18
MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI Disusun untuk Memenuhi Tugas Struktur Mata Kuliah : Pengantar ilmu ekonomi Dosen : Eef Saefullah M.Ag Judul: Penentuan Output Agregat Dan Tingkat Upah Disusun Oleh : Tias Dwi Praptamawati Hermawati Zaenuin IAIN SEKH NURJATI !IRE"ON

Tugas Ekonomi Islam 8

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH

PENGANTAR ILMU EKONOMI

Disusun untuk Memenuhi Tugas StrukturMata Kuliah : Pengantar ilmu ekonomiDosen : Eef Saefullah M.AgJudul: Penentuan Output Agregat Dan Tingkat Upah

Disusun Oleh :

Tias Dwi Praptamawati

Hermawati

Zaenudin

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya Saya dapat menyelesaikan Makalah PENGANTAR ILMU EKONOMI. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah PENGANTAR ILMU EKONOMI.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.DAFTAR ISIKATA PENGANTAR ..............................................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................................3

PENDAHULUAN .............................................................................................................4

A. Penawaran Tenaga Kerja Dan Input .................................................................5B. Penentuan Output dan penawaran Agregat ....................................................7C. Keseimbangan Pasar Output Dan Penawaran Agregat................................10D. Perubahan Teknologi dan Keseimbangan Dinamik......................................12E. Efek Kebijakan Pro-Efisiensi pada Harga dan Likuid...............................................15KESIMPULAN.................................................................................................................17DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18PENDAHULUANLatar Belakang

Pembahasan pada bab ini akan mengeksplorasi proses terbentuknya output dalam suatu perekonomian. Karena pembahasan selama ini bersifat mikro, sementara proses terbentuknya output adalah kajian yang sifatnya makro, maka di sini kita akan menggunakan kerangka kerja dari keseimbangan umum yang telah kita kembangkan dalam bab sebelumnya.

Sebagai akibat dari usaha untuk melihat perekonomian secara makro, sementara pembahasan skarang ini bersifat mikro, maka dalam menangani hal tersebut dapat di upayakan melalui pendekatan agregasi. Dari usaha melakukan agregasi inilah, maka muncul terma-terma permintaan agregat, penawaran agregat, dan keseimbangan agregat. Dalam pembahasan berikut ini proses pembentukan output akan dirunut melalui proses penyediaan input dan teknologi produksi. Hasil sampingan dari proses terbentuknya output ini adalah tingkat upah yang selalu menyertai. Meskipun tingkat upah ini merupakan hasil sampingan, namun hal tersebut sangat penting untuk membantu menganalisis dan memprediksikan perilaku ekonomi dan elemen-elemennya. Dalam pembahasan ini juga akan dibahas bagaimana pengaruh dari perubahan teknologi terhadap output dan tingkat upah. Terakhir akan disajikan analisis mengenai kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian.A. Penawaran Tenaga Kerja Dan Input Seringkali kita mendengar keluhan orang mengenai betapa sulitnya mencari pekerjaan. Pada sebagian kasus, orang tidak dapat menemukan pekerjaan selama bertahun-tahun. Orang-orang yang berusaha mencari pekerjaan namun belum menemukannya disebut sebagai penganggur.

Karena tidak memiliki pekerjaan, penganggur ini tidak memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup mereka tidak bisa terus ditanggung oleh orang tuanya karena produktivitas dan penghasilan orang tua mereka akan semakin menurun seiring bertambahnya usia. Ketika pendapatan generasi tua dalam keluarga menurun sementara generasi muda belum memperoleh pekerjaan, konsumsi per kapita keluarga akan menurun. Jika konsumsi per kapita ini turun hingga di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar, keluarga tersebut menjadi anggota baru kelompok miskin.

Pengangguran juga tidak disukai dalam Islam karena terdapat penyiaan sumber daya. Berbeda dengan sumber daya fisik yang dapat disimpan jika tidak digunakan, setiap masa kehidupan akan hilang dengan berlalunya waktu baik dimanfaatkan atau tidak. Alloh SWT menyatakan bahwa manusia akan berada dalam kerugian kecuali jika menggunakan waktunya untuk iman, amal kebajikan, dan saling menasihati (Al-Ashr: 1-3).

Pengangguran terjadi karena lowongan kerja lebih sedikit daripada jumlah pencari kerja. Mengapa tersebut ada? Untuk menjawabnya, kita perlu menyelidiki faktor yang mempengaruhi jumlah lowongan kerja dan jumlah pencari kerja.

Jumlah lowongan kerja mencerminkan permintaan tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari jumlah dan harga output. Perusahaan memaksimumkan profit dengan cara merekrut pekerja hingga produktivitas marjinal pekerja sama dengan upah riilnya.

Jumlah pencari kerja merupakan penawaran tenaga kerja. Ekonomi konvensional menggunakan pendekatan optimasi utilitas dalam menurunkan penawaran tenaga kerja. Pekerja dianggap memiliki pilihan berapa jam kerja yang ia tawarkan. Pekerja menghadapi trade off antara utilitas yang diperoleh dari waktu luang (leisure time) jika ia tidak bekerja dan utilitas dari barang dan jasa yang dapat dikonsumsi jika ia memperoleh penghasilan dengan bekerja.

Gambar 1: Fondasi mikro penawaran tenaga kerja Fondasi mikro ekonomi konvensional dalam menerangkan penawaran tenaga kerja sebagaimana di atas tidak sesuai dengan kenyataan. Pencari kerja biasanya tidak dapat memilih berapa jam kerja yang ia tawarkan. Pencari kerja hanya memiliki pilihan jenis pekerjaan dan tempat ia bekerja. Penawaran jam kerja sangat inelastik.

Secara agregat sekalipun, penawaran tenaga kerja biasanya bersifat inelastik. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki alternatif pencaharian selain bekerja. Karena itu, turunnya upah secara umum hanya akan sedikit mengurangi penawaran tenaga kerja.

Walau pekerja kurang memiliki pilihan untuk tidak bekerja dan jam kerja yang ditawarkan, pekerja masih dapat memilih jenis dan tempat bekerja yang memaksimumkan pendapatannya. Karena itu, penawaran tenaga kerja yang dihadapi perusahaan secara individu maupun pada suatu sektor masih dapat bersifat elastik, namun tidak pada skala makro dan individu pekerja.B. Penentuan Output dan penawaran Agregat

Permasalahan pengangguran berada pada skala makro, oleh karenanya analisis awal perlu dilakukan pada skala ini. Pengangguran terjadi pada saat jumlah tenaga kerja yang diminta kurang dari jumlah penawarannya. Situasi ini terjadi pada saat upah riil aktual lebih tinggi dari upah riil yang dapat menyeimbangkan permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Jika upah riil yang terlalu tinggi merupakan penyebab pengangguran, mengapa ia tidak dapat turun ke upah riil keseimbangan? Jika para penganggur mau mendapatkan upah yang lebih rendah asal mendapat pekerjaan, upah riil seharusnya dapat turun. Perusahaan akan mau merekrut lebih banyak pekerja jika upah riil turun sehingga pengangguran berkurang. Penurunan upah riil akan terus terjadi hingga tidak ada lagi pengangguran.

Ekonom klasik menganggap bahwa mekanisme kliring pasar bekerja sehingga pengangguran akan selalu nol dalam jangka panjang. Pengangguran dalam perekonomian terjadi karena perlunya waktu transisi hingga terjadi pertemuan antara pencari kerja dan perusahaan yang membutuhkannya. Pengangguran juga terjadi secara sukarela karena pencari kerja mencari pekerjaan yang memberikan upah lebih besar.

Fenomena pengangguran persisten membantah teori klasik. Ekonom Keynesian berpendapat bahwa pengangguran terpaksa dapat eksis dalam ekonomi. Mereka berpendapat bahwa upah nominal sulit untuk turun (sticky wage).

Keynesian muncul sebagai mazhab alternatif dalam ilmu ekonomi sejak terjadinya Depresi Besar di dunia pada tahun 1930-an. Situasi perekonomian saat itu memiliki banyak pengangguran sementara harga-harga mengalami penurunan (deflasi).

Ekonom sebelum Keynesian, biasa disebut sebagai mazhab Klasik, berpendapat bahwa situasi depresi tidak akan berlangsung lama karena perekonomian akan segera menuju keseimbangan baru di mana terjadi kesempatan kerja penuh (full employment). Menurut mereka, tingkat output ditentukan oleh teknologi produksi dan tingkat input keseimbangan hasil interaksi permintaan dan penawaran pasar input. Pasar input senantiasa mencapai keseimbangan karena tingkat upah akan segera berubah jika terjadi kelebihan permintaan atau penawaran. Pada kasus input tenaga kerja, permintaan dan penawaran input dipengaruhi oleh tingkat upah riil, yakni upah nominal relatif terhadap harga-harga barang dan jasa.

Ekonom klasik hanya dapat menjelaskan bahwa penyebab deflasi pada Depresi Besar adalah penurunan permintaan agregat. Namun mereka gagal menjawab mengapa penurunan permintaan agregat dapat juga menimbulkan ledakan pengangguran.

Gambar 2: Penjelasan Klasik. Penjelasan standar ekonom Klasik dapat dilihat pada gambar 3 di atas. Penurunan permintaan agregat dari AD1 ke AD2 akan menyebabkan penurunan harga-harga barang dan jasa (deflasi). Penurunan harga meningkatkan upah riil dari w1/P1 ke w1/P2 yang mengakibatkan pengangguran. Akan tetapi, kenaikan upah riil dan pengangguran itu hanya berlangsung sementara karena para penganggur akan bersedia menerima upah nominal yang lebih rendah. Karenanya, upah riil akan kembali turun hingga mencapai tingkat keseimbangan semula namun dengan upah nominal dan tingkat harga yang lebih rendah (w2/P2). Secara keseluruhan, harga output dan input akan mengalami penurunan secara proporsional namun tingkat input dan output keseimbangan tidak mengalami perubahan.

Walau masuk akal, penjelasan tersebut tertolak oleh fakta depresi yang tidak kunjung usai. Penjelasan yang lebih konsisten dengan fakta muncul dari Keynes.

Keynes dapat menjelaskan fakta pengangguran karena ia memiliki asumsi yang berbeda dari ekonom Klasik mengenai tingkat upah. Keynes mengasumsikan bahwa tingkat upah nominal tidak mudah berubah (sticky wage), sementara ekonom Klasik menganggap tingkat upah nominal fleksibel.

Gambar 3: Penjelasan Keynesian. Sama seperti ekonom Klasik, Keynesian juga menjelaskan bahwa penurunan permintaan agregat meningkatkan upah riil dari w1/P1 ke w1/P2. Bedanya, Keynesian melihat bahwa pengangguran telah ada sejak awal (U1) namun meningkat ketika terjadi kenaikan upah riil (U2). Selain itu, asumsi sticky wage berkonsekuensi upah riil tidak dapat turun untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Karena itu, pengangguran tidak akan bisa hilang dengan sendirinya. Secara keseluruhan, Keynesian berpendapat bahwa penurunan permintaan agregat menyebabkan penurunan harga output dan penambahan pengangguran secara persisten.C. Keseimbangan Pasar Output Dan Penawaran AgregatPemakna Pemekerja Penuh ( Full Employment)

Y

A

(a)

Y1

B

Y2

C

Y3

X

X1X2X3

PASAS

AS

(b)

Q

X1+Y1 X2+Y2 X3+Y3 Mengingat bahwa setiap agen ekonomi Islamakan selalu bekerja sesuai dengan tuntutan nilai Islam. Panel (a) Pada titik ini tidak ada keraguan untuk mengatakan ia adalah titik pemekerjaan penuh. Untuk mengetahui apakah titik ini merupakan titik kombinasi yang mempunyai tingkat efisiensi yang maksimum, dengan cara membandingkannya dengan titik kombinasi lain: titik kombinasi B. Pada titik B ini jumlah barang X dan Y yang bisa dihasilkan dengan sejumlah input yanga ada dalam perekonomian lebih besar dari yang ada pada titik kombinasi A. Pada titik kombinasi A jumlah barang X dan Y yang bisa diproduksi adalah sebesar XI dan YI. Pada titik kombinasi B jumlah barang yang dihasilkan adalah sebesar X2 dan Y2 . Selanjutnya pada titik kombinasi C jumlah barang yang dihasilkan adalah X3 dan Y3

Bahwa output yang dihasilkan oleh kegiatan bekerja untuk memperoleh upah ataupun gaji adalah produk X sedangkan output dari kegiatan bekerja untukdiri sendiri adalah Y . Ketika produksi barang yang lain memberikan nilai tambah yang tionggi sehingga harganya juga menjadi tinggi, berdasarkan intuisi yang dibangun dalam permintaan input. Peningkatan harga tenaga kerja, upah/gaji, akan menjadi opportunity cost dari mereka yang bekerja untuk diri sendirti menjadi tinggi . Sebagai akibatnya akan menjadei perpindahan status bekerja, dari bekerja untuk diri sendiri menjadi bekerja untuk upah/gaji. Akibatnya jumlah produk Xmenjadi meningkat, sementara jumlah output Y yang di tinggalkan (forego) tidak sebanyak kenaikan produk X yang terjadi. Proses ini terus berjalan hingga mencampai titik kombinasi B. Ketika jumlah orang yang bekerja untuk memperoleh upah/gaji semakin meningkat, jumlah orang yang bekerja untuk diri sendiri semakin menipis. Pada harga yang meningkat di dorong oleh semakin berkurang nya pasokan/penawaran barang. Sementar berkurang nya pasokan barang te(rsebut disebabkan oleh jumlah produksi yang terus menurun mengikuti jumlah orang yang bekerja untuk diri sendiri yang semakin menurun.

Mengeksplorasi secara khusus titik kombinasi B pada panel(b) karena titik kombinasi ini mempunyai posisi yang unik dalam ekonomi. Titik kombinasi ini secara individual merupakan titik kombinasi yang memberikan efisiensi yang tinggi. Efisiensi dikatakan tinggi karena pada titik kombinasi pada kenaikan produksi barang X hanya mensyaratkan transpormasi input produksi dalam jumlah yang kecil. Deviasi dari titik ini menghasilkan penambahan produksi agregat dengan jumlah yang lebih rendah. Dapat dilihat dengan cara membandingkan pergerakan dari titik kombinasi A ketitik kombinasi B (A-B), yang kurang lebih mempuyai ukuran yang sama dengan pergerakan dari titik kombinasi B ke titik kombinasi C (B-C). Pergerakan dari titik kombinasi A ke titik kombinasi B menghasilkan tambahan produksi agregat sebesar ASb dikurangi Asa. Sementara pada pada seksi kedua , pergerakan dari titik kombinasi B ke titik kombinasi C tambahan produksi agregat sebesar Asc dikurangi dengan Asb. Pada panel (b) menunjukkan dengan jelas bahwa seksi pertama menghasilkan tambahan yang jauh lebih besar dari perubahan pada seksi ke dua, padahal ukuran perubahan kedua seksi tersebut kurang lebih adalah sama.D. Perubahan Teknologi dan Keseimbangan Dinamik PP

AS1AS2

P2P2P1P4

AD1

W

LW2W1YY2Y1

(c)L2SL

L1DL

X1 X2XW1W=P1 Dampak perubahan teknologi bisa dilihat dengan jelas pada kedua gambar tersebut, yaitu bahwa jumlah output X dan Y semuanya naik, meskipun kenaikan ini tidak sama pada kasus perubahan teknologi yang bias. Satu kesimpulan yang pasti yang bisa kita tarik adalah dampak perubahan teknologi meningkatkan jumlah penawaran agregat. Asumsikan bahwa pada keadaan awal di mana belum terjadi perubahan teknologi jumlah output agregat adalah sebesar AS1 pada gambar 11.9. panel (a). Dengan jumlah permintaan agregat yang sudah tertentu, maka output agregat yang dipasokkan ke pasar menghasilkan tingkat harga barang sebesar P1. Adapun tingkat upah yang terbentuk adalah sebesar W1 dan jumlah tenaga kerja yang dipasokkan ke dalam pasar tenaga kerja adalah sebesar L1 sebagaimana terlihat pada gambar yang sama dengan panel (c).

Ketika terjadi perubahan teknologi, maka jumlah penawaran agregat naik menjadi AS2. Harga yang terbentuk dalam pasar barang cenderung turun. Namun perlu diingat bahwa perubahan teknologi ini juga menimbulkan efek pada likuiditas dan daya beli masyarakat. Sebagai akibatnya, maka jumlah permintaan agregat juga meningkat dari AD1 ke AD2. Peningkatan permintaan agregat ini pada akhirnya mempertahankan tingkat harga pada P1.

Dengan tingkat harga pada P1 maka tingkat upah dan jumlah pasokan tenaga kerja ke dalam pasar tenaga kerja tetap berada pada tingkat semula, W1 untuk tingkat upah dan L1 untuk jumlah pasokan tenaga kerja. Proses perubahan teknologi ini dalam perekonomian terus terjadi seiring berjalannya waktu, dengan dampak positif pada tingkat output. Adapun tingkat harga dan pemekerjaan tetap berada pada tingkat semula. Hal in menunjukkan bahwa perubahan teknologi telah menciptakan adanya keseimbangan dinamik pada pasar tenaga kerja dan pasar barang.

Pengangguran Teknologis (Technological Unemployment)Jumlah pengangguran secara umum di belahan dunia ini menunjukkan kondisi yang semakin meningkat, meskipun jika diperhitungkan dalam bentuk presentase (tingkat pengangguran) ada sebagian yang mengalami penurunan. jika dikaji secara teoritis, pengangguran bisa disebabkan oleh beberapa aspek, yaitu pengangguran fiksional, pengangguran struktural, pengangguran klasik, dan pengangguran teknologis.

Deskripsi berikut ini akan menganalisis secara lebih spesifik mengenai pengangguran teknologis. Perubahan teknologi secara umum membawa dampak pada peningkatan output agregat. Meskipun demikian, dampak teknologi terhadap pengangguran bisa dianalisis menurut karakter teknologi dan tenaga kerjanya.

Secara umum, peningkatan teknologi bisa diartikan sebagai menurunnya biaya rata-rata dan hal ini membawa implikasi semakin sedikitnya jumlah input yang digunakan untuk setiap unit output, termasuk input tenaga kerja.

Meskipun demikian, dampak teknologi tehadap perekonomian tidaklah sama. Peningkatan total output akibat perubahan teknologi belum tentu setingkat atau proposional dengan perubahan jumlah input yang digunakan. Sebagaimana dilukiskan pada gambar di bawah ini. Perubahan teknologi dicerminkan dari perputaran total produksi (Q). Dalam kasus ini hanya terdapat satu input variabel yaitu tenaga kerja, maka fungsi produksi ini bisa menggambarkan hubungan antara penggunaan tenaga kerja dan total produksi.

Pada kasus pertama, teknologi mengubah fungsi produksi dari Q menuju Q dan jumlah biaya produksi menurun dari MC1 menuju MC2. Dalam kondisi pasar yang efisien barang akan dijual dengan harga yang sama dengan MC sehingga produksi total berubah dari Q1 menuju Q2. Perubahan teknologi ini mengubah komposisi tenaga kerja dari total tenaga yang dikerjakan sejumlah L1 menjadi L3. Dalam hal ini jumlah tenaga yang dipekerjakan meningkat.

Namun, pada kasus lain dimungkinkan teknologi menggeser kurva produksi dari Q menjadi Q. Karena output hanya meningkat dari X1 menuju X2 maka tenaga kerja yang dibutuhkan tidaklah meningkat namun justru menurun menjadi L2. Inilah yang disebut dengan pengangguran teknologis. Pengangguran ini muncul karena adanya teknologi yang mampu menekan biaya produksi per unit dengan signifikan, namun tidak diikuti oleh peningkatan likuiditas masyarakat (permintaan) yang mencukupi. Akhirnya dengan jumlah input yang sama produsen mampu menghasilkan output yang lebih tinggi daripada yang diminta sehingga untuk mencukupi permintaan ini perusahaan cukup input tenaga kerja yang lebih sedikit.

Faktor yang menentukan jenis teknologi yang akan diadopsi oleh perusahaan, secara umum tergantung pada:

(1) Hubungan antara teknologi baru dengan produktifitas input, yaitu sejauh mana fungsi produksi akan bergeser ke kanan.

(2) Hubungan antara produktivitas input dengan biaya produksi, yaitu sejauh mana kurva biaya marginal bergeser ke bawah.

(3) Hubungan antara biaya dan harga, yaitu sejauh mana penurunan biaya (MC) akan direspons oleh konsumen sehingga harga akan turun.

(4) Hubungan antara harga barang terendah dan permintaan tertinggi, yaitu elastisitas harag permintaan. E. Efek Kebijakan Pro-Efisiensi pada Harga dan Likuiditas Marilah kita mulai dengan melihat panel (a). Gambar ini menunjukan kurva ketersediaan input produksi dengan kombinasi garis budget. Garis budget BL2 merupakan penjelmaan dari garis budget BL1. Perlu dicatat di sini bahwa garis budget BL2 masih mempresentasikan jumlah likuiditas yang sama dengan garis budget BL1. Hal ini bisa dilihat bahwa kedua garis budget ini mempunyai penggal yang sama pada sumbu vertikal.

Perbedaan antara garis budget BL1 dengan garis budget BL2 terjadi kerena pada kasus garis budget BL1 harga barang X berubah menjadi lebih rendah sehingga garis budget BL2 menjadi lebih landai dibanding dengan garis budget BL1. Selanjutnya garis putus-putus menunjukkan garis budget imajiner yang bertujuan untuk memberi perbandingan antara garis budget BL2 dengan garis imajiner tersebut. Garis budget imajiner ini mempresentasikan tingkat harga kedua barang (X dan Y) yang sama dengan tingkat harga yang terkandung dalam garis budget BL2. Karena posisi garis budget imajiner lebih rendah dari garis budget BL2, maka bisa dikatakan bahwa garis budget imajiner ini menunjukkan jumlah likuiditas yang lebih rendah, jika dibanding hal yang sama pada garis budget BL2.

Setelah menjelaskan hal ini semua, mari kita beralih pada panel (b) di sebelah kanan. Sekumpulan grafik yang ada pada panel ini hampir semuanya berasal dari panel (a) kecuali kurva iso-mashlahah: IM1 dan IM2. Kurva IM1 merupakan kondisi awal. Pada keadaan ini solusi optimum diperoleh pada persinggungan kurva-kurva ketersediaan input dengan kurva iso-mashlahah IM1 dan garis budget BL1. Kontingensi ini diperoleh pada titik A dengan jumlah barang diproduksi atau dikonsumsi sebesar X1 dan Y1.

Sekarang anggap pemerintah mengambil kebijakan yang mengarahkan pelaku usaha untuk memproduksi barang yang lebih efisien, X, maka preferensi produksi akan bergeser pada barang tersebut. Pergeseran preferensi ini ditunjukkan oleh perubahan kurva iso-mashlahah (IM) yang dipunyai para agen ekonomi dari IM1 ke IM2. Pergeseran ini mengakibatkan berubahnya konfigurasi barang ynag diproduksi atau dikonsumsi dalam solusi optimum dari titik A ke titik B. Pada titik B ini, kombinasi barang yang diproduksi sekaligus dikonsumsi adalah sebesar (X1 + Y1).

Selanjutnya marilah kita eksplorasi solusi optimum yang baru tersebut lebih dalam lagi. Titik B merupakan hasil dari penawaran agregat AS2 yang lebih besar jika kita bandingkan dengan hasil yang tercapai ketika solusi berada pada titik A. Pada titik A jumlah barang yang diproduksi dan sekaligus dikonsumsi adalah sebesar (X1 + Y1) yang jika diagregasikan menjadi AS1. Di sini bisa diketehui pula bahwa solusi optimum di titik B berada pada garis budget putus-putus yang nilai likuiditasnya lebih rendah dari garis budget BL1. Hal ini memberi makna bahwa untuk mencapai solusi pada titik B diperlukan likuiditas yang lebih rendah disbanding likuiditas yang diperlukan untuk mencapai solusi pada titik A.

Hal ini seolah tampak kontradiktif mengingat pada solusi optimum didapati output yang meningkat, namun di lain pihak justru likuiditas yang diperlukan menurun. Sebenarnya hal ini terjadi disebabkan oleh pergeseran pilihan produksi kea rah kombinasi produksi yang lebih efisien. Karena adanya efisiensi inilah, maka jumlah output naik dan biaya produksi yang dikeluarkan turun. Implikasinya produsen bisa menjual produknya dengan harga yang lebih rendah. Hal ini pula yang merupakan argument mengapa jumlah likuiditas yang dibutuhkan dalam perekonomian justru menurun.

KESIMPULAN

Jumlah output yang bias diproduksi secara agregat merupakan hasil keseimbangan yang terjadi secara serentak atau simultan di pasar output dan pasar tenaga kerja

Karena islam mendorong setiap orang untuk bekerja, maka penawaran tenaga kerja secara agregat adalah inelastic sempurna. Hal ini membawa implikasi pada tenaga kerja muslim yang akan berusaha untuk selalu bekerja, berapapun tingkat upah pasar yang berlaku. Tingkat pemerkerjaan penuh (full employment) adalah tingkat output yang dihasilkan oleh kombinasi input dimana seluruh tenaga kerja di pekerjakan. Tingkat pemerkerjaan penuh ini diturunkan melalui penyeimbangan antara kurva iso-input dan penawaran tenaga kerja.

Teknologi memiliki dampak terhadap daya beli masyarakat. Teknologi yang proefisiensi adalah teknologi yang mendorong pada penggunaan input produksi yang lebih rendah. Penerapan teknologi ini akan mendorong meningkatnya output agregat (AS) dengan harga yang lebih rendah. Oleh karena itu, teknologi ini akan meningkatkan daya beli atau likuiditas masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi Islam, 2009, hal 426Huda, Nurul. (2008). Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis. Prenada Media. Group:JakartaPusat pengkajian dan pengembangan ekonomi Islam. 2008, Uin Yogya. Rajawali Pers: Yogya

Pusat pengkajian dan pengembanga n ekonomi Islam, 2009, hal 426