5
Nama : Liza Dwi Wahyuni NRP : C24140078 Artificial Fish Reef Setiap malam di pantai Hakodate di pulau Hokkaido yang terletak di bagian utara Jepang begitu banyak kapal yang menangkap ikan di perairan tersebut, namun ikannya tidak akan pernah habis. Menurut pengalaman Bonar Pasaribu, profesor kelautan dari IPB Bogor dalam suatu kunjukangan riset ke negera Jepang beberapa waktu lalu, di Jepang terdapat “Apartemen Ikan” (Artificial Fish Reef) yang hampir setiap tahun di ditenggelamkan ke dasar laut. “Apartemen Ikan “ itu menjamin suplai ikan dan biota lainnya. Menurut Bonar, Artificial Fish Reef (AFR) secara bebas diterjemahkan sebagai “Karang Buatan untuk Ikan”, maksudnya tempat hidup ikan atau habitat buatan untuk ikan maupun biota lainnya. AFR telah dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai tempat makan ikan (feeding ground), tempat pemijahan ikan (spawning ground), tempat hidup ikan dan biota lainnya atau disebut sebagai habitat, sebagai tempat persembunyian ikan (escape zone), sebagai alat untuk pengumpulan ikan.Fungsi AFR ini agak berbeda dengan Fish Aggregation Device (FAD).FAD yang berarti sebagai “Alat Pengumpul Ikan”, ditujukan lebih untuk pengumpulan ikan saja. Secara tradisional, FAD terbuat dari bahan daun-daunan (umumnya menggunakan daun kelapa) dirangkai dengan dengan batang-batang kayu.Alat ini di Indonesia disebut sebagai “rumpon”, di Filipina disebut “payaos”. ARF dapat mengumpulkan ikan-ikan dan biota lainnya karena beberapa alasan, yaitu: 1) Tempat persembunyian ikan. Ikan- ikan berukuran kecil mempertahankan dirinya dengan bersembunyi terhadap ikan-ikan besar yang akan memangsanya, 2) Tempat beristirahat. Ikan-ikan beristirahat di ARF karena sulit berenang akibat kuatnya arus yang melaluinya, 3) Tempat pemijahan ikan dan biota lainnya, serta sebagai tempat tersedianya makanan, karena disana banyak rumput laut, plankton, dan biota kecil lainnya. Tanaman laut dan juga rumput laut bermanfaat sebagai tempat pemijahan, di samping itu terdapat plankton sebagai makanan untuk untuk kepiting, udang, teritip, dan lain-lain yang hidup di sekitar ARF tersebut, dan 4) Efek suara. Kepiting, udang, dan teritip

Tugas PIPK-Artificial Fish Reef (Liza Dwi Wahyuni C24140078)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jbjh vh

Citation preview

Page 1: Tugas PIPK-Artificial Fish Reef (Liza Dwi Wahyuni C24140078)

Nama : Liza Dwi WahyuniNRP : C24140078

Artificial Fish Reef

Setiap malam di pantai Hakodate di pulau Hokkaido yang terletak di bagian utara Jepang begitu banyak kapal yang menangkap ikan di perairan tersebut, namun ikannya tidak akan pernah habis. Menurut pengalaman Bonar Pasaribu, profesor kelautan dari IPB Bogor dalam suatu kunjukangan riset ke negera Jepang beberapa waktu lalu, di Jepang terdapat “Apartemen Ikan” (Artificial Fish Reef) yang hampir setiap tahun di ditenggelamkan ke dasar laut. “Apartemen Ikan “ itu menjamin suplai ikan dan biota lainnya.

Menurut Bonar, Artificial Fish Reef (AFR) secara bebas diterjemahkan sebagai “Karang Buatan untuk Ikan”, maksudnya tempat hidup ikan atau habitat buatan untuk ikan maupun biota lainnya. AFR telah dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai tempat makan ikan (feeding ground), tempat pemijahan ikan (spawning ground), tempat hidup ikan dan biota lainnya atau disebut sebagai habitat, sebagai tempat persembunyian ikan (escape zone), sebagai alat untuk pengumpulan ikan.Fungsi AFR ini agak berbeda dengan Fish Aggregation Device (FAD).FAD yang berarti sebagai “Alat Pengumpul Ikan”, ditujukan lebih untuk pengumpulan ikan saja. Secara tradisional, FAD terbuat dari bahan daun-daunan (umumnya menggunakan daun kelapa) dirangkai dengan dengan batang-batang kayu.Alat ini di Indonesia disebut sebagai “rumpon”, di Filipina disebut “payaos”.

ARF dapat mengumpulkan ikan-ikan dan biota lainnya karena beberapa alasan, yaitu: 1) Tempat persembunyian ikan. Ikan-ikan berukuran kecil mempertahankan dirinya dengan bersembunyi terhadap ikan-ikan besar yang akan memangsanya, 2) Tempat beristirahat. Ikan-ikan beristirahat di ARF karena sulit berenang akibat kuatnya arus yang melaluinya, 3) Tempat pemijahan ikan dan biota lainnya, serta sebagai tempat tersedianya makanan, karena disana banyak rumput laut, plankton, dan biota kecil lainnya. Tanaman laut dan juga rumput laut bermanfaat sebagai tempat pemijahan, di samping itu terdapat plankton sebagai makanan untuk untuk kepiting, udang, teritip, dan lain-lain yang hidup di sekitar ARF tersebut, dan 4) Efek suara. Kepiting, udang, dan teritip mengeluarkan suara karena tekanan oleh arus laut. Suara yang timbul ini akan menarik ikan-ikan di sekitarnya berkumpul ke ARF.

Aplikasi AFR di JepangBonar juga menjelaskan bahwa di Jepang, AFR ini mempunyai sejarah yang panjang,

dimulai pada tahun 1804 di Jepang dengan menggunakan bangku pada kedalaman 20 meter dan metode ini berkembang terus sampai tahun 1925 dan bentuknya seperti rumpon yang umum dikenal di perairan kita. Dasar pemikiran untuk pembuatan rumpon adalah dengan kenyataan bahwa gunung laut merupakan habitat dari ikan di dalam laut, sehingga gunung laut itu merupakan Artificial Fish Reef atau Fish Aggregation Device atau Rumpon bagi ikan. Hasil-hasil rumpon tradisional dievaluasi dan muncul keinginan membuat rumpon dari bahan concrete. Hal itu disebabkan rumpon yang dibuat secara tradisional tidak tahan lama dan sulit dibentuk dalam berbagai desain. Tetapi dengan bahan concrete dapat dibentuk beragam jenis dan ketahanan bisa mencapai 30 tahun.

Pada 1954, secara tiba-tiba produksi ikan merosot di perairan pantai Jepang dan menjadi masalah utama yang menimbulkan pemikiran bagaimana cara untuk meningkatkan produksi ikan. Berbagai riset perikanan dilakukan, lalu peralatan AFR yang terbuat dari bahan concrete didesain dan dikonstruksi untuk membentuk habitat buatan bagi ikan di perairan pantai. Berbagai uji-coba dilakukan dan seiring perjalanan waktu, modifikasi terhadap peralatan AFR dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas peralatan.

Page 2: Tugas PIPK-Artificial Fish Reef (Liza Dwi Wahyuni C24140078)

Pada 1958, AFR mulai dikonstruksi di beberapa kota pelabuhan dan desa-desa nelayan. Hasil produksi ikan yang diperoleh meningkat secara signifikan. Selanjutnya, pada 1960 dirasakan kebutuhan mendesak untuk mengembangkan konstruksi AFR dalam skala besar di daerah perikanan pantai Jepang. Tidak tanggung-tanggung, di tahun 1976 pemerintah Jepang menerbitkan undang-undang tentang mempertahankan dan melestarikan sumberdaya ikan di perairan pantai. Di dalam Undang-undang itu tercantum pemanfaatan AFR dengan bahan concrete. Dewasa ini hampir semua daerah pantai Jepang dipenuhi AFR. Kegiatan perikanan pantai di Jepang berjalan terus dengan meng¬hasilkan produksi ikan yang cukup. Dana yang dikeluarkan pe¬merintah Jepang atau asosiasi perikanan untuk pembiayaan AFR da¬lam beberapa tahun belakangan ini, konon kabarnya berkisar 4-5 triliun rupiah per tahun.

Desain dan Konstruksi AFRPeralatan AFR terbuat dari bahan semen, pasir dan kerangka besi diolah menjadi

concrete. AFR didesain dalam berbagai bentuk sesuai dengan tujuan sebagai habitat buatan bagi ikan, cumi-cumi, lobster, kerang mata tujuh, dan biota lainnya. Desain AFR dapat dikelompokkan kepada tiga hal, yaitu 1) AFR untuk jenis-jenis ikan; 2) ARF untuk pemijahan; 3) ARF untuk tanaman laut. ARF untuk jenis-jenis ikan didesain dengan bentuk silinder (cylindrical shape) yang sesuai sebagai habitat dan pengumpulan orga¬nisme laut karena efek lindungnya (shading effect). Bentuk lain adalah rectangular yang beratnya sekitar 10 ton, dan bentuk kerangka ”rumah” dengan berat sekitar 30 ton.

ARF untuk pemijahan diklasifikasikan dalam 3 grup, yaitu 1) ARF untuk cumi-cumi, dengan bentuk dasar yang khas; 2) ARF untuk gurita dengan bentuk cakram; dan 3) ARF untuk ikan-ikan dengan formasi dasar tanaman laut atau rumput laut. ARF untuk tanaman laut di dasar laut disebut sebagai ”Marino-plantation” ditujukan untuk beberapa kegunaan, baik sebagai ha¬bitat ikan, maupun untuk membentuk lingkungan tanaman laut yang juga bermanfaat untuk melindungi lingkungan pantai. Desain dan konstruksi AFR yang diuraikan disini adalah produk paten Jepang, yaitu: 1) Cylinder (berat 11 ton, diameter 3 m), 2) Rectangular (berat 10 ton), 3) Multi reef untuk oyster (berat 6 ton, tinggi 2.5 meter), 4) Sepia untuk cumi2 dan bulubabi(berat 10 ton dan diameter 3 m), 5) Cradle untuk gurita (berat 4 ton diameter 2,20 m), 4) Ebisu untuk lobster (berat 5.5 ton, diameter 3 m), 6) Kainosu untuk tempat abalone (kerang mata tujuh) (berat 60 kg, diameter 49 cm), dan 7) Marino plantation berkegunaan ganda untuk rumput laut.

Konstruksi AFR sebenarnya tidak begitu susah kalau perleng¬kapannya semua tersedia, yaitu peralatan dan bahan untuk pembuatan concrete AFR. Jenis AFR yang akan dibuat dibentuk dulu tuangannya (molding), sehingga AFR dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak (mass production). Mengingat ukuran dan berat dari beberapa jenis AFR cukup besar, maka diperlukan derek pengangkut muatan yang kapasitasnya hingga 30 Ton. Untuk jenis AFR yang lebih kecil, maka kapasitas derek pengangkut disesuaikan ke ukuran yang juga kecil. Tempat produksi AFR hendaknya di daerah pantai pada pinggir perairan agak dalam sehingga kapal pengangkut ARF dapat merapat ke pantai, sehingga pemindahan produk ARF dari tempat produksi ke kapal dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Penumpukan AFR di setiap lokasi biasanya berkisar 100-300 buah disusun berdampingan di dasar laut ataupun disusun bertingkat. Jarak suatu lokasi kumpulan AFR dengan lokasi lainnya dipertimbangkan sesuai dengan hasil analisis keberadaan sumberdaya ikan di daerah perairan tersebut. Kedalaman air hingga ke dasar laut untuk penempatan AFR adalah paling tinggi 50 m.Efek dari AFR sebagai habitat buatan adalah meningkatkan kuan¬titas sumberdaya ikan. AFR yg dipasang bertahun-tahun didalam laut akan ditempeli oleh rumput laut, plankton, dan biota lainnya, sehingga terbentuk suatu habitat yang cocok untuk ikan. Stok sumber daya ikan nantinya meningkat di daerah sekitar ARF ini. Fungsi

Page 3: Tugas PIPK-Artificial Fish Reef (Liza Dwi Wahyuni C24140078)

ARF adalah untuk menggantikan habitat alami yang tidak rusak akibat tekanan penangkapan ikan atau lingkungan yang tergradasi.

Seluruh bentuk ARF yang diuraikan disini telah ditaruh di dasar laut di berbagai lokasi di perairan pantai Jepang. Kondisi nyata ARF tersebut dalam hubungannya untuk tujuan peningkatan produksi, baik sebagai pengumpulan ikan, pemijahan ikan dan perkembangan lingkungan tanaman laut, selalu dipantau dan dianalisis untuk memerkirakan efisiensi dan efektivitas ARF tersebut. Hasil yang diperoleh sangat memuaskan, sebab dari analisis yang dilakukan pada umumnya hasil tangkapan produk ikan atau biota lainnya dari daerah AFR adalah dua kali lipat lebih banyak dari hasil tangkapan dari daerah tanpa AFR.

Laut Jawa Perlu AFRPerairan pantai Laut Jawa sudah lama disebut sebagai daerah perairan tangkap lebih

(over-fishing), berada dalam kondisi perikanan yang kurang menguntungkan.Pada hal nelayan yang mendiami pantai utara Jawa sangat banyak dan mereka menggantungkan hidup dari kegiatan perikanan tangkap. Kerusakan terdapat di lingkungan pantai.Kegiatan penangkapan ikan sudah sangat padat tangkap.Habitat ikan, udang, cumi-cumi di sebagian besar perairan pantura sudah rusak.Daya dukung perairan menurun.Stok sumberdaya ikan menurun. Produktivitas juga menurun, berarti Catch Per Unit Effort (CPUE) juga menurun. Keadaan perikanan tangkap di perairan pantai utara pulau Jawa ini hendaklah dikoreksi. Sumberdaya ikan haruslah diadakan agar bisa ditangkap oleh para nelayan. Pengadaan sumberdaya ikan itu salah satunya adalah dengan penempatan AFR dalam jumlah yang tidak terbatas. Jenis-jenis AFR yang ditempatkan disesuaikan dengan jenis-jenis ikan dan biota lainnya di bagian-bagian perairan tertentu di perairan pantai Laut Jawa.

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) seperti di perairan pantai Laut Jawa ini haruslah dipertahankan dan ditingkatkan. Hal itu berarti juga mempertahankan kelangsungan kerja pelabuhan-pelabuhan perikanan dan desa-desa nelayan sebagai basis untuk kegiatan penangkapan ikan. Untuk itu upaya perlu dilakukan, yaitu 1) Memperbaiki struktur untuk pemanfaatan lestari sumberdaya ikan, yaitu salah satunya dengan penempatan AFR. 2) Keamanan dan suplai secara efektif dari produk ikan yang berkualitas tinggi, 3) Pengembangan daerah penangkapan ikan termasuk habitat jenis-jenis ikan, dan 4) Pengembangan desa-desa nelayan sebagai lingkungan hidup yang sesuai berintikan pengembangan industri perikanan.