6
4. Aborsi dalam Pandangan Nilai Hukum Aborsi adalah salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan kode etik kedokteran di Indonesia karena aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan). Hal ini terjadi bukan hanya untuk ibu tidak menginginkan janin tersebut. Di zaman ini, aborsi merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia. Aborsi sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah. Selain itu, wanita yang telah menikah bahkan melakukan aborsi karena sudah menpunyai anak dan tidak menginginkan anak lagi. Hal ini merupakan pelanggaran Undang-Undang di Indonesia. Ada 3 nomor UU RI yang membahas tentang aborsi yang berlaku hingga saat ini, antara lain: a. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan. b. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. c. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik teknologi maupun hukum sampai saat ini, para dokter kini harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien berhak

TUGAS ISBD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ISBD

Citation preview

4. Aborsi dalam Pandangan Nilai Hukum

Aborsi adalah salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan kode etik kedokteran di Indonesia karena aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan). Hal ini terjadi bukan hanya untuk ibu tidak menginginkan janin tersebut. Di zaman ini, aborsi merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia.

Aborsi sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah. Selain itu, wanita yang telah menikah bahkan melakukan aborsi karena sudah menpunyai anak dan tidak menginginkan anak lagi. Hal ini merupakan pelanggaran Undang-Undang di Indonesia. Ada 3 nomor UU RI yang membahas tentang aborsi yang berlaku hingga saat ini, antara lain:a. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.

b. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

c. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992tentang kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik teknologi maupun hukum sampai saat ini, para dokter kini harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien berhak menentukan sendiri tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, maupun berhak menolaknya. Dalam masalah aborsi ini, timbul suatu pemikiran dimana perempuan merasa berhak untuk menentukan nasibnya sendiri terhadap adanya kehamilan yang tidak diinginkannya. Namun dari pandangan dokter sebagai tenaga medis atau pelaku utama tindakan aborsi, tindakan aborsi ini bertentangan dengan sumpah dokter (PP no.26/1960) sebagai tenaga medis yang selalu menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat pembuahan sampai saat meninggal. Aborsi bertentangan dengan etika kedokteran, kecuali atas indikasi medis seperti gangguan mental, perkosaan, bayi cacat/kelainan bawaan, sosial. Akan tetapi, banyak dokter yang melakukan praktek aborsi secara illegal. Pengguguran atau aborsi dianggap suatu pelanggaran pidana. Walaupun tindakan aborsi ini illegal dan pelanggaran pidana, masih banyak pelaku yang melakukan tindakan aborsi.Selain UU RI diatas, terdapat beberapa nomor UU yang membahas tentang kesehatan dan HAM terhadap aborsi, antara lain:

a. UU HAM

Pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.

b. UU Kesehatan:

Pasal 75

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

1) Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

2) Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

4) Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

5) Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77

Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis. Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.Ketentuan Hukum dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 tentang aborsi dinyatakan sebagai berikut:a. Pasal 346 : Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

b. Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

c. Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

d. Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

a. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.

b. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.

c. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

d. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.

e. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.Daftar Pustaka

Achdiat, C. M. (2007). Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman. Jakarta: EGC.