Tugas Anastesi

Embed Size (px)

Citation preview

Part 9: PostCardiac Arrest Care

twitBagian 9: Perawatan Pasca-Henti jantung Pedoman dari American Heart Association tahun 2010 untukResusitasi Kardiopulmonari dan Perawatan Kardiovaskular Darurat Mary Ann Peberdy, et al.

Perawatan sistematis pasca-henti jantung setelah kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) semakin diakui dapat meningkatkan kemungkinan survival pasien dengan kualitas hidup yang baik. Hal ini sebagian didasarkan pada publikasi hasil dari percobaan klinis acak terkontrol serta deskripsi sindrom pasca-henti jantung.1-3 Perawatan pasca-henti jantung memiliki potensi yang signifikan untuk mengurangi kematian dini disebabkan oleh ketidakstabilan hemodinamik dan kemudian morbiditas dan mortalitas akibat gagal multiorgan dan cedera otak.3,4 Bagian ini merangkum pemahaman yang berkembang tentang kelainan hemodinamik, neurologis, dan metabolik yang ditemui pada pasien yang awalnya diresusitasi dari henti jantung.Tujuan awal perawatan pasca-henti jantung adalah untuk Mengoptimalkan fungsi kardiopulmonari dan perfusi organ vital. Setelah henti jantung di luar rumah sakit, mengangkut pasien ke rumah sakit yang tepat dengan sistem perawatan yang komprehensif untuk pengobatan pasca-henti jantung yang mencakup intervensi koroner akut, perawatan neurologi, perawatan kritis terarah sasaran, dan hipotermia. Mengangkut pasien pasca-henti jantung rawat inap ke unit perawatan kritis yang tepat yang mampu menyediakan perawatan pasca-henti jantung yang komprehensif. Mencoba untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab pencetus henti jantung dan mencegah henti jantung rekuren.Tujuan selanjutnya dari perawatan pasca-henti jantung adalah untuk Mengendalikan suhu tubuh untuk mengoptimalkan survival dan pemulihan neurologis Mengidentifikasi dan mengobati sindrom koroner akut (ACS) Optimalkan ventilasi mekanis untuk meminimalkan cedera paru Mengurangi risiko cedera multiorgan dan fungsi organ pendukung jika perlu Secara objektif menilai prognosis untuk pemulihan Membantu survivor dengan layanan rehabilitasi bila diperlukanSistem Perawatan untuk Meningkatkan Hasil Akhir (Outcome) Pasca-Henti Jantung Perawatan pasca-henti jantung merupakan komponen penting dari dukungan hidup lanjut (Gambar). Sebagian besar kematian terjadi selama 24 jam pertama setelah henti jantung.5,6 Perawatan terbaik di rumah sakit untuk pasien dengan ROSC setelah henti jantung tidak sepenuhnya diketahui, tetapi ada perhatian yang semakin meningkat dalam mengidentifikasi dan mengoptimalkan praktik yang mungkin meningkatkan hasil akhir (Tabel 1). Hubungan positif ditemukan antara kemungkinan survival dan jumlah kasus henti jantung yang diobati di masing-masing rumah sakit.8,9 Karena beberapa sistem organ terdampak setelah henti jantung, sukses perawatan pasca-henti jantung akan mendapatkan keuntungan dari penyusunan rencana di seluruh sistem untuk pengobatan pasien ini secara proaktif. Misalnya, pemulihan tekanan darah dan pertukaran gas tidak menjamin survival dan pemulihan fungsional. Disfungsi kardiovaskular yang signifikan dapat timbul, yang memerlukan dukungan aliran darah dan ventilasi, termasuk ekspansi volume intravaskular, obat-obatan vasoaktif dan inotropik, dan perangkat invasif. Hipotermia terapetik dan pengobatan penyebab yang mendasari henti jantung berdampak terhadap survival dan hasil akhir neurologis. Optimalisasi hemodinamik sesuai protokol dan protokol terapi dini multidisipliner yang terarah telah diperkenalkan sebagai bagian dari seperangkat perawatan untuk meningkatkan survival bukan intervensi tunggal.10-12 Data menunjukkan bahwa titrasi proaktif pada hemodinamika pasca-henti jantung ke tingkat dimaksudkan untuk memastikan perfusi organ dan oksigenasi bisa meningkatkan hasil akhir. Ada beberapa pilihan spesifik untuk mencapai sasaran ini, dan ada kesulitan untuk membedakan manfaat dari protokol-protokol tersebut atau komponen spesifik dari perawatan yang paling penting.Sistem perawatan yang komprehensif, terstruktur, dan multidisipliner harus dilaksanakan secara konsisten untuk pengobatan pasien pasca-henti-jantung (Kelas I, LOE B). Sebagai bagian dari intervensi terstruktur, program harus mencakup terapi hipotermia; optimalisasi hemodinamika dan pertukaran gas; reperfusi koroner cepat bila diindikasikan untuk pemulihan aliran darah koroner dengan intervensi koroner perkutan (PCI); kontrol glikemik; dan diagnosis, penatalaksanaan, dan prognostikasi neurologis.Tinjauan Umum Perawatan Pasca-Henti Jantung Penyedia CPR harus memasikan jalan napas yang adekuat dan pernapasan pendukung sesaat setelah ROSC. Pasien yang tidak sadar biasanya membutuhkan jalan napas lanjut untuk dukungan pernapasan mekanik. Jalan napas supraglottis yang digunakan untuk resusitasi awal mungkin perlu diganti dengan tabung endotrakeal, meski waktu penggantiannya bisa bervariasi. Metode untuk mengamankan jalan napas lanjut dibahas pada Bagian 8.1: Penatalaksanaan Jalan Nafas, tapi beberapa manuver sederhana layak dipertimbangkan. Misalnya, penyelamat dan penyedia rumah sakit jangka panjang harus menghindari penggunaan tali melingkari leher pasien, yang berpotensi menghalangi aliran balik vena dari otak. Mereka juga harus mengangkat kepala 30 dari tempat tidur jika ditoleransi untuk mereduksi insidens edema serebral, aspirasi, dan pneumonia yang berkaitan dengan ventilasi. Pemasangan jalan napas lanjut yang tepat, terutama selama pengangkutan pasien, harus dipantau dengan menggunakan kapnografi bentuk gelombang seperti dijelaskan pada bagian lain dari 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC. Oksigenasi pasien harus dipantau terus menerus dengan pulse oximetry.Walaupun oksigen 100% mungkin telah digunakan selama resusitasi awal, penyedia harus mentitrasi oksigen yang diinspirasi ke tingkat terendah yang diperlukan untuk mencapai saturasi oksigen arteri yakni 94%, untuk menghindari potensia toksisitas oksigen. Diakui bahwa titrasi oksigen yang diinspirasi mungkin tidak bisa dilakukan sesaat setelah henti jantung di luar rumah sakit jantung sampai pasien diangkut ke instalasi rawat darurat atau, pada kasus henti jantung di rumah sakit, unit perawatan intensif (ICU). Hiperventilasi atau overbagging pasien biasa terjadi setelah henti jantung dan harus dihindari karena potensi efek hemodinamik yang merugikan. Hiperventilasi meningkatkan tekanan intra-toraks dan sebaliknya menurunkan curah jantung. Penurunan PaCO2 yang terlihat pada hiperventilasi juga dapat berpotensi menurunkan aliran darah serebral secara langsung. Ventilasi bisa dimulai pada 10 sampai 12 napas per menit dan dititrasi untuk mencapai PETCO2 sebesar 35 sampai 40 mm Hg atau PaCO2 sebesar 40 sampai 45 mm Hg.Klinisi harus menilai tanda-tanda vital dan memantau ada tidaknya aritmia jantung rekuren. Pemantauan elektrokardiografi (EKG) kontinu harus berlanjut setelah ROSC, selama pengangkutan, dan selama perawatan di ICU sampai stabilitas dicapai. Akses intravena (IV) harus diperoleh jika belum terbentuk dan posisi dan fungsi dari setiap kateter intravena harus diperiksa. Jalur IV harus segera dibentuk untuk menggantikan akses intraosseous yang muncul yang dicapai selama resusitasi. Jika pasien mengalami hipotensi (tekanan darah sistolik 24 jam. Hipotermia dipertahankan selama 122 atau 24 jam1 dalam penelitian pasien di luar rumah sakit yang menunjukkan VF. Kebanyakan seri kasus yang melibatkan pasien dewasa melaporkan 24 jam hipotermia. Efek dari durasi pendinginan yang lebih lama terhadap hasil akhir belum diteliti pada orang dewasa, tetapi hipotermia hingga selama 72 jam digunakan dengan aman pada neonatus.45,46Meskipun ada beberapa metode untuk menginduksi hipotermia, tidak ada metode tunggal yang terbukti optimal. Tersedia kateter endovaskular terkontrol umpan balik dan perangkat pendinginan permukaan.47-49 Teknik lain (misalnya, selimut pendingin dan aplikasi sering kantong es) sudah tersedia dan efektif tapi mungkin membutuhkan lebih banyak kerja dan pemantauan lebih dekat. Sebagai tambahan, cairan isotonik dingin dapat diinfusikan untuk memulai pendinginan inti tetapi harus dikombinasikan dengan metode tindak lanjut untuk pemeliharaan hipotermia.50-52 Meski ada kekhawatiran teoritis bahwa pemuatan cairan yang cepat dapat memiliki efek kardiopulmonari yang merugikan seperti edema paru, 9 seri kasus menunjukkan bahwa pendinginan dapat dimulai dengan aman dengan cairan dingin IV (500 mL sampai 30 mL/kg garam 0,9% atau ringer lactate).51-59 Satu seri kasus pada manusia56 menunjukkan bahwa pemburukan oksigenasi yang sering terjadi setelah ROSC tidak terpengaruh secara signifikan oleh infusi cairan dingin (3427 mL 210 mL). Dua uji coba acak terkontrol,60,61 satu penelitian dengan kontrol bersamaan,62 dan 3 seri kasus63,64 menunjukkan bahwa pendinginan dengan garam dingin IV dapat dimulai dengan aman dalam situasi pra-rumah sakit.Klinisi harus terus-menerus memonitor suhu inti pasien menggunakan termometer kerongkongan, kateter kandung kemih pada pasien non-anurik, atau kateter arteri paru jika pasien ditempatkan untuk indikasi lain.1,2 Suhu aksila dan mulut tidak adekuat untuk pengukuran perubahan suhu inti, terutama selama manipulasi aktif suhu untuk hipotermia terapetik,65,66 dan probe suhu timpani yang sebenarnya jarang tersedia dan sering tidak dapat diandalkan. Suhu kandung kemih pada pasien anurik dan suhu rektum mungkin berbeda dari suhu otak atau inti.66,67 Sumber sekunder pengukuran suhu harus dipertimbangkan, terutama jika sistem pendingin umpan balik tertutup digunakan untuk penatalaksanaan suhu.Beberapa potensial komplikasi terkait dengan pendinginan, termasuk koagulopati, aritmia, dan hiperglikemia, terutama dengan penurunan yang tidak diinginkan di bawah suhu target.35 Kemungkinan pneumonia dan sepsis mungkin meningkat pada pasien yang diobati dengan hipotermia terapetik.1,2 Meskipun komplikasi ini tidak berbeda secara signifikan di antara kelompok-kelompok dalam uji coba klinis yang dipublikasikan, infeksi sering terjadi pada populasi ini, dan hipotermia berkepanjangan diketahui menurunkan fungsi imun. Hipotermia juga mengganggu koagulasi, dan setiap perdarahan yang sedang berlangsung harus dikontrol sebelum menurunkan suhu.Singkatnya, kami merekomendasikan agar pasien dewasa yang koma (yaitu, kurangnya respons yang bermakna terhadap perintah verbal) dengan ROSC setelah henti jantung VF di luar rumah sakit harus didinginkan sampai 32C hingga 34C (89,6F sampai 93,2F ) selama 12 sampai 24 jam (Kelas I, LOE B). Hipotermia terinduksi juga bisa dipertimbangkan untuk pasien dewasa koma dengan ROSC setelah henti jantung di rumah sakit dengan ritme awal apapun atau setelah henti jantung di luar rumah sakit dengan ritme awal aktivitas listrik tanpa getaran atau asistol (Kelas IIb, LOE B). Pemanasan kembali aktif harus dihindari pada pasien koma yang secara spontan mengalami tingkat hipotermia ringan (>32C [89,6F]) setelah resusitasi dari henti jantung selama 48 jam pertama setelah ROSC. (Kelas III, LOE C).HipertermiaSetelah resusitasi, kenaikan suhu di atas normal dapat mengganggu pemulihan otak. Etiologi demam setelah henti jantung mungkin berhubungan dengan aktivasi sitokin inflamasi dengan pola serupa dengan yang terlihat pada sepsis.68,69 Tidak ada uji coba acak terkontrol yang mengevaluasi efek dari mengobati pireksia dengan penggunaan antipiretik secara sering atau normotermia terkontrol menggunakan teknik pendinginan dibanding tanpa intervensi suhu pada pasien pasca-henti jantung. Beberapa seri kasus70-74 dan penelitian75-80 menunjukkan ada hubungan antara buruknya hasil akhir survival dan pireksia 37,6C. Pada pasien dengan kejadian serebrovaskular yang menyebabkan iskemia otak, beberapa penelitian75-80 menunjukkan pemburukan hasil akhir jangka pendek dan mortalitas jangka panjang. Dengan ekstrapolasi, data ini mungkin relevan dengan iskemia global dan reperfusi otak yang mengikuti henti jantung. Pasien dapat mengalami hipertermia setelah pengobatan pemanasan ulang pasca-hipotermia. Hipertermia akhir ini juga harus diidentifikasi dan diobati. Penyedia harus memonitor secara ketat suhu inti pasien setelah ROSC dan secara aktif melakukan intervensi untuk menghindari hipertermia (Kelas I, LOE C).Evaluasi dan Dukungan Spesifik OrganSisa Bagian 9 berfokus pada tindakan spesifik organ yang harus dimasukkan dalam periode pasca-henti jantung langsung.Sistem Paru Disfungsi paru setelah henti jantung sering terjadi. Etiologi meliputi edema paru hidrostatik karena disfungsi ventrikel kiri; edema non-kardiogenik karena cedera inflamasi, infeksi, atau fisik; atelektasis paru berat; atau aspirasi yang terjadi selama henti jantung atau resusitasi. Pasien sering mengalami ketidakcocokan regional antara ventilasi dan perfusi, yang berkontribusi terhadap penurunan kandungan oksigen arteri. Tingkat keparahan disfungsi paru sering diukur dari segi rasio PaO2/FIO2. Rasio PaO2/FIO2 sebesar 300 mm Hg biasanya menentukan cedera paru akut. Onset akut dari infiltrat bilateral pada sinar x dada dan tekanan arteri pulmonalis 18 mm Hg atau tidak adanya bukti hipertensi atrium kiri sering terjadi pada cedera paru akut dan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). Rasio PaO2/FIO2 masing-masing sebesar