiko kehamilan berikutnya

meningkat meskipun secara medis tidak menunjukkan kelainan apa-apa,

termasuk kedalam indikasi obstetric adalah multiparitas (banyak anak), apalagi

dengan usia yang relatif lanjut (misal grandemultigravida, yakni paritas lima

atau lebih dengan umur 35 tahun atau lebih), sesio sesarea dua kali atau lebih

dan lain-lain.

3) Indikasi Genetik

Indikasi genetik adalah penyakit herediter yang membahayakan

kesehatan dan keselamatan anak, seperti hemophilia.

15

Page 16: tubektomi

4) Indikasi Kontrasepsi

Indikasi kontrasepsi adalah indikasi yang murni ingin menghentikan

(mengakhiri) kesuburan, artinya pasangan tersebut tidak menginginkan anak lagi

meskipun tidak terdapat keadaan lain yng membahayakan keselamatan Ibu

seandainya ia hamil.

5) Indikasi Ekonomis

Indikasi ekonomis artinya pasangan suami istri menginginkan sterilisasi

karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan

bertambahnya anak dalam keluarga tersebut (siswosudarmo, 2007, hlm.52-53).

b. Konta indikasi

Kontra indikasi kontrasepsi mantap pada wanita adalah masalah hubungan,

ketidaksetujuan terhadap operasi dari salah satu pasangan, dan keadaan sakit atau

disabilitas yang dapat meningkatkan resiko pada operasi (Everett, 2008, hlm.253).

2.2.1.6. Keuntungan dan Kerugian Tubektomi

Keuntungan yang utama bahwa kontap merupakan suatu metode cara KB yang

paling efektif disbanding seluruh cara yang tersedia. Keefektifannya tercapai begitu

operasi selesai dikerjakan. Tubektomi merupakan cara KB jangka panjang yang tidak

memerlukan tindakan ulang artinya cukup sekali dikerjakan. Dengan kata lain cara ini

selain tidak user dependent. Karena cara ini permanent, dapat dikatakan continuation

rate-nya praktis 100%. Meskipun kontap harus ditempuh melalui operasi tubektomi

merupakan cara yang paling aman, bebas dari efek samping asal semua prosedur dan

persyaratan operasi terpenuhi. Sebagaimana cara KB lainya kontap bersifat praktis

artinya tidak membutuhkan kunjungan ulang yang terjadwal dan tidak mengganggu

hubungan sexsual. Bebas dari efek samping hormonal sebagaimana pil, KB suntik

maupun susuk.

Kerugian kontap adalah sifatnya permanent, sehingga calon ibu klien harus

menyadari betul bahwa sekali dilakukan sterilisasi hamper tidak mungkin hamil

kembali. Cara ini hanya cocok untuk mereka yang tidak ingin mempunyai anak lagi,

bukan sebagai cara penjarangan. Kontap merupakan tindakan operasi, sehingga syarat

16

Page 17: tubektomi

operasi harus terpenuhi terutama yang menyangkut pencegahan infeksi

(Siswasudarmo.et.al, 2007).

2.2.1.7. Tempat pelayanan kontrasepsi mantap

Pelayanan kontraspsi mantap dapat dilakukan :

1) Puskesmas

2) Tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas dokter bedah, pemerintah maupun

swasta.

3) Tindakan kontrasepsi mantap ini murah dan ringan sehingga dapat dilakukan

dilapangan (Puskesmas).

2.3. Persiapan Pre-operatif Tubektomi

a. Konseling perihal kontrasepsi dan jelaskan kepada klien bahwa ia mempunyai

hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur dilakukan.

b. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi

atau anestesi antara lain meliputi penyakit-penyakit pelvis, pernah mengalami

operasi abdominal atau pelvis, riwayat diabetes mellitus, riwayat penyakit paru-

paru seperti asthma, bronchitis, pernah mengalami problem dengan anestesi,

penyakit-penyakit perdarahan, alergi dan pengobatan yang dijalani saat ini.

c. Pemeriksaan fisik: meliputi kondisi-kondisi yang mungkin mempengaruhi

keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi.

d. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemerisaan darah lengkap, pemeriksaan urin

dan pap smear.

e. Informed consent harus diperoleh. Standard consent form harus ditandatangani

oleh suami atau istri yang dari calon akseptor kontrasepsi mantap sebelum

dilakukan. Umumnya penandatanganan dokumen Informed consent dilakukan

setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan konseling (Pinem, 2009,

hlm.294).

2.4. Komplikasi Yang Mungkin Terjadi dan Penanganannya

a) Infeksi luka, apabila terlihat infeksi luka obati dengan antibiotik.

b) Demam pasca operasi (> 38 c), obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan.

17

Page 18: tubektomi

c) Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi). Apabila kandung kemih

atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer, apabila

ditemukan pascaoperasi,dirujuk kerumah sakit yang tepat bila perlu.

d) Hematoma subkutan, gunakan packs yang hangat dan lembab ditempat tersebut.

Amati hal ini biasannya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat

membutuhkan drainase bila ekstensif.

e) Emboli gas yang diakibatkan laparoskopi (sangat jarang terjadi).

f) Rasa sakit pada lokasi pembedahan, pastikan adanya infeksi, atau abses dan

obati berdasarkan apa yang ditemukan.

g) Perdarahan superficial (tepi-tepi kulit atau subkutan), mengontrol perdarahan

dan obati berdasarkan apa yang ditemukan (Saifuddin, 2006, hlm.MK-84).

2.5. Perawatan dan Informasi postoperatife

Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas

normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal dalam waktu 7

hari setelah pembedahan), hindarilah hubungan intim hingga merasa cukup nyaman,

hindari mengangkat benda-benda berat dan apabila merasa sakit minumlah 1 atau 2

analgesik (penghilang rasa sakit) setiap 4 hingga 6 jam

18

Page 19: tubektomi

DAFTAR PUSTAKA

Brahm, (2006),”Ragam Metode Kontrasepsi”.Cet.1-Jakarta : EGC.

Everett,(2007),”Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual reproduktif”. Ed.2-

Jakarta : EGC.

Ferre, Hellen,(1999),”Perawatan Maternitas”.Cet.1.Ed.2-Jakarta : EGC.

Glasier, A,(2005),”Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi”.Ed.4.Cet.1-Jakarta

: EGC.

Hartanto,(2004),”Keluarga Berencana dan Kontrasepsi”.Cet.5-Jakarta : CV Muhasari.

Indiarti, dkk,(2008), “Bahagia Menjalani Kehamilan Sehat”.Cet.1-Yokyakarta :

Pegasus.

Kompas,(2006),”Kontrasepsi Mantap”.http://www.kompas.htm.dikutip tanggal 23-4-

2009.

Manuaba, (1998), Ilmu Kebidanan & Penyakit Kandungan. Cet.2 – Jakarta : EGC.

Mochtar,Rustam,(1998),”Sinopsi Obstetri : Obstetri Operatif, Obstetri Sosial”.Ed.2-

Jakarta : EGC.

Notoatmodjo.S,(2002), “Metodologi Penelitian Kesehatan”.Cet.2 – Jakarta : PT.Rineka

Cipta.

Siswasudarmo.et.al,(2007),”Teknologi Kontrasepsi”.Cet.2-Yogyakarta:Gadjah Mada

University.

Speroff Leon,(2005), “Pedoman Klinis Kontrasepsi”.Ed.2.Cet.1-Jakarta : EGC.

Suratun,dkk,(2008),”Pelayanan Kelarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi”.-

Jakarta : Trans Info Media.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga

Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, Hanifa.1999. Ilmu Kebidanan, ed. III. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

19