Upload
zal-syah
View
127
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS PRAKTIKUM
PETROLOGI BATUAN BEKU
“ SERI REAKSI BOWEN ”
OLEH :
FAIZAL WAHYUDINSYAH
NIM. 112102005
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2012
PENGGUNAAN DERET REAKSI BOWEN
DALAM PENENTUAN SIFAT DAN MINERAL PENYUSUN
BATUAN
Pada tahun 1929 – 1930 Norman L. Bowen melakukan penelitian dan
menemukan bahwa mineral – mineral terbentuk dari magma yang mengkristal
karena suhu magma yang menurun (kristalisasi fraksional). Kecepatan
pendinginan dan suhu yang akan menentukan ciri dan sifat mineral yang akan
terbentuk. Dengan kecepatan pendinginan yang lambat, maka akan terbentuk
mineral yang bentuk dan ukuran kristalnya lebih besar dari pada mineral yang
terbentuk dari magma yang mendingin secara cepat. Dengan penemuan tersebut
Norman L. Bowen membuat suatu deret reaksi pembentukan mineral yang
dinamakan Deret Reaksi Bowen. Deret Reaksi Bowen berisi tentang urut – urutan
pembentukan mineral yang terbentuk dari hasil pendinginan magma dan
perbedaan kandungan magma, dengan asumsi dasar bahwa semua magma berasal
dari magma induk yang bersifat basa. Terbentuknya mineral ini biasanya terjadi
pada batuan beku. Hal ini terbentuk pada batuan beku karena batuan ini terbentuk
dari hasil pembekuan magma secara langsung. Di dalam magma tersebut
mengandung beberapa material, ada yang bersifat mudah menguap (volatile)
misalnya air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain yang
menyebabkan magma dapat bergerak, dan ada yang bersifat non-volatile atau non-
gas yang kedua material tersebut merupakan zat pembentuk mineral yang
biasanya dijumpai dalam batuan beku.
Dari dalam deret Bowen ini ada informasi yang cukup penting dalam
proses terbentuknya mineral. Yang pertama adalah suhu. Ketika magma suhunya
menurun karena perjalanannya ke permukaan bumi, maka mineral – mineral pada
saat itu akan terbentuk. Peristiwa terbentuknya mineral-mineral tersebut disebut
dengan reaksi penghabluran. Yang kedua yaitu sifat mineral yang terbentuk.
Mineral yang terbentuk pertama kali merupakan mineral-mineral yang bersifat
basa (mafic), yang mengandung tersusun dari unsur-unsur magnesium,
ferrum dan calcium. Misalnya olivine dan pyroxene. Kemudian setelah itu
terbentuk mineral-mineral yang bersifat intermediet, misalnya hornblende dan
biotite. Selanjutnya yang terbentuk terakhir merupakan mineral-mineral yang
bersifat asam (felsic), yang tersusun oleh unsur-unsur silica dan alumina,
misalnya muskovite dan quartz. Selanjutnya dari deret Bowen ini juga dapat
memberi informasi bahwa semakin rendah suhu pembentukannya atau semakin ke
bawah dari deret reaksi ini maka mineral yang terbentuk memiliki resistensi yang
semakin tinggi. Semua hal tersebut sebenarnya hanya disebabkan karena
perbedaan suhu pada saat terbentuknya mineral dari magma yang mendingin.
Deret ini terbagi menjadi 2 proses yaitu deret diskontinyu dan kontinyu.
Dalam deret diskontinyu, mineral terbentuk dari satu mineral yang berubah ke
mineral yang lain dengan melakukan reaksi terhadap sisa larutan magma pada
rentang suhu tertentu. Deret ini dibangun dari mineral ferro-magnesian
sillicates. Diawali dengan pembentukan mineral olivine yang merupakan satu-
satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 1800oC.
Apabila olivine dilanjutkan bereaksi dengan larutan sisa magma maka
akan membentuk pyroxene pada suhu sekitar 1100oC. Jika suhu menurun lagi
sekitar 900oC maka kemudian akan terbentuk amphibole. Deret diskontinyu akan
berakhir jika biotite telah mengkristal yaitu pada suhu 600oC. Hal ini terjadi
karena semua ferrum dan magnesium dalam larutan magma telah habis
dipergunakan untuk membentuk mineral. Bila pendinginan yang terjadi terlalu
cepat maka mineral yang telah ada tidak akan bereaksi seluruhnya dengan sisa
magma sehingga akan terbentuk rim (selubung) yang tersusun dari mineral yang
terbentuk setelahnya, misal olivin dengan rimpyroxene. Mineral yang terbetuk
pada deret diskontinyu yaitu olivine, pyroxene, amphibole, dan biotite. Dalam
deret kontinyu, mineral yang terbentuk pertama kali akan berperan dalam
pembentukan mineral selanjutnya, deret ini disusun dari mineral feldspar
plagioklas misalnya plagioclase kaya calcium akan terbentuk terlebih dahulu, baru
kemudian plagioclase itu akan bereaksi dengan sisa larutan magma bersamaan
dengan turunnya suhu berlanjut reaksi dengan peningkatan bertahap dalam
pembentukan natrium yang mengandung feldspar sampai titik kesetimbangan
tercapai pada suhu sekitar 900oC. Saat magma mendingin dan calcium kehabisan
ion, feldspar didominasi oleh pembentukansodium feldspar hingga suhu sekitar
6000C feldspar dengan hampir 100% sodium terbentuk sehingga terbentuk
plagioclase yang kaya sodium. Demikian seterusnya reaksi ini berlangsung
sampai semua calcium dan sodium habis bereaksi. Karena mineral awal bereaksi
secara terus-menerus maka plagioclase terus ikut bereaksi hingga akhirnya pun
habis. Oleh karena ituplagioclase yang kaya calcium sangat sulit di temukan di
alam bebas. Akan tetapi jika pendinginan terlalu cepat, makaplagioclase yang
terbentuk akan banyak mengandung calcium yang dikelilingi plagioclase kaya
sodium. Mineral yang terbentuk pada deret ini yaitu anortite, bytownite,
labradorite, andesine, oligoklas dan albite. Jika kedua deret tersebut telah berakhir
dan seluruh ferrum, magnesium, sodium dan calcium telah habis, maka yang
tersisa tinggal potassium, alumina dan silica. Semua unsur yang tersisa tersebut
akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar. Dan akan terbentuk
muscovite apabila tekanan air cukup tinggi. Sisanya, larutan magma yang
sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk quartz.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, baik proses maupun ciri
pembentukan mineral pada deret reaksi Bowen, kita dapat mengetahui bagaimana
suatu mineral terbentuk dan bersifat apakah mineral itu. Sehingga setelah
mempelajari dan memahami deret tersebut kita dapat mengaplkasikanya dalam
penentuan sifat dan material penyusun suatu batuan. Misalnya secara jelas kita
dapat mengetahui dari sifat fisik batuan yaitu dari warna batuan.
Dalam proses terbentuknya mineral penyusun suatu batuan, maka jenis
batuan yang sangat jelas berhubungan dengan proses deret reksi Bowen ini adalah
batuan beku. Batuan ini terbentuk dari pembekuan magma secara langsung seperti
halnya pada pembentukan mineral yang telah dibahas oleh Norman L. Bowen.
Jika diliat dari warna batuan beku, apabila warna batuan tersebut cerah maka
batuan tersebut banyak mengandung mineral-mineral felsic dan batuan tersebut
tesusun dari mineral yang bersifat asam. Misalnya pada
batu granite dan diorite, batu ini tersusun dari mineral-mineral asam yaitu
quartz, plagioclase, orthoclase, dan biotite. Sebaliknya, jika suatu batuan memiliki
warna yang gelap maka batuan tersebut tersusun dari mineral – mineral mafic dan
jelas bahwa batuan tersebut tersusun dari mineral yang bersifat basa, misalnya
pada gabbro dan basalt yang tersusun dari olivine, pyroxene, Ca
plagioclase dan hornblende. Akan tetapi jika suatu batuan memiliki warna abu-
abu biasanya tersusun dari mineral yang bersifat intermediet, misalnya
pada diorite dan andesite.
Deret reaksi Bowen selain digunakan untuk pendiskripsian batuan beku,
deret ini juga dapat digunakan dalam pendiskripsian batuan sedimen maupun
batuan metamorf. Meskipun dalam pendiskripsian batuan sedimen dan metamorf
ini hanya sebagian saja dan juga agak terlalu sulit. Untuk batuan sedimen deret ini
dapat digunakan untuk batuan sedimen yang berstekstur klastik saja, karena
batuan sedimen yang bertekstur klastik ini tersusun dari material – material yang
berbentuk butiran yang merupakan hasil pelapukan dari batuan yang sebelumnya
telah terbentuk. Jadi secara rasional kita dapat menarik kesimpulan bahwa mineral
yang menyusun batuan sedimen klastik ini merupakan mineral – mineral sisa
pelapukan yang telah tertransportasi ke daerah cekungan sedimen yang kemudian
mengalami litifikasi membentuk batuan sedimen klastik ini. Jadi batuan ini
tersusun dari mineral yang memiliki resistensi tinggi. Dapat kita ketahui dari deret
reaksi bowen bahwa mineral yang memiliki resistensi tinggi merupakan mineral –
mineral yang terbentuk terakhir kali pada suhu yang relatif rendah atau dalam
deret bowen berada di bagian bawah. Mineral yang seperti ini contohnya
adalah quartz. Contoh batuan sedimen klastik yaitu batupasir. Batu ini terbentuk
dari mineral quartz, yang merupakan mineral yang memiliki resistensi tinggi.
Sehingga mineral ini tidak hancur hingga berukuran lempung ataupun lanau.
Yang kemudian terlitifikasi menjadi batupasir. Deret reaksi bowen ini tidak dapat
berlaku jika digunakan pada batuan sedimen non klastik. Hal ini disebabkan
karena batuan sedimen non klastik ini terbentuk dari mineral-mineral yang
terbentuk secara kimiawi maupun biologis bukan berasal dari magma yang
membeku seperti yang dijelaskan oleh Norman L. Bowen.
Untuk batuan metamorf deret ini pun juga dapat digunakan dalam
pendiskripsian batuan tersebut. Dari pengertian batuan metamorf terlebih dahulu
kita tahu bahwa batuan tersebut terbentuk dari hasil proses metamorfisme dari
batuan yang telah ada sebelumnya. Proses metamorfisme sendiri memiliki arti
proses perubahan suatu jenis batuan ke jenis yang lain tanpa melalui fase cair atau
berupa magma karena adanya suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Hal ini terjadi
karena proses tekanan dan suhu tersebut berlangsung tidak menerus atau kontinyu
sehingga ketika batuan berfase padat akan berubah ke fase cair proses tekanan dan
suhu menghilang atau berkurang.
Jika kita hubungkan proses pembentukan batuan metamorf dengan deret
reaksi yang telah di buat oleh bapak Bowen, maka akan ada hubungannya, yang
pertama yaitu batuan metamorf yang terbentuk dari ubahan batuan beku. Padahal
kita tahu batuan beku sangat berhubungan dengan deret reaksi Bowen ini.
Disinilah hubungannya. Secara jelas dan nyata kita dapat melihat sebuah sampel
batuan metamorf misalnya gneiss. Batu ini merupakan ubahan dari batuan beku
yaitu granite,batu ini memiliki struktur foliasi gneissic. Batu ini bisa memiliki
struktur foliasi karena adanya tekanan yang tinggi pada saat
proses metamorfisme pembentukannya. Jadi kita dapat dengan mudah
mendiskripsi batuan ini. Tinggal kita analogkan mineral penyusun
batu granite dengan gneiss. Maka mineral penyusunnya pun dapat kita ketahui.
Selanjutnya jika kita hubungkan batuan metamorf dengan batuan sedimen yang
bertekstur klastik.
Di atas telah dijelaskan bagaimana terbentuknya batuan sedimen klastik
dan bagaimana hubungan antara batuan sedimen klastik tersebut dengan
penggunaan deret reaksi Bowen. Untuk lebih jelasnya dapat kita ketahui pada
batuan metamorf yang bertekstur non foliasi hornfelsic. Contohnya
yaitu quartzite. Batu ini terbentuk dari hasil ubahan batusedimen klastik yaitu
batupasir yang telah mengalami metamorfisme. Kita telah mengethui bahwa
mineral penyusun batupasir merupakan mineral quartz, sehingga secara jelas kita
dapat mengetahui mineral yang menyusun batu metamorf tersebut dengan cara
menganalogkannya. Maka batu quartzite merupakan batu yang mengandung
mineral quartz.
Gambar 1. Seri Reaksi Bowen
Bowen’s Reaction Series
1400˚
800˚
Gambar 1. Seri Reaksi Bowen
Mafic(Basalt/Gabro)
Intermediete(Andesit/Diorite)
Felsic(Rhyolite/Granite)
Ultramafic(Peridotite)
Basaltic
Andesitic
Rhyolitic
MAGMATYPES
IGNEOUS ROCK TYPES