19
ANASTESI INHALASI PENDAHULUAN Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas. Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis). N2O Nitrous oxide Merupakan gas jernih,tidak berwarna ,tidak berbahu, biasanya disimpan dalam silinder bertekanan. SIFAT FISIK Gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa BD 1,5 x udara Tidak iritatif Stabil, tidak bereaksi dengan soda lime Tidak mudah terbakar/meledak Disimpan dalam tabung biru N2O harus diberi bersama Oksigen Mekanisme kerja : N2O menyebabkan anestesi umum melalui interaksi dengan membran sel CNS, mekanisme yang pasti tidak jelas. Farmakokinetik : Rute utama eliminasi N2O adalah melalui pernafasan (exhalasi),tidak mengalami biotranformasi yang bermakna.Ambilan dan eliminasi N2O relatif cepat

tugas anestesi inhalasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anes

Citation preview

Page 1: tugas anestesi inhalasi

ANASTESI INHALASIPENDAHULUANObat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas. Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis).

N2O Nitrous oxide

Merupakan gas jernih,tidak berwarna ,tidak berbahu, biasanya disimpan dalam silinder bertekanan.

SIFAT FISIK

Gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa BD 1,5 x udara Tidak iritatif Stabil, tidak bereaksi dengan soda lime Tidak mudah terbakar/meledak Disimpan dalam tabung biru N2O harus diberi bersama Oksigen Mekanisme kerja : N2O menyebabkan anestesi umum melalui interaksi dengan

membran sel CNS, mekanisme yang pasti tidak jelas. Farmakokinetik : Rute utama eliminasi N2O adalah melalui pernafasan (exhalasi),tidak

mengalami biotranformasi yang bermakna.Ambilan dan eliminasi N2O relatif cepat dibandingkan dengan anestesi inhalasi yang lain,dikarenakan koefisien partisi darah-gas yangrendah (0,47).

Farmako dinamik :o SSP : N2O menghasilkan analgesi sesuai dosis ,konsentrasi lebih dari 60% akan

menghasilkan amnesia tapi tidak dalam..Oleh karena MAC adalah 104% N2O biasanya digunakan dengan kombinasi dengan agen yang lain untuk mencapai stadium pembedahan.

o Sistem kardiovaskuler : N2O mendepresi miokard ringan, dan merupakan agonis sistem simpatis ringan.Laju jantung dan tekanan darah biasanya tidak berubah.N2O menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler paru.

o Sistem Pernafasan : N2O mendepresi pernafasan ringan,walaupun kurang dibanding dengan anestesi inhalasi yang lain.Pemberian 70% merupakan batas limit untuk menjamin FiO2 yang cukup.

Efek yang merugikan :

Page 2: tugas anestesi inhalasi

o Ekpansi gas pada ruang tertutup. Terutama pada ruang-ruang tertutup yang biasanya diisi dengan

nitrogen.Oleh karena kelarutannya yang rendah dalam darah, maka gas akan mengisi ruangan menjadi besar sesuai dengan difusi N2O dan gas nitrogen akan keluar. Ruang seperti pneumothorak,,ruang telinga tengah yang tertutup,usus besar, emboli udara , udara dalam tengkorak akan nyata membesar bila diberikan N2O ,sebaiknya hal ini dicegah bila menghapi hal tersebut. N2O juga akan berdifusi kedalam cuff ET dan akan menyebabkan peningkatan tekanan cuff,tekanan ini sebaiknya secara berkala diatur kembali.

o Mual dan muntah. Pemberian N2O bisa meningkatkan kejadian mual dan muntah.

o Hipoksia difusia. Setelah pemberhentian N2O dengan segera akan terjadi difusi dari darah

ke paru dan akan menyebabkan penurunan tekanan PO2 alveoli secara dramatis dan menyebabkan hipoksia hipoksemia kususnya bila pasen bernafas dengan udara kamar . Hal ini bisa dicegah bila diberikan terapi O2 3 – 5 menit setelah N2O dihentikan.

o Menghambat sintesis Tetrahidrofolat. N2O telah terbukti menghentikan Methionin sinthetase , Vitamin B12

ensim yang sangat dibutuhkan dalam sintesis DNA. N2O harus digunakan secara hati-hati pada wanita hamil,akan menyebabkan defisiensi B12.

Volatil Agent. 

Adalah cairan yang mudah menguap ( dalam gas pembawa ) yang biasa digunakan dalam anestesi inhalasi.

Saat ini yang biasa digunakan adalah :

1. Halothane

Merupakan alkaline berhalogen, cairan bening tidak berwarna dan berbau harum

2. Enflurance

Merupakan cairan volatil dengan bau yang menyenangkan seperti ether, suatu larutan

sodium meethexide mehanol normal. Berwarna orange

3. Isoflurane

Merupakan cairan volatil yangbtidak mudah terbakar dengan bau ether yang menyengat,

reflek faring dan laring dengan cepat hilang sehingga memudahkan tindakan intubasi

endotrakheal. Bewarna ungu.

4. Sevoflurane

Page 3: tugas anestesi inhalasi

Baunya tidak menyengat dan peningkatan konsentrasi di alveolar yang cepat

membuatnya sebagai pilihan yang baik untuk induksi inhalasi pada pasien pediatrik atau

orang dewasa. Termasuk golongan halogen ether. Berwarna kuning.

5. Desflurane

Merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Sangat

mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain sehingga diperlukan menggunakan

vaporizer khusus. Berwarna biru.

Cara kerja .o Volatil agent menghasilkan GA melalui interaksi dengan membran sel

CNS ,sedang mekanisme pasti masih belum jelas Farmakokinetik.

o Kecepatan dimana volatil agen diserap dan dikeluarkan ( Isoflurane> Enflurane> halotan ) disebabkan karena koefisien partisi darah gas . semakin rendah kelarutan gas dalam darah semakin cepat diabsorbsi dan semakin cepat diekskresi. Walaupun sebagian besar agen inhalasi diekskresi melalui jalur paru-paru ,agen ini juga mengalami metabolisme di hepar dengan derajat yang bervariasi ( halotan 15%, enflurane 2-5 %, isoflurane 0,2%)

Farmakodinamiko CNS : . Volatilagen menghasilkan ketidak sadaran dan amnesia dengan

konsentrasi dosis relatif rendah (25% MAC) pada dosis tinggi selanjutnya akan terjadi depresi CNS secara umum. Pada inspirasi tinggi (lebih dari 2%) Enflurane dapat menyebabkan gambaran EEG epileptik. Volatil agen akan cenderung menhasilkan penurunan amplitudo dan meningkatkan gelombang somato sensori laten. Volatil agen dalam meningkatkan CBF : ( Halotan >; Enflurane >isoflurane) dan menurunkan Cerebral metabolik rate (Isoflurane >Enflurane > Halotan )

o Sistem kardiovaskuler. Volatil agen akan menyebabkan depresi miokard tergantung dosis

( Halotan  > enflurane >  isoflurane ) dan vasodilatasi sistemik ( Isoflurane >Enflurane > halotane) laju jantung cenderung tidak berubah. Walaupun pemberian isoflurane akan meningkatkan laju jantung. Volatil agens membuat miokard sensitif jadi arritmogenik terhadap katekolamin ( Halotan > enflurane>  isoflurane) hal ini penting bila diperlukan penambahan larutan epinefrin atau agens simpatomimetik. Bila menggunakan halotan maka pemberian infiltrasi subcutan ephinefrine jangan lebih dari 2ug/kg/20 menit). 

Pada beberapa pasen dengan penyakit arteri koroner ,isoflurane akan menyebabkan iskemik miokard, perbedaan secara klinik dalam hal ini tidak jelas.

o Sistem Respirasi Volatil agen akan menyebabkan depresi respirasi tergantung dari dosis

dengan menurunnya vol tidal meningkatnya RR , dan peningkatan

Page 4: tugas anestesi inhalasi

PaCO2 . Tinggi rendahnya depresi respirasi berbeda pada masing-masing agen (Halotane >  Isoflurane >Enflurane).

Dosis Ekuepoten agen inhalasi dalam hal efek bronchodilator sama dengan diatas. Walaupun agen juga menyebabkan iritasi jalan nafas ( Isoflurane > enflurane >halotan ) yang dalam anestesi yang kurang dalam menyebabkan batuk,laringospasme dan bronkospasme. Kususnya pada pasen merokok dan asma, Kurang merangsangnya halotane menyebabkan halotan bisa dipakai untuk induksi inhalasi.

o Sistem muskular. Agen inhalasi menyebabkan penurunan Tonus otot sesuai dengan dosis ini

menguntungkan kondisi pembedahan.Pemberian volatil agen bisa menyebabkan hipertensi maligna pada pasen yang punya kecenderungan.

o Liver Volatil agent cenderung menebabkan penurunan perfusi hepar. Penurunan

ini paling besar oleh halotan, kemudian enflurane dan paling sedikit isoflurane. Jarang terjadi pasen berkembang menjadi hepatitis sekunder oleh karena pemakaian volatil agen (kecuali pada halotane)

o Sistem ginjal Volatil agen akan menurunkan renal blood flow,melalui penurunan

MAP ,dan meningkatkan tahanan vaskular ginjal. Ion fluoride hasil dari metabolisme enflurane adalah neprotoksik , walaupun pada pemakaian lama secara klinik pengaruhnya masih belum jelas .

DESFLURAN DAN SEVOFLURAN

Ambilan desflurane dan sevoflurane adalah sangat cepat dibanding dengan volatil agen yang lain ok koefisien partisi darah gas yang sangat rendah. Demikian juga masa emergen yang terjadi juga sangat cepat desflurane yang mengalami metabolisme adalah sangat minimal. Hasil metabolisme sevoflurane adalah ion fluoride walaupun dalam pengukuran kadar serum tampak bermakna tapi masih sangat jauh dari menyebabkan disfungsi ginjal . Desfluran dan sevoflurane semua mendepresi miokard dan menyebabkan efek hemodinamik sama seperti yang terjadi pada isoflurane. 

Desfluran dan sevoflurane juga mendepresi respirasi sesuai dosis yang diberikan ,sama seperti volatil agent yang lain. Desflurane tampaknya lebih iritasi terhadap jalan nafas dibanding dengan isoflurane. Sedang sevoflurane adalah yang paling tidak iritasi jalan nafas .

Uptake Anestesi inhalasi. Distribusi dan eliminasi.

Anestesi inhalasi biasanya diberikan /dialirkan dengan konsentrasi dari vaporizer kedalam sirkuit . Walaupun saat anestetik di berikan kedalam sirkuit maka konsentrasi akan meningkat namun ada beberapa hal yang mempengaruhi tekanan partial anestesi dalam jaringan .

A. Konsentrasi gas anestesi inspirasi

Page 5: tugas anestesi inhalasi

Sirkuit anestesi yang sebabkan rebreathing ( semi open, semiclosed, closed ) akan menyebabkan konsentrasi gas anestesi inspirasi berkurang secara bermakna dibanding pada saat dialirkan oleh  karena:

o Ukuran relatif sirkuit terhadap ukuran kecepatan gas segar yang masuk sampai terjadi keseimbangan dalam sirkuit dan fungsional residual capacity ( terjadi jauh lebih cepat bila menggunakan fres gasflow yang tinggi dan sirkuit yang kecil.

o Kecepatan fres gas inflow . Penurunan fres gas inflow maka akan meningkatkan ukuran rebreating maka akan menyebabkan gas ekhalasi masuk kedalam ruang inspirasi dan mengurangi konsentrasi gas inhalasi yang inspirasi.

o Kelarutan gas dalam komponen sirkuit. Konsentrasi gas inhalasi dalam inspirasi akan menurun bila uptake agent pada tube dan sodalime sampai terjadi keseimbangan didalamnya , secara umum lebih larut dalam lemak maka hal ini akan terasa.

B. Konsentrasi anestesi alveolar.

Konsentrasi anestesi alveolar (Fa) bisa berbeda dengan konsentrasi inspirasi (Fi). Kecepatan untuk meningkatkan perbandingan (Fa/Fi ) disebut sebagai klecepatan induksi dalam General anestesi . Dua hal yang saling berlawanan dalam proses ; hantaran gas anestesi dan uptake dari alveoli menentukan Fa/Fi pada waktu pemberian gas anestesi.

o Meningkatkan hantaran gas anestesi ke alveoli akan meningkatkan kecepatan perbandingan Fa/Fi . Hantaran gas ke alveoli pada sirkuit anestesi selain closed sistem bisa dipengaruhi oleh :

Ventilasi alveolar . Meningkatnya ventilasi tanpa perubahan yang lain akan meningkatkan Fa/Fi pada grafik. Efek yang lain lebih banyak dipengaruhi oleh adanya kelarutan gas darah .

o Efek konsentrasi. Meningkatnya konsentrasi gas inspirasi akan meningkatkan kecepatan konsentrasi gas alveoli.

o Efek gas yang lainnya Ketika dua gas anestesi inhalasi diberikan bersama , ambilan oleh darah pada bagian besar gas pertama (mis.N2O) maka akan meningkatkan gas anestesi yang kedua (mis.Isofuran ) dan masuknya gas kedua dalam alveoli melalui penambahan volume inspirasi.

Gas anestesi diambil melalui alveoli oleh darah.o Banyak faktor rmempengaruhi peningkatan ambilan,selain penurunan

peningkatan konsentrasi dalam alveoli ( dan kecepatan induksi ). Cardiak output . Meningkatnya curah akan meningkatkan ambilan gas

anestesi dan menurunkan kecepatan peningkatan alveolar . Sebaliknya penurunan curah jantung akan menyebabkan efek yang berlawanan. Efek ini terutama terjadi pada sirkuit yang non rebrething atau anestesi dengan kelarutan yang tinggi,juga peningkatan awal pemberian anestesi.

Kelarutan gas anestesi. Peningkatan kelarutan gas dalam darah akan meningkatkan uptake dimana akan menurunkan perbandingan Fa/Fi. Kelarutan gas anestesi jenis halogenated akan meningkat pada keadaan hipotermi dan hiperlipidemia.

Page 6: tugas anestesi inhalasi

Perbedaan antara darah vena dan alveolar. Ambilan gas anestesi oleh darah melalui perfusi di paru akan meningkat ( sesuai dengan kecepatan Fa/Fi ) dan akan menurun sesuai dengan perbedaan tekanan parsiel antara alveoli dan darah vena .

C. Tekanan parsiel gas anestesi inhalasi dalam darah arteri kurang lebih sama dengan tekanan alveolar .

Walaupun tekanan parsiel arteri akan sangat berkurang pada keadaan ventilasi perfusi yang abnormal ( misalnya adanya shunt,) kususnya pada gas anestesi yang kurang larut (misal nya N2O) . Kecepatan adanya keseimbangan gas anestesi antara tekanan parsiel darah dan sisten organ tergantung faktor-faktor sbb:

o Aliran darah pada jaringan. Keseimbangan akan terjadi lebih cepat pada jaringan denga perfusi yang tinggi . Sebagian besar organ dengan perfusi yang tinggi akan menerima kurang lebih 75% dari curah jantung ; termasuk otak , ginjal, hati, kelenjar endokrin,, termasuk organ yang kaya dengan pembuluh darah , dan yang kurang perfusinya adalah otot dan lemak.

o Kelarutan dalam jaringan . Untuk memberikan tekanan parsiel gas anestesi pada arteri pada jaringan dengan kelarutan yang tinggi akan lebih lambat untuk mencapai keseimbangan . Kelarutan gas anesesi pada masing –masing jaringan berbeda-beda. Ada pada tabel;

o Perbedaan antara jaringan dan darah .Tercapainya keseimbangan antara darah jaringan tergantung perbedaan tekanan partie gas anestesi .

D Eliminasi.

Setelah gas ditutup anestesi inhalasi dieliminasi dari dalam tubuh melalui rute sbb :o Exhalasi . Ini merupakan eliminasi utama dari gas anestesi.o Metabolisme. Anestesi inhalasi akan mengalami metabolisme dihepar dengan

derajat yang berbeda-beda,walaupun efek secara klinis tidak bermakna.o Anestesi yang hilang. Anestesi inhalasi dapat keluar dari tubuh melalui perkutan,

melalui membran vicera ,tapi jumlahnya bisa diabaikan.

Jumlah perdarahan yang harus diganti pada kasus

EBV = 65 x 50 kg = 3250 cc

RBCV 34 % = 3250 x 34 % = 1105 cc

RBCV 30 % = 3250 x 30 % = 975 cc

RBC lost = 1105 – 975 = 130 cc

ABL lost = 3 x 130 = 390 cc

Jadi jumlah perdarahan yang harus diganti pada kasus adalah 390 cc

Page 7: tugas anestesi inhalasi

FRAKTUR PELVIS

          Evaluasi lengkap penting pada pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi karena kejadian ini jarang terjadi sebagai cedera tersendiri. Daya yang sama yang menyebabkan disrupsi cincin pelvis sering dihubungkan dengan cedera abdomen, kepala, dan toraks. Sebagai tambahan terhadap cedera-cedera ini, 60-80% pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan tinggi memiliki hubungan lain dengan cedera muskuloskeletal, 12% berhubungan dengan cedera urogenital dan 8% berhubungan dengan cedera pleksus lumbosacralis.

          Dibutuhkan sebuah rencana untuk penilaian dan pengobatan berkelanjutan pada pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi. Tim antar cabang ilmu, termasuk ahli bedah umum, ahli bedah ortopedi, wakil dari penyimpanan darah, seorang ahli intervensi radiologi, diperlengkap untuk menilai dan mengelola gambaran cedera sehubungan dengan fraktur pelvis. Prioritas harus diberikan pada evaluasi dan perawatan masalah jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Evaluasi dan manajemen syok hipovolemik adalah wajib sambil menstabilkan jalan nafas dan pernafasan.

          Hipotensi dan takikardia dihubungkan dengan meningkatnya resiko kematian, Adult Respiratory Distress Sybdrome, dan kegagalan organ multipel. Hipotensi terkait dengan trauma tumpul mungkin disebabkan sejumlah penyebab, termasuk kompromi hipovolemik, septik, kardiak atau neurologis. Pencarian yang cepat dan sistematik terhadap sumber hipotensi harus dilakukan. Syok hemoragik merupakan penyebab tersering hipotensi pada pasien trauma tumpul. Seorang pasien dapat menjadi hipotensif akibat kehilangan darah terkait dengan satu lokasi perdarahan atau kombinasi dari banyaknya lokasi perdarahan. Pemeriksaan fisik, radiografi dada, dan tube torakostomi akan mendeteksi kemunculan dan beratnya kehilangan darah intratorakal. Pemeriksaan fisik abdomen mungkin tidak terlalu jelas pada pasien yang tidak responsif. Namun, rongga intraabdomen harus dikecualikan sebagai kemungkinan sumber perdarahan pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik. Evaluasi emergensi paling sering dibuat dengan pemeriksaan sonografi abdominal terfokus untuk trauma atau focused abdominal sonography for trauma/FAST.

          Perdarahan dari lokasi fraktur pelvis jarang sebagai satu-satunya penyebab kehilangan darah pada pasien dengan cedera multipel, dan perdarahan masif dari fraktur pelvis itu sendiri luar biasa. Pada satu seri besar pasien dengan fraktur pelvis, perdarahan mayor muncul pada lokasi non-pelvis. Meskipun demikian, fraktur pelvis harus dipertimbangkan diantara berbagai lokasi paling mencolok perdarahan yang signifikan pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik, terutama sekali ketika usaha awal untuk mengontrol perdarahan dari sumber lain gagal menstabilkan pasien. Pada kasus-kasus dugaan perdarahan fraktur pelvis, stabilisasi pelvis sementara harus segera terjadi selama evaluasi dan resusitasi awal. Stabilisasi sementara dapat terdiri atas pengikat pelvis atau lembaran sederhana yang dibungkuskan dengan aman disekeliling pelvis dan diamankan dengan pengapit kokoh.

Syok Hipovolemik

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,

Page 8: tugas anestesi inhalasi

perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penanggulangan

Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk

Page 9: tugas anestesi inhalasi

mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

          Hebatnya kehilangan darah dapat ditentukan pada evaluasi awal dengan menilai pulsasi, tekanan darah, dan pengisian kembali kapiler. Sistem klasifikasi ATLS dari American College of Surgeons berguna untuk memahami manifestasi sehubungan dengan syok hemoragik pada orang dewasa (tabel 1). Volume darah diperkirakan 7% dari berat badan ideal, atau kira-kira 4900 ml pada pasien dengan berat badan 70 kg (155 lb). 

Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan ATLS

Kelas Rata-rata Kehilangan Darah (mL)

Volume Darah (%) Tanda dan Gejala Umum

Kebutuhan Resusitasi

I < 750 < 15 Tidak ada perubahan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

Tidak ada

II 750 – 1500 15 – 30 Takikardi dan takipnoe; tekanan darah sistolik mungkin hanya menurun sedikit; sedikit pnoe; tekanan darah sistolik mungkin hanya menurun sedikit; pengurangan pengurangan output urin (20-30 mL/jam)

Biasanya larutan kristaloid tunggal, namun beberapa pasien mungkin membutuhkan transfusi darah

III 1500 – 2000 30 – 40 Takikardi dan takipnoe yang jelas, ekstremitas dingin dengan pengisian-kembali kapiler terlambat secara signifikan,menurunnya tekanan darah sistolik, menurunnya status mental, menurunnya

Seringnya membutuhkan transfusi darah

Page 10: tugas anestesi inhalasi

output urin (5-15 mL/jam)

IV > 2000 > 40 Takikardia jelas, tekanan darah sistolik yang menurun secara signifikan, kulit dingin dan pucat, mental status yang menurun dengan hebat, output urin yang tak berarti

Perdarahan yang membahayakan-jiwa membutuhkan transfusi segera

Perdarahan kelas 1, didefinisikan sebagai kehilangan darah <15% dari total volume darah, mendorong pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau pernafasan, tekanan darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak adanya perawatan sama sekali. Perdarahan kelas 2 didefinisikan sebagai kehilangan darah 15-30% volume darah (750-1500 ml), dengan tanda-tanda klinis termasuk takikardia dan takipnoe. Tekanan darah sistolik mungkin hanya sedikit menurun, khususnya ketika pasien berada pada posisi supinasi, akan tetapi tekanan nadi menyempit. Urin output hanya menurun sedikit (yaitu, 20-30 ml/jam). Pasien dengan perdarahan kelas 2 biasanya dapat diresusitasi dengan larutan kristaloid saja, namun beberapa pasien mungkin membutuhkan transfusi darah.

          Perdarahan kelas 3 didefinisikan sebagai kehilangan 30-40% (1500-2000 ml) volume darah. Perfusi yang tidak adekuat pada pasien dengan perdarahan kelas 3 mengakibatkan tanda takikardia dan takipnoe, ekstremitas dingin dengan pengisian kembali kapiler yang terhambat secara signifikan, hipotensi, dan perubahan negatif status mental yang signifikan. Perdarahan kelas 3 menghadirkan volume kehilangan darah terkecil yang secara konsisten menghasilkan penurunan pada tekanan darah sistemik. Resusitasi pasien-pasien ini seringnya membutuhkan transfusi darah sebagi tambahan terhadap pemberian larutan kristaloid. Akhirnya, perdarahan kelas 4 didefinisikan sebagai kehilangan darah > 40% volume darah (> 2000 ml) mewakili perdarahan yang mengancam-jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardia, tekanan darah sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang menyempit atau tekanan darah diastolik yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi dingin dan pucat, dan status mental sangat tertekan. Urin output sedikit. Pasien-pasien ini membutuhkan transfusi segera untuk resusitasi dan seringkali membutuhkan intervensi bedah segera.

          Praktek menggenggam crista iliaca dalam mencari instabilitas teraba, kurang sensitivitas dan spesifitasnya dan jarang memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dari radiografi pelvis anteroposterior tunggal. Disrupsi posterior mencolok pada pelvis biasanya jelas pada posisi pandangan ini ketika pelvis mengalami fraktur. Pandangan dalam dan luar terhadap pelvis, yang dapat memberikan informasi lebih tentang kemunculan dan lokasi cedera cincin posterior, harus diperoleh hanya setelah pasien mencapai stabilitas hemodinamik. CT sangat berharga untuk menjelaskan instabilitas cincin posterior. Protokol CT cepat untuk evaluasi trauma abdomen bisa meliputi potongan scan melewati sacrum dan persendian sacroiliaca. Informasi

Page 11: tugas anestesi inhalasi

dari studi ini sering membantu manajemen awal langsung karena hal tersebut dapat membantu dalam menjelaskan besarnya cedera cincin posterior. Bagaimanapun, CT-scan berkepanjangan pada pasien hipotensif akut harus dihindari. Tambahan CT-scan potongan-tipis mungkin diindikasikan untuk evaluasi lebih lanjut fraktur pelvis atau acetabulum, namun hanya setelah pasien distabilkan.

          Pencitraan CT pelvis dipertinggi-kontras, yang sering dilakukan pada pasien trauma yang stabil secara hemodinamik, adalah sebuah teknik non-invasif yang telah terbukti cukup akurat dalam menentukan munculnya atau hilangnya perdarahan pelvis yang berkelanjutan. Dalam sebuah studi yang membandingkan metodologi ini dengan temuan angiografi pelvis, CT mendeteksi perdarahan pada 16 dari 19 pasien yang mengalami cedera vaskuler atau ekstravasasi yang diperlihatkan oleh angiografi, untuk sensitivitas sebesar 84%. Hasil angiografi pelvis adalah negatif pada 11 pasien, dan tidak ada pasien yang memiliki bukti perdarahan pada CT-scan preangiografi. Dua lokasi ekstravasasi agen-kontras diidentifikasi oleh pencitraan CT pada dua pasien yang tidak menunjukkan perdarahan pada angiografi, dengan spesifitas 85% untuk deteksi perdarahan. Keakuratan CT secara keseluruhan untuk menentukan adanya atau hilangnya perdarahan pada studi ini adalah 90%.

Resusitasi Cairan

          Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai dan mengontrol lokasi perdarahan. Dua bor besar (≥16-gauge) kanula intravena harus dibangun secara sentral atau di ekstremitas atas sepanjang penilaian awal. Larutan kristaloid ≥ 2 L harus diberikan dalam 20 menit, atau lebih cepat pada pasien yang berada dalam kondisi syok. Jika respon tekanan darah yang cukup dapat diperoleh, infus kristaloid dapat dilanjutkan sampai darah tipe-khusus atau keseluruhan cocok bisa tersedia. Darah tipe-khusus, yang di crossmatch untuk tipe ABO dan Rh, biasanya dapat disediakan dalam 10 menit; namun, darah seperti itu dapat berisi inkompatibilitas dengan antibodi minor lainnya. Darah yang secara keseluruhan memiliki tipe dan crossmatch membawa resiko lebih sedikit bagi reaksi transfusi, namun juga butuh waktu paling banyak untuk bisa didapatkan (rata-rata 60 menit). Ketika respon infus kristaloid hanya sementara ataupun tekanan darah gagal merespon, 2 liter tambahan cairan kristaloid dapat diberikan, dan darah tipe-khusus atau darah donor-universal non crossmatch (yaitu, kelompok O negatif) diberikan dengan segera. Kurangnya respon mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi kehilangan darah yang sedang berlangsung, dan angiografi dan/atau kontrol perdarahan dengan pembedahan mungkin dibutuhkan.

Produk-produk Darah dan Rekombinan Faktor VIIa

          Pasien hipotensif yang tidak merespon resusitasi cairan awal membutuhkan sejumlah besar cairan sesudah itu, mengarah pada defisiensi jalur hemostasis. Karenanya, semua pasien yang seperti itu harus diasumsikan membutuhkan trombosit dan fresh frozen plasma (FFP). Umumnya, 2 atau 3 unit FFP dan 7-8 unit trombosit dibutuhkan untuk setiap 5 L penggantian volume.

          Transfusi darah masif memiliki resiko potensial imunosupresi, efek-efek inflamasi, dan koagulopati dilusi. Sepertinya, volume optimal dan kebutuhan relatif produk-produk darah untuk

Page 12: tugas anestesi inhalasi

resusitasi masih kontoversial. Sebagai tambahan, jumlah transfusi PRC merupakan faktor resiko independen untuk kegagalan multi-organ paska cedera. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa pasien trauma koagulopati terutama harus diresusitasi dengan penggunaan FFP yang lebih agresif, dengan transfusi yang terdiri atas PRC, FFP dan trombosit dalam rasio 1:1:1 untuk mencegah kemajuan koagulopati dini.

          Rekombinan faktor VIIa (rFVIIa) mungkin dipertimbangkan sebagai intervensi akhir jika koagulopati dan perdarahan yang mengancam-jiwa menetap disamping pengobatan lainnya. Ini merupakan penggunaan rFVIIa off-label. Boffard dkk melakukan sebuah studi multicenter dimana pasien trauma berat yang menerima 6 unit PRC dalam 4 jam setelah masuk diacak pada baik pengobatan rFVIIa atau plasebo. Pada kelompok rFVIIa, jumlah transfusi sel darah secara signifikan berkurang (kira-kira 2,6 unit sel darah merah; P = 0,02), dan terdapat kecenderungan ke arah reduksi mortalitas dan komplikasi.

EVALUASI STATUS RESUSITASI

          Titik akhir resusitasi ditentukan berdasarkan kombinasi data laboratorium dan tanda-tanda fisiologis. Pembacaan tingkat hemoglobin diketahui tidak akurat selama fase akut resusitasi. Titik akhir resusitasi yang umumnya dipertimbangkan termasuk tekanan darah normal, menurunnya denyut jantung, urin output yang cukup (≥ 30 mL/jam), dan tekanan vena sentral (CVP) normal. Namun, bahkan setelah normalisasi parameter-parameter ini, oksigenasi jaringan yang tidak memadai bisa menetap. Pengukuran laboratorium tambahan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi oksigenasi jaringan termasuk defisit basa, bikarbonat dan laktat. Semua ini menilai glikolisis anaerobik. Istilah defisit basa dan kelebihan basa digunakan bergantian, satu-satunya perbedaan untuk menjadi defisit basa diperlihatkan sebagai nomor positif dan kelebihan basa diperlihatkan sebagai nomor negatif. Defisit basa normal adalah 0-3 mmol/L; angka ini secara rutin diukur melalui analisa gas darah arteri (AGDA). Defisit basa menetap menandakan resusitasi yang tidak mencukupi.

ALGORITMA PENGOBATAN DAN ANGKA KETAHANAN HIDUP

                            Pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi yang dibawa ke institusi kami dengan instabilitas hemodinamik pada awalnya diberikan 2 L larutan kristaloid . Radiografi dada portable, bersama dengan gambaran radiografi pelvis dan tulang belakang cervical lateral, diperiksa untuk menyingkirkan sumber kehilangan darah yang berasal dari toraks. Saluran tekanan vena sentral dipasang, dan defisit basa diukur. Pemeriksaan sonografi abdomen terfokus untuk trauma (focused abdominal sonography for trauma/FAST) dilakukan. Jika hasilnya positif, pasien dibawa langsung ke ruang operasi untuk laparotomi eksplorasi. Fiksator eksternal pelvis dipasang, dan dilakukan balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil menjalani angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih, pasien dipindahkan langsung ke ICU. Di ICU, pasien menerima resusitasi cairan lanjutan dan dihangatkan; berbagai usaha dilakukan untuk menormalkan status koagulasi. Jika pasien membutuhkan transfusi berkelanjutan di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya tidak dilakukan, maka harus dilakukan. rFVIIa harus dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.

Page 13: tugas anestesi inhalasi

          Jika hasil FAST negatif, transfusi PRC dimulai di departemen gawat darurat. Jika pasien secara hemodinamik tetap tidak stabil sambil mengikuti PRC unit kedua, pasien dibawa ke ruang operasi untuk fiksasi eksternal pelvis dan balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil mendapat angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih, pasien dipindahkan langsung ke ICU. CT-scan abdomen dapat dilakukan saat ini. Jika pasien membutuhkan transfusi berkelanjutan ketika di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya belum dilakukan, maka harus dilakukan.