147
Ekonomi Migas TUGAS#01 Dibuat oleh: Nama : Yeti Permata Sari NIM : 124.12.024 Tanggal : 01 November 2015

Tugas Ekonomi Migas.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Ekonomi Migas.docx

Ekonomi Migas

TUGAS#01

Dibuat oleh:

Nama : Yeti Permata Sari

NIM : 124.12.024

Tanggal : 01 November 2015

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG

2015

Page 2: Tugas Ekonomi Migas.docx

1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh Negara

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,

serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

2 | E k o n o m i M i g a s

Page 3: Tugas Ekonomi Migas.docx

2. UU Perminyakan No.44 tahun 1960 dan No. 8 Tahun 1971

UU Perminyakan No. 44 tahun 1960 :

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

NOMOR 44 TAHUN 1960

TENTANG

PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I

ISTILAH-ISTILAH

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

a. Minyak gas bumi : bahan-bahan galian minyak bumi, aspal, lilin bumi, semua jenis

bitumen baik yang padat maupun yang cair dan semua gas bumi serta hasil-hasil

pemurnian dan pengolahan bahan-bahan galian tersebut, tidak termasuk bahan-bahan

galian anthrasit dan segala macam batubara, baik yang tua maupun yang muda;

b. Hak tanah : hak atas sebidang tanah seperti yang dimaksudkan dalam undang-undang n0.

5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pook-pokok agraria;

c. Eksplorasi : segala cara penyelidikan geologi pertambanngan untuk menetapkan adanya

dan keadaan bahan-bahan galian minyak dan gas bumi;

d. Eksploitasi : pekerjaan pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan-bahan

galian minyak dan gas bumi dengan jalan yang lazim;

e. Pemurnian dan pengolahan : usaha untuk mempertinggi mutu dan untuk memperoleh

bagian-bagian bahan-bahan gakian minyak dan gas bumi yang dapat dipergunakan;

f. Pengangkutan : segala usaha pemindahan bahan-bahan galian minyak dan gas bumi dari

darerah-daerah eksploitasi atau tempat-tempat pemurnian dan pengolahan;

g. Penjualan : segala usaha penjualan bahan-bahan galian minyak dan gas bumi dan hasil-

hasil pemurnian dan/atau pengolahan;

h. Kuasa pertambangan : wewenang yang diberikan kepada perusahaan negara untuk

melaksanakan usaha pertambangan minyak dan gas bumi;

i. Menteri : menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas

bumi;

j. Wilayah hukum pertambangan Indonesia : seluruh Kepulauan Indonesia, tanah di bawah

perairan Indonesia, menurut peraturan pemerintah pengganti undang-undqang n0. 4

tahun 1960, dan daerah-daerah continental dari Kepulauan Indonesia;

3 | E k o n o m i M i g a s

Page 4: Tugas Ekonomi Migas.docx

k. Perusahaan negara : perusahaan seperti yang dimaksudkan dalam peraturan pemerintag

pengganti undang-undang no. 19 tahun 1960 tentang perusahaan negara.

BAB II

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

Pasal 2

Segala bahan galian minyak dan gas bumi yang ada di dalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara.

Pasal 3

(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan seperti yang termaktub dalam pasal 4 Undang-

undang tentang Pertambangan, maka pertambangan minyak dan gas bumi hanya

diusahakan oleh Negara;

(2) Usaha pertambangan minyak dan gas bumi dilaksanakan oleh Perusahaan Negara

semata-mata

Pasal 4

Usaha pertambangan minyak dan gas bumi dapat meliputi :

a. Eksplorasi;

b. Eksploitasi;

c. Pemurnian dan pengolahan;

d. Pengangkutan;

e. Penjualan.

BAB III

KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 5

(1) Kuasa Pertambangan ditetapkan dan diatur dalam peraturan yang mendirikan perusahaan

itu.

(2) Penunjukan batas-batas wilayah kuasa pertambangan beserta syarat-syaratnya ditetapkan

oleh Pemerintah atas usul Menteri.

Pasal 6

(1) Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk Perusahaan Negara apabila

diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat

dilaksanakan sendiri oleh Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa

pertambangan.

4 | E k o n o m i M i g a s

Page 5: Tugas Ekonomi Migas.docx

(2) Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam

ayat (1) di atas Perusahaan Negara harus berpegang pada. Pedoman-pedoman, petunjuk-

petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.

(3) Perjanjian karya yang tersebut dalam ayat (2) di atas mulai berlaku sesudah disahkan

dengan Undang-undang.

Pasal 7

(1) Kuasa pertambangan tidak meliput hak tanah permukaan bumi.

(2) Pekerjaan kuasa pertambangan tidak boleh dilakukan di wilayah yang ditutup untuk

kepentingan umum.

(3) Lapangan pekerjaan kuasa pertambangan tidak meliputi

a. Tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-pekerjaan

umum, umpamanya jalan-jalan umum, jalan kereta api, saluran air, gas dan

sebagainya.

b. Lapangan tanah sekitar lapangan-lapangan dan bangunan bangunan pertahanan.

c. Tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan lain;

d. Bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik pabrik beserta tanahn-tanah

pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin yang berkepentingan.

BAB IV

PENGEMBALIAN WILAYAH KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 8

(1) Pemegang kuasa pertambangan dapat menyerahkan kembali sebagian atau seluruh

wilayah pertambangannya dengan pernyataan tertulis kepada Menteri.

(2) Pernyataan tertulis yang dimaksud dalam ayat (1) di atas disertai dengan alasan-alasan

yang cukup sebabnya pernyataan itu disampaikan.

(3) Pengembalian wilayah pertambangan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru sah

setelah disetujui oleh Menteri.

Pasal 9

Jikalau sebagian atau seluruh wilayah pertambangan dikembalikan, maka segala beban yang

diberatkan kepada wilayah yang bersangkutan batal menurut hukum.

Pasal 10

Apabila sebagian atau seluruh wilayah pertambangan dikembalikan, maka Perusahaan Negara

yang bersangkutan menyerahkan kepada semua Menteri semua klise dan bahan-bahan peta,

5 | E k o n o m i M i g a s

Page 6: Tugas Ekonomi Migas.docx

gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya yang bersangkutan dengan pelaksanaan usaha

pertambangan.

BAB V

HUBUNGAN KUASA PERTAMBANGAN DENGAN HAK-HAK TANAH

Pasal 11

Mereka yang berhak atas tanah diwajibkan memperkenankan pekerjaan pemegang kuasa

pertambangan atas tanah yang bersangkutan, jika kepadanya :

(1) Sebelum pekerjaan dimulai, dengan diperlihatkannya surat kuasa pertambangan atau

salinannya yang sah, diberitahukan tentang maksud dan tempat-tempat pekerjaan itu

akan dilakukan;

(2) Diberi ganti kerugian atau jaminan akan penggantian kerugian itu terlebih dahulu.

Pasal 12

(1) Apabila ada hak yang bukan hak Negara atas sebidang tanah yang bersangkutan dengan

wilayah kuasa pertambangan, maka kepada yang berhak diberikan ganti kerugian

dan/atau sumbangan yang jumlahnya ditentukan oleh Menteri, untuk penggantian sekali

dan/atau untuk selama hak itu tidak dapat dipergunakannya.

(2) Apabila yang bersangkutan tidak dapat menerima penentuan Menteri yang dimaksud

dalam ayat (1) pasal ini, maka sumbangan dan/atau ganti kerugian itu ditentukan oleh

Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi wilayah pertambangan tempat

pelaksanaan usaha pertambangan minyak dan gas bumi yang bersangkutan.

(3) Sumbangan dan/atau ganti kerugian yang dimaksud dalam pasal ini beserta segala biaya

yang berhubungan dengan itu dibebankan pada pemegang kuasa pertambangan yang

bersangkutan.

Pasal 13

Kewajiban untuk memberi sumbangan ataupun ganti kerugian tidak berlaku terhadap mereka

yang mendirikan bangunan-bangunan, menanam tyumbuhan-tumbuhan dan lain-lain di atas

tanah yang termasuk wilayah pertambangan minyak dan gas bumi, dengan maksud

memperoleh uang sumbangan dan/atau ganti kerugian.

Pasal 14

Apabila telah diberikan kuasa pertambangan pada sebidang tanah yang di atasnya tidak

terdapat hak tanah, maka atas sebidang tanah tersebut atau bagian-bagiannya tidak dapat

diberikan hak tanah kecuali dengan persetujuan Menteri.

6 | E k o n o m i M i g a s

Page 7: Tugas Ekonomi Migas.docx

BAB VI

PUNGUTAN-PUNGUTAN NEGARA

Pasal 15

(1) Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran-pasti, iuran eksplorasi

dan/atau pembayaran-pembayaran lainnya yang berhubungan dengan pemberian kuasa

pertambangan.

(2) Perincian dan besarnya pungutan-pungutan Negara yang tersebut dalam ayat (1) di atas

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII

PENGAWASAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI

Pasal 16

Tata usaha dan pengawasan pekerjaan-pekerjaan dan pelaksanaan usaha pertambangan

minyak dan gas bumi dipusatkan pada Departemen yang lapngan tugasnya meliputi

pertambangan minyak dan gas bumi.

Pasal 17

(1) Departemen yang dimaksud dalam pasal 16 tersebut di atas melakukan pengawasan dan

penelitian, begitu pula menentukan syarat-syarat dan izin penemoatan terhadp tenaga-

tenaga ahli asing yang akan dipekerjakan dalam perusahaan-perusahaan minyak dan gas

bumi, dengan tidak mengurangi tugas lain jawatan/instansi.

(2) Syarta-syarat dan izin penempatan terhadap tenaga-tenaga tersebut dalam ayat (1) pasal

ini, diberikan dengan memperhatikan keadaan dan keahliannya serta semangat dan cita-

cita nasional untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam perusahaan-perusahaan

minyak dan gas bumi sesuai dengan rencana pendidikan kejuruan dan keadaan yang

nyata dalam masyarakat.

(3) Dalam melakukan tugas tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, maka perusahaan-

perusahaan minyak dan gas bumi berkewajiban untuk memberikan laporan dan

bantuannya dan menaati perintah-perintah yang diberikan Departemen tersebut di atas.

BAB VIII

KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

7 | E k o n o m i M i g a s

Page 8: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan/atau dengan denda

setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah barang siapa tidak mempunyai kuasa

pertambangan melaksanakan usaha pertambangan seperti dimaksud dalam pasal 4

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

(2) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamnya satu tahun dan/atau dengan denda

setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah barang siapa yang melaksanakan usaha

pertambangan minyak dan gas bumi sebelum memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap

yang berhak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

Pasal 19

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda

setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah barang siapa yang berhak atas tanah merintangi atau

menggangu pelaksanaan usaha pertambangan minyak dan gas bumi yang sah.

Pasal 20

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau dengan denda

setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah;

a. Pemegang kuasa pertambangan yang tidak memenuhi syarat-syarat yang berlaku

menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dan/atau Surat Keputusan

Menteri yang diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

ini;

b. Pemegang kuasa pertambangan yang tidak melakukan perintah-perintah dan/atau

petunjuk-petunjuk yang berwajib berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang ini.

Pasal 21

(1) Jikalau pemegang kuasa pertambangan atau wakilnya adalah suatu badan hukum, maka

hukuman termaksud dalam pasal 18, 19 dan 20 peraturan ini dijatuhkan kepada para

anggota pengurus.

(2) Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) peraturan ini adalah kejahatan dan

perbuatan-perbuatan lainnya adalah pelanggaran.

BAB IX

KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

8 | E k o n o m i M i g a s

Page 9: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Semua hak-hak pertambangan perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi yang bukan

Perusahaan Negara, yang diperoleh berdasarkan peraturan-peraturan yang ada sebelum

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mempunyai kekuatan hukum, tetap

dapat dijalankan untuk suatu tenggang waktu yang sesingkat-singkatnya. Tenggang

waktu itu akan ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pemegang-pemegang hak-hak pertambangan berdasarkan peraturan-peraturan yang

tersebut dalam ayat (1) di atas didahulukan dalam pertimbangan penunjukan sebagai

kontraktor yang dimaksud dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang ini untuk wilayah-wilayah pertambngan mereka sekarang.

(3) Peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) di atas dicabut pada saat berakhirnya

tentang waktu yang dimaksudkan dalam ayat tersebut.

(4) Hak-hak pertambangan Perusahaan Negara yang masih ada pada saat berlakunya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini menjadi kuasa-kuasa pertambangan

untuk wilayah-wilayah pertambangan minyak dan gas bumi yang bersagkutan pada saat-

saat peraturan-peraturan dikeluarkan untuk itu masing-masing seperti yang dimaksudkan

dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.

BAB X

KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat disebut “Peraturan Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi”.

Pasal 24

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengumuman Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undnag ini dnegna penempatan dalam Lembaran-Negara

Republik Indonesia.

UU Perminyakan No. 8 tahun 1971

UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1971

TENTANG PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN

GAS BUMI NEGARA

BAB I

9 | E k o n o m i M i g a s

Page 10: Tugas Ekonomi Migas.docx

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

(1) Dengan tidak mengurangi tugas dan wewenang Departemen-departemen dalam

bidangnya masing-masing, maka tat-usaha, pengawasan pekerjaan dan pelaksanaan

pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi serta pengawasan hasil

pertambngannya dipusatkan pada Departemen yang lapangan tugasnya meliputi

pertambngan minyak dan gas bumi.

(2) Pengawasan termaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi pengawasan produksi,

pengawasan keselamatan kerja dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam pertambangan

minyak dan gas bumi yang menyangkut kepentingan umum.

(3) Cara pengawasan dan pengaturan keselamatan kerja yang ditujukan untuk keamanan,

keselamatan kerja dan effisiensi pekerjaan dari pada pelaksanaan usaha pertambangan

minyak dan gas bumi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB II

KETENTUAN PENDIRIAN

Pasal 2

(1) Dengan nama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, disingkat

PERTAMINA, selanjutnya dalam Undang-undang ini disebut Perusahaan, didirikan suat

perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, yang dimilki Negara Republik

Indonesia.

(2) Perusahaan termaksud pada ayat (1) pasal ini adalah badan hukum yang berhak

melakukan usaha-usahanya berdasarkan Undang-undang ini.

(3) Definisi Perusahaan Negara yang tercantum dalam undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun

1960 Pasal 1 (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 2070) harus dibaca Perusahaan dalam pengertian Undang-undang ini.

Pasal 3

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini terhadap Perusahaan

berlaku hukum Indonesia.

Pasal 4

Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta.

BAB III

10 | E k o n o m i M i g a s

Page 11: Tugas Ekonomi Migas.docx

TUJUAN DAN LAPANGAN USAHA

Pasal 5

Tujuan Perusahaan adalah membangun dan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi

dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat dan Negara serta

menciptakan ketahanan Nasional.

Pasal 6

(1) Perusahaan bergerak di bidang pengusahaan minyak dan gas bumi yang meliputi

eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, pengangkutan dan penjualan.

(2) Dengan persetujuan Presiden dapat dilakukan perluasan bidang-bidang usaha, sepanjang

masih ada hubungan dengan pengusahaan minyak dan gas bumi termaksud pada ayat (1)

pasal ini, serta didasarkan pada anggaran perusahaan, rencana kerja tahunan dan rencana

investasi perusahaan.

BAB IV

MODAL

Pasal 7

(1) Modal Perusahaan adalah kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara sebesar yang ditanam dalam P.N PERTAMINA sampai saat

pembubarannya, yang jumlahnya tercantum dalam Neraca Pembukaan yang akan

disahkan oleh Menteri Keuangan.

(2) Penambahan modal termaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Undang-

undang.

(3) Modal Perusahaan tidak terbagi atas saham-saham.

Pasal 8

(1) Perusahaan mempunyai cadangan umum yang dipergunakan untuk menutupi kerugian

yang mungkin timbul atas modal Perusahaan.

(2) Perusahaan membentuk cadangan tujuan.

(3) Cadangan-cadangan yang diadakan oleh Perusahaan dinyatakan dengan jelas dalam

pembukuan Perusahaan.

(4) Perusahaan tidak mengadakan cadangan diam dan cadangan rahasia.

Pasal 9

11 | E k o n o m i M i g a s

Page 12: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Cara mengurus dan menggunakan cadangan umum ditentukan dengan Peraturan

Pemerintah.

(2) Cara mengurus dana penyusutan dan cadangan tujuan ditentukan oleh Dewan Komisaris

Pemerintah.

Pasal 10

(1) Perusahaan dapat memperoleh dan menggunakan dana-dana yang diperlukan untuk

mengembangkan usahanya melalui pengeluaran obligasi.

(2) Keputusan untuk mengeluarkan obligasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 11

(1) Kepada Perusahaan disediakan seluruh wilaayh hukum pertambangan Indonesia,

sepanjang mengenai pertambangan minyak dan gas bumi.

(2) Kepada Perusahaan diberikan Kuasa Pertambngan yang batas-batas wilayahnya serta

syarat-syaratnya ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.

Pasal 12

(1) Perusahaan dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk “Kontrak

Production Sharing”.

(2) Syarat-syarat kerjasama termaksud dalam ayat (1) pasal ini akan diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

(3) Perjanjian termaksud pada ayat (1) pasal ini mulai berlaku setelah disetujui oleh

Presiden.

BAB VI

TUGAS DAN KEWAJIBAN PERUSAHAAN

Pasal 13

Tugas Perusahaan adalah :

a. Melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dengan memperoleh hasil yang

sebesar-besarnya bagi kemakmuran Rakyat dan Negara;

b. Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk dalam

negeri yang pelaksanaanya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

12 | E k o n o m i M i g a s

Page 13: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang ini Perusahaan wajib

menyetor kepada Kas Negara, jumlah-jumlah sebagai berikut :

a. Enam puuh persen dari penerimaan bersih usaha (net operating income) atas hasil

operasi Perusahaan sendiri;

b. Enam puluh persen dari penerimaan bersih usaha (net opertaing income) atas hasil

Kontrak Production Sharing sebelum dibagi antara Perusahaan dan Kontraktor;

c. Seluruh hasil yang diperoleh dari Perjanjian Karya termaksud dalam Undang-undang

Nomor 14 tahun 1963;

d. Enam puluh persen dari penerimaan-penerimaan bonus Perusahaan yang diperoleh

dari ahsil Kontrak Production Sharing.

(2) Untuk memudahkan pelaksanaan ayat (1) sub a dan b pasal ini dengan Peraturan

pemerintah dapat ditetapkan suatu presentase tertentu dari nilai penjualan atau suatu

jumlah pungutan tertentu untuk setiap satuan volume dari seluruh produksi.

(3) Pada setiap akhir tahun diadakan penyesuaian agar jumlah yang disetorkan menurut ayat

(2) pasal ini sama denagn jumlah yang diperhitungkan menurut ayat (1) sub a dan b pasal

ini.

Pasal 15

Penyetoran kepada Kas Negara sebagaimana tercantum pada ayat (1) sub a dan b pasal 14

Undang-undang ini, membebaskan Perusahaan dan Kontraktor, serta merupakan pembayaran

dari :

a. Pajak Perseroan termaksud dalam Ordonantie Pajak Perseroan (Staatsblad 1925 Nomor

319) sebagaimana telah diuabh dan ditambah;

b. Iuran pasti, iuran eksplorasi, iuran eksploitasi dan pembayaran-pembayaran lainnya yang

berhubungan dengan pemberian Kuasa Pertambangan termaksud dalam Undang-undnag

Nomor 44 Prp. Tahun 1960;

c. Pungutan atas ekspor minyak dan gas bumi serta hasil-hasil pemurnian dan pengolahan;

d. Bea masuk termaksud dalam Indische Tariefwet 1873 (Staatsblad 1873 Nomor 35)

sebagaimana telah ditambah dan dirubah dan Pajak Penjualan atas impor termaksud

dalam Undang-undang Nomor 19 Drt. Tahun 1951 (Lembaga Negara Tahun 1951

Nomor 94, Tamabahan lembaran Negara Nomor 157) yo. Undnag-undang Nomor 2

Tahun 1968 (Lembaran Negara tahun 1968 Nomor 14, Tambahan Lembaran negara

Nomor 2847) sebagaimana telah dirubah dan ditambah dari pada semua barang-barang

yang dipergunakan dlama operasi Perusahaan, yang pelaksanaanya akan diatur dengan

Peraturan Pemerintah;

13 | E k o n o m i M i g a s

Page 14: Tugas Ekonomi Migas.docx

e. Iuran Pembangunan Daerah.

BAB VII

DEWAN KOMISARIS PEMERINTAH

Pasal 16

(1) Dewan Komisaris Pemerintah menetapkan kebijaksanaan umum Perusahaan, mengawasi

pengurusan Perusahaan danmengusulkan kepada Pemerintah langkah yang perlu diambil

dalam rangka menyempurnakan pengurusan Perusahaan, termasuk susunan Direksi

Perusahaan.

(2) Dewan Komisaris Pemerintah bertanggung-jawab kepada Presiden.

(3) Dewan Komisaris Pemerintah terdiri atas 3 (tiga) orang anggota, yaitu Menteri dalam

bidang pertambangan sebagai ketua merangkap anggota, Menteri Keuangan sebagai

wakil ketua merangkap anggota serta Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

sebagai anggota.

(4) Apabila dipandang perlu, Presiden dapat menambah sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang

Menteri dalam bidang lainnya sebagai anggota.

(5) Dewan Komisaris Pemerintah berhak meminta segala keterangan yang diperlukan

kepada Direksi.

(6) Dewan Komisaris Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(7) Tata-tertib dan cara menjalankan tugas Dewan Komisaris pemerintah diatur dalam suatu

peraturan yang ditetapkan olehnya.

Pasal 17

(1) Dewan Komisaris pemerintah mengadakan sidang setiap waktu diperlukan dengan

sekurang-kurangnya 1 (satu) kali daalm sebulan.

(2) Keputusan-keputusan Dewan Komisaris Pemerintah diambil atas dasar musyawarah

untuk mufakat.

(3) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan pendapat terhadap masalah-masalah yang

dibicarakan dalam Dewn Komisaris Pemerintah maka masanya diajukan kepada Presiden

untuk mendapat keputusan lebih lanjut.

Pasal 18

(1) Untuk memperlancar tugas administrasi dari Dewan Komisaris Pemerintah dibentuk

suatu Sekretariat Dewan Komisaris Pemerintah yang dipimpin oleh seorang Sekretaris

Dewan Komisaris Pemerintah.

14 | E k o n o m i M i g a s

Page 15: Tugas Ekonomi Migas.docx

(2) Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas

usul Dewan Komisaris Pemerintah.

(3) Untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya Dewan Komisaris Pemerintah dapat

menunjuk tenaga-tenaga ahli dan atau badan yang diperlukan.

(4) Uang jasa Anggota Dewan Komisaris Pemerintas dan Sekretaris Dewan Komisaris

Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(5) Segala biaya yang diperlukan Dewan Komisaris Pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya

dibebankan kepada Perusahaan.

BAB VIII

DIREKSI

Pasal 19

(1) Perusahaan dipimpin dan diurus oleh sutu Direksi yang terdiri dari seorang Direktur

Utama dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang Direktur.

(2) Direksi bertanggung-jawab kepada Dewan Komisaris Pemerintah dan Direktur Utama

Perusahaan mewakili Direksi dalam pertanggung-jawaban tersebut.

(3) Berdasarkan pasal 1 Bab I Undang-undang ini Direksi bertanggung-jawab kepada

Menteri Pertambangan sejauh menyangkut segi-segi pengusahaan.

(4) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi diatur dalam suatu peraturan yang

ditetapkan olehDewan Komisaris Pemerintah.

(5) Gaji dan penghasilan lain daripada Anggota Direksi ditetapkan oleh Dewan Komisaris

Pemerintah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

(6) Kepuusan-keputusan Direksi diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.

(7) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan pendapat terhadap masalah-masalah yang

dibicarakan dlaam Direksi, maka keputusan diambil dengan pemungutan suara.

(8) Dalam hal pemungutan suara tidak menghasilkan keputusan, maka Direksi Utama

Perusahaan mengambil keputusan.

Pasal 20

(1) Tugas Direksi adalah :

a. Memimpin dan mengurus serta mengendalikan Perusahaan sesuai dengan tujuan

Perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini;

b. Melaksanakan kebijaksanaan umum dalam mengurus Perusahaan yang telah

ditentukanoleh Dewan Komisaris Pemerintah;

15 | E k o n o m i M i g a s

Page 16: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. Menyiapkan rencana kerja tahunan Perusahaan;

d. Menyiapkan anggaran Perusahaan berdasarkan rencana kerja tahunan Perusahaan;

e. Mengurus dan memelihara kekayaan Perusahaan;

f. Menyiapkan susunan organisasi Perusahaan serta anak-anak dan atau cabang-

cabang Perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku;

g. Memberikan segala keterangan yang diperlukan Dewan Komisaris

Pemerintah dan Departemen Pertambangan;

h. Mengangkat dan memberhentikan Pegawai Perusahaan menurut peraturan

kepegawaian Perusahaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku;

i. Menetapkan gaji, pensiun dan atau penghasilan lain dari pada pegawai Perusahaan

sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

(2) Dalam menetapkan peraturan gaji dan penghasilan lain dari pada pegawai Perusahaan

termaksud pada ayat (1) huruf i pasal ini Direksi harus mendapat persetujuan Dewan

Komisaris Pemerintah.

Pasal 21

(1) Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden untuk jangka waktu selama-

lamanya 5 (lima) tahun. Setelah masa jabatan tersebut berakhir yang bersangkutan dapat

diangkat kembali.

(2) Syarat-syarat untuk pengangkatan Anggota Direksi termaksud pada ayat (1) pasal ini

ditetapkan denngan Peraturan Pemerintah.

(3) Presiden dapat memberhentikan Anggota Direksi setelah mendengar Dewan Komisaris

Pemerintah, meskipun masa jabatan yang bersangkutan belum berakhir dalam hal-hal

tersebut di bawah ini

a. Atas permintaan sendiri;

b. Karena melakukan tindakan atau menunjukkan sikap yang merugikan Perusahaan

atau bertentangan dengan kepentingan Negara;

c. Karena menjadi anggota sesuatu organisasi terlarang;

d. Karena sesuatu hal yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik;

e. Karena meninggal dunia.

(4) Dalam hal terdapat tuduhan termaksud pada ayat (3) huruf-huruf b dan c pasal ini, maka

Anggota Direksi yang bersangkutan dapat diberhentikan untuk sementara dari tugasnya

oleh Dewan Komisaris Pemerintah. Pemberhentian sementara tersebut diberitahukan

16 | E k o n o m i M i g a s

Page 17: Tugas Ekonomi Migas.docx

secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan-alasan yang menyebabkan

tindakan tersebut.

(5) Kepada Anggota Direksi yang dikenakan pemberhentian sementara diberikan

kesempatan untuk membela diri secara tertulis kepada Presiden dalam jangka waktu 2

(dua) mingu setelah yang bersangkutan diberitahukan tentang keputusan tersebut.

(6) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal pemberhentian sementara tidak

ada pengesahan atau keputusan Presiden tentang hal tersebut, maka pemberhentian

sementara tersebut menjadi batal.

(7) Apabila pelanggaran sebagaimana tersebut pada ayat (3) huruf-huruf b dan c pasal ini

merupakan suatu pelanggaran hukum pidana, maka pemberhentian tersebut merupakan

pemberhentian tidak dengan hormat.

Pasal 22

(1) Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia.

(2) Antara para Anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai derajat ketiga,

baik menurut garis lurus maupun menurut garis kesamping termaksud menantu dan ipar.

Jadi sesudah pengangkatannya mereka masuk hubungan keluarga yang terlarang itu,

maka salah seorang diantara mereka tidak boleh melanjutkn jabatannya, kecuali diijinkan

oleh Presiden.

(3) Anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan lain kecuali dengan iji Dewan

Komisaris atau untuk jabatan yang dipikulkan oleh Pemerintah kepadanya.

(4) Anggota Direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi langsung atau tidak

langsung dalam perkumpulan/perusahaan lain yang bertujuan mencari laba, kecuali

dengan ijin Presiden.

Pasal 23

(1) Direktur Utama mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan.

(2) Direktur Utama dapat menyerahkan kekuasaan termaksud pada ayat (1) pasal ini kepada

seorang atau beberapa oarang Direktur yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut atau

seorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan, baik sendiri maupun bersama-sama

atau kepada orang/badan lain.

Pasal 24

Peraturan-peraturan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri bukan Bendaharawan

berlaku juga terhadap Angota Direksi dan Pegawai Perusahaan.

BAB IX

17 | E k o n o m i M i g a s

Page 18: Tugas Ekonomi Migas.docx

TAHUN BUKU

Pasal 25

Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwin, kecuali jika ditetapkan lain oleh Pemerintah.

BAB X

ANGGARAN PERUSAHAAN

Pasal 26

(1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku baru mulai

berlaku, Direksi diwajibkan menyampaikan kepada Dewan Komisaris Pemerintah

anggaran Perusahaan yang disusun sedemikian rupa, sehingga :

a. Menggambarkan dnegan jelas kegiatan Perusahaan serta kegiatan anak-anak

Perusahaan dan penyertaan-penyertaannya;

b. Mencakup rencana kerja kegiatan operasi dan rencana investasi Perusahaan;

c. Dalam rangka kerjasama dnegna kontraktir-kontraktor Kontrak Production Sharing,

maka Perusahaan diwajibkan untuk mengajukan anggaran tersendiri mengenai hal

tersebut.

(2) Anggaran Perusahaan termaksud pada ayat (1) pasal ini baru mulai berlaku setelah

mendapat persetujuan Dewan Komsiaris Pemerintah.

(3) Apabila sampai permulaan tahun buku Dewan Komisaris Pemerintah tidak

mengemukakan-keberatannya, amak anggaran Perusahaan dan rencana kerja Perusahaan

berlaku sepenuhnya.

(4) Tiap perobahan atas anggaran Perusahaan dan rencana kerja Perusahaan yang terjadi

dalam tahun buku yang bersangkutan harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris

Pemerintah.

(5) Setiap 3 (tiga) bulan sekali Direksi menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan dari

pada anggaran Perusahaan dan laporan kegiatan lainnya kepada Dewan Komisaris

Pemerintah dan Departemen Pertambangan.

Pasal 27

Untuk hal-hal tersebut di bawah ini Direksi diwajibkan meminta persetujuan lebih dahulu dari

Dewan Komisaris Pemerintah:

a. Tindakan-tindakan yang memngikat kekayaan Perusahaan sebagai jaminan;

b. Melakukan pinjaman yang melebihi sesuatu jumlah yang akan ditetapkan oleh Dewan

Komisaris Pemerintahan;

c. Mendirikan anak-anak Perusahaan atau mengadakan penyertaan,

18 | E k o n o m i M i g a s

Page 19: Tugas Ekonomi Migas.docx

d. Mengadakan perjanjian/kontrak pembelian dan penjualan yang sifat dan besarnya akan

ditetapkan oleh Dewan Komisaris Pemerintah.

Pasal 28

Semua alat liquide pada dasrnya disimoan dalam Bank milik Negara, tetapi untuk kelancaran

jalnnya Perusahaan dapat pula disiman pada Bank-bank lain dengna persetujuan Dewan

Komisaris pemerintah.

BAB XI

LAPORAN PERHITUNGAN TAHUNAN

Pasal 29

(1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir

Direksi diwajibkan menyampaikan laporan perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca

dan perhitungan laba dan rugi Perusahaan kepada Dewan Komisaris Pemerintah untuk

disahkan. Perhitungan tahunan yang telah disahkan tersbeut disampaikan oleh Direksi

kepada Badan pemeriksa keuangan, Menteri dalam bidang Pertambangan dan Menteri

Keuangan.

(2) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima perhitungan tahunan

Dewan Komisaris Pemerintah tidak mengemukakan keberatannya, maka perhitungan

tahunan tersebut dianggap telah disahkan.

(3) Pengesahan tersebut pada ayat (2) pasal ini memberikan oembebasan tanggung-jawab

kepada Direksi terhadap segala sesuatu yang termuat dalam perhitungan tahunan

tersebut.

(4) Direktorat Akuntan Negara bertugas mengadakan pemerikasaan (audit) terhdap

perhitungan tahunan.

(5) Neraca dan perhitungan laba-rugi Perusahaan yang telah disahkan oleh Dewan Komisaris

Pemerintah diumumkan secara luas. Cara pengumuman tersebut ditentukan olehDewan

Komisaris Pemerintah.

(6) Penggunaan dan penetapan laba perusahaan diatur lebih lanjut dnegna Peraturan

Pemerintah.

BAB XII

PEMBUBARAN

Pasal 30

19 | E k o n o m i M i g a s

Page 20: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Pembubaran Perusahaan dan penunjukkan likwidaturnya ditetapkan dengan Undang-

undang.

(2) Semua kekayaan Perusahaan setelah diadakan likwidasi menjadi milik negara.

(3) Likwidaturnya bertanggung-jawab kepada Pemerintah atas pelaksanaan likwidasi

Perusahaan.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini Perusahaan Negara Pertambangan

minyak dan gas Bumi Nasional (P.N. PERTAMINA) yang didirikan dengan Peraturan

Pemerintah No. 27 tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun1968 No.44) dinyatakan bubar

dan semua hak, kewajiban, kekayaan termasuk cadangan-cadangan, perlengkapan

termasuk para [egawai dan usaha-usaha P.N. PERTAMINA beralih kepada Perusahaan.

(2) Segala hak dan kewajiban serta akibat-akibat yang timbul dari suatu perjanjian/kontrak

antara P.N. PERTAMINA dengan fihak lain yang beralih menjadi hak dan kewajiban

Perusahaan.

Pasal 32

(1) Sebelum diangkat Direksi sebagaimana termaksud dalam pasal 21 Undang-undang ini,

maka Direksi P.N. PERTAMINA yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang

ini bertindak sebagai Direksi Perusahaan.

(2) Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Undang-undang ini, Pemerintah

menetapkan Direksi dan Dewan Komisaris Pemerintah, sesuai dengan Ketentuan-

ketentuan dalam Undang-undang ini.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Dengan berlaku Undang-undang ini, maka Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968

(Lembaran-Negara tahun 1968 No. 44) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 34

20 | E k o n o m i M i g a s

Page 21: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Undang-undang ini disebut “Undang-undang PERTAMINA”.

(2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari tanggal diundangkan.

3. Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 22 TAHUN 2001

TENTANG

MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan

dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau

ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk

batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari

kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan

temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak

dan Gas Bumi;

3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi;

4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak

Bumi;

5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk

menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi;

6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan

penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk

memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di luar Wilayah

Kerja;

7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada

kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi;

21 | E k o n o m i M i g a s

Page 22: Tugas Ekonomi Migas.docx

8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi

geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi

di Wilayah Kerja yang ditentukan;

9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan

Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan

penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan

untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain

yang mendukungnya;

10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan

usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga;

11. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi

mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak

termasuk pengolahan lapangan;

12. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil

olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk

pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi;

13. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan

pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi;

14. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil

olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa;

15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan

landas kontinen Indonesia;

16. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia

untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi;

17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha

bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Republik Indonesia;

19. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain

dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan

hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

22 | E k o n o m i M i g a s

Page 23: Tugas Ekonomi Migas.docx

20. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan

Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh

keuntungan dan/atau laba;

21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri;

22. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain

sebagai Badan Eksekutif Daerah;

23. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian

Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi;

24. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan

pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas

Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir;

25. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan

usaha Minyak dan Gas Bumi.

BAB II

AZAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini

berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan,

kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan

kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

Pasal 3

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan :

a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan

Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan

berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak

terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;

b. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan,

Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme

persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan;

23 | E k o n o m i M i g a s

Page 24: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik sebagai

sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri;

d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu

bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

e. meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya

bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan

perdagangan Indonesia;

f. menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang

adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

BAB III

PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN

Pasal 4

(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang

terkandungdi dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan

nasional yang dikuasai oleh negara.

(2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh

Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.

(3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.

Pasal 5

Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas :

1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup :

a. Eksplorasi;

b. Eksploitasi.

2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup :

a. Pengolahan;

b. Pengangkutan;

c. Penyimpanan;

d. Niaga.

Pasal 6

24 | E k o n o m i M i g a s

Page 25: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan

dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka

19.

(2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat

persyaratan :

a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik

penyerahan;

b. pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana;

c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

Pasal 7

(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 dilaksanakan dengan

Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 20.

(2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 diselenggarakan

melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.

Pasal 8

(1) Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan

dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak Bumi guna

mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri yang diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar

Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan

umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.

(4) Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh

Badan Pengatur.

Pasal 9

(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh :

a. badan usaha milik negara;

b. badan usaha milik daerah;

25 | E k o n o m i M i g a s

Page 26: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. koperasi; usaha kecil;

d. badan usaha swasta.

(2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu.

Pasal 10

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang

melakukan Kegiatan Usaha Hilir.

(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan

Usaha Hulu.

BAB IV

KEGIATAN USAHA HULU

Pasal 11

(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan

Pelaksana.

(2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis

kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit

ketentuan-ketentuan pokok yaitu :

a. penerimaan negara;

b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;

c. kewajiban pengeluaran dana;

d. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;

e.  jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;

f. penyelesaian perselisihan;

g. kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam

negeri;

h. berakhirnya kontrak;

i. kewajiban pascaoperasi pertambangan;

j. keselamatan dan kesehatan kerja;

k. pengelolaan lingkungan hidup;

l. pengalihan hak dan kewajiban;

m. pelaporan yang diperlukan;

n. rencana pengembangan lapangan;

26 | E k o n o m i M i g a s

Page 27: Tugas Ekonomi Migas.docx

o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;

q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Pasal 12

(1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.

(2) Penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri.

(3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberi wewenang

melakukan kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 13

(1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah

Kerja.

(2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa Wilayah

Kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap Wilayah Kerja.

Pasal 14

(1) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)

dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu

Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 20 (dua puluh)

tahun.

Pasal 15

(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas jangka

waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.

(2) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan 6 (enam)

tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali periode yang dilaksanakan paling lama 4

(empat) tahun.

Pasal 16

27 | E k o n o m i M i g a s

Page 28: Tugas Ekonomi Migas.docx

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya

secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri.

Pasal 17

Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang telah mendapatkan persetujuan

pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja tidak melaksanakan

kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu

Eksplorasi wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri.

Pasal 18

Pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai Kontrak Kerja Sama, penetapan dan

penawaran Wilayah Kerja, perubahan dan perpanjangan Kontrak Kerja Sama, serta

pengembalian Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13,

Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat

(1), dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan oleh atau dengan izin Pemerintah.

(2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

(1) Data yang diperoleh dari Survei Umum dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik

negara yang dikuasai oleh Pemerintah.

(2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerjanya dapat

digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dimaksud selama jangka waktu

Kontrak Kerja Sama.

(3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib

menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama masa Kontrak Kerja Sama kepada

Menteri melalui Badan Pelaksana.

(4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerja

berlaku selama jangka waktu yang ditentukan.

(5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan penyiapan pembukaan Wilayah Kerja.

28 | E k o n o m i M i g a s

Page 29: Tugas Ekonomi Migas.docx

(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan, kerahasiaan,

pengelolaan, dan pemanfaatan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat

(3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

(1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu

Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari

Badan Pelaksana dan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang

bersangkutan.

(2) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan Minyak dan Gas Bumi, Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib melakukan optimasi dan melaksanakannya sesuai

dengan kaidah keteknikan yang baik.

(3) Ketentuan mengenai pengembangan lapangan, pemroduksian cadangan Minyak dan Gas

Bumi, dan ketentuan mengenai kaidah keteknikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua

puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

BAB V

KEGIATAN USAHA HILIR

Pasal 23

(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan

oleh Badan Usaha setelah mendapat Izin Usaha dari Pemerintah.

(2) Izin Usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha

Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas :

a. Izin Usaha Pengolahan;

b. Izin Usaha Pengangkutan;

c. Izin Usaha Penyimpanan;

d. Izin Usaha Niaga.

29 | E k o n o m i M i g a s

Page 30: Tugas Ekonomi Migas.docx

(3) Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin Usaha sepanjang tidak

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 paling sedikit memuat :

a. nama penyelenggara;

b.  jenis usaha yang diberikan;

c. kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan;

d. syarat-syarat teknis.

(2) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

digunakan sesuai dengan peruntukannya.

Pasal 25

(1) Pemerintah dapat menyampaikan teguran tertulis, menangguhkan kegiatan, membekukan

kegiatan, atau mencabut Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berdasarkan :

a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam Izin Usaha;

b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan Izin Usaha;

c. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

Pemerintah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada

Badan Usaha untuk meniadakan pelanggaran yang telah dilakukan atau pemenuhan

persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 26

Terhadap kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil

produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi yang dilakukan Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak diperlukan Izin Usaha tersendiri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 23.

Pasal 27

(1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional.

(2) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui jaringan

pipa hanya dapat diberikan ruas Pengangkutan tertentu.

(3) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi melalui jaringan pipa

hanya dapat diberikan wilayah Niaga tertentu.

30 | E k o n o m i M i g a s

Page 31: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 28

(1) Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu yang dipasarkan di dalam negeri untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh

Pemerintah.

(2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan

usaha yang sehat dan wajar.

(3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak

mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.

Pasal 29

(1) Pada wilayah yang mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak dan pada daerah-daerah

terpencil, fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya,

dapat dimanfaatkan bersama pihak lain.

(2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh

Badan Pengatur dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.

Pasal 30

Ketentuan mengenai usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB VI

PENERIMAAN NEGARA

Pasal 31

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib membayar penerimaan negara yang

berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

(2) Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :

a. pajak-pajak;

b. bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai;

c. pajak daerah dan retribusi daerah.

31 | E k o n o m i M i g a s

Page 32: Tugas Ekonomi Migas.docx

(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :

a. bagian negara;

b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi;

c. bonus-bonus.

(4) Dalam Kontrak Kerja Sama ditentukan bahwa kewajiban membayar pajak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan :

a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada

saat Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau

b. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian negara, pungutan negara, dan bonus

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), serta tata cara penyetorannya diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

(6) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan

penerimaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32

Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23 wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan

retribusi daerah, serta kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

BAB VII

HUBUNGAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN HAK ATAS

TANAH

Pasal 33

(1) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

dilaksanakan di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.

(2) Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.

(3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dilaksanakan pada :

a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana

umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik masyarakat adat;

b. lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya;

c. bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara;

32 | E k o n o m i M i g a s

Page 33: Tugas Ekonomi Migas.docx

d. bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali

dengan izin dari instansi Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang

berkaitan dengan hal tersebut.

(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bermaksud melaksanakan kegiatannya dapat

memindahkan bangunan, tempat umum, sarana dan prasarana umum sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan huruf b setelah terlebih dahulu memperoleh izin dari

instansi Pemerintah yang berwenang.

Pasal 34

(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap akan menggunakan bidang-bidang

tanah hak atau tanah negara di dalam Wilayah Kerjanya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha

Tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan

pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara musyawarah dan

mufakat dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi yang layak, pengakuan atau

bentuk penggantian lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara.

Pasal 35

Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengizinkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas tanah yang bersangkutan, apabila :

a. sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau

salinannya yang sah, serta memberitahukan maksud dan tempat kegiatan yang akan

dilakukan;

b. dilakukan terlebih dahulu penyelesaian atau jaminan penyelesaian yang disetujui oleh

pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 34.

Pasal 36

(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap telah diberikan Wilayah Kerja, maka

terhadap bidang-bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha Minyak

dan Gas Bumi dan areal pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib memelihara serta menjaga bidang

tanah tersebut.

33 | E k o n o m i M i g a s

Page 34: Tugas Ekonomi Migas.docx

(2) Dalam hal pemberian Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi areal

yang luas di atas tanah negara, maka bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk

kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dapat diberikan kepada pihak lain oleh menteri

yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agraria atau pertanahan dengan

mengutamakan masyarakat setempat setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

Pasal 37

Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian penggunaan tanah hak atau tanah negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu

Pembinaan

Pasal 38

Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilakukan oleh Pemerintah.

Pasal 39

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 meliputi :

a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

b. penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan

cadangan dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi yang dimiliki, kemampuan

produksi, kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dalam negeri, penguasaan

teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional,

dan kebijakan pembangunan.

(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara cermat,

transparan, dan adil terhadap pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 40

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan kaidah

keteknikan yang baik.

34 | E k o n o m i M i g a s

Page 35: Tugas Ekonomi Migas.docx

(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta

pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan

yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

(3) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban

untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas

terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan.

(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengutamakan pemanfaatan

tenaga kerja setempat, barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun

dalam negeri secara transparan dan bersaing.

(5) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam

mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat .

(6) Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 41

(1) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha

Minyak dan Gas Bumi terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku berada pada departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan

usaha Minyak dan Gas Bumi dan departemen lain yang terkait.

(2) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama

dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.

(3) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkan Izin Usaha dilaksanakan

oleh Badan Pengatur.

Pasal 42

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) meliputi :

a. konservasi sumber daya dan cadangan Minyak dan Gas Bumi;

b. pengelolaan data Minyak dan Gas Bumi;

35 | E k o n o m i M i g a s

Page 36: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. penerapan kaidah keteknikan yang baik;

d. jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas Bumi;

e. alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku;

f. keselamatan dan kesehatan kerja;

g. pengelolaan lingkungan hidup;

h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun

dalam negeri;

i. penggunaan tenaga kerja asing;

j. pengembangan tenaga kerja Indonesia;

k. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;

l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi;

m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sepanjang

menyangkut kepentingan umum.

Pasal 43

Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,

Pasal 39, Pasal 41, dan Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX

BADAN PELAKSANA DAN BADAN PENGATUR

Pasal 44

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Pelaksana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).

(2) Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan

terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas

Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi

negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal

penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

36 | E k o n o m i M i g a s

Page 37: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali

akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan

persetujuan;

d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana

dimaksud dalam huruf c;

e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan

Kontrak Kerja Sama;

g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat

memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Pasal 45

(1) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) merupakan badan hukum

milik negara.

(2) Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga

administratif.

(3) Kepala Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi

dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dalam melaksanakan tugasnya

bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 46

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak

dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengaturan

agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan

Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta

meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan

penetapan mengenai :

a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;

b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;

c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;

d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;

e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil;

f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.

37 | E k o n o m i M i g a s

Page 38: Tugas Ekonomi Migas.docx

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup juga tugas

pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 47

(1) Struktur Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas komite

dan bidang.

(2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap

anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang berasal dari tenaga profesional.

(3) Ketua dan anggota Komite Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(4) Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) bertanggung jawab kepada

Presiden.

(5) Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) ditetapkan

dengan Keputusan Presiden.

Pasal 48

(1) Anggaran biaya operasional Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45

didasarkan pada imbalan (fee) dari Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(2) Anggaran biaya operasional Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan iuran dari Badan Usaha

yang diaturnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 49

Ketentuan mengenai struktur organisasi, status, fungsi, tugas, personalia, wewenang dan

tanggung jawab serta mekanisme kerja Badan Pelaksana dan Badan Pengatur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal

48 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 50

38 | E k o n o m i M i g a s

Page 39: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil

tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi

kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak

dan Gas Bumi.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima

berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak

pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

c. Minyak dan Gas Bumi;

d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak

pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi

dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan

tindak pidana;

f. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang

digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan

dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya

dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a tidak terdapat cukup

bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.

(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 51

39 | E k o n o m i M i g a s

Page 40: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Setiap orang yang melakukan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat

(1) tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda

paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan atau memindahtangankan data

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tanpa hak dalam bentuk apa pun dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 52

Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak

Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar

rupiah).

Pasal 53

Setiap orang yang melakukan :

a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi

Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);

c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi

Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);

d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00

(tiga puluh miliar rupiah).

Pasal 54

Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dan hasil

olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar

rupiah).

40 | E k o n o m i M i g a s

Page 41: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 55

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak

yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan

denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Pasal 56

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas

nama Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau pengurusnya.

(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, pidana

yang dijatuhkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah pidana

denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya.

Pasal 57

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 adalah pelanggaran.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55

adalah kejahatan.

Pasal 58

Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan

adalah pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh

dari tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Pada saat Undang-undang ini berlaku :

a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pelaksana;

b. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pengatur.

Pasal 60

41 | E k o n o m i M i g a s

Page 42: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pada saat Undang-undang ini berlaku :

a. dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Pertamina dialihkan bentuknya menjadi

Perusahaan Perseroan (Persero) dengan Peraturan Pemerintah;

b. selama Persero sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum terbentuk, Pertamina yang

dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun

1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) wajib melaksanakan

kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi serta mengatur dan mengelola kekayaan, pegawai

dan hal penting lainnya yang diperlukan;

c. saat terbentuknya Persero yang baru, kewajiban Pertamina sebagaimana dimaksud dalam

huruf b, dialihkan kepada Persero yang bersangkutan.

Pasal 61

Pada saat Undang-undang ini berlaku :

a. Pertamina tetap melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan

kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai

terbentuknya Badan Pelaksana;

b. pada saat terbentuknya Persero sebagai pengganti Pertamina, badan usaha milik negara

tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana untuk

melanjutkan Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan

Pertamina dan dianggap telah mendapatkan Izin Usaha yang diperlukan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 untuk usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan

Niaga.

Pasal 62

Pada saat Undang-undang ini berlaku Pertamina tetap melaksanakan tugas penyediaan dan

pelayanan Bahan Bakar Minyak untuk keperluan dalam negeri sampai jangka waktu paling

lama 4 (empat) tahun.

Pasal 63

Pada saat Undang-undang ini berlaku :

a. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul

dari Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) antara Pertamina dan pihak lain

beralih kepada Badan Pelaksana;

42 | E k o n o m i M i g a s

Page 43: Tugas Ekonomi Migas.docx

b. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, kontrak lain yang berkaitan dengan kontrak

sebagaimana tersebut pada huruf a antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan

Pelaksana;

c. semua kontrak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku

sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan;

d. hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian atau perikatan selain

sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tetap dilaksanakan oleh Pertamina

sampai dengan terbentuknya Persero yang didirikan untuk itu dan beralih kepada Persero

tersebut;

e. pelaksanaan perundingan atau negosiasi antara Pertamina dan pihak lain dalam rangka

kerja sama Eksplorasi dan Eksploitasi beralih pelaksanaannya kepada Menteri.

Pasal 64

Pada saat Undang-undang ini berlaku :

a. badan usaha milik negara, selain Pertamina, yang mempunyai kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi dianggap telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23;

b. pelaksanaan pembangunan yang pada saat Undang-undang ini berlaku sedang dilakukan

badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a tetap dilaksanakan oleh

badan usaha milik negara yang bersangkutan;

c. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, badan usaha milik negara sebagaimana

dimaksud pada huruf a wajib membentuk Badan Usaha yang didirikan untuk kegiatan

usahanya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini;

d. kontrak atau perjanjian antara badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan pihak lain tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu kontrak atau

perjanjian yang bersangkutan.

BAB XIII

KETENTUAN LAIN

Pasal 65

Kegiatan usaha atas minyak atau gas selain yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka

2 sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-undang lain, diberlakukan ketentuan

Undang-undang ini.

43 | E k o n o m i M i g a s

Page 44: Tugas Ekonomi Migas.docx

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku :

a. Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 2070);

b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan

Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor

80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2505);

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak

dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2971) berikut segala perubahannya, terakhir diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor

3045).

(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971

tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara

Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru

berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 67

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

44 | E k o n o m i M i g a s

Page 45: Tugas Ekonomi Migas.docx

4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 42 TAHUN 2002

TENTANG

BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu, Eksplorasi,

Eksploitasi, Wilayah Kerja, Badan Usaha, Bentuk Usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Badan

Pelaksana, Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2. Departemen adalah departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam

menyelenggarakan sebagian tugas Pemerintah di bidang energi dan sumber daya mineral.

3. Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang dibentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak

dan Gas Bumi Negara juncto Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi.

BAB II

PEMBENTUKAN DAN STATUS

Pasal 2

(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini, dibentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak

dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut Badan Pelaksana.

(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berstatus badan hokum milik negara.

Pasal 3

Badan Pelaksana berkedudukan dan berkantor-pusat di Jakarta.

45 | E k o n o m i M i g a s

Page 46: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 4

Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersifat tidak mencari keuntungan.

BAB III

KEKAYAAN, PEMBIAYAAN, DAN PENGELOLAAN

Pasal 5

(1) Kekayaan Badan Pelaksana merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.

(2) Nilai kekayaan awal Badan Pelaksana ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan

perhitungan bersama oleh Departemen, Departemen Keuangan, dan Pertamina.

(3) Pengalihan kepemilikan dan penghapusan kekayaan Badan Pelaksana dapat dilakukan setelah

terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

(4) Badan Pelaksana wajib melakukan penatausahaan semua kekayaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1).

Pasal 6

(1) Badan Pelaksana memperoleh penerimaan berupa imbalan atas pelaksanaan fungsi dan

tugasnya.

(2) Besarnya penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri

Keuangan sebagai suatu persentase dari penerimaan negara dari setiap Kegiatan Usaha Hulu.

(3) Badan Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan rencana anggaran pendapatan dan

belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana kepada Menteri Keuangan setiap tahun

anggaran Badan Pelaksana.

(4) Anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) ditetapkan dan disahkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan

dari Menteri.

Pasal 7

(1) Badan Pelaksana mengelola dana pembiayaan kegiatan dan dana cadangan pembiayaan

operasional.

(2) Besar dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan bersamaan dengan

penetapan dan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja tahunan

Badan Pelaksana oleh Menteri Keuangan.

(3) Surplus dana sebagai selisih penerimaan Badan Pelaksana sebagai-mana dimaksud dalam

Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dengan dana pembiayaan kegiatan dan dana cadangan

pembiayaan operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan penerimaan dari

pengalihan kekayaan Badan Pelaksana merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

46 | E k o n o m i M i g a s

Page 47: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 8

Pedoman mengenai pengelolaan kekayaan, tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan

belanja serta rencana kerja tahunan Badan Pelaksana ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 9

(1) Badan Pelaksana mengelola keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.

(2) Pengelolaan keuangan Badan Pelaksana dilaksanakan dengan prinsip efisien, efektif,

transparan, dan akuntabel.

BAB IV

ORGANISASI

Pasal 10

Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar

pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat

dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 11

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Pelaksana

mempunyai tugas:

a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan

penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan

diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan;

d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud

dalam huruf c;

e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak

Kerja Sama;

g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan

keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Pasal 12

Dalam menjalankan tugas, Badan Pelaksana memiliki wewenang:

a. membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan

operasional kontraktor Kontrak Kerja Sama;

b. merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja kontraktor Kontrak Kerja Sama;

47 | E k o n o m i M i g a s

Page 48: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor Kontrak Kerja Sama;

d. membina seluruh aset kontraktor Kontrak Kerja Sama yang menjadi milik negara;

e. melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam

pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu.

Pasal 13

(1) Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga

administrasi.

(2) Unsur pimpinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Kepala Badan Pelaksana,

Wakil Kepala Badan Pelaksana, dan Deputi-deputi.

(3) Deputi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berjumlah paling banyak 5 (lima) orang.

(4) Tenaga Ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berjumlah paling banyak 5 (lima) orang.

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan pengawasan internal pada Badan Pelaksana dibentuk Unit Pengawasan.

(2) Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Unit

Pengawasan yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pelaksana.

Pasal 15

Tugas dan wewenang Kepala Badan Pelaksana adalah:

a. memimpin dan mengelola Badan Pelaksana sesuai dengan fungsi dan tugas Badan Pelaksana;

b. menandatangani Kontrak Kerja Sama;

c. menyiapkan rencana kerja, dan anggaran pendapatan dan belanja tahunan Badan Pelaksana;

d. melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu;

e. membuat laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan Badan Pelaksana secara berkala

kepada Presiden;

f. mewakili Badan Pelaksana di dalam dan di luar Pengadilan;

g. mengangkat dan memberhentikan personalia Badan Pelaksana.

Pasal 16

(1) Wakil Kepala bertugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Kepala Badan Pelaksana.

(2) Dalam hal Kepala Badan Pelaksana berhalangan tetap, Wakil Kepala menjalankan fungsi,

tugas, dan wewenang Kepala Badan Pelaksana sampai dengan diangkat pejabat yang definitif.

Pasal 17

Deputi bertugas membantu Kepala Badan Pelaksana dalam melaksana-kan tugas Kepala

Badan Pelaksana sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

48 | E k o n o m i M i g a s

Page 49: Tugas Ekonomi Migas.docx

BAB V

PERSONALIA

Pasal 18

(1) Kepala Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi

dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah untuk melakukan uji kemampuan

dan kelayakan bagi calon Kepala Badan Pelaksana oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia dalam hal ini Komisi yang membidangi Minyak dan Gas Bumi.

(3) Kepala Badan Pelaksana dalam melaksanakan tugasnya bertang-gung jawab kepada Presiden.

Pasal 19

Syarat untuk dapat diangkat menjadi Kepala Badan Pelaksana adalah paling kurang :

a. warga negara Indonesia;

b. mempunyai integritas dan dedikasi yang tinggi;

c. memiliki pengetahuan dan kemampuan manajerial dalam bidang minyak dan gas bumi;

d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan;

e. tidak sedang dinyatakan pailit.

Pasal 20

Wakil Kepala Badan Pelaksana dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usul

Kepala Badan Pelaksana.

Pasal 21

(1) Pimpinan Badan Pelaksana tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi baik langsung

maupun tidak langsung dalam suatu per-kumpulan atau perusahaan yang bertujuan mencari

keuntungan.

(2) Pimpinan Badan Pelaksana tidak dibenarkan memangku jabatan rangkap sebagaimana

tersebut di bawah ini :

a. Direksi atau Pimpinan pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara

lainnya, atau Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang ada hubungannya dengan fungsi

dan tugas Badan Pelaksana;

b. Komisaris pada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang ada hubungannya dengan fungsi

dan tugas Badan Pelaksana;

c. Jabatan struktural dalam instansi atau lembaga pemerintah pusat atau daerah;

d. Jabatan-jabatan lainnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

49 | E k o n o m i M i g a s

Page 50: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 22

(1) Batas usia pensiun unsur Pimpinan Badan Pelaksana dan Tenaga Ahli adalah 60 (enam puluh)

tahun.

(2) Batas usia pensiun personalia selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 56 (lima

puluh enam) tahun.

(3) Dalam hal tertentu dan sangat diperlukan, Presiden dapat memperpanjang masa jabatan

Kepala Badan Pelaksana tiap tahun dan paling banyak 3 (tiga) kali.

Pasal 23

(1) Presiden dapat memberhentikan Kepala Badan Pelaksana, dalam hal :

a. mengundurkan diri;

b. dianggap tidak cakap dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya;

c. melakukan perbuatan atau sikap yang merugikan Badan Pelaksana;

d. melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan negara;

e. cacat fisik atau mental yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugas melebihi 3

(tiga) bulan;

f. dipidana penjara karena melakukan kejahatan.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam upaya peningkatan

pelaksanaan fungsi dan tugas Badan Pelaksana, Presiden dapat memberhentikan Kepala

Badan Pelaksana.

BAB VI

ANGGARAN DAN RENCANA KERJA TAHUNAN

Pasal 24

(1) Kepala Badan Pelaksana dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun

buku mulai berlaku, menyampaikan rencana anggaran pendapatan dan belanja serta rencana

kerja tahunan Badan Pelaksana kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh pengesahan

setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri.

(2) Pengesahan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat

pada awal tahun buku baru.

(3) Apabila Menteri Keuangan secara tertulis mengemukakan keberatannya atau menolak

kegiatan yang dimuat dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja serta rencana kerja

tahunan Badan Pelaksana sebelum menginjak tahun buku baru, maka Badan Pelaksana

menjalankan anggaran pendapatan dan belanja tahun yang lalu.

(4) Rencana kerja dan/atau anggaran tambahan atau perubahannya yang tertera dalam buku harus

diajukan terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan, menurut tatacara dan waktu yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan, untuk memperoleh pengesahannya.

50 | E k o n o m i M i g a s

Page 51: Tugas Ekonomi Migas.docx

(5) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah diajukan permintaan persetujuan, Menteri

Keuangan tidak memberikan keberatan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),

maka perubahan rencana kerja dan anggaran dianggap telah disahkan.

Pasal 25

Tahun buku Badan Pelaksana adalah tahun fiskal.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku:

a. Pertamina dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan menyerahkan kepada Badan

Pelaksana semua dokumen yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan kontraktor

Kontrak Bagi Hasil dan kontrak lain yang berkaitan;

b. Kepala Badan Pelaksana dan Direktur Utama Pertamina dalam jangka waktu paling lama 1

(satu) tahun menyelesaikan masalah administratif yang berkaitan dengan kontrak

sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c. Semua pekerja Pertamina yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini menangani

pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil, dipekerjakan pada Badan

Pelaksana dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun dapat memilih

status tetap sebagai pekerja Pertamina atau personil Badan Pelaksana;

d. Kepala Badan Pelaksana dan Direktur Utama Pertamina mengatur penyelesaian administrasi

pengalihan pekerja Pertamina sebagai-mana dimaksud dalam huruf c;

e. Gaji dan penghasilan lain personil Badan Pelaksana yang berasal dari Pertamina sebagaimana

dimaksud dalam huruf c pada saat menjadi personil Badan Pelaksana, paling kurang sama

dengan gaji dan penghasilannya pada saat terakhir bekerja di Pertamina;

f. Sistem penggolongan gaji dan penghasilan lain dari personalia Badan Pelaksana sama dengan

sistem yang diberlakukan di Pertamina sampai ditetapkan lain oleh Kepala Badan Pelaksana;

g. Seluruh aset negara yang dikelola oleh Pertamina, yang selama ini digunakan untuk

melaksanakan fungsi dan tugas pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil,

beralih pengelolaan dan penggunaannya kepada Badan Pelaksana setelah mendapat

persetujuan dari Menteri Keuangan;

h. Seluruh aset negara yang dikelola oleh Pertamina dan sebelum Peraturan Pemerintah ini

ditetapkan digunakan oleh kontraktor Kontrak Bagi Hasil beralih pengelolaannya kepada

Badan Pelaksana setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan;

i. Seluruh hak dan kewajiban Pertamina yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas

pembinaan dan pengawasan kontraktor Kontrak Bagi Hasil beralih kepada Badan Pelaksana.

51 | E k o n o m i M i g a s

Page 52: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 27

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku :

a. sampai dengan akhir tahun anggaran 2002, biaya operasional Badan Pelaksana dibebankan

kepada anggaran Pertamina;

b. atas pembebanan biaya operasional Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

Pertamina masih diberikan kompensasi berupa imbalan atas pembinaan dan pengawasan

kontraktor Kontrak Bagi Hasil untuk jangka waktu yang sama.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Rincian fungsi, tugas, susunan organisasi, tata kerja, dan aturan personalia, ditetapkan oleh

Kepala Badan Pelaksana, setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Pasal 29

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004

www.hukumonline.com

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2004

TENTANG

52 | E k o n o m i M i g a s

Page 53: Tugas Ekonomi Migas.docx

KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kuasa Pertambangan, Survey Umum,

Kegiatan Usaha Hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia,

Wilayah Kerja, Badan Usaha, Bentuk Usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Pemerintah Pusat

selanjutnya disebut Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Pelaksana, Menteri adalah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi.

2. Gas Metana Batubara (Coalbed Methane) adalah gas bumi (hidrokarbon) dimana gas metana

merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan

batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) di dalam

batubara dan/atau lapisan batubara.

3. Wilayah Terbuka adalah bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia yang belum

ditetapkansebagai Wilayah Kerja.

4. Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu

berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.

5. Kontrak Jasa adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama untuk pelaksanaan Eksploitasi Minyak

dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.

6. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk

melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak

Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.

7. Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan informasi baik dalam bentuk tulisan

(karakter), angka (digital), gambar (analog), media magnetik, dokumen, percontoh batuan,

fluida, dan bentuk lain yang didapat dari hasil Survey Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi

Minyak dan Gas Bumi.

8. Departemen adalah departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan

usaha Minyak dan Gas Bumi.

9. Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang dibentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak

dan Gas Bumi Negara juncto Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi.

53 | E k o n o m i M i g a s

Page 54: Tugas Ekonomi Migas.docx

10. PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan perseroan (Persero) yang dibentuk berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003, tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan

(Persero).

BAB II

WILAYAH KERJA

Pasal 2

(1) Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan pada suatu Wilayah Kerja.

(2) Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) direncanakan dan disiapkan oleh

Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari Badan Pelaksana.

Pasal 3

(1) Menteri menetapkan dan mengumumkan Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada

Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap.

(2) Dalam penetapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri

berkonsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang

akan ditawarkan.

(3) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan

penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah

tertentu yang dianggap potensial mengandung sumber daya Minyak dan Gas Bumi menjadi

Wilayah Kerja.

www.hukumonline.com

Pasal 4

(1) Menteri menetapkan kebijakan penawaran Wilayah Kerja berdasarkan pertimbangan teknis,

ekonomis, tingkat risiko, efisiensi, dan berasaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan

persaingan.

(2) Kebijakan penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa

penawaran melalui lelang atau penawaran langsung.

Pasal 5

(1) Penawaran Wilayah Kerja kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dilakukan oleh

Menteri.

(2) Dalam pelaksanaan penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana.

54 | E k o n o m i M i g a s

Page 55: Tugas Ekonomi Migas.docx

(3) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengajukan permohonan kepada Menteri

untuk mendapatkan Wilayah Kerja.

(4) Dalam hal PT. Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk

mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan

tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT.

Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus)

dimiliki oleh Negara.

(5) PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat mengajukan

permohonan untuk Wilayah Kerja yang telah ditawarkan.

Pasal 6

(1) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai Kontraktor yang diberi

wewenang melakukan Kegiatan Usaha Hulu pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1).

(2) Dalam pelaksanaan penetapan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana.

(3) Untuk setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

hanya diberikan satu Wilayah Kerja.

Pasal 7

(1) Kontraktor wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau

seluruhnya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.

(2) Selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor dapat mengembalikan sebagian

atau seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana sebelum jangka

waktu Kontrak Kerja Sama berakhir.

(3) Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri melalui Badan

Pelaksana, setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir.

Pasal 8

Dalam hal Kontraktor mengembalikan Seluruh Wilayah Kerjanya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (2), terlebih dahulu wajib memenuhi seluruh komitmen pasti eksplorasi dan

kewajiban lain berdasarkan Kontrak Kerja Sama.

www.hukumonline.com

Pasal 9

Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 menjadi Wilayah Terbuka.

55 | E k o n o m i M i g a s

Page 56: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 10

Terhadap bagian Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan oleh Kontraktor, Menteri dapat

meminta bagian Wilayah Kerja tersebut dan menetapkan kebijakan pengusahaannya berdasarkan

pertimbangan optimasi pemanfaatan sumber daya Minyak dan Gas Bumi setelah mendapat

pertimbangan dari Badan Pelaksana.

BAB III

SURVEY UMUM DAN DATA MINYAK DAN GAS BUMI

Pasal 11

(1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja, Menteri melakukan kegiatan Survey Umum.

(2) Kegiatan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada Wilayah

Terbuka di dalam Wilayah Hukum Pertambangan.

(3) Kegiatan Survey Umum antara lain meliputi survey geologi, survey geofisika, dan survey

geokimia.

Pasal 12

Selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (2), Survey Umum dapat dilaksanakan

melintasi Wilayah Kerja setelah terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana

untuk pemberitahuan kepada Kontraktor yang bersangkutan.

Pasal 13

(1) Dalam rangka pelaksanaan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Menteri

dapat memberikan izin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana Survey Umum.

(2) Pelaksanaan Survey Umum oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

dilaksanakan atas biaya dan risiko sendiri.

(3) Sebelum melaksanakan Survey Umum Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

wajib menyampaikan terlebih dahulu kepada Menteri jadwal dan prosedur pelaksanaan

Survey Umum.

Pasal 14

Badan Usaha yang melakukan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat. (1)

dapat menyimpan dan memanfaatkan Data hasil Survey Umum sampai dengan berakhirnya izin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).

Pasal 15

56 | E k o n o m i M i g a s

Page 57: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Data yang diperoleh dari Survey Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara

yang dikuasai oleh Pemerintah.

(2) Menteri menetapkan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan Data yang diperoleh dari

Survey Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 16

Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 meliputi perolehan,

pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan Data.

Pasal 17

(1) Pengiriman, penyerahan dan atau pemindahtanganan Data sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 wajib mendapatkan izin dari Menteri.

(2) Menteri menetapkan jenis-jenis Data yang wajib mendapatkan izin sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1).

Pasal 18

(1) Kontraktor dapat mengelola Data basil kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah

Kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama,

kecuali pemusnahan Data.

(2) Apabila Kontraktor dalam pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

menunjuk pihak lain, wajib mendapatkan persetujuan Menteri.

(3) Pihak lain yang ditunjuk untuk mengelola Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus

memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Kontraktor wajib menyimpan Data yang dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) di Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.

(5) Kontraktor dapat menyimpan salinan Data di luar Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia,

setelah mendapatkan izin Menteri.

Pasal 19

(1) Badan Usaha yang melakukan Survey Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib

menyerahkan seluruh Data yang diperoleh kepada Menteri setelah berakhirnya izin yang

diberikan.

(2) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3),

Kontraktor wajib menyerahkan seluruh Data yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan

Eksploitasi kepada Menteri melalui Badan Pelaksana.

(3) Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib menyerahkan kepada Menteri seluruh Data yang

diperoleh dari hasil Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah Kerjanya apabila Wilayah Kerja

tersebut dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

57 | E k o n o m i M i g a s

Page 58: Tugas Ekonomi Migas.docx

(4) Kontraktor yang Kontrak Kerja Samanya telah berakhir atau yang mengalihkan semua

interesnya kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain, dapat mengajukan

permohonan izin kepada Menteri untuk menyimpan dan menggunakan salinan data dari

Wilayah Kerjanya.

(5) Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak boleh dialihkan pada pihak lain tanpa izin

Menteri.

ww.hukumonline.com

Pasal 20

Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib menyerahkan Data hasil Eksplorasi dan Eksploitasi

kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya perolehan, pengolahan dan

interpretasi Data.

Pasal 21

Pertukaran Data antar Kontraktor di dalam negeri atau antar Kontraktor dalam negeri dengan

pihak lain di luar negeri dapat dilakukan setelah mendapatkan izin Menteri.

Pasal 22

Dalam hal kerahasiaannya, Data diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Data Umum; merupakan data mengenai identifikasi dan letak geografis potensi, cadangan

dan sumur Minyak dan Gas Bumi serta produksi Minyak dan Gas Bumi.

b. Data Dasar; merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari

penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi.

c. Data Olahan; merupakan Data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data Dasar.

d. Data Interpretasi; merupakan Data yang diperoleh dari hasil interpretasi Data Dasar dan/atau

Data Olahan.

Pasal 23

(1) Data Dasar, Data Olahan dan Data Interpretasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

bersifat rahasia untuk jangka waktu tertentu.

(2) Masa kerahasiaan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. Data Dasar, ditetapkan 4 (empat) tahun.

b. Data Olahan, ditetapkan 6 (enam) tahun.

c. Data Interpretasi, ditetapkan 8 (delapan) tahun.

(3) Apabila suatu Wilayah Kerja dikembalikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7, maka seluruh Data dari Wilayah Kerja yang bersangkutan tidak lagi

diklasifikasikan sebagai Data yang bersifat rahasia.

58 | E k o n o m i M i g a s

Page 59: Tugas Ekonomi Migas.docx

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA HULU

Pasal 24

(1) Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan

Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.

(2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat

persyaratan:

a. kepemilikan sumber daya Minyak dan Gas Bumi tetap ditangan Pemerintah sampai pada

titik penyerahan;

b. pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh Kontraktor berada pada

Badan Pelaksana;

c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor.

Pasal 25

(1) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama yang akan

diberlakukan untuk Wilayah Kerja tertentu dengan mempertimbangkan tingkat risiko dan

manfaat yang sebesarbesarnya bagi Negara serta ketentuan peraturan perundangan-undangan

yang berlaku.

(2) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan

Pelaksana.

Pasal 26

Kontrak Kerja Sama wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu:

a. penerimaan Negara;

b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;

c. kewajiban pengeluaran dana;

d. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;

e. jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;

f. penyelesaian perselisihan;

g. kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri;

h. berakhirnya kontrak;

i. kewajiban pasta operasi pertambangan;

j. keselamatan dan kesehatan kerja;

k. pengelolaan lingkungan hidup;

l. pengalihan hak dan kewajiban;

m. pelaporan yang diperlukan;

59 | E k o n o m i M i g a s

Page 60: Tugas Ekonomi Migas.docx

n. rencana pengembangan lapangan;

o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;

q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Pasal 27

(1) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 paling lama 30

(tiga puluh) tahun.

(2) Jangka Waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas jangka

waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.

(3) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 6 (enam) tahun, dan

dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali paling lama 4 (empat) tahun berdasarkan permintaan

dari Kontraktor selama Kontraktor telah memenuhi kewajiban minimum menurut Kontrak

Kerja Sama yang persetujuannya dilakukan oleh Badan Pelaksana.

(4) Apabila dalam jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Kontraktor

tidak menemukan cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi yang dapat diproduksikan secara

komersial maka Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya.

Pasal 28

(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dapat diperpanjang

dengan jangka waktu perpanjangan paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali

perpanjangan.

(2) Ketentuan-ketentuan atau bentuk Kontrak Kerja Sama dalam perpanjangan Kontrak Kerja

Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus tetap menguntungkan bagi Negara.

(3) kontraktor melalui Badan Pelaksana mengajukan permohonan perpanjangan Kontrak Kerja

Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri.

(4) Badan Pelaksana melakukan evaluasi terhadap permohonan perpanjangan Kontrak Kerja

Sama sebagai bahan pertimbangan Menteri dalam memberikan persetujuan atau penolakan

permohonan Kontraktor.

(5) Permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dapat

disampaikan paling cepat 10 (sepuluh) tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum

Kontrak Kerja Sama berakhir.

(6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam ayat (5), dalam hal Kontraktor

telah terikat dengan kesepakatan jual beli Gas Bumi, Kontraktor dapat mengajukan

perpanjangan Kontrak Kerja Sama lebih cepat dari batas waktu sebagaimana dimaksud

dalam ayat (5).

60 | E k o n o m i M i g a s

Page 61: Tugas Ekonomi Migas.docx

(7) Dalam memberikan persetujuan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), Menteri mempertimbangkan faktor-faktor antara lain potensi cadangan

Minyak dan/atau Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang bersangkutan, potensi atau kepastian

pasar/kebutuhan, dan kelayakan teknis/ekonomis.

(8) Berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat

(7) Menteri dapat menolak atau menyetujui permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk jangka waktu, bentuk dan ketentuan Kontrak

Kerja Sama tertentu.

(9) PT. Pertamina (Persero) dapat mengajukan permohonan kepada Menteri untuk Wilayah

Kerja yang habis jangka waktu Kontraknya.

(10) Menteri dapat menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9),

dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina

(Persero) sepanjang Saham PT Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh

Negara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan.

Pasal 29

(1) Kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri perubahan

(amandemen) ketentuan dan persyaratan Kontrak Kerja Sama.

(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana dan manfaat yang optimal bagi negara.

Pasal 30

(1) Dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal efektif

berlakunya Kontrak Kerja Sama, Kontraktor wajib memulai kegiatannya.

(2) Dalam hal Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1),. Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri untuk mendapatkan

persetujuan mengenai pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

Pasal 31

(1) Selama 3 (tiga) tahun pertama pada jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 27 ayat (3), kontraktor wajib melakukan program kerja pasti dengan perkiraan jumlah

pengeluaran yang ditetapkan dalam Kontrak Kerja Sama.

(2) Apabila dalam pelaksanaan program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara

teknis dan ekonomis tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, Kontraktor melalui Badan

Pelaksana dapat mengusulkan perubahan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.

(3) Menteri dapat menyetujui atau menolak usul program kerja pasti sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana.

61 | E k o n o m i M i g a s

Page 62: Tugas Ekonomi Migas.docx

(4) Dalam hal Kontraktor mengakhiri Kontrak Kerja Sama dan tidak dapat melaksanakan

sebagian atau seluruh program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Kontraktor

wajib membayar kepada Pemerintah melalui Badan Pelaksana senilai jumlah pengeluaran

yang terkait dengan program kerja pasti yang belum dapat dilaksanakan.

Pasal 32

Dalam hal Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan Kontra

Kerja Samanya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Badan Pelaksana dapat

mengusulkan kepada Menteri untuk mengakhiri Kontrak Kerja Sama.

Pasal 33

(1) Kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau

seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain setelah mendapat

persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana.

(2) Dalam hal pengalihan, penyerahan, dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan

kewajiban Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada perusahaan non afiliasi

atau kepada perusahaan selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama, Menteri dapat

meminta kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional.

(3) Pembukaan (disclose) Data dalam rangka pengalihan, penyerahan, dan pemindahtanganan

sebagian atau seluruh hak dan kewajiban Kontraktor kepada pihak lain sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri melalui Badan Pelaksana.

(4) Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya secara mayoritas

kepada pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa

Eksplorasi.

Pasal 34

Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari

suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh per

seratus) kepada Badan Usaha Milik Daerah.

www.hukumonline.com

Pasal 35

(1) Pernyataan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka waktu

paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor.

(2) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam

jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor wajib menawarkan kepada

perusahaan nasional.

62 | E k o n o m i M i g a s

Page 63: Tugas Ekonomi Migas.docx

(3) Dalam hal perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam

jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor

kepada perusahaan nasional, maka penawaran dinyatakan tertutup.

Pasal 36

(1) Kontraktor wajib mengalokasikan dana untuk kegiatan pasca operasi Kegiatan Usaha Hulu.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sejak dimulainya masa

eksplorasi dan dilaksanakan melalui rencana kerja dan anggaran.

(3) Penempatan alokasi dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), disepakati

Kontraktor dan Badan Pelaksana dan berfungsi sebagai dana cadangan khusus kegiatan pasca

operasi Kegiatan Usaha Hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan.

(4) Tata cara penggunaan dana cadangan khusus untuk pasta operasi sebagaimana dimaksud

dalam ayat (3) ditetapkan dalam Kontrak Kerja Sama.

Pasal 37

(1) Kontrak Kerja Sama dibuat dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris.

(2) Apabila Kontrak Kerja Sama dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dalam hal

terjadi perbedaan penafsiran maka yang dipergunakan adalah penafsiran dalam bahasa

Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kesepakatan para pihak.

Pasal 38

Terhadap Kontrak Kerja Sama tunduk dan berlaku hukum Indonesia.

Pasal 39

(1) Kontraktor wajib melaporkan penemuan dan hasil sertifikasi cadangan Minyak dan/atau Gas

Bumi kepada Menteri melalui Badan Pelaksana.

(2) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan Minyak dan Gas Bumi Kontraktor

wajib melakukan konservasi dan melaksanakannya sesuai dengan Kaidah Keteknikan yang

baik.

(3) Konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan melalui upaya optimasi

eksploitasi dan efisiensi pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi.

(4) Kaidah Keteknikan yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan

hidup;

b. memproduksikan Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoar

(Reservoir Management) yang baik;

c. memproduksikan sumur Minyak dan Gas Bumi dengan cara yang tepat;

63 | E k o n o m i M i g a s

Page 64: Tugas Ekonomi Migas.docx

d. menggunakan teknologi perolehan minyak tingkat lanjut (EOR) yang tepat;

e. meningkatkan usaha peningkatan kemampuan reservoar untuk mengalirkan fluida

dengan teknik yang tepat;

f. memenuhi ketentuan standar peralatan yang dipersyaratkan.

Pasal 40

Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib melaporkan kepada Menteri apabila diketemukan dan

memperoleh bukti adanya pelamparan reservoar Minyak dan/atau Gas Bumi yang memasuki

Wilayah Kerja Kontraktor lainnya, Wilayah Terbuka atau wilayah/landas kontinen negara lain.

Pasal 41

(1) Kontraktor wajib melakukan unitisasi apabila terbukti adanya pelamparan reservoar yang

memasuki Wilayah Kerja Kontraktor lainnya.

(2) Untuk pelamparan reservoar yang memasuki Wilayah Terbuka, Kontraktor wajib melakukan

unitisasi apabila Wilayah Terbuka tersebut kemudian menjadi Wilayah Kerja.

(3) Dalam hal sampai dengan jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Wilayah Terbuka

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum menjadi Wilayah Kerja, maka Kontraktor yang

bersangkutan melalui Badan Pelaksana dapat meminta perluasan Wilayah Kerjanya secara

proporsional.

(4) Unitisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib mendapatkan persetujuan

Menteri.

Pasal 42

Menteri menentukan operator pelaksana unitisasi berdasarkan kesepakatan diantara para

Kontraktor yang melakukan unitisasi dan pertimbangan Badan Pelaksana.

Pasal 43

Untuk pelamparan reservoar yang memasuki wilayah/landas kontinen negara lain

penyelesaiannya akan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian landas kontinen antara

Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah negara lainnya yang terkait serta

pertimbangan manfaat yang optimal bagi negara.

Pasal 44

(1) Kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi

sendiri yang dilakukan Kontraktor yang bersangkutan merupakan Kegiatan Usaha Hulu.

(2) Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan,

penyimpanan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan

64 | E k o n o m i M i g a s

Page 65: Tugas Ekonomi Migas.docx

Badan Pelaksana, Kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk

digunakan pihak lain berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi (cost sharing) secara

proporsional.

Pasal 45

(1) Fasilitas yang dibangun Kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengolahan lapangan,

pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 44 tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.

(2) Dalam hal fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan bersama dengan pihak

lain dengan memungut biaya atau sewa sehingga memperoleh keuntungan dan/atau laba,

Kontraktor wajib membentuk Badan Usaha Kegiatan Usaha Hilir yang terpisah dan wajib

mendapatkan Izin Usaha.

BAB V

PEMANFAATAN MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN DALAM

NEGERI

Pasal 46

(1) Kontraktor bertanggung jawab untuk ikut serta memenuhi kebutuhan Minyak Bumi dan/atau

Gas Bumi untuk keperluan dalam negeri.

(2) Bagian Kontraktor dalam memenuhi keperluan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), ditetapkan berdasarkan sistem prorata hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas

Bumi.

(3) Besaran kewajiban Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah paling banyak

25% (dua puluh lima per seratus) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas

Bumi.

(4) Menteri menetapkan besaran kewajiban setiap Kontraktor dalam memenuhi kebutuhan

Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 47

Menteri menetapkan kebijakan mengenai pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk

keperluan dalam negeri setiap tahun sekali.

Pasal 48

(1) Terhadap cadangan Gas Bumi yang baru ditemukan Kontraktor wajib menyampaikan

laporan terlebih dahulu kepada Menteri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.

65 | E k o n o m i M i g a s

Page 66: Tugas Ekonomi Migas.docx

(2) Dalam hal cadangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diproduksikan,

Menteri terlebih dahulu memberikan kesempatan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun kepada konsumen di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhannya.

(3) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu 1 (satu) tahun

pemberian kesempatan kepada konsumen di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2), Menteri menyampaikan pemberitahuan kepada Kontraktor mengenai kondisi kebutuhan

di dalam negeri.

Pasal 49

Mekanisme pelaksanaan penyerahan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi oleh Kontraktor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diatur dalam Kontrak Kerja Sama.

Pasal 50

(1) Menteri menetapkan kebijakan pemanfaatan Gas Bumi dari cadangan Gas Bumi dengan

mengupayakan agar kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi secara optimal dengan

mempertimbangkan kepentingan umum, kepentingan negara, dan kebijakan energi nasional.

(2) Dalam menetapkan kebijakan pemanfaatan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

Menteri mempertimbangkan aspek teknis yang meliputi cadangan dan peluang pasar Gas

Bumi, infrastruktur baik yang tersedia maupun yang direncanakan dan usulan dari Badan

Pelaksana.

Pasal 51

(1) Terhadap Minyak Bumi dan Gas Bumi yang ditemukan, diproduksikan dan dijual wajib

dilakukan evaluasi mutu.

(2) Biaya yang timbul dalam melakukan evaluasi mutu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dibebankan sebagai biaya operasi.

(3) Pengaturan lebih lanjut tentang tata cara evaluasi mutu Minyak Bumi dan Gas Bumi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

BAB VI

PENERIMAAN NEGARA

Pasal 52

(1) Kontraktor yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu wajib membayar penerimaan Negara

yang berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

(2) Penerimaan Negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:

a. pajak-pajak;

66 | E k o n o m i M i g a s

Page 67: Tugas Ekonomi Migas.docx

b. bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai;

c. pajak daerah dan retribusi daerah.

(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:

a. bagian Negara;

b. pungutan Negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi;

c. bonus-bonus.

Pasal 53

Sebelum Kontrak Kerja Sama ditandatangani, Kontraktor dapat memilih ketentuan kewajiban

membayar pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a dengan pilihan sebagai

berikut:

a. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada

saat Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau

b. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.

Pasal 54

Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian negara, pungutan negara, dan bonus-bonus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) serta tata cara penyetorannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah tersendiri.

www.hukumonline.com

Pasal 55

(1) Pembagian hasil Minyak dan Gas Bumi pada Kontrak Bagi Hasil antara Pemerintah dan

Kontraktor dilakukan pada titik penyerahan.

(2) Dalam penyerahan Minyak dan Gas Bumi pada titik penyerahan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), wajib digunakan sistem alat ukur yang ditetapkan oleh Menteri sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 56

(1) Pengeluaran biaya investasi dan operasi dari Kontrak Bagi Hasil wajib mendapatkan

persetujuan Badan Pelaksana.

(2) Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan

Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan rencana

kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial (Authorization Financial

Expenditure) yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi

komersial.

Pasal 57

67 | E k o n o m i M i g a s

Page 68: Tugas Ekonomi Migas.docx

Seluruh produksi Minyak dan Gas Bumi yang dihasilkan Kontraktor pada Kontrak Jasa

merupakan milik Negara dan wajib diserahkan Kontraktor kepada Pemerintah.

Pasal 58

(1) Kepada Kontraktor yang melakukan Eksploitasi Minyak dan/atau Gas Bumi berdasarkan

Kontrak jasa diberikan imbalan jasa (fee).

(2) Besarnya imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah

produksi Minyak dan/atau Gas Bumi yang dihasilkan dan ditetapkan berdasarkan penawaran

dari Badan Usaha/Badan Usaha Tetap.

(3) Kontraktor yang melakukan Eksploitasi Minyak dan/atau gas Bumi sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) menanggung seluruh biaya dan risiko dalam memproduksi Minyak dan/atau

Gas Bumi.

(4) Imbalan jasa (fee) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan setelah produksi

komersial.

Pasal 59

Ketentuan mengenai Kontrak Jasa diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.

Pasal 60

Penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) merupakan

penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 61

Penerimaan Negara bukan pajak setelah dikurangi penerimaan Pemerintah Daerah merupakan

penerimaan Negara bukan pajak dari sektor Minyak dan Gas Bumi yang dapat dimanfaatkan

sebagian oleh Departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

www.hukumonline.com

BAB VII

TATA CARA PENYELESAIAN PENGGUNAAN TANAH HAK ATAU TANAH NEGARA

Pasal 62

(1) Kontraktor yang akan menggunakan bidang-bidang tanah hak atau tanah negara di dalam,

wilayah kerjanya wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian penggunaan tanah dengan

pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai ketentuan

peraturan perundangan yang berlaku.

(2) Masyarakat pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara wajib

mengizinkan Kontraktor yang telah memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau salinannya

68 | E k o n o m i M i g a s

Page 69: Tugas Ekonomi Migas.docx

yang sah, untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas tanah yang bersangkutan,

apabila Kontraktor dimaksud telah melakukan penyelesaian penggunaan tanah atau

memberikan jaminan penyelesaian yang disetujui oleh pemegang hak atas tanah atau

pemakai tanah di atas tanah negara.

Pasal 63

(1) Penyelesaian penggunaan tanah oleh Kontraktor, dilakukan secara musyawarah dan mufakat

dengan pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan secara

langsung dengan pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara yang

bersangkutan dengan cara jual beli, tukar menukar, ganti rugi yang layak, pengakuan atau

bentuk penggantian lain.

(3) Dalam hal tanah yang bersangkutan adalah tanah ulayat masyarakat hukum adat, tata cara

musyawarah dan mufakat harus memperhatikan tata cara pengambilan keputusan

masyarakat hukum adat setempat.

Pasal 64

(1) Dalam hal jumlah masyarakat pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah negara cukup

banyak, sehingga tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka

musyawarah tersebut dapat dilaksanakan secara parsial atau dengan wakil yang ditunjuk

oleh dan yang bertindak selaku kuasa pemegang hak, dengan surat kuasa yang dibuat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2) Dalam hal tidak tercapai musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63

ayat (1) para pihak dapat menunjuk pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pasal 65

(1) Penetapan ganti kerugian terhadap tanah berpedoman pada hasil musyawarah, dengan

memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak terakhir.

(2) Penetapan ganti kerugian terhadap bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berada di

atas tanah, berpedoman pada standar teknis terkait.

Pasal 66

(1) Bersamaan dengan pemberian ganti kerugian dibuat surat pernyataan pelepasan atau

penyerahan hak atas tanah yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan sekurang-

kurangnya 2 (dua) orang saksi. Pada saat pembuatan surat pernyataan sebagaimana

69 | E k o n o m i M i g a s

Page 70: Tugas Ekonomi Migas.docx

dimaksud dalam ayat (1), pemegang hak atas.tanah menyerahkan sertifikat dan atau asli

surat-surat tanah yang bersangkutan kepada Kontraktor.

Pasal 67

(1) Tanah yang telah diselesaikan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62

menjadi milik Negara dan dikelola Badan Pelaksana, kecuali tanah sewa.

(2) Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dimohon sertifikat hak atas tanahnya

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 68

(1) Wilayah Kerja Kontraktor yang belum digunakan untuk Eksplorasi dan Eksploitasi, dapat

digunakan untuk kegiatan selain Eksplorasi dan Eksploitasi oleh pihak lain setelah

mendapatkan rekomendasi dari Menteri dan izin penggunaan dari Pemerintah Daerah

setempat.

(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan rekomendasi Menteri dapat

memohon hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 69

(1) Kontraktor dapat melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi selain kegiatan

sebagaimana dalam Pasal 44 di dalam Wilayah Kerja Kontraktor yang bersangkutan sesuai

dengan Kontrak Kerja Sama.

(2) Kontraktor dapat membangun fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 di atas bidang

tanah di dalam dan/atau di luar Wilayah Kerja Kontraktor setelah dilakukan pengadaannya

sesuai ketentuan dalam Bab ini.

(3) Kepemilikan, pendaftaran hak atas tanah dan pembukuan atas bidang tanah yang digunakan

oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku ketentuan Pasal 68.

Pasal 70

(1) Kontraktor yang memiliki Right of Way (ROW) pipa transmisi Minyak dan Gas Bumi

diwajibkan mengizinkan Kontraktor lainnya menggunakan ROW tersebut untuk

pembangunan dan penggunaan pipa transmisi Minyak dan Gas Bumi.

(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada pertimbangan teknis

dan ekonomis serta keselamatan dan keamanan.

(3) Kontraktor yang akan menggunakan ROW sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat

melakukan perundingan secara langsung dengan Kontraktor/pihak lain pemilik ROW.

70 | E k o n o m i M i g a s

Page 71: Tugas Ekonomi Migas.docx

(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dicapai kesepakatan,

Kontraktor mengajukan kepada Menteri melalui Badan Pelaksana untuk menetapkan

penyelesaian lebih lanjut.

Pasal 71

Tanah yang digunakan untuk Right of Way (ROW) pipa transmisi Minyak dan Gas Bumi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dapat dimohonkan hak atas tanahnya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

www.hukumonline.com

BAB VIII

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

HIDUP SERTA

PENGEMBANGAN MASYARAKAT SETEMPAT

Pasal 72

Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib menjamin dan menaati ketentuan

keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan

masyarakat setempat.

Pasal 73

Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta

pengembangan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 74

(1) Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya ikut bertanggung jawab dalam

mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

(2) Tanggung jawab Kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah keikutsertaan dalam mengembangkan dan

memanfaatkan potensi kemampuan masyarakat setempat antara lain dengan cara

mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas tertentu sesuai dengan kompetensi

yang dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta

keharmonisan antara Kontraktor dengan masyarakat di sekitarnya.

Pasal 75

Dalam keikutsertaan untuk pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1), Kontraktor mengalokasikan dana dalam setiap penyusunan

rencana kerja dan anggaran tahunan.

71 | E k o n o m i M i g a s

Page 72: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 76

(1) Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat oleh Kontraktor dilakukan

dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.

(2) Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) diutamakan untuk masyarakat di sekitar daerah dimana Eksploitasi

dilaksanakan.

Pasal 77

Pelaksanaan keikutsertaan Kontraktor dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat

setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) diberikan dalam bentuk natura berupa

sarana dan prasarana fisik, atau pemberdayaan usaha dan tenaga kerja setempat.

www.hukumonline.com

BAB IX

PEMANFAATAN BARANG, JASA, TEKNOLOGI DAN KEMAMPUAN REKAYASA DAN

RANCANG BANGUN

DALAM NEGERI

Pasal 78

(1) Seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu

yang dibeli Kontraktor menjadi milik/kekayaan negara yang pembinaannya dilakukan oleh

pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.

(2) Dalam hal barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari luar

negeri, tata cara impor barang dan peralatan tersebut ditetapkan bersama oleh Menteri,

Menteri Keuangan dan menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan

perdagangan.

(3) Barang dan peralatan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Kontraktor dapat menggunakan barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

selama berlakunya Kontrak Kerja Sama.

Pasal 79

(1) Kontraktor wajib mengutamakan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan

rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing.

(2) Pengutamaan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang

bangun dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan apabila barang,

jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa rancang bangun tersebut telah dihasilkan atau

tersedia dalam negeri serta memenuhi kualitas/mutu, waktu penyerahan, dan harga sesuai

ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa.

72 | E k o n o m i M i g a s

Page 73: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 80

Barang dan peralatan, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dapat diimpor selama belum diproduksi di dalam negeri

dan selama barang dan peralatan, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang

bangun yang akan diimpor memenuhi persyaratan standar/mutu, efisiensi biaya operasi,

jaminan waktu penyerahan dan dapat memberikan jaminan pelayanan purna jual.

Pasal 81

(1) Pengelolaan barang dan peralatan yang dipergunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu dilakukan

oleh Badan Pelaksana.

(2) Kelebihan persediaan barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat

dialihkan penggunaannya kepada Kontraktor lain di Wilayah Hukum Pertambangan

Indonesia atas persetujuan Badan Pelaksana dan dilaporkan secara berkala kepada Menteri

dan Menteri Keuangan.

(3) Dalam hal kelebihan persediaan barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

tidak digunakan oleh Kontraktor lain, Badan Pelaksana wajib melaporkan kepada Menteri

Keuangan melalui Menteri untuk ditetapkan kebijakan pemanfaatannya.

(4) Dalam hal barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) akan dihibahkan,

dijual, dipertukarkan, dijadikan penyertaan modal negara, dimusnahkan atau dimanfaatkan

oleh pihak lain dengan cara dipinjamkan, disewakan dan kerjasama pemanfaatan, wajib

terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan atas usul Badan Pelaksana

melalui Menteri.

(5) Dalam hal Kontrak Kerja Sama telah berakhir, barang dan peralatan Kontraktor wajib

diserahkan kepada pemerintah untuk ditetapkan kebijakan pemanfaatannya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

BAB X

KETENAGAKERJAAN

Pasal 82

a. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya, Kontraktor wajib mengutamakan penggunaan

tenaga kerja warga negara Indonesia dengan memperhatikan pemanfaatan tenaga kerja

setempat sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan.

b. Kontraktor dapat menggunakan tenaga kerja asing untuk jabatan dan keahlian tertentu yang

belum dapat dipenuhi tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan kompetensi

jabatan yang dipersyaratkan.

c. Tata cara penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

73 | E k o n o m i M i g a s

Page 74: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 83

Ketentuan mengenai hubungan kerja, perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja serta

penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain diatur sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 84

Untuk mengembangkan kemampuan tenaga kerja Indonesia agar dapat memenuhi standar

kompetensi kerja dan kualifikasi jabatan Kontraktor wajib melaksanakan pembinaan dan

program pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia.

Pasal 85

Pembinaan dan pengembangan tenaga kerja Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN USAHA HULU

Pasal 86

(1) Pembinaan terhadap kegiatan usaha hulu dilakukan oleh Pemerintah yang dilaksanakan

oleh Menteri.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:

a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang kegiatan usaha hulu, dan;

b. penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha hulu berdasarkan cadangan dan potensi

sumber daya minyak dan gas bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan

Bahan bakar Minyak dan Gas Bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek

lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional dan kebijakan

pembangunan.

(3) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha hulu

terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berada pada

Menteri.

(4) Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama antara

Badan Pelaksana dan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

(5) Badan Pelaksana melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Kontrak

Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).

(6) Dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja

Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Badan Pelaksana berwenang

menandatangani kontrak lain yang terkait dengan Kontrak Kerja Sama.

74 | E k o n o m i M i g a s

Page 75: Tugas Ekonomi Migas.docx

(7) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (5),

dilakukan oleh Badan Pelaksana melalui pengendalian manajemen atas pelaksanaan

Kontrak Kerja Sama.

Pasal 87

(1) Penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) huruf a, meliputi:

a. perencanaan;

b. perizinan, persetujuan, dan rekomendasi;

c. pengelolaan dan pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi;

d. pendidikan dan pelatihan;

e. penelitian dan pengembangan teknologi;

f. penerapan standardisasi;

g. pemberian akreditasi;

h. pemberian sertifikasi;

i. pembinaan industri/badan usaha penunjang;

j. pembinaan usaha kecil/menengah;

k. pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

l. pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja;

m. pelestarian lingkungan hidup;

n. penciptaan iklim investasi yang kondusif;

o. pemeliharaan keamanan dan ketertiban.

(2) Penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86

ayat (2) huruf b, meliputi pengaturan mengenai:

a. pelaksanaan Survey Umum;

b. pengelolaan dan pemanfaatan data Minyak dan Gas Bumi;

c. penyiapan, penetapan dan penawaran serta pengembalian Wilayah Kerja;

d. bentuk dan syarat-syarat Kontrak Kerja Sama;

e. perpanjangan Kontrak Kerja Sama;

f. rencana pengembangan lapangan yang pertama kali;

g. pengembangan lapangan dan pemroduksian cadangan Minyak dan Gas Bumi;

h. pemanfaatan Gas Bumi;

i. penerapan kaidah keteknikan yang baik;

j. kewajiban penyerahan bagian Minyak dan Gas Bumi Kontraktor untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri (DMO);

k. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi;

l. kewajiban membayar penerimaan negara;

75 | E k o n o m i M i g a s

Page 76: Tugas Ekonomi Migas.docx

m. pengelolaan lingkungan hidup;

n. keselamatan dan kesehatan kerja;

o. penggunaan Tenaga Kerja Asing;

p. pengembangan tenaga Kerja Indonesia;

q. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;

r. standardisasi;

s. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun

dalam

t. negeri;

u. konservasi sumber daya dan cadangan Minyak dan Gas Bumi;

v. pengusahaan coalbed methane;

w. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sepanjang

menyangkut kepentingan umum.

Pasal 88

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) meliputi:

a. konservasi sumber daya dan cadangan Minyak dan Gas Bumi;

b. pengelolaan data Minyak dan Gas Bumi;

c. kaidah keteknikan yang baik;

d. keselamatan dan kesehatan kerja;

e. pengelolaan lingkungan hidup;

f. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun

dalam negeri;

g. penggunaan tenaga kerja asing;

h. pengembangan tenaga kerja Indonesia;

i. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;

j. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi;

k. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sepanjang

menyangkut kepentingan umum.

Pasal 89

(1) Tanggung jawab pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 berada pada

Departemen dan departemen terkait sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-

masing.

(2) Tanggung jawab pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 berada pada

Departemen dan departemen terkait sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-

masing.

76 | E k o n o m i M i g a s

Page 77: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 90

Dalam rangka pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5),

Badan Pelaksana mempunyai tugas:

a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijakannya dalam hal penyiapan

dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali

akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan

persetujuan;

d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana

dimaksud dalam huruf c;

e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan

Kontrak Kerja Sama;

g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Negara yang dapat

memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Pasal 91

Badan Pelaksana melaksanakan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-

ketentuan Kontrak Kerja Sama.

Pasal 92

Dalam melakukan pengawasan atas ditaatinya pelaksanaan ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja

Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, Badan Pelaksana mengkoordinasikan Kontraktor

untuk melakukan hubungan dengan Departemen dan departemen terkait.

Pasal 93

(1) Kontraktor wajib menyampaikan laporan tertulis secara periodik kepada Menteri mengenai

hal-hal yang terkait dengan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88.

(2) Kontraktor wajib menyampaikan laporan tertulis secara periodik kepada Badan Pelaksana

mengenai halhal yang terkait dengan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.

Pasal 94

(1) Dalam melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 90 huruf b, Badan Pelaksana bertindak sebagai pihak yang berkontrak dengan Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

77 | E k o n o m i M i g a s

Page 78: Tugas Ekonomi Migas.docx

(2) Penandatanganan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri

atas nama Pemerintah.

(3) Badan Pelaksana memberitahukan secara tertulis Kontrak Kerja Sama yang sudah

ditandatangani kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan

melampirkan salinannya.

Pasal 95

(1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu

Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf c termasuk perubahannya

wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana.

(2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri

melakukan konsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi lapangan

yang akan dikembangkan.

(3) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan

penjelasan dan memperoleh informasi terutama yang terkait dengan rencana tata ruang dan

rencana penerimaan daerah dari Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 96

(1) Dalam hal Kontraktor telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

95 ayat (1) tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pengembangan lapangan,

dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak persetujuan rencana pengembangan

lapangan pertama, Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada

Menteri.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terhadap

pengembangan lapangan Gas Bumi, apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) belum terdapat perikatan jual beli Gas Bumi, Menteri dapat

menerapkan kebijakan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

bagi Kontraktor yang bersangkutan.

Pasal 97

Dalam melakukan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf c dan memberikan

persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf d, Badan Pelaksana harus

mempertimbangkan hal-hal antara lain sebagai berikut:

a. perkiraan cadangan dan produksi Minyak dan Gas Bumi;

b. perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan lapangan dan biaya produksi

Minyak dan Gas Bumi;

78 | E k o n o m i M i g a s

Page 79: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. rencana pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi;

d. proses eksploitasi Minyak dan Gas Bumi;

e. perkiraan penerimaan Negara dari Minyak dan Gas Bumi;

f. penggunaan tenaga kerja, penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri;

g. keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan

lingkungan dan masyarakat setempat.

Pasal 98

Dalam memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 90 huruf e, Badan Pelaksana harus mempertimbangkan:

a. rencana jangka panjang;

b. keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan;

c. upaya peningkatan cadangan dan produksi minyak dan gas bumi;

d. teknis kegiatan dan kewajaran unit biaya dari setiap kegiatan yang akan dilakukan;

e. upaya efisiensi;

f. rencana pengembangan lapangan yang sudah disetujui;

g. tata waktu kegiatan dan berakhirnya Kontrak Kerja Sama;

h. keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup;

i. penggunaan dan pengembangan tenaga kerja serta pembinaan hubungan industrial;

j. pengembangan lingkungan masyarakat setempat.

Pasal 99

Berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf f, Badan Pelaksana

wajib menyampaikan laporan kepada Menteri secara periodik hal-hal yang meliputi:

a. rencana kerja dan anggaran setiap Kontraktor serta realisasinya;

b. perkiraan dan realisasi produksi Minyak dan Gas Bumi;

c. perkiraan dan realisasi penerimaan Negara;

d. perkiraan dan realisasi biaya investasi pada Eksplorasi dan Eksploitasi;

e. realisasi biaya operasi setiap Kontraktor;

f. pengelolaan atas penggunaan aset dan barang operasi oleh Kontraktor.

Pasal 100

(1) Dalam pelaksanaan penunjukan penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf g, Badan Pelaksana dapat menunjuk Badan

Usaha atau Kontraktor yang bersangkutan.

(2) Badan Usaha atau Kontraktor yang ditunjuk sebagai penjual Minyak dan/atau Gas Bumi

bagian Negara diberi wewenang untuk memindahkan hak kepemilikan atas Minyak

79 | E k o n o m i M i g a s

Page 80: Tugas Ekonomi Migas.docx

dan/atau Gas Bumi bagian Negara kepada pembeli pada titik penyerahan berdasarkan

perjanjian jual dan beli Minyak dan/atau Gas Bumi yang terkait.

(3) Badan Pelaksana dapat menunjuk Kontraktor untuk menjualkan Minyak Bumi dan/atau

Gas Bumi bagian Negara yang berasal dari Wilayah Kerjanya berdasarkan Kontrak Kerja

Sama.

(4) Badan Pelaksana dapat menunjuk Kontraktor untuk menjualkan Gas Bumi bagian Negara

yang berasal dari Wilayah Kerjanya berdasarkan Kontrak Kerja Sama dan dari Wilayah

Kerja lainnya.

(5) Sebelum menunjuk Badan Usaha sebagai penjual Minyak dan/atau Gas Bumi bagian

Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Pelaksana berkonsultasi dengan

Kontraktor dan wajib memperhatikan:

a. kelancaran dan keberlanjutan serta efisiensi penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi;

b. kemampuan penjual;

c. harga jual Minyak dan/atau Gas Bumi;

d. hak dan kewajiban penjual;

e. Tidak terdapat benturan kepentingan antara Badan Usaha yang ditunjuk sebagai

penjual dengan Kontraktor.

(6) Penunjukan Badan Usaha atau Kontraktor sebagai penjual Minyak Bumi dan/atau Gas

Bumi bagian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta persyaratannya

dituangkan dalam bentuk perjanjian.

(7) Dalam hal yang ditunjuk sebagai penjual adalah Kontraktor yang bersangkutan maka biaya

yang timbul dari penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi akan diberlakukan sebagai biaya

operasi sebagaimana diatur dalam Kontrak kerja Sama dengan Kontraktor yang

bersangkutan, kecuali apabila biaya atau akibat tersebut disebabkan kesalahan yang

disengaja oleh Kontraktor yang bersangkutan.

(8) Dalam hal yang ditunjuk sebagai penjual bukan Kontraktor yang bersangkutan, imbalan

yang diberikan kepada penjual dibebankan pada bagian negara dari penerimaan hasil

penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi.

(9) Badan Pelaksana wajib menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai realisasi

penunjukan penjual Minyak dan/atau Gas Bumi bagian Negara sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), dan perjanjianperjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 101

(1) Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) bertanggung jawab sepenuhnya

kepada pembeli untuk kelancaran dan keberlanjutan penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi.

(2) Penjual sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pemasaran, negosiasi dengan

calon pembeli dan menandatangani perjanjian jual beli dan perjanjian lainnya yang terkait.

80 | E k o n o m i M i g a s

Page 81: Tugas Ekonomi Migas.docx

(3) Penandatanganan perjanjian-perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Badan Pelaksana.

(4) Penandatanganan perjanjian-perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) oleh penjual

selain Kontraktor dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Kontraktor yang

bersangkutan.

(5) Badan Pelaksana melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3).

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukan penjual Minyak dan/atau Gas Bumi bagian

negara diatur dengan Keputusan Kepala Badan Pelaksana.

Pasal 102

(1) Menteri dapat mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai ruang lingkup pelaksanaan

pengawasan Kegiatan Usaha Hulu oleh Departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal

88.

(2) Kepala Badan Pelaksana dapat mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai ruang lingkup

pelaksanaan pengawasan Kegiatan Usaha Hulu oleh Badan Pelaksana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 91.

(3) Dalam hal diperlukan Menteri dan Kepala Badan Pelaksana dapat mengatur secara

bersama mengenai ruang lingkup pengawasan Kegiatan Usaha Hulu.

BAB XII

KETENTUAN LAIN

Pasal 103

Ketentuan mengenai pengusahaan Gas Metana Batubara termasuk bentuk dan ketentuan-

ketentuan Kontrak Kerja Samanya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 104

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku:

a. Kontrak Bagi Hasil dan kontrak lain yang berkaitan dengan Kontrak Bagi Hasil

antara Pertamina dan pihak lain tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak

yang bersangkutan.

b. Kontrak Bagi Hasil dan kontrak lain yang berkaitan dengan Kontrak Bagi Hasil

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, beralih kepada Badan Pelaksana.

c. Kontrak-kontrak antara Pertamina dengan pihak lain yang berbentuk Joint Operating

Agreement (JOA)/Joint Operating Body (JOB) beralih kepada Badan Pelaksana dan

berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan.

81 | E k o n o m i M i g a s

Page 82: Tugas Ekonomi Migas.docx

d. Hak dan kewajiban (participating interest) dalam JOA dan JOB sebagaimana

dimaksud dalam huruf c beralih dari Pertamina kepada PT Pertamina (Persero).

e. Kontrak-kontrak antara Pertamina dengan pihak lain yang berbentuk Technical

Assistance Contract (TAC) dan Kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) beralih

kepada PT Pertamina (Persero) dan berlaku sampai berakhirnya kontrak yang

bersangkutan.

f. Setelah JOA/JOB sebagaimana dimaksud dalam huruf c berakhir, Menteri

menetapkan kebijakan mengenai bentuk dan ketentuan kerja sama dari wilayah bekas

kontrak-kontrak tersebut.

g. Setelah Technical Assistance Contract (TAO) dan Kontrak Enhanced Oil Recovery

(EOR) sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang berada pada bekas Wilayah Kuasa

Pertambangan Pertamina berakhir, wilayah bekas kontrak tersebut tetap merupakan

bagian wilayah kerja PT Pertamina (Persero).

h. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu Kontrak sebagaimana dimaksud dalam

huruf e diperoleh kesepakatan para pihak, Menteri dapat menentukan kebijakan

bentuk lain dari kontrak yang bersangkutan.

i. PT Pertamina (Persero) wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan

Pelaksana untuk melanjutkan Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah Kuasa

Pertambangan Pertamina. j. Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, PT

Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam huruf i, wajib membentuk anak

perusahaan dan mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana untuk

masing-masing Wilayah Kerja dengan angka waktu Kontrak Kerja Sama selama 30

(tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

j. Besaran kewajiban pembayaran PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf i, dan huruf j kepada negara sesuai

dengan ketentuan yang berlaku pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina.

k. Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja Sama bagi PT

Pertamina (Persero) dan anak perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf h,

huruf i, dan huruf j.

l. Pengalihan kontrak-kontrak sebagaimana dimaksud dalam huruf b, tidak mengubah

ketentuan-ketentuan kontrak.

m. Badan Pelaksana dan PT Pertamina (Persero) menyelesaikan amandemen kontrak

sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk mendapat persetujuan Menteri.

n. Kontrak-kontrak penjualan dan transportasi LNG antara Pertamina dengan pihak lain

beralih kepada PT Pertamina (Persero).

82 | E k o n o m i M i g a s

Page 83: Tugas Ekonomi Migas.docx

BAB XIV

PENUTUP

Pasal 105

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

6. Intruksi Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2012

TENTANG

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK BUMI NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dalam rangka pencapaian produksi minyak bumi nasional paling sedikit rata-rata 1,01 juta

barrel per hari pada Tahun 2014 untuk mendukung peningkatan ketahanan energi, dengan ini

mengintruksikan :

Kapada : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;

2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;

83 | E k o n o m i M i g a s

Page 84: Tugas Ekonomi Migas.docx

3. Menteri Pekerjaan Umum;

4. Menteri Keuangan;

5. Menteri Dalam Negeri;

6. Menteri Perhubungan;

7. Menteri Pertanian;

8. Menteri Kehutanan;

9. Menteri Lingkungan Hidup;

10. Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia;

11. Menteri Badan Usaha Milik Negara;

12. Kepala Badan Pertahanan Nasional;

13. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;

14. para Gubernur;

15. Para Bupati/Walikota;

Untuk :

PERTAMA : Mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara terkoordinasi sesuai

tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing untuk mencapai produksi

minyak bumi nasional paling sedikit rata-rata 1,01 juta barrel per hari pada

tahun 2014.

KEDUA : Melakukan koordinasi dan percepatan penyelesaian permasalahan yang

menghambat upaya peningkatan, optimalisasi, dan percepatan produksi

minyak bumi nasional.

KETIGA : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral:

a. Melakukan inventarisasi dan pengkajian peraturan perundang-

undangan yang menghambat upaya peningkatan produksi minyak

bumi nasional serta mengusulkan perubahan peraturan perundang-

undangan tersebut.

b. Mendorong optimalis asi produksi pada lapangan eksisting maupun

percepatan penemuan cadangan baru melalui penyempurnaan

kebijakan kontrak kerja sama dan kebijakan terkait lainnya;

c. Menyelesaikan permohonan Rencana pengembangan (Plant of

Development) I paling lama 90 hari (sembilan puluh) hari kalender

sejak diterimanya usulan lengkap dari Badan Pelaksana kegiatan

Uasah Hulu Minyak dan Gas Bumi.

d. Meningkatkan pemantauan terhadap Badan Pelaksana kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam pelaksanaan peningkatan produksi

minyak bumi Kontraktor kontrak Kerja Sama (KKKS); dan

84 | E k o n o m i M i g a s

Page 85: Tugas Ekonomi Migas.docx

e. Meningkatkan upaya penyelesaian hambatan produksi minyak bumi

dengan kementrian/lembaga dan pemerintah daerah.

2. Menteri Pekerjaan Umum

a. Meningkatkan dan mengembangkan fungsi infrastruktur pekerjaan

umum dalam menunjang transportasi hasil produksi minyak bumi

nasional; dan

b. Memberikan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan

di bidang penataan ruang dan pekerjaan umum yang mendukung

penigkatan produksi minyak bumi nasional.

3. Menteri keuangan:

a. Memberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan dalam rangka

mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan; dan

b. Memberikan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-

undangan di bidang keungan negara yang mendukung peningkatan

produksi minyak bumi nasional.

4. Menteri Dalam Negeri:

a. Melakukan inventarisasi dan pengkajian peraturan daerah yang

menghambat upaya peningkatan produksi minyak bumi nasional;

dan

b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah

dalam mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional.

5. Menteri Perhubungan

a. Meningkatkan fungsi infrastruktur transportasi untuk mendukung

peningkatan produksi minyak bumi nasional;

b. Melakukan penyelarasan jangka waktu perizinan penggunaan

infrastruktur transportasi dengan jangka waktu kegiatan operasi

minyak bumi; dan

c. Memberikan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-

undangan di bidang transportasi yang mendukung peningkatan

produksi minyak bumi nsaional.

85 | E k o n o m i M i g a s

Page 86: Tugas Ekonomi Migas.docx

6. Menteri Pertanian menyusun kebijakan terkait pemanfaatan kawasan

pertanian untuk mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Menteri Kehutanan:

a. Memberikan dukungan kebijakan terkait optimalisasi penggunaan

kawasan hutan untuk mendukung peningkatan produksi minyak

bumi nasional sesuai dengan peraturan perundang-undnagan; dan

b. Mempercepat penyelasaian izin pinjam pakai kawasan hutan untuk

kegiatan usaha hulu minyak bumi sesuai persyaratan yang telah

ditetapkan.

8. Menteri Lingkungan Hidup:

a. Mempercepat penyelasaian persetujuan Analisa Mengenai

DampakLingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)

dalam rangka peningkatan produksi minyak bumi nasional; dan

b. memberikam dukungan kebijakan dan peraturan perundang-

undnagan di bidang lingkungan hidup yang mendukung peningkatan

produksi minyak bumi nasional.

9. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan dukungan

pengharmonisasian peraturan perundang-undangan yanng terkait dengan

peningkatan produksi minyak bumi nasional.

10. Menteri Badan Usaha Milik Negara:

a. Memberikan dukungan dalam penyediaan lahan Badan Usaha Milik

Negara untuk kegiatan usaha hulu minyak bumi nasional; dan

b. Memberikan dukungan kebijakan dan peraturan di bidang

pembinaan Badan Usaha Milik Negara yang mendukung

peningkatan produksi minyak bumi nasional.

11. Kepala Badan Pertahanan Nasional:

a. Mempercepat proses pemberian hak atas tanah yang dipergunakan

untuk mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional; dan

b. Memberikan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-

undangan di bidang pertanahan yang mendukung peningkatan

produksi minyak bumi nsional.

86 | E k o n o m i M i g a s

Page 87: Tugas Ekonomi Migas.docx

12. Kepala Badan pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas bumi:

a. Menyelesaikan proses persetujuan:

2) Plan of Development (POD), paling lama 31 (tiga puluh satu)

hari kerja sejak diserahkannya usulan lengkap dari KKKS;

3) Work Program and Budget (WP&B), paling lama 25 (dua puluh

lima) hari kerja sejak diserahkannya usulan lengkap dari KKKS;

4) Authorization For Expenditure (AFE), paling lama 38 (tiga puluh

delapan) hari kerja sejak diserahkannya usulan lengkap dari

KKKS; dan

5) Pengadaan barang dan jasa 10 (sepuluh) hari kerja untuk rencan

pengadaan dan 20 (dua puluh) hari kerja untuk penetapan

pemenang lelang;

b. Meningkatkan efisiensi operasi dan optimasi fasilitas produksi;

c. Meningkatkan upaya optimasi lapangan produksi dan pengembangan

lapangan dengan menggunakan teknologi Enhamced Oil Recovery

(EOR);

d. Meningkatkan upaya pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan

kontrak kerja sama termasuk penggunaan fasilitas bersama;

e. Melakukan percepatan pengembangan lapangan baru, lapangan

marginal, lapangan idle; dan

f. Melakukan optimalisasi sumur-sumur tua (suspended wells).

13. Para Gubernur:

a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah

kabupaten/Kota dalam rangka mendukung peningkatan produksi

minyak bumi nasional;

b. Melakukan percepatan dan kemudahan prizinan yang terkait dengan

upaay peningkatan produksi minyak bumi nasional; dan

c. Memberikan dukungan dan melakukan kebijakan dalam rangka

peningkatan produksi minyak bumi nasional.

14. Para Bupati/Walikota:

a. Melakukan percepatan dan kemudahan prizinan yang terkait dengan

upaya peningkatan produksi minyak bumi nasional; dan

b. Memberikan dukungan dan melakukan kebijakan dalam rangka

mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional.

87 | E k o n o m i M i g a s

Page 88: Tugas Ekonomi Migas.docx

KEEMPAT : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengoordinasikan pelaksanaan

Intruksi Presiden ini.

KELIMA : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyampaikan laporan

pelaksanaan Intruksi Presiden ini kepada Presiden setiap 6 (enam) bulan

sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

KEENAM : Melaksanakan Intruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab.

7. Peraturan Menteri ESDM Nomor 06 Tahun 2010

PERATURAN MENTERI ENERGl DAN SUMBER DAYA MINERAL

NOMOR : 06 TAHUN 2010

BAB l

KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.

2. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam

kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya

dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.

88 | E k o n o m i M i g a s

Page 89: Tugas Ekonomi Migas.docx

3. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk melakukan

Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama

dengan Badan Pelaksana.

4. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi

untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah

Kerja yang ditentukan.

5. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas

Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian

sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan

dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

6. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha

Minyak dan Gas Bumi.

7. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian

Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.

8. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang bidang tugas dan kewenangannya

meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

9. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

Minyak dan Gas Bumi. Setiap usaha Eksplorasi dan Eksploitasi wajib bertujuan mendukung

pencapaian sasaran program Pemerintah yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara dan kebijakan Pemerintah lainnya yang mendukung peningkatan produksi

Minyak dan Gas Bumi.

BAB II

PELAKSANAAN KEBIJAKAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI

MINYAK DAN GAS BUM1

Bagian Kesatu Kewajiban Kontraktor Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2, Kontraktor wajib melakukan :

a. penyelesaian kegiatan Eksplorasi di struktur penemuan dan mempercepat pengajuan

usulan rencana pengembangan lapangan baru dari cadangan yang sudah ditemukan;

b. percepatan pelaksanaan kegiatan pengembangan lapangan pertama;

c. percepatan pelaksanaan kegiatan pengembangan lapangan berikutnya;

d. pengupayaan pengembangan atau pemroduksian kembali lapangan yang masih berpotensi

baik yang pernah diproduksikan maupun yang belum pernah diprodu ksikan;

e. pengupayaan pemroduksian kembali sumur-sumur yang masih berpotensi baik yang

pernah diproduksikan maupun yang belum pernah diproduksikan.

(1) Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b

dan huruf c, Kontraktor wajib:

89 | E k o n o m i M i g a s

Page 90: Tugas Ekonomi Migas.docx

a. melaporkan cadangan Minyak dan Gas Bumi baru kepada Menteri melalui Badan

Pelaksana dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah

ditetapkan oleh Badan Pelaksana;

b. mengajukan usulan rencana pengembangan lapangan dalam jangka waktu paling lambat

90 (sembilan puluh) hari kalender setelah ditetapkan cadangan Minyak dan Gas Bumi baru

sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. memulai kegiatan pengembangan lapangan dalam jangka waktu paling lambat 180 (seratus

delapan puluh) hari kalender setelah mendapatkan persetujuan rencana pengembangan

lapangan;

d. memulai produksi Minyak danlatau Gas Bumi dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua)

tahun setelah mendapatkan persetujuan pengembangan lapangan.

(2) Pelaksanaan pengembangan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, wajib

dilakukan oleh Kontraktor sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran, dan ketentuan

peraturan perundangundangan.

(3) Dalam ha1 dikarenakan pertimbangan teknis danlatau ekonomis ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan oleh Kontraktor, Menteri c.q. Direktur

Jenderal dapat menetapkan kebijakan lain dalam rangka percepatan produksi.

(1) Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d,

Kontraktor wajib :

a. melakukan inventarisasi lapangan yang tidak berproduksi namun masih berpotensi dan

melaporkan hasil inventarisasi tersebut kepada Badan Pelaksana dalam jangka waktu

paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini;

b. melaporkan kepada Menteri melalui Badan Pelaksana disertai pengajuan rencana

pemroduksian kembali dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender

setelah diselesaikannya inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a.

(2) Dalam ha1 rencana pemroduksian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (I) akan

dilakukan dengan bekerjasama pihak lain, wajib terlebih dahulu meminta persetujuan Menteri

melalui Badan Pelaksana.Dalam ha1 Kontraktor tidak mengajukan rencana pengusahaan

terhadap lapangan yang tidak berproduksi namun masih berpotensi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (I), Kontraktor wajib mengembalikannya kepada Menteri untuk ditetapkan

kebijakan peng usahaannya.

(1) Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e,

Kontraktor wajib :

a. melakukan inventarisasi sumur-sumur yang tidak berproduksi namun masih berpotensi

dalam suatu lapangan yang berproduksi dan melaporkan hasil inventarisasi tersebut kepada

Badan Pelaksana dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah

ditetapkannya Peraturan Menteri ini;

90 | E k o n o m i M i g a s

Page 91: Tugas Ekonomi Migas.docx

b. melaporkan kepada Menteri melalui Badan Pelaksana disertai pengajuan rencana

pemroduksian kembali dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari

kalender setelah diselesaikannya inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a.

(2) Dalam ha1 rencana pemroduksian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan

dilakukan dengan bekerjasama pihak lain, wajib terlebih dahulu meminta persetujuan Menteri

melalui Badan Pelaksana. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

sampai dengan Pasal 7 dengan mempertimbangkan Kontrak Kerja Sama dan mengacu pada

peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kewajiban Badan Pelaksana Dalam rangka

pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Pelaksana wajib :

a. mendukung proses percepatan penyusunan dan penerbitan peraturan perundang-undangan

yang diperlukan;

b. mempercepat proses pemberian perizinan dan persetujuan terkait dengan peningkatan

produksi;

c. meningkatkan upaya pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan Kontrak Kerja Sama;

d. meningkatkan upaya ditaatinya Kontrak Kerja Sama oleh Kontraktor dalam pelaksanaan

hak dan kewajibannya;

e. melakukan peningkatan koordinasi internal dalam rangka penyelesaian masalah-masalah

terkait kegiatan operasi perminyakan.

Pasal 10

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, Badan

Pelaksana wajib :

a. melakukan inventarisasi dan evaluasi atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi dan melaporkan hasilnya

kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini;

b. menyampaikan masukan substansi materi dalam rangka penyusunan peraturan perundang-

undangan yang diperlukan untuk peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi kepada

Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah

diselesaikannya inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. melakukan evaluasi atas pelaksanaan Kontrak Kerja Sama dan memberikan masukan

untuk penyusunan alternatif bentuk Kontrak Kerja Sama danlatau ketantuan-ketentuan

pokok Kontrak Kerja Sama kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lambat

90 (sembilan puluh) hari kalender sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini;

d. melakukan penyesuaian dan penataan kembali terhadap ketentuan dan pedoman tata kerja

dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya

Peraturan Menteri ini.

91 | E k o n o m i M i g a s

Page 92: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 11

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, Badan

Pelaksana wajib:

a. menyampaikan rekomendasi disertai pertimbangan rencana pengembangan lapangan yang

pertama (POD I) kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 40 (empat puluh) hari

kalender sejak diterimanya usulan dari Kontraktor secara lengkap;

b. memberikan persetujuan pengembangan lapangan (POD) berikutnya, dalam jangka waktu

paling lambat 40 (empat puluh) hari kalender sejak diterimanya usulan Kontraktor secara

lengkap;

c. memberikan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget)

danlatau Otorisasi Pembelanjaan Finansial (Authorization Financial Expenditure) dalam

jangka waktu paling lambat 40 (empat puluh) hari kalender sejak diterimanya usulan

Kontraktor secara lengkap;

d. memberikan rekomendasi persetujuan pengalihan hak dan kewajiban (farm in and farm

out) dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah diterimanya

usulan Kontraktor secara leng kap;

e. memberikan persetujuan penggunaan fasilitas secara bersama (sharing facilities) dalam

jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah diterimanya usulan dari

Kontraktor secara lengkap;

f. memberikan rekomendasi persetujuan kepada Menteri dalam ha1 terdapat unitisasi dalam

jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah diterimanya usulan dari

Kontraktor secara lengkap;

g. memberikan rekomendasi atas impor barang, peralatan operasi perminyakan dalam jangka

waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah diterimanya usulan dari

Kontraktor secara lengkap.

Pasal 12

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, Badan Pelaksana

wajib:

a. melaksanakan pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan POD pertama dan berikutnya

sesuai dengan persetujuan POD yang telah disetujui;

b. melaksanakan pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran

(Work Program and Budget) danlatau Otorisasi Pembelanjaan Finansial (Authorization

Financial Expenditure) yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana;

c. melakukan peningkatan pengawasan pelaksanaan atas perawatan sumur-sumur dan

fasilitas-fasilitas produksi Minyak dan Gas Bumi.

92 | E k o n o m i M i g a s

Page 93: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 13

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d Badan Pelaksana

wajlb:

a. meningkatkan intensitas monitoring dan pengawasan atas kegiatan Kontraktor;

b. memberikan teguranlperingatan kepada Kontraktor yang tidak melaksanakan kewajiban

sesuai Kontrak Kerja Sama;

c. memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk pemberian sanksi pemutusan Kontrak

Kerja Sama apabila terdapat pelanggaran Kontrak Kerja Sama danlatau peraturan

perundang-undangan.

Pasal 14

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d Badan

Pelaksana wajib:

a. memfasilitasi dan melakukan koordinasi internal untuk percepatan penyelesaian

permasalahan;

b. melaporkan kepada Menteri atas permasalahan-permasalahan yang belum dapat

diselesaikan untuk dapat diambil kebijakannya.

Pasal 15

Selain kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Badan Pelaksana

wajib:

a. menetapkan besaran cadangan Minyak dan Gas Bumi yang baru ditemukan dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah penemuan baru tersebut;

b. menetapkan alokasi sasaran produksi untuk setiap Kontraktor yang disesuaikan dengan

sasaran produksi Minyak dan Gas Bumi nasional yang ditetapkan Pemerintah;

c. melakukan pengawasan atas ditaatinya tata waktu pengajuan rencana pengembangan

lapangan terhadap cadangan Minyak dan Gas Bumiyang ditemukan sebagaimana

dirnaksud dalam Pasal4 ayat (1) huruf b dan melaporkan perkembangannya secara

periodik setiap bulan sekali kepada Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga Kewajiban Direktorat Jenderal Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal2, Direktorat Jenderal wajib:

a. mempercepat proses penyusunan dan penerbitan peraturan perundangundangan yang

diperlukan;

b. mempercepat proses pemberian perizinan dan persetujuan terkait dengan peningkatan

produksi Minyak dan Gas Bumi;

93 | E k o n o m i M i g a s

Page 94: Tugas Ekonomi Migas.docx

c. meningkatkan upaya pembinaan, pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan

Kontraktor;

d. meningkatkan upaya ditaatinya peraturan perundang-undangan oleh Kontraktor dalam

pelaksanaan hak dan kewajibannya;

e. meningkatkan koordinasi internal dan lintas sektoral dalam rangka penyelesaian masalah-

masalah dalam kegiatan operasi perminyakan.

Pasal 17

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, Direktur

Jenderal wajib:

a. menyampaikan inventarisasi dan evaluasi peraturan perundangundangan yang terkait

dengan peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi kepada Menteri dalarn jangka waktu

paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini;

b. menyiapkan dan menyusun rancangan peraturan perundangundangan yang diperlukan

untuk peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi dalam jangka waktu paling lambat 30

(tiga puluh) hari kalender setelah diselesaikannya inventarisasi sebagaimana dimaksud

pada huruf a;

c. melakukan evaluasi terhadap bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama

dan rnengusulkan altenatif bentuk Kontrak Kerja Sama dantatau ketentuan-ketentuan

pokok Kontrak Kerja Sama kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 90

(sembilan puluh) hari kalender sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.

Pasal 18

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Direktur

Jenderal wajib:

a. menyampaikan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka pernberian persetujuan

rencana pengembangan lapangan yang pertama (POD I) dalam jangka waktu paling lambat

30 (tiga puluh) hari kalender setelah diterimanya usulan rencana pengembangan lapangan

yang pertama (POD I);

b. memberikan izinlrekomendasi dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

kalender sejak diterimanya permohonan secara lengkap.

Pasal 19

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c, Direktur

Jenderal wajib :

a. mengevaluasi dan menganalisa pelaksanaan kegiatan Kontraktor terkait dengan

peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi;

94 | E k o n o m i M i g a s

Page 95: Tugas Ekonomi Migas.docx

b. memberikan informasi dini mengenai hal-ha1 khusus dan usulan antisipasi kepada Menteri

mengenai hal-ha1 yang terkait dengan peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi;

c. mengambil langkah-langkah yang diperlukan sebagai tindak lanjut hasil evaluasi atas

laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.

Pasal 20

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf dl Direktur

Jenderal wajib :

a. memberikan teguranlperingatan kepada Kontraktor yang tidak melaksanakan kewajiban

sesuai ketentuan Peraturan Menteri ini;

b. memberikan sanksi kepada Kontraktor yang melakukan pengulangan pelanggaran setelah

diberikannya teguranlperingatan sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Pasal 21

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e, Direktur

Jenderal wajib:

a. memfasilitasi dan melakukan koordinasi dengan instansi internal sektor energi dan sumber

daya mineral untuk percepatan penyelesaian permasalahan dalam kegiatan operasi

perminyakan;

b. memfasilitasi dan melakukan koordinasi lintas sektoral untuk percepatan penyelesaian

permasalahan dalam kegiatan operasi perminyakan;

c. melaporkan kepada Menteri atas permasalahan-permasalahan yang belum dapat

diselesaikan ilntuk dapat diambil kebijakannya.

BAB III

KETENTUAN LAIN

Pasal 22

Dalam pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kontraktor

wajib memprioritaskan pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa serta

rancang bangun dalam negeri.

Pasal 23

Wasil produksi dari Eksplorasi dan Eksploitasi wajib diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan

dalam negeri. Kebijakan, pengaturan, pembinaan dan pengawasan wajib dilakukan dalam rangka

pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23.

95 | E k o n o m i M i g a s

Page 96: Tugas Ekonomi Migas.docx

Pasal 24

Dalam rangka mernbantu pelaksanaan program peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi,

Menteri dapat membentuk Tim Pengawas Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, segala ketentuan dalam Peraturan Menteri dan

peraturan pelaksanaannya yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

8. PP Nomor 9 Tahun 2013

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2013

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN

GAS BUMI

Pasal 1

96 | E k o n o m i M i g a s

Page 97: Tugas Ekonomi Migas.docx

Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya

mineral, yang untuk selanjutnya disebut Menteri, membina, mengoordinasikan dan mengawasi

penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha huiu minyak dan gas bumi.

Pasal 2

(1) Penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1, sampai dengan diterbitkannya undang-undang bam di bidang

minyak dan gas bumi, dilaksanakan oleh satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha huiu

minyak dan gas bumi dan untuk selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut SKK

Migas.

(2) Dalam rangka pengendalian, pengawasan, dan evaluasi terhadap pengelolaan kegiatan usaha

hulu minyak dan gas bumi oleh SKK Migas, dibentuk Komisi Pengawas.

Pasal 3

Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), terdiri dari:

a. Ketua : Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

b. Wakil Ketua : Wakil Menteri Keuangan yang membidangi urusan anggaran negara

c. Anggota : 1. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

2. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pasa1 4

Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), mempunyai tugas:

a. memberikan persetujuan terhadap usulan kebijakan strategis dan rencana kerja SKK Migas

dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi;

b. melakukan pengendalian, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan

operasional SKK Migas dalam penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan

gas bumi;

c. memberikan pendapat, saran, dan tanggapan atas laporan berkala mengenai kinerja SKK

Migas;

d. memberikan pertimbangan terhadap usulan pengangkatan dan pemberhentian Kepala SKK

Migas; dan

e. memberikan persetujuan dalam pengangkatan dan pemberhentian pimpinan SKK Migas

selain Kepala SKK Migas.

Pasal 5

97 | E k o n o m i M i g a s

Page 98: Tugas Ekonomi Migas.docx

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 4, Komisi Pengawas

menyampaikan laporan kepada Presiden secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam)

bulan.

Pasal 6

Dalam rangka membina, mengoordinasikan, dan mengawasi penyelenggaraan pengelolaan

kegiatan usaha huiu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Menteri

melakukan penataan:

a. Organisasi SKK Migas;

b. Pegawai SKK Migas; dan

c. Aset SKK Migas;

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Struktur Organisasi SKK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri dari:

a. Kepala;

b. Wakil Kepala;

c. Sekretaris;

d. Pengawas Internal; dan

e. Deputi, paling banyak 5 (lima) orang.

Pasa1 8

(2) Kepala SKK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah mendapatkan pertimbangan terlebih

dahulu dari Komisi Pengawas.

(3) Untuk pertama kali, Kepala SKK Migas ditetapkan langsung oleh Presiden.

(4) Sebelum ditetapkannya Kepala SKK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

pelaksanaan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi

dilakukan oleh Menteri.

Pasa1 9

(1) Kepala SKK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, bertanggung jawab

la.ngsung kepada Presiden.

(2) Kepala SKK Migas wajib menandatangani Pakta Integritas dan Kontrak Kinerja kepada

Presiden.

Pasa1 10

98 | E k o n o m i M i g a s

Page 99: Tugas Ekonomi Migas.docx

(1) Wakil Kepala, Sekretaris, Pengawas Internal, dan para Deputi SKK Migas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e diangkat dan diberhentikan

oleh Menteri atas usul Kepala SKK Migas.

(2) Menteri dalam mengangkat dan memberhentikan Wakil Kepala, Sekretaris, Pengawas

Internal, dan para Deputi SKK Migas, terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Komisi

Pengawas.

Pasal 11

Pegawai SKK Migas selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, diangkat dan diberhentikan oleh

Kepala SKK Migas.

Pasal 12

(1) Batas usia pensiun bagi Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Pengawas Internal, dan para

Deputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, adalah 60 (enam puluh) tahun.

(2) Batas usia pensiun bagi pegawai SKK Migas selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,

adalah 56 (lima puluh enam) tahun.

Pasa1 13

(1) Pegawai SKK Migas dapat berasal dari pegawai negeri sipil dan non pegawai negeri sipil.

(2) Pegawai SKK Migas untuk pertama kali berasal dari pengalihan pegawai eks Badan

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Burni.

(3) Pegawai SKK Migas wajib menandatangani Pakta Integritas.

Pasal 14

Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala SKK Migas dapat mengangkat tenaga ahli paling banyak 5

(lima) orang.

Pasal 15

(1) Pegawai SKK Migas diberikan hak keuangan dan fasilitas.

(2) Ketentuan mengenai jenis dan besaran hak keuangandan fasilitas sebagaimana dimaksud ada

ayat (1),diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.

Pasal 16

Ketentuan mengenai tugas, susunan organisasi, kepegawaian, dan tata kerja SKK Migas, diatur

lebih lanjut oleh Menteri.

Pasa1 17

99 | E k o n o m i M i g a s

Page 100: Tugas Ekonomi Migas.docx

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, SKK

Migas memanfaatkan asset eks Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

dengan prinsip optimalisasi dan efisiensi.

Pasal 18

(1) Biaya operasional dalam rangka pengelolaan kegiatan usaha huiu minyak dan gas bumi,

berasal dari jumlah tertentu dari bagian negara dari setiap kegiatan usaha huiu minyak dan gas

burnie

(2) Besaran biaya operasional sebagairnana dimaksud pada ayat (1), diusulkan oleh Menteri,

untuk ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(3) Biaya operasional yang diperlukan dalam pengelolaan kegiatan usaha huiu minyak dan gas

bumi untuk tahun 2012, menggunakan sisa anggaran eks Badan Pelaksana Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi Tahun 2012.

Pasal 19

Dalam rangka pemanfaatan aset eks Badan Pelaksana Kegiatan Usaha. Hulu Minyak dan Gas

Bumi dan pelaksanaan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha huiu minyak dan gas bumi

oleh SKK Migas, dilakukan audit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasa1 20

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, dan mempunyai daya laku surut

sejak tanggal 13 November 2012 sepanjang berkaitan dengan biaya operasional dalam rangka

pengelolaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Agar

setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

100 | E k o n o m i M i g a s