34
TUMOR INTRACRANIAL Neoplasma primer CNS diperkirakan jumlahnya 9% dari semua jenis tumor primer. Neoplasma yang timbul di intrakranial diperkirakan sekitar 85% kasus. Pada umumnya tumor otak primer adalah jenis neuroglial., tumor ini muncul dari parenkim dan umumnya berasal dari glioma. Kira-kira ada 6600 kasus baru dari malignan glioma yang dilaporkan tiap tahun. Meningioma merupakan grup kedua terbesar yang terjadi intrakranial, kira-kira sekitar 15%. Pituitary gland merupakan tempat yang paling sering sebagai tempat pertumbuhan tumor, biasanya jenis adenoma. Kira-kira sekita 10% dari semua jenis tumor intrakranial. Neoplasma metastase sering terjadi. Angka kejadian tergantung umur, dan biasanya terjadi setelah dekade keempat. Diperkirakan 1/6 tumor otak akan terjadi metastase yang tidak ada gejalanya. CNS merupakan tempat kedua yang paling umum sebagai tempat terjadinya tumor pada anak-anak. Yang paling banyak adalah jenis neurogenioc origin dan 70% terjadi pada infratentorial. Penanganan tumor tergantung dari tipe tumor, keadaan klinik, perlunya terapi sebelum pembedahan, dan penanganan waktu operasi dan post operasi. Yang paling sering dijumpai adalah tumor glioma. Glioma Glioma secara umum diklasifikasikan menjadi 3 grup : - ASTROSITOMA - Anaplastik astrositoma 1

Tumor+Intrakranial(Sum)

Embed Size (px)

Citation preview

TUMOR INTRACRANIAL

Neoplasma primer CNS diperkirakan jumlahnya 9% dari semua jenis tumor

primer. Neoplasma yang timbul di intrakranial diperkirakan sekitar 85% kasus. Pada

umumnya tumor otak primer adalah jenis neuroglial., tumor ini muncul dari parenkim

dan umumnya berasal dari glioma. Kira-kira ada 6600 kasus baru dari malignan

glioma yang dilaporkan tiap tahun.

Meningioma merupakan grup kedua terbesar yang terjadi intrakranial, kira-kira

sekitar 15%. Pituitary gland merupakan tempat yang paling sering sebagai tempat

pertumbuhan tumor, biasanya jenis adenoma. Kira-kira sekita 10% dari semua jenis

tumor intrakranial. Neoplasma metastase sering terjadi. Angka kejadian tergantung

umur, dan biasanya terjadi setelah dekade keempat. Diperkirakan 1/6 tumor otak

akan terjadi metastase yang tidak ada gejalanya.

CNS merupakan tempat kedua yang paling umum sebagai tempat terjadinya

tumor pada anak-anak. Yang paling banyak adalah jenis neurogenioc origin dan

70% terjadi pada infratentorial.

Penanganan tumor tergantung dari tipe tumor, keadaan klinik, perlunya terapi

sebelum pembedahan, dan penanganan waktu operasi dan post operasi. Yang

paling sering dijumpai adalah tumor glioma.

Glioma

Glioma secara umum diklasifikasikan menjadi 3 grup :

- ASTROSITOMA

- Anaplastik astrositoma

- Glioblastoma multiform

Astrositoma menunjukkan relative benign dari akhir spectrum penyakit. Secara

mikroskopis kelainan pada astrositoma sulit dibedakan dari bentuk yang normal.

Mitosis terjadi jarang dan jumlah sel tidak nampak meningkat. Perubahan mikrosistik

kadang-kadang muncul dan membantu dalam menentukan diagnose. Perubahan

cerebral seringkali tidak terganggu dan prognosis umumnya baik.

Anaplastik astrositoma menunjukkan adanya keganasan. Jenis ini sering muncul

pada umur pertengahan dan biasanya terjadi pada hemisper cerebral. Lesi

menunjukkan tempat yang jelas untuk operasi, dan biasanya tidak ada batas

1

kelainan yang nyata. Secara mikroskopis densitas sel meningkat. Sel pleomorfik dan

mitosis tampak terjadi.

Glioblastoma multiform menunjukkan bentuk keganasan yang paling ganas dari

glioma. Tumor terjadi pada umumnya di hemisfer cerebral tetapi mungkin sampai ke

brainstem dan meskipun jarang sampai juga ke hemisfer cerebellar. Pada saat

operasi, dibuat kontras antara tumor dan otak sekitar yang normal, karena tidak ada

batas yang jelas. Sering pada area perdaraahan dan nekrosis, yang secara

makroskopik menunjukkan gejala penyakit ini. Secara mikroskopis diagnosis

ditegakkan dengan identifiaksi pada area yang cellularity tinggi, pleomorphisme

ekstreme, proliferasi vascular dan nekrosis.

Pertimbangan Klinik Dan Evaluasi Pre Operasi

Sign dan symptom tumor supratentorial umumnya dikategorikan menjadi 2.

Kategori pertama adalah tanda-tanda yang tidak spesifik akibat naiknya tekanan

intracranial, antara lain nyeri kepala, mual, pandangan kabur atau diplopia, mual,

muntah, dan kaku leher. Kategori kedua perubahan status mental diantaranya

mengantuk, papiledema, dan terjadi palsy nerve VI.

Sakit kepala adalah keluhan yang paling umum pada dengan tumor kepala.

Ini biasanya tanda awal 40% pada pasien dengan Glioblastoma multiform.

Headache biasanya memburuk pada pagi hari dan semakin menurun bila semakin

siang. Pasien tersebut baisanya ada retensi CO2 dan kongesti vena dengan dengan

posisi berbaring. Apabila tumor semakin membesar maka headache akan semakin

jadi menetap. Adakalanya nyeri kepala hanya pada sisi dimana tumor berada.

Drowsiness (mengantuk/ kesadaran menurun) relative muncul terlambat pada

pasien tumor otak dan menggambarkan kerusakan mayor di intracranial. Hal ini

disebabkan tidak berfungsinya diencephalon (hypothalamus dan thalamus) mungkin

disebabkan compresi atau kerusakan vascular. Masalah visual biasanya akibat

Kerusakan kedua pada CNS akibat brain tumor adalah karena efek langsung

dari tumor itu sendiri. Efek fungsional disebabkan karena iritasi atau destruksi atau

pergeseran otak.

Efek iritasi menyebabkan kejang, dan ini keluhan kedua yang paling umum

dari pasien pada saat diagnosa. Secara umum, tumor yang berada di bagian motor

atau subtansi di lobus temporal lebih sering meyebabkan kejang daripada tumor di

tempat lain. Aktivitas kejang juga dikaitkan dengan tipe tumor glioma. Kejang lebih

2

sering terjadi pada pasien dengan astrositoma dan oligodendroglioma dari pada

pasien glioblastoma multiform. Frekuensi kejang, 75% merupakan pendekatan

benign patologis.

Invasi atau displasment pada jaringan otak menimbulkan tanda sesuai

dengan substansi otak yang terlibat atau atau fungsi otak yang terkait. Kekacauan

fungsi umumnya sering terjadi pada pasien dengan malignant brain tumor dari pada

jenis lainnya dari tumor glial. Ketika tumor berada pada sebagian besar hemisfer,

tanda-tanda fungsional termasuk hemisfer kontralateral, hemianestesi, dan

gangguan bicara dan hemianopsia. Tanda yang komplek mungkin dikaitkan dengan

edema otak, dan beberapa dapat dikurangi dengan pemberian kortkosteroid (vide

infra). Perubahan sifat, hilangnya ingatan, dan beberapa mental apati adalah tanda

dari tumor malignan yang melibatkan daerah frontotemporal dan tidak perlu bagian

yang mengatur itu yang terkena. Kejadian tumor pada silence area mungkin

berespon hanya pada daerah yang terkena, tidak karen tumor itu sendiri, tetapi

karena adanya edema otak. Pada pasien ini, penggunaan cortikosteroin pre operasi

dapat menyembuhkan gejala-gejala, dan secara khas pembedahan tidak akan

berakibat pada defisit yang baru.

Prinsip Penanganan Umum.

Penanganan pasien secara umum dengan glioma dimulai dengan diagnosis.

Termasuk CT scan, MRI, dan angiographi. CT scan adalah teknik diagnosis awal,

dilakuak dengan dan tanpa kontras iodin. Yang tanpa kontras dapat memberikan

informasi tentang densitas tumor dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang

normal. Kemudian dibandingkan dengan yang menggunakan kontras, untuk

membedakan derajat peningkatan kontras pada tumor. Secara umum, tumor dengan

batas yang jelas dan densitas homogen dilihat dengan sedikit atau tanpa

peningkatan kontras dan sedikit efek massa mempunya low-grade histologi sesuai

dengan astrositoma. Massa dengan batas yang tidak jelas, densitas yang irregular,

dan kontras yang tinggi dikaitkan dengan edema otak sekitarnya cenderung memiliki

high-grade malignacy sesuai dengan anaplastic astrositoma atau glioblastoma

multiform.

Informasi radiologik harus dikombinasikan dengan pemeriksaan klinik

preoperative, anestettik, dan pembedahan pada pasien dengan glioma. Pasien brain

tumor mungkin menunjukkan gambaran ECG yang bermacam-macam yang

3

mungkin dikarenakan oleh peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan tekanan

intrakranial. Perubahan ECG yang sering tampak adalah takikardia, QT interval yang

memanjang, gelombang U yang lebar, dan perubahan gelombang T dan ST.

Sebelum operasi, pasien di beri obat glukokortikosteroid dan obat anticonvulsan.

Jika memungkinkan, tergantung kondisi passien, terapi dimulai beberapa hari

sebelum operasi. Biasanya, pasien suspek low-grade tumor diberi obat

dexamethasone 16 mg per hari dan pasien dengan suspek high-grade tumor diberi

40 mg per hari. Metilprednisolone dengan dosis equivalen dapat diberikan sebagai

pengganti dexametason. Pemberian steroid menyebabkan peningkatan volume

intravaskular yang menyebabkan hipertensi dan hiperglikemia. Penitoin 3-5 mg/kgbb

diberikan single dose untuk mencapai konsentrasi steady state dalam plasma

sebelum operasi. Penitoin merupakan piluhan pertama karena kurang menyebabkan

depresi CNS dan diberikan secara intravena, sehingga mungkin diberikan selama

operasi jika diperlukan. Terapi anticonvulsan diharapkan untuk dapat mengurangi

resiko kejang post operasi. Kejang yang dikombinasi dengan hipercapnea dan

hipertensi, membahayakan hemostasis pada akhir operasi. Perdarahan yang banyak

mungkin dapat terjadi yang memerlukan reoperasi.

Dibawah ini adalah hubungan antara cerebral malignancy dan komplikasi

tromboembolik (TEC). Pasien dengan tumor suprasellar mempunyai insiden TEC

yang lebih tinggi daripada tumor di tempat lain, diperkirakan tumor terpengaruh

dengan hipothalamopituitary axis sebagai ‘center’ untuk kontrol kokagulasi darah.

Pada study retrospektif, TEC terjadi lebih sering pada orang muda, pasien yang

dapat beraktifitas, dan pasien noparetic.

Produkasi prokoagulan oleh tumor otak telah diungkapkan. Beberpa tumor

tampak berisi substansi yang dapat menghambat sistem enzim fibrinolitic.

Tindak pencegahannya diantaranya ambulatory awal, membungkus kaki (leg

wrapping), isovolemic hemodilusi, stimulasi listrik pada otot kaki selama operasi,

secara aktive dicari pada pasien yang dilakukan kraniotomi. Penggunaan heparin

pada saat operasi sudah selesai masih kontroversial.

Tronbositopenia dan DIC (disseminated intravascular coagulation) harus di

identifikasi preoperasi pada pasien dengan malignancy. Transfusi platelet dan

mungkin terapi heparin diindikasikan sebelum terapi pembedahan. Kemudian,

evaluasi hemoststic secara hati-hati adalah penting pada semua pasien dengan lesi

otak.

4

Anestetic Management

Premedication

Obat preoperasi yang menyebabkan sedasi dan depresi ventilasi seharusnya

dihindari pada pasien dengan kenaikan TIK dan penurunan compliance. Sulit umtuk

membedakan mual dan muntah selama pemberian narkotik preoperasi dengan mual

dan muntah akibat kenaikan TIK progresif. Demikian juga, obat yang menyebabkan

sedasi dapat menutupi penurunan tingkat kesadaran yang menyertai peningkatan

progresif TIK. Tidak ada obat yang harus diberikan pada pasien yang mengalami

penurunan sensorium.

Pada pasien dewasa yang sadar, diazepam 0.1 – 0.12 mg/kg diberikan per oral 1.5

– 2 jam preoperasi. Keputusan untuk memberikan obat antikolionergik atau cimetidin

tidak ada kaitannya dengan peningkatan TIK. Mungkin lebi penting yang harus

diingat bahwa hubungan dokter-pasien adalah lebih penting dalam menganalisa

anxiety/kecemasan dan penurunan hipertensi preoperasi sebagai respon stress.

Monitoring

Monitoring teliti heart rate dan tekanan darah adalah penting untuk

mendeteksi secara cepat perubahan CPP. Monitoring langsung tekanan darah

intraarterial mampu menghasilkan analisa blood gas, hematokrit, dan SE. monitoring

secara kontinu tekanan darah dengan alat yang sekarang ada yaitu finger

plethysmograf dapat memantau hemodinamic secara tidak invasive pada pasien

yang sadar. Monitoring ECG perlu untuk mendeteksi miocardial iskemia dan

disritmia yang berhubungan dengan adanya tumor intrakranial (manipulasi

pembedahan pada vital medullary center dapat menimbulkan disritmia).

Suhu dapat dengan mudah di monitor melalui stetoscope esofageal. Pulse

oksimeter dan mass spectrometry atau capnography merupakan monitoring rutin

pada banyak tempat. CVP monitor dilakukan jika pasien general medical dalam

kondisi memerlukannya atau jika pasien dalam posisi duduk. Jika seorang pekerja,

canul pada vena antecubiti lebih dianjurkan untuk mencegah berbagai resiko, namun

sedikit sukar dalam melakukan drainase vena cerebral. Emboli udara venadideteksi

lebih sensitive dengan precordial doppler (0.02 ml/kg/min) dan diawali denagn

capnography dan tranesophageal echocardiography. Sebagai alternatif, peningkatan

5

level end-tidal nitrogen diukur dengan spectrometry adalah indikator yang

mayakinkan bahwa udara ada dalam intravaskular.

Kateter urine dipasang untuk membantu penanganan balance cairan,

khususnya jika digunakan hiperosmotik diuresis. Peripheral nerve stimulator

digunakan untuk monitoring keadaan relaksasi otot rangka. Jika ada hemiparesis,

berakibat relative lebih resisten terhadap muscle relaksan nondepol, dan monitoring

dilakukan pada otot yang normal. Timbulnya respon visual dan brainstem digunakan

pada waktu operasi sebagai penunjuk ahli bedah dalam pemotongan.

Terapi Cairan

Cairan hipotonik seharusnya dihindari, karena terjadinya extravasasi

ekstravaskular mungkin mendorong terjadinya edema otak (lihat bab 7). Stress,

streroid, dan fenitoin cenderung menigkatkan kadar glukosa darh, yang akan

menyebabkan neurologic outcome yang buruk setelah periode iskemia inkomplet.

Cairan yang mengandung dextrose seharusnya dihindari dan kadar glukosa darah di

cek intermiten dan dijaga < 200 mg/dl. Cairan RL atau yang lainnya yang tidak

mengandung glukosa dipakai sebagai cairan maintenace dan replacement.

Pemberian cairan seharusnya tidak melebihi 1-3 ml/kgbb/jam selama perioperasi

untuk meminimalkan ekstravasasi cerebral.

Pemilihan Obat

Efek obat anestesi pada perubahan intrakranial telah dijelaskan pada bab 5.

Pada pasien dengan glioma, ICP dapat menjadi kembali ke normal dengan

pemberian steroid, dan keadaan kritis menjadi berkurang. Namun, jika ada midline

shift, setiap peningkatan ICP yang disebabkan karena hipertensi, penurunan

drainage vena, vasodilatyasi cerebral, kekakuan dinding dada, atau hypercapnea

mungkin membahayakan.

Induksi diberikan secara pelan dengan kombinasi barbiturat (thiopenthal 3-5

mg/kg), atracurium (0,3-0,5 mg/kg, lidocain 1-1,5 mg/kg, dan labetolol 5 -10 mg.

Muscle relaksan non depol lebih dianjurkan, karena efek SCh pada peningkatan ICP

tidak dapat dipastikan. Narkotik short-acting seperti fentanil dan sufentanil

seharusnya tidak diberikan sampai muscle relaksan komplete mengeblok, seperti

kekakuan dinding dada, karena dosis kecil dari obat ini dapat meningkatkan ICP.

Propofol 2,5 mg/kg dapat secara significan menurunkan CPP karena menyebabkan

6

penurunan tekanan arteri sistemik dan mungkin tidak ada manfaat pada pasien

dengan tumor otak.

Isofluran pada konsentrasi kecilpun mempunyai efek pada semua obat

inhalasi yang berpengaruh pada TIK. Namun, pada salah satu penelitian isoflurane

sebesar 1,1% secara significan meningkatkan TIK (sekitar 5-13 mg/kg) pada pasien

dengan tumur yang ada midline shift, meskipun ada keadaan hipocapnea. Pada

rabbit dengan peningkatan TIK oleh karena cedera kepala akut cryogenic,

penambahan isoflurane, 1 MAC, secara significan maningkatkan TIK, yang

sesungguhnya terjadi sebelum keadaan hipocapnea didapatkan. Hal ini kelihatan

bahwa efek isoflurane diubah oleh suatu patologi. Pada kasus dengan malignan

edema otak, konsentrasi isofluran harus dikurangi dibawah 1 MAC. Infus narkotik

dosis rendah (misal, fentanyl 1,5-2 mg/kg/jam) harus hati-hati. Pemberian sufentanyl

harus hati-hati, khususnya jika terdapat hipokapnea, karena ada study yang

menunjukkan penigkatan TIK bila digunakan pada pasien dengan tumor otak.

Lidokain dan dosis kecil barbiturat adalah obat yang sangat berguna pada

penggunaan gawat darurat. Suction endotrakeal atau faringeal dilakukan sebelum

obat reversal pelumpuh otot diberikan. Hemodinamik yang stabil harus dicapai,

dengan memberikan efek minimal pada sirkulasi otak, dengan bolus titrasi atau infus

labetolol atau obat vasoaktif lainnya yang sesuai. Sebagian besar pasien akan

menunjukan respon simpatis pada stimuli pada saat emergency, dan kestabilan

hemodinamik harus tetap dijaga.

Penanganan Bedah

Pretreatment yang adekuat, seperti yang dijelaskan diatas akan membuat

jalannya operasi menjadi lebih lembut. Penambahan obat untuk relaksasi cerebral

mungkin diperlukan, khususnya pada pasien dengan high-grade tumor. Infus manitol

dengan dosis 0,5-1 mg/kg diberikan melalui infus pada saat kraniotomi dimulai akan

menyebabkan otak relaksasi. Dianjurkan dilakukan moderate hiperventilasi dengan

end-yidal CO2 30-35 mmHg.

Posisi pasien merupakan faktor penting dalam memindahkan tumor parenkimal.

Tujuan utamanya yaitu menempatkan axis utama tumor pararel dengan dasar

optimal akses dari operator. Sebagian besar glioma dapat dicapai dengan pasien

diposisikan supine. Kadang kadang diperlukan posisi lateral atau ¾ posisi prone.

Kepala seharusnya ditempatkan sedikit diatas garis level jantung untuk memfasilitasi

7

drainage vena dan mengurangi kongesti otak. Secara umum, kepala ditempatkan

pada 3 pin penahan kepala, yang mana terpasang erat pada meja operasi. Pin yang

ditempatkan setelah induksi anestesi mungkin meningkatkan tekanan darah.

Penggunaan lokal anestesi pada tempat pin dan level anestesi yang dalam

mengurangi efek ini. Setelah kepala pasien diposisikan, tubuh dan ekstremitas

secara hati-hati dilihat di inspeksi dan setiap titik tumpu dialas dengan busa. Yang

beberapa terbuat dari alat pengatur suhu yang menjaga keadaan normovolemia.

Kehilangan panas dan luka tekanan sering menjadi masalah dalam lamanya

perawatan dan dapat dicegah dengan perhatian pada permukaan dan pemanasan

caitan dan padding yang hati-hati.

Pengobatan Lainnya

Usaha telah dilakukan dan dikembangkan terus menerus untuk mengurangi

komplikasi ini. Oldfield et.al. menjelaskan metoda cannulation untuk menghilangkan

obat kemoterapi dari sirkulasi vena serebral sehingga tidak masuk ke sirkulasi

sitemik. Studi klinik sedang dilakukan untuk mengevaluasi efek sistem implantible

terhadap tumor. Sistem secara umum di implant pada waktu operasi citoreductive.

Transplantasi autologous tulang belakang dapat di lakukan sebelum terapidosis

tinggi yang dikuti dengan kemoterapi yang diinfuskan pada sumsum tulang belakang

pasien selama perkiraan waktu blood count terendah yaitu beberap minggu setelah

terapi.

Imunoterapi telah dikembangkan untuk digunakan pada pasien dengan

glioma malignant. Secara rasional secara umum berdasarkan tumor expressing

antigen yang merupakan benda asing bagi tubuh. Mekanisme dasar pertahanan

imun terdiri dari elemen imun celular dan humoral. Dua sistem ini dapat bergabung

secara efektif dalam merusak sel tumor. Terapi saat ini menggunakan host selular

imune respon dengan mengaktifkan lymphokin activated killer cell (LAK) oleh IL2.

Metode inin memerlukan leukophoresis yang diikuti olek inkubasi pada limphosit

pasien dengan IL, kemudian disuntikkan sel LAK pada saat operasi setelah prosedur

cytoreductive. Tidak seperti penyuntikan secara sistemik IL untuk tumor otak, cara

ini lebih dapat ditolelir.

8

Meningioma

Seperti telah di jelaskan sebelumnya, meningioma merupakan 15% dari

primer brain tumor. Sebagian besar jinak dan yang lainnya dapat di operasi secara

komplet. Tumor ini terjadi khususnya pada orang dewasa dan pada dekade

pertengahan. Sebagian besar merupakan lesi soliter, tapi multiple meningioma dapat

terjadi dengan atau tanpa neurofibromatosis. Berdasrkan histologinya ada empat

jenis utama meningioma : meningothelial, transitional, fibroblastic, dan angioblastic.

Angioblastik merupakan pasling sedikit dan lebih agresif dari pada tipe yang lainnya.

Lebih lanjut ini dibedakan menjadi 2 varietas yaitu hemangioblastic, yang mirip

cerebellar hemangioblastoma, dan yang kedua hemangiopericytoma. Jenis ini

sungguh mirip dengan hemangiopericytoma pada jaringan lain dan ditandai dengan

kecil, sel yang terbungksu dengan pembuluh darah halus yang banyak. Mitosis

umum terjadi. Tumor ini lebih agresif dengan kecenderungan kearah recurrence dan

penyebaran metastase.

Perhatian Klinik Dan Evaluasi Pre Operasi

Gejala klinik dari meningioma tergantung pada lokasi tumor. Tempat yang

paing sering untuk pertumbuhan meningioma diantaranya convexity, sphenoid wing,

cerebellopontine angle, daerah parasagital, lekuk olfactory, dan tuberculum sellae.

Lokasi yang tidak sering adalah cerebellar convexity, foramen magnum, dan clivus.

Convexity meningiomas mungkin tumbuh lebih besar sebelum menjadi

gejala/simptomatik. Keluhan yang sering adalah sakit kepala. Tergantung pada area

yang terkena, pasien mungkin kejang atau tanda fokal berupa kelemahan atau

kehilangan sensoris. Sphenoid wing meningiomas secara umum dibagi menjadi

middle third dan medial (clinoid). Lateral spenoid wing dan middle third meningiomas

memiliki persamaan dalam cara convexity meningiomas. Clinoidal meningiomas

timbul dari medial spenoid wing dan melibatkan carotis dan arteri mddle cerebral

seperti saraf optic dan tractus opticus. Pada tumor yang besar, lobus frontal dan

temporal mungkin tertekan. Gejala pada saraf optik yang biasanya dijadikan acuan,

tapi kejang dan atau hemiparesis mungkin bersamaan. Parasagittal tumor, sesuai

namanya, ia mempengaruhi sinus sagitalis seperti dekatnya falx dan convexity.

Tumor muncul dari mid position dari sinus sagitalis yang menyebabkan kejang dan

kelemahan ekstremitas bawah atau kehilangan sensoris karena kompresi dasar dari

9

korteks sensorimotor. Meningioma di spertiga anterior lebih sulit terdeteksi secara

klinik meskipun lebih besar pada saat ditemukan pertama kalinya. Tanda dan gejala

termasuk perubahan sikap dan mungkin demensia. Sakit kepala muncul pada

keduanya dan pada meningioma pada umumnya. Meningioma pada tuberculum

sellae ditunjukkan dengan kehilangan penglihatan. Biasanya terjadi unilateral.

Dengan gejala progress yaitu kehilangan ketajaman dan gangguan lapangan

panadng bilateral, yang diakitkan dengan atropi nervus opticus. Meningioma jalur

olfactory berkembang pada midline fossa anterior. Area ini relative tenang dan

sering kali tumor akan mencapai ukuran besar sebelum terdeteksi. Nyeri kepala

merupakan gejala umum dan mungkin ada perubahan mental. Meningioma

cerebellopontine angle menunjukkan gejala yang sama dengan acoustic tumor (vide

infra). Gejala umum berupa hilangnya pendengaran, vertigo, dan tinnitus. Gejala lain

pada lokasi ini secara langsung dipengaruhi oleh ukuran tumor yang mempengaruhi

nervus lain pada basal cranial. Seperti tumor lainny ayng muncul pada fosa

posterior, tumor ini mungkin menyebabkan hidrocephalus yang menyebabkan

peningkatan TIK. CT scan preoperasi akan menyingkap hidrocephalus sebagai

tambahan pada meningioma.

CT scan merupakan alat radiologi yang sangat penting dalam konfirmasi diagnosis

meningioma.

Lesi tampak sedikit lebih dense dan menyebar secara homogen setelah

kontas disuntikkan. Perubahan seperti tulang gampang di evaluasi pada CT scan.

Separuh dari pasien dengan meningioma terdapat edema cerebral yang berbatasan

dengan tumor. Pada waktu ini edema mungkin ditandai dan dapat menyulitkan

anestesi dan operasi. Angioraphy sering dilakukan pada pasien dengan dugaan

meningioma. Garis luar yang mensuply tumor, yang seringkali dari karotis eksternal.

Informasi ini berguna pada saat ekstirpasi.

Menegement Anestesi

Pada kasus pasien dengan tumor glioma, managemen anestesi harus tepat yang

memerlukan manipulasi obat dan teknik untuk menjaga CPP stabil.

Meningioma terjadi lebih sering pada pasien tua dan mungkin ada perubahan

mental. Diagnosis bandingnya adalah sindroma alzeimer dan parkinson. Sehingga,

pasien harus diobati dengan levodopa. Ortostatik hipotensi dan disritmia mungkin

menjadi komplikasi pada tindakan anestesi (lihat bab 20).

10

Tindakan radiologi seharusnya diberikan preoperasi untuk memastikan dua hal

supply vascular untuk meningioma dan sinus vena. Mengetahui dua hal ini

sebelunya membuat seorang ahli anestesi mendapat darah yang cukup dan

nitroprusside diberikan jika terjadi intra operasi.

Management Operasi

Jika memungkinkan pasien dengan meningioma seharusnya diterapi dengan steroid

dan antikonvulsan. Khususnya bila ada vasogenik edema, yang penanganan

durante dan post operasinya sulit. Prinsip penanganan sama dengan tumor glioma.

Three-point fiksasi kepala digunakan dan sumbu panjang tumor diletakkan parerel

dengan dasar. Kepala sedikit elevasi dan hindari putaran dan terlalu fleksi yang

mungkin menyebabkan menghambat aliran vena atau pembuntuan ETT atau

menyebabkan pembengkaakn lidah. Kebanyakan pada operasi tumor supratentorial

diposisikan supine. Namun kadang-kadang posisi semislopuch diperlukan, dan

untuk resiko terjadinya emboli udara dipasang dopler precordial dan kateter vena

sentral. Tergantung kondisi fisik pasien, keadaan dehidrasi di otak mungkin

diperlukan. Manitol 20% di infus drip intravena selama 20-30 menit selama tahap

awal operasi. Dosisnya 0,5-1 g/kg. furosemid 10-20 mg dapat ditambahkan untuk

membuat relaksasi otak.

Tipe operasi mirip pada glioma. Kadang memerlukan mikroskop. Craniotomy yang

cukup dilakuakn untuk dapat mengeksisi tumor secara total. Jika memungkinkan

otak yang terpapar seminimal mungkin dan lapangan operasi hanya pada

meningioma saja.

Postoperasi

Kebanyakan pasien diekstubasi di ruang operasi. Selam post operasi kepala di

elevasikan 30 derajat untuk membantu aliran vena dan mencegah kongesti otak.

Steroid diberikan beberapa hari lalu di tapering. Pemberian antikonvulsan

diteruskan. Jika dari pemeriksaan fisik dinyatakan kondisi pasien setelah

pengangkatan meningioma memburuk, dialkukan CT scan untuk mengevaluasi

keadaan edema otak, hematoma, atau hidrocephalus. Kasus yang biasanya

menyebabkan penurunan sensorium adalah peningkatan pembengkakan otak pada

area yang berbatasan dengan dasar tumor. Terapinya yaitu denagn mengelevasikan

kepala dan peningkatan dosis steroid. Manitol diberika jika kondisi pasien tetap.

11

Seperti halnya dengan glioma, deep vein trombosis merupaakn komplikasi yang

umum yeng terjadi post operasi pada pasien meningioma.

Terapi Lain

Setelah pengangkatan meningioma secara total, angka recurrent nya sedikit. Secara

umum pada pengangkatan yang tidak komplit yan diperiksa dengan CT scan dan

dipertimbangkan untuk operasi lagi jika tumor membesar lagi. Biji radiasi dipasang

pada pasien dengan hemiangiopericytoma atau melignant meningioma dan pada

pasien yang recurrence tidak dapat dilakukan operasi.

Tumor cerebellopontine angle

Sudut Cerebellopontin ( CP Angle ) dihubungkan dengan jenis tumor, yang

paling umum adalah acoustic schwannoma, yang angka kejadiannya sekitar 8% dari

semua tumor primer intrakranial. Selain itu tumor yang sering juga muncul di lokasi

ini adalah meningioma. Dan tumor yang jarang adalah jenis dermoid dan

epidermoid, yang berkembang dari embrionic sisa dari sel epitelial. Tumor yang

muncul didekat CP angle dapat menunjukkan tanda seperti tumor CP angle dan

mungkin memerlukan penanganan operasi yang sama. Diantaranya termasuk tumor

parenkimal seperti exophytic pontin glioma, fourth ventricle ependymomas, dan

cerebellar hemangioblastoma. Juga tumor yang meluas dari luar skull termasuk

chordomas, chemodectomas, dan metastatic carcinomas.

Tumor yang sering menimbulkan efek pada daerah ini adalah acoustic

schwannoma. Tumor ini membahayakan baik bagi anestetis maupun neurosurgeon.

Karena, acoustic schwannoma muncul dari bagian vestibular dari nervus VIII.

Seperti pertumbuhan neoplasma lainnya tumor ini menekan pertama pada bagian

cochlear kemudian mengikis porus acusticus kemudian berkembang menuju CP

angle. Karena pembesaran ini, tumor ini mengisi daerah antara petrous pyramid,

tentorium cerebelli, cerebellum dan brainstem. Jika massa tidak tampak secara

klinik, massa ini akan berkembang dan menekan saraf kranial bawah yaitu nervus V,

VII, IX, X dan kadang-kadang nervus XI. Tumor yang besar dapat menekan

cerebellum, menyebabkan cerebellar tonsilar herniation dan mungkin membuntu

aliran CSF, sehingga menyebabkan hidrosefalus. Secara histolohi tumor ini benign.

12

Gambaran Klinik Dan Preop Evaluation

Gambaran klinik dari acoustic tumor tergantung ukuran. Tinnitus tanda awal

yang sering dan vertigo terjadi pada 75% kasus. Pasien mengeluh penurunan

pendengaran secara progresif sampai bulanan atau tahunan. Dengan pembesaran

tumor menyebabkan keadaan tidak tenang atau kehilangan keseimbangan akibat

penekanan dari saraf kranial. Nervus facialis tidak sensitif lagi karena peregangan

oleh acoustic tumor dan massa yang sudah besar sebelum fungsinya terpengaruh.

Penekanan saraf trigeminal mungkin menyebabkan mati rasa di wajah dan

menurunkan reflek kornea. Mungkin ada keterkaitan saraf kranial bawah terapi tidak

sering. Penekanan cerebellar dan tanda seperti hidrosefalus terjadi jika ada massa

yang besar sekali.

Penilaian diagnostik termasuk teknik audiologic dan radiographic. Telah

banyak pemeriksaan audiologik yang dicoba. Sekarang sering digunakan impedance

audiometri dan menimbulkan potensial brainstem. Secara radiografic, tumor acoustic

yang besar lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan kontras CT intravena.

Tumor intrakranial yang kecil telah dipelajari dengan menggunakan gas cisternografi

dan thin slice high-resolution CT. Sekarang penggunaan enhanced thin slice MR

telah digunakan secara luas.

Management Anestesi

Sama seperti sebelumnya, prinsip managemen dalam bidang anestesi dengan

peningkatan ICP. Keterlibatan saraf kranialis bawah dapat mempengaruhi reflek

faringeal dan laringeal. Aspirasi paru yang membahayakan dapat terjadi. Pre operasi

seorang anestesiologist harus memeriksa kemampuan pasien dalam memproteksi

airway mereka sendiri. Jika ada kelainan atau kelemahan, ekstubasi seharusnya

dilakukan jika pasien sudah sadar penuh.

Prosedur ini lama. Perhatian yang teliti terhadap suhu tubuh tetap normotermia dan

balans cairan dan elektrolit merupakan hal yang penting.

Management Pembedahan

Seperti diskusi tentang tumor otak sebelumnya, pasien diberi terapi steroid

sebelumnya, biasanya dexamethason. Posisi sangat penting pada tumor CP angle.

13

Volume fosa posterior lebih kecil jika dibandingkan dengan kompartemen

supratentorial. Ada sedikit ruang untuk retraksi, sehingga jika ada retraksi akan

disebarkan ke brainstem terdekat. Akses visual, perbesaran, akan susah untuk

didapatkan.

Masih didiskusikan posisi pembedahan yang paling baik pada pasien yang

akan dibedah (lihat bab9). Dulu digunakan posisi duduk pada pasien dengan tumor

jenis ini. Kesulitan pada posisi ini dalam hal management anestesinya. Masalah

pertama dan yang paling sering muncul adalah resiko emboli udara dan meski

sedikit tapi pasti. Dengan koagulasi yang teliti dan waxing tepi tulang selama awal

operasi dapat mengurangi resiko ini. Kewaspadaan harus tetap dilakukan selama

prosedur ini. Anestesiologis memonitor end-tidal CO2 dan mendengarkan turbulensi

dengan menggunakan prekordial doppler. Ketika udara ada, operasi harus

dihentikan, luka diirigasi dengan cairan dan dibungkus dengan busa lembab, dan

secara teliti mencari sumber kebocoran. Operasi dilanjutkan jika kebocoran sudah

diamankan. Pada kasus yang ekstrim pasien dirubah dari posisi duduknya dan

operasi diakhiri.

Masalah lain untuk menjaga keamanan pada posisi duduk adalah outflow

vena yang membahayakan dari kompresi jugular karena fleksi leher dan

pengaruhnya dengan fungsi spinal cord. Mekanisme masalah ini masih belum jelas.

Dua etiologi yang dapat dipertimbangkan adalah adanya penyakit spondilitis cervical

spine yang menyebabkan penekanan langsung dan perfusi yang tidak adekuat pada

cord pada posisi duduk. Anatomi tulang cervical spine dapat dievaluasi preoperasi

dengan X-ray. Seharusnya diperiksa limitasi gerak leher sebelum pasien diinduksi.

Pengukuran tekanan darah yang tidak adekuat dapat dihindari dengan meletakkan

transducer arterial blood pressure pada dasar otak.

Penggunaan posisi berbaring dihindari, pada tempat yang luas, terjadi emboli udara.

Beberapa posisi digunakan. Termasuk lateral, atau modified posisi lateral dan

supine dengan kepala diarahkan kekontralateral. Perhatian pada posisi ini termasuk

kenyamanan untuk dada dan limb dalam menghindari tekanan nekrosis dan strech

injury pada pleksus brachialis atau saraf sciatic. Limb seharusnya sedikit fleksi dan

tidak digantung atau ditarik. Semua titik-titik penekanan harus diberi alas.

Sepeti yang disebutkan sebelumnya, relaksasi cereballar yang cukup

merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pembedahan. Pada waktu insisi,

pasien diberikan manitol 1-2 g/kg. Beberapa operator akan memasang kateter

14

drainase lumbal subarachnoid untuk aspirasi LCS. Beberapa insisi kulit dapat

digunakan untuk menampakkan area suboccipital lateral untuk craniectomy. Setelah

craniectomy selesai, dura dibuka dan dilihat dan sisterna magna akan terlihat.

Cisterna dibuka dan CSF di drainase, membantu dalam relaksasi area tersebut.

Reractor penahan dipasang pada bagian lateral hemisfer cerebellar, yang kemudian

dielevasikan lebih ke superior dan medial. Kebanyakan tumor CP angle akan

terlihat. Dengan mikroskop tumor di dekompresi secara internal dan dikurangi

ukurannya sampai selesai. Secepatnya, tumor yang berbatasan dengan brainstem

ditengah dan saraf kranial bawah lateral di singkirkan. Khusus pada acoustic tumor,

akan perlu usaha keras untuk menghindari injury pada saraf facialis. Teknik

monitoring dikembangkan untuk membantu ini dijelaskan pada bab 4. Setelah tumor

selesai diangkat, hemostasis diberikan, retractor dilepas, dan luka dijahit.

Perawatan Post Operasi

Seperti tumor otak lainnya, pasien dirawat di ICU dimana personilnya sudah

terbiasa dengan masalah neurologis. Umumnya, pasien di ekstubasi pada akhir

operasi dan sudah sadar. Dilakukan monitoring untuk mengetahui tanda-tanda

kenaikan TIK, yang dapat disebabkan perdarahan pada area yang di operasi atau

karena akut hidrosefalus. Jika memungkinkan, CT scan dapat membedakan dua

kondisi tersebut. Jika fungsi memburuk secara cepat, maka reeksplorasi dengan

ventrikulotomy merupakan langkah yang bijaksana. Setelah 1 minggu post operasi

maka dapat terjadi pertumbuhan bakterial meningitis. Diagnosa ditegakkan dengan

kultur CSF. Menigitis bakterial harus dibedakan dari mengitis aseptic, yang dapat

terjadi setelah pembedahan fosa posterior. Steroid diteruskan selama post operasi

dan secara perlahan di tappering.

Tumor Kelenjar Pituitari

Sekresi hormon dari kelenjar pituitari mempengaruhi banyak organ.

Kelainan kelenjar pituitari biasanya ditandai dengan meningkat atau menurunnya

sekresi hormon. Tumor pada pituitari dapat meluas sehingga menimbulkan gejala

headache, kebutaan, atau hidrosefalus obstruksi.

15

Lokasi Dan Sruktur

Pituitari berada terlindung diantara sella turcica dari tulang spenoid pada

dasar tengkorak. Kelenajar ini dibedakan menjadi lobus anterior (adenohipofisis),

yang mensekresi 75% kelenjar, dan lobus posterior (neurohipofisis). Tangkai pituitari

menghubungkan lobus posterior dengan hipotalamus, dan vaskularisasi batangnya

menghubungkan dengan lobus anterior.

Dinding lateral sella secara tidak langsung menghubungkan dengan sinus

cavernosus yang terdapat didalamnya arteri carotis interna dan nervus III, IV, V, dan

VI. Ciasma opticus terdapat tepat diatas diafragma sella di depan tangkai pituitari.

Hipotalamus mengkontrol fungsi pituitari anterior lewat sambungan pembuluh darah

dan mengkontrol pituitari posterior melalui persarafan.

Hormon Pituitari

Lobus anterior pituitari mensekresi adrenocorticotropin hormon - ACTH,

prolaktin, growth hormon - GH, TSH, dan gonadotropin (LH dan FSH). Beta endorfin,

yang funsinya susah untuk dibedakan, mungkin juga disekresi pituitari yang

berfungsi mengkontrol lipolisis.

ACTH mengatur pelepasan kortisol dan androgen dari korteks adrenal. Prolaktin

sangat diperlukan untuk laktasi. GH menstimulasi pertumbuhan tulang,

meningkatkan sintesis protein, dan menurunkan metabolisme karbohidrat. TSH

mengatur sintesis dan pelepasan hormon tiroid aktif. LH menginduksi ovulasi dan

manstimulasi testes memproduksi androgen. FSH menstimulasi pertumbuhan

ovarium atau pematangan testes.

Sekresi hormon oleh adenohipofisis dikontrol oleh sel dalam hipotalamus.

Hormon hipofisiotropik mencapai pituitari anterior melalui sirkulasi portal hipofiseal

dan menstimulasi atau menghambat pelepasan hormon pituitari. Kontrol sekresi

hipofisiotropic sangat kompleks dan berasal dari bagian dari neuronal dan input

kimia dari pusat otak yang lebih tinggi. Prinsip neurotransmiter melibatkan kontrol

neuron hipofisiotropic diantaranya dopamin, norepineprin, dan serotonin. Lobus

posterior dari kelenjar pituitari adalah bagian dari hipotalamus dan ini terhubung

melalui sistem axonal ke inti median eminence. Sehingga melepaskan oxytosin dan

vasopressin (ADH). ADH berfungsi pada tubulus distalis ginjal dengan menigkatkan

permeabilitas respon epitel terhadap air. Urine pekat karena air diabsorbsi. ADH

16

merupakan bagian integral dari mekanisme homeostatis yang mengkontrol

keseimbangan air dan volume darah.

Oxytocin disintesis sebagian besar oleh nucleus peraventricular. Hormon ini

menstimulasi kontraksi sel myoepitelial dari breast dan membantu pengeluaran air

susu.

Kelainan Fungsi Pituitari

Panhipopituitarism

Kekurangan pituitari total pada manusia mungkin tidak berhubungan daya

tahan tubuh kecuali terapi pengganti diberikan cepat. Tampilan klinik dari

panhipopituitarism mungkin didominasi oleh hipotiroidism lainnya atau kekurangan

kortisol. Jika sindroma ini muncul sebelum pubertas, maka akan mengakibatkan

badan pendek. Fungsi adrenal gagal dalam seminggu setelah fungsi pitutari

berhenti. Hipotensi, hipotermia, muntah, collpase, dan kematian dapat terjadi jika

tidak diberikan kortikosteroid. Jika hipotalamus dan tangkainya masih utuh/normal,

pemulihan sekresi ADH dapat terjadi dan diabetes insipidus berkurang.

Panhipopituitarism paling sering terjadi akibat operasi hipofisectomy. Neoplasma

pitutari, hypotalamic injury, ‘syndroma sella kosng, prolonged shock, terapi radiasi,

dan trauma juga membuat hipopitutarism dan kondisi kekurangan.

Penyebab Kelainan Oleh Neoplasma

Neoplasma pituitari mungkin menyebabkan produksi endokrin terganggu.

Diagnosis secepatnya dilakukan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan

pengetahuan anatomi dan fungsi nya. Secara anatomi termasuk foto skull, sellar

tomogram, tes lapangan pandang, CT scan. Adakalanya pengetahuan kontras

termasuk angigrafi dan pneumoencephalografi mungkin diperlukan untuk diagnosis.

Penilaian fungsi pitutari dan evaluasi paratiroid dan fungsi endokrin pankreas juga

penting.

Tampilan klinik tergantung sel mana yang terlibat dalam proses tumor.

Cushing Disease Dan Syndroma

Pasien dengan penyakit chusing terjadi hiperplasia adrenal bilateral sekunder

untuk sekresi ACTH dengan basofilik atau kromofobik adenoma pitutari. Cushing

syndroma merupakan akibat dari tumor kelenjar adrenal atau produksi ektopic ACTH

17

oleh tumor nonpitutari : kelenjar pitutari merupakan tersangka pertama sumber

patologik sekresi hormon pada awal mula penjelasan penyakit oleh Harvey Cushing

pada tahun 1932.

Penampakan ‘cushing syndroma’ adalah obesitas truncal, ekstremitas kurus, striae

kulit, hirsutism, moon facies, amenorhoe, osteoporosis, hipertensi, hipokalemia, dan

hiperglikemia. Diagnosis ditegakkan dengan hilangnya variasi diurnal pada ACTH

dan kehilangan supresi ACTH dengan dexxamethason dosis rendah atau tinggi. Tes

metyrapone membantu membedakan antara kasus oleh tumor adrenal dan yang

disebabkan oleh pitutari.

Neoplasma Sekresi Prolaktin

Gejala umum dari tumor sekresi prolaktin adalah amenorhoe, terjadi pada

75% kasus untuk wanita. Galaktorrhea terjadi pada 50% pasien, dan biasanya

berobat karena nyeri kepala. Beberapa wanita hiperprolaktinemic memiliki

galaktorrhea dan kebanyakan mengeluh dengan berat badan lebih, penurunan

libido, kulit berminyak, hirsutism, dan tidak dapat mengandung. Pada pria biasa

mengeluh impotensi dan libido kurang.

Kadar sssrum prolaktin dapat ditingkatkan dengan terapi fenotiazin dan

hipotiroidism. Tumor sekresi FH dan FSH jarang ada, tumor sekresi thyrotropin juga

sangat jarang.

Akromegali

Akromegali terjadi akibat sekresi GH yang berlebih, biasanya dari

microadenoma dari pitutari anterior, menyebabkan pertumbuhan lebih dari semua

tulang, jaringan ikat dan jaringan lunak. Penampilan wajah menjadi kasar dan kaki

melebar.

Tes diagnosis spesifik dengan mengukur kadar GH sebelum dan sesudah

pemberian glukosa. Normalnya, glukosa menekan kadar GH. Pada pasien dengan

akromegali, kadar GH sedikit atau tanpa supresi atau kadang-kadang meningkat

paradoxic. Sekresi GH normalnya distimulasi oleh sdrenergik yang dipengaruhi oleh

norefinefrin atau dopamin.

Manifestasi akromegali menyebabkan ekstensi parasellar pada adenoma

pitutari anterior (macroadenoma) dan efek perifer yang ditimbulkan oleh kelebihan

GH. Kardiomegali sering terjadi, kadang-kadang dengan gejala gagal jantung

18

kongestif. Intoleransi glukosa dapat memperburuk cardiovaskular dan mempercepat

kematian.

Tumor Nonsekresi

Tumor nonsekresi pada kelenjar pituitari sering lebih besar daripada tumor

sekresi dalam menyebabkan headache, visual disturbance, dan peningkatan TIK.

Tumor yang paling umum dari kategori ini adalah craniofaringioma dan adenoma

cromophobe. craniofaringioma dapat berkembang sebagai massa cystic atau solid

dan dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak.

Ayan pitutari adalah kondisi mengancam jiwa yang disebabkan karena

perubahan tiba-tiba pada neoplasma pitutari. Perdarahan spontan atau infark pada

tumor ditunjukkan dengan headache tiba-tiba, hilang kesadran, deficit saraf

cranialis, tanda-tanda meningeal. Harus dibedakan antara ruptur aneurysm, sebagai

kekurangan pitutari dan kematian dapat terjadi sewaktu-waktu pada ayan pituitari.

Terapi termasuk pemberian steroid cepat dan pembedahan untuk dekompresi dari

ciasma optik dan saraf.

Management Anestesi

Perawatan Pre Anestesi

Dari segi anatomi dan endokrinologi penyakit hipotalamic-pitutari harus

diperkirakan.

Jika endokrin dinilai mengindikasikan kebutuhan untuk terapi pengganti, hal ini

seharusnya dimulai 2 minggu sebelum pembedahan. Prosedur pembedahan

biasanya melibatkan pemindahan atau manipulasi pada pitutari anterior. Untuk

alasan ini, pasien harus mendapatkan steroid untuk menyediakan kadar

glukokortikoid selama periode perioperatif.

Teknik Anestesi

Premedikasi harus tepat untuk mengurangi anxiety tanpa menyebabkan

sedasi yang tidak biasa. Diazepam (5 – 10 mg oral) pada pagi sebelum

pembedahan sering digunakan tanpa adanya masalah pada pasien yang obtunded.

Juga penting menyiapkan pasien untuk post operasinya, ketika pasien sudah sadar

dengan peralatan di nasal dan diperlukan untuk bernapas melalui mulut dan

mengikuti perintah.

19

Pseudotumor Cerebri

Sindroma kenaikan tekanan intracranial pada keadaan dimana tidak

ditemukan massa atau secara jelas , dapat dengan segera diidentifikasi sebabnya

( seperti pada luka baru atau infeksi) telah dikenali sejak akhir abad ke 19 .laporan

Quinkes pad 1897 yang mendiskusikan tentang “serious meningitis”mungkin

adalah referensi paling awal(53) dan warington pada 1914 mungkin yang pertama

menggunakan terminology Pseudotumor cerebri(54). Dan itu yang kemudian dapat

diterima dengan baik secara klinis sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada

meskipun kebingungan mengenai etiologi dan menegeman yang benar masih

tetap ada .

Pseudotumor dapat muncul pada anak kecil sebagaimana muncul pada

dewasa, dan bentukan infantile mungkin juga ada…

Pertimbangan Klinis

Yang tampak secara klinis adlah kenaikan tekanan intracranial dengan

disertai pusing, gangguan penglihatan termasuk diplopia dan kebutaan, muntah,

pening, telinga berdenging, parestesi yang ganjil, dan kadang-kadang gangguan

penglihatan. Pada orang dewasa , gangguan itu secara primer terjadi pada wanita

terutama pada tipe wanita muda dengan kegemukan , hal ini sudah dikenal luas tapi

tidak menunjukkan gambaran klinis yang istimewa. Pada anak-anak perbedaan

distribusi berdasarkan jenis kelamin ataupun bentuk tubuh tidak didapatkan. Secara

fisik yang ditemukan pada kedua populasi di atas adalah papil edema, lapangan

pandang dan tajam penglihatan yang tidak normal , oculomotor palsies dan tanda

neurologic lain yang jarang ditemukan. Tanda dan gejala yang Nampak secara

umum dan juga distribusi populasi terdapat pada table 10.3, 10.4 dan 10.5 dan

ditunjukkan oleh diagram 10.4 dan 10.5.

Perubahan patofisiologi belum bisa dmengerti dengan pasti. Tahun 1956

Sahs dan Joynt mendemonstrasikan hasil biopsy pada pasien tersebut(57). Yang

terbaru , Moser dan kawan-kawan secara hati-hati meneliti gambaran MR dan

menunjukkan peningkatan kandungan air pada White Mater.

Banyak sekali kondisi yang dihubungkan dengan pseudotumor (lihat table

10.6)> selanjutnya selalu saja ada kondisi lain yang ditambahkan pada daftar.

20

Namun demikian tidak ada satupun penyakit yang pernah menunjukkan posisi yang

signifikan secara statistic. Perbeaan paling penting yang harus dibuat adalah

mendiagnosa para pasien yang secara nyata menderita Low grade neoplasma.

Dandy ( 59) meramalkan pada 50 tahun yang lalu bahwa nantinya peningkatan CBV

akan secara mengejutkan memegang peranan yang penting. Beberapa bukti

terbatas mendukung pernyataan tersebut (60,61). Bagaimanapun , Hemodinamik

cerebral dan metabolism telah menunjukkan batasan normal(61).

Hammer(62) menunjukkan bukti tentang meningkatnya level cairan

cerebrospinal dari vasopressin pada pasien dengan pseudotumor

Terbaru, teori yang menarik dan melebihi teori sebelumnya dan dikemukakan

oleh Johnston dan Paterson (63,64). Mereka beralasan bahwa sindrom

berkurangnya CSF terjadi sebagai akibat dari peningkatan tekanan pada sinus

sagittal atau berkurangnya tekanan CSF subarachnoid. Mereka mereka

menggambarkan teorinya dalam rumus :

Fcsf=Pcsf-Pss

Dimana Fcsf menggambarkan aliran CSF melalui vili arachnoid, Pcsf adalh tekanan

di arachnoid space ,Pss adalah tekanan vena di sinus sagital dan Rav adalah

hambtan melalui vili arachnoid. Seperti yang bisa dilihat , kondisi yang menurunkan

tekanan CSF subarachnoid (ketidakseimbangan hormonal), kondisi yang

meningkatkan tekanan di sinus sagital ( otitis, thrombosis, trauma) dan kondisi yang

meningkatkan hambtan melalui membrane arachnoid ( intoksikasi vitamin A,

menelan tetrasiklin dan mungkin withdrowel karena steroid), semuanya bisa

berperan pada pseudotumor berdasarkan persamaan di atas. Penulis lain

menggunakan bukti seperti penelitian tentang transport RISA intra tecal(65) dan

Penelitian CSF dinamik untuk mendukung anggapan tersebut.Argumen sering

dibuat berlawanan dengan kesulitan resorbsi CSF adalah pasien tidak berkembang

menjadi ventriculomegali. Johston dan Paterson beralasan bahwa pada populasi

muda , ruang subarachnoid bisa meluas untuk mengakomodasi cairan tambahan.

Lebih jauh , pengarang beralasan bahwa efek dari tekanan pada vena cortical dan

subependymal vena mungkin berbeda pada pasien tersebut. Hal ini, kemudian,

menyebabkan redistribusi cairan dan tekanan sehingga mengurangi

ventrikulomegali. Hal ini diterima secara luas, apalagi terdapat juga elemen dari

cairan interstitial.

21

Managemen

Yang lebih penting dari persoalan tersebut tentu saja adalah pertanyaan

mengenai bagaimana terapinya. Hal itu secara luas telah dipikirkan bahwa kondisi

tersebut self limiting dan terapi harus diberikan secra langsung untuk mengurangi

gejala selama masa eksaserbasi. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa

semua pasien bisa diobati secara konservatif dengan menggunakan diuretic(67,68).

Mereka menjadi bagian minoritas dalam hal ini. Nama jinak intracranial hypertension

yang diperkenalkan oleh Foley pada tahun 1955 secara nyata telah menjadi suatu

pertanyaan(67.68). Laporan dari klinil Mayo pada tahun1980 menunjukkan bahwa

11% dari pasien menderita visual loss yang signifikan(69). Data ini, diantara yang

lainnya , membisikkan Hoffman untuk berpendapat agar lebih agresif dalam

melakukan pendekatan bedah,berdasarkan fakta bahwa kehilangan penglihatan bisa

terjadi secara permanen, , bisa dihindari dan sekarang ini tidak ada predictor

sebagaiman pada pasien yang akan mengalamikeuntungan dari menegemen

konservatif dan mereka yang menerima segera, vision saving surgery(70)

Batasan modalitas terapi yangbisa dan secara umum digunakan diringkas

pada tabel10.7, Berlawanan dengan penelitian Mayo klinik. Steroid dan diuretic

menjadi modalitas awal yang digunakan. Diikuti dengan pungsi lumbal secara serial.

Lumboperitoneal shunting adalah jenis pendekatan bedah yang paling sering

dipakai. Dekompresi bitemporal yang diperkenalkan oleh Frazier(71) dan digunakan

dengan lebih luas oleh Dandy(59), tampaknya menjadi terapi yang efektif tapi jarang

digunakan. Tantangan yang dihadapi oleh klinisi termasuk mendefinisi etiologi dan

patofisiologi, lebih penting lagi mengembangkan indicator yang sensitive untuk

mengukur pasien mana yang akan berespon terhadap pengobatan konservatif dan

dalam kasus ini teknik Hoffman yang agresif bisa mencegah kehilangan penglihatan

permanen . Perhatian anestesi tergantung oleh penyakit yang mendasari dan

adanya tekanan intrakranial.

22